Good Stuff Happens in 1:1 Meetings: Why you need them and how to do them well
Bingkisan yang belum terbuka
1. Bingkisan Yang Belum Terbuka
Lagi-lagi sunyi yang menemaniku. Duduk termenung sendiri, tak tahu apa yang membelenggu
jiwa. Aku bingung dengan pikiranku sendiri, terlalu kusut. Hingga tak bisa dibenahi. Terkadang aku ingin
benar hidup dalam dongeng yang akhirnya bahagia. Bagiku, hidup tak pernah ada akhirnya, tidak ada
yang namanya “Happy Ending” entah kenapa aku percaya itu, mungkin dampak dari kacaunya otakku.
Akhir-akhir ini, aku memang mengalami galau berat. Itu terjadi ketika aku mengambil keputusan
untuk berbalik ke belakang lagi, dan membukakan pintu untuk angan tentangnya. Ku bawa diriku dalam
mimpi dan angan nan indah di negeri antah brantah yang membuat ku lupa diri, lupa akan hidup nyata,
lupa akan janji ku. Sungguh, sulit menolak dirinya. Dia tidak istimewa, dia tidak kaya-raya, dia tidak
terlalu menawan, dia tidak mempesona, namun dia berbeda dari yang lain. Itu menurutku, hah! Lagi-lagi
seperti ini.
Memang benar kata orang, cinta tak butuh alasan. Karena apabila alasan itu menghilang, maka
cinta juga akan pudar. Beberapa waktu lalu, aku berjanji untuk melupakannya, menhapusnya dari
hidupku, Namun move on memang tak segampang itu.
Aku baru sadar itu. Aku sakit setiap memikirkannya, namun kenangan indah yang pernah dia
torehkan dalam hidupku, cukup menjadi alasan mengapa aku masih mempertahankannya. Dia raja di
hatiku, kelembutannya membawaku ke alam yang lebih indah dari seribu sutera, ketegasannya
membawaku melayang lebih tinggi dari pesawat jet, kekonyolannya membawa senyumku mengembang
menjalar hingga ke hatiku. Indah sekali.
“Kak Rifky! Kak Rifky!” panggilku.
“Arsya, hei!” kata dia sembari melambai dan menghampiriku.
“Kok udah tau namaku? Wah aku udah terkenal di sini ya?” kataku menggoda.
“GR! Tuh di ID Card mu, Arsya Riskia Peyna, kelas tujuh A! Kamu juga, kok udah tau namaku?”
tanya dia balik padaku.
“Siapa sih, yang nggak kenal sama Rifky Rullyansah? Cowok keren dengan sejuta kemewahan,
tapi tetep rendah hati!” kataku.
“Biasa aja lagi, duduk yuk. Kamu masih jam istirahat kan?” kata dia, ada hal lain yang tersirat di
bola matanya, bukan tatapan tidak senang namun lebih tepatnya kecewa dan sedih.
“Wah, bangga nih! Bisa duduk sebangku sama orang keren,” ledekku.
“Apa sih, kamu? Masih ingusan aja sok tau!” kata dia meledek balik.
2. “Kamu, mau ada urusan apa sama aku?” tanya dia lagi, kembali ke topik.
“Oh iya, aku minta tanda tangan kakak! Biasa, MOS!” kataku, menyerahkan buku dan pulpen.
“Kalok gitu, cariin aku sepuluh sampah organik!” kata dia, iseng.
“Ih kakak! Keren-keren sukanya ngumpulin sampah, ogah ah!” kataku menolak.
“Ya udah, nih!” kata dia sembari menyerahkan buku dan pulpen ku.
“Gomawo kak!” kataku senang.
“Apaan tuh? Sejenis makanan ya?” tanyanya tak mengerti.
“Itu ucapan terimakasih dalam bahasa korea kakak! Ya udah ya, annyeong haseong,
ghamsahamnidah!” kataku, semakin ku lihat dia bingung.
“Annyenye....seong!” kata dia, lucu sekali.
“Hahaha! Ya udah ya, kak. Udah hampir masuk nih, bye!” kataku yang langsung pergi tanpa
menoleh lagi.
***
Kelas masih sunyi. Para penghuninya sedang sibuk kesana kemari meminta tanda tangan, namun
ada seseorang yang duduk termenung, memakai jaket biru muda. Entah apa yang dipikirannya, terkadang
tersenyum, namun tiba-tiba air mukanya murung, sedih.
“HOI?!” kataku mengagetkan.
“Eh curut eh monyong!” kata dia terkaget.
“Huahaaha! Kak Rifky latah, huahaha!” kataku hingga tak bisa berhenti tertawa.
“Shut shutt! Jangan keras-keras!ini rahasia kita!” kata dia sambil membekap mulutku dari
samping.
“Haha, ternyata orang keren bisa latah juga ya.” godaku tak habis-habisnya.
“Ini rahasia kita ya?” kata dia.
“Iya kakak!” kataku tersenyum. Dan melingkarkan jari kelingkingku ke jari kelingkingnya.
“Kamu enggak nyari tanda tangan?” tanya dia.
“Udah kok, aku kan ketua kelas! Jadi dapet jaminan dari kakak-kakak OSIS!” kataku sembari
tersenyum simpul, senyum yang membuat dia canggung.
3. “Ooo. Makan yuk!” tawarnya tiba-tiba.
“Makasih kak, tapi aku udah kenyang.” tolakku.
“Kenyang makan ocehannya anak-anak OSIS?” tanya dia.
“Enggak juga sih, pokoknya aku kenyang lah.” kataku yang memang sedang bad in the mood.
“Kamu kenapa? Di luar kan lagi mendung, enaknya makan bakso! Mau kan?” tawar dia.
“Enggak kak, makasih.” tiba-tiba saja tubuhku kedinginan.
“Kamu sakit? Badanmu panas lho, bentar-bentar!” kata dia sembari melepas jaket biru muda-nya.
“Makasih kak,” kataku setelah dia pakaikan jaket itu ke tubuhku.
***
Aku tak pernah menyangka, tak menyadarinya. Aku terjebak dalam perasaanku sendiri. Aku
hancur karena pilihanku. Aku berani ambil semua resiko, tapi dia tak pernah menganggap aku ada.
Bahkan aku tak tahu, siapa dia. Aku hanya tahu bahwa dia adalah seorang adam yang telah menempati
hatiku selama hampir 3 tahun.
Tuhan, apakah benar ini cinta? Atau sekedar obsesi untuk memiliki satu sama lain? Aku takut
Tuhan, takut untuk memilikinya. Namun juga takut untuk mencintainya, aku takut apabila dia sudah
mengingkar janji dengan hawa yang lain. Aku takut berdosa, karena menyukai dan mencintai milik orang
lain. Tuhan, bohong memang jika cinta itu tak harus saling memiliki. Aku sangat berharap dia jadi
milikku, namun di satu sisi lain aku juga ragu untuk memilikinya. Aku takut membuatnya terluka,
membuatnya bersedih.
Hei kau, aku tahu sekarang kita tak seatap lagi, bahkan mungkin sudah tak searah lagi. Yang aku
pinta, jangan pernah membenciku karena telah mengganggu hidupmu. Aku akan keluar dari mimpimu,
tak akan lagi kau temukan bayangku dimanapun. Karena kita mungkin tak akan bertemu lagi. Aku tahu,
satu saat kau akan tahu tentang rasa yang ku pendam ini. Aku tahu, kau tak akan mencintaiku. Karena di
tempatmu sudah banyak bidadari-bidadari yang jauh lebih baik dari aku, yang siap menemanimu. Yang
aku harap, semoga bidadari yang menemanimu itu bisa menjadikanmu sesosok lelaki yang bisa berdiri
dan baik di mata semua orang. Aku harap dia tak pernah membuatmu terluka, dan aku harap dia bisa
memanfaatkan waktu, tak seperti aku. Biar saja rasa ini seperti bingkisan ulang tahun yang belum dibuka
oleh pemiliknya.
RR