Model-model Pengembangan Komunitas dalam Interaksi antara Korporasi berbasis Sumber Daya Alam dan Masyarakat Lokal membahas tiga hal utama: (1) akar permasalahan konflik yang sesungguhnya terletak pada ketidaksesuaian antara kelembagaan informal masyarakat lokal dengan kelembagaan formal negara, (2) coping strategies korporasi umumnya belum menyentuh masalah ini dan hanya bersifat insidental, (3) penyelesaian konflik
Model-model Pengembangan Komunitas dalam Interaksi antara Korporasi Berbasis Sumber Daya Alam dan Masyarakat Lokal
1. Model-model Pengembangan
Komunitas dalam Interaksi
antara Korporasi berbasis
Sumber Daya Alam dan
Masyarakat Lokal
oleh Arief Rahman1)
1) Divisi Perencanaan dan Pengembangan Komunitas, P4W-LPPM IPB
2. Latar Belakang
Pertanian, Peternakan,
✓
Jasa-jasa Kehutanan dan
10.1 Perikanan
14.2
Keuangan, Real Estat
dan Jasa Perusahaan
7.7
Pertambangan dan
Penggalian
✓
Pengangkutan dan
10.7
Komunikasi
Seperempat PDB 6.5
bergantung pada SDA
melalui sektor primer
Perdagangan, Hotel dan
Restoran
14.5
Industri Pengolahan
27.3
Konstruksi
8.2 Listrik, Gas dan Air
Bersih
0.9
Gambar 1. Rata-rata distribusi PDB menurut lapangan usaha
2004-2009
Sumber: diolah dari BPS
3. Pengangkutan dan Komunikasi
15
Listrik, Gas dan Air Bersih
10
Sektor primer terus Konstruksi
tumbuh meskipun Jasa-jasa
tidak setinggi sektor- 5
Keuangan, Real Estat dan Jasa
Perusahaan
Pertambangan dan Penggalian
sektor lain
✓ Pertanian, Peternakan, Kehutanan,
dan Perikanan
Industri Pengolahan
Perdagangan, Hotel & Restoran
0
2004 2005 2006 2007 2008 2009
-5
✓
4. • Dari kontribusi sektor pertanian sebesar
13,7% terhadap PDB (pada triwulan I 2007),
hampir 12,5% diantaranya disumbangkan
sektor swasta.
• Pada triwulan yang sama, kontribusi sektor
Di dalam sektor pertambangan dan penggalian sebesar
primer tersebut, 10,7% terhadap PDB, dan kontribusi
korporasi (baik swasta pemerintah didalamnya diperkirakan kurang
maupun BUMN, baik dari 4% sedangkan selebihnya
PMA maupun PMDN) disumbangkan utamanya oleh sektor swasta
menjadi aktor (http://kadin.kadin-indonesia.or.id, diakses
utamanya 25 November 2012).
• Persetujuan investasi swasta pada tahun
2006 (hingga 31 Agustus 2006) di sektor
pertanian (tanpa kehutanan dan perikanan)
tumbuh 103% melalui PMDN dan 105%
melalui PMA (Syafa’at et al. Tanpa tahun).
5. Permasalahan
Biaya sosial yang tinggi
Aktivitas korporasi di Konflik dengan
sektor primer masyarakat lokal
?
menggunakan
Penurunan
sektor primer
kinerja
pendekatan
kelembagaan
(institution)
6. Akar Permasalahan yang Sesungguhnya
Memunculkan
Masyarakat Senantiasa berubah ketidakpastian
(uncertainty)
• Tidak pernah berada dalam keadaan tetap
• Memiliki dinamikanya yang tanpa henti.
• Sebagai dinamika tanpa henti, maka
masyarakat haruslah dibayangkan sebagai
sebuah proses yang:
• bukanlah organisasi melainkan proses
pengorganisasian,
• bukanlah struktur melainkan proses
strukturisasi, dan
• bukanlah bentuk melainkan proses
pembentukan (Sztompka 1993)
7. Perubahan yang
Ketidakpastian Diminimumkan terkelola (planned
change)
• Kelembagaan (institution) mengurangi
ketidakpastian (North 1995), bahkan
menjadi peran utama dari kelembagaan
(Poel 2005)
• Ubi societas ibi ius (dimana ada masyarakat,
di situ ada hukum) dinyatakan oleh Cicero
sejak 20 abad yang lalu
• Melalui aturan, maka perilaku orang lain
menjadi dapat diprediksi
8. Kelembagaan informal
vs Kelembagaan formal
Tidak harus dipahami dalam konteks
pertentangan karena bisa juga conform satu
sama lain
9. Tabel 1. Perbandingan delapan Undang-Undang terkait sumber daya alam
Tolak Ukur
Orientasi
No UU (Eksploitasi Keberpihakan (Pro-rakyat Pengelolaan
(Sentralistik/Desentralistik, Sikap Pengakuan MHA Hubungan Negara dan SDA
atau atau Pro-kapital)
terhadap Pluralisme Hukum)
Konservasi)
UU No. 5/1960 tentang Pro rakyat, berfungsi
Konservasi, Sentralitik, mengakomodasi HMN, Tanah Negara, Tanah Ulayat,
1 Peraturan Dasar sosial, anti monopoli Pengakuan MHA
Nasionalisme pluralisme hukum Tanah Hak
Pokok-pokok Agraria swasta, Pembatasan
UU No. 11/1967
tentang Ketentuan- Sentralistik, pluralisme hukum (tidak Dikuasai dan dipergunakan oleh
2 Eksploitasi Pro-kapital Tidak diatur
ketentuan Pokok diatur) negara
Pertambangan
Pengakuan MHA
3 UU No. 41/1999 Eksploitasi dan Pro-rakyat di konsideran, Sentralistik, pluralisme hukum (tidak (Hanya Dikuasai oleh negara (HMN),
tentang Kehutanan konservasi pro-kapital dalam substansi diatur) memperhatikan hak Hutan Negara, Hutan Hak
MHA)
Didukung oleh negara (HMN) yang
UU No. 22/2001 Ada perhatian diselenggarakan oleh pemerintah
Sentralistik, pluralisme hukum (tidak
4 tentang Minyak dan Ekspoitasi Pro-kapital terhadap tanah sebagai pemegang kekuasaan
diatur)
Gas MHA pertambangan. Ada juga
"Kepemilikan oleh Pemerintah"
Ada perhatian
UU No. 27/2003 Desentralistik, Pluralisme hukum
5 tentang Panas Bumi Eksploitasi Pro-kapital (tidak diatur) terhadap tanah milik Dikuasai oleh negara
masyarakat adat
UU No. 7/2004 tentang Konservasi dan Desentralistik, Pluralisme hukum Pengakuan hak
6 Sumberdaya Air eksplotasi Pro-rakyat (tidak diatur) ulayat MHA Dikuasai oleh negara
Pro-kapital. Ada perhatian
Ada perhatian
UU No. 31/2004 terhadap nelayan kecil Umumnya sentralistik, pluralisme
7 Eksploitasi terhadap hukum Tidak disebut
tentang Perikanan yaitu tidak perlu izin dan hukum (tidak diatur) adat
kemudahan lainnya
Pro-rakyat. Tetapi dunia
UU No. 27/2007
Konservasi, usaha (kapital) diutamakan
tentang Pengelolaan Pengakuan hak
8 tersirat juga untuk memperoleh hak Desentralistik, Pluralisme hukum Dikuasai oleh negara
Wilayah Pesisir aan MHA
eksploitasi pengusahaan perairan
Pulau-pulau Kecil
pesisir
Sumber: Sumardjono et. al. 2011
Pluralisme hukum = ko-eksistensi antara berbagai sistem hukum dalam lapangan sosial tertentu yang dikaji
(Irianto 2007)
10. Kelembagaan informal
vs Kelembagaan formal
• Konformitas utamanya dilihat dari sikap
terhadap pluralisme hukum
• Dari 8 UU terkait SDA, 6 diantaranya tidak
mengatur tentang pluralisme hukum
• Ditambah lagi keberpihakannya yang lebih
pro-kapital ketimbang pro-rakyat
11. • Resistensi
• Distrust
• Perilaku
memuaskan
kepentingan
Perubahan yang tidak pribadi (utility
Ketidakpastian
terkelola (unplanned change) maximization)
ketimbang
Tidak dapat dikelola oleh kelembagan informal mencapai
karena dinegasikan oleh kelembagaan formal kesejahteraan
bersama (welfare
optimization)
12. Coping Strategies oleh Korporasi
Berbasis CSR
• By-request/by-events, tidak by-design
• Kegiatan sampingan, dan bukan kegiatan inti
• Penggunaan jasa pihak ketiga dalam melaksanakan
program CSR
• Kegiatan eksklusif yang enggan untuk disinergikan
• Mengandalkan pendekatan struktural, kelompok elit atau
minoritas aktif
Non-CSR
• Komunikasi yang tereduksi
• Pelibatan masyarakat lokal sebagai tenaga kerja
13. Kesimpulan
• Coping strategies yang dikembangkan oleh
korporasi pada umumnya belum menyentuh akar
permasalahan sesungguhnya dari konflik, yaitu
soal kelembagaan (institution).
• Menggunakan pendekatan kelembagaan, maka
konflik tidak cukup dilihat sebagai konflik antara
dua pihak saja (yaitu antara perusahaan dan
masyarakat lokal), melainkan terdapat pihak lain
yang memiliki pengaruh signifikan yaitu negara
sebagai kelembagaan formal.