Bahasa indonesia membuatku_cerdas_kelas_6_edi_warsidi_&_farika_2008
Bahan ajar tentang
1. Bahan Ajar yang Bertopik
dan Bertingkat Kesulitan Runtut *
Els Herman**
Program Bahasa Indonesia LIA
1. Pengantar
Lembaga Bahasa LIA adalah salah satu unit dari Yayasan LIA
yang Brenda asli Lembaga Indonesia-Amerika. Lembaga LIA
didirikan pada tahun 1959 oleh beberapa orang Indonesia dan
Amerika dengan tujuan mempererat tali persahabatan antara
Indonesia dan Amerika melalui wahana bahasa dan budaya.
Pada tahun 1986, berdasarkan SK Menlu No. 1843/01/1986, nama
Lembaga Bahasa LIA diganti menjadi Perhimpunan Persahabatan
Indonesia-Amerika (PPIA). PPIA tidak merupakan badan hukum
yang berorientasi mencari laba dan tidak diizinkan memiliki aset.
Oleh karena itu, pada tahun 1986, Yayasan LIA, yang berbeda
statusnya dengan PPIA, didirikan untuk memperluas dan
meneruskan usaha di bidang pengajaran bahasa Inggris. Sejak
tahun itu pula, nama LIA dipakai hingga sekarang.
Sejak tahun 1997, karena banyaknya permintaan dari banyak
pihak, LIA mulai melayani masyarakat asing, di Jakarta
khususnya, dengan pengajaran bahasa Indonesia. Sejak dua tahun
yang lalu kami serius menggeluti dan mengembangkan pengajaran
bahasa Indonesia, antara lain dengan mendirikan Program Bahasa
Indonesia LIA (PBI-LIA), membuka beberapa kelas luar dan
dalam, memberikan pembekalan kepada guru-guru bahasa
Indonesia, mengikuti berbagai seminar dan lokakarya bahasa
Indonesia, dan menyusun bahan ajar sendiri.
*
Tulisan ini disajikan dalam Konferensi Internasional Pengajaran Bahasa Indonesia
untuk Penutur Asing (KIPBIPA) IV, 1—3 Oktober 2001, Denpasar, Bali.
**
Penulis adalah Koordinator Program Bahasa Indonesia LIA, Jakarta.
2. 2. Program Bahasa Indonesia LIA (PBI-LIA)
Pengembangan PBI merupakan tantangan tersendiri bagi LIA.
Meskipun kami mempunyai sumber daya dan kesempatan yang
cukup, bukan berarti pengembangan ini berjalan dengan mulus.
Kesempatan LIA untuk mengembangkan PBI dan menjaring calon
siswa cukup besar karena LIA berkedudukan di Jakarta,
Yogyakarta, dan Bandung, tempat terdapat banyak orang asing
yang akan belajar bahasa Indonesia. Dalam memasyarakatkan
PBI, selain melalui brosur dan informasi program LIA, kami juga
memanfaatkan jaringan yang sudah terjalin dengan perusahaan-
perusahaan swasta asing/nasional yang memakai jasa kami dalam
bidang pengajaran bahasa Inggris.
Dalam hal sumber daya manusia, LIA mempunyai cukup tenaga
pengajar yang sudah mendapatkan pelatihan mengajar dan
mempunyai pengalaman mengajar bahasa Inggris. Untuk dapat
mengajar bahasa Indonesia, pada tahun 1999 kami telah
mendatangkan tim dari Universitas Indonesia untuk memberikan
pembekalan kepada para guru tersebut. Hingga sekarang kami
masih memakai jasa konsultasi mereka dalam mengembangkan
PBI.
Salah satu kendala dalam pengembangan PBI adalah masalah
bahan ajar. Selama ini kami membebaskan para guru untuk
memilih/mempersiapkan bahan ajar sendiri. Masalah akan muncul
apabila seorang guru tiba-tiba berhalangan mengajar dan
digantikan oleh guru yang lain. Guru pengganti sering mendapat
kesulitan untuk meneruskan pelajaran karena mungkin dia
kurang siap atau tidak terbiasa dengan bahan ajar tersebut. Jika
ada buku pegangan standar, hal-hal seperti ini akan terhindarkan.
Waktu belajar di lembaga kami terbatas, yakni 30 jam/paket,
sesuai dengan keterbatasan waktu para siswa yang sebagian besar
datang dari kalangan pekerja aktif. Keterbatasan ini juga
membuat kami harus memilah dan memperhatikan bahan ajar
secara cermat.
Oleh karena itu, sejak dua tahun yang lalu manajemen LIA
menunjuk sebuah tim untuk menyusun buku pegangan bahasa
Indonesia. Tim itu terdiri atas staf bagian kurikulum, beberapa
guru bahasa Indonesia, dan konsultan bahasa Indonesia.
3. 3. Bahan ajar yang “baik”?
Sebagai langkah pertama sebelum menyusun bahan ajar, kami
melakukan penilaian terhadap bahan ajar yang sering kami pakai.
Kami juga mengukur kriteria apa yang kira-kira disebut baik
untuk sebuah bahan ajar.
Kriteria tersebut adalah sebuah buku. Kami berasumsi bahwa alih-
alih berupa bahan yang merupakan kompilasi, lebih baik bahan
ajar berbentuk buku. Berbeda dengan bahan ajar yang merupakan
kompilasi, bahan ajar berbentuk buku akan memiliki ragangan
(outline) yang lebih terarah—memiliki sistematika penyajian—di
samping memungkinkan siswa dan guru menyadari tingkat
kesulitan pelajaran. Dengan demikian, prinsip yang kami anut
dalam pembuatan bahan ajar berbentuk buku adalah bahwa buku
harus memenuhi kebutuhan siswa (lengkap), memuat topik-topik
secara runtut, serta memperhatikan tingkat kesulitan, terutama
tingkat kesulitan gramatikal (graded grammar) untuk memenuhi
kebutuhan siswa akan kemampuan berkomunikasi secara tertata .
Selama ini kami memakai beberapa buku pegangan sebagai bahan
ajar. Adapun pemakaian buku-buku itu membuat kami mendapat
masukan berikut.
Buku pertama yang kami nilai adalah Survival Indonesia yang
disusun oleh Tina Mariani. Pada hemat kami, buku tersebut cukup
menarik. Selain memakai ancangan komunikatif, topik yang
dibicarakan cukup lengkap. Namun, tingkat kesulitan gramatikal
tidak terlihat dalam buku ini, mungkin karena perhatian
penyusun terfokus pada topik dan fungsi komunikatifnya saja.
Buku yang kedua yang kami pakai adalah Colloquial Indonesian
karangan Sutanto Atmosumarto. Meskipun bernuansa
komunikatif, buku ini terlalu “pekat” dalam menguraikan aspek
tata bahasa sehingga kurang menunjang aspek komunikatif.
Buku yang ketiga adalah Bahasa Tetanggaku karya Ian J. White.
Buku ini menggunakan ancangan komunikatif. Dengan ancangan
itu, grammar focus tidak disajikan secara mendalam. Namun, pada
beberapa kesempatan, penjelasan tata bahasa diberikan secara
spesifik, misalnya penggunaan kata maka, pun, sambil,
sedangkan, sementara. Buku ini sesuai jika diajarkan kepada
siswa sekolah menengah internasional karena topiknya banyak
mengambil karakter anak-anak sekolah. Sebagai contoh, dalam
topik “Liburan”, yang dibahas adalah liburan anak-anak sekolah.
4. Buku keempat adalah Learn Indonesian yang disusun oleh J.D.
McGarry dan Sumaryono. Buku ini memakai ancangan struktural
sehingga sangat memperhatikan tingkat kesulitan tata bahasa dan
bahasa Indonesia ragam formal. Buku ini sangat komprehensif
dimulai dari struktur kalimat yang paling sederhana, misalnya Ini
buku., Itu pensil.; sampai ke tingkatan gramatikal me-i, me-kan
yang memerlukan waktu relatif lama untuk bisa berkomunikasi
secara aktif.
Kami menarik kesimpulan bahwa selain runtut dan lengkap
topiknya, serta memperhatikan tingkat kesulitan, sebuah bahan
ajar yang “baik” sebaiknya menggunakan ancangan komunikatif,
menyediakan bahan ajar lanjutannya, dan memperhatikan dunia
siswanya (customized and work environment oriented )—khusus
dalam hal yang terakhir disebutkan ini siswa dewasa
membutuhkan bahan ajar yang berbeda dengan kebutuhan anak
sekolah.
4. Speak Bahasa Indonesia karya PBI-LIA
Dari asumsi yang kami paparkan di atas, kami menyusun
kurikulum/silabus, lengkap dari tingkat pemula sampai terampil,
dengan sangat memperhatikan tingkat kesulitan gramatikalnya
(lih. lampiran silabus SBI).
Topik-topik dalam bahan ajar ini kami usahakan cukup runtut dan
mendekati lengkap. Keruntutan topik dimulai dari
memperkenalkan diri, aktivitas sehari-hari, kemudian lokasi, dan
seterusnya (lih. lampiran Daftar Isi). Ancangan komunikatif yang
kami gunakan juga kami tafsirkan sebagai arahan yang mampu
menetapkan topik-topik mana yang perlu didahulukan dalam
pengajaran untuk tingkat pemula dengan kebutuhan awal siswa di
Indonesia, mengingat siswa-siswa kita benar-benar real beginner.
Selain topik-topik yang berkaitan dengan keseharian hidup,
latihan-latihan yang diberikan juga diharapkan langsung
menyentuh kehidupan sehari-hari. Percakapan-percakapan
disampaikan dengan ragam formal dan informal dengan bahasa
yang “hidup” menurut situasinya. Bacaan dan latihan-latihan
dirancang untuk melatih peserta berbicara secara aktif.
Sentuhan structure diberikan secukupnya untuk menjelaskan
persoalan gramatikal yang muncul pada setiap model teks, dan
dilengkapi dengan latihannya. Terjemahan teks dan glossary dan
“More Words” diberikan semata-mata untuk memudahkan siswa
yang waktunya sangat terbatas. Meskipun bergantung pada teks,
unit-unit tata bahasa tetap memperhatikan tingkat kesulitan, dari
5. yang sederhana (independent verb) hingga yang kompleks (afiks
me-i).
Catatan budaya, sebagai elemen yang cukup penting dalam bahan
ajar ini, berfungsi untuk menjelaskan kekhasan budaya Indonesia,
membantu peserta mengantisipasi beberapa aspek budaya. Bahan
ajar ini kami beri judul Speak Bahasa Indonesia karena
bertujuan utama memandu siswa untuk bisa berbicara bahasa
Indonesia secara baik menurut situasinya dan benar menurut
aturan gramatikalnya dalam keterbatasan waktu siswanya.
5. Kesimpulan dan Harapan
Kami berusaha sebaik-baiknya untuk menyusun bahan ajar yang
sesuai untuk siswa dewasa yang memiliki waktu terbatas (30—60
jam). Di samping diharapkan mampu berkomunikasi sederhana
dalam kehidupan sehari-hari ( survival), siswa diharapkan pula
mempunyai bekal minimal (pengetahuan gramatikal) yang akan
bermanfaat apabila di lain waktu mereka ingin meneruskan
pelajaran. Akhirnya, kami berharap bahwa bahan ajar ini dapat
bermanfaat, tidak saja bagi guru yang mengajar di lingkungan
LIA, tetapi juga bagi guru-guru di luar LIA yang berminat
menggunakannya—buku ini diharapkan menjadi bahan self-study
dengan penggunaan bilingual .
Semua kritik dan masukan untuk penyempurnaan bahan ajar ini,
mohon dikirimkan melalui e-mail kepada: elsmyra@yahoo.com.
Pustaka Terpilih
Atmosumarto, Sutanto. 1994. Colloquial Indonesian: A Complete
Language Course. London: Routledge.
6. Mariani, Tina. 1997. Survival Indonesian: Daily Bahasa Indonesia for
Foreigners. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
McGarry, J.D. 1994. Learn Indonesian: Book One—Three. Fifth Edition.
New South Wales: MIP Publications.
Tim Bahasa Indonesia LIA. 2001. Speak Bahasa Indonesia. Jakarta: LIA.
White, Ian J. 1989. Bahasa Tetanggaku: A Notional-Functional Course in
Bahasa Indonesia. Melbourne: Longman Cheshire Pty Limited.
7. BIODATA
Dra. Els Myra Herman
Lahir tahun 1946, lulus Fakultas Sastra Inggris dan Filsafat, UKI, tahun
1967, lulus FKIP UT tahun 1994.
Pengalaman
Menjadi guru bahasa Inggris di IEC tahun 1973—1976. Tahun 1976
sampai sekarang berkarier di Yayasan LIA. Menjadi teacher trainer
tahun 1991 sampai sekarang dalam subjek pengajaran Learning
Theories, Methods and Approaches, Profile of a Teacher . Menjadi Lektor
Madya di STBA LIA tahun 1999 sampai sekarang. Menjadi guru bahasa
Indonesia tahun 1999 sampai sekarang. Berpengalaman mengajar bahasa
Inggris di berbagai instansi pemerintah dan swasta pada tahun 1968—
2001.