SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  13
Télécharger pour lire hors ligne
1 dari 13




                    UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                          NOMOR 7 TAHUN 1951

                                    TENTANG

     PERUBAHAN DAN TAMBAHAN UNDANG UNDANG LALU LINTAS JALAN
         (WEGVERKEERSORDONNANTIE, STAATSBLAD 1933 NO. 86)



                         PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang :      bahwa untuk menyesuaikan aturan-aturan yang ditetapkan dengan
                 atau berdasarkan Undang-undang Lalu-lintas Jalan
                 (Wegverkeersordonnantie, Staatsblad 1933 No. 68) dengan
                 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia supaya
                 aturan-aturan ini dapat terjamin pelaksanaannya secara praktis,
                 perlu diadakan perubahan dan tambahan dalam Undang- undang
                 Lalu-Lintas Jalan yang telah diubah beberapa kali, terakhir dengan
                 Staatsblad 1940 No. 72; Mengingat : pasal 89, 142, dan 143
                 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia;

        Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia;

                                   Memutuskan:

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN DAN TAMBAHAN
               UNDANG-UNDANG LALU-LINTAS JALAN
               (WEGVERKEERSORDONANTIE, STAATSBLAD 1933 No. 86).

                                      Pasal 1

quot;Undang-undang Lalu-Lintas Jalanquot; (Staatsblad 1933 No. 86) sebagaimana Undang-
undang itu telah diubah dan ditambah, terakhir dengan Undang-undang tanggal 1
Maret 1940 (Staatsblad 1940 No. 72) diubah dan ditambah lagi sebagai berikut :

Pasal 1 ayat (1) dibawah 8 harus dibaca :

   8. daerah-daerah otonoom: daerah-daerah yang disebut dalam pasal 131
      Undang-undang Dasar Sementara (Undang- undang No. 7 tahun 1950,
      Lembaran Negara 1950 No. 56).

Pasal 5ayat (2)harus dibaca :

   (2) Seraya mengingat penetapan dalam ayat (1) dan aturan-aturan yang
       ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah, maka dengan atau berdasarkan
       keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dapat ditentukan untuk
2 dari 13




       beberapa jalan kecepatan-kecepatan-maksimum yang berlaku untuk semua
       atau beberapa jenis kendaraan.

ayat (4)harus dibaca :

   (4) Penetapan-penetapan yang disebut dalam ayat (2) dan (3) diumumkan di
       Lembaran Propinsi.

Pasal 8ayat (2)harus dibaca :

   (2) Nomor dan huruf atas permohonan diberikan kepada pemilik-pemilik atau
       pemegang-pemegang kendaraan bermotor oleh Kepala Kepolisian
       Keresidenan, di dalam wilayah kekuasaan siapa kendaraan-bermotor itu
       biasanya berada. Jika sesuatu kendaraan-bermotor biasanya berada dalam
       lebih dari satu wilayah-kekuasaan yang disebut tadi, maka sebagai tempat
       biasa harus dianggap wilayah-kekuasaan di dalam mana tempat kediaman
       pimpinan harian perusahaan itu berada.

Dalam pasal II di bawah b, quot;daerah-pemerintahanquot; harus dibaca : quot;wilayah-
kekuasaanquot;.

Dalam pasal 14 ayat (1) ditiadakan anak-kalimat yang berikut : quot;, atau, jika ini tidak
ada, dengan aturan-aturan atau peraturan peraturan Kepolisian seperti disebut
dalam pasal 129 Tata Negara Indonesiaquot;.

Pasal 14 ayat (3) ditiadakan.

Pasal 16 ayat (2) harus dibaca : ayat (2) Keterangan-keterangan mengemudi
diberikan oleh Kepala Kepolisian Keresidenan.

Pasal 25 ayat (3) ditiadakan.

Dalam pasal 25 ayat (4) kata-kata quot; mengenai tugas jawatan pemeriksaanquot; ditambah
dan harus dibaca : quot;mengenai susunan dan tugas jawatan pemeriksaanquot;.

Pasal 25 ayat (5) ditiadakan.

Dalam pasal 27 ditiadakan anak-kalimat yang berikut : quot;, atau, jika ini tidak ada,
dengan aturan peraturan Kepolisian seperti disebut di pasal 129 Tata Negara
Indonesiaquot;. Dalam pasal 30 ayat (1) ditiadakan anak-kalimat : quot;, atau, jika ini tidak
ada, digubernemen Yogyakarta dan Surakarta dengan penetapan gubernur dan di
tempat dengan penetapan residenquot;.

Pasal 30 ayat (2) harus dibaca :

   (2) Penetapan-penetapan yang disebut dalam ayat (1) diumumkan di Lembaran
       Propinsi.
3 dari 13




Dalam pasal 31 ayat (1) sebagai pengganti quot;ayat-ayat (2) dan (2a)quot; harus dibaca :
quot;ayat (2)quot;.

Pasal 31 ayat (2) harus dibaca (2) Izin yang disebut dalam ayat pertama diberikan :

a. untuk trayek-trayek dalam kota oleh atau atas nama Dewan Perwakilan Rakyat
   Kota;
b. untuk semua trayek-trayek yang lain oleh Menteri Perhubungan setelah
   berunding dengan Gubernur yang bersangkutan.

Pasal 31 ayat-ayat (2a) dan (3) ditiadakan.

Pasal 32 ayat (6) harus dibaca :

   (6) Izin yang disebut dalam pasal 31 ayat (1) itu tidak diwajibkan untuk
       pengangkutan yang akan dilakukan hanya sekali atau jarang kali saja. Dalam
       hal ini dilarang mempergunakan otobis untuk engangkutan/penumpang
       ataupun menyuruh atau membiarkannya dipergunakan untuk itu, jika tidak
       mempunyai izin istimewa dari Inspektur Lalu-lintas dalam wilayah-
       kekuasaan siapa kendaraan bermotor itu biasanya berada. Jika kendaraan
       bermotor itu biasanya berada dalam lebih dari satu wilayah kekuasaan yang
       disebut tadi, maka izin itu diberikan oleh Inspektur Lalu-lintas dalam wilayah
       kekuasaan siapa tempat kediaman pimpinan harian perusahaan itu berada.
       Inspektur-inspektur Lalu-lintas berkuasa memberikan izin untuk trayek yang
       diminta seluruhnya, juga jika trayek ini melewati batas wilayah-kekuasaan
       mereka. Terhadap penolakan izin, maka dalam waktu 30 hari sesudah
       pemberitahuan hal ini disampaikan kepada pemohon, dapat diminta
       bandingan Gubernur dan beliaulah yang memberikan izin itu, jika
       permintaan-bandingan ini dianggap beralasan.

Pasal 32 ayat (7) ditiadakan.

Pasal 37ayat (4) harus dibaca.

   (4) Terhadap keputusan tentang pemberian, penolakan atau pencabutan
       sesuatu izin, ataupun tentang perubahan aturan jalan atau biaya
       pengangkutan yang ditetapkan dengan izin yang disebut dalam pasal 31
       ayat (1), orang yang berkepentingan dapat minta bandingan dalam waktu
       tiga puluh hari setelah keputusan yang bersangkutan itu diumumkan :
          a. kepada Menteri Perhubungan, jika keputusan ini diambil oleh atau
              atas nama Dewan Perwakilan Rakyat Kota;
          b. kepada Dewan Menteri, jika keputusan ini diambil oleh Menteri
              Perhubungan.

Dalam pasal 40 ayat (1) ditiadakan anak-kalimat : quot;ataupun Gubernur yang
bersangkutanquot;.
4 dari 13




Pasal 40 ayat (4) harus dibaca :

   (4) Izin yang disebut dalam ayat pertama tidak diwajibkan untuk pengangkutan
       yang dilakukan sekali atau jarang kali saja. Dalam hal ini dilarang
       mengangkut barang dengan kendaraan-bermotor ataupun menyuruh atau
       membiarkan mengangkutnya dengan tak mempunyai izin istimewa dari
       Inspektur Lalu-lintas, dalam wilayah-kekuasaan siapa kendaraan bermotor
       itu biasa berada. Jika kendaraan-bermotor itu biasanya berada dilebih dari
       satu wilayah-kekuasaan yang disebut tadi, maka izin itu diberikan oleh
       Inspektur Lalu-Lintas dalam wilayah kekuasaan siapa tempat kediaman
       pimpinan harian perusahaan itu berada. Inspektur-inspektur Lalu-Lintas
       berkuasa memberikan izin untuk trayek yang diminta seluruhnya, juga jika
       trayek ini meliwati batas wilayah-kekuasaan mereka. Terhadap penolakan
       izin, dalam waktu 30 hari sesudah pemberitahuan hal ini disampaikan
       kepada pemohon, dapat minta bandingan Gubernur dan beliaulah yang
       memberikan izin itu, jika permintaan-bandingan ini dianggap beralasan.

Pasal 43 ayat (7) harus dibaca :

   (7) Terhadap penolakan permohonan izin yang disebut dalam pasal ini, yang
       berkepentingan dapat minta bandingan Dewan Menteri, dalam waktu 30 hari
       sesudah keputusan yang bersangkutan diumumkan.

Pasal 54 ayat (4) di bawah a. ditambah dan harus dibaca

   a. menjalankan segala kebijaksanaan, jika perlu dengan memakai kekerasan,
      supaya tuntutan-tuntutan, perintah- perintah dan petunjuk-petunjuknya
      sebagai termaksud dalam ayat di muka ini, diturut;

Pasal 54 ayat (5) kata : quot;di Jawa dan Madura Bupati dan di tempat lain Kepala
Pemerintahan setempatquot; diganti dengan kata quot;Kepala Kejaksaanquot;.

Pasal 55 ayat (3) harus dibaca :

   (3) Jikalau pengemudi sesuatu kendaraan melakukan salah satu perbuatan yang
       terancam dengan hukuman di dalam atau berdasarkan Undang-undang ini,
       ataupun melanggar salah satu pasal 359, 360, 406, 409, 410 atau 492 Kitab
       Undang-undang Hukum Pidana yang sebagai hukuman tambahan
       melarangnya mengemudikan beberapa jenis kendaraan, dalam keadaan
       yang demikian beberapa jenis kendaraan, dalam keadaan yang
       sedemikian, sehingga tidak dapat dipertanggungjawabkan untuk
       membicarakannya seterusnya sebagai pengemudi kendaraan yang
       semacam itu dijalan, maka oleh Kepala Kejaksaan dapat disita keterangan
       mengemudi yang telah diberikan kepadanya atau tanda-penerimaan yang
       disebutkan dalam ayat (2), sampai perbuatan ini diadili dengan keputusan-
       hakim yang tak dapat diubah lagi, atau sampai saat penetapan bahwa tidak
       akan diadakan lagi tuntutan-hukuman. Dalam hal ini tidak diberikan tanda-
       penerimaan yang disebut dalam ayat (2) itu. Dalam pasal 56 ayat-ayat (1)
       dan (2) kata-kata quot;Gubernur Jenderal dan/atau Kepala-kepala Departemenquot;
5 dari 13




       diganti dengan kata quot;Menteriquot;. Dalam pasal 57 ayat (2) kata-kata quot;Gubernur
       Jenderalquot; diganti dengan kata : quot;Presidenquot;.

                                     Pasal II

Selama dalam pasal I dari Undang-undang ini tidak ada penetapan lain maka dalam
quot;Undang-undang Lalu-lintas Jalanquot; sebagai pengganti :

   a. quot;Gubernur Jenderalquot; ; quot;Direktur Perhubungan dan Perairanquot; harus dibaca :
      quot;Menteri Perhubunganquot;;
   b. quot;Direktur Pemerintahan Dalam Negeriquot; harus dibaca quot;Menteri Dalam
      Negeriquot;;
   c. quot;Regeringsverordeningquot; harus dibaca quot;Peraturan-Pemerintah;
   d. quot;Javase Courantquot; harus dibaca quot;Berita Negaraquot;.

                                    Pasal III

Jika di dalam aturan-aturan yang ditetapkan dengan atau berdasarkan atas
quot;Undang-undang Lalu-Lintas Jalanquot; disebut :

a. quot;propinsiquot;, quot;dewan propinsiquot;, quot;dewan harian propinsiquot; (College van
   Gedeputeerden) dan quot;gubernurquot;, maka dimaksudkan pula dengan itu berturut-
   turut : quot;Daerah Istimewa Yogyakartaquot;, sebagaimana dimaksudkan dalam
   Undang-undang nomor 3 dan 19 tahun 1950 dari Republik Indonesia (Negara-
   Bagian dahulu), serta badan-badan pemerintahan daerah itu yang bersamaan;
b. quot;stadsgemeentequot; dan quot;gemeentequot;, maka dengan itu dimaksudkan kota-kota
   seperti yang dimaksudkan di dalam pasal-pasal 121 dan 123 Tata Negara
   Indonesia serta quot;kota-besarquot; dan quot;kota-kecilquot; seperti yang dimaksudkan dalam
   Undang-undang No. 22 tahun 1948 dari Republik Indonesia (Negara-Bagian
   dahulu).

                                    Pasal IV

Pengumuman di Lembaran-lembaran Propinsi atau Lembaran-lembaran Kota yang
diharuskan menurut atau berdasarkan quot;Undang-undang Lalu-lintas Jalanquot; itu, di
tempat-tempat yang belum ada penerbitan Lembaran-lembaran demikian,
dilakukan di dalam quot;Berita Negaraquot;.

                                     Pasal V

Di mana dalam atau berdasar Undang-undang ini ada ketentuan ketentuan yang
mengakui hak utama berdasarkan hak sejarah, maka ketentuan ketentuan itu
ditiadakan.
6 dari 13




                                     Pasal VI

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 1951. Agar supaya setiap
orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini
dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.



Disahkan di Jakarta pada tanggal 30 Juni 1951.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SOEKARNO



MENTERI PERHUBUNGAN

DJUANDA



Diundangkan pada tanggal 9 Juli 1951.

MENTERI KEHAKIMAN a.i.,

M.A PELLAUPESSY
7 dari 13




 PENJELASAN UNDANG UNDANG NO 7 TAHUN 1950 TENTANG PERUBAHAN DAN
            TAMBAHAN UNDANG-UNDANG LALU-LINTAS JALAN
         (WEGVERKEERSORDONNANTIE, STAATSBLAD 1933 NO. 86)

PENJELASAN UMUM.

Undang-undang Lalu-lintas Jalan, yang berlaku pada 27 Desember 1949, masih
tetap berlaku sesudah penyerahan kedaulatan menurut pasal 192 quot;Undang-undang
Dasar Republik Indonesia Serikat, pun sesudah penjelmaan Negara-Kesatuan pada
17 Agustus 1950 tetap berlaku menurut pasal 142 quot;Undang-undang Dasar
Sementaraquot;. *220 Undang-undang Lalu-lintas Jalan tersebut yang bersifat modern
dan yang telah ternyata berguna dipraktek, untuk beberapa waktu tetap dapat
berlaku dengan syah, dipandang dari sudut hukum madi (materieel recht).
Pemerintah tidak dapat menyangkal, bahwa peninjauan kembali aturan-aturan
mengenai ekonomi Lalu-lintas Jalan yang terdapat di dalam perundang-undangan
ini sangat perlu untuk menyesuaikannya dengan pendirian-pendirian Umum
Pemerintah yang mengenai politik lalu-lintas dan ekonomi pengangkutan, tetapi
perobahan yang demikian belum lagi dapat dikemukakan, oleh karena masalah
koordinasi-pengangkutan yang serba sulit itu memerlukan penyelidikan yang
saksama yang akan memakan jangka waktu yang agak lama. Tetapi peraturan-
peraturan yang bersangkutan dengan Undang undang yang berlaku sekarang
mempunyai banyak kelonggaran (elasticiteit), sehingga ketika melaksanakannya
Pemerintah tidak terikat kepada politik Pemerintah dahulu, dan dapat mewujudkan
pendirian-pendiriannya sementara mengenai hal itu. Sudah tentu hal ini akan
dilakukan secara sangat berhati-hati, selama Pemerintah belum menentukan
pendiriannya sampai garis-garis kecil mengenai politik yang akan dijalankan.
Dapat dikatakan, bahwa sebagai tujuan yang terutama sewaktu menjalankan aturan-
aturan tentang pengangkutan, ialah pembangunan alat-pengangkutan nasional
yang dibentuk dari perusahaan-perusahaan pengangkutan yang sebagian besar
bersifat kebangsaan.

Pemerintah telah senantiasa berusaha ke arah ini. Pada aturan-aturan
penyelenggaraan Undang-undang Lalu-lintas Jalan yang juga akan mendapat
peninjauan dan perbaikan-sementara, akan segera pula dimasukkan aturan-aturan
untuk memperpesatkan penjelmaan tujuan ini.

Selain dari itu untuk sementara Pemerintah berpendapat tidak akan mengadakan
perubahan Undang-undang Lalu-lintas Jalan yang prinsipieel, sebelum lembaga-
lembaga-negara sudah kokoh dan alat-pemerintahan sampai ke seluruh cabang-
cabangnya telah mengembangkan usahanya seluas-luasnya, sehingga dapat
dijalankan politik-lalu-lintas yang baru dengan berhasil baik. Organisasi jawatan-
jawatan yang diberi tugas untuk menjalankan dan mengawasi pelaksanaan Undang-
undang Lalu-lintas ini, telah disusun dengan sungguh-sungguh. Tetapi pendidikan
pegawai-pegawai ahli, walaupun untuk sementara waktu tidak sesempurna yang
dikehendaki, sudah tentu menghendaki waktu juga.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang disebut tadi maka perubahan yang
diusulkan sekarang hanya bersifat hukum-zahari (formeel recht) saja. Tetapi
perubahan-perubahan ini sangat perlu untuk menjamin pelaksanaan Undang-
8 dari 13




undang Lalu-lintas Jalan secara praktis. Menurut Undang-undang itu masih ada
badan-badan pemerintahan yang diberikan kekuasaan-eksekutip, yang sekarang
tidak ada lagi, seperti quot;Gubernur Jenderalquot;, quot;Residenquot;, quot;Asisten-residenquot;, quot;Kepala
Pemerintahan setempatquot; dan quot;Magistratquot;. Walaupun seringkali telah nyata, kepada
penjabat-penjabat mana dalam suasana baru ini harus diberikan kekuasaan-
kekuasaan yang ada pada badan-badan pemerintahan tadi, tetapi masih perlu hal
ini diperkuat dengan Undang-undang, juga mengenai beberapa hal, yang tidak
segera dapat dinyatakan badan mana yang ada sekarang ini harus menerima
kekuasaan itu.

Penunjukkan badan-badan-eksekutip bersifat sementara dalam beberapa hal, dan
harus dianggap sebagai tindakan-peralihan.

PENJELASAN PASAL DEMI PASAL.

Pasal 1.

  Ayat(1) sub 8.

  Dari definisi quot;daerah-daerah otonoomquot; (Openbare gemenschappen) harus
  ditiadakan penunjukan ke quot;Tata-Negara Indonesiaquot; yang dahulu, yang antara lain
  juga menyebut quot;daerah-daerah golonganquot; (groepsgemeenschappen) yang
  sekarang tidak ada lagi. Lihat juga pasal III.

Pasal 5.

  Ayat(2).

  Dari penetapan ini harus dibuang sebagai badan pemerintahan eksekutip
  gubernur-gubernur Gubernemen Yogyakarta dan Surakarta, dan residen-
  residen.

  Ayat(4).

  Penetapan yang ada sekarang mengharuskan pengumuman keputusan-
  keputusan mengenai penetapan kecepatan-kecepatan maksimum di Lembaran
  Propinsi, atau Berita Negara. Jika Lembaran-lembaran Propinsi sudah
  dikeluarkan di mana-mana, maka tidak perlu lagi dilakukan pengumuman di
  Berita Negara. Lihat selanjutnya pasal II sub d dan pasal IV.

Pasal 8 ayat (2), 11 sub b dan 16 ayat (2).

  Tanda nomor dan keterangan-mengemudi dikeluarkan oleh para residen.
  Dipraktek kewajiban ini selalu ditugaskan dan diserahkan seluruhnya kepada
  Polisi Umum. Bagaimana juga kedudukan Pamong Praja terhadap Polisi akan
  diatur kelak, tidak ada keberatan, jika segera ditetapkan dengan Undang-
  undang kekuasaan polisi dalam melaksanakan Undang-undang Lalu-lintas
  mengenai soal ini, sebab pengawasan lalu-lintas sebenarya adalah bagian yang
9 dari 13




  penting dari tugas-polisi dan dengan sendirinya hal ini harus seterusnya
  dipercayakan kepada Jawatan Polisi Umum.

  Oleh karena organisasi Polisi Umum sambil menunggu diadakan pembagian-
  ketata-negaraan yang pasti (pembagian propinsi dalam kabupaten-kabupaten)-
  masih berdasarkan pembagian-pemerintahan dalam keresidenan, maka sebagai
  akibatnya yang tak dapat dielakkan lagi, ialah, bahwa buat sementara waktu,
  pengluaran tanda-nomor dan keterangan-mengemudi harus tetap dilakukan
  secara keresidenan demi keresidenan.

Pasal 14.

Ayat(1).

  Aturan-aturan dan peraturan-peraturan Polisi yang disebut dalam pasal 129 Tata-
  Negara Indonesia tidak ada lagi pada susunan baru ini. Ayat(3). Menurut
  penetapan ini Gubernur Jenderal dapat sementara membatalkan aturan
  mengenai kewajiban memberi -nomor pada kendaraan-kendaraan tak bermotor
  untuk daerah-daerah yang mempunyai lalu-lintas-kendaraan yang belum luas.
  Kekuasaan ini tidak dipergunakan lagi pada tahun-tahun terakhir sebelum
  perang.

Pasal 25.

Ayat-ayat (3) dan (4).

  Dalam ayat (3) pemeriksaan-kendaraan-motor diserahkan kepada, selain dari
  Jawatan-Pemeriksaan-Propinsi, juga kepada Jawatan Pemeriksaan Daerah,
  daerah golongan dan keresidenan, serta juga kepada Jawatan Pemeriksaan
  Daerah Perkebunan. Untuk sementara jawatan-jawatan pemeriksaan itu sekarang
  diatur dari pusat dengan peraturan pemerintah. Hal ini dapat *222 dilakukan
  berdasarkan ayat (4). Ayat (5). Menurut penetapan ini Gubernur Jenderal
  mempunyai kekuasaan membebaskan kewajiban pemeriksaan kendaraan motor
  untuk daerah-daerah yang mempunyai lalu lintas kendaraan motor yang belum
  luas. Oleh karena hal demikian dianggap bertentangan dengan keamanan, maka
  penetapan ini sudah lama sebelum perang tidak dijalankan lagi.

Pasal 27.

  Lihat penjelasan atas pasal 14 ayat (1).

Pasal 30.

  Ayat (1).

  Lihat penjelasan atas pasal 5 ayat (2).

  Ayat (2).
10 dari 13




  Lihat penjelasan atas pasal 5 ayat (4).

Pasal 31.

  Ayat-ayat (1), (2) dan (2a).

  Oleh karena Pemerintah pemerintah Propinsi belum semua tersusun, dan
  inspeksi-inspeksi yang akan diberbantukan kepada Pemerintah itu belum semua
  berjalan, maka kekuasaan (hak) untuk memberikan izin untuk dines otobis umum
  tetap dipegang Menteri Perhubungan : hal ini adalah tindakan peralihan. Lagi
  pula sekarang ini pembangunan soal otobis ini sangat perlu diurus dari pusat,
  sebab perkara ini menghendaki keahlian khusus dan sewaktu
  mempertimbangkan permintaan izin ini harus diadakan ukuran-ukuran umum.
  Selanjutnya sewaktu membangun alat pengangkutan otobis itu harus
  dipergunakan dasar-dasar koordinasi dan ekonomi lalu-lintas yang tertentu,
  yang belum lagi dikerjakan sampai garis-garis kecil, sehingga belum dapat
  diumumkan; dan berhubung dengan itulah maka kekuasaan untuk memberikan
  izin otobis tersebut tidak segera dapat diserahkan kepada Pemerintah-
  pemerintah daerah.

Pasal 32.

  Ayat (6).

  Izin sekali-sekali (incidenteel) untuk menjalankan otobis umum menurut aturan-
  aturan yang ada sekarang, diberikan oleh asisten-residen, atau Kepala
  Pemerintah setempat. Dipraktek ternyata, pembesar-pembesar pemerintah ini
  tidak mempunyai pemandangan yang cukup dalam perkara ini. Kekuasaan ini
  diserahkan kepada pegawai-pegawai Pamong Praja, sebab belum perang hanya
  di Jawa dan Madura saja diadakan Inspeksi Lalu-lintas. Oleh karena sekarang ini
  di tiap-tiap Propinsi diadakan atau akan diadakan inspeksi lalu-lintas, maka
  dengan sendirinya jawatan yang ahli ini ditugaskan untuk melaksanakan aturan
  itu.

  Ayat (7).

  Lihat penjelasan atas pasal 14 ayat (3).

Pasal 37.

  Ayat (4).

  Terhadap keputusan-keputusan Direktur Perhubungan dan Pengairan, diberi
  kesempatan untuk meminta perbandingan kepada Gubernur Jenderal.
  Walaupun Menteri Perhubungan sekarang berlainan pertanggungjawabnya
  kepada Parlemen dari pada Direktur Perhubungan dan Perairan yang dahulu
  mengenai pimpinannya dalam soal lalu-lintas, tetapi buat sementara masih
  dianggap perlu diadakan instansi yang lebih tinggi kepada siapa orang dapat
11 dari 13




  meminta perbandingan mengenai keputusan-keputusannya; dalam suasana yang
  baru sekarang Dewan Menteri yang dianggap tepat untuk memberikan putusan
  dalam perbandingan itu.

Pasal 40.

  Ayat (1).

  Dengan Gubernur dimaksudkan di sini Gubernur gubernur Sumatera,
  Kalimantan dan Timur Besar dahulu.

  Ayat (4).

  Lihat penjelasan atas pasal 32 ayat (6).

Pasal 43.

  Ayat (7).

  Lihat penjelasan atas pasal 37 ayat (4).

Pasal 54.

  Ayat (4) di bawah a.

  Meskipun sudah selayaknya, masih dianggap perlu supaya ditetapkan, bahwa
  pegawai kepolisian sebelum memakai kekerasan, menjalankan segala
  kebijaksanaan dalam menuntut supaya perintah dan petunjuknya diturut.

  Ayat (5).

  Penetapan ini mengatur pengawalan kendaraan yang telah dipakai sewaktu
  melakukan pelanggaran. Dengan sendirinya kekuasaan (hak) untuk
  mengeluarkan perintah yang demikian harus diberikan kepada Parket.

Pasal 55.

  Ayat (3).

  Aturan ini dahulu memberikan kekuasaan kepada Jaksa Umum dan kepada
  Asisten-residen, Kepala Pemerintahan setempat dan Magistrat menyita
  keterangan-keterangan mengemudi kepunyaan seorang pengemudi kendaraan
  yang bermuat sesuatu pelanggaran lalu-lintas dalam keadaan yang sedemikian,
  sehingga tak dapat dipertanggung jawabkan untuk membolehkannya lagi
  berada di jalan sebagai pengemudi kendaraan yang serupa itu. Juga kekuasaan
  ini semata-mata harus berada pada pegawai penuntut, yaitu Parket.
12 dari 13




Pasal 56.

   Ayat-ayat (1) dan (2).

   Pasal ini menguraikan pembentukan Panitya Lalu-lintas dan menyebutkan
   pembesar-pembesar yang akan diberikan nasehat-nasehat oleh Panitya ini.

Pasal 57.

   Ayat (2).

   Aturan ini menerangkan bahwa Gubernur Jenderal berkuasa dalam hal-hal
   istimewa memberikan kelonggaran (dispensasi) dari aturan-aturan yang
   ditetapkan dengan atau berdasarkan Undang-undang Lalu-lintas Jalan.
   Kekuasaan yang maha penting ini harus berada di tangan Kepala Negara.

Pasal II.

   sub a.

   Hanya dalam satu hal, yakni, dalam hal yang disebut di pasal 57 ayat (2)
   kekuasaan Gubernur-Jenderal dahulu berpindah kepada Presiden. Jika diselidiki
   lebih lanjut maka ternyata, bahwa segala kekuasaan-kekuasaan Gubernur-
   Jenderal yang lain adalah mengenai soal-soal yang diselenggarakan dengan
   pertanggung-jawaban Menteri, oleh sebab itu kekuasaan-kekuasaan ini harus
   diserahkan kepada Menteri Perhubungan. Segala kekuasaan-kekuasaan Direktur
   Perhubungan dan Perairan yang dahulu dengan sendirinya berpindah ke
   Menteri Perhubungan.

   sub b, c dan d.

   Aturan-aturan ini tak perlu dijelaskan lagi. Lihat selanjutnya pasal IV.

Pasal III

   sub a.

   Menurut Undang-undang Republik Indonesia (Negara Bagian dahulu) No. 3 dan
   19 tahun 1950 mengenai pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta, Daerah ini
   sederajat dengan propinsi sebagai daerah otonoom. Untuk menghindarkan
   perlunya mengubah puluhan pasal, yang menyebutkan propinsi atau badan-
   badannya, maka sesuai dengan Undang-undang yang termaksud, di sini
   ditetapkan, bahwa tentang pelaksanaan perundang-undangan lalu-lintas jalan,
   Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai hak-hak yang bersamaan dengan
   Pemerintah Propinsi. sub b. Baik daerah-daerah kota di daerah-daerah R.I.S.
   yang dahulu, maupun kota-besar dan kota-kecil di daerah R.I. (Negara Bagian
13 dari 13




  dahulu) harus diberikan tugas pada pelaksanaan perundang-undangan lalu-
  lintas jalan.

Pasal IV.

  Selama lembaran-lembaran propinsi dan kota belum diterbitkan, peraturan-
  peraturan dan keputusan-keputusan daerah-otonoom, yang melaksanakan
  perundang-undangan lalu-lintas jalan harus diumumkan dengan cara lain. Berita
  Negara ialah penerbitan yang selayaknya untuk ini.

Pasal V.

  Dalam Undang-undang Lalu-lintas Jalan adalah beberapa jenis peraturan yang
  memperkenankan hak utama kepada pengusaha-pengusaha pengangkutan
  umum untuk memperoleh izin pengangkutan penumpang dan barang dan yang
  waktu berlakunya izinnya telah lampau (lihatlah pasal-pasal 32 ayat 5 dan 41 ayat
  (5) Undang-undang Lalu-lintas Jalan). Hasrat ini yang terang, untuk
  mempertahankan sesuatu yang telah berada, atau dengan kata lain : untuk
  melindungi hak sejarah (historisch recht), merintangi pembina peralatan
  pengangkutan yang nasional, maka tidak sesuai lagi dengan perimbangan-
  perimbangan yang telah diubah. Berhubung dengan itu, maka Undang-undang
  Lalu-lintas Jalan perlu ditambah dengan suatu pasal umum untuk
  menyampingkan pengakuan hak sejarah itu dan demikianlah instansi yang
  berhak memberikan izin-izin dapat bertindak dengan bebas untuk
  memperkenankan izin-izin pengangkutan penumpang dan barang kepada
  pengusaha-pengusaha, yang dalam suasana dewasa ini selayaknya harus
  diberikan izin itu.

Contenu connexe

Tendances

2. kitab undang undang hukum pidana
2. kitab undang undang hukum pidana2. kitab undang undang hukum pidana
2. kitab undang undang hukum pidanaAdi Kuntarto
 
Hukum Acara Pidana Militer PPT
Hukum Acara Pidana Militer PPT Hukum Acara Pidana Militer PPT
Hukum Acara Pidana Militer PPT Fenti Anita Sari
 
Hukum Acara Pidana Militer
Hukum Acara Pidana MiliterHukum Acara Pidana Militer
Hukum Acara Pidana MiliterFenti Anita Sari
 
Meti makalah
Meti makalahMeti makalah
Meti makalahAcoed
 
Bab 2 asas dan teori hukum pidana
Bab 2   asas dan teori hukum pidanaBab 2   asas dan teori hukum pidana
Bab 2 asas dan teori hukum pidanaNuelimmanuel22
 
LAND LAW - LPS Lesen Pendudukan Sementara
LAND LAW - LPS Lesen Pendudukan SementaraLAND LAW - LPS Lesen Pendudukan Sementara
LAND LAW - LPS Lesen Pendudukan SementaraAmirulAfiq30
 
Mekanisme Pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM)
Mekanisme Pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM)Mekanisme Pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM)
Mekanisme Pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM)wulandari1996
 
Perkap nomor-5-tahun-2012-tentang-regident-kendaraan-bermotor
Perkap nomor-5-tahun-2012-tentang-regident-kendaraan-bermotorPerkap nomor-5-tahun-2012-tentang-regident-kendaraan-bermotor
Perkap nomor-5-tahun-2012-tentang-regident-kendaraan-bermotorIrfan pertamax7
 
PERADILAN MILITER (kelas X)
PERADILAN MILITER (kelas X)PERADILAN MILITER (kelas X)
PERADILAN MILITER (kelas X)Laili Salsabila
 

Tendances (17)

Kuh+pidana
Kuh+pidanaKuh+pidana
Kuh+pidana
 
2. kitab undang undang hukum pidana
2. kitab undang undang hukum pidana2. kitab undang undang hukum pidana
2. kitab undang undang hukum pidana
 
Hukum Acara Pidana Militer PPT
Hukum Acara Pidana Militer PPT Hukum Acara Pidana Militer PPT
Hukum Acara Pidana Militer PPT
 
2009 uu22
2009 uu222009 uu22
2009 uu22
 
PP vs YAP TAI [1947] 1 MLJ 50
PP vs YAP TAI [1947] 1 MLJ 50PP vs YAP TAI [1947] 1 MLJ 50
PP vs YAP TAI [1947] 1 MLJ 50
 
Hukum Acara Pidana Militer
Hukum Acara Pidana MiliterHukum Acara Pidana Militer
Hukum Acara Pidana Militer
 
Meti makalah
Meti makalahMeti makalah
Meti makalah
 
Hukum Pidana
Hukum PidanaHukum Pidana
Hukum Pidana
 
Bab 2 asas dan teori hukum pidana
Bab 2   asas dan teori hukum pidanaBab 2   asas dan teori hukum pidana
Bab 2 asas dan teori hukum pidana
 
Uu 06 1950
Uu 06 1950Uu 06 1950
Uu 06 1950
 
Uu 31 1997
Uu 31 1997Uu 31 1997
Uu 31 1997
 
LAND LAW - LPS Lesen Pendudukan Sementara
LAND LAW - LPS Lesen Pendudukan SementaraLAND LAW - LPS Lesen Pendudukan Sementara
LAND LAW - LPS Lesen Pendudukan Sementara
 
Mekanisme Pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM)
Mekanisme Pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM)Mekanisme Pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM)
Mekanisme Pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM)
 
KUHP
KUHPKUHP
KUHP
 
1997 31 peradilan militer
1997 31 peradilan militer1997 31 peradilan militer
1997 31 peradilan militer
 
Perkap nomor-5-tahun-2012-tentang-regident-kendaraan-bermotor
Perkap nomor-5-tahun-2012-tentang-regident-kendaraan-bermotorPerkap nomor-5-tahun-2012-tentang-regident-kendaraan-bermotor
Perkap nomor-5-tahun-2012-tentang-regident-kendaraan-bermotor
 
PERADILAN MILITER (kelas X)
PERADILAN MILITER (kelas X)PERADILAN MILITER (kelas X)
PERADILAN MILITER (kelas X)
 

En vedette

Beampoint Purchase Pricing Partners 12030
Beampoint Purchase Pricing Partners 12030Beampoint Purchase Pricing Partners 12030
Beampoint Purchase Pricing Partners 12030guestb30ea0
 
Uudarurat 08 1950
Uudarurat 08 1950Uudarurat 08 1950
Uudarurat 08 1950guest150909
 
First Time Homebuyer's Seminar, by Tom Sparks from Sierra Financial, Inc.
First Time Homebuyer's Seminar, by Tom Sparks from Sierra Financial, Inc.First Time Homebuyer's Seminar, by Tom Sparks from Sierra Financial, Inc.
First Time Homebuyer's Seminar, by Tom Sparks from Sierra Financial, Inc.tomsparks7
 
Redes Informáticas
Redes InformáticasRedes Informáticas
Redes Informáticasjavitoy
 
Uudarurat 31 1950
Uudarurat 31 1950Uudarurat 31 1950
Uudarurat 31 1950guest150909
 
Presentazione IDP
Presentazione IDPPresentazione IDP
Presentazione IDPtpcjoin
 
De Wereld verandert, Veranderen wij ook?
De Wereld verandert, Veranderen wij ook?De Wereld verandert, Veranderen wij ook?
De Wereld verandert, Veranderen wij ook?Wichert van Engelen
 
Sea Kayak Expedition To San Blas Archipelago
Sea Kayak Expedition To San Blas ArchipelagoSea Kayak Expedition To San Blas Archipelago
Sea Kayak Expedition To San Blas ArchipelagoAventuras Panama
 
Las Coplas Del Ingeniero
Las Coplas Del IngenieroLas Coplas Del Ingeniero
Las Coplas Del Ingenierohome
 

En vedette (20)

Beampoint Purchase Pricing Partners 12030
Beampoint Purchase Pricing Partners 12030Beampoint Purchase Pricing Partners 12030
Beampoint Purchase Pricing Partners 12030
 
Vanzetti - Codex
Vanzetti - CodexVanzetti - Codex
Vanzetti - Codex
 
Uudarurat 08 1950
Uudarurat 08 1950Uudarurat 08 1950
Uudarurat 08 1950
 
Futbol Sala Grande
Futbol Sala GrandeFutbol Sala Grande
Futbol Sala Grande
 
First Time Homebuyer's Seminar, by Tom Sparks from Sierra Financial, Inc.
First Time Homebuyer's Seminar, by Tom Sparks from Sierra Financial, Inc.First Time Homebuyer's Seminar, by Tom Sparks from Sierra Financial, Inc.
First Time Homebuyer's Seminar, by Tom Sparks from Sierra Financial, Inc.
 
Uu 19 1952
Uu 19 1952Uu 19 1952
Uu 19 1952
 
Redes Informáticas
Redes InformáticasRedes Informáticas
Redes Informáticas
 
Perpu 17 1962
Perpu 17 1962Perpu 17 1962
Perpu 17 1962
 
Uu 05 1952
Uu 05 1952Uu 05 1952
Uu 05 1952
 
Uudarurat 31 1950
Uudarurat 31 1950Uudarurat 31 1950
Uudarurat 31 1950
 
Uu 16 1952
Uu 16 1952Uu 16 1952
Uu 16 1952
 
Presentazione IDP
Presentazione IDPPresentazione IDP
Presentazione IDP
 
Buscando A Ben
Buscando A BenBuscando A Ben
Buscando A Ben
 
De Wereld verandert, Veranderen wij ook?
De Wereld verandert, Veranderen wij ook?De Wereld verandert, Veranderen wij ook?
De Wereld verandert, Veranderen wij ook?
 
Sea Kayak Expedition To San Blas Archipelago
Sea Kayak Expedition To San Blas ArchipelagoSea Kayak Expedition To San Blas Archipelago
Sea Kayak Expedition To San Blas Archipelago
 
Las Coplas Del Ingeniero
Las Coplas Del IngenieroLas Coplas Del Ingeniero
Las Coplas Del Ingeniero
 
Day
DayDay
Day
 
uk food
uk fooduk food
uk food
 
Uu 34 1953
Uu 34 1953Uu 34 1953
Uu 34 1953
 
Uu 08 1951
Uu 08 1951Uu 08 1951
Uu 08 1951
 

Plus de guest150909

Pengelolaan Limbah Industri
Pengelolaan Limbah IndustriPengelolaan Limbah Industri
Pengelolaan Limbah Industriguest150909
 
Usul Peningkatanstatus S Kampar
Usul Peningkatanstatus S KamparUsul Peningkatanstatus S Kampar
Usul Peningkatanstatus S Kamparguest150909
 
Materi Kebijakan Tentang Kebakaran
Materi Kebijakan Tentang KebakaranMateri Kebijakan Tentang Kebakaran
Materi Kebijakan Tentang Kebakaranguest150909
 
Amandemen Uud Ke4
Amandemen Uud Ke4Amandemen Uud Ke4
Amandemen Uud Ke4guest150909
 
Uudarurat 42 1950
Uudarurat 42 1950Uudarurat 42 1950
Uudarurat 42 1950guest150909
 
Uudarurat 41 1950
Uudarurat 41 1950Uudarurat 41 1950
Uudarurat 41 1950guest150909
 
Uudarurat 39 1950
Uudarurat 39 1950Uudarurat 39 1950
Uudarurat 39 1950guest150909
 
Uudarurat 20 1950
Uudarurat 20 1950Uudarurat 20 1950
Uudarurat 20 1950guest150909
 
Uudarurat 26 1950
Uudarurat 26 1950Uudarurat 26 1950
Uudarurat 26 1950guest150909
 
Uudarurat 33 1950
Uudarurat 33 1950Uudarurat 33 1950
Uudarurat 33 1950guest150909
 
Uudarurat 36 1950
Uudarurat 36 1950Uudarurat 36 1950
Uudarurat 36 1950guest150909
 
Uudarurat 06 1950
Uudarurat 06 1950Uudarurat 06 1950
Uudarurat 06 1950guest150909
 
Uu 03 1950 Grasi
Uu 03 1950 GrasiUu 03 1950 Grasi
Uu 03 1950 Grasiguest150909
 

Plus de guest150909 (20)

Pengelolaan Limbah Industri
Pengelolaan Limbah IndustriPengelolaan Limbah Industri
Pengelolaan Limbah Industri
 
Usul Peningkatanstatus S Kampar
Usul Peningkatanstatus S KamparUsul Peningkatanstatus S Kampar
Usul Peningkatanstatus S Kampar
 
Materi Kebijakan Tentang Kebakaran
Materi Kebijakan Tentang KebakaranMateri Kebijakan Tentang Kebakaran
Materi Kebijakan Tentang Kebakaran
 
Amandemen Uud Ke4
Amandemen Uud Ke4Amandemen Uud Ke4
Amandemen Uud Ke4
 
Keppres 32 1990
Keppres 32 1990Keppres 32 1990
Keppres 32 1990
 
Uudarurat 42 1950
Uudarurat 42 1950Uudarurat 42 1950
Uudarurat 42 1950
 
Uudarurat 41 1950
Uudarurat 41 1950Uudarurat 41 1950
Uudarurat 41 1950
 
Uudarurat 39 1950
Uudarurat 39 1950Uudarurat 39 1950
Uudarurat 39 1950
 
Uudarurat 20 1950
Uudarurat 20 1950Uudarurat 20 1950
Uudarurat 20 1950
 
Uudarurat 26 1950
Uudarurat 26 1950Uudarurat 26 1950
Uudarurat 26 1950
 
Uudarurat 33 1950
Uudarurat 33 1950Uudarurat 33 1950
Uudarurat 33 1950
 
Uudarurat 36 1950
Uudarurat 36 1950Uudarurat 36 1950
Uudarurat 36 1950
 
Uudarurat 06 1950
Uudarurat 06 1950Uudarurat 06 1950
Uudarurat 06 1950
 
Uu 08 1950
Uu 08 1950Uu 08 1950
Uu 08 1950
 
Uu 07 1950 Uuds
Uu 07 1950 UudsUu 07 1950 Uuds
Uu 07 1950 Uuds
 
Uu 01 1950
Uu 01 1950Uu 01 1950
Uu 01 1950
 
Uu 03 1950 Grasi
Uu 03 1950 GrasiUu 03 1950 Grasi
Uu 03 1950 Grasi
 
Uu 02 1950
Uu 02 1950Uu 02 1950
Uu 02 1950
 
Perpu 01 1950
Perpu 01 1950Perpu 01 1950
Perpu 01 1950
 
Uudrt 21 1951
Uudrt 21 1951Uudrt 21 1951
Uudrt 21 1951
 

Uu 07 1951

  • 1. 1 dari 13 UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1951 TENTANG PERUBAHAN DAN TAMBAHAN UNDANG UNDANG LALU LINTAS JALAN (WEGVERKEERSORDONNANTIE, STAATSBLAD 1933 NO. 86) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa untuk menyesuaikan aturan-aturan yang ditetapkan dengan atau berdasarkan Undang-undang Lalu-lintas Jalan (Wegverkeersordonnantie, Staatsblad 1933 No. 68) dengan Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia supaya aturan-aturan ini dapat terjamin pelaksanaannya secara praktis, perlu diadakan perubahan dan tambahan dalam Undang- undang Lalu-Lintas Jalan yang telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Staatsblad 1940 No. 72; Mengingat : pasal 89, 142, dan 143 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia; Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia; Memutuskan: Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN DAN TAMBAHAN UNDANG-UNDANG LALU-LINTAS JALAN (WEGVERKEERSORDONANTIE, STAATSBLAD 1933 No. 86). Pasal 1 quot;Undang-undang Lalu-Lintas Jalanquot; (Staatsblad 1933 No. 86) sebagaimana Undang- undang itu telah diubah dan ditambah, terakhir dengan Undang-undang tanggal 1 Maret 1940 (Staatsblad 1940 No. 72) diubah dan ditambah lagi sebagai berikut : Pasal 1 ayat (1) dibawah 8 harus dibaca : 8. daerah-daerah otonoom: daerah-daerah yang disebut dalam pasal 131 Undang-undang Dasar Sementara (Undang- undang No. 7 tahun 1950, Lembaran Negara 1950 No. 56). Pasal 5ayat (2)harus dibaca : (2) Seraya mengingat penetapan dalam ayat (1) dan aturan-aturan yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah, maka dengan atau berdasarkan keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dapat ditentukan untuk
  • 2. 2 dari 13 beberapa jalan kecepatan-kecepatan-maksimum yang berlaku untuk semua atau beberapa jenis kendaraan. ayat (4)harus dibaca : (4) Penetapan-penetapan yang disebut dalam ayat (2) dan (3) diumumkan di Lembaran Propinsi. Pasal 8ayat (2)harus dibaca : (2) Nomor dan huruf atas permohonan diberikan kepada pemilik-pemilik atau pemegang-pemegang kendaraan bermotor oleh Kepala Kepolisian Keresidenan, di dalam wilayah kekuasaan siapa kendaraan-bermotor itu biasanya berada. Jika sesuatu kendaraan-bermotor biasanya berada dalam lebih dari satu wilayah-kekuasaan yang disebut tadi, maka sebagai tempat biasa harus dianggap wilayah-kekuasaan di dalam mana tempat kediaman pimpinan harian perusahaan itu berada. Dalam pasal II di bawah b, quot;daerah-pemerintahanquot; harus dibaca : quot;wilayah- kekuasaanquot;. Dalam pasal 14 ayat (1) ditiadakan anak-kalimat yang berikut : quot;, atau, jika ini tidak ada, dengan aturan-aturan atau peraturan peraturan Kepolisian seperti disebut dalam pasal 129 Tata Negara Indonesiaquot;. Pasal 14 ayat (3) ditiadakan. Pasal 16 ayat (2) harus dibaca : ayat (2) Keterangan-keterangan mengemudi diberikan oleh Kepala Kepolisian Keresidenan. Pasal 25 ayat (3) ditiadakan. Dalam pasal 25 ayat (4) kata-kata quot; mengenai tugas jawatan pemeriksaanquot; ditambah dan harus dibaca : quot;mengenai susunan dan tugas jawatan pemeriksaanquot;. Pasal 25 ayat (5) ditiadakan. Dalam pasal 27 ditiadakan anak-kalimat yang berikut : quot;, atau, jika ini tidak ada, dengan aturan peraturan Kepolisian seperti disebut di pasal 129 Tata Negara Indonesiaquot;. Dalam pasal 30 ayat (1) ditiadakan anak-kalimat : quot;, atau, jika ini tidak ada, digubernemen Yogyakarta dan Surakarta dengan penetapan gubernur dan di tempat dengan penetapan residenquot;. Pasal 30 ayat (2) harus dibaca : (2) Penetapan-penetapan yang disebut dalam ayat (1) diumumkan di Lembaran Propinsi.
  • 3. 3 dari 13 Dalam pasal 31 ayat (1) sebagai pengganti quot;ayat-ayat (2) dan (2a)quot; harus dibaca : quot;ayat (2)quot;. Pasal 31 ayat (2) harus dibaca (2) Izin yang disebut dalam ayat pertama diberikan : a. untuk trayek-trayek dalam kota oleh atau atas nama Dewan Perwakilan Rakyat Kota; b. untuk semua trayek-trayek yang lain oleh Menteri Perhubungan setelah berunding dengan Gubernur yang bersangkutan. Pasal 31 ayat-ayat (2a) dan (3) ditiadakan. Pasal 32 ayat (6) harus dibaca : (6) Izin yang disebut dalam pasal 31 ayat (1) itu tidak diwajibkan untuk pengangkutan yang akan dilakukan hanya sekali atau jarang kali saja. Dalam hal ini dilarang mempergunakan otobis untuk engangkutan/penumpang ataupun menyuruh atau membiarkannya dipergunakan untuk itu, jika tidak mempunyai izin istimewa dari Inspektur Lalu-lintas dalam wilayah- kekuasaan siapa kendaraan bermotor itu biasanya berada. Jika kendaraan bermotor itu biasanya berada dalam lebih dari satu wilayah kekuasaan yang disebut tadi, maka izin itu diberikan oleh Inspektur Lalu-lintas dalam wilayah kekuasaan siapa tempat kediaman pimpinan harian perusahaan itu berada. Inspektur-inspektur Lalu-lintas berkuasa memberikan izin untuk trayek yang diminta seluruhnya, juga jika trayek ini melewati batas wilayah-kekuasaan mereka. Terhadap penolakan izin, maka dalam waktu 30 hari sesudah pemberitahuan hal ini disampaikan kepada pemohon, dapat diminta bandingan Gubernur dan beliaulah yang memberikan izin itu, jika permintaan-bandingan ini dianggap beralasan. Pasal 32 ayat (7) ditiadakan. Pasal 37ayat (4) harus dibaca. (4) Terhadap keputusan tentang pemberian, penolakan atau pencabutan sesuatu izin, ataupun tentang perubahan aturan jalan atau biaya pengangkutan yang ditetapkan dengan izin yang disebut dalam pasal 31 ayat (1), orang yang berkepentingan dapat minta bandingan dalam waktu tiga puluh hari setelah keputusan yang bersangkutan itu diumumkan : a. kepada Menteri Perhubungan, jika keputusan ini diambil oleh atau atas nama Dewan Perwakilan Rakyat Kota; b. kepada Dewan Menteri, jika keputusan ini diambil oleh Menteri Perhubungan. Dalam pasal 40 ayat (1) ditiadakan anak-kalimat : quot;ataupun Gubernur yang bersangkutanquot;.
  • 4. 4 dari 13 Pasal 40 ayat (4) harus dibaca : (4) Izin yang disebut dalam ayat pertama tidak diwajibkan untuk pengangkutan yang dilakukan sekali atau jarang kali saja. Dalam hal ini dilarang mengangkut barang dengan kendaraan-bermotor ataupun menyuruh atau membiarkan mengangkutnya dengan tak mempunyai izin istimewa dari Inspektur Lalu-lintas, dalam wilayah-kekuasaan siapa kendaraan bermotor itu biasa berada. Jika kendaraan-bermotor itu biasanya berada dilebih dari satu wilayah-kekuasaan yang disebut tadi, maka izin itu diberikan oleh Inspektur Lalu-Lintas dalam wilayah kekuasaan siapa tempat kediaman pimpinan harian perusahaan itu berada. Inspektur-inspektur Lalu-Lintas berkuasa memberikan izin untuk trayek yang diminta seluruhnya, juga jika trayek ini meliwati batas wilayah-kekuasaan mereka. Terhadap penolakan izin, dalam waktu 30 hari sesudah pemberitahuan hal ini disampaikan kepada pemohon, dapat minta bandingan Gubernur dan beliaulah yang memberikan izin itu, jika permintaan-bandingan ini dianggap beralasan. Pasal 43 ayat (7) harus dibaca : (7) Terhadap penolakan permohonan izin yang disebut dalam pasal ini, yang berkepentingan dapat minta bandingan Dewan Menteri, dalam waktu 30 hari sesudah keputusan yang bersangkutan diumumkan. Pasal 54 ayat (4) di bawah a. ditambah dan harus dibaca a. menjalankan segala kebijaksanaan, jika perlu dengan memakai kekerasan, supaya tuntutan-tuntutan, perintah- perintah dan petunjuk-petunjuknya sebagai termaksud dalam ayat di muka ini, diturut; Pasal 54 ayat (5) kata : quot;di Jawa dan Madura Bupati dan di tempat lain Kepala Pemerintahan setempatquot; diganti dengan kata quot;Kepala Kejaksaanquot;. Pasal 55 ayat (3) harus dibaca : (3) Jikalau pengemudi sesuatu kendaraan melakukan salah satu perbuatan yang terancam dengan hukuman di dalam atau berdasarkan Undang-undang ini, ataupun melanggar salah satu pasal 359, 360, 406, 409, 410 atau 492 Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang sebagai hukuman tambahan melarangnya mengemudikan beberapa jenis kendaraan, dalam keadaan yang demikian beberapa jenis kendaraan, dalam keadaan yang sedemikian, sehingga tidak dapat dipertanggungjawabkan untuk membicarakannya seterusnya sebagai pengemudi kendaraan yang semacam itu dijalan, maka oleh Kepala Kejaksaan dapat disita keterangan mengemudi yang telah diberikan kepadanya atau tanda-penerimaan yang disebutkan dalam ayat (2), sampai perbuatan ini diadili dengan keputusan- hakim yang tak dapat diubah lagi, atau sampai saat penetapan bahwa tidak akan diadakan lagi tuntutan-hukuman. Dalam hal ini tidak diberikan tanda- penerimaan yang disebut dalam ayat (2) itu. Dalam pasal 56 ayat-ayat (1) dan (2) kata-kata quot;Gubernur Jenderal dan/atau Kepala-kepala Departemenquot;
  • 5. 5 dari 13 diganti dengan kata quot;Menteriquot;. Dalam pasal 57 ayat (2) kata-kata quot;Gubernur Jenderalquot; diganti dengan kata : quot;Presidenquot;. Pasal II Selama dalam pasal I dari Undang-undang ini tidak ada penetapan lain maka dalam quot;Undang-undang Lalu-lintas Jalanquot; sebagai pengganti : a. quot;Gubernur Jenderalquot; ; quot;Direktur Perhubungan dan Perairanquot; harus dibaca : quot;Menteri Perhubunganquot;; b. quot;Direktur Pemerintahan Dalam Negeriquot; harus dibaca quot;Menteri Dalam Negeriquot;; c. quot;Regeringsverordeningquot; harus dibaca quot;Peraturan-Pemerintah; d. quot;Javase Courantquot; harus dibaca quot;Berita Negaraquot;. Pasal III Jika di dalam aturan-aturan yang ditetapkan dengan atau berdasarkan atas quot;Undang-undang Lalu-Lintas Jalanquot; disebut : a. quot;propinsiquot;, quot;dewan propinsiquot;, quot;dewan harian propinsiquot; (College van Gedeputeerden) dan quot;gubernurquot;, maka dimaksudkan pula dengan itu berturut- turut : quot;Daerah Istimewa Yogyakartaquot;, sebagaimana dimaksudkan dalam Undang-undang nomor 3 dan 19 tahun 1950 dari Republik Indonesia (Negara- Bagian dahulu), serta badan-badan pemerintahan daerah itu yang bersamaan; b. quot;stadsgemeentequot; dan quot;gemeentequot;, maka dengan itu dimaksudkan kota-kota seperti yang dimaksudkan di dalam pasal-pasal 121 dan 123 Tata Negara Indonesia serta quot;kota-besarquot; dan quot;kota-kecilquot; seperti yang dimaksudkan dalam Undang-undang No. 22 tahun 1948 dari Republik Indonesia (Negara-Bagian dahulu). Pasal IV Pengumuman di Lembaran-lembaran Propinsi atau Lembaran-lembaran Kota yang diharuskan menurut atau berdasarkan quot;Undang-undang Lalu-lintas Jalanquot; itu, di tempat-tempat yang belum ada penerbitan Lembaran-lembaran demikian, dilakukan di dalam quot;Berita Negaraquot;. Pasal V Di mana dalam atau berdasar Undang-undang ini ada ketentuan ketentuan yang mengakui hak utama berdasarkan hak sejarah, maka ketentuan ketentuan itu ditiadakan.
  • 6. 6 dari 13 Pasal VI Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 1951. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 30 Juni 1951. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO MENTERI PERHUBUNGAN DJUANDA Diundangkan pada tanggal 9 Juli 1951. MENTERI KEHAKIMAN a.i., M.A PELLAUPESSY
  • 7. 7 dari 13 PENJELASAN UNDANG UNDANG NO 7 TAHUN 1950 TENTANG PERUBAHAN DAN TAMBAHAN UNDANG-UNDANG LALU-LINTAS JALAN (WEGVERKEERSORDONNANTIE, STAATSBLAD 1933 NO. 86) PENJELASAN UMUM. Undang-undang Lalu-lintas Jalan, yang berlaku pada 27 Desember 1949, masih tetap berlaku sesudah penyerahan kedaulatan menurut pasal 192 quot;Undang-undang Dasar Republik Indonesia Serikat, pun sesudah penjelmaan Negara-Kesatuan pada 17 Agustus 1950 tetap berlaku menurut pasal 142 quot;Undang-undang Dasar Sementaraquot;. *220 Undang-undang Lalu-lintas Jalan tersebut yang bersifat modern dan yang telah ternyata berguna dipraktek, untuk beberapa waktu tetap dapat berlaku dengan syah, dipandang dari sudut hukum madi (materieel recht). Pemerintah tidak dapat menyangkal, bahwa peninjauan kembali aturan-aturan mengenai ekonomi Lalu-lintas Jalan yang terdapat di dalam perundang-undangan ini sangat perlu untuk menyesuaikannya dengan pendirian-pendirian Umum Pemerintah yang mengenai politik lalu-lintas dan ekonomi pengangkutan, tetapi perobahan yang demikian belum lagi dapat dikemukakan, oleh karena masalah koordinasi-pengangkutan yang serba sulit itu memerlukan penyelidikan yang saksama yang akan memakan jangka waktu yang agak lama. Tetapi peraturan- peraturan yang bersangkutan dengan Undang undang yang berlaku sekarang mempunyai banyak kelonggaran (elasticiteit), sehingga ketika melaksanakannya Pemerintah tidak terikat kepada politik Pemerintah dahulu, dan dapat mewujudkan pendirian-pendiriannya sementara mengenai hal itu. Sudah tentu hal ini akan dilakukan secara sangat berhati-hati, selama Pemerintah belum menentukan pendiriannya sampai garis-garis kecil mengenai politik yang akan dijalankan. Dapat dikatakan, bahwa sebagai tujuan yang terutama sewaktu menjalankan aturan- aturan tentang pengangkutan, ialah pembangunan alat-pengangkutan nasional yang dibentuk dari perusahaan-perusahaan pengangkutan yang sebagian besar bersifat kebangsaan. Pemerintah telah senantiasa berusaha ke arah ini. Pada aturan-aturan penyelenggaraan Undang-undang Lalu-lintas Jalan yang juga akan mendapat peninjauan dan perbaikan-sementara, akan segera pula dimasukkan aturan-aturan untuk memperpesatkan penjelmaan tujuan ini. Selain dari itu untuk sementara Pemerintah berpendapat tidak akan mengadakan perubahan Undang-undang Lalu-lintas Jalan yang prinsipieel, sebelum lembaga- lembaga-negara sudah kokoh dan alat-pemerintahan sampai ke seluruh cabang- cabangnya telah mengembangkan usahanya seluas-luasnya, sehingga dapat dijalankan politik-lalu-lintas yang baru dengan berhasil baik. Organisasi jawatan- jawatan yang diberi tugas untuk menjalankan dan mengawasi pelaksanaan Undang- undang Lalu-lintas ini, telah disusun dengan sungguh-sungguh. Tetapi pendidikan pegawai-pegawai ahli, walaupun untuk sementara waktu tidak sesempurna yang dikehendaki, sudah tentu menghendaki waktu juga. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang disebut tadi maka perubahan yang diusulkan sekarang hanya bersifat hukum-zahari (formeel recht) saja. Tetapi perubahan-perubahan ini sangat perlu untuk menjamin pelaksanaan Undang-
  • 8. 8 dari 13 undang Lalu-lintas Jalan secara praktis. Menurut Undang-undang itu masih ada badan-badan pemerintahan yang diberikan kekuasaan-eksekutip, yang sekarang tidak ada lagi, seperti quot;Gubernur Jenderalquot;, quot;Residenquot;, quot;Asisten-residenquot;, quot;Kepala Pemerintahan setempatquot; dan quot;Magistratquot;. Walaupun seringkali telah nyata, kepada penjabat-penjabat mana dalam suasana baru ini harus diberikan kekuasaan- kekuasaan yang ada pada badan-badan pemerintahan tadi, tetapi masih perlu hal ini diperkuat dengan Undang-undang, juga mengenai beberapa hal, yang tidak segera dapat dinyatakan badan mana yang ada sekarang ini harus menerima kekuasaan itu. Penunjukkan badan-badan-eksekutip bersifat sementara dalam beberapa hal, dan harus dianggap sebagai tindakan-peralihan. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Ayat(1) sub 8. Dari definisi quot;daerah-daerah otonoomquot; (Openbare gemenschappen) harus ditiadakan penunjukan ke quot;Tata-Negara Indonesiaquot; yang dahulu, yang antara lain juga menyebut quot;daerah-daerah golonganquot; (groepsgemeenschappen) yang sekarang tidak ada lagi. Lihat juga pasal III. Pasal 5. Ayat(2). Dari penetapan ini harus dibuang sebagai badan pemerintahan eksekutip gubernur-gubernur Gubernemen Yogyakarta dan Surakarta, dan residen- residen. Ayat(4). Penetapan yang ada sekarang mengharuskan pengumuman keputusan- keputusan mengenai penetapan kecepatan-kecepatan maksimum di Lembaran Propinsi, atau Berita Negara. Jika Lembaran-lembaran Propinsi sudah dikeluarkan di mana-mana, maka tidak perlu lagi dilakukan pengumuman di Berita Negara. Lihat selanjutnya pasal II sub d dan pasal IV. Pasal 8 ayat (2), 11 sub b dan 16 ayat (2). Tanda nomor dan keterangan-mengemudi dikeluarkan oleh para residen. Dipraktek kewajiban ini selalu ditugaskan dan diserahkan seluruhnya kepada Polisi Umum. Bagaimana juga kedudukan Pamong Praja terhadap Polisi akan diatur kelak, tidak ada keberatan, jika segera ditetapkan dengan Undang- undang kekuasaan polisi dalam melaksanakan Undang-undang Lalu-lintas mengenai soal ini, sebab pengawasan lalu-lintas sebenarya adalah bagian yang
  • 9. 9 dari 13 penting dari tugas-polisi dan dengan sendirinya hal ini harus seterusnya dipercayakan kepada Jawatan Polisi Umum. Oleh karena organisasi Polisi Umum sambil menunggu diadakan pembagian- ketata-negaraan yang pasti (pembagian propinsi dalam kabupaten-kabupaten)- masih berdasarkan pembagian-pemerintahan dalam keresidenan, maka sebagai akibatnya yang tak dapat dielakkan lagi, ialah, bahwa buat sementara waktu, pengluaran tanda-nomor dan keterangan-mengemudi harus tetap dilakukan secara keresidenan demi keresidenan. Pasal 14. Ayat(1). Aturan-aturan dan peraturan-peraturan Polisi yang disebut dalam pasal 129 Tata- Negara Indonesia tidak ada lagi pada susunan baru ini. Ayat(3). Menurut penetapan ini Gubernur Jenderal dapat sementara membatalkan aturan mengenai kewajiban memberi -nomor pada kendaraan-kendaraan tak bermotor untuk daerah-daerah yang mempunyai lalu-lintas-kendaraan yang belum luas. Kekuasaan ini tidak dipergunakan lagi pada tahun-tahun terakhir sebelum perang. Pasal 25. Ayat-ayat (3) dan (4). Dalam ayat (3) pemeriksaan-kendaraan-motor diserahkan kepada, selain dari Jawatan-Pemeriksaan-Propinsi, juga kepada Jawatan Pemeriksaan Daerah, daerah golongan dan keresidenan, serta juga kepada Jawatan Pemeriksaan Daerah Perkebunan. Untuk sementara jawatan-jawatan pemeriksaan itu sekarang diatur dari pusat dengan peraturan pemerintah. Hal ini dapat *222 dilakukan berdasarkan ayat (4). Ayat (5). Menurut penetapan ini Gubernur Jenderal mempunyai kekuasaan membebaskan kewajiban pemeriksaan kendaraan motor untuk daerah-daerah yang mempunyai lalu lintas kendaraan motor yang belum luas. Oleh karena hal demikian dianggap bertentangan dengan keamanan, maka penetapan ini sudah lama sebelum perang tidak dijalankan lagi. Pasal 27. Lihat penjelasan atas pasal 14 ayat (1). Pasal 30. Ayat (1). Lihat penjelasan atas pasal 5 ayat (2). Ayat (2).
  • 10. 10 dari 13 Lihat penjelasan atas pasal 5 ayat (4). Pasal 31. Ayat-ayat (1), (2) dan (2a). Oleh karena Pemerintah pemerintah Propinsi belum semua tersusun, dan inspeksi-inspeksi yang akan diberbantukan kepada Pemerintah itu belum semua berjalan, maka kekuasaan (hak) untuk memberikan izin untuk dines otobis umum tetap dipegang Menteri Perhubungan : hal ini adalah tindakan peralihan. Lagi pula sekarang ini pembangunan soal otobis ini sangat perlu diurus dari pusat, sebab perkara ini menghendaki keahlian khusus dan sewaktu mempertimbangkan permintaan izin ini harus diadakan ukuran-ukuran umum. Selanjutnya sewaktu membangun alat pengangkutan otobis itu harus dipergunakan dasar-dasar koordinasi dan ekonomi lalu-lintas yang tertentu, yang belum lagi dikerjakan sampai garis-garis kecil, sehingga belum dapat diumumkan; dan berhubung dengan itulah maka kekuasaan untuk memberikan izin otobis tersebut tidak segera dapat diserahkan kepada Pemerintah- pemerintah daerah. Pasal 32. Ayat (6). Izin sekali-sekali (incidenteel) untuk menjalankan otobis umum menurut aturan- aturan yang ada sekarang, diberikan oleh asisten-residen, atau Kepala Pemerintah setempat. Dipraktek ternyata, pembesar-pembesar pemerintah ini tidak mempunyai pemandangan yang cukup dalam perkara ini. Kekuasaan ini diserahkan kepada pegawai-pegawai Pamong Praja, sebab belum perang hanya di Jawa dan Madura saja diadakan Inspeksi Lalu-lintas. Oleh karena sekarang ini di tiap-tiap Propinsi diadakan atau akan diadakan inspeksi lalu-lintas, maka dengan sendirinya jawatan yang ahli ini ditugaskan untuk melaksanakan aturan itu. Ayat (7). Lihat penjelasan atas pasal 14 ayat (3). Pasal 37. Ayat (4). Terhadap keputusan-keputusan Direktur Perhubungan dan Pengairan, diberi kesempatan untuk meminta perbandingan kepada Gubernur Jenderal. Walaupun Menteri Perhubungan sekarang berlainan pertanggungjawabnya kepada Parlemen dari pada Direktur Perhubungan dan Perairan yang dahulu mengenai pimpinannya dalam soal lalu-lintas, tetapi buat sementara masih dianggap perlu diadakan instansi yang lebih tinggi kepada siapa orang dapat
  • 11. 11 dari 13 meminta perbandingan mengenai keputusan-keputusannya; dalam suasana yang baru sekarang Dewan Menteri yang dianggap tepat untuk memberikan putusan dalam perbandingan itu. Pasal 40. Ayat (1). Dengan Gubernur dimaksudkan di sini Gubernur gubernur Sumatera, Kalimantan dan Timur Besar dahulu. Ayat (4). Lihat penjelasan atas pasal 32 ayat (6). Pasal 43. Ayat (7). Lihat penjelasan atas pasal 37 ayat (4). Pasal 54. Ayat (4) di bawah a. Meskipun sudah selayaknya, masih dianggap perlu supaya ditetapkan, bahwa pegawai kepolisian sebelum memakai kekerasan, menjalankan segala kebijaksanaan dalam menuntut supaya perintah dan petunjuknya diturut. Ayat (5). Penetapan ini mengatur pengawalan kendaraan yang telah dipakai sewaktu melakukan pelanggaran. Dengan sendirinya kekuasaan (hak) untuk mengeluarkan perintah yang demikian harus diberikan kepada Parket. Pasal 55. Ayat (3). Aturan ini dahulu memberikan kekuasaan kepada Jaksa Umum dan kepada Asisten-residen, Kepala Pemerintahan setempat dan Magistrat menyita keterangan-keterangan mengemudi kepunyaan seorang pengemudi kendaraan yang bermuat sesuatu pelanggaran lalu-lintas dalam keadaan yang sedemikian, sehingga tak dapat dipertanggung jawabkan untuk membolehkannya lagi berada di jalan sebagai pengemudi kendaraan yang serupa itu. Juga kekuasaan ini semata-mata harus berada pada pegawai penuntut, yaitu Parket.
  • 12. 12 dari 13 Pasal 56. Ayat-ayat (1) dan (2). Pasal ini menguraikan pembentukan Panitya Lalu-lintas dan menyebutkan pembesar-pembesar yang akan diberikan nasehat-nasehat oleh Panitya ini. Pasal 57. Ayat (2). Aturan ini menerangkan bahwa Gubernur Jenderal berkuasa dalam hal-hal istimewa memberikan kelonggaran (dispensasi) dari aturan-aturan yang ditetapkan dengan atau berdasarkan Undang-undang Lalu-lintas Jalan. Kekuasaan yang maha penting ini harus berada di tangan Kepala Negara. Pasal II. sub a. Hanya dalam satu hal, yakni, dalam hal yang disebut di pasal 57 ayat (2) kekuasaan Gubernur-Jenderal dahulu berpindah kepada Presiden. Jika diselidiki lebih lanjut maka ternyata, bahwa segala kekuasaan-kekuasaan Gubernur- Jenderal yang lain adalah mengenai soal-soal yang diselenggarakan dengan pertanggung-jawaban Menteri, oleh sebab itu kekuasaan-kekuasaan ini harus diserahkan kepada Menteri Perhubungan. Segala kekuasaan-kekuasaan Direktur Perhubungan dan Perairan yang dahulu dengan sendirinya berpindah ke Menteri Perhubungan. sub b, c dan d. Aturan-aturan ini tak perlu dijelaskan lagi. Lihat selanjutnya pasal IV. Pasal III sub a. Menurut Undang-undang Republik Indonesia (Negara Bagian dahulu) No. 3 dan 19 tahun 1950 mengenai pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta, Daerah ini sederajat dengan propinsi sebagai daerah otonoom. Untuk menghindarkan perlunya mengubah puluhan pasal, yang menyebutkan propinsi atau badan- badannya, maka sesuai dengan Undang-undang yang termaksud, di sini ditetapkan, bahwa tentang pelaksanaan perundang-undangan lalu-lintas jalan, Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai hak-hak yang bersamaan dengan Pemerintah Propinsi. sub b. Baik daerah-daerah kota di daerah-daerah R.I.S. yang dahulu, maupun kota-besar dan kota-kecil di daerah R.I. (Negara Bagian
  • 13. 13 dari 13 dahulu) harus diberikan tugas pada pelaksanaan perundang-undangan lalu- lintas jalan. Pasal IV. Selama lembaran-lembaran propinsi dan kota belum diterbitkan, peraturan- peraturan dan keputusan-keputusan daerah-otonoom, yang melaksanakan perundang-undangan lalu-lintas jalan harus diumumkan dengan cara lain. Berita Negara ialah penerbitan yang selayaknya untuk ini. Pasal V. Dalam Undang-undang Lalu-lintas Jalan adalah beberapa jenis peraturan yang memperkenankan hak utama kepada pengusaha-pengusaha pengangkutan umum untuk memperoleh izin pengangkutan penumpang dan barang dan yang waktu berlakunya izinnya telah lampau (lihatlah pasal-pasal 32 ayat 5 dan 41 ayat (5) Undang-undang Lalu-lintas Jalan). Hasrat ini yang terang, untuk mempertahankan sesuatu yang telah berada, atau dengan kata lain : untuk melindungi hak sejarah (historisch recht), merintangi pembina peralatan pengangkutan yang nasional, maka tidak sesuai lagi dengan perimbangan- perimbangan yang telah diubah. Berhubung dengan itu, maka Undang-undang Lalu-lintas Jalan perlu ditambah dengan suatu pasal umum untuk menyampingkan pengakuan hak sejarah itu dan demikianlah instansi yang berhak memberikan izin-izin dapat bertindak dengan bebas untuk memperkenankan izin-izin pengangkutan penumpang dan barang kepada pengusaha-pengusaha, yang dalam suasana dewasa ini selayaknya harus diberikan izin itu.