SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  238
BAB I
PENGANTAR & PRINSIP
PEMERIKSAAN KEDOKTERAN FORENSIK

Definisi Ilmu Kedokteran Forensik
    ilmu pengetahuan yang menggunakan multidisiplin ilmu dgn tujuan
    untuk membuat terang suatu perkara pidana dan membuktikan ada
     tidaknya kejahatan atau pelanggaran dgn memeriksa barang bukti
                (Physical Evidence) dalam perkara tersebut.


   Cabang spesialistik ilmu kedokteran yang mempelajari pemanfaatan ilmu
   kedokteran untuk kepentingan penegakan hukum serta keadilan.
   Sinonim:
   - Kedokteran Kehakiman                     - Forensic Medicine
   - Legal Medicine                           - Clinical Forensic
   - Medical Jurisprudenc                     - Pathology Forensic.
   Forensik tidak sama dengan Hukum Kedokteran (Medical Law)

Peran Kedokteran Forensik
Menentukan:
1. Mengapa: Di Masyarakat kerap terjadi peristiwa pelanggaran hukum menyangkut
   tubuh manusia. Sejarah  forum
2. Bagaimana: Manfaatkan ilmu secara optimal & penuh kejujuran, serta pemeriksaan
   KF terhadap korban hidup/mati/bagian tubuh manusia
3. Untuk: Menemukan kelainan, bilamana timbul, penyebab & sebab cedera,
   penyebab, mekanisme, saat & cara kematian, serta identifikasi

10 SUB BAB dalam Ilmu Kedokteran Forensik, yaitu:
1. Autopsi Forensik, berbeda dengan autopsi anatomi
2. Patologi Anatomi Forensik
3. Toksikologi Forensik dan Kimiawi Forensik
    Misalnya : berkaitan dengan obat-obatan psikotropika yang bisa diperiksa dengan
    sampel urin
4. Parasitologi Forensik / Entomologi Forensik
    Misalnya : apabila pada autopsi ditemukan larva lalat, ini harus diperiksa oleh
    bagian parasitologi forensik supaya bisa membantu menemukan waktu kematian
5. Odontologi Forensik : pemeriksaan gigi
6. Antropologi Forensik : pemeriksaan seluruh tubuh dari tulang sampai gigi
7. Radiologi Forensik
    Termasuk disini adalah photo-photo, CT-Scan, dan USG.
    Alat Bantu diatas dapat dipakai sebagai alat bukti pada proses hukum.
8. Traumatologi Forensik
    Trauma terdiri dari : trauma fisik, trauma kimia, dan balistik (senjata api), dll
9. Psikiatri Forensik
    Pemeriksaan yang dilakukan terhadap pelaku, dimana pelaku melakukan kejahatan
    berdasarkan adanya gangguan jiwa dan bagian ini dilakukan oleh psikiater ataupun
    psikolog.
10. Laboratorium Forensik
    Tidak hanya pemeriksaan kimiawi, PA, toksikologi tapi juga DNA yang diambil
    dari jaringan yang tidak cepat membusuk.Misal : rambut, percikan darah


       Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso                           1
Skema 1. Fungsi dokter (Attending physician dan assessing physician)




Skema 2. Proses pembuatan VER



      Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso                2
Proses penyidikan perkara pidana
a. menerima laporan/informasi dan atau melihat langsung terjadinya perkara, masuk
   Berita Acara Pemeriksaan (BAP)
b. mencari informasi/memeriksa TKP dan para saksi peristiwa serta pemeriksaan para
   saksi
c. melakukan konsultasi terhadap para ahli untuk pemeriksaan barang bukti
   korban/terdakwa atas dasar legalitas hukum
d. penyidikan lebih lanjut atas informasi/keterangan para ahli
e. pemberian label terhadap barang bukti mati dan surat permintaan pemeriksaan/
   konsultasi kepada yang lebih berwenang
f. pengawalan langsung terhadap pengiriman/konsultasi Barang Bukti atau kasus
   korban/terdakwa untuk pemeriksaan tertentu
g. pendekatan dan penjelasan kepada keluarga korban atau korban untuk macam
   pemeriksaan Kedokteran Forensik dan persetujuannya (Informed Consent)




     ada surat permintaan penyidik

     ada surat persetujuan keluarga/korban/terdakwa untuk pemeriksaan

     legalitas hukum pengiriman Barang Bukti/korban atau terdakwa untuk
     pemeriksaan




Dalam proses pemeriksaan medis
   kesiapan Barang bukti/korban/terdakwa dan penyidik (termasuk keluarga bila perlu)
   penyidik siap melihat langsung pemeriksaan dan mengamankan lingkungan,
   mencatat serta membuat dokumentasi fakta pada korban/BB akibat peristiwa
   penyidik siap sebagai konsultan peristiwa dan penghubung keluarga sesuai
   kebutuhan pihak medis
   penyidik siap menerima BB yang lain yang terdapat pada korban/BB untuk
   pemeriksaan lebih lanjut atau untuk barang bukti di sidang pengadilan
   menyerahkan jenazah korban atau korban hidup kepada keluarga setelah
   pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dianggap selesai
   menerima hasil pemeriksaan medis, sementara atau definitif
   bertanggung jawab terhadap seluruh biaya pemeriksaan medis (Perda, SK Direktur
   RS, Pasal 136 KUHAP)

Dalam proses sidang pengadilan
   koordinasi penyidik, jaksa, hakim, terdakwa, para saksi/saksi ahli dan penasehat
   hukum serta keluarga korban/terdakwa
   pertanggunganjawab masing-masing para saksi, saksi ahli, penyidik serta terdakwa
   atau korban hidup yang dapat/siap di sidang
   pengawalan dan pengamanan lingkungan, terdakwa, korban hidup dan para
   saksi/saksi ahli
   surat panggilan para saksi/saksi ahli, korban hidup dan terdakwa
   kesiapan alat bukti, barang bukti untuk dipertanggungjawabkan dalam forum
   kesiapan forum sidang pengadilan sesuai hukum yang berlaku
   kesiapan para saksi ahli termasuk dokter untuk mengucapkan sumpah di forum
   sidang pengadilan

       Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso                          3
Kerahasiaan
   kerahasiaan hukum, medis oleh profesi masing-masing
   tanpa/bebas rahasia dalam forum sidang pengadilan khususnya para saksi/saksi ahli
   dan penyidik
   kerahasiaan medis dan hukum tetap terjaga di luar forum pengadilan sebelum dan
   sesudah perkara selesai
   ada sanksi terhadap para personalia pemegang rahasia


Prinsip hasil pemeriksaan medis
   obyektif sesuai pengamatan/pemeriksaan pihak medis
   berdasarkan norma atauran/standart pelayanan medis, khususnya standar pelayanan
   kedokteran forensik
   landasan utama berdasarkan ilmu kedokteran orientasi ilmu hukum
   dapat dipertanggungjawabkan secara medis berorientasi / tidak berorientasi dengan
   ilmu hukum

Informed concent
   prinsipnya merupakan hak korban/keluarga korban untuk dilakukan pemeriksaan
   berdasarkan informasi dari pihak penyidik (Pasal 134 KUHAP)
   penyidik perlu koordinasi dengan tim medis dan keluarga korban untuk,
   menentukan macam pemeriksaan (PL, autopsi, TKP, penunjang, dll)
   penyidik memiliki Pasal 222 KUHP dalam menentukan pemeriksaan jenazah (PL,
   autopsi)
   Jadi Informed Consent :
       - dari pihak penyidik untuk tim medis dan penyidik berupa surat permintaan V
           et R
       - dari korban/keluarga korban – antara pihak penyidik, tim medis dan keluarga
           korban berupa surat persetujuan keluarga
       - dari keluarga korban – untuk :
               o pangruti jenazah (agama)
               o pengawetan jenazah (penundaan pemakaman dan WNA)
               o pengiriman/transportasi jenazah (Ambulance dan pesawat terbang)

Rekam Medis
   Rekam medis tertuang/tertulis dalam status korban, berkaitan dengan segala macam
   pemeriksaan medis serta hasilnya
   V et R adalah merupakan laporan data dari RM murni yang sudah dianalisis dari
   data RM dan pertanggungjawabnya
   RM bersifat rahasia medis, Rumah Sakit, pribadi dan hukum (HAM, PP 10 tahun
   1966 dan Pasal 170 KUHAP).
   Pelepasan rahasia di sidang pengadilan bebas sanksi (Pasal 48, 49, 50, 51 KUHP),
   bila diluar sidang sanksinya menurut hukum yang berlaku.
   RM dan IC berdasarkan hukum tertulis dari Permenkes RI.




       Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso                          4
Tabel 1. Perbedaan visum et repertum dan surat keterangan medis
 Perbedaan :                V et R                        Surat Keterangan Medis
 Korban/penderita           Merupakan barang bukti        Merupakan pasien
                            medis
 Pembuat                    Dokter                        Dokter atau dokter gigi
 Awal         kontrak/      Kontrak      pemeriksaan      Kontrak pemeriksaan dari
 permintaan                 dari pihak berwenang          pasien sendiri
 pemeriksaan                (polisi, jaksa, hakim)
 Format laporan             Dalam bentuk visum et         Dalam       bentuk    surat
                            repertum                      keterangan medis (misal
                                                          surat keterangan sehat)
 Penyerahan laporan         Diserahkan       kepada       Diserahkan hanya kepada
                            pihak pemohon                 pasien
 Masa berlaku               Sampai      berakhirnya       Ada       batas      waktu
                            proses peradilan              tertentenggang       waktu
                                                          tertentu)
 Informed consent           Tidak diperlukan              Harus ada




      Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso                                 5
BAB II
VISUM ET REPERTUM

PENGERTIAN

   Menurut bahasa: berasal dari Bahasa Latin yaitu Visum (sesuatu yang dilihat) dan
   Repertum (melaporkan).
   Menurut istilah: adalah laporan tertulis yang dibuat oleh dokter berdasarkan sumpah
   jabatannya terhadap apa yang dilihat dan diperiksa berdasarkan keilmuannya.
   Menurut Lembaran Negara (Staatsblad) 350 tahun 1937: Suatu laporan medik
   forensik oleh dokter atas dasar sumpah jabatan terhadap pemeriksaan barang bukti
   medis (hidup/mati) atau barang bukti lain, biologis (rambut, sperma, darah), non-
   biologis (peluru, selongsong) atas permintaan tertulis oleh penyidik ditujukan untuk
   peradilan.

MAKSUD DAN TUJUAN PEMBUATAN VISUM ET REPERTUM

Maksud pembuatan VeR adalah sebagai salah satu barang bukti (corpus delicti) yang
sah di pengadilan karena barang buktinya sendiri telah berubah pada saat persidangan
berlangsung. Jadi VeR merupakan barang bukti yang sah karena termasuk surat sah
sesuai dengan KUHP pasal 184.

Ada 5 barang bukti yang sah menurut KUHP pasal 184, yaitu:
1. Keterangan saksi
2. Keterangan ahli
3. Keterangan terdakwa
4. Surat-surat
5. Petunjuk

Ada 3 tujuan pembuatan VeR, yaitu:
1. Memberikan kenyataan (barang bukti) pada hakim
2. Menyimpulkan berdasarkan hubungan sebab akibat
3. Memungkinkan hakim memanggil dokter ahli lainnya untuk membuat kesimpulan
   VeR yang lebih baru

Pembagian Visum et Repertum
Ada 3 jenis visum et repertum, yaitu:
1. VeR hidup
   VeR hidup dibagi lagi menjadi 3, yaitu:
   a. VeR definitif, yaitu VeR yang dibuat seketika, dimana korban tidak memerlukan
       perawatan dan pemeriksaan lanjutan sehingga tidak menghalangi pekerjaan
       korban. Kualifikasi luka yang ditulis pada bagian kesimpulan yaitu luka derajat
       I atau luka golongan C.
   b. VeR sementara, yaitu VeR yang dibuat untuk sementara waktu, karena korban
       memerlukan perawatan dan pemeriksaan lanjutan sehingga menghalangi
       pekerjaan korban. Kualifikasi luka tidak ditentukan dan tidak ditulis pada
       kesimpulan.
       Ada 5 manfaat dibuatnya VeR sementara, yaitu
           Menentukan apakah ada tindak pidana atau tidak
           Mengarahkan penyelidikan
           Berpengaruh terhadap putusan untuk melakukan penahanan sementara
           terhadap terdakwa

       Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso                             6
Menentukan tuntutan jaksa
          Medical record
   c. VeR lanjutan, yaitu VeR yang dibuat dimana luka korban telah dinyatakan
      sembuh atau pindah rumah sakit atau pindah dokter atau pulang paksa. Bila
      korban meninggal, maka dokter membuat VeR jenazah. Dokter menulis
      kualifikasi luka pada bagian kesimpulan VeR.
2. VeR jenazah, yaitu VeR yang dibuat terhadap korban yang meninggal. Tujuan
   pembuatan VeR ini adalah untuk menentukan sebab, cara, dan mekanisme kematian.
3. Ekspertise, yaitu VeR khusus yang melaporkan keadaan benda atau bagian tubuh
   korban, misalnya darah, mani, liur, jaringan tubuh, tulang, rambut, dan lain-lain.
   Ada sebagian pihak yang menyatakan bahwa ekspertise bukan merupakan VeR.

                                                          KLASIFIKASI VISUM




                                VISUM HIDUP                  VISUM MATI           EKSPERTISE




     DEFINITIF        SEMENTARA               LANJUTAN        menentukan      SEBAGIAN MENYATAKAN
                                                              sebab, cara,        BUKAN VISUM.
                                                             dan mekanisme
                                                                kematian        melaporkan keadaan
      Pada                              Pasien sembuh,
                    Tidak terdapat                                            benda atau bagian tubuh
  kesimpulan                             pindah dokter,
                    kualifikasi luka                                                  korban
    terdapat                              pinadah RS,
 Kualifikasi luka                        pulang paksa
                                        atau meninggal

                                              Pada
                                          kesimpulan
                                            terdapat
                                           kualifikasi



Skema 3. Klasifikasi visum

Pembagian lain visum et repertum:
1. menurut peristiwa:
   a. VeR perlukaaan
   b. VeR kejahatan seksual
   c. VeR psikiatrik
   d. VeR jenazah
2. menurut barang bukti:
   a. VeR hidup
   b. VeR mati
3. menurut sifat :
   a. VeR sementara, lanjutan, definitif
   b. VeR barang bukti benda, ekshumasi, TKP

Susunan Visum et Repertum
Ada 5 bagian visum et repertum, yaitu:
1. Pembukaan
   Ditulis ‗pro justicia‘ yang berarti demi keadilan dan ditulis di kiri atas sebagai
   pengganti materai.
2. Pendahuluan
   Bagian pendahuluan berisi:
       Identitas tempat pembuatan visum berdasarkan surat permohonan mengenai jam,
       tanggal, dan tempat


         Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso                                              7
Pernyataan dokter, identitas dokter
       Identitas peminta visum
       Wilayah
       Identitas korban
       Identitas tempat perkara
3. Pemberitaan
   Pemberitaan memuat hasil pemeriksaan, berupa:
       Apa yang dilihat, yang ditemukan sepanjang pengetahuan kedokteran
       Hasil konsultasi dengan teman sejawat lain
       Untuk ahli bedah yang mengoperasi  dimintai keterangan apa yang diperoleh.
       Jika diopname  tulis diopname, jika pulang  tulis pulang
       Tidak dibenarkan menulis dengan kata-kata latin
       Tidak dibenarkan menulis dengan angka, harus dengan huruf untuk mencegah
       pemalsuan.
       Tidak dibenarkan menulis diagnosis, melainkan hanya menulis ciri-ciri, sifat,
       dan keadaan luka.
4. Kesimpulan
   Bagian kesimpulan memuat pendapat pribadi dokter tentang hubungan sebab akibat
   antara apa yang dilihat dan ditemukan dokter dengan penyebabnya. Misalnya jenis
   luka, kualifikasi luka, atau bila korban mati maka dokter menulis sebab
   kematiannya.
5. Penutup
   Bagian penutup memuat sumpah atau janji, tanda tangan, dan nama terang dokter
   yang membuat. Sumpah atau janji dokter dibuat sesuai dengan sumpah jabatan atau
   pekerjaan dokter.

Kualifikasi Luka
Ada 3 kualifikasi luka pada korban hidup, yaitu:
1. Luka ringan / luka derajat I/ luka golongan C
   Luka derajat I adalah apabila luka tersebut tidak menimbulkan penyakit atau tidak
   menghalangi pekerjaan korban. Hukuman bagi pelakunya menurut KUHP pasal 352
   ayat 1.
2. Luka sedang / luka derajat II / luka golongan B
   Luka derajat II adalah apabila luka tersebut menyebabkan penyakit atau
   menghalangi pekerjaan korban untuk sementara waktu. Hukuman bagi
3. Luka berat / luka derajat III / luka golongan A
   Luka derajat III menurut KUHP pasal 90 ada 6, yaitu:
   - Luka atau penyakit yang tidak dapat sembuh atau membawa bahaya maut (NB :
       semua luka tembus yang mengenai kepala, dada atau perut dianggap membawa
       bahaya maut)
   - Luka atau penyakit yang menghalangi pekerjaan korban selamanya
   - Hilangnya salah satu panca indra korban
   - Cacat besar
   - Terganggunya akan selama > 4 minggu
   - Gugur atau matinya janin dalam kandungan ibu

Prosedur Permintaan, Penerimaan, dan Penyerahan Visum et Repertum
Pihak yang berhak meminta VeR
1. Penyidik, sesuai dengan pasal I ayat 1, yaitu pihak kepolisian yang diangkat negara
   untuk menjalankan undang-undang.
2. Di wilayah sendiri, kecuali ada permintaan dari Pemda Tk II.
3. Tidak dibenarkan meminta visum pada perkara yang telah lewat.

       Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso                            8
4. Pada mayat harus diberi label, sesuai KUHP 133 ayat C.

Syarat pembuat:
     Harus seorang dokter (dokter gigi hanya terbatas pada gigi dan mulut)
     Di wilayah sendiri
     Memiliki SIP
     Kesehatan baik

Ada 8 hal yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta dokter untuk
membuat VeR korban hidup, yaitu:
1. Harus tertulis, tidak boleh secara lisan.
2. Langsung menyerahkannya kepada dokter, tidak boleh dititip melalui korban atau
   keluarganya. Juga tidak boleh melalui jasa pos.
3. Bukan kejadian yang sudah lewat sebab termasuk rahasia jabatan dokter.
4. Ada alasan mengapa korban dibawa kepada dokter.
5. Ada identitas korban.
6. Ada identitas pemintanya.
7. Mencantumkan tanggal permintaan.
8. Korban diantar oleh polisi atau jaksa.

Ada 8 hal yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta dokter untuk
membuat VeR jenazah, yaitu:
1. Harus tertulis, tidak boleh secara lisan.
2. Harus sedini mungkin.
3. Tidak bisa permintaannya hanya untuk pemeriksaan luar.
4. Ada keterangan terjadinya kejahatan.
5. Memberikan label dan segel pada salah satu ibu jari kaki.
6. Ada identitas pemintanya.
7. Mencantumkan tanggal permintaan.
8. Korban diantar oleh polisi.

Saat menerima permintaan membuat VeR, dokter harus mencatat tanggal dan jam,
penerimaan surat permintaan, dan mencatat nama petugas yang mengantar korban.
Batas waktu bagi dokter untuk menyerahkan hasil VeR kepada penyidik selama 20 hari.
Bila belum selesai, batas waktunya menjadi 40 hari dan atas persetujuan penuntut
umum.

Lampiran visum
   Fotografi forensik
   Identitas, kelainan-kelainan pada gambar tersebut
   Penjelasan  istilah kedokteran
   Hasil pemeriksaan lab forensik (toksikologi, patologi, sitologi, mikrobiologi)


Catatan dr Iwan Aflanie, Sp.F, M.Kes :
- Penyidik yang boleh meminta dilakukan visum minimal berpangkat AIPDA.
- Pangkat polisi dari yang paling bawah (  = setara dengan/nama dulu) :
               i. BRIPDA  SERDA
              ii. BRIPTU  SERSU
            iii. BRIPKA  SERKA
             iv. BRIGADIR  SERSAN MAYOR
              v. AIPDA  PELDA

       Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso                            9
vi. AIPTU  PELTU
              vii. IPDA  LETDA
             viii. IPTU  LETTU
               ix. AKP  KAPTEN
                x. KOMPOL  MAYOR
               xi. AKBP  LETKOL
              xii. KOMBES  KOLONEL
-   Paragraf dalam visum tidak boleh terpotong.
-   Pemberitaan = objektif medis
-   Kesimpulan = subjektif medis karena berupa pendapat dari penulis visum
-   Pada kesimpulan, penulisan harus didahulukan yang paling berat lukanya, bahkan
    luka yang paling ringan kadang tidak ditulis.
-   Pada kesimpulan harus ditulis poin2, misal :
       terdapat luka tusuk akibat persentuhan benda tajam (I.9,10)
       saat kematian kurang dari dua jam dari saat pemeriksaan (I.3,4,5)
-   CARA PEMBUATAN VISUM
    Penulisan visum menyangkut 4 hal dibawah ini :
    1. lokasi luka
    2. koordinat luka (x,y)
       o kepala, badan, kemaluan  x = sumbu tubuh (yang di ambil dari potongan
           sagital tubuh)
       o ekstremitas  x = garis tengah ekstremitas
       o y = titik anatomis terdekat
    3. jenis luka
       a. luka tertutup  Langsung disebut namanya, misal luka memar, luka lecet
           geser, luka lecet tekan
       b. luka terbuka
           - benda tajam
                    Tepi luka rata
                    Sudut keduanya tajam atau salah satu sudutnya tajam (luka tusuk 
                    keduanya tajam, luka iris  salah satunya tajam)
                    Tidak terdapat jembatan jaringan (jarinngan yang terputus tidak
                    sempurna)
                    Bila melewati daerah berambut, maka rambutnya akan terpotong
                    Termasuk didalamnya : luka tusuk, luka iris, luka bacok
           - benda tumpul
                 Tepi luka rata
                 Sudut keduanya tumpul
                 Terdapat jembatan jaringan
                 Bila melewati daerah berambut, maka rambutnya tidak terpotong
                 Termasuk didalamnya : luka robek, patah tulang terbuka
                 Luka robek terjadi karena gaya yang datang lebih besar daripada
                    gaya elastisitas jaringan kulit dan jaringan tulang dibawahnya.
    4. ukuran luka
       - luka terbuka  panjang x lebar x dalam
       - luka tertutup  panjang x lebar
       - untuk luka yang tidak ada ujungnya misal berbentuk bulat, maka tentukan
           diameternya dengan mencari titik tengah dari luka tersebut, luka lecet geser
           juga harus dicari titik tengahnya untuk menentukan ukurannya.




       Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso                            10
BAB III
CARA, SEBAB, DAN MEKANISME KEMATIAN

Cara kematian = macam kejadian yang bertanggung jawab terhadap kematian
Cara Kematian :
1. Wajar : karena penyakit
2. Tidak wajar : pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan

KECELAKAAN, BUNUH DIRI ATAU PEMBUNUHAN ?

        Kecelakaan, bunuh diri atau pembunuhan merupakan permasalahan yang harus
dapat dijawab, dibuat terang dan jelas oleh dokter dan khususnya oleh penyidik, karena
baik kecelakaan, bunuh diri atau pembunuhan membawa implikasi yang berbeda-beda,
baik ditinjau dari sudut penyidikan maupun proses peradilan.
1. Kematian karena kecelakaan
      Kematian karena kecelakaan (accidental death) masih merupakan kasus yang
masuk didalam ruang lingkup penyidikan. Dalam kasus kecelakaan ini penyidik sering
dihadapkan dengan kasus dimana tanda-tanda kekerasan jelas terlihat akan tetapi tidak
ada satu petunjuk pun atau tanda-tanda yang mengarah akan adanya unsur-unsur
kriminal sebagai penyebab kecelakaan itu sendiri. Yang termasuk didalam pengertian
kecelakaan disini adalah :
    Kematian yang terjadi sewaktu seseorang penderita kelainan didalam kehidupan
seksualnya, dan melampiaskan hasrat seksual yang tidak wajar tersebut dengan cara-
cara yang tidak wajar pula. Kematian disini dikenal dengan autoerotic death.
    Kematian karena tergantung atau accidental hanging death, biasa terjadi pada anak-
anak; dimana anak-anak tersebut tersangkut lehernya dipinggir tempat tidur yang
mempunyai jaruji, atau tersangkut lehernya pada percabangan pohon yang berbentuk V.
    Kematian karena tersumbatnya jalan udara pernafasan oleh sesuatu benda (Chocking
death). Hal ini sering terjadi pada orang-orang jompo, dimana gigi palsunya tertelan
atau gumpalan daging yang menyumbat jalan udara pernafasan secara tidak langsung.
    Kematian karena tubuh mendapat tekanan yang sangat hebat (Crushing death),
sehingga dinding dada tidak dapat berkembang dengan demikian berarti pernafasan
akan terhenti.
    Kematian karena arus listrik atau electrical shock deaths sering terjadi pada waktu
musim hujan dan orang menutupi kebocoran-kebocoran yang ada akan tetapi dengan
tidak disadari terpegang kabel beraliran listrik yang isolatornya tidak baik, atau korban
memegang atap seng yang bersentuhan dengan kabel listrik tadi.
    Kematian karena tenggelam seringkali terjadi terutama dimusim hujan yang
menyebabkan banjir. Pada umumnya kematian karena tenggelam bersifat kecelakaan,
non-kriminal sehingga pembedahan mayat pada kasus tenggelam sering tidak
diperlukan. Namun kemungkinan adanya unsur kriminal tetap harus difikirkan terutama
jika ada petunjuk-petunjuk kearah itu.
      Dalam kasus-kasus kematian karena kecelakaan seperti yang diuraikan, Penyidik,
dokter atau bahkan orang awam dengan mudah dapat melihat dan menemukan tanda-
tanda kekerasan yang dapat diklasifikasikan sebagai luka lecet, luka memar, luka bakar
karena arus listrik, tanda-tanda tergantung yang jelas dan tanda-tanda mati lemas.
      Akan tetapi dari hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik ternyata tidak
ada unsur kriminalnya. Dalam kasus seperti ini tentu penyidik dihadapkan pada
permasalahan apakah korban perlu dilakukan bedah mayat atau cukup hanya
pemeriksaan luar saja.



       Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso                              11
Perlu tidaknya suatu tindakan atau langkah yang harus diambil tergantung
sepenuhnya pada Penyidik sebagai pimpinan penyidikan jika menurut Penyidik
memang tidak ada unsur kriminal maka pemeriksaan luar saja cukup dan dapat
dipertanggung jawabkan serta tidak bertentangan dengan peraturan (H.A.P.) yang
berlaku. Akan tetapi bila penyidik berkesimpulan akan adanya unsur memerintahkan
dokter untuk melakukan pembedahan mayat demi kelengkapan alat bukti di
persidangan.

2. Bunuh diri atau pembunuhan ?
      Bunuh diri atau pembunuhan dapat diketahui dari pemeriksaan di TKP,
pemeriksaan mayat, pemeriksaan benda-benda bukti lainnya, informasi para saksi dan
lain sebagainya.
    Pemeriksaan di TKP
         Pada bunuh diri, tempat yang dipilih biasanya tersembunyi, pintu dikunci dari
         dalam, keadaan ruangan tenang dan teratur rapih, alat yang sering dipakai
         biasanya alat yang ada di dalam ruangan itu sendiri, alat tersebut biasanya
         masih ada, sering didapatkan surat-surat peninggalan yang isinya berkisar pada
         keputus-asaan atau merasa bersalah; korban berpakaian rapih dan dalam
         keadaan baik.
         Pada pembunuhan, tidak ada tempat yang tertentu, keadaan ruang kacau
         balau dan sering ada barang yang hilang, alat yang dipakai biasanya alat yang
         dibawa/dipersiapkan oleh pembunuh sehingga biasanya alat tersebut tidak
         ditemukan di tempat kejadian, pakaian korban tidak beraturan dan sering
         terdapat robekan dan mungkin pula dapat ditemukan surat yang bernada
         ancaman.
         Keadaan bercak darah, pada bunuh diri darah berkumpul pada satu
         tempat/tergenang, bercak yang terdapat pada pakaian distribusinya teratur
         mencari tempat yang terendah tergantung dari tempat luka yang mengeluarkan
         darah. Pada kasus pembunuhan, bercak atau genangan darah tidak beraturan
         menunjukkan arah pergerakan dari korban sewaktu korban berusaha
         menghindar, dapat tampak bercak darah yang menunjukkan bahwa korban
         diseret, bercak darah juga sering tampak mengotori dinding terutama jika
         korban tersudut pada dinding.
    Pemeriksaan mayat
         Pada kasus dengan menggunakan senjata tajam
               Pada bunuh diri daerah yang dipilih adalah daerah leher, dada, perut
         bagian atas atau pergelangan tangan, sering ditemukan luka-luka percobaan
         yang berjalan sejajar baik disekitar luka yang fatal maupun pada bagian tubuh
         lain. Pada pembunuhan tidak ada tempat khusus, jumlah luka sering lebih dari
         satu, adanya luka pada bagian belakang merupakan ciri khas pembunuh, pada
         lengan dan telapak tangan sering didapatkan luka-luka tangkis; pada beberapa
         kasus kadang-kadang korban selain ditusuk juga dihantam dengan bagian
         tumpul dari senjata sehingga selain luka akibat benda tajam didapatkan luka
         akibat benda tumpul.


Mutilasi
       Pada beberapa kasus pembunuhan, tidak jarang tubuh korban setelah meninggal
dunia dirusak, dipotong-potong menjadi beberapa bagian; tindakan tersebut dikenal
dengan sebutan mutilasi. Mutilasi serta perusakan tubuh korban yang telah menjadi
mayat dimaksudkan pula untuk menghilangkan identitas korban, dengan demikian



       Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso                            12
penyidikan akan menjadi sulit; dan tindakan tersebut memang ditujukan untuk
menghilangkan jejak si pembunuh.
        Di dalam kasus mutilasi terdapat 4 masalah pokok yang harus diperoleh
kejelasannya baik bagi dokter yang membuat Visum et Repertum dan khususnya bagi
penyidik dalam usaha untuk mendapatkan kelengkapan barang bukti sehingga proses
penyidikan dan peradilan dapat berjalan dengan lancar. Masalah pokok tersebut adalah :
   1. Apakah bagian-bagian ―tubuh‖ itu memang berasal dari tubuh manusia ?
   2. Jika bagian-bagian tubuh tersebut memang berasal dari manusia, apakah berasal
        dari orang yang sama/satu individu ?
   3. Identitasnya ?
   4. Apa yang menyebabkan kematian ?
        Masalah pokok yang pertama penting harus diperoleh kejelasannya, yaitu bila
tubuh korban dipotong-potong menjadi bagian yang kecil-kecil, sehingga dengan
pemeriksaan visual sukar dipastikan, maka perlu di lakukan pemeriksaan secara
serologis, yaitu test precipitin.
        Masalah pokok yang kedua tidak sulit untuk diselesaikan bila tubuh korban tidak
terlalu banyak dipotong-potong, yaitu dengan melakukan pemeriksaan yang teliti dari
tepi/pinggir potongan tubuh dan dibandingkan dengan tepi/pinggir potongan tubuh
lainya, apakah cocok atau tidak, bila memang berasal dari satu orang maka didalam
melakukan rekonstruksi tersebut akan didapat bentuk yang sesuai.
         Penentuan identitas tidak sulit bila tubuh korban dalam keadaan cukup baik,
didalam hal ini maka pemeriksaan sidik jari, gigi, medis serta pemeriksaan perhiasan
sangat bermanfaat bila dilakukan denga cermat, tepat dan teliti.
        Penyebab kematian korban dapat diketahui bila keadaan tubuh yang terpotong-
potong tersebut masih lengkap dan dalam penentuan penyebab kematian ini
pemeriksaan toksikologis serta pemeriksaan laboratoris lainnya harus dilakukan.

Contoh kesimpulan Visum et Repertum pada kasus mutilasi
        Ke-tujuh potong bagian-bagian tubuh yang diperiksa ternyata merupakan satu
kesatuan yaitu dari tubuh laki-laki dewasa. Luka-luka terbuka dan patah tulang pada
kepala disebabkan karena kekerasan benda tajam dan tumpul. Adapun kekerasan tajam
lainnya yang menjadikan tubuh korban menjadi tujuh potongan dilakukan setelah
korban meninggal dunia. Sebab matinya orang ini agaknya karena kekerasan tumpul
pada kepala.
        Melihat sifat dari ujung-ujung tulang yang terpotong agaknya pemotongan
dilakukan dengan gergaji dan penggergajian dilakukan pada posisi tubuh korban
terlentang.
        Dari kesimpulan Visum et Repertum seperti di atas telah tercakup empat
masalah pokok yang harus dapat diperoleh kejelasannya didalam melakukan
pemeriksaan kasus mutilasi, dengan demikian proses penyidikan (termasuk interogasi
dan rekonstruksi), serta proses peradilan dapat berjalan dengan lancar.




Tabel. Cara Kematian Akibat Senjata Tajam
        Faktor                 Pembunuhan                  Bunuh diri
TKP     Lokasi                 Variabel                    Tersembunyi
        Kondisi                Tidak teratur               Teratur
        Pakaian                Tertembus                   Terbuka, luka tampak jelas


       Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso                            13
Senjata                  Tidak ada            Ada
        Surat peninggalan        Tidak ada            Ada (seringkali)
Luka Titik anatomis              Variabel             Tertentu
        Jumlah (fatal)           Satu atau lebih      Biasanya Satu
        Luka percobaan           Tidak ada            Ada
        Luka tangkis             Ada (biasanya)       Tidak ada
        Tanda pergulatan         Ada (biasanya)       Tidak ada
        Mutilasi*                Ada (dapat)          Tidak ada
        Arah irisan              Variabel             Sejajar
  *) Mutilasi adalah memotong tubuh korban menjadi beberapa bagian yang dilakukan
     setelah korban mati, dengan maksud untuk menghilangkan identitas korban dan
     memudahkan si-pelaku kejahatan menyembunyikan membuang tubuh korban.

Pada kasus dengan menggunakan benda tumpul
       Benda tumpul seperti batu, tongkat, batang pohon, kursi atau kepalan tangan
hampir selalu dapat dipastikan hanya digunakan pada kasus pembunuhan, bunuh diri
dengan benda tumpul sangat jarang, karena biasanya akan mendatangkan rasa nyeri
yang hebat dan perlu waktu yang lama.

Pada kasus dengan menggunakan senjata api
        Pada bunuh diri dengan senjata api, daerah yang dipilih adalah pelipis, dahi,
mulut dan dada. Letak serta arah dari luka itu sendiri tergantung dari keadaan korban,
kidal atau tidak.
        Pada pembunuhan tidak ada tempat khusus untuk dijadikan sasaran tembaknya
luka tembak masuk yang terdapat pada bagian belakang menunjukkan kasus
pembunuhan. Pada kasus kecelakaan tidak ada ciri khusus, dalam hal ini pemeriksaan di
TKP serta informasi para saksi penting.
        Bila didalam tubuh korban ditemukan anak peluru maka anak peluru tersebut
perlu dicatat dan dilaporkan dengan jelas perihal ukuran panjang, garis tengah/kaliber,
warna logam, jumlah dan arah galangan serta berat dari anak peluru dan cacat yang ada.
Pemberian tanda pada bagian dasar dan atau bagian hidung anak peluru harus dibuat,
hal mana untuk memudahkan untuk mengingat kembali dipersidangan dan untuk
menghindari kemungkinan tertukarnya barang bukti yang penting tersebut.

Apakah korban seorang kidal ?
        Untuk dapat mengetahui apakah seorang korban itu kidal atau tidak dapat
dilakukan dengan pemeriksaan yang sederhana, pemeriksaan tersebut adalah sebagai
berikut :
        Pertama-tama ditentukan titik-titik yang sama letaknya pada kedua lengan
korban, misalnya titik-titik tersebut letaknya 10 sentimeter dari siku. Kemudian dengan
alat pengukur atau jika tidak ada dapat dipakai benang, diukur lingkaran lengan atas kiri
dan kanan pada ketinggian sesuai dengan titik yang sudah ditentukan.
        Jika ternyata lingkaran lengan kanan lebih besar dari lingkaran lengan kiri, ini
berarti korban sehari-hari lebih sering/lebih aktif menggunakan tangan kanannya. Bila
lingkaran pada lengan kiri lebih besar dari lingkaran lengan kanan, ini berarti korban
adalah seorang yang kidal.

Pada kasus dengan menggunakan alat penjerat
        Pada penggantungan jika kasusnya bunuh diri, maka alat penjerat yang terdapat
pada leher berjalan dengan letak simpul pada sebelah atas, jumlah lilitan sekali atau
sering berulang kali, simpulnya simpul hidup, jejas jerat yang sebenarnya merupakan
luka lecet tekan berwarna merah coklat dengan perabaan seperti perkamen dan letaknya

       Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso                              14
sesuai dengan letak alat penjerat menekan leher, di sekitar jejas jerat dapat ditemukan
gelembung-gelembung dan pelebaran pembuluh darah yang merupakan tanda intra vital.
        Tanda-tanda asfiksia/mati lemas yaitu bintik-bintik pendarahan pada mata, muka
dapat dilihat. Jika korban lama dalam keadaan tergantung lebam mayat pada ujung-
ujung anggota gerak akan tampak. Muka korban tampak sembab, lebih gelap, mata
dapat menonjol keluar demikian pula halnya dengan lidah.
        Pada pembunuhan alat penjerat berjalan mendatar, biasanya satu lilitan dengan
simpul mati dan letak alat penjerat umumnya lebih kebawah, menjauhi rahang bawah
dan kelenjar gondok, pada daerah leher mungkin terdapat tanda-tanda bekas pencekikan
yang berbentuk luka lecet seperti bulan sabit atau luka memar, pada keadaan yang
demikian tulang lidah korban dapat patah.
        Selain karena mati lemas/asfiksia, kematian pada kasus penjeratan dapat oleh
karena hal lain/mekanisme kematian lain, seperti reflek vagal yang menyebabkan
terhentinya denyut jantung, otak tidak mendapat oksigen cukup oleh karena jeratannya
sangat kuat menekan semua pembuluh darah yang menuju ke otak atau karena
terjadinya patah atau diskolasi ruas tulang leher yang berakibat putusnya sumsum tulang
belakang.

Penjeratan dengan tangan (manual strangulation)
        Penjeratan dengan mempergunakan tangan sendiri adalah hal yang tidak
mungkin, oleh karena dengan adanya tekanan pada leher akan menyebabkan terjadinya
kehilangan kesadaran dan dengan sendirinya tekanan pada leher tersebut akan terhenti.
Dengan demikian penjeratan dengan tangan atau pencekikan selalu merupakan kasus
pembunuhan.
        Kelainan yang didapatkan pada korban adalah adanya jejas kuku (luka lecet
tekan berbentuk garis lengkung), yang sering pula disertai dengan adanya memar di
daerah tersebut. Jika pencekikan dilakukan dengan mempergunakan satu tangan yaitu
tangan kanan maka jejas kuku ataupun memar akan tampak lebih banyak pada daerah
leher sebelah kiri (akibat tekanan dari empat jari), sedangkan pada sebelah kanan hanya
sedikit (akibat tekanan dari ibu jari).
        Kelainan akan tampak lebih jelas dan luas khususnya pada orang-orang tua
dimana jaringan di daerah leher sudah sedemikian longgarnya. Pada pemeriksaan dalam
akan tampak adanya pendarahan pada jaringan dibawah kulit dan otot yang sesuai
dengan jejas kuku; patahnya tulang lidah, rawan gondok sering ditemukan pada kasus
pencekikan.
        Pada kasus pencekikan dimana tersangka pelakunya dengan segera dapat
ditangkap, maka pemeriksaan kuku dari si tersangka tersebut (dengan mengerok kuku
bagian dalam), harus dikerjakan dengan tujuan mencari jaringan kulit atau darah dari
korban yang terbawa pada kuku si tersangka pelaku pencekikan tersebut; demikian pula
pemeriksaan zakar untuk mencari sel-sel epitel dinding vagina bila motif seksual
merupakan alasan untuk melakukan pencekikan korban tersebut.


Tabel. Cara Kematian Pada Penggantungan
              Faktor          Pembunuhan      Bunuh diri
TKP           Lokasi          Variabel        Tersembunyi
              Kondisi         Tidak teratur   Teratur
              Pakaian         Variabel        Rapih dan baik
              Alat            Berasal dari si Berasal dari alat yang
                              pembunuh        tersedia di tempat
              Surat/catatan
              peninggalan     Tidak ada       Ada (seringkali)


       Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso                            15
Kamar              Variabel,     bila Terkunci dari dalam
                                   terkunci dikunci
                                   dari luar
Alat penjerat   Simpul             Mati (biasanya)    Hidup
                Lilitan            Hanya sekali       Sekali tapi sering
                                                      berulang kali
               Arah                Mendatar           Serong keatas
               Jarak    simpul
               dengan
               tumpuan           Lebih dekat       Jauh
Korban         Jejas jerat       Jejas   berjalan Jejas, merah coklat
                                 mendatar          seperti perkamen;
                                                   serong
               Perlawanan        Ada (biasanya)    Tidak ada
               Luka-luka lain Ada          (sering Tidak            ada
                                 didaerah leher)   (biasanya)      Luka
                                                   percobaan      dapat
               Jarak dengan Jauh                   ditemukan
               lantai                              Dekat,     seringkali
                                                   masih menempel
       * dijerat kemudian digantung

3. Penyidikan pada kasus kematian karena terbenam
      Kematian karena terbenam atau tenggelam adalah salah satu bentuk dari mati
lemas/asfiksia, dimana asfiksia tersebut dapat disebabkan karena korban terbenam
seluruhnya atau sebagian terbenam didalam benda cair.
      Penyidikan pada kasus-kasus tersebut perlu dilakukan dengan baik. Penyidikan
ditujukan terutama untuk mendapat kejelasan apakah korban masih hidup sewaktu
terbenam ataukah sudah menjadi mayat sewaktu dibenamkan, juga untuk penentuan
apakah kasus terbenam itu kasus kecelakaan, bunuh diri atau pembunuhan.
    Tanda-tanda pada pemeriksaan luar
         - Tubuh korban tampak pucat, teraba dingin dimana proses penurunan suhu
             mayat dalam hal ini kira-kira dua kali lebih cepat, dengan penurunan suhu
             rata-rata 5F per jam dan biasanya suhu mayat akan sama dengan suhu
             lingkungan salam waktu sekitar 5-6 jam.
         - Lebam mayat berwarna merah terang seperti halnya pada kasus keracunan
             gas CO, lebam mayat terdapat di daerah kepala, leher dan bagian depan
             dada.
         - Dari lubang dan mulut keluar busa halus berwarna putih, ini merupakan
             petunjuk bahwa korban memang mati terbenam atau mati karena asfiksia
             pada umumnya. Busa tersebut lama-lama akan berwarna kemerahan dan
             bila dihilangkan busa tersebut akan keluar lagi khususnya bila dada korban
             ditekan.
         - Mata tampak kongestif dan terdapat bintik-bintik perdarahan.
         - Pada tangan korban dapat ditemukan sedang menggenggam benda-benda
             pasir, dahan atau rumput (ingat cadaveric spasm), bila keadaan ini
             didapatkan pada kasus hal tersebut merupakan petunjuk kuat bahwa
             kematian korban karena terbenam atau menunjukkan intravitalitas.
    Tanda-tanda pada pemeriksaan dalam/bedah mayat
         - Busa halus dan benda-benda yang terdapat didalam air (pasir, tumbuhan
             dsb) akan dapat ditemukan dalam saluran pernafasan/batang tenggorok dan



       Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso                            16
cabang-cabangnya. Diatomae yaitu ganggang bersel satu dapat ditemukan
             dalam paru-paru dan organ tubuh lainnya.
         - Pada terbenam di air tawar (fres water drowning), paru-paru sangat
             mengembang, pucat, berat dan bila ditekan akan mencekung, keadaan
             mana dikenal dengan nama emphysema aquasum, teraba krepitasi dan
             paru-paru tersebut akan tetap bentuknya bila dikeluarkan dari rongga dada,
             dan pada pengirisan setiap potongan akan mempertahankan bentuknya,
             pada pemijitan keluar sedikit busa dan sedikit cairan.
         - Pada kasus yang terbenam dalam air seni (salt waterdrowning), paru-paru
             berat, penuh berisi air, perabaan memberi kesan seperti meraba jelly dan
             bila dikeluarkan dari rongga dada bentuknya tidak akan bertahan
             sedangkan pada pengirisan tampak banyak cairan yang keluar.
               Jika pada pemeriksaan ditemukan keadaan yang berbeda dengan keadaan
         di atas hal ini masih mungkin, dimana kematian bukan karena mati lemas akan
         tetapi oleh karena hal-hal lain; misalnya karena hiperventilasi (pada perenang
         yang pandai oleh karena terlalu di forsir sebelum berenang, hal ini akan
         menyebabkan korban akan kehilangan kesadaran akibat kekurangan oksigen
         sebelum timbul impuls untuk bernafas. Reflek juga dapat menyebabkan
         kematian pada kasus terbenam, perangsangan pada reseptor dalam paru-paru
         akan menimbulkan spasme/kekejangan pada pangkal tenggorok dan
         terhentinya pernafasan. Inhibili atau penghambatan jantung oleh karena
         stimulasi vagal juga dapat menyebabkan kematian, didalam hal ini masuknya
         air secara tiba-tiba kedalam pangkal hidung dan pangkal tenggorok (naso
         faring dan laring).
         - Dalam lambung dan organ-organ dalam tubuh serta sumsum tulang dapat
             ditemukan pula benda-benda asing yang berasal dari dalam air, seperti
             Lumpur, tumbuhan dan secara mikroskopis dapat dilihat adanya ganggang.
               Pada setiap kasus terbenam bedah mayat perlu dilakukan terutama bila
         penyidik mempunyai dugaan adanya unsur kriminal pada kasus yang
         bersangkutan.
               Diagnosa kasus kematian karena terendam dapat ditegakkan terutama
         bila ada tanda-tanda yang menunjang diagnosa tersebut, yaitu: tangan
         menggenggam erat sesuatu benda, adanya busa halus dalam saluran
         pernapasan/pipa udara, adanya air (dengan isinya bila ada) dalam lambung,
         gambaran paru-paru yang khas serta ditemukannya diatomae didalam alat-alat
         dalam tubuh dan sumsum tulang.

Hipoksia dan asfiksia
     Hipoksia adalah suatu keadaan dimana sel gagal untuk melangsungkan
metabolisme secara efisien. Istilah hipoksia lebih tepat bila dibandingkan dengan istilah
anoksia, yang banyak dipakai pada masa-masa lalu.
     Hipoksia dapat dibagi menjadi 4 grup, yaitu : (1) anoksik atau hipoksia, dimana
oksigen tidak dapat masuk ke dalam aliran darah; (2) anemik, dimana darah tidak dapat
membawa oksigen yang cukup untuk jaringan; (3) stagnan, dimana oleh karena sesuatu
sebab terjadi kegagalan sirkulasi; (4) histotoksik, dimana oksigen yang terdapat di
dalam darah tidak dapat dipakai oleh jaringan.
     Histotoksik-hipoksia sendiri dapat dibagi 4 kelompok, yaitu : (1) Histotoksik-
hipoksia ekstraselular, dimana enzim pernafasan jaringan keracunan, misalnya pada
keracunan sianida, sedangkan pada kebanyakan golongan hipnotika/obat tidur dan obat
bius aktivitas enzim tersebut ditekan; (2) Histotoksik-hipoksia periselular, dimana
oksigen tidak dapat masuk sel oleh karena permeabilitas membran sel menurun, seperti
yang terjadi pada keracunan eter atau khloroform; (3) Substrate histotoxic hyoixia,


       Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso                              17
dimana tidak tersedia dengan cukup bahan makanan untuk metabolisme yang efisien;
(4) Metabolite histotoxic hypoxia, dimana endproducts dari pernafasan seluler tidak
dapat dibuang, sehingga metabolisme selanjutnya tidak berlangsung, seperti pada
keadaan uremia dan keracunan gas karbon dioksida.
      Asfiksia dapat diberi batasan secara umum sebagai pelbagai macam keadaan
dimana pertukaran udara pernafasan yang normal terganggu. Dua penyebab utama dari
asfiksia, yaitu oleh karena terjadinya obstruksi pada saluran pernafasan (dikenal juga
dengan istilah asfiksia mekanik), dan oleh karena terhentinya sirkulasi; pada kedua
keadaan tersebut terjadi reduksi oksigen dalam darah (hipoksia), dan elevasi karbon
dioksida (hypercapnoea).
      Pemeriksaan post-mortal pada kasus-kasus yang meninggal karena mengalami
penekanan pada daerah leher dan obstruksi saluran pernafasan adalah sebagai
berikut ;
Sianosis
Yang mudah dilihat pada pembuluh darah kapiler, seperti pada ujung-ujung jari dan
bibir dimana penilaiannya harus hati-hati oleh karena variabelnya cukup besar. Setelah
24 jam post-mortal sianosis yang ada biasanya merupakan perubahan post-mortal, tidak
adanya sianosis tidak berarti bahwa korban tidak terjadi sianosis.
Kongesti
Kongesti sistemik dan kongesti pada paru-paru serta dilatasi jantung kanan adalah
merupakan tanda klasik pada kematian karena asfiksia.
Darah tetap cair
Merupakan salah satu indikasi adanya asfiksia, walaupun validitasnya masih
diperdebatkan dan sering diperdebatkan dengan aktifitas fibrinolisin.
Edema paru-paru
Untuk itu perlu paru-paru ditimbang untuk mengetahui beratnya, walaupun hanya
mempunyai arti sedikit didalam hal penentuan kematian karena obstruksi saluran
pernafasan, dan sering dijumpai pada kasus-kasus yang lain.
Perdarahan berbintik (petechial haemorrhages)
Yang mudah dilihat pada kulit dan alat-alat dalam, seperti pada permukaan jantung,
permukaan paru-paru, daerah katup pangkal tenggorok (epiglotis), biji mata dan kelopak
mata.
Pendarahan bintik-bintik ini disebabkan karena terjadinya perubahan permeabilitas
kapiler sebagai akibat langsung dari hipoksia dank arena peningkatan tekanan
intrakapiler.
Patahnya tulang lidah dan tulang rawan gondok
Tulang lidah dapat patah oleh karena mengalami tekanan atau kompresi langsung dari
samping (lateral), ataupun karena tekanan yang tidak langsung. Tekanan yang langsung
terjadi misalnya pada kasus pencekikan, sedangkan tekanan yang tidak langsung
dimungkinkan oleh karena adanya tekanan kebawah kesamping dari tulang rawan
gondok atau tekanan pada daerah antara tulang lidah dan tulang rawan gondok.
Patahnya tulang lidah karena tekanan yang tidak langsung tersebut dimungkinkan oleh
karena tulang lidah terfiksasi dengan kuat oleh otot-otot pada permukaan atas dan
permukaan depan.
Tulang rawan gondok sering patah pada bagian cornusuperior, yang dimungkinkan
karena adanya traksi pada jaringan ikat yang menghubungkan tulang lidah dan tulang
rawan gondok (thyrohyoid ligament).

Pada kasus dengan menggunakan racun
      Jika racun yang dipakai itu mempunyai bau atau mempunyai sifat korosif seperti
halnya asam sulfat pekat, maka pada umumnya kasusnya adalah kasus bunuh diri; hal
ini akan lebih ditunjang bila racun yang bersifat korosif tadi menyebabkan luka bakar


       Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso                           18
yang teratur mulai dari mulut, mengalir kedagu, leher bagian depan dan dada pada
bagian tengah.
      Pada kasus keracunan pembedahan mayat dan pemeriksaan toksikologis untuk
mendapatkan racun pada tubuh korban mutlak harus dilakukan, oleh karena dari hasil
pemeriksaan tersebut akan dapat diketahui apakah sebab matinya korban karena
keracunan atau karena hal lain misalnya di bekap dan racunnya dituangkan kemulut
korban setelah korban mati.
      Pembunuhan dengan racun biasanya memerlukan persiapan yang teliti dengan
dibekali pengetahuan yang memadai pula. Jika yang dipakai adalah racun yang bersifat
korosif pembunuhan dapat dengan mudah diketahui, oleh karena pelaku kejahatan
biasanya menyiram korbannya, dengan demikian bercak ―luka bakar‖ pada korban
sangat tidak beraturan.
      Pada keracunan morfin kematian pada umumnya bersifat kecelakaan, oleh karena
korban tidak mengetahui dengan tepat berapa dosis morfin yang masuk kedalam
tubuhnya. Pembunuhan dengan menyuntik morfin dapat pula terjadi, yang biasanya
dilakukan oleh para pengedar morfin yang takut korban membuka cara operasi
pengedaran morfin.

4. Penyidikan pada kasus penembakan
     Dalam menghadapi kasus penembakan khususnya yang berakibat fatal, penyidikan
harus dapat memperoleh kejelasan dari permasalahan sebagai berikut :
- Apakah luka yang diperiksa memang benar luka tembak,
- Apakah luka tembak tersebut luka tembak masuk atau luka tembak keluar,
- Termasuk jenis apa senjata yang menyebabkan luka,
- Pada jarak berapa penembakan dilakukan,
- Dari arah mana penembakan dilakukan,
- Bagaimana posisi korban dan posisi penembak,
- Apakah penembakan tersebut yang menyebabkan kematian, dan
- Berapa kali korban terkena tembakan.
     Untuk dapat memperoleh kejelasan tersebut perlu diketahui :
   Luka masuk, sebab akibat yang ditimbulkan.
         a. Akibat api (flame effect) : Luka bakar, dimana kulit yang terbakar tampak
             kering, hangus dan kaku pada perabaan.
         b. Akibat asap (smoke effect) : Jelaga, dimana kelim jelaga akan tampak
             sebagai suatu lapisan berwarna kelabu kehitaman disekitar lubang luka
             mudah dihilangkan dengan cara dihapus.
         c. Akibat butir-butir mesiu (gun powder effect): tatto/stippling, dimana
             kelim tatto akan tampak sebagai bintik-bintik hitam yang bercampur
             dengan luka lecet dan pendarahan, dan tidak dapat dihilangkan bila
             dihapus oleh karena butir-butir mesiu tersebut masuk kedalam kulit.
         d. Akibat anak peluru (bullet effect): luka terbuka yang dikelilingi oleh
             kelim lecet; dan bila senjata yang dipakai itu sering dibersihkan maka pada
             dinding luka dan kelim lecet akan didapatkan pula kelim kesat/kelim
             lemak.
         e. Akibat partikel logam (metal effect): ―fouling‖, yang tampak sebagai
             luka-luka lecet atau luka-luka robek kecil-kecil disekitar lubang luka; hal
             ini disebabkan oleh partikel-partikel logam yang terbentuk akibat goresan
             antara anak peluru dengan laras yang beralur, partikel logam tersebut dapat
             masuk kedalam kulit atau menempel pada pakaian.
         f. Akibat moncong senjata (muzzle effect): Jejas laras, hal ini dapat terjadi
             pada kasus luka tembak temple dan tampak sebagai suatu luka lecet tekan
             atau memar yang bentuknya sesuai dengan moncong senjata.


       Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso                             19
g. Kelainan pada tulang, yang akan tampak jelas pada tulang yang
         berbentuk pipih misalnya tengkorak, dimana kerusakan pada permukaan
         tulang bagian luar (tabula externa) akan lebih kecil bila dibandingkan
         dengan kerusakan pada bagian dalam (tabula interna), ini akan
         memberikan gambaran lubang yang berbentuk corong. Pada luka tembak
         keluar terjadi keadaan yang sebaliknya.
Luka tembak keluar, dimana dapat memberikan informasi dalam beberapa hal, yaitu
     :
     - Arah tembakan,
     - Sikap dari korban pada saat penembakan, dan
     - Jumlah peluru yang masih terdapat pada tubuh korban.
     Pada umumnya luka tembak masuk dan luka tembak keluar tidak mempunyai
     kelim lecet. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam terjadinya perbedaan
     besarnya luka tembak keluar tersebut antara lain ;
     - Velocity (kecepatan) dari anak peluru sewaktu keluar,
     - Luasnya permukaan anak peluru pada tempat keluar,
     - Yawing & tumbling of the bullet (pergerakan anak peluru yang tidak
         beraturan dalam tubuh dan pergerakan berputar menurut poros memanjang
         (end to end))
     - Ada tidaknya fragmen-fragmen tulang yang ikut keluar,
     - Ada tidaknya tulang dibawah kulit tempat luka tembak keluar, dan
     - Ada tidaknya benda yang menekan kulit pada tempat keluarnya anak
         peluru.
Luka tembak masuk akibat senjata api yang tidak beralur (Entrance Shotgun
     Wound); akan tampak kelainan yang disebabkan oleh komponen-komponen
     yang keluar sewaktu penembakan, yaitu : mesiu, api, asap, pellet dan sumbat
     peluru (wad).
Luka tembak keluar akibat senjata api yang tidak beralur dapat membantu didalam
     menentukan arah tembakan dan sikap korban sewaktu penembakan, yang pada
     umumnya akan memberikan gambaran yang variabel akan tetapi pada
     umumnya lukanya berbentuk bundar atau oval dengan tepi yang terangkat
     keluar (everted margins).
Pemeriksaan mikroskopis dari luka tembak masuk.
     Pemeriksaan ini diperlukan pada kasus-kasus yang meragukan, kelainan yang
     didapatkan pada dasarnya merupakan akibat dari trauma mekanis dan thermis.
     Kompresi dari epithel, elongasi, distorsi dan tampaknya perdarahan serta butir-
     butir mesiu, nekrosis koagulatip dan sembabnya epithel dan vakuolisasi sel-sel
     basal, demikian pula menjadi piknotiknya inti sel dan pada pewarnaan dengan
     H.E> akan lebih banyak mengambil warna biru (basophilic staining), adalah
     merupakan kelainan yang dapat ditemukan pada pemeriksaan mikroskopis.
Pemeriksaan kimiawi dari luka tembak masuk
     Prinsipnya adalah dapat dideteksinya unsur-unsur yang terdapat dalam mesiu,
     misalnya: pada smokeless goundpowder dapat dideteksi nitrit dan cellulosa
     nitrate; sedangkan pada black powder black gunpowder yang dapat dideteksi
     adalah karbon, nitrit, sulfid, sulfat, karbonat, tiosianat dan tiosulfat; sedangkan
     pada senjata yang lebih modern timah hitam, antimon dan merkuri.
Pemeriksaan secara radiologis
     Pemeriksaan dengan sinar-X ini dapat banyak membantu didalam hal mencari
     anak peluru dan partikel logam dalam tubuh korban, menentukan apakah
     korban merupakan korban penembakan dengan senjata api yang tidak beralur
     dan pada kasus khusus, yaitu dimana jumlah anak peluru lebih banyak dari



   Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso                                 20
jumlah luka tembak pada penembakan dengan senjata api yang beralur
         (tandem bullet injury).
   Internal ricochet
         Internal ricochet dapat terjadi bila kekuatan anak peluru tidak cukup untuk
         dapat menembus dari jaringan tubuh, misalnya pada kasus dimana anak peluru
         mengenai kepala. Dengan demikian dapat terjadi variasi dari perjalanan anak
         peluru didalam kepala yang perlu diketahui, yaitu : Single- ricochet, double-
         ricochet, inner tangential at contralateral side, inner tangential at contra lateral
         side and ricochet dan inner tangential at entrance side.

5. Penyidikan pada kasus kematian karena terbakar
    Didalam melakukan pemeriksaan korban yang terbakar, dokter harus dapat
memberikan kejelasan kepada penyidik dalam hal:
- Apakah korban dalam keadaan hidup atau mati sewaktu kebakaran itu mulai terjadi?
- Penyebab kematian.
- Identitas korban.
- Perlukaan yang diakibatkan secara langsung oleh api.
- Adanya racun, obat-obatan dan alkohol didalam tubuh korban.
- Cara kematian, kecelakaan atau pembunuhan.
   Untuk dapat menentukan apakah korban dalam keadaan hidup atau mati sewaktu
        kebakaran itu mulai terjadi mutlak harus dilakukan pembedahan mayat dan
        pemeriksaan toksikologis.
        Pada korban yang masih hidup sewaktu kebakaran itu mulai berlangsung, pada
        pembedahan mayat akan ditemukan adanya pengumpulan dari jelaga didalam
        saluran pernafasan serta adanya pembengkakan pada daerah tersebut
        khususnya katup pangkal tenggorok (epiglotis), serta pita suara dan daerah
        sekitarnya.
        Pada pemeriksaan toksikologis akan dapat diketahui bahwa didalam darah
        korban mengandung gas karbon-monoksida (CO), dalam bentuk COHb
        dengan saturasi diatas 10%.
        Bila didalam peristiwa kebakaran itu banyak terbentuk asap yang mengandung
        gas CO, maka kematian dapat disebabkan karena keracunan gas tersebut; dan
        ini dapat diketahui antara lain dari lebam mayat yang berwarna merah bata
        (cherry red), serta alat-alat dalam tubuh yang juga berwarna merah bata, warna
        tersebut disebabkan oleh karboksihemoglobin (COHb).
        Pada tubuh korban juga dapat ditemukan gelembung-gelembung (skin
        blisters), dimana gelembung pada orang yang mati terbakar akan tampak
        kemerahan pada dasarnya, cairannya banyak mengandung protein dan pada
        pemeriksaan mikroskopis menunjukkan adanya reaksi vital, yaitu sel-sel
        radang; dimana semua keadaan tadi tidak akan dijumpai pada orang yang
        sudah mati pada saat kebakaran itu mulai berlangsung.
   Penyebab kematian pada kasus kebakaran dapat dikarenakan oleh pelbagai hal,
        diantaranya :
        - Panas yang tinggi sekali yang dapat berakhir dengan serangan jantung
            yang fatal.
        - Keracunan gas CO, dimana dalam darah korban akan didapatkan saturasi
            COHb diatas 60%.
        - Shock sebagai akibat dari luka-luka yang diderita serta akibat uap gas yang
            panas.
        - Luka-luka yang fatal akibat tertimpa dinding atau atap yang roboh.
        - Pembengkakan paru-paru (pulmonary edema), akibat panas yang
            mengiritasi paru-paru.


       Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso                                  21
-   Pembengkakan saluran pernafasan bagian atas yang mengakibatkan
             obstruksi saluran pernafasan sehingga korban tidak dapat bernafas.
    Penentuan identitas pada kasus yang mati terbakar amat penting, khususnya bila
         kasus yang dihadapi merupakan kasus pembunuhan. Bila tubuh korban
         terbakar dengan sempurna maka penentuan identitas tidak mungkin. Akan
         tetapi pada kebanyakan kasus pembakaran tersebut tidak sempurna, didalam
         kasus seperti ini maka penentuan identitas dapat dilakukan, terutama
         penentuan identitas dari gigi, perhiasan logam dan kelainan didalam tubuh
         korban seperti adanya tumor pada rahim, adanya pen besi penyambung tulang,
         sebagian pakaian dan lain sebagainya yang sukar hancur bila dibakar.
    Pada tubuh yang terbakar (mayat atau orang hidup), kulit akan dapat pecah
         berbentuk celah hingga dapat disangka sebagai akibat dari benda tajam,
         demikian pula dengan pecahnya tulang-tulang yang kesemuanya itu dapat
         diketahui dan dibedakan dengan luka-luka atau kelainan yang didapat sewaktu
         korban masih hidup, diantaranya dengan ada tidaknya perdarahan serta reaksi
         intra vital lainnya.
    Pemeriksaan toksikologis pada korban harus dilakukan dalam hubungannya untuk
         mencari kejelasan dan pengarahan penyidikan.
         Para pecandu alkohol, narkotika obat tidur serta obat bius lainnya oleh karena
         kesadarannya terganggu seringkali mati terbakar oleh karena mereka lupa
         mematikan rokok, kompor, lampu dan lain sebagainya. Jika dari hasil
         penyidikan dapat diketahui bahwa mereka itu memang para pecandu dan
         menyalah gunakan obat (drug abuser), maka kematian korban bersifat
         kecelakaan; akan tetapi bila penyidikan tersebut tidak memberi hasil seperti
         tersebut diatas maka kemungkinan kasus pembunuhan haruslah dipikirkan.
    Pada umumnya kematian karena terbakar bersifat kecelakaan, akan tetapi bila pada
         pemeriksaan mayat dan dari hasil penyidikan didapatkan keadaan-keadaan
         yang menentangkan kecurigaan seperti yang telah disinggung pada 5.1.; 5.2.;
         5.3.; 5.4.; dan 5.5., maka pembunuhan sebagai perbuatan orang lain haruslah
         dijadikan pedoman utama didalam penyidikan sampai didapat hasil yang baik.
6. Anggapan yang tidak tepat dalam penyidikan kasus pembunuhan
      Dalam zaman yang sudah maju dan modern seperti sekarang masih tetap hidup
dikalangan masyarakat termasuk dalam kalangan penyidik sendiri anggapan-anggapan
yang keliru dan tidak tepat mengenai kasus pembunuhan. Anggapan-anggapan tersebut
terdapat di negara-negara yang sudah maju. Berikut ini tertera beberapa anggapan yang
perlu mendapatkan perhatian khusus, yaitu :
    Pembunuhan akan selalu dapat segera diketahui.
    Si-pembunuh akan selalu kembali ke tempat dimana kejahatan itu dilakukan.
    Arah mata dari korban atau posisi lengan korban merupakan petunjuk ke arah mana
         si-pembunuh melarikan diri.
    Ekspresi wajah korban, terkejut atau ketakutan akan selalu menetap tidak berubah.
    Tubuh yang telah tidak bernyawa tidak dapat memberikan keterangan apa-apa.
    Rambut dan kuku akan terus tumbuh walaupun korban telah tewas.

7. Kematian mendadak yang disebabkan oleh penyakit
      Kematian mendadak yang disebabkan oleh penyakit (Unexpected Death due to
Natural Disease), pada seseorang terutama bila kematian tersebut terjadi di tempat
umum, seperti di hotel dan khususnya bila terjadi pada seorang tersangka pelaku
kejahatan atau seorang tahanan; merupakan peristiwa yang sensitif sehingga perlu
diselesaikan secara tuntas dan cepat.
      Adapun penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan kematian secara mendadak
adalah :


       Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso                            22
Penyakit pada susunan saraf pusat, yang sering adalah perdarahan spontan yang
     disebabkan karena korban menderita penyakit darah tinggi, atau perdarahan
     karena penyakit pengerasan pembuluh darah (arteriosklerosis). Perdarahan
     spontan yang diakibatkan kedua keadaan tersebut terjadi didalam otak/intra
     selebral.
     Kematian dapat juga disebabkan karena terjadinya perdarahan di bawah
     selaput lunak otak (perdarahan sub-arachnoid), secara spontan, oleh karena
     pembuluh nadi menggembung setempat dan dapat pecah sewaktu-waktu,
     khususnya bila korban melakukan aktivitas fisik yang berlebihan. Penyakit ini
     biasanya menyerang anak muda, merupakan penyakit bawaan dan dikenal
     dengan nama aneurysma berry.
Penyakit pada sistem kardio-vaskuler, merupakan penyebab kematian mendadak
     yang tersering, khususnya penyakit pada pembuluh darah koroner, baik hanya
     berupa penyempitan maupun penyumbatan.
     Penyakit jantung yang juga dapat menyebabkan kematian mendadak adalah :
     peradangan, penyakit pada katup serta pecahnya batang nadi tubuh (aorta)
     dimana pecahnya aorta sering dihubungkan dengan penyakit pada pembuluh
     nadi jantung (miocard infark).
Penyakit pada sistem pernafasan, yang tersering di Indonesia adalah perdarahan
     akibat penyakit tuberkulosa/TBC, dimana darah tersebut menyumbat saluran
     pernafasan. Oleh karena adanya perdarahan tersebut sering terjadi kesalahan
     penafsiran, yaitu dikaitkan dengan adanya kekerasan.
     Penyakit paru-paru lainnya yang juga dapat menyebabkan kematian mendadak
     antara lain ialah : infeksi (pneumonia) asma bronkhiale, bronkhiektasis serta
     penyakit diphteria.
Penyakit pada sistim gastrointestinal dan sistim uro-genitalis, penyakit pada
     sistim gastrointestinal atau sistim pencernaan yang tersering menyebabkan
     kematian mendadak adalah penyakit tukak lambung (maag), dimana
     manifestasinya adalah muntah darah. Penyakit hati yang kronis (sirosis
     hepatis) juga dapat menyebabkan perdarahan di lambung oleh karena terjadi
     perbendungan pembuluh balik, dan kemudian pecah ke dalam lambung dan
     akhirnya dimuntahkan.
Yang perlu diingat oleh dokter, dalam menghadapi kasus kematian mendadak,
     terutama bila dokter tidak pernah merawat korban, maka sebaiknya dokter
     jangan membuatkan surat keterangan kematian; kecuali jika ia yakin bahwa
     kematian korban menurut pengetahuannya tidak disebabkan oleh tindakan
     kekerasan. Pada kasus kecelakaan, yang berarti merupakan kematian yang
     tidak wajar dan mungkin akan ada penuntutan, dokter jangan membuat surat
     keterangan kematian. Untuk itu dokter harus melakukan pemeriksaan tubuh
     mayat dengan teliti sekali. Jika ada kecurigaan setelah ia melakukan
     pemeriksaan, maka pihak keluarga dianjurkan melapor kepada polisi dan
     kemudian dibuatkan visum et repertumnya.
Sikap penyidik dalam kasus mati mendadak, penyidik harus melakukan tindakan-
     tindakan sebagai berikut :
      1. Jangan mengajukan pertanyaan yang mendatangkan syok.
      2. Tentukan keadaan sekitar korban dan memperkenalkan diri dengan semua
          anggota keluarga.
      3. Berusaha untuk mendapatkan informasi baik di dalam hal penyakit atau
          perlukaan dari korban sebelum korban meninggal dunia.
      4. Perhatikan tubuh korban :
           - Adakah tanda-tanda kekerasan atau perlawanan.
           - Adakah tanda-tanda keracunan.


   Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso                           23
- Adakah tanda-tanda bahwa korban pernah mendapatkan perawatan
               atau pengobatan.

Sebab Kematian = penyakit atau cedera/luka yang bertanggung jawab terhadap
timbulnya kematian
Sebab kematian :
1. Penyakit : gangguan SCV, SSP, respirasi, GIT, urogenital
2. Trauma :
   a. mekanik :       - tajam : iris, tusuk, bacok
                      - tumpul : memar, lecet, robek, patah
                      - senjata api (balistik)
                      - bahan peledak/bom
   b. fisik :         - suhu : dingin, panas
                      - listrik/petir
   c. kimiawi :       - asam
                      - basa
                      - intoksikasi

Mekanisme Kematian = gangguan/kelainan fisiologik dan atau biokimia yang
bertanggung jawab terhadap timbulnya kematian
Mekanisme kematian :         1. Mati lemas (asfiksia)
                             2. Perdarahan
                             3. Kerusakan organ vital
                             4. Refleks vagal
                             5. Emboli, dll
Mekanisme kematian bisa kombinasi beberapa mekanisme




      Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso                 24
BAB IV
IDENTIFIKASI FORENSIK

Definisi :
   Identifikasi adalah penentuan atau pemastian identitas orang yang hidup maupun
   mati, berdasarkan ciri khas yang terdapat pada orang tersebut.
   Identifikasi forensik merupakan usaha untuk mengetahui identitas seseorang yang
   ditujukan untuk kepentingan forensik, yaitu kepentingan proses peradilan.

Tujuan Identifikasi forensik :
1. Kebutuhan etis & kemanusiaan
2. Pemastian kematian seseorang secara resmi & yuridis
3. Pencatatan identitas untuk keperluan administratif & pemakaman
4. Pengurusan klaim di bidang hukum publik dan perdata
5. Pembuktian klaim asuransi, pensiun dll
6. Upaya awal dalam suatu penyelidikan kriminal (bila ada)

Peran Identifikasi :
1. Pada Orang Hidup
   o semua kasus medikolegal
   o penjahat atau prajurit militer yang melarikan diri
   o orang yang didakwa pelaku pembunuhan
   o orang yang diakwa pelaku pemerkosaan
   o identitas bayi baru lahir yang tertukar, untuk menentukan siapa orang tuanya
   o anak hilang
   o orang dewasa yang karena sesuatu hal kehilangan uangnya
   o tuntutan hak milik
   o untuk kepentingan asuransi
   o tuntutan hak pensiun

2. Pada jenazah, dilakukan pada keadaan;
    o kasus peledakan
    o kasus kebakaran
    o kecelakaan kereta api atau pesawat terbang
    o banjir
    o kasus kematian yang dicurigai melanggar hukum

Ada dua metode, yaitu ;
   a. Identifikasi Komparatif
   - Dalam komunitas terbatas
   - Data antemortem & postmoterm tersedia
   b. Identifikasi Rekonstruktif
   - Komunitas korban tidak terbatas
   - Data antemortem tidak tersedia

Cara Identifikasi yang biasa dilakukan :
1.   Secara visual  keluarga/rekan memperhatikan korban (terutama wajah). Syarat
     : korban dalam keadaan utuh. Kelemahan : sangat dipengaruhi faktor sugesti dan
     emosi
2.   Pengamatan pakaian  catat: model, bahan, ukuran, inisial nama & tulisan pada
     pakaian. Sebaiknya : simpan pakaian atau potongan pakaian (20x10 cm), foto
     pakaian

       Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso                            25
3.    Pengamatan perhiasan  catat : jenis (anting, kalung, gelang, cincin dll), bahan
      (emas,perak, kuningan dll), inisial nama. Sebaiknya : simpan perhiasan dengan
      baik
4.    Dokumen : KTP, SIM, kartu golongan darah, dll
5.    Medis  pemeriksaan fisik : tinggi & berat badan, warna tirai mata, adanya luka
      bekas operasi, tato
6.    Odontologi  bentuk gigi & rahang : khas, sangat penting bila jenazah dalam
      keadaan rusak/membusuk,         perlu diingat : dental record di Indonesia masih
      sangat terbatas
7.    Sidik jari  tidak ada dua orang yang memiliki sidik jari yang sama mudah dan
      murah
8.    Serologi  menentukan golongan darah (memeriksa darah dan cairan tubuh
      korban)
      Ada 2 tipe orang dalam menentukan golongan darah
       - Sekretor: gol.darah dapat ditentukan dari px. darah, air mani, dan cairan tubuh
         lain
       - Non sekretor: gol.darah hanya dapat ditentukan dari px. darah
9.    DNA  sangat akurat,t tapi mahal
10.   Ekslusi  biasanya digunakan pada korban kecelakaan masal, menggunakan
      data/daftar penumpang

Metode pemeriksaan terbagi menjadi dua macam, yaitu :
1. Identifikasi primer :
   Merupakan identifikasi yang dapat berdiri sendiri tanpa perlu dibantu oleh kriteria
   identifikasi lain.
       DNA : memerlukan keahlian dan kondisi khusus.
       Sidik Jari : sukar dilakukan pada kondisi jenazah yg membusuk.
       Odontologi : dental record di Indonesia masih terbatas.
   Pada jenazah yang rusak/busuk untuk menjamin keakuratan dilakukan 2-3 metode
   pemeriksaan dengan hasil (+).
2. Identifikasi sekunder
   Tidak dapat berdiri sendiri, perlu didukung kriteria identifikasi yang lain.
   Cara sederhana : melihat langsung ciri seseorang dengan memperhatikan perhiasan,
   pakaian dan kartu identitas yang ditemukan.
   Cara Ilmiah : melalui teknik keilmuan tertentu seperti medis dll.
   Pada jenazah yang telah membusuk ditentukan :
       Ras
       Jenis Kelamin
       Perkiraan umur
       Tinggi badan




       Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso                             26
PENENTUAN JENIS KELAMIN
Tabel. Penentuan jenis kelamin
Penentuan secara umum
wajah, potongan tubuh, bentuk rambut, pakaian, ciri-ciri seks, buah dada
Pemeriksaan mikroskopik dari ovarium dan testis
Pemeriksaan histologis/kromosom.
Prinsip: berdasarkan pada kromosom
Bahan pemeriksaan: kulit, leukosit, sel-sel selapu lendir pipi bagian dalam, sel-sel
rawan, korteks kelenjar suprarenalis, dan cairan amnion
Metode
- Px. Kromosom dari biopsi kulit dengan fiksasi merkuri-klorida setengah jenuh dlm
  15 % formol saline
- Px. Sel PMN leukosit melihat drumstick
  Kemungkinan dijumpai drumstick pada wanita lebih banyak bila dibanding pria
- Px. Struktur inti darah putih dan dari kulit (ketepatan 100%)
Penentuan dengan rangka
Pembeda            Laki-laki                          Perempuan
Ukuran secara
                   Besar                              Kecil
umum
Arsitektur         lebih kasar                        lebih halus
                   indeks iscium-pubis lebih kecil indeks iscium-pubis lebih besar15%




Tulang panggul




                  Indeks tersebut diukur dari ischium dan pubis dari titik dimana
                  mereka bertemu pada acetabulum
Tengkorak         Glabela bony                     Glabela datar
                  Margin supraorbita melingkar      Margin supraorbita tajam
                  Luas perluasan processus Luas                perluasan        processus
                  mastoideus lebih besar            mastoideus lebih kecil
                  Platum besar, membentuk Palatum kecil, membentuk parabola
                  huruf U
                  Occipital condylus besar         Occipital condylus kecil
                  Dibedakan atas ciri-ciri: tonjolan di atas orbita (supra orbita ridges),
                  processus mastoideus, palatum, bentuk rongga mata dan rahang
                  bawah. Ciri tersebut tamapk jelas pada usia 14-16 tahun
Tulang Panjang    lebih panjang, lebih berat, lebih pendek, lebih ringan, lebih
                  lebih kasar, dan impressio-nya halus, dan impressio-nya lebih
                  lebih banyak                      sedikit
Tulang Dada       manubrium sterni wanita separuh panjang corpus sterni




       Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso                               27
PENENTUAN UMUR
- Bayi baru lahir
  Penentuan umur kehamilan, viabilitas, berat badan, panjang badan, pusat
  penulangan (bermakna pada bagian distal os femoris), tinggi badan (jarak antara
  kepala sampai ke tumit/crown-heel, jarak antara kepala ke tulang ekor/crown-rup)
  Px. Penunjang radiologis (sinar X)  menilai timbulnya epiphyse dan fusinya
  dengan diaphyses.
- Anak-anak & dewasa < 30 thn
  Persambungan spheno-occipital terjadi dalam umur 17-25 thn (pada wanita 17-20
  thn), unifikasi tulang selangka mulai umur 18-25 thn & menjadi lengkap usia 31 thn
  ke atas, corpus vertebrae sblm usia 30 thn menunjukkan alur-alur yang berjalan
  radier pada bagian permukaan atas & bawah
- Dewasa > 30 thn
  Perkiraan dengan memeriksa tengkorak, yaitu sutura-suturanya.
  Sutura sagittalis, coronaria, dan lamboidea mulai menutup pada usia 20-30 thn,
  sutura parietomastoidea dan sutura squamosa menutup usia lima tahun kemudian –
  60 thn, sutura sphenoparietale menutup usia 70 thn.

PENENTUAN TINGGI BADAN
Melalui pengukuran tulang panjang :
o femur 27% dari tinggi badan
o tibia 22% dari tinggi badan
o humerus 35% dari tinggi badan
o tulang belakang dari tinggi badan

Formula STEVENSON :
o TB = 61,7207 + (2,4378 x panjang Femur) + 2,1756
o TB = 81,5115 + (2,8131 x panjang Humerus) + 2,8903
o TB = 59,2256 + (3,0263 x panjang Tibia) + 1,8916
o TB = 80,0276 + (3,7384 x panjang Radius) + 2,6791

Formula TROTTER dan GLESER :
o TB = 70,37 + 1,22 (panjang Femur + pjg Tibia) + 3,24
Pengukuran dengan osteometric board & tulang harus kering

Melakukan identifikasi jenazah kepada :
   Jenazah tidak dikenal
   Jenazah yang membusuk atau kerangka
   Kasus penculikan anak
   Kasus bayi tertukar
   Keraguan siapa orang tua anak

Identifikasi korban bencana massal :
   Organisasi Interpol
   Secara internasional identifikasi korban massal adalah tanggung jawab polisi
   Interpol Disaster Victim Identification Standing Comittee yang beranggotakan 114
   negara di dunia dan bersidang setahun sekali di Lyon, Prancis.

Yang harus dilakukan :
Fase I :Unit Penanganan di TKP (Tempat Kejadian Peristiwa), Kegiatan:
   Membuat sektor-sektor/zona pada TKP dengan ukuran 5 x 5 m.
   Memberi tanda setiap sektor.

       Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso                         28
Memberikan label pandang dan label oranye pada jenazah dan potongan jenazah
   diikat pada tubuh/ibu jari kaki korban.
   Memberikan label putih pada barang-barang pemilik tercecer.
   Membuat sketsa dan foto tiap sektor
   Evakuasi dan transportasi jenazah dan barang, dengan :
   - Memasukkan jenazah dan potongan jenazah dalam karung plastik dan diberi
       label sesuai nomor jenazah.
   - Memasukkan barang-barang yang terlepas dari tubuh korban dan diberi label
       sesuai nomor jenazah.
   - Diangkut ketempat pemeriksaan dan penyimpanan jenazah dan dibuat berita
       acara penyerahan kolektif.

Fase II : Unit postmortem :
   Menerima jenazah/potongan jenazah dan barang dari unit TKP.
   Registrasi ulang dan pengelompokan kiriman tersebut berdasarkan jenazah utuh,
   tidak utuh potongan jenazah dan barang-barang.
   Membuat foto jenazah.
   Mencatat semua ciri-ciri korban sesuai formulir interpol
   Mengambil sidik jari korban dan golongan darah (Ident/Labfor).
   Mencatat gigi-gigi korban (Odontogram).
   Membuat Ro. Foto jika perlu.
   Melakukan autopsi.
   Mengambil data-data ke unit pembanding.

Fase III : Unit ante mortem
   Mengumpulkan data-data nama korban dari daftar penumpang serta data semasa
   hidup seperti foto dan lain-lain yang dikumpulkan dari instansi tempat korban
   bekerja, keluarga/kenalan, dokter-dokter gigi pribadi, polisi (sidik jari).
   Memasukkan data-data yang masuk dalam formulir yang tersedia formulir AM
   Kuning.
   Mengelompokkan data-data Ante Mortem.berdasarkan :
   o Jenis kelamin
   o Umur
   o Kewarganegaraan
   Mengirimkan data-data yang telah diperoleh ke unit pembanding data

Fase IV
Unit pembanding data (rekonsiliasi)
   Cek dan recek hasil unit pembanding data.
   Mengumpulkan hasil identifikasi korban.
   Membuat surat keterangan kematian untuk korban yang dikenal dan surat-surat lain
   yang diperlukan.
   Menerima keluarga korban.
   Publikasi yang benar dan terarah oleh komisi identifikasi sangat membantu
   masyarakat mendapat informasi yang terbaru dan akurat.

Fase V
    Dilakukan Evaluasi
Dilakukan evaluasi yang komprehensif terhadap masing-masing fase




       Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso                        29
BAB V
TEMPAT KEJADIAN PERKARA (TKP)

Definisi :
Suatu tempat penemuan barang bukti atau tempat terjadinya peristiwa tindak pidana
atau kecurigaan suatu tindak pidana, merupakan suatu persaksian.

Penyidik:
1. melakukan pengamatan/observasi TKP
2. membuat sketsa/foto
3. penanganan korban
4. penanganan terhadap pelaku/kerugian lain
5. penanganan terhadap barang bukti

KUHP pasal 20  minta bantuan dokter, apakah kasus pidana atau tidak
Jika dokter tidak mau  sanksi KUHP pasal 24

Bantuan dokter dapat berupa:
1. persiapan  permintaan tertulis atau tidak, catat tanggal permintaan, siapa peminta,
   lokasi dimana, dan alat pemeriksa TKP
2. biaya  ditanggung yang meminta
3. jika korban masih hidup 
       identifikasi secara visual: pakaian secara visual terhadap perhiasan, dokumen,
       kartu pengenal lainnya
       identifikasi medik  dari ujung rambut sampai kaki termasuk gigi dan
       identifikasi sidik jari
4. jika korban mati  buat sketsa foto  situasi ruangan, lihat TKP (porak-poranda
   atau tenang):
       identifikasi  lihat bab identifikasi
       lihat tanatologi  suhu rektal, lebam mayat, kaku mayat. (1. kulit pucat, 2.
       relaksasi otot, 3. penurunan suhu, 4. perubahan mata, 5. lebam mayat, 6. kaku
       mayat, 7. pembusukan)
       lihat lukanya  lokasi luka, garis tengah luka, banyak luka, ukuran luka (cm
       ditulis sentimeter), sifat luka:
       o tepi luka (jika ditautkan berbentuk garis atau tidak)
       o sudut luka (tumpul atau tidak)
       o jembatan jaringan (terpotong atau tidak)
       o ada lecet atau memar di sekitar luka
       o tanda: fraktur atau krepitasi tulang
       o dasar luka (bersih atau tidak)
       o koordinat luka
       Kesan: luka akibat benda tajam/tumpul, dll
       darah
       o warna merah/tidak
       o tetesan, genangan, atau garis
       o melihat bentuk/sifat darah  dapat diperkirakan sumber darah
            darah bundar tepi kecil  darah jatuh vertikal jarak = 60 cm
            darah bundar, tepi seperti jarum  darah jath vertikal jarak 60-120 cm
            darah bundar, tepi garis seperti roda  darah jatuh secara vertikal jarak
                > 120 cm
            darah bulat lonjong  darah jatuh arahnya miring
       o distribusi darah

       Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso                            30
 dari dada ke kaki
          bentuk genangan (bunuh diri), morat marit (pembunuhan)
       o sumber
          dari arteri (pancaran lebih jauh dan warna lebih terang)
          darah merah berbuih  dari saluran respirasi
          darah coklat hitam  dari saluran cerna

Tabel. Bentuk dari bercak darah

Bentuk Bercak                 Arah     Jatuhnya       dan Deskripsinya
                              Jarknya
                              Vertikal
                              Sampai 60                    Bercak bundar dengan
                                                           tepi rata
                                                           Bercak bundar dengan
                                                           tepi terdapat bundaran
                                                           kecil-kecil

                              Vertikal
                              60-120 cm                    Bercak bundar dengan tepi
                                                           terdapat tonjolan-tonjolan
                                                           seperti jarum


                              Vertikal
                              Diatas 120 cm
                                                           Bercak bundar dengan
                                                           tepi bergerigi seperti roda
                                                           pedati

                              Miring
                              Bervariasi       dengan Bentuk lonjong seperti
                              kecepatan jatuhnya      tanda seru atau seperti
                                                      bowling




5. identifikasi lanjutan
       ada sperma atau tidak
       pengambilan darah : jika di dinding kering  dikerok, jika pada pakaian 
       digunting
       darah basah/segar  masukan termos es  kirim ke lab kriminologi
6. identifikasi lanjutan
       rambut
       sperma kering atau tidak secara visual  sinar UV
       air ludah, bekas gigitan  bisa ditentukan golongan darah
7. membuat kesimpulan di TKP
       mati wajar atau tidak
       bunuh diri  genangan darah, TKP tengang tidak morat-marit, ada luka
       percobaan, luka mudah dicapai oleh korban, tidak ada luka tangkisan, pakaian
       masih baik

       Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso                           31
pembunuhan  TKP morat marit, luka multipel, ada luka yang mudah dicapai
      ada yang tidak, luka di sembarang tempat, pakaian robek, ada luka tangkisan
      karena perlawanan
      kecelakaan
      mati wajar  karena penyakit

Dengan melihat keadaan TKP lakukan :
1. penentuan mati wajar atau tidak
2. menentukan saat kematian
3. menentukan cara kematian/menentukan diagnosis mati

Tugas dokter di TKP  untuk membantu visum dan autopsi apakah sesuai dengan TKP
atau tidak.

Kesimpulan
Kesimpulan pada visum TKP harus berisi:
1. Perkiraan saat kematian
    Ditentukan berdasarkan :
          a. Lebam mayat (livor mortis)
          b. Kaku mayat (rigor mortis)
          c. Penurunan suhu tubuh (algor mortis)
          d. Pembusukan (decomposition)
          e. Umur larva lalat yang ditemukan dalam jenazah.
2. Sebab akibat luka
    Dari pemeriksaan luka dapat disimpulkan benda yang mengakibatkan luka:
           Karena persentuhan benda tumpul
           Karena persentuhan benda tajam
           Karena tembakan
           Ledakan granat dsb
    Sebab kematian (cause of death) hanya dapat ditentukan secara pasti dengan
    pemeriksaan luar dan dalam, jadi tubuh mayat mutlak harus diotopsi.
3. Cara Kematian (manner of death)




Gambar. Sketsa TKP yang salah




      Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso                       32
Gambar. Sketsa TKP yang benar




      Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso   33
BAB VI
TANATOLOGI

Pengertian
o Thanatos           : yang berhubungan dengan kematian
o Logos              : ilmu
Adalah bagian dari ilmu kedokteran forensik yang mempelajari kematian dan perubahan
yang terjadi setelah kematian serta faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut. Atau
Ilmu yang mempelajari tentang mati dan diagnostik mati dan perubahan postmortem
dan faktor-faktor yang mempengaruhi serta kegunaan apa saja.

Fungsi Tanatologi :
o Menegakkan diagnosis mati
o Memperkirakan saat kematian
o Untuk menentukan proses cara kematian
o Untuk mengetahui sebab kematian

Penentuan Mati
Dicetuskan DECLARATION OF SYDNEY pada tahun 1968
o Penentuan seseorang telah meninggal harus berdasarkanatas pemeriksaan klinis,
    dan bila perlu dibantu denganpemeriksaan laboratoris.
o Apabila hendak dilakukan transplantasi jaringan, makapenentuan bahwa seseorang
    telah meninggal harusdilakukan oleh 2 orang dokter atau lebih, dan dokter ini
    bukanlah dokter yang akan mengerjakan transplantasi nanti

                                   Definisi Mati
  Berhentinya ketiga sistem yaitu kardiovaskular, respirasi , dan sistem saraf pusat,
  yang merupakan satu unit kesatuan dan tidak terkonsumsinya oksigen.


Istilah Mati :
o Mati somatis/mati klinis : 3 sistem (SSP, SCV, Sist.respiratory) mati 
     ireversibel/menetap, tetapi beberapa organ & jaringan masih bisa berfungsi
     sementara  memungkinkan untuk transplantasi. Aktivitas otak dinyatakan
     berhenti bila : EEG mendatar selama 5 mnt
o Mati seluler/molekuler : kematian organ & jaringan, sesaat setelah kematian somatis
     ( otak & jar.saraf +5 menit setelah mati klinis, otot +4 jam setelah mati klinis,
     kornea +6 jam setelah mati klinis). Dapat dikemukakan bahwa susunan saraf pusat
     mengalami mati seluler dalam waktu 4 menit; otot masih dapat dirangsang (listrik)
     sampai kira-kira 2 jam pasca mati, dan mengalami mati seluler setelah 4 jam;
     dilatasi pupil masih terjadi pada pemberian adrenalin 0,1% atau penyuntikan sulfat
     atropin 1% ke dalam kamera okuli anterior, pemberian pilokarpin 1% atau
     fisostigmin 0,5% akan mengakibatkan miosis hingga 20 jam pasca mati. Kulit masih
     dapat berkeringat sampai lebih dari 8 jam pasca mati dengan cara menyuntikkan
     subkutan pilokarpin 2% atau asetilkolin 20%; spermatozoa masih bertahan hidup
     beberapa hari dalam epididimis; kornea masih dapat ditransplantasikan dan darah
     masih dapat dipakai untuk transfusi sampai 6 jam pasca mati.
o Mati suri : Dalam stadium somatic death perlu diketahui suatu keadaan yang dikenal
     dengan istilah mati suri atau apparent death. Mati suri ini terjadi karena proses vital
     dalam tubuh menurun sampai taraf minimum untuk kehidupan, sehingga secara
     klinis sama dengan orang mati. Dalam literatur lain mati suri adalah terhentinya
     ketiga sistem kehidupan yang ditentukan dengan alat kedokteran sederhana. Dengan


       Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso                                 34
peralatan kedokteran canggih masih dapat dibuktikan bahwa ketiga sistem tersebut
  masih berfungsi. Mati suri sering ditemukan pada kasus keracunan obat tidur
  (barbiturat), tersengat aliran listrik, kedinginan, mengalami anestesi yang dalam,
  mengalami acute heart failure, mengalami neonatal anoxia, menderita catalepsy dan
  tenggelam.
o Mati serebral : kerusakan kedua hemisfer otak yang irreversibel, kecuali batang otak
  dan serebelum (SCV dan respirasi masih berfungsi)
o Mati otak/batang otak : kerusakan seluruh isi neuronal intrakranial yang irreversibel,
  termasuk batang otak dan serebelum

                                    Diagnosis mati
             Hilangnya seluruh ataupun pergerakan/aktivitas refleks hilang


Ada 5 cara mendeteksi tidak berfungsinya sistem respirasi :
1. Tidak ada gerak napas pada inspeksi dan palpasi.
2. Tidak ada bising napas pada auskultasi.
3. Tidak ada gerakan permukaan air dalam gelas yang kita taruh diatas perut korban
   pada tes Winslow.
4. Tidak ada uap air pada cermin yang kita letakkan didepan lubang hidung atau mulut
   korban.
5. Tidak ada gerakan bulu burung yang kita letakkan didepan lubang hidung atau
   mulut korban.

Ada 5 cara mendeteksi tidak berfungsinya sistem saraf :
1. Areflex
2. Relaksasi
3. Pergerakan tidak ada
4. Tonus tidak ada
5. Elektoensefalografi (EEG) mendatar/flat selama 5 menit

Ada 6 cara mendeteksi tidak berfungsinya sistem kardiovaskuler :
1. Denyut nadi berhenti pada palpasi.
2. Detak jantung berhenti selama 5-10 menit pada auskultasi.
3. Elektro Kardiografi (EKG) mendatar/flat.
4. Tes magnus : tidak adanya tanda sianotik pada ujung jari tangan setelah jari tangan
   korban kita ikat.
5. Tes Icard : daerah sekitar tempat penyuntikan larutan Icard subkutan tidak berwarna
   kuning kehijauan.
6. Tidak keluarnya darah dengan pulsasi pada insisi arteri radialis.

Tanda Kematian Tidak pasti :
   Pernafasan berhenti, dinilai selama lebih dari 10 menit
   Terhentinya sirkulasi, dinilai selama 15 menit
   Kulit pucat
   Tonus otot menghilang dan relaksasi
   Pembuluh darah retina mengalami segmentasi bergerak ke arah tepi retina dan
   kemudian menetap
   Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan




       Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso                             35
Tanda Kematian Pasti :
   Lebam mayat (livor mortis)
   Kaku mayat (rigor mortis)
   Penurunan suhu tubuh (algor mortis)
   Pembusukan (decomposition, putrefaction)
   Adiposera atau lilin mayat
   Mumifikasi
     Terjadinya adipocere dan mummifikasi dapat dikatakan jarang dijumpai oleh
 karena memerlukan berbagai factor, kondisi yang tidak selamanya ada, khususnya di
 Indonesia.

Perubahan post mortem :
   Kulit wajah pucat : krn sirkulasi berhenti, darah mengendap terutama pembuluh
   darah besar
   Relaksasi primer : krn tonus otot tidak ada → rahang bawah melorot
   Perubahan pada mata : pandangan mata kosong, refleks (-)
   10-12 jam → keruh kornea
   Penurunan suhu mayat (algor mortis): karena perpindahan panas ke dingin melalui
   konduksi, konveksi dan radiasi serta evaporasi
              Penurunan suhu = 10x(37-temperatur rektal) = ..... jam
                                        8

      Saat kematian (dalam jam) dapat dihitung rumus Post Mortem Interval (PMI) oleh
      Glaister dan Rentoul :
       -        Formula untuk suhu dalam derajat Celcius
                       PMI = 37 o C - RT o C +3
       -        Formula untuk suhu dalam derajat Fahrenheit
                       PMI = 98,6 o F - RT o F
                                       1,5
   Faktor-Faktor yang mempengaruhi penurunan suhu mayat:
   1. Faktor Lingkungan, semakin besar perbedaan antara suhu tubuh dengan suhu
       lingkungan semakin cepat penurunan suhu mayat.
   2. Suhu Tubub sebelum kematian, kematian karena perdarahan otak, kerusakan
       jaringan oatak, penjeratan dan infeksi akan selalu didahului dgn peningkatan
       suhumempengaruhi penafsiran dari perkiraan saat kematian.
   3.                      Intensitas dan kuantitas aliran atau pergerakan udara
   4. Keadaan tubuh dan pakaian yang menutupi, yaitu lemak tubuh, tebalnya
       otot serta tebalnya pakaian.

  Perubahan biokimia
  Ada 3 contoh perubahan biokimia pada fase lanjut post mortem, yaitu :
  1. Perubahan plasma, yaitu peningkatan kadar kalium, pospor, CO & asam laktat dan
      penurunan kadar glukosa & pH.
  2. Perubahan humor vitreus yang berupa peningkatan kadar kalium yang terjadi
     antara 24 sampai 100 jam post mortem.
  3. Perubahan jantung berupa adanya chicken fat clot (bekuan lemak ayam) yaitu
     bekuan darah post mortem menyerupai lemak ayam yang berwarna merah
     kekuningan. Bekuan ini biasanya kita temukan pada jantung mayat yang mati
     dengan proses kematian lama.



      Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso                          36
Perubahan pada kulit :
Lebam mayat (livor mortis, post mortum lividity, post mortum suggilation, post
mortum hypostasis) : terjadi karena pengendapan butir-butir ertirosit karena adanya
gaya gravitasi sesuai dengan tubuh, berwarna biru ungu tetapi masih dalam
pembuluh darah. Timbul 20-30 menit dan setelah 6-8 jam lebam mayat masih bisa
ditekan dan masih bisa berpindah tempat. Suhu tubuh yang tinggi dapat
mempercepat timbulnya lebam mayat.

Terbentuknya lebam mayat terjadi karena kegagalan sirkulasi, dan aliran balik vena
gagal mempertahankan darah mengalir melalui saluran pembuluh darah kapiler
akibatnya butir sel darahnya saling tumpuk memenuhi saluran tersebut dan sukar
dialirkan di tempat lain (fenomena kopi tubruk). Gaya gravitasi meyebabkan darah
yang terhenti tersebut mengalir ke area terendah.

Korban meninggal  peredaran darah berhenti  stagnasi  akibat gravitasi 
darah mencari tempat yang terendah  terlihat bintik-bintik merah kebiruan.
Timbul : 30 menit setelah kematian somatis dan intensitas maksimal (menjadi
lengkap) setelah 8-12 jam post mortal. Sebelum waktu ini, lebam mayat masih
dapat berpindah-pindah, jika posisi mayat diubah, misalnya dari terlentang menjadi
tengkurap. Namun setelahnya, lebam mayat sudah tidak dapat hilang (fenomena
kopi tubruk).
Tidak hilangnya lebam mayat pada saat itu, dikarenakan telah terjadinya
perembesan darah kedalam jaringan sekitar akibat rusaknya pembuluh darah akibat
tertimbunnya sel – sel darah dalam jumlah yang banyak, adanya proses hemolisa
sel-sel darah dan kekakuan otot-otot dinding pembuluh darah. Dengan demikian
penekanan pada daerah lebam yang dilakukan setelah 8 – 12 jam tidak akan
menghilang. Hilangnya lebam pada penekanan dengan ibu jari dapat memberi
indikasi bahwa suatu lebam belum terfiksasi secara sempurna. Atas dasar keadaan
tersebut, maka dari sifat-sifat serta distribusi lebam mayat dapat diperkirakan
apakah pada tubuh korban telah terjadi manipulasi merubah posisi korban.

Lokalisasi : tempat yang terendah
Kecuali : bagian tubuh yang
- tertekan dasar
- tertekan pakaian
Perbedaan antara lebam mayat & hematom lihat bab traumatologi
 letak lebam mayat tidak berubah, bila posisi mayat tidak diubah.

Warna lebam mayat:
- Normal                                         : Merah kebiruan
- Keracunan CO                                   : Cherry red
- Keracunan CN                                   : Bright red
- Keracunan nitrobenzena                         : Chocolate brown
- Asfiksia                                       : Dark red

Warna Lebam Mayat
Lebam mayat sering berwarna merah kebiru-biruan, tetapi bervariasi, tergantung
oksigenasi sewaktu korban meninggal. Bila terjadi bendungan, hipoksia, mayat
memiliki warna lebam yang lebih gelap karena adanya hemoglobin tereduksi dalam
pembuluh darah kulit. Lebam mayat merupakan indikator kurang akurat dalam
menentukan mekanisme kematian, dimana tidak ada hubungan antara tingkat
kegelapan lebam mayat dengan kematian yang disebabkan asfiksia. Sering


   Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso                            37
kematian sebab wajar oleh karena gangguan koroner atau penyakit lain memiliki
lebam yang lebih gelap. Terkadang area lebam mayat berwarna terang dan
dilanjutkan dengan area lebam mayat berwarna lebih gelap. Hal ini akan berubah
seiring memanjangnya interval post mortem. Sering kali warna lebam mayat merah
terang atau merah muda. Kematian yang disebabkan hipotermia atau terpapar udara
dingin selama beberapa waktu, seperti tenggelam, dimana warna lebam mayat dapat
menentukan penyebab kematian, tetapi relatif tidak spesifik oleh karena mayat yang
terpapar udara dingin setelah mati (terutama bila mayat yang di dalam lemari es
mayat) dapat terjadi perubahan lebam dari merah padam menjadi merah muda.
Mekanismenya belum pasti, tetapi sangatlah jelas merupakan hasil dari perubahan
hemoglobin tereduksi menjadi oksihemoglobin. Hal ini dapat dimengerti pada
kasus hipotermia, dimana metabolisme reduksi dari jaringan gagal mengambil
oksigen dari sirkulasi darah.
Diketahui bahwa lebam mayat yang merah padam berubah menjadi merah muda
pada batas horizontal anggota tubuh bagian atas, warna lebam pada anggota tubuh
bagian bawah tetap gelap, sehingga perubahan secara kuantitatif lebam dapat
ditentukan, dimana hemoglobin lebih mudah mengalami reoksigenasi karena
eritrosit kurang mengendap pada bagian lebam.
Perubahan lainnya pada warna lebam lebih berguna. Pada keracunan gas
karbonmonoksida, lebam mayat akan berwarna merah bata atau cherry red, yang
merupakan warna dari karboksi-hemoglobin (COHb). Keracunan sianida akan
memberikan warna lebam merah terang. Oleh karena kadar oksi hemoglobin (HbO)
dalam darah vena tetap tinggi. Pada keracunan zat yang dapat menimbulkan
methemoglobinemia, seperti pada keracunan kalium khlorat, kinine, anilin,
asetanilid dan nitrobensen, lebam akan berwarna coklat-kebiruan (slaty) oleh
karena adanya methemoglobin yang berwarna coklat serta adanya sianosis. Pada
kasus tenggelam atau pada kasus dimana tubuh korban berada pada suhu
lingkungan yang rendah, maka lebam mayat khususnya yang dekat letaknya dengan
tempat yang bersuhu rendah, akan berwarna merah terang. Ini disebabkan karena
suhu yang rendah akan mempengaruhi kurva dissosiasi dari oksi-hemoglobin.
Kematian yang disebabkan sepsis dimana Clostridium perfringens sebagai agen
infeksi, bercak berwarna pucat keabuan dapat terkadang terlihat pada kulit,
Walaupun hal ini tidak timbul pada lebam. Pemeriksaan laboratorium sederhana
yaitu test resistensi alkali dapat juga dilakukan, yaitu dengan menetesi contoh darah
yang telah diencerkan dengan NaOH/KOH 10%. Pada CO, warna tetap beberapa
saat oleh karena resistensi, sedangkan pada CN, warna segera menjadi coklat oleh
karena terbentuknya hematina alkali. Pada anemi berat, lebam mayat yang terjadi
sedikit, warna lebih muda dan terjadi biasanya lebih lambat. Begitu juga pada
kematian dengan perdarahan yang banyak, maka warna lebam mayat akan
berwarna lebih muda. Pada poliasitemia sebaliknya lebam mayat lebih cepat terjadi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan pembentukan lebam mayat adalah:
viskositas darah, termasuk berbagai penyakit yang mempengaruhinya, kadar Hb,
dan perdarahan (hipovolemia).

Kepentingan mediko-legal
Secara medikolegal yang terpenting dari lebam mayat ini adalah letak dari warna
lebam itu sendiri dan distribusinya. Perkembangan dari lebam mayat ini terlalu
besar variasinya untuk digunakan sebagai indikator dari penentuan saat mati.
Sehingga lebih banyak digunakan untuk menentukan apakah sudah terjadi
manipulasi posisi pada mayat.




   Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso                              38
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR

Contenu connexe

Tendances

PENATALAKSANAAN TERKINI PENYAKIT KULIT DALAM PRAKTEK SEHARI HARI
PENATALAKSANAAN TERKINI PENYAKIT KULIT DALAM PRAKTEK SEHARI HARI PENATALAKSANAAN TERKINI PENYAKIT KULIT DALAM PRAKTEK SEHARI HARI
PENATALAKSANAAN TERKINI PENYAKIT KULIT DALAM PRAKTEK SEHARI HARI Suharti Wairagya
 
Dermatitis kontak alergi
Dermatitis kontak alergiDermatitis kontak alergi
Dermatitis kontak alergiUsqi Krizdiana
 
193897174 case-bedah-hemoroid
193897174 case-bedah-hemoroid193897174 case-bedah-hemoroid
193897174 case-bedah-hemoroidhomeworkping3
 
225881539 appendisitis-akut-laporan-kasus
225881539 appendisitis-akut-laporan-kasus225881539 appendisitis-akut-laporan-kasus
225881539 appendisitis-akut-laporan-kasusaauyahilda
 
Urtikaria akut
Urtikaria akutUrtikaria akut
Urtikaria akutdeky akbar
 
119920864 hernia-inguinalis-ppt
119920864 hernia-inguinalis-ppt119920864 hernia-inguinalis-ppt
119920864 hernia-inguinalis-pptZulfikar Fikar
 
SINDROME NEFROTIK
SINDROME NEFROTIKSINDROME NEFROTIK
SINDROME NEFROTIKPhil Adit R
 
FAST (Focused Assessment Sonography for Trauma)
FAST (Focused Assessment Sonography for Trauma)FAST (Focused Assessment Sonography for Trauma)
FAST (Focused Assessment Sonography for Trauma)Seascape Surveys
 
CASE REPORT TUBERKULOSIS PARU
CASE REPORT TUBERKULOSIS PARUCASE REPORT TUBERKULOSIS PARU
CASE REPORT TUBERKULOSIS PARUKharima SD
 
Buku Saku Lintas Diare, edisi-2011
Buku Saku Lintas Diare, edisi-2011Buku Saku Lintas Diare, edisi-2011
Buku Saku Lintas Diare, edisi-2011Surya Amal
 

Tendances (20)

PENATALAKSANAAN TERKINI PENYAKIT KULIT DALAM PRAKTEK SEHARI HARI
PENATALAKSANAAN TERKINI PENYAKIT KULIT DALAM PRAKTEK SEHARI HARI PENATALAKSANAAN TERKINI PENYAKIT KULIT DALAM PRAKTEK SEHARI HARI
PENATALAKSANAAN TERKINI PENYAKIT KULIT DALAM PRAKTEK SEHARI HARI
 
Dermatitis kontak alergi
Dermatitis kontak alergiDermatitis kontak alergi
Dermatitis kontak alergi
 
193897174 case-bedah-hemoroid
193897174 case-bedah-hemoroid193897174 case-bedah-hemoroid
193897174 case-bedah-hemoroid
 
Cairan infuse
Cairan infuseCairan infuse
Cairan infuse
 
Case hernia putri
Case hernia putriCase hernia putri
Case hernia putri
 
225881539 appendisitis-akut-laporan-kasus
225881539 appendisitis-akut-laporan-kasus225881539 appendisitis-akut-laporan-kasus
225881539 appendisitis-akut-laporan-kasus
 
Baca ct scan
Baca ct scanBaca ct scan
Baca ct scan
 
Urtikaria akut
Urtikaria akutUrtikaria akut
Urtikaria akut
 
119920864 hernia-inguinalis-ppt
119920864 hernia-inguinalis-ppt119920864 hernia-inguinalis-ppt
119920864 hernia-inguinalis-ppt
 
Benjolan pada leher Onko
Benjolan pada leher OnkoBenjolan pada leher Onko
Benjolan pada leher Onko
 
SINDROME NEFROTIK
SINDROME NEFROTIKSINDROME NEFROTIK
SINDROME NEFROTIK
 
FAST (Focused Assessment Sonography for Trauma)
FAST (Focused Assessment Sonography for Trauma)FAST (Focused Assessment Sonography for Trauma)
FAST (Focused Assessment Sonography for Trauma)
 
Glaukoma
GlaukomaGlaukoma
Glaukoma
 
CASE REPORT TUBERKULOSIS PARU
CASE REPORT TUBERKULOSIS PARUCASE REPORT TUBERKULOSIS PARU
CASE REPORT TUBERKULOSIS PARU
 
Ca mammae
Ca mammaeCa mammae
Ca mammae
 
Stilah untuk suara nafas
Stilah untuk suara nafasStilah untuk suara nafas
Stilah untuk suara nafas
 
Buku Saku Lintas Diare, edisi-2011
Buku Saku Lintas Diare, edisi-2011Buku Saku Lintas Diare, edisi-2011
Buku Saku Lintas Diare, edisi-2011
 
Hemoroid
HemoroidHemoroid
Hemoroid
 
Abses hati
Abses hatiAbses hati
Abses hati
 
Appendicitis)
Appendicitis)Appendicitis)
Appendicitis)
 

En vedette

Ilmu kedokteran forensik
Ilmu kedokteran forensikIlmu kedokteran forensik
Ilmu kedokteran forensikelriq
 
Visum et repertum dan prosedur pemeriksaan kedokteran forensik
Visum et repertum dan prosedur pemeriksaan kedokteran forensikVisum et repertum dan prosedur pemeriksaan kedokteran forensik
Visum et repertum dan prosedur pemeriksaan kedokteran forensikReza Oktarama
 
Luka akibat benda tajam & tumpul
Luka akibat benda tajam & tumpul Luka akibat benda tajam & tumpul
Luka akibat benda tajam & tumpul Firjon N Ika
 
Pengantar ilmu-kedokteran-forensik1
Pengantar ilmu-kedokteran-forensik1Pengantar ilmu-kedokteran-forensik1
Pengantar ilmu-kedokteran-forensik1wadnag
 
identifikasi kasus blok 30
identifikasi kasus blok 30identifikasi kasus blok 30
identifikasi kasus blok 30Letitia Kale
 
skripsi mutilasi
skripsi  mutilasiskripsi  mutilasi
skripsi mutilasiegaD87
 
Panduan informasi 2012
Panduan informasi 2012Panduan informasi 2012
Panduan informasi 2012Ida Komariana
 
Ureterolithiasis asli
Ureterolithiasis asliUreterolithiasis asli
Ureterolithiasis asliMus Lem
 
forensik
forensikforensik
forensikblofoma
 
Autopsy procedure
Autopsy procedureAutopsy procedure
Autopsy procedureFarhan Ali
 
Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang KesehatanUndang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang KesehatanPenataan Ruang
 
PPT Kematian Bayi Mendadak, Infeksi Bayi
PPT Kematian Bayi Mendadak, Infeksi BayiPPT Kematian Bayi Mendadak, Infeksi Bayi
PPT Kematian Bayi Mendadak, Infeksi BayiChiyapuri
 
Makalah trauma abdomen
Makalah trauma abdomenMakalah trauma abdomen
Makalah trauma abdomenNoveldy Pitna
 
Sc,laparatomi,kuretase,vakum,forceps
Sc,laparatomi,kuretase,vakum,forcepsSc,laparatomi,kuretase,vakum,forceps
Sc,laparatomi,kuretase,vakum,forcepsNovitasari6789
 

En vedette (20)

Ilmu kedokteran forensik
Ilmu kedokteran forensikIlmu kedokteran forensik
Ilmu kedokteran forensik
 
Dasar hukum forensik
Dasar hukum forensikDasar hukum forensik
Dasar hukum forensik
 
Visum et repertum dan prosedur pemeriksaan kedokteran forensik
Visum et repertum dan prosedur pemeriksaan kedokteran forensikVisum et repertum dan prosedur pemeriksaan kedokteran forensik
Visum et repertum dan prosedur pemeriksaan kedokteran forensik
 
Luka akibat benda tajam & tumpul
Luka akibat benda tajam & tumpul Luka akibat benda tajam & tumpul
Luka akibat benda tajam & tumpul
 
Perka Polri No.14 Thn.2012 ttg Manajemen Penyidikan Tindak Pidana
Perka Polri No.14 Thn.2012 ttg Manajemen Penyidikan Tindak PidanaPerka Polri No.14 Thn.2012 ttg Manajemen Penyidikan Tindak Pidana
Perka Polri No.14 Thn.2012 ttg Manajemen Penyidikan Tindak Pidana
 
kepemimpinan
kepemimpinankepemimpinan
kepemimpinan
 
Pengantar ilmu-kedokteran-forensik1
Pengantar ilmu-kedokteran-forensik1Pengantar ilmu-kedokteran-forensik1
Pengantar ilmu-kedokteran-forensik1
 
identifikasi kasus blok 30
identifikasi kasus blok 30identifikasi kasus blok 30
identifikasi kasus blok 30
 
Autopsy Of A Widget
Autopsy Of A WidgetAutopsy Of A Widget
Autopsy Of A Widget
 
skripsi mutilasi
skripsi  mutilasiskripsi  mutilasi
skripsi mutilasi
 
Panduan informasi 2012
Panduan informasi 2012Panduan informasi 2012
Panduan informasi 2012
 
Korban Tindak Kekerasan
Korban Tindak KekerasanKorban Tindak Kekerasan
Korban Tindak Kekerasan
 
Ureterolithiasis asli
Ureterolithiasis asliUreterolithiasis asli
Ureterolithiasis asli
 
forensik
forensikforensik
forensik
 
Autopsy procedure
Autopsy procedureAutopsy procedure
Autopsy procedure
 
Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang KesehatanUndang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
 
PPT Kematian Bayi Mendadak, Infeksi Bayi
PPT Kematian Bayi Mendadak, Infeksi BayiPPT Kematian Bayi Mendadak, Infeksi Bayi
PPT Kematian Bayi Mendadak, Infeksi Bayi
 
Luka
LukaLuka
Luka
 
Makalah trauma abdomen
Makalah trauma abdomenMakalah trauma abdomen
Makalah trauma abdomen
 
Sc,laparatomi,kuretase,vakum,forceps
Sc,laparatomi,kuretase,vakum,forcepsSc,laparatomi,kuretase,vakum,forceps
Sc,laparatomi,kuretase,vakum,forceps
 

Similaire à BAB I PENGANTAR

Saksi Ahli Forensik Medikolegal
Saksi Ahli Forensik MedikolegalSaksi Ahli Forensik Medikolegal
Saksi Ahli Forensik MedikolegalGalih Endradita M
 
PERANAN DOKTER FORENSIK DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA.pptx
PERANAN DOKTER FORENSIK DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA.pptxPERANAN DOKTER FORENSIK DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA.pptx
PERANAN DOKTER FORENSIK DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA.pptxFHUGJ
 
KULIAH FORENSIK ok.ppt
KULIAH FORENSIK ok.pptKULIAH FORENSIK ok.ppt
KULIAH FORENSIK ok.ppteeeeee35
 
ILMU KEDOKTERAN FORENSIK.ppt
ILMU KEDOKTERAN FORENSIK.pptILMU KEDOKTERAN FORENSIK.ppt
ILMU KEDOKTERAN FORENSIK.ppteeeeee35
 
Aspek Medikolegal Visum et Repertum dan Rape Kit.pdf
Aspek Medikolegal Visum et Repertum dan Rape Kit.pdfAspek Medikolegal Visum et Repertum dan Rape Kit.pdf
Aspek Medikolegal Visum et Repertum dan Rape Kit.pdfpuskesmas74
 
Peran dokter gigi dlm tindak pidana.pptt
Peran dokter gigi dlm tindak pidana.ppttPeran dokter gigi dlm tindak pidana.pptt
Peran dokter gigi dlm tindak pidana.ppttDellery Usman
 
Kp 3.1.43 psikiatri forensik
Kp 3.1.43 psikiatri forensikKp 3.1.43 psikiatri forensik
Kp 3.1.43 psikiatri forensikAhmad Muhtar
 
Visum et repertum
Visum et repertumVisum et repertum
Visum et repertumMeityElvina
 
Pendidikan anti korupsi - Alat bukti dalam Tipikor (Idik Saeful Bahri)
Pendidikan anti korupsi - Alat bukti dalam Tipikor (Idik Saeful Bahri)Pendidikan anti korupsi - Alat bukti dalam Tipikor (Idik Saeful Bahri)
Pendidikan anti korupsi - Alat bukti dalam Tipikor (Idik Saeful Bahri)Idik Saeful Bahri
 
Peran dokter gigi dalam tindak pidana
Peran dokter gigi dalam tindak pidanaPeran dokter gigi dalam tindak pidana
Peran dokter gigi dalam tindak pidanadentalid
 
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdfbuku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdfMutiaraFadilah1
 
soal bab Etika dan Hukum
soal bab Etika dan Hukumsoal bab Etika dan Hukum
soal bab Etika dan HukumNia Indah
 
162430228-Strategi-Pidana.ppt
162430228-Strategi-Pidana.ppt162430228-Strategi-Pidana.ppt
162430228-Strategi-Pidana.pptSuryoHilal4
 
1406-Article Text-3277-1-10-20180328.pdf
1406-Article Text-3277-1-10-20180328.pdf1406-Article Text-3277-1-10-20180328.pdf
1406-Article Text-3277-1-10-20180328.pdfMuhamadRifkiRamadhan
 
mik_4_10_informed-consent-medical-record_BARU10 (1).ppt
mik_4_10_informed-consent-medical-record_BARU10 (1).pptmik_4_10_informed-consent-medical-record_BARU10 (1).ppt
mik_4_10_informed-consent-medical-record_BARU10 (1).pptIanRossalia
 

Similaire à BAB I PENGANTAR (20)

Ve r copy
Ve r copyVe r copy
Ve r copy
 
VeR_copy.pdf
VeR_copy.pdfVeR_copy.pdf
VeR_copy.pdf
 
Saksi Ahli Forensik Medikolegal
Saksi Ahli Forensik MedikolegalSaksi Ahli Forensik Medikolegal
Saksi Ahli Forensik Medikolegal
 
PERANAN DOKTER FORENSIK DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA.pptx
PERANAN DOKTER FORENSIK DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA.pptxPERANAN DOKTER FORENSIK DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA.pptx
PERANAN DOKTER FORENSIK DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA.pptx
 
KULIAH FORENSIK ok.ppt
KULIAH FORENSIK ok.pptKULIAH FORENSIK ok.ppt
KULIAH FORENSIK ok.ppt
 
ILMU KEDOKTERAN FORENSIK.ppt
ILMU KEDOKTERAN FORENSIK.pptILMU KEDOKTERAN FORENSIK.ppt
ILMU KEDOKTERAN FORENSIK.ppt
 
Aspek Medikolegal Visum et Repertum dan Rape Kit.pdf
Aspek Medikolegal Visum et Repertum dan Rape Kit.pdfAspek Medikolegal Visum et Repertum dan Rape Kit.pdf
Aspek Medikolegal Visum et Repertum dan Rape Kit.pdf
 
hemofilia.pptx
hemofilia.pptxhemofilia.pptx
hemofilia.pptx
 
Peran dokter gigi dlm tindak pidana.pptt
Peran dokter gigi dlm tindak pidana.ppttPeran dokter gigi dlm tindak pidana.pptt
Peran dokter gigi dlm tindak pidana.pptt
 
Kp 3.1.43 psikiatri forensik
Kp 3.1.43 psikiatri forensikKp 3.1.43 psikiatri forensik
Kp 3.1.43 psikiatri forensik
 
Visum et repertum
Visum et repertumVisum et repertum
Visum et repertum
 
Pendidikan anti korupsi - Alat bukti dalam Tipikor (Idik Saeful Bahri)
Pendidikan anti korupsi - Alat bukti dalam Tipikor (Idik Saeful Bahri)Pendidikan anti korupsi - Alat bukti dalam Tipikor (Idik Saeful Bahri)
Pendidikan anti korupsi - Alat bukti dalam Tipikor (Idik Saeful Bahri)
 
Peran dokter gigi dalam tindak pidana
Peran dokter gigi dalam tindak pidanaPeran dokter gigi dalam tindak pidana
Peran dokter gigi dalam tindak pidana
 
Hukum Acara Perdata
Hukum Acara PerdataHukum Acara Perdata
Hukum Acara Perdata
 
Penyidikan Kasus
Penyidikan KasusPenyidikan Kasus
Penyidikan Kasus
 
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdfbuku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
 
soal bab Etika dan Hukum
soal bab Etika dan Hukumsoal bab Etika dan Hukum
soal bab Etika dan Hukum
 
162430228-Strategi-Pidana.ppt
162430228-Strategi-Pidana.ppt162430228-Strategi-Pidana.ppt
162430228-Strategi-Pidana.ppt
 
1406-Article Text-3277-1-10-20180328.pdf
1406-Article Text-3277-1-10-20180328.pdf1406-Article Text-3277-1-10-20180328.pdf
1406-Article Text-3277-1-10-20180328.pdf
 
mik_4_10_informed-consent-medical-record_BARU10 (1).ppt
mik_4_10_informed-consent-medical-record_BARU10 (1).pptmik_4_10_informed-consent-medical-record_BARU10 (1).ppt
mik_4_10_informed-consent-medical-record_BARU10 (1).ppt
 

Dernier

REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfirwanabidin08
 
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxMODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxSlasiWidasmara1
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxmawan5982
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxadimulianta1
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxJamhuriIshak
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxmawan5982
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASKurniawan Dirham
 
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxssuser50800a
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxIgitNuryana13
 
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarantugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarankeicapmaniez
 
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..ikayogakinasih12
 
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxTugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxmawan5982
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5KIKI TRISNA MUKTI
 
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)MustahalMustahal
 
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxAksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxsdn3jatiblora
 
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5ssuserd52993
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxRizkyPratiwi19
 
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7IwanSumantri7
 
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfMODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfNurulHikmah50658
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfCandraMegawati
 

Dernier (20)

REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
 
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxMODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
 
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
 
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarantugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
 
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
 
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxTugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
 
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
 
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxAksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
 
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
 
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
 
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfMODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
 

BAB I PENGANTAR

  • 1. BAB I PENGANTAR & PRINSIP PEMERIKSAAN KEDOKTERAN FORENSIK Definisi Ilmu Kedokteran Forensik ilmu pengetahuan yang menggunakan multidisiplin ilmu dgn tujuan untuk membuat terang suatu perkara pidana dan membuktikan ada tidaknya kejahatan atau pelanggaran dgn memeriksa barang bukti (Physical Evidence) dalam perkara tersebut. Cabang spesialistik ilmu kedokteran yang mempelajari pemanfaatan ilmu kedokteran untuk kepentingan penegakan hukum serta keadilan. Sinonim: - Kedokteran Kehakiman - Forensic Medicine - Legal Medicine - Clinical Forensic - Medical Jurisprudenc - Pathology Forensic. Forensik tidak sama dengan Hukum Kedokteran (Medical Law) Peran Kedokteran Forensik Menentukan: 1. Mengapa: Di Masyarakat kerap terjadi peristiwa pelanggaran hukum menyangkut tubuh manusia. Sejarah  forum 2. Bagaimana: Manfaatkan ilmu secara optimal & penuh kejujuran, serta pemeriksaan KF terhadap korban hidup/mati/bagian tubuh manusia 3. Untuk: Menemukan kelainan, bilamana timbul, penyebab & sebab cedera, penyebab, mekanisme, saat & cara kematian, serta identifikasi 10 SUB BAB dalam Ilmu Kedokteran Forensik, yaitu: 1. Autopsi Forensik, berbeda dengan autopsi anatomi 2. Patologi Anatomi Forensik 3. Toksikologi Forensik dan Kimiawi Forensik Misalnya : berkaitan dengan obat-obatan psikotropika yang bisa diperiksa dengan sampel urin 4. Parasitologi Forensik / Entomologi Forensik Misalnya : apabila pada autopsi ditemukan larva lalat, ini harus diperiksa oleh bagian parasitologi forensik supaya bisa membantu menemukan waktu kematian 5. Odontologi Forensik : pemeriksaan gigi 6. Antropologi Forensik : pemeriksaan seluruh tubuh dari tulang sampai gigi 7. Radiologi Forensik Termasuk disini adalah photo-photo, CT-Scan, dan USG. Alat Bantu diatas dapat dipakai sebagai alat bukti pada proses hukum. 8. Traumatologi Forensik Trauma terdiri dari : trauma fisik, trauma kimia, dan balistik (senjata api), dll 9. Psikiatri Forensik Pemeriksaan yang dilakukan terhadap pelaku, dimana pelaku melakukan kejahatan berdasarkan adanya gangguan jiwa dan bagian ini dilakukan oleh psikiater ataupun psikolog. 10. Laboratorium Forensik Tidak hanya pemeriksaan kimiawi, PA, toksikologi tapi juga DNA yang diambil dari jaringan yang tidak cepat membusuk.Misal : rambut, percikan darah Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 1
  • 2. Skema 1. Fungsi dokter (Attending physician dan assessing physician) Skema 2. Proses pembuatan VER Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 2
  • 3. Proses penyidikan perkara pidana a. menerima laporan/informasi dan atau melihat langsung terjadinya perkara, masuk Berita Acara Pemeriksaan (BAP) b. mencari informasi/memeriksa TKP dan para saksi peristiwa serta pemeriksaan para saksi c. melakukan konsultasi terhadap para ahli untuk pemeriksaan barang bukti korban/terdakwa atas dasar legalitas hukum d. penyidikan lebih lanjut atas informasi/keterangan para ahli e. pemberian label terhadap barang bukti mati dan surat permintaan pemeriksaan/ konsultasi kepada yang lebih berwenang f. pengawalan langsung terhadap pengiriman/konsultasi Barang Bukti atau kasus korban/terdakwa untuk pemeriksaan tertentu g. pendekatan dan penjelasan kepada keluarga korban atau korban untuk macam pemeriksaan Kedokteran Forensik dan persetujuannya (Informed Consent) ada surat permintaan penyidik ada surat persetujuan keluarga/korban/terdakwa untuk pemeriksaan legalitas hukum pengiriman Barang Bukti/korban atau terdakwa untuk pemeriksaan Dalam proses pemeriksaan medis kesiapan Barang bukti/korban/terdakwa dan penyidik (termasuk keluarga bila perlu) penyidik siap melihat langsung pemeriksaan dan mengamankan lingkungan, mencatat serta membuat dokumentasi fakta pada korban/BB akibat peristiwa penyidik siap sebagai konsultan peristiwa dan penghubung keluarga sesuai kebutuhan pihak medis penyidik siap menerima BB yang lain yang terdapat pada korban/BB untuk pemeriksaan lebih lanjut atau untuk barang bukti di sidang pengadilan menyerahkan jenazah korban atau korban hidup kepada keluarga setelah pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dianggap selesai menerima hasil pemeriksaan medis, sementara atau definitif bertanggung jawab terhadap seluruh biaya pemeriksaan medis (Perda, SK Direktur RS, Pasal 136 KUHAP) Dalam proses sidang pengadilan koordinasi penyidik, jaksa, hakim, terdakwa, para saksi/saksi ahli dan penasehat hukum serta keluarga korban/terdakwa pertanggunganjawab masing-masing para saksi, saksi ahli, penyidik serta terdakwa atau korban hidup yang dapat/siap di sidang pengawalan dan pengamanan lingkungan, terdakwa, korban hidup dan para saksi/saksi ahli surat panggilan para saksi/saksi ahli, korban hidup dan terdakwa kesiapan alat bukti, barang bukti untuk dipertanggungjawabkan dalam forum kesiapan forum sidang pengadilan sesuai hukum yang berlaku kesiapan para saksi ahli termasuk dokter untuk mengucapkan sumpah di forum sidang pengadilan Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 3
  • 4. Kerahasiaan kerahasiaan hukum, medis oleh profesi masing-masing tanpa/bebas rahasia dalam forum sidang pengadilan khususnya para saksi/saksi ahli dan penyidik kerahasiaan medis dan hukum tetap terjaga di luar forum pengadilan sebelum dan sesudah perkara selesai ada sanksi terhadap para personalia pemegang rahasia Prinsip hasil pemeriksaan medis obyektif sesuai pengamatan/pemeriksaan pihak medis berdasarkan norma atauran/standart pelayanan medis, khususnya standar pelayanan kedokteran forensik landasan utama berdasarkan ilmu kedokteran orientasi ilmu hukum dapat dipertanggungjawabkan secara medis berorientasi / tidak berorientasi dengan ilmu hukum Informed concent prinsipnya merupakan hak korban/keluarga korban untuk dilakukan pemeriksaan berdasarkan informasi dari pihak penyidik (Pasal 134 KUHAP) penyidik perlu koordinasi dengan tim medis dan keluarga korban untuk, menentukan macam pemeriksaan (PL, autopsi, TKP, penunjang, dll) penyidik memiliki Pasal 222 KUHP dalam menentukan pemeriksaan jenazah (PL, autopsi) Jadi Informed Consent : - dari pihak penyidik untuk tim medis dan penyidik berupa surat permintaan V et R - dari korban/keluarga korban – antara pihak penyidik, tim medis dan keluarga korban berupa surat persetujuan keluarga - dari keluarga korban – untuk : o pangruti jenazah (agama) o pengawetan jenazah (penundaan pemakaman dan WNA) o pengiriman/transportasi jenazah (Ambulance dan pesawat terbang) Rekam Medis Rekam medis tertuang/tertulis dalam status korban, berkaitan dengan segala macam pemeriksaan medis serta hasilnya V et R adalah merupakan laporan data dari RM murni yang sudah dianalisis dari data RM dan pertanggungjawabnya RM bersifat rahasia medis, Rumah Sakit, pribadi dan hukum (HAM, PP 10 tahun 1966 dan Pasal 170 KUHAP). Pelepasan rahasia di sidang pengadilan bebas sanksi (Pasal 48, 49, 50, 51 KUHP), bila diluar sidang sanksinya menurut hukum yang berlaku. RM dan IC berdasarkan hukum tertulis dari Permenkes RI. Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 4
  • 5. Tabel 1. Perbedaan visum et repertum dan surat keterangan medis Perbedaan : V et R Surat Keterangan Medis Korban/penderita Merupakan barang bukti Merupakan pasien medis Pembuat Dokter Dokter atau dokter gigi Awal kontrak/ Kontrak pemeriksaan Kontrak pemeriksaan dari permintaan dari pihak berwenang pasien sendiri pemeriksaan (polisi, jaksa, hakim) Format laporan Dalam bentuk visum et Dalam bentuk surat repertum keterangan medis (misal surat keterangan sehat) Penyerahan laporan Diserahkan kepada Diserahkan hanya kepada pihak pemohon pasien Masa berlaku Sampai berakhirnya Ada batas waktu proses peradilan tertentenggang waktu tertentu) Informed consent Tidak diperlukan Harus ada Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 5
  • 6. BAB II VISUM ET REPERTUM PENGERTIAN Menurut bahasa: berasal dari Bahasa Latin yaitu Visum (sesuatu yang dilihat) dan Repertum (melaporkan). Menurut istilah: adalah laporan tertulis yang dibuat oleh dokter berdasarkan sumpah jabatannya terhadap apa yang dilihat dan diperiksa berdasarkan keilmuannya. Menurut Lembaran Negara (Staatsblad) 350 tahun 1937: Suatu laporan medik forensik oleh dokter atas dasar sumpah jabatan terhadap pemeriksaan barang bukti medis (hidup/mati) atau barang bukti lain, biologis (rambut, sperma, darah), non- biologis (peluru, selongsong) atas permintaan tertulis oleh penyidik ditujukan untuk peradilan. MAKSUD DAN TUJUAN PEMBUATAN VISUM ET REPERTUM Maksud pembuatan VeR adalah sebagai salah satu barang bukti (corpus delicti) yang sah di pengadilan karena barang buktinya sendiri telah berubah pada saat persidangan berlangsung. Jadi VeR merupakan barang bukti yang sah karena termasuk surat sah sesuai dengan KUHP pasal 184. Ada 5 barang bukti yang sah menurut KUHP pasal 184, yaitu: 1. Keterangan saksi 2. Keterangan ahli 3. Keterangan terdakwa 4. Surat-surat 5. Petunjuk Ada 3 tujuan pembuatan VeR, yaitu: 1. Memberikan kenyataan (barang bukti) pada hakim 2. Menyimpulkan berdasarkan hubungan sebab akibat 3. Memungkinkan hakim memanggil dokter ahli lainnya untuk membuat kesimpulan VeR yang lebih baru Pembagian Visum et Repertum Ada 3 jenis visum et repertum, yaitu: 1. VeR hidup VeR hidup dibagi lagi menjadi 3, yaitu: a. VeR definitif, yaitu VeR yang dibuat seketika, dimana korban tidak memerlukan perawatan dan pemeriksaan lanjutan sehingga tidak menghalangi pekerjaan korban. Kualifikasi luka yang ditulis pada bagian kesimpulan yaitu luka derajat I atau luka golongan C. b. VeR sementara, yaitu VeR yang dibuat untuk sementara waktu, karena korban memerlukan perawatan dan pemeriksaan lanjutan sehingga menghalangi pekerjaan korban. Kualifikasi luka tidak ditentukan dan tidak ditulis pada kesimpulan. Ada 5 manfaat dibuatnya VeR sementara, yaitu Menentukan apakah ada tindak pidana atau tidak Mengarahkan penyelidikan Berpengaruh terhadap putusan untuk melakukan penahanan sementara terhadap terdakwa Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 6
  • 7. Menentukan tuntutan jaksa Medical record c. VeR lanjutan, yaitu VeR yang dibuat dimana luka korban telah dinyatakan sembuh atau pindah rumah sakit atau pindah dokter atau pulang paksa. Bila korban meninggal, maka dokter membuat VeR jenazah. Dokter menulis kualifikasi luka pada bagian kesimpulan VeR. 2. VeR jenazah, yaitu VeR yang dibuat terhadap korban yang meninggal. Tujuan pembuatan VeR ini adalah untuk menentukan sebab, cara, dan mekanisme kematian. 3. Ekspertise, yaitu VeR khusus yang melaporkan keadaan benda atau bagian tubuh korban, misalnya darah, mani, liur, jaringan tubuh, tulang, rambut, dan lain-lain. Ada sebagian pihak yang menyatakan bahwa ekspertise bukan merupakan VeR. KLASIFIKASI VISUM VISUM HIDUP VISUM MATI EKSPERTISE DEFINITIF SEMENTARA LANJUTAN menentukan SEBAGIAN MENYATAKAN sebab, cara, BUKAN VISUM. dan mekanisme kematian melaporkan keadaan Pada Pasien sembuh, Tidak terdapat benda atau bagian tubuh kesimpulan pindah dokter, kualifikasi luka korban terdapat pinadah RS, Kualifikasi luka pulang paksa atau meninggal Pada kesimpulan terdapat kualifikasi Skema 3. Klasifikasi visum Pembagian lain visum et repertum: 1. menurut peristiwa: a. VeR perlukaaan b. VeR kejahatan seksual c. VeR psikiatrik d. VeR jenazah 2. menurut barang bukti: a. VeR hidup b. VeR mati 3. menurut sifat : a. VeR sementara, lanjutan, definitif b. VeR barang bukti benda, ekshumasi, TKP Susunan Visum et Repertum Ada 5 bagian visum et repertum, yaitu: 1. Pembukaan Ditulis ‗pro justicia‘ yang berarti demi keadilan dan ditulis di kiri atas sebagai pengganti materai. 2. Pendahuluan Bagian pendahuluan berisi: Identitas tempat pembuatan visum berdasarkan surat permohonan mengenai jam, tanggal, dan tempat Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 7
  • 8. Pernyataan dokter, identitas dokter Identitas peminta visum Wilayah Identitas korban Identitas tempat perkara 3. Pemberitaan Pemberitaan memuat hasil pemeriksaan, berupa: Apa yang dilihat, yang ditemukan sepanjang pengetahuan kedokteran Hasil konsultasi dengan teman sejawat lain Untuk ahli bedah yang mengoperasi  dimintai keterangan apa yang diperoleh. Jika diopname  tulis diopname, jika pulang  tulis pulang Tidak dibenarkan menulis dengan kata-kata latin Tidak dibenarkan menulis dengan angka, harus dengan huruf untuk mencegah pemalsuan. Tidak dibenarkan menulis diagnosis, melainkan hanya menulis ciri-ciri, sifat, dan keadaan luka. 4. Kesimpulan Bagian kesimpulan memuat pendapat pribadi dokter tentang hubungan sebab akibat antara apa yang dilihat dan ditemukan dokter dengan penyebabnya. Misalnya jenis luka, kualifikasi luka, atau bila korban mati maka dokter menulis sebab kematiannya. 5. Penutup Bagian penutup memuat sumpah atau janji, tanda tangan, dan nama terang dokter yang membuat. Sumpah atau janji dokter dibuat sesuai dengan sumpah jabatan atau pekerjaan dokter. Kualifikasi Luka Ada 3 kualifikasi luka pada korban hidup, yaitu: 1. Luka ringan / luka derajat I/ luka golongan C Luka derajat I adalah apabila luka tersebut tidak menimbulkan penyakit atau tidak menghalangi pekerjaan korban. Hukuman bagi pelakunya menurut KUHP pasal 352 ayat 1. 2. Luka sedang / luka derajat II / luka golongan B Luka derajat II adalah apabila luka tersebut menyebabkan penyakit atau menghalangi pekerjaan korban untuk sementara waktu. Hukuman bagi 3. Luka berat / luka derajat III / luka golongan A Luka derajat III menurut KUHP pasal 90 ada 6, yaitu: - Luka atau penyakit yang tidak dapat sembuh atau membawa bahaya maut (NB : semua luka tembus yang mengenai kepala, dada atau perut dianggap membawa bahaya maut) - Luka atau penyakit yang menghalangi pekerjaan korban selamanya - Hilangnya salah satu panca indra korban - Cacat besar - Terganggunya akan selama > 4 minggu - Gugur atau matinya janin dalam kandungan ibu Prosedur Permintaan, Penerimaan, dan Penyerahan Visum et Repertum Pihak yang berhak meminta VeR 1. Penyidik, sesuai dengan pasal I ayat 1, yaitu pihak kepolisian yang diangkat negara untuk menjalankan undang-undang. 2. Di wilayah sendiri, kecuali ada permintaan dari Pemda Tk II. 3. Tidak dibenarkan meminta visum pada perkara yang telah lewat. Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 8
  • 9. 4. Pada mayat harus diberi label, sesuai KUHP 133 ayat C. Syarat pembuat: Harus seorang dokter (dokter gigi hanya terbatas pada gigi dan mulut) Di wilayah sendiri Memiliki SIP Kesehatan baik Ada 8 hal yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta dokter untuk membuat VeR korban hidup, yaitu: 1. Harus tertulis, tidak boleh secara lisan. 2. Langsung menyerahkannya kepada dokter, tidak boleh dititip melalui korban atau keluarganya. Juga tidak boleh melalui jasa pos. 3. Bukan kejadian yang sudah lewat sebab termasuk rahasia jabatan dokter. 4. Ada alasan mengapa korban dibawa kepada dokter. 5. Ada identitas korban. 6. Ada identitas pemintanya. 7. Mencantumkan tanggal permintaan. 8. Korban diantar oleh polisi atau jaksa. Ada 8 hal yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta dokter untuk membuat VeR jenazah, yaitu: 1. Harus tertulis, tidak boleh secara lisan. 2. Harus sedini mungkin. 3. Tidak bisa permintaannya hanya untuk pemeriksaan luar. 4. Ada keterangan terjadinya kejahatan. 5. Memberikan label dan segel pada salah satu ibu jari kaki. 6. Ada identitas pemintanya. 7. Mencantumkan tanggal permintaan. 8. Korban diantar oleh polisi. Saat menerima permintaan membuat VeR, dokter harus mencatat tanggal dan jam, penerimaan surat permintaan, dan mencatat nama petugas yang mengantar korban. Batas waktu bagi dokter untuk menyerahkan hasil VeR kepada penyidik selama 20 hari. Bila belum selesai, batas waktunya menjadi 40 hari dan atas persetujuan penuntut umum. Lampiran visum Fotografi forensik Identitas, kelainan-kelainan pada gambar tersebut Penjelasan  istilah kedokteran Hasil pemeriksaan lab forensik (toksikologi, patologi, sitologi, mikrobiologi) Catatan dr Iwan Aflanie, Sp.F, M.Kes : - Penyidik yang boleh meminta dilakukan visum minimal berpangkat AIPDA. - Pangkat polisi dari yang paling bawah (  = setara dengan/nama dulu) : i. BRIPDA  SERDA ii. BRIPTU  SERSU iii. BRIPKA  SERKA iv. BRIGADIR  SERSAN MAYOR v. AIPDA  PELDA Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 9
  • 10. vi. AIPTU  PELTU vii. IPDA  LETDA viii. IPTU  LETTU ix. AKP  KAPTEN x. KOMPOL  MAYOR xi. AKBP  LETKOL xii. KOMBES  KOLONEL - Paragraf dalam visum tidak boleh terpotong. - Pemberitaan = objektif medis - Kesimpulan = subjektif medis karena berupa pendapat dari penulis visum - Pada kesimpulan, penulisan harus didahulukan yang paling berat lukanya, bahkan luka yang paling ringan kadang tidak ditulis. - Pada kesimpulan harus ditulis poin2, misal : terdapat luka tusuk akibat persentuhan benda tajam (I.9,10) saat kematian kurang dari dua jam dari saat pemeriksaan (I.3,4,5) - CARA PEMBUATAN VISUM Penulisan visum menyangkut 4 hal dibawah ini : 1. lokasi luka 2. koordinat luka (x,y) o kepala, badan, kemaluan  x = sumbu tubuh (yang di ambil dari potongan sagital tubuh) o ekstremitas  x = garis tengah ekstremitas o y = titik anatomis terdekat 3. jenis luka a. luka tertutup  Langsung disebut namanya, misal luka memar, luka lecet geser, luka lecet tekan b. luka terbuka - benda tajam Tepi luka rata Sudut keduanya tajam atau salah satu sudutnya tajam (luka tusuk  keduanya tajam, luka iris  salah satunya tajam) Tidak terdapat jembatan jaringan (jarinngan yang terputus tidak sempurna) Bila melewati daerah berambut, maka rambutnya akan terpotong Termasuk didalamnya : luka tusuk, luka iris, luka bacok - benda tumpul  Tepi luka rata  Sudut keduanya tumpul  Terdapat jembatan jaringan  Bila melewati daerah berambut, maka rambutnya tidak terpotong  Termasuk didalamnya : luka robek, patah tulang terbuka  Luka robek terjadi karena gaya yang datang lebih besar daripada gaya elastisitas jaringan kulit dan jaringan tulang dibawahnya. 4. ukuran luka - luka terbuka  panjang x lebar x dalam - luka tertutup  panjang x lebar - untuk luka yang tidak ada ujungnya misal berbentuk bulat, maka tentukan diameternya dengan mencari titik tengah dari luka tersebut, luka lecet geser juga harus dicari titik tengahnya untuk menentukan ukurannya. Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 10
  • 11. BAB III CARA, SEBAB, DAN MEKANISME KEMATIAN Cara kematian = macam kejadian yang bertanggung jawab terhadap kematian Cara Kematian : 1. Wajar : karena penyakit 2. Tidak wajar : pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan KECELAKAAN, BUNUH DIRI ATAU PEMBUNUHAN ? Kecelakaan, bunuh diri atau pembunuhan merupakan permasalahan yang harus dapat dijawab, dibuat terang dan jelas oleh dokter dan khususnya oleh penyidik, karena baik kecelakaan, bunuh diri atau pembunuhan membawa implikasi yang berbeda-beda, baik ditinjau dari sudut penyidikan maupun proses peradilan. 1. Kematian karena kecelakaan Kematian karena kecelakaan (accidental death) masih merupakan kasus yang masuk didalam ruang lingkup penyidikan. Dalam kasus kecelakaan ini penyidik sering dihadapkan dengan kasus dimana tanda-tanda kekerasan jelas terlihat akan tetapi tidak ada satu petunjuk pun atau tanda-tanda yang mengarah akan adanya unsur-unsur kriminal sebagai penyebab kecelakaan itu sendiri. Yang termasuk didalam pengertian kecelakaan disini adalah : Kematian yang terjadi sewaktu seseorang penderita kelainan didalam kehidupan seksualnya, dan melampiaskan hasrat seksual yang tidak wajar tersebut dengan cara- cara yang tidak wajar pula. Kematian disini dikenal dengan autoerotic death. Kematian karena tergantung atau accidental hanging death, biasa terjadi pada anak- anak; dimana anak-anak tersebut tersangkut lehernya dipinggir tempat tidur yang mempunyai jaruji, atau tersangkut lehernya pada percabangan pohon yang berbentuk V. Kematian karena tersumbatnya jalan udara pernafasan oleh sesuatu benda (Chocking death). Hal ini sering terjadi pada orang-orang jompo, dimana gigi palsunya tertelan atau gumpalan daging yang menyumbat jalan udara pernafasan secara tidak langsung. Kematian karena tubuh mendapat tekanan yang sangat hebat (Crushing death), sehingga dinding dada tidak dapat berkembang dengan demikian berarti pernafasan akan terhenti. Kematian karena arus listrik atau electrical shock deaths sering terjadi pada waktu musim hujan dan orang menutupi kebocoran-kebocoran yang ada akan tetapi dengan tidak disadari terpegang kabel beraliran listrik yang isolatornya tidak baik, atau korban memegang atap seng yang bersentuhan dengan kabel listrik tadi. Kematian karena tenggelam seringkali terjadi terutama dimusim hujan yang menyebabkan banjir. Pada umumnya kematian karena tenggelam bersifat kecelakaan, non-kriminal sehingga pembedahan mayat pada kasus tenggelam sering tidak diperlukan. Namun kemungkinan adanya unsur kriminal tetap harus difikirkan terutama jika ada petunjuk-petunjuk kearah itu. Dalam kasus-kasus kematian karena kecelakaan seperti yang diuraikan, Penyidik, dokter atau bahkan orang awam dengan mudah dapat melihat dan menemukan tanda- tanda kekerasan yang dapat diklasifikasikan sebagai luka lecet, luka memar, luka bakar karena arus listrik, tanda-tanda tergantung yang jelas dan tanda-tanda mati lemas. Akan tetapi dari hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik ternyata tidak ada unsur kriminalnya. Dalam kasus seperti ini tentu penyidik dihadapkan pada permasalahan apakah korban perlu dilakukan bedah mayat atau cukup hanya pemeriksaan luar saja. Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 11
  • 12. Perlu tidaknya suatu tindakan atau langkah yang harus diambil tergantung sepenuhnya pada Penyidik sebagai pimpinan penyidikan jika menurut Penyidik memang tidak ada unsur kriminal maka pemeriksaan luar saja cukup dan dapat dipertanggung jawabkan serta tidak bertentangan dengan peraturan (H.A.P.) yang berlaku. Akan tetapi bila penyidik berkesimpulan akan adanya unsur memerintahkan dokter untuk melakukan pembedahan mayat demi kelengkapan alat bukti di persidangan. 2. Bunuh diri atau pembunuhan ? Bunuh diri atau pembunuhan dapat diketahui dari pemeriksaan di TKP, pemeriksaan mayat, pemeriksaan benda-benda bukti lainnya, informasi para saksi dan lain sebagainya. Pemeriksaan di TKP Pada bunuh diri, tempat yang dipilih biasanya tersembunyi, pintu dikunci dari dalam, keadaan ruangan tenang dan teratur rapih, alat yang sering dipakai biasanya alat yang ada di dalam ruangan itu sendiri, alat tersebut biasanya masih ada, sering didapatkan surat-surat peninggalan yang isinya berkisar pada keputus-asaan atau merasa bersalah; korban berpakaian rapih dan dalam keadaan baik. Pada pembunuhan, tidak ada tempat yang tertentu, keadaan ruang kacau balau dan sering ada barang yang hilang, alat yang dipakai biasanya alat yang dibawa/dipersiapkan oleh pembunuh sehingga biasanya alat tersebut tidak ditemukan di tempat kejadian, pakaian korban tidak beraturan dan sering terdapat robekan dan mungkin pula dapat ditemukan surat yang bernada ancaman. Keadaan bercak darah, pada bunuh diri darah berkumpul pada satu tempat/tergenang, bercak yang terdapat pada pakaian distribusinya teratur mencari tempat yang terendah tergantung dari tempat luka yang mengeluarkan darah. Pada kasus pembunuhan, bercak atau genangan darah tidak beraturan menunjukkan arah pergerakan dari korban sewaktu korban berusaha menghindar, dapat tampak bercak darah yang menunjukkan bahwa korban diseret, bercak darah juga sering tampak mengotori dinding terutama jika korban tersudut pada dinding. Pemeriksaan mayat Pada kasus dengan menggunakan senjata tajam Pada bunuh diri daerah yang dipilih adalah daerah leher, dada, perut bagian atas atau pergelangan tangan, sering ditemukan luka-luka percobaan yang berjalan sejajar baik disekitar luka yang fatal maupun pada bagian tubuh lain. Pada pembunuhan tidak ada tempat khusus, jumlah luka sering lebih dari satu, adanya luka pada bagian belakang merupakan ciri khas pembunuh, pada lengan dan telapak tangan sering didapatkan luka-luka tangkis; pada beberapa kasus kadang-kadang korban selain ditusuk juga dihantam dengan bagian tumpul dari senjata sehingga selain luka akibat benda tajam didapatkan luka akibat benda tumpul. Mutilasi Pada beberapa kasus pembunuhan, tidak jarang tubuh korban setelah meninggal dunia dirusak, dipotong-potong menjadi beberapa bagian; tindakan tersebut dikenal dengan sebutan mutilasi. Mutilasi serta perusakan tubuh korban yang telah menjadi mayat dimaksudkan pula untuk menghilangkan identitas korban, dengan demikian Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 12
  • 13. penyidikan akan menjadi sulit; dan tindakan tersebut memang ditujukan untuk menghilangkan jejak si pembunuh. Di dalam kasus mutilasi terdapat 4 masalah pokok yang harus diperoleh kejelasannya baik bagi dokter yang membuat Visum et Repertum dan khususnya bagi penyidik dalam usaha untuk mendapatkan kelengkapan barang bukti sehingga proses penyidikan dan peradilan dapat berjalan dengan lancar. Masalah pokok tersebut adalah : 1. Apakah bagian-bagian ―tubuh‖ itu memang berasal dari tubuh manusia ? 2. Jika bagian-bagian tubuh tersebut memang berasal dari manusia, apakah berasal dari orang yang sama/satu individu ? 3. Identitasnya ? 4. Apa yang menyebabkan kematian ? Masalah pokok yang pertama penting harus diperoleh kejelasannya, yaitu bila tubuh korban dipotong-potong menjadi bagian yang kecil-kecil, sehingga dengan pemeriksaan visual sukar dipastikan, maka perlu di lakukan pemeriksaan secara serologis, yaitu test precipitin. Masalah pokok yang kedua tidak sulit untuk diselesaikan bila tubuh korban tidak terlalu banyak dipotong-potong, yaitu dengan melakukan pemeriksaan yang teliti dari tepi/pinggir potongan tubuh dan dibandingkan dengan tepi/pinggir potongan tubuh lainya, apakah cocok atau tidak, bila memang berasal dari satu orang maka didalam melakukan rekonstruksi tersebut akan didapat bentuk yang sesuai. Penentuan identitas tidak sulit bila tubuh korban dalam keadaan cukup baik, didalam hal ini maka pemeriksaan sidik jari, gigi, medis serta pemeriksaan perhiasan sangat bermanfaat bila dilakukan denga cermat, tepat dan teliti. Penyebab kematian korban dapat diketahui bila keadaan tubuh yang terpotong- potong tersebut masih lengkap dan dalam penentuan penyebab kematian ini pemeriksaan toksikologis serta pemeriksaan laboratoris lainnya harus dilakukan. Contoh kesimpulan Visum et Repertum pada kasus mutilasi Ke-tujuh potong bagian-bagian tubuh yang diperiksa ternyata merupakan satu kesatuan yaitu dari tubuh laki-laki dewasa. Luka-luka terbuka dan patah tulang pada kepala disebabkan karena kekerasan benda tajam dan tumpul. Adapun kekerasan tajam lainnya yang menjadikan tubuh korban menjadi tujuh potongan dilakukan setelah korban meninggal dunia. Sebab matinya orang ini agaknya karena kekerasan tumpul pada kepala. Melihat sifat dari ujung-ujung tulang yang terpotong agaknya pemotongan dilakukan dengan gergaji dan penggergajian dilakukan pada posisi tubuh korban terlentang. Dari kesimpulan Visum et Repertum seperti di atas telah tercakup empat masalah pokok yang harus dapat diperoleh kejelasannya didalam melakukan pemeriksaan kasus mutilasi, dengan demikian proses penyidikan (termasuk interogasi dan rekonstruksi), serta proses peradilan dapat berjalan dengan lancar. Tabel. Cara Kematian Akibat Senjata Tajam Faktor Pembunuhan Bunuh diri TKP Lokasi Variabel Tersembunyi Kondisi Tidak teratur Teratur Pakaian Tertembus Terbuka, luka tampak jelas Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 13
  • 14. Senjata Tidak ada Ada Surat peninggalan Tidak ada Ada (seringkali) Luka Titik anatomis Variabel Tertentu Jumlah (fatal) Satu atau lebih Biasanya Satu Luka percobaan Tidak ada Ada Luka tangkis Ada (biasanya) Tidak ada Tanda pergulatan Ada (biasanya) Tidak ada Mutilasi* Ada (dapat) Tidak ada Arah irisan Variabel Sejajar *) Mutilasi adalah memotong tubuh korban menjadi beberapa bagian yang dilakukan setelah korban mati, dengan maksud untuk menghilangkan identitas korban dan memudahkan si-pelaku kejahatan menyembunyikan membuang tubuh korban. Pada kasus dengan menggunakan benda tumpul Benda tumpul seperti batu, tongkat, batang pohon, kursi atau kepalan tangan hampir selalu dapat dipastikan hanya digunakan pada kasus pembunuhan, bunuh diri dengan benda tumpul sangat jarang, karena biasanya akan mendatangkan rasa nyeri yang hebat dan perlu waktu yang lama. Pada kasus dengan menggunakan senjata api Pada bunuh diri dengan senjata api, daerah yang dipilih adalah pelipis, dahi, mulut dan dada. Letak serta arah dari luka itu sendiri tergantung dari keadaan korban, kidal atau tidak. Pada pembunuhan tidak ada tempat khusus untuk dijadikan sasaran tembaknya luka tembak masuk yang terdapat pada bagian belakang menunjukkan kasus pembunuhan. Pada kasus kecelakaan tidak ada ciri khusus, dalam hal ini pemeriksaan di TKP serta informasi para saksi penting. Bila didalam tubuh korban ditemukan anak peluru maka anak peluru tersebut perlu dicatat dan dilaporkan dengan jelas perihal ukuran panjang, garis tengah/kaliber, warna logam, jumlah dan arah galangan serta berat dari anak peluru dan cacat yang ada. Pemberian tanda pada bagian dasar dan atau bagian hidung anak peluru harus dibuat, hal mana untuk memudahkan untuk mengingat kembali dipersidangan dan untuk menghindari kemungkinan tertukarnya barang bukti yang penting tersebut. Apakah korban seorang kidal ? Untuk dapat mengetahui apakah seorang korban itu kidal atau tidak dapat dilakukan dengan pemeriksaan yang sederhana, pemeriksaan tersebut adalah sebagai berikut : Pertama-tama ditentukan titik-titik yang sama letaknya pada kedua lengan korban, misalnya titik-titik tersebut letaknya 10 sentimeter dari siku. Kemudian dengan alat pengukur atau jika tidak ada dapat dipakai benang, diukur lingkaran lengan atas kiri dan kanan pada ketinggian sesuai dengan titik yang sudah ditentukan. Jika ternyata lingkaran lengan kanan lebih besar dari lingkaran lengan kiri, ini berarti korban sehari-hari lebih sering/lebih aktif menggunakan tangan kanannya. Bila lingkaran pada lengan kiri lebih besar dari lingkaran lengan kanan, ini berarti korban adalah seorang yang kidal. Pada kasus dengan menggunakan alat penjerat Pada penggantungan jika kasusnya bunuh diri, maka alat penjerat yang terdapat pada leher berjalan dengan letak simpul pada sebelah atas, jumlah lilitan sekali atau sering berulang kali, simpulnya simpul hidup, jejas jerat yang sebenarnya merupakan luka lecet tekan berwarna merah coklat dengan perabaan seperti perkamen dan letaknya Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 14
  • 15. sesuai dengan letak alat penjerat menekan leher, di sekitar jejas jerat dapat ditemukan gelembung-gelembung dan pelebaran pembuluh darah yang merupakan tanda intra vital. Tanda-tanda asfiksia/mati lemas yaitu bintik-bintik pendarahan pada mata, muka dapat dilihat. Jika korban lama dalam keadaan tergantung lebam mayat pada ujung- ujung anggota gerak akan tampak. Muka korban tampak sembab, lebih gelap, mata dapat menonjol keluar demikian pula halnya dengan lidah. Pada pembunuhan alat penjerat berjalan mendatar, biasanya satu lilitan dengan simpul mati dan letak alat penjerat umumnya lebih kebawah, menjauhi rahang bawah dan kelenjar gondok, pada daerah leher mungkin terdapat tanda-tanda bekas pencekikan yang berbentuk luka lecet seperti bulan sabit atau luka memar, pada keadaan yang demikian tulang lidah korban dapat patah. Selain karena mati lemas/asfiksia, kematian pada kasus penjeratan dapat oleh karena hal lain/mekanisme kematian lain, seperti reflek vagal yang menyebabkan terhentinya denyut jantung, otak tidak mendapat oksigen cukup oleh karena jeratannya sangat kuat menekan semua pembuluh darah yang menuju ke otak atau karena terjadinya patah atau diskolasi ruas tulang leher yang berakibat putusnya sumsum tulang belakang. Penjeratan dengan tangan (manual strangulation) Penjeratan dengan mempergunakan tangan sendiri adalah hal yang tidak mungkin, oleh karena dengan adanya tekanan pada leher akan menyebabkan terjadinya kehilangan kesadaran dan dengan sendirinya tekanan pada leher tersebut akan terhenti. Dengan demikian penjeratan dengan tangan atau pencekikan selalu merupakan kasus pembunuhan. Kelainan yang didapatkan pada korban adalah adanya jejas kuku (luka lecet tekan berbentuk garis lengkung), yang sering pula disertai dengan adanya memar di daerah tersebut. Jika pencekikan dilakukan dengan mempergunakan satu tangan yaitu tangan kanan maka jejas kuku ataupun memar akan tampak lebih banyak pada daerah leher sebelah kiri (akibat tekanan dari empat jari), sedangkan pada sebelah kanan hanya sedikit (akibat tekanan dari ibu jari). Kelainan akan tampak lebih jelas dan luas khususnya pada orang-orang tua dimana jaringan di daerah leher sudah sedemikian longgarnya. Pada pemeriksaan dalam akan tampak adanya pendarahan pada jaringan dibawah kulit dan otot yang sesuai dengan jejas kuku; patahnya tulang lidah, rawan gondok sering ditemukan pada kasus pencekikan. Pada kasus pencekikan dimana tersangka pelakunya dengan segera dapat ditangkap, maka pemeriksaan kuku dari si tersangka tersebut (dengan mengerok kuku bagian dalam), harus dikerjakan dengan tujuan mencari jaringan kulit atau darah dari korban yang terbawa pada kuku si tersangka pelaku pencekikan tersebut; demikian pula pemeriksaan zakar untuk mencari sel-sel epitel dinding vagina bila motif seksual merupakan alasan untuk melakukan pencekikan korban tersebut. Tabel. Cara Kematian Pada Penggantungan Faktor Pembunuhan Bunuh diri TKP Lokasi Variabel Tersembunyi Kondisi Tidak teratur Teratur Pakaian Variabel Rapih dan baik Alat Berasal dari si Berasal dari alat yang pembunuh tersedia di tempat Surat/catatan peninggalan Tidak ada Ada (seringkali) Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 15
  • 16. Kamar Variabel, bila Terkunci dari dalam terkunci dikunci dari luar Alat penjerat Simpul Mati (biasanya) Hidup Lilitan Hanya sekali Sekali tapi sering berulang kali Arah Mendatar Serong keatas Jarak simpul dengan tumpuan Lebih dekat Jauh Korban Jejas jerat Jejas berjalan Jejas, merah coklat mendatar seperti perkamen; serong Perlawanan Ada (biasanya) Tidak ada Luka-luka lain Ada (sering Tidak ada didaerah leher) (biasanya) Luka percobaan dapat Jarak dengan Jauh ditemukan lantai Dekat, seringkali masih menempel * dijerat kemudian digantung 3. Penyidikan pada kasus kematian karena terbenam Kematian karena terbenam atau tenggelam adalah salah satu bentuk dari mati lemas/asfiksia, dimana asfiksia tersebut dapat disebabkan karena korban terbenam seluruhnya atau sebagian terbenam didalam benda cair. Penyidikan pada kasus-kasus tersebut perlu dilakukan dengan baik. Penyidikan ditujukan terutama untuk mendapat kejelasan apakah korban masih hidup sewaktu terbenam ataukah sudah menjadi mayat sewaktu dibenamkan, juga untuk penentuan apakah kasus terbenam itu kasus kecelakaan, bunuh diri atau pembunuhan. Tanda-tanda pada pemeriksaan luar - Tubuh korban tampak pucat, teraba dingin dimana proses penurunan suhu mayat dalam hal ini kira-kira dua kali lebih cepat, dengan penurunan suhu rata-rata 5F per jam dan biasanya suhu mayat akan sama dengan suhu lingkungan salam waktu sekitar 5-6 jam. - Lebam mayat berwarna merah terang seperti halnya pada kasus keracunan gas CO, lebam mayat terdapat di daerah kepala, leher dan bagian depan dada. - Dari lubang dan mulut keluar busa halus berwarna putih, ini merupakan petunjuk bahwa korban memang mati terbenam atau mati karena asfiksia pada umumnya. Busa tersebut lama-lama akan berwarna kemerahan dan bila dihilangkan busa tersebut akan keluar lagi khususnya bila dada korban ditekan. - Mata tampak kongestif dan terdapat bintik-bintik perdarahan. - Pada tangan korban dapat ditemukan sedang menggenggam benda-benda pasir, dahan atau rumput (ingat cadaveric spasm), bila keadaan ini didapatkan pada kasus hal tersebut merupakan petunjuk kuat bahwa kematian korban karena terbenam atau menunjukkan intravitalitas. Tanda-tanda pada pemeriksaan dalam/bedah mayat - Busa halus dan benda-benda yang terdapat didalam air (pasir, tumbuhan dsb) akan dapat ditemukan dalam saluran pernafasan/batang tenggorok dan Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 16
  • 17. cabang-cabangnya. Diatomae yaitu ganggang bersel satu dapat ditemukan dalam paru-paru dan organ tubuh lainnya. - Pada terbenam di air tawar (fres water drowning), paru-paru sangat mengembang, pucat, berat dan bila ditekan akan mencekung, keadaan mana dikenal dengan nama emphysema aquasum, teraba krepitasi dan paru-paru tersebut akan tetap bentuknya bila dikeluarkan dari rongga dada, dan pada pengirisan setiap potongan akan mempertahankan bentuknya, pada pemijitan keluar sedikit busa dan sedikit cairan. - Pada kasus yang terbenam dalam air seni (salt waterdrowning), paru-paru berat, penuh berisi air, perabaan memberi kesan seperti meraba jelly dan bila dikeluarkan dari rongga dada bentuknya tidak akan bertahan sedangkan pada pengirisan tampak banyak cairan yang keluar. Jika pada pemeriksaan ditemukan keadaan yang berbeda dengan keadaan di atas hal ini masih mungkin, dimana kematian bukan karena mati lemas akan tetapi oleh karena hal-hal lain; misalnya karena hiperventilasi (pada perenang yang pandai oleh karena terlalu di forsir sebelum berenang, hal ini akan menyebabkan korban akan kehilangan kesadaran akibat kekurangan oksigen sebelum timbul impuls untuk bernafas. Reflek juga dapat menyebabkan kematian pada kasus terbenam, perangsangan pada reseptor dalam paru-paru akan menimbulkan spasme/kekejangan pada pangkal tenggorok dan terhentinya pernafasan. Inhibili atau penghambatan jantung oleh karena stimulasi vagal juga dapat menyebabkan kematian, didalam hal ini masuknya air secara tiba-tiba kedalam pangkal hidung dan pangkal tenggorok (naso faring dan laring). - Dalam lambung dan organ-organ dalam tubuh serta sumsum tulang dapat ditemukan pula benda-benda asing yang berasal dari dalam air, seperti Lumpur, tumbuhan dan secara mikroskopis dapat dilihat adanya ganggang. Pada setiap kasus terbenam bedah mayat perlu dilakukan terutama bila penyidik mempunyai dugaan adanya unsur kriminal pada kasus yang bersangkutan. Diagnosa kasus kematian karena terendam dapat ditegakkan terutama bila ada tanda-tanda yang menunjang diagnosa tersebut, yaitu: tangan menggenggam erat sesuatu benda, adanya busa halus dalam saluran pernapasan/pipa udara, adanya air (dengan isinya bila ada) dalam lambung, gambaran paru-paru yang khas serta ditemukannya diatomae didalam alat-alat dalam tubuh dan sumsum tulang. Hipoksia dan asfiksia Hipoksia adalah suatu keadaan dimana sel gagal untuk melangsungkan metabolisme secara efisien. Istilah hipoksia lebih tepat bila dibandingkan dengan istilah anoksia, yang banyak dipakai pada masa-masa lalu. Hipoksia dapat dibagi menjadi 4 grup, yaitu : (1) anoksik atau hipoksia, dimana oksigen tidak dapat masuk ke dalam aliran darah; (2) anemik, dimana darah tidak dapat membawa oksigen yang cukup untuk jaringan; (3) stagnan, dimana oleh karena sesuatu sebab terjadi kegagalan sirkulasi; (4) histotoksik, dimana oksigen yang terdapat di dalam darah tidak dapat dipakai oleh jaringan. Histotoksik-hipoksia sendiri dapat dibagi 4 kelompok, yaitu : (1) Histotoksik- hipoksia ekstraselular, dimana enzim pernafasan jaringan keracunan, misalnya pada keracunan sianida, sedangkan pada kebanyakan golongan hipnotika/obat tidur dan obat bius aktivitas enzim tersebut ditekan; (2) Histotoksik-hipoksia periselular, dimana oksigen tidak dapat masuk sel oleh karena permeabilitas membran sel menurun, seperti yang terjadi pada keracunan eter atau khloroform; (3) Substrate histotoxic hyoixia, Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 17
  • 18. dimana tidak tersedia dengan cukup bahan makanan untuk metabolisme yang efisien; (4) Metabolite histotoxic hypoxia, dimana endproducts dari pernafasan seluler tidak dapat dibuang, sehingga metabolisme selanjutnya tidak berlangsung, seperti pada keadaan uremia dan keracunan gas karbon dioksida. Asfiksia dapat diberi batasan secara umum sebagai pelbagai macam keadaan dimana pertukaran udara pernafasan yang normal terganggu. Dua penyebab utama dari asfiksia, yaitu oleh karena terjadinya obstruksi pada saluran pernafasan (dikenal juga dengan istilah asfiksia mekanik), dan oleh karena terhentinya sirkulasi; pada kedua keadaan tersebut terjadi reduksi oksigen dalam darah (hipoksia), dan elevasi karbon dioksida (hypercapnoea). Pemeriksaan post-mortal pada kasus-kasus yang meninggal karena mengalami penekanan pada daerah leher dan obstruksi saluran pernafasan adalah sebagai berikut ; Sianosis Yang mudah dilihat pada pembuluh darah kapiler, seperti pada ujung-ujung jari dan bibir dimana penilaiannya harus hati-hati oleh karena variabelnya cukup besar. Setelah 24 jam post-mortal sianosis yang ada biasanya merupakan perubahan post-mortal, tidak adanya sianosis tidak berarti bahwa korban tidak terjadi sianosis. Kongesti Kongesti sistemik dan kongesti pada paru-paru serta dilatasi jantung kanan adalah merupakan tanda klasik pada kematian karena asfiksia. Darah tetap cair Merupakan salah satu indikasi adanya asfiksia, walaupun validitasnya masih diperdebatkan dan sering diperdebatkan dengan aktifitas fibrinolisin. Edema paru-paru Untuk itu perlu paru-paru ditimbang untuk mengetahui beratnya, walaupun hanya mempunyai arti sedikit didalam hal penentuan kematian karena obstruksi saluran pernafasan, dan sering dijumpai pada kasus-kasus yang lain. Perdarahan berbintik (petechial haemorrhages) Yang mudah dilihat pada kulit dan alat-alat dalam, seperti pada permukaan jantung, permukaan paru-paru, daerah katup pangkal tenggorok (epiglotis), biji mata dan kelopak mata. Pendarahan bintik-bintik ini disebabkan karena terjadinya perubahan permeabilitas kapiler sebagai akibat langsung dari hipoksia dank arena peningkatan tekanan intrakapiler. Patahnya tulang lidah dan tulang rawan gondok Tulang lidah dapat patah oleh karena mengalami tekanan atau kompresi langsung dari samping (lateral), ataupun karena tekanan yang tidak langsung. Tekanan yang langsung terjadi misalnya pada kasus pencekikan, sedangkan tekanan yang tidak langsung dimungkinkan oleh karena adanya tekanan kebawah kesamping dari tulang rawan gondok atau tekanan pada daerah antara tulang lidah dan tulang rawan gondok. Patahnya tulang lidah karena tekanan yang tidak langsung tersebut dimungkinkan oleh karena tulang lidah terfiksasi dengan kuat oleh otot-otot pada permukaan atas dan permukaan depan. Tulang rawan gondok sering patah pada bagian cornusuperior, yang dimungkinkan karena adanya traksi pada jaringan ikat yang menghubungkan tulang lidah dan tulang rawan gondok (thyrohyoid ligament). Pada kasus dengan menggunakan racun Jika racun yang dipakai itu mempunyai bau atau mempunyai sifat korosif seperti halnya asam sulfat pekat, maka pada umumnya kasusnya adalah kasus bunuh diri; hal ini akan lebih ditunjang bila racun yang bersifat korosif tadi menyebabkan luka bakar Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 18
  • 19. yang teratur mulai dari mulut, mengalir kedagu, leher bagian depan dan dada pada bagian tengah. Pada kasus keracunan pembedahan mayat dan pemeriksaan toksikologis untuk mendapatkan racun pada tubuh korban mutlak harus dilakukan, oleh karena dari hasil pemeriksaan tersebut akan dapat diketahui apakah sebab matinya korban karena keracunan atau karena hal lain misalnya di bekap dan racunnya dituangkan kemulut korban setelah korban mati. Pembunuhan dengan racun biasanya memerlukan persiapan yang teliti dengan dibekali pengetahuan yang memadai pula. Jika yang dipakai adalah racun yang bersifat korosif pembunuhan dapat dengan mudah diketahui, oleh karena pelaku kejahatan biasanya menyiram korbannya, dengan demikian bercak ―luka bakar‖ pada korban sangat tidak beraturan. Pada keracunan morfin kematian pada umumnya bersifat kecelakaan, oleh karena korban tidak mengetahui dengan tepat berapa dosis morfin yang masuk kedalam tubuhnya. Pembunuhan dengan menyuntik morfin dapat pula terjadi, yang biasanya dilakukan oleh para pengedar morfin yang takut korban membuka cara operasi pengedaran morfin. 4. Penyidikan pada kasus penembakan Dalam menghadapi kasus penembakan khususnya yang berakibat fatal, penyidikan harus dapat memperoleh kejelasan dari permasalahan sebagai berikut : - Apakah luka yang diperiksa memang benar luka tembak, - Apakah luka tembak tersebut luka tembak masuk atau luka tembak keluar, - Termasuk jenis apa senjata yang menyebabkan luka, - Pada jarak berapa penembakan dilakukan, - Dari arah mana penembakan dilakukan, - Bagaimana posisi korban dan posisi penembak, - Apakah penembakan tersebut yang menyebabkan kematian, dan - Berapa kali korban terkena tembakan. Untuk dapat memperoleh kejelasan tersebut perlu diketahui : Luka masuk, sebab akibat yang ditimbulkan. a. Akibat api (flame effect) : Luka bakar, dimana kulit yang terbakar tampak kering, hangus dan kaku pada perabaan. b. Akibat asap (smoke effect) : Jelaga, dimana kelim jelaga akan tampak sebagai suatu lapisan berwarna kelabu kehitaman disekitar lubang luka mudah dihilangkan dengan cara dihapus. c. Akibat butir-butir mesiu (gun powder effect): tatto/stippling, dimana kelim tatto akan tampak sebagai bintik-bintik hitam yang bercampur dengan luka lecet dan pendarahan, dan tidak dapat dihilangkan bila dihapus oleh karena butir-butir mesiu tersebut masuk kedalam kulit. d. Akibat anak peluru (bullet effect): luka terbuka yang dikelilingi oleh kelim lecet; dan bila senjata yang dipakai itu sering dibersihkan maka pada dinding luka dan kelim lecet akan didapatkan pula kelim kesat/kelim lemak. e. Akibat partikel logam (metal effect): ―fouling‖, yang tampak sebagai luka-luka lecet atau luka-luka robek kecil-kecil disekitar lubang luka; hal ini disebabkan oleh partikel-partikel logam yang terbentuk akibat goresan antara anak peluru dengan laras yang beralur, partikel logam tersebut dapat masuk kedalam kulit atau menempel pada pakaian. f. Akibat moncong senjata (muzzle effect): Jejas laras, hal ini dapat terjadi pada kasus luka tembak temple dan tampak sebagai suatu luka lecet tekan atau memar yang bentuknya sesuai dengan moncong senjata. Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 19
  • 20. g. Kelainan pada tulang, yang akan tampak jelas pada tulang yang berbentuk pipih misalnya tengkorak, dimana kerusakan pada permukaan tulang bagian luar (tabula externa) akan lebih kecil bila dibandingkan dengan kerusakan pada bagian dalam (tabula interna), ini akan memberikan gambaran lubang yang berbentuk corong. Pada luka tembak keluar terjadi keadaan yang sebaliknya. Luka tembak keluar, dimana dapat memberikan informasi dalam beberapa hal, yaitu : - Arah tembakan, - Sikap dari korban pada saat penembakan, dan - Jumlah peluru yang masih terdapat pada tubuh korban. Pada umumnya luka tembak masuk dan luka tembak keluar tidak mempunyai kelim lecet. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam terjadinya perbedaan besarnya luka tembak keluar tersebut antara lain ; - Velocity (kecepatan) dari anak peluru sewaktu keluar, - Luasnya permukaan anak peluru pada tempat keluar, - Yawing & tumbling of the bullet (pergerakan anak peluru yang tidak beraturan dalam tubuh dan pergerakan berputar menurut poros memanjang (end to end)) - Ada tidaknya fragmen-fragmen tulang yang ikut keluar, - Ada tidaknya tulang dibawah kulit tempat luka tembak keluar, dan - Ada tidaknya benda yang menekan kulit pada tempat keluarnya anak peluru. Luka tembak masuk akibat senjata api yang tidak beralur (Entrance Shotgun Wound); akan tampak kelainan yang disebabkan oleh komponen-komponen yang keluar sewaktu penembakan, yaitu : mesiu, api, asap, pellet dan sumbat peluru (wad). Luka tembak keluar akibat senjata api yang tidak beralur dapat membantu didalam menentukan arah tembakan dan sikap korban sewaktu penembakan, yang pada umumnya akan memberikan gambaran yang variabel akan tetapi pada umumnya lukanya berbentuk bundar atau oval dengan tepi yang terangkat keluar (everted margins). Pemeriksaan mikroskopis dari luka tembak masuk. Pemeriksaan ini diperlukan pada kasus-kasus yang meragukan, kelainan yang didapatkan pada dasarnya merupakan akibat dari trauma mekanis dan thermis. Kompresi dari epithel, elongasi, distorsi dan tampaknya perdarahan serta butir- butir mesiu, nekrosis koagulatip dan sembabnya epithel dan vakuolisasi sel-sel basal, demikian pula menjadi piknotiknya inti sel dan pada pewarnaan dengan H.E> akan lebih banyak mengambil warna biru (basophilic staining), adalah merupakan kelainan yang dapat ditemukan pada pemeriksaan mikroskopis. Pemeriksaan kimiawi dari luka tembak masuk Prinsipnya adalah dapat dideteksinya unsur-unsur yang terdapat dalam mesiu, misalnya: pada smokeless goundpowder dapat dideteksi nitrit dan cellulosa nitrate; sedangkan pada black powder black gunpowder yang dapat dideteksi adalah karbon, nitrit, sulfid, sulfat, karbonat, tiosianat dan tiosulfat; sedangkan pada senjata yang lebih modern timah hitam, antimon dan merkuri. Pemeriksaan secara radiologis Pemeriksaan dengan sinar-X ini dapat banyak membantu didalam hal mencari anak peluru dan partikel logam dalam tubuh korban, menentukan apakah korban merupakan korban penembakan dengan senjata api yang tidak beralur dan pada kasus khusus, yaitu dimana jumlah anak peluru lebih banyak dari Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 20
  • 21. jumlah luka tembak pada penembakan dengan senjata api yang beralur (tandem bullet injury). Internal ricochet Internal ricochet dapat terjadi bila kekuatan anak peluru tidak cukup untuk dapat menembus dari jaringan tubuh, misalnya pada kasus dimana anak peluru mengenai kepala. Dengan demikian dapat terjadi variasi dari perjalanan anak peluru didalam kepala yang perlu diketahui, yaitu : Single- ricochet, double- ricochet, inner tangential at contralateral side, inner tangential at contra lateral side and ricochet dan inner tangential at entrance side. 5. Penyidikan pada kasus kematian karena terbakar Didalam melakukan pemeriksaan korban yang terbakar, dokter harus dapat memberikan kejelasan kepada penyidik dalam hal: - Apakah korban dalam keadaan hidup atau mati sewaktu kebakaran itu mulai terjadi? - Penyebab kematian. - Identitas korban. - Perlukaan yang diakibatkan secara langsung oleh api. - Adanya racun, obat-obatan dan alkohol didalam tubuh korban. - Cara kematian, kecelakaan atau pembunuhan. Untuk dapat menentukan apakah korban dalam keadaan hidup atau mati sewaktu kebakaran itu mulai terjadi mutlak harus dilakukan pembedahan mayat dan pemeriksaan toksikologis. Pada korban yang masih hidup sewaktu kebakaran itu mulai berlangsung, pada pembedahan mayat akan ditemukan adanya pengumpulan dari jelaga didalam saluran pernafasan serta adanya pembengkakan pada daerah tersebut khususnya katup pangkal tenggorok (epiglotis), serta pita suara dan daerah sekitarnya. Pada pemeriksaan toksikologis akan dapat diketahui bahwa didalam darah korban mengandung gas karbon-monoksida (CO), dalam bentuk COHb dengan saturasi diatas 10%. Bila didalam peristiwa kebakaran itu banyak terbentuk asap yang mengandung gas CO, maka kematian dapat disebabkan karena keracunan gas tersebut; dan ini dapat diketahui antara lain dari lebam mayat yang berwarna merah bata (cherry red), serta alat-alat dalam tubuh yang juga berwarna merah bata, warna tersebut disebabkan oleh karboksihemoglobin (COHb). Pada tubuh korban juga dapat ditemukan gelembung-gelembung (skin blisters), dimana gelembung pada orang yang mati terbakar akan tampak kemerahan pada dasarnya, cairannya banyak mengandung protein dan pada pemeriksaan mikroskopis menunjukkan adanya reaksi vital, yaitu sel-sel radang; dimana semua keadaan tadi tidak akan dijumpai pada orang yang sudah mati pada saat kebakaran itu mulai berlangsung. Penyebab kematian pada kasus kebakaran dapat dikarenakan oleh pelbagai hal, diantaranya : - Panas yang tinggi sekali yang dapat berakhir dengan serangan jantung yang fatal. - Keracunan gas CO, dimana dalam darah korban akan didapatkan saturasi COHb diatas 60%. - Shock sebagai akibat dari luka-luka yang diderita serta akibat uap gas yang panas. - Luka-luka yang fatal akibat tertimpa dinding atau atap yang roboh. - Pembengkakan paru-paru (pulmonary edema), akibat panas yang mengiritasi paru-paru. Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 21
  • 22. - Pembengkakan saluran pernafasan bagian atas yang mengakibatkan obstruksi saluran pernafasan sehingga korban tidak dapat bernafas. Penentuan identitas pada kasus yang mati terbakar amat penting, khususnya bila kasus yang dihadapi merupakan kasus pembunuhan. Bila tubuh korban terbakar dengan sempurna maka penentuan identitas tidak mungkin. Akan tetapi pada kebanyakan kasus pembakaran tersebut tidak sempurna, didalam kasus seperti ini maka penentuan identitas dapat dilakukan, terutama penentuan identitas dari gigi, perhiasan logam dan kelainan didalam tubuh korban seperti adanya tumor pada rahim, adanya pen besi penyambung tulang, sebagian pakaian dan lain sebagainya yang sukar hancur bila dibakar. Pada tubuh yang terbakar (mayat atau orang hidup), kulit akan dapat pecah berbentuk celah hingga dapat disangka sebagai akibat dari benda tajam, demikian pula dengan pecahnya tulang-tulang yang kesemuanya itu dapat diketahui dan dibedakan dengan luka-luka atau kelainan yang didapat sewaktu korban masih hidup, diantaranya dengan ada tidaknya perdarahan serta reaksi intra vital lainnya. Pemeriksaan toksikologis pada korban harus dilakukan dalam hubungannya untuk mencari kejelasan dan pengarahan penyidikan. Para pecandu alkohol, narkotika obat tidur serta obat bius lainnya oleh karena kesadarannya terganggu seringkali mati terbakar oleh karena mereka lupa mematikan rokok, kompor, lampu dan lain sebagainya. Jika dari hasil penyidikan dapat diketahui bahwa mereka itu memang para pecandu dan menyalah gunakan obat (drug abuser), maka kematian korban bersifat kecelakaan; akan tetapi bila penyidikan tersebut tidak memberi hasil seperti tersebut diatas maka kemungkinan kasus pembunuhan haruslah dipikirkan. Pada umumnya kematian karena terbakar bersifat kecelakaan, akan tetapi bila pada pemeriksaan mayat dan dari hasil penyidikan didapatkan keadaan-keadaan yang menentangkan kecurigaan seperti yang telah disinggung pada 5.1.; 5.2.; 5.3.; 5.4.; dan 5.5., maka pembunuhan sebagai perbuatan orang lain haruslah dijadikan pedoman utama didalam penyidikan sampai didapat hasil yang baik. 6. Anggapan yang tidak tepat dalam penyidikan kasus pembunuhan Dalam zaman yang sudah maju dan modern seperti sekarang masih tetap hidup dikalangan masyarakat termasuk dalam kalangan penyidik sendiri anggapan-anggapan yang keliru dan tidak tepat mengenai kasus pembunuhan. Anggapan-anggapan tersebut terdapat di negara-negara yang sudah maju. Berikut ini tertera beberapa anggapan yang perlu mendapatkan perhatian khusus, yaitu : Pembunuhan akan selalu dapat segera diketahui. Si-pembunuh akan selalu kembali ke tempat dimana kejahatan itu dilakukan. Arah mata dari korban atau posisi lengan korban merupakan petunjuk ke arah mana si-pembunuh melarikan diri. Ekspresi wajah korban, terkejut atau ketakutan akan selalu menetap tidak berubah. Tubuh yang telah tidak bernyawa tidak dapat memberikan keterangan apa-apa. Rambut dan kuku akan terus tumbuh walaupun korban telah tewas. 7. Kematian mendadak yang disebabkan oleh penyakit Kematian mendadak yang disebabkan oleh penyakit (Unexpected Death due to Natural Disease), pada seseorang terutama bila kematian tersebut terjadi di tempat umum, seperti di hotel dan khususnya bila terjadi pada seorang tersangka pelaku kejahatan atau seorang tahanan; merupakan peristiwa yang sensitif sehingga perlu diselesaikan secara tuntas dan cepat. Adapun penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan kematian secara mendadak adalah : Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 22
  • 23. Penyakit pada susunan saraf pusat, yang sering adalah perdarahan spontan yang disebabkan karena korban menderita penyakit darah tinggi, atau perdarahan karena penyakit pengerasan pembuluh darah (arteriosklerosis). Perdarahan spontan yang diakibatkan kedua keadaan tersebut terjadi didalam otak/intra selebral. Kematian dapat juga disebabkan karena terjadinya perdarahan di bawah selaput lunak otak (perdarahan sub-arachnoid), secara spontan, oleh karena pembuluh nadi menggembung setempat dan dapat pecah sewaktu-waktu, khususnya bila korban melakukan aktivitas fisik yang berlebihan. Penyakit ini biasanya menyerang anak muda, merupakan penyakit bawaan dan dikenal dengan nama aneurysma berry. Penyakit pada sistem kardio-vaskuler, merupakan penyebab kematian mendadak yang tersering, khususnya penyakit pada pembuluh darah koroner, baik hanya berupa penyempitan maupun penyumbatan. Penyakit jantung yang juga dapat menyebabkan kematian mendadak adalah : peradangan, penyakit pada katup serta pecahnya batang nadi tubuh (aorta) dimana pecahnya aorta sering dihubungkan dengan penyakit pada pembuluh nadi jantung (miocard infark). Penyakit pada sistem pernafasan, yang tersering di Indonesia adalah perdarahan akibat penyakit tuberkulosa/TBC, dimana darah tersebut menyumbat saluran pernafasan. Oleh karena adanya perdarahan tersebut sering terjadi kesalahan penafsiran, yaitu dikaitkan dengan adanya kekerasan. Penyakit paru-paru lainnya yang juga dapat menyebabkan kematian mendadak antara lain ialah : infeksi (pneumonia) asma bronkhiale, bronkhiektasis serta penyakit diphteria. Penyakit pada sistim gastrointestinal dan sistim uro-genitalis, penyakit pada sistim gastrointestinal atau sistim pencernaan yang tersering menyebabkan kematian mendadak adalah penyakit tukak lambung (maag), dimana manifestasinya adalah muntah darah. Penyakit hati yang kronis (sirosis hepatis) juga dapat menyebabkan perdarahan di lambung oleh karena terjadi perbendungan pembuluh balik, dan kemudian pecah ke dalam lambung dan akhirnya dimuntahkan. Yang perlu diingat oleh dokter, dalam menghadapi kasus kematian mendadak, terutama bila dokter tidak pernah merawat korban, maka sebaiknya dokter jangan membuatkan surat keterangan kematian; kecuali jika ia yakin bahwa kematian korban menurut pengetahuannya tidak disebabkan oleh tindakan kekerasan. Pada kasus kecelakaan, yang berarti merupakan kematian yang tidak wajar dan mungkin akan ada penuntutan, dokter jangan membuat surat keterangan kematian. Untuk itu dokter harus melakukan pemeriksaan tubuh mayat dengan teliti sekali. Jika ada kecurigaan setelah ia melakukan pemeriksaan, maka pihak keluarga dianjurkan melapor kepada polisi dan kemudian dibuatkan visum et repertumnya. Sikap penyidik dalam kasus mati mendadak, penyidik harus melakukan tindakan- tindakan sebagai berikut : 1. Jangan mengajukan pertanyaan yang mendatangkan syok. 2. Tentukan keadaan sekitar korban dan memperkenalkan diri dengan semua anggota keluarga. 3. Berusaha untuk mendapatkan informasi baik di dalam hal penyakit atau perlukaan dari korban sebelum korban meninggal dunia. 4. Perhatikan tubuh korban : - Adakah tanda-tanda kekerasan atau perlawanan. - Adakah tanda-tanda keracunan. Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 23
  • 24. - Adakah tanda-tanda bahwa korban pernah mendapatkan perawatan atau pengobatan. Sebab Kematian = penyakit atau cedera/luka yang bertanggung jawab terhadap timbulnya kematian Sebab kematian : 1. Penyakit : gangguan SCV, SSP, respirasi, GIT, urogenital 2. Trauma : a. mekanik : - tajam : iris, tusuk, bacok - tumpul : memar, lecet, robek, patah - senjata api (balistik) - bahan peledak/bom b. fisik : - suhu : dingin, panas - listrik/petir c. kimiawi : - asam - basa - intoksikasi Mekanisme Kematian = gangguan/kelainan fisiologik dan atau biokimia yang bertanggung jawab terhadap timbulnya kematian Mekanisme kematian : 1. Mati lemas (asfiksia) 2. Perdarahan 3. Kerusakan organ vital 4. Refleks vagal 5. Emboli, dll Mekanisme kematian bisa kombinasi beberapa mekanisme Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 24
  • 25. BAB IV IDENTIFIKASI FORENSIK Definisi : Identifikasi adalah penentuan atau pemastian identitas orang yang hidup maupun mati, berdasarkan ciri khas yang terdapat pada orang tersebut. Identifikasi forensik merupakan usaha untuk mengetahui identitas seseorang yang ditujukan untuk kepentingan forensik, yaitu kepentingan proses peradilan. Tujuan Identifikasi forensik : 1. Kebutuhan etis & kemanusiaan 2. Pemastian kematian seseorang secara resmi & yuridis 3. Pencatatan identitas untuk keperluan administratif & pemakaman 4. Pengurusan klaim di bidang hukum publik dan perdata 5. Pembuktian klaim asuransi, pensiun dll 6. Upaya awal dalam suatu penyelidikan kriminal (bila ada) Peran Identifikasi : 1. Pada Orang Hidup o semua kasus medikolegal o penjahat atau prajurit militer yang melarikan diri o orang yang didakwa pelaku pembunuhan o orang yang diakwa pelaku pemerkosaan o identitas bayi baru lahir yang tertukar, untuk menentukan siapa orang tuanya o anak hilang o orang dewasa yang karena sesuatu hal kehilangan uangnya o tuntutan hak milik o untuk kepentingan asuransi o tuntutan hak pensiun 2. Pada jenazah, dilakukan pada keadaan; o kasus peledakan o kasus kebakaran o kecelakaan kereta api atau pesawat terbang o banjir o kasus kematian yang dicurigai melanggar hukum Ada dua metode, yaitu ; a. Identifikasi Komparatif - Dalam komunitas terbatas - Data antemortem & postmoterm tersedia b. Identifikasi Rekonstruktif - Komunitas korban tidak terbatas - Data antemortem tidak tersedia Cara Identifikasi yang biasa dilakukan : 1. Secara visual  keluarga/rekan memperhatikan korban (terutama wajah). Syarat : korban dalam keadaan utuh. Kelemahan : sangat dipengaruhi faktor sugesti dan emosi 2. Pengamatan pakaian  catat: model, bahan, ukuran, inisial nama & tulisan pada pakaian. Sebaiknya : simpan pakaian atau potongan pakaian (20x10 cm), foto pakaian Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 25
  • 26. 3. Pengamatan perhiasan  catat : jenis (anting, kalung, gelang, cincin dll), bahan (emas,perak, kuningan dll), inisial nama. Sebaiknya : simpan perhiasan dengan baik 4. Dokumen : KTP, SIM, kartu golongan darah, dll 5. Medis  pemeriksaan fisik : tinggi & berat badan, warna tirai mata, adanya luka bekas operasi, tato 6. Odontologi  bentuk gigi & rahang : khas, sangat penting bila jenazah dalam keadaan rusak/membusuk, perlu diingat : dental record di Indonesia masih sangat terbatas 7. Sidik jari  tidak ada dua orang yang memiliki sidik jari yang sama mudah dan murah 8. Serologi  menentukan golongan darah (memeriksa darah dan cairan tubuh korban) Ada 2 tipe orang dalam menentukan golongan darah - Sekretor: gol.darah dapat ditentukan dari px. darah, air mani, dan cairan tubuh lain - Non sekretor: gol.darah hanya dapat ditentukan dari px. darah 9. DNA  sangat akurat,t tapi mahal 10. Ekslusi  biasanya digunakan pada korban kecelakaan masal, menggunakan data/daftar penumpang Metode pemeriksaan terbagi menjadi dua macam, yaitu : 1. Identifikasi primer : Merupakan identifikasi yang dapat berdiri sendiri tanpa perlu dibantu oleh kriteria identifikasi lain. DNA : memerlukan keahlian dan kondisi khusus. Sidik Jari : sukar dilakukan pada kondisi jenazah yg membusuk. Odontologi : dental record di Indonesia masih terbatas. Pada jenazah yang rusak/busuk untuk menjamin keakuratan dilakukan 2-3 metode pemeriksaan dengan hasil (+). 2. Identifikasi sekunder Tidak dapat berdiri sendiri, perlu didukung kriteria identifikasi yang lain. Cara sederhana : melihat langsung ciri seseorang dengan memperhatikan perhiasan, pakaian dan kartu identitas yang ditemukan. Cara Ilmiah : melalui teknik keilmuan tertentu seperti medis dll. Pada jenazah yang telah membusuk ditentukan : Ras Jenis Kelamin Perkiraan umur Tinggi badan Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 26
  • 27. PENENTUAN JENIS KELAMIN Tabel. Penentuan jenis kelamin Penentuan secara umum wajah, potongan tubuh, bentuk rambut, pakaian, ciri-ciri seks, buah dada Pemeriksaan mikroskopik dari ovarium dan testis Pemeriksaan histologis/kromosom. Prinsip: berdasarkan pada kromosom Bahan pemeriksaan: kulit, leukosit, sel-sel selapu lendir pipi bagian dalam, sel-sel rawan, korteks kelenjar suprarenalis, dan cairan amnion Metode - Px. Kromosom dari biopsi kulit dengan fiksasi merkuri-klorida setengah jenuh dlm 15 % formol saline - Px. Sel PMN leukosit melihat drumstick Kemungkinan dijumpai drumstick pada wanita lebih banyak bila dibanding pria - Px. Struktur inti darah putih dan dari kulit (ketepatan 100%) Penentuan dengan rangka Pembeda Laki-laki Perempuan Ukuran secara Besar Kecil umum Arsitektur lebih kasar lebih halus indeks iscium-pubis lebih kecil indeks iscium-pubis lebih besar15% Tulang panggul Indeks tersebut diukur dari ischium dan pubis dari titik dimana mereka bertemu pada acetabulum Tengkorak Glabela bony Glabela datar Margin supraorbita melingkar Margin supraorbita tajam Luas perluasan processus Luas perluasan processus mastoideus lebih besar mastoideus lebih kecil Platum besar, membentuk Palatum kecil, membentuk parabola huruf U Occipital condylus besar Occipital condylus kecil Dibedakan atas ciri-ciri: tonjolan di atas orbita (supra orbita ridges), processus mastoideus, palatum, bentuk rongga mata dan rahang bawah. Ciri tersebut tamapk jelas pada usia 14-16 tahun Tulang Panjang lebih panjang, lebih berat, lebih pendek, lebih ringan, lebih lebih kasar, dan impressio-nya halus, dan impressio-nya lebih lebih banyak sedikit Tulang Dada manubrium sterni wanita separuh panjang corpus sterni Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 27
  • 28. PENENTUAN UMUR - Bayi baru lahir Penentuan umur kehamilan, viabilitas, berat badan, panjang badan, pusat penulangan (bermakna pada bagian distal os femoris), tinggi badan (jarak antara kepala sampai ke tumit/crown-heel, jarak antara kepala ke tulang ekor/crown-rup) Px. Penunjang radiologis (sinar X)  menilai timbulnya epiphyse dan fusinya dengan diaphyses. - Anak-anak & dewasa < 30 thn Persambungan spheno-occipital terjadi dalam umur 17-25 thn (pada wanita 17-20 thn), unifikasi tulang selangka mulai umur 18-25 thn & menjadi lengkap usia 31 thn ke atas, corpus vertebrae sblm usia 30 thn menunjukkan alur-alur yang berjalan radier pada bagian permukaan atas & bawah - Dewasa > 30 thn Perkiraan dengan memeriksa tengkorak, yaitu sutura-suturanya. Sutura sagittalis, coronaria, dan lamboidea mulai menutup pada usia 20-30 thn, sutura parietomastoidea dan sutura squamosa menutup usia lima tahun kemudian – 60 thn, sutura sphenoparietale menutup usia 70 thn. PENENTUAN TINGGI BADAN Melalui pengukuran tulang panjang : o femur 27% dari tinggi badan o tibia 22% dari tinggi badan o humerus 35% dari tinggi badan o tulang belakang dari tinggi badan Formula STEVENSON : o TB = 61,7207 + (2,4378 x panjang Femur) + 2,1756 o TB = 81,5115 + (2,8131 x panjang Humerus) + 2,8903 o TB = 59,2256 + (3,0263 x panjang Tibia) + 1,8916 o TB = 80,0276 + (3,7384 x panjang Radius) + 2,6791 Formula TROTTER dan GLESER : o TB = 70,37 + 1,22 (panjang Femur + pjg Tibia) + 3,24 Pengukuran dengan osteometric board & tulang harus kering Melakukan identifikasi jenazah kepada : Jenazah tidak dikenal Jenazah yang membusuk atau kerangka Kasus penculikan anak Kasus bayi tertukar Keraguan siapa orang tua anak Identifikasi korban bencana massal : Organisasi Interpol Secara internasional identifikasi korban massal adalah tanggung jawab polisi Interpol Disaster Victim Identification Standing Comittee yang beranggotakan 114 negara di dunia dan bersidang setahun sekali di Lyon, Prancis. Yang harus dilakukan : Fase I :Unit Penanganan di TKP (Tempat Kejadian Peristiwa), Kegiatan: Membuat sektor-sektor/zona pada TKP dengan ukuran 5 x 5 m. Memberi tanda setiap sektor. Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 28
  • 29. Memberikan label pandang dan label oranye pada jenazah dan potongan jenazah diikat pada tubuh/ibu jari kaki korban. Memberikan label putih pada barang-barang pemilik tercecer. Membuat sketsa dan foto tiap sektor Evakuasi dan transportasi jenazah dan barang, dengan : - Memasukkan jenazah dan potongan jenazah dalam karung plastik dan diberi label sesuai nomor jenazah. - Memasukkan barang-barang yang terlepas dari tubuh korban dan diberi label sesuai nomor jenazah. - Diangkut ketempat pemeriksaan dan penyimpanan jenazah dan dibuat berita acara penyerahan kolektif. Fase II : Unit postmortem : Menerima jenazah/potongan jenazah dan barang dari unit TKP. Registrasi ulang dan pengelompokan kiriman tersebut berdasarkan jenazah utuh, tidak utuh potongan jenazah dan barang-barang. Membuat foto jenazah. Mencatat semua ciri-ciri korban sesuai formulir interpol Mengambil sidik jari korban dan golongan darah (Ident/Labfor). Mencatat gigi-gigi korban (Odontogram). Membuat Ro. Foto jika perlu. Melakukan autopsi. Mengambil data-data ke unit pembanding. Fase III : Unit ante mortem Mengumpulkan data-data nama korban dari daftar penumpang serta data semasa hidup seperti foto dan lain-lain yang dikumpulkan dari instansi tempat korban bekerja, keluarga/kenalan, dokter-dokter gigi pribadi, polisi (sidik jari). Memasukkan data-data yang masuk dalam formulir yang tersedia formulir AM Kuning. Mengelompokkan data-data Ante Mortem.berdasarkan : o Jenis kelamin o Umur o Kewarganegaraan Mengirimkan data-data yang telah diperoleh ke unit pembanding data Fase IV Unit pembanding data (rekonsiliasi) Cek dan recek hasil unit pembanding data. Mengumpulkan hasil identifikasi korban. Membuat surat keterangan kematian untuk korban yang dikenal dan surat-surat lain yang diperlukan. Menerima keluarga korban. Publikasi yang benar dan terarah oleh komisi identifikasi sangat membantu masyarakat mendapat informasi yang terbaru dan akurat. Fase V Dilakukan Evaluasi Dilakukan evaluasi yang komprehensif terhadap masing-masing fase Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 29
  • 30. BAB V TEMPAT KEJADIAN PERKARA (TKP) Definisi : Suatu tempat penemuan barang bukti atau tempat terjadinya peristiwa tindak pidana atau kecurigaan suatu tindak pidana, merupakan suatu persaksian. Penyidik: 1. melakukan pengamatan/observasi TKP 2. membuat sketsa/foto 3. penanganan korban 4. penanganan terhadap pelaku/kerugian lain 5. penanganan terhadap barang bukti KUHP pasal 20  minta bantuan dokter, apakah kasus pidana atau tidak Jika dokter tidak mau  sanksi KUHP pasal 24 Bantuan dokter dapat berupa: 1. persiapan  permintaan tertulis atau tidak, catat tanggal permintaan, siapa peminta, lokasi dimana, dan alat pemeriksa TKP 2. biaya  ditanggung yang meminta 3. jika korban masih hidup  identifikasi secara visual: pakaian secara visual terhadap perhiasan, dokumen, kartu pengenal lainnya identifikasi medik  dari ujung rambut sampai kaki termasuk gigi dan identifikasi sidik jari 4. jika korban mati  buat sketsa foto  situasi ruangan, lihat TKP (porak-poranda atau tenang): identifikasi  lihat bab identifikasi lihat tanatologi  suhu rektal, lebam mayat, kaku mayat. (1. kulit pucat, 2. relaksasi otot, 3. penurunan suhu, 4. perubahan mata, 5. lebam mayat, 6. kaku mayat, 7. pembusukan) lihat lukanya  lokasi luka, garis tengah luka, banyak luka, ukuran luka (cm ditulis sentimeter), sifat luka: o tepi luka (jika ditautkan berbentuk garis atau tidak) o sudut luka (tumpul atau tidak) o jembatan jaringan (terpotong atau tidak) o ada lecet atau memar di sekitar luka o tanda: fraktur atau krepitasi tulang o dasar luka (bersih atau tidak) o koordinat luka Kesan: luka akibat benda tajam/tumpul, dll darah o warna merah/tidak o tetesan, genangan, atau garis o melihat bentuk/sifat darah  dapat diperkirakan sumber darah  darah bundar tepi kecil  darah jatuh vertikal jarak = 60 cm  darah bundar, tepi seperti jarum  darah jath vertikal jarak 60-120 cm  darah bundar, tepi garis seperti roda  darah jatuh secara vertikal jarak > 120 cm  darah bulat lonjong  darah jatuh arahnya miring o distribusi darah Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 30
  • 31.  dari dada ke kaki  bentuk genangan (bunuh diri), morat marit (pembunuhan) o sumber  dari arteri (pancaran lebih jauh dan warna lebih terang)  darah merah berbuih  dari saluran respirasi  darah coklat hitam  dari saluran cerna Tabel. Bentuk dari bercak darah Bentuk Bercak Arah Jatuhnya dan Deskripsinya Jarknya Vertikal Sampai 60 Bercak bundar dengan tepi rata Bercak bundar dengan tepi terdapat bundaran kecil-kecil Vertikal 60-120 cm Bercak bundar dengan tepi terdapat tonjolan-tonjolan seperti jarum Vertikal Diatas 120 cm Bercak bundar dengan tepi bergerigi seperti roda pedati Miring Bervariasi dengan Bentuk lonjong seperti kecepatan jatuhnya tanda seru atau seperti bowling 5. identifikasi lanjutan ada sperma atau tidak pengambilan darah : jika di dinding kering  dikerok, jika pada pakaian  digunting darah basah/segar  masukan termos es  kirim ke lab kriminologi 6. identifikasi lanjutan rambut sperma kering atau tidak secara visual  sinar UV air ludah, bekas gigitan  bisa ditentukan golongan darah 7. membuat kesimpulan di TKP mati wajar atau tidak bunuh diri  genangan darah, TKP tengang tidak morat-marit, ada luka percobaan, luka mudah dicapai oleh korban, tidak ada luka tangkisan, pakaian masih baik Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 31
  • 32. pembunuhan  TKP morat marit, luka multipel, ada luka yang mudah dicapai ada yang tidak, luka di sembarang tempat, pakaian robek, ada luka tangkisan karena perlawanan kecelakaan mati wajar  karena penyakit Dengan melihat keadaan TKP lakukan : 1. penentuan mati wajar atau tidak 2. menentukan saat kematian 3. menentukan cara kematian/menentukan diagnosis mati Tugas dokter di TKP  untuk membantu visum dan autopsi apakah sesuai dengan TKP atau tidak. Kesimpulan Kesimpulan pada visum TKP harus berisi: 1. Perkiraan saat kematian Ditentukan berdasarkan : a. Lebam mayat (livor mortis) b. Kaku mayat (rigor mortis) c. Penurunan suhu tubuh (algor mortis) d. Pembusukan (decomposition) e. Umur larva lalat yang ditemukan dalam jenazah. 2. Sebab akibat luka Dari pemeriksaan luka dapat disimpulkan benda yang mengakibatkan luka: Karena persentuhan benda tumpul Karena persentuhan benda tajam Karena tembakan Ledakan granat dsb Sebab kematian (cause of death) hanya dapat ditentukan secara pasti dengan pemeriksaan luar dan dalam, jadi tubuh mayat mutlak harus diotopsi. 3. Cara Kematian (manner of death) Gambar. Sketsa TKP yang salah Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 32
  • 33. Gambar. Sketsa TKP yang benar Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 33
  • 34. BAB VI TANATOLOGI Pengertian o Thanatos : yang berhubungan dengan kematian o Logos : ilmu Adalah bagian dari ilmu kedokteran forensik yang mempelajari kematian dan perubahan yang terjadi setelah kematian serta faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut. Atau Ilmu yang mempelajari tentang mati dan diagnostik mati dan perubahan postmortem dan faktor-faktor yang mempengaruhi serta kegunaan apa saja. Fungsi Tanatologi : o Menegakkan diagnosis mati o Memperkirakan saat kematian o Untuk menentukan proses cara kematian o Untuk mengetahui sebab kematian Penentuan Mati Dicetuskan DECLARATION OF SYDNEY pada tahun 1968 o Penentuan seseorang telah meninggal harus berdasarkanatas pemeriksaan klinis, dan bila perlu dibantu denganpemeriksaan laboratoris. o Apabila hendak dilakukan transplantasi jaringan, makapenentuan bahwa seseorang telah meninggal harusdilakukan oleh 2 orang dokter atau lebih, dan dokter ini bukanlah dokter yang akan mengerjakan transplantasi nanti Definisi Mati Berhentinya ketiga sistem yaitu kardiovaskular, respirasi , dan sistem saraf pusat, yang merupakan satu unit kesatuan dan tidak terkonsumsinya oksigen. Istilah Mati : o Mati somatis/mati klinis : 3 sistem (SSP, SCV, Sist.respiratory) mati  ireversibel/menetap, tetapi beberapa organ & jaringan masih bisa berfungsi sementara  memungkinkan untuk transplantasi. Aktivitas otak dinyatakan berhenti bila : EEG mendatar selama 5 mnt o Mati seluler/molekuler : kematian organ & jaringan, sesaat setelah kematian somatis ( otak & jar.saraf +5 menit setelah mati klinis, otot +4 jam setelah mati klinis, kornea +6 jam setelah mati klinis). Dapat dikemukakan bahwa susunan saraf pusat mengalami mati seluler dalam waktu 4 menit; otot masih dapat dirangsang (listrik) sampai kira-kira 2 jam pasca mati, dan mengalami mati seluler setelah 4 jam; dilatasi pupil masih terjadi pada pemberian adrenalin 0,1% atau penyuntikan sulfat atropin 1% ke dalam kamera okuli anterior, pemberian pilokarpin 1% atau fisostigmin 0,5% akan mengakibatkan miosis hingga 20 jam pasca mati. Kulit masih dapat berkeringat sampai lebih dari 8 jam pasca mati dengan cara menyuntikkan subkutan pilokarpin 2% atau asetilkolin 20%; spermatozoa masih bertahan hidup beberapa hari dalam epididimis; kornea masih dapat ditransplantasikan dan darah masih dapat dipakai untuk transfusi sampai 6 jam pasca mati. o Mati suri : Dalam stadium somatic death perlu diketahui suatu keadaan yang dikenal dengan istilah mati suri atau apparent death. Mati suri ini terjadi karena proses vital dalam tubuh menurun sampai taraf minimum untuk kehidupan, sehingga secara klinis sama dengan orang mati. Dalam literatur lain mati suri adalah terhentinya ketiga sistem kehidupan yang ditentukan dengan alat kedokteran sederhana. Dengan Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 34
  • 35. peralatan kedokteran canggih masih dapat dibuktikan bahwa ketiga sistem tersebut masih berfungsi. Mati suri sering ditemukan pada kasus keracunan obat tidur (barbiturat), tersengat aliran listrik, kedinginan, mengalami anestesi yang dalam, mengalami acute heart failure, mengalami neonatal anoxia, menderita catalepsy dan tenggelam. o Mati serebral : kerusakan kedua hemisfer otak yang irreversibel, kecuali batang otak dan serebelum (SCV dan respirasi masih berfungsi) o Mati otak/batang otak : kerusakan seluruh isi neuronal intrakranial yang irreversibel, termasuk batang otak dan serebelum Diagnosis mati Hilangnya seluruh ataupun pergerakan/aktivitas refleks hilang Ada 5 cara mendeteksi tidak berfungsinya sistem respirasi : 1. Tidak ada gerak napas pada inspeksi dan palpasi. 2. Tidak ada bising napas pada auskultasi. 3. Tidak ada gerakan permukaan air dalam gelas yang kita taruh diatas perut korban pada tes Winslow. 4. Tidak ada uap air pada cermin yang kita letakkan didepan lubang hidung atau mulut korban. 5. Tidak ada gerakan bulu burung yang kita letakkan didepan lubang hidung atau mulut korban. Ada 5 cara mendeteksi tidak berfungsinya sistem saraf : 1. Areflex 2. Relaksasi 3. Pergerakan tidak ada 4. Tonus tidak ada 5. Elektoensefalografi (EEG) mendatar/flat selama 5 menit Ada 6 cara mendeteksi tidak berfungsinya sistem kardiovaskuler : 1. Denyut nadi berhenti pada palpasi. 2. Detak jantung berhenti selama 5-10 menit pada auskultasi. 3. Elektro Kardiografi (EKG) mendatar/flat. 4. Tes magnus : tidak adanya tanda sianotik pada ujung jari tangan setelah jari tangan korban kita ikat. 5. Tes Icard : daerah sekitar tempat penyuntikan larutan Icard subkutan tidak berwarna kuning kehijauan. 6. Tidak keluarnya darah dengan pulsasi pada insisi arteri radialis. Tanda Kematian Tidak pasti : Pernafasan berhenti, dinilai selama lebih dari 10 menit Terhentinya sirkulasi, dinilai selama 15 menit Kulit pucat Tonus otot menghilang dan relaksasi Pembuluh darah retina mengalami segmentasi bergerak ke arah tepi retina dan kemudian menetap Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 35
  • 36. Tanda Kematian Pasti : Lebam mayat (livor mortis) Kaku mayat (rigor mortis) Penurunan suhu tubuh (algor mortis) Pembusukan (decomposition, putrefaction) Adiposera atau lilin mayat Mumifikasi Terjadinya adipocere dan mummifikasi dapat dikatakan jarang dijumpai oleh karena memerlukan berbagai factor, kondisi yang tidak selamanya ada, khususnya di Indonesia. Perubahan post mortem : Kulit wajah pucat : krn sirkulasi berhenti, darah mengendap terutama pembuluh darah besar Relaksasi primer : krn tonus otot tidak ada → rahang bawah melorot Perubahan pada mata : pandangan mata kosong, refleks (-) 10-12 jam → keruh kornea Penurunan suhu mayat (algor mortis): karena perpindahan panas ke dingin melalui konduksi, konveksi dan radiasi serta evaporasi Penurunan suhu = 10x(37-temperatur rektal) = ..... jam 8 Saat kematian (dalam jam) dapat dihitung rumus Post Mortem Interval (PMI) oleh Glaister dan Rentoul : - Formula untuk suhu dalam derajat Celcius PMI = 37 o C - RT o C +3 - Formula untuk suhu dalam derajat Fahrenheit PMI = 98,6 o F - RT o F 1,5 Faktor-Faktor yang mempengaruhi penurunan suhu mayat: 1. Faktor Lingkungan, semakin besar perbedaan antara suhu tubuh dengan suhu lingkungan semakin cepat penurunan suhu mayat. 2. Suhu Tubub sebelum kematian, kematian karena perdarahan otak, kerusakan jaringan oatak, penjeratan dan infeksi akan selalu didahului dgn peningkatan suhumempengaruhi penafsiran dari perkiraan saat kematian. 3. Intensitas dan kuantitas aliran atau pergerakan udara 4. Keadaan tubuh dan pakaian yang menutupi, yaitu lemak tubuh, tebalnya otot serta tebalnya pakaian. Perubahan biokimia Ada 3 contoh perubahan biokimia pada fase lanjut post mortem, yaitu : 1. Perubahan plasma, yaitu peningkatan kadar kalium, pospor, CO & asam laktat dan penurunan kadar glukosa & pH. 2. Perubahan humor vitreus yang berupa peningkatan kadar kalium yang terjadi antara 24 sampai 100 jam post mortem. 3. Perubahan jantung berupa adanya chicken fat clot (bekuan lemak ayam) yaitu bekuan darah post mortem menyerupai lemak ayam yang berwarna merah kekuningan. Bekuan ini biasanya kita temukan pada jantung mayat yang mati dengan proses kematian lama. Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 36
  • 37. Perubahan pada kulit : Lebam mayat (livor mortis, post mortum lividity, post mortum suggilation, post mortum hypostasis) : terjadi karena pengendapan butir-butir ertirosit karena adanya gaya gravitasi sesuai dengan tubuh, berwarna biru ungu tetapi masih dalam pembuluh darah. Timbul 20-30 menit dan setelah 6-8 jam lebam mayat masih bisa ditekan dan masih bisa berpindah tempat. Suhu tubuh yang tinggi dapat mempercepat timbulnya lebam mayat. Terbentuknya lebam mayat terjadi karena kegagalan sirkulasi, dan aliran balik vena gagal mempertahankan darah mengalir melalui saluran pembuluh darah kapiler akibatnya butir sel darahnya saling tumpuk memenuhi saluran tersebut dan sukar dialirkan di tempat lain (fenomena kopi tubruk). Gaya gravitasi meyebabkan darah yang terhenti tersebut mengalir ke area terendah. Korban meninggal  peredaran darah berhenti  stagnasi  akibat gravitasi  darah mencari tempat yang terendah  terlihat bintik-bintik merah kebiruan. Timbul : 30 menit setelah kematian somatis dan intensitas maksimal (menjadi lengkap) setelah 8-12 jam post mortal. Sebelum waktu ini, lebam mayat masih dapat berpindah-pindah, jika posisi mayat diubah, misalnya dari terlentang menjadi tengkurap. Namun setelahnya, lebam mayat sudah tidak dapat hilang (fenomena kopi tubruk). Tidak hilangnya lebam mayat pada saat itu, dikarenakan telah terjadinya perembesan darah kedalam jaringan sekitar akibat rusaknya pembuluh darah akibat tertimbunnya sel – sel darah dalam jumlah yang banyak, adanya proses hemolisa sel-sel darah dan kekakuan otot-otot dinding pembuluh darah. Dengan demikian penekanan pada daerah lebam yang dilakukan setelah 8 – 12 jam tidak akan menghilang. Hilangnya lebam pada penekanan dengan ibu jari dapat memberi indikasi bahwa suatu lebam belum terfiksasi secara sempurna. Atas dasar keadaan tersebut, maka dari sifat-sifat serta distribusi lebam mayat dapat diperkirakan apakah pada tubuh korban telah terjadi manipulasi merubah posisi korban. Lokalisasi : tempat yang terendah Kecuali : bagian tubuh yang - tertekan dasar - tertekan pakaian Perbedaan antara lebam mayat & hematom lihat bab traumatologi  letak lebam mayat tidak berubah, bila posisi mayat tidak diubah. Warna lebam mayat: - Normal : Merah kebiruan - Keracunan CO : Cherry red - Keracunan CN : Bright red - Keracunan nitrobenzena : Chocolate brown - Asfiksia : Dark red Warna Lebam Mayat Lebam mayat sering berwarna merah kebiru-biruan, tetapi bervariasi, tergantung oksigenasi sewaktu korban meninggal. Bila terjadi bendungan, hipoksia, mayat memiliki warna lebam yang lebih gelap karena adanya hemoglobin tereduksi dalam pembuluh darah kulit. Lebam mayat merupakan indikator kurang akurat dalam menentukan mekanisme kematian, dimana tidak ada hubungan antara tingkat kegelapan lebam mayat dengan kematian yang disebabkan asfiksia. Sering Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 37
  • 38. kematian sebab wajar oleh karena gangguan koroner atau penyakit lain memiliki lebam yang lebih gelap. Terkadang area lebam mayat berwarna terang dan dilanjutkan dengan area lebam mayat berwarna lebih gelap. Hal ini akan berubah seiring memanjangnya interval post mortem. Sering kali warna lebam mayat merah terang atau merah muda. Kematian yang disebabkan hipotermia atau terpapar udara dingin selama beberapa waktu, seperti tenggelam, dimana warna lebam mayat dapat menentukan penyebab kematian, tetapi relatif tidak spesifik oleh karena mayat yang terpapar udara dingin setelah mati (terutama bila mayat yang di dalam lemari es mayat) dapat terjadi perubahan lebam dari merah padam menjadi merah muda. Mekanismenya belum pasti, tetapi sangatlah jelas merupakan hasil dari perubahan hemoglobin tereduksi menjadi oksihemoglobin. Hal ini dapat dimengerti pada kasus hipotermia, dimana metabolisme reduksi dari jaringan gagal mengambil oksigen dari sirkulasi darah. Diketahui bahwa lebam mayat yang merah padam berubah menjadi merah muda pada batas horizontal anggota tubuh bagian atas, warna lebam pada anggota tubuh bagian bawah tetap gelap, sehingga perubahan secara kuantitatif lebam dapat ditentukan, dimana hemoglobin lebih mudah mengalami reoksigenasi karena eritrosit kurang mengendap pada bagian lebam. Perubahan lainnya pada warna lebam lebih berguna. Pada keracunan gas karbonmonoksida, lebam mayat akan berwarna merah bata atau cherry red, yang merupakan warna dari karboksi-hemoglobin (COHb). Keracunan sianida akan memberikan warna lebam merah terang. Oleh karena kadar oksi hemoglobin (HbO) dalam darah vena tetap tinggi. Pada keracunan zat yang dapat menimbulkan methemoglobinemia, seperti pada keracunan kalium khlorat, kinine, anilin, asetanilid dan nitrobensen, lebam akan berwarna coklat-kebiruan (slaty) oleh karena adanya methemoglobin yang berwarna coklat serta adanya sianosis. Pada kasus tenggelam atau pada kasus dimana tubuh korban berada pada suhu lingkungan yang rendah, maka lebam mayat khususnya yang dekat letaknya dengan tempat yang bersuhu rendah, akan berwarna merah terang. Ini disebabkan karena suhu yang rendah akan mempengaruhi kurva dissosiasi dari oksi-hemoglobin. Kematian yang disebabkan sepsis dimana Clostridium perfringens sebagai agen infeksi, bercak berwarna pucat keabuan dapat terkadang terlihat pada kulit, Walaupun hal ini tidak timbul pada lebam. Pemeriksaan laboratorium sederhana yaitu test resistensi alkali dapat juga dilakukan, yaitu dengan menetesi contoh darah yang telah diencerkan dengan NaOH/KOH 10%. Pada CO, warna tetap beberapa saat oleh karena resistensi, sedangkan pada CN, warna segera menjadi coklat oleh karena terbentuknya hematina alkali. Pada anemi berat, lebam mayat yang terjadi sedikit, warna lebih muda dan terjadi biasanya lebih lambat. Begitu juga pada kematian dengan perdarahan yang banyak, maka warna lebam mayat akan berwarna lebih muda. Pada poliasitemia sebaliknya lebam mayat lebih cepat terjadi. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan pembentukan lebam mayat adalah: viskositas darah, termasuk berbagai penyakit yang mempengaruhinya, kadar Hb, dan perdarahan (hipovolemia). Kepentingan mediko-legal Secara medikolegal yang terpenting dari lebam mayat ini adalah letak dari warna lebam itu sendiri dan distribusinya. Perkembangan dari lebam mayat ini terlalu besar variasinya untuk digunakan sebagai indikator dari penentuan saat mati. Sehingga lebih banyak digunakan untuk menentukan apakah sudah terjadi manipulasi posisi pada mayat. Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 38