1. Dokumen tersebut membahas tentang etika profesi akuntansi, termasuk pengertian etika, profesionalisme, peranan etika dalam profesi akuntansi, serta lingkungan etika akuntan profesional.
2. Etika profesi akuntansi diperlukan untuk menjaga integritas dan kepercayaan publik terhadap akuntan sebagai profesional.
3. Lingkungan etika akuntan meliputi organisasi bisnis, masyarakat, serta peraturan dan harap
1. BAB 1 ETIKA
Pengertian Etika
Etika (ethics) menurut pengertian yang sebenarnya adalah filsafat tentang moral.
Jadi, etika merupakan ilmu yang membahas dan mengkaji nilai dan norma moral. Etika
merupakan refleksi kritis dan rasional mengenai (a) nilai dan norma yang menyangkut
bagaimana manusia, sebagai manusia, harus hidup baik, dan (b) masalah-masalah
kehidupan manusia dengan mendasarkan pada nilai dan norma-norma moral yang umum
diterima.
Etika dalam pengertian yang lebih luas adalah keseluruhan norma dan penilaian
yang dipergunakan oleh masyarakat untuk mengetahui bagaimana manusia seharusnya
menjalankan kehidupannya.
Etika dalam pengertian yang lebih sempit, sering diacu sebagai seperangkat nilai
atau prinsip moral yang berfungsi sebagai panduan untuk berbuat, bertindak, atau
berperilaku.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa etika berkaitan dengan bagaimana manusia
menjalankan kehidupannya, dan menaruh perhatian pada bagaimana (berperilaku untuk)
mencapai kehidupan yang baik dan lebih baik.
Profesionalisme dan Etika
Istilah profesional mengandung makna kualitas yang sangat tinggi (baik),
sedangkan profesi memiliki pengertian pekerjaan yang ditekuni dan menjadi tumpuan
hidup, atau dapat juga berarti bidang pekerjaan yang dilandasi oleh pendidikan keahlian
tertentu.
Profesi sering dibedakan menjadi dua jenis, yaitu profesi biasa dan profesi luhur.
Suatu profesi dibanun di atas landasan moral karena seorang profesional memang
dituntut untuk menghasilkan kinerja berstandar kualitas tinggi dan mengutamakan
kepentingan publik.
Profesional (seorang profesional) adalah orang yang menjalani suatu profesi, dan
karenanya, mempunyai tanggung jawab yang tinggi untuk berkarya dengan standar
kualitas tinggi dilandasi dengan komitmen moral yang tinggi pula.
Etika profesi atau etika profesional merupakan pembeda utama antara para
profesional dan orang-orang yang hanya sekadar ahli di bidang yang mereka pilih untuk
ditekuni.
Peranan Etika dalam Profesi Akuntansi
2. Profesi akuntansi mengandung karakteristik pokok suatu profesi, diantaranya adalah
jasa yang sangat penting bagi masyarakat, pengabdian bangsa kepada masyarakat, dan
komitmen moral yang tinggi.
Masyarakat menuntut untuk memperoleh jasa para akuntan dengan standar kualitas
yang tinggi, dan menuntut mereka untuk bersedia mengorbankan diri. Itulah sebabnya
profesi akuntansi menetapkan standar teknis atau standar etika yang harus dijadikan
sebagai panduan oleh para akuntan, utamanya yang secara resmi menjadi anggota
profesi, dalam melaksanakan tugas-tugas profesionalnya.
Jadi, standar etika diperlukan bagi profesi akuntansi karena akuntan memiliki posisi
sebagai orang kepercayaan dan menghadapi kemungkinan benturan-benturan
kepentingan. Kode etik atau aturan etika profesi akuntansi menyediakan panduan bagi
para akuntan profesional dalam mempertahankan diri dari godaan dan dalam mengambil
keputusan-keputusan sulit.
Etika Profesi dan Etika Kerja
Etika profesi atau etika profesional merupakan suatu bidang etika (sosial) terapan.
Etika profesi berkaitan dengan kewajiban etis mereka yang menduduki posisi yang
disebut profesional. Etika profesi berfungsi sebagai panduan bagi para profesional
dalam menjalani kewajiban mereka memberikan dan mempertahankan jasa kepada
masyarakat yang berstandar tinggi. Dalam kaitannya dengan profesi, etika meliputi
norma-norma yang mentransformasikan nilai-nilai atau cita-cita (luhur) ke dalam
praktik sehari-hari para profesional dalam menjalankan profesi mereka. Norma-norma
ini biasanya dikodifikasikan secara formal ke dalam bentuk kode etik atau kode perilaku
profesi yang bersangkutan.
Etika profesi biasanya dibedakan dari etika kerja yang mengatur praktek, hak, dan
kewajiban bagi mereka yang bekerja di bidang yang tidak disebut profesi (non-
profesional). Non-profesional adalah pegawai atau pekerja biasa dan dianggap kurang
memiliki otonomi dan kekuasaan atau kemampuan profesional. Namun demikian, ada
sejumlah pendapat yang menyatakan bahwa tidak ada alasan moral untuk mengeluarkan
etika kerja dari kajian etika profesional karena keduanya tidak terlalu berbeda jenisnya
kecuali yang menyangkut besarnya bayaran yang diterima dari pekerjaan mereka.
Masyarakat tidak mencemaskan pengambilalihan pekerjaan, tetapi masyarakat
mencemaskan penyalahgunaan kekuasaan/keahlian.
Pembedaan antara etika profesi dan etika kerja lazimnya dilakukan mengingat
aktivitas para profesional seperti dokter, pengacara, dan akuntan, adalah berbeda dengan
pekerja lain umumnya. Para profesional memiliki karakteristik khusus dari segi
pendidikan atau pelatihan, pengetahuan, pengalaman, dan hubungan dengan klien, yang
membedakannya dari dari pekerja non-profesional.
Lingkungan Etika Akuntan Profesional
3. - Pentingnya Pemahaman Lingkungan Etika
Lingkungan etika adalah arena bagi para akuntan profesional menjalani tugas-tugas
profesionalnya. Lingkungan etika ini meliputi organisasi bisnis dan nonbisnis yang
merupakan sasaran jasa profesional para akuntan, lingkungan bagi organisasi bisnis dan
nonbisnis tersebut, dan masyarakat secara umum, serta organisasi atau kantor yang
mempekerjakan mereka.
Akuntan profesional yang berfungsi menjembatani kepentingan-kepentingan yang
sering berlawanan tersebut harus menyadari dan memahami harapan publik terhadap
bisnis dan organisasi-organisasi lain yang menjadi sasaran jasa profesionalnya aar setiap
akuntan profesional dapat menemukan bagaimana seharusnya menafsirkan aturan-aturan
profesi mereka dan memadukan kearifan intelektual dan kearifan tindakan yang sesuai
dengan standar etika.
- Celah Kredibilitas dan Harapan
Pemahaman akan perkembangan dan tuntutan lingkungan memungkinkan para
akuntan profesional mengidentifikasi ada tidaknya celah harapan publik (expectation
gap) dan celah kredibilitas (credibility gap), yang selanjutnya memungkinkan mereka
untuk menutup celah tersebut.
Berbagai kasus skandal bisnis dan keuangan yang melibatkan para akuntan
profesional mulai terkuak. Kasus-kasus tersebut dapat mengindikasikan bahwa adanya
pengingkaran oleh sejumlah akuntan terhadap kepercayaan tinggi yang diberikan oleh
masyarakat kepada profesi akuntansi. Ini merupakan ancaman bagi para akuntan yang
bersangkutan dan profesi akintan secara keseluruhan, yang harus disadari sepenuhnya
dan ditanggapi sungguh-sungguh dengan meningkatkan kepatuhan terhadap standar
teknis maupun standar etika yang berlaku.
- Etika Bisnis dan Akuntan Profesional
Etika bisnis berarti menemukan dan bertindakdengan cara yang tepat dalam setiap
situasi bisnis. Di dalamnya terdapat dua isu yang berpengaruh dengan etika bisnis,
pertama, sulitnya menentukan tindakan yang benar-benar tepat dari satu situasi ke
situasi lainnya. kedua, keberanian dan keteguhan untuk melaksanakan tindakan yang etis
tersebut.
Ada beberapa alasan tentang betapa pentingnya dari sebuah etika bisnis, yaitu,
pelanggan menuntut perilaku beretika dari bisnis, etika menjadikan iklim kerja lebih
baik, dan pegawai yang makin diberdayakan memerlukan panduan yang lebih jelas.
Faktor pendorong dari peningkatan tuntutan etis, a. globalisasi, b. kompetisi, c.
teknologi, dan d. masalah-masalah lingkungan.
Hukum dan Etika dalam bisnis
4. Sejumlah pihak meyakini bahwa hukum, bukan etika, ialah satu-satunya panduan
relevan dengan alasan hukum dan etika mengatur dua realitas yang berbeda serta hukum
tidak lain adalah etika bisnis itu sendiri. Tetapi bagi seorang manajer, jika hanya
berpanduan pada hukum saja tidak cukup karena dapat membahayakan, berikut alasan-
alasan dalam mempertimbangkan suatu keputusan, antara lain:
1. Hukum tidak memadai untuk mengatur aspek-aspek tertentu dari aktivitas bisnis
2. Di bidang-bidang baru, hukum sering lamban berkembang
3. Hukum itu sendiri sering menggunakan konsep-konsep moral yang tidak
sepenuhnya didefinisikan
4. Hukum sering tidak tuntas karena memerlukan pengadilan sebagai pengambil
keputusan
5. Suatu alasan pragmatis bahwa hukum merupakan instrument yang tidak begitu
efisien dan semata-mata mendasarkan diri pada hukum mengundang legislasi dan
litigasi yang tidak diperlukan.
Pemahaman akan etika bisnis ini sangat penting bagi seorang akuntan professional
karena bisnis merupakan salah satu bindang penting bagi para akuntan professional
dalam mengerjakan tugasnya. Pemahaman etersebut akan membantu para akuntan
dalam menanggapi dan menangani masalah-masalah etis yang berkaitan dengan
praktik-praktik bisnis yang menjadi sasaran pengkajiandan penilaian mereka.
Prinsip- prinsip yang berlaku dalam etika bisnis ini hampir sama pada prinsip-
prinsip dari etika secara umum.
- Etika Pelayanan Publik dan Akuntan Profesional
Tuntutan akan efisiensi dan efektivitas organisasi, profesionalisme, dan standar
perilaku yang tinggi kini juga ditujukan pada birokrasi atau administrasi publik yang
bertanggung jawab terhadap pelayanan publik. Aparatur birokrasi semakin dituntut
untuk secara profesional menunujukkan kinerjanya yang berkualitas tinggi, dengan cara-
cara yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip etika.
Bagi akuntan profesional, perhatian terhadap praktik-praktik birokrasi serta isu-isu
etikanya dan perubahan-perubahan yang berlangsung adalah sangat penting dalam
rangka memperoleh pemahaman yang baik mengenai bagaimana akuntan profesional
seharusnya menafsirkan aturan-aturan profesi mereka sehingga dapat menempatkan diri
mereka secara tepat.
Etika Akuntan Profesional
Menurut pasal 4 ayat 1 Undang-Undang nomor 43 tahun 1999 tentang
Perubahan atas Undang-undang nomor 17 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian dijelaskan bahwa pegawai negeri adalah unsur aparatur negara yanag
5. bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat secara professional, jujur, adil dan
merata dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan.
Jika dilihat dari pengertian tersebut, maka tak heran bila kerap kali profesi
pegawai negeri dikaitkan dengan profesionalitas dan etika. Profesionalitas merujuk pada
kompetensi teknis pekerjaan itu sendiri yang menuntut hasil dengan standar tinggi.
Sedangkan etika lebih kepada kualifikasi perilaku moral bagi pegawai pelayan publik.
Urgensi kedua hal tersebut adalah untuk menjamin bahwa kebijakan-kebijakan publik
diimplementasikan dan menjadi realitas.
Sikap yang diperlukan :
1. Mempelajari dan menguasai pekerjaan Anda di bidang administrasi publik;
2. Menjadi pakar di bidang spesialisasi yang Anda pilih;
3. Menjadi teladan dalam berperilaku;
4. Memelihara pengetahuan dan keterampilan pada tingkat yang tinggi,
menghindari benturan kepentingan dengan menempatkan nilai pengabdian
kepada kepentingan publik di atas kepentingan pribadi;
5. Mendisiplinkan pelaku kesalahan dan anggota lainnya yang diyakini merusak
reputasi profesi;
6. Mengungkapkan kecurangan dan malpraktik;
7. Secara umum meningkatkan kemampuan Anda melalui berbagai upaya
pengembangan diri, termasuk penelitian, percobaan dan inovasi.
Profesionalisme dalam pelayanan publik memang membutuhkan komitmen yang
tinggi mengingat perilaku pelayan publik adalah terbuka sepanjang waktu dan menjadi
sasaran penilaian publik jika seorang pelayan publik gagal menjalankan tugasnya. Oleh
sebab itu, sebagai pegawai negeri yang bekecimpung dalam pelayanan publik sudah
sepantasnya menjunjung tinggi nilai-nilai profesionalisme yang bersesuaian dengan
nilai-nilai etika sebagai acuan perilaku dalam melayani publik.
1. Memberikan Manfaat Publik
Tujuan sosial yang harus dipenuhi meniadakan dorongan untuk mementingkan diri
sendiridan memperkaya birokrasi serta berusaha menjauhakan diri dari tindakan yang
merugikan dan harus menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan universal seperti
kebebasan HAM.
2. Menegakkan Aturan Hukum
Aturan hukum memberikan perlindungan terhadap penyalahgunaan kekuasaan dan
jabatan juga merupakan prinsip pertama pemerintahan yang demokratis.
3. Menjamin Adanya Tanggung Jawab dan Akuntabilitas Publik
Nilai ini menuntut pegawai negeri untuk menjadi pelindung kepentingan publik,
bersikap jujur, selalu memutakhirkan informasi dan tanggap.
4. Menjadi Teladan
Profesional dalam pelayanan publik berarti memiliki komitmen pengabdian
terhadap publik, pelaksana yang baik, memajukan kepentingan public dan memperbaiki
kondisi kehidupan tanpa mengharap imbalan.
6. 5. Meningkatkan Kinerja
Profesional di lingkungan pelayanan publik (birokrasi) mungkin kurang memiliki
otonomi dan independensi, namun demikian Anda harus selalu berusaha meningkatkan
kinerja Anda dalam berbagai bidang tanggung jawab.
6. Memajukan Demokrasi
Profesional di lingkungan pelayanan publik harus mengadopsi sejumlah nilai baru
yang beberapa di antaranya mungkin berbenturan dan memerlukan priorotisasi.
Selain hal-hal yang telah disebutkan di atas, pegawai negeri juga dituntut untuk
berpegang pada netralitas birokrasi, artinya birokrasi memberikan pelayanan
berdasarkan profesionalisme, bukan berdasarkan kepentingan politik. Birokrasi yang
netral, tidak memihak dan objektif diperlukan agar pelayanan dapat diberikan kepada
seluruh masyarakat tanpa memihak pada pihak tertentu.
BAB 2
TEORI DAN KONSEP ETIKA
Dalam bab ini akan menguraikan 3 teori etika, yaitu:
1. Teori Teleologi
Sering disebut teori konsekuensialis, menyatakan bahwa nilai moral suatu
tindakan atau praktik ditentukan semata- mata oleh konsekuensi dari tindakan atau
praktik tersebut. Benar atau salahnya tindakan dan praktek ditentukan oleh akibat yang
ditimbulkan oleh tindakan dan praktik tersebut.
Ada beberapa jenis teori teleologi, namun yang paling populer karena dipandang
paling realistik adalah teori utilitirian (utilitarianisme) yang benar atau salahnya suatu
tindakan ditentukan oleh baik atau buruknya konsekuensi bagi setiap orang yang
dipengaruhi oleh tindakan tersebut.
Sejalan denga pendirian utilitirianisme, pengambilan keputusan etis meliputi
langkah – langkah berikut:
a. Menentukan alternatif tindakan yang tersedia pada setiap situasi keputusan
b. Menaksir biaya dan manfaaat dari masing – masing alternatif tindakan bagi setiap orang
yang dipengaruhi oleh tindakan tersebut
c. Memilih alternatif tindakan yang menghasilkan jumlah terbesar manfaat atau jumlah
terkecil biaya.
2. Teori Deontologi
7. Teori ini menolak pendirian bahwa konsekuensi merupakan faktor relevan untuk
menentukan apa yang seharusnya kita perbuat. Menurut deontologi, tindakan atau
perbuatan tertentu adalah benar bukan karena manfaat bagi kita sendiri atau orang lain
tetapi karena sifat atau hakikat perbuatan itu sendiri atau kaidah yang diikuti untuk
berbuat.
Tujuh kewajiban moral adalah
a. Kewajiban menepati janji atau kesetiaan (fidelity)
b. Kewajiban ganti rugi (reparation)
c. Kewajiban terima kasih (gratitude)
d. Kewajiban keadilan (justice)
e. Kewajban berbuat baik (beneficence)
f. Kewajiban mengembangkan diri (self improvement)
g. Kewajiban untuk tidak merugikan (non-malificence)
3. Teori Etika Keutamaan
3 hal yang mencirikan keutamaan, yaitu:
a. Disposisi artinya keutamaan merupakan suatu kencenderungan tetap
b. Berkaitan dengan kemauan atau kehendak, artinya keutamaan adalah kecenderungan
tetap yang menyebabkan kehendak tetap pada arah tertentu.
c. Pembiasaan diri, artinya keutamaan tidak dimiliki manusia sejak lahir tetapi diperoleh
dengan cara membiasakan diri atau berlatih.
HAK
Ada beberapa jenis hak yang dapat dibedakan, yaitu
1. Hak legal dan hak moral
Hak legal adalah hak yang diakui dan ditegakkan sebagai bagian dari sistem hukum,
sedangkan hak moral adalah hak yang berasal dari suatu sistem norma moral yang tidak
bergantung kepada adanya sistem hukum.
2. Hak khusus dan hak umum
Hak khusus berkaitan denga individu – individu tertentu, sedangkan hak umum adalah
hak yang melibatkan klaim terhadap setiap orang atau kemanusiaan secara umum.
3. Hak negatif dan hak positif
8. Umumnya hak negatif berkorelasi dengan kewajiban pada pihak lain untuk tidak
bertindak terhadap kita. Di pihak lain, hak positif adalah hak yang mewajibkan orang
lain bertindak untuk kita.
KEADILAN
Menurut Aristoteles ada 3 jenis keadilan khusus, yaitu:
1. Keadilan distributif
Adalah keadilan dalam distribusi manfaat dan beban. Keadilan ini umumnya bersifat
perbandingan .
2. Keadilan kompensasi
Keadilan yang menyangkut masalah pemberian imbalan atau penggantian kepada
seseorang karena kekeliruan atau kesalahan yang menimpa dan merugikannya.
3. Keadilan retributif
Berkaitan dengan pemberian hukuman terhadap pelaku kesalahan
KEPEDULIAN
Salah satu karateristik pokok sudut pandang etika adalah objektivitas atau ketidak
berpihakan. Ini berarti bahwa setiap hubungan khusus yang kita miliki dengan orang
tertentu (keluarga, teman atau pegawai) harus dikesampingkan ketika menentukan apa
yang seharusnya kita lakukan.
BAB 3
PROFESIONALISME AKUNTANSI
Pengertian Dan Ciri-Siri Profesi
Profesi merupakan suatu kombinasi dari suatu sejumlah karekteristik yang memmbentuk
struktur profesi,tanggung jawab, dan hak-hak yang disatupadukan oleh seperangkat
nilai, yakni nilai-nilai yang menentukan bagaimana keputusan diambil dan bagaimana
tindakan ditempuh.
Lima profesi karakreristik yang umumnya dapat yang umumnya dapat di jumpai pada
setiap professi
• Bidang pengetahuan khusus yang diajarkan secara formaldan bersertifikat /berijasah
• Komitmen terhadap tujuan sosial yang menjadi alasan bagi keberadaan profesi
9. • Kapasitas untuk mengatur diri sendiri, seringkali degan sanksi hukum bagi mereka yang
melanggar norma-norma prilaku yang di sepakati
• Ijin dari pihak berwenang untuk berpraktik sebagai profesional
• Kedudukan dan prestise yang relatif lebih tinggi di masyarakat
Bidang pengetahuaan khusus dan pendidikan formal/profesional
Komitmen terhadap tujuan sosial
Seorang profesional tidak menuntut keistimewaanprofesional agar dapat
memaksimalkan keberuntunganya, dan lebih dari itu, tanggung jawab profesionalnyayag
utama bukan kepada diri sendiri,majikan atau klien,melainkan masyarakat
Sistem pengaturan diri
Untuk memberikan jasa dengan kualitas tinggi. Suatu profesi mengorganisasikan diri
dalam suatu wadah asosiasi yang selanjutnyamenentukan tidak hanya standar teknis
tetapi juga standar etika
Pengawasan dan /atau perijinan oleh pemerintah dan asosiasi profesi
karena jasanya sanggat penting bagi masyarakat , biasanya pemerintah berkepentingan
untuk melakukan pengaturan tertentu, khususnya dalam hal pengawasan, antara lain
melalui perizinan dan pemantauan.
Status dan Prestise yang relatif lebih tinggi di masyarakat
Karakteristik ini sebenarnya merupakan akibat dari empat karakteristik sebelumnya,
yaitu sebutan Profesional dan prestise diatas rata-rata di dalam masyarakat.Profesional
menghadapi tuntutan yang sangat tinggi tidak hanya dari luar tetapi juga dari dalam diri
sendiri. Tuntutan ini menyang kut tidak hanya keahlian ,tetapi juga komitmen moral.
Suatu profesi dapat diibaratkan sebagai bangunan; pondasi ,kerangka,dan atap.
Fondasi, mendasari setiap profesi haruslah fondasi yang kokoh, berupa pengetahuan
yang di akui yang sangat penting dan esensial bagi kemakmran masyarakat
Kerangka, ini meliputi tiga unsur yaitu (1) proses pendidikan ;(2)Proses ujian dan
sertifikasi;(3)tanggung jawab terhadap masyarakat.
Atap,meliputi unsur-unsur(1)asosiasi profesional,(2)kode etik,(3)standar teknis
Kewajiban Profesi dan Sifat Hubungan antara profesional dan Klien
Secara umum tanggung jawab yang di harapkan dari suatu profesional meliputi;
• Kompetensi di bidang keahliaanya
• Objektivitas dalam menawarkan atau memberikan jasa
10. • Intregritas dalam bertransaksi dengan klien
• Kerahasiaan dalam hubunganya urusan-urusan klien
• Penegakandisiplin kepada para anggota
Profesi sebagai komunitas
Komunitas ini tidak menempati suatu lokasi fisik, melainkan didefinisikan oleh aktivitas
yang dijalani oleh para anggota dan nilai-nilai yang di anut. Selain mewajibkan para
anggota untuk mematuhi stadar teknis dan memutahirkan kecakapan atau kompetensi
teknis selain itu juga standar etika.
Sumber-sumber Panduan Etika
1. Kode Etik/ Aturan Perilaku
- Ditetapkan oleh asosiasi profesi dan perusahaan atau organisasi tempat kerja.
2. Hukum dan jurisprudensi
Akuntansi sebagai Profesi
Akuntansi telah memenuhi lima unsur pokok yang mencirikan suatu profesi. Untuk
menjadi akuntan, seseorang harus belajar lama dan keras, menyelesaikan pelajaran
(mata kuliah) akuntansi dan bisnis dalam suatu jumlah minimum yang ditetapkan, lulus
ujian yang panjang dan sulit, memiliki acuan karakter, memperoleh pengalaman
profesional dalam jangka waktu yang cukup, dan mampu menjalani tugas-tugas khusus
secara tuntas dan efisien agar diakui secara khusus. Selain itu, seorang akuntan juga
diharuskan untuk memenuhi persyaratan pendidikan berkelanjutan untuk
memutakhirkan kecakapan dalam rangka mempertahankan status profesionalnya.
Tanggung jawab profesional para akuntan yang utama bukan pada diri sendiri, majikan
(organisasi yang mengarahkan mereka), atau bahkan klien, melainkan kepada
masyarakat.
Komponen-komponen yang membentuk struktur profesi dapat dipengaruhi oleh
akuntansi.
Harapan Publik akan Profesionalisme Akuntan
Konsekuensi dari pengakuan atas profesionalismenya sebagai seorang akuntan
adalah seorang akuntan profesional harus memiliki kompetensi atau kemahiran khusus
dalam teknis akuntansi dan memiliki pemahaman yang lebih tinggi daripada
pemahaman orang awam mengenai bidang-bidang yang terkait dengan akuntansi seperti
pengendalian manajemen, perpajakan, dan sistem akuntansi.
Selain itu, para profesional juga diharapkan mematuhi tanggung jawab dan nilai-
nilai profesionalisme pada umumnya, dan mematuhi norma-norma khusus (aturan etika)
yang ditetapkan oleh organisasi profesi tempat mereka bernaung. Penyimpangan dari
11. norma-norma yang diharapkan ini dapat menyebabkan hilangnya kredibilitas mereka
atau bahkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap profesi secara keseluruhan.
Karakteristik pokok profesi akuntansi:
- Penyediaan jasa kepercayaan yang penting bagi masyarakat
- Keharusan memiliki pengetahuan dan keterampilan khusus yang mendalam
- Pengawasan melalui sistem pengaturan diri dan keanggotaan
- Akuntabilitas kepada otoritas pemerintah
Kewajiban pokok dalam kaitannya dengan hubungan kepercayaan
- Perhatian terus-menerus terhadap kebutuhan klien dan pihak-pihak lain yang
berkepentingan (stakeholders)
- Pengembangan dan pemeliharaan pengetahuan dan keahlian yang dipersyaratkan
- Pemeliharaan reputasi kepatutan sebagai pribadi
- Pemeliharaan reputasi kredibilitas sebagai anggota profesi
Hak-hak yang dapat diperoleh
- Kemampuan untuk menyandang sebutan profesional dan menjalankan praktik
profesional
- Kemampuan atau keikutsertaan dalam menentukan standar masuk dan menguji calon
anggota profesi
- Partisipasi dalam pengembangan praktik akuntansi dan audit
- Akses terhadap beberapa atau semua bidang kegiatan akuntansi dan audit
Nilai-nilai yang diperlukan untuk menunaikan kewajiban dan mempertahankan hak
- Kejujuran
- Integritas
- Objektivitas
- Kehati-hatian
- Kompetensi
- Kerahasiaan
- Komitmen untuk mendahulukan kepentingan publik, klien, profesi, dan organisasi atau
perusahaan daripada kepentingan pribadi
12. BAB 4
PANDUAN ETIKA BAGI PROFESI AKUNTANSI
Pentingnya Etika Profesi bagi Akuntan
Alasan yang mendasari setiap profesi menuntut para anggotanya (para profesional)
bertindak atau menjalankan kewajiban profesinya dengan standar etika yang tinggi
adalah kebutuhan akan kepercayaan masyarakat sehubungan dengan kualitas jasa yang
diberikan, terlepas dari individu yang melaksanakannya.
Kerangka Dasar Etika Profesi
Agar efektif, kode etik perlu mengkombinasikan prinsip – prinsip dengan sejumlah
terbatas aturan khusus. Jika kode etik disusun untuk mencakup semua masalah, maka
kode etik tersebut akan terlalu besar. Dengan landasan pemikiran semacam ini, maka
kode etik profesi umumnya meliputi unsur – unsur berikut ini:
1. Pendahuluan dan Tujuan
2. Prinsip dan Standart Pokok
Umumnya kode etik profesi meliputi prinsip dan standar pokok berupa kewajiban bagi
para anggota profesi untuk:
a. Mempertahankan reputasi dan kemampuan dalam memenuhi kepentingan publik
b. Melaksanakan tanggung jawab dengan integritas, objektivitas, independensi, kompetensi
profesional, kehati hatian, menjaga kerahasiaan
c. Tidak terkait dengan informasi yang menyesatkan atau salah saji
3. Aturan Umum
4. Aturan Khusus
5. Disiplin
6. Interpretasi Aturan
Kode Etik Akuntan Publik AS (AICPA)
Kode etik AICPA meliputi 4 komponen, yaitu
1. Prinsip –prinsip etika
Merupakan standar ideal perilaku etis yang dinyatakan secara filosofis. Komponen ini
tidak mengikat.
13. 2. Aturan perilaku
Merupakan standar minimum yang dinyatakan sebagai aturan khusus. Komponen ini
mengikat.
3. Interpretasi aturan perilaku
Komponen ini tidak mengikat tetapi penyimpangannya harus ada alasan yang dapat
diterima.
4. Pengaturan etis
Meliputi penjelasan dan jawaban yang dipublikasikan atas pertanyaan aturan perilaku
yang diajukan oleh para anggota.
Kode Etik Akuntan Manajemen AS (IMA)
Standar etika ini terdiri dari empat kategori perilaku atau tanggung jawab etis, yaitu:
1. Kompetensi
2. Kerahasiaan
3. Integritas
4. Objektivitas
Kode Etik Akuntan Indonesia
Prinsip – prinsip etika dalam kode etik IAI yaitu:
1. Tanggung jawab profesi
2. Kepentingan umum
3. Integritas
4. Objektivitas
5. Kompetensi dan kehati hatian profesional
6. Kerahasiaan
7. Perilaku profesional
8. Standar teknis
Lampiran 4-A
Prinsip Etika Ikatan Akuntan Indonesia
• Mukadinah
14. 1. Keanggotaan dalam Ikatan Akuntan Indonesia bersifat sukarela. Dengan menjadi
anggota, seseorang akuntan mempunyai kewajiban untuk menjaga disiplin diri di atas
dan melebihi yang disyaratkan oleh hokum dan peraturan.
2. Prinsip Etika Profesi dalam Kode Etik Ikatan Akuntan Indoensia menyatakan pengakuan
profesi akan tanggung-jawabnya kepada public, pemakai jasa akuntan, dan rekan.
• Prinsip Pertama – Tanggung Jawab Profesi
Dalam melaksanakan tanggung-jawabnya sebagai professional, setiap anggota harus
senatiasa menggunakan pertimbangan moral dan professional dalam semua kegiatan
yang dilakukannya.
1. Sebagai professional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Anggota
harus selalu bertanggung jawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk
mengembangkan profesi akuntansi,memelihara kepercayaan masyarakat, dan
menjalankan tanggung jawab profesi dalam dalam mengatur dirinya sendiri.
• Prinsip Kedua – Kepentingan Umum (Publik)
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan
kepada public, menghormati kepercayaan public, dan menunjukkan komitmen atas
profesionalisme.
1. Satu ciri utama dari profesi adalah penerimaan tanggung jawab kepada public. Profesi
akuntan memegang peranan yang penting di masyarakat, di mana public dari profesi
akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai,
investor, dunia bisnis dan keuangan,dan pihak lainnya bergantung pada objektivitas dan
integritas akuntan dalam menjaga berjalannya fungsi bisnis secara tertib.
2. Profesi akuntan dapat tetap berada pada posisi yang penting ini hanya dengan terus
menerus memberikan jasa yang unik ini pada tingkat yang menunjukkan bahwa
kepercayaan masyarakat dipegang teguh.
3. Dalam memmenuhi tanggung jawab profesionalnya, anggota mungkin mengahadapi
tekanan yang saling berbenturan dengan pihak-pihak yang berkepentingan.
4. Mereka yang memperoleh pelayanan dari anggota mengharapkan anggota memenuhi
tanggung jawabnya dengan integritas, objektivitas, keseksamaan professional, dan
kepentingan untuk melayani public.
5. Semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan public.
6. Tanggung jawab seorang akuntan tidak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan klien
individual atau pemberi kerja. Dalam melaksanakan tugasnya seorang akuntan harus
mengikuti standar profesi yang dititikberatkan pada kepentingan public, misalnya:
Auditor independen membantu memelihara integritas dan efisiensi dari laporan
keuangan yang disajikan pada lembaga keuangan.
Eksekutif keuangan bekerja di berbagai bidang akuntansi manajemen dalam organisasi
dan memberikan kontribusi terhadap efisiensi dan efektivitas dari pengguna sumberdaya
organisasi.
Auditor intern memberikan keyakinan tentang system pengendalian internal yang baik
untuk meningkatkan keandalan informasi keuangan dari pemberi kerja kepada pihak
luar.
Ahli pajak membanu membangun kepercayaan dan efisiensi serta penerapan yang adil
dari system pajak
15. Konsultan manajemen mempunyai tanggung jawab terhadap kepentingan umum.
• Prinsip Ketiga – Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan public, setiap anggota harus
memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
1. Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan
professional;
2. Integritas mengharuskan seorang anggota untuk , antara lain, bersikap jujur dan berterus
terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa.
3. Integritas diukur dalam bentuk apa yang benar dan adil.
4. Integritas juga mengharuskan anggota untuk mengikuti prinsip objektivitas dan kehati-
hatian professional.
• Prinsip Keempat – Objektivitas
Setiap anggota harus menjaga objektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan
dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
1. Objektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan
anggota. Prinsip objektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur
secara intelektual, tidak berprasangka atau bias.
2. Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan
objektivitas mereka dalam berbagai situasi.
3. Dalam menghadapi situasi dan praktik yang secara spesifik berhubungan dengan aturan
etika sehubungan dengan objektivitas pertimbangan yang cukup harus diberikan
terhadap factor-faktor berikut:
a. Adakalanya anggota dihadapkan pada situasi yang memungkinkan mereka menerima
tekanan-tekanan yang diberikan padanya.
b. Adakalanya tidak praktis untuk menyatakan dan menggambarkan semua situasi dimana
• Prinsip kelima- kompetensi dan kehati-hatian profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan kehati-hatian,
kompetensu dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan
pengetahuan dan keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk
memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memproleh manfaat dari jasa profesional
yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legalisasi dan teknik yang paling
muktahir
1. Kehati-hatian profesional mengharuskan anggota untuk memenuhi tanggung jawab
profesionalnya dengan kompetensi dan ketekunan. Hal ini berarti bahwa anggota
mempunyai kewajiban untuk menggunakan keahliannya dengan sebaik-baiknya
2. Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Angggota seyongyanya
tidak menggambarkan dirinya memiliki keahlian atau pengalaman yang tidak mereka
punyai.
Pencapaian Kompetensi Profesional
Pencapaian kompetensi profesional pada awalnya memerlukan standar pendidikan
umum yang tinggi, diikuti oleh pendidikan khusus, pelatihan dan ujian profesional
dalam subyek-subyek yang relevan, dan pengalaman kerja. Hal ini harus menjadi
pengembangan yang normal untuk anggota
16. Pemeeliharaan Kompetesi Profesional
Kompetensi profesional harus dipelihara dan dijaga melalui komitmen untuk belajar dan
melakukan peningkatan profesional secara berkesinambungan selama kehidupan
profesional anggrota
3. Kompetensi menunjukan terdapatnya pencapaian dan pemahaman dan pengetahuan
yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan
kecerdikan.
4. Anggota harus tekun dalam memenuhi tanggung-jawabnya kepada penerima jasa dan
publik. Ketekunan mengandung arti pemenuhan tanggung-jawab untuk memberikan jasa
dengan segera dan berhati-hati, sempurna dan mematuhi standar teknis etika yang
berlaku
5. Kehati-hatian profesional mengharuskan anggota untuk merencanakan dan mengwasi
secara seksama kegiatan profesional yang menjadi tanggung jawabnya.
• Prinsi Keenam-Kerahasian
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama
melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi
tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum
untuk mengungkapkannya
1. Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien
atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya.
Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antara anggota dan klien
berakhir
2. Kerahasisaan harus dijaga oleh anggota kecuali jika persetujuan khusu telah diberikan
atau terdapat kewajiban legal atau profesional untuk mengungkapkan informasi
3. Anggota mem[punyai kewajiban untuk memastikan bahwa staf dibawah pengawasannya
menghormati prinsi p kerahasiaan
4. Anggota tidaklah semata-maat masalah pengungkapan informasi. Kerahasiaan juga
mengharuskan anggota yang memperoleh informasi selama melakukan jasa profesional
tidak menggunakan informasi tersebut untuk keuntungan pribadi
5. Anggota yang mempunyai akses terhadap informasi tentang rahasian penerima jasa
tidak boleh mengungkapkannya ke publik
6. Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan
dengan kerahasiaan didefenisikan dan bahwa terdapat panduan mengenai sifat dan luas
kewajiban kerahsiaan mengenai berbagai keasaan dimana informasi yang diperoleh
selama melakukan jasa profesional dapat atau perllu diungkapkan
7. Berikut ini adalah conto-contoh hal yang harus dipertimbangkan dalam menentukan
sejauh mana informasi rahsian dapat diungkapkan.
Apabila pengungkapan diizinkan
Pengungkapan diharuskan oleh hukum
Ketika ada kewajiban atau hak profesional untuk mengungkapkan
• Prinsip ketujuh- Prilaku Profesional
Stiap anggota harus berprilaku profesional yang konsisten dengan reputasi profesi yang
baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
17. 1. Kewajiban untuk menjauhhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus
dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa,
pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
• Prinsi Kedelapan- Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan
standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan kehati-hatian,
anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa
selama penugasan tersebut sejalan dengan integritas dan objektivitas
1. Standar teknis dan standar profesional yang harus ditaati anggota adalah standar teknis
yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia , Intenational federation of
Accountans, badan pengatur, dan peraturan perundang-undangan yang relevan.
Lampiran 4-B
Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik
KETERTERAPAN (APPLICABILITY)
Aturan Etika ini harus diterapkan oleh anggota Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen
Akuntan Publik (IAI-KAP) dan staf profesional.
DEFINISI
Klien adalah orang atau badan yang memepekerjakan seseorang atau lebih anggota IAI-
KAP atau KAP tempat anggota bekerja untuk melaksanakan jasa profesional.
Laporan keuangan adalah suatu penyajian data keuangan termasuk catatan yang
menyertainya, bila ada, yang dimaksudkan untuk mengkomunikasikan sumber daya
ekonomi (aktiva) dan/atau kewajiban suatu entitas pada saat tertentu atas perubahan
atasnya selama satu periode tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku
umumatau basis akuntansi komprehensif selain prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Data keuangan lainnya yang digunakan untuk mendukung rekomendasi kepada klien
atau yang terdapat dalam dokumen untuk suatu pelaporan yang diatur dalam standar
atestasi.
Kantor Akuntan Publik (KAP) adalah suatu bentuk organisasi akutan publik yang
memperoleh ijin sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berusaha di bidang
pemberian jasa profesional dalam praktik akuntan publik.
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) adalah wadah organisasi profesional akuntan Indonesia
yang diakui pemerintah.
Ikatan Akuntan Indonesia-Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP) adalah wadah
organisasi para akuntan Indonesia yang menjalankan profesi sebagai akutan publik atau
bekerja di kantor akutan publik.
Anggota adalahsemua anggota IAI-KAP.
Anggota KAP adalah anggota IAI-KAP dan staf profesional yang bekerja pada satu
KAP.
Akuntan publik adalah akuntan yang memiliki izin dari Menteri Keuangan atau pejabat
yang berwenang lainnya untuk menjalankan praktik akuntan publik.
Praktik akuntan publik adalah pemberian jasa profesional kepada klien yang dilakukan
oleh anggota IAI-KAP yang dapat berupa jasa audit, jasa atestasi, jasa akuntansi dan
18. review, perpajakan, perencanaan keuangn perorangn, jasa pendukung litigasi, dan jasa
lainnya yang diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik.
INDEPENDENSI, INTEGRITAS DAN OBJEKTIVITAS (100)
Independensi (101)
Independen dalam fakta (in fact) maupun dalam penampilan (in appearance).
Integritas dan Objektivitas (102)
Bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest) dan tidak boleh membiarkan
faktor salah saji material (material misstatement) atau mengalihkan
(mensubordinasikan) pertimbangannya kepada pihak lain.
STANDAR UMUM DAN PRINSIP AKUNTANSI (200)
Standar Umum (201)
1) Kompetensi profesional
Anggota KAP hanya boleh melakukan pemberian jasa profesional yang secara layak
(reasonable) diharapkan dapat diselesaikan dengan kompetensi profesional.
2) Kecermatan dan keseksamaan profesional
Anggota KAP wajib melakukan pemberian jasa profesional dengan kecermatan dan
keseksamaan profesional.
3) Perencanaan dan supervisi
Anggota KAP wajib merencanakan dan mensupervisi secara memadai setiap
pelaksanaan pemberian jasa profesional.
4) Data relevan yang memadai
Anggota KAP wajib memperoleh data relevan yang memadai untuk menjadi dasar yan
layak bagi simpulan atau rekomendasi sehubungan dengan pelaksanaan jasa
profesionalnya.
Kepatuhan terhadap Standar (202)
Anggota KAP yang melaksanakan penugasan jasa auditin, atestasi, review kompilasi,
konsultasi manajemen, perpajakan, atau jasa profesional lainnya wajib mematuhi
standar yang dikeluarkan oleh badan pengatur standar yang ditetapkan oleh IAI.
Prinsip-prinsip Akuntansi (203)
Anggota KAP tidak diperkenankan:
1) Menyatakan pendapat atau memberikan penegasan bahwa laporan keuangan lain suatu
entitas disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
2) Menyatakan bahwa tidak menemukan perlunya modifikasi material yang harus
dilakukan terhadap laporan atau data tersebut agar sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku.
TANGGUNG JAWAB KEPADA KLIEN (300)
Informasi Klien yang Rahasia (301)
Anggota KAP tidak diperkenankan mengungkapkan informasi klien yang rahasia, tanpa
persetujuan dari klien. Ketentuan ini tidak dimaksudkan untuk :
1) Membebaskan anggota KAP dari kewajiban profesionalnya
2) Mempengaruhi kewajiban anggota KAP
3) Melarang review praktek profesional seorang Anggota sesuai dengan kewenangan IAI
4) Menghalangi Anggota dari pengajuan pengaduan keluhan
19. Fee Profesioal (302)
1) Besaran Fee
Besarnya fee anggota dapat bervariasi tergantung:
• Risiko penugasan
• Kompleksitas jasa yang diberikan
• Tingkat keahlian
• Struktur biaya KAP
2) Fee Kontinjen
Adalah fee yang ditetapkan untuk pelaksanaan jasa profesional tanpa fee yang
dibebankan. Fee dianggap tidak kontinjen jika ditetapkan oleh pengadilan. Anggota
KAP tidak diperkenankan untuk menetapkan fee kontinjen apabila mengurangi
independensi.
TANGGUNG JAWAB KEPADA REKAN SEPROFESI (400)
Tanggung Jawab kepada Rekan Seprofesi (401)
Anggota wajib memelihara citran profesi, dengan tidak melakukan perkataan dan
perbuatan yang dapat merusak reputasi rekan seprofesi.
Komunikasi antar akuntan Publik (402)
Anggota wajib berkomunikasi tertulis dengan akuntan publik pendulu bila mengadakan
perikatan.
Perikatan Atestasi (403)
Akuntan publik tidak diperkenankan mengadakan perikatan Atestasi yang jenisnya
sama dengan yang lebih dahulu.
TANGGUNG JAWAB DAN PRAKTEK LAIN (500)
Perbuatan dan Perkataan yang Mendiskreditkan (501)
Anggota tidak diperkenankan melakukan tindakan yang mencemarkan profesi.
Iklan, Promosi, dan Kegiatan Pemasaran lainnya (502)
Anggota diperkenankan mencari klien melalui pemasangan iklan dan promosi asal tidak
merendahkan citra profesi.
KOMISI DAN FEE REFERAL (503)
1) Komisi
Komisi adalah imbalan dalam bentuk uang atau barang untuk memperoleh perikatan
2) Fee Referal (rujukan)
Adalah imbalan yang dibayarkan kepada sesama penyedia jasa profesional akuntan
publik.
Bentuk Organisasi dan KAP (504)
Anggota hanya dapat berpraktik akuntan publik dalam bentuk organisasi yang diizinkan
oleh peraturan perundang undangan yang berlaku.
20. Kerangka Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia
Tanggung Jawab Profesi
Kepentingan Umum
Integritas
Objektivitas IAI Pusat
Prinsip Etika
Kompetensi
Kehati hatian Profesional
Kerahasiaan
Perilaku Profesional
Standard Teknis
Aturan Etika IAI KAP
Independensi Standard Tanggung Tanggung Tanggung RAPAT
Integritas umum prinsip jawab kepada jawab kepada jawab dan ANGGOTA
objektivitas akuntansi klien rekan praktek lain K
KAP
Pengurus IAI
Interpretasi aturan KAP
etika
Tanya dan Jawab Dewan Staf
21. BAB 5
INTEGRITAS, OBJEKTIVITAS, DAN INDEPENDENSI
Pengertian Integritas, Objektivitas, dan Independensi
Integritas, mengacu pada kepatuhan yang konsisten terhadap prinsip-prinsip
moral, intelektual, profesional atau keindahan meskipun ada godaan ubtuk
meninggalkan prinsip-prinsip tersebut. Secara singkat integritas ini dapat disimpulkan
sebagai keteguhan hati yang tidak mudah tergoyahkan dan menunjukkan bahwa setiap
apa yang telah fisanggupinya dilaksanakan sesuai prosedur tanpa dipengaruhi oleh orang
lain.
Ojektivitas, ialah suatu unsur karakter yang menunjukkan kemampuan seseorang
untuk menyatakan segala sesuatu apa adanya, terlepas dari kepentingan pribadi maupun
pihak lain. Prinsip objektivitas ini mengharuskab untuk bersikap adil, tidak memihak,
jujur secara intelektual, tidak berprasangka, serta bebas dari kepentingan pihak lain.
Independensi, secara umum didefinisikan dengan mengacu pada kebebasan dari
hubungan yang merusak atau tampaknya merusak kemampuan akuntan untuk
menerapkan objektivitas. Kebebasan dari hubungan ini masih terlalu sempit sehungga
independensi dapat di artikan juga sebagai kemampuan untuk bertindak dengan
integritas dan objektivitas.
Independensi dan Profesionalisme
Profesional, merupakan bntuk dari pengalaman dan kemampuan mengenali/
memahami suatu bidang tertentu, seorang profesional tidak akan mensubordinasikan
dirinya kepada orang lain. Setiap tindakan harus disertai dengan independensi sehingga
secara total tindakan itu akan mencapai hasil yang maksimal tetapi dalam kenyataan
tidak semua independensi ini dapat diterapkan dengan mudah, sehingga independensi ini
akan secara maksmal dilaksanakan jika didampingi dengan sebuah profesinalisme.
Independensi dan Akuntan Publik
22. Secara tradisional para akuntan telah memandang independensi menjadi tiga
tataran, antara lain:
1. agar menggunakan sudut pandang yangtidak bias, seorang auditor harus memiliki
keutamaan-keutamaan berupa kejujuran, objetivitas, dan tanggung jawab.
2. independensi mengacu kepada hubungan antara akuntan dengan klien.
3. independensi berarti akuntan publik harus menghindari setiap hubungan yang dapat
menyebabkan seorang pemerhati patut menduga adanya benturan kepentingan.
Dengan demikian terlihat bahwa padavtataran pertama dan kedua independensi
adalah suatu kondisi mental dan karakter profesional, yang disebut sebagai integritas
dan objektivitas. Untuk tataran ketiga buka pada seorang profesional melainkan
pandangan ke pada seorang prifesional.
Independensi dalam kenyataan
Independensi dalam kenyataans merupakan norma dalam kehidupan sehari-hari
seorang profesional. Sehingga sangat sulit untuk menerapkan independensi ini.
Independensi dalam penampilan
Untuk independensi dalam penampilan ini, independensi dilihat dari sisi
pengguna atau pihak luar, sehingga seorabg berlaku seindependen mungkjn untuk
meyakinkan bahwa seorang auditor tidak berpihak, walaupun demikian masih saja pihak
luar atau pemeriksa masih meragukan hal tersebut.
Beberapa isu Independesi dalam penampilan
1. kompetensi di antara kantor-kantor akuntan;
2. makin besarnya peran jasa konsultasi yang ditawarkan oleh auditor;
3. besar dan tumbuhnya ukuran kantor akuntan;
4. lamanya sebuah kantor akuntan publik telah mengaudit klien tertentu.
Independensi dalam Kode Etik Akuntan Indonesia
Sesuai aturan etika no. 100, independensi auditor memiliki dua dimensi yaitu
independensi dalam kenyataan (in fact) dan i.dependensi dalam penampilan (in
appearance).
Independensi dan Akuntan Manajemen (Intern)
Audito intern atau akuntan manajemen ini harus berintegritas dan objektif dalam
melaksanakab tugas-tugas profesionalnya. untuk mengawasi bekerjanya akuntan
manajemen, di Indonesia telah membentuk badan berupa Satuan Pengawasan Intern aau
SPI. Lazimnya seorang auditor intern independen dengan apa yang ia audit atau tidak
bersangkutan dengan yang diauditnya.
23. BAB 6
BENTURAN KEPENTINGAN DAN KERAHASIAAN
Pengertian Umum Benturan Kepentingan
Dalam pengertiannya, benturan kepentingan tidak semata-mata suatu benturan
antara kepentingan yang berlawanan, meskipun sebenarnya hal ini terkait juga. Secara
lebih tegas, benturan kepentingan merupakan suatu benturan yang terjadi apabila
kepentingan pribadi sesorang mempengaruhi rindakannya untuk memenuhi kepentingan
pihak lain ketika orang tersebut kerkewajiban untuk bertindak demi kepentingan pihak
lain itu.
Klasifikasi Benturan Kepentingan
Semua situasi benturan kepentingan adalah kecurigaan dari segi moral, namun
beberapa diantaranya lebih serius daripada yang lain. Terdapat tig carq untuk
membedakan benturan kepentingan, antara lain:
1. Benturan kepentingan aktual dan potensial
Aktual di sini apabila kepentinan pribadi menyebabkan seseorang bertindak
bertentangan denan pihak lain yang seharusnya dipenuhi opeh orang tersebut. Potensial
apabila terdapat kemungkinan bahwa seseorang akan tidak mampu memenuhi
kewajiban untuk berttindak memenuhi kepentingan pihak lain, sekalipun orang tersebut
belum melakukannya.
2. Benturan kepentingan pribadi dan non-pribadi
Jika seorang akuntan yang kepentingan pribadinya berbenturan dengan kepentingan
klien disebut benturan kepentingan pribadi, sedangkan saat seorang akuntan
memberikan jasanya, maka disbut benturan kepentingan non-pribadi.
3. Benturan kepentingan individu dan organisasi
Dalam hubungan keagenan, lazimnya adalah seorang yang bertindak demi
kepentingan prinsipal. Prinsipal ini bisa individu atau organisasi. Akan tetapi, organisasi
juga dapat bertindak sebagai agen dan karenanya jua bisa merupakan pihak yang
kepentingannya berbenturan.
Bentuk-bentuk Benturan Kepentingan
a. Pertimbangan yang bias
Benturan ini biasanya berupa pertimbangan akuntan yang mementingkan
kepentingan pribadinya sehingga mengabaikan kepentingan klien.
24. b. Kompetisi langsung
Ini dapat berupa benturan dalam pekerjaan seorang pegawai dengan perusahaannya
di mana sama-sama memiliki kepentingan.
c. Penyalahgunaan kedudukan/posisi
Biasanya dengan kedudukan benturan yang terjadi berupa nepotisme atau
mengedepankan keluarga dengan jabatannya daripada seseorang yang mungkin lebih
ahli yang bukan keluarganya.
d. Pelanggaran kerahasiaan
Pelanggaran ini biasanya untuk mendapatkan kepentingan pribadinya dengan
mengungkapkan rahasia yang merugikan pihak lain.
Benturan Kepentingan dan Akuntan Profesional
Benturan yang terjadi pada Akuntan profesional yaitu kepentingan atau
hubungan yang membuat pertimbangan-pertimbangan seorang akuntan dapat goyah,
sehingga seorang akuntan harus tetap menjag integritas, objektivitas dan independensi
nya terhadap setiap kepentinan dan hubungan.
Jenis-jenis Benturan Kepentingan bagi Akuntan Profesional
1. kepentingan pribadi seorang akuntan berbenturan dengan kepentingan stakeholder atau
orang lain.
2. kepentingan pribadi akuntan dan beberapa stakeholder berenturan dengan stakeholder
lainnya.
3. kepentingan satu klien diutamakan daripada kepentingan klien lainnya.
4. kepentingan satu atau beberapa stakeholder berbenturan dengan satu atau beberapa
stakeholder lainnya.
Kerahasiaan dan Akuntan
Dari sudut pandang etika, kerahasiaan dapat dibenarkan menurut teori utilitarian
maupun deontologi atau teori kewajiban. Dalam perspektif deontologi mempunyai dua
aspek yang dapat dirunut ke kewajiban prima facie yaitu kita mempunyai kewajiban
untuk menepati janji dan kita mempunyai kewajiban untuk tidak merugikan orang lain
khususnya klien dan pihak yang bergantung dengan kita.
Kerahasiaan dan Akuntan Publik
Secara singkat, menjaga kerahasiaan informasi klien merupakan salah satu jenis
tanggung jawab akuntan publik terhadap klien selain tanggung jawab untuk menjaga
mutu pekerjaannya.
Kewajiban menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh selama pelaksanaan
tugas profesional ini merupakan kewajiban tidak hanya akuntan publik, tetapi juga
semua staf dan karyawan yang bekerja di kantor akuntan publik. Dalam hal ini, akuntan
25. publik bertanggungjawab atas dipatuhinya ketentuan ini oleh staf dan karyawan yang
bekerja di kantornya. Namun demikian, aturan yang melarang auditor untuk
mengungkapkan informasi rahasia tidak berlaku mutlak. Larangan tersebut tidak dapat
digunakan untuk :
1. Membebaskan anggota darikewajibannya memenuhi standar teknis yang ditetapkan oleh
profesi sesuai dengan etika.
2. Mempengaruhi kewajiban anggota untuk mematuhi peraturan peundang-undangan yang
berlaku seperti panggilan resmi untuk penyidikan ileh pejabat pengusut atau melarang
kepatuhan anggota terhadap ketentuan peraturan yang berlaku.
3. menghambat penelaahan praktik profesional anggota berdasarkan kewenangan dari
organisasi profesi.
4. Mengesampingkan anggota mengajukan keberatan terhadap atau menjawab setiap
pertanyaan yang diajukan oleh badan investigasi atau badan penegakan disiplin yang
diakui atau sah.
BAB 7
KERANGKA ANALISIS ETIKA DAN ISU-ISU ETIKA DALAM PRAKTIK
AKUNTANSI
Apabila dalam rangka pelaksanaan tugasnya seorang pegawai atau seorang profesional
menghadapi masalah etika, maka panduan pertama yang harus digunakan untuk
menyelesaikan adalah kode etik (atau aturan perilaku) organisasi atau kode etik profesi.
Untuk memberikan pemahaman yang baik tehadap masalah-masalah etika, bab ini juga
memberikan beberapa contoh masalah etika yang banyak dijumpai oleh akuntan
profesional dalam menjalankan pekerjaannya.
Pentingnya Kepekaan Etis
Tak diragukan lagi, sebagian besar dari kita berkeinginan menjadi orang yang beretika
dan bahkan kita beranggapan bahwa kita adalah orang yang berperilaku etis seetis, atau
bahkan lebih etis daripada orang lain. Namun hal ini sering melemahkan kepekaan kita
terhadap isu-isu etis, terutama yang pada mulanya tampak sepele.
Beragam masalah etis berkaitan dengan pekerjaan akuntan profesional dalam berbagai
perannya. Oleh sebab itu, pengetahuan akan tanda-tanda peringatan adanya masalah
etika akan memberikan peluang untuk melindungi diri sendiri dan pada saat yang sama,
membangun suasana etis di lingkungan kerja.
Di antara masalah-masalah etika yang dapat dijumpai oleh akuntan meliputi permintaan
atau tekanan untuk:
• Melaksanakan tugas-tugas yang bukan merupakan kompetensinya,
• Mengungkapkan informasi rahasia,
• Mengompromikan integritasnya dengan melakukan pemalsuan, penggelapan, penyuapan
dan sebagainya,
26. • Mendistorsi objektivitas dengan menerbitkan laporan-laporan yang menyesatkan atau
tidak lengkap.
Seorang akuntan profesional haruslah memiliki kesadaran dan kepekaan etis yang
tinggi; mampu mengenali situasi-situasi yang mengandung isu-isu etis sehingga
memungkinkannya untuk mengambil keputusan atau tindakan yang tepat. Perlu selalu
diingat, bahwa beberapa isu atau dilema etis adalah sederhana dan mudah diselesaikan.
Namun banyak di antara isu-isu tersebut kompleks dan solusinya samar-samar.
Kerangka Analisis Etika
Etika dalam pengertian ilmu atau cabang filsafat tidak memberitahukan kepada kita
mengenai apa yang harus kita lakukan, melainkan mengemukakan suatu kerangka yang
dapat digunakan untuk mengkaji dimensi-dimensi etika pada berbagai isu.
• Penalaran Moral dan Pendekatan Standar Moral
Seseorang melakukan penalaran moral ketika Ia menemukan fakta tertentu, kemudian
membandingkannya dengan standar moral yang relevan dan menentukan apakah fakta
tersebut sesuai atau tidak sesuai dengan standar moral tadi. Dalam hal ini, manfaat
(utilitarian), hak (right), keadilan (justice) dan kepedulian (care) merupakan standar
moral yang banyak digunakan, khusunya di lingkungan bisnis.
Masing-masing standar tersebut dapat digunakan sendiri sendiri. Namun dalam banyak
situasi keputusan, keempat standar tersebut umumnya harus dipenuhi agar suatu
tindakan atau keputusan dapat dikatakan beretika atau bermoral.
Pendekatan Standar Moral untuk Pengambilan Keputusan Etis
STANDAR MORAL PERTANYAAN ATAS KEPUTUSAN
Utilitarian (manfaat): Apakah tindakan/keputusan itu
Memaksimalkan manfaat neto bagi memaksimalkan manfaat sosial dan
masyarakat secara keseluruhan. meminimalkan kerugian sosial?
Hak Individu : Apakah tindakan/keputusan itu konsisten
Menghormati dan melindungi hak-hak dengan hak-hak masing-masing orang?
individu.
Keadilan: Akankah tindakan/keputusan itu
Distribusi yang adil atas manfaat dan menghasilkan distribusi yang adil atas
beban. manfaat dan beban?
Kepedulian: Apakah tindakan/keputusan itu konsisten
Konsintensi dengan tanggung jawab dengan tanggung jawab terhadap masing-
terhadap semua pihak, khususnya yang masing pihak, khususnya yang memiliki
memiliki hubungan khusus atau hubungan khusus?
ketergantungan.
• Analisis Dampak Stakeholder
27. Dalam analisis dampak stakeholder, seorang pengambil keputusan diminta untuk
memertimbangkan sekelompok pihak yang memiliki kepentingan terhadap organisasi,
yang merupakan pihak-pihak yang akan dipengaruhi oleh keputusan.
Langkah-langkah analisis berikut ini dapat kita terapkan dalam pengambilan keputusan
etis.
1. Mengenali isu atau dilema etis.
Langkah pertama adalah mengetahui kapan kita menghadapi suatu masalah. Untuk
dapat melakukan ini, kita harus membangun etika pribadi, kesadaran etika atau hati
nurani.
2. Mengidentifikasi dan menganalisis unsur-unsur pokok situasi.
Dengan berorientasi pada stakeholder, pertanyaan-pertanyaan berikut membantu kita
untuk mengenali dan memahami berbagai unsur dalam situasi atau isu yang perlu kita
selesaikan:
• Siapa sajakah pihak-pihak yang dapat dipengaruhi secara menguntungkan dan
merugikan?
• Hak-hak atau kepentingan apa saja yang dilanggar?
• Kepentingan-kepentingan apa sajakah yang berbenturan?
• Apa yang menjadi tanggung jawab dan kewajiban kita (saya)?
3. Mengidentifikasi alternatif-alternatif pemecahan/penyelesaian
Dalam akuntansi, misalnya, sejumlah metode tersedia untuk mengukur, mencatat dan
melaporkan transaksi. Metode-metode ini merupakan alternatif-alternatif yang dapat
diambil untuk menyelesaikan masalah.
4. Mengevaluasi alternatif-alternatif pemecahan/penyelesaian.
Dalam hal ini, kita menimbang dampak masing-masing alternatif terhadap berbagai
stakeholder dan menentukan stakeholder mana yang paling diuntungkan atau dirugikan.
5. Memutuskan.
Langkah terakhir adalah memutuskan, yaitu memilih alternatif terbaik atau yang paling
etis, dengan memertimbangkan semua keadaan dan konsekuensi sebagaimana ditimbang
atau diukur dalam tahap keempat.
Contoh Kasus Etika dalam Praktik Akuntansi
Berikut ini adalah beberapa contoh kasus yang berguna untuk mengingatkan kita jika
suatu saat menghadapi kasus serupa.
• Klasifikasi akun laporan keuangan
Misalkan, sebuah perusahaan memiliki beberapa piutang wesel yang di neracanya
merupakan aktiva lancar. Ketertagihan wesel ini dapat dipastikan, namun kemungkinan
28. akan mengalami penundaan lebih dari satu tahun. Karena keadaan ini, akuntan
perusahaan berkeinginan untuk mereklasifikasikan piutang wesel tersebut menjadi tak-
lancar. Sementara itu, atasan akuntan tersebut menyadari akan terjadinya penundaan
tersebut, tetapi tidak setuju dengan reklasifikasi karena akan mengakibatkan rasio lancar
turun dari 1,5 menjadi 0,8, dan penurunan ini akan berakibat buruk terhadap masa depan
perusahaan karena akan mempengaruhi pandangan kreditor mengenai kemampuan
perusahaan untuk mengamankan pelunasan pinjaman.
Sesuai dengan standar akuntansi, aktiva lancar adalah aktiva yang akan menjadi kas
dalam satu tahun, maka dengan adanya indikasi penundaan tertagihnya piutang lebih
dari satu tahun, jelas bahwa piutang tersebut tidak dapat lagi diklasifikasikan sebagai
lancar, sehingga sudah seharusnya akuntan mereklasifikasinya menjadi piutang tak-
lancar.
Jika atasan akuntan tersebut tetap menginginkan untuk tidak mereklasifikasi piutang
tersebut, berarti terjadi benturan etis antara akuntan dan atasannya, maka akuntan yang
bersangkutan harus memutuskan untuk menerima atau tidak keputusan atasannya itu.
• Pilihan metode pengungkapan
Seorang akuntan (A) dan asistennya (AA) sedang menyusun laporan keuangan. Asisten
akuntan (AA) ingin megungkapkan harga perolehan sekuritas yang tersedia untuk dijual
(available-for-sale securities) dalam tanda kurung di neraca. Sementara itu, akuntan (A),
yang mempertimbangkan penurunan nilai pasar terhadap harga perolehan sekuritas ini,
tidak ingin mengundang perhatian pemakai laporan keuangan terhadap penurunan
tersebut. Ia (A) ingin “menimbun” informasi harga perolehan ini dalam catatan atas
laporan keuangan.
Pilihan A akan menguntungkan manajemen karena hasilnya akan memberikan kesan
adanya kestabilan atau bahkan perbaikan kondisi keuangan. Di pihak lain, pemegang
saham, calon investor, dan kreditor akan memperoleh manfaat dari pengungkapan yang
jelas, akurat dan mudah diakses (pilihan AA). Kedua metode ini diperkenankan oleh
standar akuntansi yang berlaku, sehingga perusahaan dapat memilih salah satu metode
yang mana pun dapat dibenarkan. Akan tetapi, yang mengusik adalah sikap akuntan (A).
karena akuntan seharusnya berusaha demi kejelasan dan meghindari ambiguitas dalam
pelaporan, maka untuk kasus ini, pengungkapan dalam tanda kurung di neraca adalah
metode yang lebih baik, sehingga metode itulah yang seharusnya dipilih, bukan
menyembunyikan informasi di dalam catatan atas laporan keuangan.
• Penggeseran pengakuan pendapatan.
Manajer yang kompensasinya didasarkan pada laba yang dicapai mungkin membukukan
penjualan yang belum terjadi agar mendongkrak laba bersih yang akan dilaporkannya.
Pengakuan dini atas pendapatan ini biasanya terjadi sebelum tahun buku berakhir.
Manajemen mungkin merasionalisasi pengakuan pendapatan semacam ini karena
perusahaan akan merealisasikan penjualan tersebut pada bulan Januari (awal tahun buku
berikutnya); praktik ini hanya menggeser pendapatan tahun yang akan datang ke tahun
sekarang.
29. Sesuai dengan standar akuntansi, penggeseran tersebut tidak dapat dibenarkan karena
tidak memenuhi kriteria pengakuan pendapatan. Praktik semacam ini melanggar standar
akuntansi dan sekaligus tidak etis karena mengelabui pemakai laporan keuangan demi
menguntungkan diri sendiri. Praktik ini membuka peluang bagi perusahaan dituduh
melakukan kecurangan dalam melaporkan kinerjanya.
• “Slack’ dalam Penganggaran.
Isu-isu etis serius dapat timbul dalam hal suatu anggaran dijadikan basis untuk
memberikan penghargaan kepada para manajer. Misalnya, manajemen puncak sebuah
divisi akan memberikan bonus 10% dari jumlah laba divisi diatas anggaran. Hal ini
dapat menciptakan insentif bagi manajer divisi untuk, misalnya, “membantali” atau
menciptakan “slack” dalam anggaran laba divisi. Bantalan tersebut akan menyebabkan
anggara lebih mudah dicapai, sehingga meningkatkan peluang bagi manajer yang
bersangkutan memeroleh bonus. Orang-orang tertentu mungkin memanfaatkan insentif
semacam itu karena salah satu alasan berikut: (1) mereka akan mendapatkan bagian
bonus, atau (2) mereka merasakan tekanan dari para manajer yang akan memeroleh
bonus.
Membantali anggaran atau memanipulasi data realisasi anggaran dengan maksud
memaksimalkan keuntungan pribadi atau orang lain merupakan pelanggaran etika yang
serius. Bagi akuntan manajemen, tindakan tersebut melanggar standar kompetensi,
objektivitas dan integritas.
• Pemberian oleh pihak luar
Seorang pemasok yang sedang mengajukan penawaran kontrak baru, menawari akuntan
manajemen di bagian pembelian perusahaan berupa tiket gratis menonton sepak bola.
Pemasok tersebut tidak memberitahukan tentang kontrak baru ketika memberikan tiket.
Akuntan tadi bukan teman si pemasok. Ia mengetahui bahwa masalah biaya adalah kritis
dalam hubungannya dengan persetujuan kontrak baru dan khawatir bahwa pemasok
tersebut akan menanyakan rincian tentang penawaran yang diajukan oleh pemasok lain
yang menjadi pesaingnya.
Isu-isu etis tidak selalu jelas hitam-putih. Dalam kasus ini si pemasok mungkin tidak
bermaksud untuk mengangkat masalah penawaran yang diajukan. Akan tetapi,
munculnya benturan kepentingan dalam kasus ini cukup bagi perusahaan-perusahaan
untuk melarang para pegawainya menerima pemberian dari para pemasok. Sesuai
dengan kode etik, akuntan dalam kasus ini seharusnya membahas pemberian pemasok
tersebut dengan atasan langsungnya. Jika hal itu disetujui, pemasok harus diberitahu
bahwa ajakan menonton tersebut secara resmi telah disetujui oleh perusahaan dengan
syarat mematuhi semua kebijakan perusahaan
BAB 8: ETIKA DAN BISNIS
30. Tidak dapat disangkal bahwa bisnis telah memberikan sumbangan penting bagi
peningkatan kualitas kehidupan ini. Mengingat besarnya pengaruh yang dapat
ditimbulkan oleh bisnis, maka makin besar pula tuntutan terhadap bisnis untuk
berperilaku etis agar masyarakat secara keseluruhan dapat dipertahankan
keteraturannya.
Pentingnya Etika dalam Bisnis
Ada banyak alasan mengapa bisnis menekankan pentingnya perilaku etis.
Alasan-alasan tersebut adalah: (1) pelanggan menuntut perilaku beretika dalam bisnis,
(2) etika menjadikan iklim kerja lebih baik, dan (3) pegawai yang makin diberdayakan
memerlukan panduan yang jelas.
Pertama, bisnis harus memahami dan memenuhi harapan-harapan etis pelanggannya.
Pelanggan menghendaki tindakan etis dan makin mendukung bisnis yang berusaha
menjadi warga perusahaan yang baik. Para pelanggan ini kemungkinan sekali akan
berpaling dan beralih ke perusahaan lain, kapan saja hal itu dapat dilakukan.
Kedua, standar dan arahan etika yang jelas mendorong terciptanya iklim kerja yang
lebih menguntungkan dan menjanjikan. Dengan standar etika yang jelas, para pegawai
tahu apa yang diharapkan dari mereka; mereka tahu apa yang akan dan tidak akan
diterima atau disetujui.
Alasan ketiga, satu alasan yang cukup penting, menjelaskan mengapa saat ini bisnis
sedemikian kuat menekankan pentingnya perilaku etis. Ketika organisasi bisnis makin
ramping, makin besar kewenangan mengambil keputusan dan kebijakan diserahkan
kepada pegawai. Pada saat yang sama, makin sedikit manajer yang secara langsung
melakukan pengendalian. Ini berarti perusahaan harus makin percaya dan mengandalkan
pegawainya untuk berperilaku etis dari kesadaran sendiri.
Pengertian Etika Bisnis
Dalam praktik, ada dua isu penting yang terkait dengan etika bisnis. Yang pertama
adalah sulitnya menentukan tindakan yang benar-benar tepat dari suatu situasi ke situasi
lain, sedangkan yang kedua adalah keberanian dan keteguhan untuk melaksanakan
tindakan yang etis tersebut.
Tidak dapat dipungkiri, bahwa kebanyakan orang yang bernalar mengetahui perbedaan
antara benar dan salah. Lebih dari itu, berperilaku benar sebagaimana yang kita ketahui
tampaknya mudah. Akan tetapi, dalam kenyataannya, menentukan apa yang patut
seringkali cukup rumit. Oleh sebab itu, makin besarnya perhatian dan penekanan pada
pentingnya etika merupakan sesuatu yang wajar.
Faktor-faktor Pendorong Peningkatan Tuntutan Etis
31. Sejumlah perkembangan lingkungan bisnis telah secara objektif menyebabkan bisnis
atau manajemen bisnis perlu memfokuskan diri pada isu-isu etika, lebih daripada yang
pernah ada sebelumnya. Perkembangan-perkembangan ini meliputi, antara lain:
globalisasi, teknologi, kompetisi, dan persepsi dan harapan masyarakat terhadap
perilaku bisnis.
Pertama, globalisasi, yakni pergerakan menuju dunia sebagai sebuah kampung, diakui
atau tidak, merupakan suatu kenyataan. Secara objektif, perkembangan ini menuntut
setiap pelaku bisnis menuntut setiap pelaku bisnis untuk memiliki kearifan dan
kompetensi etis yang makin tinggi.
Kedua, teknologi, sebagaimana dapat disaksikan dengan jelas, mengalami
perkembangan amat pesat. Kemampuan teknologi ini menyulitkan para pelaku bisnis
untuk menyembunyikan hal-hal tak patut.
Ketiga,kompetisi bisnis yang makin ketat telah menimbulkan tekanan-tekanan tambahan
bagi para pelaku bisnis untuk menempuh jalan pintas ketika berusaha untuk menemukan
cara-cara baru untuk memeroleh keunggulan.
Keempat, masalah-masalah lingkungan, yang sebagian dapat dikaitkan dengan operasi
perusahaan-perusahaan, dan terjadinya skandal-skandal keuangan (yang sebagian
melibatkan akuntan profesional) merupakan beberapa di antara faktor-faktor yang
meningkatkan sinisme masyarakat terhadap perilaku bisnis (dan profesi terkait,
termasuk akuntan) dan sekaligus menyebabkan makin tingginya tuntutan dan harapan
publik terhadap perilaku bisnis dan profesi yang beretika.
Secara ringkas, keempat faktor tersebut menunjukkan adanya harapan yang makin tinggi
terhadap perilaku etis dari bisnis, dan pada saat yang sama perusahaan-perusahaan
menghadapi sanksi-sanksi ekonomi dan hukum atas kegiatan dan usaha-usaha mereka
yang terbukti tidak etis.
Hukum dan Etika dalam Bisnis
Aktivitas bisnis berlangsung dalam suatu sistem hukum, dan sejumlah pihak
berpendapat bahwa hukum merupakan satu-satunya aturan yang berlaku pada aktivitas
bisnis. Ada dua alasan dominan yang mereka gunakan untuk mendasari pendapat
mereka tersebut.
Pertama, hukum dan etika mengatur dua realitas yang berbeda. Hukum berlaku dalam
kehidupan publik, sedangkan etika adalah urusan pribadi (privat). Hukum adalah
seperangkat aturan yang didefinisikan secara tegas dan dapat dipaksakan yang berlaku
bagi setiap orang, sedangkan etika adalah urusan pendapat pribadi yang mencerminkan
bagaimana kita memilih untuk mengarahkan kehidupan kita sendiri.
32. Kedua, hukum tidak lain adalah etika bisnis. Menurut pendapat ini, ada aturan-aturan
etika yang berlaku untuk bisnis, dan aturan-aturan tersebut telah dipertimbangkan oleh
legislator ke dalam hukum, yang dapat dipaksakan oleh hakim dalam pengadilan.
Terlepas dari perbedaan-perbedaannya, kedua pendirian ini memiliki implikasi yang
sama: dalam mengambil keputusan, para manajer hanya perlu mempertimbangkan
hukum. Implikasi ini tidak hanya keliru tetapi juga berbahaya. Dengan demikian secara
praktis, para manajer perlu mempertimbangkan baik aspek etika maupun aspek hukum
dalam pengambilan keputusan mereka karena sejumlah alasan, antara lain, berikut ini.
Pertama, hukum tidak memadai untuk mengatur aspek-aspek tertentu dari aktivitas
bisnis. Tidak semua yang tidak bermoral adalah tidak legal. Beberapa isu etika dalam
bisnis berkaitan dengan hubungan antar-individu di lingkungan pekerjaan atau
hubungan di antara para pesaing, yang sulit diatur dengan hukum.
Kedua, di bidang-bidang baru, hukum sering lamban berkembang. Sejumlah pihak
menyatakan bahwa hukum biasanya bersifat reaktif, menanggapi masalah-masalah yang
oleh orang-orang di dunia bisnis dapat diantisipasi dan ditangani sebelum menjadi
perhatian publik.
Ketiga, hukum itu sendiri sering menggunakan konsep-konsep moral yang tidak
sepenuhnya didefinisikan, sehingga dalam keadaan-keadaan tertentu tidak mungkin
memahami ketentuan hukum tanpa mempertimbangkan moralitas.
Keempat, erat kaitannya dengan alasan ketiga, adalah bahwa hukum itu sendiri sering
tidak tuntas, sehingga untuk menentukan apakah suatu tindakan itu legal atau tidak
harus diputuskan melalui pengadilan. Jika ada keraguan mengenai apakah sesuatu itu
legal atau tidak, maka moralitas merupakan penaksir yang baik mengenai bagaimana
pengadilan akan memutuskan.
Kelima, suatu alasan pragmatis adalah bahwa hukum merupakan instrument yang agak
tidak efisien, dan semata-mata mendasarkan diri pada hukum mengundang legislasi dan
litigasi yang tidak diperlukan. Pemberlakuan sejumlah undang-undang dan peraturan
lainnya, misalnya tentang lingkungan hidup dan tentang lingkungan dan keselamatan
kerja, merupakan tanggapan terhadap tuntutan publik dalam kaitannya dengan
kegagalan bisnis untuk bertindak secara bertanggung jawab.
33. BAB IX
PRINSIP-PRINSIP ETIKA DALAM BISNIS
Etika bisnis merupakan suatu bentuk etika terapan (applied ethics) yang memfokuskan
pada perilaku yang benar atau salah di ranah bisnis dan bagaimana prinsip-prinsip moral
diterapkan oleh para perilaku bisnis pada situasi-situasi yang terjadi dalm kehidupan
sehari-hari mereka di lingkungan pekerjaan.
Empat prinsip umum yang dipandang sangat relevan dalam pengambilan
keputusan bisnis:
1. Manfaat (utilitarianisme)
Berkaitan dengan bagaimana memanfaatkan sumberdaya yang terbatas sebaik
mungkin (secara optimal untuk mencapai tujuan yang ditetapkan). Bisnis harus
mempertimbangkan apakah keputusan-keputusannya akan sejauh mungkin
memaksimalkan manfaat sosial dan meminimalkan biaya atau kerugian sosial.
2. Hak
Berkaitan dengan apakah tindakan dan kebijakan yang diambil oleh bisnis
menghormati hak-hak dasar individu-individu yang terlibat dan apakah konsisten
dengan kesepakatan dan kewajiban-kewajiban khusus bisnis. Oleh karena itu, tindakan
atau kebijakan bisnis harus konsisten dengan hak-hak moral dari mereka yang akan
dipengaruhi.
3. Keadilan
Prinsip ini menuntut agar tidak ada pihak yang dirugikan, dan setiap pihak
diperlakukan sesuai dengan standar atau kriteria yang objektif dan dapat
dipertanggungjawabkan (diperlakukan secara adil, termasuk pesaing).
4. Kepedulian
Prinsip ini menuntut agar tindakan, keputusan, atau kebijakan bisnis menunjukkan
kepedulian yang selayaknya terhadap kesejahteraan mereka yang memiliki hubungan
erat atau ketergantungan, seperti para pegawai.
Prinsip-Prinsip Umum Lainnya
1. Otonomi (Autonomy)
Merujuk kepada sikap dan kemampuan seseorang untuk memutuskan dan bertindak
berdasarkan kesadarannya sendiri tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan.
Otonomi mengacu kepada adanya kesadaran akan kewajiban, kebebasan untuk
mengambil keputusan, dan tindakan berdasarkan apa yang diyakini baik, dan kesediaan
untuk mempertanggungjawabkan keputusan dan tindakan tersebut.
34. 2. Integritas Moral (Integrity)
Berarti bahwa seseorang bertindak sesuai dengan kesadaran akan kebenaran atau hati
nurani pada semua situasi.
3. Kejujuran (Honesty)
Mensyaratkan niat baik dan tulus untuk menyampaikan kebenaran.
4. Keandalan (Reliability)
Berarti bahwa perusahaan secara maksimal dan masuk akal dalam memenuhi
komitmen. Prinsip ini menuntut bisnis untuk menjunjung tinggi kejujuran, integritas,
kesungguhan dan kesetiaan, tidak menipu, menyesatkan atau memperdayai pihak lain.
5. Kesetiaan (Loyalty)
Merupakan suatu tanggung jawab untuk menjunjung tinggi dan melindungi
kepentingan orang-orang tertentu dan organisasi. Kesetiaan merupakan kewajiban untuk
memenuhi janji.
6. Rasa Hormat atau Menghargai (Respect)
Meliputi gagasan-gagasan seperti keadaban, sopan santun, keluhuran, toleransi
(tenggang rasa), dan kesediaan menerima. Orang yang memiliki rasa hormat
memperlakukan orang lain sebagai berharga dan menerima perbedaan individual serta
yakin tanpa prasangka. Sejalan dengan deontologi Kantian, prinsip ini menuntut bisnis
untuk menghargai martabat manusia, bukan memperalat atau mengeksploitasi untuk
mencapai tujuan bisnis, tetapi menjadikannya sebagai tujuan itu sendiri
7. Tanggung jawab (Responsibility)
Berarti bahwa seseorang bertanggung jawab terhadap tindakan-tindakannya dan
melaksanakan pengendalian diri. Tanggung jawab juga berarti berusaha mengejar atau
mencapai hasil prima dan memimpin dengan teladan, termasuk memiliki kegigihan dan
berusaha melakukan perbaikan secara terus menerus.
8. Kewarga(negara)an (citizenship)
Mencakup kepatuhan kepada hukum dan partisipasi sesuai dengan kemampuan agar
kehidupan bermasyarakat berjalan. Setiap bisnis dituntut untuk menjadi gool corporate
citizen, warga perusahaan yang baik, yang memiliki komitmen dan mempraktikkan
tanggung jawab sosial perusahaan.
Berdasarkan etika kewajiban W. D. Ross, ada tujuh prinsip etika yang dapat
diberlakukan dalam kehidupan sosial, termasuk kehidupan bisnis. Tujuh prinsip
tersebut adalah kewajiban untuk:
1. Menepati janji atau kesetiaan (fidelity)
35. Perusahaan harus menepati janji, baik eksplisit maupun implisit, yang dibuat dengan
bebas, dan mengatakan kebenaran.
2. Mengganti kerugian (reparation)
Perusahaan harus memberikan ganti rugi atau kompensasi kepada pihak yang
mengalami kerugian karena tindakan perusahaan yang salah, perusahaan harus melunasi
hutang moril dan materiil.
3. Berterima kasih (gratitude)
Perusahaan harus berterima kasih kepada pihak-pihak yang berbuat baik atau
memberikan sumbangan terhadap keberhasilan kepada perusahaan.
4. Keadilan (justice)
Perusahaan harus memastikan bahwa manfaat atau keuntungan dibagikan sesuai
dengan jasa pihak-pihak yang terkait dan berhak.
5. Berbuat baik (beneficence)
Perusahaan harus membantu pihak-pihak yang membutuhkan bantuan, berbuat apa
saja yang mampu diperbuat untuk memperbaiki keadaan masyarakat atau pihak lain.
6. Pengembangan diri (self-improvement)
Perusahaan harus terus berusaha mengembangkan dan meningkatkan diri di berbagai
bidang keutamaan, termasuk operasinya, agar makin sukses dan mampu memenuhi
kewajiban-kewajiban baik ekonomi, hukum, maupun moral.
7. Tidak merugikan (non-maleficence)
Perusahaan dilarang untuk mengambil keputusan atau tindakan yang merugikan
pihak lain atau masyarakat.
Dua isu penting yang harus diperhatikan sehubungan dengan makin tingginya tuntutan
terhadap organisasi-organisasi bisnis untuk meningkatkan kemampuan kompetitifnya
dan pada saat yang sama harus menjunjung tinggi standar moral atau etika sebagai
akibat dari perkembangan lingkungan:
1. Tanggung jawab sosial
Bisnis adalah organisasi ekonomi dengan tujuan menghasilkan laba, namun harus
dijalankan tidak hanya berdasarkan ketentuan-ketentuan hukum tetapi juga berdasarkan
kaidah-kaidah etika. Jadi, bisnis tidak semata-mata bertujuan menghasilkan laba.
Perusahaan dituntut untuk mempertegas dan memperbarui komitmennya terhadap nilai-
nilai etika dengan mempertimbangkan tanggung jawab sosial dalam strategi dan operasi
bisnisnya.
36. 2. Pendekatan Stakeholder
Berkembangnya tanggung jawab kepada stakeholder menyebabkan para eksekutif
harus akuntabel tidak hanya kepada pemegang saham (stockholders), tetapi juga kepada
seluruh stakeholder lainnya. Para eksekutif perusahaan harus memastikan bahwa
keputusan-keputusan mereka mencerminkan nilai-nilai etis yang ditetapkan bagi
perusahaan dan tidak mengesampingkan pertimbangan hak-hak stakeholder mana pun.
Jadi, dalam mengambil keputusan, para eksekutif harus mempertimbangkan
kemungkinan dampaknya terhadap hak-hak semua stakeholder.
ETOS BISNIS
Etos bisnis mengacu kepada suasana atau ciri khas yang menandai bisnis, etos bisnis
mengacu kepada suatu kebiasaan atau budaya etis menyangkut kegiatan bisnis yang
dianut dalam suatu perusahaan dari waktu ke waktu. Terbangunnya perilaku etis di
lingkungan organisasi atau perusahaan ditentukan, antara lain, oleh adanya etos bisnis
ini.
Langkah suatu perusahaan atau organisasi memiliki etos bisnis:
1. Para pemimpin (bisnis) harus menetapkan nilai-nilai moral yang jelas bagi perusahaan,
meniadakan sebanyak mungkin keraguan menyangkut pendirian perusahaan terhadap
nilai-nilai moral kunci.
2. Mengikuti secara logis langkah pertama. Para pemimpin harus memberikan contoh
perilaku etis yang diharapkan. Apabila para pemimpin atau pejabat memperlihatkan
bahwa mereka memprioritaskan dan memelihara standar etika yang tinggi, maka hal
tersebut mengirimkan pesan yang sangat kuat kepada para pegawai lainnya.
3. Perusahaan harus mendukung dan terus-menerus mendorong para pegawai mematuhi
nilai-nilai etika. Hal ini paling jelas ditunjukkan oleh cara perusahaan memberikan
penghargaan kepada para pegawai. Jika perusahaan secara konsisten memberikan
penghargaan kepada mereka yang berperilaku etis dan memberikan sanksi kepada
mereka yang berperilaku tidak etis, para pegawai akan mengetahui dan menyadari
betapa pentingnya nilai-nilai etika bagi perusahaan.
ETIKA DALAM BISNIS INTERNASIONAL
Aspek-aspek penting yang biasanya menjadi fokus perdebatan tentang universalitas atau
relativitas etis meliputi empat hal:
1. Universalitas dan Relativitas Etis
Paham atau aliran universalitas (kemutlakan) etis berpendirian bahwa dari segi
kebutuhan biologis dan psikologis, sifat manusia adalah sama di mana pun. Oleh karena
37. itu, aturan-aturan etis bersifat lintas budaya karena perilaku yang memenuhi kebutuhan
dasar seharusnya sama di mana pun.
Paham relativitas etis berpendapat bahwa walaupun biologi manusia adalah sama di
mana pun, pengalaman kultural menciptakan nilai-nilai yang sangat berbeda, termasuk
nilai-nilai etis. Nilai-nilai etis bersifat subjektif, tidak ada cara yang objektif untuk
membuktikannya sebagai benar atau salah seperti pada fakta-fakta ilmiah. Suatu
masyarakat tidak bisa tahu bahwa etikanya adalah lebih unggul, sehingga keliru bagi
suatu bangsa untuk memberlakukan standarnya bagi bangsa lain.
2. Empat Pertimbangan
Perdebatan antara kemutlakan dan kerelatifan etis berkisar pada empat hal:
a. Perbedaan-perbedaan yang secara moral relevan
Beberapa kondisi di negara-negara lain, khususnya di negara-negara terbelakang,
adalah berbeda dan secara moral relevan. Oleh karena itu, standar yang berbeda secara
moral diperkenankan, bahkan diharuskan.
b. Keragaman sudut pandang etis
Pandangan universalitas atau kemutlakan etis mengasumsikan bahwa standar suatu
negara adalah benar dan harus diberlakukan di mana pun. Pandangan ini sesungguhnya
menafikan adanya keragaman cara pandang di dunia ini, dengan demikian bertentangan
dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip moral itu sendiri.
c. Hak untuk memutuskan
Pandangan kemutlakan etis menolak hak orang-orang yang dipengaruhi untuk
memutuskan masalah-masalah penting dalam berbisnis. Tanggung jawab untuk
menentukan norma atau standar terletak pada pemerintah dan masyarakat tempat bisnis
beroperasi. Argumen hak untuk memutuskan ini bukan bentuk dari relativitas etis,
melainkan semacam pernyataan sikap yang menghormati hak-hak orang untuk
mengurus kepentingannya sendiri. Hanya karena orang menyetujui praktik tertentu tidak
menyebabkan praktik tersebut benar. Memberlakukan standar-standar negara maju
(dunia pertama) pada negara-negara terbelakang (dunia ketiga) dianggap sebagai
imperialisme etis.
d. Kondisi yang diperlukan untuk berbisnis
Beberapa praktik dibenarkan apabila kondisi setempat mengharuskan perusahaan
melakukannya sebagai syarat dalam berbisnis. Pendapat ini didasarkan pada pandangan
bahwa orang boleh saja tidak setuju terhadap apa yang berlaku di suatu tempat, tetapi
mereka mendapati bahwa melakukan segala sesuatu menurut tata cara di tempat itu
adalah diperlakukan.
3. Panduan Umum bagi Perusahaan Multinasional
38. Dengan tumbuhnya aktivitas ekonomi internasional belakangan ini, bangsa-bangsa,
kelmpok-kelompok, dan blok-blok perdagangan telah sering berusaha menerapkan kode
etik bisnis formal lalu lintas batas-batas nasional. Usaha ini tidak terlalu sukses. Budaya
nasional tetap menjadi fakor kuat yang mempengaruhi perilaku dalam hubungan-
hubungan bisnis.Namun, sulit dipungkiri bahwa abstraksi pada tingkat yang tinggi, cita-
cita etis semua budaya mengerucut menuju kesamaan dasar.
Dengan mempertimbangkan kesamaan-kesamaan dasar tersebut, paling tidak ada
tiga prinsip etis yang dapat diajukan sebagai pedoman bagi perusahaan-perusahaan yang
berbisnis di banyak negara, yaitu hak (asasi manusia), keadilan, dan kesejahteraan.
Perusahaan multinasional berkewajiban untuk menghormati hak-hak asasi manusia,
menghindari praktik-praktik yang tidak adil atau melanggar hukum, dan memberikan
sumbangan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat negara tuan rumah, bukan
sebaliknya, melakukan perusakan dan merugikan masyarakat negara tuan rumah.
BAB X
ISU-ISU UMUM ETIKA DALAM BISNIS
Bisnis melibatkan hubungan ekonomi diantara banyak kelompok orang yang
disebut dengan stakeholder yaitu; pelanggan, pegawai, pemegang saham, pemasok,
pesaing, masyarakat, dan pemerintah.
Dalam hubungan bisnis yang kompleks ini, banyak sekali isu atau masalah etika
yang muncul dan harus dihadapi oleh pelaku bisnis. Isu-isu ini melibatkan hubungan
moral di antara orang-orang (pelaku bisnis). Masalah-masalah atau isu-isu bisnis yang
mungkin di alami oleh para pelaku bisnis baik dalm kehidupan pribadi maupun dalam
kehidupan profesi/kariernya dapat dikelompokan dalam 5 (lima) jenis, yaitu;
1. Penyuapan (bribery)
2. Koersi atau kekerasan (coercion)
3. Penipuan (deception)
4. Pencurian (theft)
5. Diskriminasi tidak adil /tidak wajar(unfair discrimination)
39. 1. Penyuapan (bribery)
Suap digunakan untuk memanipulasi orang dengan memberi pengaruh. Penyuapan
sudah di definisikan sebagaipenawaran, pemberian, penerimaan, atau permintaan
sesuatu yang berharga dengan maksut mempengaruhi tindakan pejabat dalam
menunaikan tugas-tugas publik atau legal. Barang-barang berharga dalam definisi ini
dapat berupa pembayaran langsung sejumlah uang atau barang.
2. Koersi
Koersi atau kekerasan berarti mengendalikan orang dengan pemaksaan atau ancaman.
Koersi biasanya didefinisikan sebagai tekanan, hambatan, pemaksaan dengan kekeutan
atau senjata atau ancaman. Koersi bisa tersurat (aktual) , langsung atau positif juga bisa
tersirat legal, atau konstruktif.
3. Penipuan
Penipuan manipulasi orang dan organisasi dengan menyesatkan. Penipuan adalah
tindakan mengelabuhi atau membohongi ,penyesatan yang disengaja dengan kata-kata
atau tulisan palsu (bohong), sengaja membuat pernyataan palsu,tersurat atau
tersirat,berkenaan denga fakta saat ini atau masa lalu.
4. Pencurian (theft)
Pencurin teradi apabila seseorang mengambil (untuk memiliki) sesuatu yang bukan
miliknya.,tanpa diketahui oleh si pemilik. Definisi ini tidak berlaku untuk barang yang
hilang karena kompetisi yang sesuai dengan kaidah ekonomi dan budaya.
5. Diskriminasi tidak adil
Diskriminasi tidak adil (unfair discrimination) didefinisikan sebagai perilaku tidak adil
(tidak wajar)atau penolakan keistimewa normal terhadap seseorang karena suku, usia,
kelamin, bangsa, atau agama. Diskriminasi tidak adil berarti memperlakukannya semua
orang secara sama padahal tidak ada perbedaa yang pantas di antara yang mereka yang
diuntugkan dan mereka yang dirugikan.
PERILAKU TIDAK ETIS DAN DAMPAKNYA
Perilaku Dampak bagi pelaku Kumungkinan akibat
perilaku
Penyuapan • Memeper oleh keuntungan• Peningkatan biaya
pribadi yang tak• Penurunan mutu produk/
semestinya jasa
• Mengubah pilihan
40. keputusan
Koersi • Takut akan bahaya • Peningkatan biaya
• Mangubah pilihan• Penurunan mutu produk/
keputusan jasa
Penipuan • Mengubah pilihan• Peningkatan biaya
keputusan • Penurunan mutu produk/
jasa
Pencurian Hilangnya sumberdaya • Peningkatan biaya
• Hilangnya produk/jasa
Diskriminasi tak-adil • Membeli jasa mutu rendah
Peningkatan biaya
• Menjual dibawah harga Penurunan semu atas
pasar yanh wajar permintaan
BAB XI
TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN
Tanggung jawab sosial pada dasarnya berkaitan dengan kepedulian atau
tanggung jawab perusahaan terhadap kemakmuran masyarakat secara keseluruhan.
Tanggung jawab ini meliputi kewajiban perusahaan untuk menyelesaikan
masalah dan mengambil tindakan untuk kepentingan perusahaan sendiri dan
kepentingan masyarakat.
Dengan demikian tanggung jawab ini terdiri dari kewajiban-kewajiban di luar
kewajiban hukum atau perjanjian-perjanjian khusus, seperti perjanjian peruburuhan dan
sejenisnya.
PENTINGNYA TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN
• Lingkungan yang lebih baik bagi bisnis
• Penghindaran regulasi tambahan dari pemerintah
• Pemanfaatan yang lebih baik sumberdaya perusahaan.
• Perbaikan citra perusahaan.
41. TANTANGAN TERHADAP TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN
Milton Friedman:
Berpendapat bahwa gagasan tanggung jawab sosial ini adalah subsversif
terhadap doktrin pasar bebas. Menurutnya para eksekutif perusahaan adalah agen,
penerima amanat dari para pemegang saham.
Karena itu, mereka berkewajiban untuk mengambil keputusan yang sejalan
dengan kepentingan pemegang saham, yang tidak lain adalah atas mereka. Tidak
selayaknya para eksekutif ini menggunakan sumberdaya perusaan untuk kkepentingan
masyarakat umum.
Dia juga mengatakan bahwa para eksekutif tidak dibekali dengan kemampuan
untuk memecahkan masalah-masalah sosial, dan perusahaan sebenarnya telah
membayar pajak kepada pemerintah, jadi tanggung jawab sosial seharusnya merupakan
tanggung jawab pemerintah.
RUANG LINGKUP TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN
Tanggung jawab sosial melibatkan pemilihan tujuan perusahaan dan penilaian
hasil-hasil berdasarkan tidak semata-mata kriteria keuntungan dan kemakmuran
organisasi, melainkan juga berdasarkan standar-standar etis atau pertimbangan
kelayakan sosial.
Dalam membicarakan tanggung jawab sosial ada tiga (3) pangdangan:
1. Konsep Laba
Konsep Laba ini argumentasi yang diungkapkan oleh Milton Friedman. Yaitu
perusahaan semata-mata hanya bertanggung jawab untuk memperoleh laba.
2. Konsep Stakeholder
Konsep Stakeholder, meliputi semua pihak yang secara langsung atau tidak langsung
dipengaruhi oleh keputusan-keputusan perusahaan.
3. Konsep kekuasaan sosial/tanggung jawab sosial
Sebagai organisasi, perusahaan berinteraksi dengan beragam konstituen di dalam
lingkungannya. Masing-masing konstituen ini bisa dipengaruhi oleh tindakan organisasi
dan konstituen tersebut juga bisa mengambil tindakan yang akan mempengaruhi
organisasi.
42. Tiga pandangan yang berbeda tersebut dapat diikhtisarkan sebagai berikut:
• Organisasi harus berusaha memperolah laba tetapi dengan cara-cara yang sesuai
dengan aturan main; jika perusahaan tidak mematuhi aturan, mereka akan
dihukum.
• Organisasi harus memenuhi kepentingan para stakeholder-nya.
• Karena kekuasaan sosial yang dimilikinya maka perusahaan memiliki tanggung
jawab sosial.
BEBERAPA KESEPAKATAN UMUM TANGGUNG JAWAB SOSIAL
PERUSAHAAN
Walaupun masih terdapat perbedaan tentang makna dan ruang lingkup tgjwb
sosial perusahaan, namun berikut beberapa kesepakatan umum atas tanggungjawab
sosial;
• Memilih beroperasi pada tingkatan etis yang lebih tinggi daripada yang
dipersyaratkan oleh ketentuan umum.
• Memberikan sumbangan kepada masyarakat dan organisasi-organisasi sosial/amal
dan oraganisasi-organisasi non-laba.
• Memberikan tunjangan-tunjangan bagi pegawai dan meningkatkan kualitas
kehidupan di lingkungan kerja melebihi persyaratan ekonomi dan hukum.
• Memanfaatkan kesempatan ekonomi yang dinilai kurang menguntungkan tetapi
lebih bertanggung jawab sosial dibandingkan dengan alternatif-alternatif lainnya.
• Memanfaatkan sumberdaya perusahaan untuk menjalankan program-program yang
ditujukan untuk mengatasi masalah-masalah sosial yang utama.
BAB XII
BIROKRASI, PELAYANAN, DAN ETIKA
Bab ini akan mengemukakan uraian mengenai 4 hal:
1. Pengertian birokrasi dan fungsi pelayanan publik
2. Pengertian etika pelayanan publik
43. 3. Relevansi dan makin pentingnya etika dalam pelayanan publik
4. Sumber-sumber panduan etika bagi birokrasi
PENGERTIAN BIROKRASI
Birokrasi. Sebagaimana digagas sosiolog Jerman, Max Weber, adalah satu tipe atau
model organisasi yang sangat menekankan pada rasionalitas, ketertiban dan efisiensi,
yang dianggap tepat untuk organisasi besar seperti pemerintahan. Tipe ideal birokrasi
menurut Max Weber mempunyai ciri-ciri berikut:
1. Secara pribadi, pegawai dan pejabat adalah bebas, tetapi dibatasi oleh jabatannya,
2. Jabatan disusun secara hierarkis dari atas ke bawah dan ke samping.
3. Tugas dan fungsi masing-masing jabatan dalam hierarki secara spesifik berbeda antara
satu dan lainnya.
4. Para pejabat diangkat berdasarkan kontrak.
5. Setiap pejabat dipilih berdasarkan kualifikasi profesional
6. Setiap pejabat memperoleh gaji termasuk hak untuk memperoleh pensiun sesusai
dengan tingkatan hierarkinya.
7. Terdapat struktur pengembangan karir yang jelas dengan promosi berdasarkan senioritas
dan merit sesuai dengan pertimbangan yang objektif.
8. Setiap pejabat sama sekali tidak dibenarkan menjalankan jabatannya dan sumber daya
instansinya untuk kepentingan pribadi dan keluarganya.
9. Setiap pejabat berada di bawah pengendalian dan pengawasn suatu sistem yang
dijalankan secara disipilin.
Masyarakat menganggap birokrasi sebagai sesuatu yang panjang, berbelit-belit, dan
mahal.
FUNGSI PELAYANAN PUBLIK
Ada dua fungsi pokok pemerintahan negara yang pelaksanaannya diserahkan kepada
birokrasi:
1. Fungsi pengaturan pada dasarnya mengandung tujuan pokok pemeliharaan sistem,
yakni mewujudkan ketertiban sosial.
2. Fungsi pelayanan oleh birokrasi mengacu kepada konsepsi negara kesejahteraan,
bahwa pemerintahan negara bertanggung jawab untuk meningkatkan kesejahteraan
hidup seluruh rakyatnya.
44. Pejabat birokrasi biasanya disebut birokrat. Birokrat berbeda dengan pejabat publik
yang diangkat melalui pemilihan umum. Birokrat dipilih karena prestasi atau kinerja
mereka, sedangkan pejabat publik dipilih oleh mekanisme pemilihan umum. Birokrat
adalah mereka yang menduduki jabatan eselon I ke bawah di kementrian atau lembaga-
lembaga non-departemen.
Pegawai negeri yang membentuk pelayanan publik di Indonesia meliputi PNS,
anggota TNI atau POLRI, dan pegawai BUMN/D.
PENGERTIAN ETIKA PELAYANAN PUBLIK
Birokrasi pemerintahan mempunyai fungsi pokok berupa pelayanan publik.
Pelayanan publik ini dilakukan oleh pegawai pemerintahan. Etika pelayanan publik
merupakan etika terapan atau etika praktis. Fokus utamanya adalah apakah pegawai
pemerintahan sudah melaksanakan tugasnya sesuai dengan sudut pandang etika. Secara
khusus, perhatian pada isu-isu etika dalam pelayanan publik bermuara pada tujuan untuk
mewujudkan integritas dalam pelayanan publik. Dalam konteks pelayanan publik,
integritas berarti bahwa:
• Perilaku aparatur pemerintahan sebagai pelayan publik adalah sejalan dengan misi
pelayanan publik dari instansi dimana mereka bekerja.
• Pelaksanaan pelayanan publik sehari-hari dapat diandalkan.
• Warga negara memperoleh perlakuan “tanpa pandang bulu” sesuai dengan ketentuan
hukum dan keadilan.
• Sumber daya publik digunakan secara tepat, efisien, dan efektif.
• Prosedur pengambilan keputusan adalah transparan bagi publik, dan tersedia saran bagi
publik untuk melakukan penyelidikan dan pemberian tanggapan.
RELEVANSI ETIKA DALAM PELAYANAN PUBLIK
Ada dua aspek penting yang umumnya diyakini sebagai penentu kinerja prima, yaitu
profesionalisme dan etika. Sama halnya dengan sektor bisnis, sektor publik juga
menuntut kinerja prima dengan menjunjung keunggulan teknis (profesionalisme) dan
keunggulan moral (etika).
ETIKA DAN KEHIDUPAN YANG BAIK
Etika berkaitan dengan perilaku moral, yaitu produk dari standar moral dan
pertimbangan/keputusan moral. Jadi etika berkaitan dengan “bagaimana seharusnya kita
45. hidup”. Konsep etika tidak lain adalah sejumlah asumsi dasar yang melandasi hampir
semua hubungan dan transaksi di dalam masyarakat. Etika dapat diartikan secara luas
sebagai “keseluruhan norma dan penilaian yang dipergunakan oleh masyarakat untuk
mengetahui bagaimana seharusnya menjalankan kehidupannya”. Pelayanan publik
merupakan bidang kehidupan penting yang ditujukan untuk kebaikan masyarakat,
bangsa, dan negara.
KEKUASAAN BIROKRASI
Dalam menjalankan fungsinya, birokrasi berkewenangan untuk membuat kebijakan
dan melaksanakan kebijakan tersebut. Lalu timbul pertanyaan apakah birokrasi
menjalankan kekuasaan atau kewenangannya tersebut dengan benar? Etika diperlukan
sebagai panduan dalam pengambilan keputusan dan sekaligus sebagai kriteria untuk
menilai baik atau buruknya keputusan tersebut.
KEWIBAWAAN PEMERINTAH
Pemerintah yang bersih dan berwibawa merupakan dambaan penyelenggara
pemerintahan sendiri dan masyarakat secara umum. Kebersihan dan kewibawaan ini
pada dasarnya hanya dapat diperoleh jika birokrasi dan pelaksananya bebas dari perilaku
negatif atau tercela. Kewibawaan pemerintah dinilai bukan dari kekuasaannya, tapi dari
kualitas pengabdian mereka terhadap masyarakat, bangsa, dan negara.
HAK DAN KEPATUHAN WARGA NEGARA
Setiap warga negara berhak untuk memperoleh pelayanan dari pemerintah. Hak ini
makin nyata karena negara berkewengan dalam pengaturan dan pengaturan ini
menyebabkan setiap warga negara berkewajiban untuk mematuhinya. Setiap warga
negara, setiap individu tidak bisa menghindar untuk meminta pelayanan ketika memiliki
kepentingan tertentu. Etika diperlukan untuk memandu dan menjadi kriteria apakah
birokrasi telah menjalankan fungsi pelayanannya sesuai dengan standar teknis dan etis
sebagaimana diharapkan oleh warga negara.
CELAH HARAPAN MASYARAKAT
Sudah menjadi rahasia umum bahwa kinerja pelayanan publik oleh birokrasi kita
masih buruk. Isu KKN sudah sangat khas yang lazim dikaitkan dengan birokrasi kita.