2. KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena hanya dengan perkenanNya maka Laporan
Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Banten dapat diselesaikan dengan baik.
Penyusun laporan adalah Tim yang dibentuk berdasarkan Keputusan Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
No. 203/H.43/LL/SK/2009 tanggal 21 April 2009 Tentang Tim Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Banten
2009 dan Keputusan Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa No. 196/H 43/LL/SK/2009 tanggal 21 April 2009 Tentang
Susunan Tim Teknis Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Banten Tahun 2009.
Dalam menyusun laporan akhir ini, Tim Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Serang yang diberi tugas
oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) untuk melakukan evaluasi kinerja pembangunan daerah
Provinsi Banten telah melakukan rapat-rapat pembahasan dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
(Bappeda), Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Banten, dan SKPD-SKPD Provinsi Banten serta kunjungan pada Kejati
Provinsi Banten untuk menyempurnakan tabel pencapaian indikator kinerja hasil. Tim juga telah melakukan analisis data
yang telah diperoleh sesuai dengan bidang kajian masing-masing baik relevansi maupun efektivitas pembangunan di
Provinsi Banten.
Sistematika/Outline laporan dan struktur setiap bab disesuaikan dengan petunjuk yang termuat dalam Buku
Pedoman EKPD 2009 yang dikeluarkan oleh Bappenas.
Tim mohon maaf apabila dalam laporan ini terdapat kekurangan dan kesalahan. Sehubungan dengan itu, Tim
mengharapkan tanggapan dan saran perbaikan atas laporan ini.
Akhirnya Tim mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan
data, penjelasan, saran , serta bantuannya dalam penyusunan laporan dan semoga laporan ini bermanfaat bagi pihak-
pihak yang berkepentingan.
Serang, Desember 2009
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Ketua Tim EKPD Banten
Prof. Dr. Bambang Triadji
Tembusan :
Rektor UNTIRTA di Serang
i
3. DAFTAR ISI
Kata Pengantar ………………………………………………………………………………………………………….. i
Daftar Isi …………………………………………………………………………………………………………………….ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang dan Tujuan ………………………………………………………………………………………....2
1.2 Keluaran ……………………………………………………………………………………………………………....2
1.3 Metodologi …………………………………………………………………………………………………………….3
1.4 Sistematika Penulisan Laporan …………………………………………………………………………………….4
BAB II HASIL EVALUASI ...............................................................................................................5
2.1 Tingkat Pelayanan Publik
2.1.1 Capaian Indikator ……………………………………………………………………………………………..7
2.1.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol……………………………………………………….. 9
2.1.3 Rekomendasi Kebijakan……………………………………………………………………………………..10
2.2 Tingkat Pelayanan Demokrasi
2.2.1 Capaian Indikator …………………………………………………………………………………………….11
2.2.2 Rekomendasi Kebijakan……………………………………………………………………………..………14
2.3 Tingkat Kualitas Sumber Daya Manusia
2.3.1 Capaian Indikator …………………………………………………………………………………………….15
2.3.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol………………………………………………………..18
2.3.3 Rekomendasi Kebijakan……………………………………………………………………………..………19
2.4. Tingkat Pembangunan Ekonomi
2.4.1 Capaian Indikator …………………………………………………………………………………………….20
2.4.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol………………………………………………………..22
2.4.3 Rekomendasi Kebijakan……………………………………………………………………………..………29
2.5 Tingkat Kualitas Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup
2.5.1 Capaian Indikator …………………………………………………………………………………………….30
2.5.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol………………………………………………………..33
2.5.3 Rekomendasi Kebijakan……………………………………………………………………………..………34
2.6 Tingkat Kesejateraan Sosial
2.6.1 Capaian Indikator …………………………………………………………………………………………….35
2.6.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol………………………………………………………..39
2.6.3 Rekomendasi Kebijakan……………………………………………………………………………..……...39
BAB III KESIMPULAN ………………………………………………………………………………………………..41
LAMPIRAN
Tabel Indikator Pencapaian Indikator hasil (Output) Provinsi Banten ...............................................................45
ii
5. 1.1 Latar Belakang dan Tujuan
Pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional, pada
hakekatnya pembangunan daerah adalah upaya terencana untuk meningkatkan kapasitas daerah dalam
mewujudkan masa depan daerah yang lebih baik dan kesejahteraan bagi semua masyarakat.
Hal ini sejalan dengan amanat UU No. 32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah yang menegaskan bahwa
Pemerintah Daerah diberi kewenangan secara luas untuk menentukan kebijakan dan program pembangunan
di daerah masing-masing.
Secara kuantitatif, evaluasi ini akan memberikan informasi penting yang berguna sebagai alat untuk membantu
pemangku kepentingan dan pengambil kebijakan pembangunan dalam memahami, mengelola, dan
memperbaiki apa yang telah dilakukan sebelumnya.
Hasil evaluasi digunakan sebagai rekomendasi yang spesifik sesuai kondisi lokal guna mempertajam
perencanaan dan penganggaran pembangunan pusat dan daerah periode berikutnya, termasuk untuk
penentuan alokasi Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Dekonsentrasi (DEKON),
dan Dana Tugas Pembantuan (TP).
Tujuan dari pelaksanaan EKPD Provinsi Banten adalah :
Untuk menilai relevansi dan efektivitas kinerja pembangunan daerah dalam rentang waktu 2004-2008.
Evaluasi ini juga dilakukan untuk melihat apakah pembangunan daerah telah mencapai tujuan/sasaran yang
diharapkan dan apakah masyarakat mendapatkan manfaat dari pembangunan daerah tersebut.
1.2 Keluaran
Keluaran yang diharapkan dari pelaksanaan EKPD 2009 meliputi:
• Terhimpunnya data dan informasi evaluasi kinerja pembangunan di Provinsi Banten
• Tersusunnya hasil analisa evaluasi kinerja pembangunan di Provinsi Banten sesuai dengan sistematika
buku panduan dari Bappenas.
2
6. 1.3 Metodologi
Metode yang digunakan untuk menentukan capaian 5 kelompok indikator hasil adalah sebagai berikut:
(1) Indikator hasil (outcomes) disusun dari beberapa indikator pendukung terpilih yang memberikan kontribusi
besar untuk pencapaian indikator hasil (outcomes).
(2) Pencapaian indikator hasil (outcomes) dihitung dari nilai rata-rata indikator pendukung dengan nilai satuan
yang digunakan adalah persentase.
(3) Indikator pendukung yang satuannya bukan berupa persentase, tidak dimasukkan dalam rata-rata
melainkan ditampilkan tersendiri.
(4) Apabila indikator hasil (outcomes) dalam satuan persentase memiliki makna negatif, maka sebelum dirata-
ratakan nilainya harus diubah atau dikonversikan terlebih dahulu menjadi (100%) – (persentase pendukung
indikator negatif).
Sebagai contoh adalah apabila nilai indikator pendukung persentase kemiskinan semakin tinggi, maka
kesejahteraan sosialnya semakin rendah.
Pencapaian indikator hasil adalah jumlah nilai dari penyusun indikator hasil dibagi jumlah dari penyusun indikator
hasil (indikator pendukungnya).
Untuk menilai kinerja pembangunan daerah, pendekatan yang digunakan adalah Relevansi dan Efektivitas.
Dalam mengumpulkan data dan informasi, teknik yang digunakan dapat melalui:
Pengamatan langsung
Pengamatan langsung kepada masyarakat sebagai subjek dan objek pembangunan di daerah, diantaranya dalam
bidang sosial, ekonomi, pemerintahan, politik, lingkungan hidup, dan permasalahan lainnya yang terjadi di Provinsi
Banten.
Pengumpulan Data Primer
Data diperoleh melalui Focus Group Discussion (FGD) dengan pemangku kepentingan pembangunan daerah. Tim
Evaluasi Provinsi menjadi fasilitator rapat/diskusi dalam menggali masukan dan tanggapan peserta diskusi.
Pengumpulan Data Sekunder
Data dan informasi yang telah tersedia pada instansi pemerintah seperti BPS daerah, Bappeda, Satuan Kerja
Perangkat Daerah terkait, dan beberapa instansi vertikal di daerah.
3
7. 1.4 Sistematika Penulisan Laporan
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Tujuan
1.2 Keluaran
1.3 Metodologi
1.4 Sistematika Penulisan Laporan
BAB II HASIL EVALUASI
Deskripsi permasalahan dan tantangan utama pembangunan daerah serta identifikasi tujuan
pembangunan daerah.
2.1. TINGKAT PELAYANAN PUBLIK DAN DEMOKRASI
2.1.1 Capaian Indikator
Grafik capaian indikator outcomes provinsi dibandingkan dengan capaian indikator outcomes nasional
dan analisa
Analisis Relevansi
Analisis Efektifitas
2.1.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
Gambaran dan analisa capaian indikator output penunjang outcomes yang spesifik
dan menonjol
2.1.3 Rekomendasi Kebijakan
2.2 TINGKAT PELAYANAN DEMOKRASI
2.3 TINGKAT KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA
2.4. TINGKAT PEMBANGUNAN EKONOMI
2.5 KUALITAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP
2.6 TINGKAT KESEJAHTERAAN RAKYAT
BAB III. KESIMPULAN
Menyimpulkan apakah capaian tujuan/sasaran pembangunan daerah telah relevan dan efektif terhadap
tujuan/sasaran pembangunan nasional
LAMPIRAN
4
9. Pembangunan Daerah di Provinsi Banten mempunyai sejumlah permasalahan dan tantangan yang cukup banyak
dan beragam mengingat Provinsi Banten relatif baru sejak berpisah dari Provinsi Jawa Barat. Dengan permasalahan
dan tantangan ini, Provinsi Banten semakin dewasa dalam menyikapi dan menanggulanginya. Permasalahan dan
tantangan utama dalam pembangunan daerah diantaranya adalah rendahnya partisipasi masyarakat dalam
pemilihan umum legislatif (pileg) dan pemilihan umum presiden (pilpres), sumber daya manusia yang belum
memadai, infrastruktur yang masih kurang, tingkat pertumbuhan ekonomi yang sebenarnya lebih tinggi dari tingkat
nasional karena berbasis industri manufaktur tetapi padat modal sehingga tidak banyak menyerap tenaga kerja ,
maraknya pengeboman ikan dan penebangan pohon, serta masih banyaknya penduduk miskin dan pengangguran
meskipun tingkat pertumbuhan ekonominya tinggi .
Dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), peningkatan kualitas sumber daya merupakan hal yang
mendasar bagi perbaikan seluruh aspek kehidupan dan pembangunan dalam rangka pembenahan dari
ketertinggalan, ketimpangan, dan kemiskinan yang selama ini dirasakan masyarakat Provinsi Banten.
Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Banten 2007-2012, tujuan utama
pembangunan daerah Provinsi Banten adalah :
1. Menekan Angka Kemiskinan
2. Menciptakan Kesempatan Kerja
3. Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi
4. Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
5. Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat
6. Meningkatkan Stabilitas Keamanan Daerah
6
10. 2.1. TINGKAT PELAYANAN PUBLIK
2.1.1 Capaian Indikator
Analisis Relevansi
Selain sistem pemerintahan yang baik, perlu adanya dukungan profesionalisme aparatur pemerintah daerah dan
kemampuan manajemen aparat pemerintah daerah sesuai dengan kebutuhan guna mendukung penyelenggaraan
daerah sesuai dengan kebutuhan di dalam penyelenggaraan otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab.
Untuk itu perlu disediakan jumlah dan kualitas aparatur pemerintah daerah yang profesional dengan kualifikasi yang
disesuaikan dengan kebutuhan tugas serta wewenang dengan kinerja yang tinggi. Peningkatan pelayanan kepada
masyarakat merupakan salah satu tujuan akhir untuk terwujudnya kepemerintahan yang baik.
Berdasarkan grafik di atas, maka tingkat pelayanan publik di Provinsi Banten dapat disimpulkan hampir sejalan dari
capaian pembangunan nasional. Aparat pemerintahan di Provinsi Banten mempunyai pendidikan yang cukup tinggi.
Hal ini dapat dilihat dari jumlah aparat yang memiliki ijazah S1 setiap tahunnya terus meningkat. Dibandingkan
dengan data nasional, persentase aparat berijazah minimal S1 di Propinsi Banten lebih tinggi dibanding dengan
tingkat nasional dari tahun 2004 sampai tahun 2008. Tentunya dengan kondisi SDM di Provinsi Banten seperti itu,
diharapkan mampu memberikan pelayanan yang optimal kepada masyarakat. Selain itu, sebagai Provinsi yang
berbatasan dengan ibukota Jakarta, Banten akan menjadi provinsi yang pertumbuhan kotanya semakin cepat, hal ini
juga harus ditunjukkan dengan pemberikan kepuasan bagi masyarakatnya dalam memperoleh pelayanan publik.
7
11. Pelayanan yang baik tersebut juga didukung oleh sistem pelayanan satu atap yang diatur dengan peraturan daerah
(perda) di kabupaten/kota walaupun pada kenyataannya perda tersebut belum dapat dilaksanakan secara optimal
karena SDM untuk itu belum sepenuhnya siap. Dari grafik di atas diperoleh informasi bahwa perda satu atap baru
terlaksana pada tahun 2006. Terdapat 3 kabupaten dari total 6 kabupaten/kota yang telah menerapkan Perda
tersebut (50%), kemudian tahun 2007 bertambah menjadi 4 wilayah (67%), tahun 2008 tetap 4 wilayah (67%), dan
pada tahun 2009 bertambah menjadi 5 wilayah (83%).
Dari kabupaten/kota resebut di atas terdapat dua wilayah yang termasuk dalam kategori cukup bagus dalam
pelayanan satu atapnya, yaitu Lebak dan Tangerang. Pelayanan satu atap sangat dibutuhkan di era yang menuntut
kecepatan dan kecermatan dalam pelayanan. Dengan pelayanan yang cepat dan mudah akan membuat
konsumen/masyarakat menjadi puas akan layanan yang diberikan, tanpa harus melewati birokrasi yang berbelit-belit.
Dapat dikemukakan bahwa untuk memudahkan masyarakat dalam pengurusan pajak kendaraan bermotor, Sistem
Pelayanan Satu Atap (Samsat) Kota Tangerang mengoperasikan mobil Samsat Keliling ke berbagai wilayah di kota
itu.
Analisis Efektivitas
Dari grafik di atas, dapat disimpulkan bahwa Tren Capaian Tingkat Pelayanan Publik setiap tahunnya meningkat.
Peningkatan ini antara lain karena aparat pelayanan publik yang memiliki ijazah minimal S1 setiap tahun meningkat.
Hal ini sebagai dampak dari perubahan status Banten menjadi sebuah Provinsi yang membutuhkan tenaga kerja
banyak yang berasal dari putra daerah maupun dari luar daerah untuk mengisi posisi di pemerintahan daerah.
Peningkatan pelayanan publik tersebut juga disebabkan oleh penerapan sistem pelayanan satu atap yang ditetapkan
dengan peraturan daerah (perda) dan perda tersebut setiap tahunnya juga bertambah. Namun demikian untuk
pengembangan pelayanan publik di masa yang akan datang, Banten juga harus selalu menyesuaikan diri dengan
kemajauan teknologi.
Sebagian besar kabupaten/kota di Provinsi Banten telah memiliki sistem pelayanan satu atap, tetapi belum
dilaksanakan secara optimal. Pelayanan satu atap merupakan program riil pemerintah terhadap efektivitas kegiatan
dan anggaran pemerintah daerah. Selama ini masyarakat disibukkan dengan birokrasi yang panjang yang
mengakibatkan lamanya waktu dan membengkaknya biaya administrasi dalam pengurusan perijinan dan lain-lain
.Dengan adanya pelayanan satu atap , maka proses pengurusan menjadi cepat dan murah. Pelayanan terpadu atau
satu atap ini merupakan program positif yang menguntungkan masyarakat dan pemerintah daerah, oleh karena
harus terus dilaksanakan dan ditingkatkan.
8
12. Berdasarkan data yang diperoleh dari Kepala Kejaksaan Tinggi Banten , terjadi kenaikan jumlah dalam
penanganan korupsi di Provinsi Banten. Hal ini terlihat dari jumlah kasus yang tertangani dari tahun 2004 sampai
dengan tahun 2009. Kasus yg tertangani pada tahun 2004 :sebanyak 11 kasus, tahun 2005 sebanyak 36 kasus,
tahun 2006 sebanayak 38 kasus, tahun 2007 sebanyak 44 kasus, tahun 2008 sebanyak 50 kasus, dan tahun 2009
sebanyak 51 kasus.
Tren jumlah kasus korupsi yang tertangani tiap tahunnya seperti tersebut di atas semakin meningkat, hal ini karena
penegak hukumnya sudah semakin menjunjung nilai-nilai hukum yang ada, terutama dalam penanganan korupsi
yang ada di Propinsi Banten.
Dipaparkan oleh Kepala Kejaksanaan Tinggi Banten bahwa semua laporan masyarakat yang diterima langsung
ditelaah, kemudian dilakukan pengumpulan data. Setelah itu, apabila laporan tersebut mengandung kebenaran,
maka segera akan ditindaklanjuti. Tetapi di pihak lain masih terdapat kasus korupsi yang belum tertangani sesuai
dengan ketentuan hukum yang berlaku. Oleh karena itu masih perlu ditingkatkannya penegakan hukum yang
konsisten dan tidak berpihak oleh aparat penegak hukum terutama terhadap rakyat kecil. Pada saat ini juga
terdapat kasus korupsi besar di Propinsi Banten yang sedang tahap dalam penyidikan.
2.1.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
Persentase Jumlah Kasus Korupsi yang Tertangani setiap tahun selalu meningkat
9
13. Sebagaimana dijelaskan pada Analisis Efektivitas angka 2.1.1, maka terjadi kenaikan jumlah dalam penanganan
korupsi di Provinsi Banten. Hal ini terlihat dari jumlah kasus yang tertangani dari tahun 2004 sampai dengan tahun
2009. Kasus yg tertangani pada tahun 2004 :sebanyak 11 kasus, tahun 2005 sebanyak 36 kasus, tahun 2006
sebanayak 38 kasus, tahun 2007 sebanyak 44 kasus, tahun 2008 sebanyak 50 kasus, dan tahun 2009 sebanyak
51 kasus. Tren jumlah kasus korupsi yang tertangani tersebut semakin meningkat karena semua laporan
masyarakat yang diterima langsung ditamgani.
2.1.3 Rekomendasi Kebijakan
1. Perguruan Tinggi di Banten disarankan agar membuka jenjang diploma dengan program yang sesuai dengan
kebutuhan pemerintah daerah dan dunia usaha karena ketersediaan tenaga kerja yang berpendidikan diploma
masih sangat kurang.
2. Dalam hal pelayanan satu atap disarankan agar daerah yang belum memiliki sistem pelayanan satu atap agar
segera mewujudkannya dan yang telah memiliki agar melaksanakannya dengan sungguh-sungguh sehingga
hasilnya akan optimal . Di samping itu disharmonisasi atau pertentangan antara peraturan daerah dengan
peraturan pusat agar segera diatasi dengan melibatkan unsur-unsur yang berkompeten.
3. Di luar sistem pelayanan satu atap tersebut, Pemerintah daerah juga harus memperbaiki kinerja pelayanannya
karena kualitas seluruh pelayanan yang diberikan akan membawa nama baik Provinsi Banten.
10
14. 2.2 TINGKAT PELAYANAN DEMOKRASI
2.2.1 Capaian Indikator
Analisis Relevansi
Dalam analisis ini tingkat pelayanan demokrasi diukur dengan indikator Gender Development Index (GDI),
Gender Empowerment Meassurement (GEM), tingkat partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan umum
presiden (pilpres), tingkat partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan legislatif (pileg), dan tingkat
partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan umum kepala daerah provinsi (pilkada).
Pemerintah Provinsi Banten dalam upaya meningkatkan keadilan dan kesetaraan Gender telah menerbitkan
Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2005 tentang Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Daerah serta
Program Pemberdayaan Perempuan dan Pengarusutamaan Gender daan telah dimasukkan dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Banten Tahun 2007-2012. Dalam rangka menunjang
keterpaduan dan keberlangsungan program pembangunan berbasis gender, berdasarkan amanat Perda Nomor 10
tahun 2005 tersebut , anggaran untuk pelaksanaan program pemberdayaan perempuan dan pengarusutamaan
gender ditetapakan sebesar 5% dari APBD. Realisasi anggaran tersebut setiap tahun mengalami kenaikan. Hal ini
dimaksudkan agar program-program yang berspektif gender dapat dilaksanakan lebih terencana dan terfokus
sehingga memperoleh hasil yang lebih optimal. Dengan demikian, maka partisipasi gender akan berdampak positif
bagi partisipasi seluruh masyarakat terhadap pemilu. Sebagai akibatnya, partisipasi politik pada pemilihan presiden
11
15. di Provinsi Banten relatif lebih baik dibandingkan dengan tingkat nasional. Situasi ini diantaranya dipengaruhi selain
oleh partisipasi partai politik (Parpol) yang tinggi, juga karena didukung oleh keadaan keamanan wilayah yang
kondusif sehingga Pilpres dapat berlangsung dengan aman dan terkendali.
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas
Sultan Ageng Tirtayasa dengan judul :” Studi Tentang Anggaran Responsif Gender di Provinsi Banten”, yang
menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif eksplanatoris didapat kesimpulan sebagai berikut :
1. Proses penyusunan kebijakan anggaran yang responsif gender di provinsi Banten telah menggunakan
Gender Analysis Pathway (GAP) yang terdiri dari tiga tahap yaitu :
- Melakukan analisis kebijakan yang responsif gender.
- Formulasi kebijakan yang responsif gender. dan
- Rencana kebijakan yang responsif gender.
2. Faktor-faktor yang menjadi pertimbangan dalam penyusunan anggaran yang responsif gender dalam APBD
Provinsi Banten adalah :
- Komitmen politik (Political Will) dan kepemimpinan dari lembaga-lembaga eksekutif.
- Adanya kerangka kebijakan ( Policy Framework).
- Struktur kelembagaan, mekanisme dan proses yang mendukung pengarusutamaan gender (PUG).
- Adanya aparat yang peka gender, memiliki komitmen dan keahlian teknis.
- Adanya sumberdaya atau anggaran yang memadai.
- Adanya sistem informasi, data yang terpilah menurut jenis kelamin, dan indikator mengenai
gender.
Selain itu partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan presiden maupun legislatif telah dilakukan dengan sadar
tanpa adanya keterpaksaan. Walaupun masih ada masyarakat yang tidak menggunakan hak pilihnya atau golput.
Hal ini terjadi karena masalah Daftar Pemilih yang belum tertib dan juga kurangnya kesadaran masyarakat akan
pentingnya suara mereka di dalam pemilihan tersebut padahal wakil rakyat yang duduk di lembaga perwakilan
merupakan orang-orang yang akan mewakili suara mereka.
Pendidikan politik masyarakat telah dilakukan guna menunjang pemantapan sistem politik. Hal tersebut merupakan
hal yang sangat strategis untuk mewujudkan semangat kebersamaan, menjaga persatuan, serta menggali aset
seluruh stakeholders melalui kemitraan strategis. Kokohnya pertahanan serta terpeliharanya keamanan dan
ketertiban masyarakat yang tenang dan damai merupakan prasyarat penting untuk terlaksananya pembangunan
nasional dan daerah.
12
16. .
Di samping indikator tersebut di atas, dapat dikemukakan bahwa di Banten telah muncul berbagai asosiasi
masyarakat sipil baik dalam bentuk organisasi kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat maupun forum-forum
lainnya yang merupakan bentuk peningkatan proses demokratisasi. Hingga tahun ini jumlah organisasi
kemasyarakatan telah berkembang lebih dari 97 ormas, yang terdiri dari 21 lembaga profesi, 26 lembaga
keagamaan, dan 50 lembaga swadaya masyarakat.
Analisis Efektivitas
Tren pelayanan demokrasi di Provinsi Banten cenderung meningkat. Hal ini dapat dilihat dari upaya yang dilakukan
dalam meningkatkan keadilan dan kesetaraan gender berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2005
tentang Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Daerah serta Program Pemberdayaan Perempuan dan
Pengarusutamaan Gender serta telah dimasukkannya dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) Provinsi Banten Tahun 2007-2012.
Berdasarkan data yang diperoleh, terlihat adanya kenaikan GDI di Propinsi Banten yaitu yang pada tahun 2004
sebesar 56,7%, pada tahun 2005 naik menjadi sebesar 58,1%, pada tahun 2006 sebesar 59%, pada tahun 2007
sebesar 60,3%, dan tahun 2008 sebesar 63,2%. Sedangkan GEM juga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun,
yaitu 40,1% pada tahun 2004, selanjutnya naik pada tahun 2005 menjadi 45,4%, pada tahun 2006 menjadi 46,2%,
pada tahun 2007 menjadi 46,8%, dan pada tahun 2008 meningkat menjadi 47,3%.
Mengenai Tingkat Partisipasi Politik Masyarakat dalam Pemilihan Legislatif dapat dijelaskan bahwa dalam pemilu
tahun 2004 partisipasi politik rakyat telah diberi kesempatan yang luas dengan berlakunya sistim multi partai dengan
peserta sebanyak 24 partai politik dengan hasil 13 partai politik telah memperoleh kursi di DPRD Provinsi Banten
periode 2004-2009 yaitu Partai Golkar memperoleh 15 kursi, PKS 11 kursi, PDIP 10 kursi, PPP dan Partai Demokrat
8 kursi, PKB dan PBR 5 kursi, PAN 4 kursi, PBB 3 kursi, PDS 2 kursi, serta PNUI, PSI dan PKPB masing-masing 1
kursi, dan pileg tersebut secara umum berlangsung aman dan tertib.
Namun demikian, berdasarkan data yang diperoleh dari KPU Propinsi Banten, ternyata terjadi penurunan yang
cukup signifikan pada tingkat partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan legislatif untuk tahun pemilihan 2004
dan 2009, yaitu 84,48% menjadi 73,48%. Beberapa hal yang bisa dijadikan penyebab antara lain banyaknya
ketidakcocokan data kependudukan dalam Daftar Pemilih Sementara dan Daftar Pemilih Tetap. Penyebab lainnya
adalah koordinasi yang kurang antar petugas , serta terdapat beberapa wilayah yang secara geografis sulit
dijangkau oleh petugas .
13
17. Tingkat Partisipasi Politik Masyarakat dalam Pemilihan Presiden terjadi penurunan namun tidak begitu besar, yaitu
79,59% untuk tahun 2004 dan 74% untuk tahun 2009. Angka ini jika dibandingkan dengan tingkat nasional relatif
lebih baik karena tingkat nasional tercatat sebesar 72% untuk tahun 2009. Situasi ini diantaranya dipengaruhi selain
oleh partisipasi partai politik (Parpol) yang tinggi, juga karena didukung oleh keadaan keamanan wilayah yang
kondusif sehingga Pilpres dapat berlangsung dengan aman dan terkendali
2.2.2 Rekomendasi Kebijakan
1. Data kependudukan agar diperbaiki dan diperbarui terus menerus sehingga Daftar Pemilih menjadi akurat.
2. Masyarakat diberi sosialisasi yang intensif sehingga partisipasi masyarakat dalam pemilu dan pilkada akan
meningkat.
3. Perlu dilakukan pemetaan pembangunan agar berperspektif gender dalam mengembangkan perencanaan dan
implementasi kebijakan.
4. Upaya pemberdayaan perempuan agar didukung oleh bidang lain seperti ketenagakerjaan, sosial, kesehatan,
dan juga dengan peningkatan anggaran pemerdayaan perempuan.
5. Mengenai masalah tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilihan legislatif dan presiden, disarankan adanya
sosialisasi dari pihak-pihak terkait ke berbagai lapisan masyarakat dengan menggunakan secara maksimal
media yang tersedia, dan mengajak masyarakat untuk berperan serta secara aktif untuk mensukseskan
kegiatan pemilihan tersebut.
6. Adanya kerjasama yang solid antara panitia pilkada di dalam mensosialisaikan segala urusan mengenai pilkada
tersebut, sehingga masyarakat yang golput/tidak memilih dapat berkurang.
14
18. 2.3 TINGKAT KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA
2.3.1 Capaian Indikator
Berikut ini digambarkan Grafik capaian indikator outcomes Provinsi Banten dibandingkan dengan capaian indikator
outcomes nasional.
Analisis Relevansi
Dalam analisis ini tingkat kualitas sumber daya manusia diukur dari tingkat pelayanan pendidikan dan kesehatan.
Indikator yang digunakan untuk tingkat pendidikan adalah angka partisipasi murni, angka partisipasi sekolah, angka
melek huruf , dan persentasi guru yang layak mengajar. Sedangkan indikator yang digunakan untuk tingkat
kesehatan adalah prevalansi gizi buruk dan gizi kurang, presentasi tenaga kesehatan, presentasi penduduk ber KB
( Keluarga Berencana), dan laju pertumbuhan penduduk.
Capaian tingkat kualitas sumber daya manusia di Provinsi Banten lebih baik dari capaian pembangunan nasional, hal
ini dapat dijelaskan dari upaya-upaya Provinsi Banten dalam hal pencapaian tujuan pembangunan, yaitu:
a. Tingkat Pelayanan Pendidikan
Dari tingkat pelayanan pendidikan, Provinsi Banten berupaya untuk menurunkan biaya pendidikan terutama
bagi kalangan pinggiran, daerah terpincil , dan daerah miskin sebagai akibat meningkatnya anggaran
15
19. pendidikan sebesar 20% dari APBD. Selanjutnya juga berusaha meningkatkan akses untuk mendapatkan
pendidikan, meningkatkan mutu sarana dan prasarana pendidikan, meningkatkan mutu guru yang
berkualitas dengan meningkatkan kualifikasi pendidikan guru, dan menambah jumlah guru terutama untuk
daerah terpencil dan masyarakat miskin.
Di Provinsi Banten, angka peserta partisipasi sekolah atau pendidikan dari tahun ke tahun selalu meningkat,
hal ini berkat meningkatnya jumlah lembaga pendidikan . Namun sekolah yang berstatus negeri dirasakan
masih kurang sehingga tidak mampu menampung siswa kelas VI yang melanjutkan ke kelas VII di
kecamatan-kecamatan. Pada umumnya SMP hanya terdapat di kecamatan dan tidak semua kecamatan
memilki SMA. Kendala lainnya adalah masih banyak gedung-gedung sekolah yang rusak dan tidak layak
pakai. Pada tahun 2007 sekolah yang rusak berat tercatat sebanyak 5.974 buah atau 15 % dari seluruh
jumlah sekolah di Provinsi Banten.
Dalam hal peningkatan kualitas guru , Pemerintah Daerah Provinsi Banten telah melakukan peningkatan
kualifikasi pendidikan dan kompetensi sesuai dengan standar yang ditetapkan. Upaya meningkatkan
kualitas guru tersebut meliputi penempatan pendidik dan tenaga kependidikan secara merata,
meningkatkan kualitas pendidik pada jalur formal ataupun non formal bagi yang memiliki kualifikasi minim,
dan memberikan penghargaan bagi pendidik dan tenaga kependidikan yang berdedikasi tinggi.
Upaya nyata yang telah dilakukan untuk meningkatkan kualitas guru yang layak mengajar di Provinsi
Banten adalah :
1. Pengembangan Kompetensi dan Sertfikasi Tenaga Pendidik dan Kependidikan melalui pengembangan
sistem pendataan dan pemetaan pendidik dan tenaga kependidikan, memfasilitasi pelaksanaan uji
kompetensi dan sertifikasi tenaga pendidik, memberi beasiswa kepada guru untuk melanjutkan ke
jenjang S-1 agar memenuhi standar kualifikasi guru.
2. Target output pada kegiatan pengembangan sistem penghargaan dan perlindungan terhadap profesi
pendidik yang dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Banten adalah : pemilihan guru berprestasi,
pemilihan kepala sekolah berprestasi dan berdedikasi, bantuan penelitian dan studi pembangunan
tenaga pendidik, pemberian insentif guru swasta, pemilihan pengawas sekolah berprestasi dan
berdedikasi, pemilihan guru berdedikasi daerah khusus ( terpencil)
Selain itu Provinsi Banten juga berupaya menurunkan jumlah penduduk buta aksara, serta melaksanakan
program pengembangan budaya baca dan pembinaan perpustakaan. Guna mendukung sasaran ini,
pemerintah telah melakukan program-program antara lain program keaksaraan melalui kegiatan-kegiatan
pembinaan mutu pendidikan masyarakat melalui Pendidikan Luar Sekolah (PLS) serta pengembangan
16
20. minat dan budaya baca melalui pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM) yang telah ada sebanyak 164
lembaga yang tersebar di kabupaten dan kota.
b. Tingkat Pelayanan Kesehatan
Kesehatan merupakan salah satu elemen penting dalam pengukuran Indeks Pembangunan Manusia (IPM),
oleh karena itu berbagai program telah dilaksanakan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan ini,
diantaranya peningkatan akses dan kualitas pelayanan melalui pengembangan poliklinik desa, penempatan
tenaga medis, serta pemberian informasi dan pengetahuan kesehatan dasar secara meluas bagi
masyarakat.
Pemerintah Provinsi Banten terus berupaya untuk mengurangi jumlah balita penderita gizi buruk. Untuk
menangani kerawanan gizi tersebut, Dinas Kesehatan terus menggalakkan pemberian gizi tambahan bagi
para balita di setiap Puskesmas se-Provinsi Banten. Meskipun demikian, untuk mengatasi masalah tersebut
secara tuntas tampaknya cukup sulit sebab terkait dengan tingkat ekonomi orang tua si balita yang rata-rata
tidak mampu, jadi selama ekonomi mereka belum membaik penderita gizi buruk akan tetap ada.
Usaha lain yang dilakukan adalah meningkatkan cakupan deteksi dini gizi buruk melalui penimbangan
bulanan balita di posyandu, meningkatkan cakupan dan kualitas tatalaksana kasus gizi buruk di
puskesmas/RS dan rumah tangga, menyediakan Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P)
kepada balita kurang gizi dari keluarga miskin, meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan ibu dalam
memberikan asuhan gizi kepada anak dengan air susu ibu (ASI), dan memberikan suplementasi gizi (kapsul
Vit.A) kepada semua balita. Juga melibatkan peran aktif tokoh masyarakat, tokoh agama, pemuka adat dan
kelompok potensial lainnya untuk memberikan peengertian kepada masyarakat tentang gizi.
Usaha lainnya adalah dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana dasar kesehatan
seperti rumah sakit, puskesmas, posyandu, apotik, poliklinik, dokter praktek, dan bidan praktek. Juga
meningkatkan kualitas tenaga medis dan tenaga kesehatan dengan meningkatan kesiap siagaan
penangulangan bencana melalui lintas sektor terkait, rekruitmen dokter, dokter gigi, bidan desa PTT, dan
melaksanakan program standarisasi pelayanan kesehatan, peningkatan kualitas pelayanan kesehatan bagi
tenaga medis dan tenaga paramedis.
Analisis efektivitas
Tren kualitas sumber daya manusia di Provinsi Banten cenderung menurun. Hal ini terkait dengan banyaknya
jumlah penduduk miskin yang terdapat di Banten. Masyarakat miskin mempunyai akses yang rendah terhadap
17
21. pendidikan formal dan non formal, karena tingginya biaya pendididkan, terbatasnya jumlah dan mutu parsarana dan
sarana pendidikan, terbatasnya jumlah dan guru bermutu di daerah terpencil dan komunitas miskin, terbatasnya
jumlah SLTP dan SLTA di daerah perdesaan, daerah terpencil dan kantong-kantong kemiskinan , serta terbatasnya
jumlah sebaran dan mutu program kesetaraan pendidikan dasar melalui pendidikan non formal.
Tren penurunan ini yang paling menonjol adalah disebabkan oleh sedikitnya jumlah guru berkualitas yang layak
mengajar di provinsi banten pada tahun 2008 dan penyebarannya yang belum merata. Di samping itu juga banyak
guru-guru yang belum berpendidikan S1 dan banyak juga yang jurusan pendidikannya tidak sesuai dengan bidang
yang diajarkan. Selain itu juga disebabkan oleh banyaknya sekolah yang rusak yang mencapai 30% sebagai akibat
tidak adanya perbaikan, terutama sekolah dasar (SD Inpres) sejak 30 tahun terakhir.
Selain itu menurunnya tren kualitas sumber daya manusia juga disebabkan oleh masih kurangnya pelayanan
kesehatan, masih sedikitnya penyuluh KB, dan belum meratanya tenaga medis. Untuk mengatasi masalah tersebut ,
pemerintah telah melatih paraji untuk dapat melakukan tindakan yang tepat dalam menolong persalinan. Selain itu
Pemerintah Propinsi Banten juga membentuk jejaring kader kesehatan di setiap wilayah.
2.3.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
Rata-rata nilai akhir SMP/MTS dan SMA/SMK/MA
18
22. Hasil ujian nasional untuk tingkat SMP tahun 2008 lebih rendah dari rata-rata nasional. Sedangkan untuk tingkat
sekolah menengah atas lebih baik dari rata-rata nasional dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Upaya
yang telah dilakukan adalah dengan menyediakan buku-buku bacaan gratis. Buku-buku tersebut telah dibeli hak
ciptanya oleh dinas pendidikan dan telah diterbitkan sehingga sekolah dapat memperoleh buku tersebut secara
gratis.
2.3.3 Rekomendasi Kebijakan
1. Penyediaan dan perbaikan sarana prasarana pendidikan antara lain perbaikan sekolah-sekolah yang rusak
2. Meningkatkan jumlah guru yang berkualitas untuk daerah tertinggal dan masyarakat miskin.
3. Meningkatkan akses kesehatan untuk daerah terpencil antara lain dengan mendirikan/mengaktifkan puskesmas
dan posyandu.
4. Menurunkan biaya pendidikan, terutama bagi kalangan pinggiran, daerah terpincil dan daerah miskin sebagai
akibat penyediaan anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBD
5. Meningkatkan akses untuk mendapatkan pendidikan dengan cara meningkatkan mutu sarana dan prasarana
pendidikan.
6. Meningkatkan kualifikasi pendidikan guru dan menambah jumlah guru untuk daerah-daeran terpencil dan
komunitas miskin
7. Memberantas buta aksara dengan meningkatkan program-program kesetaraan.
8. Pemerintah Daerah wajib mempertahankan dan bahkan meningkatkan komitmennya pada program keluarga
berencana
9. Peningkatan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana kesehatan.
19
23. 2.4 TINGKAT PEMBANGUNAN EKONOMI
2.4.1 Capaian Indikator
Berikut disajikan Grafik Tingkat dan Tren Pembangunan Ekonomi Banten dibandingkan dengan Nasional, dengan
Indikator output , antara lain; laju pertumbuhan ekonomi, persentase ekspor terhadap PDRB, persentase output
manufaktur terhadap PDRB, persentase output UMKN terhadap PDRB, persentase pertumbuhan realisasi PMA,
persentase pertumbuhan realisasi PMDN, dan laju inflasi.
Analisis Relevansi
Tren pembangunan ekonomi tersebut di atas didasarkan pada indikatori-indikator laju pertumbuhan ekonomi,
persentase ekspor terhadap PDRB, persentase output manufaktur terhadap PDRB, persentase output UMKN
terhadap PDRB, persentase pertumbuhan realisasi PMA, persentase pertumbuhan realisasi PMDN, dan laju inflasi,
Grafik tersebut menunjukkan bahwa tren pembangunan ekonomi Banten ternyata lebih baik dibandingkan dengan
tren pembangunan ekonomi nasional. Berdasarkan urutan, Propinsi Banten merupakan 6 daerah yang memiliki tren
pertumbuhan ekonomi tinggi yang memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Posisi
tersebut dapat dicapai karena Banten memiliki wilayah pengembangan industri yang berbasis ekspor sehingga
mendorong pertumbuhan kinerja ekspor yang membentuk PDRB Propinsi Banten.
20
24. Selain itu, industri yang tumbuh di Banten juga berbasis industri manufaktur, maka ketika analisa pertumbuhan
ekonomi didasarkan pada indikator ini secara otomatis tren pembangunan ekonomi Banten menjadi lebih baik
dibanding dengan tren pembangunan ekonomi nasional. Tren pembangunan ekonomi nasional didasarkan pada
tren seluruh daerah di Indonesia yang tidak merata dan tidak memberikan kontribusi yang sama baiknya. Namun,
apabila pertumbuhan ekonomi Banten tersebut dipertemukan relevansinya dengan tingkat kesejahteraan sosial,
pengangguran dan kemiskinan di daerah Banten, maka dapat dilihat bahwa tingginya tingkat pembangunan ekonomi
Banten bukan karena stimulus yang diberikan oleh pemerintah daerah melainkan disebabkan oleh kebijakan
pemerintah pusat dan kondisi geografis Propinsi Banten yang strategis.
Salah satu sasaran dan indikator kinerja agenda perekonomian tahun 2007-2012 adalah meningkatnya laju
pertumbuhan ekonomi sampai tahun 2012 sebesar 6,2 % . Untuk dapat meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi
dibutuhkan laju investasi atau Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) oleh dunia usaha dan pemerintah. Untuk
mendukung pencapaian target PMTB ini, maka Pendapatan Asli Daerah (PAD) harus ditingkatkan semaksimal
mungkin.
Analisis Efektivitas
Efektivitas pembangunan ekonomi didasarkan pada perkembangan setiap tahunnya dari tiga indikator outcomes
yakni; Laju Pertumbuhan Ekonomi, Persentase Ekspor terhadap PDRB, dan Persentase Output Manufaktur
terhadap PDRB. Di daerah Banten, indikator andalannya adalah perkembangan industri manufaktur. Sejak tahun
2007, tingkat pembangunan ekonomi mempunyai tren meningkat seiring dengan pembangunan ekonomi Banten
yang berbasis industri manufaktur. Kondisi geografis dan kebijakan pemerintah pusat dalam membangun pusat-
pusat industri strategis di Provinsi Banten dengan pembentukan cluster-cluster industri mendorong tingkat
pembangunan ekonomi di Provinsi Banten.
Laju Pertumbuhan Ekonomi Banten tahun 2004 sebesar 5,63%, tahun 2005 naik menjadi 5,88%, tahun 2006 lebih
rendah yaitu sebesar 5,57 %, tahun 2007 tercatat paling tinggi yaitu sebesar 6,04 %, tahun 2008 turun menjadi 5,82
%, sedangkan tahun 2009 diperkirakan naik sedikit menjadi sebesar 5,89 %.
Dengan kinerja makro ekonomi daerah yang kondusif tersebut, terbuka peluang bagi masyarakat untuk
meningkatkan kesejahteraannya dan pemerintah daerah dapat berkosentrasi untuk menyusun strategi dengan
membuka atau menciptakan lapangan pekerjaan yang akan menyerap tenaga kerja sehingga akan mengurangi
jumlah pengangguran yang pada gilirannya akan mengurangi kemiskinan di Provinsi Banten.
21
25. Mengenai pendapatan per kapita daerah Banten dapat dikemukakan, bahwa pada tahun 2004 adaalah sebesar Rp.
8,07 juta, tahun 2005 naik menjadi sebesar Rp. 9,37 juta, tahun 2006 naik lagi menjadi Rp.10,61 juta, tahun 2007
juga naik menjadi Rp. 11,4 juta, tahun 2008 mencapaai puncaknya dalam kurun waktu 5 tahun yaitu sebesar 12,76
juta, sedangkan tahun 2009 diperkirakan turun menjadi Rp.11,30 juta. Khusus pendapatan tahun 2005 terbesar
dimiliki oleh Kota Cilegon yaitu sebesar Rp 38,61 juta, kemudian diikuti oleh Kota Tangerang sebesar Rp 19,80 juta,
dan kabupaten Tangerang Rp 7,22 juta. Sedangkan pendapatan perkapita Kabupaten Pandeglang sebesar Rp 4,28
dan Kabupaten Lebak sebesar Rp 4,42 juta.
Total Produksi barang dan jasa yang dihasilkan para pelaku ekonomi di Banten tercermin dalam besaran angka
PDRB nya. Pada tahun 2004, nilai PDRB sekitar Rp. 75,56 trilyun . Nilai tersebut mengalami peningkatan sebesar
11,59 % dari tahun sebelumnya. Peningkatan perekonomian Banaten disebabkan oleh kenaikan produksi dari
hampir semua sektor ekonomi yang ada, khususnya sektor-sektor unggulan seperti sektor industri, perdagangan,
pertanian dan perbankan.
Dalam lima tahun terakhir, perekonomin Banten telah tumbuh dengan cukup baik. Salah satu indikasi yang paling
baik adalah pulihnya sektor perbankan nasional yang berimbas pada membaiknya pertumbuhan sektor keuangan di
daerah.
Inflasi menggambarkan tingkat perubahan harga secara agregat dari suatu paket komoditi yang dikonsumsi oleh
penduduk. Inflasi dihitung secara rutin setiap bulan dengan berbasiskan data survei harga-harga yang dilaksanakan
mingguan, dua mingguan dan bulanan oleh BPS Banten dari survei yang dilaksanakan di beberapa pasar. Untuk
menghitung inflasi terlebih dahulu dihitung Indeks Harga Konsumen (IHK). Saat ini penghitungan IHK di seluruh
Indonesia menggunakan tahun dasar 2002. Laju inflasi Banten dalam kurun waktu 2005 – 2009 berfluktuasi. Faktor
kenaikan BBM berdampak sangat signifikan bagi meningkatnya laju inflasi. Tingkat inflasi di Banten pada tahun 2004
adalah sebesar 5,95 %, tahun 2005 meningkat menjadi 6,11 % sebagai akibat kenaikan harga BBM, tahun 2006 naik
lagi menjadi 7,67 %, tahun 2007 turun menjadi 6,31 %, tahun 2008 naik tinggi menjadi 11,47 %, dan tahun 2009
diperkiraakan sebesar 11,90 %.
2.4.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
Gambaran dan analisa capaian indikator output penunjang outcomes yang spesifik dan menonjol adalah :
Persentase Ekspor Terhadap PDRB
Berikut ini data persentase ekspor terhadap PDRB baik Provinsi Banten maupun Nasional.
Tahun 2004 2005 2006 2007 2008
NASIONAL (%) 20.07 20.84 19.48 21.26 20.34
BANTEN (%) 4.68 6.78 4.74 4.63 9.91
22
26. Persentase ekspor terhadap PDRB di Banten pada tahun 2004 sebesar 4,68 persen dan meningkat pada tahun
2005 menjadi 6,78 persen. Tahun 2006 dan 2007 persentase menurun menjadi 4,74 persen dan 4,63 persen.
Volume ekspor melalui pelabuhan penting di Banten yaitu di pelabuhan Merak dan Cigading pada tahun 2007
mencapai total 1.680.118.361 ton atau menurun sebesar 5,72 persen dibandingkan tahun 2006 dengan nilai ekspor
sebesar US $ 579.864.006 atau turun 28,46 persen .Sedangkan volume impor pada tahun 2007 mencapai total
10.644.926.654 ton, meningkat sebesar 0,11 persen dari tahun sebelumnya dengan nilai impor sebesar US $
4.827.418.156 (naik 9,07 persen). Pada tahun 2007 Provinsi Banten mengalami defisit devisa sebesar US $
4.247.554.150 atau terjadi kenaikan defisit sebesar 17,55 persen dibanding tahun sebelumnya yang defisit sebesar
US $ 3.613.379.117. Defisit ini disebabkan oleh adanya ekspor Provinsi Banten melalui Pelabuhan di luar Pelabuhan
Banten.
Persentase Pertumbuhan Realisasi Investasi PMA
Tahun 2004 2005 2006 2007 2008
NASIONAL (%) 25.82 99.39 -32.79 68.91 -41.62
BANTEN (%) 105.76 657.12 388.26 81.45 32.49
23
27. Penggerak perekonomian biasanya adalah konsumsi dan investasi. Konsumsi akan memacu sektor produksi untuk
menciptakan output. Peningkatan konsumsi yang tinggi akan menyebabkan peningkatan output yang tinggi pula.
Selanjutnya, investasi juga menjadi faktor pemicu yang tak kalah penting, karena investasi memiliki daya penggerak
ekonomi yang lebih besar dibanding dengan konsumsi. Dengan demikian, investasi sangat dibutuhkan bagi
pembangunan ekonomi. Setiap daerah/negara berlomba untuk menarik investor baik asing maupun domestik agar
mau berinvestasi di wilayahnya. Berbagai sarana dan kemudahan diberikan dalam rangka menarik investor tersebut.
Persentase pertumbuhan realisasi investasi PMA pada tahun 2005 sangat tinggi yaitu sebesar 657,15 %, jauh
melampaui angka nasional sebesar 99,39 %. Pencapaian nilai proyek investasi pada tahun 2005 tersebut telah
menempatkan Banten sebagai tujuan investasi tertinggi di tingkat nasional. Banyaknya proyek PMA dan PMDN yang
disetujui oleh pemerintah di Banten pada tahun 2005 mengalami kenaikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Jumlah proyek PMA 71 proyek menjadi 85 proyek, sedangkan PMDN naik menjadi 17 proyek dari 11 proyek pada
tahun 2004. Kondisi politik, keamanan serta isu teroris dengan sejumlah aksi bom di tanah air tidak menjadi
penghambat mengalirnya investasi yang ada ke wilayah Banten karena Pemerintah Provinsi Banten giat melakukan
promosi investasi sehingga investasi dapat meningkat walaupun kondisi indonesia secara umum belum cukup
kondusif bagi investasi.
24
28. Realisasi Investasi Di Provinsi Banten ( 1999 – 2009 )
No Sektor PMA PMDN
Proyek Investasi Proyek Investai
(US$.000) (Rp 000.000)
1 Primer 10 33.284,3 11 92.775,7
2 Sekunder 858 14.318.362,4 525 31.471.727,8
3 Tersier 166 1.053.692,4 43 4.944.853,7
Jumlah 1.034 15.405.340,1 579 36.509.357,2
Sumber : BPKMD Provinsi Banten 2009
Realisasi Investasi di Provinsi Banten tahun 2009 sampai dengan bulan Agustus tahun 2009 sbb :
PMA 72 proyek dengan nilai investasi sebesar US$ 1.147.991.589,61.
Nilai investasi terbesar berdasarkan lokasi :
1. Kota Cilegon = US$ 984,7 Juta
2. Kabupaten Tangerang = US$ 71,9 Juta
3. Kabupaten Serang = US$ 64,7 Juta
Nilai investasi terbesar berdasarkan bidang usaha :
1. Industri Kimia dan Farmasi (industri Pusat Olefin) = US$ 893,6 Juta
2. Listrik, Gas dan Air = Rp 1,01 Trilyun
3. Industri Jasa Penunjang Pertambangan Minyak ( Penyimpanan BBM ) = US$ 89,8 Juta, sedangkan jumlah
serapan TKI dalam investasi asing s/d Agustus 2009 = 21.982 orang.
Untuk PMDN nilai investasi sampai dengan bulan Agustus 2009 sbb:
Jumlah proyek 72 dengan nilai investasi Rp 5,5 Trilyun. Nilai investasi berdasarkan lokasi :
1. Kabupaten Tangerang = Rp 2,3 Trilyun
2. Kabupaten Serang = Rp 1,9 Trilyun
3. Kota Tangerang = Rp 1,1 Trilyun
Nilai investasi terbesar berdasarkan bidang usaha :
1. Industri bahan kain ban dan indistri karet = Rp 1,8 Trilyun di Kab. Serang
2. Industri Pengolahan Coklat – Rp 1,4 Trilyun di Kab. Tangerang sedangkan jumlah serapan TKI pada
investasi PMDN s/d Agustus = 5.744 orang
25
29. Minat Investasi di Provinsi Banten kurun waktu 2001-2009
NO Keterangan PMA PMDN
1 Nilai Total Rencana Investasi US$ 10,09 M Rp 20,09 T
2 Jumlah Rencana Proyek 821 152
3 Rencana Investasi Berdasarkan Sektor
- Sektor Primer 5% 2,5 %
- Sektor Sekunder 80 % 85 %
- Sektor Tersier 15 % 12,5 %
4 Jumlah Rencana Penyerapan TKI 119.816 orang 30.964 orang
Sedangkan minat investasi tertinggi berdasarkan asal negara adalah :
1. Gabungan negara = US$ 8,5 Milyar
2. Singapura – US$ 437 Juta
3. Korea Selatan = US$ 364 Juta
Kebijakan Investasi Pemerintah Provinsi Banten
Sampai saat ini upaya terus menerus untuk meningkatkan investasi di Provinsi Banten masih menjadi pekerjaan
rumah bagi pemerintah daerah, walaupun Pemda belum bisa memberikan stimulus yang cukup berarti untuk
menggairahkan investasi di Banten. Perda Penanaman modal yang ramah investasi seharusnya mampu
memangkas birokrasi dan memberikan daya tarik. Hal ini sulit dilakukan oleh Provinsi Banten karena wewenang
perizinan 60 % masih di kabupaten, 35 % di pusat dan hanya 5 % di provinsi, sedangkan kebijakan tarif, tax holiday,
kebijakan perpajakan, urusan perizinan, IMB masih ditangani oleh Pusat dan kabupaten/kota. Namun demikian
Pemerintah Provinsi tetap berupaya semaksimal mungkin memfasilitasi agar investor semakin berminat
menanamkan modalnya di Banten karena Banten memiliki keunggulan kompetitif.
Belum adanya kebersamaan dalam memperbaiki citra birokrasi merupakan kendala yang harus segera dicari
pemecahannya. Niat dan komitmen pemerintah daerah sudah ada tetapi implementasi belum terwujud karena
kesulitan dalam mengubah kultur, sehingga jangka waktu pengurusan perizinan dan besarnya tarif belum benar-
benar transparan. Kendala yang biasanya terjadi dalam investasi adalah birokrasi, percaloan, infrastruktur yang
belum mendukung seperti listrik, air bersih, jalan yang rusak, masalaah perburuhan, regulasi yang tumpang tindih
antara pusat, provinsi, dan kabupaten/kota, serta kurangnya SDM yang siap di dunia kerja.
Upaya BPKMD mendorong investor datang ke Banten adalah dengan melakukan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan
promosi di dalam maupun ke luar negeri. Provinsi Banten secara geografis berdekatan dengan Jakarta dan 89 %
26
30. investasi di Banten berkantor pusat di Jakarta, selain itu Banten memiliki Bandara Internasional, Pelabuhan
Bodjonegara dan pelabuhan swasta,dan jalan tol sehingga Provinsi Banten menduduki peringkat ke lima sebagai
provinsi yang paling diminati investor baik PMA maupun PMDN. Pemerintah daerah berharap suatu di masa yang
akaan dataang, Banten tidak hanya memiliki keunggulan komparatif tetapi harus memiliki keungguilan kompetitif.
Untuk mewujudkan harapan tersebut Kapolda beserta jajarannya siap membantu menjamin keamanan investor di
Banten.
Salah satu agenda besar yang sudah menjadi agenda nasional dalam rencana investasi di Provinsi Banten adalah
pembangunan Jembatan Selat Sunda (JSS). Bila dilihat aktivitas penyeberangan antara Bakauheni–Merak, maka
hubungan antar Pulau Sumatera dan Jawa sangat intensif. Setiap hari rata-rata lebih dari 2.000 ton barang dari
Pulau Sumatera mengalir ke Pulau Jawa melalui Provinsi Banten. Selain itu, rata-rata lebih dari 15.000 orang dan
lebih dari 4.000 kendaraan per hari berupa truk, bis, kendaraan pribadi dan sepeda motor melintas pada jalur
penyeberangan Merak-Bakauheni. Padahal kondisi kapal penyeberangan rata-rata sudah berumur 20 tahun atau
lebih sehingga rawan terjadi kecelakaan. Begitu juga dengan 22 ribu ton batubara per hari dari Sumatera Selatan
dikirim melalui Pelabuhan Merak-Bakauheni untuk konsumsi PLTU Suralaya.
Dapat dibayangkan apabila sarana transportasi penyeberangan antara Lampung dan Banten terputus, maka
pasokan hasil bumi untuk Pulau Jawa dan nasional akan mengalami hambatan yang signifikan, demikian pula
sebaliknya. Oleh karena itu, Banten dan Lampung sebagai pintu gerbang antara Pulau Sumatera dan Jawa harus
bersatu dan bersinergi agar pembangunan JSS dapat terwujud.
Jembatan Selat Sunda mempunyai tujuan sebagai berikut :
a. Memperlancar pertumbuhan perekonomian di Sumatera dan Jawa
b. Meratakan pertumbuhan wilayah.
c. Memperkuat persatuan bangsa
d. Menjadi salah satu tujuan wisata yang menarik terutama pada kawasan sekitar tapak jembatan
e. Menumbuhkan minat investasi ekonomi, sosial, budaya, pertanian, industri, pariwisata, dll.
f. Mempermudah pengawasan dan pengendalian konservasi alam.
g. Meningkatkan kesempatan dan lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar
Rencana biaya total termasuk biaya konstruksi, biaya studi, dan jasa engineering sebesar Rp. 117 trilyun, dengan
prediksi waktu pelaksanaan konstruksi selama 6 – 10 tahun. Saat ini proyek sudah dalam tahap MoU antara Provinsi
Banten dan Provinsi Lampung, serta sudah ada investor swasta yang telah melakukan Memorandum of Agreement
yaitu Group Artha Graha. Dengan dibangunnya Jembatan Selat Sunda ini, maka potensi pertumbuhan ekonomi
27
31. secara nasional akan semakin meningkat. Namun demikian perlu dibentuk suatu Badan pengelola Selat Sunda,
yang mengelola Jembatan Selat Sunda dan kawasan di sekitarnya.
Dalam upaya meningkatkan minat investasi di Banten, dikembangkan Kawasan Ekonomi Khusus Bojonegara
(Special Economy Zone) di Bojonegara dengan luas area 5.000 Ha, yang letaknya berdampingan dengan lokasi
Pelabuhan Laut Intenasional Bojonegara di Kabupaten Serang, untuk memberikan kemudahan pelayanan barang-
barang ekspor-impor ke berbagai negara tujuan. Kawasan Ekonomi Khusus di Bojonegara ditunjang dengan
berbagai fasilitas kemudahan dan penyediaan infrastruktur berupa jalan bebas hambatan (tol), kereta Api, listrik,
telekomunikasi, air bersih, jaringan pipa gas, dan infrastruktur lainnya.
Rencana pengembangan ekonomi khusus di Bojonegara telah ditunjang dengan pengembangan kilang minyak,
terminal Integrated Super Transit , dan Klaster Industri Petrochemical sebagai berikut :
1. Kilang Minyak
- Lokasi di Bojonegara dengan luas 350 Ha
- Kapasitas produksi 300.000 barrel/hari
- Produk : LPG, Gasoline, Karosene, Solar, Fuel Oil, Coke.
- Pasar potensial
Lokal : Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi,Papua
Ekspor : India, Myanmar, Thailand, Vietnam, China, Philipines, PNG, Australia
- Investasi proyek US$4.000 Juta
- NPV: US $3.219 million, IRR: 16,8 %, ROE : 25,3 %, Payback Period : 6 year
2. Terminal Integrated Super Transit
- Lokasi di Bojonegara
Kapasitas terpasang : 1 juta kilo liter
- Produk : Oil, gasoline, kerosene, Diesel, LPG, Pet Chem
- Project investation : US $262 million (Storage US $ 190 juta, Pipa gas US $72 juta)
- Jarak Bojonegara-Plumpang 190 km
- NPV : US $275 million; IRR : 19,5 %; ROE : 21,8 %; Payback Period : 6,8 year
3. Klaster Industri Petro Chemical
- Tujuan Peningkatan kapasitas terpasang dari 67,3 menjadi 70 % tahun 2009
- Untuk memenuhi kebutuhan domestik (Olefin 6-8 % per tahun, Aromatic 4-6 % per tahun).
- Basic CI 3-5 5 per tahun
Untuk mendukung integrasi core industries dan home industries
- Pasar ekspor : USA, Jerman, Perancis, Jepang, Korea Selatan, China, Arab Saudi, Iran, Uni Emirat Arab.
28
32. Berdasarkan kunjungan lapangan ke Desa Puloampel, lokasi dekat Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
Bojonegara dan berdiskusi dengan warga, pada dasarnya warga berharap dapat merasakan keberadaan kawasan
ini dengan dilibatkannya sebagai tenaga kerja. Kemudian adanya Kawasan Ekonomi Khusus ini tidak mengganggu
aktivitas para nelayan yang mencari ikan di sekitar kawasan dan tidak mengganggu areal pertanian mereka akibat
limbah yang mungkin mencemari.
Selain rencana proyek Jembatan Selat Sunda (JSS) dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Bojonegara, rencana
investasi di Banten yang merupakan agenda nasional adalah akan dibangunnya Waduk Karian dengan tujuan
sebagai tahap pertama dari pengembangan sumber daya air di wilayah Sungai Ciujung dan Cidurian untuk
memenuhi kebutuhan air perkotaan dan industri di Serang, Tangerang, dan DKI Jakarta serta tambahan pasokan
irigasi untuk daerah irigasi Ciujung dan Rancasumur. Agenda nasional lain adalah pembangunan PLTU Labuan
sebagai bagian dari rencana pemerintah dalam menyediakan pasokan listrik 10.000 MW.
2.4.3 Rekomendasi Kebijakan
Berangkat dari analisa relevansi dan efektivitas diatas maka beberapa rekomendasi yang dapat diberikan
diantaranya :
1. Pemerintah daerah perlu merancang kebijakan pembangunan ekonomi yang mampu mendorong
penyerapan tenaga kerja yang tinggi, sambil terus mendorong industri manufaktur yang berbasis ekspor
untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui kebijakan-kebijakan berorientasi pada kemudahan
dalam berinvestasi melalui alokasi program pembangunan sektor infrastruktur seperti jalan, pelabuhan dan
listrik.
2. Melakukan reformasi birokrasi melalui perbaikan tingkat kepastian berusaha (certainty of doing business )
terutama pada perizinan.
3. Melakukan revitalisasi terhadap sektor yang lebih padat karya yang mampu menyerap tenaga kerja lebih
besar sehingga dapat menekan tingkat pengangguran, contohnya sektor pariwisata. Banten memiliki
potensi pariwisata yang potensial yang tidak dieksplorasi secara maksimal, padahal industri pariwisata
merupakan industri yang paling padat karya. Oleh sebab itu, perlu komitmen yang tinggi dari pemerintah
daerah untuk mendorong tumbuhnya industri sektor ini.
29
33. 2.5 TINGKAT KUALITAS SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP
2.5.1 Capaian Indikator
Berikut ini digambarkan Grafik capaian indikator outcomes Provinsi Banten dibandingkan dengan capaian
indicator outcomes nasional.
Analisis Relevansi
Capaian tingkat kualitas sumber daya alam dan lingkungan hidup di Provinsi Banten selama selalu lebih baik dari
capaian nasionaldan trennya sejalan bahkan lebih baik dari tingkat kualitas sumber daya alam dan lingkungan
hidup secara nasional. Indikator output untuk tingkat kualitas sumber daya alam dan lingkungan hidup dilihat dari
rehabilitasi lahan kritis dan pengelolaan terumbu karang. Kerusakan terumbu karang mencapai 60% dari total luas
terumbu karang yang terdapat di Banten. Kerusakan itu terjadi akibat masih maraknya penangkapan ikan yang
menggunakan bom ikan, zat kimia, serta menggunakan pukat harimau. Selain itu kerusakan juga diakibatkan oleh
pengambilan terumbu karang dengan menggunakan linggis dan alat lainnya seperti terjadi di pesisir Binuangeun.
Sedangkan luas lahan kritis di wilayah Banten hingga saat ini mencapai 131.300 hektare, yang tersebar di tiga
kabupaten yakni Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang, dan Kabupaten Serang. Penyebab kerusakan hutan
adalah penebangan liar.Untuk merehabilitasi hutan, pada tahun 2007 Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi
Banten memprogramkan penanaman sejuta pohon yang tersebar di seluruh wilayah Banten. Luas lahan kritis
tersebut tersebar di sekitar hutan lindung seperti di sekitar gunung Halimun dan Gunung Salak serta di wilayah
Kecamatan Kanekes Kabupaten Lebak, di wilayah gunung Akar Sari dan Pulo Sari Kabupaten Pandeglang dan di
Pegunungan Cidano dan Kecamatan Gunung Sari, Kabupaten Serang.
30
34. Upaya yang dilakukan oleh Provinsi Banten dalam pembangunan bidang sumber daya alam dan lingkungan
sehingga capaiannya lebih tinggi dari nasional, yaitu:
1. Mengupayakan suatu kawasan untuk menjadikan kawasan konservasi wilayah laut yaitu di Kecamatan
Panimbang. Program pertama yang dilakukan adalah menanam kerang hijau. Penanaman kerang ini
dimaksud untuk menumbuhkan ekosistem biota laut dan memperbaiki kerusakan yang saat ini terjadi.
2. Saat ini Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten telah mengupayakan Pulau Tunda sebagai
daerah konservasi laut yang dilindungi oleh peraturan desa (perdes) dan akan ditingkatkan melalui
peraturan bupati (perbub) dan peraturan gubernur (pergub). Daerah itu akan menjadi wilayah kawasan
konservasi daerah.
3. Kawasan yang akan kembali dijadikan daerah konservasi laut yaitu di gugusan Pulau Sanghiang, Sumur,
Pulau Peucang. Ketiga daerah itu akan segera dibuatkan peta wilayah konservasi daerah.
4. Untuk mencegah kerusakan terumbu karang telah dilakukan usaha untuk memberdayakan masyarakat
pesisir dengan mengembangkan budidaya terumbu karang. Mereka diberdayakan dengan usaha terumbu
karang untuk meningkatkan ekonomi masyarakat dan juga untuk menjaga kepunahan ekosistem kekayaan
biota laut.
5. Melakukan rehabilitasi lahan-lahan kritis dengan berbagai program, antara lain dengan penanaman sejuta
pohon, one man one tree, dan gerakan rehabilitasi lahan. Upaya lain adalah mendorong pembibitan yang
dilakukan oleh masyarakat, sehingga mereka bisa menanam sendiri lahan yang terlantar.
Di kawasan Teluk Banten terdapat terumbu karang seluas 2.5 km2 yang 22% diantaranya merupakan terumbu
karang Hidup .Terumbu karang di Provinsi Banten tersebar di sekeliling pulau-pulau kecil terutama di P. Panjang
sekitar 7 km2 dan di sejumlah kecil Gosong Dadapan, P. Kubur, P. Pamujan Kecil dan P.Pamujan Besar serta di
sejumlah tempat di pantai.
Jenis-jenis Terumbu Karang yang dapat dijumpai: karang struktur tipis seperti piring (thin, plating structure) seperti
echinopora lamellose, karang bercabang (branching) di permukaannya seperti Montipura digitata, karang masif
(massive corals). Selain terumbu karang dijumpai pula padang lamun. Padang lamun di Indonesia luasnya
Indonesia: ±366.9 Ha yang 100 Ha berada di Teluk Banten sebagai kawasan padang lamun terbesar di Indonesia.
Ekosistem padang lamun merupakan habitat: duyung, teripang, ikan, daerah asuhan bagi larva ikan, dan ikan muda,
tempat mencari makan bagi ikan karang dan ikan pemangsa, duyung, penyu, daerah persembunyian ikan muda,
habitat macro dan microbenthos sbg makanan ikan. Padang lamun juga berfungsi untuk menahan terjadinya proses
sedimentasi perairan pantai sehingga stabilitas pantai pesisir dan lingkungan estuaria terjaga.
31
35. Selain itu, pada saat ini padang lamun juga banyak dimanfaatkan oleh manusia ssebagai bahan pembuatan
keranjang, pengisi kasur, atap rumah, penyaring limbah, kertas, pakan ternak. Perairan laut merupakan habitat yang
sesuai untuk tempat pembiakan dan pembesaran ikan-ikan ekonomis tinggi seperti ikan kakap dan kerapu. Di
padang lamun terdapat 77 jenis ikan dengan produksi ikan kerapu, baronang, dan udang dalam jumlah besar. Dari
sekitar 159 jenis ikan kerapu (grouper) di dunia, terdapat 14 jenis yang ada di perairan ini. Dari sekitar 103 jenis ikan
kakap (famili Lutjanidae) didunia, 9 jenis berada di perairan laut di Provinsi Banten terutama di Teluk Banten.
Hingga saat ini luas kawasan konservasi laut hanya satu kawasan yaitu kawasan laut di Panimbang luasnya
2.188,77 ha. Rencana ke depan kawasan konservasi laut ditambah dengan Pulau panjang. Dikawasan koservasi
laut di Panimbang yang berpotensi selain padang lamun juga kawasan terumbu karang dan biota laut lainnya seperti
ikan-ikan tertentu yang dianggap langka.
Di Banten hingga saat ini tindak pidana perikanan kerap terjadi (illegal fishing), seperti penangkapan dengan pukat
harimau. Hal tersebut menurut Kejaksaan Tinggi disebabkan kurang konsisten dan komitmen dalam menangani
illegal fishing, kurang keterpaduan langkah diantara beberapa SKPD yang berkaitan dengan perikanan, rendahnya
anggaran yang terdistribusi untuk penanganan ilegal fishing, kurangnya sosialisasi kebijakan dan sanksi hukum yang
berkaitan dengan kelautan dan perikanan.
Kejaksaan Tinggi menerima perkara dari 2 sumber yaitu dari Polda Metro Jaya dan Polda Banten, hal tersebut kerap
kali menyebabkan kurang intensifnya penanganan illegal fishing. Pada tahun 2008 terjadi kasus illegal fishing
dengan menggunakan jaring trawl sebanyak 39 kasus dan kasus tersebut dapat ditangani dengan menetapkan
denda atau sanksi pidana 6 bulan sampai dengan satu tahun penjara. Pada tahun 2007 kasus illegal fishing
menurun tajam yaitu hanya 7 perkara.
Analisis Efektivitas
Tingkat kualitas sumber daya alam dan lingkungan hidup di Provinsi Banten cenderung membaik dari tahun ke
tahun. Hal ini menunjukkan bahwa program-program yang dijalankan di bidang pengelolaan sumber daya alam
tercapai, namun demikian masih perlu ditingkatkan lagi sampai bumi ini benar-benar terjaga. Masih maraknya
pengambilan ikan dengan pengeboman dan penebangan pohon yang berlebihan adalah tantangan tersendiri yang
harus dihadapi oleh pemerintah Provinsi Banten. Kerusakan terumbu karang berdampak pada masyarakat di sekitar
kawasan pantai. Hancurnya terumbu karang menyebabkan kadar karbon-dioksida air semakin tinggi dan ini
mengakibatkan kematian biota-biota laut yang berimbas pada manusia sebagai mata rantai terakhir pemanfaat
potensi laut. Fungsi ekologis terumbu karang sendiri antara lain adalah sebagai benteng (perlindungan) pulau dari
gempuran badai dan tempat habitat berbagai biota. Fungsi ekonomisnya adalah sebagai sumber perikanan, sumber
32
36. obat, tempat wisata dan ornamen akuarium. Upaya yang dilakukan untuk tetap menjaga efektivitas tersebut adalah
dengan jalan:
1. Penyuluhan tentang Undang Undang Perikanan kepada para nelayan di wilayah Provinsi Banten.
2. Menjaga dan melestarikan hutan, terutama hutan-hutan yang berada di kawasan konservasi, yaitu di
Taman Nasional Halimun Salak, Taman Nasional Ujung Kulon, Cagar Alam Rawa Danau, Cagar Alam
Tukung Gede, Cagar Alam Pulau Dua, dan Taman Wisata Laut Pulau Sangiang.
3. Mencegah penebangan pohon di hutan lindung, seperti Gunung Pulosari, Gunung Karang dan Gunung
Aseupan.
2.5.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
Gambaran dan analisa capaian indikator output penunjang outcomes yang spesifik dan menonjol
Tindak pidana perikanan masih terjadi antara lain disebabkan pada tahun 2004 – 2009 tidak diadakan sosialisasi
Undang-Undang Perikanan, oleh sebab itu banyak masyarakat yang belum paham tentang aturan perundangan
sehingga melanggar dan melakukan tindak pidana perikanan. Sosialisasi Undang-Undang tersebut seharusnya
dilakukan oleh Angkatan Laut, POLRI dan PNS Perikanan, meskipun anggaran sosialisasi tersebut masih minim.
Tidak pidana perikanan juga disebabkan oleh pelanggaran wilayah batas perairan dan pembuangan limbah industri.
33
37. 2.5.3 Rekomendasi Kebijakan
1. Sosialisasi Undang-undang Perikanan dan peraturan-peraturan lain tentang Sumber Daya Alam (SDA) &
Lingkungan Hidup ( LH).
2. Perlunya peningkatan gerakan nasional one man one tree, dengan jalan gerakan penanaman untuk rehabilitasi
lahan terutama luar kawasan. Upaya yang dilakukan adalah usaha pembibitan pohon swadaya masyarakat
3. Perlunya peningkatan anggaran untuk penyuluhan dan sosialisasi Undang-undang Perikanan sehingga
pelanggaran terhadap tindak pidana perikanan bisa dikurangi.
4. Perlunya regulasi pemerintah yang tegas dalam mengatur tata cara dalam menangkap ikan terutama di laut
yang banyak terdapat terumbu karang sehingga tidak merusaknya.
34
38. 2.6 TINGKAT KESEJAHTERAAN SOSIAL
2.6.1 Capaian Indikator
Berikut ini disajikan Grafik capaian indikator outcomes Provinsi Banten dibandingkan dengan capaian indicator
outcomes nasional.
Analisis Relevansi
Berdasarkan grafik diatas maka tingkat kesejahteraan sosial di Provinsi Banten lebih baik daripada tingkat
kesejahteraan nasional. Indikator yang digunakan adalah persentase penduduk miskin, tingkat penganguran terbuka,
persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak dan lanjut usia, dan persentase pelayanan dan rehabilitasi
sosial. Tren tingkat kesejahteraan sosial di Provinsi Banten sejalan dengan tren nasional yang cenderung meningkat
sejak tahun 2006. Ini dimungkinkan karena Provinsi Banten merupakan daerah industri dan mempunyai PAD
(Pendapatan Asli Daerah) yang cukup tinggi sehingga pendapatan per kapita meningkat . Industri di Banten tidak
memiliki kaitan yang erat dengan industri lainnya karena bahan bakunya sebagian besar diimpor, sedangkan hasil
produksinya sebagian besar untuk ekspor.
Pembangunan yang dilaksanakan di Provinsi Banten telah mampu menjawab permasalahan utama yang ada di
Provinsi Banten terutama dalam menurunkan persentase penduduk miskin dan persentase pelayanan kesejahteraan
serta rehabilitasi sosial. Namun demikian tingkat penganguran terbuka di Provinsi Banten lebih besar daripada
nasional.Hal ini disebabkan beberapa hal yaitu karena banyak industri di Provinsi Banten yang padat modal
35
39. sehingga tidak mampu menyerap banyak tenaga kerja yang menganggur. Hal lain adalah banyak tenaga kerja yang
berasal dari luar Banten karena tenaga kerja dari Banten belum memiliki kompetensi yang diperlukan oleh industri-
industri. Banyak upaya yang telah dilakukan dalam menurunkan tingkat penganguran, diantaranya dengan lebih
memberdayakan peran Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang cukup banyak di Provinsi Banten dan banyak
menyerap tenaga kerja. Selain itu melalui balai-balai latihan kerja, para pencari kerja dilatih agar mempunyai
kompetensi yang dibutuhkan oleh industri.
Provinsi Banten telah berupaya terus dalam meningkatkan pelayanan bagi para Penyandang Masalah
Kesejahteraan Sosial (PMKS), diantaranya dengan lebih memberdayakan peran panti BPS (Balai Perlindungan
Sosial) untuk para jompo, anak korban tindak kekerasan, tuna grahita, bayi terlantar, dan sebagainya. Banyak
kegiatan yang melibatkan kerjasama dengan pihak-pihak lain seperti Badan Narkotika Provinsi dalam menangani
korban narkoba dengan sosialisasi, pelatihan, maupun penanganan secara langsung. Beberapa kendala yang
dirasakan adalah masih minimnya sarana dan prasarana serta pelayanan.Dalam hal ini Provinsi Banten belum
mempunyai pusat rehabilitasi para mantan korban narkoba sehingga harus dikirim ke luar Banten.
Analisis Efektivitas
Tren tingkat kesejahteraan sosial cenderung meningkat atau membaik sejak tahun 2007. Indikator output yang
digunakan adalah persentase penduduk miskin, tingkat penganguran terbuka, persentase pelayanan kesejahteraan
sosial bagi anak dan lanjut usia, dan persentase pelayanan dan rehabilitasi sosial. Ini dimungkinkan sebagai dampak
kontribusi program–program pemerintah pusat seperti program BLT (Bantuan Langsung Tunai), program PNPM
(Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat), KUR (Kredit Usaha Rakyat), dan sebagainya dalam menurunkan
persentasi tingkat kemiskinan dan pengangguran serta pelayanan kesejahteraan dan rehabilitasi sosial.
Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan) di Provinsi Banten pada periode 2004
sampai tahun 2006 menunjukkan kenaikan, tetapi sejak tahun 2007 persentase penduduk miskin di Provinsi Banten
mengalami penurunan dan secara keseluruhan dapat digambarkan sebagai berikut :
Tahun Jumlah Penduduk Miskin (orang) Jumlah Penduduk Miskin (%)
Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa
2004 279.900 499.300 779.200 5,69 11,99 8,58
2005 370.200 460.300 830.000 6,56 12,34 8,86
2006 417.100 487.300 904.300 7,47 13,34 9,79
2007 399.400 486.800 886.000 6,79 12,52 9,07
Sumber : BPS Provinsi Banten, 2008
36
40. Pada tahun 2004, jumlah penduduk miskin sebesar 779.200 orang (8,58%) kemudian terjadi kenaikan sedikit pada
tahun 2005 menjadi 830.000 orang (8,86%). Ini diduga terjadi akibat kenaikan harga BBM (tahap 1) pada bulan
Maret 2005. Pada tahun 2006 terjadi kembali kenaikan penduduk miskin yang sangat besar yaitu menjadi sebesar
904.300 orang (9,79%), mengingat pada periode perhitungan tersebut (Juli 2005-Maret 2006), pemerintah
menaikkan kembali harga BBM (tahap 2) pada bulan Oktober 2005. Sebagai akibatnya penduduk yang tergolong
tidak miskin namun penghasilannya berada di sekitar garis kemiskinan banyak yang bergeser posisinya menjadi
miskin.
Pada tahun 2007, kondisi perekonomian sedikit pulih yang ditandai besaran angka inflasi tidak menembus angka
dua digit. Program –program pemerintah pusat seperti Bantuan Tunai Langsung (BLT) mempunyai peranan dalam
menurunkan angka ini, di samping itu juga disebabkaan oleh upaya-upaya yang telah dilakukan pemerintah daerah
seperti : program pelayanan rehabilitasi kesejahteraan sosial , program peningkatan kualitas hidup, program
pengembangan lembaga ekonomi pedesaan, program pencegahan dini dan penanggulangan korban bencana alam,
Program Keluarga Berencana, dan sebagainya.
Tren tingkat pengangguran terbuka di Provinsi Banten mengalami penurunan sejak tahun 2007 dan rata-rata masih
di atas angka nasional. Tren ini sebanding atau linear dengan tren persentase penduduk miskin yang ada di Provinsi
Banten. Program-program pemerintah pusat seperti PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat) dan
KUR (Kredit Usaha Rakyat) mempunyai peranan dalam menurunkan tingkat pengangguran terbuka di Provinsi
Banten. Selain itu juga disebabkan upaya-upaya yang telah dilakukan pemerintah daerah , diantaranya :
menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan Pendapatan Asli Daerah
(PAD), dan sebagainya.
Tren pelayanan pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak (terlantar, jalanan, balita terlantar, dan nakal) mengalami
penurunan sejak tahun 2005, tetapi mengalami kenaikan saat memasuki tahun 2009 meskipun besarnya tidak
signifikan. Kontribusi yang terbesar adalah pelayanan terhadap bayi terlantar dan anak terlantar. Kegiatan untuk
penanganan masalah ini memang memerlukan dedikasi kemanusiaan yang tinggi karena harus mengurus anak
jalanan, anak terlantar, balita terlantar, anak nakal, dan sebagainya yang serba tidak menyenangkan. Provinsi
Banten mempunyai panti BPS (Balai Perlindungan Sosial) yang menampung mereka. Di panti ini masih dirasakan
kekurangan fasilitas dan sumber daya manusia serta kondisinya belum memenuhi standar pelayanan yang
ditetapkan.
Tren pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia mengalami penurunan sejak tahun 2008 dan angka teritnggi
terjadi pada tahun 2007. Penanganan bagi para lanjut usia dilakukan pula oleh Dinas Sosial Provinsi Banten melalui
37
41. panti BPS (Balai Perlindungan Sosial). Khusus untuk para lanjut usia ini sangat diperlukan para perawat yang betul-
betul sabar dan penuh dedikasi. Minimnya tenaga perawat dan terbatasnya tempat perawatan menjadi kendala
dalam menampung para lanjut usia, oleh karena itu diperlukan tenaga-tenaga perawat yang handal dan tempat
yang lebih luas.
Tren pelayanan dan rehabilitasi sosial (penyandang cacat, tunasosial, dan korban penyalahgunaan narkoba)
mengalami fluktuasi dan tertinggi terjadi pada tahun 2006, kemudian mengalami penurunan tahun 2007 dan 2008
serta naik kembali di tahun 2009. Penanganan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) oleh Dinas
Sosial Provinsi Banten telah dilakukan dengan kegiatan bimbingan sosial, pelatihan ekonomi produktif , dan
sebagainya. Hal terpenting yang harus dilakukan dalam penanganan PMKS ini adalah pemulihan sosial, agar
mereka bisa kembali dan diterima di masyarakat. Beberapa program pelayanan dan rehabilitasi sosial masih
dirasakan minim fasilitas dan standar pelayanan. Tuna sosial yang terdiri dari para penyandang cacat ditampung di
panti BPS (Balai Perlindungan Sosial) bersama-sama dengan anak telantar dan para lanjut usia. Para tuna sosial
berupa Wanita Tuna Susila (WTS) ditampung di panti rehabilitasi yang berada di Lebak, sedangkan para
gelandangan/pengemis belum mempunyai tempat penampungan. Begitu pula untuk para korban penyalahgunaan
narkoba, Provinsi Banten belum mempunyai tempat rehabilitasi sehingga para korban dikirim ke Bogor atau ke
Lembang (Bandung).
38
42. 2.6.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
Gambaran dan analisa capaian indikator output penunjang outcomes yang menonjol
Dari grafik diatas terlihat bahwa tingkat pengangguran terbuka di Provinsi Banten lebih tinggi dibandingkan dengan
tingkat pengangguran terbuka secara nasional. Ini kontradiktif dengan kenyataan bahwa Provinsi Banten merupakan
daerah industri. Hal ini disebabkan oleh sifat dari sebagian besar industri di Provinsi Banten yang padat modal dan
bukan padat karya sehingga tidak banyak menyerap tenaga kerja. Di samping itu juga karena lowongan pekerjaan di
sektor industri banyak diisi oleh tenaga kerja dari luar Banten. Dengan demikian pengembangan kegiatan industri di
Banten tidak memberikan kontribusi yang sebanding terhadap penyerapan tenaga kerja di Propinsi Banten dan tren
positif pembangunan ekonomi rupanya tidak pararel dengan pengurangan jumlah pengangguran di Banten, artinya
pembangunan ekonomi Banten yang berbasis industri masih mengabaikan usaha pengurangan pengangguran di
Propinsi Banten.
2.6.3 Rekomendasi Kebijakan
Beberapa rekomendasi kebijakan diantaranya :
1. Menyesuaikan jenis dan kualitas pendidikan serta keterampilan agar sesuai dengan kebutuhan industri
sehingga industri dapat menyerap tenaga kerja lokal
2. Kebijakan pemerintah yang memberikan ijin investasi agar diberikan lebih mudah bagi industri yang padat
karya sehingga bisa memberikan peluang kerja lebih besar
39
43. 3. Program-program pemerintah seperti BLT, PNPM, KUR, dsb. terus digulirkan karena masyarakat sangat
terbantu oleh adanya program-program tersebut dengan syarat pengelolaannya lebih dimonitor dengan baik
4. Pemerintah daerah terus menggali sumber-sumber PAD dan hasilnya bisa diarahkan untuk kegiatan yang
bisa menciptakan peluang kerja, seperti pelatihan-pelatihan entrepreneurship (kewirausahaan), dsb.
5. Pemerintah daerah lebih aktif dalam membina UMKM, terutama mikro dan kecil yang menjadi tumpuan
masyarakat dalam pekerjaannya yang jumlahnya cukup signifikan di Provinsi Banten.
6. Pemerintah pusat lebih intensif memberdayakan program pelayanan dan rehabilitasi sosial baik sarana
,prasarana maupun standar pelayanan bagi para Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS).
40
45. Secara umum, tujuan dan sasaran pembangunan daerah di Provinsi Banten telah relevan dan efektif terhadap tujuan dan
sasaran pembangunan nasional. Ini ditunjukkan dengan beberapa indikator outcomes seperti tingkat pelayan publik,
tingkat pelayanan demokrasi, tingkat pembangunan ekonomi, tingkat kualitas sumber daya alam dan lingkungan hidup,
serta tingkat kesejahteraan sosial yang menunjukkan tren naik dan sejalan dengan tren nasional, bahkan cenderung lebih
baik dari nasional. Khusus untuk tingkat kualitas sumber daya manusia ternyata mengalami tren penurunan sejalan juga
dengan tren nasional yang menurun, tetapi nilai outcome-nya masih lebih baik dibandingkan dengan nasional.
Secara rinci untuk tiap indikator outcome bisa disimpulkan sebagai berikut :
1. Tingkat Pelayanan Publik
Tingkat pelayanan publik di Provinsi Banten dapat disimpulkan hampir sejalan dari capaian pembangunan
nasional. Dengan memberikan pelayanan yang cepat dan mudah akan membuat konsumen/masyarakat menjadi
puas akan layanan yang diberikan. Begitu juga dalam hal pelayanan satu atap merupakan program riil
pemerintah terhadap efektivitas anggaran pemerintah daerah, sehingga apa yang menjadi kendala dalam hal
pelayanan dapat segera diatasi oleh pemerintah daerah. Beberapa rekomendasi yang diperlukan, diantaranya :
Perguruan Tinggi disarankan membuka jenjang diploma karena tenaga tersebut sangat membutuhkan. Kemudian
pemerintah daerah harus memperbaiki kinerja pelayanannya karena kualitas pelayanan yang diberikan akan
membawa nama baik bagi Provinsi Banten. Selain itu, Pemda harus melibatkan unsur-unsur yang yang betul-
betul berkompeten di dalam membuat peraturan daerah.
2. Tingkat Pelayanan Demokrasi
Tingkat pelayanan demokrasi di Provinsi Banten hampir sejalan bahkan lebih baik dari capaian secara nasional.
Situasi ini diantaranya dipengaruhi selain oleh partisipasi partai politik (Parpol) yang tinggi, juga karena didukung
oleh keadaan keamanan wilayah yang kondusif sehingga Pilpres dapat berlangsung dengan aman dan
terkendali. Provinsi Banten juga harus mengevaluasi pelaksanaan pemilihan legislatif dan Pilpres yang sudah
berlangsung, sehingga permasalahan yang terjadi seperti kesalahan dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) dapat
diatasi pada pemilihan yang akan datang. Data kependudukan agar diperbaiki dan diperbarui terus menerus
sehingga Daftar Pemilih menjadi akurat. Selain itu, masyarakat perlu diberi sosialisasi yang intensif sehingga
partisipasi masyarakat dalam pemilu dan pilkada akan meningkat.
3. Tingkat Kualitas Sumber Daya Manusia
Capaian tren tingkat kualitas sumber daya manusia di Provinsi Banten sejalan dengan capaian secara nasional.
Ini dimungkinkan oleh adanya upaya pemerintah menaikkan anggaran pendidikan 20% dari APBD dan diarahkan
keepada peningkatan akses pendidikan, pemberantasan buta aksara, dan pemberian tambahan gizi.
42
46. Tren kualitas sumber daya manusia di Provinsi Banten cenderung menurun seiring dengan tren kualitas sumber
daya manusia secara nasional. Hal ini terkait dengan masih rendahnya tingkat pelayanan pendidikan terutama
mutu guru dan sebarannya yang tidak merata. Selain itu, kurangnya pelayanan kesehatan dan masih banyaknya
penduduk miskin terutama di bagian selatan wilayah Propinsi Banten yang ikut mempengaruhi penurunan tingkat
kualitas sumber daya manusia. Kebijakan yang harus dilakukan adalah dengan meningkatkan program yang
sudah berjalan seperti penyediaan anggaran pendidikan minimal sebesar 20% dari APBD, peningkatan sarana
dan prasara pendidikan, peningkatan jumlah dan mutu guru, serta pemberantasan buta aksara dan pelayanan
kesehatan.
4. Tingkat Pembangunan Ekonomi
Pembangunan ekonomi Provinsi Banten berdasarkan tiga indikator outcomes, menunjukkan tren yang lebih baik
dibandingkan dengan pembangunan ekonomi nasional. Namun, relevansi pembangunan ekonomi Banten
terhadap tingkat pengangguran di Banten tidak menunjukkan tren hubungan yang positif, karena pembangunan
ekonomi tidak mampu mengurangi jumlah pengangguran di Banten, maka diperlukan disain kebijakan ekonomi
yang lebih sektoral, terutama pengembangan industri yang padat karya, seperti pariwisata yang selama ini tidak
dikembangkan secara maksimal oleh pemerintah daerah Provinsi Banten. Selain itu, pemerintah hendaknya
melakukan reformasi birokrasi melalui perbaikan tingkat kepastian berusaha (certainty of doing business )
terutama pada perizinan.
5. Tingkat Kualitas Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup
Capaian tren tingkat kualitas sumber daya alam dan lingkungan hidup di Provinsi Banten sejalan bahkan lebih
baik dari capaian secara nasional. Ini tidak terlepas dari upaya-upaya yang dilakukan dinas terkait dalam
menjadikan kawasan konservasi wilayah laut, pemberdayaan masyarakat pesisir dengan mengembangkan
budidaya terumbu karang, rehabilitasi lahan-lahan kritis dengan berbagai program, antara lain dengan
penanaman sejuta pohon, one man one tree, dan gerakan rehabilitasi lahan. Upaya lain adalah mendorong
pembibitan pohon yang dilakukan oleh masyarakat, sehingga mereka bisa menanami sendiri lahan yang
terlantar. Kebijakan yang diperlukan untuk meningkatkan tingkat kualitas sumber daya alam dan lingkungan
hidup adalah peningkatan anggaran untuk penyuluhan dan sosialisasi Undang-undang Perikanan, dan perlunya
regulasi pemerintah yang tegas dalam mengatur tata cara penangkapan ikan di laut yang banyak terdapat
terumbu karang sehingga tidak merusaknya.
43
47. 6. Tingkat Kesejahteraan Sosial
Kesejahteraan sosial di Provinsi Banten menunjukkan tren yang sejalan bahkan lebih baik dibandingkan dengan
nasional. Ini dimungkinkan karena Banten merupakan daerah Industri sehingga pendapatan per kapita tinggi dan
berimbas pada kesejahteraan rakyat. Tingkat kesejahteraan sosial per tahun cenderung membaik sejak tahun
2006, hal ini dimungkinkan dengan adanya dampak dari program-program nasional seperti BLT, PNPM, KUR,
dan sebagainya yang langsung terasa oleh masyarakat Banten. Ada hal yang perlu diperhatikan yaitu tingkat
pengangguran Banten yang lebih tinggi dari tingkat pengangguran nasional karena sebagian besar industri yang
ada di Banten bersifat padat modal sehingga membuka kesempatan kerja yang sedikit dan banyak industri yang
mengambil tenaga kerja dari luar Banten yang keterampilannya dianggap lebih sesuai dengan kebutuhan industri
tersebut . Beberapa rekomendasi kebijakan yang diperlukan adalah melanjutkan program-program pemerintah
seperti BLT, PNPM, dan KUR. Juga kebijakan pemberian ijin investasi yang lebih mudah bagi industri padat
karya, penggalian sumber-sumber PAD dan pembinaan industri UMKM yang dapat menyerap banyak tenaga
kerja sehingga dapat mengurangi penganguran.
44
48. LAMPIRAN
Tabel Pencapaian Indikator hasil (Output) Provinsi Banten
Capaian Tahun
Indikator Hasil (Outcomes) Indikator Hasil (Output)
2004 2005 2006 2007 2008 2009
TINGKAT PELAYANAN PUBLIK Pelayanan Publik
DAN DEMOKRASI
Persentase Jumlah kasus korupsi yang tertangani
dibandingkan dengan yang dilaporkan
100 100 100 100 100 90
Jumlah Kasus korupsi yang tertangani 11 36 38 44 50 51
Persentase aparat yang berijazah minimal S1 32.5 40.09 41.55 44.46 43.53 43.98
Persentase jumlah kabupaten/ kota yang memiliki
peraturan daerah pelayanan satu atap - - 50 67 67 83
Demokrasi
Gender Development Index (GDI) 56,70 58,10 59,00 60,3 63,2
Gender Empowerment Meassurement (GEM) 40,10 45,40 46,2 46,8 47,3
Tingkat partisipasi politik masyarakat dalam Pemilihan
Kepala Daerah Provinsi - - 57,98 - - -
Tingkat partisipasi politik masyarakat dalam Pemilihan
Legislatif 84,48 - - - - 71,72
Tingkat partisipasi politik masyarakat dalam Pilpres 73,48 - - - - 74,94
TINGKAT KUALITAS SUMBER
68.4 68.8 69.11 69.29 69.8
DAYA MANUSIA Indeks Pembangunan Manusia
Pendidikan
Angka Partisipasi Murni
SD/MI 94.12 93.24 94.83 91.74 93.41
Rata-rata nilai akhir
SMP/MTs 5.54 5.54 5.54 5.54 5.54 7.26
SMA/SMK/MA 5.79 5.9 6.08 6.47 6.65 7.52
Angka Putus Sekolah
SD 2.09 1.47 1.84 1.35 0.42
SMP 1.08 0.91 3.35 3.73 0.58
Sekolah Menengah 1.52 3.23 4.52 2.21 0.66
Angka melek aksara 15 tahun keatas 94 95.6 95.6 95.8 96.1
Persentase jumlah guru yang layak mengajar
SMP 62.8 67.57 84.25 83.97 67.04
Sekolah Menengah 83.31 83.49 80.02 76.45 77.81
Kesehatan
Umur Harapan Hidup (UHH) 63.3 64 64.3 64.45 64.9
Angka Kematian Bayi (AKB) 44 38 34
45