SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  49
PERANAN LEMBAGA
          PERADILAN DALAM PELAKSANAAN
             KEKUASAAN KEHAKIMAN DI
                    INDONESIA
            ERA REFORMASI




TUGAS AKHIR MAKALAH KOMPREHENSIF


    Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial
    Universitas Negeri Yogyakarta untuk
 Memenuhi Sebagian Syarat
    Program S1-KKT




      Disusun Oleh:
       Nurfatimah
       11401279015




                                           1
PRODI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DAN HUKUM
 JURUSAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DAN HUKUM
               FAKULTAS ILMU SOSIAL
          UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
                        2012

                                 BAB I
                             PENDAHULUAN


       Indonesia merupakan negara yang menjunjung tinggi hukum. Hal
tersebut secara eksplisit tertuang dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar
Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa
Indonesia adalah negara hukum. Bila negara hukum dikaitkan dengan teori
kedaulatan hukum, maka supremasi dari suatu negara tidak terletak pada
negara itu tetapi pada hukum itu sendiri.
       Hukum mempunyai posisi yang strategis dan dominan dalam kehidupan
masyarakat berbangsa dan bernegara. Hukum sebagai suatu sistem dapat
berperan dengan baik dan benar di tengah masyarakat jika instrumen
pelaksanaannya dilengkapi dengan kewenangan-kewenangan dalam bidang
penegakan hukum. Menurut Friedman, sistem hukum tersebut tersusun dari
sub-subsistem hukum yang berupa substansi hukum, struktur hukum dan
budaya hukum. Ketiga unsur tersebut sangat menentukan apakah suatu sistem
hukum dapat berjalan dengan baik atau tidak. Substansi hukum menyangkut
aspek-aspek pengaturan hukum atau peraturan perundang-undangan. Struktur
hukum lebih menekankan pada aparatur serta sarana dan prasarana hukum itu
sendiri. Sementara budaya hukum menyangkut perilaku masyarakat terhadap
hukum itu sendiri (Marwan Effendy, 2005:1). Dengan demikian maka di dunia
ini tidak ada negara hukum yang tidak memiliki lembaga penegak hukum
sebagai pemegang kekuasaan kehakiman mengingat pentingnya penegakkan
hukum tersebut. Bahkan, kualitas suatu kekuasaan kehakiman dijadikan
sebagai salah satu indikator untuk menentukan seberapa demokratisnya suatu



                                                                           2
negara hukum. Konsekuensi logis bagi Indonesia sebagai negara hukum adalah
Indonesia harus memiliki seperangkat penegak hukum, secara konstitusional
dikenal dengan istilah kekuasaan kehakiman. Hal tersebut secara eksplisit
diatur dalam Pasal 24 Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik
Indonesia Tahun 1945.
       Menjunjung tinggi hukum merupakan hak sekaligus kewajiban bagi
seluruh warga negara Indonesia selaku negara yang menganut paham negara
hukum. Terlebih lagi dalam hal penegakkan hukum, selain peranan lembaga
negara yang berwenang dalam hal penegakan hukum dan pemegang kekuasaan
kehakiman, peran aktif dari warga negara juga sangat diperlukan agar hukum
dapat ditegakkan dengan adil dan tidak memihak. Seperti yang kita ketahui
bersama bahwa hukum dan penegakan hukum merupakan faktor penting dalam
sistem hukum di negara manapun, begitu pula di Indonesia. Agar hukum dapat
ditegakkan dan pelanggar hukum mendapatkan sangksi yang tegas dan sesuai
maka keberadaan lembaga penegak hukum dan lembaga peradilan menjadi
sangat penting guna mengawal kehidupan masyarakat agar menjadi masyarakat
yang sadar hukum dan kehidupan yang damai sejahtera dan tertib hukum dapat
tercapai. Salah satu upaya nyata yang dapat ditempuh guna mewujudkan warga
negara yang sadar hukum dan menjunjung tinggi hukum adalah melalui jalur
akademis, yakni melalui mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Mata
Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang
memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu
melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara
Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia
Tahun 1945. Hakekat pendidikan kewarganegaraan adalah upaya sadar dan
terencana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa bagi warga negara dengan
menumbuhkan jati diri dan moral bangsa sebagai landasan pelaksanaan hak
dan kewajiban dalam bela negara, demi kelangsungan kehidupan dan kejayaan
bangsa dan negara (standar isi PKn).




                                                                        3
Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang bertujuan
untuk menjadikan peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut ini:
      16 Berpikir secara kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu
        kewarganegaraan.
      26 Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak
        secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, bebangsa, dan
        bernegara, serta anti-korupsi.
      36 Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri
        berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat
        hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya.
      46 Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia
        secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi
        informasi dan komunikasi.

           Ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
      meliputi aspek-aspek berikut ini:
      16 Persatuan dan Kesatuan bangsa, meliputi: Hidup rukun dalam
        perbedaan, Cinta lingkungan, Kebanggaan sebagi bangsa Indonesia,
        Sumpah Pemuda, Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia,
        Partisipasi dalam pembelaan negara, Sikap positif terhadap negara
        Kesatuan Republik Indonesia, Keterbukaan dan jaminan keadilan.
      26 Norma, hukum dan peraturan, meliputi: Tertib dalam kehidupan
        keluarga, Tata tertib di sekolah, Norma yang berlaku di masyarakat,
        Peraturan-peraturan daerah, Norma-norma dalam kehidupan
        berbangsa dan bernegara, Sistem hukum dan peradilan nasional,
        Hukum dan peradilan internasional.
      36 Hak asasi manusia, meliputi: Hak dan kewajiban anak, Hak dan
        kewajiban anggota masyarakat, Intrumen nasional dan internasional
        HAM, Pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM.
      46 Kebutuhan warga Negara, meliputi: Hidup gotong royong, Harga
        diri sebagai warga masyarakat, Kebebasan berorganisasi,
        Kemerdekaan mengeluarkan pendapat, Menghargai keputusan
        bersama, Prestasi diri, Persamaan kedudukan warga negara.
      56 Konstitusi Negara, meliputi: Proklamasi kemerdekaan dan
        konstitusi yang pertama, Konstitusi-konstitusi yang pernah
        digunakan di Indonesia, Hubungan dasar negara dengan konstitusi.
      66 Kekuasaan dan Politik, meliputi: Pemerintahan desa dan
        kecamatan, Pemerintahan daerah dan otonomi, Pemerintah pusat,
        Demokrasi dan sistem politik, Budaya politik, Budaya demokrasi
        menuju masyarakat madani, Sistem pemerintahan, Pers dalam
        masyarakat demokrasi.
      76 Pancasila, meliputi: Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi
        negara, Proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara,
        Pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari,
        Pancasila sebagai ideologi terbuka.


                                                                         4
86 Globalisasi meliputi: Globalisasi di lingkungannya, Politik luar
         negeri Indonesia di era globalisasi, Dampak globalisasi, Hubungan
         internasional dan organisasi internasional, dan mengevaluasi
         globalisasi (standar isi PKn).

       Berkaitan dengan uraian di atas, tentang tujuan dan ruang lingkup mata
pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, maka penulisan ini akan difokuskan
pada pembahasan mengenai peranan lembaga peradilan nasional. Hal tersebut
juga menjadi salah satu standar kompetensi dan kompetensi dasar mata
pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang ada di sekolah. Pendidikan
Kewarganegaraan yang diberikan untuk kelas X SMA/MA semester 1 standar
kompetensi yang harus dimiliki siswa salah satunya adalah, menampilkan sikap
positif terhadap sistem hukum dan peradilan nasional, untuk dapat
mewujudkan hal tersebut maka diperlukan kajian mengenai sistem hukum dan
peradilan nasional secara mendalam. Namun, penulisan ini hanya akan
difokuskan pada kompetensi dasar peranan lembaga-lembaga peradilan
nasional dengan judul, “Peranan Lembaga Peradilan dalam Pelaksanaan
Kekuasaan Kehakiman di Indonesia Era Reformasi”.
       Adapun tujuan penulisan ini adalah untuk mengembangkan materi
pembelajaran di SMA/MA khususnya pada kelas X semester 1. Tulisan ini
berupaya memberikan gambaran dan deskripsi mengenai peranan lembaga
peradilan dalam pelaksanaan Kekusaan Kehakiman di Indonesia Era
Reformasi. Diharapkan dengan adaya pembahasan mengenai peranan lembaga
peradilan dalam melaksanakan Kekusaan Kehakiman di Indonesia era
reformasi, peserta didik dapat memahami dan menganalisis peranan-peranan
lembaga peradilan yang ada di Indonesia era reformasi dengan lebih baik
sehingga tujuan yang hendak dicapai dalam mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan dan nilai-nilai yang ingin ditanamkan pada peserta didik
dapat tercapai. Karena perlu kita ketahui bersama bahwa pembahasan
mengenai peranan lembaga peradilan nasional tidaklah mudah dan tidak dapat
dilakukan secara singkat mengingat cakupan materinya yang sangat luas dan
kompleks sehingga, diperlukan pembahasan khusus secara mendalam dan
menyeluruh mengenai peranan lembaga peradilan nasional. Oleh sebab itu


                                                                           5
tulisan ini akan berupaya membahas dan menguraikan mengenai hal-hal
 berikut ini:
 16      Apa yang dimaksud dengan peradilan nasional dan pengadilan?
 26      Bagaimana peranan lembaga atau badan peradilan dalam pelaksanaan
     kekuasaan kehakiman di Indonesia era reformasi?
                                     BAB II
                                  PEMBAHASAN


A6    Pengertian Peradilan Nasional dan Pengadilan
 16 Pengertian Peradilan Nasional
            Peradilan yang dalam bahasa Belanda disebut rechtspraak dan dalam
     bahasa Inggris disebut judiciary adalah segala sesuatu yang berhubungan
     dengan tugas negara dalam menegakkan hukum dan keadilan (Subekti,
     1987:91-92). Peradilan berasal dari kata “adil” yang diambil dari bahasa
     Arab yang sudah diserap dalam bahasa Indonesia yang artinya proses
     mengadili atau suatu upaya untuk mencari keadilan atau penyelesaian
     sengketa hukum di hadapan badan peradilan menurut peraturan yang
     berlaku. Peradilan merupakan suatu pengertian yang umum, dalam bahasa
     Arab peradilan disebut al-Qadha yang artinya proses mengadili dan proses
     mencari keadilan (Gemala Dewi, 2005:3). Menurut Sjachran Basah
     (1985:112) peradilan adalah segala sesuatu yang bertalian dengan tugas
     memutus perkara dengan menerapkan hukum dan/atau menemukan hukum
     “in concreto” dalam mempertahankan dan menjamin ditaatinya hukum
     materiil, dengan menggunakan prosedural yang ditetapkan oleh hukum
     formal (Zaeni Asyhadie, 2009:4).
            Dari uraian tersebut di atas dikemukakan bahwa peradilan adalah
     segala sesuatu atau sebuah proses yang dijalankan di Pengadilan yang
     berhubungan dengan tugas memeriksa, memutus dan mengadili perkara
     dengan menerapkan hukum dan/atau menemukan hukum “in concreto”
     (hakim menerapkan peraturan hukum kepada hal-hal yang nyata yang
     dihadapkan kepadanya untuk diadili dan diputus) untuk mempertahankan



                                                                           6
dan menjamin ditaatinya hukum materiil, dengan menggunakan cara
  prosedural yang ditetapkan oleh hukum formal. Dengan kata lain secara
  singkat peradilan dapat diartikan sebagai sebuah proses dalam rangka
  menegakkan hukum dan keadilan atau suatu proses mencari keadilan itu
  sendiri.
         Menujuk pada pengertian di atas maka peradilan nasional dapat
  diartikan sebagai sebuah proses dalam rangka menegakkan hukum dan
  keadilan yang dilakukan melalui proses memeriksan, memutus dan
  menyelesaikan      perkara   yang   mencakup    lingkup    nasional   dengan
  menerapkan peraturan perundang-undangan dan ketentuan lainnya yang ada
  di Indonesia.


26 Pengertian Pengadilan
         Salah satu instrumen penting di dalam suatu negara hukum adalah
  adanya kekuasaan kehakiman yang independen untuk menyelenggarakan
  peradilan guna mewujudkan kepastian hukum dan keadilan. Masyarakat
  yang tertib hukum dalam menyelesaikan persoalan hukum harus dilakukan
  secara tertib dan teratur dalam suasana ketentraman dan kedamaian. Oleh
  sebab itu dibutuhkan institusi sebagai forum atau tempat penyelesaian setiap
  persoalan hukum, sehingga tidak ada seseorang atau sekelompok orang
  yang merasa kuat dan berkuasa untuk memaksakan penyelesaian persoalan
  hukum secara sepihak (eigenrichting) (Abdul Latief, 2004:28-30). Di
  Indonesia sendiri memiliki lembaga peradilan, yaitu pengadilan dan
  lembaga penegak hukum lainnya guna menjamin ditegakkannya hukum
  secara adil dan tidak memihak.
             Pengadilan atau rechtbank dalam bahasa Belanda dan court dalam
  bahasa Inggris adalah badan yang melakukan peradilan, yaitu memeriksa,
  mengadili dan memutus perkara-perkara (Subekti, 1978:91-92). Pengadilan
  adalah dewan atau badan yang berkewajiban untuk mengadili perkara-
  perkara dengan memeriksa dan memberi keputusan mengenai persengketaan
  hukum,      pelanggaran   hukum     atau   undang-undang   dan   sebagainya


                                                                             7
(Simorangkir, 2008:124). Pengadilan merupakan pengertian khusus, yaitu
     suatu lembaga tempat mengadili atau menyelesaikan sengketa hukum dalam
     rangka kekuasaan kehakiman yang mempunyai kekuasaan absolut dan
     relatif sesuai peraturan perundang-undangan (Gemala Dewi, 2005:3).
            Dengan demikian Pengadilan dapat diartikan sebagai sebuah badan
     atau instansi resmi yang melaksanakan sistem peradilan berupa memeriksa,
     mengadili, dan memutus perkara. Bentuk dari sistem Peradilan yang
     dilaksanakan di Pengadilan adalah sebuah forum publik yang resmi dan
     dilakukan berdasarkan hukum acara yang berlaku di Indonesia untuk
     menyelesaikan perselisihan dan pencarian keadilan baik dalam perkara sipil,
     buruh, administratif maupun kriminal. Setiap orang memiliki hak yang sama
     untuk membawa perkaranya ke Pengadilan baik untuk menyelesaikan
     perselisihan maupun untuk meminta perlindungan di Pengadilan bagi pihak
     yang di tuduh melakukan kejahatan.
            Di Indonesia lembaga yang menjalankan fungsi peradilan, secara
     eksplisit telah diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan
     Republik Indonesia Tahun 1945 mengenai Kekuasaan Kehakiman. Ada
     beberapa hal penting yang tertuang di dalam Pasal 24 Undang Undang
     Dasar Tahun Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 berkenaan
     dengan Kekuasaan Kehakiman, yaitu sebagai berikut:
            (16 Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka
                untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum
                dan keadilan.
            (26 Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah
                Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam
                lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama,
                lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha
                negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
            (36 Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan Kekuasaan
                Kehakiman diatur dalam undang-undang.

B6    Peranan Badan Peradilan dalam Pelaksanaan Kekuasaan Kehakiman
 di Indonesia Era Reformasi




                                                                              8
Uraian di bawah ini hanya akan membahas mengenai peranan lembaga
peradilan dalam pelaksanaan kekuasaan kehakiman di Indonesia era reformasi.
Kita ketahui bersama bahwa pelaksana kekuasaan kehakiman di Indonesia
dijalankan oleh empat lingkungan peradilan, yaitu peradilan umum, peradilan
agama, peradilan tata usaha negara dan peradilan militer. Namun, perlu kita
ketahui sebelumnya bahwa keempat lingkungan peradilan tersebut pada
akhirnya berpuncak pada lembaga negara yang disebut Mahkamah Agung.
       Mahkamah Agung merupakan Pengadilan Negara Tertinggi yaitu pada
tingkat kasasi atau tingkat akhir bagi perjuangan keadilan warga negara.
Sebagaimana telah dikemukakan pada pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar
Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa kekuasaan
Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan
yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan
peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha
negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
       Dalam perkembangannya undang-undang yang mengatur tentang
Mahkamah Agung mengalami beberapakali perubahan. Undang-undang
tentang Mahkamah Agung pertama yang dikeluarkan pemerintah Republik
Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah
Agung yang kemudian diubah melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2005
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang
Mahkamah Agung. Undang-undang terbaru yang dikeluarkan tentang
Mahkamah Agung adalah Undang-Undang Nomor3 Tahun 2009 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang
Mahkamah Agung. Pasal 1 menyatakan bahwa: “Mahkamah Agung adalah
salah satu pelaku Kekuasaan Kehakiman sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”. Selanjutnya
dalam pasal 2 dinyatakan bahwa: “Mahkamah Agung adalah Pengadilan
Negara Tertinggi dari semua Lingkungan Peradilan, yang dalam melaksanakan
tugasnya terlepas dari pengaruh pemerintah dan pengaruh-pengaruh lain”.




                                                                            9
Menurut Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia
Tahun 1945, Mahkamah Agung memiliki wewenang sebagai berikut:
16 Mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan
  dibawah    undang-undang       terhadap    undang-undang, dan    mempunyai
  wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang (Pasal 24A ayat (1)).
26 Mengajukan tiga orang anggota Hakim Konstitusi (Pasal 24C ayat (3)).
36 Memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam hal memberi grasi dan
  rehabilitasi (Pasal 14 ayat (1)).
       Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah
Agung, Mahkamah Agung memiliki wewenang sebagai berikut:
16 Dalam tingkat kasasi pembatalan putusan atau penetapan pengadilan-
  pengadilan dari semua lingkungan pengadilan karena:
  a6        Tidak berwenang atau melampaui batas kewenangan;
  b6        Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku;
  c6        Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan
     perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya
     puluhan undang-undang (Pasal 30 ayat (1)).
26 Menguji peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang terhadap
  undang-undang (Pasal 31 ayat (1)).
36 Menyatakan tidak sah semua peraturan perundang-undangan dari tingkat
  yang lebih rendah daripada undang-undang atas alasan bertentangan dengan
  peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi(Pasal 31 ayat (2)).
46 Melakukan pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan
  pada    semua     badan    peradilan      yang   berada   dibawahnya   dalam
  menyelenggarakan kekuasaan kehakiman(Pasal 32 ayat (1)).
56 Memeriksa dan memutus permohonan peninjauan kembali pada tingkat
  pertama dan terakhir atas putusan Pengadilan yang telah memperoleh
  kekuatan hukum tetap berdasarkan alasan-alasan yang diatur dalam undang-
  undang (Pasal 34).




                                                                            10
Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara Tertinggi menjadi
puncak dari empat lingkungan peradilan yang ada di Indonesia sesuai dengan
konstitusi, yaitu peradilan umum, peradilan agama, peradilan tata usaha negara
dan peradilan militer. Berikut ini penjelasan mengenai peranan masing-masing
lembaga peradilan tersebut:


16   Peranan Peradilan Umum
          Peradilan Umum adalah salah satu pelaksana Kekuasaan Kehakiman
  bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya baik dalam perkara perdata
  maupun perkara pidana. Sebelum membahas mengenai Peradilan Umum
  secara mendalam perlu diketahui bahwa perjalanan sebuah perkara dapat
  dipersidangkan di meja hijau tidak lepas dari peranan Kepolisisan dan
  Kejaksaan sebagai lembaga penegak hukum. Upaya penegakkan hukum di
  Indonesia selain dilakukan oleh lembaga peradilan pemegang kekuasaan
  kehakiman juga dibantu oleh lembaga peradilan lainnya seperti Kepolisian
  dan Kejaksaan. Sebuah perkara dapat dipersidangkan di meja hijau jika
  telah diselidiki dan diperiksan oleh pihak Kepolisian dan Kejaksaan.
          Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang
  menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi,
  mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum sesuai dengan
  apa yang tercantum dalam Pasal 30 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara
  Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-undang yang mengatur
  tentang Kepolisian Negara Kesatauan Republik Indonesia adalah Undang-
  Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian. Kepolisian Negara
  Republik Indonesia memiliki tugas pokok sebagai berikut:
  a6       Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
  b6       Menegakkan hukum; dan
  c6           Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan
     kepada masyarakat (Pasal 13).
          Sebagai aparat penegak hukum polisi dapat menjalakan fungsinya
  sebagai penyelidik dan penyidik. Penyelidik adalah pejabat Kepolisian


                                                                           11
Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang
untuk melakukan penyelidikan, sedangkan yang dimaksud dengan
penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan
menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna
menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang
diatur dalam undang-undang. Sedang yang dimaksud dengan penyidik
adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberi
wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan, dan yang
dimaksud dengan penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam
hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta
mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak
pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya (Pasal 1).
       Terkait dengan tugas pokoknya selanjutnya Kepolisian juga
berwenang untuk melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan
penyitaan (Pasal 16). Sebagai contoh misalnya pihak Kepolisian mendengar
laporan dari warga bahwa di suatu tempat telah ditemukan sesosok mayat,
maka Kepolisian berwenang untuk melakukan penyelidikan di tempat
kejadian perkara yang kemudian ditindaklanjuti dengan penyidikan jika
peristiwa penemuan mayat tersebut diduga kuat merupakan korban
pembunuhan. Setelah dilakukan penyidikan, pihak kepolisian telah
mengumpulkan bukti dan saksi yang memperkuat dugaan terjadinya tidak
pidana pembunuhan. Maka tindakan selanjutnya yang harus dilakukan pihak
Kepolisian adalah melakukan penangkapan terhadap orang yang diduga
melakukan tindak pidana pembunuhan tersebut untuk diiterogasi dan
diperiksa secara lebih lanjut. Hasil pemeriksaaan yang dilakukan oleh pihak
Kepolisian terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana
pembunuhan tersebut kemudian dicatat dalam berita acara yang sering
disebut dengan istilah     BAP (berita acara pemeriksaan) yang akan
diserahkan ke Kejaksaan.
       Kejaksaan merupakan lembaga pemerintahan yang memiliki
kedudukan yang sentral dalam penegakan hukum, yaitu sebagai pengendali


                                                                        12
proses perkara atau dominus litis. Hal tersebut dikarenakan hanya institusi
Kejaksaan yang dapat menentukan apakah suatu kasus dapat dilanjutkan ke
Pengadilan atau tidak berdasarkan alat bukti yang sah sebagaimana menurut
hukum acara pidana (Marwan Effendy, 2005: 105). Undang-undang yang
mengatur mengenai Kejaksaan Republik Indonesia adalah Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Pasal 2 ayat
(1) menegaskan bahwa, Kejaksaan Republik Indonesia, selanjutnya dalam
undang-undang ini yang disebut Kejaksaan adalah lembaga pemerintahan
yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta
kewenangan lain berdasarkan undang-undang. Tugas dan wewenang
Kejaksaan Republik Indonesia secara tegas diatur dalam Pasal 30 sebagai
berikut:
a6             Di bidang pidana: 1) melakukan penuntutan; 2) melaksanakan
   penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh
   kekuatan hukum tetap; 3) melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan
   putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan dan putusan lepas
   bersyarat; 4) melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu
   berdasarkan undang-undang; melengkapi berkas perkara tertentu dan
   untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan
   ke Pengadilan yang dalam pelaksanaanyya dikoordinasikan dengan
   penyidik.
b6             Di bidang perdata dan tata usaha negara, dengan kuasa khusus
   dapat bertindak di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama
   negara atau pemerintahan.
c6             Dalam    bidang     ketertiban     dan        ketenteraman   umum
   menyelenggarakan      kegiatan:    1)     peningkatan       kesadaran    hukum
   masyarakat;     2)   pengamanan        kebijakan     penegakan     hukum;   3)
   pengamanan      peredaran     barang     cetakan;    4)     pengawasan   aliran
   kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan negara.
       Sebagai gambaran, masih terkait dengan contoh sebelumnya dimana
BAP dari pihak Kepolisian atas penyidikan terhadap seseorang yang diduga


                                                                               13
telah melakukan tindak pidana pembunuhan diserahkan pada pihak
Kejaksaan. Aparat Kejaksaan akan mempelajari BAP yang diserahkan oleh
pihak Kepolisian tersebut. Apabila telah lengkap maka Kejaksaan akan
menerbitkan P21 yang artinya perkara tersebut telah siap dibawa ke
pengadilan untuk disidangkan. Dalam hal ini, Pengadilan yang berhak
mengadili adalah pengadilan di lingkungan Peradilan Umum.


       Di awal telah dijelaskan bahwa Peradilan Umum adalah salah satu
pelaksana Kekuasaan Kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada
umumnya baik dalam perkara perdata maupun perkara pidana. Undang-
undang yang mengatur tentang Peradilan Umum yang pertama adalah
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, kemudian
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 1986 yang saat ini mengalami perubahan kedua
dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 2 tahun 1986 tentang
Peradilan Umum. Menurut undang-undang tersebut lingkungan peradilan
umum ini meliputi pengadilan negeri dan pengadilan tinggi, selain itu juga
ada pengadilan khusus.
a*      Pengadilan Negeri

         Pengadilan Negeri berkedudukan di ibukota Kabupaten/Kota, dan
  daerah hukumnya meliputi wilayah Kabupaten/Kota (Pasal 4 ayat (1)).
  Pengadilan Negeri memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut:

  1*    Memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dan
     perdata di tingkat pertama (Pasal 50).

  2*    Memberikan keterangan, pertimbangan, dan nasihat tentang hukum
     kepada instansi Pemerintah di daerahnya apabila diminta (Pasal 52
     ayat (1)), yaitu pada wilayah kabupaten atau kota.
b*      Pengadilan Tinggi



                                                                       14
Pengadilan Tinggi berkedudukan di ibukota Provinsi, dan daerah
  hukumnya meliputi wilayah Provinsi (Pasal 4 ayat (2)). Pengadilan
  Tinggi memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut:
  1*    Mengadili perkara pidana dan perkara perdata di tingkat banding
     (Pasal 51 ayat (1)).
  2*    Mengadili di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan
     mengadili antar Pengadilan Negeri di daerah hukumnya (Pasal 51 ayat
     (2)).
  3*    Memberikan keterangan, pertimbangan, dan nasihat tentang hukum
     kepada instansi Pemerintah di daerahnya apabila diminta (Pasal 52
     ayat (1)), yaitu pada wilayah provinsi.
       Sebagai contoh misalnya seseorang yang berperkara di Pengadilan
Negeri Bantul setelah diputus oleh Pengadilan Negeri Bantul dapat
mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Yogyakarta dan upaya kasasi ke
Mahkamah Agung.
c*      Pengadilan Khusus di Lingkungan Peradilan Umum

             Di lingkungan Peradilan Umum dapat dibentuk pengadilan
  khusus yang diatur dengan undang-undang (Pasal 8). Pengadilan Khusus
  adalah pengadilan yang mempunyai kewenangan untuk memeriksa,
  mengadili dan memutus perkara tertentu yang hanya dapat dibentuk
  dalam salah satu lingkungan badan peradilan yang berada di bawah
  Mahkamah Agung yang diatur dalam undang-undang (Pasal 1). Berikut
  ini akan diuraikan mengenai macam-macam Pengadilan Khusus yang ada
  di lingkungan Peradilan Umum.
  1*    Pengadilan Khusus Pidana atau Publik
               Pengadilan Khusus Pidana merupakan pengadilan yang
     memeriksa, mengadili dan memutus perkara pidana sesuai dengan
     Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang
     Hukum Acara Pidana serta undang-undang lainnya yang berlaku di




                                                                          15
Indonesia. Dewasa ini, di Indonesia terdapat beberapa Pengadilan
Khusus di lingkungan Peradilan Umum yang dibentuk, antara lain:
a*Pengadilan Hak Asasi Manusia
         Hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara
  kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng,
  oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan
  tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun.
  Bangsa Indonesia memiliki misi untuk ikut serta memelihara
  perdamaian dunia dan menjamin pelaksanaan hak asasi manusia
  serta memberi perlindungan, kepastian, keadilan, dan perasaan
  aman kepada perorangan ataupun masyarakat. Oleh sebab itu
  dibentuklah   suatu   Pengadilan   Hak Asasi      Manusia     untuk
  menyelesaikan pelanggaran hak asasi manusia yang berat sesuai
  dengan ketentuan Pasal 104 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39
  Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Perlu kita ketahui juga
  bahwa mengenai pelanggaran hak asasi manusia ada yang
  dikategorikan sebagai pelanggaran hak asasi manusia ringan seperti
  pembunuhuan, aborsi dan lain sebagainya. Lebih lanjut hal tersebut
  dapat dilihat pada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang
  Hak Asasi Manusia. Perkara mengenai pelanggaran hak asasi
  ringan tersebut peradilannya ditangani oleh Pengadilan Negeri pada
  tingkat pertama dan Pengadilan Tinggi pada tingkat banding.
         Undang-undang yang mengatur tentang Pengadilan Hak
  Asasi Manusia adalah Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000
  tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Pasal 1 Undang-Undang
  Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia
  menyebutkan bahwa, Pengadilan Hak Asasi Manusia yang
  selanjutnya disebut Pengadilan HAM adalah pengadilan khusus
  terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Pengadilan
  HAM berkedudukan di daerah kabupaten atau daerah kota yang
  daerah hukumnya meliputi daerah hukum Pengadilan Negeri yang


                                                                  16
bersangkutan (Pasal 3 ayat (1)).Untuk Daerah Khusus Ibu Kota
Jakarta, Pengadilan HAM berkedudukan di setiap wilayah
Pengadilan Negeri yang bersangkutan (Pasal 3 ayat (2)).
Pengadilan HAM memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut:
(1*      Memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi
  manusia yang berat ( Pasal 4).
(2*      Memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi
  manusia yang berat yang dilakukan di luar batas teritorial
  wilayah negara Republik Indonesia oleh warga negara Indonesia
  (Pasal 5).
        Perlu diingat bahwa Pengadilan HAM tidak berwenang
memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia
yang berat yang dilakukan oleh seseorang yang berumur di bawah
18 (delapan belas) tahun pada saat kejahatan dilakukan (Pasal 6).
Selanjutnya yang dimaksud dengan pelanggaran hak asasi manusia
yang berat adalah kejahatan genosida dan kejahatan terhadap
kemanusiaan (Pasal 7).
        Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan
dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh
atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok
agama, dengan cara:
(1* Membunuh anggota kelompok;
(2* Mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat
      terhadap anggota-anggota kelompok;
(3* Menciptakan      kondisi   kehidupan     kelompok   yang   akan
      mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau
      sebagiannya;
(4* Memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah
      kelahiran di dalam kelompok;
(5* Atau memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok
      tertentu ke kelompok lain (Pasal 8).


                                                                17
Selanjutnya yang dimaksud dengan kejahatan terhadap
 kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai
 bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang
 diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung
 terhadap penduduk sipil, berupa:
 (1* Pembunuhan;
 (2* Pemusnahan;
 (3* Perbudakan;
 (4* Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;
 (5* Perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik
     lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas)
     ketentuan pokok hukum internasional;
 (6* Penyiksaan;
 (7* Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa,
     pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara
     paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara;
 (8* Penganiayaan     terhadap     suatu   kelompok   tertentu   atau
     perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras,
     kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan
     lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang
     dilarang menurut hukum internasional;
 (9* Penghilangan orang secara paksa;
 (10* Atau kejahatan apartheid (Pasal 9).
b*      Pengadilan Anak
        Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu
 sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-
 cita perjuangan bangsa, yang memiliki peranan strategis dan
 mempunyai ciri dan sifat khusus. Memerlukan pembinaan dan
 perlindungan    dalam    rangka     menjamin    pertumbuhan     dan
 perkembangan fisik, mental, dan sosial secara utuh, serasi, selaras,
 dan seimbang. Untuk melaksanakan pembinaan dan memberikan


                                                                  18
perlindungan terhadap anak, diperlukan dukungan, baik yang
menyangkut kelembagaan maupun perangkat hukum yang lebih
mantap dan memadai, oleh karena itu ketentuan mengenai
penyelenggaraan pengadilan bagi anak perlu dilakukan secara
khusus, sehingga dibentuklah Pengadilan Anak.
       Pengadilan Anak adalah pelaksana kekuasaan kehakiman
yang berada di lingkungan Peradilan Umum.Pengadilan Anak
sesuai dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang
Pengadilan Anak adalah sebuah pengadilan yang diselenggarakan
untuk menangani pidana khususnya bagi perkara anak (Gatot
Supramono, 2005:17).
       Sidang Pengadilan Anak yang selanjutnya disebut Sidang
Anak, bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan
menyelesaikan perkara anak nakal (Pasal 3 dan 21). Dalam hal ini
yang dimaksud sebagai anak adalah adalah orang yang dalam
perkara Anak Nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi
belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah
kawin. Sedangkan yang dimaksud dengan anak nakal adalah anak
yang melakukan tindak pidana atau anak yang melakukan
perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut
peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum
lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan
(Pasal 1). Selanjutnya berdasarkan Pasal 22 seorang anak yang
diputus sebagai Anak Nakal hanya dapat dijatuhkan pidana atau
tindakan sebagai berikut:
(1* Pidana pokok meliputi pidana penjara, pidana kurungan,
    pidana denda atau pidana pengawasan (Pasal 23 ayat (2)).
(2* Pidana tambahan, berupa perampasan barang-barang tertentu
    dan atau pembayaran ganti rugi (Pasal 23 ayat (3)).
(3* Tindakan yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal ialah
    mengembalikan kepada orang tua, wali, atau orang tua asuh,


                                                               19
menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan,
      pembinaan, dan latihan kerja atau menyerahkan kepada
      Departemen Sosial, atau Organisasi Sosial Kemasyarakatan
      yang bergerak dibidang pendidikan, pembinaan, dan latihan
      kerja.m Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
      disertai dengan teguran dan syarat tambahan yang ditetapkan
      oleh Hakim (Pasal 24).
         Sebagai contoh misalnya kasus pencurian uang yang
  dilakukan seorang anak berusia 13 tahun, maka ketika ada laporan
  dari korban dan si anak tersebut telah diduga kuat sebagai
  pelakunya maka proses peradilan si anak tersebut dilakukan di
  Pengadilan Anak secara tertutup. Upaya banding atas putusan kasus
  tersebut nantinya dapat dilakukan di Pengadilan Tinggi dan kasasi
  ke Mahkamah Agung.
c*Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
         Korupsi diserap ke dalam bahasa Indonesia dari kata
  corruptie dalam bahasa Belanda yang secara harafiah berarti
  kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidak jujuran, dapat disuap,
  tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan
  yang menghina atau menfitnah. Istilah korupsi tersebut yang telah
  diterima dalam perbendaharaan kata bahasa Indonesia disimpulkan
  oleh Poerwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia,
  dimana korupsi diartikan sebagai perbuatan yang buruk seperti
  penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainnya (Andi
  Hamzah, 2005:4-6).
         Tindak pidana korupsi adalah perbuatan keji yang telah
  menimbulkan    kerusakan     dalam   berbagai   sendi   kehidupan
  masyarakat, bangsa, dan negara sehingga upaya pencegahan dan
  pemberantasan tindak pidana korupsi perlu dilakukan secara terus-
  menerus dan berkesinambungan yang menuntut peningkatan
  kapasitas sumber daya, baik kelembagaan, sumber daya manusia,


                                                                20
maupun sumber daya lain, serta mengembangkan kesadaran, sikap,
dan perilaku masyarakat antikorupsi agar terlembaga dalam sistem
hukum nasional (bagian menimbang Undang-Undang Nomor 46
Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi). Oleh
sebab itu dibentuklah Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang
sering disebut dengan Pengadilan Tipikor dengan adanya Undang-
Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi. Sebelumnya pemerintah Indonesia telah mengeluarkan
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana
Korupsi yang telah diubah dengan dikeluarkannya Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi.
       Pengadilan Tindak Pidana Korupsi berkedudukan di setiap
ibukota kabupaten/kota yang daerah hukumnya meliputi daerah
hukum Pengadilan Negeri yang bersangkutan (Pasal 3). Khusus
untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi berkedudukan di setiap kotaa yang daerah hukumnya
meliputi daerah hukum Pengadilan Negeri yang bersangkutan
(Pasal 4).
       Pengadilan Tindak Pidana Korupsi merupakan satu-satunya
pengadilan yang berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus
perkara tindak pidana korupsi (Pasal 5). Lebih lanjut Pasal 6
menyebutkan bahwa Pengadilan Tindak Pidana Korupsi berwenang
memeriksa, mengadili, dan memutus perkara:
       (1* Tindak pidana korupsi;
       (2* Tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana
           asalnya adalah tindak pidana korupsi; dan/atau
       (3* Tindak pidana yang secara tegas dalam undang-undang
           lain ditentukan sebagai tindak pidana korupsi.

       Tindak pidana korupsi adalah sebuah perbuatan yang
melanggar hukum dengan upaya memperkaya diri atau orang lain
yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yang


                                                             21
lebih lanjut diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
 tentang Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan
 dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
 Tindak Pidana Korupsi. Tindak pidana pencucian uang adalah
 sebuah perbuatan    yang    dilakukan   untuk melegalkan atau
 menghilangkan jejak uang hasil korupsi, untuk lebih lanjut hal
 tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010
 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
 Uang. Sedang tindak pidana yang secara tegas dalam undang-
 undang lain ditentukan sebagai tindak pidana korupsi maksudnya
 sudah jelas bahwa dimungkinkan ada tindak pidana yang
 ditentukan sebagai tindak pidana korupsi apabila ada undang-
 undang yang mengatur hal tersebut.
        Disamping wewenang di atas Pengadilan Tindak Pidana
 Korupsi pada Pengadilan NegeriJakarta Pusat juga berwenang
 memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana korupsi
 yang dilakukan oleh Warga Negara Indonesia di luar wilayah
 Negara Republik Indonesia (Pasal 7).
        Sebagai contoh misalnya kasus dugaan suap cek pelawat
 anggota DPR yang diduga dilakukan oleh Nunun Nurbaety dan
 Miranda Goultom sebagai tersangka, peyelidikan dan penyidikan
 kasus tersebut dilakukan oleh KPK dan proses peradilannya
 dilakukan di Pengadilan Tipikor. Upaya banding atas putusan kasus
 tersebut nantinya dapat dilakukan di Pengadilan Tinggi dan kasasi
 ke Mahkamah Agung.
d*      Pengadilan Perikanan
        Ketentuan mengenai Pengadilan Perikanan secara eksplisit
 diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang
 Perikanan. Pengadilan Perikanan adalah pengadilan khusus di
 lingkungan   peradilan   umum    yang   berwenang    memeriksa,


                                                               22
mengadili dan memutus tindak pidana di bidang perikanan (Pasal
71 ayat (1)). Tindak pidana di bidang perikanan adalah perbuatan
yang dilakukan baik perseorangan maupun kelompok atau
perusahan dan siapapun yang terlibat didalamnya yang melakukan
penangkapan ikan dan/atau pembudidayaan ikan menggunakan
bahan kimia, biologis, peledak, baik alat dan/atau cara, dan/atau
bangunan    yang   dapat   merugikan    dan/atau   membahayakan
kelestarian sumber daya ikan dan/atau lingkungannya di wilayah
pengelolaan perikanan Republik Indonesia tanpa ijin (Pasal 84).
       Pengadilan Perikanan di Indonesia untuk pertama kali
dibentuk di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Medan, Pontianak,
Bitung dan Tual (Pasal 71 ayat (3)). Sejanjutnya daerah hukum
Pengadilan Perikanan sesuai dengan daerah hukum Pengadilan
Negeri yang bersangkutan (Pasal 71 ayat (4)). Dalam pemeriksaan
dan pemberian putusan di persidangan dapat dilakukan tanpa
kehadiran terdakwa, hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 79
dan Pasal 80. Seperti halnya proses peradilan pada umumnya,
putusan Pengadilan Perikanan dapat diajukan banding ke
Pengadilan Tinggi (Pasal 82) dan kasasi ke Mahkamah Agung
(Pasal 83). Ketentuan pidana dan denda yang dijatuhkan pada
terdakwa diatur dalam Pasal 84 sampai dengan Pasal 105. Pidana
yang dijatuhkan kepada terdakwa adalah hukuman penjara dan/atau
denda. Hukuman penjara yang dijatuhkan maksimal 10 tahun dan
minimal 1 tahun. Hukuman penjara tersebut dapat disertai dengan
denda, denda yang diberikan dapat mencapai 20 miliar rupiah.
       Sebagai contoh misalnya seseorang yang diduga kuat
melakukan tindak pidanan perikanan yang telah dilakukan
penyidikandan pemeriksaan karena melakukan penangkapan ikan
di perairan Indonesia menggunakan bahan berbahaya akan diadili
di Pengadilan Perikanan dan dapat dijatuhi hukuman penjara
maksimal 6 tahun dan denda paling banyak Rp 1.200.000.000,00.


                                                                  23
Upaya banding dapat diajukan ke Pengadilan Tinggi dan upaya
     kasasi ke Mahkamah Agung.
2*   Pengadilan Khusus Perdata atau Privat
 a*Pengadilan Niaga
          Secara eksplisit memang belum ada undang-undang yang
     mengatur tentang Pengadilan Niaga secara khusus. Ketentuan
     mengenai Pengadilan Niaga terdapat dalam Undang-Undang
     Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
     Kewajiban    Pembayaran     Utang.    Pengadilan   Niaga    adalah
     pengadilan khusus perdata di lingkungan peradilan umum yang
     berwenang   memeriksa,    mengadili    dan   memutus     mengenai
     kepailitan seseorang, sekolompok orang atau perusahan (Debitor)
     yang berhutang kepada Kreditor. Berikut ini beberapa istilah yang
     dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang
     Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang:
          (1* Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan
              Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya
              dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim
              Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
              ini.
          (2* Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena
              perjanjian atau Undang Undang yang dapat ditagih di
              muka pengadilan.
          (3* Debitor adalah orang yang mempunyai utang karena
              perjanjian atau undang-undang yang pelunasannya dapat
              ditagih di muka pengadilan.
          (4* Debitor pailit adalah debitor yang sudah dinyatakan pailit
              dengan putusan Pengadilan.
          (5* Kurator adalah Balai Harta Peninggalan atau orang
              perseorangan yang diangkat oleh Pengadilan untuk
              mengurus dan membereskan harta Debitor Pailit di
              bawah pengawasan Hakim Pengawas sesuai dengan
              Undang-Undang ini.
          (6* Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat
              dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang
              Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung
              maupun yang akan timbul di kemudian hari atau
              kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau undang-
              undang dan yang wajib dipenuhi oleh Debitor dan bila


                                                                     24
tidak dipenuhi memberi hak kepada Kreditor untuk
          mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan Debitor.
      (7* Pengadilan adalah Pengadilan Niaga dalam lingkungan
          peradilan umum,
      (8* Hakim Pengawas adalah hakim yang ditunjuk oleh
          Pengadilan dalam putusan pailit atau putusan penundaan
          kewajiban pembayaran utang.
      (9* Hari adalah hari kalender dan apabila hari terakhir dari
          suatu tenggang waktu jatuh pada hari Minggu atau hari
          libur, berlaku hari berikutnya,
      (10*     Tenggang waktu adalah jangka waktu yang harus
          dihitung dengan tidak memasukkan hari mulai
          berlakunya tenggang waktu tersebut.
      (11*     Setiap orang adalah orang perseorangan atau
          korporasi termasuk korporasi yang berbentuk badan
          hukum maupun yang bukan badan hukum dalam
          likuidasi (Pasal 1).

      Jadi Debitor yang sudah jatuh tempo dan masa tenggan
 pembayaran hutangnya telah habis sehingga tidak dapat memenuhi
 kewajibannya membayar hutang kepada Kreditor maka akan
 diperiksa, diadili dan diputus pailit oleh Pengadilan Niaga dan akan
 dilakukan penyitaan harta bendanya. Pengadilan Niaga berada di
 lingkungan Pengadilan Negeri seperti halnya peradilan pada
 umumnya, keputusan banding dapat dilakukan di Pengadilan
 Tinggi dan keputusan untuk kasasi maupun peninjauan kembali
 diajukan ke Mahkamah Agung.
b*       Pengadilan Hubungan Industrial
      Secara eksplisit memang belum ada undnag-undang yang
 mengatur tentang Pengandilan Hubungan Industrial secara khusus.
 Ketentuan mengenai Pengadilan Hubungan Industrial tercantum
 dalam    Undang-Undang      Nomor     13   Tahun    2003    tentang
 Ketenagakerjaan dan      Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004
 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Pasal 1
 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian
 Perselisihan Hubungan Industrialn menyatakan bahwa, Pengadilan
 Hubungan Industrial adalah Pengadilan Khusus yang dibentuk di


                                                                  25
lingkungan Pengadilan Negeri yang berwenang memeriksa,
mengadili dan memberi putusan terhadap perselisihan hubungan
industrial. Menurut Pasal 2, jenis perselisihan hubungan industrial
meliputi:
(1* Perselisihan hak;
(2* Perselisihan kepentingan;
(3* Perselisihan pemutusan hubungan kerja; dan
(4* Perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam
    satu perusahaan.
     Selanjutnya    yang    dimaksud    dengan    keempat     jenis
perselisihan hubungan industrial tersebut di atas adalah sebagai
berikut: 1) perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena
tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau
penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan,
perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja
bersama; 2) perselisihan kepentingan adalah perselisihan yang
timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian
pendapat mengenai, dan/atau perubahan syarat-syarat kerja yang
ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau
perjanjian kerja bersama; 3) perselisihan pemutusan hubungan
kerja adalah perselisihan yang timbul karena tidak adanya
kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang
dilakukan oleh salah stu pihak; dan 4) perselisihan antar serikat
pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan adalah
perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh dengan serikat
pekerja/serikat buruh lainnya hanya dalam satu perusahaan yang
timbul karena tidak adanya persesuaian paham mengenai
keanggotaan pelaksanaan hak dan kewajiban ke serikat pekerja
(Zaeni Asyhadie, 2009: 102-103).
     Pengadilan Hubungan Industrial bertugas dan berwenang
memeriksa dan memutus:


                                                                26
(1 Di tingkat pertama mengenai perselisihan hak;
              (2 Di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan
                 kepentingan;
              (3 Di tingkat pertama mengenai perselisihan pemutusan
                 hubungan kerja;
              (4 Di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan
                 antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan
                 (Pasal 56).

              Sebagai contoh misalnya sebuah perusahaan tekstil di
        wilayah Bandung melakukan PHK. Para pekerja yang di PHK
        merasa diperlakukan tidak adil dan sepakat memerkarakannya di
        meja hijau. Maka, proses peradilan tersebut di lakukan di
        Pengadilan Hubungan Industrial. Uapaya banding atas putusan
        tersebut dapat diajukan di Pengadilan Tinggi Jawa Barat dan upaya
        kasasi ke Mahkamah Agung.


       Perlu diketahui bahwa, disamping Pengadilan Khusus Pidana dan
Pengadilan Khusus Perdata di lingkungan Peradilan Umum yang telah
diuraikan sebelumnya, di Provinsi Papua juga dikenal dengan apa yang
disebut sebagai peradilan adat. Provinsi Papua merupakan salah satu
provinsi di Indonesia yang memiliki otonomi khusus, hal tersebut diatur
dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus
bagi Provinsi Papua. Terkait dengan pelaksanaan kekuasaan kehakiman di
Papua, menurut Pasal 50, Kekuasaan Kehakiman di Provinsi Papua
dilaksanakan oleh Badan Peradilan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan, selain itu juga diakui adanya peradilan adat di dalam masyarakat
hukum adat tertentu. Selanjutnya yang dimaksud dengan peradilan adat
adalah peradilan perdamaian di lingkungan masyarakat hukum adat, yang
mempunyai kewenangan memeriksa dan mengadili sengketa perdata adat
dan perkara pidana di antara para warga masyarakat hukum adat yang
bersangkutan (Pasal 51 ayat (1)).
       Lembaga atau badan pelaksana peradilan adat di Provinsi Papua
tersebut lebih dikenal dengan istilah Pengadilan Adat Papua. Pengadilan


                                                                       27
Adat Papua adalah pelaksana kekuasaan kehakiman di bawah Pengadilan
    Negeri yang berwenang memeriksa, mengadili dan memutus perkara yang
    berkenaan dengan adat di papua. Pengadilan adat disusun menurut
    ketentuan hukum adat masyarakat hukum adat yang            bersangkutan.
    Pengadilan adat tersebut berwenang memeriksa dan mengadili sengketa
    perdata adat dan perkara pidana berdasarkan hukum adat masyarakat hukum
    adat yang bersangkutan. Jika salah satu pihak yang bersengketa atau yang
    berperkara berkeberatan atas putusan yang telah diambil oleh pengadilan
    adat yang memeriksanya, pihak yang berkeberatan tersebut berhak meminta
    kepada pengadilan tingkat pertama di lingkungan badan peradilan yang
    berwenang untuk memeriksa dan mengadili ulang sengketa atau perkara
    yang bersangkutan (Pasal 51).
           Pengadilan adat tidak berwenang menjatuhkan hukuman pidana
    penjara atau kurungan. Putusan pengadilan adat mengenai delik pidana yang
    perkaranya tidak dimintakan pemeriksaan ulang menjadi putusan akhir dan
    berkekuatan hukum tetap. Untuk membebaskan pelaku pidana dari tuntutan
    pidana menurut ketentuan hukum pidana yang berlaku, diperlukan
    pernyataan persetujuan untuk dilaksanakan dari Ketua Pengadilan Negeri
    yang mewilayahinya yang diperoleh melalui Kepala Kejaksaan Negeri yang
    bersangkutan dengan tempat terjadinya peristiwa pidana. Dalam hal
    permintaan pernyataan persetujuan untuk dilaksanakan bagi putusan
    pengadilanadat ditolak oleh Pengadilan Negeri, maka putusan pengadilan
    adat menjadi bahan pertimbangan hukumPengadilan Negeri dalam
    memutuskan perkara yang bersangkutan (Pasal 51).


2     Peranan Peradilan Agama
           Peradilan agama merupakan peradilan yang mengadili perkara-
    perkara tertentu atau mengenai golongan rakyat tertentu. Golongan rakyat
    yang dimaksud adalah golongan rakyat yang beradama Islam sedangkan
    yang dimaksud dengan perkara-perkara tertentu adalah perkara-perkara




                                                                          28
bidang perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, waqaf dan sedekah
(Musthofa, 2005:7)
         Peradilan Agama adalah peradilan bagi orang-orang yang beragama
Islam. Dalam perkembangannya undang-undang yang mengatur tentang
Peradilan agama adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama, kemudian Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan
Agama. Undang-undang terbaru yang telah dikeluarkan pemerintah
Indonesia saat ini adalah Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama. Seperti halnya peradilan lainnya, berdasarkan Pasal 3,
kekuasaan kehakiman Peradilan Agama dilaksanakan oleh Pengadilan
Agama dan Pengadilan Tinggi Agama yang berpuncak pada Mahkamah
Agung sebagai Pengadilan Negara Tertinggi.
a          Pengadilan Agama
          Pengadilan Agama berkedudukan di kota atau di ibu kota
    kabupaten, dan daerah hukumnya meliputi wilayah kota atau kabupaten
    (Pasal 4 ayat (1)). Pengadilan Agama memiliki tugas dan wewenang
    sebagai berikut:
    1      memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di
        tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang:
        perkawinan;    kewarisan,   wasiat,   dan    hibah,   yang   dilakukan
        berdasarkan hukum Islam; wakaf dan shadaqah (Pasal 49 ayat (1)).
    2      memberikan keterangan, pertimbangan, dan nasihat tentang hukum
        Islam kepada instansi pemerintah di daerah hukumnya, apabila
        diminta (Pasal 52 ayat (1)), yaitu di wilayah kota atau kabupaten.
b          Pengadilan Tinggi Agama
          Pengadilan Tinggi Agama berkedudukan di Ibukota propinsi, dan
    daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi (Pasal 4 ayat (2)).
    Pengadilan Tinggi Agama memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut:




                                                                             29
1      Mengadili perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama
        dalam tingkat banding (Pasal 51 ayat (1)).
    2      Mengadili di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan
        mengadili antar-Pengadilan Agama di daerah hukumnya (Pasal 51
        ayat (2)).
    3      Memberikan keterangan, pertimbangan, dan nasihat tentang hukum
        Islam kepada instansi pemerintah di daerah hukumnya, apabila
        diminta (Pasal 52 ayat (1)), yaitu di wilayah provinsi.
         Sebagai contoh misalnya dalam kasus perceraian di Pengadilan
Agama Sleman, seorang suami menuntut cerai istrinya. Sang istri menolak
untuk dicerai, namun Pengadilan Agama Sleman mengabulkan permohonan
suami sehingga sang istri melakukan banding ke Pengadilan Tinggi Agama
Yogyakarta.
c          Pengadilan Khusus di Lingkungan Perdilan Agama
           Di lingkungan Peradilan Agama dapat dibentuk Pengadilan Khusus
    yang diatur dengan undang-undang (Pasal 3A ayat (1)). Pasal 1
    menyatakan bahwa Pengadilan Khusus adalah pengadilan yang
    mempunyai kewenangan untuk memeriksa, mengadili, dan memutus
    perkara tertentu yang hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan
    badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung yang diatur
    dalam undang-undang. Peradilan Syari’at Islam di Provinsi Nanggroe
    Aceh Darussalam merupakan Pengadilan Khusus dalam lingkungan
    Peradilan Agama sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan
    Peradilan Agama, dan merupakan Pengadilan Khusus dalam lingkungan
    Peradilan Umum sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan
    peradilan umum (Pasal 3A ayat (2)). Lebih lanjut mengenai Peradilan
    Syari’at Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam diatur dalam
    Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2001 tentang Pemerintahan Aceh dan
    Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi
    Provinsi Daerah Istimewa Aceh Sebagai Provinsi Nanggroe Aceh
    Darussalam. Oleh sebab itu Kekuasaan Peradilan Agama di Provinsi


                                                                       30
Nanggroe Aceh Darussalam dilaksanakan oleh Mahkamah Syari’at
      Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Berdasarkan Undang-Undang
      Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Daerah
      Istimewa Aceh Sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Mahkamah
      Syari'at Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam adalah lembaga peradilan
      yang bebas dari pengaruh dari pihak mana pun dalam wilayah Provinsi
      Nanggroe Aceh Darussalam yang berlaku untuk pemeluk agama Islam
      (Pasal 1).
            Berdasarkan Pasal 25 ayat (2) dan (3), kewenangan Mahkamah
      Syari’at didasarkan atas syariat Islam dalam sistem hukum nasional, yang
      diatur lebih lanjut dengan Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
      yang diberlakukan bagi pemeluk agama Islam. Pasal 26 menyebutkan
      bahwa        Mahkamah   Syari’at   terdiri   atas   Mahkamah    Syari’at
      Kabupaten/Sagoe dan Kota/Banda atau nama lain sebagai pengadilan
      tingkat pertama, dan Mahkamah Syari’at Provinsi sebagai pengadilan
      tingkat banding di ibukota Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, untuk
      pengadilan tingkat kasasi dilakukan pada Mahkamah Agung Republik
      Indonesia.


3     Peranan Peradilan Tata Usaha Negara
          Pengadilan Tata Usaha Negara adalah pengadilan yang bertugas dan
    berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha
    Negara (Wiyono, 2007:5). Sengketa tata usaha negara merupakan sengketa
    yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau badan
    hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara sebagai akibat
    dikeluarkannya suatu keputusan tata usaha negara yang dianggap melanggar
    hak orang atau badan hukum perdata. Dengan demikian maka Peradilan Tata
    Usaha Negara diadakan dalam rangka memberi perlindungan kepada rakyat
    pencari keadilan yang merasa dirugikan dengan adanya suatu Keputusan
    Tata Usaha Negara (Kansil, 1978:3). Keputusan Tata Usaha Negara adalah
    suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan badan atau pejabat tata usaha


                                                                           31
negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, bersifat konkret, individual
dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan
hukum perdata (Pasal 1 ayat (3)). Dari rumusan pasal tersebut, ternyata
Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan dasar lahirnya sengketa Tata
Usaha Negara yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a       Penetapan tertulis;
b       Dikeluarkan oleh Badan/Pejabat Tata Usaha Negara;
c       Berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara;
d       Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
e       Bersifat konkrit, individual dan final;
f Menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.
       Keenam ciri tersebut bersifat komulatif, artinya untuk dapat disebut
Keputusan Tata Usaha Negara yang dapat disengketakan di Pengadilan Tata
Usaha Negara harus memenuhi keseluruhan elemen tersebut.
       Dalam perkembangannya undang-undang yang mengatur tentang
Peradilan Tata Usaha Negara telah mengalami beberapa kali perubahan.
Undang-undang pertama yang dikeluarkan adalah Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, undang-undang tersebut
kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan
Tata Usaha Negra yang kemudian mengalami perubahan kedua setelah
diundangkannya Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara. Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara
berwenang memeriksa, memutus dan meyelesaikan sengketa Tata Usaha
negara. Berdasarkan Pasal 5, kekuasaan kehakiman di lingkungan Peradilan
Tata Usaha Negara dilaksanakan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara dan
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. Kekuasaan kehakiman di lingkungan
Peradilan Tata Usaha Negara berpuncak pada Mahkamah Agung sebagai
Pengadilan Negara Tertinggi.


                                                                        32
a          Pengadilan Tata Usaha Negara
          Pengadilan Tata Usaha Negara berkedudukan di kota atau ibu kota
    kabupaten, dan daerah hukumnya meliputi wilayah kota atau kabupaten
    (Pasal 6 ayat (1)). Pengadilan Tata Usaha Negara bertugas dan
    berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata
    Usaha Negara di tingkat pertama (Pasal 50).
b          Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
          Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara berkedudukan di ibukota
    propinsi, dan daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi (Pasal 6 ayat
    (2)). Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara memiliki tugas dan
    wewenang sebagai berikut:
    1      Memeriksa dan memutus sengketa Tata Usaha Negara di tingkat
        banding.
    2      Memeriksadan memutus di tingkat pertama dan terakhir sengketa
        kewenangan mengadili antara Pengadilan Tata Usaha Negara di dalam
        daerah hukumnya.
    3      Memeriksa, memutus, dan menyelesaikan di tingkat pertama
        sengketa Tata Usaha Negara dimana putusan Pengadilan Tinggi Tata
        Usaha Negara tersebut dapat diajukan permohonan kasasi (Pasal 51).
         Perlu diketahui bahwa upaya peradilan atas sengketa Tata Usaha
Negara sebelumnya harus melalui upaya administratif terlebih dahulu.
Menurut Penjelasan Pasal 48 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan
Tata Usaha Negara, upaya administratif merupakan prosedur yang
ditentukan     dalam     suatu   peraturan    perundang-undangan      untuk
menyelesaikan suatu sengketa Tata Usaha Negara yang dilaksanakan
dilingkungan pemerintah sendiri (bukan oleh badan peradilan yang bebas),
yang terdiri upaya keberatan dan banding administratif;
         Berdasarkan rumusan penjelasan Pasal 48 tersebut maka upaya
administratif merupakan sarana perlindungan hukum bagi warga masyarakat
(orang perorangan/badan hukum perdata) yang terkena Keputusan Tata


                                                                         33
Usaha Negara (Beschikking) yang merugikannya melalui Badan/Pejabat
Tata Usaha Negara dilingkungan pemerintah itu sendiri sebelum diajukan ke
badan peradilan. Berikut ini ketentuan yang tercantum dalam Pasal 48:
1         Dalam hal suatu Badan/Pejabat Tata Usaha Negara diberi
    wewenang oleh atau berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk
    menyelesaikan secara administratif sengketa Tata Usaha Negara tertentu,
    maka sengketa Tata Usaha Negara tersebut harus diselesaikan melalui
    upaya administratif yang tersedia;
2         Pengadilan    baru    berwenang    memeriksa,    memutus,     dan
    menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara jika seluruh upaya
    administratif yang bersangkutan telah digunakan.
        Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung RI No. 2 tahun 1991
tentang Petunjuk Pelaksanaan Ketentuan Dalam Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, disebutkan yang
dimaksud Upaya Adiministratif adalah :
a         Pengajuan surat keberatan (bezwaarscriff beroep) yang diajukan
    kepada Badan/Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Keputusan
    (Penetapan/ Beschikking) semula;
b         Pengajuan banding administratif (administratif beroep) yang
    ditujukan kepada atasan Pejabat atau instansi lain dari Badan/Pejabat
    Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan yang berwenang
    memeriksa ulang keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan.
        Apabila peraturan dasarnya hanya menentukan adanya upaya
administratif berupa peninjauan surat keberatan, maka gugatan terhadap
Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan diajukan kepada
pengadilan Tata Usaha Negara. Apabila peraturan dasarnya menentukan
adanya upaya adiministratif berupa surat keberatan dan atau mewajibkan
surat banding administratif, maka gugatan terhadap Keputusan Tata Usaha
Negara yang telah diputus dalam tingkat banding administratif diajukan
langsung kepada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dalam tingkat




                                                                        34
pertama yang berwenang. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut maka
dapat dibuat bagan proses penyelesaian upaya administratif sebagai berikut:




       Bagan Proses Upaya Administrasi


                         Mahkamah Agung




                Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara




                       Banding Administratif




                    Sengketa Tata Usaha Negara


                         Upaya Administrasi




                   Pengadilan Tata Usaha Negara

                                 ara


                       Keberatan Administratif


                                                                         35
Sebagai contoh misalnya seorang PNS yang diberhentikan oleh
instansi terkait karena menjadi tersangka kasus korupsi. Ketika menerima
surat pemberhentian PNS tersebut dapat menuntut intansi tempat ia bekerja
ke Pengadilan Tata Usaha Negara karena seyogyaknya dalam hukum
dikenal asas praduga tak bersalah. PNS tersebut baru menjadi tersangka dan
belum di putus bersalah. Namun sebelum upaya peradilan tersebut
dilakukan upaya administratif, yaitu keberatan dan banding administratif
harus dilakukan terlebih dahulu guna menyelesaikan sengeketa tersebut
barulah upaya peradilan di pengadilan dapat dilakukan. Upaya banding atas
putusan tersebut dapat diajukan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
dan kasasi ke Mahkamah Agung.
c        Pengadilan Khusus di Lingkungan Peradilan Tata Usaha
    Negara
          Berdasarkan Pasal 9A ayat (1) di lingkungan Peradilan Tata
    Usaha Negara dapat dibentuk Pengadilan Khusus yang diatur dengan
    undang-undang. Undang-undang yang telah dikeluarkan terkait dengan
    Pengadilan Khusus dalam lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara
    adalah Undang-Undnag Nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
    Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila
    dan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun
    1945, menjamin perwujudan tata kehidupan negara dan bangsa yang adil
    dan sejahtera, aman,tenteram dan tertib, serta menjamin kedudukan
    hukum yang sama bagi warga masyarakat. Pembangunan nasional yang
    berkesinambungan dan berkelanjutan serta merata di seluruh tanah air
    memerlukan dana yang memadai terutama dari sumber perpajakan
    merupakan   salah   satu   dasar   diperlukannya   Pengadilan   Pajak.


                                                                       36
Meningkatnya jumlah wajib pajak dan pemahaman akan hak dan
kewajibannya dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan
perpajakan seringkali menimbulkan sengketa pajak. Sengketa pajak
adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara wajib pajak
atau penanggung pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat
dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan banding atau gugatan
kepada Pengadilan Pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan
perpajakan, termasuk gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan
Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Pasal 1).
Sengketa pajak tersebut tentunya yang memerlukan penyelesaian yang
adil dengan prosedur dan proses yang cepat, murah, dan sederhana. Oleh
sebab itu diperlukan suatu Pengadilan Pajak yang sesuai dengan sistem
kekuasaan kehakiman di Indonesia dan mampu menciptakan keadilan
dan kepastian hukum dalam penyelesaian sengketa pajak. Pengadilan
Pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman
bagi wajib pajak atau penanggung pajak yang mencari keadilan terhadap
sengketa pajak (Pasal 2). Pengadilan Pajak berkedudukan di ibukota
Negara (Pasal 3).
        Berdasarkan Kekuasaan Pengadilan Pajak, Pengadilan Pajak
memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut:
1      Di tingkat pertama dan terakhir yang bertugas memeriksa dan
    memutus sengketa pajak (Pasal 33 ayat (1);
2      Dalam hal banding hanya memeriksa dan memutus sengketa atas
    keputusan     keberatan,   kecuali   ditentukan   lain   oleh   peraturan
    perundang-undangan yang berlaku (Pasal 31 ayat (2));
3      Dalam hal gugatan memeriksa dan memutus sengketa atas
    pelaksanaan penagihan pajak atau keputusan pembetulan atau
    keputusan lainnya (Pasal 31 ayat (2));
4      Bertugas     mengawasi kuasa hukum yang memberikan bantuan
    hukum kepada pihak-pihak yang bersengketa dalam sidang-sidang
    Pengadilan Pajak (Pasal 32 ayat (1)).


                                                                          37
Sebagai contoh misalnya seorang perusahaan di daerah Surabaya
      bersengketa pajak dengan petugas pajak di weilayah tersebut. Maka
      ketika terjadi gugatan atau penuntutan perkara tersebut disidangkan di
      Pengadilan Pajak yang berada di wilayah tersebut. Upaya banding atas
      keberatan terhadap putusan tersebut masih ditangani Pengadilan Pajak di
      wilayah tersebut dan untuk upaya kasasi diajukan ke Mahkamah Agung.


4     Peranan Peradilan Militer
           Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum yang berdasarkan
    Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia
    Tahun 1945 bertujuan mewujudkan tata kehidupan bangsa yang sejahtera,
    aman, tenteram, dan tertib. Untuk mewujudkan tata kehidupan tersebut
    diperlukan upaya untuk menegakkan keadilan, kebenaran, ketertiban, dan
    kepastian    hukum    yang   mampu     memberikan     pengayoman     kepada
    masyarakat, dapat mendorong kreativitas dan peran aktif masyarakat dalam
    pembangunan. salah satu upaya untuk menegakkan keadilan, kebenaran,
    ketertiban, dan kepastian hukum tersebut adalah melalui peradilan militer.
           Peradilan Militer adalah badan yang melaksanakan kekuasaan
    kehakiman di lingkungan peradilan militer yang meliputi Pengadilan
    Militer, Pengadilan Militer Tinggi, Pengadilan Militer Utama, dan
    Pengadilan Militer Pertempuran. Pengadilan dalam lingkungan peradilan
    militer merupakan badan pelaksana kekuasaan kehakiman di lingkungan
    Angkatan Bersenjata. Pelaksanaan kekuasaan kehakiman dalam lingkungan
    Peradilan Militer berpuncak pada Mahkamah Agung sebagai Pengadilan
    Negara Tertinggi. Mengenai Angkatan Bersenjata atau Tentara Nasional
    Indonesia sebagai pemegang pelaksanaan pertahanan dan keamanan negara
    secara eksplisit diatur dalam Pasal 30 Undang-Undang Dasar Negara
    Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 bersama dengan Kepolisian.
    Namun, Peradilan Militer hanya diperuntukkan dalam lingkungan Angkatan
    Bersenjata atau Tentara Nasional Indonesia saja, sedangkan pelanggaran
    pidana yang dilakukan anggota Kepolisian dilakukan oleh Peradilan Umum.


                                                                                 38
Undang-undang yang mengatur mengenati Peradilan Militer adalah
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
Berdasarkan undang-undang tersebut kekuasaan dan wewenang Pengadilan
Militer dalam menanggapi sebuah pelanggaran pidana dibedakan sebagai
berikut:
a           Pengadilan Militer
              Pengadilan Militer bersidang untuk memeriksa dan memutus
    perkara pidana pada tingkat pertama. Berdasarkan Pasal 9 dan Pasal 40
    Pengadilan Militer berwenang:
    1       Mengadili tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang yang pada
        waktu melakukan tindak pidana adalah:
        a Prajurit yang berpangkat Kapten kebawah;
        b           Yang berdasarkan undang-undang dipersamakan dengan
            Prajurit;
        c Anggota suatu golongan atau jawatan atau badan atau yang
            dipersamakan atau dianggap sebagai Prajurit berdasarkan undang-
            undang;
        d           Seseorang yang tidak masuk golongan tersebut di atas
            tetapi atas keputusan Panglima dengan persetujuan Menteri
            Kehakiman harus diadili oleh suatu Pengadilan dalam lingkungan
            Peradilan Militer.
    2       Memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha
        Angkatan Bersenjata.
    3       Menggabungkan perkara gugatan ganti rugi dalam perkara pidana
        yang bersangkutan atas permintaan dari pihak yang dirugikan sebagai
        akibat yang ditimbulkan oleh tindak pidana yang menjadi dasar
        dakwaan, dan sekaligusmemutus kedua perkara tersebut dalam satu
        putusan.
              Berdasarkan Pasal 10, Pengadilan dalam lingkungan Peradilan
    Militer    mengadili    tindak   pidana   yang   dilakukan   oleh   mereka
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, tempat kejadiannya berada di


                                                                            39
daerah hukumnya atau terdakwanya termasuk suatu kesatuan yang
    berada di daerah hukumnya.
             Sebagai contoh misalnya seorang Kapten diduga kuat melakukan
    penganiayaan terhadap seorang wanita. Proses peradilan kasus tersebut
    ditangani oleh Pengadilan Militer. Upaya banding atas putusan tersebut
    diajukan ke Pengadilan Militer Tinggi.


b           Pengadilan Militer Tinggi
             Pengadilan Militer Tinggi bersidang untuk memeriksa dan
    memutus perkara pidana dan perkara sengketa Tata Usaha Angkatan
    Bersenjata pada tingkat pertama, Pengadilan Militer Tinngi juga
    memutus dan memeriksa perkara pidana pada tingkat banding.
    Berdasarkan Pasal 41 Kekuasaan Pengadilan Militer Tinggi memiliki
    wewenang sebagai berikut:
    1       Pada tingkat pertama memeriksa dan memutus perkara pidana yang
        terdakwanya adalah:
        a Prajurit atau salah satu prajurit yang berpangkat mayor ke atas;
        b          Seseorang yang pada waktu melakukan tindak pidana yang
            berdasar undang-undang dipersamakan dengan prajurit atau
            anggota suatu golongan atau jawatan atau yang dipersamakan
            udang-undang yang terdakwanya atau salah satu terdakwanya
            termasuk tingkat kepangkatan mayor ke atas;
        c Terdakwanya seorang yang atas keputusan panglima dengan
            persetujuan Menteri Kehakiman harus diadili oleh suatu pengadilan
            dalam lingkungan peradilan militer dalam hal ini oleh Pengadilan
            Militer Tinggi;
    2       Memeriksa dan memutus pada tingkat banding perkara pidana
        yang telah diputus oleh Pengadilan Militer dalam daerah hukumnya
        yang dimintakan banding.
    3       Memutus pada tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan
        mengadili antara Pengadilan Militer dalam daerah hukumnya.


                                                                             40
Sebagai contoh misalnya seorang Mayor Jenderal tertangkap
    tangan mengkonsumsi narkoba jenis sabu-sabu. Peradilan kasus tersebut
    ditangani oleh Pengadilan Militer Tinggi dan upaya banding dapat di
    ajukan ke Pengadilan Militer Utama.
c           Pengadilan Militer Utama
             Pengadilan Militer Utama adalah pengadilan di lingkungan
    Peradilan Militer pada tingkat banding yang berwenang memeriksa dan
    memutuskan perkara pidana yang telah diputus pada tingkat pertama oleh
    Pengadilan Militer Tinggi yang diminta banding, dan sengketa tata usaha
    militer yang pada tingkat pertama telah diputus oleh pengadilan militer
    tinggi yang di minta banding (Pasal 42). Berdasarkan Pasal 43,
    Pengadilan Militer Utama baik pada tingkat pertama dan terakhir
    memiliki wewenang sebagai berikut:
    1       Sengketa mengenai wewenang mengadili antara:
        a Pengadilan     Militer     yang    berkedudukan     di   daerah   hukum
            Pengadilan Militer yang berlainan;
        b          Pengadilan Militer Tinggi;
        c Pengadilan Militer Tinggi dan Pengadilan Militer.
    2       Sengketa perbedaan pendapat antara perwira penyerah perkara
        dengan oditur (penuntut umum) tentang diajukan atau tidaknya suatu
        perkara kepada pengadilan dalam lingkungan Peradilan Militer atau
        Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum.
             Berdasarkan Pasal 44 Pengadilan Militer Utama juga memiliki
    fungsi pengawasan sebagai berikut:
    1       Pengadilan Militer Utama melakukan pengawasan terhadap:
        a Penyelenggaraan peradilan di semua lingkungan Pengadilan
            Militer, Pengadilan Militer Tinggi, dan Pengadilan Militer
            Pertempuran di daerah hukumnya masing-masing;
        b          Tingkah    laku     dan    perbuatan     para   Hakim    dalam
            menjalankan tugasnya.




                                                                               41
2       Pengadilan Militer Utama berwenang untuk meminta keterangan
           tentang hal-hal yang bersangkutan dengan teknis peradilan dari
           Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, dan Pengadilan Militer
           Pertempuran.
      3       Pengadilan Militer Utama memberi petunjuk, teguran, atau
           peringatan yang dipandang perlu kepada Pengadilan Militer,
           Pengadilan Militer Tinggi, dan Pengadilan Militer Pertempuran.
      4       Pengadilan Militer Utama meneruskan perkara yang dimohonkan
           kasasi, peninjauan kembali, dan grasi kepada Mahkamah Agung.
  d           Pengadilan Militer Pertempuran
               Pengadilan Militer Pertempuran adalah pengadilan yang dibentuk
      dalam keadaan sedang berperang di medan tempur. Berdasarkan Pasal 45
      Pegadilan Militer Pertempuran memiliki kekuasaan untuk memeriksa dan
      memutus pada tingkat pertama dan terakhir perkara pidana yang
      dilakukan oleh seseorang sesuai ketentuan Pasal 9, di medan
      pertempuran. Pengadilan Militer Pertempuran bersifat mobile mengikuti
      gerakan pasukan dan berkedudukan serta berdaerah hukum di daerah
      pertempuran (Pasal 46). Sebagai contoh misalnya seorang anggota TNI
      yang sedang berjuang di medan laga di kawasan Timur Tengah diduga
      melakukan penganiayaan terhadap rekannya. Proses peradilan kasus
      tersebut di tingkat pertama dan terakhir ditangani oleh Pengadilan Militer
      Pertempuran karena berada di medan pertempuran.

          Pada tahun 1997 Indonesia mengalami sebuah gejolak politik yang
amat luar biasa dalam sejarah kepemerintahan bangsa Indonesia yang ditandai
dengan mencetusnya reformasi. Hingga saat ini reformasi telah banyak
membawa perubahan dalam kepemerintahan di Indonesia, Kekuasaan
Kehakiman menjadi salah satu hal yang diperbaharui. Selain Mahkamah
Agung, lembaga negara yang memegang Kekuasaan Kehakiman yang ada
sekarang ini adalah Mahkamah Konstitusi. Keberadaan Mahkamah Konstitusi
secara eksplisit dipertegas setelah Amandemen III Undang-Undang Dasar



                                                                             42
Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 24. Sebelum
Amandemen ke III bunyi Pasal 24 adalah sebagai berikut: (1) Kekuasaan
kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain badan
kehakiman menurut Undang-undang; (2) Susunan dan kekuasaan Badan-badan
Kehakiman itu diatur dengan Undang-undang. Setelah dilakukan Amendemen
ke III pada tanggal 19 November 2001 Pasal 24 yang ada sekarang ini
berbunyi; (1) Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka
untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan; (2)
Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan
peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum,
lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan
peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Kemudian
pada tanggal 10 Agustus 2002 dilakukanlah Amandemen ke IV dengan
menambahkah satu ayat pada Pasal 24 yang berbunyi sebagai berikut: (3)
Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman
diatur dalam undang-undang. Badan-badan lain yang dimaksud pada Pasal 24
ayat (3) tersebut saat ini salah satunya adalah Komisi Yudisial. Dengan kata
lain di era reformasi sekarang ini pemegang Kekuasaan Kehakiman di
Indonesia selain Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara Tertinggi juga
terdapat Mahkamah Konstitusi. Selain itu saat ini juga dikenal apa yang disebut
dengan Komisi Yudisial yang ditunjuk sebagai badan yang fungsinya berkaitan
dengan kekuasaan kehakiman.
        Berikut ini akan diuraikan mengenai peranan dan wewenang dari
Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial:
1    Mahkamah Konstitusi
          Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu pelaku kekuasaan
    kehakiman yang merdeka mempunyai peranan penting guna menegakkan
    konstitusi dan prinsip negara hukum sesuai dengan kewenangan dan
    kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Dasar
    Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945. Mahkamah Konstitusi
    merupakan lembaga baru yang lahir sebagai tuntutan dari reformasi yang


                                                                            43
telah berhasil menggulingkan orde baru. Keberadaan Mahkamah Konstitusi
    dikukuhkan dengan adanya Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003 tentang
    Mahkamah Konstitusi yang sekarang mengalami perubahan setelah
    dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan
    Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
             Kewenangan Mahkamah Konstitusi menurut Pasal 24C Undang-
    Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 adalah
    mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final
    untuk:
    a          Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara
         Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945;
    b          Memutus      sengketa    kewenangan      lembaga    negara   yang
         kewenangannya di berikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan
         Republik Indonesia Tahun 1945;
    c          Memutus pembubaran partai politik;
    d          Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum;
    e          Memutus pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wapres telah
         melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara,
         korupsi, penyuapan, tindak pidana berat, atau perbuatan tercela;
    f Memutus pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wapres telah tidak lagi
         memenuhi persyaratan sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden (Jimly
         Assiddiqie, 2003:197).
2       Komisi Yudisial
             Komisi Yudisial adalah lembaga negara sebagaimana dimaksud
    dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu
    Pasal 24B. Komisi Yudisial merupakan lembaga baru yang berifat mandiri.
    Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan
    kekuasaan kehakiman yang merdeka melalui pencalonan hakim agung serta
    pengawasan terhadap hakim yang transparan dan partisipatif guna
    menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat, serta menjaga perilaku
    hakim. Berdasarkan Pasal 24B ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara


                                                                              44
Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945, Komisi Yudisial memiliki
wewenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai
wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan,
keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Lebih lanjut ketentuan yang
mengatur mengenai Komisi Yudisial adalah Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial dan undang-undang terbaru, yaitu
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial.
        Berdasarkan undang-undang tersebut Komisi Yudisial memiliki
wewenang sebagai berikut:
a         Mengusulkan pengangkatan hakim agung kepada DPR (Pasal 13).
    Dalam hal ini Komisi Yudisial bertugas untuk melakukan pendaftaran,
    menyeleksi, menetapkan, dan mengajukan calon hakim agung ke DPR
    (Pasal 14).
b         Menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga
    perilaku hakim di seluruh lingkungan peradilan (Pasal 13).
        Berdasarkan Pasal 22 ayat (1) Komisi Yudisial juga memiliki tugas
pengawasan sebagai berikut:
a         Menerima laporan masyarakat mengenai perilaku hakim;
b         Meminta laporan secara berkala kepada badan peradilan tentang
    perilaku hakim;
c         Memeriksa dugaan pelanggaran perilaku hakim yang diduga
    melanggar kode etik perilaku hakim.


       Bagan Lembaga Peradilan di Indonesia Era Reformasi

                          Mahkamah Agung




                         PK        Kasasi




                                                                      45
PengadilanMiliter Utama

                          PengadilanTinggi Agama
                             PengadilanTinggi
                   PengadilanTinggi Tata Usaha Negara




                       Pengadilan Militer Pertempuran

                             PengadilanMiliter
                                   Tinggi
                        PengadilanTata Usaha Negara

                             PengadilanAgama

                             PengadilanNegeri

Banding                                                 Banding




Pengadilan Khusus:
Pengadilan HAM
Pengadilan Anak
Pengadilan Perikanan
Pengadilan Niaga
Pengadilan Hubungan Industrial
Pengadilan Adat Papua
Pengadilan Khusus:
Pengadilan Pajak
Pengadilan Khusus:
Mahkamah Syari’ah Nanggroe Aceh Darussalam




                                                                  46
PengadilanMiliter

                                                           Banding




                                BAB III
                               PENUTUP


       Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik
Indonesia Tahun 1945 menyatakan dengan tegas bahwa Indonesia adalah negara
hukum. Sebagai negara hukum, Indonesia harus memiliki seperangkat penegak
hukum dalam rangka menjunjung tinggi hukum dan keadilan bagi warganya.
Pasal 24 Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945
telah memuat ketentuan dasar mengenai Kekuasaan Kehakiman di Indonesia.
Lembaga Negara pemegang Kekuasaan Kehakiman di Indonesia adalah
Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi yang dibantu oleh badan lain yakni
Komisi Yudisial. Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara Tertinggi yang
membawahi empat lingkungan peradilan, yaitu Peradilan Umum, Peradilan
Agama, Peradilan Tata Usaha Negara dan Peradilan Militer. Masing-masing
lingkungan peradilan memiliki pengadilan tingkat pertama yang berada di
kabupaten/kota dan tingkat banding yang berada di provinsi dan semuanya
berpuncak pada Mahkamah Agung dalam hal kasasi dan peninjauan kembali.
Disamping itu juga terdapat beberapa pengadilan khusus seperti Pengadilan



                                                                       47
HAM, Pengadilan Anak, Pengadilan Perikanan, Pengadilan Niaga, Pengadilan
Hubungan Industrial, dan Pengadilan Adat Papua di lingkungan Peradilan Umum,
Mahkamah Syari’ah Nanggroe Aceh Darussalam di lingkungan Peradilan Agama
dan Pengadilan Pajak di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara. Sedangkan di
lingkungan Peradilan Militer terdapat Pengadilan Militer, Pengadilan Militer
Tinggi, Pengadilan Militer Utama dan Pengadilan Pertempuran.
        Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga baru memiliki tugas utama
menjaga konstitusi, yaitu menguji undang-undang atas Undang-Undang Dasar
Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945. Komisi Yudisial yang juga
sebagai lembaga baru di era reformasi ini memiliki peran utama mengenai
pengusulan dan pengangkatan hakim agung serta menegakkan kehormatan dan
keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim di seluruh lingkungan peradilan
dan fungsi pengawasan lainnya.
                            DAFTAR PUSTAKA

Abdul Latief. 2004. Reformasi dan Paradigma Penegakan Hukum Menuju
      Pemerintahan yang Bersih. Yogyakarta: UII Press.

Andi Hamzah. 2005. Pemberantasan Korupsi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

C.S.T. Kansil. 1986. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Jakarta:
       Pradnya Paramita.

Gatot Supramono. 2005. Hukum Acara Pengadilan Anak. Jakarta: Djambatan.

Gemala Dewi. 2005. Hukum Acara Perdata Peradilan Agama di Indonesia,
      Jakarta: Prenada Media.

Jimly Assiddiqie. 2003. Konstitusi dan Konstitusionalisme. Jakarta: Sekretaris
      Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.

______2006. Pengantar Ilmu Hukum Jilid II. Jakarta: Sekretaris Jenderal dan
      Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.

______2006. Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi.
      Jakarta: Sekretaris Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi
      Republik Indonesia.

Kunthoro Basuki dan Retno Supartinah. 1984. Bunga Rampai Ilmu Hukum dari
      Sudikno Mertokusumo. Yogyakarta: Liberty.



                                                                            48
Marwan Effendy. 2005. Kejaksaan RI, Posisi dan Fungsinya dari Perpektif
     Hukum. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Mukti Arto. 2001. Konsepsi Ideal Mahkamah Agung. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.

Musthofa. 2005. Kepaniteraan Peradilan Agama. Jakarta: Kencana.

Subekti. 1978. Kamus Hukum. Jakarta: Pradnya Pramita.

Sudikno Mertokusumo. 2008. Mengenal Hukum suatu Pengantar. Yogyakarta:
      Liberty.

Simorangkir dkk. 2008. Kamus Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.

Wantjik Saleh. 1976. Kehakiman dan Peradilan. Jakarta: Simbur Cahaya

Wiyono. 2007. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Jakarta: Sinar
      Grafika.

Zaeni Asyhadie. 2009. Pengadilan Hubungan Industrial. Jakarta: Rajawali Press.

                           DAFTAR UNDANG-UNDANG


Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
      Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
      Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan AtasUndang-Undang
      Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
       Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
      Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum


                                                                            49

Contenu connexe

Tendances

Ketika Hukum di negeriku dikali NOL
Ketika Hukum di negeriku dikali NOLKetika Hukum di negeriku dikali NOL
Ketika Hukum di negeriku dikali NOLatuulll
 
Makalah kewarganegaraan dan imigrasi
Makalah kewarganegaraan dan imigrasiMakalah kewarganegaraan dan imigrasi
Makalah kewarganegaraan dan imigrasiSupriadi Supria
 
Kisi kisi-n-soal-sistem-hukum-peradilan-nasional
Kisi kisi-n-soal-sistem-hukum-peradilan-nasionalKisi kisi-n-soal-sistem-hukum-peradilan-nasional
Kisi kisi-n-soal-sistem-hukum-peradilan-nasionalapotek agam farma
 
Pancasila dalam konteks ketatanegaraan
Pancasila dalam konteks ketatanegaraanPancasila dalam konteks ketatanegaraan
Pancasila dalam konteks ketatanegaraanSindy Septiawan
 
PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA
PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIAPANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA
PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIAMuhamad Yogi
 
Pancasila dalam konteks ketatanegaraan Indonesia
Pancasila dalam konteks ketatanegaraan IndonesiaPancasila dalam konteks ketatanegaraan Indonesia
Pancasila dalam konteks ketatanegaraan Indonesiarezekysholikhah
 
Pentingnya Konstitusi Negara
Pentingnya Konstitusi NegaraPentingnya Konstitusi Negara
Pentingnya Konstitusi NegaraSurya Surya
 
Bab ii-sis-hukum-perad-nas
Bab ii-sis-hukum-perad-nasBab ii-sis-hukum-perad-nas
Bab ii-sis-hukum-perad-nasAprizal Gauul
 
Pkn, negara dan konstitusi
Pkn, negara dan konstitusiPkn, negara dan konstitusi
Pkn, negara dan konstitusiRahma Sheilla
 

Tendances (20)

Pancasila
PancasilaPancasila
Pancasila
 
Rpp 7 ppkn sma kls x
Rpp 7 ppkn sma kls xRpp 7 ppkn sma kls x
Rpp 7 ppkn sma kls x
 
Ketika Hukum di negeriku dikali NOL
Ketika Hukum di negeriku dikali NOLKetika Hukum di negeriku dikali NOL
Ketika Hukum di negeriku dikali NOL
 
Materi pkn kls xii bab 3
Materi pkn kls xii bab 3Materi pkn kls xii bab 3
Materi pkn kls xii bab 3
 
Makalah kewarganegaraan dan imigrasi
Makalah kewarganegaraan dan imigrasiMakalah kewarganegaraan dan imigrasi
Makalah kewarganegaraan dan imigrasi
 
Lembaga Pemerintahan dan Perundang undangan
Lembaga Pemerintahan dan Perundang undanganLembaga Pemerintahan dan Perundang undangan
Lembaga Pemerintahan dan Perundang undangan
 
Kisi kisi-n-soal-sistem-hukum-peradilan-nasional
Kisi kisi-n-soal-sistem-hukum-peradilan-nasionalKisi kisi-n-soal-sistem-hukum-peradilan-nasional
Kisi kisi-n-soal-sistem-hukum-peradilan-nasional
 
Peranan politik hukum dalam mewujudkan tujuan negara
Peranan politik hukum dalam mewujudkan tujuan negaraPeranan politik hukum dalam mewujudkan tujuan negara
Peranan politik hukum dalam mewujudkan tujuan negara
 
SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA
SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIASISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA
SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA
 
Makalah hukum tata negara
Makalah hukum tata negaraMakalah hukum tata negara
Makalah hukum tata negara
 
Makalah peran polisi sebagai penegak hukum
Makalah peran polisi sebagai penegak hukumMakalah peran polisi sebagai penegak hukum
Makalah peran polisi sebagai penegak hukum
 
Pancasila dalam konteks ketatanegaraan
Pancasila dalam konteks ketatanegaraanPancasila dalam konteks ketatanegaraan
Pancasila dalam konteks ketatanegaraan
 
PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA
PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIAPANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA
PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA
 
Makalah pkn
Makalah pknMakalah pkn
Makalah pkn
 
Lembaga Pemerintahan dan Perundang-undangan
Lembaga Pemerintahan dan Perundang-undangan Lembaga Pemerintahan dan Perundang-undangan
Lembaga Pemerintahan dan Perundang-undangan
 
Pancasila dalam konteks ketatanegaraan Indonesia
Pancasila dalam konteks ketatanegaraan IndonesiaPancasila dalam konteks ketatanegaraan Indonesia
Pancasila dalam konteks ketatanegaraan Indonesia
 
Pentingnya Konstitusi Negara
Pentingnya Konstitusi NegaraPentingnya Konstitusi Negara
Pentingnya Konstitusi Negara
 
Materi ppkn sma xii bab 3
Materi ppkn sma xii bab 3Materi ppkn sma xii bab 3
Materi ppkn sma xii bab 3
 
Bab ii-sis-hukum-perad-nas
Bab ii-sis-hukum-perad-nasBab ii-sis-hukum-perad-nas
Bab ii-sis-hukum-perad-nas
 
Pkn, negara dan konstitusi
Pkn, negara dan konstitusiPkn, negara dan konstitusi
Pkn, negara dan konstitusi
 

Similaire à Peranan lembaga peradilan dalam pelaksanaan kekuasaan kehakiman di indonesia

06. pendidikan kewarganegaraan (c)
06. pendidikan kewarganegaraan (c)06. pendidikan kewarganegaraan (c)
06. pendidikan kewarganegaraan (c)eli priyatna laidan
 
RPP PKN X Kurikulum 2013 yasirmaster.web.id Rpp 7
RPP PKN X Kurikulum 2013 yasirmaster.web.id Rpp 7RPP PKN X Kurikulum 2013 yasirmaster.web.id Rpp 7
RPP PKN X Kurikulum 2013 yasirmaster.web.id Rpp 7yasirmaster web.id
 
Tugas2_Pancasila_HendroGunawan.pdf
Tugas2_Pancasila_HendroGunawan.pdfTugas2_Pancasila_HendroGunawan.pdf
Tugas2_Pancasila_HendroGunawan.pdfHendroGunawan8
 
Makalah pancasila kahfi
Makalah pancasila kahfiMakalah pancasila kahfi
Makalah pancasila kahfianihdx
 
Rencana pelaksanaan pembelajaran pkn xii kur 2013 bab 3
Rencana pelaksanaan pembelajaran pkn xii kur 2013 bab 3Rencana pelaksanaan pembelajaran pkn xii kur 2013 bab 3
Rencana pelaksanaan pembelajaran pkn xii kur 2013 bab 3eli priyatna laidan
 
Negara ri belum memiliki hukum nasional
Negara ri belum memiliki hukum nasionalNegara ri belum memiliki hukum nasional
Negara ri belum memiliki hukum nasionallutpimajidi
 
Penenrapan Sila Keempat Pancasila Pada Proses Pendidikan
Penenrapan Sila Keempat Pancasila Pada Proses PendidikanPenenrapan Sila Keempat Pancasila Pada Proses Pendidikan
Penenrapan Sila Keempat Pancasila Pada Proses PendidikanEl_Azhari20
 
Presentation .membina kesadaran berkonstitusi
Presentation .membina kesadaran berkonstitusiPresentation .membina kesadaran berkonstitusi
Presentation .membina kesadaran berkonstitusitri wulandari
 
06. pendidikan kewarganegaraan (b)
06. pendidikan kewarganegaraan (b)06. pendidikan kewarganegaraan (b)
06. pendidikan kewarganegaraan (b)eli priyatna laidan
 
[Materi umum] ppk nn sma-ma
[Materi umum] ppk nn sma-ma[Materi umum] ppk nn sma-ma
[Materi umum] ppk nn sma-maAchmad Junaidi
 
Pancasila sebagai sistem_politik_dan_hukum
Pancasila sebagai sistem_politik_dan_hukumPancasila sebagai sistem_politik_dan_hukum
Pancasila sebagai sistem_politik_dan_hukumRizki Ramadhan
 
resume pkn modul 1
resume pkn modul 1 resume pkn modul 1
resume pkn modul 1 nisaradhine
 
Tugas individu kewarganegaraan 1
Tugas individu kewarganegaraan 1Tugas individu kewarganegaraan 1
Tugas individu kewarganegaraan 1Rika Hariany
 
dimensi pembelajaran PKN
dimensi pembelajaran PKNdimensi pembelajaran PKN
dimensi pembelajaran PKNIstiqomahMPd
 
PKN PERTEMUAN KE-1.pptx
PKN PERTEMUAN KE-1.pptxPKN PERTEMUAN KE-1.pptx
PKN PERTEMUAN KE-1.pptxFikra8
 
Rencana pelaksanaan pembelajaran pkn xii kur 2013 bab 1
Rencana pelaksanaan pembelajaran pkn xii kur 2013 bab 1Rencana pelaksanaan pembelajaran pkn xii kur 2013 bab 1
Rencana pelaksanaan pembelajaran pkn xii kur 2013 bab 1eli priyatna laidan
 
Rencana pelaksanaan pembelajaran pkn xii kur 2013 bab 1
Rencana pelaksanaan pembelajaran pkn xii kur 2013 bab 1Rencana pelaksanaan pembelajaran pkn xii kur 2013 bab 1
Rencana pelaksanaan pembelajaran pkn xii kur 2013 bab 1eli priyatna laidan
 

Similaire à Peranan lembaga peradilan dalam pelaksanaan kekuasaan kehakiman di indonesia (20)

06. pendidikan kewarganegaraan (c)
06. pendidikan kewarganegaraan (c)06. pendidikan kewarganegaraan (c)
06. pendidikan kewarganegaraan (c)
 
RPP PKN X Kurikulum 2013 yasirmaster.web.id Rpp 7
RPP PKN X Kurikulum 2013 yasirmaster.web.id Rpp 7RPP PKN X Kurikulum 2013 yasirmaster.web.id Rpp 7
RPP PKN X Kurikulum 2013 yasirmaster.web.id Rpp 7
 
Tugas2_Pancasila_HendroGunawan.pdf
Tugas2_Pancasila_HendroGunawan.pdfTugas2_Pancasila_HendroGunawan.pdf
Tugas2_Pancasila_HendroGunawan.pdf
 
Makalah pancasila kahfi
Makalah pancasila kahfiMakalah pancasila kahfi
Makalah pancasila kahfi
 
Rencana pelaksanaan pembelajaran pkn xii kur 2013 bab 3
Rencana pelaksanaan pembelajaran pkn xii kur 2013 bab 3Rencana pelaksanaan pembelajaran pkn xii kur 2013 bab 3
Rencana pelaksanaan pembelajaran pkn xii kur 2013 bab 3
 
Negara ri belum memiliki hukum nasional
Negara ri belum memiliki hukum nasionalNegara ri belum memiliki hukum nasional
Negara ri belum memiliki hukum nasional
 
Penenrapan Sila Keempat Pancasila Pada Proses Pendidikan
Penenrapan Sila Keempat Pancasila Pada Proses PendidikanPenenrapan Sila Keempat Pancasila Pada Proses Pendidikan
Penenrapan Sila Keempat Pancasila Pada Proses Pendidikan
 
Presentation .membina kesadaran berkonstitusi
Presentation .membina kesadaran berkonstitusiPresentation .membina kesadaran berkonstitusi
Presentation .membina kesadaran berkonstitusi
 
06. pendidikan kewarganegaraan (b)
06. pendidikan kewarganegaraan (b)06. pendidikan kewarganegaraan (b)
06. pendidikan kewarganegaraan (b)
 
16919924.ppt
16919924.ppt16919924.ppt
16919924.ppt
 
[Materi umum] ppk nn sma-ma
[Materi umum] ppk nn sma-ma[Materi umum] ppk nn sma-ma
[Materi umum] ppk nn sma-ma
 
Pancasila sebagai sistem_politik_dan_hukum
Pancasila sebagai sistem_politik_dan_hukumPancasila sebagai sistem_politik_dan_hukum
Pancasila sebagai sistem_politik_dan_hukum
 
resume pkn modul 1
resume pkn modul 1 resume pkn modul 1
resume pkn modul 1
 
Tugas individu kewarganegaraan 1
Tugas individu kewarganegaraan 1Tugas individu kewarganegaraan 1
Tugas individu kewarganegaraan 1
 
dimensi pembelajaran PKN
dimensi pembelajaran PKNdimensi pembelajaran PKN
dimensi pembelajaran PKN
 
PKN PERTEMUAN KE-1.pptx
PKN PERTEMUAN KE-1.pptxPKN PERTEMUAN KE-1.pptx
PKN PERTEMUAN KE-1.pptx
 
Rencana pelaksanaan pembelajaran pkn xii kur 2013 bab 1
Rencana pelaksanaan pembelajaran pkn xii kur 2013 bab 1Rencana pelaksanaan pembelajaran pkn xii kur 2013 bab 1
Rencana pelaksanaan pembelajaran pkn xii kur 2013 bab 1
 
Rencana pelaksanaan pembelajaran pkn xii kur 2013 bab 1
Rencana pelaksanaan pembelajaran pkn xii kur 2013 bab 1Rencana pelaksanaan pembelajaran pkn xii kur 2013 bab 1
Rencana pelaksanaan pembelajaran pkn xii kur 2013 bab 1
 
RPP SMA PPKN Kelas XI
RPP SMA PPKN Kelas XIRPP SMA PPKN Kelas XI
RPP SMA PPKN Kelas XI
 
RPP SMA PPKN Kelas XII
RPP SMA PPKN Kelas XIIRPP SMA PPKN Kelas XII
RPP SMA PPKN Kelas XII
 

Dernier

Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxModul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxherisriwahyuni
 
Sejarah Perkembangan Teori Manajemen.ppt
Sejarah Perkembangan Teori Manajemen.pptSejarah Perkembangan Teori Manajemen.ppt
Sejarah Perkembangan Teori Manajemen.pptssuser940815
 
PPT-Sistem-Pencernaan-Manusia-Kelas-8-K13.pptx
PPT-Sistem-Pencernaan-Manusia-Kelas-8-K13.pptxPPT-Sistem-Pencernaan-Manusia-Kelas-8-K13.pptx
PPT-Sistem-Pencernaan-Manusia-Kelas-8-K13.pptxdanangpamungkas11
 
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxTopik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxsyafnasir
 
rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdf
rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdfrpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdf
rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdfGugunGunawan93
 
PLaN & INTERVENSI untuk sekolah yang memerlukan
PLaN & INTERVENSI untuk sekolah yang memerlukanPLaN & INTERVENSI untuk sekolah yang memerlukan
PLaN & INTERVENSI untuk sekolah yang memerlukanssuserc81826
 
slide presentation bab 2 sain form 2.pdf
slide presentation bab 2 sain form 2.pdfslide presentation bab 2 sain form 2.pdf
slide presentation bab 2 sain form 2.pdfNURAFIFAHBINTIJAMALU
 
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 TesalonikaMateri Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 TesalonikaSABDA
 
Keberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptx
Keberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptxKeberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptx
Keberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptxLeniMawarti1
 
Catatan di setiap Indikator Fokus Perilaku
Catatan di setiap Indikator Fokus PerilakuCatatan di setiap Indikator Fokus Perilaku
Catatan di setiap Indikator Fokus PerilakuHANHAN164733
 
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
Demonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdfDemonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdf
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdfvebronialite32
 
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...jumadsmanesi
 
MA Kelas XII Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdf
MA Kelas XII  Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdfMA Kelas XII  Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdf
MA Kelas XII Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdfcicovendra
 
LATIHAN SOAL SISTEM PENCERNAAN KELAS 11pptx
LATIHAN SOAL SISTEM PENCERNAAN KELAS 11pptxLATIHAN SOAL SISTEM PENCERNAAN KELAS 11pptx
LATIHAN SOAL SISTEM PENCERNAAN KELAS 11pptxnataliadwiasty
 
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdf
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdfBuku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdf
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdfWahyudinST
 
SKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptx
SKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptxSKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptx
SKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptxg66527130
 
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdfShintaNovianti1
 
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptx
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptxMTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptx
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptxssuser0239c1
 
PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.
PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.
PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.aechacha366
 
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfAKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfTaqdirAlfiandi1
 

Dernier (20)

Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxModul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
 
Sejarah Perkembangan Teori Manajemen.ppt
Sejarah Perkembangan Teori Manajemen.pptSejarah Perkembangan Teori Manajemen.ppt
Sejarah Perkembangan Teori Manajemen.ppt
 
PPT-Sistem-Pencernaan-Manusia-Kelas-8-K13.pptx
PPT-Sistem-Pencernaan-Manusia-Kelas-8-K13.pptxPPT-Sistem-Pencernaan-Manusia-Kelas-8-K13.pptx
PPT-Sistem-Pencernaan-Manusia-Kelas-8-K13.pptx
 
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxTopik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
 
rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdf
rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdfrpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdf
rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdf
 
PLaN & INTERVENSI untuk sekolah yang memerlukan
PLaN & INTERVENSI untuk sekolah yang memerlukanPLaN & INTERVENSI untuk sekolah yang memerlukan
PLaN & INTERVENSI untuk sekolah yang memerlukan
 
slide presentation bab 2 sain form 2.pdf
slide presentation bab 2 sain form 2.pdfslide presentation bab 2 sain form 2.pdf
slide presentation bab 2 sain form 2.pdf
 
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 TesalonikaMateri Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
 
Keberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptx
Keberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptxKeberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptx
Keberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptx
 
Catatan di setiap Indikator Fokus Perilaku
Catatan di setiap Indikator Fokus PerilakuCatatan di setiap Indikator Fokus Perilaku
Catatan di setiap Indikator Fokus Perilaku
 
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
Demonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdfDemonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdf
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
 
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
 
MA Kelas XII Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdf
MA Kelas XII  Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdfMA Kelas XII  Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdf
MA Kelas XII Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdf
 
LATIHAN SOAL SISTEM PENCERNAAN KELAS 11pptx
LATIHAN SOAL SISTEM PENCERNAAN KELAS 11pptxLATIHAN SOAL SISTEM PENCERNAAN KELAS 11pptx
LATIHAN SOAL SISTEM PENCERNAAN KELAS 11pptx
 
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdf
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdfBuku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdf
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdf
 
SKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptx
SKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptxSKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptx
SKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptx
 
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
 
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptx
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptxMTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptx
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptx
 
PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.
PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.
PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.
 
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfAKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
 

Peranan lembaga peradilan dalam pelaksanaan kekuasaan kehakiman di indonesia

  • 1. PERANAN LEMBAGA PERADILAN DALAM PELAKSANAAN KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA ERA REFORMASI TUGAS AKHIR MAKALAH KOMPREHENSIF Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Syarat Program S1-KKT Disusun Oleh: Nurfatimah 11401279015 1
  • 2. PRODI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DAN HUKUM JURUSAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DAN HUKUM FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2012 BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang menjunjung tinggi hukum. Hal tersebut secara eksplisit tertuang dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Bila negara hukum dikaitkan dengan teori kedaulatan hukum, maka supremasi dari suatu negara tidak terletak pada negara itu tetapi pada hukum itu sendiri. Hukum mempunyai posisi yang strategis dan dominan dalam kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara. Hukum sebagai suatu sistem dapat berperan dengan baik dan benar di tengah masyarakat jika instrumen pelaksanaannya dilengkapi dengan kewenangan-kewenangan dalam bidang penegakan hukum. Menurut Friedman, sistem hukum tersebut tersusun dari sub-subsistem hukum yang berupa substansi hukum, struktur hukum dan budaya hukum. Ketiga unsur tersebut sangat menentukan apakah suatu sistem hukum dapat berjalan dengan baik atau tidak. Substansi hukum menyangkut aspek-aspek pengaturan hukum atau peraturan perundang-undangan. Struktur hukum lebih menekankan pada aparatur serta sarana dan prasarana hukum itu sendiri. Sementara budaya hukum menyangkut perilaku masyarakat terhadap hukum itu sendiri (Marwan Effendy, 2005:1). Dengan demikian maka di dunia ini tidak ada negara hukum yang tidak memiliki lembaga penegak hukum sebagai pemegang kekuasaan kehakiman mengingat pentingnya penegakkan hukum tersebut. Bahkan, kualitas suatu kekuasaan kehakiman dijadikan sebagai salah satu indikator untuk menentukan seberapa demokratisnya suatu 2
  • 3. negara hukum. Konsekuensi logis bagi Indonesia sebagai negara hukum adalah Indonesia harus memiliki seperangkat penegak hukum, secara konstitusional dikenal dengan istilah kekuasaan kehakiman. Hal tersebut secara eksplisit diatur dalam Pasal 24 Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945. Menjunjung tinggi hukum merupakan hak sekaligus kewajiban bagi seluruh warga negara Indonesia selaku negara yang menganut paham negara hukum. Terlebih lagi dalam hal penegakkan hukum, selain peranan lembaga negara yang berwenang dalam hal penegakan hukum dan pemegang kekuasaan kehakiman, peran aktif dari warga negara juga sangat diperlukan agar hukum dapat ditegakkan dengan adil dan tidak memihak. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa hukum dan penegakan hukum merupakan faktor penting dalam sistem hukum di negara manapun, begitu pula di Indonesia. Agar hukum dapat ditegakkan dan pelanggar hukum mendapatkan sangksi yang tegas dan sesuai maka keberadaan lembaga penegak hukum dan lembaga peradilan menjadi sangat penting guna mengawal kehidupan masyarakat agar menjadi masyarakat yang sadar hukum dan kehidupan yang damai sejahtera dan tertib hukum dapat tercapai. Salah satu upaya nyata yang dapat ditempuh guna mewujudkan warga negara yang sadar hukum dan menjunjung tinggi hukum adalah melalui jalur akademis, yakni melalui mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945. Hakekat pendidikan kewarganegaraan adalah upaya sadar dan terencana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa bagi warga negara dengan menumbuhkan jati diri dan moral bangsa sebagai landasan pelaksanaan hak dan kewajiban dalam bela negara, demi kelangsungan kehidupan dan kejayaan bangsa dan negara (standar isi PKn). 3
  • 4. Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang bertujuan untuk menjadikan peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut ini: 16 Berpikir secara kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan. 26 Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, bebangsa, dan bernegara, serta anti-korupsi. 36 Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya. 46 Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan meliputi aspek-aspek berikut ini: 16 Persatuan dan Kesatuan bangsa, meliputi: Hidup rukun dalam perbedaan, Cinta lingkungan, Kebanggaan sebagi bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda, Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Partisipasi dalam pembelaan negara, Sikap positif terhadap negara Kesatuan Republik Indonesia, Keterbukaan dan jaminan keadilan. 26 Norma, hukum dan peraturan, meliputi: Tertib dalam kehidupan keluarga, Tata tertib di sekolah, Norma yang berlaku di masyarakat, Peraturan-peraturan daerah, Norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Sistem hukum dan peradilan nasional, Hukum dan peradilan internasional. 36 Hak asasi manusia, meliputi: Hak dan kewajiban anak, Hak dan kewajiban anggota masyarakat, Intrumen nasional dan internasional HAM, Pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM. 46 Kebutuhan warga Negara, meliputi: Hidup gotong royong, Harga diri sebagai warga masyarakat, Kebebasan berorganisasi, Kemerdekaan mengeluarkan pendapat, Menghargai keputusan bersama, Prestasi diri, Persamaan kedudukan warga negara. 56 Konstitusi Negara, meliputi: Proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang pertama, Konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, Hubungan dasar negara dengan konstitusi. 66 Kekuasaan dan Politik, meliputi: Pemerintahan desa dan kecamatan, Pemerintahan daerah dan otonomi, Pemerintah pusat, Demokrasi dan sistem politik, Budaya politik, Budaya demokrasi menuju masyarakat madani, Sistem pemerintahan, Pers dalam masyarakat demokrasi. 76 Pancasila, meliputi: Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, Proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara, Pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila sebagai ideologi terbuka. 4
  • 5. 86 Globalisasi meliputi: Globalisasi di lingkungannya, Politik luar negeri Indonesia di era globalisasi, Dampak globalisasi, Hubungan internasional dan organisasi internasional, dan mengevaluasi globalisasi (standar isi PKn). Berkaitan dengan uraian di atas, tentang tujuan dan ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, maka penulisan ini akan difokuskan pada pembahasan mengenai peranan lembaga peradilan nasional. Hal tersebut juga menjadi salah satu standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang ada di sekolah. Pendidikan Kewarganegaraan yang diberikan untuk kelas X SMA/MA semester 1 standar kompetensi yang harus dimiliki siswa salah satunya adalah, menampilkan sikap positif terhadap sistem hukum dan peradilan nasional, untuk dapat mewujudkan hal tersebut maka diperlukan kajian mengenai sistem hukum dan peradilan nasional secara mendalam. Namun, penulisan ini hanya akan difokuskan pada kompetensi dasar peranan lembaga-lembaga peradilan nasional dengan judul, “Peranan Lembaga Peradilan dalam Pelaksanaan Kekuasaan Kehakiman di Indonesia Era Reformasi”. Adapun tujuan penulisan ini adalah untuk mengembangkan materi pembelajaran di SMA/MA khususnya pada kelas X semester 1. Tulisan ini berupaya memberikan gambaran dan deskripsi mengenai peranan lembaga peradilan dalam pelaksanaan Kekusaan Kehakiman di Indonesia Era Reformasi. Diharapkan dengan adaya pembahasan mengenai peranan lembaga peradilan dalam melaksanakan Kekusaan Kehakiman di Indonesia era reformasi, peserta didik dapat memahami dan menganalisis peranan-peranan lembaga peradilan yang ada di Indonesia era reformasi dengan lebih baik sehingga tujuan yang hendak dicapai dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan nilai-nilai yang ingin ditanamkan pada peserta didik dapat tercapai. Karena perlu kita ketahui bersama bahwa pembahasan mengenai peranan lembaga peradilan nasional tidaklah mudah dan tidak dapat dilakukan secara singkat mengingat cakupan materinya yang sangat luas dan kompleks sehingga, diperlukan pembahasan khusus secara mendalam dan menyeluruh mengenai peranan lembaga peradilan nasional. Oleh sebab itu 5
  • 6. tulisan ini akan berupaya membahas dan menguraikan mengenai hal-hal berikut ini: 16 Apa yang dimaksud dengan peradilan nasional dan pengadilan? 26 Bagaimana peranan lembaga atau badan peradilan dalam pelaksanaan kekuasaan kehakiman di Indonesia era reformasi? BAB II PEMBAHASAN A6 Pengertian Peradilan Nasional dan Pengadilan 16 Pengertian Peradilan Nasional Peradilan yang dalam bahasa Belanda disebut rechtspraak dan dalam bahasa Inggris disebut judiciary adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan tugas negara dalam menegakkan hukum dan keadilan (Subekti, 1987:91-92). Peradilan berasal dari kata “adil” yang diambil dari bahasa Arab yang sudah diserap dalam bahasa Indonesia yang artinya proses mengadili atau suatu upaya untuk mencari keadilan atau penyelesaian sengketa hukum di hadapan badan peradilan menurut peraturan yang berlaku. Peradilan merupakan suatu pengertian yang umum, dalam bahasa Arab peradilan disebut al-Qadha yang artinya proses mengadili dan proses mencari keadilan (Gemala Dewi, 2005:3). Menurut Sjachran Basah (1985:112) peradilan adalah segala sesuatu yang bertalian dengan tugas memutus perkara dengan menerapkan hukum dan/atau menemukan hukum “in concreto” dalam mempertahankan dan menjamin ditaatinya hukum materiil, dengan menggunakan prosedural yang ditetapkan oleh hukum formal (Zaeni Asyhadie, 2009:4). Dari uraian tersebut di atas dikemukakan bahwa peradilan adalah segala sesuatu atau sebuah proses yang dijalankan di Pengadilan yang berhubungan dengan tugas memeriksa, memutus dan mengadili perkara dengan menerapkan hukum dan/atau menemukan hukum “in concreto” (hakim menerapkan peraturan hukum kepada hal-hal yang nyata yang dihadapkan kepadanya untuk diadili dan diputus) untuk mempertahankan 6
  • 7. dan menjamin ditaatinya hukum materiil, dengan menggunakan cara prosedural yang ditetapkan oleh hukum formal. Dengan kata lain secara singkat peradilan dapat diartikan sebagai sebuah proses dalam rangka menegakkan hukum dan keadilan atau suatu proses mencari keadilan itu sendiri. Menujuk pada pengertian di atas maka peradilan nasional dapat diartikan sebagai sebuah proses dalam rangka menegakkan hukum dan keadilan yang dilakukan melalui proses memeriksan, memutus dan menyelesaikan perkara yang mencakup lingkup nasional dengan menerapkan peraturan perundang-undangan dan ketentuan lainnya yang ada di Indonesia. 26 Pengertian Pengadilan Salah satu instrumen penting di dalam suatu negara hukum adalah adanya kekuasaan kehakiman yang independen untuk menyelenggarakan peradilan guna mewujudkan kepastian hukum dan keadilan. Masyarakat yang tertib hukum dalam menyelesaikan persoalan hukum harus dilakukan secara tertib dan teratur dalam suasana ketentraman dan kedamaian. Oleh sebab itu dibutuhkan institusi sebagai forum atau tempat penyelesaian setiap persoalan hukum, sehingga tidak ada seseorang atau sekelompok orang yang merasa kuat dan berkuasa untuk memaksakan penyelesaian persoalan hukum secara sepihak (eigenrichting) (Abdul Latief, 2004:28-30). Di Indonesia sendiri memiliki lembaga peradilan, yaitu pengadilan dan lembaga penegak hukum lainnya guna menjamin ditegakkannya hukum secara adil dan tidak memihak. Pengadilan atau rechtbank dalam bahasa Belanda dan court dalam bahasa Inggris adalah badan yang melakukan peradilan, yaitu memeriksa, mengadili dan memutus perkara-perkara (Subekti, 1978:91-92). Pengadilan adalah dewan atau badan yang berkewajiban untuk mengadili perkara- perkara dengan memeriksa dan memberi keputusan mengenai persengketaan hukum, pelanggaran hukum atau undang-undang dan sebagainya 7
  • 8. (Simorangkir, 2008:124). Pengadilan merupakan pengertian khusus, yaitu suatu lembaga tempat mengadili atau menyelesaikan sengketa hukum dalam rangka kekuasaan kehakiman yang mempunyai kekuasaan absolut dan relatif sesuai peraturan perundang-undangan (Gemala Dewi, 2005:3). Dengan demikian Pengadilan dapat diartikan sebagai sebuah badan atau instansi resmi yang melaksanakan sistem peradilan berupa memeriksa, mengadili, dan memutus perkara. Bentuk dari sistem Peradilan yang dilaksanakan di Pengadilan adalah sebuah forum publik yang resmi dan dilakukan berdasarkan hukum acara yang berlaku di Indonesia untuk menyelesaikan perselisihan dan pencarian keadilan baik dalam perkara sipil, buruh, administratif maupun kriminal. Setiap orang memiliki hak yang sama untuk membawa perkaranya ke Pengadilan baik untuk menyelesaikan perselisihan maupun untuk meminta perlindungan di Pengadilan bagi pihak yang di tuduh melakukan kejahatan. Di Indonesia lembaga yang menjalankan fungsi peradilan, secara eksplisit telah diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 mengenai Kekuasaan Kehakiman. Ada beberapa hal penting yang tertuang di dalam Pasal 24 Undang Undang Dasar Tahun Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 berkenaan dengan Kekuasaan Kehakiman, yaitu sebagai berikut: (16 Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. (26 Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. (36 Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan Kekuasaan Kehakiman diatur dalam undang-undang. B6 Peranan Badan Peradilan dalam Pelaksanaan Kekuasaan Kehakiman di Indonesia Era Reformasi 8
  • 9. Uraian di bawah ini hanya akan membahas mengenai peranan lembaga peradilan dalam pelaksanaan kekuasaan kehakiman di Indonesia era reformasi. Kita ketahui bersama bahwa pelaksana kekuasaan kehakiman di Indonesia dijalankan oleh empat lingkungan peradilan, yaitu peradilan umum, peradilan agama, peradilan tata usaha negara dan peradilan militer. Namun, perlu kita ketahui sebelumnya bahwa keempat lingkungan peradilan tersebut pada akhirnya berpuncak pada lembaga negara yang disebut Mahkamah Agung. Mahkamah Agung merupakan Pengadilan Negara Tertinggi yaitu pada tingkat kasasi atau tingkat akhir bagi perjuangan keadilan warga negara. Sebagaimana telah dikemukakan pada pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Dalam perkembangannya undang-undang yang mengatur tentang Mahkamah Agung mengalami beberapakali perubahan. Undang-undang tentang Mahkamah Agung pertama yang dikeluarkan pemerintah Republik Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung yang kemudian diubah melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung. Undang-undang terbaru yang dikeluarkan tentang Mahkamah Agung adalah Undang-Undang Nomor3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung. Pasal 1 menyatakan bahwa: “Mahkamah Agung adalah salah satu pelaku Kekuasaan Kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”. Selanjutnya dalam pasal 2 dinyatakan bahwa: “Mahkamah Agung adalah Pengadilan Negara Tertinggi dari semua Lingkungan Peradilan, yang dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh pemerintah dan pengaruh-pengaruh lain”. 9
  • 10. Menurut Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945, Mahkamah Agung memiliki wewenang sebagai berikut: 16 Mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang (Pasal 24A ayat (1)). 26 Mengajukan tiga orang anggota Hakim Konstitusi (Pasal 24C ayat (3)). 36 Memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam hal memberi grasi dan rehabilitasi (Pasal 14 ayat (1)). Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung, Mahkamah Agung memiliki wewenang sebagai berikut: 16 Dalam tingkat kasasi pembatalan putusan atau penetapan pengadilan- pengadilan dari semua lingkungan pengadilan karena: a6 Tidak berwenang atau melampaui batas kewenangan; b6 Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku; c6 Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya puluhan undang-undang (Pasal 30 ayat (1)). 26 Menguji peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang terhadap undang-undang (Pasal 31 ayat (1)). 36 Menyatakan tidak sah semua peraturan perundang-undangan dari tingkat yang lebih rendah daripada undang-undang atas alasan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi(Pasal 31 ayat (2)). 46 Melakukan pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan pada semua badan peradilan yang berada dibawahnya dalam menyelenggarakan kekuasaan kehakiman(Pasal 32 ayat (1)). 56 Memeriksa dan memutus permohonan peninjauan kembali pada tingkat pertama dan terakhir atas putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap berdasarkan alasan-alasan yang diatur dalam undang- undang (Pasal 34). 10
  • 11. Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara Tertinggi menjadi puncak dari empat lingkungan peradilan yang ada di Indonesia sesuai dengan konstitusi, yaitu peradilan umum, peradilan agama, peradilan tata usaha negara dan peradilan militer. Berikut ini penjelasan mengenai peranan masing-masing lembaga peradilan tersebut: 16 Peranan Peradilan Umum Peradilan Umum adalah salah satu pelaksana Kekuasaan Kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya baik dalam perkara perdata maupun perkara pidana. Sebelum membahas mengenai Peradilan Umum secara mendalam perlu diketahui bahwa perjalanan sebuah perkara dapat dipersidangkan di meja hijau tidak lepas dari peranan Kepolisisan dan Kejaksaan sebagai lembaga penegak hukum. Upaya penegakkan hukum di Indonesia selain dilakukan oleh lembaga peradilan pemegang kekuasaan kehakiman juga dibantu oleh lembaga peradilan lainnya seperti Kepolisian dan Kejaksaan. Sebuah perkara dapat dipersidangkan di meja hijau jika telah diselidiki dan diperiksan oleh pihak Kepolisian dan Kejaksaan. Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum sesuai dengan apa yang tercantum dalam Pasal 30 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-undang yang mengatur tentang Kepolisian Negara Kesatauan Republik Indonesia adalah Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian. Kepolisian Negara Republik Indonesia memiliki tugas pokok sebagai berikut: a6 Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; b6 Menegakkan hukum; dan c6 Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat (Pasal 13). Sebagai aparat penegak hukum polisi dapat menjalakan fungsinya sebagai penyelidik dan penyidik. Penyelidik adalah pejabat Kepolisian 11
  • 12. Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penyelidikan, sedangkan yang dimaksud dengan penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang. Sedang yang dimaksud dengan penyidik adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan, dan yang dimaksud dengan penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya (Pasal 1). Terkait dengan tugas pokoknya selanjutnya Kepolisian juga berwenang untuk melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan (Pasal 16). Sebagai contoh misalnya pihak Kepolisian mendengar laporan dari warga bahwa di suatu tempat telah ditemukan sesosok mayat, maka Kepolisian berwenang untuk melakukan penyelidikan di tempat kejadian perkara yang kemudian ditindaklanjuti dengan penyidikan jika peristiwa penemuan mayat tersebut diduga kuat merupakan korban pembunuhan. Setelah dilakukan penyidikan, pihak kepolisian telah mengumpulkan bukti dan saksi yang memperkuat dugaan terjadinya tidak pidana pembunuhan. Maka tindakan selanjutnya yang harus dilakukan pihak Kepolisian adalah melakukan penangkapan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana pembunuhan tersebut untuk diiterogasi dan diperiksa secara lebih lanjut. Hasil pemeriksaaan yang dilakukan oleh pihak Kepolisian terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana pembunuhan tersebut kemudian dicatat dalam berita acara yang sering disebut dengan istilah BAP (berita acara pemeriksaan) yang akan diserahkan ke Kejaksaan. Kejaksaan merupakan lembaga pemerintahan yang memiliki kedudukan yang sentral dalam penegakan hukum, yaitu sebagai pengendali 12
  • 13. proses perkara atau dominus litis. Hal tersebut dikarenakan hanya institusi Kejaksaan yang dapat menentukan apakah suatu kasus dapat dilanjutkan ke Pengadilan atau tidak berdasarkan alat bukti yang sah sebagaimana menurut hukum acara pidana (Marwan Effendy, 2005: 105). Undang-undang yang mengatur mengenai Kejaksaan Republik Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Pasal 2 ayat (1) menegaskan bahwa, Kejaksaan Republik Indonesia, selanjutnya dalam undang-undang ini yang disebut Kejaksaan adalah lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang. Tugas dan wewenang Kejaksaan Republik Indonesia secara tegas diatur dalam Pasal 30 sebagai berikut: a6 Di bidang pidana: 1) melakukan penuntutan; 2) melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; 3) melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan dan putusan lepas bersyarat; 4) melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang; melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke Pengadilan yang dalam pelaksanaanyya dikoordinasikan dengan penyidik. b6 Di bidang perdata dan tata usaha negara, dengan kuasa khusus dapat bertindak di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintahan. c6 Dalam bidang ketertiban dan ketenteraman umum menyelenggarakan kegiatan: 1) peningkatan kesadaran hukum masyarakat; 2) pengamanan kebijakan penegakan hukum; 3) pengamanan peredaran barang cetakan; 4) pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan negara. Sebagai gambaran, masih terkait dengan contoh sebelumnya dimana BAP dari pihak Kepolisian atas penyidikan terhadap seseorang yang diduga 13
  • 14. telah melakukan tindak pidana pembunuhan diserahkan pada pihak Kejaksaan. Aparat Kejaksaan akan mempelajari BAP yang diserahkan oleh pihak Kepolisian tersebut. Apabila telah lengkap maka Kejaksaan akan menerbitkan P21 yang artinya perkara tersebut telah siap dibawa ke pengadilan untuk disidangkan. Dalam hal ini, Pengadilan yang berhak mengadili adalah pengadilan di lingkungan Peradilan Umum. Di awal telah dijelaskan bahwa Peradilan Umum adalah salah satu pelaksana Kekuasaan Kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya baik dalam perkara perdata maupun perkara pidana. Undang- undang yang mengatur tentang Peradilan Umum yang pertama adalah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, kemudian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 2 Tahun 1986 yang saat ini mengalami perubahan kedua dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 2 tahun 1986 tentang Peradilan Umum. Menurut undang-undang tersebut lingkungan peradilan umum ini meliputi pengadilan negeri dan pengadilan tinggi, selain itu juga ada pengadilan khusus. a* Pengadilan Negeri Pengadilan Negeri berkedudukan di ibukota Kabupaten/Kota, dan daerah hukumnya meliputi wilayah Kabupaten/Kota (Pasal 4 ayat (1)). Pengadilan Negeri memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut: 1* Memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata di tingkat pertama (Pasal 50). 2* Memberikan keterangan, pertimbangan, dan nasihat tentang hukum kepada instansi Pemerintah di daerahnya apabila diminta (Pasal 52 ayat (1)), yaitu pada wilayah kabupaten atau kota. b* Pengadilan Tinggi 14
  • 15. Pengadilan Tinggi berkedudukan di ibukota Provinsi, dan daerah hukumnya meliputi wilayah Provinsi (Pasal 4 ayat (2)). Pengadilan Tinggi memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut: 1* Mengadili perkara pidana dan perkara perdata di tingkat banding (Pasal 51 ayat (1)). 2* Mengadili di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antar Pengadilan Negeri di daerah hukumnya (Pasal 51 ayat (2)). 3* Memberikan keterangan, pertimbangan, dan nasihat tentang hukum kepada instansi Pemerintah di daerahnya apabila diminta (Pasal 52 ayat (1)), yaitu pada wilayah provinsi. Sebagai contoh misalnya seseorang yang berperkara di Pengadilan Negeri Bantul setelah diputus oleh Pengadilan Negeri Bantul dapat mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Yogyakarta dan upaya kasasi ke Mahkamah Agung. c* Pengadilan Khusus di Lingkungan Peradilan Umum Di lingkungan Peradilan Umum dapat dibentuk pengadilan khusus yang diatur dengan undang-undang (Pasal 8). Pengadilan Khusus adalah pengadilan yang mempunyai kewenangan untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara tertentu yang hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung yang diatur dalam undang-undang (Pasal 1). Berikut ini akan diuraikan mengenai macam-macam Pengadilan Khusus yang ada di lingkungan Peradilan Umum. 1* Pengadilan Khusus Pidana atau Publik Pengadilan Khusus Pidana merupakan pengadilan yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara pidana sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana serta undang-undang lainnya yang berlaku di 15
  • 16. Indonesia. Dewasa ini, di Indonesia terdapat beberapa Pengadilan Khusus di lingkungan Peradilan Umum yang dibentuk, antara lain: a*Pengadilan Hak Asasi Manusia Hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun. Bangsa Indonesia memiliki misi untuk ikut serta memelihara perdamaian dunia dan menjamin pelaksanaan hak asasi manusia serta memberi perlindungan, kepastian, keadilan, dan perasaan aman kepada perorangan ataupun masyarakat. Oleh sebab itu dibentuklah suatu Pengadilan Hak Asasi Manusia untuk menyelesaikan pelanggaran hak asasi manusia yang berat sesuai dengan ketentuan Pasal 104 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Perlu kita ketahui juga bahwa mengenai pelanggaran hak asasi manusia ada yang dikategorikan sebagai pelanggaran hak asasi manusia ringan seperti pembunuhuan, aborsi dan lain sebagainya. Lebih lanjut hal tersebut dapat dilihat pada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Perkara mengenai pelanggaran hak asasi ringan tersebut peradilannya ditangani oleh Pengadilan Negeri pada tingkat pertama dan Pengadilan Tinggi pada tingkat banding. Undang-undang yang mengatur tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia adalah Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Pasal 1 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia menyebutkan bahwa, Pengadilan Hak Asasi Manusia yang selanjutnya disebut Pengadilan HAM adalah pengadilan khusus terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Pengadilan HAM berkedudukan di daerah kabupaten atau daerah kota yang daerah hukumnya meliputi daerah hukum Pengadilan Negeri yang 16
  • 17. bersangkutan (Pasal 3 ayat (1)).Untuk Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, Pengadilan HAM berkedudukan di setiap wilayah Pengadilan Negeri yang bersangkutan (Pasal 3 ayat (2)). Pengadilan HAM memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut: (1* Memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat ( Pasal 4). (2* Memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang dilakukan di luar batas teritorial wilayah negara Republik Indonesia oleh warga negara Indonesia (Pasal 5). Perlu diingat bahwa Pengadilan HAM tidak berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang dilakukan oleh seseorang yang berumur di bawah 18 (delapan belas) tahun pada saat kejahatan dilakukan (Pasal 6). Selanjutnya yang dimaksud dengan pelanggaran hak asasi manusia yang berat adalah kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan (Pasal 7). Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama, dengan cara: (1* Membunuh anggota kelompok; (2* Mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok; (3* Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya; (4* Memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok; (5* Atau memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain (Pasal 8). 17
  • 18. Selanjutnya yang dimaksud dengan kejahatan terhadap kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa: (1* Pembunuhan; (2* Pemusnahan; (3* Perbudakan; (4* Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa; (5* Perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional; (6* Penyiksaan; (7* Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara; (8* Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional; (9* Penghilangan orang secara paksa; (10* Atau kejahatan apartheid (Pasal 9). b* Pengadilan Anak Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita- cita perjuangan bangsa, yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus. Memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial secara utuh, serasi, selaras, dan seimbang. Untuk melaksanakan pembinaan dan memberikan 18
  • 19. perlindungan terhadap anak, diperlukan dukungan, baik yang menyangkut kelembagaan maupun perangkat hukum yang lebih mantap dan memadai, oleh karena itu ketentuan mengenai penyelenggaraan pengadilan bagi anak perlu dilakukan secara khusus, sehingga dibentuklah Pengadilan Anak. Pengadilan Anak adalah pelaksana kekuasaan kehakiman yang berada di lingkungan Peradilan Umum.Pengadilan Anak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak adalah sebuah pengadilan yang diselenggarakan untuk menangani pidana khususnya bagi perkara anak (Gatot Supramono, 2005:17). Sidang Pengadilan Anak yang selanjutnya disebut Sidang Anak, bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara anak nakal (Pasal 3 dan 21). Dalam hal ini yang dimaksud sebagai anak adalah adalah orang yang dalam perkara Anak Nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. Sedangkan yang dimaksud dengan anak nakal adalah anak yang melakukan tindak pidana atau anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan (Pasal 1). Selanjutnya berdasarkan Pasal 22 seorang anak yang diputus sebagai Anak Nakal hanya dapat dijatuhkan pidana atau tindakan sebagai berikut: (1* Pidana pokok meliputi pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda atau pidana pengawasan (Pasal 23 ayat (2)). (2* Pidana tambahan, berupa perampasan barang-barang tertentu dan atau pembayaran ganti rugi (Pasal 23 ayat (3)). (3* Tindakan yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal ialah mengembalikan kepada orang tua, wali, atau orang tua asuh, 19
  • 20. menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja atau menyerahkan kepada Departemen Sosial, atau Organisasi Sosial Kemasyarakatan yang bergerak dibidang pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja.m Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat disertai dengan teguran dan syarat tambahan yang ditetapkan oleh Hakim (Pasal 24). Sebagai contoh misalnya kasus pencurian uang yang dilakukan seorang anak berusia 13 tahun, maka ketika ada laporan dari korban dan si anak tersebut telah diduga kuat sebagai pelakunya maka proses peradilan si anak tersebut dilakukan di Pengadilan Anak secara tertutup. Upaya banding atas putusan kasus tersebut nantinya dapat dilakukan di Pengadilan Tinggi dan kasasi ke Mahkamah Agung. c*Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Korupsi diserap ke dalam bahasa Indonesia dari kata corruptie dalam bahasa Belanda yang secara harafiah berarti kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidak jujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau menfitnah. Istilah korupsi tersebut yang telah diterima dalam perbendaharaan kata bahasa Indonesia disimpulkan oleh Poerwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, dimana korupsi diartikan sebagai perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainnya (Andi Hamzah, 2005:4-6). Tindak pidana korupsi adalah perbuatan keji yang telah menimbulkan kerusakan dalam berbagai sendi kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara sehingga upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi perlu dilakukan secara terus- menerus dan berkesinambungan yang menuntut peningkatan kapasitas sumber daya, baik kelembagaan, sumber daya manusia, 20
  • 21. maupun sumber daya lain, serta mengembangkan kesadaran, sikap, dan perilaku masyarakat antikorupsi agar terlembaga dalam sistem hukum nasional (bagian menimbang Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi). Oleh sebab itu dibentuklah Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang sering disebut dengan Pengadilan Tipikor dengan adanya Undang- Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Sebelumnya pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi berkedudukan di setiap ibukota kabupaten/kota yang daerah hukumnya meliputi daerah hukum Pengadilan Negeri yang bersangkutan (Pasal 3). Khusus untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi berkedudukan di setiap kotaa yang daerah hukumnya meliputi daerah hukum Pengadilan Negeri yang bersangkutan (Pasal 4). Pengadilan Tindak Pidana Korupsi merupakan satu-satunya pengadilan yang berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana korupsi (Pasal 5). Lebih lanjut Pasal 6 menyebutkan bahwa Pengadilan Tindak Pidana Korupsi berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara: (1* Tindak pidana korupsi; (2* Tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya adalah tindak pidana korupsi; dan/atau (3* Tindak pidana yang secara tegas dalam undang-undang lain ditentukan sebagai tindak pidana korupsi. Tindak pidana korupsi adalah sebuah perbuatan yang melanggar hukum dengan upaya memperkaya diri atau orang lain yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yang 21
  • 22. lebih lanjut diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi. Tindak pidana pencucian uang adalah sebuah perbuatan yang dilakukan untuk melegalkan atau menghilangkan jejak uang hasil korupsi, untuk lebih lanjut hal tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Sedang tindak pidana yang secara tegas dalam undang- undang lain ditentukan sebagai tindak pidana korupsi maksudnya sudah jelas bahwa dimungkinkan ada tindak pidana yang ditentukan sebagai tindak pidana korupsi apabila ada undang- undang yang mengatur hal tersebut. Disamping wewenang di atas Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan NegeriJakarta Pusat juga berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Warga Negara Indonesia di luar wilayah Negara Republik Indonesia (Pasal 7). Sebagai contoh misalnya kasus dugaan suap cek pelawat anggota DPR yang diduga dilakukan oleh Nunun Nurbaety dan Miranda Goultom sebagai tersangka, peyelidikan dan penyidikan kasus tersebut dilakukan oleh KPK dan proses peradilannya dilakukan di Pengadilan Tipikor. Upaya banding atas putusan kasus tersebut nantinya dapat dilakukan di Pengadilan Tinggi dan kasasi ke Mahkamah Agung. d* Pengadilan Perikanan Ketentuan mengenai Pengadilan Perikanan secara eksplisit diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Pengadilan Perikanan adalah pengadilan khusus di lingkungan peradilan umum yang berwenang memeriksa, 22
  • 23. mengadili dan memutus tindak pidana di bidang perikanan (Pasal 71 ayat (1)). Tindak pidana di bidang perikanan adalah perbuatan yang dilakukan baik perseorangan maupun kelompok atau perusahan dan siapapun yang terlibat didalamnya yang melakukan penangkapan ikan dan/atau pembudidayaan ikan menggunakan bahan kimia, biologis, peledak, baik alat dan/atau cara, dan/atau bangunan yang dapat merugikan dan/atau membahayakan kelestarian sumber daya ikan dan/atau lingkungannya di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia tanpa ijin (Pasal 84). Pengadilan Perikanan di Indonesia untuk pertama kali dibentuk di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Medan, Pontianak, Bitung dan Tual (Pasal 71 ayat (3)). Sejanjutnya daerah hukum Pengadilan Perikanan sesuai dengan daerah hukum Pengadilan Negeri yang bersangkutan (Pasal 71 ayat (4)). Dalam pemeriksaan dan pemberian putusan di persidangan dapat dilakukan tanpa kehadiran terdakwa, hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 79 dan Pasal 80. Seperti halnya proses peradilan pada umumnya, putusan Pengadilan Perikanan dapat diajukan banding ke Pengadilan Tinggi (Pasal 82) dan kasasi ke Mahkamah Agung (Pasal 83). Ketentuan pidana dan denda yang dijatuhkan pada terdakwa diatur dalam Pasal 84 sampai dengan Pasal 105. Pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa adalah hukuman penjara dan/atau denda. Hukuman penjara yang dijatuhkan maksimal 10 tahun dan minimal 1 tahun. Hukuman penjara tersebut dapat disertai dengan denda, denda yang diberikan dapat mencapai 20 miliar rupiah. Sebagai contoh misalnya seseorang yang diduga kuat melakukan tindak pidanan perikanan yang telah dilakukan penyidikandan pemeriksaan karena melakukan penangkapan ikan di perairan Indonesia menggunakan bahan berbahaya akan diadili di Pengadilan Perikanan dan dapat dijatuhi hukuman penjara maksimal 6 tahun dan denda paling banyak Rp 1.200.000.000,00. 23
  • 24. Upaya banding dapat diajukan ke Pengadilan Tinggi dan upaya kasasi ke Mahkamah Agung. 2* Pengadilan Khusus Perdata atau Privat a*Pengadilan Niaga Secara eksplisit memang belum ada undang-undang yang mengatur tentang Pengadilan Niaga secara khusus. Ketentuan mengenai Pengadilan Niaga terdapat dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Pengadilan Niaga adalah pengadilan khusus perdata di lingkungan peradilan umum yang berwenang memeriksa, mengadili dan memutus mengenai kepailitan seseorang, sekolompok orang atau perusahan (Debitor) yang berhutang kepada Kreditor. Berikut ini beberapa istilah yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang: (1* Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. (2* Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau Undang Undang yang dapat ditagih di muka pengadilan. (3* Debitor adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan. (4* Debitor pailit adalah debitor yang sudah dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan. (5* Kurator adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh Pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta Debitor Pailit di bawah pengawasan Hakim Pengawas sesuai dengan Undang-Undang ini. (6* Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau undang- undang dan yang wajib dipenuhi oleh Debitor dan bila 24
  • 25. tidak dipenuhi memberi hak kepada Kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan Debitor. (7* Pengadilan adalah Pengadilan Niaga dalam lingkungan peradilan umum, (8* Hakim Pengawas adalah hakim yang ditunjuk oleh Pengadilan dalam putusan pailit atau putusan penundaan kewajiban pembayaran utang. (9* Hari adalah hari kalender dan apabila hari terakhir dari suatu tenggang waktu jatuh pada hari Minggu atau hari libur, berlaku hari berikutnya, (10* Tenggang waktu adalah jangka waktu yang harus dihitung dengan tidak memasukkan hari mulai berlakunya tenggang waktu tersebut. (11* Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi termasuk korporasi yang berbentuk badan hukum maupun yang bukan badan hukum dalam likuidasi (Pasal 1). Jadi Debitor yang sudah jatuh tempo dan masa tenggan pembayaran hutangnya telah habis sehingga tidak dapat memenuhi kewajibannya membayar hutang kepada Kreditor maka akan diperiksa, diadili dan diputus pailit oleh Pengadilan Niaga dan akan dilakukan penyitaan harta bendanya. Pengadilan Niaga berada di lingkungan Pengadilan Negeri seperti halnya peradilan pada umumnya, keputusan banding dapat dilakukan di Pengadilan Tinggi dan keputusan untuk kasasi maupun peninjauan kembali diajukan ke Mahkamah Agung. b* Pengadilan Hubungan Industrial Secara eksplisit memang belum ada undnag-undang yang mengatur tentang Pengandilan Hubungan Industrial secara khusus. Ketentuan mengenai Pengadilan Hubungan Industrial tercantum dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Pasal 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrialn menyatakan bahwa, Pengadilan Hubungan Industrial adalah Pengadilan Khusus yang dibentuk di 25
  • 26. lingkungan Pengadilan Negeri yang berwenang memeriksa, mengadili dan memberi putusan terhadap perselisihan hubungan industrial. Menurut Pasal 2, jenis perselisihan hubungan industrial meliputi: (1* Perselisihan hak; (2* Perselisihan kepentingan; (3* Perselisihan pemutusan hubungan kerja; dan (4* Perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan. Selanjutnya yang dimaksud dengan keempat jenis perselisihan hubungan industrial tersebut di atas adalah sebagai berikut: 1) perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama; 2) perselisihan kepentingan adalah perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai, dan/atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama; 3) perselisihan pemutusan hubungan kerja adalah perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah stu pihak; dan 4) perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan adalah perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh dengan serikat pekerja/serikat buruh lainnya hanya dalam satu perusahaan yang timbul karena tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan pelaksanaan hak dan kewajiban ke serikat pekerja (Zaeni Asyhadie, 2009: 102-103). Pengadilan Hubungan Industrial bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus: 26
  • 27. (1 Di tingkat pertama mengenai perselisihan hak; (2 Di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan; (3 Di tingkat pertama mengenai perselisihan pemutusan hubungan kerja; (4 Di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan (Pasal 56). Sebagai contoh misalnya sebuah perusahaan tekstil di wilayah Bandung melakukan PHK. Para pekerja yang di PHK merasa diperlakukan tidak adil dan sepakat memerkarakannya di meja hijau. Maka, proses peradilan tersebut di lakukan di Pengadilan Hubungan Industrial. Uapaya banding atas putusan tersebut dapat diajukan di Pengadilan Tinggi Jawa Barat dan upaya kasasi ke Mahkamah Agung. Perlu diketahui bahwa, disamping Pengadilan Khusus Pidana dan Pengadilan Khusus Perdata di lingkungan Peradilan Umum yang telah diuraikan sebelumnya, di Provinsi Papua juga dikenal dengan apa yang disebut sebagai peradilan adat. Provinsi Papua merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki otonomi khusus, hal tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. Terkait dengan pelaksanaan kekuasaan kehakiman di Papua, menurut Pasal 50, Kekuasaan Kehakiman di Provinsi Papua dilaksanakan oleh Badan Peradilan sesuai dengan peraturan perundang- undangan, selain itu juga diakui adanya peradilan adat di dalam masyarakat hukum adat tertentu. Selanjutnya yang dimaksud dengan peradilan adat adalah peradilan perdamaian di lingkungan masyarakat hukum adat, yang mempunyai kewenangan memeriksa dan mengadili sengketa perdata adat dan perkara pidana di antara para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan (Pasal 51 ayat (1)). Lembaga atau badan pelaksana peradilan adat di Provinsi Papua tersebut lebih dikenal dengan istilah Pengadilan Adat Papua. Pengadilan 27
  • 28. Adat Papua adalah pelaksana kekuasaan kehakiman di bawah Pengadilan Negeri yang berwenang memeriksa, mengadili dan memutus perkara yang berkenaan dengan adat di papua. Pengadilan adat disusun menurut ketentuan hukum adat masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Pengadilan adat tersebut berwenang memeriksa dan mengadili sengketa perdata adat dan perkara pidana berdasarkan hukum adat masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Jika salah satu pihak yang bersengketa atau yang berperkara berkeberatan atas putusan yang telah diambil oleh pengadilan adat yang memeriksanya, pihak yang berkeberatan tersebut berhak meminta kepada pengadilan tingkat pertama di lingkungan badan peradilan yang berwenang untuk memeriksa dan mengadili ulang sengketa atau perkara yang bersangkutan (Pasal 51). Pengadilan adat tidak berwenang menjatuhkan hukuman pidana penjara atau kurungan. Putusan pengadilan adat mengenai delik pidana yang perkaranya tidak dimintakan pemeriksaan ulang menjadi putusan akhir dan berkekuatan hukum tetap. Untuk membebaskan pelaku pidana dari tuntutan pidana menurut ketentuan hukum pidana yang berlaku, diperlukan pernyataan persetujuan untuk dilaksanakan dari Ketua Pengadilan Negeri yang mewilayahinya yang diperoleh melalui Kepala Kejaksaan Negeri yang bersangkutan dengan tempat terjadinya peristiwa pidana. Dalam hal permintaan pernyataan persetujuan untuk dilaksanakan bagi putusan pengadilanadat ditolak oleh Pengadilan Negeri, maka putusan pengadilan adat menjadi bahan pertimbangan hukumPengadilan Negeri dalam memutuskan perkara yang bersangkutan (Pasal 51). 2 Peranan Peradilan Agama Peradilan agama merupakan peradilan yang mengadili perkara- perkara tertentu atau mengenai golongan rakyat tertentu. Golongan rakyat yang dimaksud adalah golongan rakyat yang beradama Islam sedangkan yang dimaksud dengan perkara-perkara tertentu adalah perkara-perkara 28
  • 29. bidang perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, waqaf dan sedekah (Musthofa, 2005:7) Peradilan Agama adalah peradilan bagi orang-orang yang beragama Islam. Dalam perkembangannya undang-undang yang mengatur tentang Peradilan agama adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, kemudian Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Undang-undang terbaru yang telah dikeluarkan pemerintah Indonesia saat ini adalah Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Seperti halnya peradilan lainnya, berdasarkan Pasal 3, kekuasaan kehakiman Peradilan Agama dilaksanakan oleh Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama yang berpuncak pada Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara Tertinggi. a Pengadilan Agama Pengadilan Agama berkedudukan di kota atau di ibu kota kabupaten, dan daerah hukumnya meliputi wilayah kota atau kabupaten (Pasal 4 ayat (1)). Pengadilan Agama memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut: 1 memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: perkawinan; kewarisan, wasiat, dan hibah, yang dilakukan berdasarkan hukum Islam; wakaf dan shadaqah (Pasal 49 ayat (1)). 2 memberikan keterangan, pertimbangan, dan nasihat tentang hukum Islam kepada instansi pemerintah di daerah hukumnya, apabila diminta (Pasal 52 ayat (1)), yaitu di wilayah kota atau kabupaten. b Pengadilan Tinggi Agama Pengadilan Tinggi Agama berkedudukan di Ibukota propinsi, dan daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi (Pasal 4 ayat (2)). Pengadilan Tinggi Agama memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut: 29
  • 30. 1 Mengadili perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama dalam tingkat banding (Pasal 51 ayat (1)). 2 Mengadili di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antar-Pengadilan Agama di daerah hukumnya (Pasal 51 ayat (2)). 3 Memberikan keterangan, pertimbangan, dan nasihat tentang hukum Islam kepada instansi pemerintah di daerah hukumnya, apabila diminta (Pasal 52 ayat (1)), yaitu di wilayah provinsi. Sebagai contoh misalnya dalam kasus perceraian di Pengadilan Agama Sleman, seorang suami menuntut cerai istrinya. Sang istri menolak untuk dicerai, namun Pengadilan Agama Sleman mengabulkan permohonan suami sehingga sang istri melakukan banding ke Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta. c Pengadilan Khusus di Lingkungan Perdilan Agama Di lingkungan Peradilan Agama dapat dibentuk Pengadilan Khusus yang diatur dengan undang-undang (Pasal 3A ayat (1)). Pasal 1 menyatakan bahwa Pengadilan Khusus adalah pengadilan yang mempunyai kewenangan untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tertentu yang hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung yang diatur dalam undang-undang. Peradilan Syari’at Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam merupakan Pengadilan Khusus dalam lingkungan Peradilan Agama sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan Peradilan Agama, dan merupakan Pengadilan Khusus dalam lingkungan Peradilan Umum sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan umum (Pasal 3A ayat (2)). Lebih lanjut mengenai Peradilan Syari’at Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2001 tentang Pemerintahan Aceh dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh Sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Oleh sebab itu Kekuasaan Peradilan Agama di Provinsi 30
  • 31. Nanggroe Aceh Darussalam dilaksanakan oleh Mahkamah Syari’at Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh Sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Mahkamah Syari'at Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam adalah lembaga peradilan yang bebas dari pengaruh dari pihak mana pun dalam wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang berlaku untuk pemeluk agama Islam (Pasal 1). Berdasarkan Pasal 25 ayat (2) dan (3), kewenangan Mahkamah Syari’at didasarkan atas syariat Islam dalam sistem hukum nasional, yang diatur lebih lanjut dengan Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang diberlakukan bagi pemeluk agama Islam. Pasal 26 menyebutkan bahwa Mahkamah Syari’at terdiri atas Mahkamah Syari’at Kabupaten/Sagoe dan Kota/Banda atau nama lain sebagai pengadilan tingkat pertama, dan Mahkamah Syari’at Provinsi sebagai pengadilan tingkat banding di ibukota Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, untuk pengadilan tingkat kasasi dilakukan pada Mahkamah Agung Republik Indonesia. 3 Peranan Peradilan Tata Usaha Negara Pengadilan Tata Usaha Negara adalah pengadilan yang bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara (Wiyono, 2007:5). Sengketa tata usaha negara merupakan sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara sebagai akibat dikeluarkannya suatu keputusan tata usaha negara yang dianggap melanggar hak orang atau badan hukum perdata. Dengan demikian maka Peradilan Tata Usaha Negara diadakan dalam rangka memberi perlindungan kepada rakyat pencari keadilan yang merasa dirugikan dengan adanya suatu Keputusan Tata Usaha Negara (Kansil, 1978:3). Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan badan atau pejabat tata usaha 31
  • 32. negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, bersifat konkret, individual dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata (Pasal 1 ayat (3)). Dari rumusan pasal tersebut, ternyata Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan dasar lahirnya sengketa Tata Usaha Negara yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : a Penetapan tertulis; b Dikeluarkan oleh Badan/Pejabat Tata Usaha Negara; c Berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara; d Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; e Bersifat konkrit, individual dan final; f Menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. Keenam ciri tersebut bersifat komulatif, artinya untuk dapat disebut Keputusan Tata Usaha Negara yang dapat disengketakan di Pengadilan Tata Usaha Negara harus memenuhi keseluruhan elemen tersebut. Dalam perkembangannya undang-undang yang mengatur tentang Peradilan Tata Usaha Negara telah mengalami beberapa kali perubahan. Undang-undang pertama yang dikeluarkan adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, undang-undang tersebut kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negra yang kemudian mengalami perubahan kedua setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara berwenang memeriksa, memutus dan meyelesaikan sengketa Tata Usaha negara. Berdasarkan Pasal 5, kekuasaan kehakiman di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara dilaksanakan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. Kekuasaan kehakiman di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara berpuncak pada Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara Tertinggi. 32
  • 33. a Pengadilan Tata Usaha Negara Pengadilan Tata Usaha Negara berkedudukan di kota atau ibu kota kabupaten, dan daerah hukumnya meliputi wilayah kota atau kabupaten (Pasal 6 ayat (1)). Pengadilan Tata Usaha Negara bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara di tingkat pertama (Pasal 50). b Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara berkedudukan di ibukota propinsi, dan daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi (Pasal 6 ayat (2)). Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut: 1 Memeriksa dan memutus sengketa Tata Usaha Negara di tingkat banding. 2 Memeriksadan memutus di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antara Pengadilan Tata Usaha Negara di dalam daerah hukumnya. 3 Memeriksa, memutus, dan menyelesaikan di tingkat pertama sengketa Tata Usaha Negara dimana putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara tersebut dapat diajukan permohonan kasasi (Pasal 51). Perlu diketahui bahwa upaya peradilan atas sengketa Tata Usaha Negara sebelumnya harus melalui upaya administratif terlebih dahulu. Menurut Penjelasan Pasal 48 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, upaya administratif merupakan prosedur yang ditentukan dalam suatu peraturan perundang-undangan untuk menyelesaikan suatu sengketa Tata Usaha Negara yang dilaksanakan dilingkungan pemerintah sendiri (bukan oleh badan peradilan yang bebas), yang terdiri upaya keberatan dan banding administratif; Berdasarkan rumusan penjelasan Pasal 48 tersebut maka upaya administratif merupakan sarana perlindungan hukum bagi warga masyarakat (orang perorangan/badan hukum perdata) yang terkena Keputusan Tata 33
  • 34. Usaha Negara (Beschikking) yang merugikannya melalui Badan/Pejabat Tata Usaha Negara dilingkungan pemerintah itu sendiri sebelum diajukan ke badan peradilan. Berikut ini ketentuan yang tercantum dalam Pasal 48: 1 Dalam hal suatu Badan/Pejabat Tata Usaha Negara diberi wewenang oleh atau berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk menyelesaikan secara administratif sengketa Tata Usaha Negara tertentu, maka sengketa Tata Usaha Negara tersebut harus diselesaikan melalui upaya administratif yang tersedia; 2 Pengadilan baru berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara jika seluruh upaya administratif yang bersangkutan telah digunakan. Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung RI No. 2 tahun 1991 tentang Petunjuk Pelaksanaan Ketentuan Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, disebutkan yang dimaksud Upaya Adiministratif adalah : a Pengajuan surat keberatan (bezwaarscriff beroep) yang diajukan kepada Badan/Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Keputusan (Penetapan/ Beschikking) semula; b Pengajuan banding administratif (administratif beroep) yang ditujukan kepada atasan Pejabat atau instansi lain dari Badan/Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan yang berwenang memeriksa ulang keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan. Apabila peraturan dasarnya hanya menentukan adanya upaya administratif berupa peninjauan surat keberatan, maka gugatan terhadap Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan diajukan kepada pengadilan Tata Usaha Negara. Apabila peraturan dasarnya menentukan adanya upaya adiministratif berupa surat keberatan dan atau mewajibkan surat banding administratif, maka gugatan terhadap Keputusan Tata Usaha Negara yang telah diputus dalam tingkat banding administratif diajukan langsung kepada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dalam tingkat 34
  • 35. pertama yang berwenang. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut maka dapat dibuat bagan proses penyelesaian upaya administratif sebagai berikut: Bagan Proses Upaya Administrasi Mahkamah Agung Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Banding Administratif Sengketa Tata Usaha Negara Upaya Administrasi Pengadilan Tata Usaha Negara ara Keberatan Administratif 35
  • 36. Sebagai contoh misalnya seorang PNS yang diberhentikan oleh instansi terkait karena menjadi tersangka kasus korupsi. Ketika menerima surat pemberhentian PNS tersebut dapat menuntut intansi tempat ia bekerja ke Pengadilan Tata Usaha Negara karena seyogyaknya dalam hukum dikenal asas praduga tak bersalah. PNS tersebut baru menjadi tersangka dan belum di putus bersalah. Namun sebelum upaya peradilan tersebut dilakukan upaya administratif, yaitu keberatan dan banding administratif harus dilakukan terlebih dahulu guna menyelesaikan sengeketa tersebut barulah upaya peradilan di pengadilan dapat dilakukan. Upaya banding atas putusan tersebut dapat diajukan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dan kasasi ke Mahkamah Agung. c Pengadilan Khusus di Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara Berdasarkan Pasal 9A ayat (1) di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara dapat dibentuk Pengadilan Khusus yang diatur dengan undang-undang. Undang-undang yang telah dikeluarkan terkait dengan Pengadilan Khusus dalam lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara adalah Undang-Undnag Nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945, menjamin perwujudan tata kehidupan negara dan bangsa yang adil dan sejahtera, aman,tenteram dan tertib, serta menjamin kedudukan hukum yang sama bagi warga masyarakat. Pembangunan nasional yang berkesinambungan dan berkelanjutan serta merata di seluruh tanah air memerlukan dana yang memadai terutama dari sumber perpajakan merupakan salah satu dasar diperlukannya Pengadilan Pajak. 36
  • 37. Meningkatnya jumlah wajib pajak dan pemahaman akan hak dan kewajibannya dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan seringkali menimbulkan sengketa pajak. Sengketa pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara wajib pajak atau penanggung pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan banding atau gugatan kepada Pengadilan Pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Pasal 1). Sengketa pajak tersebut tentunya yang memerlukan penyelesaian yang adil dengan prosedur dan proses yang cepat, murah, dan sederhana. Oleh sebab itu diperlukan suatu Pengadilan Pajak yang sesuai dengan sistem kekuasaan kehakiman di Indonesia dan mampu menciptakan keadilan dan kepastian hukum dalam penyelesaian sengketa pajak. Pengadilan Pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi wajib pajak atau penanggung pajak yang mencari keadilan terhadap sengketa pajak (Pasal 2). Pengadilan Pajak berkedudukan di ibukota Negara (Pasal 3). Berdasarkan Kekuasaan Pengadilan Pajak, Pengadilan Pajak memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut: 1 Di tingkat pertama dan terakhir yang bertugas memeriksa dan memutus sengketa pajak (Pasal 33 ayat (1); 2 Dalam hal banding hanya memeriksa dan memutus sengketa atas keputusan keberatan, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 31 ayat (2)); 3 Dalam hal gugatan memeriksa dan memutus sengketa atas pelaksanaan penagihan pajak atau keputusan pembetulan atau keputusan lainnya (Pasal 31 ayat (2)); 4 Bertugas mengawasi kuasa hukum yang memberikan bantuan hukum kepada pihak-pihak yang bersengketa dalam sidang-sidang Pengadilan Pajak (Pasal 32 ayat (1)). 37
  • 38. Sebagai contoh misalnya seorang perusahaan di daerah Surabaya bersengketa pajak dengan petugas pajak di weilayah tersebut. Maka ketika terjadi gugatan atau penuntutan perkara tersebut disidangkan di Pengadilan Pajak yang berada di wilayah tersebut. Upaya banding atas keberatan terhadap putusan tersebut masih ditangani Pengadilan Pajak di wilayah tersebut dan untuk upaya kasasi diajukan ke Mahkamah Agung. 4 Peranan Peradilan Militer Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 bertujuan mewujudkan tata kehidupan bangsa yang sejahtera, aman, tenteram, dan tertib. Untuk mewujudkan tata kehidupan tersebut diperlukan upaya untuk menegakkan keadilan, kebenaran, ketertiban, dan kepastian hukum yang mampu memberikan pengayoman kepada masyarakat, dapat mendorong kreativitas dan peran aktif masyarakat dalam pembangunan. salah satu upaya untuk menegakkan keadilan, kebenaran, ketertiban, dan kepastian hukum tersebut adalah melalui peradilan militer. Peradilan Militer adalah badan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan militer yang meliputi Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, Pengadilan Militer Utama, dan Pengadilan Militer Pertempuran. Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer merupakan badan pelaksana kekuasaan kehakiman di lingkungan Angkatan Bersenjata. Pelaksanaan kekuasaan kehakiman dalam lingkungan Peradilan Militer berpuncak pada Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara Tertinggi. Mengenai Angkatan Bersenjata atau Tentara Nasional Indonesia sebagai pemegang pelaksanaan pertahanan dan keamanan negara secara eksplisit diatur dalam Pasal 30 Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 bersama dengan Kepolisian. Namun, Peradilan Militer hanya diperuntukkan dalam lingkungan Angkatan Bersenjata atau Tentara Nasional Indonesia saja, sedangkan pelanggaran pidana yang dilakukan anggota Kepolisian dilakukan oleh Peradilan Umum. 38
  • 39. Undang-undang yang mengatur mengenati Peradilan Militer adalah Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Berdasarkan undang-undang tersebut kekuasaan dan wewenang Pengadilan Militer dalam menanggapi sebuah pelanggaran pidana dibedakan sebagai berikut: a Pengadilan Militer Pengadilan Militer bersidang untuk memeriksa dan memutus perkara pidana pada tingkat pertama. Berdasarkan Pasal 9 dan Pasal 40 Pengadilan Militer berwenang: 1 Mengadili tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang yang pada waktu melakukan tindak pidana adalah: a Prajurit yang berpangkat Kapten kebawah; b Yang berdasarkan undang-undang dipersamakan dengan Prajurit; c Anggota suatu golongan atau jawatan atau badan atau yang dipersamakan atau dianggap sebagai Prajurit berdasarkan undang- undang; d Seseorang yang tidak masuk golongan tersebut di atas tetapi atas keputusan Panglima dengan persetujuan Menteri Kehakiman harus diadili oleh suatu Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Militer. 2 Memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata. 3 Menggabungkan perkara gugatan ganti rugi dalam perkara pidana yang bersangkutan atas permintaan dari pihak yang dirugikan sebagai akibat yang ditimbulkan oleh tindak pidana yang menjadi dasar dakwaan, dan sekaligusmemutus kedua perkara tersebut dalam satu putusan. Berdasarkan Pasal 10, Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Militer mengadili tindak pidana yang dilakukan oleh mereka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, tempat kejadiannya berada di 39
  • 40. daerah hukumnya atau terdakwanya termasuk suatu kesatuan yang berada di daerah hukumnya. Sebagai contoh misalnya seorang Kapten diduga kuat melakukan penganiayaan terhadap seorang wanita. Proses peradilan kasus tersebut ditangani oleh Pengadilan Militer. Upaya banding atas putusan tersebut diajukan ke Pengadilan Militer Tinggi. b Pengadilan Militer Tinggi Pengadilan Militer Tinggi bersidang untuk memeriksa dan memutus perkara pidana dan perkara sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata pada tingkat pertama, Pengadilan Militer Tinngi juga memutus dan memeriksa perkara pidana pada tingkat banding. Berdasarkan Pasal 41 Kekuasaan Pengadilan Militer Tinggi memiliki wewenang sebagai berikut: 1 Pada tingkat pertama memeriksa dan memutus perkara pidana yang terdakwanya adalah: a Prajurit atau salah satu prajurit yang berpangkat mayor ke atas; b Seseorang yang pada waktu melakukan tindak pidana yang berdasar undang-undang dipersamakan dengan prajurit atau anggota suatu golongan atau jawatan atau yang dipersamakan udang-undang yang terdakwanya atau salah satu terdakwanya termasuk tingkat kepangkatan mayor ke atas; c Terdakwanya seorang yang atas keputusan panglima dengan persetujuan Menteri Kehakiman harus diadili oleh suatu pengadilan dalam lingkungan peradilan militer dalam hal ini oleh Pengadilan Militer Tinggi; 2 Memeriksa dan memutus pada tingkat banding perkara pidana yang telah diputus oleh Pengadilan Militer dalam daerah hukumnya yang dimintakan banding. 3 Memutus pada tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antara Pengadilan Militer dalam daerah hukumnya. 40
  • 41. Sebagai contoh misalnya seorang Mayor Jenderal tertangkap tangan mengkonsumsi narkoba jenis sabu-sabu. Peradilan kasus tersebut ditangani oleh Pengadilan Militer Tinggi dan upaya banding dapat di ajukan ke Pengadilan Militer Utama. c Pengadilan Militer Utama Pengadilan Militer Utama adalah pengadilan di lingkungan Peradilan Militer pada tingkat banding yang berwenang memeriksa dan memutuskan perkara pidana yang telah diputus pada tingkat pertama oleh Pengadilan Militer Tinggi yang diminta banding, dan sengketa tata usaha militer yang pada tingkat pertama telah diputus oleh pengadilan militer tinggi yang di minta banding (Pasal 42). Berdasarkan Pasal 43, Pengadilan Militer Utama baik pada tingkat pertama dan terakhir memiliki wewenang sebagai berikut: 1 Sengketa mengenai wewenang mengadili antara: a Pengadilan Militer yang berkedudukan di daerah hukum Pengadilan Militer yang berlainan; b Pengadilan Militer Tinggi; c Pengadilan Militer Tinggi dan Pengadilan Militer. 2 Sengketa perbedaan pendapat antara perwira penyerah perkara dengan oditur (penuntut umum) tentang diajukan atau tidaknya suatu perkara kepada pengadilan dalam lingkungan Peradilan Militer atau Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum. Berdasarkan Pasal 44 Pengadilan Militer Utama juga memiliki fungsi pengawasan sebagai berikut: 1 Pengadilan Militer Utama melakukan pengawasan terhadap: a Penyelenggaraan peradilan di semua lingkungan Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, dan Pengadilan Militer Pertempuran di daerah hukumnya masing-masing; b Tingkah laku dan perbuatan para Hakim dalam menjalankan tugasnya. 41
  • 42. 2 Pengadilan Militer Utama berwenang untuk meminta keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan teknis peradilan dari Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, dan Pengadilan Militer Pertempuran. 3 Pengadilan Militer Utama memberi petunjuk, teguran, atau peringatan yang dipandang perlu kepada Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, dan Pengadilan Militer Pertempuran. 4 Pengadilan Militer Utama meneruskan perkara yang dimohonkan kasasi, peninjauan kembali, dan grasi kepada Mahkamah Agung. d Pengadilan Militer Pertempuran Pengadilan Militer Pertempuran adalah pengadilan yang dibentuk dalam keadaan sedang berperang di medan tempur. Berdasarkan Pasal 45 Pegadilan Militer Pertempuran memiliki kekuasaan untuk memeriksa dan memutus pada tingkat pertama dan terakhir perkara pidana yang dilakukan oleh seseorang sesuai ketentuan Pasal 9, di medan pertempuran. Pengadilan Militer Pertempuran bersifat mobile mengikuti gerakan pasukan dan berkedudukan serta berdaerah hukum di daerah pertempuran (Pasal 46). Sebagai contoh misalnya seorang anggota TNI yang sedang berjuang di medan laga di kawasan Timur Tengah diduga melakukan penganiayaan terhadap rekannya. Proses peradilan kasus tersebut di tingkat pertama dan terakhir ditangani oleh Pengadilan Militer Pertempuran karena berada di medan pertempuran. Pada tahun 1997 Indonesia mengalami sebuah gejolak politik yang amat luar biasa dalam sejarah kepemerintahan bangsa Indonesia yang ditandai dengan mencetusnya reformasi. Hingga saat ini reformasi telah banyak membawa perubahan dalam kepemerintahan di Indonesia, Kekuasaan Kehakiman menjadi salah satu hal yang diperbaharui. Selain Mahkamah Agung, lembaga negara yang memegang Kekuasaan Kehakiman yang ada sekarang ini adalah Mahkamah Konstitusi. Keberadaan Mahkamah Konstitusi secara eksplisit dipertegas setelah Amandemen III Undang-Undang Dasar 42
  • 43. Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 24. Sebelum Amandemen ke III bunyi Pasal 24 adalah sebagai berikut: (1) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman menurut Undang-undang; (2) Susunan dan kekuasaan Badan-badan Kehakiman itu diatur dengan Undang-undang. Setelah dilakukan Amendemen ke III pada tanggal 19 November 2001 Pasal 24 yang ada sekarang ini berbunyi; (1) Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan; (2) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Kemudian pada tanggal 10 Agustus 2002 dilakukanlah Amandemen ke IV dengan menambahkah satu ayat pada Pasal 24 yang berbunyi sebagai berikut: (3) Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang. Badan-badan lain yang dimaksud pada Pasal 24 ayat (3) tersebut saat ini salah satunya adalah Komisi Yudisial. Dengan kata lain di era reformasi sekarang ini pemegang Kekuasaan Kehakiman di Indonesia selain Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara Tertinggi juga terdapat Mahkamah Konstitusi. Selain itu saat ini juga dikenal apa yang disebut dengan Komisi Yudisial yang ditunjuk sebagai badan yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman. Berikut ini akan diuraikan mengenai peranan dan wewenang dari Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial: 1 Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman yang merdeka mempunyai peranan penting guna menegakkan konstitusi dan prinsip negara hukum sesuai dengan kewenangan dan kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945. Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga baru yang lahir sebagai tuntutan dari reformasi yang 43
  • 44. telah berhasil menggulingkan orde baru. Keberadaan Mahkamah Konstitusi dikukuhkan dengan adanya Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang sekarang mengalami perubahan setelah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Kewenangan Mahkamah Konstitusi menurut Pasal 24C Undang- Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 adalah mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: a Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945; b Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya di berikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945; c Memutus pembubaran partai politik; d Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum; e Memutus pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wapres telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat, atau perbuatan tercela; f Memutus pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wapres telah tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden (Jimly Assiddiqie, 2003:197). 2 Komisi Yudisial Komisi Yudisial adalah lembaga negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu Pasal 24B. Komisi Yudisial merupakan lembaga baru yang berifat mandiri. Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan kekuasaan kehakiman yang merdeka melalui pencalonan hakim agung serta pengawasan terhadap hakim yang transparan dan partisipatif guna menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat, serta menjaga perilaku hakim. Berdasarkan Pasal 24B ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara 44
  • 45. Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945, Komisi Yudisial memiliki wewenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Lebih lanjut ketentuan yang mengatur mengenai Komisi Yudisial adalah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial dan undang-undang terbaru, yaitu Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial. Berdasarkan undang-undang tersebut Komisi Yudisial memiliki wewenang sebagai berikut: a Mengusulkan pengangkatan hakim agung kepada DPR (Pasal 13). Dalam hal ini Komisi Yudisial bertugas untuk melakukan pendaftaran, menyeleksi, menetapkan, dan mengajukan calon hakim agung ke DPR (Pasal 14). b Menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim di seluruh lingkungan peradilan (Pasal 13). Berdasarkan Pasal 22 ayat (1) Komisi Yudisial juga memiliki tugas pengawasan sebagai berikut: a Menerima laporan masyarakat mengenai perilaku hakim; b Meminta laporan secara berkala kepada badan peradilan tentang perilaku hakim; c Memeriksa dugaan pelanggaran perilaku hakim yang diduga melanggar kode etik perilaku hakim. Bagan Lembaga Peradilan di Indonesia Era Reformasi Mahkamah Agung PK Kasasi 45
  • 46. PengadilanMiliter Utama PengadilanTinggi Agama PengadilanTinggi PengadilanTinggi Tata Usaha Negara Pengadilan Militer Pertempuran PengadilanMiliter Tinggi PengadilanTata Usaha Negara PengadilanAgama PengadilanNegeri Banding Banding Pengadilan Khusus: Pengadilan HAM Pengadilan Anak Pengadilan Perikanan Pengadilan Niaga Pengadilan Hubungan Industrial Pengadilan Adat Papua Pengadilan Khusus: Pengadilan Pajak Pengadilan Khusus: Mahkamah Syari’ah Nanggroe Aceh Darussalam 46
  • 47. PengadilanMiliter Banding BAB III PENUTUP Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan dengan tegas bahwa Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, Indonesia harus memiliki seperangkat penegak hukum dalam rangka menjunjung tinggi hukum dan keadilan bagi warganya. Pasal 24 Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 telah memuat ketentuan dasar mengenai Kekuasaan Kehakiman di Indonesia. Lembaga Negara pemegang Kekuasaan Kehakiman di Indonesia adalah Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi yang dibantu oleh badan lain yakni Komisi Yudisial. Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara Tertinggi yang membawahi empat lingkungan peradilan, yaitu Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Tata Usaha Negara dan Peradilan Militer. Masing-masing lingkungan peradilan memiliki pengadilan tingkat pertama yang berada di kabupaten/kota dan tingkat banding yang berada di provinsi dan semuanya berpuncak pada Mahkamah Agung dalam hal kasasi dan peninjauan kembali. Disamping itu juga terdapat beberapa pengadilan khusus seperti Pengadilan 47
  • 48. HAM, Pengadilan Anak, Pengadilan Perikanan, Pengadilan Niaga, Pengadilan Hubungan Industrial, dan Pengadilan Adat Papua di lingkungan Peradilan Umum, Mahkamah Syari’ah Nanggroe Aceh Darussalam di lingkungan Peradilan Agama dan Pengadilan Pajak di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara. Sedangkan di lingkungan Peradilan Militer terdapat Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, Pengadilan Militer Utama dan Pengadilan Pertempuran. Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga baru memiliki tugas utama menjaga konstitusi, yaitu menguji undang-undang atas Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945. Komisi Yudisial yang juga sebagai lembaga baru di era reformasi ini memiliki peran utama mengenai pengusulan dan pengangkatan hakim agung serta menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim di seluruh lingkungan peradilan dan fungsi pengawasan lainnya. DAFTAR PUSTAKA Abdul Latief. 2004. Reformasi dan Paradigma Penegakan Hukum Menuju Pemerintahan yang Bersih. Yogyakarta: UII Press. Andi Hamzah. 2005. Pemberantasan Korupsi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. C.S.T. Kansil. 1986. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Jakarta: Pradnya Paramita. Gatot Supramono. 2005. Hukum Acara Pengadilan Anak. Jakarta: Djambatan. Gemala Dewi. 2005. Hukum Acara Perdata Peradilan Agama di Indonesia, Jakarta: Prenada Media. Jimly Assiddiqie. 2003. Konstitusi dan Konstitusionalisme. Jakarta: Sekretaris Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. ______2006. Pengantar Ilmu Hukum Jilid II. Jakarta: Sekretaris Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. ______2006. Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi. Jakarta: Sekretaris Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Kunthoro Basuki dan Retno Supartinah. 1984. Bunga Rampai Ilmu Hukum dari Sudikno Mertokusumo. Yogyakarta: Liberty. 48
  • 49. Marwan Effendy. 2005. Kejaksaan RI, Posisi dan Fungsinya dari Perpektif Hukum. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Mukti Arto. 2001. Konsepsi Ideal Mahkamah Agung. Yogyakarta:Pustaka Pelajar. Musthofa. 2005. Kepaniteraan Peradilan Agama. Jakarta: Kencana. Subekti. 1978. Kamus Hukum. Jakarta: Pradnya Pramita. Sudikno Mertokusumo. 2008. Mengenal Hukum suatu Pengantar. Yogyakarta: Liberty. Simorangkir dkk. 2008. Kamus Hukum. Jakarta: Sinar Grafika. Wantjik Saleh. 1976. Kehakiman dan Peradilan. Jakarta: Simbur Cahaya Wiyono. 2007. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Jakarta: Sinar Grafika. Zaeni Asyhadie. 2009. Pengadilan Hubungan Industrial. Jakarta: Rajawali Press. DAFTAR UNDANG-UNDANG Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang- Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan AtasUndang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum 49