SlideShare a Scribd company logo
1 of 10
Bioenkapsulasi Pakan Alami Dengan Asam Amino dan Asam Lemak
     Konsentrasi Tinggi Sebagai Upaya Mengatasi Gagal Ganti Kulit
(Incomplete Moulting) Pada Larva Kepiting Bakau Scylla olivacea Herbst




                                Oleh :

                         Saldyansah Effendy
                              Sudirman
                            Samsul Bahri
                          Eddy Nurcahyono




          Departemen Kelautan dan Perikanan
         Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya
            Balai Budidaya Air Payau Takalar
                          2006
I. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang

       Kematian larva kepiting bakau Scylla olivacea, terutama fase
perpindahan stadia dari zoea ke megalopa masih merupakan kendala bagi
usaha perbenihan. Tingkat mortalitas tersebut dapat mencapai kisaran 80 –
100% dari populasi yang dipelihara. Ciri khas dari kematian tersebut ditandai
oleh terjadinya nekrosis pada sebagian atau keseluruhan spina dorsalis zoea
serta organ tubuh lain seperti ekor dan pangkal ekor. Selain itu, terdapat
indikasi gagal melakukan ganti kulit (incomplete moulting) yang ditandai
adanya bekas karapas yang masih menempel pada tubuh larva (Effendy
dkk., 2005a)

       Beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa kematian tersebut
dapat disebabkan lingkungan yang tidak optimal serta nutrisi yang tidak
tercukupi pada fase pemeliharaan. Media pemeliharaan yang buruk dapat
memicu pertumbuhan bakteri oportunis seperti Vibrio sp dan bakteri filamen
yang dapat menyebabkan terjadinya nekrosis pada larva. Selain itu,
kebutuhan nutrisi yang tidak terpenuhi memicu terjadinya defisiensi pada
larva yang dapat menyebabkan gagal berganti kulit (Effendy dkk, 2005b).

      Nutrisi yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan larva krustase
adalah asam amino dan asam lemak kelompok HUFA (Highly Unsaturated
Fatty Acid) dan PUFA (Polyunsaturated Fatty Acid). Asam amino esensial
bagi krustase adalah Arginine, Methionine, Valin, Threonine, Isoleucine,
Leucine, Lysine, Histidine, Phenylalanine dan Tyrosine, sedangkan asam
lemak esensial adalah linoleat, linolenat, eikosapentaenoat - EPA dan
docosahexaenoat - DHA (Shiau, 1989; Li et al., 1999). Asam amino
merupakan bahan essensial untuk kebutuhan penyusunan struktur tubuh,
pembentukan nucleic acid, enzim, hormon, sintesa vitamin serta diperlukan
bagi pertumbuhan dan perbaikan jaringan. Asam lemak diperlukan sebagai
salah satu sumber energi, pembentuk struktur sel dan memelihara integritas
biomembran. Material ini bersifat esensial dan tidak dapat disintesa oleh
tubuh larva sehingga harus diperoleh dari pakan eksogeneous (Furuichi,
1988, Shiau, 1998).
        Pakan alami yang banyak digunakan pada usaha perbenihan kepiting
bakau adalah rotifer dan artemia. Pakan alami tersebut mempunyai enzim
proteolitik yang sangat membantu proses pencernaan larva yang hanya
berbentuk bakal saluran pencernaan (digestive tube). Selain itu, rotifer dan
artemia mempunyai lapisan eksoskleton yang tipis sehingga mudah dicerna
oleh larva (Walford dan Lam, 1993). Akan tetapi, rotifer dan nauplii artemia
tidak mempunyai kandungan asam amino dan asam lemak yang dapat
mencukupi kebutuhan larva rajungan (Sorgeloos et al., 1991 dalam Williams
et al., 1999).



                                                                           2
Bioenkapsulasi pakan alami adalah alternatif untuk meningkatkan
kandungan nutrisi pakan alami. Proses tersebut dapat dilakuan dengan
pemberian pakan alami jenis phytoplankton seperti Chlorella sp atau
menggunakan produk komersial yang telah banyak beredar di pasaran.
Umumnya, bioenkapsulasi dilakukan hanya dengan menggunakan produk
komersial yang bertujuan untuk meningkatkan kandungan asam lemak pada
larva. Berdasarkan hasil kajian Effendy dkk. (2005b), bioenkapsulasi
menggunakan asam lemak memberi kontribusi pada peningkatan laju
pertumbuhan dan sintasan zoea, akan tetapi tidak belum memberikan hasil
yang optimal pada megalopa. Dengan demikian, perlu diadakan upaya
peningkatan nutrisi larva kepiting bakau Scylla olivacea melalui
bioenkapsulasi pakan alami menggunakan asam amino dan asam lemak
konsentrasi tinggi.

1.2. Tujuan dan Sasaran

         Tujuan dari kegiatan ini adalah pengkajian bioenkapsulasi Brachionus
plicatilis dan Artemia salina yang digunakan pada pemeliharaan stadia zoea-
megalopa menggunakan asam amino dan asam lemak konsentrasi tinggi.
Sasaran kegiatan ini adalah mendapatkan teknologi untuk produksi massal
benih kepiting bakau Scylla olivacea Herbst.

1.3. Alur Pikir Kegiatan


                               Asam Amino & Asam
                                     Lemak




                                  Bioenkapsulasi
                                     Rotifer &



                                  Pemeliharaan
                                     Larva



                                      Nutrisi



                               Pertumbuhan Optimal




                                     Produksi



                                                                           3
II. Tinjauan Pustaka


2.1. Fungsi Protein Pada Krustase
        Protein adalah bahan essensial yang sangat diperlukan oleh
organisme hidup untuk kebutuhan penyusunan struktur tubuh serta fungsi
fisiologisnya, termasuk pembentukan nucleic acid, enzim, hormon dan
sintesa vitamin. Selain sebagai bahan penyusun, protein sangat diperlukan
bagi pertumbuhan dan perbaikan jaringan. Selain itu, bahan ini juga berfungsi
pada fase pertumbuhan Protein merupakan komponen penyusun bahan
organik yang mendominasi struktur jaringan tubuh krustase. Kandungan
komponen ini berkisar antara 65 – 75 % dari berat kering krustase, terdiri
atas 50-55% Carbon, 5-7% Hidrogen, dan 20-25% Oksigen. Beberapa
bentuk protein juga mengandung unsur sulfur, phospat dan besi (Shiau,
1998., Furuichi, 1989). Apabila proses pengambilan protein dari sintesa
tersebut berlebih, maka hanya sebagian kecil saja yang dipergunakan untuk
proses tersebut, sedangkan kelebihan akan dipergunakan sebagai sumber
energi (Wilson, 1989). Kebutuhan protein pada krustase berkisar 35%-55%
dari pakan yang dikonsumsi. Kekurangan protein akan menyebabkan laju
pertumbuhan dan fungsi fisiologis tubuh terhambat.

Tabel 1. Perbandingan kebutuhan asam amino pada ikan dan udang dalam persen (%)
protein
   Asam amino         Udang Windu            Eel            Carp Rainbow trout
 Arginine                 14,62              4,5             4,4      4,0
 Methionine                3,43              5,0             2,7      3,3
 Valin                     4,48              4,0             3,4      3,6
 Threonine                 5,51              4,0             3,8      4,1
 Isoleucine                3,63              4,0             2,6      2,8
 Leucine                   6,95              5,3             4,8      5,0
 Lysine                   14,86              5,3             6,0      6,0
 Histidine                 2,66              2,1             1,5      1,8
 Phenylalanine             2,44              5,8*           5,7*     6,0*
 Tyrosine                  3,99                -              -        -
 Tryptophan                 +                1,1             0,8      0,6
Keterangan : * Phenylalanine + tyrosine; + Tidak terdeteksi
(Sumber : Furuichi, 1988)

        Krustase mengkonsumsi pakan alami yang mengandung protein untuk
memperoleh kandungan asam amino. Protein tersebut dicerna dan diserap
oleh oleh usus. Setelah mengalami hidrolisasi menjadi asam amino,
kemudian ditransportasikan ke seluruh jaringan tubuh melalui darah
(Furuichi, 1988). Asam amino diperlukan oleh tubuh untuk mensintesa protein
baru pada jaringan. Terdapat sekitar dua puluh jenis asam amino hasil
hidrolisasi, tetapi yang merupakan faktor essensial bagi ikan dan krustase



                                                                             4
hanya sepuluh jenis. Jenis tersebut adalah Leucine, methionine, isoleucine,
tryptophan, valine, arginine, threonine, histidine, phenylalanine, dan lysine.
Proses tersebut diperlukan untuk menunjang kebutuhan protein masa
pertumbuhan dan reproduksi serta memelihara kondisi tubuh. Besarnya
kandungan asam amino yang diperlukan tergantung dari species yang
mengkonsumsi protein tersebut, seperti yang terlihat pada tabel di atas.


2.2. Fungsi Lemak Pada Krustase
        Lemak mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan dan
kelangsungan hidup karena digunakan sebagai sumber energi. Satu gram
lemak dapat menghasilkan 9 kkal, sedangkan karbohidrat dan protein hanya
menghasilkan 4 kkal. Lemak merupakan protein sparring effect, yaitu energi
yang digunakan untuk mensintesa protein menjadi bentuk yang lebih
sederhana, misalnya asam amino. Selain sebagai sumber energi, asam
lemak juga berfungsi sebagai pelarut vitamin. Fungsi lain dari lemak adalah
pembentuk struktur sel dan memelihara integritas biomembran.
        Kebutuhan lemak pada krustase sangat bervariasi, terutama
tergantung dari lingkungan tempat organisme tersebut hidup. Suhu dan
salinitas sangat berpengaruh terhadap kebutuhan lemak. Sebagai contoh,
krustase-krustase penaeid membutuhkan serial polyunsaturated fatty acid,
phospolipid dan sterol untuk tumbuh dan berkembang.
        Kanazawa et al., (1977,1978,1979b,d) dalam Shiau (1998)
menemukan empat essensial asam lemak yang dipergunakan oleh Penaeus
japonicus yaitu linoleic (18:2n-6). Linolenic (18:3n-3), 20:5n-3, EPA dan
22:6n-3, DHA. Besarnya kandungan EPA dan DHA adalah masing-masing
1% dari pakan. Species lain termasuk Penaeus monodon, Penaeus indicus
dan Penaeus stylrostris juga membutuhkan n-3 HUFA, berkisar 1% dari
pakan.

2.3. Nutrisi Pada Pakan Alami
       Pakan alami memberikan kontribusi positif terhadap proses
pencernaan larva. Kontribusi tersebut diperoleh dari enzim exogeneous yang
berasal dari zooplankton. Saat larva telah menetas, lambung belum terbentuk
sehingga proses pencernaan sangat tergantung dari enzim exogeneous yang
berasal dari zooplankton (Walford dan Lam, 1993).
.      Pada rotifer, terdapat dua fraksi utama enzim, yaitu trypsin dan tipe-
serupa trypsin (trypsin-like). Fraksi-fraksi tersebut berperan besar dalam
ketersediaan enzim trypsin pada larva. Rotifer yang dicerna oleh larva
berperan dalam aktifitas dan fungsi enzim proteolitik karena akan mengalami
autolysis setelah dicerna. Enzim trypsin pada rotifer akan mengaktifkan
zymogen pada bakal saluran pencernaan (digestive tube). Akumulasi
konsentrasi trypsin diperoleh dari exogenous proteolitik pada rotifer serta
endogenous enzim yang timbul akibat induksi dari exogenous tersebut. Efek
ganda yang ditumbulkan akan mampu mencerna rotifer dalam waktu sekitar



                                                                            5
30 menit. Selanjutnya, hasil pencernaan tersebut akan diserap oleh bakal
saluran pencernaan (digestive tube) melalui proses pinocytosis yang terjadi
pada sel-sel rectal. Pinocytosis terjadi pada sel ephitel rectal di bagian dasar
microvilli yang dibantu oleh aktifitas intraseluler dari vakuola supranuclear
yang berada pada sel ephitel rektal (Walford dan Lam, 1993).
        Artemia sp banyak digunakan sebagai pakan alami karena mempunyai
lapisan eksoskleton yang tipis, sehingga mudah dicerna oleh larva.
Komposisi nutrisi antara naupli artemia dengan yang dewasa sangat
berbeda. Pada stadia naupli, terjadi defisiensi asam amino terutama pada
histidine, methionine, phenylalanine,dan threonine. Pada artemia dewasa,
defisiensi tersebut sudah dapat dilengkapi, karena merupakan organisme non
selektif plankton feeder. Penambahan komposisi asam amino tersebut
diperoleh dari pakan alami berupa phytoplankton yang ada habitat perairan,
misalnya Chlorella sp. Menurut Fernandez-Reiriz et al. (1993) dalam Karim
(1998), naupli artemia yang baru menetas serta rotifer akan mengalami
defisiensi nutrisi terutama asam lemak dan asam amino. Pada sisi lain, larva
krustase membutuhkan asm lemak dan asam amino untuk pertumbuhan.
Mengingat fenomena tersebut, maka perbaikan mutu pakan alami harus
ditingkatkan. Peningkatan tersebut dapat dilakukan dengan kultur dengan
media Chlorella sp tipe air laut dan menggunakan pakan microencapsulated
yang mengandung ω3 HUFA jenis 20:5ω3.
       Teknik pengkayaan nutrisi juga dapat dilakukan dengan metode
perendaman dengan memberikan larutan emulsi minyak hati ikan cuttlefish
yang mengandung ω3 HUFA tinggi pada stadia naupli selama 6-7 jam.
Metode lain adalah dengan melakukan perendaman kista artemia dengan
30% ω3 HUFA dalam larutan aseton selama 7 hari pada suhu 23-30 °C.
Perlakuan tersebut dapat meningkatkan kandungan ω3 HUFA dari 3%
menjadi 11% (Kanazawa, 1988). Kontara (1996) dalam Karim (1998)
menyatakan bahwa pengkayaan nauplius artemia dengan asam lemak yang
digunakan sebagai pakan dalam pemeliharaan larva krustase windu P.
monodon menghasilkan sintasan 80,0 – 85,8% serta dan tingkat ketahanan
stress berkisar 22,0 – 22,5%.




                                                                              6
III. Materi dan Metode

3.1. Pemeliharaan Zoea
        Zoea kepiting bakau Scylla olivacea yang digunakan diperoleh dari
induk yang sehat, organ tubuh lengkap, warna cerah dan aktif bergerak.
Bobot induk yang digunakan berkisar 200 – 250 g/individu. Zoea yang
dihasilkan akan dipelihara dalam 12 buah wadah fiber warna gelap berbentuk
silindris-konikal kapasitas 250 L. Padat penebaran larva yang digunakan
pada kegiatan ini adalah 50 individu/liter. Zoea diberi pakan alami berupa
rotifer Brachionus plicatilis dengan kepadatan 10 – 15 ekor/mL.
        Perekayasaan yang dilakukan adalah merendam rotifer yang
digunakan pada pemeliharaan zoea dengan asam amino dan asam asam
lemak (D). Sebagai pembanding dilakukan pemeliharaan tanpa pengkayaan
(A), hanya diperkaya asam lemak Ω3 – HUFA (DHA microencapsulated, Rich
ltd, Greek) (B) dan hanya diperkaya asam amino (C). Perlakuan-perlakuan
tersebut masing-masing diulang setidaknya dalam 3 siklus pemeliharaan.
Dosis pengkayaan asam amino dan asam lemak masing-masing 200 ppm.
Prosedur pengkayaan adalah dengan merendam rotifer dengan konsentrasi
tersebut selama 6 – 8 jam sebelum diberikan pada larva.
        Kisaran salinitas yang digunakan dalam perekayasaan ini adalah 29 –
30 ppt. Pergantian air dilakukan setiap hari mulai hari hari ke-8 sebanyak
10% dan berkisar 80% pada akhir pemeliharaan (hari ke-17). Probiotik
digunakan untuk mencegah pertumbuhan bakteri patogen yang dapat
menyebabkan kematian larva. Probiotik mulai diberikan saat stadia Z-2
menggunakan jenis Develop TM dengan dosis 5 ppm.
        Parameter yang diamati pada pemeliharaan zoea adalah panjang
zoea, laju pertumbuhan mutlak, ketahanan stress serta sintasan. Pengukuran
panjang zoea dilakukan menggunakan micrometer, diukur dari rostrum terluar
hingga pangkal spina dorsalis. Laju pertumbuhan absolut dapat dihitung
menggunakan rumus Teruel (2002) sebagai berikut :

      Pertambahan panjang /hari         =      panjang akhir – panjang awal
                                                     hari pemeliharaan

Menurut Karim (1998), ketahanan stress dapat dihitung menggunakan
formulasi Cumulative Stress Index - CSI dari Ress et al. (1994). Ketahanan
stress dilakukan dengan merendam zoea hari ke-19 pada air tawar (0 ppt)
selama 60 menit. Pengamatan dilakukan dengan mengamati dan menghitung
zoea yang mengendap, mati, stress atau aktifitas tidak normal. Rumus CSI
adalah sebagai berikut :

      CSI = ∑ 5 menit + ∑ 10 menit + ∑ 15 menit + .....+ ∑ 60 menit




                                                                          7
Pengukuran sintasan dilakukan dengan menggunakan rumus Effendie
(1979) dengan rumus sebagai berikut :

             Sintasan (%) =       Jumlah Akhir
                                 Jumlah Awal

3.2. Pemeliharaan Megalopa
        Stadia Megalopa dipelihara dalam 12 wadah fiber warna gelap
berbentuk silindris-konikal kapasitas 250 L dengan kepadatan 5 ekor/L.
Substrat yang digunakan adalah waring hitam yang diletakkan pada dasar
bak serta digantung pada kolom air. Pergantian air dengan kisaran salinitas
29 – 30 ppt dilakukan sebanyak 30 – 50% setiap hari pada stadia M 1 – 5,
selanjutnya setiap 2 hari sekali setelah memasuki stadia M – 6. Pemberian
probiotik tetap dilakukan setiap hari setelah pergantian air. Pakan yang
diberikan adalah nauplii artemia yang telah diperkaya asam amino dan asam
lemak dengan kepadatan 3 - 5 individu/mL (D). Sebagai pembanding,
dilakukan pemeliharaan tanpa pengkayaan (A), hanya diperkaya asam lemak
Ω3 – HUFA (DHA microencapsulated, Rich ltd, Greek) (B) dan hanya
diperkaya asam amino (C). Perlakuan pengkayaan tersebut diulang
setidaknya dalam 3 siklus pemeliharaan untuk mendapatkan data yang lebih
akurat. Dosis pengkayaan asam amino dan asam lemak masing-masing 200
ppm. Prosedur pengkayaan adalah dengan merendam artemia dengan
konsentrasi tersebut selama 6 – 8 jam sebelum diberikan pada megalopa.
        Parameter yang diamati pada pemeliharaan megalopa adalah panjang
dan lebar karapas, laju pertumbuhan mutlak, ketahanan stress serta
sintasan. Pengukuran panjang dan lebar dilakukan menggunakan
micrometer, diukur dari kaparas terluar hingga sisi berseberangan yang
terluar. Laju pertumbuhan absolut dapat dihitung menggunakan rumus Teruel
(2002) sebagai berikut :

      Pertambahan panjang /hari         =      panjang akhir – panjang awal
                                                     hari pemeliharaan

       Ketahanan stress dihitung menggunakan formulasi Cumulative Stress
Index - CSI dari Ress et al. (1994). Ketahanan stress dilakukan dengan
merendam crab-1 dalam air tawar (0 ppt) selama 60 menit. Pengamatan
dilakukan dengan mengamati dan menghitung megalopa yang mengendap,
mati, stress atau aktifitas tidak normal. Rumus CSI adalah sebagai berikut :

      CSI = ∑ 5 menit + ∑ 10 menit + ∑ 15 menit + .....+ ∑ 60 menit
      Pengukuran sintasan dilakukan dengan menggunakan rumus Effendie
(1979) dengan rumus sebagai berikut :




                                                                          8
Sintasan (%) =       Jumlah Akhir
                                Jumlah Awal
       3.3. Analisis Data dan Pengamatan Parameter Kualitas Air

       Data yang diperoleh akan dianalisis menggunakan uji statistik dan
dipapar secara deskriptif (Steel dan Torrie, 1989). Parameter kualitas air
harian yang diamati adalah oksigen terlarut (Dissolved Oksigen – DO),
ammonia, bahan organik total (BOT), pH, suhu serta salinitas. Pengambilan
sampel harian dilakukan pukul 08.00 WITA sebelum pergantian air.
Pengukuran suhu dan oksigen terlarut menggunakan DO meter (YSI 58,
Yellow Springs Instrumen co. Inc., USA). Pengukuran pH dilakukan dengan
mengunakan portable pH meter (Meterlab PHM 201, Radiometer Analytical,
S.A., France). Pengukuran salinitas dilakukan dengan menggunakan hand
refraktometer (Atago S/mill – E – Japan). Pengukuran BOT dan ammoniak
dilakukan dengan metode spektrofotometer.




                                                                        9
Daftar Pustaka


Effendie, M.I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri, Bogor. 105 hal.

Effendy, S., Sudirman, Faidar, Eddy Nurcahyono., 2005a. Penggunan Probiotik
       Pada Pemeliharaan Larva Kepiting Bakau Scylla olivacea Herbst.
       Departemen Kelautan dan Perikanan. Direktorat Jenderal Perikanan
       Budidaya. Balai Budidaya Air Payau Takalar. Laporan Hasil Perekayasaan.

________________________________________., 2005b. Penggunaan Rotifer dan
      Artemia yang Diperkaya Pada Pemeliharaan Larva Kepiting Bakau Scylla
      olivacea Herbst. Departemen Kelautan dan Perikanan. Direktorat Jenderal
      Perikanan Budidaya. Balai Budidaya Air Payau Takalar. Laporan Hasil
      Perekayasaan.

Furuichi, M., 1988. Dietary Requirements in Fish Nutrition And Mariculture. Jica
       Textbook, The General Aquaculture Course.

Karim, M.Y., 1998. Aplikasi Pakan Alami (Brachionus plicatilis dan Nauplius Artemia)
       Yang Diperkaya Dengan Asam Lemak Omega-3 Dalam Pemeliharaan Larva
       Kepiting Bakau (Scylla serrata, Forskal). Program Pascasarjana IPB Bogor.
       Thesis.

Shiau, Shi-Yen., 1998. Nutrien Requirements of Penaeid Shrimp. Aquaculture vol.
       164 p.77-94. Elsivier Science B.V., Netherland.

Steel, R.G.D., and Torrie, J.H. 1989. Prinsip dan Prosedur Statistika, Suatu
       Pendekatan Biometrik. Gramedia , Jakarta.

Walford, J., and Lam, T.J., 1993. Development of Digestive Tracts and Proteolytic
       Enzyme Activity in Seabass (Lates calcarifer) Larvae and Juveniles.
       Aquaculture, 109:187-205

Williams, G.R., Wood, J., Dalliston, B., Shelley, C.C., Kuo, C.M., 1999. Mud Crab
       (Scylla serrata) Megalopa larvae Exhibits High Survival Rates on Artemia-
       based Diets In C.P. Keenan and A. Blackshaw (eds). Mud Crab Aquaculture
       and Biology. Proceedings of an International Scientific Forum held in Darwin
       Australia 21-24 April 1997. ACIAR – Canberra.

Wilson, Robert P., 1989. Amino Acids and Protein in Halver, John E. , Fish Nutrition.
       Academic Press, Inc. San Diego, California 92101.




                                                                                  10

More Related Content

What's hot (20)

Bab I PKM
Bab  I PKMBab  I PKM
Bab I PKM
 
Laporan in vitro-pembahasan vfa
Laporan in vitro-pembahasan vfaLaporan in vitro-pembahasan vfa
Laporan in vitro-pembahasan vfa
 
FUNGSI DAN KEBUTUHAN ZAT GIZI
FUNGSI DAN KEBUTUHAN ZAT GIZIFUNGSI DAN KEBUTUHAN ZAT GIZI
FUNGSI DAN KEBUTUHAN ZAT GIZI
 
Buku peengetahuan bahan makanan ternak
Buku peengetahuan bahan makanan ternakBuku peengetahuan bahan makanan ternak
Buku peengetahuan bahan makanan ternak
 
DASAR ILMU NUTRISI
DASAR ILMU NUTRISIDASAR ILMU NUTRISI
DASAR ILMU NUTRISI
 
Teknik formulasi pakan ikan dan udang
Teknik formulasi pakan ikan dan udangTeknik formulasi pakan ikan dan udang
Teknik formulasi pakan ikan dan udang
 
Susu
SusuSusu
Susu
 
Ransum itik petelur
Ransum itik petelurRansum itik petelur
Ransum itik petelur
 
Biokimia nutrisi pendahuuan
Biokimia nutrisi   pendahuuanBiokimia nutrisi   pendahuuan
Biokimia nutrisi pendahuuan
 
Vitamin ilmu gizi
Vitamin ilmu gizi Vitamin ilmu gizi
Vitamin ilmu gizi
 
Basic theory pkm p fitra humala harahap
Basic theory pkm p fitra humala harahapBasic theory pkm p fitra humala harahap
Basic theory pkm p fitra humala harahap
 
Zat zat makanan [autosaved]1
Zat zat makanan [autosaved]1Zat zat makanan [autosaved]1
Zat zat makanan [autosaved]1
 
bioteknologi
bioteknologibioteknologi
bioteknologi
 
Ampas tahu
Ampas tahuAmpas tahu
Ampas tahu
 
108547896 makalah-biokimia-hasil-perikanan
108547896 makalah-biokimia-hasil-perikanan108547896 makalah-biokimia-hasil-perikanan
108547896 makalah-biokimia-hasil-perikanan
 
komposisi kimiawi daging ikan
komposisi kimiawi daging ikankomposisi kimiawi daging ikan
komposisi kimiawi daging ikan
 
Vitamin
VitaminVitamin
Vitamin
 
Sistem Pencernaan Unggas Ayam Broiller
Sistem Pencernaan Unggas Ayam BroillerSistem Pencernaan Unggas Ayam Broiller
Sistem Pencernaan Unggas Ayam Broiller
 
bahan baku pakan
bahan baku pakanbahan baku pakan
bahan baku pakan
 
Meramu pakan ikan
Meramu pakan ikanMeramu pakan ikan
Meramu pakan ikan
 

Similar to Enrichment Kepiting

AT Modul 2 kb 3
AT Modul 2 kb 3AT Modul 2 kb 3
AT Modul 2 kb 3PPGhybrid3
 
Biokimia akuakultur I: Nutrisi dan Pakan
Biokimia akuakultur I: Nutrisi dan PakanBiokimia akuakultur I: Nutrisi dan Pakan
Biokimia akuakultur I: Nutrisi dan PakanIbnu Sahidhir
 
Pertemuan i nutrisi unggas- zatmakanan
Pertemuan i nutrisi unggas- zatmakananPertemuan i nutrisi unggas- zatmakanan
Pertemuan i nutrisi unggas- zatmakananEmi Suhaemi
 
AT Modul 4 kb 2
AT Modul 4 kb 2AT Modul 4 kb 2
AT Modul 4 kb 2PPGhybrid3
 
Nutrisi.pptx
Nutrisi.pptxNutrisi.pptx
Nutrisi.pptximas49
 
Persentasi bio
Persentasi bio Persentasi bio
Persentasi bio nurainiai
 
AT Modul 5 kb 2
AT Modul 5 kb 2AT Modul 5 kb 2
AT Modul 5 kb 2PPGhybrid3
 
Poir Poin Klh S2 2009 Formulasi Pakan
Poir Poin Klh S2 2009 Formulasi  PakanPoir Poin Klh S2 2009 Formulasi  Pakan
Poir Poin Klh S2 2009 Formulasi Pakanptkonline
 
Laporan praktikum uji protein (dg uji biuret)
Laporan praktikum uji protein (dg uji biuret) Laporan praktikum uji protein (dg uji biuret)
Laporan praktikum uji protein (dg uji biuret) Pujiati Puu
 
Metabolisme Protein
Metabolisme Protein Metabolisme Protein
Metabolisme Protein pjj_kemenkes
 
Bab iv makanan dan cara pemberian
Bab iv makanan dan cara pemberianBab iv makanan dan cara pemberian
Bab iv makanan dan cara pemberianRMontong
 
Kebutuhan protein pada ikan herbivora , formulasi pakan, dan peranan protein ...
Kebutuhan protein pada ikan herbivora , formulasi pakan, dan peranan protein ...Kebutuhan protein pada ikan herbivora , formulasi pakan, dan peranan protein ...
Kebutuhan protein pada ikan herbivora , formulasi pakan, dan peranan protein ...Ari Panggih Nugroho
 
Biokimia pangan lanjut (kecap ikan)
Biokimia pangan lanjut (kecap ikan)Biokimia pangan lanjut (kecap ikan)
Biokimia pangan lanjut (kecap ikan)fathriska
 

Similar to Enrichment Kepiting (20)

AT Modul 2 kb 3
AT Modul 2 kb 3AT Modul 2 kb 3
AT Modul 2 kb 3
 
185 251-1-sm
185 251-1-sm185 251-1-sm
185 251-1-sm
 
5. serealia dan kacang kacangan
5. serealia dan kacang kacangan5. serealia dan kacang kacangan
5. serealia dan kacang kacangan
 
Biokimia akuakultur I: Nutrisi dan Pakan
Biokimia akuakultur I: Nutrisi dan PakanBiokimia akuakultur I: Nutrisi dan Pakan
Biokimia akuakultur I: Nutrisi dan Pakan
 
Pertemuan i nutrisi unggas- zatmakanan
Pertemuan i nutrisi unggas- zatmakananPertemuan i nutrisi unggas- zatmakanan
Pertemuan i nutrisi unggas- zatmakanan
 
AT Modul 4 kb 2
AT Modul 4 kb 2AT Modul 4 kb 2
AT Modul 4 kb 2
 
Nutrisi.pptx
Nutrisi.pptxNutrisi.pptx
Nutrisi.pptx
 
Mikroba rumen ruminansia
Mikroba rumen ruminansiaMikroba rumen ruminansia
Mikroba rumen ruminansia
 
K_INT_MIKROBA RUMEN.pptx
K_INT_MIKROBA RUMEN.pptxK_INT_MIKROBA RUMEN.pptx
K_INT_MIKROBA RUMEN.pptx
 
Persentasi bio
Persentasi bio Persentasi bio
Persentasi bio
 
AT Modul 5 kb 2
AT Modul 5 kb 2AT Modul 5 kb 2
AT Modul 5 kb 2
 
mutu protein
mutu proteinmutu protein
mutu protein
 
Generasi hayat
Generasi hayatGenerasi hayat
Generasi hayat
 
Poir Poin Klh S2 2009 Formulasi Pakan
Poir Poin Klh S2 2009 Formulasi  PakanPoir Poin Klh S2 2009 Formulasi  Pakan
Poir Poin Klh S2 2009 Formulasi Pakan
 
Laporan praktikum uji protein (dg uji biuret)
Laporan praktikum uji protein (dg uji biuret) Laporan praktikum uji protein (dg uji biuret)
Laporan praktikum uji protein (dg uji biuret)
 
Metabolisme Protein
Metabolisme Protein Metabolisme Protein
Metabolisme Protein
 
Bab iv makanan dan cara pemberian
Bab iv makanan dan cara pemberianBab iv makanan dan cara pemberian
Bab iv makanan dan cara pemberian
 
Percobaan 3
Percobaan 3Percobaan 3
Percobaan 3
 
Kebutuhan protein pada ikan herbivora , formulasi pakan, dan peranan protein ...
Kebutuhan protein pada ikan herbivora , formulasi pakan, dan peranan protein ...Kebutuhan protein pada ikan herbivora , formulasi pakan, dan peranan protein ...
Kebutuhan protein pada ikan herbivora , formulasi pakan, dan peranan protein ...
 
Biokimia pangan lanjut (kecap ikan)
Biokimia pangan lanjut (kecap ikan)Biokimia pangan lanjut (kecap ikan)
Biokimia pangan lanjut (kecap ikan)
 

Enrichment Kepiting

  • 1. Bioenkapsulasi Pakan Alami Dengan Asam Amino dan Asam Lemak Konsentrasi Tinggi Sebagai Upaya Mengatasi Gagal Ganti Kulit (Incomplete Moulting) Pada Larva Kepiting Bakau Scylla olivacea Herbst Oleh : Saldyansah Effendy Sudirman Samsul Bahri Eddy Nurcahyono Departemen Kelautan dan Perikanan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Balai Budidaya Air Payau Takalar 2006
  • 2. I. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Kematian larva kepiting bakau Scylla olivacea, terutama fase perpindahan stadia dari zoea ke megalopa masih merupakan kendala bagi usaha perbenihan. Tingkat mortalitas tersebut dapat mencapai kisaran 80 – 100% dari populasi yang dipelihara. Ciri khas dari kematian tersebut ditandai oleh terjadinya nekrosis pada sebagian atau keseluruhan spina dorsalis zoea serta organ tubuh lain seperti ekor dan pangkal ekor. Selain itu, terdapat indikasi gagal melakukan ganti kulit (incomplete moulting) yang ditandai adanya bekas karapas yang masih menempel pada tubuh larva (Effendy dkk., 2005a) Beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa kematian tersebut dapat disebabkan lingkungan yang tidak optimal serta nutrisi yang tidak tercukupi pada fase pemeliharaan. Media pemeliharaan yang buruk dapat memicu pertumbuhan bakteri oportunis seperti Vibrio sp dan bakteri filamen yang dapat menyebabkan terjadinya nekrosis pada larva. Selain itu, kebutuhan nutrisi yang tidak terpenuhi memicu terjadinya defisiensi pada larva yang dapat menyebabkan gagal berganti kulit (Effendy dkk, 2005b). Nutrisi yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan larva krustase adalah asam amino dan asam lemak kelompok HUFA (Highly Unsaturated Fatty Acid) dan PUFA (Polyunsaturated Fatty Acid). Asam amino esensial bagi krustase adalah Arginine, Methionine, Valin, Threonine, Isoleucine, Leucine, Lysine, Histidine, Phenylalanine dan Tyrosine, sedangkan asam lemak esensial adalah linoleat, linolenat, eikosapentaenoat - EPA dan docosahexaenoat - DHA (Shiau, 1989; Li et al., 1999). Asam amino merupakan bahan essensial untuk kebutuhan penyusunan struktur tubuh, pembentukan nucleic acid, enzim, hormon, sintesa vitamin serta diperlukan bagi pertumbuhan dan perbaikan jaringan. Asam lemak diperlukan sebagai salah satu sumber energi, pembentuk struktur sel dan memelihara integritas biomembran. Material ini bersifat esensial dan tidak dapat disintesa oleh tubuh larva sehingga harus diperoleh dari pakan eksogeneous (Furuichi, 1988, Shiau, 1998). Pakan alami yang banyak digunakan pada usaha perbenihan kepiting bakau adalah rotifer dan artemia. Pakan alami tersebut mempunyai enzim proteolitik yang sangat membantu proses pencernaan larva yang hanya berbentuk bakal saluran pencernaan (digestive tube). Selain itu, rotifer dan artemia mempunyai lapisan eksoskleton yang tipis sehingga mudah dicerna oleh larva (Walford dan Lam, 1993). Akan tetapi, rotifer dan nauplii artemia tidak mempunyai kandungan asam amino dan asam lemak yang dapat mencukupi kebutuhan larva rajungan (Sorgeloos et al., 1991 dalam Williams et al., 1999). 2
  • 3. Bioenkapsulasi pakan alami adalah alternatif untuk meningkatkan kandungan nutrisi pakan alami. Proses tersebut dapat dilakuan dengan pemberian pakan alami jenis phytoplankton seperti Chlorella sp atau menggunakan produk komersial yang telah banyak beredar di pasaran. Umumnya, bioenkapsulasi dilakukan hanya dengan menggunakan produk komersial yang bertujuan untuk meningkatkan kandungan asam lemak pada larva. Berdasarkan hasil kajian Effendy dkk. (2005b), bioenkapsulasi menggunakan asam lemak memberi kontribusi pada peningkatan laju pertumbuhan dan sintasan zoea, akan tetapi tidak belum memberikan hasil yang optimal pada megalopa. Dengan demikian, perlu diadakan upaya peningkatan nutrisi larva kepiting bakau Scylla olivacea melalui bioenkapsulasi pakan alami menggunakan asam amino dan asam lemak konsentrasi tinggi. 1.2. Tujuan dan Sasaran Tujuan dari kegiatan ini adalah pengkajian bioenkapsulasi Brachionus plicatilis dan Artemia salina yang digunakan pada pemeliharaan stadia zoea- megalopa menggunakan asam amino dan asam lemak konsentrasi tinggi. Sasaran kegiatan ini adalah mendapatkan teknologi untuk produksi massal benih kepiting bakau Scylla olivacea Herbst. 1.3. Alur Pikir Kegiatan Asam Amino & Asam Lemak Bioenkapsulasi Rotifer & Pemeliharaan Larva Nutrisi Pertumbuhan Optimal Produksi 3
  • 4. II. Tinjauan Pustaka 2.1. Fungsi Protein Pada Krustase Protein adalah bahan essensial yang sangat diperlukan oleh organisme hidup untuk kebutuhan penyusunan struktur tubuh serta fungsi fisiologisnya, termasuk pembentukan nucleic acid, enzim, hormon dan sintesa vitamin. Selain sebagai bahan penyusun, protein sangat diperlukan bagi pertumbuhan dan perbaikan jaringan. Selain itu, bahan ini juga berfungsi pada fase pertumbuhan Protein merupakan komponen penyusun bahan organik yang mendominasi struktur jaringan tubuh krustase. Kandungan komponen ini berkisar antara 65 – 75 % dari berat kering krustase, terdiri atas 50-55% Carbon, 5-7% Hidrogen, dan 20-25% Oksigen. Beberapa bentuk protein juga mengandung unsur sulfur, phospat dan besi (Shiau, 1998., Furuichi, 1989). Apabila proses pengambilan protein dari sintesa tersebut berlebih, maka hanya sebagian kecil saja yang dipergunakan untuk proses tersebut, sedangkan kelebihan akan dipergunakan sebagai sumber energi (Wilson, 1989). Kebutuhan protein pada krustase berkisar 35%-55% dari pakan yang dikonsumsi. Kekurangan protein akan menyebabkan laju pertumbuhan dan fungsi fisiologis tubuh terhambat. Tabel 1. Perbandingan kebutuhan asam amino pada ikan dan udang dalam persen (%) protein Asam amino Udang Windu Eel Carp Rainbow trout Arginine 14,62 4,5 4,4 4,0 Methionine 3,43 5,0 2,7 3,3 Valin 4,48 4,0 3,4 3,6 Threonine 5,51 4,0 3,8 4,1 Isoleucine 3,63 4,0 2,6 2,8 Leucine 6,95 5,3 4,8 5,0 Lysine 14,86 5,3 6,0 6,0 Histidine 2,66 2,1 1,5 1,8 Phenylalanine 2,44 5,8* 5,7* 6,0* Tyrosine 3,99 - - - Tryptophan + 1,1 0,8 0,6 Keterangan : * Phenylalanine + tyrosine; + Tidak terdeteksi (Sumber : Furuichi, 1988) Krustase mengkonsumsi pakan alami yang mengandung protein untuk memperoleh kandungan asam amino. Protein tersebut dicerna dan diserap oleh oleh usus. Setelah mengalami hidrolisasi menjadi asam amino, kemudian ditransportasikan ke seluruh jaringan tubuh melalui darah (Furuichi, 1988). Asam amino diperlukan oleh tubuh untuk mensintesa protein baru pada jaringan. Terdapat sekitar dua puluh jenis asam amino hasil hidrolisasi, tetapi yang merupakan faktor essensial bagi ikan dan krustase 4
  • 5. hanya sepuluh jenis. Jenis tersebut adalah Leucine, methionine, isoleucine, tryptophan, valine, arginine, threonine, histidine, phenylalanine, dan lysine. Proses tersebut diperlukan untuk menunjang kebutuhan protein masa pertumbuhan dan reproduksi serta memelihara kondisi tubuh. Besarnya kandungan asam amino yang diperlukan tergantung dari species yang mengkonsumsi protein tersebut, seperti yang terlihat pada tabel di atas. 2.2. Fungsi Lemak Pada Krustase Lemak mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan dan kelangsungan hidup karena digunakan sebagai sumber energi. Satu gram lemak dapat menghasilkan 9 kkal, sedangkan karbohidrat dan protein hanya menghasilkan 4 kkal. Lemak merupakan protein sparring effect, yaitu energi yang digunakan untuk mensintesa protein menjadi bentuk yang lebih sederhana, misalnya asam amino. Selain sebagai sumber energi, asam lemak juga berfungsi sebagai pelarut vitamin. Fungsi lain dari lemak adalah pembentuk struktur sel dan memelihara integritas biomembran. Kebutuhan lemak pada krustase sangat bervariasi, terutama tergantung dari lingkungan tempat organisme tersebut hidup. Suhu dan salinitas sangat berpengaruh terhadap kebutuhan lemak. Sebagai contoh, krustase-krustase penaeid membutuhkan serial polyunsaturated fatty acid, phospolipid dan sterol untuk tumbuh dan berkembang. Kanazawa et al., (1977,1978,1979b,d) dalam Shiau (1998) menemukan empat essensial asam lemak yang dipergunakan oleh Penaeus japonicus yaitu linoleic (18:2n-6). Linolenic (18:3n-3), 20:5n-3, EPA dan 22:6n-3, DHA. Besarnya kandungan EPA dan DHA adalah masing-masing 1% dari pakan. Species lain termasuk Penaeus monodon, Penaeus indicus dan Penaeus stylrostris juga membutuhkan n-3 HUFA, berkisar 1% dari pakan. 2.3. Nutrisi Pada Pakan Alami Pakan alami memberikan kontribusi positif terhadap proses pencernaan larva. Kontribusi tersebut diperoleh dari enzim exogeneous yang berasal dari zooplankton. Saat larva telah menetas, lambung belum terbentuk sehingga proses pencernaan sangat tergantung dari enzim exogeneous yang berasal dari zooplankton (Walford dan Lam, 1993). . Pada rotifer, terdapat dua fraksi utama enzim, yaitu trypsin dan tipe- serupa trypsin (trypsin-like). Fraksi-fraksi tersebut berperan besar dalam ketersediaan enzim trypsin pada larva. Rotifer yang dicerna oleh larva berperan dalam aktifitas dan fungsi enzim proteolitik karena akan mengalami autolysis setelah dicerna. Enzim trypsin pada rotifer akan mengaktifkan zymogen pada bakal saluran pencernaan (digestive tube). Akumulasi konsentrasi trypsin diperoleh dari exogenous proteolitik pada rotifer serta endogenous enzim yang timbul akibat induksi dari exogenous tersebut. Efek ganda yang ditumbulkan akan mampu mencerna rotifer dalam waktu sekitar 5
  • 6. 30 menit. Selanjutnya, hasil pencernaan tersebut akan diserap oleh bakal saluran pencernaan (digestive tube) melalui proses pinocytosis yang terjadi pada sel-sel rectal. Pinocytosis terjadi pada sel ephitel rectal di bagian dasar microvilli yang dibantu oleh aktifitas intraseluler dari vakuola supranuclear yang berada pada sel ephitel rektal (Walford dan Lam, 1993). Artemia sp banyak digunakan sebagai pakan alami karena mempunyai lapisan eksoskleton yang tipis, sehingga mudah dicerna oleh larva. Komposisi nutrisi antara naupli artemia dengan yang dewasa sangat berbeda. Pada stadia naupli, terjadi defisiensi asam amino terutama pada histidine, methionine, phenylalanine,dan threonine. Pada artemia dewasa, defisiensi tersebut sudah dapat dilengkapi, karena merupakan organisme non selektif plankton feeder. Penambahan komposisi asam amino tersebut diperoleh dari pakan alami berupa phytoplankton yang ada habitat perairan, misalnya Chlorella sp. Menurut Fernandez-Reiriz et al. (1993) dalam Karim (1998), naupli artemia yang baru menetas serta rotifer akan mengalami defisiensi nutrisi terutama asam lemak dan asam amino. Pada sisi lain, larva krustase membutuhkan asm lemak dan asam amino untuk pertumbuhan. Mengingat fenomena tersebut, maka perbaikan mutu pakan alami harus ditingkatkan. Peningkatan tersebut dapat dilakukan dengan kultur dengan media Chlorella sp tipe air laut dan menggunakan pakan microencapsulated yang mengandung ω3 HUFA jenis 20:5ω3. Teknik pengkayaan nutrisi juga dapat dilakukan dengan metode perendaman dengan memberikan larutan emulsi minyak hati ikan cuttlefish yang mengandung ω3 HUFA tinggi pada stadia naupli selama 6-7 jam. Metode lain adalah dengan melakukan perendaman kista artemia dengan 30% ω3 HUFA dalam larutan aseton selama 7 hari pada suhu 23-30 °C. Perlakuan tersebut dapat meningkatkan kandungan ω3 HUFA dari 3% menjadi 11% (Kanazawa, 1988). Kontara (1996) dalam Karim (1998) menyatakan bahwa pengkayaan nauplius artemia dengan asam lemak yang digunakan sebagai pakan dalam pemeliharaan larva krustase windu P. monodon menghasilkan sintasan 80,0 – 85,8% serta dan tingkat ketahanan stress berkisar 22,0 – 22,5%. 6
  • 7. III. Materi dan Metode 3.1. Pemeliharaan Zoea Zoea kepiting bakau Scylla olivacea yang digunakan diperoleh dari induk yang sehat, organ tubuh lengkap, warna cerah dan aktif bergerak. Bobot induk yang digunakan berkisar 200 – 250 g/individu. Zoea yang dihasilkan akan dipelihara dalam 12 buah wadah fiber warna gelap berbentuk silindris-konikal kapasitas 250 L. Padat penebaran larva yang digunakan pada kegiatan ini adalah 50 individu/liter. Zoea diberi pakan alami berupa rotifer Brachionus plicatilis dengan kepadatan 10 – 15 ekor/mL. Perekayasaan yang dilakukan adalah merendam rotifer yang digunakan pada pemeliharaan zoea dengan asam amino dan asam asam lemak (D). Sebagai pembanding dilakukan pemeliharaan tanpa pengkayaan (A), hanya diperkaya asam lemak Ω3 – HUFA (DHA microencapsulated, Rich ltd, Greek) (B) dan hanya diperkaya asam amino (C). Perlakuan-perlakuan tersebut masing-masing diulang setidaknya dalam 3 siklus pemeliharaan. Dosis pengkayaan asam amino dan asam lemak masing-masing 200 ppm. Prosedur pengkayaan adalah dengan merendam rotifer dengan konsentrasi tersebut selama 6 – 8 jam sebelum diberikan pada larva. Kisaran salinitas yang digunakan dalam perekayasaan ini adalah 29 – 30 ppt. Pergantian air dilakukan setiap hari mulai hari hari ke-8 sebanyak 10% dan berkisar 80% pada akhir pemeliharaan (hari ke-17). Probiotik digunakan untuk mencegah pertumbuhan bakteri patogen yang dapat menyebabkan kematian larva. Probiotik mulai diberikan saat stadia Z-2 menggunakan jenis Develop TM dengan dosis 5 ppm. Parameter yang diamati pada pemeliharaan zoea adalah panjang zoea, laju pertumbuhan mutlak, ketahanan stress serta sintasan. Pengukuran panjang zoea dilakukan menggunakan micrometer, diukur dari rostrum terluar hingga pangkal spina dorsalis. Laju pertumbuhan absolut dapat dihitung menggunakan rumus Teruel (2002) sebagai berikut : Pertambahan panjang /hari = panjang akhir – panjang awal hari pemeliharaan Menurut Karim (1998), ketahanan stress dapat dihitung menggunakan formulasi Cumulative Stress Index - CSI dari Ress et al. (1994). Ketahanan stress dilakukan dengan merendam zoea hari ke-19 pada air tawar (0 ppt) selama 60 menit. Pengamatan dilakukan dengan mengamati dan menghitung zoea yang mengendap, mati, stress atau aktifitas tidak normal. Rumus CSI adalah sebagai berikut : CSI = ∑ 5 menit + ∑ 10 menit + ∑ 15 menit + .....+ ∑ 60 menit 7
  • 8. Pengukuran sintasan dilakukan dengan menggunakan rumus Effendie (1979) dengan rumus sebagai berikut : Sintasan (%) = Jumlah Akhir Jumlah Awal 3.2. Pemeliharaan Megalopa Stadia Megalopa dipelihara dalam 12 wadah fiber warna gelap berbentuk silindris-konikal kapasitas 250 L dengan kepadatan 5 ekor/L. Substrat yang digunakan adalah waring hitam yang diletakkan pada dasar bak serta digantung pada kolom air. Pergantian air dengan kisaran salinitas 29 – 30 ppt dilakukan sebanyak 30 – 50% setiap hari pada stadia M 1 – 5, selanjutnya setiap 2 hari sekali setelah memasuki stadia M – 6. Pemberian probiotik tetap dilakukan setiap hari setelah pergantian air. Pakan yang diberikan adalah nauplii artemia yang telah diperkaya asam amino dan asam lemak dengan kepadatan 3 - 5 individu/mL (D). Sebagai pembanding, dilakukan pemeliharaan tanpa pengkayaan (A), hanya diperkaya asam lemak Ω3 – HUFA (DHA microencapsulated, Rich ltd, Greek) (B) dan hanya diperkaya asam amino (C). Perlakuan pengkayaan tersebut diulang setidaknya dalam 3 siklus pemeliharaan untuk mendapatkan data yang lebih akurat. Dosis pengkayaan asam amino dan asam lemak masing-masing 200 ppm. Prosedur pengkayaan adalah dengan merendam artemia dengan konsentrasi tersebut selama 6 – 8 jam sebelum diberikan pada megalopa. Parameter yang diamati pada pemeliharaan megalopa adalah panjang dan lebar karapas, laju pertumbuhan mutlak, ketahanan stress serta sintasan. Pengukuran panjang dan lebar dilakukan menggunakan micrometer, diukur dari kaparas terluar hingga sisi berseberangan yang terluar. Laju pertumbuhan absolut dapat dihitung menggunakan rumus Teruel (2002) sebagai berikut : Pertambahan panjang /hari = panjang akhir – panjang awal hari pemeliharaan Ketahanan stress dihitung menggunakan formulasi Cumulative Stress Index - CSI dari Ress et al. (1994). Ketahanan stress dilakukan dengan merendam crab-1 dalam air tawar (0 ppt) selama 60 menit. Pengamatan dilakukan dengan mengamati dan menghitung megalopa yang mengendap, mati, stress atau aktifitas tidak normal. Rumus CSI adalah sebagai berikut : CSI = ∑ 5 menit + ∑ 10 menit + ∑ 15 menit + .....+ ∑ 60 menit Pengukuran sintasan dilakukan dengan menggunakan rumus Effendie (1979) dengan rumus sebagai berikut : 8
  • 9. Sintasan (%) = Jumlah Akhir Jumlah Awal 3.3. Analisis Data dan Pengamatan Parameter Kualitas Air Data yang diperoleh akan dianalisis menggunakan uji statistik dan dipapar secara deskriptif (Steel dan Torrie, 1989). Parameter kualitas air harian yang diamati adalah oksigen terlarut (Dissolved Oksigen – DO), ammonia, bahan organik total (BOT), pH, suhu serta salinitas. Pengambilan sampel harian dilakukan pukul 08.00 WITA sebelum pergantian air. Pengukuran suhu dan oksigen terlarut menggunakan DO meter (YSI 58, Yellow Springs Instrumen co. Inc., USA). Pengukuran pH dilakukan dengan mengunakan portable pH meter (Meterlab PHM 201, Radiometer Analytical, S.A., France). Pengukuran salinitas dilakukan dengan menggunakan hand refraktometer (Atago S/mill – E – Japan). Pengukuran BOT dan ammoniak dilakukan dengan metode spektrofotometer. 9
  • 10. Daftar Pustaka Effendie, M.I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri, Bogor. 105 hal. Effendy, S., Sudirman, Faidar, Eddy Nurcahyono., 2005a. Penggunan Probiotik Pada Pemeliharaan Larva Kepiting Bakau Scylla olivacea Herbst. Departemen Kelautan dan Perikanan. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Balai Budidaya Air Payau Takalar. Laporan Hasil Perekayasaan. ________________________________________., 2005b. Penggunaan Rotifer dan Artemia yang Diperkaya Pada Pemeliharaan Larva Kepiting Bakau Scylla olivacea Herbst. Departemen Kelautan dan Perikanan. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Balai Budidaya Air Payau Takalar. Laporan Hasil Perekayasaan. Furuichi, M., 1988. Dietary Requirements in Fish Nutrition And Mariculture. Jica Textbook, The General Aquaculture Course. Karim, M.Y., 1998. Aplikasi Pakan Alami (Brachionus plicatilis dan Nauplius Artemia) Yang Diperkaya Dengan Asam Lemak Omega-3 Dalam Pemeliharaan Larva Kepiting Bakau (Scylla serrata, Forskal). Program Pascasarjana IPB Bogor. Thesis. Shiau, Shi-Yen., 1998. Nutrien Requirements of Penaeid Shrimp. Aquaculture vol. 164 p.77-94. Elsivier Science B.V., Netherland. Steel, R.G.D., and Torrie, J.H. 1989. Prinsip dan Prosedur Statistika, Suatu Pendekatan Biometrik. Gramedia , Jakarta. Walford, J., and Lam, T.J., 1993. Development of Digestive Tracts and Proteolytic Enzyme Activity in Seabass (Lates calcarifer) Larvae and Juveniles. Aquaculture, 109:187-205 Williams, G.R., Wood, J., Dalliston, B., Shelley, C.C., Kuo, C.M., 1999. Mud Crab (Scylla serrata) Megalopa larvae Exhibits High Survival Rates on Artemia- based Diets In C.P. Keenan and A. Blackshaw (eds). Mud Crab Aquaculture and Biology. Proceedings of an International Scientific Forum held in Darwin Australia 21-24 April 1997. ACIAR – Canberra. Wilson, Robert P., 1989. Amino Acids and Protein in Halver, John E. , Fish Nutrition. Academic Press, Inc. San Diego, California 92101. 10