Problematik sektor kehutanan perkebunan di provinsi riau edit
1. Problematik Sektor Kehutanan-
Perkebunan di Provinsi Riau
Terhadap Rencana Tata Ruang
Disampaikan Pada:
Forum Diskusi “Menjalin Peran Para Pelaku Penataan Ruang”
Batam , 29-30 Juli 2010
Oleh
Raflis
Local Unit Manager
Forest Governance Integrity
Transparecy International Indonesia
2. HIRARKHI PENGURUSAN HUTAN MENURUT UU 41/1999
HUTAN DAN ISINYA DIKUASAI NEGARA – DIURUS OLEH PEMERINTAH
1. PENGURUSAN HUTAN
1.1. Perencanaan Kehutanan
1.2. Pengelolaan hutan
1.3. Litbang, diklat, & Penyuluhan
1.4. Pengawasan
1.1. PERENCANAAN KEHUTANAN
1.2. PENGELOLAAN HUTAN
1.1.1. Inventarisasi hutan,
1.1.2. Pengukuhan kawasan hutan, 1.2.1. Tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan,
1.1.3. Penatagunaan kawasan hutan, 1.2.2. Pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan,
1.1.4. Pembentukan wil. pengelolaan hutan, 1.2.3. Rehabilitasi dan reklamasi hutan,
1.1.5. Penyusunan rencana kehutanan. 1.2.4. Perlindungan hutan dan konservasi alam.
1.1.1. INV HUTAN 1.1.2. PENGUKUHAN 1.1.3. PENATAGUNAAN
1.1.4. PEM WIL PH
KWS HTN KWS HTN
Inv. hutan tingkat nasional, Penunjukan kws hutan Tingkat Nasional
Inv. hutan tingkat wilayah, Penataan batas kws hutan Penetapan Fungsi Kws Hutan
Tingkat Provinsi
Inv. hutan tingkat DAS, Pemetaan kws hutan, Penetapan Penggunaan Kws Hutan
Tingkat Kab/Kota
Inv. hutan tingkat UP Penetapan kws hutan
3. Pengaturan Pola Ruang
• Kepmen 137 tahun 1986 tentang TGHK
– Kategori kawasan yang ditetapkan: 1) Hutan Lindung, 2)Hutan Produksi
terbatas, 3)Hutan Produksi, 4)Hutan Produksi Konversi
• Kepres 32 tahun 1990 tentang pengelolaan kawasan lindung
– Kategori yang ditambahkan adalah kawasan bergambut
– Idealnya setelah kepres 32 keluar TGHK direvisi
• Perda No 10 Tahun 1994 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Riau
– Kategori kawasan yang ditetapkan: 1)APK Kehutanan, 2)APK Perkebunan,
Kawasan Lindung
– Sebagian kawasan bergambut ditetapkan sebagai kawasan Lindung
– Sampai Saat ini Dephut tidak mengakui Perda No 10 tahun 1994, tetapi tidak
ada peraturan yang membatalkan perda ini.
• PP No 47 tahun 1997 dan PP 26 tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Nasional
– Kriteria dalam TGHK dan Kepres 32 tahun 1990 dimasukkan sebagai kriteria
kawasan
– Lampiran VII PP 26 tahun 2008 menjelaskan kawasan lindung dan budidaya
dalam RTRWN
4. Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK)
Kepmen 137 tahun 1986
TGHK
TGHK Update
5. TGHK Kepmen 137 tahun 1986
A . Hutan Tetap
1. HutanLindung 228.793,82 ha
2. Hutan Suaka Alam dan Hutan Wisata 531.852,65 ha
3. HutanProduksiTerbatas 1.605.762,78 ha
4. HutanProduksiTetap 1.815.949,74 ha
5. HutanMangrove /Bakau 138.433,62 ha
LuasHutanTetap 4.320.792,61 ha
B. Hutan Produksi Konversi dan Areal Penggunaan lain
4.277.964,39 ha
Total 8.598.757,00
Sumber: Statistik Dinas Kehutanan Provinsi Riau, 2006
6. Perda No 10 Tahun 1994
1. Arahan Pengembangan Kawasan Hutan 2.872.491 33,41 ha
2. Hutan Lindung 161.823 1,88 ha
3. Kawasan Lindung Gambut 830.235 9,66 ha
4. Cagar Alam/SA/SM 570.412 6,63 ha
5. Kawasan Sekitar Waduk /Danau 20.024 0,23 ha
6. Kawasan Pengembangan Perkebunan, Transmigrasi,
Pemukiman, dan Penggunaan lain (nonKehutanan) 4.143.772
48,19 ha
Jumlah 8.598.757 100
Sumber: Statistik Dinas Kehutanan Provinsi Riau Tahun 2006
7. Pelanggaran Perizinan Terhadap TGHK
Kehutanan : Izin Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HT)
No Fungsi Luas ha
1 Area Penggunaan Lain (APL) 3568
2 Hutan Lindung 4635
3 Hutan Produksi Terbatas 651633
4 Hutan Suaka Alam dan Hutan 12264
Wisata
Jumlah 1022563
8. Pelanggaran Perizinan Terhadap TGHK
(Perkebunan)
No Peruntukan Luas (ha)
1 Hutan Lindung (HL) 12,033
2 Hutan Produksi (HP) 102,958
3 Hutan Produksi Terbatas (HPT) 114,346
4 Hutan Produksi Yang Dapat Di Konvesi (HPK) 1,010,229
5 Hutan Suaka Alam dan Hutan Wisata 4,058.
Jumlah 233397
perizinan pada HPK harus mendapatkan pelepasan kawasan hutan dari mentri kehutanan
9. Pelanggaran HTI/IUPHHK-HT
Terhadap Perda 10 1994
• AP Lainnya 22,173.41
• APK Perkebunan 186,709.62
• APK Pertanian 1,296.11
• APK Transmigrasi 11,063.89
• APK yang Diprioritaskan
2,344.28
• Kawasan Lindung 368,417.43
• Jumlah 592,004.74
10. Pelanggaran Perizinan Perkebunan
Terhadap Perda 10 1994
AP Lainnya 22,173.41 ha
APK Pertanian 1,296.11 ha
APK Transmigrasi 11,063.89 ha
APK yang Diprioritaskan 2,344.28 ha
Kawasan Lindung 368,417.43 ha
Jumlah 405,295.12
11. Pelanggaran Perkebunan dan HTI/IUPHHK_HT
terhadap Kawasan Bergambut
Perizinan yang berada pada kawasan gambut
dalam (Lebih dari 4m)
• Perkebunan seluas 96 645 ha
• HTI/ IUPHHK-HT seluas 614 150 ha
14. Mandat Penertiban Pola Ruang dalam
UU No 26 Tahun 2007
• Pasal 77
– Pada saat rencana tata ruang ditetapkan, semua
pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata
ruang harus disesuaikan dengan rencana tata ruang
melalui kegiatan penyesuaian pemanfaatan ruang.
– Pemanfataan ruang yang sah menurut rencana tata ruang
sebelumnya diberi masa transisi selama 3 (tiga) tahun
untuk penyesuaian.
– Untuk pemanfaatan ruang yang izinnya diterbitkan
sebelum penetapan rencana tata ruang dan dapat
dibuktikan bahwa izin tersebut diperoleh sesuai dengan
prosedur yang benar, kepada pemegang izin diberikan
penggantian yang layak.
15.
16. Izin Perkebunan dan HTI yang ditetapkan sebagai
kawasan lindung dalam PP 26 Tahun 2008
• Lampiran 7 PP 26 Tahun 2008 Menetapkan sebagian besar wilayah provinsi riau sebagai
kawasan lindung
• Hasil Overlay analisis terhadap Peta pola ruang wilayah nasional terhadap perizinan HTI dan
Perkebunan didapatkan:
– 860 367 ha berada pada perizinan HTI
– 224 692 ha berada pada perizinan perkebunan
17. Mandat Penertiban UU 26 tahun 2007
Mekanisme batal demi hukum
– Akibat perubahan RTRWN dan ada penyimpangan dalam proses
pemberian izin (Pelanggaran TGHK, Perda 10 tahun 1994, Kawasan
bergambut)
– Hasil overlay analisis pelanggaran perizinan terhadap RTRWN
ditemukan perizinan yang harus ditertibkan seluas:
• 801,743 ha izin HTI/IUPHHK-HT berada dalam kawasan lindung
• 151,205.00 ha izin perkebunan dalam kawasan lindung
18. • Mekanisme dapat dibatalkan dan pemilik izin mendapat penggantian yang layak
– Izin didapatkan melalui prosedur yang benar tetapi ditetapkan sebagai
kawasan lindung dalam RTRWN
– Tidak melanggar TGHK, Perda 10 maupun kawasan bergambut tetapi
ditetapkan sebagai kawasan lindung dalam RTRWN ditemukan seluas:
• HTI/IUPHHK-HT seluas 57,995 ha
• Perkebunan seluas 1021 ha
19. Upaya Perlawanan secara konstitusi terhadap
UU 26 tahun 2007
Pemutihan Pelanggaran dalam draft RTRWP
– Kehutanan (Perizinan HTI/IUPHHK-HT)
• Pelanggaran TGHK, perda 10 tahun 1994 dan kawasan Bergambut
tetapi diusulkan sebagai kawasan HTI/ Pencadangan HTI dalam
draft RTRWP
• Kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan lindung nasional
tetapi diusulkan sebagai kawasan budidaya kehutanan dalam draft
RTRWP
– Perkebunan (Perizinan Perkebunan)
• Pelanggaran TGHK, Perda 10 tahun 1994 dan kawasan bergambut
tetapi diusulkan sebagai kawasan Budidaya perkebunan dalam
draft RTRWP
• Kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan lindung nasional tetapi
diusulkan sebagai kawasan budidaya perkebunan dalam draft
RTRWP
20.
21.
22. Tabel dan peta Pemutihan
Pelanggaran
Pemutihan Perizinan sektor Kehutanan
- Ditetapkan sebagai kawasan Lindung dalam
PP 26 tahun 2008, diusulkan sebagai kawasan
hutan produksi dalam draft RTRWP Riau
- UU 26 tahun 2007 mengamanatkan untuk
penertiban
23. Upaya Perlawanan secara konstitusi
terhadap UU 26 tahun 2007
• Pembentukan Tim terpadu departemen kehutanan
– Dalam melakukan riset/ analisis parameter pertama yang dilihat adalah legalitas perizinan ini
sangat bertentangan dengan mandat penertiban izin dalam UU no 26 tahun 2007
25. Studi Kasus I (Hutan Desa)
Hutan Desa
• Desa Teluk Binjai Mengajukan permohonan rekomendasi hutan desa
kepada Bupati pelalawan dengan surat No. 140/PMD-TB/TB/2009/43
tertanggal 8 Juni 2009.
• Tidak adanya tanggapan dari Bupati,
• Masyarakat mengirimkan surat langsung kepada Menteri Kehutanan No.
140/PMD-TB/2009/70 tertanggal 1 Agustus 2009.
• Pada 27 Juli 2009 YMI mengirimkan surat Permohonan Tanggapan
terhadap Pengajuan Hutan Desa.
• Pada 19 Agustus 2009 berkenaan dengan surat balasan Bupati No.
522.11/PEM/2009/475 yang menyatakan bahwa “Bupati tidak dapat
memenuhi permohonan masyarakat akibat telah adanya izin konsesi
perusahaan di areal yang sama.”
26. Studi Kasus II (Pelanggaran HAM)
• PT Arara Abadi (HTI) Pembakaran rumah
penduduk oleh brimob, masyarakat ditangkap
dengan tuduhan memasuki kawasan hutan
secara tidak syah
• PT Sumatra Silva Lestari (HTI) konflik berdarah
• PT Torganda (Perkebunan) konflik berdarah
• PT Tribakti Sari Mas (Perkebunan) konflik
berdarah
27.
28. Studi Kasus III Pelanggaran RTRWN
SK 327/Menhut-II/2009
SK…. PT RAPP
29.
30.
31. Kesimpulan
• Data dan informasi yang dimiliki lembaga negara tidak terbuka, Antar
lembaga negara memiliki data yang berbeda Untuk itu perlu didorong UU
Kebebasan memperoleh informasi
• Selama ini tata ruang hanya sebagai dokumen yang tidak bisa diakses oleh
publik sehingga masyarakat tidak bisa memberikan masukan / melakukan
pengawalan terhadap rencana tata ruang yang sudah ditetapkan.
• Dalam pemberian izin banyak terjadi pelanggaran dan tidak baik terhadap
TGHK, RTRWP maupun kawasan bergambut.
• Pelanggaran tata ruang dilakukan secara bersama sama mulai dari tingkat
kabupaten, provinsi maupun nasional.
• Penyusunan Rencana tata ruang lebih memikirkan investasi dibandingkan
dengan keselamatan warga
• Dampak langsung dari pemberian izin skala besar mengakibatkan
tingginya konflik tenurial serta bencana banjir sebagai akibat dampak
dari
32. Saran
• Seluruh stakehoder harus menyadari dan mengakui kesalahan
masa lalu untuk dilakukan perbaikan.
• Perlu dilakukan transparansi data yang digunakan dalam
penyusunan rencana tata ruang sehingga masing masing
stakeholder bisa mempelajari dan memberikan masukan
• Terhadap perizinan yang diduga melanggar aturan perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut
• Perlu dilakukan moratorium penebangan hutan alam pada
perizinan yang sudah dikeluarkan dan ditetapkan sebagai
kawasan lindung dalam RTRWN