Laporan ini memberikan ringkasan singkat tentang Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) 2009 di Provinsi Bengkulu. EKPD ini bertujuan untuk menilai relevansi dan efektivitas kinerja pembangunan daerah di Bengkulu antara tahun 2004-2008 serta memberikan rekomendasi untuk perbaikan kebijakan di masa depan. Laporan ini juga menjelaskan metodologi evaluasi yang digunakan meliputi penentuan indikator, pendekatan evalu
2. ■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
Kata Pengantar
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh dan salam sejahtera,
Sebagai upaya untuk meningkatkan relevansi dan efektifitas pembangunan daerah,
Kementrian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS telah memberikan
kepercayaan kepada Universitas Bengkulu untuk melaksanakan Evaluasi Kinerja
Pembangunan Daerah (EKPD) di Provinsi Bengkulu. Pada kesempatan ini kami
mengucapkan terima kasih atas kepercayaan dan kerjasama diantara kita selama ini.
Besar harapan kami semoga kerjasama yang baik ini akan berkesinambungan dan
berkembang dalam ruang lingkup yang lebih luas di masa yang akan datang.
Puji Syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya
sehingga pelaksanaan penelitian dan pembuatan laporan akhir Evaluasi Kinerja
Pembangunan Daerah Provinsi Bengkulu tahun 2009 ini dapat diselesaikan. Meskipun
begitu, minimnya ketersediaan data yang dibutuhkan di dinas dan instansi-instansi terkait
masih merupakan suatu persoalan utama yang menghambat kelancaran pelaksanaan
EKPD pada tahun ini. Kelangkaan data sangat terasa terutama untuk indikator-indikator
yang baru diperkenalkan dan digunakan pada EKPD tahun ini seperti data yang berkaitan
dengan UMKM. Selain sebagai hambatan, kendala dalam ketersediaan data tersebut
diharapkan sebagai tantangan bagi semua pihak terkait untuk diperbaiki di masa yang
akan datang.
Berdasarkan indikator yang digunakan, kinerja pembagunan di Provinsi Bengkulu secara
umum dapat dikatakan telah mempunyai tingkat relevansi dan tingkat efektifitas yang
cukup memadai bila dibandingkan dengan beberapa indikator pembangunan yang sama
di tingkat nasional terutama dalam hal pembangunan SDM. Meskipun begitu,
pertumbuhan ekonomi dari tahun 2007 ke tahun 2008 mengalami penurunan yang cukup
signifikan dan berada di bawah nilai rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional. Tingginya
tingkat ketergantungan pertumbuhan ekonomi terhadap variabel tertentu terutama
konsumsi (C) dan ekspor (X) serta terjadinya krisis keuangan global yang berpengaruh
terhadap harga produk-produk utama yang dihasilkan di Provinsi Bengkulu seperti sawit
dan karet merupakan faktor yang dianggap berpengaruh dan berkontribusi signifikan
terhadap penurunan tingkat pertumbuhan ekonomi tersebut. Kondisi ini memberikan
implikasi bahwa struktur ekonomi Provinsi Bengkulu cenderung masih lemah dan rentan.
Sehubungan dengan itu, kebijakan pembangunan Provinsi Bengkulu di masa mendatang
sebaiknya difokuskan kepada pemberdayaan dan penguatan kemampuan ekonomi lokal.
Selain itu, pendapatan perkapita penduduk Provinsi Bengkulu telah mengalami
peningkatan. Namun kenaikan tersebut belum setara dengan kenaikan pendapatan
perkapita di tingkat nasional. Sehingga pergeseran pendapatan perkapita Provinsi
Bengkulu malah lebih lambat, posisinya jauh dibawah pendapatan perkapita nasional dan
bahkan perubahan absolutnya lebih kecil di banding tahun sebelumnya. Selain
disebabkan oleh menurunnya pertumbuhan PDRB, hasil ini juga mengindikasikan bahwa
tingkat produktifitas di Provinsi Bengkulu cenderung masih lebih rendah bila dibandingkan
dengan produktifitas di tingkat nasional. Oleh karena itu, kebijakan dan program yang
mendorong peningkatan produktifitas seperti peningkatan soft-skills masyarakat dan
transfer teknologi guna meningkatkan nilai tambah (value added) sumberdaya daerah
i
3. ■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
sebaiknya dapat dijadikan sebagai salah satu agenda utama pembangunan di Provinsi
Bengkulu di masa yang akan datang.
Selama melaksanakan penelitian dan penyusunan laporan ini, Tim telah berkoordinasi
dan bekerja sama dengan berbagai pihak dan instansi terkait. Pada kesempatan ini kami
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan berharap semoga kerjasama
yang baik ini akan terus berkembang di masa mendatang.
Akhirnya kami berharap semoga dokumen laporan EKPD Provinsi Bengkulu tahun 2009
ini bermanfaat bagi berbagai pihak terkait terutama Pemerintah Daerah Provinsi Bengkulu
sebagai bahan pertimbangan dalam merumuskan dan menentukan kebijakan
pembangunan yang lebih relevan dan efektif di masa yang akan datang demi terwujudnya
kesejahteraan bagi segenap masyarakat.
Meskipun terhalang oleh terbatasnya ketersediaan data yang dibutuhkan, kami telah
berusaha untuk mempresentasikan hasil yang terbaik yang bisa dilakukan. Berbagai
keterbatasan tersebut tentunya telah mempengaruhi tingkat kesempurnaan laporan ini.
Oleh karena itu, kami akan mengucapkan banyak terimakasih bila ada masukan yang
konstruktif dari berbagai pihak guna penyempurnaan laporan ini dan demi keberhasilan
pembangunan di Provinsi Bengkulu yang kita cintai ini.
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh dan salam sejahtera.
Bengkulu, Desember 2009
Rektor Universitas Bengkulu
Prof. Ir. Zainal Mukhtamar, M.Sc,Ph.D
NIP.19591110.198403.1.005
Tim EKPD Provinsi Bengkulu,
M.Abduh, SE,M.Sc, Ph.D (Ketua)
Hutapia, SE, ME (Anggota)
Dr.M.Ridwan, SE,MP. (Anggota)
Dr.Iskandar.M.Si (Anggota)
Benardin, SE, MT (Anggota)
Adi Bastian, SH,MH (Anggota)
ii
4. ■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
BAB
I
Pendahuluan
1.1. Latar Belakang dan Tujuan
Pembangunan daerah termasuk di Provinsi Bengkulu merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari pembangunan nasional. Pada hakekatnya pembangunan daerah
merupakan serangkaian upaya yang terencana, terstruktur dan sistematis serta
berkesinambungan dengan tujuan untuk meningkatkan kapasitas daerah dalam
mewujudkan kesejahteraan bagi segenap masyarakat dan menggapai masa depan
yang lebih baik di masa yang akan datang.
Meskipun tujuan utama pembangunan hampir relatif sama untuk semua daerah,
namun setiap daerah mempunyai karakteristik dan potensi yang belum tentu sama
dengan daerah lain sehingga pemerintah di masing-masing daerah perlu membuat
kebijakan dan program pembangunan yang sesuai dengan situasi dan kondisi
daerahnya tetapi harus relevan atau tidak bertentangan dengan kebijakan
pembangunan di tingkat nasional. Hal ini sejalan dengan amanat UU No. 32 tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 2005 yang menegaskan bahwa Pemerintah Daerah
diberikan kewenangan secara luas untuk menentukan kebijakan dan program
pembangunan di daerah masing-masing.
Sebagai upaya untuk mencapai tujuan utama pembangunan daerah dan nasional,
Pemerintah Provinsi Bengkulu telah merencanakan dan mengimplementasikan
berbagai jenis kebijakan dan program pembangunan di segala bidang secara
bertahap baik untuk jangka pendek berupa rencana kerja, jangka menengah berupa
rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) maupun rencana
pembangunan jangka panjang daerah (RPJPD). Meskipun telah banyak upaya
pembangunan di berbagai bidang yang telah dilaksanakan, namun hasil
1
5. ■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
pembangunan yang dicapai masih belum optimal karena hingga saat ini Provinsi
Bengkulu masih dikategorikan sebagai salah satu provinsi tertinggal di Indonesia.
Oleh karena itu, kinerja pembangunan daerah di Provinsi Bengkulu perlu dievaluasi
untuk perbaikan kebijakan dan program di masa yang akan datang agar tujuan
utama pembangunan daerah dapat diwujudkan.
Sebagaimana di tingkat nasional, Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD)
2009 di Provinsi Bengkulu dilaksanakan untuk menilai relevansi dan efektivitas
kinerja pembangunan daerah dalam rentang waktu 2004-2008. Evaluasi ini juga
dilakukan untuk melihat apakah pembangunan daerah telah mencapai
tujuan/sasaran yang diharapkan dan apakah masyarakat mendapatkan manfaat dari
pembangunan daerah tersebut.
Secara kuantitatif, evaluasi ini akan memberikan informasi penting yang berguna
sebagai alat untuk membantu pemangku kepentingan dan pengambil kebijakan
pembangunan dalam memahami, mengelola dan memperbaiki apa yang telah
dilakukan sebelumnya.
Hasil evaluasi digunakan sebagai rekomendasi yang spesifik sesuai kondisi lokal
Provinsi Bengkulu guna mempertajam perencanaan dan penganggaran
pembangunan pusat dan daerah pada periode berikutnya, termasuk untuk
penentuan alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Dekonsentrasi (DEKON).
1.2. Keluaran
Keluaran yang diharapkan dari pelaksanaan EKPD 2009 di Provinsi Bengkulu ini
meliputi:
• Terhimpunnya data dan informasi evaluasi kinerja pembangunan daerah di
Provinsi Bengkulu
• Tersusunnya hasil analisa evaluasi kinerja pembangunan daerah di Provinsi
Bengkulu
1.3. Metodologi Evaluasi
Metodologi Evaluasi dan Kerangka Kerja EKPD 2009 di Provinsi Bengkulu mengacu
kepada panduan yang disediakan oleh BAPPENAS yang meliputi beberapa tahapan
kegiatan utama yaitu: (1) Penentuan indikator hasil (outcomes) yang memiliki
2
6. ■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
pengaruh besar terhadap pencapaian tujuan pembangunan daerah; (2) Pemilihan
pendekatan dalam melakukan evaluasi; dan (3) Pelaksanaan evaluasi serta
penyusunan rekomendasi kebijakan, sebagaimana terlihat pada Gambar 1.1. Ketiga
tahapan tersebut diuraikan sebagai berikut:
(1) Penentuan Indikator Hasil (outcomes)
Indikator kinerja dari tujuan/sasaran pembangunan daerah merupakan indikator
dampak (impacts) yang didukung melalui pencapaian 5 kategori indikator hasil
(outcomes) terpilih. Pengelompokan indikator hasil serta pemilihan indikator
pendukungnya, dilakukan dengan memperhatikan kaidah-kaidah sebagai berikut:
• Specific, atau indikator dapat diidentifikasi dengan jelas;
• Relevant: mencerminkan keterkaitan secara langsung dan logis antara target
output dalam rangka mencapai target outcome yang ditetapkan; serta antara
target outcomes dalam rangka mencapai target impact yang ditetapkan;
• Measurable: jelas dan dapat diukur dengan skala penilaian tertentu yang
disepakati, dapat berupa pengukuran secara kuantitas, kualitas dan biaya;
• Reliable: indikator yang digunakan akurat dan dapat mengikuti perubahan
tingkatan kinerja;
• Verifiable: memungkinkan proses validasi dalam sistem yang digunakan untuk
menghasilkan indikator;
• Cost-effective: kegunaan indikator sebanding dengan biaya pengumpulan data.
Pengelompokan 5 kategori indikator hasil (outcomes) yang mencerminkan
tujuan/sasaran pembangunan daerah meliputi:
A. Tingkat Pelayanan Publik dan Demokrasi.
B. Tingkat Kualitas Sumber Daya Manusia.
C. Tingkat Pembangunan Ekonomi.
D. Kualitas Pengelolaan Sumber Daya Alam.
E. Tingkat Kesejahteraan Sosial.
3
7. ■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
Gambar 1.1. Kerangka Kerja EKPD
(2) Pemilihan Pendekatan Dalam Melakukan Evaluasi
Hubungan antar tingkat indikator dengan pendekatan pengukuran kinerja dapat
dilihat dalam Gambar 1.2 yaitu:
• Relevansi untuk menilai sejauh mana pembangunan yang dijalankan relevan
terhadap sasaran atau kebutuhan daerah dalam menjawab permasalahannya.
• Efektivitas, untuk melihat apakah pembangunan yang dilakukan berkontribusi
terhadap pencapaian baik tujuan spesifik maupun umum pembangunan
daerah.
• Efisiensi, untuk mengetahui bagaimana masukan (inputs) dirubah menjadi
keluaran (outputs).
• Efektivitas Biaya, untuk menggambarkan hubungan antara input dengan
outcomes pembangunan.
4
8. ■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
• Kualitas, yaitu pengukuran derajat kesesuaian antara hasil-hasil
pembangunan dengan kebutuhan dan harapan masyarakat.
• Waktu, yaitu ketepatan waktu/periode pencapaian kinerja yang ditetapkan.
• Produktivitas, untuk melihat nilai tambah dari setiap tahapan proses
pembangunan dibandingkan dengan sumber daya yang digunakan.
Mengingat keterbatasan waktu dan sumber daya yang tersedia untuk
pelaksanaan EKPD 2009, maka pendekatan dalam melakukan evaluasi hanya
meliputi relevansi dan efektivitas pencapaian.
Gambar 1.2 . Hubungan antara Indikator dan Pendekatan Dalam Melakukan Evaluasi
5
9. ■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
(3) Pelaksanaan evaluasi serta penyusunan rekomendasi kebijakan
Tahapan evaluasi dimulai dengan mengidentifikasi permasalahan dan tantangan
utama pembangunan daerah serta mengidentifikasi tujuan pembangunan daerah.
Tahap kedua adalah melengkapi dan mengoreksi Tabel Capaian yang dilanjutkan
dengan tahap ketiga yaitu melakukan penilaian berkaitan dengan relevansi dan
efektivitas pencapaian.
Tahap keempat adalah melakukan identifikasi berbagai alasan atau isu yang
menyebabkan capaian pembangunan daerah (tidak) relevan dan (tidak) efektif.
Tim Evaluasi Provinsi menjelaskan “How and Why” berkaitan dengan capaian
pembangunan daerah.
Tahap kelima adalah menyusun rekomendasi untuk mempertajam perencanaan
dan penganggaran pembangunan periode berikutnya.
(4) Metode Analisis
Metode yang digunakan untuk menentukan capaian 5 kelompok indikator hasil
adalah sebagai berikut:
(1) Indikator hasil (outcomes) disusun dari beberapa indikator pendukung terpilih
yang memberikan kontribusi besar untuk pencapaian indikator hasil
(outcomes).
(2) Pencapaian indikator hasil (outcomes) dihitung dari nilai rata-rata indikator
pendukung dengan nilai satuan yang digunakan adalah persentase.
(3) Indikator pendukung yang satuannya bukan berupa persentase maka tidak
dimasukkan dalam rata-rata, melainkan ditampilkan tersendiri.
(4) Apabila indikator hasil (outcomes) dalam satuan persentase memiliki makna
negatif, maka sebelum dirata-ratakan nilainya harus diubah atau
dikonversikan terlebih dahulu menjadi (100%) – (persentase pendukung
indikator negatif).
Sebagai contoh adalah nilai indikator pendukung persentase kemiskinan
semakin tinggi, maka kesejahteraan sosialnya semakin rendah.
(5) Pencapaian indikator hasil adalah jumlah nilai dari penyusun indikator hasil
dibagi jumlah dari penyusun indikator hasil (indicator pendukungnya). Contoh
untuk indikator Tingkat Kesejahteraan Sosial disusun oleh:
6
10. ■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
• persentase penduduk miskin
• tingkat pengangguran terbuka
• persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak
• presentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia
• presentase pelayanan dan rehabilitasi sosial
Semua penyusun komponen indikator hasil ini bermakna negatif (Lihat No.4).
Sehingga:
Indikator kesejahteraan sosial = {(100% - persentase penduduk miskin) + (100%
- tingkat pengangguran terbuka) + (100% - persentase pelayanan kesejahteraan
sosial bagi anak) + (100%- persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut
usia) + (100% - persentase pelayanan dan rehabilitasi sosial}/5
Untuk menilai kinerja pembangunan daerah, pendekatan yang digunakan adalah
Relevansi dan Efektivitas.
Relevansi digunakan untuk menganalisa sejauh mana tujuan/sasaran
pembangunan yang direncanakan mampu menjawab permasalahan
utama/tantangan. Dalam hal ini, relevansi pembangunan daerah dilihat apakah
tren capaian pembangunan daerah sejalan atau lebih baik dari capaian
pembangunan nasional.
Sedangkan efektivitas digunakan untuk mengukur dan melihat kesesuaian antara
hasil dan dampak pembangunan terhadap tujuan yang diharapkan. Efektivitas
pembangunan dapat dilihat dari sejauh mana capaian pembangunan daerah
membaik dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
(5) Sumber Data
Dalam mengumpulkan data dan informasi, teknik yang digunakan melalui:
• Pengamatan langsung
Pengamatan langsung kepada masyarakat sebagai subjek dan objek
pembangunan di daerah, diantaranya dalam bidang sosial, ekonomi,
pemerintahan, politik, lingkungan hidup dan permasalahan lainnya yang terjadi.
7
11. ■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
• Pengumpulan Data Primer
Data primer diperoleh melalui Focus Group Discussion (FGD) dengan pemangku-
kepentingan pembangunan daerah dan narasumber/informan yang memahami
topik dalam pembangunan daerah di provinsi Bengkulu. Tim Evaluasi Provinsi
menjadi fasilitator rapat/diskusi dalam menggali masukan dan tanggapan peserta
diskusi.
• Pengumpulan Data Sekunder
Data dan informasi yang telah tersedia pada instansi pemerintah seperti BPS
daerah, Bappeda dan Satuan Kerja Perangkat Daerah terkait atau dinas-dinas
terkait seperti: Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan Negeri, Dinas Pendidikan
Nasional, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Koperasi, Perdagangan dan Industri,
Dinas Kehutanan, Dinas Kesehatan, Dinas Kelautan dan Perikanan serta KPUD
serta dari hasil penelitian yang terkait.
8
12. ■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
BAB
II
Hasil Evaluasi
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) 2009 di Provinsi Bengkulu dilaksanakan
dengan menggunakan dan mengacu kepada metode evaluasi yang telah disediakan oleh
BAPPENAS terutama dalam penentuan indikator kinerja, jenis data, teknik pengolahan
data dan presentasi hasil pengolahan data serta analisisnya.
Berdasarkan hasil evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah sejak tahun 2004 sampai
dengan tahun 2008, pemerintah Provinsi Bengkulu telah melakukan berbagai upaya
percepatan pembangunan dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
namun demikian upaya yang dilakukan tersebut menghadapi berbagai permasalahan dan
tantangan.
Secara umum permasalahan dan tantangan utama pembangunan daerah Provinsi
Bengkulu antara lain adalah:
• Seluruh kabupaten termasuk dalam kategori daerah tertinggal (dari 9 kabupaten /
Kota), hanya kota Bengkulu saja yang tidak termasuk dalam kelompok ini berdasarkan
klasifikasi dari Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal,
• Terbatasnya sarana dan prasarana (infrastruktur), yang terdiri dari sarana dan
prasarana transportasi, listrik dan telekomunikasi, air, irigasi, sarana pendidikan dan
kesehatan. Prasarana transportasi terutama jalan (jalan Nasional,
Provinsi/kabupaten/kota) yang ada sebagian besar dalam kondisi rusak. Selain
Infrastruktur jalan, infrastruktur pelabuhan laut pulau Baai mengalami pendangkalan
yang sangat mengganggu aktivitas bongkar dan muat.
• Keterbatasan kemampuan keuangan daerah sehingga membatasi ruang gerak
pemerintah daerah untuk melaksanakan pembangunan. Sumber keuangan
pemerintah Provinsi Bengkulu masih sangat tergantung kepada subsidi pemerintah
pusat melalui Dana Alokasi Umum.
• Rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) dikarenakan terbatasnya akses
masyarakat terhadap pendidikan, kesehatan, dan lapangan kerja. Kualitas pendidikan
9
13. ■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
masih rendah, selain itu juga masih terdapat ketimpangan antar satuan pendidikan
antar daerah dan antar kelompok masyarakat. Penyediaan pelayanan pendidikan
belum dapat menjangkau seluruh kelompok masyarakat. Sementara itu, kualitas
pelayanan kesehatan masih rendah dan belum merata. Status kesehatan masyarakat,
terutama penduduk miskin masih rendah. Kapasitas pelayanan kesehatan masih
rendah dan jumlah tenaga kesehatan serta pembiayaan kesehatan masih terbatas
dan pola alokasinya belum optimal.
• Iklim usaha masih kurang menarik bagi investor, jauh di bawah iklim usaha provinsi
tetangga. Minat investasi, yang tercermin dari nilai persetujuan PMDN dan PMA, juga
masih sangat rendah.
• Jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan dan yang rentan untuk jatuh
ke bawah garis kemiskinan masih cukup besar. Kemiskinan di Provinsi Bengkulu juga
diiringi oleh masalah ketimpangan pembangunan antar kabupaten.
• Pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan belum secara optimal ditangani
dengan baik. Kerusakan sumber daya hutan cenderung meningkat.
• Pelaksanaan tata pemerintahan yang baik (good governance) belum terlaksana
secara optimal, hal ini disebabkan karena rendahnya kinerja aparatur pemerintah
daerah, masih adanya pelanggaran disiplin dan tingginya tingkat penyalahgunaan
kewenangan dalam bentuk KKN, belum memadainya sistem kelembagaan dan
ketatalaksanaan birokrasi pemerintah untuk dapat menunjang pelaksanaan tugas-
tugas pemerintahan dan pembangunan secara efisien dan efektif, dan belum
optimalnya teknologi informasi dan komunikasi di setiap dinas instansi.
Hasil pengolahan data evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah beserta analisisnya
disajikan di bawah ini secara berturut-turut berdasarkan lima kategori indikator hasil
(outcomes) yang digunakan pada EKPD 2009 ini.
2.1. Tingkat Pelayanan Publik
2.1.1. Persentase Jumlah kasus korupsi yang tertangani dibandingkan
dengan yang dilaporkan
Selama periode sejak tahun 2004 hingga 2008, persentase jumlah kasus korupsi
yang dilaporkan dengan yang ditangani dan ditindaklanjuti di Provinsi Bengkulu
menunjukkan angka yang berfluktuasi dari tahun ke tahun dengan nilai terendah
jumlah kasus yang ditangani dan ditindaklanjuti sebesar 30% pada tahun 2007 dan
nilai tertinggi sebesar 87,5% pada tahun 2006. Sebagaimana terlihat pada tabel 2.1,
10
14. ■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
nilai persentase pada tahun 2008 adalah sebesar 42,50% sedikit lebih tinggi dari
tahun 2007. Alasan utama yang menyebabkan masih banyaknya jumlah kasus
korupsi yang tidak terselesaikan adalah karena beberapa kasus-kasus korupsi yang
dilaporkan baik perorangan maupun kelompok tidak dilengkapi dengan bukti-bukti
yang cukup kuat, sehingga tidak dapat dimasukkan dalam registrasi perkara.
Selain nilai persentase, jumlah kasus korupsi yang dilaporkan juga berfluktuasi
dengan nilai terendah sebesar 8 kasus tahun 2004 dan nilai tertinggi sebesar 40
kasus pada tahun 2008. Meskipun begitu, salah satu kendala yang dihadapi
dilapangan adalah terbatasnya ketersediaan data yang berasal dari sumber-sumber
resmi. Apabila dibandingkan dengan informasi yang diberitakan melalui media masa
lokal, jumlah kasus korupsi yang tercatat di Kajati Provinsi Bengkulu cendrung lebih
kecil.
Tabel 2.1. Persentase Jumlah Kasus Korupsi Yang Dilaporkan Dengan Yang
Disidang, Tahun 2004 - 2008
Jumlah Kasus Jumlah Perkara
Tahun % Provinsi % Nasional
yang Dilaporkan Yang disidang
2004 8 7 83,33 97,00
2005 17 14 82,35 97,00
2006 24 21 87,50 94,00
2007 18 6 30,00 94,00
2008 40 17 42,50 94,00
Sumber : Kajati Provinsi Bengkulu, 2009
Relevansi: Sebagaimana terlihat pada Tabel 2.1, persentase jumlah kasus korupsi
yang ditangani di Provinsi Bengkulu masih lebih rendah apabila dibandingkan dengan
persentase yang dicapai di tingkat nasional. Hal ini memberikan implikasi bahwa
tingkat keseriusan Provinsi Bengkulu untuk memberantas korupsi kelihatannya belum
setara atau tidak lebih baik dengan upaya dan tekad yang dilakukan di tingkat
nasional. Implikasi tersebut sekaligus menunjukkan rendahnya tingkat relevansi
antara hasil capaian (kinerja) di Provinsi Bengkulu dengan kinerja di tingkat nasional.
Efektivitas: Kinerja Provinsi Bengkulu dalam menangani kasus korupsi sejak dua
tahun terakhir telah mengalami penurunan yang signifikan atau tidak lebih baik bila
dibandingkan dengan kinerja pada tahun-tahun sebelumnya. Hasil ini
mengindikasikan bahwa kebijakan dan pelaksanaan pemberantasan korupsi dalam
beberapa tahun terakhir juga mempunyai tingkat efektifitas yang rendah. Rendahnya
tingkat efektifitas tersebut dapat disebabkan oleh banyak faktor. Meskipun begitu,
faktor utama yang dijadikan alasan oleh pihak-pihak terkait sehubungan dengan
11
15. ■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
rendahnya kinerja tersebut adalah ‘tidak lengkapnya barang bukti, sehingga
penanganan kasus-kasus yang dilaporkan tidak dapat diselesaikan hingga tuntas.
Sebagaimana kejadian di tingkat nasional dalam beberapa bulan terakhir ini, diduga
penyebab banyaknya kasus yang dipeti-es-kan adalah karena adanya ‘mafia kasus’ di
pengadilan. Namun, dugaan seperti itu tidak mudah untuk dibuktikan.
Rekomendasi:
Keberhasilan dalam penyelesaian kasus-kasus korupsi dapat dipengaruhi oleh banyak
faktor, terutama kuatnya komitmen dari berbagai pihak terkait dan tingginya
konsistensi antara perencanaan dan pelaksanaan dari kebijakan-kebijakan yang
ditujukan untuk memberantas korupsi. Oleh karena itu, pemerintah baik di daerah
mauoun di pusat sebaiknya merumuskan strategi yang lebih efektif yang bertujuan
untuk mendorong peningkatan komitmen pihak-pihak terkait dalam pemeberantasan
kourpsi termasuk memberikan reward yang istimewa bagi yang berprestasi dan
memberikan punishment hukuman yang lebih berat bagi aparat yang melanggarnya.
Selain itu, pada umumnya tingkat pemahaman masyarakat dalam masalah hukum
masih belum memadai, sehingga tidak sepenuhnya memahami mekanisme pelaporan
kasus dan menyipaklan barang-barang bukti yang dibutuhkan. Selanjutnya
perlindunghan hukum yang cendrung rendah terutama bagi masyarakat secara
umum diduga telah berpengaruh terhadap rendahnya partisipasi masyarakat dalam
upaya penegakan hukum. Oleh karena itu, pendidikan hukum melalui berbagai media
masa dapat dijadikan sebagai media pembelajaran bagi masyarakat umum serta
adanya jaminan keamanan bagi masyarakat pelapor kasus korupsi diperkirakan juga
dapat mendorong terjadinya proses kontrol oleh masyarakat.
2.1.2. Persentase Aparat yang Berijazah Minimal S1
Tingkat pendidikan aparat mempunyai korelasi dengan tingkat pelayanan publik dan
produktivitas kerja karyawan. Apabila dilihat perbandingan persentase aparat yang
berijazah minimal S1 di Provinsi Bengkulu dengan rata-rata nasional sejak tahun
2006 - 2007, menunjukkan bahwa kualitas pendidikan aparat di daerah ini lebih baik
yakni: 44,15% berbanding 30,6%, namun pada tahun 2008 persentase tersebut
menurun sedangkan pada tingkat nasional terjadi kenaikan. Tingginya persentase ini
karena dalam beberapa tahun terakhir dalam proses penerimaan CPNS di Provinsi
Bengkulu dengan persyaratan pendidikan minimal S1. Sementara itu sejak tahun
12
16. ■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
2004 sampai sekarang pemerintah daerah selalu menambah PNS setiap tahunnya
kurang lebih 4500 orang.
Tabel 2.2. Perkembangan Persentase Aparat di Provinsi Bengkulu
yang Berijazah Minimal S1, Tahun 2004 -2008
Aparat yang berijazah minimal S1 2004 2005 2006 2007 2008
Bengkulu 59,50 29,40 50,19 44,15 39,34
Nasional 29,9 31 31,93 30,6 30,99
Sumber BPS Provinsi Bengkulu, 2009
Gambar 2.1. Grafik Perbandingan Perkembangan Persentase Aparat
di Provinsi Bengkulu yang berijazah minimal S1, Tahun 2004 -2008
59.5
60
50.19
50 44.15
40 39.34
Persen
29.9 29.431 31.93 30.6 30.99
30
20
10
0
2004 2005 2006 2007 2008
Tahun
Provinsi Bengkulu Nasional
Tabel 2.3. Jumlah Aparatur Pemerintah di Provinsi Bengkulu
Menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin, Tahun 2008
No Tingkat Pendidikan Laki-laki Perempuan Jumlah
1S D / Primary School 147 20 167
2SLTP / Junior High School 160 34 194
3S M U / Senior High School 1.622 878 2.500
4D-1 / Diploma I 8 13 21
5D-2 / Diploma II 27 6 33
6D-3 / Diploma III 374 351 725
7D-4 / Diploma IV 7 5 12
8S-1 / Strata I 1492 685 2177
9S-2 / Strata II 148 41 189
10S-3 / Strata III 2 0 2
Jumlah 3.987 2.033 6.020
Sumber: BPS Provinsi Bengkulu, 2009
13
17. ■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
Gambar 2.2. Grafik Persentase Aparat di Provinsi Bengkulu
yang Berijazah Minimal S1, Tahun 2008
1800
1622
1600 1492
1400
1200
Jumlah
1000 878
800 685
600
374
351
400
147 160 148
200 34 27 6 41
20 8 13 7 5 2 0
0
SD/ SLTP / SM U / D-1 / D-2 / D-3 / D-4 / S-1 / St rata S-2 / S-3 /
Primary Junior High Senior Diploma I Diploma II Diploma III Diploma IV I St rata II Strata III
School School High
School
Laki-Laki Perempuan
Meskipun jumlah aparat yang berijazah minimal S1 sudah melebihi dari rata-rata
nasional, namun kualitas pelayanan publik masih belum cepat dan efisien. Hal ini
dapat disebabkan karena penerapan SPM masih terbatas, kurangnya akses terhadap
teknologi informasi dan komunikasi, masih rendahnya e-literasi aparatur pemerintah
dan masih adanya prosedur pelayanan yang berbelit-belit.
Relevansi: Peningkatan dalam jumlah dan persentase aparat yang berijazah S1 di
Provinsi Bengkulu mencerminkan bahwa kebijakan yang diambil dalam perekrutan
aparat pemerintah telah sejalan dengan kebijakan di tingkat nasional. Oleh karena itu,
kinerja yang telah dicapai oleh Provinsi Bengkulu telah sejalan dan relevan dengan
kebijakan yang sama di tingkat nasional.
Efektifitas: Bila efektifitas diukur berdasarkan peningkatan jumlah dan persentase
aparat yang berijazah S1 maka kinerja Provinsi Bengkulu dalam hal perekrutan
tenaga kerja (aparat) dapat dikatakan telah efektif. Meskipun begitu, hasil pengamatan
di lapangan menunjukkan bahwa terdapat adanya kecendrungan belum relevannnya
antara latar belakang pendidikan dan jenis pekerjaan yang diemban oleh
bersangkutan. Ketidak-cocokan tersebut berpengaruh terhadap kualitas pelayanan
yang diberikan kepada masyarakat sehingga tidak terlihat adanya perbedaan yang
signifikan yang ditimbulkan oleh peningkatan jumlah aparat yang berpendidikan
minimum S1.
Rekomendasi:
Dalam rangka meningkatkan pelayanan publik, ada beberapa program dan kegiatan
yang dapat dilakukan seperti: peningkatan kualitas SDM (aparat) dalam konteks
profesionalisme termasuk meningkatkan kecocokan (link dan match) antara
14
18. ■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
konpetensi yang dimiliki aparat dengan penempatannya di bidang pekerjaan tepat
sehingga the right man on the right place dapat diwujudkan. Selain itu, pada umumnya
aparat S1 yang baru saja diterima atau direkrut biasanya belum mempunyai
pengetahuan dan keterampilan khusus dalam hal publik service. Oleh karena itu,
pelatihan atau training juga perlu dilakukan secara periodik terutama yang berkaitan
dengan teknologi informasi dan komunikasi. guna meningkatkan wawasan,
pemahaman dan keterampilan aparat dalam hal pemberian pelayanan publik yang
lebih baik dan optimal bagi masyarakat. Sebagai upaya untuk meningkatkan
profesionalisme aparat, kebijakan rewards dan punishment perlu dirumuskan dan
dilaksanakan termasuk punishment bagi aparat yang terkait dengan kasus korupsi
agar terwujud ‘good governance, profesionalisme, transparan, akuntabel, kredibilitas,
dan bebas dari KKN dalam penentuan pejabat dan penerimaan CPNS di lingkungan
Pemerintahan Provinsi Bengkulu..
2.1.3. Persentase jumlah kabupaten / Kota yang Memiliki Peraturan Daerah
Pelayanan Satu Atap
Di Provinsi Bengkulu hingga saat ini terdapat 10 kabupaten/kota, namun demikian
belum seluruhnya menerapkan peraturan daerah (Perda) pelayanan satu atap.
Beberapa penyebab belum diterapkannya peraturan daerah pelayanan satu atap
karena adanya daerah pemekaran baru (belum terbentuknya DPRD) serta masih ada
kabupaten yang belum membuat Perda tersebut. Persentase jumlah kabupaten/ kota
yang memiliki peraturan daerah pelayanan satu atap terus meningkat tetapi
implementasinya masih belum optimal. Meskipun secara persentase meningkat,
namun jika dibandingkan dengan capaian rata-rata nasional terutama dalam dua
tahun terakhir jauh tertinggal.
Tabel 2.4 Persentase Jumlah Kabupaten/Kota Yang Memiliki Perda Pelayanan
Satu Atap, Tahun 2004 - 2008
Jumlah Jumlah Kab.Kota yang Memiliki Persentase Persentase
Tahun
Kab.Kota Perda Pelayanan Satu Atap Provinsi Nasional
2004 9 3 33.33 2.05
2005 9 3 33.33 2.05
2006 9 4 44.44 21.59
2007 9 5 55.56 61.29
2008 10 6 60.00 74.31
Sumber: BPS Provinsi Bengkulu, 2009
15
19. ■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
Gambar 2.3. Grafik Persentase Jumlah Kabupaten yang Memiliki
Perda Pelayanan Satu Atap
12 80
10
60
Persentase
Jumlah 8
6 40
4
20
2
0 0
2004 2005 2006 2007 2008
Jumlah Kab.Kota
Jumlah Kab.Kota yang Memiliki Perda Pelayanan Satu Atap
Persentase Provinsi
Persentase Nasional
Relevansi: Apabila dilihat dari analisis relevansi bahwa tujuan pembangunan dengan
membuat Perda Pelayanan Satu Atap adalah sudah sejalan dengan keinginan
pemerintah yaitu untuk mengatasi permasalahan birokrasi yang lambat dan berbelit-
belit. Dari data dapat dikatakan tren capaian pembangunan daerah sudah sejalan
namun belum lebih baik dari capaian pembangunan nasional.
Efektivitas: Sedangkan dilihat dari efektivitas sudah sesuai karena capaian
pelaksanaan Perda Pelayanan Satu Atap mengalami peningkatan dibandingkan
dengan tahun sebelumnya.
Rekomendasi:
(1) Pemahaman dan Komitment petugas atau aparat
(2) Mengubah paradigma birokrasi dari peran sebagai penguasa menjadi pelayan
(3) Peningkatan pengetahuan dan skill petugas
(4) Penerapan SPM dan SOP dalam pengurusan perizinan dengan waktu yang jelas
(5) Sosialisasi dan Transparansi
16
20. ■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
Gambar 2.4. Grafik Capaian Indikator Tingkat Pelayanan Publik Provinsi Bengkulu
dan Nasional Tahun 2004 - 2008.
80.00 0.80
Capaian Indikator Outcome
Tren Capaian Indikator
70.00 0.60
60.00
0.40
Outcome
50.00
40.00 0.20
30.00 0.00
20.00
10.00 -0.20
0.00 -0.40
2004 2005 2006 2007 2008
Tingkat Pelayanan Publik dan Demokrasi Provinsi Bengkulu
Tingkat Pelayanan Publik dan Demokrasi Nasional
Tren Provinsi
Tren Nasional
2.2. Demokrasi
2.2.1. Gender Development Index (GDI)
Kondisi Human Development Index ( HDI) atau Indek Pembangunan Manusia (IPM)
yang terdiri dari: umur harapan hidup, tingkat melek huruf orang dewasa, dan daya
beli. Tahun 1995, UNDP memasukkan unsur gender dalam HDI dengan
mengusulkan GDI (Gender Development Index). Ukuran HDI sama dengan GDI,
tetapi lebih terfokus pada ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan.
Kondisi GDI Provinsi Bengkulu amat rendah, yaitu 40,31 persen hal ini setara dengan
tingkat pembangunan gender di Indonesia yang berada pada peringkat 80 dari 156
negara pada tahun 2008. Berarti secara Nasional GDI ini mengacu antara lain angka
65.3 persen harapan hidup, angka melek huruf, partisipasi murid sekolah, dan GDP
riil per kapita pada perempuan, diskriminasi pasar kerja, kepala rumah tangga
perempuan, rumah tangga miskin (daya beli). GDI Provinsi Bengkulu masih rendah
dibandingkan dengan GDI Nasional, hal ini disebabkan oleh kondisi keterpurukan
perempuan Bengkulu dalam bidang sosial, ekonomi, pendidikan dan politik.
Rendahnya GDI provinsi Bengkulu ini dapat dilihat dari beberapa indikator sebagai
berikut. Tahun 2008 bidang pendidikan, perempuan usia 10 tahun keatas yang
tidak/belum pernah sekolah besarnya dua kali lipat penduduk laki-laki (18,65
berbanding 4,07 persen). Begitu pula kaum perempuan yang buta huruf masih sekitar
21,12 persen sedangkan penduduk laki-laki 6,51 persen. Di bidang ekonomi, tingkat
17
21. ■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
partisipasi angkatan kerja (TPAK) kaum perempuan masih relatif rendah yaitu 17
persen bila dibandingkan dengan TPAK laki-laki yaitu 83 persen.
Namun apabila melihat fakta-fakta lainnya, khususnya fakta mengenai perbandingan
partisipasi antara laki-laki dan perempuan dalam proses pembangunan, peningkatan
tersebut tidak memiliki arti sama sekali, karena kesetaraan perbandingan keduanya
sangat jauh selisihnya, yakni berbanding 87,56 (laki-laki) dengan 12,44 (perempuan).
Disparitas ini menandakan bahwa kesetaraan gender di Provinsi Bengkulu masih
sangat didominasi oleh kaum laki-laki. Dengan demikian, pengarusutamaan gender
kaum perempuan harus semakin kuat di dorong dan diperhatikan dengan serius, ini
agar kaum perempuan tidak menjadi beban dalam Pembangunan Nasional
Rendahnya partisipasi perempuan dalam pembangunan bukanlah karena Given
dalam proses kehidupannya. Hal ini lebih disebabkan oleh adanya berbagai bentuk
diskriminasi serta ketimpangan struktur sosial-budaya masyarakat (budaya Patriaki)
yang diwarnai penafsiran ajaran yang bias gender dalam mengejar tuntutan hidup.
Selain itu, tuntutan akan akses layanan kesehatan yang lebih baik, pendidikan yang
lebih tinggi, keterlibatannya yang setara di ranah politik, kesetaraan memperoleh
pekerjaan yang luas, dan keterlibatan dalam kegiatan publik yang lebih luas, juga
masih terbatas dan cenderung mengalami diskriminatif serta sering di zalimi dalam
kompetisi bidang-bidang tersebut.
Relevansi: Pembangunan dalam hal pemberdayaan perempuan di Provinsi Bengkulu
yang diukur dengan indikator GDI (gender development index) hingga saat ini belum
memperlihatkan kinerja yang cukup signifikan karena masih tingginya ketimpangan
dalam kesetaraan gender. Hasil ini mengindikasikan bahwa kebijakan dan
implementasi pemberdayaan perempuan di Provinsi Bengkulu belum menghasilkan
kinerja yang lebih baik bila dibandingkan dengan kinerja di tingkat nasional dan oleh
karena itu tingkat relevansi antara kinerja di Provinsi Bengkulu dan di tingkat nasional
masih sangat rendah.
Efektifitas: Hasil observasi mencerminkan bahwa kebijakan pemberdayaan
perempuan, implementasi dan hasilnya di Provinsi Bengkulu belum menunjukkan
tingkat efektifitas yang belum memadai karena tidak terlihat adanya perubahan kinerja
yang signifikan dari tahun ke tahun.
Rekomendasi: beberapa kebijakan dan kegiatan untuk direkomendasikan diuraikan
pada bagian rekomendasi di bagian GEM di bawah ini.
18
22. ■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
2.2.2. Gender Empowerment Meassurement (GEM)
GEM (Gender Empowerment meassurement) merupakan salah satu paradigma
pengukuran Index Pembangunan Indonesia (IPM) berdasarkan indikator yang dimensi
ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan. Ukuran tersebut berdasarkan tiga
variabel yaitu partisipasi perempuan dan politik (pengambilan keputusan), akses pada
kesempatan kerja profesional dan daya beli.
Realitas ketimpangan gender di Indonesia ini, juga berlangsung di Provinsi Bengkulu.
Hasil laporan Human Development Report Indonesia tentang peran gender di Provinsi
Bengkulu tahun 2008 menyebutkan bahwa sesuai GDI dan GEM, indeks gender kaum
perempuan tahun 2004 bernilai 41,22 dan di tahun 2008 bernilai 43,1 persen. Hasil ini
menandakan bahwa selama 5 tahun perkembangan peranan gender berjalan normal
dan cenderung meningkat. Namun peningkatan ini juga tidak berarti apabila melihat
perbandingan partisipasi antara laki-laki dan perempuan dalam proses pembangunan,
dimana laki-laki jauh lebih dominan, yakni berbanding 89,11 (laki-laki) dengan 10,89
(perempuan). Disparitas ini menandakan gejala makro tentang pengarusutamaan
gender di Indonesia, dimana peran dan partisipasi (kuantitas dan kualitas) kaum
perempuan mesti diberi peluang sebesar mungkin (oleh semua pihak) agar mampu
mengejar ketinggalannya dalam pembangunan.
Kondisi rendahnya GEM, GDI Provinsi Bengkulu yaitu dapat dilihat dari kondisi
partisipasi dan poilitik perempuan. Data Komisi Pemilihan Umum (KPU) tahun 2008
menunjukkan bahwa keterwakilan perempuan Bengkulu di DPRD dan DPR masih
rendah, yaitu sekitar 18 persen dan di DPD sekitar 10 persen (hanya satu orang
perempuan) yang mewakili Provinsi Bengkulu. Selain itu keterlibatan perempuan
dalam jabatan publik dapat dilihat dari komposisi perempuan dan laki-laki pegawai
negeri sipil (PNS) yang menduduki jabatan eselon. Menurut data BKN Juni 2008, dari
sebanyak 4,59 % orang yang menduduki jabatan eselon (eselon I sampai eselon V) di
Indonesia, hanya 20,16 persen dijabat oleh perempuan, selebihnya 79,84 persen
dijabat oleh laki-laki. Semakin tinggi jenjang eselon, semakin senjang perbedaan
komposisi antara laki-laki dan perempuan. Sementara itu, peran perempuan pada
lembaga yudikatif juga masih rendah, yakni 20 persen dari hakim yang ada dijabat
oleh perempuan, dan 18 persen sebagai hakim agung pada tahun 2008. Sedangkan
dari 6.177 jaksa di seluruh Indonesia pada tahun yang sama tersebut, hanya 26,78
persen dijabat oleh perempuan, sisanya 73,22 persen oleh laki-laki.
19
23. ■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
Melihat gambaran diatas, keterwakilan perempuan di lembaga legislatif pada saat ini
belum memenuhi amanat undang-undang, sedangkan posisi dan peran perempuan di
lembaga eksekutif relatif kecil, yang menduduki jabatan publik serta komposisi dan
peran perempuan di lembaga yudikatif belum mencapai tingkat yang diharapkan.
Partisipasi politik perempuan dihadapkan pada terbatasnya perempuan yang bersedia
terjun di kancah politik, sehingga partai politik banyak mengalami kekurangan kader
perempuan. Lingkungan sosial budaya kurang kondusif dalam mendukung
perempuan untuk berpartisipasi dalam politik, selain kurangnya pendidikan dan
pelatihan politik untuk perempuan. Sedangkan posisi dan peran perempuan dalam
jabatan publik masih dihadapkan pada otoritas tim dalam badan seleksi yang kurang
memperhatikan aspek keadilan dan kesetaraan gender.
Relevansi: Sama dengan GDI, pembangunan dalam hal pemberdayaan perempuan
di Provinsi Bengkulu yang diukur dengan indikator GEM (gender empowerment
measure) hingga saat ini belum memperlihatkan kinerja yang cukup signifikan karena
masih tingginya ketimpangan dalam kesetaraan gender. Hasil ini mengindikasikan
bahwa kebijakan dan implementasi pemberdayaan perempuan di Provinsi Bengkulu
belum menghasilkan kinerja yang lebih baik bila dibandingkan dengan kinerja di
tingkat nasional dan oleh karena itu tingkat relevansi antara kinerja di Provinsi
Bengkulu dan di tingkat nasional masih sangat rendah.
Efektifitas: Hasil observasi mencerminkan bahwa kebijakan pemberdayaan
perempuan, implementasi dan hasilnya di Provinsi Bengkulu belum menunjukkan
tingkat efektifitas yang belum memadai karena tidak terlihat adanya perubahan kinerja
yang signifikan dari tahun ke tahun.
Rekomendasi:
Masih rendahnya GDI dan GEM baik dari sisi relevansi maupun efektifitas di Provinsi
Bengkulu mengisyaratkan bahwa Pemerintah Provinsi Bengkulu perlu meningkatkan
berbagai upaya yang bertujuan untuk mendorong peningkatan peranan perempuan
dalam pembangunan. Landasan hukum yang menjamin keadilan dan kesetaraan
gender dirumuskan dalam UUD 1945 pada Bab XA tentang Hak Asasi Manusia, Pasal
28C ayat 1 yang menyatakan setiap orang berhak mengembangkan diri melalui
pemenuhan kebutuhan dasarnya, mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat
dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, meningkatkan mutu hidup dan
kesejahteraan umat manusia. Landasan hukum lain yang memastikan terciptanya
kesetaraan dan keadilan gender adalah UU No.7 Tahun 1984 tentang pengesahan
20
24. ■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
konvensi mengenai penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan,
dan Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang pengarusutamaan gender dalam
kebijakan, program, dan kelembagaan.
Di sisi lain, berbagai kebijakan tidak konsisten dengan kebijakan lain dan kebijakan di
atasnya seperti UU Perkawinan tahun 1974, UU No. 7 tahun 1984 tentang
Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi, dan
Inpres No. 9 Tahun 2000. UU Perkawinan Tahun 1974 pasal 1 menyatakan laki-laki
sebagai kepala keluarga dan perempuan sebagai ibu rumah tangga. UU ini
menciptakan kesenjangan gender secara meluas, karena UU tersebut kemudian
dijadikan rujukan bagi kebijakan lain seperti penentuan upah dan pajak. Kaji ulang
atau revisi atas UU Perkawinan Tahun 1974 perlu dilakukan agar konsisten dengan
kebijakan yang lain.
UU No.7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala
Bentuk Diskriminasi diharapkan mampu mengubah tatanan politik nasional dengan
melibatkan keterlibatan perempuan dalam menjalankan institusi politik. Perubahan
yang diharapkan bukan semata pada jumlah perempuan yang terlibat dalam lingkar
pengambil keputusan, tetapi juga pada representasi kepentingan dan kebutuhan
perempuan dalam penyelenggaraan politik tersebut. Pelaksanaan Undang-undang
tersebut sangat lemah karena terbentur pada nilai yang berlaku di Indonesia.
Penjelasan dari UU tersebut menyebutkan bahwa pelaksanaan konvensi
“...disesuaikan dengan tata kehidupan masyarakat yang meliputi nilai-nilai budaya,
adat-istiadat serta norma-norma keagamaan yang masih berlaku dan diikuti secara
luas oleh masyarakat Indonesia.” Hal ini berarti bahwa UU tersebut bersifat inferior
terhadap norma sosial yang berlaku sehingga bertentangan dengan tujuan konvensi.
Inpres No. 9 Tahun 2000, mendorong pengarusutamaan gender dalam lembaga,
kebijakan, dan program pemerintahan. Di sisi lain, kebijakan tersebut tidak mampu
mendorong pelaksanaan pengarusutamaan karena kebijakan itu tidak dalam bentuk
Keputusan Presiden atau UU. Selain itu, Kementrian Negara Pemberdayaan
Perempuan tidak mempunyai infrastuktur daerah untuk membantu proses
pelaksanaan Inpres tersebut. Kebijakan penyetaraan dan keadilan gender di instansi
teknis juga tidak efektif karena tidak dilengkapi dengan anggaran. Di masa depan,
Inpres No. 9 Tahun 2000 perlu diperkuat menjadi Keppres atau undang-undang agar
efektif untuk mendorong pengarusutamaan gender dalam lembaga, kebijakan, dan
program pemerintah.
21
25. ■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
Untuk mencapai sasaran tersebut, kebijakan pemerintah Provinsi Bengkulu dalam
pembangunan bidang pemberdayaan perempuan di arahkan pada peningkatkan
keterlibatan perempuan dalam proses politik (pemahaman dan kesadaran serta
pemantapan aktivitas perempuan untuk cerdas dan terampil dalam politik) dan jabatan
publik serta meningkatkan taraf pendidikan dan layanan kesehatan serta bidang
pembangunan lainnya, untuk mempertinggi kualitas hidup dan sumber daya kaum
perempuan. Selain itu diupayakan menjaga jaringan kerja sama yang telah terbentuk
seperti Gender Focal Point Network yang terdiri dari Economy Gender Focal Point,
Fora Gender Focal Point dan program director, sebagai mitra dari IWAPI, LSM, dan
LIPI, serta pakar gender.
2.2.3. Tingkat partisipasi politik masyarakat dalam Pemilihan Kepala Daerah
Provinsi
Implementasi dari sistim pemilihan langsung untuk memilih Gubernur dan Wakil
Gubernur yang telah dilaksanakan menunjukan bahwa tingkat kesadaran
berdemokrasi masyarakat dalam menggunakan haknya untuk menentukan kebijakan
publik masih relatif rendah. Ini dapat dilihat dari data jumlah mata pilih yang ada
sebanyak 1.060.336, yang menggunakan hak pilihnya hanya sebanyak 751.951 suara
dan yang tidak menggunakan hak pilihnya sebanyak 308.385 suara (29,08%).
Sementara itu pada putaran kedua pemilihan Gubernur Bengkulu, angka Golput yang
ada pada pemilihan Kepala Daerah tersebut lebih tinggi lagi mencapai 30 sampai 35
% (sumber KPUD Provinsi). Meskipun demikian angka tingkat partisipasi masyarakat
dalam pemilihan kepala daerah lebih tinggi jika dibandingkan dengan pemilihan
Presiden (Pilpres). Tingginya angka partisipasi ini disebabkan karena adanya
keterkaitan dan kepentingan langsung masyarakat setempat dengan calon kepala
daerah yang dipilih, seperti antara lain karena faktor: hubungan kekeluargaan, daerah
asal, ingin mendapat jabatan dan lain-lain.
Relevansi: Tingkat partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan kepala daerah di
Provinsi Bengkulu cendrung lebih rendah bila dibandingkan dengan indikator yang
sama di tingkat nasional. Hal ini memberikan implikasi bahwa tingkat relevansi
pembangunan kesadaran politik masyarakat di Provinsi Bengkulu juga masih rendah.
Efektifitas: Data tentang partisipasi masyarakat dalam pemilihan kepala daerah di
Provinsi Bengkulu tidak lengkap sehingga besar perubahannya tidak dapat dikalkulasi
secara akurat. Oleh karenan itu tingkat keefektifannya juga tidak dapat diperhitungkan
secara valid. Meskipun begitu, bila tingkat relevansi dianggap sebagai proxy maka
22
26. ■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
kinerja pembangunan dalam hal partisipasi masayarakat mencerminkan bahwa
kebijakan yang mendorong tingkat partisipasi polotik masyarakat kelihatannya masih
belum berjalan secara efektif.
Rekomendasi: Sebagai upaya untuk meningkatkan partisipasi politik masyarakat
maka beberapa strategi perlu dilakukan termasuk diantaranya pendidikan politik
dengan tujuan untuk memberikan pencerahan kepada masyarakat tentang hak-hak
politiknya. Hal ini dapat dilakukan melalui jalur komunikasi partai politik maupun
melalui lembaga swadaya masyarakat.
2.2.4. Tingkat partisipasi politik masyarakat dalam Pemilihan Legislatif
Pendidikan politik di Provinsi Bengkulu belum mencapai hasil yang memuaskan, baik
yang dilakukan oleh partai politik maupun yang dilakukan oleh lembaga suprastruktur
yang ada. Hal ini dapat terlihat dari beberapa peristiwa yang terjadi pada saat setelah
dilakukannya pemilihan anggota legislatif di beberapa kabupaten terjadi konflik baik
yang dapat diamati melalui proses pengadilan maupun yang teramati secara langsung
berupa tindakan anarkis yang dilakukan oleh kelompok masyarakat. Pengetahuan
politik masyarakat masih sangat rendah sehingga kesadaran untuk berpolitik terbuka
(langsung) juga masih rendah. Oleh karena itu, diperlukan pendidikan politik kepada
masyarakat dengan tujuan untuk memberikan pencerahan dan kesiapan kepada
masyarakat tentang hak-hak politiknya.
Tabel 2.5. Tingkat Partisipasi Politik Masyarakat di Provinsi Bengkulu
dalam Pemilihan Legislatif, 2004 - 2009
Tingkat partisipasi politik masyarakat
2004 2005 2006 2007 2008 2009
dalam Pemilihan Legislatif
Bengkulu 70,92 - - - - 78
Nasional 75,19 - - - - 71
Sumber: BPS Provinsi Bengkulu, 2009
Grafik 2.5. Grafik Tingkat Partisipasi Politik Masyarakat
di Provinsi Bengkulu dalam Pemilihan Legislatif, 2004 - 2009
78
78
75.19
76
74
72 70.92 71
70
68
66
2004 2009
Tingkat Partisipasi Politik Provinsi Bengkulu Tingkat Parisipasi Politik Nasional
23
27. ■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
Relevansi: Tingkat partsipasi politik masyarakat dalam pemilihan legislatif di Provinsi
Bengkulu pada tahun 2004 lebih kecil disbanding tingkat nasional. Namun pada tahun
2009, kinerja Provinsi Bengkulu mengalami kenaikan hingga menjadi 78% dan lebih
besar dari indicator yang sama di tingkat nasional. Peningkatan kinerja ini
mencerminkan adanya tingkat relevansi yang baik antara hasil yang dicapai di
Provinsi Bengkulu dengan capaian di tingkat nasional.
Efektifitas: Tingkat relevansi yang erat antara kinerja dalam tingkat partisipasi poiltik
masyarakat dalam pemilihan legislatif di Provinsi Bengkulu dengan tingkat nasional
mencerminkan bahwa kebijakan yang diambil di Provinsi Bengkulu telah
terimplementasi secara efektif.
Rekomendasi: Kinerja yang sudah baik dalam hal tingkat partisipasi politik
masyarakat dalam pemilihan legislatif di Provinsi Bengkulu perlu dipertahankan dan
ditingkatkan di masa yang akan datang.
2.2.5. Tingkat Partisipasi Politik Masyarakat Dalam Pilpres
Partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan Presiden (PILPRES) sedikit lebih
rendah dibandingkan dengan pemilihan anggota legislatif maupun pemilihan kepala
daerah, hal ini dapat terjadi karena kurangnya kesadaran masyarakat dan juga
masyarakat daerah tidak merasakan langsung, “Siapa saja Presidennya nasip
masarakat daerah tetap tidak ada perubahan”.
Tabel 2.6 Tingkat Partisipasi Politik Masyarakat di Provinsi Bengkulu dalam
PILPRES, 2004 - 2009
Tingkat Partisipasi Politik
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Masyarakat dalam PILPRES
Bengkulu 70,92 - - - - 78
Nasional 75,98 - - - - 73
Grafik 2.6. Tingkat Partisipasi Politik Masyarakat di Provinsi Bengkulu
dalam PILPRES, 2004 - 2009
78
78 75.98
Tingkat Partisipasi Politik
76
73
74
70.92
72
70
68
66
2004 2009
Tahun
Tingkat Partisipasi Provinsi Bengkulu Tingkat Partisipasi Nasional
24
28. ■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
Relevansi: Sama dengan pemilihan legislative, tingkat partsipasi politik masyarakat
dalam pemilihan presiden di Provinsi Bengkulu pada tahun 2004 lebih kecil apabila
dibandingkan dengan tingkat nasional. Namun pada tahun 2009, kinerja Provinsi
Bengkulu mengalami kenaikan hingga menjadi 78% dan lebih besar dari indikator
yang sama di tingkat nasional. Peningkatan kinerja ini mencerminkan adanya tingkat
relevansi yang baik antara hasil yang dicapai di Provinsi Bengkulu dengan capaian di
tingkat nasional.
Efektifitas: Tingkat relevansi yang erat antara kinerja dalam tingkat partisipasi poiltik
masyarakat dalam pemilihan presiden di Provinsi Bengkulu dengan tingkat nasional
mencerminkan bahwa kebijakan yang diambil di Provinsi Bengkulu telah
terimplementasi secara efektif.
Rekomendasi: Kinerja yang sudah baik dalam hal tingkat partisipasi politik
masyarakat dalam pemilihan legislatif di Provinsi Bengkulu perlu dipertahankan dan
ditingkatkan di masa yang akan datang. Hal ini disebabkan karena dalam era
reformasi dan demokrasi tingkat partisipasi masyarakat dapat berpengaruh terhadap
kebijakan-kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah, baik kepala daerah, legislatif
dan presiden.
2.2. Tingkat Kualitas Sumber Daya Manusia
Salah satu prioritas pembangunan di Provinsi Bengkulu adalah peningkatan kualitas
sumberdaya manusia. Berbagai kebijakan dan program telah direncanakan dan
diimplementasikan terutama dalam peningkatan kinerja sektor pendidikan, sektor
kesehatan dan sektor perekonomian rakyat melalui melalui penyediaan sarana dan
prasarana pendidikan, kesehatan, infrastruktur pendudukung kegiatan ekonomi serta
suasana yang lebih kondusif terhadap tumbuh dan berkembangnya perekonomian
masyarakat. Kinerja pembangunan daerah dalam membangun dan meningkatkan
kualitas sumber daya manusia di Provinsi Bengkulu dievaluasi dan diukur dengan
menggunakan indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
2.2.1. Indeks Pembangunan Manusia
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI)
merupakan suatu indeks gabungan yang terdiri tiga komponen penilaian yang
meliputi: tingkat pendidikan, tingkat kesehatan dan standar hidup layak. IPM
mempunyai nilai yang berkisar dari 0 sampai dengan 100. Jika nilai IPM berkisar 0-
25
29. ■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
49,9 maka pembangunan manusianya termasuk dalam kategori masih rendah, dan
jika nilai IPM berkisar 50-79,9 maka pembangunan manusianya sedang, sedangkan
jika nilai IPM berkisar antara 80-100 maka pembangunan manusianya termasuk
dalam kategori tinggi.
2.2.2. Pendidikan
Indikator yang digunakan untuk menilai kinerja pembangunan dalam bidang
pendidikan di Provinsi Bengkulu pada EKPD 2009 ini terdiri dari tiga komponen
penilaian yakni: Angka Partisipasi Murni (APM), Angka Putus Sekolah (APS) dan
Angka Melek Aksara (AMA).
2.2.2.1. Angka Partisipasi Murni SD/MI
Angka Partsipasi Murni (APM) merupakan alat ukur yang menunjukkan besarnya nilai
(persentase) dari perbandingan antara jumlah anak yang bersekolah dengan jumlah
seluruh anak yang berusia sekolah sesuai dengan usia dan tingkatan pendidikan.
Nilai APM sekaligus memberikan informasi tentang persentase anak-anak usia
sekolah yang tidak bersekolah. Data APM untuk tingkat SD/MI di Provinsi Bengkulu
di tampilkan pada Tabel 2.7 di bawah ini.
Tabel 2.7. Angka Partsipasi Murni (APM) Provinsi Bengkulu dan
Nasional tahun 2004-2008.
Angka Partisipasi Murni (APM) SD/MI 2004 2005 2006 2007 2008
Provinsi Bengkulu 94,72 92,58 93,29 92,02 92,31
Nasional 93 93,3 93,54 93,75 93,98
Grafik 2.7. Angka Partsipasi Murni (APM) Provinsi Bengkulu dan
Nasional tahun 2004-2008.
95 94.72
93.98
A ngk a P artis ipas i
94 93.54 93.75
93.3 93.29
93
93 92.58
M urni
92.31
92.02
92
91
90
2004 2005 2006 2007 2008
Tahun
Provinsi Bengkulu Nasional
26
30. ■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
Nilai APM SD/MI selama periode 2004-2008 menunjukkan bahwa sekitar 92% dari
seluruh jumlah keseluruhan anak yang berusia antara 7-13 tahun telah bersekolah.
Nilai ini juga menunjukkan bahwa sekitar 8% dari jumlah seluruh anak yang berusia
antara 7-13 tahun tidak bersekolah. Apabila dibandingkan dengan APM nasional, nilai
APM SD/MI di Provinsi Bengkulu tersebut masih lebih rendah dari APM nasional.
Relevansi. Jika dilihat dari segi relevansi pembangunan di bidang peningkatan
kualitas sumber daya manusia dapat dikatakan bahwa tujuan atau sasaran
pembangunan peningkatan nilai APM SD/MI belum optimal dan belum dapat
mengatasi permasalahan dan tantangan dalam peningkatan kualitas sumber daya
manusia. Hal ini dapat dilihat dari tren capaian nilai APM SD/MI yang tidak mengalami
peningkatan yang signifikan, karena nilai capaian APM SD/MI tidak lebih baik dari
rata-rata nasional dalam beberapa tahun terakhir.
Efektifitas. Bila dilihat dari trend pencapaian dari tahun ke tahun, hasil observasi
mengindikasikan bahwa pelaksanaan pembangunan dalam upaya peningkatan nilai
APM SD/MI juga belum efektif karena nilai APM SD/MI tidak menunjukkan
peningkatan yang signifikan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Menurunnya angka APM SD/MI menunjukkan bahwa penyelenggaraan program wajib
belajar pendidikan dasar 9 tahun di Provinsi Bengkulu belum tuntas. Ada beberapa
kendala dan permasalahan dalam pelaksanaan program wajib belajar pendidikan
dasar di daerah ini, antara lain: masih rendahnya akses masyarakat terhadap
pendidikan terutama didaerah pedesaan karena terbatasnya jumlah sekolah yang ada,
rendahnya pendapatan orang tua untuk menyekolahkan anaknya dan terbatasnya
jumlah guru.
Rekomendasi Kebijakan:
o Meningkatkan akses pelayanan pendidikan
o Pemerataan dan perluasan pelayanan pendidikan yang memadai, baik melalui
pendidikan formal maupun pendidikan nonformal.
o Menyelenggarakan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun secara gratis
tanpa pungutan biaya apapun
o Menyediakan materi dan peralatan pendidikan, seperti seperti buku pelajaran
maupun peralatan penunjang belajar mengajar.
o Meningkatkan jumlah dan kualitas pendidik dan tenaga kependidikan lainnya
27
31. ■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
o Peningkatan anggaran pendidikan hingga mencapai 20 persen dari APBN dan
APBD
o Meningkatkan peran serta masyarakat dan dunia usaha dalam pembangunan
pendidikan.
2.2.2.2. Rata-rata Nilai Akhir
Perkembangan rata-rata nilai akhir ujian nasional siswa SMP/MTs di Provinsi
Bengkulu maasih lebih baik secara nasional kecuali pada tahun 2004 dibawah rata-
rata nasional. Sebaliknya pada tingkat SMA/SMK/MA hasil rata-rata nilai akhir ujian
nasional selama lima tahun terakhir tidak lebih baik dibandingkan dengan rata-rata
capaian nasional namun perkembangannya selalu mengalami peningkatan dari tahun
ke tahun.
Tabel 2.8. Perkembangan Rata-rata Nilai Akhir Ujian Nasional di Provinsi Bengkulu
Rata-rata Nilai Akhir 2004 2005 2006 2007 2008
SMP/MTs Bengkulu 4,34 5,53 5,53 5,53 6,73
Nasional 4.80 5.42 5.42 5.42 6.05
SMA/SMK/MA 4,55 4,72 5,45 5,68 5,70
Nasional 4.77 5.77 5.94 6.28 6.35
Gambar 2.8. Grafik Rata-rata Nilai Akhir Ujian Nasional
8
7
6
Rata-rata Nilai Akhir
5
4
3
2
1
0
2004 2005 2006 2007 2008
Rata-rata SMP/MTs Provinsi Rata-rata SMA/MA Provinsi
Rata-rata SMP/MTs Nasional Rata-rata SMA/MA Nasional
Relevansi: Jika dilihat dari segi relevansi pembangunan menunjukkan bahwa
tujuan/sasaran pembangunan untuk meningkatkan rata-rata nilai akhir ujian nasional
sudah tercapai dan tren capaian hasil pembangunan sudah sejalan dan lebih baik dari
capaian pembangunan nasional, khususnya untuk pendidikan dasar, namun untuk
pendidikan tingkat SMA/SMK/MA masih dibawah rata-rata nasional.
28
32. ■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
Efektivitas. Dilihat dari segi efektivitas telah menunjukkan kemajuan seperti yang
diharapkan, karena hasil capaian rata-rata nilai akhir semakin tinggi atau semakin
membaik dibandingkan dengan capaian tahun sebelumnya.
Rekomendasi Kebijakan:
o Meningkatkan mutu pendidikan melalui peningkatan kompetensi tenaga pendidik
dan peserta didik.
o Mengembangkan kurikulum yang berstandar nasional yang disesuaikan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, budaya dan seni serta perkembangan
global, regional, nasional dan lokal.
o Mengembangkan sistem evaluasi, akreditasi dan sertifikasi termasuk sistem
pengujian dan penilaian pendidikan.
o Menyempurnakan manajemen pendidikan dengan meningkatkan otonomi dan
desentralisasi pengelolaan pendidikan kepada satuan pendidikan.
2.2.2.3. Angka Putus Sekolah SD, SMP / MTs, Sekolah Menengah
Angka putus sekolah mencerminkan banyaknya anak-anak usia sekolah yang sudah
tidak bersekolah lagi atau yang tidak menamatkan suatu jenjang pendidikan tertentu.
Jumlah anak putus sekolah di Provinsi Bengkulu masih cukup banyak, hal ini lebih
disebabkan oleh ketidakmampuan orang tua untuk membiayai sekolah karena
kemiskinan. Jumlah anak yang tidak melanjutkan ke kejenjang pendidikan yang lebih
tinggi terutama banyak terjadi di daerah pedesaan.
Tabel 2.9. Persentase Perbandingan Angka Putus Sekolah
di Provinsi Bengkulu dan Nasional, Tahun 2004 – 2008
Angka Putus Sekolah 2004 2005 2006 2007 2008
SD (Prov.Bengkulu) 2,28 1,92 5,86 2,75 3,20
Nasional 2,97 3,17 2,41 1,81 1,81
SMP/MTs (Prov.Bengkulu) 6,09 3,17 6,78 7,50 5,89
Nasional 2,83 1,97 2,88 3,94 3,94
Sekolah Menengah (Prov.Bengkulu) 6,92 8,92 2,76 3,11 5,43
Nasional 3,14 3,08 3,33 2,68 2,68
Sumber: BPS Provinsi Bengkulu, 2009
Tabel 2.9 menunjukkan terjadinya kecenderungan peningkatan angka putus sekolah
pada jenjang pendidikan yang semakin tinggi. Pada jenjang pendidikan SMA angka
putus sekolah lebih tinggi dibandingkan pada jenjang pendidikan SD hingga SLTP.
Rendahnya angka putus sekolah pada jenjang pendidikan SD hingga SLTP
dikarenakan adanya program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun. Jika
29
33. ■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
dibandingkan dengan angka nasional, angka putus sekolah pada setiap jenjang
pendidikan di Provinsi Bengkulu menunjukkan angka yang lebih tinggi.
Gambar 2.9. Grafik Persentase Angka Putus Sekolah
10
9
8
7
ersentase
6
5
4
P
3
2
1
0
2004 2005 2006 2007 2008
Tahun
SD Provinsi Bengkulu SMA/MA Provinsi Bengkulu
SMAP/MTs Provinsi Bengkulu SD Nasional
SMP/MTs Nasional SMA/MA Nasional
Relevansi: Upaya dan kinerja pembangunan dalam bidang pendidikan bervariasi
untuk masing-masing tingkat pendidikan. Tingginya angka putus sekolah untuk tingkat
pendidikan SLTP dan sekolah menengah mencerminkan bahwa tingkat relevansi
pembangunan pendidikan di Provinsi Bengkulu masih rendah.
Efektivitas: Penurunan nilai APS untuk tingkat pendidikan dasar (SD)
mengindikasikan bahwa upaya pembangunan untuk mendorong partisipasi
masyarakat dan anak-anak yang berusia 7-13 tahun telah cukup efektif. Namun
sebaliknya, kenaikan nilai APS untuk tingkat pendidikan SLTP dan sekolah menengah
menunjukkan tingkat efektifitas yang rendah.
Rekomendasi Kebijakan:
o Meningkatkan akses pelayanan pendidikan terutama terhadap penduduk miskin
o Pemerataan dan perluasan pelayanan pendidikan yang memadai, terutama di
daerah pedesaan.
o Menyelenggarakan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun secara gratis
tanpa pungutan biaya apapun
o Peningkatan anggaran pendidikan hingga mencapai 20 persen dari APBN dan
APBD
30
34. ■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
2.2.2.4. Angka Melek Aksara 15 tahun keatas
Angka melek aksara di Provinsi Bengkulu mengalami fluktuasi selama lima tahun
terakhir, dan terendah terjadi pada tahun 2005, namun demikian meningkat lagi pada
tahun berikutnya. Apabila dibandingkan dengan capaian rata-rata nasional,
menunjukkan bahwa angka melek aksara di Provinsi Bengkulu selalu lebih tinggi. Ini
berarti bahwa program pemberantasan buta huruf tergolong cukup berhasil, namun
demikian harus terus diupayakan agar angka melek aksara terus meningkat.
Tabel 2.10. Angka Melek Aksara penduduk usia 15 tahun keatas
di Provinsi Bengkulu Tahun 2004 – 2008
Angka Melek Huruf Penduduk 2005 2006 2007 2008
2004
Usia 15 tahun keatas
Bengkulu 94,21 94,25 94,50 94,69 94,87
Nasional 90,40 90,90 91,50 91,87 92,19
Gambar 2.10. Grafik Angka Melek Aksara penduduk usia 15 tahun keatas
di Provinsi Bengkulu, Tahun 2004 - 2008
96
94.69 94.87
95 94.25 94.5
94.21
94
93
Pers entas e
92.19
91.87
92 91.5
90.9
91 90.4
90
89
88
2004 2005 2006 2007 2008
Tahun
Melek Huruf Provinsi Bengkulu Melek Huruf Nasional
Relevansi: Upaya dan kinerja pembangunan dalam bidang Angka Melek Huruf
penduduk usia 15 tahun keatas sudah lebih baik. Tingginya angka ini dari rata-rata
nasional mencerminkan bahwa tingkat relevansi pembangunan pendidikan di Provinsi
Bengkulu semakin baik.
Efektivitas: Peningkatan Angka Melek Huruf penduduk usia 15 tahun keatas
mengindikasikan bahwa semakin banyak penduduk yang bisa membaca maupun
menulis, hal ini menunjukkan tingkat efektifitas yang tinggi.
Rekomendasi Kebijakan:
o Peningkatan intensifikasi perluasan akses dan kualitas penyelenggaraan
pendidikan keaksaraan fungsional.
o Menyelenggarakan pendidikan non formal yang bermutu secara luas untuk
31
35. ■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
memberikan kesempatan kepada warga masyarakat yang tidak mungkin terpenuhi
kebutuhan pendidikannya melalui jalur formal terutama bagi masyarakat yang
tidak pernah sekolah atau buta aksara, putus sekolah dan warga masyarakat
lainnya.
o Menyediakan materi dan peralatan pendidikan, seperti seperti buku pelajaran
maupun peralatan penunjang belajar mengajar.
o Meningkatkan peran serta masyarakat dan dunia usaha dalam pembangunan
pendidikan.
2.2.2.5. Persentase Jumlah Guru Yang Layak Mengajar
Persentase jumlah guru yang layak mengajar di provinsi Bengkulu pada saat awal
pelaksanaan RPJMN lebih baik dari rata-rata nasional, namun demikian terjadi
sebaliknya dalam dua tahun terakhir, seperti dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.11. Persentase Jumlah Guru Yang Layak Mengajar
Persentase Jumlah Guru yang
2004 2005 2006 2007
Layak Mengajar
SMP/MTs 85,66 85,58 80,2 82,99
Sekolah Menengah 72,97 77,73 83,69 83,96
Gambar 2.11. Grafik Persentase jumlah guru yang layak mengajar
di provinsi Bengkulu, Tahun 2004 - 2007
88
85.66 85.58
86
83.69 83.96
84 82.99
82 80.2
80
Persentase
77.73
78
76
74 72.97
72
70
68
66
2004 2005 2006 2007
Tahun
Guru Layak Mengajar SMA/MA Provinsi Bengkulu Guru Layak Mengajar SMP/MTs Provinsi Bengkulu
Relevansi. Upaya dan kinerja pembangunan daerah dalam bidang peningkatan
jumlah guru yang layak mengajar belum menunjukkan kemajuan yang berarti.
Rendahnya angka persentase ini dari rata-rata nasional dalam beberapa tahun
32
36. ■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
terakhir mencerminkan bahwa tingkat relevansi pembangunan pendidikan di Provinsi
Bengkulu tidak sejalan dengan tujuan pembangunan nasional.
Efektivitas. Efektivitas pembangunan bidang pendidikan khususnya dalam
meningkatkan persentase jumlah guru yang layak mengajar tidak mengalami
kemajuan yang signnifikan, hal ini dapat dilihat dari capaian pembangunan daerah
menurun dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Rekomendasi Kebijakan:
• Peningkatan kualitas tenaga pendidik baik melalui penyetaraan pendidikan
maupun kursus, training dan magang.
• Peningkatan jumlah sertifikasi bagi tenaga pendidik.
• Peningkatan kesejahteraan dan perlindungan hukum bagi pendidik agar lebih
mampu mengembangkan kompetensinya dan meningkatkan komitmen mereka
dalam melaksanakan tugasnya.
2.2.3. Kesehatan
2.2.3.1. Umur Harapan Hidup (UHH)
Salah satu indikator keberhasilan pembangunan kesehatan ditunjukkan dengan
meningkatnya rata-rata Umur Harapan Hdup (UHH). Umur Harapan hidup masyarakat
di Provinsi Bengkulu sejak tahun 2004 – 2008 cenderung mengalami peningkatan.
Pada tahun 2004 Umur Harapan Hidup Penduduk Bengkulu adalah 66,1 tahun dan
pada tahun berikut meningkat menjadi 66,4 tahun, kemudian menjadi 66,8 pada tahun
2006. Pada tahun 2008 terjadi penambahan yang signifikan, UHH menjadi sebesar
68,9. Meskipun terjadi tren peningkatan namun jika dibandingkan dengan capaian
rata-rata nasional UHH Penduduk Bengkulu masih tergolong rendah.
Tabel 2.12. Perkembangan Umur Harapan Hidup Provinsi Bengkulu
Tahun 2004 – 2008
Umur Harapan Hidup (UHH) 2004 2005 2006 2007 2008
Bengkulu 66,1 66,4 66,8 68,28 68,9
Nasional 68,6 69 69,4 69,8 70,5
Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu, 2008
33
37. ■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
Gambar 2.12. Grafik Perkembangan Umur Harapan Hidup
Provinsi Bengkulu, Tahun 2004 – 2008
71 70.5
69.8
70 69.4
69 68.9
69 68.6
68.28
68
Jumlah
66.8
67 66.4
66.1
66
65
64
63
2004 2005 2006 2007 2008
Umur Harapan Hidup Provinsi Umur Harapan Hidup Nasional
Umur Harapan Hidup dipengaruhi oleh banyak faktor, selain karena faktor ekonomi
dan sosial, juga dipengaruhi oleh tersedianya fasilitas kesehatan. Dengan adanya
layanan kesehatan tersebut diharapkan angka kesakitan masyarakat menjadi
berkurang. Perhatian pemerintah terhadap pembangunan kesehatan penduduk cukup
besar. Program kesehatan layanan gratis terhadap keluarga miskin melalui Jaring
Pengaman Sosial (JPS) mencapai 5% dari jumlah penduduk miskin, meningkat pada
tahun 2004 menjadi 10%, dan pada tahun 2005 telah terlayani 15%. Target layanan
kesehatan gratis melalui JPS yang ingin dicapai pada periode tahun 2006-2010
secara berturut-turut adalah 20, 25, 30, 35 dan 40%. Berkat peningkatan jumlah,
kualitas dan pemerataan program layanan kesehatan tersebut, status kesehatan
masyarakat terus meningkat.
Perilaku masyarakat kurang mendukung pola hidup bersih dan sehat, serta
ketersediaan pembiayaan kesehatan masih rendah, sangat mempengaruhi rendahnya
tingkat kesehatan masyarakat. Upaya pembinaan lingkungan sehat yang dilakukan
Dinas Kesehatan telah menunjukkan adanya keberhasilan, terlihat dari beberapa
indikator lingkungan sehat, seperti jumlah keluarga yang menghuni rumah sehat,
menggunakan air bersih, dan menggunakan jamban milik sendiri. Pada tahun 2004
persentase penduduk yang telah menggunakan air bersih mencapai 33,16%, yang
memiliki jamban sendiri sebanyak 69,22%, dan yang sudah memanfaatkan jaringan
listrik sebanyak 71,25%, sedangkan rumah yang masih berlantai tanah tinggal
sebesar 10,14%. Pada tahun-tahun selanjutnya pembinaan lingkungan sehat
ditargetkan terus meningkat; pada periode tahun 2006-2010 secara berturut-turut
meningkat menjadi 55, 60, 65, 70 dan 80% keluarga. Pembinaan lingkungan sehat
34
38. ■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
diharapkan juga menciptakan perilaku masyarakat untuk hidup sehat tidak saja di
dalam keluarga tetapi juga di tempat-tempat umum seperti kantor, hotel, pasar,
sekolah, sarana ibadah, dsb.
Jumlah Puskesmas juga menjadi indikator peningkatan kuantitas layanan kesehatan
kepada penduduk, jika dilihat dari posisi dan rasio jumlah penduduk juga
menunjukkan adanya peningkatan pemerataan. Pada tahun 2008 jumlah Puskesmas
di Provinsi Bengkulu berjumlah 147 dengan rasio 0,89 per 10.000 penduduk. Angka
tersebut mengungkapkan bahwa setiap 10.000 penduduk di Provinsi Bengkulu
dilayani kurang dari 1 (satu) buah puskesmas. Akan tetapi apabila dibandingkan
dengan jumlah penduduknya maka jumlah Puskesmas yang terdapat di Provinsi
Bengkulu masih jauh dari cukup. Kondisi itu terlihat dari masih relatif kecilnya nilai
rasio Puskesmas terhadap penduduk. Relatif kecilnya rasio Puskemas per 10.000
penduduk di Provinsi Bengkulu mencerminkan bahwa beban tanggungan setiap
Puskesmas di Provinsi Bengkulu relatif tinggi. Tingginya beban tanggungan
Puskesmas akan berdampak negatif terhadap pelayanan kesehatan yaitu tidak
optimalnya pelayanan kesehatan yang diberikan Puskesmas kepada masyarakat.
Ketidakoptimalan pelayanan kesehatan di Provinsi Bengkulu akan semakin tinggi bila
tidak segera dilakukan penambahan atau pembangunan Puskesmas. Sebab di sisi
lain jumlah penduduk Provinsi Bengkulu dari tahun ke tahun semakin bertambah.
Selain melalui Puskesmas, pelayanan kesehatan di Provinsi Bengkulu dilakukan
melalui Puskesmas Pembantu dan Puskesmas Keliling. Pelayanan kesehatan melalui
Puskesmas Pembantu dan Puskesmas Keliling sangat efektif karena dapat melayani
kesehatan penduduk hingga ke daerah terpencil. Namun dilihat dari jumlahnya,
Puskesmas Pembantu dan Puskesmas Keliling yang terdapat di Provinsi Bengkulu
relatif kurang memadai. Pada tahun 2008 jumlah Puskesmas Pembantu dan
Puskesmas Keliling di Provinsi Bengkulu masing-masing sebanyak 505 buah dan 164
buah. Selain itu terdapat 1.720 Posyandu, Klinik/KIA 124 buah dan rumah bersalin 17
buah.
Upaya yang dilakukan pemerintah daerah sebagai bentuk dari penjabaran arah
kebijaksanaan pembangunan kesehatan di Provinsi Bengkulu diantaranya
meningkatkan pemerataan pelayanan kesehatan melalui pembangunan sarana
kesehatan baik di daerah perkotaan maupun di daerah daerah terpencil.
35