Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
PENGURANGAN KEMISKINAN
1. Bab I Pendahuluan
Kebijakan pemerintah mengenai penanggulangan kemiskinan masih bersifat
terpusat, sehingga program yang dijalankan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat
atau daerah tertentu. Sehingga banyak program penanggulangan kemiskinan yang
menempatkan masyarakat sebagai obyek, akibatnya masyarakat kurang berpartisipasi
secara aktif dalam menggali potensi dirinya dan lingkungannya untuk keluar dari
kemiskinan.
Selain itu program-program yang dilaksanakan cenderung bersifat sektoral
yang sering kali mengakibatan adanya semangat ego-sektoral dan saling tumpang
tindih. Keadaan ini lebih dipersulit karena umumnya tiap departemen atau instansi
mempunyai definisi dan kreteria sendiri tentang kemiskinan. Akibatnya kemiskinan
cenderung dipahami secara parsial, dan penanggulangannya cenderung bersifat
sektoral. Hal inilah yang menyebabkan sulitnya menjaga kontinuitas program dan
cenderung membuat program baru, dimana program baru tersebut bukan merupakan
kelanjutan program lama.
Berangkat dari kegagalan dari program penanggulangan kemiskinan
sebelumnya, maka diperlukan strategi atau model program penanggulangan yang
kemiskinan yang pada prinsipnya menjadikan masyarakat miskin sebagai subyek. Untuk
itu diperlukan model yang bisa: pertama, mendidik masyarakat miskin untuk terus
menerus menemukenali potensi yang dimiliki baik individu, keluarga, maupun
lingkungan (keterampilan, material, dan sumberdaya alam) sebagai modal dasar untuk
meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Sehingga dengan mengenali potensi tersebut,
akan mendorong tumbuhnya rasa percaya diri mereka akan kemampuannya untuk lepas
dari belenggu kemiskinan. Kedua, model tersebut juga harus mampu menyadarkan
bahwa tidak akan ada seseorang/lingkungan yang dapat keluar dari kemiskinan,
melainkan atas usaha orang/keluarga/lingkungan itu sendiri serta memberikan
pemahaman bahwa masalah penanggulangan kemiskinan merupakan tugas dan
tanggungjawab bersama pemerintah dan masyarakat.
Perumusan masalah
Bagaimana pengembangan model penanggulangan kemiskinan
1.
Bagaimana peta sebaran penduduk miskin serta identifikasi penyebab
2.
masyarakat miskin di Kota Malang, Pasuruan dan Sidoarjo
1
2. Tujuan Penelitian
Berdasarkan dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana permasalahan kemiskinan berdasarkan pada kondisi geografi dan
topografi wilayah.
2. Bagaimana permasalahan kemiskinan berdasarkan persoalan sikap seseorang
atau masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya atau yang disebeut
dengan kemiskinan kultural
3. Bagaimana permasalahan kemiskinan berdasarkan pada aspek struktural atau
dampak dari kebijakan pembangunan perkotaan.
Bab II Studi Pustaka
2.1 Penyebab Kemiskinan
Kemiskinan merupakan salah satu problem sosial yang amat serius. Langkah
awal yang perlu dilakukan dalam membahas masalah ini adalah mengidentifikasi apa
sebenamya yang dimaksud dengan miskin atau kemiskinan dan bagaimana
mengukurnya. Konsep yang berbeda akan melahirkan cara pengukuran yang berbeda
pula. Setelah itu, dicari faktor-faktor dominan (baik yang bersifat kultural maupun
struktural) yang menyebabkan kemiskinan. Langkah berikutnya adalah mencari solusi
yang relevan untuk memecahkan problem dengan cara merumuskan strategi
mengentaskan kelompok miskin atau masyarakat miskin.
Kemiskinan menurut Sharp (1996), dari sisi ekonomi penyebabnya dibagi
menjadi tiga yaitu: Pertama, secara mikro, kemiskinan muncul karena adanya ketidak
samaan pola kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang
timpang. Penduduk miskin hanya memiliki sumberdaya alam jumlah terbatas dan
kualitasnya rendah. Kedua, kemiskinan muncul akibat perbedaan kualitas sumberdaya
manusia. kualitas sumberdaya manusia yang rendah berarti produktivitasnya rendah,
yang pada gilirannya upahnya randah. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia ini
karena rendahnya pendidikan, nasib yang kurang beruntung, adanya diskriminasi, atau
karena keturunan. Ketiga, kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam akses modal.
Hubungan antara pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, dan ketimpangan telah
banyak dilakukan di Indonesia, salah satunya dilakukan oleh Sumarto (2002) dari
SMERU Research Institute. Penelitian ini melakukan studi pada 100 desa selama
2
3. periode Agustus 1998 hingga Oktober 1999. Berdasarkan hasil studi tersebut ada
beberapa hal yang menjadi temuan berkaitan dengan penanggulangan kemiskian antara
lain:
- Terdapat hubungan negatif yang sangat kuat antara pertumbuhan dan kemiskinan.
Artinya ketika perekonomian tumbuh, kemiskinan berkurang; namun ketika
perekonomian mengalami kontraksi pertumbuhan, kemiskinan meningkat lagi.
Pertumbuhan tidak mengurangi kemikinan secara permenen. Walaupun terjadi
-
pertumbuhan dalam jangka panjang selama periode sebelum krisis, banyak
masyarakat yang tetap rentan terhdap kemiskinan. Oleh arena itu, manajemen
kejutan (management of shocks) dan jaring pengaman harus diterapkan.
- Pertumbuhan secara kontemporer dapat mengurangi kemiskinan. Sehingga
pertumbuhan yang berkelanjutan penting untuk mengurangi kemiskinan.
- Pengurangan ketimpangan mengurangi kemiskinan secara signifikan. Sehingga
sangat untuk mencegah pertumbuhan yang meningkatkan ketimpangan.
- Memberikan hak atas properti dan memberikan akses terhadap kapital untuk
golongan masyarakat miskin dapat mengurangi kesenjangan, merangsang
pertumbuhan, dan mengurangi kemiskinan.
2.2 Pendekatan Ilmiah Masalah Kemiskinan
Tiga pendekatan ilmiah yang cukup popular di dalam memahami masalah
kemiskinan (Ancok, dalam Dewanta,1999( ialah pendekatan kultural pendekatan
situasional dan pendekatan interaksional
2.2.1 pendekatan kultural
Tokoh utama yang menggunakan pendekatan kultural ialah Oscar Lewis (1966).
Dengan konsep cultural poverty Lewis berpendapat bahwa keamiskinan adalah suatu
budaya yang terjadi karena penderitaan ekonomi (economic depretiation) yang
berlangsung lama. Berdasarkan penelitian pada beberapa kebudaya kelompok etnik
Lewis menemukan bahwa kemiskinan adalah salah satu sub-kultur masyarakat yang
mempunyai kesamaan ciri antar etnik satu dengan etnik yang lain. Akar dari timbulnya
budaya miskin tersebut menurut pendapat Lewis adalah keadaan masyarakat yang
mempunyai siri-siri berikut :
Sistem perekonomian yang terlalu berorientasi pada mencari keuntungan
Tingginya angka pengangguran dan angka under employment bagi golongan
yang tidak punya keahlian
Rendanya upah/gaji yang diperoleh pekerja
3
4. Tidak adanya organisasi sosial, politik dan ekonomi bagi kaum miskin baik yang
didirikan oleh pemerintah maupun oleh swadaya masyarakat
Hadirnya sistem kekeluargaan yang bilateral yang menggantikan sistem yang
unilateral
Hadirnya kelas masyarakat yang dominan yang menekankan pada penumpukan
harta dan kekayaan, kesempatan untuk terus meningkat dalam status . anggota
kelas masyarakat ini beranggapan bahwa kemiskinan disebabkan oleh karena
sifat pribadi yang lemah dan inferior
Menurut Lewis (1966) budaya keniskinan adalah suatu cara yang dipakai oleh orang
miskin untuk beradaptasi dan bereaksi terhadap posisi mereka yang marginal dalam
masyarakat yang memiliki kelas-kelas dan bersifat individualistic dan kapitalistik. Budaya
kemiskinan adalah desain kehidupan bagi orang-orang miskin yang bersisikan
pemecahan problem – problem hidup mereka, yang diturunkan dari satu generasi ke
generasi selanjutnya
Dalam menggambarkan cara hidup orang yang berada dalam budaya kemiskinan
Lewis memformulasikan serangkaian sifat-sifat ekonomi, sosial dan psikologi yang
berkaitan satu dengan yang lainnya. Ciri pokok dari orang-orang yang idup dalam
budaya kemiskinan adalah kurangnya partisipasi yang efektif dalam ingrative dalam
institusi-institusi penting yang ada dalam masyarakat, karena sebagian besar yang buta
huruf dan berpendidikan rendah serta kekurangan uang. Kehidupan mereka yang serba
kekurangan, kondisi tempat tinggal yang sangat menyedihkan, kesumpekan tempat
tinggal, kekurangan makanan dan pakaian telah mempengaruhi aspek psikologis
mereka.
Kehidupan seksual yang agak bebas, penelantaran anakn, kurangnya fasilitas
pendidikan, tidak memungkinkan untuk mendidik anakanya ke arah pertumbuhan yang
baik. Orang-orang yang dibesarkan dalam budaya kemiskinan mempunyai ciri-ciri
kepribadian antara lain ; merasa diri mereka tidak berguna, penuh denga keputusasaan,
merasa inferior, sangat dependent terhadap orang lain. Orang miskin tersebut juga tidak
mempunyai kepribadian yang kuat, kurang bisa mengontrol diri, mudah impulsive, dan
sangat berorientasi pada masa kini tanpa memikirkan masa depan.
Untuk menghilangkan budaya kemiskinan tersebut Lewis menyarankan agar
orang-orang miskin bersatu dalam organisasi. Lewis (1966) menulis dalam buku The
Study of Slum Culture:Bacgrounds for la Vida, seperti berikut ; ”setiap gerakan, baik itu
4
5. gerakan yang bersifat religius, pasifis, ataupun revolusioner yang mengorganisasikan
dan memberikan harapan bagi si miskin dan secara efektif mempromosikan solidaritas
dan perasaan identitas yang sama dengan kelompok masyarakat yang lebih luas, akan
dapat menghancurkan sifat-sifat utama yang merupakan ciri orang-orang dari budaya
kemiskinan”
2.3 Model Solusi Kemiskinan
Pengalaman di negara-negara Asia menunjukkan berbagai model mobilisasi
perekonomian pedesaan untuk memerangi kemiskinan, yaitu: Pertama, mendasarkan
pada mobilitas tenaga kerja yang masih belum didaya gunakan (idle) dalam rumah
tangga petani gurem agar terjadi pembentukan modal di pedesaan (Nurkse, 1953).
Tenaga kerja yang masih belum didayagunakan pada rumah tangga petani kecil dan
gurem merupakan sumberdaya yang tersembunyi dan potensi tabungan. Alternatif cara
untuk memobilisasi tenaga kerja dan tabungan pedesaaan adalah: 1) menggunakan
pajak langsung atas tanah, seperti yang dilakukan di Jepang. 2) dilakukan dengan
menyusun kerangka kelembagaan di pedesaan yang memungkinkan tenaga kerja yang
belum didayagunakan untuk pemupukan modal tanpa perlu menambah upah. Ini persis
yang dilakukan Cina yang menerapkan sistem kerjasama kelompok dan brigades
ditingkat daerah yang paling rendah (communes). Dengan metode ini ternyat
memungkinkan adanya kenaikan yang substansial dalam itensitas tenaga kerja dan
produktivitas tenaga kerja.
Model kedua, menitik beratkan pada tranfer daya dari pertanian ke industri
melalui mekanisme pasar (Fei & Gustav, 1964). Ide bahwa penawaran tenaga kerja
yang tidak terbatas dari rumah tangga petani kecil dapat meningkatkan tabungan dan
formasi modal lewat proses pasar. Pengalaman Taiwan menyajikan contoh yang baik
atas mobilisasi sumber daya dari sektor pertanian mengandalkan mekanisme pasar,
tanpa menggunakan instrumen pajak seperti yang dilakukan oleh Jepang. Proporsi
output sektor pertanian sebagian besar tetap dijaga sebagai surplus lewat intermediasi
pemilik tanah dan melalui nilai tukar (terms of trade) sebelum Perang Dunia II.
Model ketiga, menyoroti pesatnya pertumbuhan dalam sektor pertanian yang
dibuka dengan kemajuan teknologi dan kemungkinan sektor yang memimpin (Mellor,
1976), Model ini dikenal dengan nama Model Pertumbuhan Berbasis Teknologi, atau
Rural-Led Development. Proses ini akan berhasil apabila dua syarat berikut terpenuhi:
1) kemampuan mencapai tingkat pertumbuhan output pertanian yang tinggi; 2) proses
5
6. ini juga menciptakan pola permintaan yang kondusif terhadap pertumbuhan. Pada
gilirannya ini tergantung dari dampak keterkaitan ekonomi pedesaan lewat pengeluaran
atas barang konsumsi yang dipasok dari dalam sektor itu sendiri, dan melalui invesatasi
yang didorong.
Model keempat, menyoroti dimensi spasial dalam menanggulangi kemiskinan.
Kemiskinan bisa diatasi dengan cara kemudahan dalam mengakses dua bidang, yaitu:
1) bidang ekonomi dan 2) bidang sosial (Kuncoro, 2004). Akses dalam bidang ekonomi
dibagi menjadi dua yaitu: akses terhadap lapangan kerja dan akses terhadap faktor
ekonomi. Akses terhadap faktor produksi terdiri dari: 1) Kemudahan masyarakat dalam
mengakses modal usaha, 2) kemudahan masyarakat dalam mengakses pasar, 3)
kemudahan masyarakat dalam kepemilikanmodal. Sedangkan akses dalam bidang
sosial dibagi menjadi dua yaitu: akses terhadap fasilitas pendidikan dan akses terhadap
fasilitas kesehatan.
2.3 Strategi Penanggulangan Kemiskikan Di Indonesia
Kemiskinan dapat bermakna kesenjangan ekonomi dan ketidak merataan
pendapatan. Kedua hal ini merupakan masalah yang hangat dibicarakan karena masih
besarnya penggangguran terselubung yang disebabkan masih adanya pekerjaan yang
dilakukan di bawah produktivitas kerja (underemployment) serta rendahnya kualitas
tenaga kerja Indonesia. Ada dua macam ukuran kemiskinan yaitu kemiskinan absolut
dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut adalah kemiskinan yang disebabkan karena
ketidak mampuan seseorang melampaui garis kemiskinan (proverty line) yang
ditetapkan. Sedangkan kemiskinan relatif berkaitan dengan perbedaan tingkat
pendapatan suatu golongan dibandingkan dengan golongan lainnya (Rintuh: 2005).
Beberapa program pembangunan yang dilaksakan di Indonesia baik yang
dilakukan oleh pemerintah mapun bantuan donor antara lain telah dilaksanakan melalui
progam: Impres Desa Tertinggal (IDT) dan dimantapkan melalui program Pembangunan
Prasarana Pendukung Desa Tertinggal (P3DT). Program dilanjutkan dengan Program
Pengembangan Kecamatan (PPK), Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan,
Program Pemberdayaan Daerah Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi (PDMDKE), dan
Program Pengembangan Kawasan Desa-Kota Terpadu atau Poverty Alleviation
Through Rural Urban Lingkage (PARUL). Dari berbagai program pengentasan
kemiskinan tersebut terdapat beberapa perbedaan dan kesamaan yang dapat dilihat
pada tabel berikut (Sumodiningrat, 1999):
6
7. Berikut ini beberpa penyempurnaan kebijakan program pemberdayaan
masyarakat dan pennanggulangan kemiskinan:
Tabel. 3
Perkembangan dan Penyempurnaan Kebijakan Program Pemberdayaan
Masyarakat dan Program Penanggulangan Kemiskinan Dalam Kurun Pelita VI
Bentuk Kebijakan
Pengemban
Pengemban Pengemban
Pengemban Pengembang gan
gan gan Sistem
gan SDM an Prasarana Kelembaga
N Progr Ekonomi Informasi
an
o am
Bantuan Bantuan
Bantuan Bantuan
Bantuan Pengemban Pemantaua
Pendampin Prasarana/
Modal aganKelemb n dan
gan Sarana
agaan Pelaporan
1 IDT Diberikan Pengemban Secara Pengemban
dalam gan khusus gan
bentuk kemampuan belum ada, kelembagaa
uang tunai masyarakat namun n dilakukan
seniali Rp dalam beberapa dalam
20 juta / pengelolaan bantuan wadah
tahun modal melalui pokmas
selama 3 bergulir program melalui
tahun melalui pembanguna kegiatan
bantuan n sektoral perguliran
Dana tenaga telah dana.
bantuan pendamping memberikan
digunakan bantuan Pembangun
untuk teknologi an
modal tepat guna kelembagaa
usaha dan untuk n aparat
bersifat membantu dilakukan
hibah dan mengembang pembinaan
bergulir kan kegiatan berjenjang
(revolving sosial secara
block grant) ekonomi vertikal yang
produktif dilakukan
pokmas oleh jajajrn
Depdagri
bersama
Depkeu dan
departeme
teknis terkait
lain melalui
program
pembanguna
n sektoral
masing-
masing.
7
8. 2 P3DT Dana Pengemban Bantuan Masyarakat Masyarakat
bantuan gan prasarana melaksanak melakukan
digunakan kemampuan mendapat an sendiri sendiri
untuk masyarakat perhatian manajemen kegiatan
investasi dan aparat melalui pembanguna pemantauan
sosial dan dalam pengembang n lokal. dan
bersifat pembangun an prasarana pelaporan
hibah an dibina transportasi Pembinaan pembangun
(block oleh tenaga yang aparat an ditingkat
grant), pendamping mendukung dilakukan lokal dibantu
serta profesional kegiatan secara oleh tenaga
mendukung (antara lain ekonomi vertikal pendamping
kegiatan oleh tenaga (pembangun melalui Tim profesional
sosial konsultan) an jalan, Koordinasi
ekonomi jembatan, Pembangun Aparat
yang tambatan an sebagai melakukan
didanai perahu, dll), wadah pemantauan
oleh dan musyawarah dan
bantuan pengembang dan mufakat. pelaporan
IDT an prasarana Sehingga secara
sosial yang komitmen berjenjang
langsung dan (vertikal)
mendukung perhatian yang
kegiatan pembanguna hasilnya
ekonomi lokal n untuk dipergunaka
(pembangun rakyat tetap n untuk
an prasarana dalam arah mendukung
kesehatan yang benar. pengambilan
dasr, MCK, keputusan
sanitasi, dan lebih lanjut
air bersih) dalam
rangka
pengemban
gan
program.
3 PPK Bantuan Pengemban Pembanguna Pengemban Sistem
senilai Rp. gan SDM n/ pengadaan gan pemantauan
250 juta – dilakukan prasarasna/ kelembagaa dan
Rp 750 juta melalui sarana hanya n pelaporan
per diseminasi untuk masyarakat dilakukan
kecamatan dan mendukung dilakukan untuk
bersifat pelatihan kegiatan dalam menilai
hibah secara ekonomi wadah perkembang
bergulir. berjenjang yang sudah pokmas an
Namun baik melalui mapan. melalui pelaksanaan
pemanfaata jalur tenaga kegiatan kegiatan
n bantuan pendamping perguliran ekonomi
semata dan jajaran dana yang prioritas,
diarahkan aparat dilembagaka perguliran
agar pemerintah. n dalam dana, dan
8
9. pemanfaata forum UPK peningkatan
n program Pengemban sebagai kapasitas
dapat gan bagian dari masyarakat
berlatih kemampuan pelaksanaan melalui
mengguana dan forum jumlah
kan dana keterampila UDKP. akumulasi
itu sebagai n modal.
stimulan masyarakat
agar dalam lokal
pengemban diarahkan
gan lebih pada
lanjut dapat pelaksanaa
memanfaat n
kan fasilitas administrasi
microfinanc pembangun
e. an (UDKP)
dan
Dilakukan administrasi
memalui keuangan
bantuan (UPK).
dana yang
dipergunak
an untuk
membiayai
investasi
sosial dan
investasi
ekonomi.
Bantuan
dana
digunakan
sepenuhny
a untuk
menciptaka
n kegiatan
ekonomi
produktif
yang
berlanjut.
4 P2KP Dilakukan Pengemban Pembanguna Pengemban Sistem
Secar melalui gan SDM n/ pengadaan gan pemantauan
a bantuan dilakukan prasarana/ kelembagaa dan
prinsi dana yang melalui sarana hanya n pelaporan
p dipergunak diseminasi untuk masyarakat dilakukan
sama an untuk dan mendukung dilakukan untuk
denga membiayai pelatihan kegiatan dalam menilai
n investasi secara ekonomi wadah perkembang
yang sosial dan berjenjang yang sudah pokmas an
dilaku investasi baik melalui mapan. melalui pelaksanaan
kan ekonomi. jalur tenaga kegiatan kegiatan
oleh Bantuan pendamping perguliran ekonomi
9
10. PPK, dana dan jajaran dana yang prioritas,
namu digunakan aparat dikembangk perguliran
n sepenuhny pemerintah. an dalam dana, dan
sasar a untuk Pengemban forum UPK peningkatan
an menciptaka gan sebagai kapasitas
lokasi n kegiatan kemampuan bagian dari masyarakat
dititik ekonomi dan pelaksanaan melalui
beratk produktif keterampila forum jumlah
an yang n UDKP. akumulasi
pada berlanjut. masyarakat modal.
keca lokal Pengemban
matan diarahkan gan
di pada kelembagaa
kawa pelaksanaa n aparat
san n dilakukan
perkot administrasi bersama
aan pembangun masyarakat
an (UDKP) melalui
dan mekanisme
administrasi forum
keuangan UDKP.
(UPK).
5 PDM Dilakukan Dilakukan
KE untuk melalui
membiayai pembangunan
kegiatan dan prasarana
yang & sarana
bersifat sesuai
padat karya. permintaan
lokal.
6 PARU Dilakukan Pengembang Pengembang Peningkatan Sistem
L melalui an an prasarana kemampuan pemantauan
bantuan kemampuan dilakukan perencanaan dan
dana yang masyarakat dalam wujud dan pelaporan
dipergunak diarahkan pembanguna pelaksanaan menekankan
an untuk pada n prasarana, pembanguna peningkatan
kegiatan peningkatan sarana, dan n yang kapasitas
sosial- kemampuan penerapan menekankan masyarakat
ekonomi dan teknologi prakarsa dalam
produksi keterampilan yang lokal pada kegiatan
dan untuk mendukung kawasan itu. produksi,
distribusi/ memperoleh secara distribusi,
jasa natar akses dan langsung dan jasa
kawasan. meningkatka kegiatan dalam suatu
n keterkaitan ekonomi kawasan
pada jalur kawasan. ekonomi
produksi, antara
distribusi, pedesaan
dan dan
penyediaan perkotaan.
jasa yang
10
11. sesuai
dengan
kapasitas
ekonomi
kawasan
Sumber: Kuncoro (2004)
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa program penanggulangan
kemiskinan yang dilakukan di Indonesia masih bersifat parsial. Hal tersebut bisa dilihat
dari hampir semua program yang pernah dilakukan masih bermasalah dalam hal
mensinergikan antara masyarakat miskin dengan: masyarakat yang berdaya (non
miskin), pemerintah daerah, dan kelompok peduli setempat. Akibat dari kondisi tersebut,
penanggulangan kemiskinan tidak efektif, tidak mandiri dan tidak berkelanjutan.
2.4 Kelemahan Program Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia
Salah satu penyebab kurang berhasilnya penanggulangan kemiskinan di
Indonesia adalah sistem politik yang cenderung sentralistik. Sentralisasi yang sangat
kuat di masa lalu juga berimbas ke kebijakan penanggulangan kemiskinan, dimana
hampir semua program penanggulangan kemiskinan bersifat ”top-down” dengan
keterlibatan minimal dari pemerintah daerah dalam formulasi kebijakannya. Program
atau kebijakan yang sangat ”top-down” ternyata juga gagal dalam merefleksikan
pebedaan antar daerah yang kadang-kadang bisa menjadi sangat signifikan. Akibatnya,
timbul berbagai kegagalan berskala besar dalam program atau kebijakan yang pada
akhirnya berakibat pada dihentikannya program tersebut. Berikut ini bentuk atau ciri-ciri
dan kelemahan program penanggulangan kemiskinan yang pernah dilakukan.
Tabel 4
Ciri-ciri dan Kelemahan Program Penanggulangan Kemiskinan
Kelemahan Program Upaya Penanggulangan Prinsip-prinsip
Kemiskinan Penanggulangan
Kemiskinan
Perencanaan, Mendidik masyarakat Program penanggulangan
penentuan sasaran, miskin untuk terus kemiskinan harus
dan kreteria miskin menerus menemukenali mengarah pada
serta pengaturan teknis potensi yang dimiliki baik pendekatan yang
pelaksanaan yang individu, keluarga, menyeluruh (multi-sektor)
11
12. dilakukan oleh maupun lingkungan
pemerintah/instansi (keterampilan, material,
pusat (top-down) dan sumberdaya alam)
seringkali tidak sesuai sebagai modal dasar
dengan kebutuhan untuk meningkatkan
masyarakat atau kesejahteraan hidup.
daerah tertentu.
Program-program yang Mendorong tumbuhnya Perencanaan dan
dilaksanakan secara rasa percaya diri akan penentuan sasaran
sektoral sering kali kemampuannya untuk dilakukan oleh
mengakibatan adanya lepas dari belenggu masyarakat bersama
semangat ego-sektoral kemiskinan. aparat dilapangan
dan saling tumpang sehingga sesuai dengan
tindih. kebutuhan masyarakat.
Banyak program Menyadarkan bahwa tidak Masyarakat ditempatkan
penanggulangan akan ada sebagai “pelaku utama
kemiskinan yang seseorang/lingkungan dalam perang melawan
menempatkan yang dapat keluar dari kemiskinan” agar
masyarakat sebagai genggaman kemiskinan, masyarakat berpartisipasi
obyek, sehingga melainkan atas usaha secara aktif.
masyarakat kurang orang/keluarga/lingkungan
berpartisipasi secara itu sendiri.
aktif.
Sulitnya menjaga Memberikan pemahaman Pertanggungjawaban
kontinuitas program bahwa masalah kepada pemerintah dan
(program baru bukan penanggulangan masyarakat untuk
merupakan kelanjutan kemiskinan merupakan membangun keterbukaan
program lama) tugas dan tanggungjawab dan akuntabilitas.
mengakibatkan banyak bersama pemerintah dan
program masyarakat.
penanggulangan
kemiskinan tidak
berkesinambungan
Pertanggungjawaban Menciptakan lapangan Merupakan program yang
hanya bersifat kerja dan peluang berkesinambungan.
administratif kepada berusaha untuk Ukuran keberhasilan
pemerintah, sehingga menguatkan ekonomi ditentukan oleh
tidak terbangun masyarakat setempat. berdayanya masyarakat
keterbukaan dan Penguatan untuk keluar dari
akuntabilitas publik, organisasi/kelompok belenggu kemiskinan,
akibat pendekatan masyarakat yang ada; dan,menguatnya
proyek maka memberikan bantuan kemampuan ekonomi
keberhasilan program fasilitas (dana dan masyarakat melalui
hanya diukur dengan keahlian) yang dibutuhkan terciptanya akses kepada
persentase bantuan untuk mendayagunakan faktor produksi dan pasar.
yang berhasil potensi yang dimiliki.
12
13. disalurkan dan jumlah
sasaran penerima.
Sumber: Hamid (2003) Dalam Kuncoro (2004)
Sebenarnya perbedaan antara pendekatan “top-down” dan “bottom up” tidak
perlu terjadi terjadi apabila sistem politik nasional dan terutama lokal mampu
menciptakan akuntabilitas pemerintah terhadap masyarakatnya. Ketiadaan mekanisme
akuntabilitas selain membuat pihak eksekutif dan legislatif kurang tanggap terhadap
keluhan masyarakatnya, juga membuat masyarakat tersebut tidak terlalu peduli atas
kualitas layanan publik yang diterimanya ataupun terhadap kebijakan perekonmian
daerahnya. Dengan sistem perimbangan keuangan pusat dan daerah saat ini dimana
sebagian besar pajak masih dikuasai pemerintah pusat, sangat mudah bagi pemerintah
daerah menyalahkan pemerintah pusat apabila ada ketidakpuasan di kalangan
masyarakat lokal mengenai kualitas layanan publik.
Bab III METODE PENELITIAN
1. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mempunyai tujuan utama membangun model penaggulangan
kemiskinan yang bersifat terpadu berdasarkan aspek spasial, ekonomi, dan
struktural di masing-masing desa/kelurahan yang ada di wilayah administrasi Kota
Malang.
Berdasarkan pada tujuan utama penelitian ini, maka kerangka pikir mengenai
Penyusunan Model Penanggulangan Kemiskinan di Kota Malang dijelaskan pada
Gambar berikut.
Gambar 1
Bagan Alir Penyusunan Model Kultural,Struktural, dan Spasial
Sebagai Penanggulangan Kemiskinan
Output
Aspek Struktural Kesenjangan
antara
Mengukur Efektifitas
program program
penanggulangan
dgn.
kemiskinan yang telah
dilakukan
OUTPUT
Output Porses
Proses generasi,
PERKOTAAAN
KEMISKINAN
PERMASALAHAN
ANALISA
Identifikasi
tingkat
Aspek Ekonomi Database:
ermasalahan
pendidikan, jenis
. Permasalahan
Mengukur kondisi pekerjaan kemiskian
ekonomi
perkotaan kemiskinan
masyarakat miskin
. Profil
)
kemiskinan
Output
Kondisi
Aspek Spacial Geografi/
Mengukur kondisi topografi
geografi dan topografi
(lingkungan fisik)
13
masyarakat miskin
Output Output
Work Plan Master Plan
Penanggulanga Penanggulanga
n nKemiskinan
Kemiskinan
14. Sebagaimana telah dikemukakan di atas, upaya penaggulangan kemiskinan
dilakukan dengan pendekatan spasial, ekonomi, dan struktural. Pendekatan tersebut
pada dasarnya bertujuan untuk menghasilkan model penanggulangan kemiskinan yang
bisa menghasilkan rencana strategis dan program kerja penanggunalangan kemiskinan
secara terpadu dan berkelanjutan di Kota Malang. Setidaknya ada 5 (lima)
komponen/kegiatan utama yang perlu dilakukan. Kegiatan-kegiatan tersebut meliputi :
1. Identifikasi dan Analisis Kondisi Eksisting masing-masing kota
Tujuan utama kegiatan ini adalah untuk memahami kondisi setiap desa/kelurahan
dan kecenderungan perkembangan dalam kurun waktu perencanaan. Adapun informasi
yang perlu dikumpulkan, dikaji dan dianalisis, meliputi : gambar mengenai kondisi fisik,
sosial ekonomi desa/kelurahan kebijakan dan program-program yang terkait dengan
pengembangan desa, perkembangan sektor-sektor ekonomi desa dan kondisi sistem
prasarana. Semua informasi ini diharapkan dapat menggambarkan eksisiting, yang
tengah berlangsung (on-going) maupun yang akan dikembangkan (commited).
2. Identifikasi Potensi dan Permasalahan Kemiskinan
Berdasarkan analisis terhadap kondisi wilayah dan kecenderungan
perkembangannya, diidentifikasi potensi ekonomi yang mampu mendukung
pembangunan wilayah masing-masing Kota. Identifikasi yang dimaksud, meliputi
antara lain :
• Potensi desa/kelurahan yang terkandung, baik yang sudah
dimanfaatkan, belum dimanfaatkan maupun potensial diperkirakan
ada di desa. Terkait dengan hal ini adalah identifikasi sektor unggulan
atau komoditi unggulan.
• Kendala-kendala dalam pengembangan potensi ekonomi, baik dalam
kaitannya dengan bidang prasarana, keuangan dan kebijakan,
sehingga menimbulkan kemiskinan pada masyarakat setempat.
3. Penyusunan Skenario Penanggulangan Kemiskinan
Skenario penanggulangan kemiskinan berisi antara lain: pemanfaatan ruang dan
struktur ruang (pengembangan sektor-sektor unggulan, kawasan dan sistem
14
15. prasarana) yang merupakan acuan pengembangan desa. Skenario ini disusun
berdasarkan potensi pengembangan Kota.
4. Perumusan Model Penaggulangan Kemiskian
Rumusan model penaggulangan kemiskinan yang dimaksud berisi program-
program pengembangan sektor, kota dan sistem prasarana dasar. Program-
program ini dirumuskan dalam rangka mendukung pencapaian skenario-skenario
yang telah dirumuskan.
5. Rekomendasi Pola Pelaksanaan Program-Program Pengentasan Kemiskinan
Program-program yang layak untuk diimplementasikan, selanjutnya dikaji pola
pelaksanaannya. Dalam hal ini pola pelaksanaan yang dimaksud
memperhitungkan seluruh pelaku pembangunan, yaitu pemerintah, swasta dan
masyarakat.
2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Kegiatan penyusunan model penanggulangan masyarakat miskin di Kota Malang,
akan melakukan survei di seluruh wilayah yang termasuk dalam wilayah admisnistratif Kota
Malang, Pasuruan, Sidoarjo.
Analisis dan penyusunan model penaggulangan kemiskinan dilakukan secara
bertahap, tahapan tersebut didasarkan pada aspek kegiatan yang diukur dan dianalisis.
Penelitian ini akan dilakukan dua tahap, dinama setiap tahap penelitian diperkirakan
akan menghabiskan waktu ± 11 bulan, jadi secara keseluruhan penelitian akan
menghabiskan waktu ± 22 bulan.
3. Definisi Operasional Variabel
Aspek yang digunakan untuk membanguan model penanggulangan
kemiskinan di Kota Malang ada tiga aspek yaitu: 1) Struktural atau Kelembagaan, 2)
Aspek Kultural, dan 3) Aspek Spasial (wilayah).
1) Aspek Struktural
Dalam aspek ini akan dilihat sejauhmana keterpaduan program-program yang
telah dilakukan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah dengan kapasitas
15
16. dan kebutuhan masyarakat miskin. Aspek struktural atau kelembagaan
mempunyai dua sub-indikator yaitu; 1) Sub-indikator kebijakan pemerintah dan
2) Sub-indikator kapasitas sosial masyarakat (social capacity). Masing-masing
sub-indikator mempunyai variabel, total variabel untuk mengukur indikator
aspek struktural atau kelembagaan sebanyak 8 variabel.
Variabel-variabel yang digunakan dalam aspek struktural atau kelembagaan
dalam melakukan pengukuran terhadap desa/kelurahan dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel 5
Jumlah Sub Indikator dan Variabel Dari Aspek Struktural
No Sub Variabel Diskripsi
Indikator
1 Kebijakan - Program Mengukur seberapa
Pemerintah penanggulangan besar keterlibatan
(3 variabel) pemerintah baik
kemiskinan yang
berasaldari pemerintah pusat maupun
daerah dalam upaya
pusat
- Program penanggulangan
kemiskinan
penanggulangan
kemiskinan yang
berasaldari pemerintah
propinsi
- Program
penanggulangan
kemiskinan yang
berasaldari pemerintah
daerah kabupaten.
- Program
penanggulangan
kemiskinan yang
berasal dari perangkat
desa
2 Kapasitas - Gengsi sosialorang Mengukur seberapa
sosial miskin besar social capital
masyarakat - Nilai adat/budaya dan masyarakat miskin
(6 variabel) dalam keluar dari
agama terhadap orang
kemiskinan
miskin
- Rasionalitas penduduk
miskin (semangat
membebaskan diri dari
kemiskinan)
- Budaya dan etos kerja
- Semangat gotong
royong
- Keperdulian
masyarakat sekitar
16
17. terhadap orang miskin
2) Aspek Kultural
cultural poverty adalah suatu budaya yang terjadi karena penderitaan ekonomi
(economic depretiation) yang berlangsung lama. Berdasarkan penelitian pada
beberapa kebudaya kelompok etnik ditemukan bahwa kemiskinan adalah salah
satu sub-kultur masyarakat yang mempunyai kesamaan ciri antar etnik satu
dengan etnik yang lain. Dalam aspek ini akan dilihat seberapa besar potensi
kemiskinan yang tercipta akibat dari kultur atau kebudayaan yang sudah
berlangsung di suatu wilayah. Aspek kultural ini akan mencakup 1) tingginya
angka pengangguran, 2) tingkat upah/tinggi rendahnya gaji dan 3) sistem
ekonomi yang terlalu berorientasi pada mencari keuntungan.
Variabel-variabel yang digunakan dalam aspek ekonomi dalam melakukan
pengukuran terhadap desa/kelurahan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 6
Jumlah Sub Indikator dan Variabel Dari Aspek Struktural
No Sub Indikator Variabel Diskripsi
1 Tingginya Lama bekerja Mengukur seberapa
-
angka besar tingkat
Banyaknya pekerja
-
pengangguran pengangguran di
dalam satu rumah
suatu wilayah
2 Tingkat Upah Besarnya gaji Mengukur seberapa
-
besar kenaikan upah
perbulan
Ada tidaknya bonus yang berhubungan
-
dengan
kesejahteraan
masyarakat
3 Sistem Tujuan bekerja Mengukur
-
Ekonomi untuk sebesarapa penting
Langkah
-
antara kebutuhan
memenuhi
dan penimbunan
kebutuhan
kekayaan
3) Aspek Spasial
Dalam aspek ini akan dilihat seberapa besar konsisi wilayah (space) mampu
mendorong proses penanggulanagan kemiskinan. Aspek spasial atau wilayah
mempunyai dua sub-indikator yaitu; 1) Sub-indikator Kondisi geografis dan 2)
Sub-indikator Aksesibilitas sarana dan prasarana. Masing-masing sub-indikator
17
18. mempunyai variabel, total variabel untuk mengukur indikator aspek struktural
atau kelembagaan sebanyak 6 variabel.
Variabel-variabel yang digunakan dalam aspek spasial atau wilayah dalam
melakukan pengukuran terhadap desa/kelurahan dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 7
Jumlah Sub Indikator dan Variabel Dari Aspek Spasial
No Sub Variabel Diskripsi
Indikator
1 Kondisi - Letak geografis Mengukur
geografis sejauhmana kondisi
- Topografi
(4 variabel) - Kondisi jalan geografis mampu
bermanfaat untuk
- Kondisi jembatan
pemberdayaan
masyarkat miskin
2 Aksesibilita - Akses terhadap pasar Mengukur tingkat
s terhadap - Akses terhadap sarana kemudahan akses
sarana dan terhadap sarana dan
pendidikan
prasarana - terahadap prasarana pokok
Akses
(5 variabel) untuk
fasilitas kesehatan
terahadap penanggulangan
Akses
-
kemiskinan.
aktivitas produksi
4. Jenis Data
Dilihat dari sumbernya, data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua
jenis yaitu data sekunder dan data primer.
1. Data Sekunder
Data ini merupakan data yang telah dikumpulkan oleh pihak lain. Adapun data
sekunder yang akan digunakan dalam penelitian ini diantaranya seperti; Jumlah
penduduk, luas desa, topografi desa, monografi desa, letak geografi desa dan
lain-lain.
2. Data Primer
Data ini merupakan data yang diperoleh langsung dari obyek penelitian. Adapun
data primer yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya seperti; data yang
18
19. digunakan untuk mengukur indikator kelembagaan, indikator tipologi/penyebab
kemisikinan, indikator sumberdaya dan potensi ekonomi, dan lain-lain.
5. Teknik Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam pengumpulan informasi dan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Participatory Rural Appraisal (PRA), meliputi:
Wawancara, yaitu metode pengumpulan data dengan wawancara secara
1.
mendalam dengan key-person (formal dan informal leaders), untuk
mengidentifikasi kebutuhan (needs) masyarakat.
2. Dokumentasi, yaitu metode pengumpulan data sekunder yang dimiliki oleh
responden, lembaga ekonomi dan sosial, maupun instansi teknis terkait.
3. Observasi ( pengamatan) dan survei lapang
Dalam hal meyakinkan data dan informasi yang diperoleh dari responden,
peneliti mengadakan pengamatan dan survei lapang secara langsung terhadap
obyek yang diamati, mendengar serta mencatat hasil temuan lapang.
4. Pengumpulan Data Sekunder
Selain dukungan data primer yang menjadi sumber data utama, penelitian ini juga
menggunakan data sekunder yang diperoleh dari dokumen-dokumen serta catatan-
catatan yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Dokumen yang dimaksud
adalah jumlah keluarga miskin yang diperoleh dari Badan Perencanaan Kota
(Bapekot) Malang, Catatan Sipil Kota malang (data Penduduk Kota malang sampai
dengan bulan Februari 2006) dan statistik kecamatan dari tiga kecamatan yang
diterbitkan oleh Kantor Statistik Kota Malang 2006.
5. Focus Group Discussion (Diskusi Kelompok)
Peneliti melaksanakan diskusi dengan obyek penelitian ketika peneltian lapang akan
dilakukan. Kegiatan ini pertama dilakukan adalah dimaksudkan untuk
mensosialisasikan pelaksanaan pengumpulan data (sebagai kegiatan penting
penelitian ini) kepada para sekretaris kecamatan dan seluruh sekretaris
desa/kelurahan yang diperkirakan menjadi sasaran dari kegiatan penelitian lapang.
Berbagai informasi yang disampaikan dalam kegiatan sosialisasi ini, antara lain
meliputi: pentingnya dilaksanakan kegiatan inventarisasi dan pemetaan kemiskinan
di Kabupaten Sumenep, proses pengumpulan data, dan hasil akhir yang dihasilkan
kegiatan ini. Melalui kegiatan ini dicapai jalinan suatu kebersamaan antara peneliti
19
20. dengan calon responden (subyek yang diteliti), sehingga dapat diperoleh data yang
optimal
Diskusi kelompok kedua dilakukan pada saat menjelang kegiatan ini berakhir.
Diskusi ini dilakukan dengan stakeholders tingkat kota, dimaksudkan untuk
mengoptimalkan hasil temuan lapangan. Dikusi kelompok ini diarahkan kepada
upaya-upaya mengklarifikasi hasil temuan lapangan, mendapatkan koreksi dan
masukan, serta kesepakatan tentang hasil akhir kegiatan ini.
6. Alat Analisis
Analisis dilakukan dengan memadukan pendekatan struktural (data
kuantitatif dan kualitatif) ekonomi (potensi sumberdaya pemabngunan), dan spasial
(pemetaan). Maksudnya, bahwa dari himpunan data yang telah dikompilasi,
dilakukan analisis statistik sederhana dengan lebih banyak menggunakan tabulasi
silang dan perhitungan-perhitungan statistik yang secara mudah dapat dipahami.
Himpunan data tersebut selanjutnya diinterpretasikan dan dirancang dengan
menempatkan hasil analisis tersebut ke dalam peta (pendekatan spasial).
Pemetaan tersebut dimaksudkan untuk menentukan tata letak potensi sarana
ekonomi yang dimaksud oleh penelitian ini, paling tidak untuk:
1) memahami keberadaan keluarga miskin baik melalui data struktural maupun
melalui tampilan peta setiap desa/kelurahan;
2) memahami secara terintegrasi keberadaan masyarakat miskin di Kota malang
dalam perspektif kepentingan ekonomi dan pembangunan Kota Malang ke
depan.
Selain menggunakan pendekatan di atas penelitian ini juga menggunakan
metode Performance-Importance Analysis dalam menjawab tujuan yang akan dicapai.
Analisis ini digunakan untuk melihat tingkat kesenjangan (gap) antara atribut kinerja
pelayanan publik (performance) yang telah dilakukan oleh pemerintah melalui dinas-
dinas terkait penanggulangan kemiskinan di Kota Malang dengan persepsi tingkat
kepentingan (importance) akan atribut-atribut yang dibutuhkan.
Pengukuran tingkat kepentingan dan performance dilakukan dengan cara
menyebarkan kuesioner bagi masyarakat miskin yang menjadi obyek penelitian.
Responden akan diminta untuk memberikan penilian atau persepsi mereka terhadap
sejauh mana layanan yang telah diberikan pemerintah melalui dinas-dinas terkait di Kota
Malang (performance) terhadap penanggulangan kemiskinan. Dengan memberikan
20
21. penilaian atas atribut yang mereka anggap paling dibutuhkan saat ini (importance)
dengan asumsi bahwa obyek penelitian mengerti sejauh mana kinerja atribut pelayanan
publik yang telah dilakukan dinas-dinas terkait dan berkompeten dalam penanggulangan
kemiskinan.
Dari analisis Kuadran akan diketahui pada kuadran manakah suatu atribut
berada, sehingga nantinya dapat digunakan sebagai instrumen untuk
merekomendasikan tindakan atau kebijakan yang seharusnya dilakukan bagi
keberhasilan penanggulangan kemiskinan di Kota Malang.
Bab 4 Hasil analisis
1. Gambaran geografis Jawa Timur
Jawa Timur adalah sebuah provinsi di bagian timur Pulau Jawa, Indonesia.
Ibukotanya adalah Surabaya. Luas wilayahnya 47.922 km², dan jumlah penduduknya
37.070.731 jiwa (2005). Jawa Timur merupakan provinsi terluas diantara 6 provinsi di
Pulau Jawa, dan memiliki jumlah penduduk terbanyak kedua di Indonesia setelah Jawa
Barat. Jawa Timur berbatasan dengan Laut Jawa di utara, Selat Bali di timur, Samudra
Hindia di selatan, serta Provinsi Jawa Tengah di barat. Wilayah Jawa Timur juga
meliputi Pulau Madura, Pulau Bawean, serta sejumlah pulau-pulau kecil di Laut Jawa
dan Samudera Hindia.
Jawa Timur dikenal sebagai pusat Kawasan Timur Indonesia, dan memiliki
signifikansi perekonomian yang cukup tinggi, yakni berkontribusi 14,85% terhadap
Produk Domestik Bruto nasional. Pembagian wilayah administrasi Pemerintah Propinsi
Jawa Timur pada tahun 2003 s/d tahun 2007 terbagi dalam 4 (empat) Badan Koordinasi
Wilayah / Pembantu Gubernur, 29 Kabupaten dan 9 Kota serta jumlah kecamatan
berjumlah 642 kecamatan. Perwakilan kecamatan sejak tahun 2003 telah ditiadakan,
sebelumnya berjumlah 114, dan Kota Administratif