Dokumen tersebut membahas tentang faktor-faktor penghambat implementasi kebijakan Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S) Langgeng Citra dalam program keterampilan persalonan di Pekon Kutadalom, Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus. Beberapa faktor penghambat yang diidentifikasi antara lain keterbatasan sarana prasarana, sumber daya manusia, dan modal.
Modul Ajar IPAS Kelas 4 Fase B Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Laporan Kegiatan Praktik Kerja Lapangan
1. Laporan Kegiatan Praktik Kerja Lapangan
FAKTOR-FAKTOR PENGHAMBAT IMPLEMENTASI
KEBIJAKAN PELATIHAN PERTANIAN DAN
PEDESAAN SWADAYA (P4S) LANGGENG CITRA
DALAM PROGRAM KETERAMPILAN PERSALONAN
DI PEKON KUTADALOM KECAMATAN GISTING
KABUPATEN TANGGAMUS
Oleh:
BARITA PASKAH MARIA SIAHAAN
0616041024
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
2009
2. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada tanggal 11 Juni 2005, Presiden RI mencanangkan adanya pembentukan
Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (RPPK) oleh pada hakekatnya
adalah menggalang komitmen dan mengubah paradigma semua pemangku
kepentingan pembangunan pertanian dan pembangunan dalam pedesaan swadaya.
Dengan demikian partisipasi aktif setiap pemangku kepentingan. Pusat Pelatihan
Pertanian dan Perdesaan Swadaya (P4S) adalah salah satu lembaga masyarakat
yang secara langsung berperan aktif dalam pembangunan pertanian melalui
pengembangan sumberdaya manusia yaitu petani dan masyarakat diwilayahnya,
dalam bentuk pelatihan, penyuluhan dan pendidikan dibarengi dengan pelayanan
yang terdiri dari pengembangan P4S dari sisi kelembagaan, sarana prasarana,
ketenagaan, dan jejaring kerja. Pada saat ini kebijakan P4S sudah terlaksana di
ke-33 provinsi selurh Indonesia dan disetiap provinsinya memiliki lebih dari satu
P4S sebab kebijakan ini terlaksana disetiap kabupaten. Salah satu kebijakan P4S
ini adalah P4S Langgeng Citra yang ada di Kecamatan Gisting Kabupaten
Tanggamus, provinsi Lampung.
Keberadaan P4S ini merupakan kebanggaan karena kelembagaan tersebut tumbuh
secara swadaya yang dilatarbelakangi dengan adanya sikap solidaritas antar
sesama petani untuk saling menularkan ilmu dan pengalaman tentang
keberhasilanny dalam berusaha tani melalui proses pembelajaran.
3. Masyarakat Indonesia khususnya masyarakat pedesaan tidaklah jauh berbeda
dengan masyarakat perkotaan. Salah satu perbedaan yang nampak jelas adalah
pola pikir mereka masing-masing yang dipengaruhi oleh lingkungan tempat
mereka tinggal. Masayarakat adalah sekelompok manusia yang bertempat tinggal
dalam lingkup/area dengan latar belakang yang majemuk, baik dari pendidikan,
perekonomian, budaya, dan sebagainya. Kemajemukan inilah yang menjadi
kekhasan bangsa. Selain pola pikiran masyarakat yang dipengaruhi lingkungan,
pola pikir juga dipengaruhi oleh latar belakang/jenjang pendidikan yang mereka
terima. Namun dibalik semua itu, tidak secara keseluruhan masyarakat desa
dikatakan kurang mampu berkompetisi dengan masyarakat luar.
Pada kenyataannya kegigihan semangat warga masyarakat desa sangat membantu
dalam mengembangkan potensi dan kemampuan mereka dalam mengelolah segala
sesuatu yang menurut mereka mampu diberdayakan dan disinilah peran penting
adanya kebijakan P4S bagi warga masayrakat setempat.
Kebijakan P4S Langgeng Citra yang bergerak dalam bidang pertanian ini juga
mengoptimalkan potensi dan pemberdayaan dalam upaya pedesaan swadaya.
Pedesaan swadaya sendiri meliputi pemberdayaan organisasi, usaha, sumber daya
manusia dan sebagainya. Salah satu contoh usaha pedesaan swadaya Langgeng
Citra adalah program keterampilan persalonan yang ada di Pekon Kutadalom
Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus. Walaupun pada implementasi
kebijakan tersebut khususnya dalam pedesaan swadaya tidak berjalan selancar
dengan perencanaannya tetapi kebijakan ini mampu bersinergis dengan kegiatan
4. dan prilaku pedesaan. Munculnya beberapa faktor penghambat dalam upaya
pedesaan swadaya program keterampilan persalonan menjadi penyebab kurang
lancarnya implementasi dari kebijakan ini. Maka dari pada itu, penelitian ini
dilakukan dengan menganalisis lebih dalam mengenai faktor-faktor penghambat
implementasi kebijakan P4S dalam program ketrampilan persalonan tersebut.
B. Identifikasi Masalah dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Dasar hukum yang digunakan dalam implementasi kebijakan P4S adalah
Peraturan Menteri Pertanian RI No. 299/Kpts/OT.140/7/2005 tentang organisasi
dan tata kerja Departemen Pertanian dengan menggunakan strategi meningkatkan
kemampuan pengelola P4S sebagai penyelenggara pelatihan dan pertanian
profesional.
Salah satu azaz yang digunakan adalah azas keswadayaan P4S dikembangkan
dengan tetap mejaga kemandirian melalui kemampuan memecahkan sendiri
masalah yang dihadapi baik masalah teknis, sosial maupun ekonomi dan prinsip
kemandirian yang bertujuan untuk mendorong tumbuh kembangnya keswadayaan
dibidang agribisnis, sehingga tidak tergantung kepada pemerintah dan pihak
lainnya.
Hal di atas memunculkan beberapa permasalahan, diantaranya:
1. Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S) Lenggang Citra
menjalankan kebijakannya dengan melaksanakan program pelatihan salon
5. kecantikan, pelatihan perbengkelan/montir, dan pelatihan pertanian organik
dan kesehatan hewan. Kemajemukan program ini berjalan dengan waktu yang
bersamaan dan membutuhkan kontrol baik dari pusat, kabupaten itu sendiri
dan dari warga masyarakat.
2. Komponen masyarakat yang kurang memiliki pengetahuan, skill dan
keterampilan mengakibatkan perlu adanya pelatihan dan penyuluhan dari
pusat mengenai program-program dari setiap kebijakan P4S sebagai upaya
bertukar pikiran dengan P4S diseluruh kabupaten di Indonesia ini.
3. Dalam perjalanannya, para pengelola P4S menghadapi berbagai masalah dan
kendala dalam mengelola diklat seperti keterbatasan informasi, baik ilmu
pengetahuan, teknologi, pasar, perbankan mayupun promosi
4. Prasarana dan sarana yang terbatas bagi penyelenggara P4S di setiap
kabupaten menjadi penyebab implementasi yang kurang lancar dan jauh dari
perencanaan
5. Keterbatasan permodalan yang dibutuhkan dalam menjalankan usaha dan
program-program kebijakan P4S.
6. Permasalahan lain yang dihadapi adalah bagaimana menata dan
mengembangkan kebijakan pembangunan pertanian, sehingga pemanfaatan
sumberdaya alam secara optimal berkelanjutan yang didukung oleh
pengembangan kelembaan yang efektif.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis mengajukan rumusan
masalah, yaitu :
“Faktor-faktor apakah yang menjadi penghambat implementasi kebijakan Pusat
Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S) dalam program keterampilan
persalonan Pekon Kutadalom Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus?”
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
6. Tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk mengindentifikasi dan
menganalisis faktor – faktor penghambat implementasi kebijakan P4S Langgeng
Citra dalam program keterampilan persalonan Pekon Kutadalom Kecamatan
Gisting Kabupaten Tanggamus.
2. Manfaat Penelitian
Adapun kegunaan dari hasil penelitian ini adalah:
1. Memperkaya khasanah Ilmu Administrasi Negara khususnya studi kebijakan
publik dan iplemntasi kebijakan publik.
2. Menjadi referensi dalam upaya memberi masukan dan memperbaiki kinerja
pengelola kebijakan P4S Langgeng Citra di pekon Kutadalom khususnya
dalam program keterampilan persalonan serta mengevaluasi kebijakan
tersebut.
D. Gambaran Umum Lokasi PKL
1. Sejarah Singkat Pekon Kutadalom
Awal mula kondisi tanah Pekon Kutadalom adalah tanah peladangan kebun,
belukar dan tanah rintisan dari warga Pekon Banjarmanis. Tanah-tanah tersebut
sebagian kecil sudah menjadi tanah peladangan dan kebun kopi atau lada,
sedangkan sebagian besar masih berupa belukar dan hutan lebat yang telah
menjadi tanah rintisan dari penduduk Pekon Banjarmanis. Penduduk Banjarmanis
merupakan penduduk pendatang pertama yang menemukan areal tanah tersebut
untuk dijadikan tempat pemukiman tempat tinggal dan perkebunan di wilayah ini.
7. Tanah-tanah tersebut secara keseluruhan dibeli (diborong) oleh tua-tua Pekon
Kutadalom yang secara sengaja datang dari daerah asalnya yaitu Cukuh Balak
(Putih Tanjung Betuah) berniat ingin mencari tempat tinggal yang baru (membuat
kampung) dipinggir jalan raya yang akan dilewati Kawat Telepon (Khanglaya
Kawak).
Waktu terjadinya transaksi jual beli tanah-tanah tersebut lebih kurang pada tahun
1920-an oleh tua-tua kampung Kutadalom, ini juga berkat bantuan dari tua-tua
Kampung Kedaloman selaku penghubung (penunjuk jalan mencarikan lokasi).
Tua-tua kampung Kutadalom yang akan berpindah itu terdiri dari 6 (enam)
kelompok keluarga besar yang terdiri atas 11 (sebelas) kepala keluarga
diantaranya yaitu:
1. Kelompok keluarga Saibatin diwakili oleh Bapak Hasyim.
2. Kelompok keluarga Minak Ya diwakili oleh Bapak Hi. Gozali, Bapak Hamim
dan Bapak Ibrahim (Muda Mas).
3. Kelompok keluarga Hi. Abdul Karim diwakili oleh Bapak Hi. Abdul Karim.
4. Kelompok keluarga Cinta Batin diwakili oleh Bapak Abbas.
5. Kelompok keluarga Abdullah diwakili oleh Bapak Abdullah dan Bapak
Komajaya.
6. Kelompok keluarga Minak Bangsa Niti diwakili oleh Bapak Batimin, Bapak
Akup dan Bapak Abdul Kholik.
Mereka inilah perintis pertama membuka lahan perkampungan Pekon Kutadalom,
setelah areal tanah tersebut menjadi hak milik mereka, selanjutnya mereka
mengadakan perundingan untuk menentukan cara-cara pembagian tanah untuk
8. menjadi milik per kelompok atau per keluarga menurut jumlah anggota keluarga
atau modal masing-masing.
2. Letak, Luas dan Batas Pekon Kutadalom
Letak dari wilayah Pekon Kutadalom bila menurut arah mata angin adalah
membujur dari arah Barat Laut ke Tenggara, memanjang dari arah Barat Laut ke
Tenggara dan melebar dari Timur Laut ke Barat Daya. Untuk ukuran luasnya
yaitu panjangnya dari Barat Laut ke Tenggara ± 3 km, lebarnya dari Barat Daya
ke Timur Laut ± 1 km, maka luasnya ± 3 km² = 3.000.000 m². Batas-batas Pekon
Kutadalom adalah sebagai berikut:
b. Sebelah Utara berbatasan dengan Way Tulung Bekuh (Wilayah Sukaraja).
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Way Tebu dan Tanah Belanda.
d. Sebelah Timur berbatasan dengan Wilayah Pekon Banjarmanis.
e. Sebelah Barat berbatasan dengan Tanah Erpah (Tanah Belanda).
3. Penduduk Pekon Kutadalom
Suku mayoritas yang menjadi pendudk Pekon Kutadalom adalah Suku Lampung
yang bersasal dari Cukuh Balak (Putih Tanjung Betuah). Sebutan lain untuk suku
ini adalah seputih (mereka yang pertama kali membuka lahan pekon). Seiring
dengan perubahan kondisi dan keadaan pada saat itu, Indonesia yang dijajah oleh
Belanda mengakibatkan pekon ini banyak berdatangan pendatang dari pulah jawa.
Hingga pada akhirnya terbagilah daerah ini menjadi tiga kelompok/daerah
berdasarkan suku. Ketiga kelompok atau daerah tersebut diantaranya:
9. 1. blok 1 (Kutadalom) dimana sebagian besar penduduk adalah masyarakat
dengan Suku Lampung dan sebagian kecil dengan Suku Jawa, Padang, Banten
dan Sunda.
2. blok 2 (Muara Agung) dimana sebagaian besar penduduk adalah masyarakat
dengan Suku Jawa, Sunda, Batak dan Banten.
3. Blok 3 (Tegal Sari) dimana sebagian besar penduduk adalah masyarakat
pendatang dan hampir seluruh suku dari blok 1 dan 2 terdapat dalam blok ini.
Jumlah penduduk Pekon Kutadalom berdasarkan arsip Pekon Kutadalom
mencapai 2.777 warga, terdiri dari 1.426 warga laki-laki dan 1.351 warga
perempuan. Pekon ini juga terdiri dari 611 KK.
4. Perekonomian Pekon Kutadalom
Perekonomian Pekon Kutadalom didukung dengan sektor perdagangan dan
pertanian. Kondisi alam Pekon Kutadalom yang sangat mendukung dalam sektor
ini, menjadikan mata pencaharian petani dan peladang sebagai mata pencaharian
mayoritas masyarakat pekon. Namun berhubung kondisi geografis pekon yang
merupakan daerah pegunungan (perbukitan) maka masyarakat perkon melakukan
perladangan/perkebunan mereka dengan cara berpindah tempat. Hasil perkebunan
yang dihasilkan sebagian besar adalah kopi, lada dan cengkeh sedangkan hasil
pertanian mereka adalah sayur mayur dan padi.
Seiring dengan perkembangan zaman, pola pikir masyarakat pekon ini pun
berubah. Tidak sedikit masyarakat pekon yang berlatar belakang pendidikan
formal. Walaupun hanya sebagian kecil tetapi penduduk Pekon Kutadalom juga
10. terdiri dari warga yang bermata pencaharian sebagai Pegawai Negri Sipil, guru
honorer dan pegawai swasta.
5. Pemimpin Pekon Kutadalom
Sejak tahun 1973 sampai pada saat ini, Pekon Kutadalom memiliki beberapa
pemimpin atau Kepala Pekon yang sengaja digantikan secara periodik. Kepala
Pekon adalah mereka yang dipercayaka oleh warga pekon dalam mengelola
kelangsungan pekon baik dari cara/sistem/administrasi pekon terhadap warga dan
kepemerintahan daerah. Tradisi dari pekon ini dalam pemilihan Kakon adalah
calon kakon yang bersasal dari keturunan dari perintis pertama Pekon Kutadalom.
Beberapa kakon yang pernah menjabat diantaranya:
1. Bapak Sirajudidn Yahya (1973-1989) keturunan dari Bapak Hasyim. Beliau
adalah perintis dalam pemisahan Pekon Kutadalom dan Banjarmanis.
2. Bapak Syarifuddin Amin (1989-1997 dan 1998-2006) keturunan dari Bapak
Abdullah. Beliau ini menjabat selama dua periodik.
3. Bapak Nurul Fihri Rahman (2006-sekarang) keturunan dari Bapak Abdullah.
Selain dengan adanya kakon, Pekon Kutadalom juga dibantu dengan Kepala
Dusun atau disebut dengan kadus.
Pekon kuta dalom terdiri dari 4 dusun, dimana kadus masing-masing diantaranya:
1. kadus 1 Kutadalom : Bapak Abdurrohim
2. kadus 2 Muara Agung : Bapak Abu Sara