Profil singkat Yasraf Amir Piliang, seorang akademisi dan desainer asal Indonesia. Ia lulus dari Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB pada 1984 dan menjadi dosen di sana hingga sekarang. Piliang memperdalam studinya di Inggris pada 1990 dan tertarik dengan teori-teori sosial kontemporer. Ia banyak menulis buku dan jurnal tentang budaya dan pemikiran sosial di Indonesia.
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
Media Discourse oleh Yasraf Amir Piliang
1.
2. “ Ba ...Ba...Baba….” “ Apa Ba, Ba? Mau apa!?” Sebenarnya dia tahu aku ingin mengajak putrinya “ Ba, hmm…hmm…mmm….” “ Apa! Mau apa!?” “ B e gini Ba…hmm….” “ Apa begini, begini!?” Tiba-tiba A Ling muncul dari balik tirai. (Andreas Hirata, Edensor , Bentang, 200 8)
9. Domain of Language Study Langue Parole sistem bahasa praktik bahasa konvensi kombinasi elemen bahasa aturan tindak (action) institusi peristiwa (event) statis dinamis
10. Levels of Language Study TINGKAT SYNTACTIC SEMANTIC PRAGMATIC SIFAT kajian struktur dan relasi tanda Kajian makna tanda Kajian penggunaan tanda secara sosial ELEMEN Penanda/petanda SintagmatikParadigmatik Icon, Index, Symbol Denotasi Konotasi Ideologi Mitos Tindakan (action) Praktik Bahasa Pertukaran Discourse Efek (psikologi, sosial, politik, kultural)
11. semiotika tanda (sign) semiotika teks (text) semiotika sosial (discourse) Levels of Semiotics
12. Discourse = adalah seperangkat susunan teks yang mengorganisasikan dan mengkorordinasikan tindakan , posisi dan identitas orang-orang yang memproduksinya. (Tony Thwaites) Discourse = cara mengkonstruksi pengetahuan dan praktik sosialnya , bentuk subjektivitas dan relasi kekuasaan yang melekat dalam pengetahuan dan interrelasi di antara semuanya. (Foucault, Discipline and Punish , 1990) Discourse dimanifestasikan di dalam praktik sosial , struktur fisik , bentuk-bentuk oral , tulisan atau visual . Pengetahuan dikembangkan di dalam konteks sosial yang khusus: pasar bebas, keluarga, press, atau percakapan makan malam. Definition
13. Text DISCOURSE Action Actor Social Practice Knowledge Subjectivity Power Relation Position Language Actor Structure Social Context
14. Discourse merupakan sumberdaya bagi representasi , pengetahuan tentang berbagai aspek realitas , yang digunakan ketika aspek realitas itu direpresentasikan. Discourse & Representation Realitas Discourse Representasi
15. Discourses bersifat plural . Dapat ada discourse yang berbeda-beda, cara berbeda memaknai aspek realitas yang sama, yang menyertakan (include) dan membuang (exclude) sesuatu yang berbeda-beda, dan menjaga kepentingan yang berbeda-beda. Plurality of Discourse
16.
17. Karena tidak pernah ada simetri, maka media disebut sebagai perumus realitas (definer of reality). De re = tentang sesuatu hal (realitas), transparansi fakta, representasi ikonis (iconic) dari realitas. De dicto = tentang apa yang dikatakan (tentang realitas ), kekaburan dan ambiguitas fakta, hubungan a-simetris dengan realitas, memunculkan problem kebenaran . Media & Reality
18. Bukti keberadaan sebuah discourse datang dari teks (text), dari apa yang telah dikatakan atau ditulis —dan/atau diekspresikan melalui cara-cara semiotik lainnya. (karya seni, gesture, body language) Discourse & Text Discourse Text Production Reality Representation
20. Discourses tak pernah hanya tentang apa (what) yang kita lakukan, tetapi selalu juga tentang mengapa kita melakukannya. Discourse yang di gunakan dalam merepresentasikan terorisme adalah versi tentang terorisme itu plus gagasan (ideas) dan sikap (attitude) terhadapnya di dalam konteks di mana ia di gunakan. Social Practice
21. Evaluation —misalnya evaluasi aktor yang ditampilkan: jahat, esktrimis, fundamentalis, musuh, etc. Purposes —misalnya, menjadikan masyarakat ikut berperan dalam mencegah terorisme. Discourse berbeda mempunyai tujuan berbeda. Legitimations —alasan mengapa sesuatu harus dilakukan melalui cara tertentu oleh orang-orang tertentu. Misalnya ada anjuran atau rekomendasi dari para kiyai, bahwa terorisme itu ‘haram’. Discourse Formation
22. Action — Sesuatu yang dilakukan, aktivitas yang membangun praktik sosial. Manner —c ara di mana tindakan dipertunjukkan. Actor — Orang-orang yang terlibat di dalam praktik, dan perbedaan peran di mana mereka terlibat. Presentation — Cara di mana para aktor berpakaian atau menghias diri. Resources —a lat-alat dan bahan-bahan yang dibutuhkan untuk menjalankan praktik sosial. Time —p raktik sosial yang diwaktukan yang berlangsung pada waktu tertentu. Space —di mana tindakan sosial berlangsung . Elements of Discourse
24. Media d iscourse dapat tidak memasukkan ( exclusion ) elemen-elemen praktik sosial, misalnya jenis aktor-aktor tertentu. Ini dapat memberikan efek yang distortif , misalnya di dalam discourse perang yang tidak menampilkan korban. Exclusion
25. Media d iscourse dapat menata ulang elemen-elemen praktik sosial, misalnya ketika ia ‘mendetemporalisasi’ elemen-elemen yang dalam realitasnya mempunyai susunan tertentu. Rearrangement
26. Media d iscourse menambah elemen-elemen pada representasi—kebanyakan untuk evaluasi, purposes dan legitimations. Addition
27. Media d iscourse menggantikan konsep dengan elemen-elemen konkrit praktik sosial. Substitution Kebahagiaan
29. POWER= penggunaan kekuatan atau kendali (control) terhadap individu atau kelompok sosial tertentu. POWER RELATION = relasi kekuasaan yang dibangun, misalnya melalui media. Media sebagai alat kekuasaan . Media sebagai alat kapitalis . Media publik . (kepentingan publik) Media bebas . (free press) Discourse & Power
30. POWER RELATION yang dibangun media menentukan KNOWLEDGE yang dihasilkan. Power & Knowledge
31. Media sebagai alat indoktrinasi : produksi massal pikiran (mass production of mind). Pembentukan pikiran melalui industrialisasi pikiran (The Industrialization of Mind, Hans Magnus Enzensberger). Proses ‘identifikasi diri’ (identification) ke arah pikiran dan kesadaran umum, yang justru kesadaran palsu . Produksi pengetahuan diarahkan untuk kepentingan kekuasaan . Media & Mesin Kekuasaan
32. Media sebagai alat akumulasi kapital dan keuntungan. Produksi pengetahuan diarahkan untuk kepentingan para kapitalis . Media merayakan pengetahuan yang bersifat menghibur . ( Haugh ) Banalitas media, merayakan yang permukaan dan popularitas. Pengendalian pikiran massa oleh elit kapitalis. (Adorno) Media Kapitalis
33. Kekuasaan bersifat plural . Kekuasaan ada di mana-mana (power are everywhere), karena ia tumbuh dari mana-mana. Kekuasaan tumbuh dari bawah (power come from below): individu, komunitas, kelompok). Relasi kekuasaan beranekaragam dan bertumbuh . (multiple and mobile power relation) Produksi pengetahuan bersifat dialektik dan kontekstual. (Michel Foucault, The History of Sexuality , 1978) Media Bebas
34.
35. Principle of Media Ideology Ideologi media memberikan setiap orang cara khusus MELIHAT diri sendiri, orang lain dan dunia = mirror image. Bebek? Kelinci?
36. 'Ideologi visual‘ = cara tertentu elemen-elemen formal dan tematik satu gambar dipadukan pada satu keperluan yang khusus. Komposisi gambar = merupakan satu bentuk khusus ideologi kelas sosial secara keseluruhan”. Melalui gambar individu-individu dapat mengkaitkan kehidupan mereka dengan kondisi eksistensi mereka. Ideologi visual berkaitan erat dan tidak dapat dipisahkan dari 'gaya satu kelompok sosial’. (Nicos Hadjinicolaou ) Visual Ideology
38. Profil Singkat Yasraf Amir Piliang lahir di Maninjau, Sumatra Barat pada tanggal 30 September 1956 dari pasangan Lathifah Luthan dan Amir St. Sati. Lulus dari Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB, jurusan desain produk pada tahun 1984. Pada tahun 1981 ia sempat mendirikan studio desain IDESA di Bandung yang bergerak di bidang jasa konsultan, desain produk, desain interior, desain grafis dan desain tekstil. Dia meninggalkan studio desain tersebut pada tahun 1984 dan menjadi dosen di ITB di tahun yang sama sampai sekarang. Pada tahun 1990 ia berkesempatan memperdalam ilmu di Central St. Martin College of Art & Design, London. Di kampus inilah ia mulai tertarik untuk mempelajari teori Marxisme, Feminisme, Strukturalisme, Post-strukturalisme, serta Post-modernisme yang menyeretnya ke dalam dunia pemikiran sosial dan budaya kontemporer. Sampai saat ini ia banyak menulis untuk jurnal, yang antara lain adalah Jurnal Prisma, Ulumul Quran, Kalam dan Jurnal Seni Rupa. Beberapa buku yang ditulisnya antara lain adalah Sebuah Dunia yang Dilipat (1998), Sebuah Dunia yang Menakutkan (2001), Hipermoralitas: Mengadili Bayang-Bayang (2003), Transpolitik: Hantu-Hantu Politik dan Matinya Sosial (2003), Posrealitas: Realitas Kebudayaan dalam Era Posmetafisika (2004), serta Multiplisitas dan Diferensi; Redifinisi Desain, Teknologi dan Humanitas (2009).