3. Guru dan siswa menetapkan siswa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siswa-siswa lain yang berperan sebagai pendengar;
4.
5. Penugasan diberikan kepada setiap siswa berdasarkan nomor terhadap tugas yang berangkai misalnya: siswa No.1 bertugas mencatat soal, siswa No. 2 mengerjakan soal, dan siswa No. 3 melaporkan hasil pekerjaan dan seterusnya;
6. Jika perlu, guru bisa menyuruh kerja sama antar-kelompok. Siswa disuruh keluar dari kelompoknya dan bergabung bersama beberapa siswa yang bernomor sama dari kelompok lain. Dalam kesempatan ini siswa dengan tugas yang sama bisa saling membantu atau mencocokkan hasil kerja sama mereka;
8. Simpulan.5) Student teams-achievement divisions (STAD), dengan langkah-langkah sebagai berikut:<br />Membentuk kelompok yang anggotanya terdiri atas 4-5 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dll);<br />Guru menyajikan pelajaran;<br />Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok. Anggota yang sudah paham dapat menjelaskan kepada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu paham;<br />Guru memberikan kuis/pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis para siswa tidak diperbolehkan saling membantu;<br />Memberi evaluasi;<br />Simpulan.<br />6) Jigsaw (Model Tim Ahli), dengan langkah-langkah sebagai berikut:<br />Siswa dikelompokkan ke dalam tim-tim yang terdiri atas 4 siswa;<br />Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda;<br />Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang ditugaskan;<br />Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian/sub bab yang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan subbab mereka;<br />Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap anggota kembali ke kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang subbab yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan sungguh-sungguh;<br />Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi;<br />Guru memberi evaluasi;<br />Penutup. <br />7) Problem-based instructions (PBI), dengan langkah-langkah sebagai berikut:<br />Guru menjelaskan kompetensi yang ingin dicapai dan menyebutkan sarana atau alat pendukung yang dibutuhkan. Memotivasi siswa untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih;<br />Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhu- bungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadual, dll.) ;<br />Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masa- lah, pengumpulan data, hipotesis, pemecahan masalah ;<br />Guru membantu siswa dalam merencanakan karya yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya ;<br />Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap eksperimen mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.<br />Penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam proses pembelajaran<br />Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah memberikan pengaruh terhadap dunia pendidikan khususnya dalam proses pembelajaran. Komunikasi sebagai media pendidikan dilakukan dengan menggunakan media-media komunikasi seperti telepon, komputer, internet, e-mail, dsb. Interaksi antara guru dan siswa tidak hanya dilakukan melalui hubungan tatap muka tetapi juga dilakukan dengan menggunakan media-media tersebut. <br />Guru dapat memberikan layanan tanpa harus berhadapan langsung dengan siswa. Demikian pula siswa dapat memperoleh informasi dalam lingkup yang luas dari berbagai sumber melalui cyber space atau ruang maya dengan menggunakan komputer atau internet. Hal yang paling mutakhir adalah berkembangnya “cyber teaching” atau pengajaran maya, yaitu proses pengajaran yang dilakukan dengan menggunakan internet. Istilah lain yang makin poluper saat ini ialah e-learning yaitu satu model pembelajaran dengan menggunakan media teknologi komunikasi dan informasi khususnya internet.<br />Penggunaan komputer dalam pendidikan dapat menggabungkan unsur inovasi, kreativitas dan hiburan, menjadikan peserta didik memiliki rasa senang, tidak jenuh menerima pelajaran dan memudahkan tenaga pendidik dalam mempersiapkan materi pembelajaran. Apabila media teknologi ini tersedia, maka dengan mudah siswa dapat memfokuskan pengambilan keputusan, refleksi, penalaran, dan problem solving. Hal ini akan mendorong daya pikir kritis siswa dan berkeasi dengan bebas. Dengan memanfaatkan kemajuan teknologi, proses belajar untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi semakin cepat dan hemat waktu dan prosesnya pun akan semakin individual sesuai dengan kebutuhan setiap siswa tetapi sekaligus massal. (Centron, dalam Supriadi, 2002:4)<br />Beberapa ahli berpendapat bahwa dalam dunia pendidikan teknologi komputer dianggap sebagai revolusi ketiga. Revolusi pertama ditandai dengan ditemukannya teknologi pencetakan buku. Revolusi kedua ditandai dengan munculnya konsep perpustakaan dan teknologi komputer yang dikembangkan pada awal tahun 1950-an yang telah memberikan manfaat luar biasa bagi kehidupan manusia (Heinich, 1996)<br />Kemajuan teknologi komputer membawa perubahan besar dalam dunia pendidikan, tatkala inovasi dalam perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software) mulai tumbuh, dilakukan usaha-usaha untuk menerapkan hasil-hasil inovasi teknologi tersebut dalam pendidikan umumnya dan kegiatan pembelajaran khususnya yang dikenal dengan pembelajaran dengan bantuan komputer (Computer-Assited Learning / Instruction, disingkat CAL/CAI) dimana belajar siswa tidak lagi hanya mengandalkan tatap muka dengan guru, meskipun siapapun mengakui bahwa bahwa peran guru dalam pendidikan tak tergantikan oleh komputer (Supriadi, 2002 : 1 )<br />Alternatif CAI diimplementasikan dengan penggunaan komputer secara langsung dengan siswa untuk menyampaikan isi pelajaran, memberikan latihan dan mengukur kemajuan belajar siswa. CAI dapat sebagai tutor yang menggantikan guru di dalam kelas. Bentuk CAI bermacam-macam bergantung pada kecakapan pendesain dan pengembang pembelajaran. Di antaranya ada yang berbentuk permainan (games) untuk mengajarkan konsep-konsep abstrak yang dikonkretkan dalam bentuk visual dan audio yang dianimasikan.<br />Ditinjau dari tujuan kognitif, komputer dapat mengajar- kan konsep-konsep aturan, prinsip, langkah-langkah, proses, dan kalkulasi yang kompleks. Komputer juga dapat menjelaskan konsep tersebut dengan dengan sederhana dengan penggabungan visual dan audio yang dianimasikan. Sehingga cocok untuk kegiatan pembelajaran mandiri. Ditinjau dari tujuan psikomotor, melalui pembelajaran yang dikemas dalam bentuk games dan simulasi sangat bagus digunakan untuk menciptakan kondisi dunia kerja. Beberapa contoh program antara lain; simulasi pendaratan pesawat, simulasi perang dalam medan yang paling berat dan sebagainya, dan tujuan afektif. Bila program didesain secara tepat dengan memberikan potongan clip suara atau video yang isinya menggugah perasaan, pembelajaran sikap/afektif pun dapat dilakukan mengunakan media komputer. Selain itu banyak keuntungan yang diperoleh, karena komputer memiliki banyak keistimewaan diantaranya (Dubin dan Clements dalam Munir, 2001:10) :<br />Adanya hubungan interaktif yang menyebabkan terwujudnya hubungan antara rangsangan dengan respons, juga dapat menumbuhkan inspirasi dan meningkatkan minat; <br />Terjadinya pengulangan. Komputer memberi fasilitas bagi pengguna untuk mengulang bila diperlukan, juga untuk memperkuat proses belajar dan memperbaiki ingatan. Hal ini memerlukan kebebasan kreativitas dari para siswa;<br />Umpan balik. Komputer membantu siswa memeroleh umpan balik (feed back) terhadap pelajaran secara leluasa dan dapat memacu motivasi siswa.<br />Proses pembelajaran yang berbasis teknologi komputer multimedia atau perangkat elektronik (e-learning), dapat dilaksanakan dengan menggunakan beberapa model sesuai dengan kemampuan sekolah dalam penyediaan sarana perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software)<br />Menurut Nuruddin (Suhada,2003), terdapat beberapa model pembelajaran yang dapat digunakan dengan menggunakan e-learning, (dalam hal ini multimedia), yakni: model selektif, model sequential, dan model laboratorium. Berikut uraian rinci mengenal model-model tersebut.<br />1) Model Selektif<br />Apabila perangkat komputer yang tersedia di sekolah sangat minim, model selektif menjadi alternatif bagi guru untuk melaksanakan pembelajaran. Dengan menggunakan komputer dan LCD, guru secara demonstratif menyampaikan materi ajar yang telah dibuat dalam bentuk CD interaktif. <br />Jika ada lebih dari satu komputer, siswa diberi peluang untuk mendapatkan pengalaman “hand on”, mengoperasikan sendiri, bahan ajar langsung diakses dan ditampilkan dari CD interaktif, selain itu dapat melalui situs-situs (web page) mata pelajaran, referensi lain seperti buku atau bahan lain yang mendukung proses pembelajaran. Gambaran model selektif tersaji pada Gambar 1 di bawah ini.<br />262382015875<br /> <br /> <br /> Gambar 1. Model Selektif<br />b) Model Sequential<br />Apabila perangkat komputer yang tersedia di sekolah cukup banyak, namun belum memungkinkan seluruh siswa menggunakan komputer yang ada, maka hal tersebut dapat diatur untuk setiap dua atau tiga siswa dapat mengakses komputernya masing-masing bahan ajar matematika yang telah diinstal pada server. <br />Dalam model ini para siswa secara bergantian mendapat kesempatan menggunakan komputer untuk mengeksplorasi informasi yang dilakukan secara berurutan. Pembelajaran dilakukan secara berurutan (sequensial), yaitu e-learning (multimedia), buku, tatap muka di kelas, diskusi kelompok, diskusi kelas. Gambaran model sequential tersaji pada Gambar 2 ini.<br />22809202857522352041275<br /> <br />-12573071755S T A D(Student Teams – Achievement Divisions)<br />4. TAHAP PENGHARGAAN KELOMPOK3. TAHAP PELAKSANAAN TES INDIVIDU1. TAHAP PENYAJIAN MATERI<br />2. TAHAP KEGIATAN KELOMPOK1. TAHAP PENYAJIAN MATERI <br /> Gambar 2. Model Sequential<br />c) Model Laboratorium<br />Model pembelajaran laboratorium adalah model pembelajaran e-learning yang paling ideal dimana setiap siswa dapat menggunakan perangkat komputer untuk mengakses materi ajar. Gambaran model laboartorium tersaji pada Gambar 3 ini.<br />2438400114300342900114300<br />Gambar 3 . Model Laboratorium<br />Pengembangan pembelajaran berbasis teknologi multimedia dapat digambarkan sebagai berikut :<br />Guru membuat bahan ajar berkolaborasi dengan ahli media, selanjutnya ahli media membuatnya dalam bentuk CD pembelajaran interaktif.<br />Materi ajar tersebut selanjutnya di up-load pada server, kemudian diakses oleh guru dan siswa. Dalam materi tersebut tercantum referensi yang dapat ditelusuri secara online.<br />Sistem pembelajaran ini dibangun dengan kemungkinan selalu dapat diperbaharui serta disesuaikan dengan kondisi sekolah. <br />3.3 Pembelajaran Kreatif <br /> Kreatif (creative) berarti menggunakan hasil ciptaan / kreasi baru atau yang berbeda dengan sebelumnya. Pembelajaran yang kreatif mengandung makna tidak sekedar melaksanakan dan menerapkan kurikulum. Kurikulum memang merupakan dokumen dan rencana baku, namun tetap perlu dikritisi dan dikembangkan secara kreatif. Dengan demikian, ada kreativitas pengembangan kompetensi dan kreativitas dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas termasuk pemanfaatan lingkungan sebagai sumber bahan dan sarana untuk belajar. Pembelajaran kreatif juga dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa dan tipe serta gaya belajar siswa.<br />Alhasil, di satu sisi guru bertindak kreatif dalam arti: <br />Mengembangkan kegiatan pembelajaran yang beragam;<br />Membuat alat bantu belajar yang berguna meskipun sederhana;<br />Di sisi lain, siswa pun kreatif dalam hal: <br />Merancang / membuat sesuatu;<br />Menulis/mengarang.<br />3.4 Pembelajaran Efektif<br />Pembelajaran dapat dikatakan efektif (effective / berhasil guna) jika mencapai sasaran atau minimal mencapai kompetensi dasar yang telah ditetapkan. Di samping itu, yang juga penting adalah banyaknya pengalaman dan hal baru yang “didapat“ siswa. Guru pun diharapkan memeroleh “pengalaman baru” sebagai hasil interaksi dua arah dengan siswanya. <br />Untuk mengetahui keefektifan sebuah proses pembelajaran, maka pada setiap akhir pembelajaran perlu dilakukan evaluasi. Evaluasi yang dimaksud di sini bukan sekedar tes untuk siswa, tetapi semacam refleksi, perenungan yang dilakukan oleh guru dan siswa, serta didukung oleh data catatan guru. Hal ini sejalan dengan kebijakan penilian berbasis kelas atau penilaian authentic yang lebih menekan- kan pada penilaian proses selain penilaian hasil belajar (Warta MBS UNICEF : 2006)<br />Alhasil, di satu sisi guru menjadi pengajar yang efektif, karena: <br />Menguasai materi yang diajarkan<br />Mengajar dan mengarahkan dengan memberi contoh;<br />Menghargai siswa dan memotivasi siswa;<br />Memahami tujuan pembelajaran;<br />Mengajarkan keterampilan pemecahan masalah;<br />Menggunakan metode yang bervariasi;<br />Mengembangkan pengetahuan pribadi dengan banyak membaca;<br />Mengajarkan cara mempelajari sesuatu;<br />Melaksanakan penilian yang tepat dan benar.<br />Di sisi lain, siswa menjadi pembelajar yang efektif dalam arti:<br />Menguasai pengetahuan dan keterampilan atau kompetensi yang diperlukan;<br />mendapat pengalaman baru yang berharga.<br />3.5 Pembelajaran Menyenangkan<br />Pembelajaran yang menyenangkan (joyful) perlu dipahami secara luas, bukan hanya berarti selalu diselingi dengan lelucon, banyak bernyanyi atau tepuk tangan yang meriah. Pembelajaran yang menyenangkan adalah pembela- jaran yang dapat dinikmati siswa. Siswa merasa nyaman, aman dan asyik. Perasaan yang mengasyikkan mengandung unsur inner motivation, yaitu dorongan keingintahuan yang disertai upaya mencari tahu sesuatu.<br />Selain itu pembelajaran perlu memberikan tantangan kepada siswa untuk berpikir, mencoba dan belajar lebih lanjut, penuh dengan percaya diri dan mandiri untuk mengembangkan potensi diri secara optimal. Dengan demikian, diharapkan kelak siswa menjadi manusia yang berkarakter penuh percaya diri, menjadi dirinya sendiri dan mempunyai kemampuan yang kompetitif (berdaya saing). <br />Adapun ciri-ciri pokok pembelajaran yang menyenangkan, ialah:<br />Adanya lingkungan yang rileks, menyenangkan, tidak membuat tegang (stress), aman, menarik, dan tidak membuat siswa ragu melakukan sesuatu meskipun keliru untuk mencapai keberhasilan yang tinggi;<br />Terjaminnya ketersediaan materi pelajaran dan metode yang relevan; <br />Terlibatnya semua indera dan aktivitas otak kiri dan kanan; <br />Adanya situasi belajar yang menantang (challenging) bagi peserta didik untuk berpikir jauh ke depan dan mengeksplorasi materi yang sedang dipelajari;<br />Adanya situasi belajar emosional yang positif ketika para siswa belajar bersama, dan ketika ada humor, dorongan semangat, waktu istirahat, dan dukungan yang enthusiast.<br />Alhasil, dalam pembelajaran yang menyenangkan guru tidak membuat siswa: <br />Takut salah dan dihukum;<br />Takut ditertawakan teman-teman;<br />Takut dianggap sepele oleh guru atau teman.<br />Di sisi lain, pembelajaran yang menyenangkan dapat membuat siswa: <br />Berani bertanya;<br />Berani mencoba/berbuat;<br />Berani mengemukakan pendapat/gagasan;<br />Berani mempertanyakan gagasan orang lain.<br />4. CONTOH SITUASI PAIKEM<br />Berikut ini beberapa gambaran situasi PAIKEM.<br />68580078105<br />Contoh ruang kelas yang menunjukkan ciri-ciri PAIKEM<br />Pada pembelajaran konvensional meja dan kursi diatur menghadap ke papan tulis dan siswa duduk berjajar, namun tidak demikian pada PAIKEM. Meja dan kursi diatur sedemikian rupa sehingga dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja dalam kelompok-kelompok. <br />Pembelajaran konvensional Pembelajaran PAIKEM <br />Siswa terlibat dalam berbagai kegiatan yang mengembangkan pemahaman dan kemampuan mereka dengan penekanan pada belajar dengan cara berbuat (learning by doing).<br />706120196215<br />Belajar dengan cara berbuat/melakukan sesuatu/<br /> learning by doing (Depdiknas (2005)<br />Guru menggunakan berbagai alat bantu dan berbagai cara menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar untuk membuat pembelajaran menarik dan menyenangkan.<br />330200-95252275205-9525 Siswa menggunakan alat bantu dan lingkungan sebagai<br /> sumber belajar (Depdiknas, 2005)<br />2421255822325330200822325 Guru mengatur kelas dengan memajang buku-buku dan bahan belajar yang menarik dan menyediakan ”pojok baca”.<br /> Pajangan hasil karya untuk menghargai siswa dan menarik minat baca (Depdiknas, 2005)<br />Guru menerapkan cara mengajar yang lebih kooperatif dan interaktif, termasuk cara belajar kelompok yang mengoptimalkan tanggung jawab seluruh anggota kelompok dalam berpartisipasi dan memberikan kontribusi positif.<br />2242185331470<br />-3238564135<br />69342034925<br />Kegiatan siswa bervariasi yakni: kerja kelompok, kerja berpasangan, kerja perorangan, dan kegiatan belajar di kelas (Depdiknas, 2005)<br />Guru mendorong siswa untuk menemukan caranya sendiri dalam pemecahan masalah dan untuk mengungkapkan gagasannya, serta melibatkan mereka dalam lingkungan sekolahnya.<br />3441702851152325370285115<br />Guru mendorong siswa dalam kegiatan pembelajaran (Depdiknas, 2005)<br />5. ALTERNATIF CARA PENERAPAN PAIKEM<br />Cara melaksanakan PAIKEM mencakup berbagai kegiatan yang terjadi selama proses pembelajaran. Pada saat yang sama, kemampuan yang seyogianya dikuasai guru untuk menciptakan keadaan sebaik-baiknya harus ditunjukkan. Berikut ini disajikan tabel beberapa contoh kegiatan pembelajaran dan kemampuan guru yang bersesuaian.<br />Kemampuan GuruKegiatan PembelajaranGuru merancang dan mengelolala kegiatan pembelajaran yang mendorong siswa untuk berperan aktif dalam pembelajaranGuru melaksanakan kegiatan pembelajaran yang beragam, misalnya PercobaanDiskusi kelompokMemecahkan masalahMencari informasiMenulis laporan/cerita/puisiBerkunjung ke luar kelas Guru menggunakan alat bantu dan sumber belajar yang beragamSesuai mata pelajaran, guru menggunakan, misalnya :Alat yang tersedia atau yang dibuat sendiriGambarStudi kasusNara sumberLingkungan Guru memberikan peluang kepada siswa untuk mengembangkan keterampilannyaSiswa :Melakukan percobaan, pengamatan, atau wawancaraMengumpulkan data/jawaban dan mengolahnya sendiriMenarik simpulanMemecahkan masalah, mencari rumusan sendiriMenulis laporan/hasil karya lain dengan kata-kata sendiriGuru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasannya sendiri secara lisan atau tulisanMelalui :DiskusiLebih banyak pertanyaan terbukaHasil karya yang merupakan pemikiran siswa sendiri Guru menyesuaikan bahan dan kegiatan belajar dengan kemampuan siswa sendiriSiswa dikelompokkan sesuai dengan kemampuan (untuk kegiatan tertentu)Bahan pelajaran disesuaikan dengan kemampuan kelompok tersebutTugas perbaikan atau pengayaan diberikanGuru mengaitkan kegiatan pembelajaran dengan pengalaman siswa sehari-hariSiswa menceritakan atau memanfaatkan pengalamannya sendiriSiswa menerapkan hal yang dipelajari dalam kegiatan sehari-hariMenilai kegiatan pembelajaran dan kemajuan belajar siswa secara terus menerusGuru memantau kerja siswaGuru memberikan umpan balik<br />6. ALTERNATIF CONTOH DESAIN PAIKEM<br />6.1 Mata pelajaran : Pendidikan Agama Islam<br /> Topik : Bahaya Minuman Keras <br /> (Khamr)<br />Berikut ini akan diuraikan contoh rancangan (design) pendekatan PAIKEM untuk proses pembelajaran tentang bahaya minuman keras (khamr) dalam Pendidikan Agama Islam dengan mengguunakan metode Ceramah Plus Role Playing (bermain peran). <br />6.1.1 Metode dan Tahapan<br />Metode yang digunakan ialah metode ceramah (teacher talk) yang dipadukan dengan metode bermain peran (role-playing). Bermain peran pada prinsipnya dapat berfungsi sebagai: 1) prosedur bimbingan dan penyuluhan yang bersifat edukatif; 2) prosedur terapi kejiwaan dan penyuluhan.<br />Pada prinsipnya, pendekatan PAIKEM dengan meng- gunakan metode Ceramah Plus (+ bermain peran) merupa- kan upaya pemecahan masalah khususnya yang bertalian dengan kehidupan sosial melalui peragaan tindakan. Proses pemecahan masalah tersebut dilakukan melalui tahapan-tahapan:<br />1)identifikasi/pengenalan masalah;<br />2)uraian masalah;<br />3)pemeranan/peragaan tindakan; dan diakhiri dengan<br />4)diskusi dan evaluasi.<br />6.1.2 Langkah-langkah<br />Ada sembilan langkah yang perlu ditempuh dalam melaksanakan metode bermain peran yang dipadukan dengan metode ceramah. Langkah-langkah ini, menurut Shatel & Shaftel dalam Syah (2008, 196-198), secara ringkas sebagai berikut.<br />Pertama, memotivasi kelompok-kelompok siswa yakni kelompok pemegang peran/pemain dan kelompok penonton/pengamat. Dalam merangsang minat siswa terhadap kegiatan bermain peran, guru perlu menawarkan masalah yang baik. Masalah-masalah yang baik harus memiliki kriteria sebagai berikut:<br />masalah-masalah itu aktual;<br />masalah itu berkaitan dengan kehidupan siswa;<br />masalah itu merangsang rasa ingin tahu (curiosity) siswa;<br />masalah itu bersifat problematik dan memungkinkan terpakainya berbagai alternatif pemecahan.<br />Perhatikanlah uraian seorang guru agama mengenai bahaya minuman keras yang telah menimbulkan kerusuhan antar-remaja termasuk Badu, seorang pelajar SMA tempat guru tersebut mengajar !. Dalam Syah (2008, 196) diikisahkannya bahwa:<br />Badu pada mulanya adalah seorang anak yang baik dan rajin beribadah. Dulu ia tinggal bersama ibunya yang telah menjanda di sebuah rumah dekat mesjid. Setelah ibunya meninggal, ia diajak pindah ke rumah pamannya di kota, di sebuah lingkungan kumuh yang jauh dari mesjid. Anak-anak muda di sekitar lingkungan itu senang bergerombol di mulut-mulut gang sambil menenggak minuman keras dan berteriak-teriak. Sayang, Badu yang baik itu pun terpengaruh dan menyukai minuman keras pula, lalu bergabung bersama anak-anak berandal tetangganya itu. Kini Badu harus meringkuk dalam tahanan polisi karena telah melukai seseorang ketika dia mabuk dan terlibat dalam aksi tawuran antarkelompok remaja kota itu.<br />Setelah masalah bahaya minuman keras yang mencelakakan Badu tadi diidentifikasi secara rinci, selanjutnya guru menetapkan peran-peran tertentu yang dapat dimainkan siswa. Dalam hal ini guru tak perlu terpaku dengan kisah yang telah ia ceritakan. Artinya, bagian-bagian masalah yang perlu diperankan oleh para siswa bisa sama atau berbeda dari kisah tragis tadi. Namun apapun dan bagaimanapun peran yang dimainkan oleh para siswa pada prinsipnya harus bermuara pada pencarian jawaban atas pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:<br />1. “Mengapa minuman keras itu diharamkan?”<br />2. quot;
Bagaimana sebaiknya Badu berbuat?quot;
<br />3.quot;
Bagaimana sebaiknya saya berbuat?quot;
<br />dan pertanyaan-pertanyaan lain yang relevan dan dapat<br />mendorong aktivitas berpikir siswa.<br />Kedua, memilih pemeran (pemegang peranan/aktor). Pada tahap kedua ini, bersama-sama para siswa, guru mendiskusikan gambaran karakter-karakter yang akan diperankan. Seusai karakter-karakter ini disepakati, selanjut- nya guru menawarkan peran-peran itu kepada siswa yang layak. Dalam hal ini guru dapat juga menggunakan jasa satu atau dua orang siswa yang dianggap cakap untuk memilih siswa-siswa yang pantas menjadi aktor quot;
Xquot;
, aktor quot;
Yquot;
, dan seterusnya.<br />Ketiga, mempersiapkan pengamat. Dalam melangsungkan model bermain peran diperlukan adanya pengamat yang diambil dari kalangan siswa sendiri. Pengamat ini sebaiknya terlibat dalam cerita yang dimainkan. Agar seorang pengamat merasa terlibat, ia perlu diberi penjelasan mengenai tugas-tugasnya. Tugas-tugas ini meliputi:<br />1)menilai tingkat kecocokan peran yang dimainkan dengan masalah yang sesungguhnya;<br />2)menilai tingkat keefektifan perilaku yang ditunjukkan pemeran;<br />3)menilai tingkat penghayatan pemeran terhadap tokoh (peran yang dimainkan).<br />Keempat, mempersiapkan tahapan peranan. Dalam bermain peran tidak diperlukan adanya dialog-dialog khusus seperti dalam sinetron, sebab yang dibutuhkan para siswa aktor itu adalah dorongan untuk berbicara dan bertindak secara kreatif dan spontan. Walaupun begitu, garis besar adegan yang akan dimainkan perlu disusun secara tertulis. Selanjutnya, sebagai pendukung suksesnya permainan, lokasi tempat bermain peran seperti ruang kelas, aula, atau lapangan terbuka perlu dilengkapi dengan sarana-sarana yang dibutuhkan oleh cerita yang hendak dimainkan.<br />Kelima, pemeranan. Setelah segala sesuatunya siap, mulailah para aktor memainkan peran masing-masing secara spontan sesuai dengan garis-garis besar dan tahapan-tahapan yang telah ditentukan. Berapa lama sebuah role playing harus dimainkan? Jawabannya bergantung pada tingkat kompleksitas situasi masalah yang diperankan.<br />Keenam, diskusi dan evaluasi. Seusai semua peran dimainkan, diskusi dan evaluasi perlu diadakan. Dalam hal ini guru bersama para aktor dan pengamat hendaknya melakukan pertukaran pikiran dalam rangka menilai bagian-bagian peran tertentu yang belum dimainkan secara sempurna.<br />Ketujuh, pengulangan pemeranan. Dari diskusi dan evaluasi tadi biasanya akan muncul gagasan baru mengenai alternatif-alternatif lain pemeranan. Alternatif-alternatif ini kemudian digunakan untuk memainkan lagi topik cerita bermain peran secara lebih baik. Dalam pengulangan peran dimungkinkan berubahnya sebuah karakter peran yang berakibat berubahnya peran-peran lainnya. Kejadian seperti ini bukan masalah, karena dalam kehidupan sehari-hari hal-hal yang sama (perubahan itu) juga biasa terjadi di tengah-tengah masyarakat.<br />Kedelapan, diskusi dan evaluasi ulang. Tahapan ini dimaksudkan untuk mengkaji kembali hasil pemeranan ulang pada langkah ketujuh tadi. Diskusi dan evaluasi pada tahap ini berlangsung seperti diskusi dan evaluasi pada tahap keenam. Namun, dari diskusi dan evaluasi ulangan ini diharapkan akan muncul strategi-strategi pemecahan masalah yang lebih inovatif dan kreatif. Dari diskusi dan evaluasi ulangan ini juga diharapkan timbul kesepakatan yang bulat mengenai strategi tertentu untuk memecahkan masalah yang tertuang dalam permainan peran.<br />Kesembilan, membagi pengalaman dan menarik generalisasi. Tahapan terakhir ini dilaksanakan untuk menarik faidah pokok yang terkandung dalam bermain peran, yakni membantu para siswa memeroleh pengalaman-pengalaman baru yang berharga melalui aktivitas interaksi dengan orang lain.<br />Pada tahap ini siswa diharapkan saling mengemukakan pengalaman hidupnya bersama orang lain, umpamanya orangtua dan tetangga di sekitarnya. Mungkin pengalaman-pengalaman yang beraneka ragam itu dalam banyak segi tertentu terdapat kesamaan yang dapat diambil sebagai standar generalisasi (pematokan prinsip yang berlaku umum). Generalisasi, tentu tak harus menjadi sesuatu yang berharga pasti, sebab hubungan antar manusia juga tak dapat dirumuskan dalam formula yang 100 % pasti.<br />DAFTAR PUSTAKA<br />Arends,S. 1997. Classroom Instruction and Management. New York: McGraw Hill.<br />Depdiknas. 2005. Paket Pelatihan Awal untuk Sekolah dan Masyarakat. Menciptakan Masyarakat Peduli Pendidik- an Anak. Program Manajemen Berbasis Sekolah. Ja- karta: Ditjen Dikdasmen–Depdiknas.<br />_________. 2005. Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Depdiknas.<br />Heinich, R., dkk. 1996. Instructional Media and Technology for Learning. New Jersey: Prentice Hall, Inc.<br />Lie, A. 2002. Cooperative Learning : Mempraktikkan Co-<br />operative Learning di Ruang-ruang Kelas. Jakarta: Grasindo.<br />Munir. 2001. Aplikasi Teknologi Multimedia dalam Proses<br /> Belajar Mengajar. Mimbar Pendidikan, 3 (21).<br />Petty, Geoff. 2004. Teaching Today: A Practical Guide. 3rd edition. Cheltenham U.K.: Nelson Thomes Ltd.<br />Setiawan. 2004. Strategi Pembelajaran Matematika yang Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAKEM). Makalah disampaikan pada Diklat Instruktur Pengem- bang Matematika SMA Jenjang Dasar. Di PPPG Mate- matika Yogyakarta pada tanggal 6 – 19 Agustus 2004. <br />Slavin, R.E. 1995. Cooperative Learning Theory, Research and Practice. Second Edition. Boston:Allyin and Bacon.<br />Sternberg, Robert J. 2006. Cognitive Psychology. 4th editon. Belmont CA, USA: Thomson Higher Education.<br />Suhada, B. 2003. Pembelajaran Biologi dengan Menggunakan Media Interaktif CD GCSE Biologi Kelas 2 SMU Negeri 1 Bandung sebagai Computer Based Learning dalam Rangka Antisipasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Proceedings The 6th National Seminar on Science and Mathematics Education, The rule of IT/ICT in Supporting the Implementation of Competency-Based Curriculum. JICA-IMSTEP. <br />Supriadi, D. 2002. Internet Masuk Sekolah : Pemberdayaan Guru dan Siswa dalam Era Sekolah Berbasis E-Learning Makalah disajikan dalam seminar “Implementasi E-Learning untuk Sekolah Menengah.” Diselenggarakan oleh Telkom Learning / Sinapsis Indonesia, Oktober 2002 . Bandung: PT Telkom.<br />Syah, Muhibbin. 2006. Islamic English: A Competency-based Reading Comprehension. Cetakan ke-2. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.<br />____________. 2008. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Cetakan ke-14 (Edisi revisi). Bandung: PT Remaja Rosdakarya.<br />____________. 2008. Psikologi Belajar. Cetakan ke-8. Jakarta: PT Rajawali Pers.<br />Taslimuharrom. 2008. Metodologi PAKEM. Artikel Pendidikan [On-line] htttp://id.wordpress.com/tag/artikel-pendidikan / di akses tanggal 15 April 2008.<br />Warta MBS UNICEF. 2006. Paket Pelatihan Program Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Depdiknas<br />http://pusatdata.pgpaud.ac.id/?data=dokumen/Buku+Paikem+++Rahayu+++Muhibin++2009.doc <br />