1. Ulasan/Tinjauan Ekonomi Indonesia Tahun 2013
(Review of Indonesian Economy 2013)
Tahun 2013 adalah tahun yang cukup krusial bagi bangsa Indonesia, karena
tahun ini adalah masa transisi menjelang Pemilu 2014 ditengah intaian krisis
ekonomi global yang terjadi di negara lain yang dampaknya sewaktu-waktu dapat
menerpa ekonomi Indonesia. Apalagi pada tahun yang ‘gaduh’ ini barangkali tidak
semua pihak fokus kepada tugasnya sebagai penggerak roda pemerintahan yang
dapat berimplikasi pada roda perekonomian Indonesia. Banyak petinggi negara yang
berasal dari partai politik juga harus berbagi konsentrasi ke partainya. Dalam konteks
ekonomi politik, setiap kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah berkaitan dengan
ekonomi di tahun ini dapat berpengaruh terhadap tingkat keterpilihan partainya pada
pesta demokrasi tahun depan. Lalu, bagaimana kinerja perekonomian Indonesia di
tahun politik ini setidaknya hingga lima bulan pertama.
Tulisan ini memuat kinerja maupun data-data tentang perekonomian Indonesia
ditahun 2013 antara Januari hingga Mei yang dihimpun dari berbagai sumber. Data-
data yang dimasukkan disini meliputi variabel-variabel makroekonomi, seperti
Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product), tingkat suku bunga (interest
rate), inflasi (inflation), tingkat pengangguran (unemployment rate), ekspor-impor
(export-import), dan investasi (investment). Dalam tulisan ini juga turut dimasukkan
data lain seperti nilai tukar Rupiah (exchange rate), cadangan devisa (foreign
exchange reserves), dan ringkasan APBN tahun 2013 (budget revenue and
expenditure).
Gambaran Singkat Perekonomian Indonesia Tahun 2013
1. PDB
Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada triwulan I-2013 mencapai
Rp.2.164,4 triliun jika dilihat berdasarkan harga berlaku atau Rp.671,3 triliun jika
dilihat berdasarkan harga konstan. Dari total nilai tersebut, sektor industri memiliki
kontribusi paling besar, yaitu 23,59%. Sedangkan sektor yang paling sedikit
1
2. kontribusinya adalah sektor listrik, air, dan gas dengan proporsi 0,83%. Sektor
pertanian memiliki kontribusi terbesar kedua dengan 15,04%.
Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan I-2012,
Triwulan IV-2012, dan Triwulan I-2013 (persen)
No Lapangan Usaha
Triwulan
I-2012
Triwulan
IV-2012
Triwulan
I-2013
1
Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan
Perikanan
15,20 12,29 15,04
2 Pertambangan dan Penggalian 12,67 11,18 11,44
3 Industri Pengolahan 23,65 24,58 23,59
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,77 0,82 0,83
5 Konstruksi 10,08 11,00 10,18
6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 13,55 14,43 14,11
7 Pengangkutan dan Komunikasi 6,58 6,91 6,80
8
Keuangan, Real Estat dan Jasa
Perusahaan
7,27 7,42 7,58
9 Jasa-jasa 10,23 11,37 10,43
Total 100 100 100
sumber : BPS
Bila dilihat dari jenis pengeluaran, maka konsumsi rumah tangga masih
merupakan kontributor utama dalam pembentukan PDB Indonesia pada triwulan I-
2013, yaitu sebesar 55,64%. Hal ini dapat menjadi suatu masalah bagi pertumbuhan
ekonomi Indonesia tahun 2013, terutama jika dikaitkan dengan rencana pemerintah
menaikkan harga BBM bersubsidi di bulan Juni. Karena baik secara langsung
maupun tidak langsung hal ini akan berpengaruh terhadap peningkatan harga barang
dan jasa yang dampaknya dapat menurunkan daya beli masyarakat khususnya
masyarakat kurang mampu.
Sementara itu, kalau kita lihat peranan wilayah dalam pembentukan PDB,
maka pulau Jawa masih merupakan kontributor terbesar dalam PDB Indonesia, yaitu
57,79%, diikuti Sumatera 23,99%, Kalimantan 8,89%, Sulawesi 4,70%, Bali dan
2
3. Nusa Tenggara 2,49%, serta Maluku dan Papua 2,14%. Daerah-daerah dengan
kontribusi terbesar terhadap PDB nasional hingga triwulan I-2013 masih didominasi
oleh daerah yang ada di Pulau Jawa, yaitu DKI Jakarta 16,46%, Jawa Timur 14,98%,
Jawa Barat 13,88, dan Jawa Tengah 8,39%. Satu-satunya daerah di luar Jawa yang
mampu berada di 5 besar nasional adalah Riau dengan kontribusi 6,91%. Ada hal
yang perlu dicermati, yaitu masih adanya disparitas antara daerah di Kawasan Barat
Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI) dalam hal kontribusi terhadap
ekonomi Indonesia. Kalau kita lihat dari peringkat kontribusi PDB Indonesia hanya
satu daerah KTI masuk dalam 10 besar nasional, yaitu Sulawesi Selatan. Penyebab
dari disparitas ini bisa macam-macam, mulai dari perhatian pemerintah yang terlalu
berfokus pada pembangunan di wilayah KBI sehingga sedikit mengabaikan
pembangunan di wilayah KTI, atau justru karena ketidakmampuan daerah-daerah itu
sendiri dalam mengoptimalkan potensi ekonomi yang ada di wilayahnya. Dalam hal
ini pemerintah dapat memperkecil disparitas tersebut dengan berbagai cara,
diantaranya :
a. Mulai mengalihkan sebagian penggunaan APBN yang selama ini terfokus pada
wilayah KBI ke wilayah KTI, dengan tetap memperhatikan karakteristik dan
potensi wilayah KTI. Dalam hal ini, pembangunan berbagai infrastruktur
maritim seperti pelabuhan laut menjadi hal yang perlu dilakukan, karena dilihat
dari kondisinya sebagian besar wilayah ini adalah wilayah perairan.
b. Perlu adanya pemerataan dan realokasi SDM yang ada sehingga wilayah-
wilayah di KTI pun dapat mendapat manfaat yang sama dengan adanya SDM
di Indonesia. Selama ini masih terdapat kesenjangan antara jumlah SDM di
wilayah Barat dan Timur Indonesia, sebagai contoh untuk SDM di bidang
kesehatan, hampir 80% berada di wilayah KBI (data Kementerian Kesehatan
RI). Namun hal ini bukan tanpa alasan, topografi yang sulit ditambah dengan
prasarana dan sarana yang kurang mendukung jelas menimbulkan pelayanan
kesehatan di wilayah Timur menjadi tidak maksimal. Kenapa hal ini dapat
berpengaruh terhadap PDB/PDRB ? Karena bagaimana mungkin seseorang
bisa bekerja dengan baik kalau kondisi tubuhnya dalam keadaan kurang fit.
Meskipun dipaksakan untuk bekerja mungkin hasilnya kurang baik atau
3
4. produktivitasnya menurun. Produktivitas berhubungan dengan pengukuran
nilai PDB/PDRB.
2. Inflasi
Inflasi IHK year-on-year 2013 hingga bulan Mei mencapai 5,47%. Hal ini
berdasarkan data BPS yang melakukan survei pada 66 kota di Indonesia. Bila melihat
tingkat inflasi yang sudah ‘hampir’ lebih tinggi dibanding target inflasi oleh Bank
Indonesia, yaitu 4,5% (±1%) dan periode yang sama tahun lalu, maka pemerintah
perlu berhati-hati dalam mengeluarkan setiap kebijakannya, sebab jika pemerintah
kurang hati-hati dapat mengakibatkan inflasi tahun ini lebih tinggi dibanding tahun
lalu dan dampaknya dapat berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi Indonesia,
apalagi jika dikaitkan dengan rencana kenaikan harga BBM nanti, apalagi waktu
kenaikan harga BBM berdekatan dengan bulan Ramadhan dan hari raya Idul Fitri,
dimana biasanya harga-harga sejumlah barang mulai merangkak naik. Dalam hal ini
pemerintah perlu melakukan sebuah upaya pengendalian harga agar tidak terjadi
kenaikan harga yang berlebihan pasca diumumkannya kenaikan harga BBM.
Tabel 2. Tingkat Inflasi Nasional Berdasarkan Bulan ke Bulan, Kalender,
dan Year on Year Tahun 2013
Bulan
Tingkat Inflasi Nasional
(bulan ke bulan)
Tingkat Inflasi
Nasional (kalender)
Tingkat Inflasi Nasional
(year on year)
2012 2013 2012 2013 2012 : 2011 2013 : 2012
Januari 0,76 1,03 0,76 1,03 3,65 4,57
Februari 0,05 0,75 0,81 1,79 3,56 5,31
Maret 0,07 0,63 0,88 2,43 3,97 5,90
April 0,21 -0,10 1,09 2,32 4,50 5,57
Mei 0,07 -0,03 1,15 2,30 4,45 5,47
Juni ? ? ? ? ? ?
Sumber : Laporan Bulanan Sosial Ekonomi BPS Edisi 37, Juni 2013
4
5. Kalau kita lihat tabel diatas maka dapat dilihat bahwa inflasi tertinggi terjadi
pada bulan Maret 2013, dimana saat itu terjadi suatu fenomena luar biasa dengan
naiknya sejumlah komoditas bahan makanan. Beberapa faktor yang memicu
terjadinya inflasi yang relatif lebih tinggi dibanding tahun lalu ini diantaranya :
1. Kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL). Sudah terjadi dua kali kenaikan TDL
tahun ini pertama Januari dan kemudian April). Jika melihat peranan kelompok
pengeluaran untuk listrik, air, gas, dan bahan bakar dalam menyebabkan inflasi
sebenarnya secara langsung tidak terlalu besar dibanding kelompok
pengeluaran lain. Tapi, kenaikan tarif listrik tentu memiliki pengaruh terhadap
biaya produksi barang dan jasa, seperti pakaian, makanan jadi, minuman, dan
lain-lain.
2. Pemicu lain dari tingginya inflasi tahun ini dibanding tahun lalu adalah
kenaikan harga sejumlah bahan makanan seperti bawang merah, bawang putih,
dan cabai merah. Bahan makanan tersebut termasuk yang paling banyak
digunakan oleh masyarakat untuk berbagai jenis masakan dan keperluan,
misalnya sebagai bahan untuk memasak rendang di rumah makan masakan
Padang, sehingga berpengaruh terhadap harga jual makanan yang
menggunakan bahan makanan tadi. Kenaikan harga ini dapat disebabkan
banyak hal, misalnya arus distribusi yang kurang lancar, kurangnya pasokan
yang disebabkan gagal panen, atau justru karena adanya (dugaan) permainan
sejumlah pihak tertentu yang ingin mengambil keuntungan dari kondisi seperti
ini (kartel).
3. Tingkat Suku Bunga
Tingkat suku bunga yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (BI Rate) sejak
Januari hingga Mei 2013 secara konsisten berada di angka 5,75%. Suku bunga ini
dianggap masih relevan dengan target inflasi 4,5% (±1%) di tahun 2013.
5
6. Tabel 3. BI Rate 20 Bulan Terakhir
(berdasarkan Rapat Dewan Gubernur)
Periode
Suku Bunga
(BI Rate)
Periode
Suku Bunga
(BI Rate)
14 Mei 2013 5,75% 12 Juli 2012 5,75%
11 April 2013 5,75% 12 Juni 2012 5,75%
7 Maret 2013 5,75% 10 Mei 2012 5,75%
12 Februari 2013 5,75% 12 April 2012 5,75%
10 Januari 2013 5,75% 8 Maret 2012 5,75%
11 Desember 2012 5,75% 9 Februari 2012 5,75%
8 November 2012 5,75% 12 Januari 2012 6,00%
11 Oktober 2012 5,75% 8 Desember 2011 6,00%
13 September 2012 5,75% 10 November 2011 6,00%
9 Agustus 2012 5,75% 11 Oktober 2011 6,00%
sumber : www.bi.go.id
4. Tingkat Pengangguran
Berdasarkan data Laporan Bulanan Sosial Ekonomi BPS Edisi 37 Bulan Juni
2013, tingkat pengangguran di Indonesia pada bulan Februari 2013 adalah 5,92%.
Bila dibandingkan data pada bulan yang sama tahun sebelumnya, ada peningkatan
sebanyak 1,2 juta orang yang bekerja. Meskipun begitu kita harus tetap berhati-hati
dalam menyikapi data ini, karena data ini adalah hasil survei yang kebenarannya
masih patut dipertanyakan. Apa benar tingkat pengangguran di Indonesia tinggal
5,92%, atau justru ada pengangguran terselubung yang bekerja dibawah standar jam
kerja. Lalu, apakah mereka yang sudah bekerja memiliki produktivitas maksimal
dengan pendapatan yang optimal, jika hal ini tidak disikapi secara bijak dapat
menjadi bumerang bagi perekonomian Indonesia dimasa mendatang.
6
7. Tabel 4. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas
Menurut Jenis Kegiatan, 2012-2013 (juta orang)
Jenis Kegiatan Februari 2012 Februari 2013 Perubahan
1. Angkatan Kerja 120,41 121,19 0,78
- Bekerja 112,8 114,02 1,22
- Penganggur 7,61 7,17 (0,44)
2. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja 69,66 69,21 (0,45)
3. Tingkat Pengangguran Terbuka 6,32 5,92 (0,40)
4. Pekerja tidak penuh 35,55 35,71 0,16
- Setengah penganggur 14,87 13,56 (1,31)
- Paruh waktu 20,68 22,15 1,47
- Bekerja dibawah 15 jam per minggu 6,86 7,04 0,18
Sumber : BPS
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pada bulan Februari 2013 angkatan kerja
(labor force) di Indonesia sebanyak 121,19 juta orang meningkat sekitar 780 ribu
orang dibanding Februari 2012 yang berjumlah 120,41 juta orang. Dari jumlah
angkatan kerja tersebut, yang bekerja pada Februari 2013 adalah 114,02 juta orang,
jika dibandingkan satu tahun sebelumnya maka terdapat penambahan sebanyak 1,22
juta orang yang bekerja. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) menurun dari
69,21% dibanding Februari 2012 yang mencapai 69,66%. Idealnya, seiring dengan
menurunnya tingkat pengangguran dapat diikuti dengan peningkatan TPAK, karena
dapat menunjukkan keterlibatan masyarakat (angkatan kerja) yang lebih banyak
dalam aktivitas perekonomian. Kalau TPAK meningkat maka secara otomatis tingkat
pengangguran dapat turun karena jumlah penduduk yang bekerja semakin banyak.
Kalau kita lihat dari tingkat pendidikan yang ditamatkan oleh sebagian besar
angkatan kerja, maka lebih dari 47,90% berpendidikan SD ke bawah, hanya 9,79%
yang pernah mengenyam pendidikan tinggi (Diploma, Sarjana atau Pascasarjana). Ini
dapat berarti sinyalemen berbahaya bagi perkembangan ekonomi Indonesia ke depan
jika tidak dilakukan sebuah upaya untuk meningkatkan tingkat pendidikan dan
7
8. keterampilan tenaga kerja yang telah dan atau akan bekerja, karena dapat
mengurangi daya saing Indonesia di tingkat global. Sementara itu cukup banyak
negara yang sudah beralih dari pendekatan labor intensive kepada skill intensive
industries (industri yang berbasis pada keterampilan tenaga kerjanya dalam
berinovasi dan meningkatkan nilai tambah suatu produk).
Tabel 5. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja
Menurut Tingkat Pendidikan, 2012-2013 (juta orang)
Pendidikan Tertinggi yang
Ditamatkan
Februari
2012
Februari
2013
Perubahan
SD ke bawah 55,51 54,62 (0,89)
SMP 20,29 20,29 -
SMA 17,2 17,77 0,57
SMK 9,43 10,18 0,75
Diploma 3,12 3,22 0,10
Sarjana dan diatasnya 7,25 7,94 0,69
Total 112,8 114,02 1,22
Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan pendidikan
dan latihan (education and training) secara kontinu terhadap tenaga kerja yang telah
ada dan calon tenaga kerja yang akan memasuki dunia kerja agar dapat berinovasi
untuk meningkatkan produktivitasnya sekaligus nilai tambah dan kualitas dari
produk yang dihasilkan.
4. Ekspor-Impor
Hingga bulan April 2013 total nilai ekspor Indonesia mencapai US$ 60,07
miliar, sedangkan nilai impor US$61,88 miliar dengan net ekspor sebesar minus
US$1,81 miliar, atau turun US$2,01 miliar dibanding periode yang sama tahun 2012.
8
9. Sumber : BPS
Jika dilihat dari volumenya, maka jumlah volume ekspor Indonesia hingga
bulan Februari 2013 mencapai 109,52 juta ton, sedangkan volume impor 22,83 juta
ton. Hanya dengan menggunakan data 2 bulan pertama di tahun 2013 maka dapat
dilihat adanya kesenjangan antara jumlah volume dan nilai ekspor terhadap volume
dan nilai impor, dengan jumlah volume impor yang jauh lebih sedikit justru devisa
yang dikeluarkan jumlahnya lebih banyak. Hal ini tentu mengundang pertanyaan,
kenapa bisa begitu, seharusnya dengan volume ekspor yang jauh lebih besar nilainya
pun bisa jauh diatas nilai impor. Untuk menjawab pertanyaan ini dapat dilakukan
dengan melihat komoditas yang diekspor maupun diimpor. Ternyata sebagian besar
komoditas ekspor Indonesia hingga tahun 2013 ini masih berupa barang mentah (raw
material) atau barang setengah jadi (semi-finished goods) yang bernilai tambah
(value added) rendah seperti CPO dan karet olahan, sedangkan komoditas yang
diimpor sebagian besar berupa bahan penolong (auxiliary goods) seperti mesin-
mesin atau besi dan baja yang nilai tambahnya lebih tinggi. Jadi dapat dipahami
kenapa dengan volume yang lebih sedikit, justru nilai impor lebih besar. Apakah
kondisi ini bagus ? Tentu saja tidak, karena dalam jangka panjang akan terjadi
9
10. pemborosan sumber daya yang tidak perlu. Maka perlu dilakukan sebuah upaya
peningkatan nilai tambah dari komoditas yang selama ini diekspor melalui sebuah
proses industrialisasi (industrialization process) dan inovasi (innovation). Tapi
masalahnya hal ini mungkin sulit dilakukan karena faktor sumber daya manusia, jika
dikaitkan dengan data di bagian sebelumnya, diketahui bahwa sebagian besar tenaga
kerja di Indonesia, termasuk di sektor industri memiliki pendidikan dan keterampilan
rendah (low education and low skill) yang berpengaruh pada kemampuan inovasi dan
produktivitasnya. Menjadi tugas pemerintah dan kita bersama untuk berupaya
meningkatkan keterampilan dan kompetensi (skill and competence)
5. Investasi
Total investasi di Indonesia hingga Triwulan I Tahun 2013 dibandingkan
Triwulan I tahun 2012 menunjukkan adanya peningkatan. Triwulan I-2012 total
investasi sebesar Rp.71,2 triliun dengan rincian PMDN Rp.19,7 triliun dan PMA
Rp.51,5 triliun. Sedangkan pada Triwulan I-2013 total investasi mencapai Rp.93,0
triliun, dengan rincian PMDN Rp.27,5 triliun dan PMA Rp.65,5 triliun. Hingga
Triwulan I-2013 tingkat investasi yang direalisasikan dibanding target investasi
tahun 2013 mencapai 23,83%, dengan rincian capaian PMDN 23,36%, dan PMA
24,03%.
Tabel 6. Realisasi Investasi di Indonesia Menurut Jenis Triwulan I-2013
(triliun Rupiah)
Jenis
Investasi
Triwulan I 2012 Triwulan I 2013 Target 2013 Capaian 2013
PMDN 19,7 27,5 117,7 23,36%
PMA 51,5 65,5 272,6 24,03%
Total 71,2 93,0 390,3 23,83%
Sumber : BKPM
Sebagian besar total investasi di Indonesia masih terpusat di Koridor Ekonomi
(KE) Jawa dengan proporsi mencapai 52,3%. Kemudian diikuti KE Sumatera 15,2%,
KE Kalimantan 13,2%, KE Maluku dan Papua 9,1%, KE Sulawesi 7,9%, KE Bali
dan Nusa Tenggara 2,3%. Untuk investasi PMDN sebagian besar ada di KE Jawa,
10
11. diikuti Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, Maluku dan Papua, serta Bali dan Nusa
Tenggara. Sedangkan untuk investasi PMA terbesar masih berada di KE Jawa ,
diikuti Sumatera, Maluku dan Papua, Sulawesi, Kalimantan, serta Bali dan Nusa
Tenggara.
Tabel 7. Realisasi Investasi di Indonesia Menurut Koridor Ekonomi
Triwulan I-2013
Koridor Ekonomi
PMDN
(miliar Rupiah)
%
PMA
(juta dolar AS)
%
Jawa 13.506,3 49,12% 3.779,4 53,62%
Kalimantan 9.145,5 33,26% 338,3 4,80%
Sumatera 4.034,3 14,67% 1.084,3 15,38%
Sulawesi 622 2,26% 719,9 10,21%
Maluku dan Papua 139,3 0,51% 901,4 12,79%
Bali dan Nusa
Tenggara
50 0,18% 224,9 3,19%
Total 27.497,4 100,00% 7.048,2 100,00%
Sumber : BKPM
Jika dilihat dari nominalnya, maka Indonesia masih merupakan sebuah negara
yang diminati oleh investor untuk menanamkan modalnya. Namun, apakah investasi
tersebut memiliki dampak positif terhadap peningkatan dan perluasan kesempatan
kerja ? Tabel berikut dapat menjelaskan efektivitas peningkatan investasi terhadap
peningkatan dan perluasan penyerapan tenaga kerja di Indonesia hingga Triwulan I-
2013.
Tabel 8. Realisasi Investasi terhadap Penyerapan Tenaga Kerja
11
12. di Indonesia Triwulan I-2013 (orang)
Jenis Investasi Triwulan I-2012 Triwulan I-2013
PMDN 107.674 148.521
PMA 250.711 213.403
Total 358.385 361.294
Dari tabel diatas terlihat bahwa ada peningkatan jumlah tenaga kerja yang
dapat diserap melalui total investasi, meskipun tidak terlalu signifikan. Jika dilihat
dari jenis investasinya, penyerapan tenaga kerja di investasi PMDN pada Triwulan I-
2013 meningkat dibanding Triwulan I-2012, yaitu dari 107.674 orang menjadi
148.521 orang. Sedangkan pada investasi PMA justru terdapat penurunan dibanding
Triwulan I-2012 yaitu dari 250.711 orang menjadi 213.403 orang. Dari data ini
muncul pertanyaan lain, kenapa hal tersebut bisa terjadi ? Hal ini mengindikasikan
bahwa PMA yang direalisasikan di Indonesia lebih cenderung pada investasi
portofolio (portofolio investment), investasi yang hanya terfokus pada jual beli saham
di bursa saham (stock exchange), atau justru karena investasi tersebut adalah
investasi pada bidang yang membutuhkan keahlian khusus dari tenaga kerjanya
(skilled labor intensive). Hipotesis ini mungkin benar kalau melihat sebagian besar
investasi PMA ada di sektor pertambangan yang untuk masuk ke dalamnya
membutuhkan kualifikasi pendidikan tertentu.
6. Cadangan Devisa (Foreign Exchange Reserves)
Cadangan devisa Indonesia terhitung tanggal 31 Mei 2013 mencapai
US$105,149 miliar. Dibandingkan negara-negara lain di kawasan ASEAN, Indonesia
berada di peringkat keempat setelah Singapura, Thailand,dan Malaysia.
Perkembangan cadangan devisa Indonesia pada tahun 2013 dapat dilihat pada grafik
berikut ini.
12
13. sumber : www.bi.go.id
Berdasarkan grafik 2 di atas terlihat dengan jelas bahwa ada kecenderungan
bahwa cadangan Indonesia di tahun 2013 mengalami penurunan, jika dikaitkan
dengan ekspor-impor maka hal ini terjadi karena defisit neraca perdagangan yang
ditandai dengan lebih besarnya nilai impor dibanding nilai ekspor. Bila keadaan ini
terus berlanjut tentu akan membuat perekonomian Indonesia menjadi rentan. Untuk
itu perlu dilakukan upaya peningkatan cadangan devisa agar kondisi ekonomi
Indonesia menjadi lebih aman, dan lagi-lagi kunci dari peningkatan devisa ini adalah
meningkatkan nilai tambah komoditas ekspor (value added increase).
7. Nilai Tukar Rupiah
Nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing, khususnya dolar AS hingga
bulan Juni 2013 cenderung mengalami depresiasi. Pada bulan Januari 2013, nilai
tukar Rupiah adalah Rp.9.680 per 1 dolar AS, namun terhitung tanggal 11 Juni 2013
nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS menjadi Rp.9.821 per 1 dolar AS. Kondisi ini
patut diwaspadai karena sudah melebihi target nilai tukar Rupiah asumsi dasar makro
ekonomi Indonesia di tahun 2013 yaitu Rp.9.300 (Data Pokok APBN 2013), dengan
adanya depresiasi mata uang berarti para importir atau perusahaan yang
menggunakan komponen impor sebagai bahan baku dalam proses produksinya tentu
harus mengeluarkan uang lebih banyak dalam mata uang Rupiah untuk membeli
13
14. dolar yang digunakan untuk melakukan impor. Dampaknya adalah biaya produksi
akan meningkat, dan biasanya biaya produksi yang meningkat ini akan ditutupi oleh
perusahaan dengan menaikkan harga jual produknya. Hal ini dapat memicu
terjadinya inflasi.
sumber : www.bi.go.id
8. Kondisi Fiskal (APBN)
Tahun 2013 pos pendapatan pada APBN Indonesia sebesar Rp.1.529,67
triliun sedangkan pos belanja sebesar Rp.1.683,01 triliun atau mengalami defisit
sebesar Rp.153,34 triliun. Kondisi seperti ini membuat APBN Indonesia kurang
aman. Untuk itu perlu dilakukan beberapa upaya untuk menyelamatkan APBN
tersebut, salah satunya dengan cara melakukan penyesuaian terhadap sejumlah pos-
pos pengeluaran (belanja), mengurangi belanja yang kurang perlu, mengefisienkan
anggaran pada hal-hal yang benar-benar urgen. Kondisi APBN yang kurang aman ini
tak hanya dipantau oleh lembaga dalam negeri, dalam laporan IMF bulan April 2013,
Indonesia ditandai dengan warna kuning, artinya kerentanan fiskal Indonesia ada di
kategori menengah/sedang. Jika tidak hati-hati maka bisa saja Indonesia masuk ke
zona merah dimana kerentanan fiskal tinggi.
14
15. Demikian sekilas mengenai perekonomian Indonesia hingga bulan Mei tahun 2013
yang dituangkan dalam tulisan yang singkat ini. Semoga saja di tahun ‘kasak-kusuk’
ini seluruh elemen bangsa baik yang berada di pemerintahan ataupun luar
pemerintahan dapat bekerja dengan optimal agar kinerja perekonomian Indonesia ke
depannya dapat lebih baik dan tentu saja lebih memperhatikan aspek keadilan dan
keberlanjutan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
15