Dokumen tersebut membahas tentang pengertian, tujuan, dan jenis-jenis visum et repertum (VeR) dalam ilmu kedokteran forensik. VeR digunakan sebagai laporan medis resmi untuk kasus pidana yang dibuat berdasarkan pemeriksaan terhadap korban atau barang bukti."
1. BAB I
PENGANTAR & PRINSIP
PEMERIKSAAN KEDOKTERAN FORENSIK
Definisi Ilmu Kedokteran Forensik
ilmu pengetahuan yang menggunakan multidisiplin ilmu dgn tujuan
untuk membuat terang suatu perkara pidana dan membuktikan ada
tidaknya kejahatan atau pelanggaran dgn memeriksa barang bukti
(Physical Evidence) dalam perkara tersebut.
Cabang spesialistik ilmu kedokteran yang mempelajari pemanfaatan ilmu
kedokteran untuk kepentingan penegakan hukum serta keadilan.
Sinonim:
- Kedokteran Kehakiman - Forensic Medicine
- Legal Medicine - Clinical Forensic
- Medical Jurisprudenc - Pathology Forensic.
Forensik tidak sama dengan Hukum Kedokteran (Medical Law)
Peran Kedokteran Forensik
Menentukan:
1. Mengapa: Di Masyarakat kerap terjadi peristiwa pelanggaran hukum menyangkut
tubuh manusia. Sejarah forum
2. Bagaimana: Manfaatkan ilmu secara optimal & penuh kejujuran, serta pemeriksaan
KF terhadap korban hidup/mati/bagian tubuh manusia
3. Untuk: Menemukan kelainan, bilamana timbul, penyebab & sebab cedera,
penyebab, mekanisme, saat & cara kematian, serta identifikasi
10 SUB BAB dalam Ilmu Kedokteran Forensik, yaitu:
1. Autopsi Forensik, berbeda dengan autopsi anatomi
2. Patologi Anatomi Forensik
3. Toksikologi Forensik dan Kimiawi Forensik
Misalnya : berkaitan dengan obat-obatan psikotropika yang bisa diperiksa dengan
sampel urin
4. Parasitologi Forensik / Entomologi Forensik
Misalnya : apabila pada autopsi ditemukan larva lalat, ini harus diperiksa oleh
bagian parasitologi forensik supaya bisa membantu menemukan waktu kematian
5. Odontologi Forensik : pemeriksaan gigi
6. Antropologi Forensik : pemeriksaan seluruh tubuh dari tulang sampai gigi
7. Radiologi Forensik
Termasuk disini adalah photo-photo, CT-Scan, dan USG.
Alat Bantu diatas dapat dipakai sebagai alat bukti pada proses hukum.
8. Traumatologi Forensik
Trauma terdiri dari : trauma fisik, trauma kimia, dan balistik (senjata api), dll
9. Psikiatri Forensik
Pemeriksaan yang dilakukan terhadap pelaku, dimana pelaku melakukan kejahatan
berdasarkan adanya gangguan jiwa dan bagian ini dilakukan oleh psikiater ataupun
psikolog.
10. Laboratorium Forensik
Tidak hanya pemeriksaan kimiawi, PA, toksikologi tapi juga DNA yang diambil
dari jaringan yang tidak cepat membusuk.Misal : rambut, percikan darah
Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 1
2. Skema 1. Fungsi dokter (Attending physician dan assessing physician)
Skema 2. Proses pembuatan VER
Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 2
3. Proses penyidikan perkara pidana
a. menerima laporan/informasi dan atau melihat langsung terjadinya perkara, masuk
Berita Acara Pemeriksaan (BAP)
b. mencari informasi/memeriksa TKP dan para saksi peristiwa serta pemeriksaan para
saksi
c. melakukan konsultasi terhadap para ahli untuk pemeriksaan barang bukti
korban/terdakwa atas dasar legalitas hukum
d. penyidikan lebih lanjut atas informasi/keterangan para ahli
e. pemberian label terhadap barang bukti mati dan surat permintaan pemeriksaan/
konsultasi kepada yang lebih berwenang
f. pengawalan langsung terhadap pengiriman/konsultasi Barang Bukti atau kasus
korban/terdakwa untuk pemeriksaan tertentu
g. pendekatan dan penjelasan kepada keluarga korban atau korban untuk macam
pemeriksaan Kedokteran Forensik dan persetujuannya (Informed Consent)
ada surat permintaan penyidik
ada surat persetujuan keluarga/korban/terdakwa untuk pemeriksaan
legalitas hukum pengiriman Barang Bukti/korban atau terdakwa untuk
pemeriksaan
Dalam proses pemeriksaan medis
kesiapan Barang bukti/korban/terdakwa dan penyidik (termasuk keluarga bila perlu)
penyidik siap melihat langsung pemeriksaan dan mengamankan lingkungan,
mencatat serta membuat dokumentasi fakta pada korban/BB akibat peristiwa
penyidik siap sebagai konsultan peristiwa dan penghubung keluarga sesuai
kebutuhan pihak medis
penyidik siap menerima BB yang lain yang terdapat pada korban/BB untuk
pemeriksaan lebih lanjut atau untuk barang bukti di sidang pengadilan
menyerahkan jenazah korban atau korban hidup kepada keluarga setelah
pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dianggap selesai
menerima hasil pemeriksaan medis, sementara atau definitif
bertanggung jawab terhadap seluruh biaya pemeriksaan medis (Perda, SK Direktur
RS, Pasal 136 KUHAP)
Dalam proses sidang pengadilan
koordinasi penyidik, jaksa, hakim, terdakwa, para saksi/saksi ahli dan penasehat
hukum serta keluarga korban/terdakwa
pertanggunganjawab masing-masing para saksi, saksi ahli, penyidik serta terdakwa
atau korban hidup yang dapat/siap di sidang
pengawalan dan pengamanan lingkungan, terdakwa, korban hidup dan para
saksi/saksi ahli
surat panggilan para saksi/saksi ahli, korban hidup dan terdakwa
kesiapan alat bukti, barang bukti untuk dipertanggungjawabkan dalam forum
kesiapan forum sidang pengadilan sesuai hukum yang berlaku
kesiapan para saksi ahli termasuk dokter untuk mengucapkan sumpah di forum
sidang pengadilan
Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 3
4. Kerahasiaan
kerahasiaan hukum, medis oleh profesi masing-masing
tanpa/bebas rahasia dalam forum sidang pengadilan khususnya para saksi/saksi ahli
dan penyidik
kerahasiaan medis dan hukum tetap terjaga di luar forum pengadilan sebelum dan
sesudah perkara selesai
ada sanksi terhadap para personalia pemegang rahasia
Prinsip hasil pemeriksaan medis
obyektif sesuai pengamatan/pemeriksaan pihak medis
berdasarkan norma atauran/standart pelayanan medis, khususnya standar pelayanan
kedokteran forensik
landasan utama berdasarkan ilmu kedokteran orientasi ilmu hukum
dapat dipertanggungjawabkan secara medis berorientasi / tidak berorientasi dengan
ilmu hukum
Informed concent
prinsipnya merupakan hak korban/keluarga korban untuk dilakukan pemeriksaan
berdasarkan informasi dari pihak penyidik (Pasal 134 KUHAP)
penyidik perlu koordinasi dengan tim medis dan keluarga korban untuk,
menentukan macam pemeriksaan (PL, autopsi, TKP, penunjang, dll)
penyidik memiliki Pasal 222 KUHP dalam menentukan pemeriksaan jenazah (PL,
autopsi)
Jadi Informed Consent :
- dari pihak penyidik untuk tim medis dan penyidik berupa surat permintaan V
et R
- dari korban/keluarga korban – antara pihak penyidik, tim medis dan keluarga
korban berupa surat persetujuan keluarga
- dari keluarga korban – untuk :
o pangruti jenazah (agama)
o pengawetan jenazah (penundaan pemakaman dan WNA)
o pengiriman/transportasi jenazah (Ambulance dan pesawat terbang)
Rekam Medis
Rekam medis tertuang/tertulis dalam status korban, berkaitan dengan segala macam
pemeriksaan medis serta hasilnya
V et R adalah merupakan laporan data dari RM murni yang sudah dianalisis dari
data RM dan pertanggungjawabnya
RM bersifat rahasia medis, Rumah Sakit, pribadi dan hukum (HAM, PP 10 tahun
1966 dan Pasal 170 KUHAP).
Pelepasan rahasia di sidang pengadilan bebas sanksi (Pasal 48, 49, 50, 51 KUHP),
bila diluar sidang sanksinya menurut hukum yang berlaku.
RM dan IC berdasarkan hukum tertulis dari Permenkes RI.
Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 4
5. Tabel 1. Perbedaan visum et repertum dan surat keterangan medis
Perbedaan : V et R Surat Keterangan Medis
Korban/penderita Merupakan barang bukti Merupakan pasien
medis
Pembuat Dokter Dokter atau dokter gigi
Awal kontrak/ Kontrak pemeriksaan Kontrak pemeriksaan dari
permintaan dari pihak berwenang pasien sendiri
pemeriksaan (polisi, jaksa, hakim)
Format laporan Dalam bentuk visum et Dalam bentuk surat
repertum keterangan medis (misal
surat keterangan sehat)
Penyerahan laporan Diserahkan kepada Diserahkan hanya kepada
pihak pemohon pasien
Masa berlaku Sampai berakhirnya Ada batas waktu
proses peradilan tertentenggang waktu
tertentu)
Informed consent Tidak diperlukan Harus ada
Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 5
6. BAB II
VISUM ET REPERTUM
PENGERTIAN
Menurut bahasa: berasal dari Bahasa Latin yaitu Visum (sesuatu yang dilihat) dan
Repertum (melaporkan).
Menurut istilah: adalah laporan tertulis yang dibuat oleh dokter berdasarkan sumpah
jabatannya terhadap apa yang dilihat dan diperiksa berdasarkan keilmuannya.
Menurut Lembaran Negara (Staatsblad) 350 tahun 1937: Suatu laporan medik
forensik oleh dokter atas dasar sumpah jabatan terhadap pemeriksaan barang bukti
medis (hidup/mati) atau barang bukti lain, biologis (rambut, sperma, darah), non-
biologis (peluru, selongsong) atas permintaan tertulis oleh penyidik ditujukan untuk
peradilan.
MAKSUD DAN TUJUAN PEMBUATAN VISUM ET REPERTUM
Maksud pembuatan VeR adalah sebagai salah satu barang bukti (corpus delicti) yang
sah di pengadilan karena barang buktinya sendiri telah berubah pada saat persidangan
berlangsung. Jadi VeR merupakan barang bukti yang sah karena termasuk surat sah
sesuai dengan KUHP pasal 184.
Ada 5 barang bukti yang sah menurut KUHP pasal 184, yaitu:
1. Keterangan saksi
2. Keterangan ahli
3. Keterangan terdakwa
4. Surat-surat
5. Petunjuk
Ada 3 tujuan pembuatan VeR, yaitu:
1. Memberikan kenyataan (barang bukti) pada hakim
2. Menyimpulkan berdasarkan hubungan sebab akibat
3. Memungkinkan hakim memanggil dokter ahli lainnya untuk membuat kesimpulan
VeR yang lebih baru
Pembagian Visum et Repertum
Ada 3 jenis visum et repertum, yaitu:
1. VeR hidup
VeR hidup dibagi lagi menjadi 3, yaitu:
a. VeR definitif, yaitu VeR yang dibuat seketika, dimana korban tidak memerlukan
perawatan dan pemeriksaan lanjutan sehingga tidak menghalangi pekerjaan
korban. Kualifikasi luka yang ditulis pada bagian kesimpulan yaitu luka derajat
I atau luka golongan C.
b. VeR sementara, yaitu VeR yang dibuat untuk sementara waktu, karena korban
memerlukan perawatan dan pemeriksaan lanjutan sehingga menghalangi
pekerjaan korban. Kualifikasi luka tidak ditentukan dan tidak ditulis pada
kesimpulan.
Ada 5 manfaat dibuatnya VeR sementara, yaitu
Menentukan apakah ada tindak pidana atau tidak
Mengarahkan penyelidikan
Berpengaruh terhadap putusan untuk melakukan penahanan sementara
terhadap terdakwa
Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 6
7. Menentukan tuntutan jaksa
Medical record
c. VeR lanjutan, yaitu VeR yang dibuat dimana luka korban telah dinyatakan
sembuh atau pindah rumah sakit atau pindah dokter atau pulang paksa. Bila
korban meninggal, maka dokter membuat VeR jenazah. Dokter menulis
kualifikasi luka pada bagian kesimpulan VeR.
2. VeR jenazah, yaitu VeR yang dibuat terhadap korban yang meninggal. Tujuan
pembuatan VeR ini adalah untuk menentukan sebab, cara, dan mekanisme kematian.
3. Ekspertise, yaitu VeR khusus yang melaporkan keadaan benda atau bagian tubuh
korban, misalnya darah, mani, liur, jaringan tubuh, tulang, rambut, dan lain-lain.
Ada sebagian pihak yang menyatakan bahwa ekspertise bukan merupakan VeR.
KLASIFIKASI VISUM
VISUM HIDUP VISUM MATI EKSPERTISE
DEFINITIF SEMENTARA LANJUTAN menentukan SEBAGIAN MENYATAKAN
sebab, cara, BUKAN VISUM.
dan mekanisme
kematian melaporkan keadaan
Pada Pasien sembuh,
Tidak terdapat benda atau bagian tubuh
kesimpulan pindah dokter,
kualifikasi luka korban
terdapat pinadah RS,
Kualifikasi luka pulang paksa
atau meninggal
Pada
kesimpulan
terdapat
kualifikasi
Skema 3. Klasifikasi visum
Pembagian lain visum et repertum:
1. menurut peristiwa:
a. VeR perlukaaan
b. VeR kejahatan seksual
c. VeR psikiatrik
d. VeR jenazah
2. menurut barang bukti:
a. VeR hidup
b. VeR mati
3. menurut sifat :
a. VeR sementara, lanjutan, definitif
b. VeR barang bukti benda, ekshumasi, TKP
Susunan Visum et Repertum
Ada 5 bagian visum et repertum, yaitu:
1. Pembukaan
Ditulis ‗pro justicia‘ yang berarti demi keadilan dan ditulis di kiri atas sebagai
pengganti materai.
2. Pendahuluan
Bagian pendahuluan berisi:
Identitas tempat pembuatan visum berdasarkan surat permohonan mengenai jam,
tanggal, dan tempat
Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 7
8. Pernyataan dokter, identitas dokter
Identitas peminta visum
Wilayah
Identitas korban
Identitas tempat perkara
3. Pemberitaan
Pemberitaan memuat hasil pemeriksaan, berupa:
Apa yang dilihat, yang ditemukan sepanjang pengetahuan kedokteran
Hasil konsultasi dengan teman sejawat lain
Untuk ahli bedah yang mengoperasi dimintai keterangan apa yang diperoleh.
Jika diopname tulis diopname, jika pulang tulis pulang
Tidak dibenarkan menulis dengan kata-kata latin
Tidak dibenarkan menulis dengan angka, harus dengan huruf untuk mencegah
pemalsuan.
Tidak dibenarkan menulis diagnosis, melainkan hanya menulis ciri-ciri, sifat,
dan keadaan luka.
4. Kesimpulan
Bagian kesimpulan memuat pendapat pribadi dokter tentang hubungan sebab akibat
antara apa yang dilihat dan ditemukan dokter dengan penyebabnya. Misalnya jenis
luka, kualifikasi luka, atau bila korban mati maka dokter menulis sebab
kematiannya.
5. Penutup
Bagian penutup memuat sumpah atau janji, tanda tangan, dan nama terang dokter
yang membuat. Sumpah atau janji dokter dibuat sesuai dengan sumpah jabatan atau
pekerjaan dokter.
Kualifikasi Luka
Ada 3 kualifikasi luka pada korban hidup, yaitu:
1. Luka ringan / luka derajat I/ luka golongan C
Luka derajat I adalah apabila luka tersebut tidak menimbulkan penyakit atau tidak
menghalangi pekerjaan korban. Hukuman bagi pelakunya menurut KUHP pasal 352
ayat 1.
2. Luka sedang / luka derajat II / luka golongan B
Luka derajat II adalah apabila luka tersebut menyebabkan penyakit atau
menghalangi pekerjaan korban untuk sementara waktu. Hukuman bagi
3. Luka berat / luka derajat III / luka golongan A
Luka derajat III menurut KUHP pasal 90 ada 6, yaitu:
- Luka atau penyakit yang tidak dapat sembuh atau membawa bahaya maut (NB :
semua luka tembus yang mengenai kepala, dada atau perut dianggap membawa
bahaya maut)
- Luka atau penyakit yang menghalangi pekerjaan korban selamanya
- Hilangnya salah satu panca indra korban
- Cacat besar
- Terganggunya akan selama > 4 minggu
- Gugur atau matinya janin dalam kandungan ibu
Prosedur Permintaan, Penerimaan, dan Penyerahan Visum et Repertum
Pihak yang berhak meminta VeR
1. Penyidik, sesuai dengan pasal I ayat 1, yaitu pihak kepolisian yang diangkat negara
untuk menjalankan undang-undang.
2. Di wilayah sendiri, kecuali ada permintaan dari Pemda Tk II.
3. Tidak dibenarkan meminta visum pada perkara yang telah lewat.
Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 8
9. 4. Pada mayat harus diberi label, sesuai KUHP 133 ayat C.
Syarat pembuat:
Harus seorang dokter (dokter gigi hanya terbatas pada gigi dan mulut)
Di wilayah sendiri
Memiliki SIP
Kesehatan baik
Ada 8 hal yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta dokter untuk
membuat VeR korban hidup, yaitu:
1. Harus tertulis, tidak boleh secara lisan.
2. Langsung menyerahkannya kepada dokter, tidak boleh dititip melalui korban atau
keluarganya. Juga tidak boleh melalui jasa pos.
3. Bukan kejadian yang sudah lewat sebab termasuk rahasia jabatan dokter.
4. Ada alasan mengapa korban dibawa kepada dokter.
5. Ada identitas korban.
6. Ada identitas pemintanya.
7. Mencantumkan tanggal permintaan.
8. Korban diantar oleh polisi atau jaksa.
Ada 8 hal yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta dokter untuk
membuat VeR jenazah, yaitu:
1. Harus tertulis, tidak boleh secara lisan.
2. Harus sedini mungkin.
3. Tidak bisa permintaannya hanya untuk pemeriksaan luar.
4. Ada keterangan terjadinya kejahatan.
5. Memberikan label dan segel pada salah satu ibu jari kaki.
6. Ada identitas pemintanya.
7. Mencantumkan tanggal permintaan.
8. Korban diantar oleh polisi.
Saat menerima permintaan membuat VeR, dokter harus mencatat tanggal dan jam,
penerimaan surat permintaan, dan mencatat nama petugas yang mengantar korban.
Batas waktu bagi dokter untuk menyerahkan hasil VeR kepada penyidik selama 20 hari.
Bila belum selesai, batas waktunya menjadi 40 hari dan atas persetujuan penuntut
umum.
Lampiran visum
Fotografi forensik
Identitas, kelainan-kelainan pada gambar tersebut
Penjelasan istilah kedokteran
Hasil pemeriksaan lab forensik (toksikologi, patologi, sitologi, mikrobiologi)
Catatan dr Iwan Aflanie, Sp.F, M.Kes :
- Penyidik yang boleh meminta dilakukan visum minimal berpangkat AIPDA.
- Pangkat polisi dari yang paling bawah ( = setara dengan/nama dulu) :
i. BRIPDA SERDA
ii. BRIPTU SERSU
iii. BRIPKA SERKA
iv. BRIGADIR SERSAN MAYOR
v. AIPDA PELDA
Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 9
10. vi. AIPTU PELTU
vii. IPDA LETDA
viii. IPTU LETTU
ix. AKP KAPTEN
x. KOMPOL MAYOR
xi. AKBP LETKOL
xii. KOMBES KOLONEL
- Paragraf dalam visum tidak boleh terpotong.
- Pemberitaan = objektif medis
- Kesimpulan = subjektif medis karena berupa pendapat dari penulis visum
- Pada kesimpulan, penulisan harus didahulukan yang paling berat lukanya, bahkan
luka yang paling ringan kadang tidak ditulis.
- Pada kesimpulan harus ditulis poin2, misal :
terdapat luka tusuk akibat persentuhan benda tajam (I.9,10)
saat kematian kurang dari dua jam dari saat pemeriksaan (I.3,4,5)
- CARA PEMBUATAN VISUM
Penulisan visum menyangkut 4 hal dibawah ini :
1. lokasi luka
2. koordinat luka (x,y)
o kepala, badan, kemaluan x = sumbu tubuh (yang di ambil dari potongan
sagital tubuh)
o ekstremitas x = garis tengah ekstremitas
o y = titik anatomis terdekat
3. jenis luka
a. luka tertutup Langsung disebut namanya, misal luka memar, luka lecet
geser, luka lecet tekan
b. luka terbuka
- benda tajam
Tepi luka rata
Sudut keduanya tajam atau salah satu sudutnya tajam (luka tusuk
keduanya tajam, luka iris salah satunya tajam)
Tidak terdapat jembatan jaringan (jarinngan yang terputus tidak
sempurna)
Bila melewati daerah berambut, maka rambutnya akan terpotong
Termasuk didalamnya : luka tusuk, luka iris, luka bacok
- benda tumpul
Tepi luka rata
Sudut keduanya tumpul
Terdapat jembatan jaringan
Bila melewati daerah berambut, maka rambutnya tidak terpotong
Termasuk didalamnya : luka robek, patah tulang terbuka
Luka robek terjadi karena gaya yang datang lebih besar daripada
gaya elastisitas jaringan kulit dan jaringan tulang dibawahnya.
4. ukuran luka
- luka terbuka panjang x lebar x dalam
- luka tertutup panjang x lebar
- untuk luka yang tidak ada ujungnya misal berbentuk bulat, maka tentukan
diameternya dengan mencari titik tengah dari luka tersebut, luka lecet geser
juga harus dicari titik tengahnya untuk menentukan ukurannya.
Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 10
11. BAB III
CARA, SEBAB, DAN MEKANISME KEMATIAN
Cara kematian = macam kejadian yang bertanggung jawab terhadap kematian
Cara Kematian :
1. Wajar : karena penyakit
2. Tidak wajar : pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan
KECELAKAAN, BUNUH DIRI ATAU PEMBUNUHAN ?
Kecelakaan, bunuh diri atau pembunuhan merupakan permasalahan yang harus
dapat dijawab, dibuat terang dan jelas oleh dokter dan khususnya oleh penyidik, karena
baik kecelakaan, bunuh diri atau pembunuhan membawa implikasi yang berbeda-beda,
baik ditinjau dari sudut penyidikan maupun proses peradilan.
1. Kematian karena kecelakaan
Kematian karena kecelakaan (accidental death) masih merupakan kasus yang
masuk didalam ruang lingkup penyidikan. Dalam kasus kecelakaan ini penyidik sering
dihadapkan dengan kasus dimana tanda-tanda kekerasan jelas terlihat akan tetapi tidak
ada satu petunjuk pun atau tanda-tanda yang mengarah akan adanya unsur-unsur
kriminal sebagai penyebab kecelakaan itu sendiri. Yang termasuk didalam pengertian
kecelakaan disini adalah :
Kematian yang terjadi sewaktu seseorang penderita kelainan didalam kehidupan
seksualnya, dan melampiaskan hasrat seksual yang tidak wajar tersebut dengan cara-
cara yang tidak wajar pula. Kematian disini dikenal dengan autoerotic death.
Kematian karena tergantung atau accidental hanging death, biasa terjadi pada anak-
anak; dimana anak-anak tersebut tersangkut lehernya dipinggir tempat tidur yang
mempunyai jaruji, atau tersangkut lehernya pada percabangan pohon yang berbentuk V.
Kematian karena tersumbatnya jalan udara pernafasan oleh sesuatu benda (Chocking
death). Hal ini sering terjadi pada orang-orang jompo, dimana gigi palsunya tertelan
atau gumpalan daging yang menyumbat jalan udara pernafasan secara tidak langsung.
Kematian karena tubuh mendapat tekanan yang sangat hebat (Crushing death),
sehingga dinding dada tidak dapat berkembang dengan demikian berarti pernafasan
akan terhenti.
Kematian karena arus listrik atau electrical shock deaths sering terjadi pada waktu
musim hujan dan orang menutupi kebocoran-kebocoran yang ada akan tetapi dengan
tidak disadari terpegang kabel beraliran listrik yang isolatornya tidak baik, atau korban
memegang atap seng yang bersentuhan dengan kabel listrik tadi.
Kematian karena tenggelam seringkali terjadi terutama dimusim hujan yang
menyebabkan banjir. Pada umumnya kematian karena tenggelam bersifat kecelakaan,
non-kriminal sehingga pembedahan mayat pada kasus tenggelam sering tidak
diperlukan. Namun kemungkinan adanya unsur kriminal tetap harus difikirkan terutama
jika ada petunjuk-petunjuk kearah itu.
Dalam kasus-kasus kematian karena kecelakaan seperti yang diuraikan, Penyidik,
dokter atau bahkan orang awam dengan mudah dapat melihat dan menemukan tanda-
tanda kekerasan yang dapat diklasifikasikan sebagai luka lecet, luka memar, luka bakar
karena arus listrik, tanda-tanda tergantung yang jelas dan tanda-tanda mati lemas.
Akan tetapi dari hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik ternyata tidak
ada unsur kriminalnya. Dalam kasus seperti ini tentu penyidik dihadapkan pada
permasalahan apakah korban perlu dilakukan bedah mayat atau cukup hanya
pemeriksaan luar saja.
Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 11
12. Perlu tidaknya suatu tindakan atau langkah yang harus diambil tergantung
sepenuhnya pada Penyidik sebagai pimpinan penyidikan jika menurut Penyidik
memang tidak ada unsur kriminal maka pemeriksaan luar saja cukup dan dapat
dipertanggung jawabkan serta tidak bertentangan dengan peraturan (H.A.P.) yang
berlaku. Akan tetapi bila penyidik berkesimpulan akan adanya unsur memerintahkan
dokter untuk melakukan pembedahan mayat demi kelengkapan alat bukti di
persidangan.
2. Bunuh diri atau pembunuhan ?
Bunuh diri atau pembunuhan dapat diketahui dari pemeriksaan di TKP,
pemeriksaan mayat, pemeriksaan benda-benda bukti lainnya, informasi para saksi dan
lain sebagainya.
Pemeriksaan di TKP
Pada bunuh diri, tempat yang dipilih biasanya tersembunyi, pintu dikunci dari
dalam, keadaan ruangan tenang dan teratur rapih, alat yang sering dipakai
biasanya alat yang ada di dalam ruangan itu sendiri, alat tersebut biasanya
masih ada, sering didapatkan surat-surat peninggalan yang isinya berkisar pada
keputus-asaan atau merasa bersalah; korban berpakaian rapih dan dalam
keadaan baik.
Pada pembunuhan, tidak ada tempat yang tertentu, keadaan ruang kacau
balau dan sering ada barang yang hilang, alat yang dipakai biasanya alat yang
dibawa/dipersiapkan oleh pembunuh sehingga biasanya alat tersebut tidak
ditemukan di tempat kejadian, pakaian korban tidak beraturan dan sering
terdapat robekan dan mungkin pula dapat ditemukan surat yang bernada
ancaman.
Keadaan bercak darah, pada bunuh diri darah berkumpul pada satu
tempat/tergenang, bercak yang terdapat pada pakaian distribusinya teratur
mencari tempat yang terendah tergantung dari tempat luka yang mengeluarkan
darah. Pada kasus pembunuhan, bercak atau genangan darah tidak beraturan
menunjukkan arah pergerakan dari korban sewaktu korban berusaha
menghindar, dapat tampak bercak darah yang menunjukkan bahwa korban
diseret, bercak darah juga sering tampak mengotori dinding terutama jika
korban tersudut pada dinding.
Pemeriksaan mayat
Pada kasus dengan menggunakan senjata tajam
Pada bunuh diri daerah yang dipilih adalah daerah leher, dada, perut
bagian atas atau pergelangan tangan, sering ditemukan luka-luka percobaan
yang berjalan sejajar baik disekitar luka yang fatal maupun pada bagian tubuh
lain. Pada pembunuhan tidak ada tempat khusus, jumlah luka sering lebih dari
satu, adanya luka pada bagian belakang merupakan ciri khas pembunuh, pada
lengan dan telapak tangan sering didapatkan luka-luka tangkis; pada beberapa
kasus kadang-kadang korban selain ditusuk juga dihantam dengan bagian
tumpul dari senjata sehingga selain luka akibat benda tajam didapatkan luka
akibat benda tumpul.
Mutilasi
Pada beberapa kasus pembunuhan, tidak jarang tubuh korban setelah meninggal
dunia dirusak, dipotong-potong menjadi beberapa bagian; tindakan tersebut dikenal
dengan sebutan mutilasi. Mutilasi serta perusakan tubuh korban yang telah menjadi
mayat dimaksudkan pula untuk menghilangkan identitas korban, dengan demikian
Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 12
13. penyidikan akan menjadi sulit; dan tindakan tersebut memang ditujukan untuk
menghilangkan jejak si pembunuh.
Di dalam kasus mutilasi terdapat 4 masalah pokok yang harus diperoleh
kejelasannya baik bagi dokter yang membuat Visum et Repertum dan khususnya bagi
penyidik dalam usaha untuk mendapatkan kelengkapan barang bukti sehingga proses
penyidikan dan peradilan dapat berjalan dengan lancar. Masalah pokok tersebut adalah :
1. Apakah bagian-bagian ―tubuh‖ itu memang berasal dari tubuh manusia ?
2. Jika bagian-bagian tubuh tersebut memang berasal dari manusia, apakah berasal
dari orang yang sama/satu individu ?
3. Identitasnya ?
4. Apa yang menyebabkan kematian ?
Masalah pokok yang pertama penting harus diperoleh kejelasannya, yaitu bila
tubuh korban dipotong-potong menjadi bagian yang kecil-kecil, sehingga dengan
pemeriksaan visual sukar dipastikan, maka perlu di lakukan pemeriksaan secara
serologis, yaitu test precipitin.
Masalah pokok yang kedua tidak sulit untuk diselesaikan bila tubuh korban tidak
terlalu banyak dipotong-potong, yaitu dengan melakukan pemeriksaan yang teliti dari
tepi/pinggir potongan tubuh dan dibandingkan dengan tepi/pinggir potongan tubuh
lainya, apakah cocok atau tidak, bila memang berasal dari satu orang maka didalam
melakukan rekonstruksi tersebut akan didapat bentuk yang sesuai.
Penentuan identitas tidak sulit bila tubuh korban dalam keadaan cukup baik,
didalam hal ini maka pemeriksaan sidik jari, gigi, medis serta pemeriksaan perhiasan
sangat bermanfaat bila dilakukan denga cermat, tepat dan teliti.
Penyebab kematian korban dapat diketahui bila keadaan tubuh yang terpotong-
potong tersebut masih lengkap dan dalam penentuan penyebab kematian ini
pemeriksaan toksikologis serta pemeriksaan laboratoris lainnya harus dilakukan.
Contoh kesimpulan Visum et Repertum pada kasus mutilasi
Ke-tujuh potong bagian-bagian tubuh yang diperiksa ternyata merupakan satu
kesatuan yaitu dari tubuh laki-laki dewasa. Luka-luka terbuka dan patah tulang pada
kepala disebabkan karena kekerasan benda tajam dan tumpul. Adapun kekerasan tajam
lainnya yang menjadikan tubuh korban menjadi tujuh potongan dilakukan setelah
korban meninggal dunia. Sebab matinya orang ini agaknya karena kekerasan tumpul
pada kepala.
Melihat sifat dari ujung-ujung tulang yang terpotong agaknya pemotongan
dilakukan dengan gergaji dan penggergajian dilakukan pada posisi tubuh korban
terlentang.
Dari kesimpulan Visum et Repertum seperti di atas telah tercakup empat
masalah pokok yang harus dapat diperoleh kejelasannya didalam melakukan
pemeriksaan kasus mutilasi, dengan demikian proses penyidikan (termasuk interogasi
dan rekonstruksi), serta proses peradilan dapat berjalan dengan lancar.
Tabel. Cara Kematian Akibat Senjata Tajam
Faktor Pembunuhan Bunuh diri
TKP Lokasi Variabel Tersembunyi
Kondisi Tidak teratur Teratur
Pakaian Tertembus Terbuka, luka tampak jelas
Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 13
14. Senjata Tidak ada Ada
Surat peninggalan Tidak ada Ada (seringkali)
Luka Titik anatomis Variabel Tertentu
Jumlah (fatal) Satu atau lebih Biasanya Satu
Luka percobaan Tidak ada Ada
Luka tangkis Ada (biasanya) Tidak ada
Tanda pergulatan Ada (biasanya) Tidak ada
Mutilasi* Ada (dapat) Tidak ada
Arah irisan Variabel Sejajar
*) Mutilasi adalah memotong tubuh korban menjadi beberapa bagian yang dilakukan
setelah korban mati, dengan maksud untuk menghilangkan identitas korban dan
memudahkan si-pelaku kejahatan menyembunyikan membuang tubuh korban.
Pada kasus dengan menggunakan benda tumpul
Benda tumpul seperti batu, tongkat, batang pohon, kursi atau kepalan tangan
hampir selalu dapat dipastikan hanya digunakan pada kasus pembunuhan, bunuh diri
dengan benda tumpul sangat jarang, karena biasanya akan mendatangkan rasa nyeri
yang hebat dan perlu waktu yang lama.
Pada kasus dengan menggunakan senjata api
Pada bunuh diri dengan senjata api, daerah yang dipilih adalah pelipis, dahi,
mulut dan dada. Letak serta arah dari luka itu sendiri tergantung dari keadaan korban,
kidal atau tidak.
Pada pembunuhan tidak ada tempat khusus untuk dijadikan sasaran tembaknya
luka tembak masuk yang terdapat pada bagian belakang menunjukkan kasus
pembunuhan. Pada kasus kecelakaan tidak ada ciri khusus, dalam hal ini pemeriksaan di
TKP serta informasi para saksi penting.
Bila didalam tubuh korban ditemukan anak peluru maka anak peluru tersebut
perlu dicatat dan dilaporkan dengan jelas perihal ukuran panjang, garis tengah/kaliber,
warna logam, jumlah dan arah galangan serta berat dari anak peluru dan cacat yang ada.
Pemberian tanda pada bagian dasar dan atau bagian hidung anak peluru harus dibuat,
hal mana untuk memudahkan untuk mengingat kembali dipersidangan dan untuk
menghindari kemungkinan tertukarnya barang bukti yang penting tersebut.
Apakah korban seorang kidal ?
Untuk dapat mengetahui apakah seorang korban itu kidal atau tidak dapat
dilakukan dengan pemeriksaan yang sederhana, pemeriksaan tersebut adalah sebagai
berikut :
Pertama-tama ditentukan titik-titik yang sama letaknya pada kedua lengan
korban, misalnya titik-titik tersebut letaknya 10 sentimeter dari siku. Kemudian dengan
alat pengukur atau jika tidak ada dapat dipakai benang, diukur lingkaran lengan atas kiri
dan kanan pada ketinggian sesuai dengan titik yang sudah ditentukan.
Jika ternyata lingkaran lengan kanan lebih besar dari lingkaran lengan kiri, ini
berarti korban sehari-hari lebih sering/lebih aktif menggunakan tangan kanannya. Bila
lingkaran pada lengan kiri lebih besar dari lingkaran lengan kanan, ini berarti korban
adalah seorang yang kidal.
Pada kasus dengan menggunakan alat penjerat
Pada penggantungan jika kasusnya bunuh diri, maka alat penjerat yang terdapat
pada leher berjalan dengan letak simpul pada sebelah atas, jumlah lilitan sekali atau
sering berulang kali, simpulnya simpul hidup, jejas jerat yang sebenarnya merupakan
luka lecet tekan berwarna merah coklat dengan perabaan seperti perkamen dan letaknya
Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 14
15. sesuai dengan letak alat penjerat menekan leher, di sekitar jejas jerat dapat ditemukan
gelembung-gelembung dan pelebaran pembuluh darah yang merupakan tanda intra vital.
Tanda-tanda asfiksia/mati lemas yaitu bintik-bintik pendarahan pada mata, muka
dapat dilihat. Jika korban lama dalam keadaan tergantung lebam mayat pada ujung-
ujung anggota gerak akan tampak. Muka korban tampak sembab, lebih gelap, mata
dapat menonjol keluar demikian pula halnya dengan lidah.
Pada pembunuhan alat penjerat berjalan mendatar, biasanya satu lilitan dengan
simpul mati dan letak alat penjerat umumnya lebih kebawah, menjauhi rahang bawah
dan kelenjar gondok, pada daerah leher mungkin terdapat tanda-tanda bekas pencekikan
yang berbentuk luka lecet seperti bulan sabit atau luka memar, pada keadaan yang
demikian tulang lidah korban dapat patah.
Selain karena mati lemas/asfiksia, kematian pada kasus penjeratan dapat oleh
karena hal lain/mekanisme kematian lain, seperti reflek vagal yang menyebabkan
terhentinya denyut jantung, otak tidak mendapat oksigen cukup oleh karena jeratannya
sangat kuat menekan semua pembuluh darah yang menuju ke otak atau karena
terjadinya patah atau diskolasi ruas tulang leher yang berakibat putusnya sumsum tulang
belakang.
Penjeratan dengan tangan (manual strangulation)
Penjeratan dengan mempergunakan tangan sendiri adalah hal yang tidak
mungkin, oleh karena dengan adanya tekanan pada leher akan menyebabkan terjadinya
kehilangan kesadaran dan dengan sendirinya tekanan pada leher tersebut akan terhenti.
Dengan demikian penjeratan dengan tangan atau pencekikan selalu merupakan kasus
pembunuhan.
Kelainan yang didapatkan pada korban adalah adanya jejas kuku (luka lecet
tekan berbentuk garis lengkung), yang sering pula disertai dengan adanya memar di
daerah tersebut. Jika pencekikan dilakukan dengan mempergunakan satu tangan yaitu
tangan kanan maka jejas kuku ataupun memar akan tampak lebih banyak pada daerah
leher sebelah kiri (akibat tekanan dari empat jari), sedangkan pada sebelah kanan hanya
sedikit (akibat tekanan dari ibu jari).
Kelainan akan tampak lebih jelas dan luas khususnya pada orang-orang tua
dimana jaringan di daerah leher sudah sedemikian longgarnya. Pada pemeriksaan dalam
akan tampak adanya pendarahan pada jaringan dibawah kulit dan otot yang sesuai
dengan jejas kuku; patahnya tulang lidah, rawan gondok sering ditemukan pada kasus
pencekikan.
Pada kasus pencekikan dimana tersangka pelakunya dengan segera dapat
ditangkap, maka pemeriksaan kuku dari si tersangka tersebut (dengan mengerok kuku
bagian dalam), harus dikerjakan dengan tujuan mencari jaringan kulit atau darah dari
korban yang terbawa pada kuku si tersangka pelaku pencekikan tersebut; demikian pula
pemeriksaan zakar untuk mencari sel-sel epitel dinding vagina bila motif seksual
merupakan alasan untuk melakukan pencekikan korban tersebut.
Tabel. Cara Kematian Pada Penggantungan
Faktor Pembunuhan Bunuh diri
TKP Lokasi Variabel Tersembunyi
Kondisi Tidak teratur Teratur
Pakaian Variabel Rapih dan baik
Alat Berasal dari si Berasal dari alat yang
pembunuh tersedia di tempat
Surat/catatan
peninggalan Tidak ada Ada (seringkali)
Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 15
16. Kamar Variabel, bila Terkunci dari dalam
terkunci dikunci
dari luar
Alat penjerat Simpul Mati (biasanya) Hidup
Lilitan Hanya sekali Sekali tapi sering
berulang kali
Arah Mendatar Serong keatas
Jarak simpul
dengan
tumpuan Lebih dekat Jauh
Korban Jejas jerat Jejas berjalan Jejas, merah coklat
mendatar seperti perkamen;
serong
Perlawanan Ada (biasanya) Tidak ada
Luka-luka lain Ada (sering Tidak ada
didaerah leher) (biasanya) Luka
percobaan dapat
Jarak dengan Jauh ditemukan
lantai Dekat, seringkali
masih menempel
* dijerat kemudian digantung
3. Penyidikan pada kasus kematian karena terbenam
Kematian karena terbenam atau tenggelam adalah salah satu bentuk dari mati
lemas/asfiksia, dimana asfiksia tersebut dapat disebabkan karena korban terbenam
seluruhnya atau sebagian terbenam didalam benda cair.
Penyidikan pada kasus-kasus tersebut perlu dilakukan dengan baik. Penyidikan
ditujukan terutama untuk mendapat kejelasan apakah korban masih hidup sewaktu
terbenam ataukah sudah menjadi mayat sewaktu dibenamkan, juga untuk penentuan
apakah kasus terbenam itu kasus kecelakaan, bunuh diri atau pembunuhan.
Tanda-tanda pada pemeriksaan luar
- Tubuh korban tampak pucat, teraba dingin dimana proses penurunan suhu
mayat dalam hal ini kira-kira dua kali lebih cepat, dengan penurunan suhu
rata-rata 5F per jam dan biasanya suhu mayat akan sama dengan suhu
lingkungan salam waktu sekitar 5-6 jam.
- Lebam mayat berwarna merah terang seperti halnya pada kasus keracunan
gas CO, lebam mayat terdapat di daerah kepala, leher dan bagian depan
dada.
- Dari lubang dan mulut keluar busa halus berwarna putih, ini merupakan
petunjuk bahwa korban memang mati terbenam atau mati karena asfiksia
pada umumnya. Busa tersebut lama-lama akan berwarna kemerahan dan
bila dihilangkan busa tersebut akan keluar lagi khususnya bila dada korban
ditekan.
- Mata tampak kongestif dan terdapat bintik-bintik perdarahan.
- Pada tangan korban dapat ditemukan sedang menggenggam benda-benda
pasir, dahan atau rumput (ingat cadaveric spasm), bila keadaan ini
didapatkan pada kasus hal tersebut merupakan petunjuk kuat bahwa
kematian korban karena terbenam atau menunjukkan intravitalitas.
Tanda-tanda pada pemeriksaan dalam/bedah mayat
- Busa halus dan benda-benda yang terdapat didalam air (pasir, tumbuhan
dsb) akan dapat ditemukan dalam saluran pernafasan/batang tenggorok dan
Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 16
17. cabang-cabangnya. Diatomae yaitu ganggang bersel satu dapat ditemukan
dalam paru-paru dan organ tubuh lainnya.
- Pada terbenam di air tawar (fres water drowning), paru-paru sangat
mengembang, pucat, berat dan bila ditekan akan mencekung, keadaan
mana dikenal dengan nama emphysema aquasum, teraba krepitasi dan
paru-paru tersebut akan tetap bentuknya bila dikeluarkan dari rongga dada,
dan pada pengirisan setiap potongan akan mempertahankan bentuknya,
pada pemijitan keluar sedikit busa dan sedikit cairan.
- Pada kasus yang terbenam dalam air seni (salt waterdrowning), paru-paru
berat, penuh berisi air, perabaan memberi kesan seperti meraba jelly dan
bila dikeluarkan dari rongga dada bentuknya tidak akan bertahan
sedangkan pada pengirisan tampak banyak cairan yang keluar.
Jika pada pemeriksaan ditemukan keadaan yang berbeda dengan keadaan
di atas hal ini masih mungkin, dimana kematian bukan karena mati lemas akan
tetapi oleh karena hal-hal lain; misalnya karena hiperventilasi (pada perenang
yang pandai oleh karena terlalu di forsir sebelum berenang, hal ini akan
menyebabkan korban akan kehilangan kesadaran akibat kekurangan oksigen
sebelum timbul impuls untuk bernafas. Reflek juga dapat menyebabkan
kematian pada kasus terbenam, perangsangan pada reseptor dalam paru-paru
akan menimbulkan spasme/kekejangan pada pangkal tenggorok dan
terhentinya pernafasan. Inhibili atau penghambatan jantung oleh karena
stimulasi vagal juga dapat menyebabkan kematian, didalam hal ini masuknya
air secara tiba-tiba kedalam pangkal hidung dan pangkal tenggorok (naso
faring dan laring).
- Dalam lambung dan organ-organ dalam tubuh serta sumsum tulang dapat
ditemukan pula benda-benda asing yang berasal dari dalam air, seperti
Lumpur, tumbuhan dan secara mikroskopis dapat dilihat adanya ganggang.
Pada setiap kasus terbenam bedah mayat perlu dilakukan terutama bila
penyidik mempunyai dugaan adanya unsur kriminal pada kasus yang
bersangkutan.
Diagnosa kasus kematian karena terendam dapat ditegakkan terutama
bila ada tanda-tanda yang menunjang diagnosa tersebut, yaitu: tangan
menggenggam erat sesuatu benda, adanya busa halus dalam saluran
pernapasan/pipa udara, adanya air (dengan isinya bila ada) dalam lambung,
gambaran paru-paru yang khas serta ditemukannya diatomae didalam alat-alat
dalam tubuh dan sumsum tulang.
Hipoksia dan asfiksia
Hipoksia adalah suatu keadaan dimana sel gagal untuk melangsungkan
metabolisme secara efisien. Istilah hipoksia lebih tepat bila dibandingkan dengan istilah
anoksia, yang banyak dipakai pada masa-masa lalu.
Hipoksia dapat dibagi menjadi 4 grup, yaitu : (1) anoksik atau hipoksia, dimana
oksigen tidak dapat masuk ke dalam aliran darah; (2) anemik, dimana darah tidak dapat
membawa oksigen yang cukup untuk jaringan; (3) stagnan, dimana oleh karena sesuatu
sebab terjadi kegagalan sirkulasi; (4) histotoksik, dimana oksigen yang terdapat di
dalam darah tidak dapat dipakai oleh jaringan.
Histotoksik-hipoksia sendiri dapat dibagi 4 kelompok, yaitu : (1) Histotoksik-
hipoksia ekstraselular, dimana enzim pernafasan jaringan keracunan, misalnya pada
keracunan sianida, sedangkan pada kebanyakan golongan hipnotika/obat tidur dan obat
bius aktivitas enzim tersebut ditekan; (2) Histotoksik-hipoksia periselular, dimana
oksigen tidak dapat masuk sel oleh karena permeabilitas membran sel menurun, seperti
yang terjadi pada keracunan eter atau khloroform; (3) Substrate histotoxic hyoixia,
Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 17
18. dimana tidak tersedia dengan cukup bahan makanan untuk metabolisme yang efisien;
(4) Metabolite histotoxic hypoxia, dimana endproducts dari pernafasan seluler tidak
dapat dibuang, sehingga metabolisme selanjutnya tidak berlangsung, seperti pada
keadaan uremia dan keracunan gas karbon dioksida.
Asfiksia dapat diberi batasan secara umum sebagai pelbagai macam keadaan
dimana pertukaran udara pernafasan yang normal terganggu. Dua penyebab utama dari
asfiksia, yaitu oleh karena terjadinya obstruksi pada saluran pernafasan (dikenal juga
dengan istilah asfiksia mekanik), dan oleh karena terhentinya sirkulasi; pada kedua
keadaan tersebut terjadi reduksi oksigen dalam darah (hipoksia), dan elevasi karbon
dioksida (hypercapnoea).
Pemeriksaan post-mortal pada kasus-kasus yang meninggal karena mengalami
penekanan pada daerah leher dan obstruksi saluran pernafasan adalah sebagai
berikut ;
Sianosis
Yang mudah dilihat pada pembuluh darah kapiler, seperti pada ujung-ujung jari dan
bibir dimana penilaiannya harus hati-hati oleh karena variabelnya cukup besar. Setelah
24 jam post-mortal sianosis yang ada biasanya merupakan perubahan post-mortal, tidak
adanya sianosis tidak berarti bahwa korban tidak terjadi sianosis.
Kongesti
Kongesti sistemik dan kongesti pada paru-paru serta dilatasi jantung kanan adalah
merupakan tanda klasik pada kematian karena asfiksia.
Darah tetap cair
Merupakan salah satu indikasi adanya asfiksia, walaupun validitasnya masih
diperdebatkan dan sering diperdebatkan dengan aktifitas fibrinolisin.
Edema paru-paru
Untuk itu perlu paru-paru ditimbang untuk mengetahui beratnya, walaupun hanya
mempunyai arti sedikit didalam hal penentuan kematian karena obstruksi saluran
pernafasan, dan sering dijumpai pada kasus-kasus yang lain.
Perdarahan berbintik (petechial haemorrhages)
Yang mudah dilihat pada kulit dan alat-alat dalam, seperti pada permukaan jantung,
permukaan paru-paru, daerah katup pangkal tenggorok (epiglotis), biji mata dan kelopak
mata.
Pendarahan bintik-bintik ini disebabkan karena terjadinya perubahan permeabilitas
kapiler sebagai akibat langsung dari hipoksia dank arena peningkatan tekanan
intrakapiler.
Patahnya tulang lidah dan tulang rawan gondok
Tulang lidah dapat patah oleh karena mengalami tekanan atau kompresi langsung dari
samping (lateral), ataupun karena tekanan yang tidak langsung. Tekanan yang langsung
terjadi misalnya pada kasus pencekikan, sedangkan tekanan yang tidak langsung
dimungkinkan oleh karena adanya tekanan kebawah kesamping dari tulang rawan
gondok atau tekanan pada daerah antara tulang lidah dan tulang rawan gondok.
Patahnya tulang lidah karena tekanan yang tidak langsung tersebut dimungkinkan oleh
karena tulang lidah terfiksasi dengan kuat oleh otot-otot pada permukaan atas dan
permukaan depan.
Tulang rawan gondok sering patah pada bagian cornusuperior, yang dimungkinkan
karena adanya traksi pada jaringan ikat yang menghubungkan tulang lidah dan tulang
rawan gondok (thyrohyoid ligament).
Pada kasus dengan menggunakan racun
Jika racun yang dipakai itu mempunyai bau atau mempunyai sifat korosif seperti
halnya asam sulfat pekat, maka pada umumnya kasusnya adalah kasus bunuh diri; hal
ini akan lebih ditunjang bila racun yang bersifat korosif tadi menyebabkan luka bakar
Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 18
19. yang teratur mulai dari mulut, mengalir kedagu, leher bagian depan dan dada pada
bagian tengah.
Pada kasus keracunan pembedahan mayat dan pemeriksaan toksikologis untuk
mendapatkan racun pada tubuh korban mutlak harus dilakukan, oleh karena dari hasil
pemeriksaan tersebut akan dapat diketahui apakah sebab matinya korban karena
keracunan atau karena hal lain misalnya di bekap dan racunnya dituangkan kemulut
korban setelah korban mati.
Pembunuhan dengan racun biasanya memerlukan persiapan yang teliti dengan
dibekali pengetahuan yang memadai pula. Jika yang dipakai adalah racun yang bersifat
korosif pembunuhan dapat dengan mudah diketahui, oleh karena pelaku kejahatan
biasanya menyiram korbannya, dengan demikian bercak ―luka bakar‖ pada korban
sangat tidak beraturan.
Pada keracunan morfin kematian pada umumnya bersifat kecelakaan, oleh karena
korban tidak mengetahui dengan tepat berapa dosis morfin yang masuk kedalam
tubuhnya. Pembunuhan dengan menyuntik morfin dapat pula terjadi, yang biasanya
dilakukan oleh para pengedar morfin yang takut korban membuka cara operasi
pengedaran morfin.
4. Penyidikan pada kasus penembakan
Dalam menghadapi kasus penembakan khususnya yang berakibat fatal, penyidikan
harus dapat memperoleh kejelasan dari permasalahan sebagai berikut :
- Apakah luka yang diperiksa memang benar luka tembak,
- Apakah luka tembak tersebut luka tembak masuk atau luka tembak keluar,
- Termasuk jenis apa senjata yang menyebabkan luka,
- Pada jarak berapa penembakan dilakukan,
- Dari arah mana penembakan dilakukan,
- Bagaimana posisi korban dan posisi penembak,
- Apakah penembakan tersebut yang menyebabkan kematian, dan
- Berapa kali korban terkena tembakan.
Untuk dapat memperoleh kejelasan tersebut perlu diketahui :
Luka masuk, sebab akibat yang ditimbulkan.
a. Akibat api (flame effect) : Luka bakar, dimana kulit yang terbakar tampak
kering, hangus dan kaku pada perabaan.
b. Akibat asap (smoke effect) : Jelaga, dimana kelim jelaga akan tampak
sebagai suatu lapisan berwarna kelabu kehitaman disekitar lubang luka
mudah dihilangkan dengan cara dihapus.
c. Akibat butir-butir mesiu (gun powder effect): tatto/stippling, dimana
kelim tatto akan tampak sebagai bintik-bintik hitam yang bercampur
dengan luka lecet dan pendarahan, dan tidak dapat dihilangkan bila
dihapus oleh karena butir-butir mesiu tersebut masuk kedalam kulit.
d. Akibat anak peluru (bullet effect): luka terbuka yang dikelilingi oleh
kelim lecet; dan bila senjata yang dipakai itu sering dibersihkan maka pada
dinding luka dan kelim lecet akan didapatkan pula kelim kesat/kelim
lemak.
e. Akibat partikel logam (metal effect): ―fouling‖, yang tampak sebagai
luka-luka lecet atau luka-luka robek kecil-kecil disekitar lubang luka; hal
ini disebabkan oleh partikel-partikel logam yang terbentuk akibat goresan
antara anak peluru dengan laras yang beralur, partikel logam tersebut dapat
masuk kedalam kulit atau menempel pada pakaian.
f. Akibat moncong senjata (muzzle effect): Jejas laras, hal ini dapat terjadi
pada kasus luka tembak temple dan tampak sebagai suatu luka lecet tekan
atau memar yang bentuknya sesuai dengan moncong senjata.
Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 19
20. g. Kelainan pada tulang, yang akan tampak jelas pada tulang yang
berbentuk pipih misalnya tengkorak, dimana kerusakan pada permukaan
tulang bagian luar (tabula externa) akan lebih kecil bila dibandingkan
dengan kerusakan pada bagian dalam (tabula interna), ini akan
memberikan gambaran lubang yang berbentuk corong. Pada luka tembak
keluar terjadi keadaan yang sebaliknya.
Luka tembak keluar, dimana dapat memberikan informasi dalam beberapa hal, yaitu
:
- Arah tembakan,
- Sikap dari korban pada saat penembakan, dan
- Jumlah peluru yang masih terdapat pada tubuh korban.
Pada umumnya luka tembak masuk dan luka tembak keluar tidak mempunyai
kelim lecet. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam terjadinya perbedaan
besarnya luka tembak keluar tersebut antara lain ;
- Velocity (kecepatan) dari anak peluru sewaktu keluar,
- Luasnya permukaan anak peluru pada tempat keluar,
- Yawing & tumbling of the bullet (pergerakan anak peluru yang tidak
beraturan dalam tubuh dan pergerakan berputar menurut poros memanjang
(end to end))
- Ada tidaknya fragmen-fragmen tulang yang ikut keluar,
- Ada tidaknya tulang dibawah kulit tempat luka tembak keluar, dan
- Ada tidaknya benda yang menekan kulit pada tempat keluarnya anak
peluru.
Luka tembak masuk akibat senjata api yang tidak beralur (Entrance Shotgun
Wound); akan tampak kelainan yang disebabkan oleh komponen-komponen
yang keluar sewaktu penembakan, yaitu : mesiu, api, asap, pellet dan sumbat
peluru (wad).
Luka tembak keluar akibat senjata api yang tidak beralur dapat membantu didalam
menentukan arah tembakan dan sikap korban sewaktu penembakan, yang pada
umumnya akan memberikan gambaran yang variabel akan tetapi pada
umumnya lukanya berbentuk bundar atau oval dengan tepi yang terangkat
keluar (everted margins).
Pemeriksaan mikroskopis dari luka tembak masuk.
Pemeriksaan ini diperlukan pada kasus-kasus yang meragukan, kelainan yang
didapatkan pada dasarnya merupakan akibat dari trauma mekanis dan thermis.
Kompresi dari epithel, elongasi, distorsi dan tampaknya perdarahan serta butir-
butir mesiu, nekrosis koagulatip dan sembabnya epithel dan vakuolisasi sel-sel
basal, demikian pula menjadi piknotiknya inti sel dan pada pewarnaan dengan
H.E> akan lebih banyak mengambil warna biru (basophilic staining), adalah
merupakan kelainan yang dapat ditemukan pada pemeriksaan mikroskopis.
Pemeriksaan kimiawi dari luka tembak masuk
Prinsipnya adalah dapat dideteksinya unsur-unsur yang terdapat dalam mesiu,
misalnya: pada smokeless goundpowder dapat dideteksi nitrit dan cellulosa
nitrate; sedangkan pada black powder black gunpowder yang dapat dideteksi
adalah karbon, nitrit, sulfid, sulfat, karbonat, tiosianat dan tiosulfat; sedangkan
pada senjata yang lebih modern timah hitam, antimon dan merkuri.
Pemeriksaan secara radiologis
Pemeriksaan dengan sinar-X ini dapat banyak membantu didalam hal mencari
anak peluru dan partikel logam dalam tubuh korban, menentukan apakah
korban merupakan korban penembakan dengan senjata api yang tidak beralur
dan pada kasus khusus, yaitu dimana jumlah anak peluru lebih banyak dari
Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 20
21. jumlah luka tembak pada penembakan dengan senjata api yang beralur
(tandem bullet injury).
Internal ricochet
Internal ricochet dapat terjadi bila kekuatan anak peluru tidak cukup untuk
dapat menembus dari jaringan tubuh, misalnya pada kasus dimana anak peluru
mengenai kepala. Dengan demikian dapat terjadi variasi dari perjalanan anak
peluru didalam kepala yang perlu diketahui, yaitu : Single- ricochet, double-
ricochet, inner tangential at contralateral side, inner tangential at contra lateral
side and ricochet dan inner tangential at entrance side.
5. Penyidikan pada kasus kematian karena terbakar
Didalam melakukan pemeriksaan korban yang terbakar, dokter harus dapat
memberikan kejelasan kepada penyidik dalam hal:
- Apakah korban dalam keadaan hidup atau mati sewaktu kebakaran itu mulai terjadi?
- Penyebab kematian.
- Identitas korban.
- Perlukaan yang diakibatkan secara langsung oleh api.
- Adanya racun, obat-obatan dan alkohol didalam tubuh korban.
- Cara kematian, kecelakaan atau pembunuhan.
Untuk dapat menentukan apakah korban dalam keadaan hidup atau mati sewaktu
kebakaran itu mulai terjadi mutlak harus dilakukan pembedahan mayat dan
pemeriksaan toksikologis.
Pada korban yang masih hidup sewaktu kebakaran itu mulai berlangsung, pada
pembedahan mayat akan ditemukan adanya pengumpulan dari jelaga didalam
saluran pernafasan serta adanya pembengkakan pada daerah tersebut
khususnya katup pangkal tenggorok (epiglotis), serta pita suara dan daerah
sekitarnya.
Pada pemeriksaan toksikologis akan dapat diketahui bahwa didalam darah
korban mengandung gas karbon-monoksida (CO), dalam bentuk COHb
dengan saturasi diatas 10%.
Bila didalam peristiwa kebakaran itu banyak terbentuk asap yang mengandung
gas CO, maka kematian dapat disebabkan karena keracunan gas tersebut; dan
ini dapat diketahui antara lain dari lebam mayat yang berwarna merah bata
(cherry red), serta alat-alat dalam tubuh yang juga berwarna merah bata, warna
tersebut disebabkan oleh karboksihemoglobin (COHb).
Pada tubuh korban juga dapat ditemukan gelembung-gelembung (skin
blisters), dimana gelembung pada orang yang mati terbakar akan tampak
kemerahan pada dasarnya, cairannya banyak mengandung protein dan pada
pemeriksaan mikroskopis menunjukkan adanya reaksi vital, yaitu sel-sel
radang; dimana semua keadaan tadi tidak akan dijumpai pada orang yang
sudah mati pada saat kebakaran itu mulai berlangsung.
Penyebab kematian pada kasus kebakaran dapat dikarenakan oleh pelbagai hal,
diantaranya :
- Panas yang tinggi sekali yang dapat berakhir dengan serangan jantung
yang fatal.
- Keracunan gas CO, dimana dalam darah korban akan didapatkan saturasi
COHb diatas 60%.
- Shock sebagai akibat dari luka-luka yang diderita serta akibat uap gas yang
panas.
- Luka-luka yang fatal akibat tertimpa dinding atau atap yang roboh.
- Pembengkakan paru-paru (pulmonary edema), akibat panas yang
mengiritasi paru-paru.
Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 21
22. - Pembengkakan saluran pernafasan bagian atas yang mengakibatkan
obstruksi saluran pernafasan sehingga korban tidak dapat bernafas.
Penentuan identitas pada kasus yang mati terbakar amat penting, khususnya bila
kasus yang dihadapi merupakan kasus pembunuhan. Bila tubuh korban
terbakar dengan sempurna maka penentuan identitas tidak mungkin. Akan
tetapi pada kebanyakan kasus pembakaran tersebut tidak sempurna, didalam
kasus seperti ini maka penentuan identitas dapat dilakukan, terutama
penentuan identitas dari gigi, perhiasan logam dan kelainan didalam tubuh
korban seperti adanya tumor pada rahim, adanya pen besi penyambung tulang,
sebagian pakaian dan lain sebagainya yang sukar hancur bila dibakar.
Pada tubuh yang terbakar (mayat atau orang hidup), kulit akan dapat pecah
berbentuk celah hingga dapat disangka sebagai akibat dari benda tajam,
demikian pula dengan pecahnya tulang-tulang yang kesemuanya itu dapat
diketahui dan dibedakan dengan luka-luka atau kelainan yang didapat sewaktu
korban masih hidup, diantaranya dengan ada tidaknya perdarahan serta reaksi
intra vital lainnya.
Pemeriksaan toksikologis pada korban harus dilakukan dalam hubungannya untuk
mencari kejelasan dan pengarahan penyidikan.
Para pecandu alkohol, narkotika obat tidur serta obat bius lainnya oleh karena
kesadarannya terganggu seringkali mati terbakar oleh karena mereka lupa
mematikan rokok, kompor, lampu dan lain sebagainya. Jika dari hasil
penyidikan dapat diketahui bahwa mereka itu memang para pecandu dan
menyalah gunakan obat (drug abuser), maka kematian korban bersifat
kecelakaan; akan tetapi bila penyidikan tersebut tidak memberi hasil seperti
tersebut diatas maka kemungkinan kasus pembunuhan haruslah dipikirkan.
Pada umumnya kematian karena terbakar bersifat kecelakaan, akan tetapi bila pada
pemeriksaan mayat dan dari hasil penyidikan didapatkan keadaan-keadaan
yang menentangkan kecurigaan seperti yang telah disinggung pada 5.1.; 5.2.;
5.3.; 5.4.; dan 5.5., maka pembunuhan sebagai perbuatan orang lain haruslah
dijadikan pedoman utama didalam penyidikan sampai didapat hasil yang baik.
6. Anggapan yang tidak tepat dalam penyidikan kasus pembunuhan
Dalam zaman yang sudah maju dan modern seperti sekarang masih tetap hidup
dikalangan masyarakat termasuk dalam kalangan penyidik sendiri anggapan-anggapan
yang keliru dan tidak tepat mengenai kasus pembunuhan. Anggapan-anggapan tersebut
terdapat di negara-negara yang sudah maju. Berikut ini tertera beberapa anggapan yang
perlu mendapatkan perhatian khusus, yaitu :
Pembunuhan akan selalu dapat segera diketahui.
Si-pembunuh akan selalu kembali ke tempat dimana kejahatan itu dilakukan.
Arah mata dari korban atau posisi lengan korban merupakan petunjuk ke arah mana
si-pembunuh melarikan diri.
Ekspresi wajah korban, terkejut atau ketakutan akan selalu menetap tidak berubah.
Tubuh yang telah tidak bernyawa tidak dapat memberikan keterangan apa-apa.
Rambut dan kuku akan terus tumbuh walaupun korban telah tewas.
7. Kematian mendadak yang disebabkan oleh penyakit
Kematian mendadak yang disebabkan oleh penyakit (Unexpected Death due to
Natural Disease), pada seseorang terutama bila kematian tersebut terjadi di tempat
umum, seperti di hotel dan khususnya bila terjadi pada seorang tersangka pelaku
kejahatan atau seorang tahanan; merupakan peristiwa yang sensitif sehingga perlu
diselesaikan secara tuntas dan cepat.
Adapun penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan kematian secara mendadak
adalah :
Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 22
23. Penyakit pada susunan saraf pusat, yang sering adalah perdarahan spontan yang
disebabkan karena korban menderita penyakit darah tinggi, atau perdarahan
karena penyakit pengerasan pembuluh darah (arteriosklerosis). Perdarahan
spontan yang diakibatkan kedua keadaan tersebut terjadi didalam otak/intra
selebral.
Kematian dapat juga disebabkan karena terjadinya perdarahan di bawah
selaput lunak otak (perdarahan sub-arachnoid), secara spontan, oleh karena
pembuluh nadi menggembung setempat dan dapat pecah sewaktu-waktu,
khususnya bila korban melakukan aktivitas fisik yang berlebihan. Penyakit ini
biasanya menyerang anak muda, merupakan penyakit bawaan dan dikenal
dengan nama aneurysma berry.
Penyakit pada sistem kardio-vaskuler, merupakan penyebab kematian mendadak
yang tersering, khususnya penyakit pada pembuluh darah koroner, baik hanya
berupa penyempitan maupun penyumbatan.
Penyakit jantung yang juga dapat menyebabkan kematian mendadak adalah :
peradangan, penyakit pada katup serta pecahnya batang nadi tubuh (aorta)
dimana pecahnya aorta sering dihubungkan dengan penyakit pada pembuluh
nadi jantung (miocard infark).
Penyakit pada sistem pernafasan, yang tersering di Indonesia adalah perdarahan
akibat penyakit tuberkulosa/TBC, dimana darah tersebut menyumbat saluran
pernafasan. Oleh karena adanya perdarahan tersebut sering terjadi kesalahan
penafsiran, yaitu dikaitkan dengan adanya kekerasan.
Penyakit paru-paru lainnya yang juga dapat menyebabkan kematian mendadak
antara lain ialah : infeksi (pneumonia) asma bronkhiale, bronkhiektasis serta
penyakit diphteria.
Penyakit pada sistim gastrointestinal dan sistim uro-genitalis, penyakit pada
sistim gastrointestinal atau sistim pencernaan yang tersering menyebabkan
kematian mendadak adalah penyakit tukak lambung (maag), dimana
manifestasinya adalah muntah darah. Penyakit hati yang kronis (sirosis
hepatis) juga dapat menyebabkan perdarahan di lambung oleh karena terjadi
perbendungan pembuluh balik, dan kemudian pecah ke dalam lambung dan
akhirnya dimuntahkan.
Yang perlu diingat oleh dokter, dalam menghadapi kasus kematian mendadak,
terutama bila dokter tidak pernah merawat korban, maka sebaiknya dokter
jangan membuatkan surat keterangan kematian; kecuali jika ia yakin bahwa
kematian korban menurut pengetahuannya tidak disebabkan oleh tindakan
kekerasan. Pada kasus kecelakaan, yang berarti merupakan kematian yang
tidak wajar dan mungkin akan ada penuntutan, dokter jangan membuat surat
keterangan kematian. Untuk itu dokter harus melakukan pemeriksaan tubuh
mayat dengan teliti sekali. Jika ada kecurigaan setelah ia melakukan
pemeriksaan, maka pihak keluarga dianjurkan melapor kepada polisi dan
kemudian dibuatkan visum et repertumnya.
Sikap penyidik dalam kasus mati mendadak, penyidik harus melakukan tindakan-
tindakan sebagai berikut :
1. Jangan mengajukan pertanyaan yang mendatangkan syok.
2. Tentukan keadaan sekitar korban dan memperkenalkan diri dengan semua
anggota keluarga.
3. Berusaha untuk mendapatkan informasi baik di dalam hal penyakit atau
perlukaan dari korban sebelum korban meninggal dunia.
4. Perhatikan tubuh korban :
- Adakah tanda-tanda kekerasan atau perlawanan.
- Adakah tanda-tanda keracunan.
Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 23
24. - Adakah tanda-tanda bahwa korban pernah mendapatkan perawatan
atau pengobatan.
Sebab Kematian = penyakit atau cedera/luka yang bertanggung jawab terhadap
timbulnya kematian
Sebab kematian :
1. Penyakit : gangguan SCV, SSP, respirasi, GIT, urogenital
2. Trauma :
a. mekanik : - tajam : iris, tusuk, bacok
- tumpul : memar, lecet, robek, patah
- senjata api (balistik)
- bahan peledak/bom
b. fisik : - suhu : dingin, panas
- listrik/petir
c. kimiawi : - asam
- basa
- intoksikasi
Mekanisme Kematian = gangguan/kelainan fisiologik dan atau biokimia yang
bertanggung jawab terhadap timbulnya kematian
Mekanisme kematian : 1. Mati lemas (asfiksia)
2. Perdarahan
3. Kerusakan organ vital
4. Refleks vagal
5. Emboli, dll
Mekanisme kematian bisa kombinasi beberapa mekanisme
Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 24
25. BAB IV
IDENTIFIKASI FORENSIK
Definisi :
Identifikasi adalah penentuan atau pemastian identitas orang yang hidup maupun
mati, berdasarkan ciri khas yang terdapat pada orang tersebut.
Identifikasi forensik merupakan usaha untuk mengetahui identitas seseorang yang
ditujukan untuk kepentingan forensik, yaitu kepentingan proses peradilan.
Tujuan Identifikasi forensik :
1. Kebutuhan etis & kemanusiaan
2. Pemastian kematian seseorang secara resmi & yuridis
3. Pencatatan identitas untuk keperluan administratif & pemakaman
4. Pengurusan klaim di bidang hukum publik dan perdata
5. Pembuktian klaim asuransi, pensiun dll
6. Upaya awal dalam suatu penyelidikan kriminal (bila ada)
Peran Identifikasi :
1. Pada Orang Hidup
o semua kasus medikolegal
o penjahat atau prajurit militer yang melarikan diri
o orang yang didakwa pelaku pembunuhan
o orang yang diakwa pelaku pemerkosaan
o identitas bayi baru lahir yang tertukar, untuk menentukan siapa orang tuanya
o anak hilang
o orang dewasa yang karena sesuatu hal kehilangan uangnya
o tuntutan hak milik
o untuk kepentingan asuransi
o tuntutan hak pensiun
2. Pada jenazah, dilakukan pada keadaan;
o kasus peledakan
o kasus kebakaran
o kecelakaan kereta api atau pesawat terbang
o banjir
o kasus kematian yang dicurigai melanggar hukum
Ada dua metode, yaitu ;
a. Identifikasi Komparatif
- Dalam komunitas terbatas
- Data antemortem & postmoterm tersedia
b. Identifikasi Rekonstruktif
- Komunitas korban tidak terbatas
- Data antemortem tidak tersedia
Cara Identifikasi yang biasa dilakukan :
1. Secara visual keluarga/rekan memperhatikan korban (terutama wajah). Syarat
: korban dalam keadaan utuh. Kelemahan : sangat dipengaruhi faktor sugesti dan
emosi
2. Pengamatan pakaian catat: model, bahan, ukuran, inisial nama & tulisan pada
pakaian. Sebaiknya : simpan pakaian atau potongan pakaian (20x10 cm), foto
pakaian
Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 25
26. 3. Pengamatan perhiasan catat : jenis (anting, kalung, gelang, cincin dll), bahan
(emas,perak, kuningan dll), inisial nama. Sebaiknya : simpan perhiasan dengan
baik
4. Dokumen : KTP, SIM, kartu golongan darah, dll
5. Medis pemeriksaan fisik : tinggi & berat badan, warna tirai mata, adanya luka
bekas operasi, tato
6. Odontologi bentuk gigi & rahang : khas, sangat penting bila jenazah dalam
keadaan rusak/membusuk, perlu diingat : dental record di Indonesia masih
sangat terbatas
7. Sidik jari tidak ada dua orang yang memiliki sidik jari yang sama mudah dan
murah
8. Serologi menentukan golongan darah (memeriksa darah dan cairan tubuh
korban)
Ada 2 tipe orang dalam menentukan golongan darah
- Sekretor: gol.darah dapat ditentukan dari px. darah, air mani, dan cairan tubuh
lain
- Non sekretor: gol.darah hanya dapat ditentukan dari px. darah
9. DNA sangat akurat,t tapi mahal
10. Ekslusi biasanya digunakan pada korban kecelakaan masal, menggunakan
data/daftar penumpang
Metode pemeriksaan terbagi menjadi dua macam, yaitu :
1. Identifikasi primer :
Merupakan identifikasi yang dapat berdiri sendiri tanpa perlu dibantu oleh kriteria
identifikasi lain.
DNA : memerlukan keahlian dan kondisi khusus.
Sidik Jari : sukar dilakukan pada kondisi jenazah yg membusuk.
Odontologi : dental record di Indonesia masih terbatas.
Pada jenazah yang rusak/busuk untuk menjamin keakuratan dilakukan 2-3 metode
pemeriksaan dengan hasil (+).
2. Identifikasi sekunder
Tidak dapat berdiri sendiri, perlu didukung kriteria identifikasi yang lain.
Cara sederhana : melihat langsung ciri seseorang dengan memperhatikan perhiasan,
pakaian dan kartu identitas yang ditemukan.
Cara Ilmiah : melalui teknik keilmuan tertentu seperti medis dll.
Pada jenazah yang telah membusuk ditentukan :
Ras
Jenis Kelamin
Perkiraan umur
Tinggi badan
Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 26
27. PENENTUAN JENIS KELAMIN
Tabel. Penentuan jenis kelamin
Penentuan secara umum
wajah, potongan tubuh, bentuk rambut, pakaian, ciri-ciri seks, buah dada
Pemeriksaan mikroskopik dari ovarium dan testis
Pemeriksaan histologis/kromosom.
Prinsip: berdasarkan pada kromosom
Bahan pemeriksaan: kulit, leukosit, sel-sel selapu lendir pipi bagian dalam, sel-sel
rawan, korteks kelenjar suprarenalis, dan cairan amnion
Metode
- Px. Kromosom dari biopsi kulit dengan fiksasi merkuri-klorida setengah jenuh dlm
15 % formol saline
- Px. Sel PMN leukosit melihat drumstick
Kemungkinan dijumpai drumstick pada wanita lebih banyak bila dibanding pria
- Px. Struktur inti darah putih dan dari kulit (ketepatan 100%)
Penentuan dengan rangka
Pembeda Laki-laki Perempuan
Ukuran secara
Besar Kecil
umum
Arsitektur lebih kasar lebih halus
indeks iscium-pubis lebih kecil indeks iscium-pubis lebih besar15%
Tulang panggul
Indeks tersebut diukur dari ischium dan pubis dari titik dimana
mereka bertemu pada acetabulum
Tengkorak Glabela bony Glabela datar
Margin supraorbita melingkar Margin supraorbita tajam
Luas perluasan processus Luas perluasan processus
mastoideus lebih besar mastoideus lebih kecil
Platum besar, membentuk Palatum kecil, membentuk parabola
huruf U
Occipital condylus besar Occipital condylus kecil
Dibedakan atas ciri-ciri: tonjolan di atas orbita (supra orbita ridges),
processus mastoideus, palatum, bentuk rongga mata dan rahang
bawah. Ciri tersebut tamapk jelas pada usia 14-16 tahun
Tulang Panjang lebih panjang, lebih berat, lebih pendek, lebih ringan, lebih
lebih kasar, dan impressio-nya halus, dan impressio-nya lebih
lebih banyak sedikit
Tulang Dada manubrium sterni wanita separuh panjang corpus sterni
Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 27
28. PENENTUAN UMUR
- Bayi baru lahir
Penentuan umur kehamilan, viabilitas, berat badan, panjang badan, pusat
penulangan (bermakna pada bagian distal os femoris), tinggi badan (jarak antara
kepala sampai ke tumit/crown-heel, jarak antara kepala ke tulang ekor/crown-rup)
Px. Penunjang radiologis (sinar X) menilai timbulnya epiphyse dan fusinya
dengan diaphyses.
- Anak-anak & dewasa < 30 thn
Persambungan spheno-occipital terjadi dalam umur 17-25 thn (pada wanita 17-20
thn), unifikasi tulang selangka mulai umur 18-25 thn & menjadi lengkap usia 31 thn
ke atas, corpus vertebrae sblm usia 30 thn menunjukkan alur-alur yang berjalan
radier pada bagian permukaan atas & bawah
- Dewasa > 30 thn
Perkiraan dengan memeriksa tengkorak, yaitu sutura-suturanya.
Sutura sagittalis, coronaria, dan lamboidea mulai menutup pada usia 20-30 thn,
sutura parietomastoidea dan sutura squamosa menutup usia lima tahun kemudian –
60 thn, sutura sphenoparietale menutup usia 70 thn.
PENENTUAN TINGGI BADAN
Melalui pengukuran tulang panjang :
o femur 27% dari tinggi badan
o tibia 22% dari tinggi badan
o humerus 35% dari tinggi badan
o tulang belakang dari tinggi badan
Formula STEVENSON :
o TB = 61,7207 + (2,4378 x panjang Femur) + 2,1756
o TB = 81,5115 + (2,8131 x panjang Humerus) + 2,8903
o TB = 59,2256 + (3,0263 x panjang Tibia) + 1,8916
o TB = 80,0276 + (3,7384 x panjang Radius) + 2,6791
Formula TROTTER dan GLESER :
o TB = 70,37 + 1,22 (panjang Femur + pjg Tibia) + 3,24
Pengukuran dengan osteometric board & tulang harus kering
Melakukan identifikasi jenazah kepada :
Jenazah tidak dikenal
Jenazah yang membusuk atau kerangka
Kasus penculikan anak
Kasus bayi tertukar
Keraguan siapa orang tua anak
Identifikasi korban bencana massal :
Organisasi Interpol
Secara internasional identifikasi korban massal adalah tanggung jawab polisi
Interpol Disaster Victim Identification Standing Comittee yang beranggotakan 114
negara di dunia dan bersidang setahun sekali di Lyon, Prancis.
Yang harus dilakukan :
Fase I :Unit Penanganan di TKP (Tempat Kejadian Peristiwa), Kegiatan:
Membuat sektor-sektor/zona pada TKP dengan ukuran 5 x 5 m.
Memberi tanda setiap sektor.
Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 28
29. Memberikan label pandang dan label oranye pada jenazah dan potongan jenazah
diikat pada tubuh/ibu jari kaki korban.
Memberikan label putih pada barang-barang pemilik tercecer.
Membuat sketsa dan foto tiap sektor
Evakuasi dan transportasi jenazah dan barang, dengan :
- Memasukkan jenazah dan potongan jenazah dalam karung plastik dan diberi
label sesuai nomor jenazah.
- Memasukkan barang-barang yang terlepas dari tubuh korban dan diberi label
sesuai nomor jenazah.
- Diangkut ketempat pemeriksaan dan penyimpanan jenazah dan dibuat berita
acara penyerahan kolektif.
Fase II : Unit postmortem :
Menerima jenazah/potongan jenazah dan barang dari unit TKP.
Registrasi ulang dan pengelompokan kiriman tersebut berdasarkan jenazah utuh,
tidak utuh potongan jenazah dan barang-barang.
Membuat foto jenazah.
Mencatat semua ciri-ciri korban sesuai formulir interpol
Mengambil sidik jari korban dan golongan darah (Ident/Labfor).
Mencatat gigi-gigi korban (Odontogram).
Membuat Ro. Foto jika perlu.
Melakukan autopsi.
Mengambil data-data ke unit pembanding.
Fase III : Unit ante mortem
Mengumpulkan data-data nama korban dari daftar penumpang serta data semasa
hidup seperti foto dan lain-lain yang dikumpulkan dari instansi tempat korban
bekerja, keluarga/kenalan, dokter-dokter gigi pribadi, polisi (sidik jari).
Memasukkan data-data yang masuk dalam formulir yang tersedia formulir AM
Kuning.
Mengelompokkan data-data Ante Mortem.berdasarkan :
o Jenis kelamin
o Umur
o Kewarganegaraan
Mengirimkan data-data yang telah diperoleh ke unit pembanding data
Fase IV
Unit pembanding data (rekonsiliasi)
Cek dan recek hasil unit pembanding data.
Mengumpulkan hasil identifikasi korban.
Membuat surat keterangan kematian untuk korban yang dikenal dan surat-surat lain
yang diperlukan.
Menerima keluarga korban.
Publikasi yang benar dan terarah oleh komisi identifikasi sangat membantu
masyarakat mendapat informasi yang terbaru dan akurat.
Fase V
Dilakukan Evaluasi
Dilakukan evaluasi yang komprehensif terhadap masing-masing fase
Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 29
30. BAB V
TEMPAT KEJADIAN PERKARA (TKP)
Definisi :
Suatu tempat penemuan barang bukti atau tempat terjadinya peristiwa tindak pidana
atau kecurigaan suatu tindak pidana, merupakan suatu persaksian.
Penyidik:
1. melakukan pengamatan/observasi TKP
2. membuat sketsa/foto
3. penanganan korban
4. penanganan terhadap pelaku/kerugian lain
5. penanganan terhadap barang bukti
KUHP pasal 20 minta bantuan dokter, apakah kasus pidana atau tidak
Jika dokter tidak mau sanksi KUHP pasal 24
Bantuan dokter dapat berupa:
1. persiapan permintaan tertulis atau tidak, catat tanggal permintaan, siapa peminta,
lokasi dimana, dan alat pemeriksa TKP
2. biaya ditanggung yang meminta
3. jika korban masih hidup
identifikasi secara visual: pakaian secara visual terhadap perhiasan, dokumen,
kartu pengenal lainnya
identifikasi medik dari ujung rambut sampai kaki termasuk gigi dan
identifikasi sidik jari
4. jika korban mati buat sketsa foto situasi ruangan, lihat TKP (porak-poranda
atau tenang):
identifikasi lihat bab identifikasi
lihat tanatologi suhu rektal, lebam mayat, kaku mayat. (1. kulit pucat, 2.
relaksasi otot, 3. penurunan suhu, 4. perubahan mata, 5. lebam mayat, 6. kaku
mayat, 7. pembusukan)
lihat lukanya lokasi luka, garis tengah luka, banyak luka, ukuran luka (cm
ditulis sentimeter), sifat luka:
o tepi luka (jika ditautkan berbentuk garis atau tidak)
o sudut luka (tumpul atau tidak)
o jembatan jaringan (terpotong atau tidak)
o ada lecet atau memar di sekitar luka
o tanda: fraktur atau krepitasi tulang
o dasar luka (bersih atau tidak)
o koordinat luka
Kesan: luka akibat benda tajam/tumpul, dll
darah
o warna merah/tidak
o tetesan, genangan, atau garis
o melihat bentuk/sifat darah dapat diperkirakan sumber darah
darah bundar tepi kecil darah jatuh vertikal jarak = 60 cm
darah bundar, tepi seperti jarum darah jath vertikal jarak 60-120 cm
darah bundar, tepi garis seperti roda darah jatuh secara vertikal jarak
> 120 cm
darah bulat lonjong darah jatuh arahnya miring
o distribusi darah
Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 30
31. dari dada ke kaki
bentuk genangan (bunuh diri), morat marit (pembunuhan)
o sumber
dari arteri (pancaran lebih jauh dan warna lebih terang)
darah merah berbuih dari saluran respirasi
darah coklat hitam dari saluran cerna
Tabel. Bentuk dari bercak darah
Bentuk Bercak Arah Jatuhnya dan Deskripsinya
Jarknya
Vertikal
Sampai 60 Bercak bundar dengan
tepi rata
Bercak bundar dengan
tepi terdapat bundaran
kecil-kecil
Vertikal
60-120 cm Bercak bundar dengan tepi
terdapat tonjolan-tonjolan
seperti jarum
Vertikal
Diatas 120 cm
Bercak bundar dengan
tepi bergerigi seperti roda
pedati
Miring
Bervariasi dengan Bentuk lonjong seperti
kecepatan jatuhnya tanda seru atau seperti
bowling
5. identifikasi lanjutan
ada sperma atau tidak
pengambilan darah : jika di dinding kering dikerok, jika pada pakaian
digunting
darah basah/segar masukan termos es kirim ke lab kriminologi
6. identifikasi lanjutan
rambut
sperma kering atau tidak secara visual sinar UV
air ludah, bekas gigitan bisa ditentukan golongan darah
7. membuat kesimpulan di TKP
mati wajar atau tidak
bunuh diri genangan darah, TKP tengang tidak morat-marit, ada luka
percobaan, luka mudah dicapai oleh korban, tidak ada luka tangkisan, pakaian
masih baik
Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 31
32. pembunuhan TKP morat marit, luka multipel, ada luka yang mudah dicapai
ada yang tidak, luka di sembarang tempat, pakaian robek, ada luka tangkisan
karena perlawanan
kecelakaan
mati wajar karena penyakit
Dengan melihat keadaan TKP lakukan :
1. penentuan mati wajar atau tidak
2. menentukan saat kematian
3. menentukan cara kematian/menentukan diagnosis mati
Tugas dokter di TKP untuk membantu visum dan autopsi apakah sesuai dengan TKP
atau tidak.
Kesimpulan
Kesimpulan pada visum TKP harus berisi:
1. Perkiraan saat kematian
Ditentukan berdasarkan :
a. Lebam mayat (livor mortis)
b. Kaku mayat (rigor mortis)
c. Penurunan suhu tubuh (algor mortis)
d. Pembusukan (decomposition)
e. Umur larva lalat yang ditemukan dalam jenazah.
2. Sebab akibat luka
Dari pemeriksaan luka dapat disimpulkan benda yang mengakibatkan luka:
Karena persentuhan benda tumpul
Karena persentuhan benda tajam
Karena tembakan
Ledakan granat dsb
Sebab kematian (cause of death) hanya dapat ditentukan secara pasti dengan
pemeriksaan luar dan dalam, jadi tubuh mayat mutlak harus diotopsi.
3. Cara Kematian (manner of death)
Gambar. Sketsa TKP yang salah
Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 32
33. Gambar. Sketsa TKP yang benar
Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 33
34. BAB VI
TANATOLOGI
Pengertian
o Thanatos : yang berhubungan dengan kematian
o Logos : ilmu
Adalah bagian dari ilmu kedokteran forensik yang mempelajari kematian dan perubahan
yang terjadi setelah kematian serta faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut. Atau
Ilmu yang mempelajari tentang mati dan diagnostik mati dan perubahan postmortem
dan faktor-faktor yang mempengaruhi serta kegunaan apa saja.
Fungsi Tanatologi :
o Menegakkan diagnosis mati
o Memperkirakan saat kematian
o Untuk menentukan proses cara kematian
o Untuk mengetahui sebab kematian
Penentuan Mati
Dicetuskan DECLARATION OF SYDNEY pada tahun 1968
o Penentuan seseorang telah meninggal harus berdasarkanatas pemeriksaan klinis,
dan bila perlu dibantu denganpemeriksaan laboratoris.
o Apabila hendak dilakukan transplantasi jaringan, makapenentuan bahwa seseorang
telah meninggal harusdilakukan oleh 2 orang dokter atau lebih, dan dokter ini
bukanlah dokter yang akan mengerjakan transplantasi nanti
Definisi Mati
Berhentinya ketiga sistem yaitu kardiovaskular, respirasi , dan sistem saraf pusat,
yang merupakan satu unit kesatuan dan tidak terkonsumsinya oksigen.
Istilah Mati :
o Mati somatis/mati klinis : 3 sistem (SSP, SCV, Sist.respiratory) mati
ireversibel/menetap, tetapi beberapa organ & jaringan masih bisa berfungsi
sementara memungkinkan untuk transplantasi. Aktivitas otak dinyatakan
berhenti bila : EEG mendatar selama 5 mnt
o Mati seluler/molekuler : kematian organ & jaringan, sesaat setelah kematian somatis
( otak & jar.saraf +5 menit setelah mati klinis, otot +4 jam setelah mati klinis,
kornea +6 jam setelah mati klinis). Dapat dikemukakan bahwa susunan saraf pusat
mengalami mati seluler dalam waktu 4 menit; otot masih dapat dirangsang (listrik)
sampai kira-kira 2 jam pasca mati, dan mengalami mati seluler setelah 4 jam;
dilatasi pupil masih terjadi pada pemberian adrenalin 0,1% atau penyuntikan sulfat
atropin 1% ke dalam kamera okuli anterior, pemberian pilokarpin 1% atau
fisostigmin 0,5% akan mengakibatkan miosis hingga 20 jam pasca mati. Kulit masih
dapat berkeringat sampai lebih dari 8 jam pasca mati dengan cara menyuntikkan
subkutan pilokarpin 2% atau asetilkolin 20%; spermatozoa masih bertahan hidup
beberapa hari dalam epididimis; kornea masih dapat ditransplantasikan dan darah
masih dapat dipakai untuk transfusi sampai 6 jam pasca mati.
o Mati suri : Dalam stadium somatic death perlu diketahui suatu keadaan yang dikenal
dengan istilah mati suri atau apparent death. Mati suri ini terjadi karena proses vital
dalam tubuh menurun sampai taraf minimum untuk kehidupan, sehingga secara
klinis sama dengan orang mati. Dalam literatur lain mati suri adalah terhentinya
ketiga sistem kehidupan yang ditentukan dengan alat kedokteran sederhana. Dengan
Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 34
35. peralatan kedokteran canggih masih dapat dibuktikan bahwa ketiga sistem tersebut
masih berfungsi. Mati suri sering ditemukan pada kasus keracunan obat tidur
(barbiturat), tersengat aliran listrik, kedinginan, mengalami anestesi yang dalam,
mengalami acute heart failure, mengalami neonatal anoxia, menderita catalepsy dan
tenggelam.
o Mati serebral : kerusakan kedua hemisfer otak yang irreversibel, kecuali batang otak
dan serebelum (SCV dan respirasi masih berfungsi)
o Mati otak/batang otak : kerusakan seluruh isi neuronal intrakranial yang irreversibel,
termasuk batang otak dan serebelum
Diagnosis mati
Hilangnya seluruh ataupun pergerakan/aktivitas refleks hilang
Ada 5 cara mendeteksi tidak berfungsinya sistem respirasi :
1. Tidak ada gerak napas pada inspeksi dan palpasi.
2. Tidak ada bising napas pada auskultasi.
3. Tidak ada gerakan permukaan air dalam gelas yang kita taruh diatas perut korban
pada tes Winslow.
4. Tidak ada uap air pada cermin yang kita letakkan didepan lubang hidung atau mulut
korban.
5. Tidak ada gerakan bulu burung yang kita letakkan didepan lubang hidung atau
mulut korban.
Ada 5 cara mendeteksi tidak berfungsinya sistem saraf :
1. Areflex
2. Relaksasi
3. Pergerakan tidak ada
4. Tonus tidak ada
5. Elektoensefalografi (EEG) mendatar/flat selama 5 menit
Ada 6 cara mendeteksi tidak berfungsinya sistem kardiovaskuler :
1. Denyut nadi berhenti pada palpasi.
2. Detak jantung berhenti selama 5-10 menit pada auskultasi.
3. Elektro Kardiografi (EKG) mendatar/flat.
4. Tes magnus : tidak adanya tanda sianotik pada ujung jari tangan setelah jari tangan
korban kita ikat.
5. Tes Icard : daerah sekitar tempat penyuntikan larutan Icard subkutan tidak berwarna
kuning kehijauan.
6. Tidak keluarnya darah dengan pulsasi pada insisi arteri radialis.
Tanda Kematian Tidak pasti :
Pernafasan berhenti, dinilai selama lebih dari 10 menit
Terhentinya sirkulasi, dinilai selama 15 menit
Kulit pucat
Tonus otot menghilang dan relaksasi
Pembuluh darah retina mengalami segmentasi bergerak ke arah tepi retina dan
kemudian menetap
Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan
Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 35
36. Tanda Kematian Pasti :
Lebam mayat (livor mortis)
Kaku mayat (rigor mortis)
Penurunan suhu tubuh (algor mortis)
Pembusukan (decomposition, putrefaction)
Adiposera atau lilin mayat
Mumifikasi
Terjadinya adipocere dan mummifikasi dapat dikatakan jarang dijumpai oleh
karena memerlukan berbagai factor, kondisi yang tidak selamanya ada, khususnya di
Indonesia.
Perubahan post mortem :
Kulit wajah pucat : krn sirkulasi berhenti, darah mengendap terutama pembuluh
darah besar
Relaksasi primer : krn tonus otot tidak ada → rahang bawah melorot
Perubahan pada mata : pandangan mata kosong, refleks (-)
10-12 jam → keruh kornea
Penurunan suhu mayat (algor mortis): karena perpindahan panas ke dingin melalui
konduksi, konveksi dan radiasi serta evaporasi
Penurunan suhu = 10x(37-temperatur rektal) = ..... jam
8
Saat kematian (dalam jam) dapat dihitung rumus Post Mortem Interval (PMI) oleh
Glaister dan Rentoul :
- Formula untuk suhu dalam derajat Celcius
PMI = 37 o C - RT o C +3
- Formula untuk suhu dalam derajat Fahrenheit
PMI = 98,6 o F - RT o F
1,5
Faktor-Faktor yang mempengaruhi penurunan suhu mayat:
1. Faktor Lingkungan, semakin besar perbedaan antara suhu tubuh dengan suhu
lingkungan semakin cepat penurunan suhu mayat.
2. Suhu Tubub sebelum kematian, kematian karena perdarahan otak, kerusakan
jaringan oatak, penjeratan dan infeksi akan selalu didahului dgn peningkatan
suhumempengaruhi penafsiran dari perkiraan saat kematian.
3. Intensitas dan kuantitas aliran atau pergerakan udara
4. Keadaan tubuh dan pakaian yang menutupi, yaitu lemak tubuh, tebalnya
otot serta tebalnya pakaian.
Perubahan biokimia
Ada 3 contoh perubahan biokimia pada fase lanjut post mortem, yaitu :
1. Perubahan plasma, yaitu peningkatan kadar kalium, pospor, CO & asam laktat dan
penurunan kadar glukosa & pH.
2. Perubahan humor vitreus yang berupa peningkatan kadar kalium yang terjadi
antara 24 sampai 100 jam post mortem.
3. Perubahan jantung berupa adanya chicken fat clot (bekuan lemak ayam) yaitu
bekuan darah post mortem menyerupai lemak ayam yang berwarna merah
kekuningan. Bekuan ini biasanya kita temukan pada jantung mayat yang mati
dengan proses kematian lama.
Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 36
37. Perubahan pada kulit :
Lebam mayat (livor mortis, post mortum lividity, post mortum suggilation, post
mortum hypostasis) : terjadi karena pengendapan butir-butir ertirosit karena adanya
gaya gravitasi sesuai dengan tubuh, berwarna biru ungu tetapi masih dalam
pembuluh darah. Timbul 20-30 menit dan setelah 6-8 jam lebam mayat masih bisa
ditekan dan masih bisa berpindah tempat. Suhu tubuh yang tinggi dapat
mempercepat timbulnya lebam mayat.
Terbentuknya lebam mayat terjadi karena kegagalan sirkulasi, dan aliran balik vena
gagal mempertahankan darah mengalir melalui saluran pembuluh darah kapiler
akibatnya butir sel darahnya saling tumpuk memenuhi saluran tersebut dan sukar
dialirkan di tempat lain (fenomena kopi tubruk). Gaya gravitasi meyebabkan darah
yang terhenti tersebut mengalir ke area terendah.
Korban meninggal peredaran darah berhenti stagnasi akibat gravitasi
darah mencari tempat yang terendah terlihat bintik-bintik merah kebiruan.
Timbul : 30 menit setelah kematian somatis dan intensitas maksimal (menjadi
lengkap) setelah 8-12 jam post mortal. Sebelum waktu ini, lebam mayat masih
dapat berpindah-pindah, jika posisi mayat diubah, misalnya dari terlentang menjadi
tengkurap. Namun setelahnya, lebam mayat sudah tidak dapat hilang (fenomena
kopi tubruk).
Tidak hilangnya lebam mayat pada saat itu, dikarenakan telah terjadinya
perembesan darah kedalam jaringan sekitar akibat rusaknya pembuluh darah akibat
tertimbunnya sel – sel darah dalam jumlah yang banyak, adanya proses hemolisa
sel-sel darah dan kekakuan otot-otot dinding pembuluh darah. Dengan demikian
penekanan pada daerah lebam yang dilakukan setelah 8 – 12 jam tidak akan
menghilang. Hilangnya lebam pada penekanan dengan ibu jari dapat memberi
indikasi bahwa suatu lebam belum terfiksasi secara sempurna. Atas dasar keadaan
tersebut, maka dari sifat-sifat serta distribusi lebam mayat dapat diperkirakan
apakah pada tubuh korban telah terjadi manipulasi merubah posisi korban.
Lokalisasi : tempat yang terendah
Kecuali : bagian tubuh yang
- tertekan dasar
- tertekan pakaian
Perbedaan antara lebam mayat & hematom lihat bab traumatologi
letak lebam mayat tidak berubah, bila posisi mayat tidak diubah.
Warna lebam mayat:
- Normal : Merah kebiruan
- Keracunan CO : Cherry red
- Keracunan CN : Bright red
- Keracunan nitrobenzena : Chocolate brown
- Asfiksia : Dark red
Warna Lebam Mayat
Lebam mayat sering berwarna merah kebiru-biruan, tetapi bervariasi, tergantung
oksigenasi sewaktu korban meninggal. Bila terjadi bendungan, hipoksia, mayat
memiliki warna lebam yang lebih gelap karena adanya hemoglobin tereduksi dalam
pembuluh darah kulit. Lebam mayat merupakan indikator kurang akurat dalam
menentukan mekanisme kematian, dimana tidak ada hubungan antara tingkat
kegelapan lebam mayat dengan kematian yang disebabkan asfiksia. Sering
Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 37
38. kematian sebab wajar oleh karena gangguan koroner atau penyakit lain memiliki
lebam yang lebih gelap. Terkadang area lebam mayat berwarna terang dan
dilanjutkan dengan area lebam mayat berwarna lebih gelap. Hal ini akan berubah
seiring memanjangnya interval post mortem. Sering kali warna lebam mayat merah
terang atau merah muda. Kematian yang disebabkan hipotermia atau terpapar udara
dingin selama beberapa waktu, seperti tenggelam, dimana warna lebam mayat dapat
menentukan penyebab kematian, tetapi relatif tidak spesifik oleh karena mayat yang
terpapar udara dingin setelah mati (terutama bila mayat yang di dalam lemari es
mayat) dapat terjadi perubahan lebam dari merah padam menjadi merah muda.
Mekanismenya belum pasti, tetapi sangatlah jelas merupakan hasil dari perubahan
hemoglobin tereduksi menjadi oksihemoglobin. Hal ini dapat dimengerti pada
kasus hipotermia, dimana metabolisme reduksi dari jaringan gagal mengambil
oksigen dari sirkulasi darah.
Diketahui bahwa lebam mayat yang merah padam berubah menjadi merah muda
pada batas horizontal anggota tubuh bagian atas, warna lebam pada anggota tubuh
bagian bawah tetap gelap, sehingga perubahan secara kuantitatif lebam dapat
ditentukan, dimana hemoglobin lebih mudah mengalami reoksigenasi karena
eritrosit kurang mengendap pada bagian lebam.
Perubahan lainnya pada warna lebam lebih berguna. Pada keracunan gas
karbonmonoksida, lebam mayat akan berwarna merah bata atau cherry red, yang
merupakan warna dari karboksi-hemoglobin (COHb). Keracunan sianida akan
memberikan warna lebam merah terang. Oleh karena kadar oksi hemoglobin (HbO)
dalam darah vena tetap tinggi. Pada keracunan zat yang dapat menimbulkan
methemoglobinemia, seperti pada keracunan kalium khlorat, kinine, anilin,
asetanilid dan nitrobensen, lebam akan berwarna coklat-kebiruan (slaty) oleh
karena adanya methemoglobin yang berwarna coklat serta adanya sianosis. Pada
kasus tenggelam atau pada kasus dimana tubuh korban berada pada suhu
lingkungan yang rendah, maka lebam mayat khususnya yang dekat letaknya dengan
tempat yang bersuhu rendah, akan berwarna merah terang. Ini disebabkan karena
suhu yang rendah akan mempengaruhi kurva dissosiasi dari oksi-hemoglobin.
Kematian yang disebabkan sepsis dimana Clostridium perfringens sebagai agen
infeksi, bercak berwarna pucat keabuan dapat terkadang terlihat pada kulit,
Walaupun hal ini tidak timbul pada lebam. Pemeriksaan laboratorium sederhana
yaitu test resistensi alkali dapat juga dilakukan, yaitu dengan menetesi contoh darah
yang telah diencerkan dengan NaOH/KOH 10%. Pada CO, warna tetap beberapa
saat oleh karena resistensi, sedangkan pada CN, warna segera menjadi coklat oleh
karena terbentuknya hematina alkali. Pada anemi berat, lebam mayat yang terjadi
sedikit, warna lebih muda dan terjadi biasanya lebih lambat. Begitu juga pada
kematian dengan perdarahan yang banyak, maka warna lebam mayat akan
berwarna lebih muda. Pada poliasitemia sebaliknya lebam mayat lebih cepat terjadi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan pembentukan lebam mayat adalah:
viskositas darah, termasuk berbagai penyakit yang mempengaruhinya, kadar Hb,
dan perdarahan (hipovolemia).
Kepentingan mediko-legal
Secara medikolegal yang terpenting dari lebam mayat ini adalah letak dari warna
lebam itu sendiri dan distribusinya. Perkembangan dari lebam mayat ini terlalu
besar variasinya untuk digunakan sebagai indikator dari penentuan saat mati.
Sehingga lebih banyak digunakan untuk menentukan apakah sudah terjadi
manipulasi posisi pada mayat.
Roman’s 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso 38