ITP UNS Semester 3, Mesin dan Peralatan: Pendinginan
Lipida dan Lipase
1. ACARA II
LIPIDA DAN LIPASE
A. Tujuan Praktikum
Praktikum acara II “Lipida dan Lipase” ini, bertujuan untuk :
1.
Mengetahui pengaruh perlakuan suhu dingin terhadap kenampakkan
beberapa jenis minyak/lemak.
2.
Mengetahui kualitas minyak dengan uji ketengikan menggunakan metode
Kreiss.
3.
Mengetahui kualitas minyak dengan uji Angka Asam.
4.
Mengetahui adanya aktivitas enzim Lipase dari Kacang Tanah.
B. Tinjauan Pustaka
1.
Tinjauan teori
Berdasarkan strukturnya lemak mempunyai wujud cair dan padat.
Wujud padat dan cairnya lemak dipengaruhi oleh tingkat kejenuhan asam
lemak yang terdapat didalamnya. Lemak yang kandungan asam lemaknya
terutama asam lemak tidak jenuh akan bersifat cair pada suhu kamar dan
biasanya disebut sebagai minyak, sedangkan yang kandungan asam
lemaknya terutama asam lemak jenuh akan berbentuk padat. Minyak
yang berasal dari kelapa sawit mempunyai kadar asam lemak jenuh
sebesar 51% dan asam lemak tak jenuh 49%; sedangkan minyak dari
jagung mempunyai kadar asam lemak jenuh 20% dan asam lemak tak
jenuh 80%. Proses terjadinya ketengikan (rancidity) akan dipercepat
apabila terdapat logam tertentu seperti tembaga, seng, timah dan timbal
dan apabila mendapat panas atau cahaya penerangan. Asam lemak juga
dapat mengalami perubahan karena dimasak pada temperatur tinggi.
Proses pemasakan pada temperatur tinggi ini menyebabkan minyak
mengalami pirolisis, yaitu suatu reaksi dekomposisi karena panas.
Pirolisis menyebabkan terbentuknya akrolein, yaitu senyawa yang
bersifat racun, dan dapat menyebabkan iritasi dengan bau khas lemak
2. terbakar. Sehingga ketengikkan dapat dijadikan indikator kerusakkan
pada minyak (Edwar, 2011).
Lemak dan minyak adalah trigliserida, atau triasilgliserol, kedua
istilah ini berarti triester dari gliserol. Perbedaan antara suatu lemak dan
suatu minyak bersifat sebarang, pada temperatur kamar lemak bersifat
padat dan minyak bersifat cair. Sebagian gliserida pada hewan adalah
berupa lemak, sedangkan gliserida pada tumbuhan cenderung berupa
minyak, karena itu biasa terdengar ungkapan lemak hewani (lemak babi,
lemak sapi) dan minyak nabati (minyak jagung, minyak bunga matahari)
(Fessenden, 1999).
Minyak dan lemak adalah bagian dari kelompok senyawa dikenal
sebagai ester lemak atau trigliserida, dan hidrolisis mereka dasarnya
melibatkan reaksi dengan air untuk menghasilkan asam lemak yang
berharga gratis dan gliserol. Ada tiga rute utama saat ini digunakan untuk
hidrolisis lemak dan minyak dalam produksi asam lemak ; tekanan tinggi
membelah uap, hidrolisis basa dan enzimatik hidrolisis. Para enzim lipase
yang secara khusus mengkatalisis hidrolisis minyak menjadi asam lemak
bebas dan gliserol pada hubungan antara dua cairan. Trigliserida ini
disebut "lipid", tidak larut dalam fase air, sehingga reaksi harus
mengambil tempat pada antar muka air dan fase lipid (Murty, 2002).
Lemak hewan pada umumnya berupa zat padat pada suhu ruangan,
sedangkan lemak yang berasal dari tumbuhan berupa zat cair. Lemak
mempunyai titik lebur tinggi mengandung asam lemak jenuh, sedangkan
lemak cair disebut minya mengandung asam lemak tidak jenuh. Pada
umumnya lemak apabila dibiarkan lama di udara akan menimbulkan rasa
dan bau yang tidak enak. Hal ini disebabkan oleh proses hidrolisis yang
menghasilkan asam lemak bebas. Di samping itu dapat pula terjadi proses
oksidasi terhadap asam lemak tidak jenuh yang hasilnya akan menambah
bau dan rasa yang tidak enak. Oksidasi asam lemak tidak jenuh akan
menghasilkan peroksida dan selanjutnya akan terbentuk aldehid. Inilah
yang menyebabkan terjadinya bau dan rasa tidak enak atau tengik.
3. Kelembaban udara, cahaya, suhu tinggi, dan adanya bakteri perusak
adalah faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya ketengikan lemak
(Poedjiadi, 1994).
Kerusakan lemak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik
yang disebut proses ketengikan (rancidity), ketengikan terjadi karena
asam lemak pada suhu ruang dirombak akibat hidrolisis atau oksidasi
menjadi hidrokarbon, alkanal, atau keton serta sedikit epoksi dan alkohol
(alkanol). Bau yang kurang sedap muncul akibat campuran dari berbagai
produk ini. Selain itu pada suhu kamar, proses ini dapat terjadi selama
proses pengolahan menggunakan suhu tinggi. Hasil oksidasi minyak atau
lemak dalam bahan pangan tidak hanya mengakibatkan rasa dan bau
tidak enak tetapi juga dapat menurunkan nilai gizi karena rusaknya
vitamin (karoten dan tokoferol) dan asam lemak esensial dalam lemak
(Siswati et al., 2008).
Lipida memegang peranan penting dalam struktur dan fungsi sel.
Dua tetes lipida, yang berfungsi untuk menyimpan energi kimia, dapat
dilihat dalam kloroplas. Asam lemak adalah asam organik berantai
panjang yang mempunyai atom karbon dari 4 sampai 24, asam lemak
memiliki gugus karboksil tunggal dan ekor hidrokarbon nonpolar yang
panjang, yang menyebabkan kebanyakan lipida bersifat tidak larut di
dalam air dan tampak berminyak atau berlemak (Thenawidjaja, 1982).
Produk oksidasi lipid di mana-mana dalam makanan, meskipun
banyak variasi di jenisnya dan tingkatannya saat ini. Meskipun tingkat
senyawa ini umumnya rendah, masalah oksidasi lipid sekaligus merusak
kualitas beberapa produk makanan dan membatasi kehidupan yang lain.
Semua makanan yang mengandung lemak, bahkan pada tingkat yang
sangat rendah (<1%), rentan terhadap oksidasi, yang menyebabkan
tengik. Perubahan kerusakan pada makanan yang disebabkan oleh
oksidasi lipid tidak hanya meliputi kehilangan rasa atau tawar, tetapi juga
hilangnya warna, nilai gizi, dan akumulasi senyawa, yang dapat
merugikan kesehatan konsumen (Wasowics et al., 2004).
4. Asam–asam lemak yang ditemukan di alam, biasanya merupakan
asam–asam monokarboksilat dengan rantai yang tidak bercabang dan
mempunyai jumlah atom karbon genap. Asam–asam lemak yang
ditemukan di alam dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu asam lemak
jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh berbeda
dalam jumlah dan posisi ikatan rangkapnya, dan berbeda dengan asam
lemak jenuh dalam jumlah dan posisi ikatan keseluruhannya. Asam
lemak tak jenuh biasanya terdapat dalam bentuk cis. Karena itu molekul
akan bengkok pada ikatan rangkap, walaupun ada juga asam lemak tidak
jenuh dalam bentuk trans (Winarno, 2008).
2. Tinjauan bahan
Lemak dan minyak merupakan hal yang kita kenal setiap hari.
Lemak yang lazim meliputi mentega, lemak hewan, dan bagian berlemak
dari daging. Minyak terutama berasal dari tumbuhan, termasuk jagung,
biji kapas, zaitu, kacang, dan minyak kedelai. Beberapa lemak dan
minyak terutama menghasilkan satu atau dua asam, dengan sedikit saja
asam lainnya. Contohnya, minyak zaitun menghasilkan 83% asam oleat.
Minyak sawit menghasilkan 43% asam palmita, dan 43% asam oleat
dengan sedikit asam stearat dan asam linoleat (Hart, 2003).
Minyak kelapa dan kelapa sawit sebagai sumber kebutuhan minyak
goreng harus dijaga kualitasnya. Penurunan kualitas minyak sangat
dipengaruhi oleh keberadaan asam lemak yang dikandungnya. Faktor
yang menjadi penyebab utama menurunnya kualitas minyak adalah
ketengikan, yaitu proses oksidasi oleh oksigen dari udara terhadap lemak
yang mengakibatkan minyak menjadi tidak layak dikonsumsi. Minyak
yang rusak akibat oksidasi akan menghasilkan bahan pangan dengan rupa
yang kurang menarik dan cita rasa yang tidak enak, serta kurang baik
untuk kesehatan. Proses kerusakan minyak/lemak di dalam bahan pangan
dapat terjadi selama proses pengolahan, misalnya proses pemanggangan,
penggorengan dengan cara deep frying dan selama penyimpanan.
Kerusakan ini menyebabkan bahan pangan berlemak mempunyai bau dan
5. rasa yang tidak enak, sehingga dapat menurunkan mutu dan nilai gizi
bahan pangan tersebut (Fanani, 2009).
Kandungan asam lemak jenuh terbesar terdapat pada lemak sapi
sebesar 65.53% dengan rasio (MUFA+PUFA)/SFA 0.35, dan lemak
margarin sebesar 63.89% dengan rasio (MUFA+PUFA)/SFA 0.46,
sedangkan asam lemak tak jenuh terbesar terdapat pada minyak zaitun
sebesar 82.27%, minyak ikan 75.48% dan minyak goreng kemasan
66.19%. Minyak ikan memiliki kandungan asam lemak tak jenuh ganda
terbesar yaitu 30.24%, sedangkan minyak zaitun sebesar 26.14%.
Kandungan asam lemak tak jenuh tunggal terbesar terdapat pada minyak
goreng kemasan sebesar 53.87%, dan minyak goreng curah sebesar
52.77%. Rasio (MUFA+PUFA)/SFA terbesar diperoleh pada minyak
ikan yaitu 5.38%, kemudian minyak zaitun sebesar 3.67% dan lemak sapi
0.35% (Hermanto, 2010).
Lipase (triasilgliserol hidrolase, EC 3.1.1.3) merupakan enzim yang
dapat mengkatalis berbagai macam reaksi yang meliputi hidrolisis, interesterifikasi, alkoholisis, asidolisis, esterifikasi dan aminolisis. Pada
umunya, sumber lipase adalah dari mikiroba dan jamur. Lipase telah
digunakan dalam berbagai keperluan industri antara lain sintesis lipid
terstruktur, industry farmasi dan kosmetik, surfaktan, food flavor,
produksi pulp dan kertas, tekstil, dan bahan bakar biodiesel. Lipase
terdapat juga pada biji dan buah tanaman seperti palma, selada, bekatul,
beras, barley, gandum, oat, kapas, jagung, mentimun dan kacangkacangan (Hidayat et al, 2008).
Minyak sawit, seperti biji minyak lainnya, adalah ester asam lemak
gliserol biasa disebut trigliserida. Ia memiliki tinggi proporsi asam
palmitat jenuh (C16) yang mana mungkin saja disebabkan nilainya dalam
pembuatan sabun. minyak sawit ini juga mengandung lemak tak jenuh
yang tinggi, terutama yang berasal dari asam oleat. Dalam keadaan
aslinya, minyak sawit mengandung karotenoid (0,05-0,2%) yang
memberikan warna merah (Njoku, 2010).
6. Biji wijen adalah sumber minyak nabati dengan kadar asam lemak
jenuh sebesar 16% sehingga dapat dikonsumsi langsung, dalam bentuk
minyak atau tepung. Wijen baik dalam bentuk biji maupun minyaknya
digunakan dengan intensif sebagai bahan makanan di berbagai negara
(Bailey’s, 1930). Biji wijen mengandung minyak antara 35 – 63 % dan
dengan kandungan protein yang tinggi yaitu 19 – 25%, 7 - 8% serat
kasar, 15% residu bebas nitrogen, dan 4,5 - 6,5% abu. Minyak biji wijen
kaya akan asam lemak tak jenuh, khususnya asam oleat (C18:1) dan
asam linoleat (C18:2, Omega-6), 8-10% asam lemak jenuh, dan sama
sekali tidak mengandung asam linolenat (Rachmadani, 2012).
Menurut Bimbo (dalam Susilawati, 1994), jenis asam lemak tak
jenuh pada minyak ikan hampir sama dengan minyak pada tumbuhan.
Perbedaannya hanya pada kadar asam lemak tertentu. Misalnya, asam
lemak utama pada minyak ikan berkonfigurasi omega-3, sedangkan pada
minyak tumbuhan dan hewan lainnya lebih banyak mengandung asam
lemak berkonfigurasi omega-6. Asam lemak dengan konfigurasi omega-3
adalah asam lemak yang memiliki posisi ikatan rangkap pertama pada
atom karbon nomor 3 dari ujung gugus metilnya. Asam-asam lemak
alami yang termasuk dalam kelompok asam lemak omega-3 adalah asam
linolenat, asam eikosapentaenoat, dan asam dokosa heksaenoat
(Rasyid, 2003).
C. Metodologi
1. Alat
a. Gelas beker 500 ml
b. Tabung reaksi dan rak tabung reaksi
c. Pipet ukur
d. Timbangan
e. Erlenmeyer 100 ml
f. Pendingin Balik
g. Pipet tetes
7. h. Alat Sentrifugasi
i. Waterbath
j. Stopwatch
k. Buret Titrasi
2. Bahan
a. Minyak ikan
b. Minyak sawit
c. Minyak wijen
d. Minyak zaitun
e. Lemak ayam
f. Minyak bekas
g. Minyak lama
h. Air dingin
i. HCl
j. Phloroglucinol 1%
k. Alkohol netral
l. Indikator fenol fthalein
m. NaOH 0,01 N
n. Kacang tanah
o. NaCl 0,1 M
p. Susu
8. 3. Cara Kerja
Percobaan kenampakkan lipida pada suhu ambien dan suhu dingin
Disiapkan 5 tabung reaksi bersih
10 ml minyak sawit, minyak
ikan, minyak wijen, minyak
zaitun, dan lemak ayam
Dimasukkan pada masing-masing tabung
dan diamati warna, bau, serta kondisinya
pada suhu kamar
Tabung-tabung berisi minyak tersebut
dimasukkan kedalam gelas beaker yang telah
berisi air dingin < 100 C
Setelah ± 10 menit diamati perubahan warna,
bau, serta kondisinya
Diterangkan faktor-faktor perubahan tersebut
9. Uji ketengikkan dengan metode Kreiss
1 ml minyak baru, miyak
bekas, minyak lama
ditambah air, minyak lama
di kaleng dan 1 ml HCl
Digojog homogen
1 ml phloroglucinol 1%
Ditambahkan dan dibiarkan selama 10
menit
Campuran tersebut divortex selama 5
menit lalu didiamkan selama 15 menit
Bila pada lapisan terjadi warna merah
jambu menunjukkan minyak tersebut
tengik
10. Uji Angka Asam
5 g minyak baru atau minyak bekas/lama
Ditimbang, dimasukkan kedalam erlenmeyer 100 ml
50 ml alkohol netral
Ditambahkan dan dididihkan 10 menit lalu dipasang
pendingin dengan cepat
5 tetes indikator pp
Ditambahkan
NaOH 0,1 N
Dititrasi sampai warna merah jambu
Dibandingkan jumlah titran yang diperlukan
Uji aktivitas Enzim Lipase
-
Penyiapan larutan enzim
20 g kacang tanah
Ditimbang, dan dihancurkan
100 ml 0,1 M NaCl
Ditambahkan lalu dibiarkan selama 30 menit
Disaring filtratnya dan didapatkan larutan
enzim kasar
11. -
Cara pengujian
8 ml substrat (susu) atau
blanko (NaCl 0,1 M)
Dimasukkan kedalam erlenmeyer 100 ml
dan diseimbangkan suhunya dalam
waterbath 300 C
2 ml larutan enzim
Ditambahkan dan diinkubasi pada suhu
300 C selama 10 menit
40 ml alkohol
Ditambahkan 5 tetes indikator pp
Dititrasi dengan NaOH 0,01 N sampai
warna tepat merah muda
12. D. Hasil dan Pembahasan
Tabel 2.1 Perbandingan Kenampakkan Lipida pada Suhu Ambien dan Suhu
Dingin < 100C
Kel
Sampel
1,6
Minyak
Sawit
Suhu Ambien
Warna
Bau
Wujud
Kuning Tidak
Cair
bening berbau
2
Minyak
Ikan
Coklat
tua
3
Minyak
Wijen
Coklat
bening
4
Lemak
Ayam
Coklat
keruh
5
Minyak
Zaitun
Kuning
jernih
Bau
amis
Khas
minyak
wijen
Khas
lemak
ayam
Khas
minyak
zaitun
Cair
Cair
Suhu Dingin < 100C
Warna
Bau
Wujud
Kuning
Tidak
Cair
bening
berbau
Amis tapi
Coklat
tidak terlalu
Cair
tua
menyengat
Khas
Coklat
Lebih
minyak
bening
kental
wijen
Cair
Coklat
keruh
Khas lemak
ayam
Padat
Cair
Kuning
jernih
Khas
minyak
zaitun
Cair
Sumber : Laporan Sementara
Percobaan ini menggunakan empat sampel lipida yaitu minyak sawit,
minyak wijen, minyak ikan dan lemak ayam. Tiap sampel diperlakukan
dengan sama yaitu didinginkan dalam air yang bersuhu dingin < 100C.
Sebelum didinginkan minyak sawit berwarna kuning bening, tidak berbau dan
berwujud cair. Setelah didinginkan sawit tetap kuning bening, tidak berbau
dan berwujud cair. Pada sampel berikutnya yaitu minyak ikan, sebelum
didinginkan minyak ikan berwarna coklat tua, berbau amis, dan berwujud
cair. Setelah didinginkan minyak ikan tersebut tetap berwarna coklat tua,
berbau amis tapi tidak terlalu menyengat dan cair. Minyak wijen sebelum
didinginkan berwarna coklat bening, berbau minyak wijen dan berwujud cair,
setelah didinginkan berwarna coklat bening, berbau minyak wijen dan lebih
kental. Pada lemak ayam sebelum didinginkan berwarna coklat keruh, berbau
lemak ayam dan cair, setelah didinginkan menjadi coklat keruh, tetap berbau
lemak ayam, dan menjadi padat. Pada sampel yang terakhir yaitu minyak
zaitun sebelum didinginkan berwarna kuning jernih, berbau minyak zaitun,
13. dan berwujud cair. Setelah didinginkan tetap berwarna kuning jernih, berbau
minyak zaitun dan cair.
Asam lemak tak jenuh terbagi menjadi 2 yaitu asam lemak tak jenuh
tunggal dan ganda. Asam lemak tak jenuh tunggal, hanya mempunya satu
ikatan ganda banyak ditemukan pada alpukat, minyak zaitun, kacang, dan
minyak canola. Asam lemak tak jenuh ganda, mempunyai lebih dari satu
ikatan ganda banyak ditemukan pada minyak ikan, EPO, minyak wijen,
minyak kedelai. Asam lemak jenuh, tidak mempunyai ikatan ganda banyak
terdapat pada daging, telur, dan mentega. Sehingga dapat disimpulkan lemak
ayam termasuk mengandung asam lemak jenuh dan Minyak wijen, minyak
zaitun, dan minyak ikan mengandung asam lemak tak jenuh. Sedangkan
minyak sawit termasuk golongan asam lemak agak jenuh.
Winarno (1999) juga menjelaskan minyak sawit mempunyai titik leleh
25-500C, mengandung asam lemak dominan yaitu asam palmitat (lemak
jenuh) 50.46% dan asam oleat (lemak tak jenuh) sebesar 40.35%. Dalam
Edwar (2011) minyak goreng sawit mempunyai asam lemak tidak jenuh
hanya sebesar 48%. Minyak wijen diperoleh dari biji wijen (Sesamum
indicum) yang mengandung minyak sekitar 50 persen. Rantai asam lemak
yang terdapat dalam minyak ikan mempunyai jumlah lebih dari delapan belas
atom karbon dan memiliki lima atau enam ikatan rangkap dalam (Rasyid,
2003).
Minyak
ikan
mengandung asam
lemak
tidak
jenuh
yang
berkonfigurasi omega 3. Kadar omega 3 minyak ikan khususnya minyak ikan
sardin, dapat bervariasi tetapi berkisar antara 4,48% sampai dengan 11,80%.
Secara umum, asam-asam lemak dalam minyak zaitun dibagi menjadi dua
yaitu, asam lemak tak jenuh dengan kadar 70-80% dan asam lemak jenuh
dengan kadar 8-10%. Berdasarkan teori tersebut maka sampel dapat diurutkan
dari yang memiliki kejenuhan yang tinggi ke sampel yang memiliki
kejenuhan rendah yaitu lemak ayam, minyak sawit, minyak wijen, minyak
ikan, dan minyak zaitun.
Pada hasil percobaan minyak wijen mengalami pengentalan sedangkan
minyak sawit tetap cair setelah dilakukan perlakuan, seharusnya minyak
14. wijen tetap cair karena ikatannya rangkap dan minyak sawit kental karena
merupakan asam lemak agak jenuh. Hal ini mungkin dikarenakan minyak
wijen dan minyak sawit tercampur dengan sampel lainnya, karena
penggunaan pipet ukur yang bergantian dan tidak dibersihkan dahulu
sehingga terjadi kontaminasi dengan sampel jenis lain.
Suhu dingin berpengaruh terhadap minyak/lemak karena menyebabkan
kondisinya lebih padat. Titik lebur suatu lemak atau minyak dipengaruhi oleh
sifat asam lemak, yaitu daya tarik antar asam lemak yang berdekatan dalam
kristal. Gaya ini ditentukan oleh panjang rantai C, jumlah ikatan rangkap, dan
bentuk cis dan trans pada asam lemak tidak jenuh. Makin panjang rantai C,
titik cair akan semakin tinggi dan titik lebur menurun dengan bertambahnya
jumlah ikatan rangkap. Makin banyak ikatan rangkap, ikatan makin lemah,
berarti titik cair akan lebih rendah. Sehingga asam lemak jenuh mempunyai
titik lebur lebih tinggi daripada asam lemak tidak jenuh.
Faktor penyebab terjadinya perubahan yang terjadi pada minyak/lemak
pada suhu dingin adalah jenis ikatan dan struktur minyak/lemak tersebut.
Sesuai teori menurut Edwar (2011) yang mengatakan bahwa, berdasarkan
strukturnya lemak mempunyai wujud cair dan padat. Wujud padat dan
cairnya lemak dipengaruhi oleh tingkat kejenuhan asam lemak yang terdapat
di dalamnya. Lemak yang kandungan asam lemaknya terutama asam lemak
tidak jenuh akan bersifat cair pada suhu kamar dan biasanya disebut sebagai
minyak, sedangkan yang kandungan asam lemaknya terutama asam lemak
jenuh akan berbentuk padat.
15. Tabel 2.2 Hasil Uji Ketengikkan Minyak dengan metode Kreiss
Kel
Sampel
Sebelum
1
Minyak baru
Terbentuk 3 lapisan :
bening-keruh-bening
2
Minyak bekas
Terbentuk 3 lapisan :
bening-kuning-putih
keruh
3
Minyak lama +
sedikit air
Terbentuk 3 lapisan :
bening-keruh-bening
4
Minyak baru
Terbentuk 3 lapisan :
bening-keruh-bening
5
Minyak bekas
Terbentuk 3 lapisan :
bening-kuning-putih
keruh
6
Minyak lama +
sedikit air
Terbentuk 3 lapisan :
bening-keruh-bening
7
Minyak baru
8
Minyak jelantah
9
10
Minyak +
sedikit air
Minyak lama di
kaleng
11
Minyak baru
12
Minyak jelantah
13
Minyak murni
14
15
16
17
18
Minyak bekas
pakai
Minyak + air
sedikit
Minyak lama
dalam kaleng
Minyak +
sedikit air
Minyak lama
dalam Kaleng
Sumber : Laporan Sementara
Terbentuk lapisan bening
dan kuning
Terbentuk lapisan bening
dan coklat
Bening kekuningan
Kuning bening dan
bening
Terbentuk lapisan bening
dan kuning
Terbentuk lapisan bening
dan coklat
Atas : kuning, Tengah : Bawah : bening
Atas: bening, Tengah :
coklat, Bawah : bening
Atas: bening, Tengah:
kuning, Bawah: bening
Atas: bening, Tengah:
kuning, Bawah: bening
Atas: bening, Tengah:
kuning, Bawah: bening
Atas: putih kemerahmerahan, Tengah : coklat
Bawah: bening
Sesudah
Terbentuk 2 lapisan, atas:
putih keruh, bawah:
bening
Terbentuk 2 lapisan, atas:
jingga keruh, bawah:
putih keruh
Terbentuk 2 lapisan, atas:
putih keruh, bawah:
bening
Terbentuk 2 lapisan, atas:
putih keruh, bawah:
bening
Terbentuk 2 lapisan, atas:
jingga keruh, bawah:
putih keruh
Terbentuk 2 lapisan, atas:
bening, bawah: putih
keruh
Tidak ada lapisan pink
Tidak ada lapisan pink
Tidak ada lapisan pink
Ada lapisan pink
Tidak ada lapisan pink
Tidak ada lapisan pink
Atas: kuning, Tengah:
putih keruh, Bawah:
bening
Atas: bening, Tengah:
coklat, Bawah: bening
Atas: bening, Tengah:
kuning, Bawah: bening
Atas: kuning, Tengah: Bawah: merah muda
Atas: bening, Tengah:
kuning, Bawah: bening
Atas: merah muda,
Tengah: kuning, Bawah:
bening, ada bintik merah
16. Metode Kreiss merupakan salah satu metode untuk uji ketengikan
minyak. Uji Kreiss berprinsip kepada reaksi kondensasi antara ephydrinaldehida dengan phloroglucinol, sehingga menghasilkan warna merah jambu
(pink). Sampel yang digunakan adalah minyak kelapa sawit yang baru, bekas,
dan yang lama ditambah sedikit air. Langkah awal yang dilakukan adalah
menambah 1 mL HCl 1:1 kedalam 1 mL sampel kemudian digojog supaya
homogen. Fungsi dari HCl 1:1 adalah untuk menghidrasi epyhidrin-aldehid
menjadi furfural. Ke dalam larutan tersebut ditambahkan phloroglucinol,
menurut Anwar (2012) fungsi penambahan phloroglucinol adalah agar
bereaksi dengan furfural membentuk kompleks berwarna merah jambu yang
akan menjadi dasar terhadap analisis ketengikan secara kualitatif.
Selanjutnya, dibiarkan dulu selama 15 menit untuk memberi kesempatan
reaksi terjadi dengan baik dan homogen. Jika larutan berwarna merah muda
maka minyak telah mengalami ketengikan. Semakin tinggi intensitas warna
yang terbentuk maka minyak semakin tengik.
Menurut Tabel 2.2 dapat diketahui bahwa, minyak baru dan minyak
lama yang ditambah sedikit air terbentuk 2 lapisan, atas berwarna putih keruh
dan yang bawah berwarna bening. Hal ini menunjukkan minyak baru dan
minyak lama yang ditambah sedikit air tidak mengalami ketengikan.
Sedangkan pada minyak bekas terjadi 2 lapisan, atas berwarna jingga keruh
dan bawah berwarna putih keruh. Hal ini menunjukkan bahwa pada minyak
bekas telah tengik. Minyak bekas lebih tengik dari pada minyak baru dan
minyak lama yang ditambah sedikit air, hasil ini telah sesuai dengan teori
menurut Edwar (2011) yang menyatakan, kerusakan lemak yang utama
adalah timbulnya bau dan rasa tengik yang disebut proses ketengikan
(rancidity), ketengikan terjadi karena asam lemak pada suhu ruang dirombak
akibat hidrolisis atau oksidasi menjadi hidrokarbon, alkanal, atau keton serta
sedikit epoksi dan alkohol (alkanol). Bau yang kurang sedap muncul akibat
campuran dari berbagai produk. Selain pada suhu kamar, proses ini dapat
terjadi selama proses pengolahan menggunakan suhu tinggi.
17. Ketengikan terjadi bila komponen cita-rasa dan bau mudah menguap
terbentuk sebagai akibat kerusakan oksidatif dari lemak dan minyak yang tak
jenuh. Komponen-komponen ini menyebabkan bau dan cita-rasa yang tidak
dinginkan dalam lemak dan minyak dan produk-produk yang mengandung
lemak dan minyak itu. Hal ini disebabkan oleh otooksidasi radikal asam
lemak tidak jenuh dalam lemak. Otooksidasi dimulai dengan pembentukan
radikal-radikal bebas yang disebabkan oleh faktor-faktor yang dapat
mempercepat
reaksi
seperti
cahaya,
panas,
peroksida
lemak
atau
hidroperoksida, logam-logam berat seperti Cu, Fe, Co dan Mn, logam pofirin
seperti hematin, hemoglobin, mioklobin, klorofil, dan enzim-enzim
lipoksidase.
Molekul-molekul lemak yang mengandung radikal asam lemak tidak
jenuh mengalami oksidasi dan menjadi tengik. Bau tengik yang tidak sedap
tersebut disebabkan oleh pembentukan senyawa-senyawa hasil pemecahan
hidroperoksida. Sebuah atom hidrogen yang terikat pada suatu atom karbon
yang letaknya disebelah atom karbon lain yang mempunyai ikatan rangkap
dapat disingkirkan oleh suatu kuantum energi sehingga membentuk radikal
bebas. Kemudian radikal ini dengan O2 membentuk peroksida aktif yang
dapat membentuk hiperperoksida yang bersifat sangat tidak stabil dan mudah
pecah menjadi senyawa dengan rantai karbon yang lebih pendek oleh radiasi
energi tinggi, energi panas, katalis logam, atau enzim. Senyawa-senyawa
dengan rantai C lebih pendek ini adalah asam-asam lemak, aldehida-aldehida,
dan keton yang bersifat volatil dan menimbulkan bau tengik pada lemak.
Pada minyak baru memiliki potensi tengik atau rusak yang lebih rendah
karena minyak masih baru dan kemungkinan terkontaminasi oleh udara masih
kecil sehingga terjadinya oksidasi kecil pula kemungkinannya. Sedangkan
untuk minyak bekas atau jelantah lebih besar potensi ketengikan karena
minyak telah digunakan sehingga mengalami perlakuan pemanasan dengan
suhu yang tinggi dan berulang. Pemanasan suhu tinggi ini mengakibatkan
terjadinya pirolisis pada minyak sehinga menjadi rusak. Untuk minyak lama
yang ditambah sedikit air memiliki potensi ketengikan yang cukup tinggi
18. karena adanya air mengakibatkan minyak terkontaminasi dengan oksigen. Hal
ini menyebabkan terjadinya proses oksidasi pada minyak yang membentuk
senyawa dengan rantai C lebih pendek yang bersifat volatil dan menyebabkan
bau tengik pada minyak. Pada minyak lama yang disimpan di kaleng juga
memiliki potensi tengik atau rusak yang tinggi. Hal dikarenakan logam yang
terkandung dalam kaleng dapat mempercepat proses terjaidnya ketengikan.
Proses terjadinya ketengikan (rancidity) akan dipercepat apabila terdapat
logam tertentu seperti tembaga, seng, timah dan timbal dan apabila mendapat
panas atau cahaya penerangan. Asam lemak juga dapat mengalami perubahan
karena dimasak pada temperatur tinggi. Proses pemasakan pada temperatur
tinggi ini menyebabkan minyak mengalami pirolisis, yaitu suatu reaksi
dekomposisi karena panas. Pirolisis menyebabkan terbentuknya akrolein,
yaitu senyawa yang bersifat racun, dan dapat menyebabkan iritasi dengan bau
khas lemak terbakar. Sehingga ketengikkan dapat dijadikan indikator
kerusakkan pada minyak (Edwar, 2011). Proses kerusakan minyak/lemak di
dalam bahan pangan dapat terjadi selama proses pengolahan, misalnya proses
pemanggangan, penggorengan dengan cara deep frying dan selama
penyimpanan. Kerusakan ini menyebabkan bahan pangan berlemak
mempunyai bau dan rasa yang tidak enak, sehingga dapat menurunkan mutu
dan nilai gizi bahan pangan tersebut (Fanani, 2009).
Tabel 2.3 Hasil Pengamatan Uji Angka Asam
Kel
Sampel
1,2
Minyak baru
3,4 Minyak bekas
5,6
Minyak baru
7,8
Minyak baru
9,10 Minyak bekas
11,12 Minyak baru
13,14 Minyak baru
15,16 Minyak bekas
17,18 Minyak baru
Berat Minyak
5 gram
Volume NaOH
0.1 ml
0.7 ml
0.4 ml
0.2 ml
0.4 ml
0.2 ml
0.1 ml
0.1 ml
0.15 ml
Angka Asam
0.08
0.32
0.56
0.16
0.32
0.16
0.08
0.08
0.12
Sumber : Laporan Sementara
Pada Tabel 2.3, akan disajikan mengenai metode lain uji kualitatif
minyak, yaitu dengan uji angka asam. Prinsip pengujian angka asam adalah
19. menunjukkan banyaknya asam lemak bebas yang terdapat dalam suatu
minyak. Angka asam dinyatakan sebagai jumlah milligram NaOH yang
dibutuhkan asam lemak bebas. Angka asam yang dihasilkan pada minyak baru
adalah 0,08; dengan NaOH 0,1 ml dan 0,32 dengan NaOH 0.4 ml. Sedangkan
pada minyak baru, angka asamnya sebesar 0,56.
Sehingga berdasarkan praktikum ini, angka asam minyak baru lebih
besar dibandingkan angka asam minyak lama. Jika dibandingkan dengan
tinjauan pustaka yang ada, hal ini menyimpang dari teori. Sebab, pada minyak
yang lama (minyak jelantah) yang telah dipakai berulang kali dalam proses
penggorengan, akan menyebabkan perubahan pada kandungan minyak itu
sendiri. Pemanasan yang berkali-kali menyebabkan kerusakan karena
teroksidasi oleh udara dan oleh suhu tinggi. Minyak jelantah akan semakin
kental akibat polimerisasi asam-asam lemak. Jika diuji angka asamnya, maka
asam-asam lemak yang berada dalam jumlah yang banyak ini akan terukur
oleh uji angka asam ini. Sedangkan minyak baru, masih mengandung asam
lemak esensial dan asam lemak tak jenuh. Sehingga asam lemak di dalamnya
tidak terlalu banyak terbentuk sebab belum digunakan untuk penggorengan
yang terdapat dalam satu gram lemak atau minyak.
Tabel 2.4 Hasil pengamatan Uji Aktivita Enzim Lipase
Kel
Sampel
1,2
Substrat
3,4
Blanko
5,6
Substrat
Warna
Sebelum
Sesudah
Putih
Putih merah
susu
muda
Putih
Merah muda
keruh
Putih agak
Putih susu
merah muda
Volume
NaOH (ml)
Aktivitas
Lipase
19.9
9.5 x 10-4
5.3
2.65 x 10-4
18
9 x 10-4
Sumber : Laporan Sementara
Lipase adalah kelas turunan dari enzim esterase enzim yang
mengkatalisis pemecahan lemak menjadi asam lemak dan gliserol. Enzi mini
memiliki suhu dan pH optimu yang berbeda tergantung asal enzim diperoleh.
Menurut Yuneta (2010) pada umumnya enzim lipase dapat beraktivitas pada
kondisi suhu optimal dari 45°C - 70°C dan pH optimal pada 7. Enzim larut
20. dalam air di alam dan hidrolisis dilakukan pada ikatan kimia ester. Substrat
yang diperlukan untuk tindakan lipase substrat lipid tidak larut air. Hal ini
memainkan peran kunci dalam proses pencernaan dan transportasi lipid. ASI,
buah pala, dan pepaya merupakan sumber lain yang mengandung enzim
lipase. Pada metode titrimetri, banyaknya asam lemak yang dilepaskan akan
dititrasi oleh NaOH sehingga volume NaOH sama dengan volume asam lemak
yang dihasilkan oleh aktivitas enzim lipase.
Proses pemanasan pada enzim akan membuat enzim menjadi rusak dan
mengurangi aktivitasnya. Kondisi ini digunakan sebagai kondisi kontrol pada
penentuan aktivitas enzim dan juga penentuan secara perubahan pH. Pada
proses titrasi larutan diamati perubahan warna dari putih menjadi pink
kemudian menjadi putih kembali. Jika larutan tidak mengalami perubahan
warna kembali maka asam lemak yang dihasilkan dari enzim telah habis
dititrasi. Bisa dikatakan bahwa enzim lipase tidak melakukan aktifitas untuk
memproduksi asam lemak kembali. Lipase tidak dapat bekerja pada kondisi
pH yang makin rendah. Dengan bertambahnya pH sejalan dengan waktu maka
aktifitas enzim untuk menghisrolisis triasilgliserida makin meningkat
Dalam percobaan ini sampel yang menunjukkan aktivitas lipase
tertinggi yaitu substrat kelompok 1, 2, yaitu sampel dengan bahan substrat
yang berwarna awal putih susu menjadi putih bercampur merah agak muda
dengan besar aktivitas lipase 9,5 x 10-4 LU/gram. Sampel yang menunjukkan
hasil tidak jauh berbeda adalah substrat pada kelompok 5 dan 6 dengan nilai
aktivitas lipase sebesar 9 x 10-4 LU/gram. Dan nilai aktivitas yang paling
rendah adalah sampel dengan menggunakan blanko pada kelompok 3, 4 yaitu
sebesar 2,65 x 10-4 LU/gram sampel.
Hal yang membedakan sampel substrat dengan blanko adalah
perlakuan inkubasi pada waterbath dengan suhu 300C pada substrat,
sedangkan pada blanko tidak dilakukan inkubasi. Hal ini telah sesuai dengan
teori, bahwa enzim merupakan protein akan meningkat aktivitasnya seiring
dengan peningkatan suhu, namun apabila melampaui batas optimumnya maka
aktivitas enzim akan menurun akibat terdenaturasi. Inilah yang menyebabkan
21. aktivitas enzim yang mengalami perlakuan inkubasi lebih tinggi dibandingkan
tanpa perlakuan inkubasi. Fungsi dari penambahan NaOH adalah memberikan
warna merah jambu bila mencapai pH tertentu.
E. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan
bahwa :
1. Suhu dingin memberikan perbedaan pengaruh kondisi yaitu, pada lemak
ayam menjadi padat sedangkan pada minyak sawit, wijen, zaitun, dan
ikan tetap cair.
2. Lemak ayam termasuk mengandung asam lemak jenuh sedangkan
minyak wijen, minyak zaitun, minyak sawit dan minyak ikan
mengandung asam lemak tak jenuh.
3. Minyak bekas lebih tengik dari pada minyak baru dan minyak lama yang
ditambah sedikit air, karena minyak bekas telah digunakan misalnya
untuk menggoreng.
4. Proses pemasakan pada temperatur tinggi ini menyebabkan minyak
mengalami pirolisis, yaitu suatu reaksi dekomposisi karena panas
sehingga minyak menjadi tengik.
5. Angka asam minyak baru sebesar 0,08 lebih besar dibandingkan angka
asam minyak lama.
6. Sampel yang aktivitas enzimnya lebih besar adalah sampel dengan bahan
substrat yang berwarna awal putih susu menjadi putih bercampur merah
agak muda, dan didapatkan aktivitas lipase sebesar 9,5 x 10-4.
7. Semakin besar ketengikkan minyak, maka kualitas dari minyak tersebut
semakin jelek.
8. Semakin besar angka asam dari minyak, maka kualitas dari minyak
semakin buruk.
22. LAMPIRAN
Perhitungan Uji Angka Asam :
Vol NaOH
= 0,4
Berat minyak = 5 gr
BM NaOH
= 40
N NaOH
= 0,1
Angka Asam =
=
= 0,32
Perhitungan Uji Aktivitas Enzim Lipase :
Vol NaOH
= 18 ml
M NaOH
= 0,01 M
Mg sampel
= 20
Waktu
= 10 menit
Aktivitas enzim
=
=
= 9 x 10-4 LU/gr
23. DAFTAR PUSTAKA
Edwar, Zulkarnain. 2011. Pengaruh Pemanasan terhadap Kejenuhan Asam
Lemak Minyak Goreng. J Indon Med Assoc, Volume : 6, Nomor : 6.
Padang.
Fanani, Zainal. 2009. Kinetika Reaksi Oksidasi Asam Miristat, Stearat, dan Oleat
dalam Medium Minyak Kelapa, Minyak Kelapa Sawit, serta Tanpa
Medium. Jurnal Penelitian SAINS. Vol. 12. No. 1 (C) 12107.
Fessenden, Ralo J. 1999. Kimia Organik. Erlangga. Jakarta.
Hart, Harold. 2003. Kimia Organik. Erlangga. Jakarta.
Hermanto, Sandra. 2010. Analisis Tingkat Kerusakan Lemak Nabati dan Lemak
Hewani Akibat Proses Pemanasan. UIN Jakarta.
Hidayat, Chusnul; Lutfi Suhendra; Supriyadi. 2008. Optimasi Produksi Lipase
Kecambah Biji Kacang Tanah (Arachis hypogaea. L) sebagai Biokatalis
dengan Metode Response Surface Methodology. Jurnal Teknik Mesin dan
Industri FT UGM.
Murty, Ramachandra. 2002. Hydrolysis of Oils by Using Immobilized Lipase
Enzyme. Biotechnol. Bioprocess Eng. 2002, Vol. 7, No. 2
Njoku, P. C dan J. C. Onwu. 2010. The Study of the Characteristics and Rancidity
of Three Species of Elaeis guineensis in South East of Nigeria. Pakistan
Journal of Nutrition. Vol. 9. No. 8. Pakistan.
Poedjiadi, Anna. 2009. Dasar-dasar Biokimia. UI-Press. Jakarta.
Rachmadani, Rendra. 2012. Pabrik Margarin dari Biji Wijen dengan Proses
Hidrogenasi Menggunakan Katalis Nikel. Fakultas Teknologi Industri.
Surabaya
Rasyid, Abdullah. 2003. Asam Lemak Omega-3 dari Minyak Ikan. Oseana,
Volume XXVIII, Nomor 3, 2003 : 11-16.
Siswati, Nana Dyah; Juni SU; Junaini. 2008. Pemanfaatan Antioksidan Alami
Flavonol untuk Mencengah Proses Ketengikan Minyak Kelapa. Jurusan
Teknik Kimia UPN. Jawa Timur.
Thenawidjaja, Maggy. 1982. Prinsip-prinsip Biokimia. Erlangga. Jakarta.
Wasowicz, Edwin; Anna Gramza; Marzanna Heoe1; Henryk H. Jelen; Jozef
Korczak; Maria Malecka, Sylwia Mildner-Szkudlarz; Magdalena
Rudzinska; Urszula Samotyja; Renata Zawirska-Wojtasiak. 2004.
Oxidation of Lipids in Food. Polish Journal of Food and Nutrition Science.
Vol. 13. No. 54.
Winarno, F.G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. M-Brio Press. Bogor.