2. PEMBAHASAN MATERI
• Pengertian Problematika Pendidikan
• Masalah-masalah Pokok Pendidikan Di Indonesia
• Empat Masalah Pokok Pendidikan Yang Telah Menjadi Kesempatan
Nasional Yang Perlu Diprioritaskan Penanggulangan
• Solusi Pemecahan Problematika Pendidikan Di Indonesia
• Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Berkembangnya Masalah
Pendidikan
• Kualitas Pendidikan Di Indonesia
• Tabel APBN 2005 Sampai Dengan RAPBN 2010, Perkembangan Alokasi
Dan Rasio Terhadap APBN.
• Grafik APBN 2005 Sampai Dengan RAPBN 2010, Perkembangan Rasio
Terhadap APBN
• Salah Satu Contoh Potret Pembangunan Pendidikan Di Indonesia
4. Problematika
adalah berasal
dari akar kata
bahasa Inggris
“problem”
artinya, soal,
masalah atau
teka-teki. Juga
berarti
problematik,
yaitu ketidak
tentuan.
5. Tentang pendidikan banyak definisi yang berbagai
macam, namun secara umum ada yang
mendefinisikan bahwa, pendidikan adalah suatu
hasil peradaban sebuah bangsa yang dikembangkan
atas dasar suatu pandangan hidup bangsa itu
sendiri, sebagai suatu pengalaman yang
memberikan pengertian, pandangan, dan
penyesuaian bagi seseorang yang menyebabkan
mereka berkembang.
Definisi pendidikan secara lebih khusus ialah suatu
proses pertumbuhan di dalam mana seorang
individu di bantu mengembangkan daya-daya
kemampuannya, bakatnya, kecakapannya dan
minatnya.
Sehingga dapat di simpulkan disini bahwa
pendidikan adalah, suatu usaha sadar dalam rangka
menanamkan daya-daya kemampuan, baik yang
berhubungan dengan pengalaman kognitif (daya
pengetahuan), afektif (aspek sikap) maupun
psikomotorik (aspek ketrampilan) yang dimiliki
oleh seorang individu.
7. MASALAH-MASALAH POKOK PENDIDIKAN DI
INDONESIA
• Masalah internal pendidikan yang dihadapi
• Masalah pokok yang dihadapi oleh dunia pendidikan di
tanah air kita dewasa ini
• Empat masalah pokok pendidikan yang telah menjadi
kesempatan nasional yang perlu diprioritaskan
penanggulangannya.
8. 1. Rendahnya mutu akademik terutama penguasaan ilmu
pengetahuan alam (IPA), matematika, serta bahasa terutama
bahasa inggris padahal penguasaan materi tersebut merupakan
kunci dalam menguasai dan mengembangkan iptek.
2. Rendahnya efisiensi internal karena lamanya masa studi
melampaui waktu standart yang sudah ditentukan.
3. Rendahnya efisiensi eksternal sistem pendidikan yang disebut
dengan relevansi pendidikan, yang menyebabkan terjadinya
pengangguran tenaga terdidik yang cenderung terus meningkat.
Secara empiris kecenderungan meningkatnya pengangguran
tenaga terdidik disebabkan oleh perkembangan dunia usaha yang
masih di dominasi oleh pengusaha besar yang jumlahnya terbatas
dan sangat mengutamakan efisiensi (padat modal dan padat
teknologi). Dengan demikian pertambahan kebutuhan akan
tenaga kerja jauh lebuh kecil dibandingkan pertambahan jumlah
lulusan lembaga pendidikan.
4. Terjadi kecenderungan menurunnya akhlak dan moral yang
menyebabkan lunturnya tanggung jawab dan kesetiakawanan
sosial, seperti terjadinya tawuran pelajar dan kenakalan remaja
9. 1. Bagaimana semua warga Negara dapat
menikmati kesempatan pendidikan.
2. Bagaimana pendidikan dapat membekali
peserta didik dengan keterampilan kerja
yang mantap untuk dapat terjun kedalam
kancah kehidupan bermasyarakat.
10. Empat masalah pokok pendidikan yang
telah menjadi kesempatan nasional yang
perlu diprioritaskan penanggulangannya
• Masalah Pemerataan Pendidikan
• Masalah Mutu Pendidikan
• Masalah Efisiensi Pendidikan
• Masalah Relevansi Pendidikan
11. Masalah Pemerataan Pendidikan
• Masalah pemerataan pendidikan adalah persoalan
bagaiman sistem pendidikan dapat menyediakan
kesempatan yang seluas-luasnya kepada seluruh
warga Negara untuk memperoleh pendidikan,
sehingga pendidikan itu menjadi wahana bagi
pembanguana sumber daya manusia untuk
menunjang pembangunan.
• Masalah pemerataan pendidikan timbul apabila
masih banyak warga Negara khususnya anak usia
sekolah yang tidak dapat di tampung dalam
sistem atau lembaga pendidikan karena
kurangnya fasilita pendidikan yang tersedia.
12. Masalah Mutu Pendidikan
• Mutu pendidikan dipermasalahkan jika hasil pendidikan belum
mencapai taraf seperti yang diharapkan. Penetapan mutu hasil
pendidikan pertama dilakukan oleh lembaga penghasil sebagai
produsen tenagan terhadap calon luaran, dengan sistem
sertifikasi. Selanjutnya jika luaran tesebut terjun kelapangan
kerja penilaian dilakukan oleh lembaga pemakai sebagai
konsumen tenaga dengan sistem tes unjuk kerja. Lazimnya
masih dilakukan pelatihan dan pemagangan bagi calon untuk
penyesuaian dengan tuntutan persyaratan kerja dilapangan, dan
berkarya.
• Jadi mutu pendidikan pada akhirnya dilihat pada kualitas
keluaranya. Jika tujuan pendidikan nasioanl dijadikan kriteria,
maka pertanyaanya adalah: apakah keluaran dari sistem
pendidikan menjadikan pribadi yang bertakwa, mandiri, anggota
masyarakat yang sosial yang bertanggung jawab.
13. Masalah efisiensi pendidikan
• Masalah efisiensi pendidikan mempersoalkan
bagaimana suatu sistem pendidikn mendayagunakan
sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan
pendidikan. Jika penggunaannya hemat dan tepat
sasaran dikatakan efisiensinya tinggi.
• Beberapa masalah efisiensi pendidikan yang penting
adalah:
a. Bagaimana tenaga kependidikan difungsikan
b. Bagaimana prasarana dan sarana pendidikan
digunakan
c. Bagaimana pendidikan diselenggarakan
d. Masalah efisiensi dalam memfungsikan tenaga.
14. Masalah Relevansi Pendidikan
• Masalah relevensi adalah masalah yang timbul karena tidak
sesuainya sistem pendidikan dengan pembangunan nasional
setara kebutuhan perorangan, keluarga, dan masyarakat, baik
dalam jangka pendek, maupun dalam jangka panjang.
• Pendidikan merupakan faktor penunjang bagi pembangunan
ketahanan nasional. Oleh sebab itu, perlu keterpaduan di
dalam perencanaan dan pelaksanaan pendidikan dengan
pembangunan nasional tersebut. Sebagai contoh pendidikan di
sekolah harus di rencanakan berdasarkan kebutuhan nyata
dalam gerak pembangunan nasional, serta memperhatikan ciri-
ciri ketenagaan yang di perlukan sesuai dengan keadaan
lingkungan di wilayah-wilayah lingkungan tertentu.
16. • Cara konvesional antara lain:
a. Membangun gedung sekolah seperti SD inpres dan atau ruangan
belajar.
b. Menggunakan gedung sekolah untuk double shift (sistem
bergantian pagi dan sore).
Sehubungan dengan itu yang perlu digalakkan, utamanya untuk
pendidikan dasar ialah membangkitkan kemauan belajar bagi
masyarakat yang kurang mampu agar mau menyekolahkan
anaknya.
• Cara Inovatif antara lain:
Sistem pamong (pendidikan oleh masyarakat, orang tua, dan guru)
atau inpact sistem, sistem tersebut dirintis di solo dan
didiseminasikan ke beberapa provinsi.
a. SD kecil pada daerah terpencil
b. Sistem guru kunjung
c. SMP terbuka
d. Kejar paket A dan b
e. Belajar jarak jauh, seperti di universitas terbuka
17. Upaya pemecahan masalah masalah mutu pendidikan
dalam garis besarnya meliputi hal-hal yang bersifat
sebagai fisik dan lunak, personalia, dan manajemen.
Sebagai berikut:
• Seleksi yang lebih rasional terhadap masukan
mentah, khususnay untuk Slta dan PT.
• Pengembanagn kemanpuan tenaga kependidikan
melalui studi lanjut.
• Penyempurnaaan kurikulum
• Pengembanagan prasarana yang menciptakan
lingkungan yang tenteram untuk belajar
• Penyempurnaan sarana belajar seperti buku paket,
media pembelajaran
• Peniungkatan adminisrasi manajemen khususnya
yang mengenai anggaran
• Kegiatan pengendalian mutu.
18. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Berkembangnya Masalah Pendidikan
1. Perkembangan Iptek Dan Seni
2. Laju Pertumbuhan Penduduk.
3. Aspirasi Masyarakat
4. Keterbelakangan Budaya Dan Sarana
Kehidupan.
19. Kualitas Pendidikan di Indonesia
• Banyak faktor-faktor yang menyebabkan
kualitas pendidikan di Indonesia semakin
terpuruk. Faktor-faktor tersebut yaitu :
1. Rendahnya Kualitas Sarana Fisik.
2. Rendahnya Kualitas Guru
3. Rendahnya Kesejahteraan Guru
4. Rendahnya Prestasi Siswa
5. Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan
6. Rendahnya Relevansi Pendidikan dengan
Kebutuhan
7. Mahalnya Biaya Pendidikan
20. Rendahnya Kualitas Sarana Fisik
Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali
sekolah dan perguruan tinggi kita yang
gedungnya rusak, kepemilikan dan
penggunaan media belajar rendah, buku
perpustakaan tidak lengkap. Sementara
laboratorium tidak standar, pemakaian
teknologi informasi tidak memadai dan
sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah
yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak
memiliki perpustakaan, tidak memiliki
laboratorium dan sebagainya.
21. Rendahnya Kualitas Guru
• Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan
guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk
menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No
20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan
pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan
pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan
melakukan pengabdian masyarakat.
• Kendati secara kuantitas jumlah guru di Indonesia cukup memadai,
namun secara kualitas mutu guru di negara ini, pada umumnya
masih rendah. Secara umum, para guru di Indonesia kurang bisa
memerankan fungsinya dengan optimal, karena pemerintah masih
kurang memperhatikan mereka, khususnya dalam upaya
meningkatkan profesionalismenya. Secara kuantitatif, sebenarnya
jumlah guru di Indonesia relatif tidak terlalu buruk. Apabila dilihat
ratio guru dengan siswa, angka-angkanya cukup bagus yakni di SD
1:22, SLTP 1:16, dan SMU/SMK 1:12. Meskipun demikian, dalam
hal distribusi guru ternyata banyak mengandung kelemahan yakni
pada satu sisi ada daerah atau sekolah yang kelebihan jumlah guru,
dan di sisi lain ada daerah atau sekolah yang kekurangan guru.
Dalam banyak kasus, ada SD yang jumlah gurunya hanya tiga
hingga empat orang, sehingga mereka harus mengajar kelas secara
paralel dan simultan.
22. Rendahnya Kesejahteraan Guru
• Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam
membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Dengan
pendapatan yang rendah, terang saja banyak guru terpaksa
melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di
sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang
ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang
pulsa ponsel, dan sebagainya.
• Dengan adanya UU Guru dan Dosen, barangkali
kesejahteraan guru dan dosen (PNS) agak lumayan. Pasal 10
UU itu sudah memberikan jaminan kelayakan hidup. Di dalam
pasal itu disebutkan guru dan dosen akan mendapat
penghasilan yang pantas dan memadai, antara lain meliputi
gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan
profesi, dan/atau tunjangan khusus serta penghasilan lain
yang berkaitan dengan tugasnya. Mereka yang diangkat
pemkot/pemkab bagi daerah khusus juga berhak atas rumah
dinas.
23. Rendahnya Prestasi Siswa
Dengan keadaan yang demikian itu (rendahnya
sarana fisik, kualitas guru, dan kesejahteraan guru)
pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak
memuaskan. Sebagai misal pencapaian prestasi fisika
dan matematika siswa Indonesia di dunia
internasional sangat rendah. Menurut Trends in
Mathematic and Science Study (TIMSS) 2003 (2004),
siswa Indonesia hanya berada di ranking ke-35 dari 44
negara dalam hal prestasi matematika dan di ranking
ke-37 dari 44 negara dalam hal prestasi sains. Dalam
hal ini prestasi siswa kita jauh di bawah siswa
Malaysia dan Singapura sebagai negara tetangga yang
terdekat.
24. Kurangnya Pemerataan Kesempatan
Pendidikan
Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada
tingkat Sekolah Dasar. Data Balitbang
Departemen PendidikanNasional dan Direktorat Jenderal
Binbaga Departemen Agama tahun 2000 menunjukan
Angka Partisipasi Murni (APM) untuk anak usia SD pada
tahun 1999 mencapai 94,4% (28,3 juta siswa).
Pencapaian APM ini termasuk kategori tinggi. Agka
Partisipasi Murni Pendidikan di SLTP masih rendah yaitu
54, 8% (9,4 juta siswa). Sementara itu
layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas.
Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan
menghambat pengembangan sumber daya manusia
secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan
dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk
mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut.
25. Rendahnya Relevansi
Pendidikan dengan Kebutuhan
Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya lulusan yang
menganggur. Data BAPPENAS (1996) yang dikumpulkan sejak
tahun 1990 menunjukan angka pengangguran terbuka yang
dihadapi oleh lulusan SMU sebesar 25,47%, Diploma/S0
sebesar 27,5% dan PT sebesar 36,6%, sedangkan pada periode
yang sama pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi untuk
masing-masing tingkat pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan
15,07%. Menurut data Balitbang Depdiknas 1999, setiap
tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah dan tidak memiliki
keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah
ketenagakerjaan tersendiri. Adanya ketidakserasian antara
hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan
kurikulum yang materinya kurang funsional terhadap
keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki
dunia kerja.
26. Mahalnya Biaya Pendidikan
Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini
sering muncul untuk menjustifikasi
mahalnya biaya yang harus dikeluarkan
masyarakat untuk mengenyam
bangku pendidikan. Mahalnya
biaya pendidikan dari Taman Kanak-
Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT)
membuat masyarakat miskin tidak
memiliki pilihan lain kecuali tidak
bersekolah. Orang miskin tidak boleh
27. Tabel APBN 2005 sampai dengan RAPBN 2010, perkembangan alokasi
dan rasio terhadap APBN.
APBN Alokasi Rasio
2005 33,40 triliun 8,1 %
2006 44,11 triliun 10,1 %
2007 53,07 triliun 10,5 %
2008 158,52 triliun 18,5 %
2009 207,41 triliun 20,0 %
2010 209,54 triliun 20,0 %
28. Grafik APBN 2005 sampai dengan RAPBN 2010, perkembangan
rasio terhadap APBN
0.00%
5.00%
10.00%
15.00%
20.00%
2005 2006 2007 2008 2009 2010
Rasio
Peningkatan anggaran pendidikan di atas cukup
mencengangkan, terjadi kenaikan rasio yang sangat
signifikan.