Dokumen tersebut membahas tentang feminisme dan gerakan kesetaraan gender. Ia menjelaskan definisi feminisme, gelombang feminisme, teori-teori yang mendasari feminisme seperti teori nature dan nurture, serta bentuk-bentuk diskriminasi gender seperti stereotip dan subordinasi. Dokumen ini juga membahas konsep gender dan perbedaannya dengan jenis kelamin.
1. FEMINISME DAN GERAKAN
KESETARAAN GENDER
Antik Bintari
(Puslitbang Gender dan Anak Unpad)
2. FEMINISME
• Feminisme adalah idiologi yang dikembangkan
oleh kalangan Eropa Barat dalam rangka
memperjuangkan persamaan antara dua jenis
manusia: laki-laki dan perempuan. Tujuan
mereka adalah menuntut keadilan dan
pembebasan perempuan dari kungkungan
agama, budaya, dan struktur kehidupan
lainnya.
3. • Meskipun feminisme adalah gerakan yang sudah tua,
namun baru tahun 60-an dianggap sebagai lahirnya gerakan
itu. Gerakan feminisme itu muncul di Amerika sebagai
bagian dari kultur radikal hak-hak sipil (civil rights) dan
kebebasan seksual (sexual liberation). Buku Betty Friedan
yang berjudul The Feminist Mystique (1963) laku keras.
• Setelah itu berkembang kelompok feminis yang
memperjuangkan nasib kaum perempuan memenuhi
kebutuhan praktis, seperti pengasuhan anak (childcare),
kesehatan, pendidikan, aborsi, dan sebagainya. Lantas,
gerakan itu merambat ke Eropa, Kanada, dan Australia yang
selanjutnya kini telah menjadi gerakan global dan
mengguncang Dunia Ketiga.
4. TEORI FEMINISME
FEMINISME
GOW
Gel.awal
Gel.ketiga
Gel. kedua
FEMINISME LIBERAL FEMINISME
POSTMODEREN
FEMINISME RADIKAL FEMINISME
MULTIKULTURAL
FEMINISME MARXIS/ FEMINISME GLOBAL
SOSIALIS EKOFEMINISME
FEMINISME
EKSISTENSIAL
FEMINISME
GYNOSENTRIS
11
5. GELOMBANG AWAL FEMINISME
FEMINISME
FEMINISME FEMINISME
LIBERAL:
RADIKAL : MARXIS/SOSIALIS:
Berkeinginan utk
memfokuskan pada perbedaannya bila sosialis
membebaskan
permasalahan menekankan pada
perempuan dari peran
ketertindasan penindasan gender dan
gender yg opresif,
perempuan (hak untuk kelas, marxis menekankan
yaitu peran yang
memilih adalah slogan pada masalah kelas sbg
digunakan sebagai
mereka). penyebab perbedaan
alasan utk memberikan
fungsi dan status
tempat yang lebih
perempuan
rendah
6. GELOMBANG KEDUA FEMINISME
FEMINISME EKSISTENSIAL
Melihat ketertindasan perempuan dari beban
reproduksi yang ditanggung perempuan, sehingga
tidak mempunyai posisi tawar dengan laki-laki
FEMINISME GYNOSENTRIS
Melihat ketertindasan perempuan dari perbedaan
phisik antara laki-laki dan perempuan, yang
menyebabkan perempuan lebih inferior dibanding
laki-laki.
4
3
7. GELOMBANG KETIGA FEMINISME
1. FEMINISME POSTMODEREN
Postmoderen menggali persoalan alienasi perempuan
seksual, psikologis, dan sastra dengan bertumpu pada
bahasa sebagai sebuah sistem
2. FEMINISME MULTIKULTURAL
Melihat ketertindasan perempuan sebagai “satu
definisi”, dan tidak melihat ketertindasan terjadi
dari kelas dan ras, preferensi sosial, umur,
agama, pendidikan, kesehatan, dsb
3. FEMINISME GLOBAL
Menekankan ketertindasannya dalam konteks
perdebatan antara feminisme di dunia yang sudah
maju dan feminisme di dunia sedang berkembang
4. EKOFEMINISME
Berbicara tentang ketidakadilan perempuan dalam
lingkungan, berangkat dari adanya ketidakadilan yang
dilakukan manusia terhadap non-manusia atau
alam.
8. BIDANG POLITIK
AGAMA
ISU-ISU HUKUM
ETIDAKADILAN MEDI MASSA
GENDER
POLITIK
EKONOMI
SUMBER :
KESEHATAN BUDAYA
PENDIDIKAN
PENGEMBANGAN KARIER
4
3
9. KONSEPSI GENDER
Istilah “gender” dikemukakan oleh para
ilmuwan sosial dengan maksud untuk
menjelaskan perbedaan perempuan
dan laki-laki yang mempunyai sifat
bawaan (ciptaan Tuhan) dan bentukan
budaya(konstruksi sosial).
GENDER Seringkali orang mencampuradukkan
ciri-ciri manusia yang bersifat kodrati
(tidakberubah) dengan yang bersifat
non-kodrati (gender)yang bisa berubah
dan diubah.
10. GENDER
Perbedaan peran, fungsi, dan tanggungjawab antara laki-
laki dan perempuan yang merupakan hasil konstruksi
sosial dandapat berubah sesuai dengan perkembangan
jaman.
11. bentuk-bentuk diskriminasi gender
• Stereotip/Citra Baku, yaitu pelabelan
terhadap salah satu jenis kelamin yang
seringkali bersifat negatif dan pada umumnya
menyebabkan terjadinya ketidakadilan.
Misalnya, karena perempuan dianggap ramah,
lembut, rapi, maka lebih pantas bekerja
sebagai sekretaris, guru Taman Kanak-kanak;
kaum perempuan ramah dianggap genit;
kaum laki-laki ramah dianggap perayu.
12. • Subordinasi/Penomorduaan, yaitu adanya
anggapan bahwa salah satu jenis kelamin
dianggap lebih rendah atau dinomorduakan
posisinya dibandingkan dengan jenis kelamin
lainnya. Contoh: Sejak dulu, perempuan
mengurus pekerjaan domestik sehingga
perempuan dianggap sebagai “orang rumah”
atau “tema yang ada di belakang”.
13. • Marginalisasi/Peminggiran, adalah kondisi
atau proses peminggiran terhadap salah satu
jenis kelamin dari arus/pekerjaan utama yang
berakibat kemiskinan. Misalnya,
perkembangan teknologi menyebabkan apa
yang semula dikerjakan secara manual oleh
perempuan diambil alih oleh mesin yang pada
umumnya dikerjakan oleh lakilaki.
14. • Beban Ganda/Double Burden, adalah adanya
perlakuan terhadap salah satu jenis kelamin
dimana yang bersangkutan bekerja jauh lebih
banyak dibandingkan dengan jenis kelamin
Lainnya.
15. TEORI NURTURE
• Menurut teori nurture, adanya perbedaan
perempuan dan laki-laki pada hakikatnya
adalah hasil konstruksi sosial budaya sehingga
menghasilkan peran dan tugas yang berbeda.
Perbedaan tersebut menyebabkan perempuan
selalu tertinggal dan terabaikan peran dan
konstribusinya dalam hidup berkeluarga,
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
16. TEORI NATURE
• Menurut teori nature, adanya perbedaan
perempuan dan laki-laki adalah kodrat
sehingga tidak dapat berubah dan bersifat
universal. Perbedaan biologis ini memberikan
indikasi dan implikasi bahwa di antara kedua
jenis tersebut memiliki peran dan tugas yang
berbeda.
17. TEORI EQUILIBRIUM
• Disamping kedua aliran tersebut, terdapat paham
kompromistis yang dikenal dengan keseimbangan
(equilibrium) yang menekankan pada konsep kemitraan dan
keharmonisan dalam hubungan antara perempuan dan laki-
laki.
• Pandangan ini tidak mempertentangkan antara kaum
perempuan dan laki-laki karena keduanya harus
bekerjasama dalam kemitraan dan keharmonisan dalam
kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, dan berbangsa.
Karena itu, penerapan kesetaraan dan keadilan gender
harus memperhatikan masalah kontekstual (yang ada pada
tempat dan waktu tertentu) dan situasional (sesuatu
situasi/keadaan), bukan berdasarkan perhitungan secara