Dokumen tersebut membahas tentang kemiskinan di Indonesia. Tingkat kemiskinan cukup tinggi yaitu 25% dari penduduk Indonesia. Kemiskinan disebabkan oleh faktor individual, sosial, kultural, dan struktural. Pekerjaan sosial berfokus pada kelompok yang sangat miskin, miskin, dan rentan dengan berbagai program untuk memberdayakan mereka.
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
KEMISKINAN DI INDONESIA
1. 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Masalah kemiskinan merupakan isu sentral di Tanah Air, terutama setelah
Indonesia dilanda krisis multidimensional yang memuncak pada periode 1997-
1999. Setelah dalam kurun waktu 1976-1996 tingkat kemiskinan menurun secara
spektakuler dari 40,1 persen menjadi 11,3 persen, jumlah orang miskin meningkat
kembali dengan tajam, terutama selama krisis ekonomi. Studi yang dilakukan
BPS, UNDP dan UNSFIR menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin pada
periode 1996-1998, meningkat dengan tajam dari 22,5 juta jiwa (11,3%) menjadi
49,5 juta jiwa (24,2%) atau bertambah sebanyak 27,0 juta jiwa (BPS, 1999).
Sementara itu, menurut INDEF tahun 2009 yang memproyeksikan jumlah
penduduk miskin mencapai 40 juta (16,8%) sedangkan data BPS pada Maret 2008
menyatakan bahwa penduduk miskin sebanyak 35 juta jiwa (15,4%)
Dari data Badan Pusat Statistik (BPS) terbaru tahun 2006, mencapai 60 juta
jiwa dari total penduduk atau sekitar 25 persen. Dengan asumsi pendapatan
perbulan hanya RP 150 ribu perbulan. Padahal standar Bank Dunia orang miskin
memiliki pendapatan US$2 perkapita per hari. Maka jika standar ini digunakan
maka jumlah keluarga miskin di Indonesia lebih fantastik lagi. Kemiskinan
sebuah kondisi kekurangan yang dialami seseorang atau suatu keluarga.
Kemiskinan telah menjadi masalah yang kronis karena berkaitan dengan
kesenjangan dan pengangguran. Walaupun kemiskinan dapat dikategorikan
sebagai persoalan klasik, tetapi sampai saat ini belum ditemukan strategi yang
tepat untuk menanggulangi masalah kemiskinan, sementara jumlah penduduk
miskin tiap tahunnya meningkat.
Walaupun kemiskinan dapat dikategorikan sebagai persoalan klasik, tetapi
sampai saat ini belum ditemukan strategi yang tepat untuk menanggulangi
masalah kemiskinan dan merumuskan kebijakan anti kemiskinan, sementara
jumlah penduduk miskin tiap tahunnya meningkat. Ketidakberhasilan itu kiranya
2. 2
bersumber dari cara pemahaman dan penanggulangan kemiskinan yang selalu
diartikan sebagai sebuah kondisi ekonomi semata-mata.
Mengatasi kemiskinan pada hakekatnya merupakan upaya memberdayakan orang
miskin untuk dapat mandiri, baik dalam pengertian ekonomi, budaya dan politik.
Penanggulangan kemiskinan tidak hanya dengan pemberdayaan ekonomi, akan tetapi
juga dengan pemberdayaan politik bagi lapisan miskin merupakan sesuatu yang tidak
dapat terelakkan kalau pemerataan ekonomi dan terwujudnya kesejahteraan
masyarakat yang berkeadilan sosial seperti yang dikehendaki.
1.2 Permasalahan
Makalah ini akan membahas tentang masalah-masalah :
1. Kemiskinan Di Indonesia
2. Definisi Kemiskinan
3. Penyebab Terjadinya Kemiskinan
4. Identifikasi Pelayanan Pekerjaan Sosial yang berhubungan dengan
kemiskinan
5. Identifikasi Potensi dan Sistem Sumber di Indonesia
6. Pemecahan Kemiskinan Melalui Pendekatan-Pendekatan Pemecahan
Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini untuk mengetahui pengetahuan mengenai
masalah-masalah kemiskinan dan memberi informasi tentang kemiskinan, selain
itu makalah ini juga digunakan sebagai salah satu syarat memperoleh nilai pada
mata kuliah Analisis Masalah Sosial.
3. 3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, identifikasi masalahnya
sebagai berikut:
a. Tingkat Kemiskinan Di Indonesia cukup tinggi yakni 25% dari jumlah
penduduk Indonesia
b. Pemecahan masalah Kemiskinan bukan hanya melalui pendekatan
ekonomi saja
2.2 Definisi Masalah
Kemiskinan memiliki defenisi berbeda bergantung pada cara pandang dan
indikatornya. Secara tradisional kemiskinan sering dipandang sebagai
ketidakmampuan orang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang paling
mendasar. Kemiskinan merupakan konsep yang berwayuh wajah, bermatra
multidimensional. Ellis (1984:242-245), misalnya, menunjukkan bahwa dimensi
kemiskinan menyangkut aspek ekonomi, politik dan sosial-psikologis. Secara
ekonomi, kemiskinan dapat didefinisikan sebagai kekurangan sumberdaya yang
dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan
kesejahteraan sekelompok orang. Sumberdaya dalam konteks ini menyangkut
tidak hanya aspek finansial, melainkan pula semua jenis kekayaan (wealth) yang
dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam arti luas. Berdasarkan
konsepsi ini, maka kemiskinan dapat diukur secara langsung dengan menetapkan
persediaan sumberdaya yang dimiliki melalui penggunaan standar baku yang
dikenal dengan garis kemiskinan (poverty line). Cara seperti ini sering disebut
dengan metode pengukuran kemiskinan absolut. Garis kemiskinan yang
digunakan BPS sebesar 2,100 kalori per orang per hari yang disetarakan dengan
pendapatan tertentu atau pendekatan Bank Dunia yang menggunakan 1 dolar AS
per orang per hari adalah contoh pengukuran kemiskinan absolut.
4. 4
Secara politik, kemiskinan dilihat dari tingkat akses terhadap kekuasaan
(power). Kekuasaan dalam pengertian ini mencakup tatanan sistem politik yang
dapat menentukan kemampuan sekelompok orang dalam menjangkau dan
menggunakan sumberdaya. Ada tiga pertanyaan mendasar yang bekaitan dengan
akses terhadap kekuasaan ini, yaitu (a) bagaimana orang dapat memanfaatkan
sumberdaya yang ada dalam masyarakat, (b) bagaimana orang dapat turut ambil
bagian dalam pembuatan keputusan penggunaan sumberdaya yang tersedia, dan
(c) bagaimana kemampuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan
kemasyarakatan.
Kemiskinan secara sosial-psikologis menunjuk pada kekurangan jaringan
dan struktur sosial yang mendukung dalam mendapatkan kesempatan-kesempatan
peningkatan produktivitas. Dimensi kemiskinan ini juga dapat diartikan sebagai
kemiskinan yang disebabkan oleh adanya faktor-faktor penghambat yang
mencegah atau merintangi seseorang dalam memanfaatkan kesempatan-
kesempatan yang ada di masyarakat. Faktor-faktor penghambat tersebut secara
umum meliputi faktor internal dan eksternal. Faktor internal datang dari dalam
diri si miskin itu sendiri, seperti rendahnya pendidikan atau adanya hambatan
budaya. Teori “kemiskinan budaya” (cultural poverty) yang dikemukakan Oscar
Lewis, misalnya, menyatakan bahwa kemiskinan dapat muncul sebagai akibat
adanya nilai-nilai atau kebudayaan yang dianut oleh orang-orang miskin, seperti
malas, mudah menyerah pada nasib, kurang memiliki etos kerja dsb. Faktor
eksternal datang dari luar kemampuan orang yang bersangkutan, seperti birokrasi
atau peraturan-peraturan resmi yang dapat menghambat seseorang dalam
memanfaatkan sumberdaya. Kemiskinan model ini seringkali diistilahkan dengan
kemiskinan struktural. Menurut pandangan ini, kemiskinan terjadi bukan
dikarenakan “ketidakmauan” si misikin untuk bekerja (malas), melainkan karena
“ketidakmampuan” sistem dan struktur sosial dalam menydiakan kesempatan-
kesempatan yang memungkinkan si miskin dapat bekerja. Konsepsi kemiskinan
yang bersifat multidimensional ini kiranya lebih tepat jika digunakan sebagai
pisau analisis dalam mendefinisikan kemiskinan dan merumuskan kebijakan
penanganan kemiskinan di Indonesia. Sebagaimana akan dikemukakan pada
5. 5
pembahasan berikutnya, konsepsi kemiskinan ini juga sangat dekat dengan
perspektif pekerjaan sosial yang memfokuskan pada konsep keberfungsian sosial
dan senantiasa melihat manusia dalam konteks lingkungan dan situasi sosialnya.
(Edi Suharto, 2004).
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementrian Sosial (2004),
kemiskinan adalah ketidakmampuan induvidu dalam memenuhi kebutuhan dasar
minimal untuk hidup secara layak dan mencapai kesejahteraan sosial. Sedangkan
menurut pengertian lain, Kemiskinan (poverty) adalah suatu kondisi yang ditandai
oleh berbagai keterbatasan yang mengakibatkan rendahnya kualitas kehidupan
seseorang/keluarga seperti rendahnya penghasilan, keterbatasan kepemilikan
rumah tinggal yang layak huni, pendidikan dan keterampilan yang rendah, serta
hubunyan sosial dan akses informasi yang terbatas (Pola Pembangunan
Kesejahteraan Sosial, 2003:145).
Dengan mengacu pendapat di atas, maka di peroleh pengertian bahwa,
kemiskinan merupakan kondisi individu, keluarga ataupun kelompok masyarakat
yang mengalami hambatan dalam pemenuhan kebutuhan pokok dan kebutuhan
dasar yang lain, sehingga kualitas hidup dan tingkat kesejahteraan sosialnya
rendah.
2.3 Penyebab Kemiskinan
Kemiskinan disebabkan oleh banyak faktor. Jarang ditemukan kemiskinan
yang hanya disebakan oleh faktor tunggal. Menurut Suharto, (2009:17-18), secara
konsep, kemiskinan bisa diakibatkan oleh empat faktor, yaitu :
1. Faktorindividual.
Terkait dengan aspek patologis, termasuk kondisi fisik dan psikologis si miskin.
Orang miskin disebabkan oleh perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin
itu sendiri dalam menghadapi kehidupannya.
2. Faktor sosial.
Kondisi-kondisi lingkungan sosial yang menjebak seseorang menjadi miskin.
Misalnya, diskriminasi berdasarkan usia, jender, etnis yang menyebabkan
seseorang menjadi miskin. Termasuk dalam faktor ini adalah kondisi sosial dan
6. 6
ekonomi keluarga si miskin yang biasanya menyebabkan kemiskinan antar
generasi.
3. Faktor kultural.
Kondisi atau kualitas budaya yang menyebabkan kemiskinan. Faktor ini secara
khusus sering menunjuk pada konsep “kemiskinan kultural” atau “budaya
kemiskinan” yang menggabungkan kemiskinan dengan kebiasaan hidup atau
mentalitas. Sikap-sikap “negatif seperti malas, fatalisme atau menyerah pada
nasib, tidak memiliki jiwa wirausaha, dan kurang menghirmati etos kerja,
misalnya sering ditemukan pada orang-orang miskin.
4. Faktor struktural.
Menunjuk pada struktur atau sistem yang tidak adil, tidak sensitif dan tidak
accessible sehingga menyebabkan seseorang atau sekelompo orang menjadi
miskin. Sebagai contoh, sisten ekonomi neoliberalisme yang diterapkan di
Indonesia telah menyebabkan para petani, nelayan, dan pekerja sektor informal
terjerat oleh, dan sulit keluar dari kemiskinan. Sebaliknya. Stimulus ekonomi,
pajak dan ilklim investasi lebih menhuntungkan orang kaya dan pemodal asing
untuk terus menumpuk kekayaan
2.4 Identifikasi Pelayanan Peksos yang berhubungan dengan masalah
Secara konseptual pekerjaan sosial memandang bahwa kemiskinan merupakan
persoalan-persoalan multidimensional, yang bermatra ekonomi-sosial dan
individual-struktural. Berdasarkan perspektif ini, ada tiga kategori kemiskinan
yang menjadi pusat perhatian pekerjaan sosial, yaitu:
1. Kelompok yang paling miskin (destitute) atau yang sering didefinisikan
sebagai fakir miskin. Kelompok ini secara absolut memiliki pendapatan dibawah
garis kemiskinan (umumnya tidak memiliki sumber pendapatan sama sekali) serta
tidak memiliki akses terhadap berbagai pelayanan sosial.
2. Kelompok miskin (poor). Kelompok ini memiliki pendapatan dibawah garis
kemiskinan namun secara relatif memiliki akses terhadap pelayanan sosial dasar
7. 7
(misalnya, masih memiliki sumber-sumber finansial, memiliki pendidikan dasar
atau tidak buta hurup,).
3. Kelompok rentan (vulnerable group). Kelompok ini dapat dikategorikan bebas
dari kemesikinan, karena memiliki kehidupan yang relatif lebih baik ketimbang
kelompok destitute maupun miskin. Namun sebenarnya kelompok yang sering
disebut “near poor” (agak miskin) ini masih rentan terhadap berbagai perubahan
sosial di sekitarnya. Mereka seringkali berpindah dari status “rentan” menjadi
“miskin” dan bahhkan “destitute” bila terjadi krisis ekonomi dan tidak mendapat
pertolongan sosial.
Secara tegas, memang sulit mengkategorikan bahwa sasaran garapan
pekerjaan sosial adalah salah satu kelompok dari ketiga kelompok di atas.
Pekerjaan sosial melihat bahwa kelompok sasaran dalam menangani kemiskinan
harus mencakup tiga kelompok miskin secara simultan. Dalam kaitan ini, maka
seringkali orang mengklasifikasikan kemiskinan berdasarkan “status” atau
“profil” yang melekat padanya yang kemudian disebut Penyandang Masalah
Kesejahteraan Sosial (PMKS). Gelandangan, pengemis, anak jalanan, suku
terasing, jompo terlantar, penyandang cacat (tubuh, mental, sosial) dll adalah
beberapa contoh PMKS yang sering diidentikan dengan sasaran pekerjaan sosial
di Indonesia. Belum ada hasil penelitian yang komprehensif apakah mereka ini
tergolong pada kelompok destitute, poor atau vulnerable. Namun dapat
diasumsikan bahwa proporsi jumlah PMKS diantara ketiga kategori tersebut
membentuk piramida kemiskinan.
Sesuai dengan konsepsi mengenai keberfungsian sosial, strategi
penanganan kemiskinan pekerjaan sosial terfokus pada peningkatan kemampuan
orang miskin dalam menjalankan tugas-tugas kehidupan sesuai dengan statusnya.
Karena tugas-tugas kehidupan dan status merupakan konsepsi yang dinamis dan
multi-wajah, maka intervensi pekerjaan sosial senantiasa melihat sasaran
perubahan (orang miskin) tidak terpisah dari lingkungan dan situasi yang
dihadapinya. Prinsip ini dikenal dengan pendekatan “person-in-environment dan
person-in-situation”.
8. 8
Pada pendekatan pertama, pekerja sosial melihat penyebab kemiskinan
dan sumber-sumber penyelesaian kemiskinan dalam kaitannya dengan lingkungan
dimana si miskin tinggal, baik dalam konteks keluarga, kelompok pertemanan
(peer group), maupun masyarakat. Penanganan kemiskinan yang bersifat
kelembagaan (institutional) biasanya didasari oleh pertimbangan ini. Beberapa
bentuk PROKESOS yang telah dan sedang dikembangkan oleh Depsos dapat
disederhanakan menjadi:
1. Pemberian pelayanan dan rehabilitasi sosial yang diselenggarakan oleh panti-
panti sosial.
2. Program jaminan, perlindungan dan asuransi kesejahteraan sosial.
Pendekatan kedua, yang melihat si miskin dalam konteks situasinya,
strategi pekerjaan sosial berpijak pada prinsip-prinsip individualisation dan self-
determinism yang melihat si miskin secara individual yang memiliki masalah dan
kemampuan unik. Program anti kemiskinan dalam kacamata ini disesuaikan
dengan kejadian-kejadian dan/atau masalah-masalah yang dihadapinya.
Penanganan kemiskinan dapat dikategorikan kedalam beberapa strategi:
1. Strategi kedaruratan. Misalnya, bantuan uang, barang dan tenaga bagi korban
bencana alam.
2. Strategi kesementaraan atau residual. Misalnya, bantuan stimulan untuk
usaha-usaha ekonomis produktif.
3. Strategi pemberdayaan. Misalnya, program pelatihan dan pembinaan keluarga
muda mandiri, pembinaan partisipasi sosial masyarakat, pembinaan anak dan
remaja.
4. Strategi “penanganan bagian yang hilang”. Strategi yang oleh Caroline Moser
disebut sebagai “the missing piece strategy” ini meliputi program-program yang
dianggap dapat memutuskan rantai kemiskinan melalui penanganan salah satu
aspek kunci kemiskinan yang kalau “disentuh” akan membawa dampak pada
aspek-aspek lainnya. Misalnya, pemberian kredit, program KUBE atau Kelompok
Usaha Bersama.
2.5 Identifikasi Potensi dan Sistem Sumber
9. 9
Potensi adalah manusia, alam, dan institusi social yang belum
dikembangkan namun dapat digunakan untuk usaha dalam menangani kemiskinan
di Indonesia.
Banyak potensi yang dimiliki Indonesia, baik potensi alam ataupun potensi
manusia dalam menangani masalah kemiskinan. Kekayaan alam misalnya saja
dapat membuat lapangan kerja baru, merekrut tenaga kerja, dan akhirnya dapat
mengurangi tingkat kemiskinan. Potensi-potensi manusia juga bisa diberdayakan,
Misalnya, program pelatihan dan pembinaan keluarga muda mandiri, pembinaan
partisipasi sosial masyarakat, pembinaan anak dan remaja.
Sumber-sumber penyelesaian kemiskinan dalam kaitannya dengan
lingkungan dimana si miskin tinggal, baik dalam konteks keluarga, kelompok
pertemanan (peer group), maupun masyarakat. Dukungan lingkungan, institusi,
dan keluarga agar keluar dari kemiskinan sangat berpengaruh.
2.6 Pemecahan Masalah Melalui Pendekatan-Pendekatan Pemecahan
Masalah
A. Melalui pendekatan agama
Kegiatan untuk membantu keluarga yang miskin telah dilakukan oleh
masyarakat yang secara ekonomi mampu, baik secara pribadi maupun kelompok.
Mengenai kegiatan pemberian bantuan secara atau bersifat pribadi biasanya merek
alakukan pada ssaat tertentu dan bagi yang beragama islam dalam bentuk sedekah
ataupun pada saat menjelang hari raya idul firti berupa zakat fitrah, ataupun zakat
mal, sesuai ketentuan agama islam. Sementara kegiatan pemberian bantuan
kepada keluarga miskin dilaksanakan oleh umat yng beragama katholik ataupun
Kristen disebut tabungan cinta kasih (Tacika)yang biasanya diberikan pada saat
menjelang hari natal dan hari paskah.
B. Melalui pendekatan Jurnalistik
Dengan pendekatan jurnalistik dimaksudkan sebagai usaha penyebarluasan
informasi yang berkaitan dengan masalah sosial melalui tulisan-tulisan di media
cetak. Melalui pendekatan ini masalah sosial diusahakan untuk dikenalkan pada
masyarakat baik dalam arti masalah sosial itu sendiri maupun sebab-akibat serta
10. 10
cara-cara menghadapinya. Artikel-artikel di media baca, maupun media internet
mengenai kemiskinan yang terjadi di Indonesia dapat membuat masyarakat lebih
peka. Juga bisa sebagai media pengajak masyarakat dan organisasi untuk
berpartisipasi memutus rantai kemiskinan di Indonesia.
C. Melalui Pendekatan Seni
Pendekatan seni adalah suatu upaya yang dilakukan para seniman (seni
drama, musik, tari, lukis, sastra dsb) untuk membangun simpati kemanusiaan
sehubungan dengan sistuasi sosial yang bermasalah. Dalam adat Jawa biasanya
dalam membantu orang-orang miskin, orang-orang kaya mengundang mereka
dalam acara kesenian yang biasanya dimainkan oleh orang-orang miskin tersebut.
Pengundangan ini bukan hanya sebagai pentas kesenian namun tujuan untuk
membantu mereka mendapat penghasilan.Melalui Pentas drama theater yang
menggambarkan situasi sosial masyarakat miskin.
D. Melalui Pendekatan Interdisipliner
Pemecahan melalui aspek ekonomi ; Menciptakan iklim usaha yang
kondusif dan menyediakan lingkungan yang mampu mendorong pengembangan
umkm secara sistemik, mandiri dan berkelanjutan. Menciptakan lapangan kerja
yang mampu menyerap lapangan kerja sehingga mengurangi masalah
pengangguran. Karena pengangguran merupakan masalah terbesar di Indonesia.
Pemecahan aspek social ; digalakkannya pembangunan didaerah
sehingga ineraksi social bisa lebih meningkat dengan adanya pembangunan dan
teknologi yang mendukung.
Pemecahan aspek struktural ; menghapuskan korupsi, sebab korupsi
adalah salah satu penyebab layanan masyarakat tidak berjalan sebagaimana
mestinya. Sehingga masyarakat tidak bisa menikmati hak nya.
Pemecahan aspek psikolgi ; menanamkan rasa percaya diri dan
mengembangkan kreatifitas didalam lingkungan social, dan memberikan
pelayanan social kepada masyarakat.
Pemecahan aspek pendidikan ; memberikan informasi-informasi bahwa
pendidikan sangat penting didalam kehidupan social, apalagi sudah diterapkannya
wajib belajar 9tahun dengan bebas biaya.
11. 11
Pemecahan aspek teologi ; menggalakkan program zakat, didalam ajaran
islam zakat diperkenalkan sebagai media untuk menumbuhkan pemerataan
kesejahteraan diantara masyarakat dan mengurangi kesenjangan kaya dan miskin.
Pemecahan aspek kebudayaan ; mengikuti berbagai pelatihan kursus
sebagai pengembangan diri agar mempunyai kemampuan dan keahlian.
12. 12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Masalah kemiskinan merupakan permasalahan kesejahteraan sosial di
Indonesia dan merupakan masalah yang kompleks, sehingga membutuhkan
keterlibatan berbagai pihak dalam penanganannya. Masalah ini dari dahulu
sampai sekarang tetap menjadi isu sentral di Indonesia.
Pekerjaan sosial merupakan profesi utama dalam bidang kesejahteraan
sosial juga mempunyai tanggung jawab dalam penanganan permasalahan
kemiskinan tersebut. Dalam penanganan masalah kemiskinan profesi pekerjaan
sosial berfokus pada peningkatan keberfungsian sosial si miskin. Sebagaimana
halnya profesi kedokteran berkaitan dengan konsepsi kesehatan, psikolog dengan
konsepsi perilaku adekwat, guru dengan konsepsi pendidikan, dan pengacara
dengan konsepsi keadilan, maka keberfungsian sosial merupakan konsepsi yang
penting bagi pekerjaan social.
Pemecahan masalah Kemiskinan Di Indonesia juga dapat dilakukan
dengan berbagai pendekatan. Diantaranya melalui pendekatan Agama, Kesenian,
Jurnalistik, dan Interdisipliner.
13. 13
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Warto, 2011. Kearifan Lokal Masyarakat dalam Upaya Penanganan Kemiskinan.
B2P3KSPRESS, Yogyakarta
Roebyantho,Haryati dkk, 2004. Faktor-Faktor Penghambat Perkembangan
Potensi Sosial Masyarakat Lokal di Daerah Miskin. Perpustakaan Nasional
Katalog Dalam terbitan, Jakarta.
Suharto, Edi. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat; Kajian Strategis
Pembangunan Kesejahteraan Sosial & Pekerjaan Sosial. Refika Aditama,
Bandung.
Edi Suharto,2004, kemiskinan dan Perlindungan Sosial di Indonesia dalam edisi
Menggagas Model Jaminan Sosial Universal Di Bidang Kesehatan, Alfabeta,
Bandung.