SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  30
BAB I

                         PENDAHULUAN



A. Latar Belakang


       Berubahnya zaman yang disertai dengan perkembangan teknologi
membuat orang semakin kreatif untuk menciptakan sesuatu yang baru.Namun,
hal ini justru disalah gunakan dengan menciptakan barang-barang tiruan di
berbagai bidang. Sehingga di era perdagangan global saat ini, perlindungan
terhadap merek merupakan hal yang harus dilakukan oleh setiap negara.Hal ini
dikarenakan merek mempunyai peran yang penting untuk menciptakan iklim
persaingan usaha yang sehat antara para pelaku usaha.Indonesia sendiri juga
telah mengatur mengenai masalah perlindungan merek dalam satu undang-
undang tersendiri yaitu, UU No.15 tahun 2001 tentang merek. Yang dimaksud
merek oleh UU tersebut ialah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-
huruf, angka-angka, susunan warna, maupun kombinasi dari unsur-unsur
tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan
perdagangan barang atau jasa. Dari apa yang telah diuraikan diatas, dapat kita
lihat bahwa barang-barang yang kini banyak beredar di pasaran merupakan suatu
pelanggaran atas hak merek. Akibatnya para konsumen dibuat bingung karena
barang-barang tiruan tersebut sangat mirip dengan barang asli. Dengan harga
yang jauh lebih murah, para konsumen tentu akan memilih untuk membeli
barang tiruan tanpa menyadari kualitas barang tersebut yang akan lebih mudah
rusak dibanding barang asli.
       Seiring berjalannya waktu setelah diundangkannya UU No.15 tahun
2001, implementasi UU tersebut ternyata belum berjalan secara optimal. Di
kabupaten Bondowoso sendiri misalnya, marak sekali peredaran dan penjualan
barang palsu terutama di bidang mode yang memberikan dampak bagi pemilik
industry, konsumen. Yang mana, Berdasarkan hasil studi MIAP dengan LPEM
FEUI terhadap 12 sektor industri pada periode 2002-2005, menyebutkan,
tindakan pemalsuan di industri sepatu, tekstil, pakaian jadi, rokok, dan pestisida
selama periode tersebut menimbulkan kerugian mencapai Rp 4,4 triliun. Ini
belum termasuk pemalsuan terhadap produk software yang menimbulkan
                                                                                1
kerugian Rp 3,6 triliun. Kegiatan pemalsuan di 12 bidang industri tersebut telah
        pula menghilangkan potensi lapangan pekerjaan sebanyak 124 ribu.1

                Berdasarkan Fakta Hukum yang terjadi di kabupaten Bondowoso,
        Banyak kasus pelanggaran terhadap HKI yang kini sedang dilakukan
        pemeriksaan oleh para aparat hukum, seperti menurut penelitian Tim Nasional
        Penanggulangan Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual (Timnas PPHKI),
        bahwa menurut catatannya telah terjadi 65 kasus pelanggaran dalam bidang
        HKI, dengan rincian 45 pelanggaran terhadap hak cipta, 17 pelanggaran
        terhadap hak merek, dan tiga kasus pelanggaran terhadap hak paten. Dari ke 65
        kasus tersebut hanya enam kasus yang sudah terselesaikan, sedangkan 59 kasus
        masih dalam tahap pemeriksaan. Data tersebut tentunya hanya sebagian kasus
        yang terungkap di permukaan.Padahal berdasarkan penelusuran di lapangan,
        masih banyak peredaran dan penjualan barang palsu, terutama dalam bidang
        mode di pasar-pasar. Di Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur juga tak luput dari
        praktek peredaran dan penjualan barang palsu, seperti pemalsuan merek
        terhadap tas merek Coach, ransel, kaos merek nevada, sepatu merek jelly, crocs,
        ariesta mode, new era, baju obral berkisar 10-35 ribu. Biasanya barang-barang
        palsu tersebut dijual di pasar-pasar maupun toko-toko kecil. Hal ini yang
        menyebabkan atau menimbulkan pertentangan antara das sollen dengan das
        seinnya.

                Setelah adanya fakta hukum yang bertentangan dengan undang-undang,
        saatnya untuk mengetahui pengertian atau maksud dari barang palsu tersebut
        yaitu merupakan barang-barang yang diproduksi dan / atau diperdeagangkan
        dengan menggunakan merek terdaftar milik pihak lain. Pelanggaran terhadap
        merek tersebut ternyata dilakukan secara sadar baik oleh si pembuat, pembeli
        maupun penjual barangbpalsu tersebut. Bahkan penjualan barang palsu yang
        merupakan pelanggaran dijadikan mata pencaharian tetap bagi sebagian penjual.
                Maraknya peredaran barang di kabupaten Bondowoso dipengaruhi oleh
        berbagai faktor. Faktor yang utama adalah sanksi hukum pada UU No.15 tahun
        2001 hanya dapat dijatuhkan kepada mereka yang melakukan pelanggaran hanya

1
 http://www.miap.or.id/main/berita/detail.php?detail=20091230160731,   diakses   pada   tanggal   25
September 2012.




                                                                                                  2
jika ada aduan dari seseorang yang dirugikan atas perbuatan orang lain.
Sehingga jika tidak pengaduan maka tidak dapat dilakukan proses hukum.
Faktor yang lain adalah sistem perlindungan hak merek yang dianut oleh
Indonesia saat ini adalah sistem first to file, yaitu pelanggaran merek terjadi jika
ada tindakan-tindakan penggunaan merek terdaftar oleh pihak-pihak beritikad
buruk yang dilakukan dalam masa perlindungan atas merek yang bersangkutan
sebagaimana tertera dalam sertifikat pendaftaran mereknya. Atau dengan kata
lain orang yang melakukan pengaduan harus mampu menunjukkan sertifikat
merek atau alas hak lainnya yang sah pada saat melakukan pengaduan atas suatu
tindak pidana merek. Jadi tidak ada pelanggaran tanpa pendaftaran merek. Selain
faktor yuridis diatas, faktor masyarakat pun juga memberikan pengaruh terhadap
maraknya peredaran dan penjualan barang palsu, seperti minimnya pengetahuan
mereka akan pelanggaran merek, faktor ekonomi masyarakat kabupaten
Bondowoso yang sebagian besar tidak dapat menjangkau untuk membeli barang
original atau barang asli, sehingga mereka beralih untuk membeli barang palsu
yang lebih murah dan hampir menyerupai barang asli meskipun kualitasnya
berbeda.
       Adanya peredaran dan penjualan barang palsu dalam bidang mode di
kabupaten Bondowoso menyebabkan kerugian yang besar bagi pemilik merek,
seperti menurunnya nilai penjualan barang. Setelah meninjau alasan-alasan
tersebut, maka sangat diperlukan untuk membentuk suatu peraturan daerah di
kabupaten Bondowoso yang mengatur mengenai pelarangan dan peredaran
barang palsu dibidang mode. Hal ini sebagai upaya perlindungan terhadap
merek, serta penegakan aturan hukum. Salah satu upayanya adalah pengaturan
mengenai penjatuhan sanksi bagi mereka yang membuat, menjual, maupun yang
membeli barang palsu. Untuk meningkatkan efek jera dapat dijatuhkan sanksi
baik berupa sanksi perdata, sanksi pidana maupun kombinasi antara keduanya.
Sehingga dengan demikian dapat meminimalisir bahkan menghentikan
peredaran dan penjualan barang palsu dalam bidang mode di Kabupaten
Bondowoso.


B. Identifikasi Masalah


1. Permasalahan yang kini tengah dialami sebagian masyarakat kita adalah
   berkenaan dengan peredaran barang-barang tiruan, sekilas permasalahan ini
                                                                                  3
nampak tidak terlalu serius sehingga luput dari perhatian pemerintah. Tidak
   adanya tindakan yang nyata dari pemerintah juga menyebabkan masyarakat
   semakin leluasa untuk melakukan tindakan yang melanggar UU No.15 tahun
   2001 ini. Permasalahan ini dapat diatasi dengan membuat suatu peraturan
   yang jelas, namun tidak cukup sampai disitu, peran struktur yang terdiri dari
   pemerintah dan masyarakat juga dibutuhkan. Karena membuat masyarakat
   untuk turut berperan aktif dalam pelaksanaan suatu peraturan tidak semudah
   membalikkan telapak tangan maka perlu kesadaran dari dalam diri
   masyarakat, soaialisasi oleh pemerintah juga dibutuhkan, kemudian
   pelaksanaannya juga harus dalam pengawasan pemerintah.
2. Rancangan peraturan daerah terkait pelarangan peredaran barang palsu di
   kabupaten Bondowoso dirasa perlu karena diharapkan mampu melindungi
   hak merek dari suatu produk, hal ini juga berkaitan dengan perlindungan atas
   kreativitas seseorang. Apabila tindakan memalsu barang terus dilanjutkan
   tentu hal ini akan mengurangi inovasi-inovasi terhadap barang tertentu.
   Keterlibatan negara maupun pemerintah dalam mewujudkan iklim
   persaingan usaha yang sehat sangat dibutuhkan, karena mereka lah yang
   mampu memberikan sanksi yang tegas bagi para pelanggar undang-undang.
3. Yang menjadi dasar filosofis dari pembuatan rancangan peraturan daerah ini
   adalah agar masyarakat lebih menghargai ati nilai dari sebuah kejujuran,
   diharapkan dengan adanya peraturan ini dapat mendidik masyarakat menjadi
   masyarakat yang sadar akan akibat yang ditimbulkan apabila mereka tetap
   membeli barang tiruan. Sedangkan dasar sosiologisnya adalah dalam
   kehidupan bermasyarakat tentu tidak dibenarkan untuk merugikan orang
   lain, mengingat persaingan yang sehat menuntut agar tidak saling merugikan
   antara konsumen dan produsen.
4. Dengan adanya peraturan daerah ini nantinya diharapkan masyarakat dapat
   mematuhinya serta merujuk pada UU No.15 tahun 2001 tentang merek. Para
   pembuat barang bajakan dapat membuat dan mendaftarkan mereknya
   sendiri. Diharapkan persaingan sehat di dunia usaha dapat tercipta do
   kabupaten Bondowoso. Peraturan daerah ini nantinya juga diharapkan dapat
   menjangkau masyarakat awam yang membutuhkan pemahaman lebih atas
   peraturan yang telah ada sebelumnya.




                                                                                 4
C. Tujuan Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik
     Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini dapat diuraikan sebagao
     berikut :
     1.   Untuk mengetahui tindakan nyata dari pemerintah bagi yang melanggar
          UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek;
     2.   Untuk mendiskripsikan dan menganalisis Rancangan peraturan daerah
          terkait pelarangan peredaran barang palsu di Kabupaten Bondowoso;
     3.   Untuk mengetahui pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis,
          yuridis mengenai pembentukan rancangan Undang-undang atau
          Rancangan Peraturan Daerah terkait pelarangan peredaran barang palsu
          di Kabupaten Bondowoso;
     4.   Untuk mengetahui sasaran yang akan diwujudkan dari pembuatan
          peraturan rancangan peraturan daerah tentang pelanggaran merek atau
          barang palsu di Kab. Bondowoso.
D. Manfaat Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik
     Adapun kegunaan yang diharapkan dalam penyusunan perancangan Undang-
     undang atau Rancangan Peraturan Daerah :
a.    Memberikan pandangan yang luas dalam pemahaman terhadap tindakan
      yang nyata dari pemerintah bagi yang melanggar UU No. 15 Tahun 2001
      tentang Merek.
b.    Sebagai sarana untuk pembelajaran dalam rancangan peraturan daerah
      terkait peredaran barang palsu di kabupaten Bondowoso.
c.    Sebagai Informasi sasaran yang wijudkan darirancangan pembuatan
      peraturan daerah.
d.    Bagi pemerintah sebagai masukan dan lebih tegas dalam rancangan
      pembuatan peraturan daerah terkait peredaran barang palsu di kabupaten
      Bondowoso;
e.    Bagi masyarakat sebagai bahan informasi dan pengetahuan terhadap
      masyarakat mengenai adanya rancangan pembuatan peraturan daerah terkait
      peredaran barang palsu di kabupaten Bondowoso.




                                                                                 5
BAB II

         KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS

A. Kajian Teoritis
                  Sebagai suatu hak yang lahir melalui intelektual manusia, hak
          merek yang merupakan salah satu dari hak kekayaan intelektual (HKI)
          perlu mendapatkan perlindungan hokum. Tanpa adanya perlindungan
          hukum yang memadai, tentunya hal ini dapat menyebabkan peredaran
          barang palsu atau biasa disebut barang KW di kalangan masyarakat
          mengalami peningkatan terus menerus.


   1.1    Pengertian Merek
                  Pada umumnya diera perdagangan global yang terjadi seperti
          sekarang,      banyak pelaku usaha berlomba-lomba menarik minat
          masyarakat untuk membeli produk dalam bentuk barang maupun jasa
          yang telah diproduksinya. Strategi yang digunakan oleh para pelaku
          usaha tersebut adalah melalui merek atas suatu produk.           Merek
          bermanfaat sebagai pembeda antara produk satu dengan produk lainnya
          yang sejenis, selain itu merek juga dapat menentukan tinggi rendahnya
          harga suatu produk, serta menjaga persaingan usaha yang sehat antar
          pelaku usaha. Semakin terkenal suatu merek, maka semakin tinggi harga
          produk tersebut, dan begitupun sebaliknya. Oleh sebab itu, merek
          merupakan komponen utama yang harus ada dalam suatu produk.
                  Menurut UU No.15 Tahun 2001 Tentang merek pasal 1 ayat 1,
          merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-
          angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang
          memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan
          barang atau jasa.
                  Banyak para ahli hukum di dunia yang memberikan pengertian
          merek, seperti :
                  Suryodiningrat, di dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum Merek,
          bahwa       merek   adalah   barang-barang   yang   dihasilkan    oleh
          pabriknyadengan dibungkus dan pada bungkusnya itu dibubuhi tanda
          tulisan dan/atau perkataan untuk membedakannya dari barang-barang

                                                                               6
sejenis hasil pabrik pengusaha lain. Tanda itu disebut merek
                 perusahaan2,
                         Soekardono mendefinisikan tentang merek dalam bukunya
                 hokum Dagang Indonesia Jilid I, merek adalah sebuah tanda, dengan
                 mana dipribadikan sebuah barang tertentu, dimana perlu juga untuk
                 mempribadikan asalnya barang atau menjamin kualitetnya barang
                 dalam perbandingan dengan barang-barang sejenis yang dibuat atau
                 diperniagakan oleh orang-orang atau badan perusahaan lain3.
                         H.M.N. Purwosutjipto, S.H. memberikan pengertian merek
                 sebagai berikut, merek adalah suatu tanda, dengan mana suatu benda
                 tertentu dipribadikan, sehingga dapat dibedakan dengan benda lain
                 yang sejenis4.
                         Menurut Knapp (2001), merek adalah internalisasi sejumlah
                 kesan yang diterima oleh pelanggan dan konsumen yang mengakibatkan
                 adanya suatu posisi khusus dalam ingatan mereka terhadap manfaat
                 emosional dan fungsional yang dirasakan. Sebuah merek dikatakan
                 khusus jika konsumen merasa yakin bahwa merek-merek tersebut benar-
                 benar khusus.
                         Menurut Aaker (1996), merek merupakan nama atau simbol yang
                 bersifat membedakan (seperti logo, cap, kemasan) dengan maksud
                 mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang penjual atau sebuah
                 kelompok penjual tertentu.
                         Menurut Kotler (2000), merek adalah suatu janji penjual untuk
                 secara konsisten memberikan feature, manfaat dan jasa tententu kepada
                 pembeli, bukan hanya sekedar simbol yang membedakan produk
                 perusahaan tertentu dengan kompetitornya.
                         Berdasarkan pengertian menurut para ahli diatas, maka dapat
                 disimpulkan, bahwa merek adalah :
                         1. Merupakan tanda berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf,
                             angka-angka, susunan warna, maupun kombinasi dari
                             berbagai unsur tersebut




2
  Suryodiningrat, R. M. Pengantar Ilmu Hukum Merek, Pradya Paramita, Jakarta, 1975, h. 30.
3
  Soekardono, R. Hukum Dagang Indonesia Jilid I,Cetakan Ke 4, Soeroengan Jakarta, 1967, h. 149
4
  H. OK. Saidin, OP, cit, h.343.
                                                                                                 7
2. Berfungsi sebagai pembeda antara dengan produk lain yang
                             sejenis.
                         3. Digunakan dalam kegiatan perdagangan barang maupun jasa.


        1.2     Pengertian Pemalsuan
                         Pada saat ini peredaran dan penjualan barang-barang palsu di
                Indonesia terbilang tinggi dari tahun ke tahun.Sehingga seolah-olah pasar
                di Indonesia dapat dikatakan sebagai surga bagi para penjual barang
                palsu.Pemalsuan merupakan tindak pidana berupa pelanggaran Hak
                Kekayaan Intelektual (HKI).
                         Menurut Masyarakat           Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP),
                pemalsuan adalah memproduksi suatu produk yang menyalin atau
                meniru penampakan fisik suatu produk asli sehingga menyesatkan para
                konsumen bahwa ini adalah produk dari pihak lain5. Yang termasuk
                pemalsuan seperti produk yang melanggar merek dagang, pelanggaran
                hak cipta, peniruan kemasan, label, dan merek.
                         Menurut para ahli, penggolongan barang palsu berdasarkan
                tingkat pelanggaran dibagi menjadi empat golongan, yaitu ;
                         1. Produk palsu sejati (True Conterfeit Product)
                         2. Produk palsu yang tampak serupa (Look-Alike)
                         3. Reproduksi
                         4. Imitasi yang tak meyakinkan.

                         Dikalangan masyarakat barang palsu yang sering beredar adalah
                produk palsu yang tampak serupa (Look-Alike) atau lebih dikenal dengan
                istilah barang KW. Terdapat dua pendapat tentang pengertian barang
                KW, yaitu petama, jika konteks barang KW yang dimaksud adalah
                kwalitas 1, 2, 3, maka artinya barang tersebut merupakan produksi dari
                satu perusahaan yang sama. Misalnya produk tas merek GEORGIO
                ARMANI, Channel, Louis Vuitton,                 Esprit, Gucci. Dalam hal ini
                perusahaan tersebut membuat barang yang sama namun dengan standar
                kualitas yang bertingkat. Akan tetapi jika ini yang dilakukan maka


5
 http://www.miap.or.id/main/berita/detail.php?detail=20091230160731,   diakses   pada   tanggal   25
September 2012.



                                                                                                  8
perusahaan tersebut harus memberikan informasi pada labelnya kepada
      konsumen. Namun hal yang mustahil jika perusahaan yang ternama
      dengan barang branded nya membuat kualitas yang berbeda-beda, jika
      hal itu terjadi tentunya akan menjatuhkan nama perusahaan dan
      produknya.

              Kedua, barang KW yang berarti produk tiruan (palsu).Barang ini
      yang biasanya beredar di pasaran. Barang KW tersebut bukan hasil
      produksi dari perusahaan yang mengeluarkan barang branded, misalnya
      merek GEORGIO ARMANI, Channel, Louis Vuitton, Esprit, Gucci,
      tetapi dibuat oleh perusahaan yang sama sekali berbeda. Pihak yang
      meniru tersebut dapat meniru model atau memalsukan merek. Biasanya
      barang-barang palsu ini di lingkungan para pedagang diberi nama barang
      "tembakan", artinya mirip barang asli. Jika dilihat sepintas fisik barang
      KW tidak kalah dengan barang asli, Namun ketika diperhatikan secara
      teliti maka akan jauh berbeda dari sisi bentuk fisiknya apalagi
      kualitasnya.

1.3   Teori

              Terdapat teori yang menjadi dasar sehingga disusunnya naskah
      akademik ini, teori tersebut antara lain :reward theory, bahwa teori ini
      memberikan suatu pengakuan terhadap karya intelektual, dalam hal ini
      hak merek yang telah dihasilkan oleh seseorang melalui kerja kerasnya.
      Pengakuan tersebut dapat berupa penghargaan sebagai imbalan atas
      upaya-upaya inovatif dan kreatif dalam menemukan atau menciptakan
      karya-karya intelektual.Reward theory juga sejalan dengan teori recovery
      theory, yakni pemilik merek yang telah mengeluarkan waktu, biaya, dan
      tenaga dalam menghasilkan karya intelektualnya harus memperoleh
      kembali sesuai dengan apa yang telah dikeluarkannya tersebut.
      Selanjutnya, teori Robert M. Sherwood dalam teorinya risk theory,
      menurut teori ini Hak Kekayaan Intelektual merupakan suatu hasil karya
      yang mengandung resiko yang dapat memungkinkan orang lain yang
      terlebih dahulu menemukan cara tersebut atau memperbaikinya, sehingga
      demikian adalah wajar untuk membentuk suatu perlindungan hokum
      terhadap   upaya   yang    mengandung     resiko   tersebut.   Sherwood

                                                                             9
berpendapat, bahwa resiko yang mungkin timbul dari penggunaan secara
         illegal, sehingga menimbulkan kerugian secara ekonomis maupun moral
         bagi pencipta dapat dihindari, jika terdapat landasan hokum yang kuat
         maka dapat melindungi HKI tersebut.

                Berdasarkan teori-teori tersebut, maka naskah akademik ini
         disusun sebagai upaya untuk melindungi hak intelektual yang dimiliki
         para pemilik hak (hak merek), sehingga hasil karya intelektual yang
         dihasilkan oleh seseorang atas dasar intelektualnya melalui kerja keras,
         dan pengorbanannya mendapatkan perlindungan hokum guna mencegah
         bentuk eksploitasi secara komersial oleh pihak lain tanpa adanya
         kompensasi kepada pihak yang menghasilkan karya-karya intelektual
         tersebut. Selain itu, melalui naskah akademik ini diharapkan dapat
         meminimalisir jumlah peredaran dan penjualan barang palsu di
         Kabupaten    Bondowoso,     serta     menumbuhkan   dan   meningkatkan
         kreativitas masyarakat Kabupaten Bondowoso untuk menghasilkan suatu
         produk baru yang berbeda dari produk yang lain. Dengan demikian dapat
         menumbuhkan persaingan usaha yang sehat antara para pelaku usaha.

B. Kajian terhadap Asas/Prinsip yang Terkait dengan Penyusunan Norma

                Asas di dalam suatu peraturan hokum merupakan hal yang sangat
         penting, tidak ada hokum yang dapat dimengerti tanpa asas-asas
         tersebut.Norma-norma adalah pengejawantahan dari asas yang ada dalam
         peraturan hukum. Dalam Naskah            Akademik ini, asas-asas yang
         digunakan adalah :

   a. Asas Kepribadian
      Asas ini berarti bahwa penegakkan terhadap pelarangan dan peredaran
      barang palsu merupakan suatu tindakan untuk melindungi, menghormati, dan
      mengakui terhadap kepribadian manusia, dalam hal ini adalah pemilik
      merek, Perlindungan kepada pemilik merek merupakan perlindungan
      terhadap kepribadian manusia tersebut.
   b. Asas Persekutuan
      Asas ini menghendaki kehidupan yang tertib, aman, dan damai di dalam
      masyarakat.Pelarangan peredaran dan penjualan barang palsu perlu untuk
      ditegakkan untuk menciptakan ketertiban dan kedamaian di masyarakat,
                                                                              10
sehingga tidak ada pihak (pemilik merek) yang merasa terganggu dengan
   adanya keberadaan barang palsu.
c. Asas kesamaan
   Asas ini berarti bahwa setiap orang dianggap sama di depan hokum, keadilan
   merupakan realisasi dari asas ini. Asas kesamaan yang dimaksud dalam
   naskah akademik ini adalah bahwa setiap orang berhak untuk memiliki
   merek dan mendapatkan hak merek.Hak atas merek dapat diperoleh jika
   telah memenuhi persyaratan, yaitu melalui pendaftaran merek.Berdasarkan
   hal tersebut, maka para pihak yang melakukan peredaran dan penjualan
   barang palsu telah melanggar hak pemilik merek. Para penjual yang menjual
   barang palsu sudah sepantasnya tidak berhak untuk memperjual belikan
   barang palsu, sedangkan pemilik merek berusaha untuk membuat merek
   tersebut terkenal di kalangan masyarakat melalui berbagai cara dengan
   investasi dan strategi usaha tertentu. Agar pemilik merek memperoleh
   keadilan, maka perlu suatu peraturan untuk menegakkan hokum, yaitu
   melalui suatu peraturan daerah tentang pelarangan peredaran dan penjualan
   barang palsu.
d. Asas pemisahan antara baik dan buruk
   Asas ini berarti bahwa adanya pemisahan antara perbuatan yang boleh
   dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan.Tindakan untuk mengedarkan dan
   penjualan barang palsu adalah perbuatan yang seharusnya tidak dilakukan.
e. Asas perlindungan terhadap merek terdaftar
   Mengingat Indonesia menggunakan asas konstitutif pada pendaftaran merek,
   maka hanya merek yang terdaftar yang dapat memeperoleh perlindungan
   hokum.Perlindungan terhadap merek terdaftar perlu dilakukan untuk
   melindungi hak-hak para pemilik merek yang dirugikan akibat adanya
   peredaran dan penjualan barang palsu di pasaran.Berdasarkan hal tersebut,
   jika merek yang dipalsukan bukan merupakan merek yang terdaftar, maka
   bukan merupakan suatu tindak pidana.
f. Asas persamaan dan ketidaksamaan
   Salah satu fungsi merek adalah untuk membedakan antara produk yang satu
   dengan produk lainnya. Sehingga suatu merek harus memiliki suatu ciri
   khusus atau daya pembeda antara produk lain yang sejenis.




                                                                              11
C. Kajian terhadap Praktik Penyelenggaraan, Kondisi yang Ada, serta
        Masalah yang dihadapi Masyarakat

                Fenomena pemalsuan merek berbagai macam produk yang terjadi di
        berbagai wilayah Indonesia menjadi sangat penting untuk segera ditangani,
        mengingat derajat permasalahannya yang semakin kompleks, sedangkan
        peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perlindungan merek
        masih terkesan lemah dalam rangka melindungi hak merek pemilik merek. Hal
        ini terlihat di dalam UU No.15 tahun 2001 Tentang Merek, hanya
        menitikberatkan pada pengaturan merek barang/jasa.Selain itu, secara eksplisit
        Undang-Undang ini juga menyebut seluruh tindak pidana penggunaan merek
        terdaftar oleh para pihak yang beritikad buruk sebagai pelanggaran dan bukan
        kejahatan (pasal 94 ayat 2 UU No.15 Tahun 2001 Tentang Merek).Kemudian,
        pemalsuan merek merupakan delik aduan, yang diatur pada pasal 95 UU No.15
        Tahun 2001. Dalam ilmu hokum pidana, hal ini berarti bahwa pasal-pasal pidana
        di dalam UU No.15 Tahun 2001 berlaku jika terdapat laporan dari seseorang
        yang dirugikan atas perbuatan orang lain. Dan sebaliknya, jika tidak ada laporan
        maka tidak akan ada penyidikan dari kepolisian.
                Tak hanya itu saja, dalam menilai sebuah barang merupakan barang
        palsu atau bukan di mata hokum, polisi tidak dapat melakukannya secara
        sepihak.Hal ini dikarenakan, sistem perlindungan hak merek yang saat ini dianut
        oleh Indonesia, adalah sistem First to file6. Pelanggaran merek hanya terjadi
        apabila ada tindakan-tindakan penggunaan merek terdaftar oleh pihak-pihak
        beriktikad buruk yang dilakukan dalam masa perlindungan atas merek yang
        bersangkutan sebagaimana tertera dalam sertifikat pendaftaran mereknya.Tidak
        ada pelanggaran tanpa pendaftaran merek karena dalam sistem First to file,
        perlindungan hukum hanya diberikan kepada pemilik pendaftaran merek.Pelapor
        harus mampu menunjukkan sertifikat merek atau alas hak lainnya yang sah pada
        saat melakukan pelaporan atas suatu tindak pidana merek.Selain harus mampu
        menunjukkan bukti kepemilikan merek yang sah, pelapor juga harus mampu
        menunjukkan kepada kepolisian perbedaan-perbedaan antara barang asli dan



6 http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4f98f0a42a785/apakah-pembeli-tas-kw-bisa-dipenjara,
diakses pada tanggal 8 September 2012.



                                                                                                   12
barang palsu secara jelas.Hal ini tentu saja untuk menghindari penegak hukum
        melakukan kekeliruan dalam menangkap dan memproses pidana para pelaku
        pelanggaran merek.
                 Dengan adanya peredaran barang palsu tersebut, tentunya memberikan
        dampak bagi pemilik industry, konsumen, bahkan Negara. Berdasarkan hasil
        studi MIAP dengan LPEM FEUI terhadap 12 sektor industri pada periode 2002-
        2005, menyebutkan, tindakan pemalsuan di industri sepatu, tekstil, pakaian jadi,
        rokok, dan pestisida selama periode tersebut menimbulkan kerugian mencapai
        Rp 4,4 triliun. Ini belum termasuk pemalsuan terhadap produk software yang
        menimbulkan kerugian Rp 3,6 triliun. Kegiatan pemalsuan di 12 bidang industri
        tersebut telah pula menghilangkan potensi lapangan pekerjaan sebanyak 124
        ribu7.

                 Banyak kasus pelanggaran terhadap HKI yang kini sedang dilakukan
        pemeriksaan oleh para aparat hukum, seperti menurut penelitian Tim Nasional
        Penanggulangan Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual (Timnas PPHKI),
        bahwa menurut catatannya telah terjadi 65 kasus pelanggaran dalam bidang
        HKI, dengan rincian 45 pelanggaran terhadap hak cipta, 17 pelanggaran
        terhadap hak merek, dan tiga kasus pelanggaran terhadap hak paten. Dari ke 65
        kasus tersebut hanya enam kasus yang sudah terselesaikan, sedangkan 59 kasus
        masih dalam tahap pemeriksaan8.            Data tersebut tentunya hanya sebagian
        kasus yang terungkap di permukaan.Padahal berdasarkan penelusuran di
        lapangan, masih banyak peredaran dan penjualan barang palsu, terutama dalam
        bidang mode di pasar-pasar. Di Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur juga tak
        luput dari praktek peredaran dan penjualan barang palsu, seperti pemalsuan
        merek terhadap tas merk Coach, ransel, kaos merk nevada, sepatu merk jelly,
        crocs, ariesta mode, new era, baju obral berkisar 10-35 ribu. Biasanya barang-
        barang palsu tersebut dijual di pasar-pasar maupun toko-toko kecil.Mereka (para
        penjual) menjual barang-barang palsu tersebut dilatarbelakangi oleh factor
        ekonomi, yaitu ingin meraup keuntungan yang sebesar mungkin dari hasil


7
 http://www.miap.or.id/main/berita/detail.php?detail=20091230160731, diakses pada tanggal 25
September 2012.

8
 http://www.miap.or.id/main/berita/detail.php?detail=20091230160731,   diakses   pada   tanggal   25
September 2012.



                                                                                                  13
penjualan barang palsu, yang biasanya dijual dengan membanting harga melalui
  obral.Konsumen atau pembeli juga ikut andil dalam maraknya peredaran dan
  penjualan barang palsu di Kabupaten Bondowoso, Factor ekonomi kembali yang
  menjadi penyebabnya, para pembeli yang membeli barang-barang palsu tersebut
  rata-rata perekonomiannya yang rendah sampai dengan menengah.Karena tidak
  mampu membeli barang original atau barang asli, pembeli beralih untuk
  membeli barang palsu.Kualitas barang tidak lagi dipikirkan oleh para pembeli,
  sudah cukup bagi mereka memiliki barang yang meyerupai barang original atau
  barang asli.Berdasarkan hal tersebut, maka terlihat factor prestige juga ikut andil
  dalam peredaran dan penjualan barang palsu.
         Maraknya peredaran dan penjualan barang palsu di Kabupaten
  Bondowoso menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat untuk mentaati hokum
  masih kurang, padahal sejak tahun 2001 lalu Undang-Undang merek telah
  disahkan, maka sudah 11 tahun waktu berjalan dan ternyata dalam prakteknya
  pelanggaran merek masih sering terjadi.

D. Kajian terhadap Implikasi Penerapan Sistem Baru yang Akan Diatur
  dalam Undang-Undang atau Peraturan Daerah terhadap Aspek Kehidupan
  Masyarakat dan Dampaknya terhadap Beban Keungan Negara

         Permasalahan peredaran dan penjualan barang palsu di Indonesia,
  khususnya di Kabupaten Bondowoso yang terus meningkat tiap tahunnya, hal ini
  menunjukkan bahwa implementasi UU No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek
  masih belum efektif. Akibatnya Negara Indonesia juga mengalami kerugian
  yang besar akibat adanya peredaran serta penjualan barang palsu, sehingga
  dibutuhkan suatu peraturan daerah untuk menyelesaikan masalah tersebut agar
  tidak berlarut-larut. Dengan adanya naskah tentang pelarangan dan peredaran
  barang palsu juga dapat berdampak positif bagi keuangan Negara, yaitu
  memberi dampak efisiensi dan penghematan terhadap keuangan Negara.

         Peraturan Daerah Tentang Pelarangan Peredaran dan Penjualan Barang
  Palsu dalam Bidang Mode di kabupaten Bondowoso dibuat untuk menekankan
  pelaksanaan peraturan yang sudah ada, yaitu UU No.15 tahun 2001 Tentang
  Merek. Jika peraturan daerah ini dapat diterapkan dengan baik, maka setidaknya
  dapat merubah mentality masyarakat Kabupaten Bondowoso untuk lebih
  menghargai barang original atau barang asli, serta apabila peredaran dan

                                                                                  14
penjualan barang palsu dapat diminimalisir, hal ini tentu saja dapat berdampak
positif dalam meningkatkan pendapatan daerah Kabupaten Bondowoso. Dampak
lainnya dengan adanya perda ini adalah masyarakat sekitar terdorong
meningkatkan kreativitasnya untuk menghasilkan produk sendiri guna
memenuhi kebutuhan hidup dibidang mode tanpa harus melanggar hokum.




                                                                           15
BAB III

    EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
                           TERKAIT



       Pengaturan mengenai pelarangan peredaran barang palsu memiliki
       keterkaitandengan dengan9:

    1. UU No. 7 Tahun 1994 tentang Ratifikasi Persetujuan Pembentukan Organisasi
        Perdagangan Dunia (Agreement Establishing The World Trade Organization).
    2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1995 tentang Komisi
       Banding Merek ditetapkan Tangga1 29 Agustus 1995.
    3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1993 tentang Tata
       Cara Permintaan Pendaftaran Merek ditetapkan Tangga1 31 Maret 1993.
    4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1993 tentang Kelas
       Barang atau Jasa Bagi Pendaftaran Merek ditetapkan Tangga1 31 Maret 1993.



             Meskipun Undang-Undang mengenai merek telah ada sejak tahun 1961
    namun keberadaannya seringkali mengalami perubahan. Sedikitnya Undang-
    Undang merek telah mengalami lima kali perubahan. Hingga pada saat ini
    Indonesia menggunakan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2001 tentang merek
    sebagai upaya nyata Pemerintah untuk memberi perlindungan bagi pemilik merek
    terdaftar. Secara umum Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 mengatur tentang
    merek,    permohonan       pendaftaran    merek,    persyaratan     pendaftaran   merek,
    penghapusan dan pembatalan pendaftaran merek, penyelesaian sengketa merek dan
    sebagainya. Dalam kurun waktu 11 tahun pelaksanaannya, Undang-Undang
    tersebut dirasakan kurang mampu lagi untuk menyelesaikan permasalahan yang
    terjadi di masyarakat, khususnya masyarakat Kabupaten Bondowoso.

             Rancangan Peraturan Daerah mengenai Pelarangan Peredaran Barang-
    Barang Palsu Dalam Bidang Mode Di Kabupaten Bondowoso memiliki keterkaitan
    dengan berbagai Peraturan Perundang-undangan lain baik secara vertikal maupun
    horizontal. Antara Rancangan Peraturan Daerah tersebut dengan Peraturan
    Perundang-undangan lain diharapkan dapat saling melengkapi, mengingat peraturan

9 http://umarikmawaru.blogspot.com/2012/07/aspek-hukum-dalam-ekonomi-hak-
atas.html#.UGcKpGMR3Mw
                                                                                         16
baru dibuat dengan tujuan untuk menambah suatu aturan yang belum diundangkan
maupun memperbaiki suatu aturan yang telah ada namun dirasakan tidak lagi
mampu untuk menyelesaikan permasalahan terhadap kondisi yang ada. Dengan
adanya Rancangan Peraturan Daerah tersebut nantinya diharapkan permasalahan
mengenai peredaran barang-barang palsu di Kabupaten Bondowoso dapat teratasi,
karena telah ada suatu aturan yang lebih khusus mengatur tentang peredaran barang
palsu.Sanksi bagi para produsen dan pedagang barang palsu yang selama ini hanya
tertulis di dalam Undang-Undang nantinya dapat di implementasikan secara baik
dengan Rancangan Peraturan Daerah Tersebut sebagai landasan hukumnya.

       Dalam Peraturan Perundang-undangan yang terkait dengan Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2001, diatur mengenai berbagai peraturan maupun keputusan
pemerintah menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan merek.Apa yang telah diatur
sebelumnya tentu berkaitan dengan kondisi hukum yang ada pada saat itu. Misalnya
saja pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1993 tentang
Tata Cara Permintaan Pendaftaran Merek ditetapkan Tangga1 31 Maret 1993, pada
saat itu tentu kondisi hukum yang terjadi mengenai tata cara permintaan
pendaftaran merek tidak berjalan sebagaimana mestinya sehingga Pemerintah
memutuskan untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah mengenai Tata Cara
permintaan Pendaftaran Merek.




                                                                              17
BAB IV

        LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS

     A. Landasan Filosofis

               Landasan filosofis disusunnya naskah akademik ini adalah pancasila atau
        rechtsidee, yaitu konstruksi pikir yang mengarahkan hukum kepada suatu hal
        yang dicita-citakan. Menurut Rudolf Stamler, rechtsidee berfungsi sebagai
        leitsern atau bintang pemandu bagi terwujudnya cita-cita sebuah masyarakat10.

               Falsafah atau pandangan hidup suatu bangsa berisi nilai moral dan etika
        dari bangsa tersebut. Moral dan etika pada dasarnya berisi nilai-nilai yang baik
        dan yang tidak baik. Nilai yang baik adalah nilai yang wajib dijunjung
        tinggi,didalamnya ada nilai kebenaran,keadilan dan kesusilaan dan berbagai nilai
        lainnya yang dianggap baik. Pengertian baik, benar, adil dan susila tersebut
        menurut takaran yang dimiliki bangsa yang bersangkutan.Hukum dibentuk tanpa
        memperhatikan moral bangsa akan sia-sia diterapkan tidak akan dipatuhi. Semua
        nilai yang ada nilai yang ada dibumi Indonesia tercermin dari Pancasila, karena
        merupakan pandangan hidup, cita-cita bangsa, falsafah, atau jalan kehidupan
        bangsa (way of life). Falsafah hidup berbangsa, merupakan suatu landasan untuk
        membentuk hukum suatu bangsa, dengan demikian hukum yang dibentuk harus
        mencerminkan falsafah suatu bangsa. Sehingga dalam penyusunan naskah
        akademik harus mencerminkan moral dari daerah yang bersangkutan. Kaidah-
        kaidah filsafati secara normatif dituangkan ke dalam asas-asas penyusunan
        peraturan perundang-undangan. Berlakunya undang-undang dalam arti materiil,
        dikenal adanya beberapa asas. Asas-asas itu dimaksudkan, agar perundang-
        undangan mempunyai akibat yang positif, apabila benar-benar dijadikan
        pegangan dalam penerapannya, walaupun untuk hal itu masih diperlukan suatu
        penelitian yang mendalam, untuk mengungkapkan kebenarannya.
               Terhadap setiap sila yang terdapat dalam pancasila, problem mengenai
        peredaran barang palsu memiliki keterkaitan dengan tiap-tiap silanya, yaitu:




10
 Rudolf Steammler dalam Roscoe Pound, Hukum dan Kedudukannya Dalam Masyarakat, Terj.
Budiarto, Jogjakarta: Radjagrafindo, 1996, hal.11
                                                                                       18
1) Ketuhanan Yang Maha Esa
   Dalam sila pertama diatur mengenai kewajiban kita sebagai sesama umat
   manusia yang percaya akan adanya Tuhan untuk saling membina kerukunan
   antar manusia. Kerukunan tercipta apabila setiap hak dan kewajiban
   masyarakat seimbang dan tidak adanya konflik antara sesama umat
   beragama. Apabila kita melihat permasalahan mengenai peredaran barang
   palsu, hal ini sangat tidak mencerminkan adanya kerukunan yang
   seharusnya tercipta antar sesama manusia. Para produsen maupun pengedar
   barang palsu bertindak tanpa berlandaskan prinsip ketuhanan sehingga
   menyebabkan perbuatannya cenderung ke arah yang negatif. Sehingga
   diperlukan suatu aturan yang bersifat memaksa mereka untuk memperbaiki
   tindakan negatif tersebut demi terpenuhinya kerukunan antar sesama
   manusia ciptaan Tuhan.
2) Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
   Sila kedua mengatur mengenai keharusan menjunjung tinggi nilai-nilai
   kemanusiaan serta pembelaan terhadap kebenaran dan keadilan. Nilai-nilai
   tentang kemanusiaan harus diterapkan pada setiap tindakan agar tercipta
   kondisi yang baik. Begitu pula dalam melakukan pekerjaan, sudah
   seharusnya etika bekerja yang berlandaskan nilai-nilai kemanusiaan
   diimplementasikan.    Apabila   nilai-nilai   akan   kemanusiaan    tersebut
   diperhatikan dengan baik maka sudah pasti nilai kebenaran dan keadilan
   terpenuhi. Namun pada faktanya mereka yang memproduksi serta
   mengedarkan barang palsu tidak menerapkan nilai-nilai kemanusiaan
   sehingga tidak terpenuhinya kebutuhan akan kebenaran dan keadilan. Dari
   kasus peredaran barang palsu di Kabupaten Bondowoso tersebut, keadilan
   bagi pemilik hak cipta maupun hak merek tidak terpenuhi. Apa yang menjadi
   haknya justru beralih kepada orang lain yang tanpa izin memalsukan inovasi
   yang ditemukan oleh si pemegang hak merek. Keadilan yang belum
   sepenuhnya terlaksana ini harus segera dikembalikan kepada hakikatnya
   sehingga tidak ada lagi hak keadilan yang dilanggar. Dengan dibuatnya
   Rancangan Peraturan Daerah ini diharapkan mampu untuk melindungi hak-
   hak pemilik merek yang selama ini tidak terpenuhi.
3) Persatuan Indonesia
   Sila ketiga ini mencakup rasa cinta terhadap bangsa dan tanah air Indonesia.
   Kita sebagai warga negara Indonesia wajib untuk turut serta dalam hal
                                                                            19
kepentingan negara. Terciptanya kondisi persaingan usaha yang sehat
      merupakan salah satu kepentingan negara, sehingga demi nama baik bangsa
      dan negara maka dengan dibentuknya Rancangan Peraturan Daerah ini
      merupakan salah satu bentuk kontribusi untuk menjaga persatuan bangsa
      Indonesia.
             Selain berlandaskan Pancasila, landasan filosofis yang lainnya
      terdapat pada pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan republik
      Indonesia (UUD NRI 1945). Pada alinea keempat dijelaskan tujuan dari
      bangsa Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan
      seluruh tumpah darah Indonesia, sehingga disusunnya Rancangan Peraturan
      Daerah ini merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa
      Indonesia. Seperti yang termuat pada pembukaan UUD NRI 1945 dengan
      berlandaskan nilai-nilai yang termuat dalam Pancasila.


B. Landasan Sosiologis
             Landasan sosiologis dapat diartikan sebagai norma yang dituangkan
      di dalam suatu peraturan perundang-undangan yang mencerminkan suatu
      kebutuhan masyarakat terhadap suatu peraturan yang sesuai dengan realitas
      kehidupanmasyarakat setempat. Oleh sebab itu, dalam penyusunan
      peratalam suatu peraturan sesuai dengan kondisi yang ada di masyarakat,
      uran   tersebut    diperlukan   suatu   penelitian   langsung   di   dalam
      masyarakat.Dengan demikian gagasan-gagasan yang akan dirumuskan
      sehingga jika peraturan tersebut nantinya disahkanakan      dapat berjalan
      dengan efektif.
             Peraturan perundang-undangan harus sesuai dengan keyakinan
      umum atau kesadaran hukum masyarakat.Suatu peraturan perundang –
      undangan harus mempunyai landasan sosiologis apabila ketentuan –
      ketentuan sesuai dengan keyakinan umum atau kesadaran hukum
      masyarakat.Hukum dibuat harus dapat dipahami masyarakat sesuai dengan
      kenyataan yang dihadapi masyarakat.Dengan demikian dalam penyusunan
      rancangan peraturan daerah harus sesuai dengan kondisi masyarakt yang
      bersangkutan.
             Pelanggaran norma yang berlaku mengendurkan jiwa ketaatan
      hukum secara meluas kepada masyarakat, sehingga ancaman sanksi belum
      bisa menjadi tolak ukur kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku. Bentuk
                                                                             20
ketaatan hukum yang ”terbukti kebenarannya” atau ”terdukung” secara
              otoritatif (gesteunde naleving) dan ”pemeliharaan hukum preventif’
              (preventieverechtszorg), yang bertujuan menghilangkan ketidakpastian
              hukum dan mencegah, sejauh mungkin, sengketa di kelak kemudian hari.
                     Dengan cara ini isi-isi yang khusus dan validitas dari hubungan-
              hubungan hukum (yang baru) sesungguhnya diuji oleh orang-orang yang
              berpengetahuan hukum dan pemegang otoritas hukum. Kerja sama (atau
              keterlibatan) yang terang-terangan dari mereka itu, atau persetujuan diam-
              diam belaka, barangkali tidak memiliki ketegasan dan sifat dramatik seperti
              halnya dengan keputusan akibat konflik dan argumen, namun hal tersebut
              tetap berada dalam lingkungan pengendalian yang sah dan sanksi hukum
              yang berkewenangan11. Tatanan dan praktik yang lama tidak dapat dengan
              mudah begitu saja digantikan dengan yang baru. Hal itulah yang
              menyebabkan bahwa masyarakat dalam transisi itu sekaligus merupakan
              masyarakat yang bergolak. Demikian halnya dengan dunia pemikiran
              hukum, secara dialektis terjadi pemikiran baru yang selalu berujung pada
              perubahan. Di samping itu, Satjipto Rahardjo juga menegaskan bahwa
              hukum bukan suatu institusi yang selesai, tetapi sesuatu yang diwujudkan
              secara terus menerus. Negara hukum dan institusi hukum adalah proyek
              yang ada dalam proses penyelesaian. Satjipto Rahardjo menambahkan
              bahwa pemahaman hukum secara legalistik posivistis dan berbasis peraturan
              (rule bound) tidak mampu menangkap kebenaran, karena memang tidak
              mau melihat atau mengakui hal itu. Dalam ilmu hukum yang legalistis-
              posivistis, hukum sebagai institusi pengaturan yang kompleks telah
              direduksi menjadi sesuatu yang sederhana, linier, maknistik, dan
              deterministik, terutama untuk kepentingan profesi12. Permasalahan yang
              terjadi juga berkaitan dengan efektifitas hukum

                     Landasan sosiologis terhadap pelarangan peredaran dan penjualan
              barangpalsu dalam bidang mode di Kabupaten Bondowoso adalah semakin
              meningkatnya peredaran dan penjualan barangpalsu, khususnya dalam
              bidang mode di Kabupaten Bondowoso yang meresahkan para pemilik

         11
             Holleman, JF. Kasus-kasus Sengketa dan Kasus-Kasus Di Luar Sengketa Dalam Pengkajian
Mengenai Hukum Kebiasaan dan Pembentukkan Hukum Dalam Antropologi Hukum, Sebuah Bunga
Rampai, Penyunting Ihrom.TO. Edisi Pertama. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. 1993. Hal73
          12
             Dimyati, Khudzaifah. Teorisasi Hukum Studi Tentang Perkembangan Pemikiran Hukum Di
Indonesia 1945-1990, Cetakan Kedua. Muhammadiyah University Press. Surakarta. 2004. Hal 167
                                                                                              21
merek, padahal telah ada peraturan yang mengatur tentang perlindungan
merek, yakni UU No.15 Tahun 2001 Tentang Merek. Berdasarkan hal
tersebut    maka    terdapat   kesenjanganantara   das   sollen   dan    das
sein.Kesenjangan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, seperti
:Pertama,   kurangnya    pengetahuan    masyarakat   Bondowoso      bahwa
mengedarkan dan menjual barang palsu atau barang KW merupakansuatu
pelanggaran tetapi menurut mereka hal itu bukanlah suatu pelanggaran. Hal
ini dikarenakan belum daa para t penegak hukum yang menghentikan
aktivitas mereka.Kedua, adanya faktor ekonomi, para penjual barang palsu
ingin memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dengan                cara
membanting harga melalui obral. Obral merupakan salah satu strategi
penjual untuk menarik minat pembeli supaya membeli dagangan mereka
sebanyak mungkin. Ketiga, ikut berpartisipasinya konsumen, maksudnya
adalah peredaran dan penjualan barang palsu tidak akan pernah ada jika
konsumen tidak memintanya. Pada umumnya konsumen atau pembeli
menginginkan suatu produk yang memiliki brand tapi dengan harga yang
murah.Atas dasar persepsi tersebut, maka penjua lberlomba-lomba untuk
menjual barang palsusesuai dengan minat masyarakat dan taklupa dengan
harga yang murah. Barang-barang palsu yang banyak dijual di Kabupaten
Bondowoso diadaptasi dari merek-merek yang telah memiliki banyak
penggemar tersendiri, baik merek dari dalam negeri ataupun merek luar
negeri seperti Hermes, Jimmy Cho, Dolce & Gabbana, Chanel, Louis
Vuitton, Furla, Zara, Mango, Reebook, Nike, Cardinal, Dagadu, Jangkrik,
Jely dan massih banyak lagi.

       Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan suatu peraturan yang
dapatmemberikanperlindungan       hukum    terhadappemilikmerek         yang
seringkali mengalami eksploitasi komersil tanpa adanya kompensasi yang
diberikan oleh para pelaku tersebut. Dengan adanya suatu peraturan tentang
pelarangan peredaran dan penjualan barang palsu, diharapkan dapat
meminimalisir bahkan menghentikan peredaran dan penjualan barang palsu
di Kabupaten Bondowoso.




                                                                         22
C. Landasan Yuridis
          Salah satu pertimbangan yang digunakan untuk menyusun Rancangan
   Peraturan Daerah mengenai peredaran serta penjualan barang palsu di
   Kabupaten Bodowoso ialah karena ketidak efektifan implementasi dari
   Peraturan Perundang-undangan yang ada, yaitu UU No.15 Tahun 2001. Dalam
   problematika ini sebenarnya tidak terjadi kekosongan hukum dalam skala
   nasional, namun apabila dilihat secara lebih fokus memang belum ada Peraturan
   Daerah di Kabupaten Bondowoso yang mengatur mengenai peredaran barang
   palsu, sehingga setelah melihat fakta tentang maraknya peredaran barang palsu
   yang terjadi di wilayah Kabupaten Bondowoso muncullah suatu gagasan untuk
   membuat suatu Rancangan Peraturan Daerah yang nantinya dapat secara lebih
   khusus mengatur mengenai peredaran barang palsu di kabupaten Bondowoso.
          Sebenarnya UU No.15 tahun 2001 tidak mengalami tumpang tindih
   dengan Peraturan Perundang-undangan lainnya, apa yang diatur didalam
   substansi UU tersebut juga belum terlalu ketinggalan jaman. Namun daya
   berlaku dari UU tersebut sangatlah lemah. Sehingga dirasa perlu untuk
   membentuk Rancangan Peraturan Daerah guna memenuhi rasa keadilan
   masyarakat serta memberikan kepastian hukum bagi masyarakat di wilayah
   Kabupaten Bondowoso.
          Bukan hanya UU No. 15 tahun 2001 saja yang mengatur mengenai
   merek, namun terdapat berbagai ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang
   juga mengatur tentang merek baik secara vertikal maupun horizontal. Berikut
   beberapa Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan merek
   1) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
   2) UU No. 7 Tahun 1994 tentang Ratifikasi Persetujuan Pembentukan
       Organisasi Perdagangan Dunia (Agreement Establishing The World Trade
       Organization).
  3) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1995 tentang
       Komisi Banding Merek ditetapkan Tangga1 29 Agustus 1995.
  4) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1993 tentang
       Tata Cara Permintaan Pendaftaran Merek ditetapkan Tangga1 31 Maret
       1993.
  5) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1993 tentang
       Kelas Barang atau Jasa Bagi Pendaftaran Merek ditetapkan Tangga1 31
       Maret 1993.
                                                                             23
BAB V

     JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI
 MUATAN UNDANG-UNDANG, PERATURAN DAERAH PROVINSI, ATAU
                 PERATURAN DAERAH KABUPATEN/KOTA




A.     Jangkauan dan Arah Pengaturan Mengenai Pelarangan Peredaran dan
       Penjualan Barang Palsu dalam Bidang Mode Di Kabupaten Bondowoso


              Pembentukan suatu Rancangan Peraturan Daerah tentang Pelarangan
       Peredaran dan Penjualan Barang Palsu dalam Bidang Mode Di Kabupaten
       Bondowoso sebagai sasaran yang hendak diwujudkan. Perda ini diarahkan untuk
       menegakan hukum Hak Kekayaan Intelektual, khususnya Hak Merek, yaitu
       melalui pemberian sanksi bagi para pelaku usaha yang dengan sengaja
       mengedarkan maupun menjual barang palsu dalam bidang mode di pasaran.
       Pemberian sanksi juga dapat dikenakan kepada konsumen, mengingat selama ini
       konsumen juga ikut berperan dalam meningkatkan peredaran barang
       palsu.Sehingga dengan demikian, diharapkan dapat tercipta persaingan usaha
       yang sehat antara para pelaku usaha di Kabupaten Bondowoso.Perda ini juga
       diarahkan untuk mendorong dan memajukan kreativitas masyarakat Bondowoso
       untuk menghasilkan karya-karya yang berasal dari intelektualnya guna
       memenuhi kepentingan dan kebutuhan masyarakat, serta meningkatkan
       kemampuan daya saing produk intelektual khas lokal dengan produk yang
       berasal dari luar negeri. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
       kemampuan daya saing tersebut, yaitu dengan cara meningkatkan perlindungan
       hukum bagi para pelaku usaha lokal, dan memberikan kemudahan bagi para
       pelaku usaha lokal untuk mengakses pendaftaran guna memperoleh status atau
       sertifikat hak atas kekayaan intelektualnya.Rancangan peraturan daerah ini
       diarahkan oleh landasan filosofis yang mengarahkan pada perlindungan hukum
       Hak Kekayaan Intelektual yang adil, baik terhadap penemu, pencipta, maupun
       pendesain yang bermodal besar atau kecil.
              Kebutuhan hukum masyarakat Bondowoso yang menutut adanya
       Peraturan Daerah tentang Pelarangan Peredaran dan Penjualan Barang Palsu
       dalam Bidang Mode Di Kabupaten Bondowoso disebabkan oleh adanya kendala

                                                                               24
penerapan UU No.15 Tahun 2001 Tentang Merek, baik dari segi isi substansi
     hukumnya maupun kendala teknis dalam pelaksanaannya.Kendala dari segi
     substansi   hukum,   perlindungan   terhadap   hak   merek    masih   terkesan
     lemah,terlihat UU No. 15 Tahun 2001 hanya menitikberatkan pada pengaturan
     barang/jasa.Selain itu, secara eksplisit Undang-Undang ini juga menyebut
     seluruh tindak pidana penggunaan merek terdaftar oleh para pihak yang
     beritikad buruk sebagai pelanggaran dan bukan kejahatan (pasal 94 ayat 2 UU
     No.15 Tahun 2001 Tentang Merek).Kemudian, pemalsuan merek merupakan
     delik aduan, yang diatur pada pasal 95 UU No.15 Tahun 2001. Dalam ilmu
     hukum pidana, hal ini berarti bahwa pasal-pasal pidana di dalam UU No.15
     Tahun 2001 berlaku jika terdapat laporan dari seseorang yang dirugikan atas
     perbuatan orang lain. Dan sebaliknya, jika tidak ada laporan maka tidak akan
     ada penyidikan dari kepolisian. Kendala dari segi pelaksanaan, sistem
     perlindungan hak merek yang saat ini dianut oleh Indonesia adalah system first
     to file. Menurut sistem ini, pelanggaran merek hanya terjadi apabila ada
     tindakan-tindakan penggunaan merek terdaftar oleh pihak-pihak beriktikad
     buruk yang dilakukan dalam masa perlindungan atas merek yang bersangkutan
     sebagaimana tertera dalam sertifikat pendaftaran mereknya atau dengan kata lain
     tidak ada pelanggaran tanpa pendaftaran merek.


B.    Ruang Lingkup Materi Muatan Rancangan Peraturan Daerah tentang
      Pelarangan Peredaran dan Penjualan Barang Palsu dalam Bidang Mode
      Di Kabupaten Bondowoso


      Materi muatan untuk Raperdatentang Pelarangan Peredaran dan penjualan
      Barang Palsu dalam Bidang Mode Di Kabupaten Bondowoso
                                     BAB I
                               Ketentuan Umum
                                     Pasal 1
     Dalam Undang-undang yang dimaksud dengan :
     1.   Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-
          angka, susunan warna, bentuk, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut
          yang dapat ditampilkan secara grafis dan memiliki daya pembedaserta
          digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan atau jasa.


                                                                                 25
2.   Hak atas merek adalahhak khusus yang diberikan negara kepada pemilik
          merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu
          tertentu, menggunakan sendiri merek tersebut atau memberi izin kepada
          seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum
          untuk menggunakannya.
     3.   Barang palsu adalah barang yang diproduksi dan/atau diperdagangkan
          dengan menggunakan merek yang sama pada keseluruhannya dengan merek
          terdaftar milik pihak lain
     4.   Mode adalah adalah gaya berpakaian yang populer dalam suatu budaya.
     5.   Peredaran adalah perputaran mengelilingi suatu tempat.
     6.   Penjualan adalah pembelian sesuatu (barang atau jasa) dari suatu pihak
          kepada pihak lainnya dengan mendapatkan ganti uang dari pihak tersebut.
     7.   Distributor adalah perantara yang menyalurkan produk dari pabrikan
          (manufacturer) ke pengecer (retailer).
     8.   Produsen adalah orang atau kelompok yang menghasilkan jasa & barang.
     9.   Penjual adalah penghubung langsung antara perusahaan dan konsumen,
          dimana menurut pandangan mayoritas konsumen.
     10. Pembeli adalah setiap orang yang menggunakan barang atau jasa.
     11. Kejahatan pemalsuan adalah kejahatan yang di dalamnya mengandung
          sistem ketidak benaran atau palsu atas suatu hal (objek) yang sesuatunya itu
          nampak dari luar seolah-olah benar adanya, padahal sesungguhnya
          bertentangan dengan yang sebenarnya.
     12. Penadahan adalah suatu perbuatan melawan hukum yang dapat dijerat
          dengan KUHP.


                                       BAB II
                               Lingkup Barang Palsu
                                  Bagian Pertama
                                       Umum
                                       PASAL 2
1.   Barang palsu sebagaimana diatur dalam rancangan peraturan daerah ini hanya
     meliputi barang palsu dibidang mode.
2.   Barang palsu sebagaimana dimaksud padaayat (1) merupakan barang hasil
     kejahatan.


                                                                                    26
PASAL 3
     Setiap tindakan untuk membuat, memproduksi, mengedarkan, dan/atau menjual
     barang palsu merupakan kejahatan pemalsuan atas hak merek.


                                   Bagian Kedua
                     Peredaran dan Penjualan Barang Palsu
                                     PASAL 4
1.   Produsen yang dengan sengaja membuat dan/atau memproduksi barang palsu,
     sehingga merugikan hak orang lain dihukum atas kejahatan pemalsuan hak atas
     merek.
2.   Distributor yang dengan sengaja membantu dan/atau mempermudah peredaran
     dan penjualan barang palsu dihukum sebagai orang yang membantu melakukan
     kejahatan pemalsuan.
3.   Penjual yang dengan sengaja menjual barang palsu, sehingga menyebarluaskan
     peredaran barang palsu dihukum sebagai orang yang membantu melakukan
     kejahatan pemalsuan.
4.   Pembeli yang dengan sengaja membeli barang palsu, dihukum sebagai orang
     yang melakukan kejahatan penadahan.


                                      BAB III
                                      Pasal 5
                                  Ketentuan Sanksi

     Ketentuan sanksi mencakup beberapa hal, yaitu:

1.   Sanksi Administratif, dapat berupa :

     a.   Peringatan tertulis
     b.   Pencabutan izin usaha

2.   Sanksi perdata, dapat berupa:
     a. Ganti rugi terhadap korban atas kerugian yang telah ditimbulkan oleh pelaku
         kejahatan pemalsuan.

3.   Sanksi Pidana

              Memuat ketentuan pidana pelanggaran ketentuan-ketentuan pasal
     tertentu Peraturan Daerah ini, diancam pidana kurungan dan denda disetorkan ke
     kas daerah.


                                                                                27
BAB IV

                                  Ketentuan Peralihan

  Peraturan-peraturan pelaksanaan dan peraturan lainnya yang telah ada sebelum
berlakunya Perautan Daerah ini sepanjang materinya tidak bertentangan,
dinyatakan masih tetap berlaku.




                                    BAB V

                            Ketentuan Penutup

  Ketentuan ini merupakan peraturan yang mengatur mengenai peraturan
pelaksanaan dari peraturan daerah ini dan menyatakan hal-hal yang belum diatur
dalam Peraturan daerah ini akan diatur dalam Keputusan Kepala Daerah.




                                                                           28
BAB VI
                                 PENUTUP
A. Kesimpulan

          Berdasarkan kajian sebagaimana telah diuraikan pada bab-bab terdahulu,
  dapat ditarik kesimpulan, sebagai berikut :

 1. Rancangan Peraturan Daerah tentang pelarangan dan Peredaran Barang Palsu
    Dalam Bidang Mode di Kabupaten Bondowoso harus memenuhi ketentuan
    Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan
    Perundang-undangan.

 2. Peredaran dan penjualan barang palsu dalam bidang mode Di Kabupaten
    Bondowoso yang semakin meningkat, berdasarkan hasil studi MIAP dengan
    LPEM FEUI terdapat 12 sektor industri pada periode 2002-2005, tindakan
    pemalsuan di industri sepatu, tekstil, pakaian jadi, rokok, dan pestisida selama
    periode tersebut menimbulkan kerugian mencapai Rp 4,4 triliun.Sehingga
    dengan demikian, masyarakat Bondowoso merasa perlu untuk dibentuk suatu
    peraturan daerah guna menanggulangi peredaran dan penjualan barang palsu.

 3. Adapun teori-teori yang menjadi dasar sehingga disusunnya naskah akademik
    ini, antara lain reward theory, pemilik merek yang telah mengeluarkan waktu,
    biaya, dan tenaga dalam menghasilkan karya intelektualnya harus memperoleh
    kembali sesuai dengan apa yang telah dikeluarkannya tersebut. Selanjutnya,
    teori Robert M. Sherwood dalam teorinya risk theory, bahwa resiko yang
    mungkin timbul dari penggunaan secara illegal, sehingga menimbulkan
    kerugian secara ekonomis maupun moral bagi pencipta dapat dihindari, jika
    terdapat landasan hokum yang kuat maka dapat melindungi HKI tersebut.
    Berdasarkan teori-teori tersebut, maka naskah akademik ini disusun sebagai
    upaya untuk melindungi hak intelektual yang dimiliki para pemilik hak merek,
    sehingga hasil karya intelektual yang dihasilkannya melalui kerja keras dan
    pengorbanan mendapatkan perlindungan hokum guna mencegah bentuk
    eksploitasi secara komersial oleh pihak lain tanpa adanya kompensasi kepada
    pihak yang menghasilkan karya-karya intelektualnya.

 4. Dalam suatu peraturan, asas-asas merupakan hal yang sangat penting. Norma-
    norma merupakan pengejawantahan dari asas yang ada dalam peraturan

                                                                                  29
hukum.Dalam naskah akademik ini, asas yang digunakan adalah asas
     kepribadian, asas persekutuan, asas kesamaan, asas pemisahan antara baik dan
     buruk, asas perlindugan terhadap merek terdaftar, asas persamaan dan
     ketidaksamaan.

  5. Sasaran yang akan diwujudkan dalam pembentukan rancangan peraturan
     daerah ini adalah :

     a.      untuk lebih menigkatkan keadilan dan kepastian hukum dibidang hak
             merek guna memperlancar dan merealisasikan penegakan hukum.

     b.      untuk menciptakan persaingan usaha yang sehat antara para pelaku
             usaha.

     c.      untuk meningkatkan kreativitas masyarakat Bondowoso dalam hal
             menghasilkan karya-karya melalui intelektualnya guna memenuhi
             kebutuhan maupun kepentingan masyarakat.

B. Saran

          Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat dikemukakan saran-saran
sebagai berikut:

      1.     Pengajuan Raperda Pelarangan Peredaran dan Penjualan Barang Palsu
             dalam Bidang Mode di Kabupaten Bondowoso dalam Prolegda prioritas
             Tahun 2012 sebaiknya ditinjau ulang dan dirundingkan kembali antar
             instansi pemerintah, antara lain melibatkan Baleg DPRD, Ditjen HKI,
             Ditjen PP.
      2.     Agar Peraturan Daerah tentang Pelarangan Peredaran dan Penjualan
             barang palsu dalam bidang Mode di Kabupaten Bondowoso dapat
             mencapai tujuan, maka dalam penyusunannya harus memberdayakan
             masyarakat Bondowoso, agar semua aspirasi masyarakat setempat dapat
             tertampung semua dalam substansi raperda ini, sehingga ketika disahkan
             tidak akan mengalami penolakan dari masyarakat.
      3.     Pelaksanaan penerapan perda ini disarankan dilaksanakan oleh semua
             pihak, dan diberi fasilitas oleh pemerintah daerah setempat, yakni berupa
             koordinasi, pembinaan teknis, memantau pelaksanaan perda.



                                                                                    30

Contenu connexe

En vedette

Perda Kabupaten Nunukan tentang Tata cara Pembentukan dan pengelolaan Badan u...
Perda Kabupaten Nunukan tentang Tata cara Pembentukan dan pengelolaan Badan u...Perda Kabupaten Nunukan tentang Tata cara Pembentukan dan pengelolaan Badan u...
Perda Kabupaten Nunukan tentang Tata cara Pembentukan dan pengelolaan Badan u...Arifuddin Ali
 
Raperda ttg Pembentukan Perda
Raperda ttg Pembentukan Perda Raperda ttg Pembentukan Perda
Raperda ttg Pembentukan Perda Ade Suerani
 
Penjelasan Raperda ttg Pembentukan Perda
Penjelasan Raperda ttg Pembentukan PerdaPenjelasan Raperda ttg Pembentukan Perda
Penjelasan Raperda ttg Pembentukan PerdaAde Suerani
 
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARA...
 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARA... PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARA...
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARA...iniPurwokerto
 
Memahami produk hukum daerah sebagai medium resolusi konflik di kawasan kehut...
Memahami produk hukum daerah sebagai medium resolusi konflik di kawasan kehut...Memahami produk hukum daerah sebagai medium resolusi konflik di kawasan kehut...
Memahami produk hukum daerah sebagai medium resolusi konflik di kawasan kehut...Muki Trenggono Wicaksono
 
Perda 5_th_2015_ttg_produk_hukum_daerah
Perda  5_th_2015_ttg_produk_hukum_daerahPerda  5_th_2015_ttg_produk_hukum_daerah
Perda 5_th_2015_ttg_produk_hukum_daerahKantor Desa Junwangi
 
Penguatan Kapasitas Legislasi Anggota DPRD
Penguatan Kapasitas Legislasi Anggota DPRDPenguatan Kapasitas Legislasi Anggota DPRD
Penguatan Kapasitas Legislasi Anggota DPRDTri Widodo W. UTOMO
 
Proses pembuatan peraturan perundang
Proses pembuatan peraturan perundangProses pembuatan peraturan perundang
Proses pembuatan peraturan perundangIdris Miaus
 
Laporan Balegda atas Prolegda Sultra
Laporan Balegda atas Prolegda SultraLaporan Balegda atas Prolegda Sultra
Laporan Balegda atas Prolegda SultraAde Suerani
 
(New) Program Legislasi Daerah - 2011
(New) Program Legislasi Daerah - 2011(New) Program Legislasi Daerah - 2011
(New) Program Legislasi Daerah - 2011Ade Suerani
 
Naskah Akademik RUU Perubahan Atas UU ITE
Naskah Akademik RUU Perubahan Atas UU ITENaskah Akademik RUU Perubahan Atas UU ITE
Naskah Akademik RUU Perubahan Atas UU ITEICT Watch
 
Teknik penyusunan peraturan permenlu
Teknik penyusunan peraturan permenluTeknik penyusunan peraturan permenlu
Teknik penyusunan peraturan permenluRisa Sutrisno
 
Permen no.84 th_2015 Organisasi Desa
Permen no.84 th_2015 Organisasi DesaPermen no.84 th_2015 Organisasi Desa
Permen no.84 th_2015 Organisasi DesaKantor Desa Junwangi
 
Perda Inisiatif dan Legal Drafting
Perda Inisiatif dan Legal DraftingPerda Inisiatif dan Legal Drafting
Perda Inisiatif dan Legal DraftingTri Widodo W. UTOMO
 

En vedette (20)

Makalah pemerintah desa
Makalah pemerintah desaMakalah pemerintah desa
Makalah pemerintah desa
 
Perda Kabupaten Nunukan tentang Tata cara Pembentukan dan pengelolaan Badan u...
Perda Kabupaten Nunukan tentang Tata cara Pembentukan dan pengelolaan Badan u...Perda Kabupaten Nunukan tentang Tata cara Pembentukan dan pengelolaan Badan u...
Perda Kabupaten Nunukan tentang Tata cara Pembentukan dan pengelolaan Badan u...
 
Raperda ttg Pembentukan Perda
Raperda ttg Pembentukan Perda Raperda ttg Pembentukan Perda
Raperda ttg Pembentukan Perda
 
Penjelasan Raperda ttg Pembentukan Perda
Penjelasan Raperda ttg Pembentukan PerdaPenjelasan Raperda ttg Pembentukan Perda
Penjelasan Raperda ttg Pembentukan Perda
 
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARA...
 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARA... PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARA...
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARA...
 
Presentasi Artikulasi Identitas Keadatan
Presentasi Artikulasi Identitas KeadatanPresentasi Artikulasi Identitas Keadatan
Presentasi Artikulasi Identitas Keadatan
 
Pemetaan sosial eyas-2 desember 2015
Pemetaan sosial eyas-2 desember 2015Pemetaan sosial eyas-2 desember 2015
Pemetaan sosial eyas-2 desember 2015
 
Hutan Adat Kab.Kerinci_2015
Hutan Adat Kab.Kerinci_2015Hutan Adat Kab.Kerinci_2015
Hutan Adat Kab.Kerinci_2015
 
Memahami produk hukum daerah sebagai medium resolusi konflik di kawasan kehut...
Memahami produk hukum daerah sebagai medium resolusi konflik di kawasan kehut...Memahami produk hukum daerah sebagai medium resolusi konflik di kawasan kehut...
Memahami produk hukum daerah sebagai medium resolusi konflik di kawasan kehut...
 
Perda 5_th_2015_ttg_produk_hukum_daerah
Perda  5_th_2015_ttg_produk_hukum_daerahPerda  5_th_2015_ttg_produk_hukum_daerah
Perda 5_th_2015_ttg_produk_hukum_daerah
 
Penguatan Kapasitas Legislasi Anggota DPRD
Penguatan Kapasitas Legislasi Anggota DPRDPenguatan Kapasitas Legislasi Anggota DPRD
Penguatan Kapasitas Legislasi Anggota DPRD
 
Proses pembuatan peraturan perundang
Proses pembuatan peraturan perundangProses pembuatan peraturan perundang
Proses pembuatan peraturan perundang
 
Laporan Balegda atas Prolegda Sultra
Laporan Balegda atas Prolegda SultraLaporan Balegda atas Prolegda Sultra
Laporan Balegda atas Prolegda Sultra
 
(New) Program Legislasi Daerah - 2011
(New) Program Legislasi Daerah - 2011(New) Program Legislasi Daerah - 2011
(New) Program Legislasi Daerah - 2011
 
Naskah Akademik RUU Perubahan Atas UU ITE
Naskah Akademik RUU Perubahan Atas UU ITENaskah Akademik RUU Perubahan Atas UU ITE
Naskah Akademik RUU Perubahan Atas UU ITE
 
Teknik penyusunan peraturan permenlu
Teknik penyusunan peraturan permenluTeknik penyusunan peraturan permenlu
Teknik penyusunan peraturan permenlu
 
Permen no.84 th_2015 Organisasi Desa
Permen no.84 th_2015 Organisasi DesaPermen no.84 th_2015 Organisasi Desa
Permen no.84 th_2015 Organisasi Desa
 
Program legislasi daerah
Program legislasi daerahProgram legislasi daerah
Program legislasi daerah
 
Perda Inisiatif dan Legal Drafting
Perda Inisiatif dan Legal DraftingPerda Inisiatif dan Legal Drafting
Perda Inisiatif dan Legal Drafting
 
Mekanisme penyusunan peraturan perundang undangan
Mekanisme penyusunan peraturan perundang undanganMekanisme penyusunan peraturan perundang undangan
Mekanisme penyusunan peraturan perundang undangan
 

Similaire à Naskah Akademik Perda Kab.Bondowoso

Bab i peci
Bab i peciBab i peci
Bab i pecipeci
 
ADHI BUDI SUSILO SH
ADHI BUDI SUSILO SHADHI BUDI SUSILO SH
ADHI BUDI SUSILO SHpeci
 
Presentasi_Skripsi.pptx
Presentasi_Skripsi.pptxPresentasi_Skripsi.pptx
Presentasi_Skripsi.pptxkiwilasomting
 
Makalah perlindungan konsumen atau jasa
Makalah perlindungan konsumen atau jasaMakalah perlindungan konsumen atau jasa
Makalah perlindungan konsumen atau jasaSeptian Muna Barakati
 
10, hbl, angela regife laksmy situmorang, hapzi ali, anti monopoli dan persai...
10, hbl, angela regife laksmy situmorang, hapzi ali, anti monopoli dan persai...10, hbl, angela regife laksmy situmorang, hapzi ali, anti monopoli dan persai...
10, hbl, angela regife laksmy situmorang, hapzi ali, anti monopoli dan persai...angelaregife
 
HBL,10,Giri Yogo,Hapzi Ali,Anti monopoli dan persaingan bisnis,Universitas Me...
HBL,10,Giri Yogo,Hapzi Ali,Anti monopoli dan persaingan bisnis,Universitas Me...HBL,10,Giri Yogo,Hapzi Ali,Anti monopoli dan persaingan bisnis,Universitas Me...
HBL,10,Giri Yogo,Hapzi Ali,Anti monopoli dan persaingan bisnis,Universitas Me...Giriyogodwis
 
Hbl, syifa ramadhanti, hapzi ali, anti monopoli dan persaingan bisnis tidak s...
Hbl, syifa ramadhanti, hapzi ali, anti monopoli dan persaingan bisnis tidak s...Hbl, syifa ramadhanti, hapzi ali, anti monopoli dan persaingan bisnis tidak s...
Hbl, syifa ramadhanti, hapzi ali, anti monopoli dan persaingan bisnis tidak s...ramadhanti syifa
 
Makalah perlindungan konsumen atau jasa
Makalah perlindungan konsumen atau jasaMakalah perlindungan konsumen atau jasa
Makalah perlindungan konsumen atau jasaWarnet Raha
 
HBL 10, ZAHRA KAMILA, HAPZI ALI, ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN TIDAK SEHAT, UN...
HBL 10, ZAHRA KAMILA, HAPZI ALI, ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN TIDAK SEHAT, UN...HBL 10, ZAHRA KAMILA, HAPZI ALI, ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN TIDAK SEHAT, UN...
HBL 10, ZAHRA KAMILA, HAPZI ALI, ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN TIDAK SEHAT, UN...ZahraKamila4
 
HBL10. Muhammad Rizal Ramadhan, hapzi ali, modul 10 hbl, anti monopoli persa...
HBL10. Muhammad Rizal Ramadhan, hapzi ali, modul 10 hbl, anti monopoli  persa...HBL10. Muhammad Rizal Ramadhan, hapzi ali, modul 10 hbl, anti monopoli  persa...
HBL10. Muhammad Rizal Ramadhan, hapzi ali, modul 10 hbl, anti monopoli persa...Muhammad Ramadhan
 
Hbl10, agung pangestu, hapzi ali, modul 10 hbl, anti monopoli persaigan bisn...
Hbl10, agung pangestu, hapzi ali, modul 10 hbl, anti monopoli  persaigan bisn...Hbl10, agung pangestu, hapzi ali, modul 10 hbl, anti monopoli  persaigan bisn...
Hbl10, agung pangestu, hapzi ali, modul 10 hbl, anti monopoli persaigan bisn...AgungAgungPangestu
 
Hbl,agnes monica, anti monopoli dan persaingan bisnis, universitas mercu buana
Hbl,agnes monica, anti monopoli dan persaingan bisnis, universitas mercu buanaHbl,agnes monica, anti monopoli dan persaingan bisnis, universitas mercu buana
Hbl,agnes monica, anti monopoli dan persaingan bisnis, universitas mercu buanaAgnesMonica14
 
Hbl,anindia putri,hapzi ali, anti monopoli dan persaingan bisnis tidak sehat,...
Hbl,anindia putri,hapzi ali, anti monopoli dan persaingan bisnis tidak sehat,...Hbl,anindia putri,hapzi ali, anti monopoli dan persaingan bisnis tidak sehat,...
Hbl,anindia putri,hapzi ali, anti monopoli dan persaingan bisnis tidak sehat,...anindiaputri762
 
HAK MEREK UU NO. 15 TAHUN 2001.ppt
HAK MEREK UU NO. 15 TAHUN 2001.pptHAK MEREK UU NO. 15 TAHUN 2001.ppt
HAK MEREK UU NO. 15 TAHUN 2001.pptJUMADISAFF1
 
Aspek hukum dalam ekonomi
Aspek hukum dalam ekonomiAspek hukum dalam ekonomi
Aspek hukum dalam ekonomiorintalo
 
Etika profesi tugas 1
Etika profesi tugas 1Etika profesi tugas 1
Etika profesi tugas 1Faiq Zulu
 

Similaire à Naskah Akademik Perda Kab.Bondowoso (20)

Bab i peci
Bab i peciBab i peci
Bab i peci
 
ADHI BUDI SUSILO SH
ADHI BUDI SUSILO SHADHI BUDI SUSILO SH
ADHI BUDI SUSILO SH
 
Presentasi_Skripsi.pptx
Presentasi_Skripsi.pptxPresentasi_Skripsi.pptx
Presentasi_Skripsi.pptx
 
Bab 10
Bab 10Bab 10
Bab 10
 
Bab vii perlindungan konsumen
Bab vii perlindungan konsumenBab vii perlindungan konsumen
Bab vii perlindungan konsumen
 
Makalah perlindungan konsumen atau jasa
Makalah perlindungan konsumen atau jasaMakalah perlindungan konsumen atau jasa
Makalah perlindungan konsumen atau jasa
 
10, hbl, angela regife laksmy situmorang, hapzi ali, anti monopoli dan persai...
10, hbl, angela regife laksmy situmorang, hapzi ali, anti monopoli dan persai...10, hbl, angela regife laksmy situmorang, hapzi ali, anti monopoli dan persai...
10, hbl, angela regife laksmy situmorang, hapzi ali, anti monopoli dan persai...
 
HBL,10,Giri Yogo,Hapzi Ali,Anti monopoli dan persaingan bisnis,Universitas Me...
HBL,10,Giri Yogo,Hapzi Ali,Anti monopoli dan persaingan bisnis,Universitas Me...HBL,10,Giri Yogo,Hapzi Ali,Anti monopoli dan persaingan bisnis,Universitas Me...
HBL,10,Giri Yogo,Hapzi Ali,Anti monopoli dan persaingan bisnis,Universitas Me...
 
Hbl, syifa ramadhanti, hapzi ali, anti monopoli dan persaingan bisnis tidak s...
Hbl, syifa ramadhanti, hapzi ali, anti monopoli dan persaingan bisnis tidak s...Hbl, syifa ramadhanti, hapzi ali, anti monopoli dan persaingan bisnis tidak s...
Hbl, syifa ramadhanti, hapzi ali, anti monopoli dan persaingan bisnis tidak s...
 
Tugas cyber
Tugas cyberTugas cyber
Tugas cyber
 
Makalah perlindungan konsumen atau jasa
Makalah perlindungan konsumen atau jasaMakalah perlindungan konsumen atau jasa
Makalah perlindungan konsumen atau jasa
 
Makalah perlindungan konsumen atau jasa
Makalah perlindungan konsumen atau jasaMakalah perlindungan konsumen atau jasa
Makalah perlindungan konsumen atau jasa
 
HBL 10, ZAHRA KAMILA, HAPZI ALI, ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN TIDAK SEHAT, UN...
HBL 10, ZAHRA KAMILA, HAPZI ALI, ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN TIDAK SEHAT, UN...HBL 10, ZAHRA KAMILA, HAPZI ALI, ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN TIDAK SEHAT, UN...
HBL 10, ZAHRA KAMILA, HAPZI ALI, ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN TIDAK SEHAT, UN...
 
HBL10. Muhammad Rizal Ramadhan, hapzi ali, modul 10 hbl, anti monopoli persa...
HBL10. Muhammad Rizal Ramadhan, hapzi ali, modul 10 hbl, anti monopoli  persa...HBL10. Muhammad Rizal Ramadhan, hapzi ali, modul 10 hbl, anti monopoli  persa...
HBL10. Muhammad Rizal Ramadhan, hapzi ali, modul 10 hbl, anti monopoli persa...
 
Hbl10, agung pangestu, hapzi ali, modul 10 hbl, anti monopoli persaigan bisn...
Hbl10, agung pangestu, hapzi ali, modul 10 hbl, anti monopoli  persaigan bisn...Hbl10, agung pangestu, hapzi ali, modul 10 hbl, anti monopoli  persaigan bisn...
Hbl10, agung pangestu, hapzi ali, modul 10 hbl, anti monopoli persaigan bisn...
 
Hbl,agnes monica, anti monopoli dan persaingan bisnis, universitas mercu buana
Hbl,agnes monica, anti monopoli dan persaingan bisnis, universitas mercu buanaHbl,agnes monica, anti monopoli dan persaingan bisnis, universitas mercu buana
Hbl,agnes monica, anti monopoli dan persaingan bisnis, universitas mercu buana
 
Hbl,anindia putri,hapzi ali, anti monopoli dan persaingan bisnis tidak sehat,...
Hbl,anindia putri,hapzi ali, anti monopoli dan persaingan bisnis tidak sehat,...Hbl,anindia putri,hapzi ali, anti monopoli dan persaingan bisnis tidak sehat,...
Hbl,anindia putri,hapzi ali, anti monopoli dan persaingan bisnis tidak sehat,...
 
HAK MEREK UU NO. 15 TAHUN 2001.ppt
HAK MEREK UU NO. 15 TAHUN 2001.pptHAK MEREK UU NO. 15 TAHUN 2001.ppt
HAK MEREK UU NO. 15 TAHUN 2001.ppt
 
Aspek hukum dalam ekonomi
Aspek hukum dalam ekonomiAspek hukum dalam ekonomi
Aspek hukum dalam ekonomi
 
Etika profesi tugas 1
Etika profesi tugas 1Etika profesi tugas 1
Etika profesi tugas 1
 

Dernier

PLaN & INTERVENSI untuk sekolah yang memerlukan
PLaN & INTERVENSI untuk sekolah yang memerlukanPLaN & INTERVENSI untuk sekolah yang memerlukan
PLaN & INTERVENSI untuk sekolah yang memerlukanssuserc81826
 
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajiiEdukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajiiIntanHanifah4
 
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup BangsaDinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup BangsaEzraCalva
 
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.ppt
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.pptPertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.ppt
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.pptNabilahKhairunnisa6
 
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...jumadsmanesi
 
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptx
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptxMTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptx
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptxssuser0239c1
 
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdfShintaNovianti1
 
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 TesalonikaMateri Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 TesalonikaSABDA
 
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdf
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdfBuku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdf
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdfWahyudinST
 
LA PI 2 PE NDIDIKAN GURU PENGGERAK A9 OK
LA PI 2 PE NDIDIKAN GURU PENGGERAK A9 OKLA PI 2 PE NDIDIKAN GURU PENGGERAK A9 OK
LA PI 2 PE NDIDIKAN GURU PENGGERAK A9 OKDeviIndriaMustikorin
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...Kanaidi ken
 
PPT-Sistem-Pencernaan-Manusia-Kelas-8-K13.pptx
PPT-Sistem-Pencernaan-Manusia-Kelas-8-K13.pptxPPT-Sistem-Pencernaan-Manusia-Kelas-8-K13.pptx
PPT-Sistem-Pencernaan-Manusia-Kelas-8-K13.pptxdanangpamungkas11
 
Pembuktian rumus volume dan luas permukaan bangung ruang Tabung, Limas, Keruc...
Pembuktian rumus volume dan luas permukaan bangung ruang Tabung, Limas, Keruc...Pembuktian rumus volume dan luas permukaan bangung ruang Tabung, Limas, Keruc...
Pembuktian rumus volume dan luas permukaan bangung ruang Tabung, Limas, Keruc...NiswatuzZahroh
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 8 Fase D
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 8 Fase DModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 8 Fase D
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 8 Fase DAbdiera
 
RENCANA + Link2 Materi TRAINING "Effective LEADERSHIP & SUPERVISORY SKILL",
RENCANA + Link2 Materi TRAINING "Effective LEADERSHIP & SUPERVISORY  SKILL",RENCANA + Link2 Materi TRAINING "Effective LEADERSHIP & SUPERVISORY  SKILL",
RENCANA + Link2 Materi TRAINING "Effective LEADERSHIP & SUPERVISORY SKILL",Kanaidi ken
 
Workshop penulisan buku (Buku referensi, monograf, BUKU...
Workshop penulisan buku                       (Buku referensi, monograf, BUKU...Workshop penulisan buku                       (Buku referensi, monograf, BUKU...
Workshop penulisan buku (Buku referensi, monograf, BUKU...Riyan Hidayatullah
 
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
Demonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdfDemonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdf
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdfvebronialite32
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxModul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxherisriwahyuni
 
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdf
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdfPPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdf
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdfNatasyaA11
 
slide presentation bab 2 sain form 2.pdf
slide presentation bab 2 sain form 2.pdfslide presentation bab 2 sain form 2.pdf
slide presentation bab 2 sain form 2.pdfNURAFIFAHBINTIJAMALU
 

Dernier (20)

PLaN & INTERVENSI untuk sekolah yang memerlukan
PLaN & INTERVENSI untuk sekolah yang memerlukanPLaN & INTERVENSI untuk sekolah yang memerlukan
PLaN & INTERVENSI untuk sekolah yang memerlukan
 
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajiiEdukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
 
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup BangsaDinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
 
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.ppt
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.pptPertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.ppt
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.ppt
 
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
 
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptx
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptxMTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptx
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptx
 
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
 
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 TesalonikaMateri Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
 
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdf
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdfBuku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdf
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdf
 
LA PI 2 PE NDIDIKAN GURU PENGGERAK A9 OK
LA PI 2 PE NDIDIKAN GURU PENGGERAK A9 OKLA PI 2 PE NDIDIKAN GURU PENGGERAK A9 OK
LA PI 2 PE NDIDIKAN GURU PENGGERAK A9 OK
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
 
PPT-Sistem-Pencernaan-Manusia-Kelas-8-K13.pptx
PPT-Sistem-Pencernaan-Manusia-Kelas-8-K13.pptxPPT-Sistem-Pencernaan-Manusia-Kelas-8-K13.pptx
PPT-Sistem-Pencernaan-Manusia-Kelas-8-K13.pptx
 
Pembuktian rumus volume dan luas permukaan bangung ruang Tabung, Limas, Keruc...
Pembuktian rumus volume dan luas permukaan bangung ruang Tabung, Limas, Keruc...Pembuktian rumus volume dan luas permukaan bangung ruang Tabung, Limas, Keruc...
Pembuktian rumus volume dan luas permukaan bangung ruang Tabung, Limas, Keruc...
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 8 Fase D
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 8 Fase DModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 8 Fase D
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 8 Fase D
 
RENCANA + Link2 Materi TRAINING "Effective LEADERSHIP & SUPERVISORY SKILL",
RENCANA + Link2 Materi TRAINING "Effective LEADERSHIP & SUPERVISORY  SKILL",RENCANA + Link2 Materi TRAINING "Effective LEADERSHIP & SUPERVISORY  SKILL",
RENCANA + Link2 Materi TRAINING "Effective LEADERSHIP & SUPERVISORY SKILL",
 
Workshop penulisan buku (Buku referensi, monograf, BUKU...
Workshop penulisan buku                       (Buku referensi, monograf, BUKU...Workshop penulisan buku                       (Buku referensi, monograf, BUKU...
Workshop penulisan buku (Buku referensi, monograf, BUKU...
 
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
Demonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdfDemonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdf
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxModul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
 
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdf
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdfPPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdf
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdf
 
slide presentation bab 2 sain form 2.pdf
slide presentation bab 2 sain form 2.pdfslide presentation bab 2 sain form 2.pdf
slide presentation bab 2 sain form 2.pdf
 

Naskah Akademik Perda Kab.Bondowoso

  • 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berubahnya zaman yang disertai dengan perkembangan teknologi membuat orang semakin kreatif untuk menciptakan sesuatu yang baru.Namun, hal ini justru disalah gunakan dengan menciptakan barang-barang tiruan di berbagai bidang. Sehingga di era perdagangan global saat ini, perlindungan terhadap merek merupakan hal yang harus dilakukan oleh setiap negara.Hal ini dikarenakan merek mempunyai peran yang penting untuk menciptakan iklim persaingan usaha yang sehat antara para pelaku usaha.Indonesia sendiri juga telah mengatur mengenai masalah perlindungan merek dalam satu undang- undang tersendiri yaitu, UU No.15 tahun 2001 tentang merek. Yang dimaksud merek oleh UU tersebut ialah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf- huruf, angka-angka, susunan warna, maupun kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Dari apa yang telah diuraikan diatas, dapat kita lihat bahwa barang-barang yang kini banyak beredar di pasaran merupakan suatu pelanggaran atas hak merek. Akibatnya para konsumen dibuat bingung karena barang-barang tiruan tersebut sangat mirip dengan barang asli. Dengan harga yang jauh lebih murah, para konsumen tentu akan memilih untuk membeli barang tiruan tanpa menyadari kualitas barang tersebut yang akan lebih mudah rusak dibanding barang asli. Seiring berjalannya waktu setelah diundangkannya UU No.15 tahun 2001, implementasi UU tersebut ternyata belum berjalan secara optimal. Di kabupaten Bondowoso sendiri misalnya, marak sekali peredaran dan penjualan barang palsu terutama di bidang mode yang memberikan dampak bagi pemilik industry, konsumen. Yang mana, Berdasarkan hasil studi MIAP dengan LPEM FEUI terhadap 12 sektor industri pada periode 2002-2005, menyebutkan, tindakan pemalsuan di industri sepatu, tekstil, pakaian jadi, rokok, dan pestisida selama periode tersebut menimbulkan kerugian mencapai Rp 4,4 triliun. Ini belum termasuk pemalsuan terhadap produk software yang menimbulkan 1
  • 2. kerugian Rp 3,6 triliun. Kegiatan pemalsuan di 12 bidang industri tersebut telah pula menghilangkan potensi lapangan pekerjaan sebanyak 124 ribu.1 Berdasarkan Fakta Hukum yang terjadi di kabupaten Bondowoso, Banyak kasus pelanggaran terhadap HKI yang kini sedang dilakukan pemeriksaan oleh para aparat hukum, seperti menurut penelitian Tim Nasional Penanggulangan Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual (Timnas PPHKI), bahwa menurut catatannya telah terjadi 65 kasus pelanggaran dalam bidang HKI, dengan rincian 45 pelanggaran terhadap hak cipta, 17 pelanggaran terhadap hak merek, dan tiga kasus pelanggaran terhadap hak paten. Dari ke 65 kasus tersebut hanya enam kasus yang sudah terselesaikan, sedangkan 59 kasus masih dalam tahap pemeriksaan. Data tersebut tentunya hanya sebagian kasus yang terungkap di permukaan.Padahal berdasarkan penelusuran di lapangan, masih banyak peredaran dan penjualan barang palsu, terutama dalam bidang mode di pasar-pasar. Di Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur juga tak luput dari praktek peredaran dan penjualan barang palsu, seperti pemalsuan merek terhadap tas merek Coach, ransel, kaos merek nevada, sepatu merek jelly, crocs, ariesta mode, new era, baju obral berkisar 10-35 ribu. Biasanya barang-barang palsu tersebut dijual di pasar-pasar maupun toko-toko kecil. Hal ini yang menyebabkan atau menimbulkan pertentangan antara das sollen dengan das seinnya. Setelah adanya fakta hukum yang bertentangan dengan undang-undang, saatnya untuk mengetahui pengertian atau maksud dari barang palsu tersebut yaitu merupakan barang-barang yang diproduksi dan / atau diperdeagangkan dengan menggunakan merek terdaftar milik pihak lain. Pelanggaran terhadap merek tersebut ternyata dilakukan secara sadar baik oleh si pembuat, pembeli maupun penjual barangbpalsu tersebut. Bahkan penjualan barang palsu yang merupakan pelanggaran dijadikan mata pencaharian tetap bagi sebagian penjual. Maraknya peredaran barang di kabupaten Bondowoso dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor yang utama adalah sanksi hukum pada UU No.15 tahun 2001 hanya dapat dijatuhkan kepada mereka yang melakukan pelanggaran hanya 1 http://www.miap.or.id/main/berita/detail.php?detail=20091230160731, diakses pada tanggal 25 September 2012. 2
  • 3. jika ada aduan dari seseorang yang dirugikan atas perbuatan orang lain. Sehingga jika tidak pengaduan maka tidak dapat dilakukan proses hukum. Faktor yang lain adalah sistem perlindungan hak merek yang dianut oleh Indonesia saat ini adalah sistem first to file, yaitu pelanggaran merek terjadi jika ada tindakan-tindakan penggunaan merek terdaftar oleh pihak-pihak beritikad buruk yang dilakukan dalam masa perlindungan atas merek yang bersangkutan sebagaimana tertera dalam sertifikat pendaftaran mereknya. Atau dengan kata lain orang yang melakukan pengaduan harus mampu menunjukkan sertifikat merek atau alas hak lainnya yang sah pada saat melakukan pengaduan atas suatu tindak pidana merek. Jadi tidak ada pelanggaran tanpa pendaftaran merek. Selain faktor yuridis diatas, faktor masyarakat pun juga memberikan pengaruh terhadap maraknya peredaran dan penjualan barang palsu, seperti minimnya pengetahuan mereka akan pelanggaran merek, faktor ekonomi masyarakat kabupaten Bondowoso yang sebagian besar tidak dapat menjangkau untuk membeli barang original atau barang asli, sehingga mereka beralih untuk membeli barang palsu yang lebih murah dan hampir menyerupai barang asli meskipun kualitasnya berbeda. Adanya peredaran dan penjualan barang palsu dalam bidang mode di kabupaten Bondowoso menyebabkan kerugian yang besar bagi pemilik merek, seperti menurunnya nilai penjualan barang. Setelah meninjau alasan-alasan tersebut, maka sangat diperlukan untuk membentuk suatu peraturan daerah di kabupaten Bondowoso yang mengatur mengenai pelarangan dan peredaran barang palsu dibidang mode. Hal ini sebagai upaya perlindungan terhadap merek, serta penegakan aturan hukum. Salah satu upayanya adalah pengaturan mengenai penjatuhan sanksi bagi mereka yang membuat, menjual, maupun yang membeli barang palsu. Untuk meningkatkan efek jera dapat dijatuhkan sanksi baik berupa sanksi perdata, sanksi pidana maupun kombinasi antara keduanya. Sehingga dengan demikian dapat meminimalisir bahkan menghentikan peredaran dan penjualan barang palsu dalam bidang mode di Kabupaten Bondowoso. B. Identifikasi Masalah 1. Permasalahan yang kini tengah dialami sebagian masyarakat kita adalah berkenaan dengan peredaran barang-barang tiruan, sekilas permasalahan ini 3
  • 4. nampak tidak terlalu serius sehingga luput dari perhatian pemerintah. Tidak adanya tindakan yang nyata dari pemerintah juga menyebabkan masyarakat semakin leluasa untuk melakukan tindakan yang melanggar UU No.15 tahun 2001 ini. Permasalahan ini dapat diatasi dengan membuat suatu peraturan yang jelas, namun tidak cukup sampai disitu, peran struktur yang terdiri dari pemerintah dan masyarakat juga dibutuhkan. Karena membuat masyarakat untuk turut berperan aktif dalam pelaksanaan suatu peraturan tidak semudah membalikkan telapak tangan maka perlu kesadaran dari dalam diri masyarakat, soaialisasi oleh pemerintah juga dibutuhkan, kemudian pelaksanaannya juga harus dalam pengawasan pemerintah. 2. Rancangan peraturan daerah terkait pelarangan peredaran barang palsu di kabupaten Bondowoso dirasa perlu karena diharapkan mampu melindungi hak merek dari suatu produk, hal ini juga berkaitan dengan perlindungan atas kreativitas seseorang. Apabila tindakan memalsu barang terus dilanjutkan tentu hal ini akan mengurangi inovasi-inovasi terhadap barang tertentu. Keterlibatan negara maupun pemerintah dalam mewujudkan iklim persaingan usaha yang sehat sangat dibutuhkan, karena mereka lah yang mampu memberikan sanksi yang tegas bagi para pelanggar undang-undang. 3. Yang menjadi dasar filosofis dari pembuatan rancangan peraturan daerah ini adalah agar masyarakat lebih menghargai ati nilai dari sebuah kejujuran, diharapkan dengan adanya peraturan ini dapat mendidik masyarakat menjadi masyarakat yang sadar akan akibat yang ditimbulkan apabila mereka tetap membeli barang tiruan. Sedangkan dasar sosiologisnya adalah dalam kehidupan bermasyarakat tentu tidak dibenarkan untuk merugikan orang lain, mengingat persaingan yang sehat menuntut agar tidak saling merugikan antara konsumen dan produsen. 4. Dengan adanya peraturan daerah ini nantinya diharapkan masyarakat dapat mematuhinya serta merujuk pada UU No.15 tahun 2001 tentang merek. Para pembuat barang bajakan dapat membuat dan mendaftarkan mereknya sendiri. Diharapkan persaingan sehat di dunia usaha dapat tercipta do kabupaten Bondowoso. Peraturan daerah ini nantinya juga diharapkan dapat menjangkau masyarakat awam yang membutuhkan pemahaman lebih atas peraturan yang telah ada sebelumnya. 4
  • 5. C. Tujuan Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini dapat diuraikan sebagao berikut : 1. Untuk mengetahui tindakan nyata dari pemerintah bagi yang melanggar UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek; 2. Untuk mendiskripsikan dan menganalisis Rancangan peraturan daerah terkait pelarangan peredaran barang palsu di Kabupaten Bondowoso; 3. Untuk mengetahui pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, yuridis mengenai pembentukan rancangan Undang-undang atau Rancangan Peraturan Daerah terkait pelarangan peredaran barang palsu di Kabupaten Bondowoso; 4. Untuk mengetahui sasaran yang akan diwujudkan dari pembuatan peraturan rancangan peraturan daerah tentang pelanggaran merek atau barang palsu di Kab. Bondowoso. D. Manfaat Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik Adapun kegunaan yang diharapkan dalam penyusunan perancangan Undang- undang atau Rancangan Peraturan Daerah : a. Memberikan pandangan yang luas dalam pemahaman terhadap tindakan yang nyata dari pemerintah bagi yang melanggar UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek. b. Sebagai sarana untuk pembelajaran dalam rancangan peraturan daerah terkait peredaran barang palsu di kabupaten Bondowoso. c. Sebagai Informasi sasaran yang wijudkan darirancangan pembuatan peraturan daerah. d. Bagi pemerintah sebagai masukan dan lebih tegas dalam rancangan pembuatan peraturan daerah terkait peredaran barang palsu di kabupaten Bondowoso; e. Bagi masyarakat sebagai bahan informasi dan pengetahuan terhadap masyarakat mengenai adanya rancangan pembuatan peraturan daerah terkait peredaran barang palsu di kabupaten Bondowoso. 5
  • 6. BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS A. Kajian Teoritis Sebagai suatu hak yang lahir melalui intelektual manusia, hak merek yang merupakan salah satu dari hak kekayaan intelektual (HKI) perlu mendapatkan perlindungan hokum. Tanpa adanya perlindungan hukum yang memadai, tentunya hal ini dapat menyebabkan peredaran barang palsu atau biasa disebut barang KW di kalangan masyarakat mengalami peningkatan terus menerus. 1.1 Pengertian Merek Pada umumnya diera perdagangan global yang terjadi seperti sekarang, banyak pelaku usaha berlomba-lomba menarik minat masyarakat untuk membeli produk dalam bentuk barang maupun jasa yang telah diproduksinya. Strategi yang digunakan oleh para pelaku usaha tersebut adalah melalui merek atas suatu produk. Merek bermanfaat sebagai pembeda antara produk satu dengan produk lainnya yang sejenis, selain itu merek juga dapat menentukan tinggi rendahnya harga suatu produk, serta menjaga persaingan usaha yang sehat antar pelaku usaha. Semakin terkenal suatu merek, maka semakin tinggi harga produk tersebut, dan begitupun sebaliknya. Oleh sebab itu, merek merupakan komponen utama yang harus ada dalam suatu produk. Menurut UU No.15 Tahun 2001 Tentang merek pasal 1 ayat 1, merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka- angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Banyak para ahli hukum di dunia yang memberikan pengertian merek, seperti : Suryodiningrat, di dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum Merek, bahwa merek adalah barang-barang yang dihasilkan oleh pabriknyadengan dibungkus dan pada bungkusnya itu dibubuhi tanda tulisan dan/atau perkataan untuk membedakannya dari barang-barang 6
  • 7. sejenis hasil pabrik pengusaha lain. Tanda itu disebut merek perusahaan2, Soekardono mendefinisikan tentang merek dalam bukunya hokum Dagang Indonesia Jilid I, merek adalah sebuah tanda, dengan mana dipribadikan sebuah barang tertentu, dimana perlu juga untuk mempribadikan asalnya barang atau menjamin kualitetnya barang dalam perbandingan dengan barang-barang sejenis yang dibuat atau diperniagakan oleh orang-orang atau badan perusahaan lain3. H.M.N. Purwosutjipto, S.H. memberikan pengertian merek sebagai berikut, merek adalah suatu tanda, dengan mana suatu benda tertentu dipribadikan, sehingga dapat dibedakan dengan benda lain yang sejenis4. Menurut Knapp (2001), merek adalah internalisasi sejumlah kesan yang diterima oleh pelanggan dan konsumen yang mengakibatkan adanya suatu posisi khusus dalam ingatan mereka terhadap manfaat emosional dan fungsional yang dirasakan. Sebuah merek dikatakan khusus jika konsumen merasa yakin bahwa merek-merek tersebut benar- benar khusus. Menurut Aaker (1996), merek merupakan nama atau simbol yang bersifat membedakan (seperti logo, cap, kemasan) dengan maksud mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang penjual atau sebuah kelompok penjual tertentu. Menurut Kotler (2000), merek adalah suatu janji penjual untuk secara konsisten memberikan feature, manfaat dan jasa tententu kepada pembeli, bukan hanya sekedar simbol yang membedakan produk perusahaan tertentu dengan kompetitornya. Berdasarkan pengertian menurut para ahli diatas, maka dapat disimpulkan, bahwa merek adalah : 1. Merupakan tanda berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, maupun kombinasi dari berbagai unsur tersebut 2 Suryodiningrat, R. M. Pengantar Ilmu Hukum Merek, Pradya Paramita, Jakarta, 1975, h. 30. 3 Soekardono, R. Hukum Dagang Indonesia Jilid I,Cetakan Ke 4, Soeroengan Jakarta, 1967, h. 149 4 H. OK. Saidin, OP, cit, h.343. 7
  • 8. 2. Berfungsi sebagai pembeda antara dengan produk lain yang sejenis. 3. Digunakan dalam kegiatan perdagangan barang maupun jasa. 1.2 Pengertian Pemalsuan Pada saat ini peredaran dan penjualan barang-barang palsu di Indonesia terbilang tinggi dari tahun ke tahun.Sehingga seolah-olah pasar di Indonesia dapat dikatakan sebagai surga bagi para penjual barang palsu.Pemalsuan merupakan tindak pidana berupa pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Menurut Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP), pemalsuan adalah memproduksi suatu produk yang menyalin atau meniru penampakan fisik suatu produk asli sehingga menyesatkan para konsumen bahwa ini adalah produk dari pihak lain5. Yang termasuk pemalsuan seperti produk yang melanggar merek dagang, pelanggaran hak cipta, peniruan kemasan, label, dan merek. Menurut para ahli, penggolongan barang palsu berdasarkan tingkat pelanggaran dibagi menjadi empat golongan, yaitu ; 1. Produk palsu sejati (True Conterfeit Product) 2. Produk palsu yang tampak serupa (Look-Alike) 3. Reproduksi 4. Imitasi yang tak meyakinkan. Dikalangan masyarakat barang palsu yang sering beredar adalah produk palsu yang tampak serupa (Look-Alike) atau lebih dikenal dengan istilah barang KW. Terdapat dua pendapat tentang pengertian barang KW, yaitu petama, jika konteks barang KW yang dimaksud adalah kwalitas 1, 2, 3, maka artinya barang tersebut merupakan produksi dari satu perusahaan yang sama. Misalnya produk tas merek GEORGIO ARMANI, Channel, Louis Vuitton, Esprit, Gucci. Dalam hal ini perusahaan tersebut membuat barang yang sama namun dengan standar kualitas yang bertingkat. Akan tetapi jika ini yang dilakukan maka 5 http://www.miap.or.id/main/berita/detail.php?detail=20091230160731, diakses pada tanggal 25 September 2012. 8
  • 9. perusahaan tersebut harus memberikan informasi pada labelnya kepada konsumen. Namun hal yang mustahil jika perusahaan yang ternama dengan barang branded nya membuat kualitas yang berbeda-beda, jika hal itu terjadi tentunya akan menjatuhkan nama perusahaan dan produknya. Kedua, barang KW yang berarti produk tiruan (palsu).Barang ini yang biasanya beredar di pasaran. Barang KW tersebut bukan hasil produksi dari perusahaan yang mengeluarkan barang branded, misalnya merek GEORGIO ARMANI, Channel, Louis Vuitton, Esprit, Gucci, tetapi dibuat oleh perusahaan yang sama sekali berbeda. Pihak yang meniru tersebut dapat meniru model atau memalsukan merek. Biasanya barang-barang palsu ini di lingkungan para pedagang diberi nama barang "tembakan", artinya mirip barang asli. Jika dilihat sepintas fisik barang KW tidak kalah dengan barang asli, Namun ketika diperhatikan secara teliti maka akan jauh berbeda dari sisi bentuk fisiknya apalagi kualitasnya. 1.3 Teori Terdapat teori yang menjadi dasar sehingga disusunnya naskah akademik ini, teori tersebut antara lain :reward theory, bahwa teori ini memberikan suatu pengakuan terhadap karya intelektual, dalam hal ini hak merek yang telah dihasilkan oleh seseorang melalui kerja kerasnya. Pengakuan tersebut dapat berupa penghargaan sebagai imbalan atas upaya-upaya inovatif dan kreatif dalam menemukan atau menciptakan karya-karya intelektual.Reward theory juga sejalan dengan teori recovery theory, yakni pemilik merek yang telah mengeluarkan waktu, biaya, dan tenaga dalam menghasilkan karya intelektualnya harus memperoleh kembali sesuai dengan apa yang telah dikeluarkannya tersebut. Selanjutnya, teori Robert M. Sherwood dalam teorinya risk theory, menurut teori ini Hak Kekayaan Intelektual merupakan suatu hasil karya yang mengandung resiko yang dapat memungkinkan orang lain yang terlebih dahulu menemukan cara tersebut atau memperbaikinya, sehingga demikian adalah wajar untuk membentuk suatu perlindungan hokum terhadap upaya yang mengandung resiko tersebut. Sherwood 9
  • 10. berpendapat, bahwa resiko yang mungkin timbul dari penggunaan secara illegal, sehingga menimbulkan kerugian secara ekonomis maupun moral bagi pencipta dapat dihindari, jika terdapat landasan hokum yang kuat maka dapat melindungi HKI tersebut. Berdasarkan teori-teori tersebut, maka naskah akademik ini disusun sebagai upaya untuk melindungi hak intelektual yang dimiliki para pemilik hak (hak merek), sehingga hasil karya intelektual yang dihasilkan oleh seseorang atas dasar intelektualnya melalui kerja keras, dan pengorbanannya mendapatkan perlindungan hokum guna mencegah bentuk eksploitasi secara komersial oleh pihak lain tanpa adanya kompensasi kepada pihak yang menghasilkan karya-karya intelektual tersebut. Selain itu, melalui naskah akademik ini diharapkan dapat meminimalisir jumlah peredaran dan penjualan barang palsu di Kabupaten Bondowoso, serta menumbuhkan dan meningkatkan kreativitas masyarakat Kabupaten Bondowoso untuk menghasilkan suatu produk baru yang berbeda dari produk yang lain. Dengan demikian dapat menumbuhkan persaingan usaha yang sehat antara para pelaku usaha. B. Kajian terhadap Asas/Prinsip yang Terkait dengan Penyusunan Norma Asas di dalam suatu peraturan hokum merupakan hal yang sangat penting, tidak ada hokum yang dapat dimengerti tanpa asas-asas tersebut.Norma-norma adalah pengejawantahan dari asas yang ada dalam peraturan hukum. Dalam Naskah Akademik ini, asas-asas yang digunakan adalah : a. Asas Kepribadian Asas ini berarti bahwa penegakkan terhadap pelarangan dan peredaran barang palsu merupakan suatu tindakan untuk melindungi, menghormati, dan mengakui terhadap kepribadian manusia, dalam hal ini adalah pemilik merek, Perlindungan kepada pemilik merek merupakan perlindungan terhadap kepribadian manusia tersebut. b. Asas Persekutuan Asas ini menghendaki kehidupan yang tertib, aman, dan damai di dalam masyarakat.Pelarangan peredaran dan penjualan barang palsu perlu untuk ditegakkan untuk menciptakan ketertiban dan kedamaian di masyarakat, 10
  • 11. sehingga tidak ada pihak (pemilik merek) yang merasa terganggu dengan adanya keberadaan barang palsu. c. Asas kesamaan Asas ini berarti bahwa setiap orang dianggap sama di depan hokum, keadilan merupakan realisasi dari asas ini. Asas kesamaan yang dimaksud dalam naskah akademik ini adalah bahwa setiap orang berhak untuk memiliki merek dan mendapatkan hak merek.Hak atas merek dapat diperoleh jika telah memenuhi persyaratan, yaitu melalui pendaftaran merek.Berdasarkan hal tersebut, maka para pihak yang melakukan peredaran dan penjualan barang palsu telah melanggar hak pemilik merek. Para penjual yang menjual barang palsu sudah sepantasnya tidak berhak untuk memperjual belikan barang palsu, sedangkan pemilik merek berusaha untuk membuat merek tersebut terkenal di kalangan masyarakat melalui berbagai cara dengan investasi dan strategi usaha tertentu. Agar pemilik merek memperoleh keadilan, maka perlu suatu peraturan untuk menegakkan hokum, yaitu melalui suatu peraturan daerah tentang pelarangan peredaran dan penjualan barang palsu. d. Asas pemisahan antara baik dan buruk Asas ini berarti bahwa adanya pemisahan antara perbuatan yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan.Tindakan untuk mengedarkan dan penjualan barang palsu adalah perbuatan yang seharusnya tidak dilakukan. e. Asas perlindungan terhadap merek terdaftar Mengingat Indonesia menggunakan asas konstitutif pada pendaftaran merek, maka hanya merek yang terdaftar yang dapat memeperoleh perlindungan hokum.Perlindungan terhadap merek terdaftar perlu dilakukan untuk melindungi hak-hak para pemilik merek yang dirugikan akibat adanya peredaran dan penjualan barang palsu di pasaran.Berdasarkan hal tersebut, jika merek yang dipalsukan bukan merupakan merek yang terdaftar, maka bukan merupakan suatu tindak pidana. f. Asas persamaan dan ketidaksamaan Salah satu fungsi merek adalah untuk membedakan antara produk yang satu dengan produk lainnya. Sehingga suatu merek harus memiliki suatu ciri khusus atau daya pembeda antara produk lain yang sejenis. 11
  • 12. C. Kajian terhadap Praktik Penyelenggaraan, Kondisi yang Ada, serta Masalah yang dihadapi Masyarakat Fenomena pemalsuan merek berbagai macam produk yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia menjadi sangat penting untuk segera ditangani, mengingat derajat permasalahannya yang semakin kompleks, sedangkan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perlindungan merek masih terkesan lemah dalam rangka melindungi hak merek pemilik merek. Hal ini terlihat di dalam UU No.15 tahun 2001 Tentang Merek, hanya menitikberatkan pada pengaturan merek barang/jasa.Selain itu, secara eksplisit Undang-Undang ini juga menyebut seluruh tindak pidana penggunaan merek terdaftar oleh para pihak yang beritikad buruk sebagai pelanggaran dan bukan kejahatan (pasal 94 ayat 2 UU No.15 Tahun 2001 Tentang Merek).Kemudian, pemalsuan merek merupakan delik aduan, yang diatur pada pasal 95 UU No.15 Tahun 2001. Dalam ilmu hokum pidana, hal ini berarti bahwa pasal-pasal pidana di dalam UU No.15 Tahun 2001 berlaku jika terdapat laporan dari seseorang yang dirugikan atas perbuatan orang lain. Dan sebaliknya, jika tidak ada laporan maka tidak akan ada penyidikan dari kepolisian. Tak hanya itu saja, dalam menilai sebuah barang merupakan barang palsu atau bukan di mata hokum, polisi tidak dapat melakukannya secara sepihak.Hal ini dikarenakan, sistem perlindungan hak merek yang saat ini dianut oleh Indonesia, adalah sistem First to file6. Pelanggaran merek hanya terjadi apabila ada tindakan-tindakan penggunaan merek terdaftar oleh pihak-pihak beriktikad buruk yang dilakukan dalam masa perlindungan atas merek yang bersangkutan sebagaimana tertera dalam sertifikat pendaftaran mereknya.Tidak ada pelanggaran tanpa pendaftaran merek karena dalam sistem First to file, perlindungan hukum hanya diberikan kepada pemilik pendaftaran merek.Pelapor harus mampu menunjukkan sertifikat merek atau alas hak lainnya yang sah pada saat melakukan pelaporan atas suatu tindak pidana merek.Selain harus mampu menunjukkan bukti kepemilikan merek yang sah, pelapor juga harus mampu menunjukkan kepada kepolisian perbedaan-perbedaan antara barang asli dan 6 http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4f98f0a42a785/apakah-pembeli-tas-kw-bisa-dipenjara, diakses pada tanggal 8 September 2012. 12
  • 13. barang palsu secara jelas.Hal ini tentu saja untuk menghindari penegak hukum melakukan kekeliruan dalam menangkap dan memproses pidana para pelaku pelanggaran merek. Dengan adanya peredaran barang palsu tersebut, tentunya memberikan dampak bagi pemilik industry, konsumen, bahkan Negara. Berdasarkan hasil studi MIAP dengan LPEM FEUI terhadap 12 sektor industri pada periode 2002- 2005, menyebutkan, tindakan pemalsuan di industri sepatu, tekstil, pakaian jadi, rokok, dan pestisida selama periode tersebut menimbulkan kerugian mencapai Rp 4,4 triliun. Ini belum termasuk pemalsuan terhadap produk software yang menimbulkan kerugian Rp 3,6 triliun. Kegiatan pemalsuan di 12 bidang industri tersebut telah pula menghilangkan potensi lapangan pekerjaan sebanyak 124 ribu7. Banyak kasus pelanggaran terhadap HKI yang kini sedang dilakukan pemeriksaan oleh para aparat hukum, seperti menurut penelitian Tim Nasional Penanggulangan Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual (Timnas PPHKI), bahwa menurut catatannya telah terjadi 65 kasus pelanggaran dalam bidang HKI, dengan rincian 45 pelanggaran terhadap hak cipta, 17 pelanggaran terhadap hak merek, dan tiga kasus pelanggaran terhadap hak paten. Dari ke 65 kasus tersebut hanya enam kasus yang sudah terselesaikan, sedangkan 59 kasus masih dalam tahap pemeriksaan8. Data tersebut tentunya hanya sebagian kasus yang terungkap di permukaan.Padahal berdasarkan penelusuran di lapangan, masih banyak peredaran dan penjualan barang palsu, terutama dalam bidang mode di pasar-pasar. Di Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur juga tak luput dari praktek peredaran dan penjualan barang palsu, seperti pemalsuan merek terhadap tas merk Coach, ransel, kaos merk nevada, sepatu merk jelly, crocs, ariesta mode, new era, baju obral berkisar 10-35 ribu. Biasanya barang- barang palsu tersebut dijual di pasar-pasar maupun toko-toko kecil.Mereka (para penjual) menjual barang-barang palsu tersebut dilatarbelakangi oleh factor ekonomi, yaitu ingin meraup keuntungan yang sebesar mungkin dari hasil 7 http://www.miap.or.id/main/berita/detail.php?detail=20091230160731, diakses pada tanggal 25 September 2012. 8 http://www.miap.or.id/main/berita/detail.php?detail=20091230160731, diakses pada tanggal 25 September 2012. 13
  • 14. penjualan barang palsu, yang biasanya dijual dengan membanting harga melalui obral.Konsumen atau pembeli juga ikut andil dalam maraknya peredaran dan penjualan barang palsu di Kabupaten Bondowoso, Factor ekonomi kembali yang menjadi penyebabnya, para pembeli yang membeli barang-barang palsu tersebut rata-rata perekonomiannya yang rendah sampai dengan menengah.Karena tidak mampu membeli barang original atau barang asli, pembeli beralih untuk membeli barang palsu.Kualitas barang tidak lagi dipikirkan oleh para pembeli, sudah cukup bagi mereka memiliki barang yang meyerupai barang original atau barang asli.Berdasarkan hal tersebut, maka terlihat factor prestige juga ikut andil dalam peredaran dan penjualan barang palsu. Maraknya peredaran dan penjualan barang palsu di Kabupaten Bondowoso menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat untuk mentaati hokum masih kurang, padahal sejak tahun 2001 lalu Undang-Undang merek telah disahkan, maka sudah 11 tahun waktu berjalan dan ternyata dalam prakteknya pelanggaran merek masih sering terjadi. D. Kajian terhadap Implikasi Penerapan Sistem Baru yang Akan Diatur dalam Undang-Undang atau Peraturan Daerah terhadap Aspek Kehidupan Masyarakat dan Dampaknya terhadap Beban Keungan Negara Permasalahan peredaran dan penjualan barang palsu di Indonesia, khususnya di Kabupaten Bondowoso yang terus meningkat tiap tahunnya, hal ini menunjukkan bahwa implementasi UU No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek masih belum efektif. Akibatnya Negara Indonesia juga mengalami kerugian yang besar akibat adanya peredaran serta penjualan barang palsu, sehingga dibutuhkan suatu peraturan daerah untuk menyelesaikan masalah tersebut agar tidak berlarut-larut. Dengan adanya naskah tentang pelarangan dan peredaran barang palsu juga dapat berdampak positif bagi keuangan Negara, yaitu memberi dampak efisiensi dan penghematan terhadap keuangan Negara. Peraturan Daerah Tentang Pelarangan Peredaran dan Penjualan Barang Palsu dalam Bidang Mode di kabupaten Bondowoso dibuat untuk menekankan pelaksanaan peraturan yang sudah ada, yaitu UU No.15 tahun 2001 Tentang Merek. Jika peraturan daerah ini dapat diterapkan dengan baik, maka setidaknya dapat merubah mentality masyarakat Kabupaten Bondowoso untuk lebih menghargai barang original atau barang asli, serta apabila peredaran dan 14
  • 15. penjualan barang palsu dapat diminimalisir, hal ini tentu saja dapat berdampak positif dalam meningkatkan pendapatan daerah Kabupaten Bondowoso. Dampak lainnya dengan adanya perda ini adalah masyarakat sekitar terdorong meningkatkan kreativitasnya untuk menghasilkan produk sendiri guna memenuhi kebutuhan hidup dibidang mode tanpa harus melanggar hokum. 15
  • 16. BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT Pengaturan mengenai pelarangan peredaran barang palsu memiliki keterkaitandengan dengan9: 1. UU No. 7 Tahun 1994 tentang Ratifikasi Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (Agreement Establishing The World Trade Organization). 2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1995 tentang Komisi Banding Merek ditetapkan Tangga1 29 Agustus 1995. 3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1993 tentang Tata Cara Permintaan Pendaftaran Merek ditetapkan Tangga1 31 Maret 1993. 4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1993 tentang Kelas Barang atau Jasa Bagi Pendaftaran Merek ditetapkan Tangga1 31 Maret 1993. Meskipun Undang-Undang mengenai merek telah ada sejak tahun 1961 namun keberadaannya seringkali mengalami perubahan. Sedikitnya Undang- Undang merek telah mengalami lima kali perubahan. Hingga pada saat ini Indonesia menggunakan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2001 tentang merek sebagai upaya nyata Pemerintah untuk memberi perlindungan bagi pemilik merek terdaftar. Secara umum Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 mengatur tentang merek, permohonan pendaftaran merek, persyaratan pendaftaran merek, penghapusan dan pembatalan pendaftaran merek, penyelesaian sengketa merek dan sebagainya. Dalam kurun waktu 11 tahun pelaksanaannya, Undang-Undang tersebut dirasakan kurang mampu lagi untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi di masyarakat, khususnya masyarakat Kabupaten Bondowoso. Rancangan Peraturan Daerah mengenai Pelarangan Peredaran Barang- Barang Palsu Dalam Bidang Mode Di Kabupaten Bondowoso memiliki keterkaitan dengan berbagai Peraturan Perundang-undangan lain baik secara vertikal maupun horizontal. Antara Rancangan Peraturan Daerah tersebut dengan Peraturan Perundang-undangan lain diharapkan dapat saling melengkapi, mengingat peraturan 9 http://umarikmawaru.blogspot.com/2012/07/aspek-hukum-dalam-ekonomi-hak- atas.html#.UGcKpGMR3Mw 16
  • 17. baru dibuat dengan tujuan untuk menambah suatu aturan yang belum diundangkan maupun memperbaiki suatu aturan yang telah ada namun dirasakan tidak lagi mampu untuk menyelesaikan permasalahan terhadap kondisi yang ada. Dengan adanya Rancangan Peraturan Daerah tersebut nantinya diharapkan permasalahan mengenai peredaran barang-barang palsu di Kabupaten Bondowoso dapat teratasi, karena telah ada suatu aturan yang lebih khusus mengatur tentang peredaran barang palsu.Sanksi bagi para produsen dan pedagang barang palsu yang selama ini hanya tertulis di dalam Undang-Undang nantinya dapat di implementasikan secara baik dengan Rancangan Peraturan Daerah Tersebut sebagai landasan hukumnya. Dalam Peraturan Perundang-undangan yang terkait dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001, diatur mengenai berbagai peraturan maupun keputusan pemerintah menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan merek.Apa yang telah diatur sebelumnya tentu berkaitan dengan kondisi hukum yang ada pada saat itu. Misalnya saja pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1993 tentang Tata Cara Permintaan Pendaftaran Merek ditetapkan Tangga1 31 Maret 1993, pada saat itu tentu kondisi hukum yang terjadi mengenai tata cara permintaan pendaftaran merek tidak berjalan sebagaimana mestinya sehingga Pemerintah memutuskan untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah mengenai Tata Cara permintaan Pendaftaran Merek. 17
  • 18. BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS A. Landasan Filosofis Landasan filosofis disusunnya naskah akademik ini adalah pancasila atau rechtsidee, yaitu konstruksi pikir yang mengarahkan hukum kepada suatu hal yang dicita-citakan. Menurut Rudolf Stamler, rechtsidee berfungsi sebagai leitsern atau bintang pemandu bagi terwujudnya cita-cita sebuah masyarakat10. Falsafah atau pandangan hidup suatu bangsa berisi nilai moral dan etika dari bangsa tersebut. Moral dan etika pada dasarnya berisi nilai-nilai yang baik dan yang tidak baik. Nilai yang baik adalah nilai yang wajib dijunjung tinggi,didalamnya ada nilai kebenaran,keadilan dan kesusilaan dan berbagai nilai lainnya yang dianggap baik. Pengertian baik, benar, adil dan susila tersebut menurut takaran yang dimiliki bangsa yang bersangkutan.Hukum dibentuk tanpa memperhatikan moral bangsa akan sia-sia diterapkan tidak akan dipatuhi. Semua nilai yang ada nilai yang ada dibumi Indonesia tercermin dari Pancasila, karena merupakan pandangan hidup, cita-cita bangsa, falsafah, atau jalan kehidupan bangsa (way of life). Falsafah hidup berbangsa, merupakan suatu landasan untuk membentuk hukum suatu bangsa, dengan demikian hukum yang dibentuk harus mencerminkan falsafah suatu bangsa. Sehingga dalam penyusunan naskah akademik harus mencerminkan moral dari daerah yang bersangkutan. Kaidah- kaidah filsafati secara normatif dituangkan ke dalam asas-asas penyusunan peraturan perundang-undangan. Berlakunya undang-undang dalam arti materiil, dikenal adanya beberapa asas. Asas-asas itu dimaksudkan, agar perundang- undangan mempunyai akibat yang positif, apabila benar-benar dijadikan pegangan dalam penerapannya, walaupun untuk hal itu masih diperlukan suatu penelitian yang mendalam, untuk mengungkapkan kebenarannya. Terhadap setiap sila yang terdapat dalam pancasila, problem mengenai peredaran barang palsu memiliki keterkaitan dengan tiap-tiap silanya, yaitu: 10 Rudolf Steammler dalam Roscoe Pound, Hukum dan Kedudukannya Dalam Masyarakat, Terj. Budiarto, Jogjakarta: Radjagrafindo, 1996, hal.11 18
  • 19. 1) Ketuhanan Yang Maha Esa Dalam sila pertama diatur mengenai kewajiban kita sebagai sesama umat manusia yang percaya akan adanya Tuhan untuk saling membina kerukunan antar manusia. Kerukunan tercipta apabila setiap hak dan kewajiban masyarakat seimbang dan tidak adanya konflik antara sesama umat beragama. Apabila kita melihat permasalahan mengenai peredaran barang palsu, hal ini sangat tidak mencerminkan adanya kerukunan yang seharusnya tercipta antar sesama manusia. Para produsen maupun pengedar barang palsu bertindak tanpa berlandaskan prinsip ketuhanan sehingga menyebabkan perbuatannya cenderung ke arah yang negatif. Sehingga diperlukan suatu aturan yang bersifat memaksa mereka untuk memperbaiki tindakan negatif tersebut demi terpenuhinya kerukunan antar sesama manusia ciptaan Tuhan. 2) Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab Sila kedua mengatur mengenai keharusan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan serta pembelaan terhadap kebenaran dan keadilan. Nilai-nilai tentang kemanusiaan harus diterapkan pada setiap tindakan agar tercipta kondisi yang baik. Begitu pula dalam melakukan pekerjaan, sudah seharusnya etika bekerja yang berlandaskan nilai-nilai kemanusiaan diimplementasikan. Apabila nilai-nilai akan kemanusiaan tersebut diperhatikan dengan baik maka sudah pasti nilai kebenaran dan keadilan terpenuhi. Namun pada faktanya mereka yang memproduksi serta mengedarkan barang palsu tidak menerapkan nilai-nilai kemanusiaan sehingga tidak terpenuhinya kebutuhan akan kebenaran dan keadilan. Dari kasus peredaran barang palsu di Kabupaten Bondowoso tersebut, keadilan bagi pemilik hak cipta maupun hak merek tidak terpenuhi. Apa yang menjadi haknya justru beralih kepada orang lain yang tanpa izin memalsukan inovasi yang ditemukan oleh si pemegang hak merek. Keadilan yang belum sepenuhnya terlaksana ini harus segera dikembalikan kepada hakikatnya sehingga tidak ada lagi hak keadilan yang dilanggar. Dengan dibuatnya Rancangan Peraturan Daerah ini diharapkan mampu untuk melindungi hak- hak pemilik merek yang selama ini tidak terpenuhi. 3) Persatuan Indonesia Sila ketiga ini mencakup rasa cinta terhadap bangsa dan tanah air Indonesia. Kita sebagai warga negara Indonesia wajib untuk turut serta dalam hal 19
  • 20. kepentingan negara. Terciptanya kondisi persaingan usaha yang sehat merupakan salah satu kepentingan negara, sehingga demi nama baik bangsa dan negara maka dengan dibentuknya Rancangan Peraturan Daerah ini merupakan salah satu bentuk kontribusi untuk menjaga persatuan bangsa Indonesia. Selain berlandaskan Pancasila, landasan filosofis yang lainnya terdapat pada pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan republik Indonesia (UUD NRI 1945). Pada alinea keempat dijelaskan tujuan dari bangsa Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, sehingga disusunnya Rancangan Peraturan Daerah ini merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia. Seperti yang termuat pada pembukaan UUD NRI 1945 dengan berlandaskan nilai-nilai yang termuat dalam Pancasila. B. Landasan Sosiologis Landasan sosiologis dapat diartikan sebagai norma yang dituangkan di dalam suatu peraturan perundang-undangan yang mencerminkan suatu kebutuhan masyarakat terhadap suatu peraturan yang sesuai dengan realitas kehidupanmasyarakat setempat. Oleh sebab itu, dalam penyusunan peratalam suatu peraturan sesuai dengan kondisi yang ada di masyarakat, uran tersebut diperlukan suatu penelitian langsung di dalam masyarakat.Dengan demikian gagasan-gagasan yang akan dirumuskan sehingga jika peraturan tersebut nantinya disahkanakan dapat berjalan dengan efektif. Peraturan perundang-undangan harus sesuai dengan keyakinan umum atau kesadaran hukum masyarakat.Suatu peraturan perundang – undangan harus mempunyai landasan sosiologis apabila ketentuan – ketentuan sesuai dengan keyakinan umum atau kesadaran hukum masyarakat.Hukum dibuat harus dapat dipahami masyarakat sesuai dengan kenyataan yang dihadapi masyarakat.Dengan demikian dalam penyusunan rancangan peraturan daerah harus sesuai dengan kondisi masyarakt yang bersangkutan. Pelanggaran norma yang berlaku mengendurkan jiwa ketaatan hukum secara meluas kepada masyarakat, sehingga ancaman sanksi belum bisa menjadi tolak ukur kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku. Bentuk 20
  • 21. ketaatan hukum yang ”terbukti kebenarannya” atau ”terdukung” secara otoritatif (gesteunde naleving) dan ”pemeliharaan hukum preventif’ (preventieverechtszorg), yang bertujuan menghilangkan ketidakpastian hukum dan mencegah, sejauh mungkin, sengketa di kelak kemudian hari. Dengan cara ini isi-isi yang khusus dan validitas dari hubungan- hubungan hukum (yang baru) sesungguhnya diuji oleh orang-orang yang berpengetahuan hukum dan pemegang otoritas hukum. Kerja sama (atau keterlibatan) yang terang-terangan dari mereka itu, atau persetujuan diam- diam belaka, barangkali tidak memiliki ketegasan dan sifat dramatik seperti halnya dengan keputusan akibat konflik dan argumen, namun hal tersebut tetap berada dalam lingkungan pengendalian yang sah dan sanksi hukum yang berkewenangan11. Tatanan dan praktik yang lama tidak dapat dengan mudah begitu saja digantikan dengan yang baru. Hal itulah yang menyebabkan bahwa masyarakat dalam transisi itu sekaligus merupakan masyarakat yang bergolak. Demikian halnya dengan dunia pemikiran hukum, secara dialektis terjadi pemikiran baru yang selalu berujung pada perubahan. Di samping itu, Satjipto Rahardjo juga menegaskan bahwa hukum bukan suatu institusi yang selesai, tetapi sesuatu yang diwujudkan secara terus menerus. Negara hukum dan institusi hukum adalah proyek yang ada dalam proses penyelesaian. Satjipto Rahardjo menambahkan bahwa pemahaman hukum secara legalistik posivistis dan berbasis peraturan (rule bound) tidak mampu menangkap kebenaran, karena memang tidak mau melihat atau mengakui hal itu. Dalam ilmu hukum yang legalistis- posivistis, hukum sebagai institusi pengaturan yang kompleks telah direduksi menjadi sesuatu yang sederhana, linier, maknistik, dan deterministik, terutama untuk kepentingan profesi12. Permasalahan yang terjadi juga berkaitan dengan efektifitas hukum Landasan sosiologis terhadap pelarangan peredaran dan penjualan barangpalsu dalam bidang mode di Kabupaten Bondowoso adalah semakin meningkatnya peredaran dan penjualan barangpalsu, khususnya dalam bidang mode di Kabupaten Bondowoso yang meresahkan para pemilik 11 Holleman, JF. Kasus-kasus Sengketa dan Kasus-Kasus Di Luar Sengketa Dalam Pengkajian Mengenai Hukum Kebiasaan dan Pembentukkan Hukum Dalam Antropologi Hukum, Sebuah Bunga Rampai, Penyunting Ihrom.TO. Edisi Pertama. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. 1993. Hal73 12 Dimyati, Khudzaifah. Teorisasi Hukum Studi Tentang Perkembangan Pemikiran Hukum Di Indonesia 1945-1990, Cetakan Kedua. Muhammadiyah University Press. Surakarta. 2004. Hal 167 21
  • 22. merek, padahal telah ada peraturan yang mengatur tentang perlindungan merek, yakni UU No.15 Tahun 2001 Tentang Merek. Berdasarkan hal tersebut maka terdapat kesenjanganantara das sollen dan das sein.Kesenjangan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, seperti :Pertama, kurangnya pengetahuan masyarakat Bondowoso bahwa mengedarkan dan menjual barang palsu atau barang KW merupakansuatu pelanggaran tetapi menurut mereka hal itu bukanlah suatu pelanggaran. Hal ini dikarenakan belum daa para t penegak hukum yang menghentikan aktivitas mereka.Kedua, adanya faktor ekonomi, para penjual barang palsu ingin memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dengan cara membanting harga melalui obral. Obral merupakan salah satu strategi penjual untuk menarik minat pembeli supaya membeli dagangan mereka sebanyak mungkin. Ketiga, ikut berpartisipasinya konsumen, maksudnya adalah peredaran dan penjualan barang palsu tidak akan pernah ada jika konsumen tidak memintanya. Pada umumnya konsumen atau pembeli menginginkan suatu produk yang memiliki brand tapi dengan harga yang murah.Atas dasar persepsi tersebut, maka penjua lberlomba-lomba untuk menjual barang palsusesuai dengan minat masyarakat dan taklupa dengan harga yang murah. Barang-barang palsu yang banyak dijual di Kabupaten Bondowoso diadaptasi dari merek-merek yang telah memiliki banyak penggemar tersendiri, baik merek dari dalam negeri ataupun merek luar negeri seperti Hermes, Jimmy Cho, Dolce & Gabbana, Chanel, Louis Vuitton, Furla, Zara, Mango, Reebook, Nike, Cardinal, Dagadu, Jangkrik, Jely dan massih banyak lagi. Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan suatu peraturan yang dapatmemberikanperlindungan hukum terhadappemilikmerek yang seringkali mengalami eksploitasi komersil tanpa adanya kompensasi yang diberikan oleh para pelaku tersebut. Dengan adanya suatu peraturan tentang pelarangan peredaran dan penjualan barang palsu, diharapkan dapat meminimalisir bahkan menghentikan peredaran dan penjualan barang palsu di Kabupaten Bondowoso. 22
  • 23. C. Landasan Yuridis Salah satu pertimbangan yang digunakan untuk menyusun Rancangan Peraturan Daerah mengenai peredaran serta penjualan barang palsu di Kabupaten Bodowoso ialah karena ketidak efektifan implementasi dari Peraturan Perundang-undangan yang ada, yaitu UU No.15 Tahun 2001. Dalam problematika ini sebenarnya tidak terjadi kekosongan hukum dalam skala nasional, namun apabila dilihat secara lebih fokus memang belum ada Peraturan Daerah di Kabupaten Bondowoso yang mengatur mengenai peredaran barang palsu, sehingga setelah melihat fakta tentang maraknya peredaran barang palsu yang terjadi di wilayah Kabupaten Bondowoso muncullah suatu gagasan untuk membuat suatu Rancangan Peraturan Daerah yang nantinya dapat secara lebih khusus mengatur mengenai peredaran barang palsu di kabupaten Bondowoso. Sebenarnya UU No.15 tahun 2001 tidak mengalami tumpang tindih dengan Peraturan Perundang-undangan lainnya, apa yang diatur didalam substansi UU tersebut juga belum terlalu ketinggalan jaman. Namun daya berlaku dari UU tersebut sangatlah lemah. Sehingga dirasa perlu untuk membentuk Rancangan Peraturan Daerah guna memenuhi rasa keadilan masyarakat serta memberikan kepastian hukum bagi masyarakat di wilayah Kabupaten Bondowoso. Bukan hanya UU No. 15 tahun 2001 saja yang mengatur mengenai merek, namun terdapat berbagai ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang juga mengatur tentang merek baik secara vertikal maupun horizontal. Berikut beberapa Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan merek 1) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 2) UU No. 7 Tahun 1994 tentang Ratifikasi Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (Agreement Establishing The World Trade Organization). 3) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1995 tentang Komisi Banding Merek ditetapkan Tangga1 29 Agustus 1995. 4) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1993 tentang Tata Cara Permintaan Pendaftaran Merek ditetapkan Tangga1 31 Maret 1993. 5) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1993 tentang Kelas Barang atau Jasa Bagi Pendaftaran Merek ditetapkan Tangga1 31 Maret 1993. 23
  • 24. BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI MUATAN UNDANG-UNDANG, PERATURAN DAERAH PROVINSI, ATAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN/KOTA A. Jangkauan dan Arah Pengaturan Mengenai Pelarangan Peredaran dan Penjualan Barang Palsu dalam Bidang Mode Di Kabupaten Bondowoso Pembentukan suatu Rancangan Peraturan Daerah tentang Pelarangan Peredaran dan Penjualan Barang Palsu dalam Bidang Mode Di Kabupaten Bondowoso sebagai sasaran yang hendak diwujudkan. Perda ini diarahkan untuk menegakan hukum Hak Kekayaan Intelektual, khususnya Hak Merek, yaitu melalui pemberian sanksi bagi para pelaku usaha yang dengan sengaja mengedarkan maupun menjual barang palsu dalam bidang mode di pasaran. Pemberian sanksi juga dapat dikenakan kepada konsumen, mengingat selama ini konsumen juga ikut berperan dalam meningkatkan peredaran barang palsu.Sehingga dengan demikian, diharapkan dapat tercipta persaingan usaha yang sehat antara para pelaku usaha di Kabupaten Bondowoso.Perda ini juga diarahkan untuk mendorong dan memajukan kreativitas masyarakat Bondowoso untuk menghasilkan karya-karya yang berasal dari intelektualnya guna memenuhi kepentingan dan kebutuhan masyarakat, serta meningkatkan kemampuan daya saing produk intelektual khas lokal dengan produk yang berasal dari luar negeri. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan daya saing tersebut, yaitu dengan cara meningkatkan perlindungan hukum bagi para pelaku usaha lokal, dan memberikan kemudahan bagi para pelaku usaha lokal untuk mengakses pendaftaran guna memperoleh status atau sertifikat hak atas kekayaan intelektualnya.Rancangan peraturan daerah ini diarahkan oleh landasan filosofis yang mengarahkan pada perlindungan hukum Hak Kekayaan Intelektual yang adil, baik terhadap penemu, pencipta, maupun pendesain yang bermodal besar atau kecil. Kebutuhan hukum masyarakat Bondowoso yang menutut adanya Peraturan Daerah tentang Pelarangan Peredaran dan Penjualan Barang Palsu dalam Bidang Mode Di Kabupaten Bondowoso disebabkan oleh adanya kendala 24
  • 25. penerapan UU No.15 Tahun 2001 Tentang Merek, baik dari segi isi substansi hukumnya maupun kendala teknis dalam pelaksanaannya.Kendala dari segi substansi hukum, perlindungan terhadap hak merek masih terkesan lemah,terlihat UU No. 15 Tahun 2001 hanya menitikberatkan pada pengaturan barang/jasa.Selain itu, secara eksplisit Undang-Undang ini juga menyebut seluruh tindak pidana penggunaan merek terdaftar oleh para pihak yang beritikad buruk sebagai pelanggaran dan bukan kejahatan (pasal 94 ayat 2 UU No.15 Tahun 2001 Tentang Merek).Kemudian, pemalsuan merek merupakan delik aduan, yang diatur pada pasal 95 UU No.15 Tahun 2001. Dalam ilmu hukum pidana, hal ini berarti bahwa pasal-pasal pidana di dalam UU No.15 Tahun 2001 berlaku jika terdapat laporan dari seseorang yang dirugikan atas perbuatan orang lain. Dan sebaliknya, jika tidak ada laporan maka tidak akan ada penyidikan dari kepolisian. Kendala dari segi pelaksanaan, sistem perlindungan hak merek yang saat ini dianut oleh Indonesia adalah system first to file. Menurut sistem ini, pelanggaran merek hanya terjadi apabila ada tindakan-tindakan penggunaan merek terdaftar oleh pihak-pihak beriktikad buruk yang dilakukan dalam masa perlindungan atas merek yang bersangkutan sebagaimana tertera dalam sertifikat pendaftaran mereknya atau dengan kata lain tidak ada pelanggaran tanpa pendaftaran merek. B. Ruang Lingkup Materi Muatan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pelarangan Peredaran dan Penjualan Barang Palsu dalam Bidang Mode Di Kabupaten Bondowoso Materi muatan untuk Raperdatentang Pelarangan Peredaran dan penjualan Barang Palsu dalam Bidang Mode Di Kabupaten Bondowoso BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 Dalam Undang-undang yang dimaksud dengan : 1. Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka- angka, susunan warna, bentuk, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang dapat ditampilkan secara grafis dan memiliki daya pembedaserta digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan atau jasa. 25
  • 26. 2. Hak atas merek adalahhak khusus yang diberikan negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu, menggunakan sendiri merek tersebut atau memberi izin kepada seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk menggunakannya. 3. Barang palsu adalah barang yang diproduksi dan/atau diperdagangkan dengan menggunakan merek yang sama pada keseluruhannya dengan merek terdaftar milik pihak lain 4. Mode adalah adalah gaya berpakaian yang populer dalam suatu budaya. 5. Peredaran adalah perputaran mengelilingi suatu tempat. 6. Penjualan adalah pembelian sesuatu (barang atau jasa) dari suatu pihak kepada pihak lainnya dengan mendapatkan ganti uang dari pihak tersebut. 7. Distributor adalah perantara yang menyalurkan produk dari pabrikan (manufacturer) ke pengecer (retailer). 8. Produsen adalah orang atau kelompok yang menghasilkan jasa & barang. 9. Penjual adalah penghubung langsung antara perusahaan dan konsumen, dimana menurut pandangan mayoritas konsumen. 10. Pembeli adalah setiap orang yang menggunakan barang atau jasa. 11. Kejahatan pemalsuan adalah kejahatan yang di dalamnya mengandung sistem ketidak benaran atau palsu atas suatu hal (objek) yang sesuatunya itu nampak dari luar seolah-olah benar adanya, padahal sesungguhnya bertentangan dengan yang sebenarnya. 12. Penadahan adalah suatu perbuatan melawan hukum yang dapat dijerat dengan KUHP. BAB II Lingkup Barang Palsu Bagian Pertama Umum PASAL 2 1. Barang palsu sebagaimana diatur dalam rancangan peraturan daerah ini hanya meliputi barang palsu dibidang mode. 2. Barang palsu sebagaimana dimaksud padaayat (1) merupakan barang hasil kejahatan. 26
  • 27. PASAL 3 Setiap tindakan untuk membuat, memproduksi, mengedarkan, dan/atau menjual barang palsu merupakan kejahatan pemalsuan atas hak merek. Bagian Kedua Peredaran dan Penjualan Barang Palsu PASAL 4 1. Produsen yang dengan sengaja membuat dan/atau memproduksi barang palsu, sehingga merugikan hak orang lain dihukum atas kejahatan pemalsuan hak atas merek. 2. Distributor yang dengan sengaja membantu dan/atau mempermudah peredaran dan penjualan barang palsu dihukum sebagai orang yang membantu melakukan kejahatan pemalsuan. 3. Penjual yang dengan sengaja menjual barang palsu, sehingga menyebarluaskan peredaran barang palsu dihukum sebagai orang yang membantu melakukan kejahatan pemalsuan. 4. Pembeli yang dengan sengaja membeli barang palsu, dihukum sebagai orang yang melakukan kejahatan penadahan. BAB III Pasal 5 Ketentuan Sanksi Ketentuan sanksi mencakup beberapa hal, yaitu: 1. Sanksi Administratif, dapat berupa : a. Peringatan tertulis b. Pencabutan izin usaha 2. Sanksi perdata, dapat berupa: a. Ganti rugi terhadap korban atas kerugian yang telah ditimbulkan oleh pelaku kejahatan pemalsuan. 3. Sanksi Pidana Memuat ketentuan pidana pelanggaran ketentuan-ketentuan pasal tertentu Peraturan Daerah ini, diancam pidana kurungan dan denda disetorkan ke kas daerah. 27
  • 28. BAB IV Ketentuan Peralihan Peraturan-peraturan pelaksanaan dan peraturan lainnya yang telah ada sebelum berlakunya Perautan Daerah ini sepanjang materinya tidak bertentangan, dinyatakan masih tetap berlaku. BAB V Ketentuan Penutup Ketentuan ini merupakan peraturan yang mengatur mengenai peraturan pelaksanaan dari peraturan daerah ini dan menyatakan hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan daerah ini akan diatur dalam Keputusan Kepala Daerah. 28
  • 29. BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan kajian sebagaimana telah diuraikan pada bab-bab terdahulu, dapat ditarik kesimpulan, sebagai berikut : 1. Rancangan Peraturan Daerah tentang pelarangan dan Peredaran Barang Palsu Dalam Bidang Mode di Kabupaten Bondowoso harus memenuhi ketentuan Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. 2. Peredaran dan penjualan barang palsu dalam bidang mode Di Kabupaten Bondowoso yang semakin meningkat, berdasarkan hasil studi MIAP dengan LPEM FEUI terdapat 12 sektor industri pada periode 2002-2005, tindakan pemalsuan di industri sepatu, tekstil, pakaian jadi, rokok, dan pestisida selama periode tersebut menimbulkan kerugian mencapai Rp 4,4 triliun.Sehingga dengan demikian, masyarakat Bondowoso merasa perlu untuk dibentuk suatu peraturan daerah guna menanggulangi peredaran dan penjualan barang palsu. 3. Adapun teori-teori yang menjadi dasar sehingga disusunnya naskah akademik ini, antara lain reward theory, pemilik merek yang telah mengeluarkan waktu, biaya, dan tenaga dalam menghasilkan karya intelektualnya harus memperoleh kembali sesuai dengan apa yang telah dikeluarkannya tersebut. Selanjutnya, teori Robert M. Sherwood dalam teorinya risk theory, bahwa resiko yang mungkin timbul dari penggunaan secara illegal, sehingga menimbulkan kerugian secara ekonomis maupun moral bagi pencipta dapat dihindari, jika terdapat landasan hokum yang kuat maka dapat melindungi HKI tersebut. Berdasarkan teori-teori tersebut, maka naskah akademik ini disusun sebagai upaya untuk melindungi hak intelektual yang dimiliki para pemilik hak merek, sehingga hasil karya intelektual yang dihasilkannya melalui kerja keras dan pengorbanan mendapatkan perlindungan hokum guna mencegah bentuk eksploitasi secara komersial oleh pihak lain tanpa adanya kompensasi kepada pihak yang menghasilkan karya-karya intelektualnya. 4. Dalam suatu peraturan, asas-asas merupakan hal yang sangat penting. Norma- norma merupakan pengejawantahan dari asas yang ada dalam peraturan 29
  • 30. hukum.Dalam naskah akademik ini, asas yang digunakan adalah asas kepribadian, asas persekutuan, asas kesamaan, asas pemisahan antara baik dan buruk, asas perlindugan terhadap merek terdaftar, asas persamaan dan ketidaksamaan. 5. Sasaran yang akan diwujudkan dalam pembentukan rancangan peraturan daerah ini adalah : a. untuk lebih menigkatkan keadilan dan kepastian hukum dibidang hak merek guna memperlancar dan merealisasikan penegakan hukum. b. untuk menciptakan persaingan usaha yang sehat antara para pelaku usaha. c. untuk meningkatkan kreativitas masyarakat Bondowoso dalam hal menghasilkan karya-karya melalui intelektualnya guna memenuhi kebutuhan maupun kepentingan masyarakat. B. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut: 1. Pengajuan Raperda Pelarangan Peredaran dan Penjualan Barang Palsu dalam Bidang Mode di Kabupaten Bondowoso dalam Prolegda prioritas Tahun 2012 sebaiknya ditinjau ulang dan dirundingkan kembali antar instansi pemerintah, antara lain melibatkan Baleg DPRD, Ditjen HKI, Ditjen PP. 2. Agar Peraturan Daerah tentang Pelarangan Peredaran dan Penjualan barang palsu dalam bidang Mode di Kabupaten Bondowoso dapat mencapai tujuan, maka dalam penyusunannya harus memberdayakan masyarakat Bondowoso, agar semua aspirasi masyarakat setempat dapat tertampung semua dalam substansi raperda ini, sehingga ketika disahkan tidak akan mengalami penolakan dari masyarakat. 3. Pelaksanaan penerapan perda ini disarankan dilaksanakan oleh semua pihak, dan diberi fasilitas oleh pemerintah daerah setempat, yakni berupa koordinasi, pembinaan teknis, memantau pelaksanaan perda. 30