SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  46
Makalah : Perdagangan Manusia di Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang

Pada abad ke-21 ini, kita masuk ke dalam era globalisasi, di mana tidak ada
batasan lagi antar negara di seluruh dunia. Saat ini, negara-negara di dunia telah
terikat hubungan sehingga tercipta suatu ketergantungan, baik dalam bidang
ekonomi, politik, sosial dan budaya, dan masih banyak lagi aspek dalam
kehidupan. Globalisasi menjadi hal yang membawa dampak dan pengaruh bagi
negara, baik dampak positif maupun dampak negatif.
Dari semua dampak negatif yang ditimbulkan oleh era globalisasi, terdapat satu
dampak yang menjadi masalah serius di negara Indonesia. Salah satu dampak
tersebut adalah terjadinya kasus perdagangan manusia. Kasus ini sudah tidak
asing lagi. Banyak sekali berita yang beredar di media massa mengenai kasus
perdagangan manusia. Tidak hanya negara berkembang saja yang memiliki kasus
perdagangan manusia. Bahkan, pada negara-negara maju pun kasus seperti ini
sangat sering ditemui. Masalah ini merupakan masalah yang sangat sering
dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Isu mengenai perdagangan manusia yang
diangkat akan terus dibicarakan sepanjang waktu. Hal tersebut dikarenakan
masalah mengenai perdagangan manusia sudah sangat mengakar dan membudaya
dalam kehidupan sehari-hari.
Saat ini, perdagangan manusia menjadi salah satu tema yang patut dibicarakan.
Sikap dari berbagai macam kalangan yang beragam dalam menghadapi masalah
perdagangan manusia. Serta adanya pro dan kontra yang datang dari semua
kalangan dalam masyarakat Indonesia membuat permasalahan ini harus
diluruskan. Perdagangan manusia membawa dampak buruk bagi semua kalangan
masyarakat. Maka, hal ini memberikan tantangan kepada penulis dan pembaca
sebagai masyarakat Indonesia, masyarakat yang madani, dan juga sebagai
seseorang yang mempunyai wawasan untuk menyikapi hal tersebut secara bijak
dan juga rasional.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis dapat merumuskan masalah
sebagai berikut :
1.

Apakah pengertian dari perdagangan manusia?

2.

Apa saja bentuk-bentuk perdagangan manusia?

3.

Apa penyebab terjadinya perdagangan manusia di Indonesia?

4.

Apakah akibat terjadinya perdangan manusia di Indonesia?

5.

Bagaimanakah tanggapan pemerintah Indonesia terhadap kasus perdagangan

manusia di Indonesia?
6.

1.3.

Bagaimana solusi untuk mengatasi perdagangan manusia di Indonesia?

Tujuan Penulisan

Tujuan penulis membuat makalah ini adalah untuk mengajak semua kalangan
untuk memahami situasi kasus perdagangan manusia yang terjadi di Indonesia.
Tidak hanya itu, penulis juga mengajak semua kalangan untuk memahami apa
saja penyebab yang mendorong terjadinya kasus perdagangan manusia serta
akibat yang ditimbulkan dari tindakan tersebut. Selain itu, tujuan penulis adalah
untuk membangun kepedulian semua kalangan masyarakat terhadap kasus
perdagangan manusia di Indonesia. Wujud kepedulian terhadap kasus ini dapat
dibangun dengan cara ikut berpartisipasi dalam pencarian solusi untuk masalah
perdagangan manusia yang terjadi di wilayah Indonesia.

1.4.

Alasan Memilih Judul

Dari beberapa tema yang ada pada materi kuliah PPKn ini, penulis mendapatkan
tema mengenai kriminalitas. Dari tema tersebut, penulis memilih topik mengenai
perdagangan manusia. penulis sengaja memilih topik ini karena menurut penulis,
pada saat ini perdagangan manusia merupakan masalah yang sangat sering
dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Tema ini mengangkat kondisi masyarakat,
corak hidup masyarakat, serta realita apa saja yang selama ini terjadi. Penulis
berpendapat bahwa isu mengenai perdagangan manusia akan terus dibicarakan
sepanjang waktu. Hal itu karena masalah ini sudah menjadi masalah yang sukar
untuk diselesaikan, apalagi untuk diselesaikan sampai ke pangkal masalahnya.
Dari tema perdagangan manusia, penulis memilih judul Perdagangan Manusia di
Indonesia. Selain karena penulis hidup di Indonesia, penulis juga merasa bahwa
kasus perdagangan manusia banyak sekali terjadi di Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1.

Pengertian Perdagangan Manusia

Berdasarkan

Protokol

Perserikatan

Bangsa-Bangsa

untuk

Mencegah,

Memberantas dan Menghukum Perdagangan Manusia, khususnya Perempuan dan
Anak (2000), suplemen Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Melawan
Organisasi Kejahatan Lintas Batas, memasukkan definisi perdagangan manusia
sebagai berikut. Pertama, "Perdagangan Manusia" adalah perekrutan, pengiriman,
pemindahan, penampungan atau penerimaan seseorang, dengan ancaman atau
penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk lain dari pemaksaan, penculikan,
penipuan, kebohongan, atau penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan atau
memberi atau menerima pembayaran atau memperoleh keuntungan agar dapat
memperoleh persetujuan dari seseorang yang berkuasa atas orang lain, untuk
tujuan eksploitasi. Eksploitasi termasuk, paling tidak, kerja atau pelayanan paksa,
perbudakan

atau

praktek-praktek

serupa

perbudakan,

perhambaan

atau

pengambilan organ tubuh.
Kedua, persetujuan korban perdagangan manusia terhadap eksploitasi yang
dimaksud yang dikemukakan dalam bagian pertama tidak akan relevan jika salah
satu dari cara-cara yang dimuat dalam bagian digunakan. Ketiga; perekrutan,
pengiriman, pemindahan, penampungan atau penerimaan seorang anak untuk
tujuan eksploitasi dipandang sebagai "perdagangan manusia" bahkan jika kegiatan
ini tidak melibatkan satu pun cara yang dikemukakan dalam bagian pertama pasal
ini. Terakhir, definisi "anak" adalah setiap orang yang berumur di bawah 18
tahun.
Dalam Perda Anti Trafiking BAB I disebut pengertian tentang trafiking. Trafiking
adalah rangkaian kegiatan dengan maksud eksploitasi terhadap perempuan dan
atau anak yang meliputi kegiatan perdagangan manusia (trafiking) khususnya
perempuan dan anak adalah segala tindakan pelaku trafiking, yang mengandung
salah satu atau lebih tindakan perekrutan, pengangkutan antar daerah dan antar
negara, pemindahtanganan, pemberangkatan, penerimaan dan penampungan
sementara atau di tempat tujuan, perempuan dan anak dengan cara ancaman,
penggunaan kekerasan verbal dan fisik, penculikan, penipuan, tipu muslihat,
memanfaatkan kerentanan (misalnya ketika seseorang tidak memiliki pilihan lain,
terisolasi, ketergantungan obat, jebakan hutang, dll), memberikan atau menerima
pembayaran atau keuntungan, di mana perempuan dan anak digunakan untuk
tujuan pelacuran dan eksploitasi seksual (termasuk phaedopili), buruh migran
legal maupun illegal, adopsi anak, pekerjaan jermal, pengantin pesanan, pembantu
rumah tangga, mengemis, industri pornografi, pengedaran obat terlarang dan
penjualan organ tubuh, serta bentuk-bentuk eksploitasi lainnya.

2.2.

Bentuk-Bentuk Perdagangan Manusia di Indonesia

Ada beberapa bentuk perdagangan manusia yang ditemukan di Indonesia. Bentuk
pertama adalah buruh migran. Buruh migran adalah orang yang bermigrasi dari
wilayah kelahirannya ke tempat lain dan kemudian bekerja di tempat yang baru
tersebut dalam jangka waktu relatif menetap. Pekerja migran mencakup sedikitnya
dua tipe: pekerja migran internal dan pekerja migran internasional. Pekerja migran
internal (dalam negeri) adalah orang yang bermigrasi dari tempat asalnya untuk
bekerja di tempat lain yang masih termasuk dalam wilayah Indonesia. Karena
perpindahan penduduk umumnya dari desa ke kota (rural-to-urban migration),
maka pekerja migran internal seringkali diidentikan dengan “orang desa yang
bekerja di kota.” Pekerja migran internasional (luar negeri) adalah mereka yang
meninggalkan tanah airnya untuk mengisi pekerjaan di negara lain. Di Indonesia,
pengertian ini menunjuk pada orang Indonesia yang bekerja di luar negeri atau
yang dikenal dengan istilah Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Karena persoalan TKI
ini seringkali menyentuh para buruh wanita yang menjadi pekerja kasar di luar
negeri, TKI biasanya diidentikan dengan Tenaga Kerja Wanita (TKW atau
Nakerwan).
Bentuk kedua adalah perdagangan anak. Perdagangan anak dapat diartikan
sebagai segala bentuk tindakan dan percobaan tindakan yang melibatkan
perekrutan, transportasi baik di dalam maupun antar negara, pembelian, penjualan,
pengiriman, dan penerimaan anak dengan menggunakan tipu daya, kekerasan,
atau dengan pelibatan hutang untuk tujuan pemaksaan pekerjaan domestik,
pelayanan seksual, perbudakan, buruh ijon, atau segala kondisi perbudakan lain,
baik anak tersebut mendapatkan bayaran atau tidak, di dalam sebuah komunitas
yang berbeda dengan komunitas di mana anak tersebut tinggal ketika penipuan,
kekerasan, atau pelibatan hutang tersebut pertama kali terjadi. Namun tidak jarang
perdagangan anak ini ditujukan pada pasangan suami istri yang ingin mempunyai
anak.
Bentuk ketiga adalah tindakan prostitusi. Secara harfiah, prostitusi berarti
pertukaran hubungan seksual dengan uang atau hadiah sebagai suatu transaksi
perdagangan. Secara hukum, prostitusi didefinisikan sebagai penjualan jasa
seksual yang meliputi tindakan seksual tidak sebesar kopulasi dan hubungan
seksual. Pembayaran dapat dilakukan dalam bentuk uang atau modus lain kecuali
untuk suatu tindakan seksual timbal balik. Banyak yang merasa bahwa jenis
definisi dengan penegakan semua dukungan bahasa termasuk selektif hukum
sesuai dengan keinginan dan angan-angan dari badan penegak terkemuka untuk
mengontrol mutlak perempuan. Prostitusi dibagi ke dalam dua jenis, yaitu
prostitusi di mana anak perempuan merupakan komoditi perdagangan dan
prostitusi di mana wanita dewasa sebagai komoditi perdagangan. Prostitusi anak
dapat diartikan sebagai tindakan mendapatkan atau menawarkan jasa seksual dari
seorang anak oleh seseorang atau kepada orang lainnya dengan imbalan uang atau
imbalan lainnya.
Bentuk lainnya adalah perbudakan berkedok pernikahan dan pengantin pesanan.
Biasanya, praktik perbudakan berkedok pernikahan dan pengantin pesanan
dilakukan oleh pria warga negara asing dengan wanita warga negara Indonesia.
Hal yang membendakan antara perbudakan berkedok pernikajan dengan
pengantin pesanan adalah tidak semua kasus pengantin pesanan berakhir dengan
nasih yang mengerikan.
Pada kasus trafiking, ada beberapa arti dan pengertian istilah penting yang dipakai
sesuai definisi trafiking. Istilah-istilah tersebut adalah :
1.

eksploitasi, yaitu memanfaatkan seseorang secara tidak etis demi kebaikan

atau keuntungan seseorang.
2.

eksploitasi pekerja, yaitu mendapat keuntungan dari hasil kerja orang lain

tanpa memberikan imbalan yang layak.
3.

perekrutan, yaitu tindakan mendaftarkan seseorang untuk suatu pekerjaan

atau aktivitas.
4.

agen, yaitu orang yang bertindak atas nama pihak lain, seseorang yang

memfasilitasi proses migrasi (pemindahan) baik migrasi sah maupun tidak sah.
5.

broker / makelar, yaitu seseorang yang membeli atau menjual atas nama

orang lain.
6.

kerja paksa dan praktek serupa perbudakan, yaitu memerintahkan seseorang

untuk bekerja atau memberikan jasa dengan menggunakan kekerasan atau
ancaman, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi yang dominan, penjeratan utang,
kebohongan atau bentuk-bentuk pemaksaan lainnya. Kerja paksa dapat dilakukan
demi keuntungan pemerintah, individu pribadi, perusahaan atau asosiasi.
7.

penghambaan, yaitu keadaan di mana seseorang berada di bawah

penguasaan seorang pemilik atau majikan; atau hilangnya kebebasan pribadi,
untuk bertindak sebagaimana yang dikehendakinya.
8.

perbudakan, yaitu keadaan di mana seseorang terbelenggu dalam

penghambaan sebagai milik seorang penguasa budak atau suatu rumah tangga;
atau praktik untuk memiliki budak; atau metode produksi di mana budak
merupakan tenaga kerja pokok.
9.

perbudakan seksual, yaitu ketika seseorang memiliki orang lain dan

mengeksploitasinya untuk aktivitas seksual.
10. pekerja seks komersial, yaitu seseorang yang melakukan tindakan seksual
untuk memperoleh uang.
11. pekerja hiburan, yaitu seseorang yang dipekerjakan di bidang jasa
layanan / service dengan kondisi kerja eksploitatif, pornaaksi / striptease dan
kondisi rentan.
2.3.

Penyebab Perdagangan Manusia di Indonesia

Beberapa faktor tertentu dapat mendorong seseorang untuk melakukan situasi
psikologis inilah yang dapat menjadi salah satu penyebabnya. Penyebab-penyebab
inilah yang yang mendorong pihak-pihak tertentu sehingga terjadilah perdagangan
manusia. Istilah yang kemudian diserap ke dalam Bahasa Indonesia dengan kata
trafiking ini, sampai saat ini belum mendapat perhatian yang intensif dari pihakpihak terkait, misalnya aparat penegak hukum dan pemerintah Republik
Indonesia. Jadi, sangat tidak mengherankan jika para korban trafiking terus
berjatuhan. Bahkan pada faktanya, rentetan korban kemungkinan besar bertambah
apabila tidak ditangani dengan serius.
Trafiking dapat terjadi karena berbagai macam faktor, kondisi, pemicu, serta
persoalan yang berbeda-beda. Faktor pertama yang mempengaruhi hal ini adalah
kurangnya kesadaran masyarakat itu sendiri terhadap bahaya trafiking. Kesadaran
ini tidak hanya didapatkan dari mereka yang telah menjadi korban perdagangan
manusia, kesadaran mengenai trafiking seharusnya juga didapatkan dari mereka
yang menjalankan atau terlibat langsung dalam kegiatan perdagangan manusia.
Kurangnya perhatian mengenai trafiking dapat disebabkan karena kurangnya
kewaspadaan dan kurangnya informasi. Selain itu, pengetahuan yang terbatas
mengenai motif-motif dari perdagangan manusia juga menjadi salah satu
penyebab kurangnya perhatian mengenai trafiking.
Faktor kedua adalah faktor ekonomi. Permasalahan ini sering sekali menjadi
pemicu utama terjadinya kasus perdagangan manusia. Tanggung jawab yang besar
untuk menopang hidup keluarga, keperluan yang tidak sedikit sehingga
membutuhkan uang yang tidak sedikit pula, terlilit hutang yang sangat besar, dan
motif-motif lainnya yang dapat memicu terjadinya tindakan perdagangan manusia.
Tidak hanya itu, hasrat ingin cepat kaya juga mendorong seseorang untuk
melakukan tindakan tersebut.
Faktor ketiga adalah kebudayaan masyarakat setempat. Memang tidak secara
gamblang terlihat bukti mengenai tindakan perdagangan manusia. Namun pada
kebudayaan masyarakat tertentu, terdapat suatu kebiasaan yang menjurus pada
tindakan perdagangan manusia. Sebagai contoh, dalam hierarki kehidupan pada
hampir semua kebudayaan, memang sudah kodrat perempuan untuk tidak
mengejar karir. Mereka “ditakdirkan” untuk mengurus rumah tangga, mengurus
anak, serta bersolek. Kalau memang diperlukan perempuan bertugas untuk
mencari nafkah tambahan bagi keluarganya. Sedangkan laki-laki dalam hierarki
kehidupan pada mayoritas kebudayaan, berfungsi sebagai pencari nafkah, dan
juga pemimpin setidaknya bagi keluarganya sendiri. Namun pada kenyataannya,
tidak semua keluarga tercukupi kebutuhannya hanya dari pendapatan utama, yaitu
pendapatan laki-laki. Tidak semua dapat sejahtera hanya dengan satu sumber
penghasilan. Biasanya, hal inilah yang mendorong kaum perempuan untuk tetap
melangsungkan kehidupan keluarga mereka sehingga mereka melakukan migrasi
dengan menjadi tenaga kerja.
Contoh lainnya, seorang anak mempunyai peran dalam sebuah keluarga.
Kepatuhan terhadap orangtua, rasa tanggung jawab terhadap masa depan orangtua
mereka, atau situasi ekonomi keluarga yang jauh dari cukup terkadang memaksa
anak-anak ini untuk bekerja. Terkadang hanya bekerja di sekitar lingkungan.
Namun tidak sedikit juga yang melakukan migrasi untuk mendapatkan uang.
Contoh terakhir adalah kasus pernikahan dini. Pernikahan dini mempunyai
dampak yang serius bagi pelakunya, terlebih bagi kaum perempuan. Mereka tidak
hanya diintai oleh bahaya kesehatan, namun juga kesempatan menempuh
pendidikan yang juga semakin menjadi terbatas bagi mereka. Hal itu berdampak
pula pada kesempatan kerja yang terbatas sehingga situasi ekonomi mereka
semakin terjepit. Pernikahan dini juga menghambat perkembangan psikologis
pelakunya, sehingga hal ini menimbulkan gangguan perkembangan pribadi,
rusaknya hubungan dengan pasangan. Bahkan tidak menutup kemungkinan dapat
terjadi pula perceraian dini. Pada perempuan, apabila mereka sudah menikah
sudah dianggap sebagai wanita dewasa. Apabila sewaktu-waktu mereka bercerai,
mereka tetap dianggap sudah dewasa. Mereka inilah yang rentan menjadi korban
tindakan perdagangan manusia yang dapat disebabkan karena kerapuhan ekonomi,
emosi yang masih labil, dan lain-lain.
Faktor selanjutnya adalah pengetahuan masyarakat yang terbatas. Orang dengan
tingkat pendidikan yang rendah memiliki lebih sedikit keahlian daripada orang
dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Hal ini menimbulkan kesempatan
kerja yang semakin sedikit sehingga akan sangat sulit untuk meningkatkan
kesejahteraan hidup mereka. Dengan iming-iming bisa cepat kaya, orang-orang
dengan situasi seperti ini dapat mudah untuk direkrut dan dapat menjadi korban
perdagangan manusia.
Faktor keenam adalah kurangnya pencatatan / dokumentasi. Dokumentasi ini
meliputi akta kelahiran atau surat keterangan kelahiran. Karena hal ini sangat
minim dilakukan, maka akan sangat mudah untuk melakukan pemalsuan identitas.
Sampai saat ini, masih banyak orangtua yang tidak mencatatkan kelahiran
anaknya di kantor catatan sipil. Para orangtua melakukan hal tersebut karena
mereka menganggap bahwa untuk mencatatkan kelahiran anak-anak mereak
dibutuhkan sejumlah uang yang besar. Akibat yang ditimbulkan dari hal ini adalah
anak-anak tersebut tidak akan tercatat oleh negara. Apabila sewaktu-waktu
mereka menjadi korban perdagangan manusia, mereka akan sangat sulit untuk
mendapatkan bantuan dari pihak terkait.
Faktor terakhir adalah lemahnya aparat penegak hukum dan pihak-pihak terkait
dalam melakukan penjagaan terhadap indikasi terjadinya kasus perdagangan
manusia. Sampai saat ini, para pelaku kasus perdagangan manusia masih dapat
bebas berkeliaran tanpa adanya pengawasan yang ketat dari aparat penegak
hukum. Hal inilah yang membuat kasus perdagangan manusia seolah-olah
dihalalkan dan tidak ada titik terang mengenai penyelesaiannya.

2.4.

Akibat Perdagangan Manusia

Para korban perdagangan manusia mengalami banyak hal yang sangat
mengerikan. Perdagangan manusia menimbulkan dampak negatif yang sangat
berpengaruh terhadap kehidupan para korban. Tidak jarang, dampak negatif hal
ini meninggalkan pengaruh yang permanen bagi para korban. Dari segi fisik,
korban perdagangan manusia sering sekali terjangkit penyakit. Selain karena
stress, mereka dapat terjangkit penyakit karena situasi hidup serta pekerjaan yang
mempunyai dampak besar terhadap kesehatan. Tidak hanya penyakit, pada korban
anak-anak seringkali mengalami pertumbuhan yang terhambat.
Sebagai contoh, para korban yang dipaksa dalam perbudakan seksual seringkali
dibius dengan obat-obatan dan mengalami kekerasan yang luar biasa. Para korban
yang diperjualbelikan untuk eksploitasi seksual menderita cedera fisik akibat
kegiatan seksual atas dasar paksaan, serta hubungan seks yang belum waktunya
bagi korban anak-anak. Akibat dari perbudakan seks ini adalah mereka menderita
penyakit-penyakit

yang

ditularkan

melalui

hubungan

seksual,

termasuk
diantaranya adalah HIV / AIDS. Beberapa korban juga menderita cedera
permanen pada organ reproduksi mereka.
Dari segi psikis, mayoritas para korban mengalami stress dan depresi akibat apa
yang mereka alami. Seringkali para korban perdagangan manusia mengasingkan
diri dari kehidupan sosial. Bahkan, apabila sudah sangat parah, mereka juga
cenderung untuk mengasingkan diri dari keluarga. Para korban seringkali
kehilangan kesempatan untuk mengalami perkembangan sosial, moral, dan
spiritual. Sebagai bahan perbandingan, para korban eksploitasi seksual mengalami
luka psikis yang hebat akibat perlakuan orang lain terhadap mereka, dan juga
akibat luka fisik serta penyakit yang dialaminya. Hampir sebagian besar korban
“diperdagangkan” di lokasi yang berbeda bahasa dan budaya dengan mereka. Hal
itu mengakibatkan cedera psikologis yang semakin bertambah karena isolasi dan
dominasi. Ironisnya, kemampuan manusia untuk menahan penderitaan yang
sangat buruk serta terampasnya hak-hak mereka dimanfaatkan oleh “penjual”
mereka untuk menjebak para korban agar terus bekerja. Mereka juga memberi
harapan kosong kepada para korban untuk bisa bebas dari jeratan perbudakan.

2.5.

Tindakan Pemerintah Indonesia dalam Menangani Kasus Perdagangan

Manusia
Pemerintah Indonesia turut meratifikasi protokol PBB tersebut dan Rencana Aksi
Nasional (RAN) Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak yang disahkan
pada tanggal 30 Desember 2002 melalui Keputusan Presiden No.88 Tahun 2002.
RAN tersebut merupakan landasan dan pedoman bagi pemerintah dan masyarakat
dalam

melaksanakan

penghapusan

perdagangan

perempuan

dan

anak

(Kementerian Pemberdayaan Perempuan/KPP, RAN, 2002, hlm. 4). Pengesahan
RAN ditindaklanjuti dengan pembentukan gugus tugas anti trafiking di Tingkat
Nasional. Untuk menjamin terlaksananya RAN di tingkat propinsi dan kabupaten
/ kota maka penetapan peraturan dan pembentukan gugus tugas. Penetapam
peraturan dan pembentukan gugus tugas ini dibuat berdasarkan keputusan kepala
daerah masing-masing, termasuk anggaran pembiayaannya (KPP/RAN, hlm8-9).
Dalam RAN (hlm 14-15) diberikan 29 rujukan landasan hukum yang relevan
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku yang dapat dipakai dalam
upaya menghapus trafiking, antara lain: Undang-Undang (UU) No.1 Tahun 1946
tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP); UU no.7 tahun 1984
tentang

Pengesahan

Konvensi

Mengenai

Penghapusan

Segala

Bentuk

Diskriminasi Terhadap Wanita; UU no.3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak;
UU no.19 tahun 1999 tentang Pengesahan Konvensi ILO (International Labor
Organisation) no.105 mengenai Penghapusan Kerja Paksa; UU no. 1 tahun 2000
tentang Pengesahan Konvesi ILO No.182 mengenai Pelanggaran dan Tindakan
Segera Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak; UU no.23
tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan rujukan-rujukan relevan lainnya.
Sampai saat ini, perhatian pemerintah Republik Indonesia terhadap kasus
perdagangan manusia semakin besar. Usaha pemerintah untuk menyelesaikan
masalah-masalah perdagangan manusia sudah semakin terlihat nyata. Hal ini
terbukti dari meningkatnya jumlah kasus yang ditangani oleh aparat hukum.
Selain itu, saat ini sudah banyak pelaku tindakan perdagangan manusia yang
masuk penjara dan diproses secara hukum. Sejak diberlakukannya UndangUndang Antiperdagangan Manusia di Indonesia pada tahun 2007, jumlah kasus
usaha perdagangan manusia yang ditangani oleh aparat hukum meningkat dari
109 kasus pada tahun 2007 menjadi 129 pada tahun 2008.
Menurut data yang diperoleh, hukuman yang dijatuhkan untuk pelaku tindakan
perdagangan manusia meningkat dari 46 kasus pada tahun 2007 menjadi 55 kasus
pada tahun 2008. Namun, eksploitasi yang diduga dilakukan oleh perusahaan
besar masih menjadi masalah serius, walaupun aparat kepolisisan dan Kementrian
Tenaga Kerja dan Transmigrasi telah berkali-kali melakukan operasi untuk
memecahkan kasus ini.
Penegakan hukum terhadap aparat yang ikut melakukan tindakan mendukung
perdagangan manusia juga masih cukup memprihatinkan. Petugas yang terlibat
langsung dalam usaha perdagangan manusia ataupun yang hanya memberikan
perlindungan terhadap bisnis tersebut masih banyak yang belum ditindak.
Sementara itu, pemerintah Indonesia selalu berusaha untuk meningkatkan
pelayanan sekaligus perlindungan terhadap warga negaranya yang bekerja di luar
negeri. Salah satu contoh komitmen pemerintah Republik Indonesia dalam
melindungi warga negara Indonesia yang bekerja di luar negeri dapat dilihat dari
tindakamn penghentian sementara pengiriman tenaga kerja Indonesia ke Malaysia.

2.6.

Solusi Masalah Perdagangan Manusia di Indonesia

Rendahnya tingkat ekonomi, pendidikan, dan situasi psikologis adalah penyebab
utama terjadinya perdagangan manusia. Ada beberapa solusi yang dapat dilakukan
agar kasus perdagangan manusia dapat berkurang. Solusi pertama adalah
meningkatkan kesadaran masyarakat melalui penyuluhan pemuka agama dan
pemerintah. Apabila kesadaran masyarakat akan bahaya dari perdagangan
manusia sudah muncul, maka diharapkan tingkat perdagangan manusia akan
sdikit berkurang.
Solusi kedua adalah memperluas tenaga kerja, fokus pada program Usaha Kecil
Menengah (UKM), serta pemberdayaan perempuan. Apabila lapangan kerja di
Indonesia sudah cukup memenuhi kebutuhan masyarakat, maka keinginan untuk
bermigrasi dan bekerja di luar negeri akan berkurang dan resiko perdagangan
manusia pun akan semakin berkurang juga.
Solusi selanjutnya adalah meningkatkan pengawasan di setiap perbatas NKRI
serta meningkatkan kinerja para aparat penegak hukum. Kejahatan seperti
perdagangan manusia dapat saja terjadi. Kemungkinan untuk terjadi akan semakin
besar apabila tidak ada pengawasan yang ketat oleh aparat yang terkait. Apabila
pengawasan sudah ketat dan hukum sudah ditegakkan, maka kasus perdagangan
manusia dapat berkurang.
Solusi lainnya adalah memberikan pengetahuan dan penyuluhan seefektif
mungkin kepada masyarakat. Untuk dapat mencegah masalah ini, perlu diadakan
penyuluhan dan sosialisasi masalah yang rutin mengenai perdagangan manusia
kepada masyarakat. Dengan sosialisasi secara terus-menerus, masyarakat akan
mengetahui bahaya masalah ini dan bagaimana solusinya. Pendidikan tentu saja
tidak hanya diberikan kepada masyarakat golongan menengah ke atas. Justru
pendidikan tersebut harus diberikan kepada kaum kelas bawah, karena mereka
rentan sekali menjadi korban praktik perdagangan manusia. perdagangan manusia
seringkali terjadi pada masyarakat dengan taraf pendidikan yang cukup rendah.
Pendidikan harus diberikan dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh semua
lapisan masyarakat.
Setelah masyarakat mengetahui masalah ini, saatnya mereka memberitahu
keepada orang lain yang belum tahu. Apabila informasi seperti ini tidak
disebarluaskan, maka rantai masalah ini tidak akan pernah terputus. Sudah
menjadi kewajiban masyarakan untuk menyampaikan apa yang terjadi pada orang
lain, terlebih lagi orang-orang yang dianggap berpotensi mengalami tindakan
perdagangan manusia. Sebab, orang yang tidak mengetahui adanya permasalahan
ini tidak akan menyadari bahwa hal ini mungkin telah terjadi pada orang lain di
sekitar mereka.
Solusi terakhir adalah berperan aktif untuk mencegah. Setelah mengetahui dan
berusahaa berbagi dengan masyarakat yang lain, kita juga dapat berperan aktif
untuk menanggulangi permasalahan ini. Berperan aktif dapat dilakukan dengan
cara melaporkan kasus perdagangan manusia yang diketahui kepada pihak yang
berwajib. Masyarakat juga bisa mengarahkan keluarganya untuk lebih berhati-hati
terhadap orang lain, baik yang tidak dikenal maupun yang sudah dikenal.
Mungkin hal yang dilakukan hanyalah sesuatu yang kecil dan sederhana, namun
apabila semua orang bergerak untuk turut melakukannya, bukan tidak mungkin
masalah ini akan teratasi.

BAB III
PENUTUP

3.1.

Kesimpulan

Dari semua pembahasan yang telah penulis utarakan, ada beberapa kesimpulan
yang bisa didapat, yaitu :
1.

Perdagangan ,manusia merupakan segala sesuatu bentuk transaksi yang

melibatkan manusia sebagai komoditi perdagangan.
2.

Perdagangan manusia mempunyai banyak bentuk dan jenis yang dapat

diklasifikasikan berdasarkan umur dan gender.
3.

Ada banyak faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan

perdagangan manusia.
4.

Faktor utama tindakan perdagangan manusia (baik korban maupun pelaku)

adalah faktor ekonomi.
5.

Akibat dari perdagangan manusia dapat berupa gangguan fisik, gangguan

psikis, serta gangguan sosial.
6.

Sejauh ini, tindakan pemerintah terhadap kasus perdagangan manusia masih

jauh dari maksimal. Namun kemajuan akan usaha pemerintah sudah terlihat.
7.

Ada banyak solusi yang yang dilakukan agar kasus perdagangan manusia

dapat diatasi. Namun solusi yang paling tepat adalah komunikasi yang baik.

3.2.
3.2.1.

Saran
Bagi Masyarakat

Agar tidak terseret ke dalam perdagangan manusia, sebaiknya masyarakat
meningkatkan kewaspadaan terhadap semua orang. Kewaspadaan itu harus
ditujukan baik kepada orang yang belum dikenal maupun kepada orang yang telah
dikenal. Selain itu, masyarakat juga harus selalu berpegang teguh pada ajaran
agama dan moral yang dianut. Hal itu perlu dilakukan sebagai antisipasi dari
segala bentuk tipu daya para pelaku perdagangan manusia.
3.2.2.

Bagi Penulis

Sebagai bentuk partisipasi aktif terhadap pemberantasan kasus perdagangan
manusia, sebaiknya penulis juga ikut menerapkan sikap yang diopinikan dalam
makalah ini. Walaupun tidak dapat berupaya banyak untuk memberantas kasus
perdagangan manusia di Indonesia, sebaiknya penulis mencari sebanyakbanyaknya informasi mengenai perkembangan kasus ini. Sebisa mungkin penulis
sebaiknya ikut berperan untuk mencari solusi mengenai masalah ini. Setidaknya
untuk mengurangi tingkat kasus perdagangan manusia ini.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2010.Mutia Hatta : Cegah Perdagangan Manusia di Perbatasan dengan
Pendidikan.[terhubung berkala]http://www.gugustugastraffickin (24 Februari
2011)
Anonim.2010.Perdagangan Manusisa Marak di Perbatasan Malaysia.[terhubung
berkala]http://wwwidio.int/bandaacehawareness.HTM(24 Februari 2011)
Anonim.2010.Definisi

Pelacuran.[terhubung

berkala]

http://www.rise-of-

womanhood.org/definition-of-prostitution.html(24 Februari 2011)
Karundeng, Narwasti Vike.2005.Sosialisasi Penyadaran Isu Trafiking : APA ITU
TRAFIKING.[terhubung

berkala]

http://osdir.com/ml/culture.region.

indonesia.ppi-india/2005-03/msg01095.html(24 Februari 2011)
Shalahuddin, Odi.2011.Kesekian Kali tentang Prostitusi Anak #3[terhubung
berkala] http://odishalahuddin.wordpress.com/2011/03/22/kesekian-kali-tentangprostitusi-anak-3/(2 Maret 2011)
Suharto, Edi.2003.PERMASALAHAN PEKERJA MIGRAN : PERSPEKTIF
PEKERJAAN

SOSIAL[terhubung

berkala]

http://www.policy.hu/suharto/modul_a/makindo_35.htm (2 Maret 2011)
http://febrianipurba.blogspot.com/2012/02/makalah-perdagangan-manusia-di.html
Selasa, 14 Februari 2012

،‫3102 ف براي ر، 62 ال ث الث اء‬
Makalah Trafficking

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perdagangan manusia atau trafficking khususnya pada para perempuan dan anakanak yang akhir-akir ini cukup mendapat soroton di berbagai media massa. Media
massa tidak hanya sekedar menyoroti kasus-kasus tersebut saja, akan tetapi juga
lika- liku tindakan penyelamatan yang dilakukan aparat penegak hukum terhadap
korban serta bagaimana upaya pemerintah dalam mengatasi permasalahan
tersebut. Kasus- kasus perdagangan manusia yang cukup mendapat sorotan media
beberapa waktu yang lalu misalnya kasus penjualan tujuh orang perempuan
Cianjur yang diperdagangkan sebagai pekerja seks komersial (PSK) ke
Pekanbaru, Riau yang berhasil diselamatkan oleh Polres Cianjur beberapa waktu
yang lalu.

Upaya lainnya adalah upaya penyelamatan terhadap dua orang

perempuan korban perdagangan perempuan yang dibebaskan oleh reporter SCTV
dari Tekongnya di Malaysia. Dari kasus-kasus tersebut telah menguatkan bahwa
trafficking merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan salah satu masalah
yang perlu penanganan mendesak bagi seluruh komponen bangsa Indonesia.
Karena hal ini mempengaruhi citra bangsa Indonesia itu sendiri dimata dunia
internasional. Apalagi, data Departemen Luar Negeri Amerika Serikat telah
menunjukkan bahwa Indonesia berada pada urutan ketiga sebagai pemasok
perdagangan perempuan dan anak.

B. Rumusan masalah
a. Apa yang dimaksud dengan Trafficking ?
b. Apa yang kamu ketahui tentang Trafficking ?
c. Hal-hal apa saja yang menyebabkan terjadinya Trafficking ?
d. Bagaimana cara menanggulangi terjadinnya Trafficking ?

B. Tujuan
a.

Mengetahui istilah dari Human Trafficking

b.

Pengetahuan saya tentang Trafficking

c.

Hal-hal yang menyebabkan terjadinnya Trafficking

d.

Bentuk-bentuk Trafficking

E. Undang-Undang tentang Trafficking
F. Pencegahan dan Penanggulangan Human Trafficking
PEMBAHASAN
A. Pengertian Human Trafficking
Istilah dalam perdagangan manusia ini dapat diartikan sebagai “rekrutmen,
transportasi, pemindahan, penyembunyian atau penerimaan seseorang dengan
ancaman atau penggunaan kekerasan, penculikan, pemalsuan, penipuan,
penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan ataupun menerima atau memberi
bayaran atau manfaat sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang
memegang kendali atas orang lain tersebut, untuk kepentingan eksploitasi yang
secara minimal termasuk eksploitasi lewat prostitusi atau bentuk-bentuk
eksploitasi seksual lainnya, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktekpraktek lain yang serupa dengan perbudakan, penghambaan atau pengambilan
organ-organ tubuh.” (Sumber: Pasal 3, Protokol untuk Mencegah, Menekan dan
Menghukum Perdagangan Manusia, terutama Perempuan dan Anak, sebagai
Tambahan

terhadap

Konvensi

PBB

menentang

Kejahatan

Terorganisir

Transnasional, 2000).
Eksploitasi dalam perdaganagan manusia (human trafficking) dapat meliputi,
paling tidak, adalah: Pertama, eksploitasi untuk melacurkan orang lain atau
bentuk-bentuk lain dari eksploitasi seksual. Kedua, kerja atau pelayanan paksa.
Ketiga, perbudakan atau praktek-praktek yang serupa dengan perbudakan.
Keempat, penghambaan. Kelima, pengambilan organ-organ tubuh.
Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) mendefinisikan trafficking sebagai:
Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan, atau penerimaan seseorang,
dengan ancaman, atau penggunaan kekerasan, atau bentuk-bentuk pemaksaan lain,
penculikan, penipuan, kecurangan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan,
atau memberi atau menerima bayaran atau manfaat untuk memperoleh ijin dari
orang yang mempunyai wewenang atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi.
(Protokol PBB tahun 2000 untuk Mencegah, Menanggulangi dan Menghukum
Trafficking terhadap Manusia, khususnya perempuan dan anak-anak; Suplemen
Konvensi PBB mengenai Kejahatan Lintas Batas Negara).
Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa istilah trafficking merupakan:
a. Pengertian trafficking dapat mencakup kegiatan pengiriman tenaga kerja, yaitu
kegiatan memindahkan atau mengeluarkan seseorang dari lingkungan tempat
tinggalnya/keluarganya. Tetapi pengiriman tenaga kerja yang dimaksud tidak
harus atau tidak selalu berarti pengiriman ke luar negeri.
b. Meskipun trafficking dilakukan atas izin tenaga kerja yang bersangkutan, izin
tersebut sama sekali tidak menjadi relevan (tidak dapat digunakan sebagai alasan
untuk membenarkan trafficking tersebut) apabila terjadi penyalahgunaan atau
korban berada dalam posisi tidak berdaya. Misalnya karena terjerat hutang,
terdesak oleh kebutuhan ekonomi, dibuat percaya bahwa dirinya tidak mempunyai
pilihan pekerjaan lain, ditipu, atau diperdaya.
c. Tujuan trafficking adalah eksploitasi, terutama tenaga kerja (dengan menguras
habis tenaga yang dipekerjakan) dan eksploitasi seksual (dengan memanfaatkan
kemudaan, kemolekan tubuh, serta daya tarik seks yang dimiliki tenaga kerja yang
yang bersangkutan dalam transaksi seks).
Sedangkan Global Alliance Against Traffic in Woman (GAATW) mendefinisikan
perdagangan (trafficking):
Semua usaha atau tindakan yang berkaitan dengan perekrutan, pembelian,
penjualan, transfer, pengiriman, atau penerimaan seseorang dengan menggunakan
penipuan

atau

tekanan,

termasuk

pengunaan

ancaman

kekerasan

atau

penyalahgunaan kekuasaan atau lilitan hutang dengan tujuan untuk menempatkan
atau menahan orang tersebut, baik dibayar atau tidak, untuk kerja yang tidak
diinginkan (domestik seksual atau reproduktif) dalam kerja paksa atau dalam
kondisi perbudakan, dalam suatu lingkungan lain dari tempat dimana orang itu
tinggal pada waktu penipuan, tekanan atau lilitan hutang pertama kali.
Dari definisi ini, dapat disimpulkan bahwa istilah perdagangan (trafficking)
mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
Ø Rekrutmen dan transportasi manusia
Ø Diperuntukkan bekerja atau jasa/melayani
Ø Untuk kepentingan pihak yang memperdagangkan
Pada masa lalu, istilah “trafficking”, sejauh menyangkut manusia, biasa dikaitkan
secara ekslusif dengan prostitusi. Ada empat perjanjian internasional menyangkut
trafficking yang dikembangkan pada awal abad duapuluh, yakni:
1904 — International Agreement for the Suppression of the White Slave Traffic
(Persetujuan Internasional bagi Penghapusan Perdagangan Pelacur),
1910 — International Convention for the Suppression of White Slave Traffic
(Konvensi Internasional bagi Penghapusan Perdagangan Pelacur),
1921 — International Convention for the Suppression of Traffic in Women and
Children (Konvensi Internasional bagi Penghapusan Perdagangan Perempuan dan
Anak), dan
1933 — International Convention for the Suppression of Traffic in Women of Full
Age (Konvensi Internasional bagi Penghapusan Perdagangan Perempuan
Dewasa).
Keempat konvensi menyangkut perdagangan manusia tersebut semuanya merujuk
pada perpindahan (movement) manusia — umumnya perempuan dan anak
perempuan — secara lintas batas negara dan untuk tujuan prostitusi.
Ada beberapa hal yang melatar-belakangi persepsi seperti itu, antara lain;
Pertama, kepedulian umum yang berkembang pada masa itu terfokus pada
kemerosotan akhlak yang diakibatkan oleh perpindahan perempuan dalam rangka
prostitusi. Dengan demikian, “consent” tidak menjadi isyu karena pemerintah
pada umumnya tidak mempertimbangkan apakah perempuan yang bersangkutan
setuju untuk menjadi pekerja seks atau tidak.
Dengan mengabaikan unsur “consent“, persetujuan-persetujuan internasional pada
waktu itu mengabaikan elemen hak (khususnya hak kaum perempuan) untuk
memilih pelayanan jasa seks sebagai suatu profesi.
Kedua, sifat lintas batas negara menjadi penekanan utama karena masalah
prostitusi pada umumnya sudah dicakup oleh hukum (pidana atau moral)
domestik. Dalam kaitan ini, pantas untuk dicatat bahwa istilah “slavery” (yang
secara literer berarti “perbudakan”) telah digunakan dalam konvensi-konvensi
awal menyangkut “trafficking“. Ini karena sifat perbudakan pada masa itu yang
bercorak lintas batas negara, serta kekejiannya yang dikecam secara internasional,
sehingga akan memudahkan upaya memasukkan masalah “trafficking” kedalam
cakupan hukum internasional.
Perkembangan definisi “trafficking”
Dewasa ini, kata “trafficking” didefinisikan secara bervariasi oleh badan-badan
internasional dan nasional, baik badan antar-pemerintah maupun non-pemerintah.

Dalam Human Rights Workshop yang diselenggarakan oleh GAATW pada bulan
Juni 1996, para peserta mencoba mengidentifikasi beberapa aspek dalam
“trafficking”. Ada tiga elemen yang didiskusikan, sebagai berikut:
• Pertama menyangkut “consent”. Pertanyaan pokoknya ialah apakah keberadaan
atau ketiadaan consent—misalnya akibat penipuan, paksaan, ancaman, ketidaan
informasi, ketiadaan kapasitas legal untuk bisa memberikan persetujuan—perlu
diperhitungkan bagi terjadinya trafficking?
• Kedua menyangkut tujuan migrasi. Pertanyaannya ialah apakah hanya migrasi
untuk prostitusi yang bisa diklasifikan sebagai trafficking, atau apakah termasuk
juga jenis kerja eksploitatif lainnya.
• Ketiga menyangkut perlu tidaknya garis perbatasan dilewati. Apakah definisi
trafficking hanya diberlakukan khusus bagi kasus penyeberangan perbatasan?
Secara umum, disepakati bahwa “consent” perlu menjadi elemen kunci yang harus
diperhitungkan bagi terjadinya trafficking; bahwa trafficking tidak selalu untuk
prostitusi; dan bahwa perbatasan internasional tidak perlu dilewati.
Jika elemen “consent” diperhitungkan, maka sebagai konsekuensinya, berbagai
situasi

“trafficking”

yang

disetujui

oleh

“korban”

harus

dikecualikan.

Implikasinya, tidak semua pekerja migran bisa dikualifikasikan sebagai korban
trafficking, terutama mereka yang tidak menjadi korban penipuan, paksaan,
ancaman, atau kekurangan informasi atas situasi pekerjaan yang hendak mereka
jalani. Begitu pula, pekerja seks yang memang secara sadar memilih prostitusi
sebagai profesi tidak bisa dikualifikasikan kedalam kategori trafficking.
Menyangkut tidak perlunya garis perbatasan dilewati, beberapa argumen
menyatakan bahwa trafficking pada dasarnya sudah terjadi jika transportasi
dimaksudkan oleh trafficker untuk tujuan mengeksploitir tenaga kerja (atau jasa)
dari mereka yang diperdagangkan. Disinilah letak perbedaan antara “trafficking”
dengan “smuggling” (penyelundupan). Dalam kasus “smuggling”, harus
terkandung unsur ilegalitas transportasi dan harus melewati tapal batas negara,
sementara mereka yang menyelundupkan manusia pada kenyataannya tidak
mengambil keuntungan dari eksploitasi tenaga kerja setelah mereka berhasil
diselundupkan.

B. Pengetahuan saya tentang Trafficing
menurut saya trafficing berarti perdagangan. namun telah disalah gunakan oleh
pihak-pihak tertentu sebagai sarana penjualan manusia. Seperti penjualan para
PSK contohnya seperti di DOLLY, Kembangkuning dan lain lain. Dengan
berkembangnya teknologi, penjualan manusia atau trafficing lebih canggih lagi,
seperti melalui jejaring sosial Facebook, Twitter, Yahoo, serta terkadang masih
ada yang melalui sponsor di serat kabar.
Perdagangan manusia dapat mengambil korban dari siapapun, orang-orang
dewasa dan anak – anak, laki-laki maupun perempuan yang pada umumnya
berada dalam situsi dan kondisi yang rentan. Namun Perdagangan manusia,
biasanya dalam banyak kasus lebih merujuk kepada perdagangan perempuan dan
anak-anak. Modus yang digunakan dalam kejahatan ini sangat beragam dan juga
memiliki aspek kerja yang rumit.
Berdasarkan rumusan pasal 546 rancangan KUHP di atas yang dikategorikan
kedalam modus perdagangan manusia adalah :
ØBagian Pertama : setiap orang yang melakukan perekrutan, pengiriman,
penyerahterimaan orang.
ØBagian Kedua : dengan menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan,
penipuan, penculikan, penyekapan, penyalahgunaan kekuasaan, pemanfaatan
posisi kerentanan, atau penjeratan utang.
ØBagian Ketiga : untuk tujuan mengeksploitasi, atau perbuatan yang dapat
tereksploitasi orang tersebut.

C. Faktor Penyebab Human Trafficking
Tidak ada satu pun yang merupakan sebab khusus terjadinya trafficking manusia
di Indonesia. Trafficking disebabkan oleh keseluruhan hal yang terdiri dari
bermacam-macam kondisi serta persoalan yang berbeda-beda. Termasuk ke
dalamnya adalah:
·

Kemiskinan
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) adanya kecenderungan jumlah
penduduk miskin terus meningkat dari 11,3% pada tahun 1996 menjadi 23,4%
pada tahun 1999, walaupun berangsur-angsur telah turun kembali menjadi 17,6%
pada tahun 2002, kemiskinan telah mendorong anak-anak untuk tidak bersekolah
sehingga kesempatan untuk mendapatkan keterampilan kejuruan serta kesempatan
kerja menyusut. Seks komersial kemudian menjadi sumber nafkah yang mudah
untuk mengatasi masalah pembiayaan hidup. Kemiskinan pula yang mendorong
kepergian ibu sebagai tenaga kerja wanita yang dapat menyebabkan anak terlantar
tanpa perlindungan sehingga beresiko menjadi korban perdagangan manusia.
·

Keinginan cepat kaya

Keinginan untuk hidup lebih layak, tetapi dengan kemampuan yang minim dan
kurang mengetahui informasi pasar kerja, menyebabkan mereka terjebak dalam
lilitan hutang para penyalur tenaga kerja dan mendorong mereka masuk dalam
dunia prostitusi.
·

Pengaruh sosial budaya

Disini misalnya, budaya pernikahan di usia muda yang sangat rentan terhadap
perceraian, yang mendorong anak memasuki eksploitasi seksual komersial.
Berdasarkan UU Perkawinan No.1/1974, perempuan Indonesia diizinkan untuk
menikah pada usia 16 tahun atau lebih muda jika mendapat izin dari pengadilan.
Meskipun begitu, dewasa ini pernikahan dini masih berlanjut dengan persentase
46,5% perempuan menikah sebelum mencapai usia 18 tahun dan 21,5% sebelum
mencapai usia 16 tahun. Tradisi budaya pernikahan dini menciptakan masalah
sosio-ekonomi untuk pihak lelaki maupun perempuan dalam perkawinan tersebut.
Tetapi implikasinya terutama terlihat jelas bagi gadis/perempuan. Masalahmasalah yang mungkin muncul bagi perempuan dan gadis yang melakukan
pernikahan dini antara lain: Dampak buruk pada kesehatan (kehamilan prematur,
penyebaran HIV/AIDS), pendidikan terhenti, kesempatan ekonomi terbatas,
perkembangan pribadi terhambat dan tingkat perceraian yang tinggi.
Masing-masing isu diatas adalah masalah sosial yang berkenaan dengan
kesejahteraan anak perempuan khususnya penting dalam hal kerentanan terhadap
perdagangan. Hal ini dikarenakan:
1.

Perkembangan pribadi yang terhambat, membuat banyak gadis tidak

mempunyai bekal keterampilan kerja yang cukup berkembang, sehingga mereka
akan kesulitan untuk berunding mengenai kodisi dan kontrak kerja, atau untuk
mencari bantuan jika mengalami kekerasan dan eksploitasi.
2.

Keterbatasan pendidikan, mereka sering rentan terhadap pekerjaan yang

eksploitatif dan perdagangan karena mereka umumnya tidak terlalu paham hakhaknya.
3.

Peluang ekonomi yang terbatas, mengingat terbatasnya pilihan ekonomi dan

kekuatan tawar-menawar mereka, perempuan muda rentan terhadap pekerjaan
yang eksploitatif dan perdagangan.
·

Kurangnya pencatatan kelahiran

Anak dan orang dewasa yang tidak terdaftar serta tidak memiliki akta kelahiran
amat rentan terhadap eksploitasi. Orang yang tidak dapat memperlihatkan akta
kelahirannya sering kali kehilangan perlindungan yang diberi hukum karena
dimata negara secara teknis mereka tidak ada. Rendahnya registrasi kelahiran,
khususnya di kalangan masyarakat desa, memfasilitasi perdagangan manusia.
Agen dan pelaku perdagangan memanfaatkan ketiadaan akta kelahiran asli untuk
memalsukan umur perempuan muda agar mereka dapat bekerja di luar negeri.
Contoh, seperti yang dikemukakan dalam bagian Kalimantan Barat dari laporan
ini (bagian VF), agen yang sah maupun gelap memakai kantor imigrasi di
Entikong, Kalimantan Barat, untuk memproses paspor palsu bagi gadis-gadis di
bawah umur.
·

Korupsi dan lemahnya penegakan hukum

Korupsi di Indonesia telah menjadi suatu yang lazim dalam kehidupan sehari-hari,
karena baik kalangan atas maupun bawah telah melakukan praktik korupsi ini.
Karena itulah, korupsi memainkan peran integral dalam memfasilitasi
perdagangan perempuan dan anak di Indonesia, disamping dalam menghalangi
penyelidikan dan penuntutan kasus perdagangan. Mulai dari biaya illegal dan
pemalsuan dokumen. Dampak korupsi ini terhadap buruh migran perempuan dan
anak harus dipelajari dari umur mereka yang masih muda dan lugu, yang tidak
tahu bagaimana cara menjaga diri di kota-kota besar karena mereka tidak terbiasa
dan sering malu untuk mencari bantuan. Tidak peduli berapa usia dan selugu apa
pun mereka, mereka yang berimigrasi dengan dokumen palsu takut status illegal
mereka akan membuat mereka jatuh ke dalam kesulitan lebih jauh dengan pihak
berwenang atau dapat dideportasi. Pelaku perdagangan memanfaatkan ketakutan
ini, untuk terus mengeksploitasi para perempuan dan proyek. Masalah lain yaitu
lemahnya hukum di Indonesia.
Untuk penyelidikan dan penuntutan kasus-kasus perdagangan, sistem hukum
Indonesia sampai sekarang masih lemah, lamban dan mahal. Sangat sedikit
transparansi, sehingga hanya sedikit korban yang mempercayakan kepentingan
mereka kepada sistem tersebut. Perilaku kriminal memiliki sumber daya dan
koneksi untuk memanfaatkan sistem tersebut. Akibatnya, banyak korban
perdagangan yang tidak mau menyelesaikan masalah melalui proses hukum. Hal
ini mengakibatkan praktik pedagangan/trafficking semakin meningkat dan masih
berlangsung.
·

Media massa

Media massa masih belum memberikan perhatian yang penuh terhadap berita dan
informasi yang lengkap tentang trafficking dan belum memberikan kontribusi
yang optimal dalam upaya pencegahan maupun penghapusannya. Bahkan tidak
sedikit justru memberitakan yang kurang mendidik dan bersifat pornografis yang
mendorong menguatnya kegiatan trafficking dan kejahatan susila lainnya.
·

Pendidikan minim dan tingkat buta huruf

Survei sosial-ekonomi nasional tahun 2000 melaporkan bahwa 34% penduduk
Indonesia berumur 10 tahun ke atas belum/tidak tamat SD/tidak pernah
bersekolah, 34,2% tamat SD dan hanya 155 yang tamat SMP. Menurut laporan
BPS pada tahun 2000 terdapat 14% anak usia 7-12 dan 24% anak usia 13-15
tahun tidak melanjutkan ke SLTP karena alasan pembiayaan. Orang dengan
pendidikan yang terbatas atau buta aksara kemungkinan besar akan menderita
keterbatasan ekonomi. Dan mereka juga tidak akan mempunyai pengetahuan
kepercayaan diri untuk mengajukan pertanyaan tentang ketentuan-ketentuan
dalam kontrak dan kondisi kerja mereka. Selain itu, mereka akan sulit mencari
pertolongan ketika mereka kesulitan saat berimigrasi atau mencari pekerjaan.
Mereka akan kesulitan bagaimana mengakses sumber daya yang tersedia, tidak
dapat membaca atau mengerti brosur iklan layanan masyarakat lain mengenai
rumah singgah atau nomor telepon yang bisa dihubungi untuk mendapatkan
bantuan. Seorang yang rendah melek huruf sering kali secara lisan dijanjikan akan
mendapat jenis pekerjaan atau jumlah gaji tertentu oleh seorang agen, namun
kontrak yang mereka tanda tangani (yang mungkin tidak dapat mereka baca)
mencantumkan ketentuan kerja serta kompensasi yang jauh berbeda, mengarah ke
eksploitasi.

D. Bentuk-Bentuk Trafficking
Ada beberapa bentuk trafficking manusia yang terjadi pada perempuan dan anakanak:
·

Kerja Paksa Seks & Eksploitasi seks, baik di luar negeri maupun di wilayah

Indonesia
·

Pembantu Rumah Tangga (PRT), baik di luar ataupun di wilayah Indonesia

·

Bentuk Lain dari Kerja Migran, baik di luar ataupun di wilayah Indonesia

·

Penari, Penghibur & Pertukaran Budaya terutama di luar negeri

·

Pengantin Pesanan, terutama di luar negeri

·

Beberapa Bentuk Buruh/Pekerja Anak, terutama di Indonesia

·

Trafficking/penjualan Bayi, baik di luar negeri ataupun di Indonesia

Sasaran yang rentan menjadi korban perdagangan perempuan antara lain:
·
·

Anak-anak jalanan
Orang yang sedang mencari pekerjaan dan tidak mempunyai pengetahuan

informasi yang benar mengenai pekerjaan yang akan dipilih
·

Perempuan dan anak di daerah konflik dan yang menjadi pengungsi

·

Perempuan dan anak miskin di kota atau pedesaan

·

Perempuan dan anak yang berada di wilayah perbatasan anatar negara

·

Perempuan dan anak yang keluarganya terjerat hutang

·

Perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga, korban pemerkosaan

E. Undang-Undang tentang Trafficking
Berikut ini beberapa peraturan perundang-undangan :
·

Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 285, 287-298; Pasal

506
·

UU RI No. 7 tahun 1984 (ratifikasi konvensi Penghapusan Segala Bentuk

Diskriminasi terhadap Perempuan/CEDAW; pasal 2,6,9,11,12,14,15,16)
·

UU RI No. 20 tahun 1999 (ratifikasi konvensi ILO No. 138 tentang Usia

Minimum yang Diperbolehkan Bekerja)
·

UU RI No. 1/2000 (ratifikasi konvensi ILO No. 182 tentang Bentuk-Bentuk

Pekerjaan Terburuk untuk Anak)
·

UU RI no. 29/1999 (ratifikasi konvensi untuk Mengeliminasi Diskriminasi

Rasial)
·

Keppres No 36/1990 ( ratifikasi konvensi Hak Anak)

F. Pencegahan dan Penanggulangan Human Trafficking
Perdagangan orang, khususnya perempuan sebagai suatu bentuk tindak kejahatan
yang kompleks, tentunya memerlukan upaya penanganan yang komprehensif dan
terpadu. Tidak hanya dibutuhkan pengetahuan dan keahlian profesional, namun
juga pengumpulan dan pertukaran informasi, kerjasama yang memadai baik
sesama aparat penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan, hakim maupun
dengan pihak-pihak lain yang terkait yaitu lembaga pemerintah (kementerian
terkait) dan lembaga non pemerintah (LSM) baik lokal maupun internasional.
Semua pihak bisa saling bertukar informasi dan keahlian profesi sesuai dengan
kewenangan masing-masing dan kode etik instansi. Tidak hanya perihal
pencegahan, namun juga penanganan kasus dan perlindungan korban semakin
memberikan

pembenaran

bagi

upaya

pencegahan

dan

penanggulangan

perdagangan perempuan secara terpadu. Hal ini bertujuan untuk memastikan agar
korban mendapatkan hak atas perlindungan dalam hukum.
Dalam konteks penyidikan dan penuntutan, aparat penegak hukum dapat
memaksimalkan jaringan kerjasama dengan sesama aparat penegak hukum
lainnya di dalam suatu wilayah negara, untuk bertukar informasi dan melakukan
investigasi bersama. Kerjasama dengan aparat penegak hukum di negara tujuan
bisa dilakukan melalui pertukaran informasi, atau bahkan melalui mutual legal
assistance, bagi pencegahan dan penanggulangan perdagangan perempuan lintas
negara.
Upaya Masyarakat dalam pencegahan trafficking yakni dengan meminta
dukungan ILO, dan Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) yang
melakukan Program Prevention of Child Trafficking for Labor and Sexual
Exploitation. Tujuan dari program ini adalah :
1.

Memperbaiki kualitas pendidikan dari tingkat Sekolah Dasar sampai Sekolah

Menegah Atas untuk memperluas angka partisipasi anak laki-laki dan anak
perempuan,
2.

Mendukung keberlanjutan pendidikan dasar untuk anak perempuan setelah

lulus sekolah dasar,
3.

Menyediakan pelatihan keterampilan dasar untuk memfasilitasi kenaikan

penghasilan,
4.

Menyediakan pelatihan kewirausahaan dan akses ke kredit keuangan untuk

memfasilitasi usaha sendiri,
5.

Merubah sikap dan pola pikir keluarga dan masyarakat terhadap trafficking

anak.
F. Hambatan Pemberantasan Trafficking
Upaya penanggulangan perdagangan manusia khususnya perdagangan perempuan
dan anak mengalami berbagai hambatan. Dari berbagai upaya yang telah
dilakukan SP selama ini, terdapat 3 (tiga) hal yang merupakan hambatan kunci
dalam melakukan upaya tersebut, yaitu antara lain:
Budaya masyarakat (culture)
Anggapan bahwa jangan terlibat dengan masalah orang lain terutama yang
berhubungan dengan polisi karena akan merugikan diri sendiri, anggapan tidak
usah melaporkan masalah yang dialami, dan lain sebagainya. Stereotipe yang ada
di masyarkat tersebut

masih mempengaruhi cara berpikir masyarakat dalam

melihat persoalan kekerasan perempuan khususnya kekerasan yang dialami
korban perdagangan perempuan dan anak.
Kebijakan pemerintah khususnya peraturan perundang-undangan (legal substance)
Belum adanya regulasi yang khusus (UU anti trafficking) mengenai perdagangan
perempuan dan anak selain dari Keppres No. 88 Tahun 2002 mengenai RAN
penghapusan perdagangan perempuan dan anak. Ditambah lagi dengan masih
kurangnya pemahaman tentang perdagangan itu sendiri dan kurangnya sosialisasi
RAN anti trafficking tersebut.
Aparat penegak hukum (legal structure)
Keterbatasan peraturan yang ada (KUHP) dalam menindak pelaku perdagangan
perempuan dan anak berdampak pada penegakan hukum bagi korban.
Penyelesaian beberapa kasus mengalami kesulitan karena seluruh proses
perdagangan dari perekrutan hingga korban bekerja dilihat sebagai proses
kriminalisasi biasa.
A. Kesimpulan
Dalam penanganan perdagangan perempuan dan anak ini, diharapkan keterlibatan
berbagai pihak di dalamnya mulai dari pemerintah baik di tingkat pusat maupun
daerah, kalangan akademisi,

kelompok masyarakat, individu untuk dapat

membantu korban perdagangan perempuan dan anak maupun untuk memberikan
dukungan dan tekanan terhadap pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan yang
berpihak melindungi korban dan menjerat pelaku perdagangan.
Perdagangan orang dapat mengambil korban dari siapapun, orang-orang dewasa
dan anak – anak, laki-laki maupun perempuan yang pada umumnya berada dalam
situsi dan kondisi yang rentan.
1. Faktor – faktor yang menyebabkan terjadinya perdagangan manusia (human
trafficking) antara lain : a.) Kurangnya kesadaran ketika mencari pekerjaan
dengan tidak mengetahui bahaya trafiking dan cara-cara yang dipakai untuk
menipu atau menjebak korban, b.) Kemiskinan telah memaksa banyak orang
untuk mencari pekerjaan ke mana saja, tanpa melihat risiko dari pekerjaan
tersebut, c.) Kultur/budaya yang menempatkan posisi perempuan yang lemah dan
juga posisi anak yang harus menuruti kehendak orang tua dan juga perkawinan
dini, diyakini menjadi salah satu pemicu trafiking. Biasanya korban terpaksa harus
pergi mencari pekerjaan sampai ke luar negeri atau ke luar daerah, karena tuntutan
keluarga atau orangtua, d.) Lemahnya pencatatan /dokumentasi kelahiran anak
atau penduduk sehingga sangat mudah untuk memalsukan data identitas. Dan e.)
Lemahnya oknum-oknum aparat penegak hukum dan pihak-pihak terkait dalam
melakukan pengawalan terhadap indikasi kasus-kasus trafiking.
2. Dampak perdagangan manusia antara lain : Bentuk perdanagan manusia antara
lain setiap orang yang melakukan perekrutan, pengiriman, penyerahterimaan
orang. Dengan perekrutan ini akan banya terjadinya penipuan. Perdaganagan
manusia banyak menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan, penipuan,
penculikan,

penyekapan,

penyalahgunaan

kekuasaan,

pemanfaatan

posisi

kerentanan, atau penjeratan utang. Perdagangan manusia dilakukan untuk tujuan
untuk tujuan mengeksploitasi, atau perbuatan yang dapat tereksploitasi orang
tersebut sehingga sangat merugikan bagi korban perdagangan manusia.
3. Tanggapan pemerintah mengenai maslah perdagangan manusia (human
trafficking) ini sudah diatur dalam rancangan KUHP, dalam KUHP sudah diatur
hukuman yang diberikan terhadap perdagangan manusia, namun karena lemahnya
sistem dalam mengatur sebuah negara terutama indonesia. Maka perdagangan
manusia (human trafficking masih banyak terjadi.
B. Saran
Yang dapat Anda lakukan jika Anda, Saudara atau teman Anda menjadi korban
perdagangan (trafficking) Berikan dukungan secara penuh, dan:
1.

Kumpulkan bukti-bukti dengan mencatat tanggal, tempat kejadian serta ciri-

ciri pelaku,
2.

Pilih orang yang dapat dipercaya, keluarga untuk menceritakan permasalahan

yang terjadi. Minta tolong untuk melaporkan kepada pihak yang berwajib,
3.

Laporkan segera kepada aparat kepolisian terdekat,

4.

Minta bantuan/pendampingan kepada Lembaga Bantuan Hukum (LBH),

5.

Konsultasikan

kepada

lembaga-lembaga yang menangani masalah

perempuan yaitu organisasi perempuan, organisasi masyarakat yang memahami
pola perdagangan (trafficking).
6.

Berbagai macam faktor – faktor yang menyebabkan terjadi atau timbulnya

perdagangan manusia (human trafficking) disarankan pada pembaca dengan
adanya makalah ini agar dapat menghindari faktor – faktor tersebut menyebabkan
perdagangan manusia.
7.

Banyak dampak yang ditimbulkan dari perdagangan manusia misalnya, dari

perekrutan, penipuan, dengan tindakan kekerasan yang akan merugikan korban
serta akan mengancam nyawa seseorang. Disarankan dengan adanya makalah ini
aka nada pengetahuan tentang perdagangan manusia, sehingga manusia tidak
banyak yang tertipu lagi yang akan memberikan kesempatan terjadinya
perdagangan manusia.
8.

Meskipun sudah ada penganturan tentang perdagangan manusia (human

trafficing) dalam KUHP, diharapkan pemerintah dan masyarakan mejalankan
sistem dengan baik agar bisa meminimalisir perdagangan manusia (human
trafficking)

DAFTAR PUSTAKA
Ollenburge, Jane. 1996. Sosiologi Wanita. Jakarta: Rineka Cipta
Sumardi, Mulyanto. 1982. Kemiskinan dan Kebutuhan Pokok. Jakarta: Rajawali
http://www.lfip.org/report/trafficking%20data%20in%20Indonesia%20_table_.pd
f
http://id.wikipedia.org/wiki/Perdagangan_manusia
http://kuhpreform.files.wordpress.com/2008/09/perdagangan-manusia-dalam-ruukuhp-5.pdf
http://odishalahuddin.wordpress.com/2010/02/03/perdagangan-trafficking-anakdan-perempuan-masalah-definisi/
http://www.gerakanantitrafficking.com/index.php?option=com_content&view=art
icle&id=56:definisi-trafficking&catid=40:dataPersatuan

http://nandwiy.blogspot.com/2013/02/makalah-trafficking.html

senin, 02 november 2009
PERDAGANGAN WANITA ( WOMAN tRAFIGKING )
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah Kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT Tuhan
Semesta Alam. Karena berkat Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga Kami dapat
menyelesaikan pembuatan makalah dalam rangka memenuhi tugas Kriminologi.
Tersusunnya makalah ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, maka
dalam kesempatan ini Kami ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1.Bpk. Gatot Sugiharto, S.H., M.H. selaku dosen pembimbing mata kuliah
Kriminologi
2.Teman-teman yang selalu mendukung dan memberikan sumbangan fikiran yang
tidak dapat Kami sebutkan satu-persatu.
3.Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung yang telah
membantu dalam menyelesaikan makalah ini

Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna.
Maka dari itu, Kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi
perbaikan dimasa mendatang. Terima kasih.

Yogyakarta, Maret 2009

Penulis

JULY 8, 2013
BAB 1

PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang

Masalah perdagangan manusia (Human Trafficking) bukan lagi hal yang baru,
tetapi sudah menjadi masalah nasional dan internasional yang berlarut-larut, yang
sampai saat ini belum dapat diatasi secara tepat, baik oleh pemerintah setiap
Negara, maupun oleh organisasi-organisasi internasional yang berwenang dalam
menangani

masalah perdagangan manusia tersebut.

Perdagangan manusia

(human trafficking ) berkaitan erat dengan hubungan antar negara, karena
perdagangan tersebut biasanya dilakukan di daerah perbatasan negara dan modus
operasi yang dilakukan adalah pengiriman ke berbagai negara penerima seperti
Malaysia dan Singapura. Lemahnya penjagaan dan keamanan daerah perbatasan
menjadikan faktor utama perdagangan manusia, sehingga dengan mudah
seseorang dapat melakukan transaksi perdagangan tersebut. 1
Indonesia adalah negara di kawasan ASEAN yang letaknya strategis dan
merupakan negara yang 2/3 daerahnya merupakan lautan. Di sebelah barat
Indonesia berbatasan dengan Samudera Hindia, sebelah timur berbatasan dengan
Papua New Guinea, sebelah utara berbatasan dengan Laut Cina Selatan,
Singapura, Malaysia, dan Filipina, serta sebelah Selatan berbatasan dengan
Australia. Dari penjelasan tersebut,

dapat kita ketahui bahwa Indonesia

merupakan sebuah negara yang mempunyai banyak daerah yang langsung
berbatasan dengan negara lain. Banyaknya negara yang berbatasan langsung
dengan Indonesia ini memiliki banyak keuntungan dan kerugian yang didapatkan
dari daerah perbatasan tersebut. Seperti salah satu isu yang menjadi isu nasional
maupun internasional untuk sekitar daerah perbatasan adalah perdagangan
manusia (human trafficking ) yaitu perdagangan manusia terutama pada
perempuan dan anak-anak, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Namun
pada makalah kami kali ini kami lebih focus membahas masalah perdagangan
anak (child Trafficking).
Semakin maraknya kasus perdagangan anak yang terjadi di berbagai berbagai
Negara mengaruskan dunia menberikan perhatian serius untuk mengatasi masalah
ini. Untuk menangani masalah ini, PBB telah membentuk sebuah organisasi yang
yang berwenang menangani masalah perdagangan anak , yakni UNICEF (United
Nations Children’s Fund). Upaya
trafficking

UNICEF dalam menangani kasus child

telah dilakukan sejak dulu, namun sampai saat ini kasus child

trafficking di beberapa Negara justru semakin meningkat, , misalnya Indonesia.
Olehnya itu, kami tertarik untuk mengangkat judul
Menangani Masalah Perdagangan Anak di Indonesia”

“Peran UNICEF dalam
untuk dibahas dalam

makalah ini.
B.

Batasan Masalah

Batasan masalah dalam makalah ini adalah peran UNICEF dalam mengatasi
masalah perdagangan anak di Indonesia..
C.

Rumusan Masalah

Adapun Rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1.

Faktor-faktor apa yang menjadi pendorong terjadinya kejahatan child

trafficking?
2.

Bagaimana upaya pemerintah Indonesia dalam menangani masalah child

trafficking yang terjadi di Indonesia?
3.

Bagaimana peran UNICEF dalam menangani masalah perdagangan anak di

Indonesia?
4.

Hambatan apa yang dihadapi oleh UNICEF dalam mengatasi masalah

perdagangan anak di Indonesia, serta bagaimana upaya untuk mengatasi hambatan
tersebut?
D.

Tujuan dan Kegunaan

a.

Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1.

Dapat mengetahui Factor-faktor

yang menjadi pendorong terjadinya

kejahatan child trafficking
2.

Dapat mengetahui upaya pemerintah Indonesia dalam menangani masalah

child trafficking yang terjadi di Indonesia
3.

Untuk

mengetahui peran UNICEF dalam menangani masalah child

trafficking. khususnya yang terjadi di Indonesia
untuk mengetahui hambatan yang dihadapi oleh UNICEF dalam mengatasi
masalah perdagangan anak di Indonesia, serta bagaimana upaya untuk mengatasi
hambatan tersebut
b.

Kegunaan

Dari tujuan diatas diharapkan penulisan karya ilmiah ini dapat digunakan untuk:
-

Manfaat Akademik

Dengan adanya penulisan makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan
pembaca mengenai peran UNICEF dalam menangani masalah child trafficking,
serta dapat mengetahui hambatan yang dihadapi oleh UNICEF dalam menagani
masalah tersebut.
-

Manfaat Praktis

Penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi maupun masukan
kepada para pembaca dalam hal menyikapi kasus child trafficking yang semakin
marak terjadi di Indonesia serta bagaimana upaya untuk menangani masalah
tersebut.
BAB II
LANDASAN TEORI
A.

Kerangka Teoritis

Dalam makalah ini, tingkat analisis yang digunakan oleh penulis adalah perilaku
kelompok yang dikemukukakan oleh Mohtar Mas’oed, yang berasumsi bahwa
individu umumnya melakukan tindakan internasional dalam kelompok hubungan
internasional sebetulnya adalah hubungan antar berbagai kelompok kecil
diberbagai negara. Artinya, peristiwa internasional sebenarnya ditentukan bukan
oleh individu, tetapi oleh kelompok kecil (seperti kabinet, dewan penasehat
keamanan, politburo dan sebagainya) dan oleh organisasi, birokrasi, departemen,
badan-badan pemerintahan dan sebagainya.

Perspektif yang digunakan oleh

penulis adalah pluralist perspective. Diana L. Eck menjelaskan bahwa pluralism
adalah suatu sistematika serta kerangka dimana terdapat beberapa kelompok atau
bagian dari system lainnya dan saling berhubungan dengan basis saling
menghargai dan menghormati antar sesama. Dalam pluralism, aktor non negara
adalah aktor paling penting dalam bahasan hubungan internasional. Ada empat
aspek penting dalam perspektif pluralism, yaitu:
Aktor non-negara adaalah salah satu unsur penting dalam dunia politik. Organisasi
Internasional adalah salah satu contoh aktor politik non-negara
Kaum pluralis beranggapan bahwa negara bukanlah aktor yang berdiri sendiri,
Negara dalam hal ini terdiri dari individu (rakyat), kelompok kepentingan dan
birokrat lainnya
Pluralis juga bertentangan dengan kaum realis yang mengatakan bahwa Negara
adalah aktor rasional. Dalam situasi pembuat keputusan, aktor politik dalam hal
ini cenderung untuk saling berkompromi tergabung dalam suatu forum atau
kelompok lainya, menggunakan posisi tawar (bargaining position) dan
mengedepankan kepentingan nasionalnya
Agenda internasional bagi kaum pluralis cenderung bersifat ekstensif. Pluralis
tidak hanya membahas masalah keamanan nasional secara fisik, tetapi juga
melalui aaspek ekonomi, sosial, lingkungan dan budaya.
Pluralism erat kaitannya dengan perkembangan yang terjadi dalam
masyarakat. Hal ini dikarenakan bahwa dalam kemasyarakatan merupakan hal
yang paling penting untuk mengupayakan kesejahterahan rakyat ramai dan di sisi
lain pluralism menawarkan pendekatan social juga dapat berinteraksi dengan
pemerintah dan cara kerjanya

yang mengutamakan pengakuan bentuk

multikulturalisme dan toleransi dalam kehidupan bermasyarakat. Sebagian besar
NGO melakukan pendekatan langsung pada masyarakat terlebih dahulu untuk
memulai

program

kerjanya.

Mereka

meyakini

bahwa

apabila

mereka

menyediakan sumber daya, maka penduduk local akan lebih untuk mendidik
masyarakat untuk lebih mandiri dan bijaksana dalam mengatasi permasalahan
yang dihadapi.
B.

Defenisi Konsepsional

Dalam pemahaman mengenai masalah yang diteliti, maka perlu untuk
dikemukakan

makna

dari

konsep-konsep

konsepsional merupakan defenisi

yang

dipergunakan.

Defenisi

yang menggambarkan konsep dengan

menggunakan konsep-konsep lain.
Defenisi Anak
Menurut Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Hak Anak-anak
(United Nations Convention on the Rights of the Child 1989), “seorang anak
berarti setiap manusia yang berusia dibawah 18 tahun. Anak adalah manusia yang
belum matang, didefinisikan dalam hukum internasional adalah mereka yang
berusia dibawah 18 tahun1 Masa kanak-kanak adalah suatu tahapan dalam siklus
kehidupan anak sebelum mereka mendapat peran dan bertanggung jawab penuh
sebagai orang dewasa. Masa anak masih memerlukan perhatian dan perlindungan
khusus,

seiring dengan persiapan menuju pada kehidupan mereka menjadi orang dewasa.
Meskipun demikian, setiap kebudayaan memiliki kata yang berbeda untuk
berbagai tahapan dalam masa kanak-kanak, dan harapan tentang apa yang dapat
dilakukan anak pada masing-masing tahapan.

Perdagangan Anak
Perdagangan anak merupakan salah satu bentuk tindakan kejahatan yang dapat
dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang atau sebuah lembaga terhadap ia
belum berusai 18 tahun, maka ia adalah anak termasukyang masih di dalam
kandungan. Perdagangan anak didefinisikan oleh ODCCP (Office for Drug
Control and Crime Prevention) sebagai perekrutan, pemindahan, pengiriman,
penempatan atau menerima anak-anak di bawah umur untuk tujuan eksploitasi
dan itu menggunakan ancaman, kekerasan, ataupun pemaksaan lainnya seperti
penculikan, penipuan, kecurangan, penyalahgunaan wewenang maupun posisi
penting.

Perdagangan anak biasanya bertujuan:

eksploitasi untuk pekerjaan (termasuk perbudakan dan tebusan),
eksploitasi seksual (termasuk prostitusi dan pornografi anak),
eksploitasi untuk pekerjaan ilegal (seperti mengemis dan perdagangan obat
terlarang),
perdagangan adopsi,
penjodohan.
Pelaku dalam perdagangan (trafficking) anak dan perempuan dapat dibedakan
dalam 3 (tiga) unsur. Pembedaan dilakukan berdasarkan peranannya masingmasing dalam tindakan perdagangan (trafficking):

Pihak yang berperan pada awal perdagangan;
Pihak yang menyediakan atau menjual orang yang diperdagangkan;
Pihak yang berperan pada akhir rantai perdagangan sebagai penerima/pembeli
orang yang diperdagangkan atau sebagai pihak yang menahan korban untuk
dipekerjakan secara paksa dan yang mendapatkan keuntungan dari kerja itu.

Modus operandi rekrutmen terhadaop kelompok rentan biasanya dengan rayuan,
menjanjikan berbagai kesenangan dan kemewahan, menipu atau janji palsu,
menjebak, mengancam, menyalahgunakan wewenang, menjerat dengan hutang,
mengawini atau memacari, menculik, menyekap atau memerkosa. Modus lain
berkedok mencari tenaga kerja untuk bisnis entertainment, kerja di perkebunan
atau bidang jasa di luar negeri dengan upah besar. Ibu-ibu hamil yang kesulitan
biaya untuk melahirkan atau membesarkan anak dibujuk dengan jeratan hutang
supaya anaknya boleh diadopsin agar dapat hidup lebih baik, namun kemudian
dijual kepada yang menginginkan. Anak-anak di bawah umur dibujuk agar
bersedia melayani para pedofil dengan memberikan barang-barang keperluan
mereka bahkan janji untuk disekolahkan.

UNICEF
Unicef adalah singkatan dari “United Nations Emergency Children’s Fund”
dimana organisasi internasional yang di bawah naungan PBB ini didirikan pada
11 Desember 1946 untuk memberikan bantuan kemanusiaan khususnya kepada
anak-anak yang hidup didunia yang luluh lantah akibat dari perang dunia ke II.
Awal terbentuknya Unicef dimulai ketika Perang Dunia II berakhir, PBB
mulaimempromosikan perdamaian dunia. Banyak pemimpin PBB dari seluruh
dunia khawatir tentang anak-anak di Eropa. Pada tahun 1946, para delegasi untuk
PBB menyiapkan dana sementara yang disebut Dana Darurat PBB Internasional
Anak (Unicef). Didirikan untuk membantu anak-anak semua bangsa, bukan hanya
negara-negara yang memenangkan Perang Dunia II.2

Pada awalnya, para pemimpin Unicef berpikir itu yang paling penting untuk
meningkatkan kesehatan anak-anak dan gizi. Unicef bekerja dengan para
pemimpin, petani, dan kelompok amal untuk membantu peternakan menghasilkan
lebih banyak susu di Eropa karena banyak peternakan hancur dalam perang. Pada
tahun 1950, Unicef akan menutup diri karena kondisi di Eropa jauh lebih baik.
Namun, beberapa pemimpin PBB protes karena mereka merasa pekerjaan
UNICEF tidak dilakukan karena banyak anak di seluruh dunia sedang sekarat.
Pada tahun 1953, PBB memutuskan untuk membuat UNICEF bagian permanen
dari PBB. Mereka juga resmi berubah nama menjadi Dana Anak PBB.
Setelah krisis pangan dan medis dari akhir 1940-an berlalu Unicef terus
melakukanperannya sebagai organisasi bantuan untuk anak-anak dari negaranegara bermasalah dan selama tahun 1970 tumbuh menjadi penganjur vokal
tentang hak anak. Selama tahun 1980, Unicef membantu Komisi HAM PBB
dalam penyusunan Konvensi Hak Anak. Setelah diperkenalkan kepada Majelis
Umum PBB pada tahun 1989, Konvensi Hak Anak menjadi manusia yang paling
banyak meratifikasi perjanjian hak dalam sejarah, dan Unicef memainkan peran
penting dalam memastikan penegakannya.

Pada tahun 1946 tantangan besar pertama Unicef adalah membantu anak-anak di
Eropa yang hidupnya telah hancur akibat Perang Dunia II. Selama 65 tahun
terakhir Unicef telah menjadi kekuatan pendorong di belakang visi dunia untuk
semua anak. Unicef memiliki otoritas global untuk mempengaruhi para pengambil
keputusan, dan bekerja dengan mitra di tingkat akar rumput untuk mengubah ide
inovatif menjadi kenyataan. Dari awal di Eropa pada tahun 1940-an Unicef saat
ini bekerja di 190 negara melalui program negara dan Komite Nasional. Unicef
adalah kekuatan pendorong yang membantu membangun dunia di mana hak-hak
setiap anak terealisasikan. Unicef memiliki otoritas global untuk mempengaruhi
para pengambil keputusan, dan berbagai mitra di tingkat akar rumput untuk
mengubah ide yang paling inovatif menjadi kenyataan. Itulah yang membuat
unicef tergolong unik di antara organisasi-organisasi lain dunia, dimana mereka
selalu berhadapan langsung dengan anak-anak atau kaum muda lainnya, karena
setiap anggota unic`ef percaya bahwa mengasuh dan merawat anak-anak adalah
pilar kemajuan manusia.

Unicef merespon terhadap anak dalam situasi darurat, seperti jenis produk
makanan dan membangun kembali infrastruktur kesehatan di daerah yang dilanda
perang. Unicef juga bekerja untuk mempromosikan kesehatan anak dan
kesejahteraan non-situasi darurat, dengan program berkelanjutan yang berupaya
untuk mengurangi pekerja anak atau menyusui advokat.
Prioritas UNICEF dapat dikelompokkan menjadi lima bidang strategis
utama, yakni:

Kelangsungan Hidup Anak dan Pembangunan
Pendidikan Dasar dan Kesetaraan Gende
HIV / AIDS dan Anak
Perlindungan Anak
Advokasi dan Kemitraan untuk Hak Anak

1Konvensi Hak Anak mendefinisikan anak sebagai seseorang yang berusia di
bawah 18 tahun.

2 Standar internasional lain dengan ketentuan yang relevan termasuk Konvensi
tentang Penghapusan Segala Bentuk Dikriminasi terhadap Perempuan (1979),

Konvensi tentang Hak Penyandang Cacat (2008) dan Deklarasi PBB tentang Hakhak Penduduk Asli (2007). Studi PBB tentang Kekerasan terhadap Anak
(2006) juga merupakan dokumen rujukan penting.
BAB III
ANALISIS
Dewasa ini, salah satu permasalahan serius yang menyita perhatian masyarakat
internasional adalah kejahatan transnasional yakni perdagangan manusia (human
trafficking) dari suatu negara ke negara lain. Tiap tahun, jutaan individu yang
mayoritas perempuan dan anak-anak ditipu, dijual, atau sebaliknya dipaksa masuk
ke dalam situasi eksploitasi yang tidak bisa mereka hindari. Mereka adalah
komoditas bernilai miliar dollar bagi industri yang didominasi oleh kelompok
kriminal yang terorganisir. Masalah perdagangan anak menjadi masalah yang kini
harus menjadi perhatian serius, baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Bertitik
tolak dari konsepsi perlindungan anak yang utuh, menyeluruh dan komprehensif,
negara berkewajiban memberikan perlindungan kepada anak berdasarkan azas :
Non diskriminasi, Kepentingan yang terbaik bagi anak, Hak untuk hidup,
kelangsungan hidup dan perkembangan, serta penghargaan terhadap pendapat
anak. Anak yang diperdagangkan kehilangan haknya dan satu-satunya adalah
menuruti apa kemauan pembelinya.

Perdagangan jelas berhubungan dengan motif untuk mencari keuntungan baik itu
bersifat menguntungkan pribadi ataupun kedua belah pihak serta hajat hidup
orang banyak. Sinergitas dengan perdagangan anak yang menjadi salah satu kajian
Hubungan Internasional, motif atau tujuan utama dari hal ini adalah ekonomi
yang pastinya berimbas pada kajian hubungan Internasional yang lainnya.
Kebanyak kasus perdagangan anak terjadi secara transnasional dikarenakan
kemudahan bagi

para pelaku ini untuk dilacak dalam gerak-geraknya. Era

globalisasi cukup memberi kntribusi terhadap perkembangan perdagangan anak,
dimana mobilitas untuk melakukan kejahatan perdagangan anak dari satu negaran
ke negara semakin mudah dan cepat untuk dilakukan. Perdagangan anak dipicu
dengan adanya permintaan yang juga menjadi motif para pengguna jasa
(konsumen) dari tindak criminal ini. Diantaranya yakni eksploitasi seks. Anakanak yang yang menjadi korban tindakan ini mengalami kekerasan secara fisik
maupun mental. Mereka dipaksa untuk melakukan pekerjaan yang tidak mereka
inginkan dan terkadang tidak mendapatkan apa-apa sebagai bayarannya.

Beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya tindakan child trafficking ini
adalah:

Kemiskinan (Permasalahan Ekonomi)
Semenjak terjadinya krisis ekonomi mulai tahun 1997, semuanya berdampak
kepada seluruh elemen masyarakat. Perekonomian semakin sulit, semakin banyak
rakyat yang tidak mampu untuk membiayai keluarganya khususnya anaknya.
Mulai dari biaya pendidikan, hingga biaya kehidupan sehari-hari.

Himpitan

perekonomian itu membuat keluarga khususnya orangtua semakin mudah terbujuk
rayu oleh agen atau pelaku perdagangan anak dengan iming-iming serta janji
palsu akan pekerjaan yang dapat membuat hidup lebih baik lagi dengan gaji yang
besar. Ketidakjelasan akan pekerjaan juga membuat orang menjadi pasrah dalam
menerima pekerjaan untuk dipekerjakan sebagai apa saja dan hal ini yang
membuat para pelaku menargetkan anak sebagai korban.
Kurangnya Pendidikan dan Informasi
Pendidikan yang memadai tentunya akan sangat membantu masyarakat agar tidak
terjebak dalam kasus perdagangan anak. Kekurangtahuan akan informasi
mengenai perdagangan anak membuat orang-orang lebih mudah untuk terjebak
menjadi korban perdagangan anak khususnya di pedesaan dan terkadang tanpa
disadari pelaku perdagangan anak tidak menyadari bahwa ia sudah melanggar
hukum. Para korban perdagangan biasanya susah untuk mencari bantuan dinegara
dimana mereka dijual karena mereka tidak memiliki kemampuan unutuk
menggnakan bahasa dinegara tersebut.
Kurangnya Kepedulian Orang Tua
Tidak jarang ditemukan orang tua yang kurang peduli untuk membuat akta
kelahiran sang anaknya dengan berbagai alasan. Orang tanpa tanda pengenal yang
memadai

lebih

mudah

menjadi

korban

trafficking

karena

usia

dan

kewarganegaraan mereka tidak terdokumentasi. Sehingga pelaku dapat melakukan
aksinya tanpa khawatir identitas korban tidak mudah terlacak. Anak- anak korban
trafficking misalnya, lebih mudah diwalikan ke orang dewasa manapun yang
memintanya.

Pemerintah Indonesia telah berusaha melakukan berbagai upaya untuk menangani
masalah child trafficking yang terjadi di Indonesia. Namun upaya-upaya yang
telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia tidak menunjukan hasil yang
memuaskan, terbukti kasus child trafficking yang terjadi di Indonesia bukannya
menurun malah semakin meningkat. Upaya tersebut dapat dilihat pada:

-

dibuatnya undang-undang yang relevan untuk memberikan perlindungan

kepada korban trafiking,

UU No.37/1997 tentang Hubungan Luar Negeri :

Undang-undang ini dapat digunakan untuk melindungi orang Indonesia yang
tertrafik diluar negeri .
-

undang-undang no 21. Tahun 2007, Tentang pemberantasan tindak pidana

perdagangan orang

-

Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pun

melarang perdagangan anak. Dimana Tujuan dari perlindungan anak sendiri
disebutkan dalam Pasal 3 UU No. 23 Th 2002 : “Perlindungan anak bertujuan
untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh,
berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi
terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.”

-

adanya RPSA (Rumah Perlindungan Sementara Anak), dimana fungsi dari

RPSA ini adalah:

Pemberian pelayanan segera bagi anak yang menghadapi tindak kekerasan dan
perlakuan selah (emergency service).
Perlindungan (Protection).
Pengembalian keberfungsian sosial anak agar dapat melaksanakan perannya
secara wajar (rehabilitiasoan).
Pemulihan kondisi mental anakakibat tekanan dan trauma (revovery).
Advokasi.
Penyatuan kembali anak pada keluarga asli, keluarga pengganti, lembaga lainnya
(reunifikasi).
Penguatan komitmen pemerintah Republik Indonesia dalam penghapusan
perdagangan orang tercermin dari Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor
88 Tahun 2002, tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan
Perempuan dan Anak (RAN-P3A) dan adanya Undang-Undang Penghapusan
Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU PTPPO). Program Legislasi Nasional
2005-2009 menegaskan RUU Tindak Pidana Perdagangan Orang berada diurutan
22 dari 55 prioritas RUU yang akan dibahas pada tahun 2005. Penindakan hukum
kepada pelaku (trafficker) digiatkan melalui peningkatan kapasitas penegak
hukum serta peningkatan kerjasama dengan pemangku kepentingan yang lain dan
pihak penegak hukum negara sahabat sehingga Kepolisian Republik Indonesia
berhasil memproses 23 kasus dari 43 kasus yang terungkap. Upaya-upaya diatas
cukup membuktikan bahwa pemerintah Indonesia tidak tinggal diam dalam
melihat kasus perdagangan anak ini, meskipun pada kenyataanya penerapan dari
upaya-upaya tersebut masih sangat jauh dari yang diharapkan.

Indonesia merupakan negara di kawasan Asia Tenggara yang memiliki jumlah
terbesar
dalam praktik perdagangan anak internasional. Olehnya itu UNICEF sebagai
badan atau lembaga yang menangani masalah perlindungan anak
perhatian yang sangat besar terhadap Indonesia.

menaruh

Saat ini program-program

UNICEF di Indonesia mencakup serangkaian isu, yakni:

Kesehatan dan Gigi
Pendidikan Dasar untuk Semua
Perlindungan Anak
Memerangi HIV/AIDS
Air dan Kebersihan Lingkungan
Keterlibatan UNICEF dalam membantu pemerintah Indonesia juga terwujud
melalui kerjasama yang dijalankan dalam program National Plan of Action for the
Elimination of Child Trafficking (NPAs) dari tahun 2002 sampai dengan tahun
2007. Pengimplementasian National Plan of Action for the Elimination of Child
Trafficking (NPAs) terwujud dengan adanya pelaksanaan program-program yang
berkaitan dalam upaya menangani masalah perdagangan anak di Indonesia (20022007). Namun dalam menjalankan peran dan fungsinya sebagai organisasi
internasional, UNICEF kurang mendapatkan hasil yang optimal. Dalam upaya
untuk penurunan angka perdagangan anak di Indonesia dari tahun 2002 sampai
dengan tahun 2007, UNICEF bersama dengan pemerintah Indonesia tidak
memperoleh hasil sesuai target pencapaian. Hal ini dikarenakan UNICEF
memiliki beberapa hambatan dalam menjalankan perannya.
Dengan semakin banyaknya kasus-kasus perdagangan anak di dunia khususnya di
Indonesia, UNICEF sebagai satu-satunya organisasi di dunia yang menangani
masalah anak diseluruh dunia, mempunyai perhatian khusus akan hal tersebut.
dengan dilandasi dengan prinsip-prinsip dalam deklarasi hak-hak anak serta
dengan pendauan yang sistematis dari konvensi hak anak tahun 1989 UNICEF
menjalankan fungsinya dalam memerangi perdagangan anak di seluruh dunia.
Dalam menjalankan fungsinya di Indonesia, UNICEF dalam mengatasi
perdagangan bekerja dengan sebuah konsep yang bertujuan menciptakan sebuah
lingkungan yang memberi perlindungan kepada anak. Dengan membagun lima
komponen yaitu peraturan, budaya, meningkatkan kewaspadaan anak terhadap
perdagangan

anak,

melibatkan

anak

melalui

forum-forum

anak

untuk

menyuarakan bahaya dari prdagangan anak, komitmen pemerintah, dan
mengkampanyekan masalah perdagangan anak, maka diharapkan masalah
perdagangan anak di Indonesia akan berkurang, serta membuka kesadaran
masyarakat akan masalah perdagangan anak dan semakin mendorong pemerintah
untuk memerangi masalah perdagangan anak.

Hambatan yang dihadapi oleh

UNICEF dalam upaya untuk menurunkan angka perdagangan di Indonesia adalah
adanya faktor eksternal yang berasal dari ruang lingkup pemerintah daerah, aparat
keamanan, letak geografis, lembaga hukum, dan masyarakat yang menyebabkan
upaya yang dilakukan oleh UNICEF dan pemerintah pusat dalam menangani
masalah perdagangan anak di Indonesia menjadi tidak maksimal.

Dalam menangani permasalahan perdagangan anak yang semakin marak dan
semakin mengkhawatirkan tersebut menurut penulis ada beberapa hal yang dapat
dilakukan antara lain : Pertama, Pemerintah harus mempunyai ketegasan dalam
memberikan ijin untuk bekerja keluar negeri terutama apabila ada yang akan
memalsukan dokumen, bukannya malah memberikan dukungan kepada para
pelaku perdagangan yang biasanya membuat dokumen palsu karena ingin
memperoleh keuntungan dengan menerima suap untuk keuntungan pribadinya
seperti yang terjadi dibeberapa negara lainnya Kedua, Meningkatkan ekonomi
calon korban sebagai salah satu cara mencegah adanya perdagangan dan
kesadaran publik khususnya para calon korban mengenai bahaya trafficking serta
perlindungan yang diberikan kepada para korban, selain itu juga agar pemerintah
mau bekerjasama dengan organisasi non pemerintah dalam memerangi
perdagangan manusia. Ketiga, menciptakan suatu program dan inisiatif di luar
negeri untuk membantu mengintegrasi, me-reintegrasi dan pemulihan para
korban. Menyediakan perlindungan bagi para korban bentuk-bentuk perdagangan.
Selain itu upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk memberikan perlindungan
hukum terhadap anak dari tindakan trafficking (perdagangan) antara lain adalah
hendaknya aparat Kepolisian, Penuntut Umum, dan Hakim Pengadilan, konsisten
dalam menangani kasus trafficking (perdagangan) anak dengan memberikan
prioritas penangan dan menghukum terdakwa dengan hukuman yang setimpal
sesuai dengan perbuatannya.

Upaya untuk mencegah dan menangani masalah child trafficking juga harusnya
dilakukan dalam tiga tingkatan:

Ditingkat komunitas hendaknya memperkuat ketrampilan korban dan keluarganya
untuk melawan perdagangan anak, lewat pendidikan, pengorganisasian atau
advokasi kasus secara individu maupun kolektif.
Ditingkat masyarakat, hendaknya ada kampanye dan pendidikan tentang
perdagangan anak serta usaha-usaha untuk melawannya.
Ditingkat

negara hendaknya lobi dan kampanye pada pembuat kebijakan

(pemerintah) tentang perubahan hukum dan penegakannya.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Child trafficking terjadi kaarena beberapa faktor, yakni kemiskinan, kurangnnya
pendidikan dan informasi, serta upaya penegakan hukum di Indonesia yang masih
lemah
Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai kebikajan dalam menangani
masalah child trafficking ini, antara lain dengan adanya undang-undang no.21
tahun 2007, undang-undang no.23 tahun 2002, serta dengan adanya Lembaga
RPSA (Rumah Perlindungan Sementara anak).
Salah satu peran UNICEF dalam menangani masalah child trafficking di
Indonesia adalah dengan Keterlibatan UNICEF dalam membantu pemerintah
Indonesia melalui kerjasama yang dijalankan dalam program National Plan of
Action for the Elimination of Child Trafficking (NPAs), namun hambatan yang di
hadapi oleh UNICEF dalam upaya untuk menurunkan angka perdagangan di
Indonesia adalah Adanya faktor eksternal yang berasal dari ruang lingkup
pemerintah daerah, aparat keamanan, letak geografis, lembaga hukum, dan
masyarakat

yang menyebabkan upaya yang dilakukan oleh UNICEF dan

pemerintah pusat dalam menangani masalah perdagangan anak di Indonesia
menjadi tidak maksimal
Upaya untuk menangani masalah child trafficking seharusnya dilakukan dalam
tiga tingkatan, yakni:
Ditingkat komunitas hendaknya memperkuat ketrampilan korban dan keluarganya
untuk melawan perdagangan anak, lewat pendidikan, pengorganisasian atau
advokasi kasus secara individu maupun kolektif.
Ditingkat masyarakat, hendaknya ada kampanye dan pendidikan tentang
perdagangan anak serta usaha-usaha untuk melawannya.
Ditingkat

negara hendaknya lobi dan kampanye pada pembuat kebijakan

(pemerintah) tentang perubahan hukum dan penegakannya.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Hurlock, 1980. Elizabeth, Psikologi Perkembangan, Erlangga, Jakarta ,
Ollenburge, Jane. 1996. Sosiologi Wanita. Jakarta: Rineka Cipta
Sumardi, Mulyanto. 1982. Kemiskinan dan Kebutuhan Pokok. Rajawali: Jakarta
Winarno Budi, 2002, Isu-Isu Global Kontemporer, PT. Buku Seru, Yogyakarta
Web
-http://intelektualhukum.wordpress.com/2010/01/14/perdagangan-traffickinganak-dan-perempuan/ (9/5/2013)
-http://www.fitnessfirst.co.id/id/whatsup/unicef_nov.asp

Anak-Anak,

Jakarta,

UNICEF, 2 (9/5/2013)
http://rindangalamia1020.wordpress.com/2013/07/08/bab-1pendahuluan-a-latarbelakangmasalah-perdagangan-manusia-human-trafficking/

Contenu connexe

Tendances

Makalah mengenai-kasus-hukum-dalam-bidang-ekonomi-pambangunan-karakter
Makalah mengenai-kasus-hukum-dalam-bidang-ekonomi-pambangunan-karakterMakalah mengenai-kasus-hukum-dalam-bidang-ekonomi-pambangunan-karakter
Makalah mengenai-kasus-hukum-dalam-bidang-ekonomi-pambangunan-karakterDidi Sisoeloeng AnRy
 
Human Trafficking (Perdagangan Manusia) sebagai suatu pelanggaran HAM
Human Trafficking (Perdagangan Manusia) sebagai suatu pelanggaran HAMHuman Trafficking (Perdagangan Manusia) sebagai suatu pelanggaran HAM
Human Trafficking (Perdagangan Manusia) sebagai suatu pelanggaran HAMShelly Selviana
 
Analisa kasus korupsi dinasti ratu atut pada dinas kesehatan di banten
Analisa kasus korupsi dinasti ratu atut pada dinas kesehatan di bantenAnalisa kasus korupsi dinasti ratu atut pada dinas kesehatan di banten
Analisa kasus korupsi dinasti ratu atut pada dinas kesehatan di bantennurfitriyah1712
 
Makalah pendidikan agama islam
Makalah pendidikan agama islamMakalah pendidikan agama islam
Makalah pendidikan agama islamNovaaaRukmana
 
Penanggulangan Kasus Korupsi di Indonesia
Penanggulangan Kasus Korupsi di IndonesiaPenanggulangan Kasus Korupsi di Indonesia
Penanggulangan Kasus Korupsi di IndonesiaZaka Firma Aditya
 
Pendidikan Anti Korupsi
Pendidikan Anti KorupsiPendidikan Anti Korupsi
Pendidikan Anti KorupsiSiti Sahati
 
4088950 jurnal-korupsi
4088950 jurnal-korupsi4088950 jurnal-korupsi
4088950 jurnal-korupsiAts Pml
 
Ciri-ciri, Tipologi, Jenis-jenis Korupsi, Pendekatan Sosiologis
Ciri-ciri, Tipologi, Jenis-jenis Korupsi, Pendekatan SosiologisCiri-ciri, Tipologi, Jenis-jenis Korupsi, Pendekatan Sosiologis
Ciri-ciri, Tipologi, Jenis-jenis Korupsi, Pendekatan SosiologisSatrio Arismunandar
 
Artikel tentang korupsi di Indonesia serta cara penanganannya
Artikel tentang korupsi di Indonesia serta cara penanganannyaArtikel tentang korupsi di Indonesia serta cara penanganannya
Artikel tentang korupsi di Indonesia serta cara penanganannyaArini Dyah
 
Bab 7 pemberantasan korupsi di berbagai negara
Bab 7 pemberantasan korupsi di berbagai negaraBab 7 pemberantasan korupsi di berbagai negara
Bab 7 pemberantasan korupsi di berbagai negaranatal kristiono
 
Pendidikan Anti Korupsi
Pendidikan Anti KorupsiPendidikan Anti Korupsi
Pendidikan Anti KorupsiLexi Pakasi
 
Karangan SPM- Rasuah
Karangan SPM- RasuahKarangan SPM- Rasuah
Karangan SPM- RasuahM D
 
Makalah upaya pemberantasan korupsi di indonesia revisi
Makalah upaya pemberantasan korupsi di indonesia  revisi Makalah upaya pemberantasan korupsi di indonesia  revisi
Makalah upaya pemberantasan korupsi di indonesia revisi Marlinda
 
UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA
UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIAUPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA
UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIAMarlinda
 

Tendances (20)

Anti Korupsi
Anti KorupsiAnti Korupsi
Anti Korupsi
 
Makalah mengenai-kasus-hukum-dalam-bidang-ekonomi-pambangunan-karakter
Makalah mengenai-kasus-hukum-dalam-bidang-ekonomi-pambangunan-karakterMakalah mengenai-kasus-hukum-dalam-bidang-ekonomi-pambangunan-karakter
Makalah mengenai-kasus-hukum-dalam-bidang-ekonomi-pambangunan-karakter
 
Human Trafficking (Perdagangan Manusia) sebagai suatu pelanggaran HAM
Human Trafficking (Perdagangan Manusia) sebagai suatu pelanggaran HAMHuman Trafficking (Perdagangan Manusia) sebagai suatu pelanggaran HAM
Human Trafficking (Perdagangan Manusia) sebagai suatu pelanggaran HAM
 
Analisa kasus korupsi dinasti ratu atut pada dinas kesehatan di banten
Analisa kasus korupsi dinasti ratu atut pada dinas kesehatan di bantenAnalisa kasus korupsi dinasti ratu atut pada dinas kesehatan di banten
Analisa kasus korupsi dinasti ratu atut pada dinas kesehatan di banten
 
Makalah pendidikan agama islam
Makalah pendidikan agama islamMakalah pendidikan agama islam
Makalah pendidikan agama islam
 
281669604 makalah-kasus-korupsi
281669604 makalah-kasus-korupsi281669604 makalah-kasus-korupsi
281669604 makalah-kasus-korupsi
 
Penanggulangan Kasus Korupsi di Indonesia
Penanggulangan Kasus Korupsi di IndonesiaPenanggulangan Kasus Korupsi di Indonesia
Penanggulangan Kasus Korupsi di Indonesia
 
Pendidikan Anti Korupsi
Pendidikan Anti KorupsiPendidikan Anti Korupsi
Pendidikan Anti Korupsi
 
Presentation1
Presentation1Presentation1
Presentation1
 
4088950 jurnal-korupsi
4088950 jurnal-korupsi4088950 jurnal-korupsi
4088950 jurnal-korupsi
 
makalah Korupsi
makalah Korupsimakalah Korupsi
makalah Korupsi
 
Ciri-ciri, Tipologi, Jenis-jenis Korupsi, Pendekatan Sosiologis
Ciri-ciri, Tipologi, Jenis-jenis Korupsi, Pendekatan SosiologisCiri-ciri, Tipologi, Jenis-jenis Korupsi, Pendekatan Sosiologis
Ciri-ciri, Tipologi, Jenis-jenis Korupsi, Pendekatan Sosiologis
 
Artikel tentang korupsi di Indonesia serta cara penanganannya
Artikel tentang korupsi di Indonesia serta cara penanganannyaArtikel tentang korupsi di Indonesia serta cara penanganannya
Artikel tentang korupsi di Indonesia serta cara penanganannya
 
LANGKAH STRATEGIS PEMBERANTASAN KORUPSI
LANGKAH STRATEGIS PEMBERANTASAN KORUPSILANGKAH STRATEGIS PEMBERANTASAN KORUPSI
LANGKAH STRATEGIS PEMBERANTASAN KORUPSI
 
Artikel korupsi
Artikel korupsiArtikel korupsi
Artikel korupsi
 
Bab 7 pemberantasan korupsi di berbagai negara
Bab 7 pemberantasan korupsi di berbagai negaraBab 7 pemberantasan korupsi di berbagai negara
Bab 7 pemberantasan korupsi di berbagai negara
 
Pendidikan Anti Korupsi
Pendidikan Anti KorupsiPendidikan Anti Korupsi
Pendidikan Anti Korupsi
 
Karangan SPM- Rasuah
Karangan SPM- RasuahKarangan SPM- Rasuah
Karangan SPM- Rasuah
 
Makalah upaya pemberantasan korupsi di indonesia revisi
Makalah upaya pemberantasan korupsi di indonesia  revisi Makalah upaya pemberantasan korupsi di indonesia  revisi
Makalah upaya pemberantasan korupsi di indonesia revisi
 
UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA
UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIAUPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA
UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA
 

En vedette

Multi level standardization and business tugas paper (alwi fauzi - 163.100.010)
Multi level standardization and business tugas paper (alwi fauzi - 163.100.010)Multi level standardization and business tugas paper (alwi fauzi - 163.100.010)
Multi level standardization and business tugas paper (alwi fauzi - 163.100.010)sukamtobernat
 
Working Paper Jamkesda
Working Paper JamkesdaWorking Paper Jamkesda
Working Paper JamkesdaArticle33
 
Makalah human trafficking nezha
Makalah human trafficking nezhaMakalah human trafficking nezha
Makalah human trafficking nezhaberlian_priyandany
 
Rule of law kwn.
Rule of law kwn.Rule of law kwn.
Rule of law kwn.Jazuli Nhs
 
BAB II WAWASAN NUSANTARA
BAB II WAWASAN NUSANTARABAB II WAWASAN NUSANTARA
BAB II WAWASAN NUSANTARAsarinahongland
 
Makalah perlindungan anak (traficing child)
Makalah perlindungan anak (traficing child)Makalah perlindungan anak (traficing child)
Makalah perlindungan anak (traficing child)Andy Susanto
 
Modul bahasa inggris sma
Modul bahasa inggris smaModul bahasa inggris sma
Modul bahasa inggris smaHenry Santoso
 
Makalah PKn - Hak Asasi Manusia
Makalah PKn - Hak Asasi ManusiaMakalah PKn - Hak Asasi Manusia
Makalah PKn - Hak Asasi Manusiayuliansafa
 
pelanggaran ham beserta gambarnya
pelanggaran ham beserta gambarnyapelanggaran ham beserta gambarnya
pelanggaran ham beserta gambarnyaAnwar Siregar
 

En vedette (13)

Tugas paper terbaru
Tugas paper  terbaruTugas paper  terbaru
Tugas paper terbaru
 
Makalah pelanggaran ham
Makalah pelanggaran hamMakalah pelanggaran ham
Makalah pelanggaran ham
 
Multi level standardization and business tugas paper (alwi fauzi - 163.100.010)
Multi level standardization and business tugas paper (alwi fauzi - 163.100.010)Multi level standardization and business tugas paper (alwi fauzi - 163.100.010)
Multi level standardization and business tugas paper (alwi fauzi - 163.100.010)
 
Working Paper Jamkesda
Working Paper JamkesdaWorking Paper Jamkesda
Working Paper Jamkesda
 
Makalah human trafficking nezha
Makalah human trafficking nezhaMakalah human trafficking nezha
Makalah human trafficking nezha
 
Rule of law kwn.
Rule of law kwn.Rule of law kwn.
Rule of law kwn.
 
Wawasan nusantara
Wawasan nusantaraWawasan nusantara
Wawasan nusantara
 
BAB II WAWASAN NUSANTARA
BAB II WAWASAN NUSANTARABAB II WAWASAN NUSANTARA
BAB II WAWASAN NUSANTARA
 
Makalah perlindungan anak (traficing child)
Makalah perlindungan anak (traficing child)Makalah perlindungan anak (traficing child)
Makalah perlindungan anak (traficing child)
 
Modul bahasa inggris sma
Modul bahasa inggris smaModul bahasa inggris sma
Modul bahasa inggris sma
 
Makalah PKn - Hak Asasi Manusia
Makalah PKn - Hak Asasi ManusiaMakalah PKn - Hak Asasi Manusia
Makalah PKn - Hak Asasi Manusia
 
pelanggaran ham beserta gambarnya
pelanggaran ham beserta gambarnyapelanggaran ham beserta gambarnya
pelanggaran ham beserta gambarnya
 
Modul bahasa inggris tingkat dasar I
Modul bahasa inggris tingkat dasar IModul bahasa inggris tingkat dasar I
Modul bahasa inggris tingkat dasar I
 

Similaire à Makalah HAM

MAKALAH PERLINDUNGAN ANAK.docx
MAKALAH PERLINDUNGAN ANAK.docxMAKALAH PERLINDUNGAN ANAK.docx
MAKALAH PERLINDUNGAN ANAK.docxNaomiSitoppul
 
KEBIJAKAN DAN UPAYA INDONESIA MENANGANI TRANSNASIONAL CRIME (STUDI KASUS TENT...
KEBIJAKAN DAN UPAYA INDONESIA MENANGANI TRANSNASIONAL CRIME (STUDI KASUS TENT...KEBIJAKAN DAN UPAYA INDONESIA MENANGANI TRANSNASIONAL CRIME (STUDI KASUS TENT...
KEBIJAKAN DAN UPAYA INDONESIA MENANGANI TRANSNASIONAL CRIME (STUDI KASUS TENT...Ahirul Habib Padilah
 
Pencegahan Perdagangan Orang dan Pemulihan Korban di masyarakat
Pencegahan Perdagangan Orang dan Pemulihan Korban di masyarakatPencegahan Perdagangan Orang dan Pemulihan Korban di masyarakat
Pencegahan Perdagangan Orang dan Pemulihan Korban di masyarakatmusniumar
 
Pencegahan Perdagangan Orang dan Pemulihan Korban Kekerasan di Masyarakat
Pencegahan Perdagangan Orang dan Pemulihan Korban Kekerasan di MasyarakatPencegahan Perdagangan Orang dan Pemulihan Korban Kekerasan di Masyarakat
Pencegahan Perdagangan Orang dan Pemulihan Korban Kekerasan di Masyarakatmusniumar
 
3 refleksi akhir tahun 2012 ust ismail yusanto
3 refleksi akhir tahun 2012   ust ismail yusanto3 refleksi akhir tahun 2012   ust ismail yusanto
3 refleksi akhir tahun 2012 ust ismail yusantoRendra Visual
 
GLOBAL SECURITY: IMIGRATION AND REFUGEES
GLOBAL SECURITY: IMIGRATION AND REFUGEESGLOBAL SECURITY: IMIGRATION AND REFUGEES
GLOBAL SECURITY: IMIGRATION AND REFUGEESAhirul Habib Padilah
 
Globalisasi berprograma 2013
Globalisasi berprograma 2013Globalisasi berprograma 2013
Globalisasi berprograma 2013Rinie Hanif
 
Trafficking in-person-perdagangan-orang
Trafficking in-person-perdagangan-orangTrafficking in-person-perdagangan-orang
Trafficking in-person-perdagangan-orangMAULANAAMAS
 
Pengaruh globalisasi terhadap kehidupan berbangsa dan
Pengaruh globalisasi terhadap kehidupan berbangsa danPengaruh globalisasi terhadap kehidupan berbangsa dan
Pengaruh globalisasi terhadap kehidupan berbangsa danKhudry Fahman
 
Bab i adi berti
Bab i adi bertiBab i adi berti
Bab i adi bertiakubaim1
 

Similaire à Makalah HAM (20)

Human Trafficking
Human TraffickingHuman Trafficking
Human Trafficking
 
MAKALAH PERLINDUNGAN ANAK.docx
MAKALAH PERLINDUNGAN ANAK.docxMAKALAH PERLINDUNGAN ANAK.docx
MAKALAH PERLINDUNGAN ANAK.docx
 
human trafficking
human traffickinghuman trafficking
human trafficking
 
KEBIJAKAN DAN UPAYA INDONESIA MENANGANI TRANSNASIONAL CRIME (STUDI KASUS TENT...
KEBIJAKAN DAN UPAYA INDONESIA MENANGANI TRANSNASIONAL CRIME (STUDI KASUS TENT...KEBIJAKAN DAN UPAYA INDONESIA MENANGANI TRANSNASIONAL CRIME (STUDI KASUS TENT...
KEBIJAKAN DAN UPAYA INDONESIA MENANGANI TRANSNASIONAL CRIME (STUDI KASUS TENT...
 
Ham pkn
Ham pknHam pkn
Ham pkn
 
Pencegahan Perdagangan Orang dan Pemulihan Korban di masyarakat
Pencegahan Perdagangan Orang dan Pemulihan Korban di masyarakatPencegahan Perdagangan Orang dan Pemulihan Korban di masyarakat
Pencegahan Perdagangan Orang dan Pemulihan Korban di masyarakat
 
Penculikan Anak - Laporan Penelit-kelompok_3_XI_IPS_1.docx
 Penculikan Anak - Laporan Penelit-kelompok_3_XI_IPS_1.docx Penculikan Anak - Laporan Penelit-kelompok_3_XI_IPS_1.docx
Penculikan Anak - Laporan Penelit-kelompok_3_XI_IPS_1.docx
 
Pencegahan Perdagangan Orang dan Pemulihan Korban Kekerasan di Masyarakat
Pencegahan Perdagangan Orang dan Pemulihan Korban Kekerasan di MasyarakatPencegahan Perdagangan Orang dan Pemulihan Korban Kekerasan di Masyarakat
Pencegahan Perdagangan Orang dan Pemulihan Korban Kekerasan di Masyarakat
 
Restikim Vertum
Restikim VertumRestikim Vertum
Restikim Vertum
 
3 refleksi akhir tahun 2012 ust ismail yusanto
3 refleksi akhir tahun 2012   ust ismail yusanto3 refleksi akhir tahun 2012   ust ismail yusanto
3 refleksi akhir tahun 2012 ust ismail yusanto
 
GLOBAL SECURITY: IMIGRATION AND REFUGEES
GLOBAL SECURITY: IMIGRATION AND REFUGEESGLOBAL SECURITY: IMIGRATION AND REFUGEES
GLOBAL SECURITY: IMIGRATION AND REFUGEES
 
Transnasional
TransnasionalTransnasional
Transnasional
 
Transnasional
TransnasionalTransnasional
Transnasional
 
Globalisasi berprograma 2013
Globalisasi berprograma 2013Globalisasi berprograma 2013
Globalisasi berprograma 2013
 
Trafficking in-person-perdagangan-orang
Trafficking in-person-perdagangan-orangTrafficking in-person-perdagangan-orang
Trafficking in-person-perdagangan-orang
 
Bab i,234
Bab i,234Bab i,234
Bab i,234
 
Pengaruh globalisasi terhadap kehidupan berbangsa dan
Pengaruh globalisasi terhadap kehidupan berbangsa danPengaruh globalisasi terhadap kehidupan berbangsa dan
Pengaruh globalisasi terhadap kehidupan berbangsa dan
 
Bab i adi berti
Bab i adi bertiBab i adi berti
Bab i adi berti
 
Sabtu
SabtuSabtu
Sabtu
 
Childtrafficking
ChildtraffickingChildtrafficking
Childtrafficking
 

Makalah HAM

  • 1. Makalah : Perdagangan Manusia di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada abad ke-21 ini, kita masuk ke dalam era globalisasi, di mana tidak ada batasan lagi antar negara di seluruh dunia. Saat ini, negara-negara di dunia telah terikat hubungan sehingga tercipta suatu ketergantungan, baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial dan budaya, dan masih banyak lagi aspek dalam kehidupan. Globalisasi menjadi hal yang membawa dampak dan pengaruh bagi negara, baik dampak positif maupun dampak negatif. Dari semua dampak negatif yang ditimbulkan oleh era globalisasi, terdapat satu dampak yang menjadi masalah serius di negara Indonesia. Salah satu dampak tersebut adalah terjadinya kasus perdagangan manusia. Kasus ini sudah tidak asing lagi. Banyak sekali berita yang beredar di media massa mengenai kasus perdagangan manusia. Tidak hanya negara berkembang saja yang memiliki kasus perdagangan manusia. Bahkan, pada negara-negara maju pun kasus seperti ini sangat sering ditemui. Masalah ini merupakan masalah yang sangat sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Isu mengenai perdagangan manusia yang diangkat akan terus dibicarakan sepanjang waktu. Hal tersebut dikarenakan masalah mengenai perdagangan manusia sudah sangat mengakar dan membudaya dalam kehidupan sehari-hari. Saat ini, perdagangan manusia menjadi salah satu tema yang patut dibicarakan. Sikap dari berbagai macam kalangan yang beragam dalam menghadapi masalah perdagangan manusia. Serta adanya pro dan kontra yang datang dari semua kalangan dalam masyarakat Indonesia membuat permasalahan ini harus diluruskan. Perdagangan manusia membawa dampak buruk bagi semua kalangan masyarakat. Maka, hal ini memberikan tantangan kepada penulis dan pembaca sebagai masyarakat Indonesia, masyarakat yang madani, dan juga sebagai seseorang yang mempunyai wawasan untuk menyikapi hal tersebut secara bijak dan juga rasional. 1.2. Rumusan Masalah
  • 2. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut : 1. Apakah pengertian dari perdagangan manusia? 2. Apa saja bentuk-bentuk perdagangan manusia? 3. Apa penyebab terjadinya perdagangan manusia di Indonesia? 4. Apakah akibat terjadinya perdangan manusia di Indonesia? 5. Bagaimanakah tanggapan pemerintah Indonesia terhadap kasus perdagangan manusia di Indonesia? 6. 1.3. Bagaimana solusi untuk mengatasi perdagangan manusia di Indonesia? Tujuan Penulisan Tujuan penulis membuat makalah ini adalah untuk mengajak semua kalangan untuk memahami situasi kasus perdagangan manusia yang terjadi di Indonesia. Tidak hanya itu, penulis juga mengajak semua kalangan untuk memahami apa saja penyebab yang mendorong terjadinya kasus perdagangan manusia serta akibat yang ditimbulkan dari tindakan tersebut. Selain itu, tujuan penulis adalah untuk membangun kepedulian semua kalangan masyarakat terhadap kasus perdagangan manusia di Indonesia. Wujud kepedulian terhadap kasus ini dapat dibangun dengan cara ikut berpartisipasi dalam pencarian solusi untuk masalah perdagangan manusia yang terjadi di wilayah Indonesia. 1.4. Alasan Memilih Judul Dari beberapa tema yang ada pada materi kuliah PPKn ini, penulis mendapatkan tema mengenai kriminalitas. Dari tema tersebut, penulis memilih topik mengenai perdagangan manusia. penulis sengaja memilih topik ini karena menurut penulis, pada saat ini perdagangan manusia merupakan masalah yang sangat sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Tema ini mengangkat kondisi masyarakat, corak hidup masyarakat, serta realita apa saja yang selama ini terjadi. Penulis berpendapat bahwa isu mengenai perdagangan manusia akan terus dibicarakan sepanjang waktu. Hal itu karena masalah ini sudah menjadi masalah yang sukar untuk diselesaikan, apalagi untuk diselesaikan sampai ke pangkal masalahnya. Dari tema perdagangan manusia, penulis memilih judul Perdagangan Manusia di
  • 3. Indonesia. Selain karena penulis hidup di Indonesia, penulis juga merasa bahwa kasus perdagangan manusia banyak sekali terjadi di Indonesia. BAB II PEMBAHASAN 2.1. Pengertian Perdagangan Manusia Berdasarkan Protokol Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Mencegah, Memberantas dan Menghukum Perdagangan Manusia, khususnya Perempuan dan Anak (2000), suplemen Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Melawan Organisasi Kejahatan Lintas Batas, memasukkan definisi perdagangan manusia sebagai berikut. Pertama, "Perdagangan Manusia" adalah perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan atau penerimaan seseorang, dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk lain dari pemaksaan, penculikan, penipuan, kebohongan, atau penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan atau memberi atau menerima pembayaran atau memperoleh keuntungan agar dapat memperoleh persetujuan dari seseorang yang berkuasa atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi. Eksploitasi termasuk, paling tidak, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktek-praktek serupa perbudakan, perhambaan atau pengambilan organ tubuh. Kedua, persetujuan korban perdagangan manusia terhadap eksploitasi yang dimaksud yang dikemukakan dalam bagian pertama tidak akan relevan jika salah satu dari cara-cara yang dimuat dalam bagian digunakan. Ketiga; perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan atau penerimaan seorang anak untuk tujuan eksploitasi dipandang sebagai "perdagangan manusia" bahkan jika kegiatan ini tidak melibatkan satu pun cara yang dikemukakan dalam bagian pertama pasal ini. Terakhir, definisi "anak" adalah setiap orang yang berumur di bawah 18 tahun. Dalam Perda Anti Trafiking BAB I disebut pengertian tentang trafiking. Trafiking adalah rangkaian kegiatan dengan maksud eksploitasi terhadap perempuan dan atau anak yang meliputi kegiatan perdagangan manusia (trafiking) khususnya
  • 4. perempuan dan anak adalah segala tindakan pelaku trafiking, yang mengandung salah satu atau lebih tindakan perekrutan, pengangkutan antar daerah dan antar negara, pemindahtanganan, pemberangkatan, penerimaan dan penampungan sementara atau di tempat tujuan, perempuan dan anak dengan cara ancaman, penggunaan kekerasan verbal dan fisik, penculikan, penipuan, tipu muslihat, memanfaatkan kerentanan (misalnya ketika seseorang tidak memiliki pilihan lain, terisolasi, ketergantungan obat, jebakan hutang, dll), memberikan atau menerima pembayaran atau keuntungan, di mana perempuan dan anak digunakan untuk tujuan pelacuran dan eksploitasi seksual (termasuk phaedopili), buruh migran legal maupun illegal, adopsi anak, pekerjaan jermal, pengantin pesanan, pembantu rumah tangga, mengemis, industri pornografi, pengedaran obat terlarang dan penjualan organ tubuh, serta bentuk-bentuk eksploitasi lainnya. 2.2. Bentuk-Bentuk Perdagangan Manusia di Indonesia Ada beberapa bentuk perdagangan manusia yang ditemukan di Indonesia. Bentuk pertama adalah buruh migran. Buruh migran adalah orang yang bermigrasi dari wilayah kelahirannya ke tempat lain dan kemudian bekerja di tempat yang baru tersebut dalam jangka waktu relatif menetap. Pekerja migran mencakup sedikitnya dua tipe: pekerja migran internal dan pekerja migran internasional. Pekerja migran internal (dalam negeri) adalah orang yang bermigrasi dari tempat asalnya untuk bekerja di tempat lain yang masih termasuk dalam wilayah Indonesia. Karena perpindahan penduduk umumnya dari desa ke kota (rural-to-urban migration), maka pekerja migran internal seringkali diidentikan dengan “orang desa yang bekerja di kota.” Pekerja migran internasional (luar negeri) adalah mereka yang meninggalkan tanah airnya untuk mengisi pekerjaan di negara lain. Di Indonesia, pengertian ini menunjuk pada orang Indonesia yang bekerja di luar negeri atau yang dikenal dengan istilah Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Karena persoalan TKI ini seringkali menyentuh para buruh wanita yang menjadi pekerja kasar di luar negeri, TKI biasanya diidentikan dengan Tenaga Kerja Wanita (TKW atau Nakerwan). Bentuk kedua adalah perdagangan anak. Perdagangan anak dapat diartikan sebagai segala bentuk tindakan dan percobaan tindakan yang melibatkan
  • 5. perekrutan, transportasi baik di dalam maupun antar negara, pembelian, penjualan, pengiriman, dan penerimaan anak dengan menggunakan tipu daya, kekerasan, atau dengan pelibatan hutang untuk tujuan pemaksaan pekerjaan domestik, pelayanan seksual, perbudakan, buruh ijon, atau segala kondisi perbudakan lain, baik anak tersebut mendapatkan bayaran atau tidak, di dalam sebuah komunitas yang berbeda dengan komunitas di mana anak tersebut tinggal ketika penipuan, kekerasan, atau pelibatan hutang tersebut pertama kali terjadi. Namun tidak jarang perdagangan anak ini ditujukan pada pasangan suami istri yang ingin mempunyai anak. Bentuk ketiga adalah tindakan prostitusi. Secara harfiah, prostitusi berarti pertukaran hubungan seksual dengan uang atau hadiah sebagai suatu transaksi perdagangan. Secara hukum, prostitusi didefinisikan sebagai penjualan jasa seksual yang meliputi tindakan seksual tidak sebesar kopulasi dan hubungan seksual. Pembayaran dapat dilakukan dalam bentuk uang atau modus lain kecuali untuk suatu tindakan seksual timbal balik. Banyak yang merasa bahwa jenis definisi dengan penegakan semua dukungan bahasa termasuk selektif hukum sesuai dengan keinginan dan angan-angan dari badan penegak terkemuka untuk mengontrol mutlak perempuan. Prostitusi dibagi ke dalam dua jenis, yaitu prostitusi di mana anak perempuan merupakan komoditi perdagangan dan prostitusi di mana wanita dewasa sebagai komoditi perdagangan. Prostitusi anak dapat diartikan sebagai tindakan mendapatkan atau menawarkan jasa seksual dari seorang anak oleh seseorang atau kepada orang lainnya dengan imbalan uang atau imbalan lainnya. Bentuk lainnya adalah perbudakan berkedok pernikahan dan pengantin pesanan. Biasanya, praktik perbudakan berkedok pernikahan dan pengantin pesanan dilakukan oleh pria warga negara asing dengan wanita warga negara Indonesia. Hal yang membendakan antara perbudakan berkedok pernikajan dengan pengantin pesanan adalah tidak semua kasus pengantin pesanan berakhir dengan nasih yang mengerikan. Pada kasus trafiking, ada beberapa arti dan pengertian istilah penting yang dipakai sesuai definisi trafiking. Istilah-istilah tersebut adalah :
  • 6. 1. eksploitasi, yaitu memanfaatkan seseorang secara tidak etis demi kebaikan atau keuntungan seseorang. 2. eksploitasi pekerja, yaitu mendapat keuntungan dari hasil kerja orang lain tanpa memberikan imbalan yang layak. 3. perekrutan, yaitu tindakan mendaftarkan seseorang untuk suatu pekerjaan atau aktivitas. 4. agen, yaitu orang yang bertindak atas nama pihak lain, seseorang yang memfasilitasi proses migrasi (pemindahan) baik migrasi sah maupun tidak sah. 5. broker / makelar, yaitu seseorang yang membeli atau menjual atas nama orang lain. 6. kerja paksa dan praktek serupa perbudakan, yaitu memerintahkan seseorang untuk bekerja atau memberikan jasa dengan menggunakan kekerasan atau ancaman, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi yang dominan, penjeratan utang, kebohongan atau bentuk-bentuk pemaksaan lainnya. Kerja paksa dapat dilakukan demi keuntungan pemerintah, individu pribadi, perusahaan atau asosiasi. 7. penghambaan, yaitu keadaan di mana seseorang berada di bawah penguasaan seorang pemilik atau majikan; atau hilangnya kebebasan pribadi, untuk bertindak sebagaimana yang dikehendakinya. 8. perbudakan, yaitu keadaan di mana seseorang terbelenggu dalam penghambaan sebagai milik seorang penguasa budak atau suatu rumah tangga; atau praktik untuk memiliki budak; atau metode produksi di mana budak merupakan tenaga kerja pokok. 9. perbudakan seksual, yaitu ketika seseorang memiliki orang lain dan mengeksploitasinya untuk aktivitas seksual. 10. pekerja seks komersial, yaitu seseorang yang melakukan tindakan seksual untuk memperoleh uang. 11. pekerja hiburan, yaitu seseorang yang dipekerjakan di bidang jasa layanan / service dengan kondisi kerja eksploitatif, pornaaksi / striptease dan kondisi rentan. 2.3. Penyebab Perdagangan Manusia di Indonesia Beberapa faktor tertentu dapat mendorong seseorang untuk melakukan situasi psikologis inilah yang dapat menjadi salah satu penyebabnya. Penyebab-penyebab
  • 7. inilah yang yang mendorong pihak-pihak tertentu sehingga terjadilah perdagangan manusia. Istilah yang kemudian diserap ke dalam Bahasa Indonesia dengan kata trafiking ini, sampai saat ini belum mendapat perhatian yang intensif dari pihakpihak terkait, misalnya aparat penegak hukum dan pemerintah Republik Indonesia. Jadi, sangat tidak mengherankan jika para korban trafiking terus berjatuhan. Bahkan pada faktanya, rentetan korban kemungkinan besar bertambah apabila tidak ditangani dengan serius. Trafiking dapat terjadi karena berbagai macam faktor, kondisi, pemicu, serta persoalan yang berbeda-beda. Faktor pertama yang mempengaruhi hal ini adalah kurangnya kesadaran masyarakat itu sendiri terhadap bahaya trafiking. Kesadaran ini tidak hanya didapatkan dari mereka yang telah menjadi korban perdagangan manusia, kesadaran mengenai trafiking seharusnya juga didapatkan dari mereka yang menjalankan atau terlibat langsung dalam kegiatan perdagangan manusia. Kurangnya perhatian mengenai trafiking dapat disebabkan karena kurangnya kewaspadaan dan kurangnya informasi. Selain itu, pengetahuan yang terbatas mengenai motif-motif dari perdagangan manusia juga menjadi salah satu penyebab kurangnya perhatian mengenai trafiking. Faktor kedua adalah faktor ekonomi. Permasalahan ini sering sekali menjadi pemicu utama terjadinya kasus perdagangan manusia. Tanggung jawab yang besar untuk menopang hidup keluarga, keperluan yang tidak sedikit sehingga membutuhkan uang yang tidak sedikit pula, terlilit hutang yang sangat besar, dan motif-motif lainnya yang dapat memicu terjadinya tindakan perdagangan manusia. Tidak hanya itu, hasrat ingin cepat kaya juga mendorong seseorang untuk melakukan tindakan tersebut. Faktor ketiga adalah kebudayaan masyarakat setempat. Memang tidak secara gamblang terlihat bukti mengenai tindakan perdagangan manusia. Namun pada kebudayaan masyarakat tertentu, terdapat suatu kebiasaan yang menjurus pada tindakan perdagangan manusia. Sebagai contoh, dalam hierarki kehidupan pada hampir semua kebudayaan, memang sudah kodrat perempuan untuk tidak mengejar karir. Mereka “ditakdirkan” untuk mengurus rumah tangga, mengurus anak, serta bersolek. Kalau memang diperlukan perempuan bertugas untuk mencari nafkah tambahan bagi keluarganya. Sedangkan laki-laki dalam hierarki
  • 8. kehidupan pada mayoritas kebudayaan, berfungsi sebagai pencari nafkah, dan juga pemimpin setidaknya bagi keluarganya sendiri. Namun pada kenyataannya, tidak semua keluarga tercukupi kebutuhannya hanya dari pendapatan utama, yaitu pendapatan laki-laki. Tidak semua dapat sejahtera hanya dengan satu sumber penghasilan. Biasanya, hal inilah yang mendorong kaum perempuan untuk tetap melangsungkan kehidupan keluarga mereka sehingga mereka melakukan migrasi dengan menjadi tenaga kerja. Contoh lainnya, seorang anak mempunyai peran dalam sebuah keluarga. Kepatuhan terhadap orangtua, rasa tanggung jawab terhadap masa depan orangtua mereka, atau situasi ekonomi keluarga yang jauh dari cukup terkadang memaksa anak-anak ini untuk bekerja. Terkadang hanya bekerja di sekitar lingkungan. Namun tidak sedikit juga yang melakukan migrasi untuk mendapatkan uang. Contoh terakhir adalah kasus pernikahan dini. Pernikahan dini mempunyai dampak yang serius bagi pelakunya, terlebih bagi kaum perempuan. Mereka tidak hanya diintai oleh bahaya kesehatan, namun juga kesempatan menempuh pendidikan yang juga semakin menjadi terbatas bagi mereka. Hal itu berdampak pula pada kesempatan kerja yang terbatas sehingga situasi ekonomi mereka semakin terjepit. Pernikahan dini juga menghambat perkembangan psikologis pelakunya, sehingga hal ini menimbulkan gangguan perkembangan pribadi, rusaknya hubungan dengan pasangan. Bahkan tidak menutup kemungkinan dapat terjadi pula perceraian dini. Pada perempuan, apabila mereka sudah menikah sudah dianggap sebagai wanita dewasa. Apabila sewaktu-waktu mereka bercerai, mereka tetap dianggap sudah dewasa. Mereka inilah yang rentan menjadi korban tindakan perdagangan manusia yang dapat disebabkan karena kerapuhan ekonomi, emosi yang masih labil, dan lain-lain. Faktor selanjutnya adalah pengetahuan masyarakat yang terbatas. Orang dengan tingkat pendidikan yang rendah memiliki lebih sedikit keahlian daripada orang dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Hal ini menimbulkan kesempatan kerja yang semakin sedikit sehingga akan sangat sulit untuk meningkatkan kesejahteraan hidup mereka. Dengan iming-iming bisa cepat kaya, orang-orang dengan situasi seperti ini dapat mudah untuk direkrut dan dapat menjadi korban perdagangan manusia.
  • 9. Faktor keenam adalah kurangnya pencatatan / dokumentasi. Dokumentasi ini meliputi akta kelahiran atau surat keterangan kelahiran. Karena hal ini sangat minim dilakukan, maka akan sangat mudah untuk melakukan pemalsuan identitas. Sampai saat ini, masih banyak orangtua yang tidak mencatatkan kelahiran anaknya di kantor catatan sipil. Para orangtua melakukan hal tersebut karena mereka menganggap bahwa untuk mencatatkan kelahiran anak-anak mereak dibutuhkan sejumlah uang yang besar. Akibat yang ditimbulkan dari hal ini adalah anak-anak tersebut tidak akan tercatat oleh negara. Apabila sewaktu-waktu mereka menjadi korban perdagangan manusia, mereka akan sangat sulit untuk mendapatkan bantuan dari pihak terkait. Faktor terakhir adalah lemahnya aparat penegak hukum dan pihak-pihak terkait dalam melakukan penjagaan terhadap indikasi terjadinya kasus perdagangan manusia. Sampai saat ini, para pelaku kasus perdagangan manusia masih dapat bebas berkeliaran tanpa adanya pengawasan yang ketat dari aparat penegak hukum. Hal inilah yang membuat kasus perdagangan manusia seolah-olah dihalalkan dan tidak ada titik terang mengenai penyelesaiannya. 2.4. Akibat Perdagangan Manusia Para korban perdagangan manusia mengalami banyak hal yang sangat mengerikan. Perdagangan manusia menimbulkan dampak negatif yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan para korban. Tidak jarang, dampak negatif hal ini meninggalkan pengaruh yang permanen bagi para korban. Dari segi fisik, korban perdagangan manusia sering sekali terjangkit penyakit. Selain karena stress, mereka dapat terjangkit penyakit karena situasi hidup serta pekerjaan yang mempunyai dampak besar terhadap kesehatan. Tidak hanya penyakit, pada korban anak-anak seringkali mengalami pertumbuhan yang terhambat. Sebagai contoh, para korban yang dipaksa dalam perbudakan seksual seringkali dibius dengan obat-obatan dan mengalami kekerasan yang luar biasa. Para korban yang diperjualbelikan untuk eksploitasi seksual menderita cedera fisik akibat kegiatan seksual atas dasar paksaan, serta hubungan seks yang belum waktunya bagi korban anak-anak. Akibat dari perbudakan seks ini adalah mereka menderita penyakit-penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual, termasuk
  • 10. diantaranya adalah HIV / AIDS. Beberapa korban juga menderita cedera permanen pada organ reproduksi mereka. Dari segi psikis, mayoritas para korban mengalami stress dan depresi akibat apa yang mereka alami. Seringkali para korban perdagangan manusia mengasingkan diri dari kehidupan sosial. Bahkan, apabila sudah sangat parah, mereka juga cenderung untuk mengasingkan diri dari keluarga. Para korban seringkali kehilangan kesempatan untuk mengalami perkembangan sosial, moral, dan spiritual. Sebagai bahan perbandingan, para korban eksploitasi seksual mengalami luka psikis yang hebat akibat perlakuan orang lain terhadap mereka, dan juga akibat luka fisik serta penyakit yang dialaminya. Hampir sebagian besar korban “diperdagangkan” di lokasi yang berbeda bahasa dan budaya dengan mereka. Hal itu mengakibatkan cedera psikologis yang semakin bertambah karena isolasi dan dominasi. Ironisnya, kemampuan manusia untuk menahan penderitaan yang sangat buruk serta terampasnya hak-hak mereka dimanfaatkan oleh “penjual” mereka untuk menjebak para korban agar terus bekerja. Mereka juga memberi harapan kosong kepada para korban untuk bisa bebas dari jeratan perbudakan. 2.5. Tindakan Pemerintah Indonesia dalam Menangani Kasus Perdagangan Manusia Pemerintah Indonesia turut meratifikasi protokol PBB tersebut dan Rencana Aksi Nasional (RAN) Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak yang disahkan pada tanggal 30 Desember 2002 melalui Keputusan Presiden No.88 Tahun 2002. RAN tersebut merupakan landasan dan pedoman bagi pemerintah dan masyarakat dalam melaksanakan penghapusan perdagangan perempuan dan anak (Kementerian Pemberdayaan Perempuan/KPP, RAN, 2002, hlm. 4). Pengesahan RAN ditindaklanjuti dengan pembentukan gugus tugas anti trafiking di Tingkat Nasional. Untuk menjamin terlaksananya RAN di tingkat propinsi dan kabupaten / kota maka penetapan peraturan dan pembentukan gugus tugas. Penetapam peraturan dan pembentukan gugus tugas ini dibuat berdasarkan keputusan kepala daerah masing-masing, termasuk anggaran pembiayaannya (KPP/RAN, hlm8-9).
  • 11. Dalam RAN (hlm 14-15) diberikan 29 rujukan landasan hukum yang relevan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku yang dapat dipakai dalam upaya menghapus trafiking, antara lain: Undang-Undang (UU) No.1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP); UU no.7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita; UU no.3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak; UU no.19 tahun 1999 tentang Pengesahan Konvensi ILO (International Labor Organisation) no.105 mengenai Penghapusan Kerja Paksa; UU no. 1 tahun 2000 tentang Pengesahan Konvesi ILO No.182 mengenai Pelanggaran dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak; UU no.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan rujukan-rujukan relevan lainnya. Sampai saat ini, perhatian pemerintah Republik Indonesia terhadap kasus perdagangan manusia semakin besar. Usaha pemerintah untuk menyelesaikan masalah-masalah perdagangan manusia sudah semakin terlihat nyata. Hal ini terbukti dari meningkatnya jumlah kasus yang ditangani oleh aparat hukum. Selain itu, saat ini sudah banyak pelaku tindakan perdagangan manusia yang masuk penjara dan diproses secara hukum. Sejak diberlakukannya UndangUndang Antiperdagangan Manusia di Indonesia pada tahun 2007, jumlah kasus usaha perdagangan manusia yang ditangani oleh aparat hukum meningkat dari 109 kasus pada tahun 2007 menjadi 129 pada tahun 2008. Menurut data yang diperoleh, hukuman yang dijatuhkan untuk pelaku tindakan perdagangan manusia meningkat dari 46 kasus pada tahun 2007 menjadi 55 kasus pada tahun 2008. Namun, eksploitasi yang diduga dilakukan oleh perusahaan besar masih menjadi masalah serius, walaupun aparat kepolisisan dan Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi telah berkali-kali melakukan operasi untuk memecahkan kasus ini. Penegakan hukum terhadap aparat yang ikut melakukan tindakan mendukung perdagangan manusia juga masih cukup memprihatinkan. Petugas yang terlibat langsung dalam usaha perdagangan manusia ataupun yang hanya memberikan perlindungan terhadap bisnis tersebut masih banyak yang belum ditindak. Sementara itu, pemerintah Indonesia selalu berusaha untuk meningkatkan pelayanan sekaligus perlindungan terhadap warga negaranya yang bekerja di luar
  • 12. negeri. Salah satu contoh komitmen pemerintah Republik Indonesia dalam melindungi warga negara Indonesia yang bekerja di luar negeri dapat dilihat dari tindakamn penghentian sementara pengiriman tenaga kerja Indonesia ke Malaysia. 2.6. Solusi Masalah Perdagangan Manusia di Indonesia Rendahnya tingkat ekonomi, pendidikan, dan situasi psikologis adalah penyebab utama terjadinya perdagangan manusia. Ada beberapa solusi yang dapat dilakukan agar kasus perdagangan manusia dapat berkurang. Solusi pertama adalah meningkatkan kesadaran masyarakat melalui penyuluhan pemuka agama dan pemerintah. Apabila kesadaran masyarakat akan bahaya dari perdagangan manusia sudah muncul, maka diharapkan tingkat perdagangan manusia akan sdikit berkurang. Solusi kedua adalah memperluas tenaga kerja, fokus pada program Usaha Kecil Menengah (UKM), serta pemberdayaan perempuan. Apabila lapangan kerja di Indonesia sudah cukup memenuhi kebutuhan masyarakat, maka keinginan untuk bermigrasi dan bekerja di luar negeri akan berkurang dan resiko perdagangan manusia pun akan semakin berkurang juga. Solusi selanjutnya adalah meningkatkan pengawasan di setiap perbatas NKRI serta meningkatkan kinerja para aparat penegak hukum. Kejahatan seperti perdagangan manusia dapat saja terjadi. Kemungkinan untuk terjadi akan semakin besar apabila tidak ada pengawasan yang ketat oleh aparat yang terkait. Apabila pengawasan sudah ketat dan hukum sudah ditegakkan, maka kasus perdagangan manusia dapat berkurang. Solusi lainnya adalah memberikan pengetahuan dan penyuluhan seefektif mungkin kepada masyarakat. Untuk dapat mencegah masalah ini, perlu diadakan penyuluhan dan sosialisasi masalah yang rutin mengenai perdagangan manusia kepada masyarakat. Dengan sosialisasi secara terus-menerus, masyarakat akan mengetahui bahaya masalah ini dan bagaimana solusinya. Pendidikan tentu saja tidak hanya diberikan kepada masyarakat golongan menengah ke atas. Justru pendidikan tersebut harus diberikan kepada kaum kelas bawah, karena mereka rentan sekali menjadi korban praktik perdagangan manusia. perdagangan manusia seringkali terjadi pada masyarakat dengan taraf pendidikan yang cukup rendah.
  • 13. Pendidikan harus diberikan dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh semua lapisan masyarakat. Setelah masyarakat mengetahui masalah ini, saatnya mereka memberitahu keepada orang lain yang belum tahu. Apabila informasi seperti ini tidak disebarluaskan, maka rantai masalah ini tidak akan pernah terputus. Sudah menjadi kewajiban masyarakan untuk menyampaikan apa yang terjadi pada orang lain, terlebih lagi orang-orang yang dianggap berpotensi mengalami tindakan perdagangan manusia. Sebab, orang yang tidak mengetahui adanya permasalahan ini tidak akan menyadari bahwa hal ini mungkin telah terjadi pada orang lain di sekitar mereka. Solusi terakhir adalah berperan aktif untuk mencegah. Setelah mengetahui dan berusahaa berbagi dengan masyarakat yang lain, kita juga dapat berperan aktif untuk menanggulangi permasalahan ini. Berperan aktif dapat dilakukan dengan cara melaporkan kasus perdagangan manusia yang diketahui kepada pihak yang berwajib. Masyarakat juga bisa mengarahkan keluarganya untuk lebih berhati-hati terhadap orang lain, baik yang tidak dikenal maupun yang sudah dikenal. Mungkin hal yang dilakukan hanyalah sesuatu yang kecil dan sederhana, namun apabila semua orang bergerak untuk turut melakukannya, bukan tidak mungkin masalah ini akan teratasi. BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan Dari semua pembahasan yang telah penulis utarakan, ada beberapa kesimpulan yang bisa didapat, yaitu : 1. Perdagangan ,manusia merupakan segala sesuatu bentuk transaksi yang melibatkan manusia sebagai komoditi perdagangan. 2. Perdagangan manusia mempunyai banyak bentuk dan jenis yang dapat diklasifikasikan berdasarkan umur dan gender.
  • 14. 3. Ada banyak faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan perdagangan manusia. 4. Faktor utama tindakan perdagangan manusia (baik korban maupun pelaku) adalah faktor ekonomi. 5. Akibat dari perdagangan manusia dapat berupa gangguan fisik, gangguan psikis, serta gangguan sosial. 6. Sejauh ini, tindakan pemerintah terhadap kasus perdagangan manusia masih jauh dari maksimal. Namun kemajuan akan usaha pemerintah sudah terlihat. 7. Ada banyak solusi yang yang dilakukan agar kasus perdagangan manusia dapat diatasi. Namun solusi yang paling tepat adalah komunikasi yang baik. 3.2. 3.2.1. Saran Bagi Masyarakat Agar tidak terseret ke dalam perdagangan manusia, sebaiknya masyarakat meningkatkan kewaspadaan terhadap semua orang. Kewaspadaan itu harus ditujukan baik kepada orang yang belum dikenal maupun kepada orang yang telah dikenal. Selain itu, masyarakat juga harus selalu berpegang teguh pada ajaran agama dan moral yang dianut. Hal itu perlu dilakukan sebagai antisipasi dari segala bentuk tipu daya para pelaku perdagangan manusia. 3.2.2. Bagi Penulis Sebagai bentuk partisipasi aktif terhadap pemberantasan kasus perdagangan manusia, sebaiknya penulis juga ikut menerapkan sikap yang diopinikan dalam makalah ini. Walaupun tidak dapat berupaya banyak untuk memberantas kasus perdagangan manusia di Indonesia, sebaiknya penulis mencari sebanyakbanyaknya informasi mengenai perkembangan kasus ini. Sebisa mungkin penulis sebaiknya ikut berperan untuk mencari solusi mengenai masalah ini. Setidaknya untuk mengurangi tingkat kasus perdagangan manusia ini. DAFTAR PUSTAKA
  • 15. Anonim.2010.Mutia Hatta : Cegah Perdagangan Manusia di Perbatasan dengan Pendidikan.[terhubung berkala]http://www.gugustugastraffickin (24 Februari 2011) Anonim.2010.Perdagangan Manusisa Marak di Perbatasan Malaysia.[terhubung berkala]http://wwwidio.int/bandaacehawareness.HTM(24 Februari 2011) Anonim.2010.Definisi Pelacuran.[terhubung berkala] http://www.rise-of- womanhood.org/definition-of-prostitution.html(24 Februari 2011) Karundeng, Narwasti Vike.2005.Sosialisasi Penyadaran Isu Trafiking : APA ITU TRAFIKING.[terhubung berkala] http://osdir.com/ml/culture.region. indonesia.ppi-india/2005-03/msg01095.html(24 Februari 2011) Shalahuddin, Odi.2011.Kesekian Kali tentang Prostitusi Anak #3[terhubung berkala] http://odishalahuddin.wordpress.com/2011/03/22/kesekian-kali-tentangprostitusi-anak-3/(2 Maret 2011) Suharto, Edi.2003.PERMASALAHAN PEKERJA MIGRAN : PERSPEKTIF PEKERJAAN SOSIAL[terhubung berkala] http://www.policy.hu/suharto/modul_a/makindo_35.htm (2 Maret 2011) http://febrianipurba.blogspot.com/2012/02/makalah-perdagangan-manusia-di.html Selasa, 14 Februari 2012 ،‫3102 ف براي ر، 62 ال ث الث اء‬ Makalah Trafficking PENDAHULUAN A. Latar Belakang
  • 16. Perdagangan manusia atau trafficking khususnya pada para perempuan dan anakanak yang akhir-akir ini cukup mendapat soroton di berbagai media massa. Media massa tidak hanya sekedar menyoroti kasus-kasus tersebut saja, akan tetapi juga lika- liku tindakan penyelamatan yang dilakukan aparat penegak hukum terhadap korban serta bagaimana upaya pemerintah dalam mengatasi permasalahan tersebut. Kasus- kasus perdagangan manusia yang cukup mendapat sorotan media beberapa waktu yang lalu misalnya kasus penjualan tujuh orang perempuan Cianjur yang diperdagangkan sebagai pekerja seks komersial (PSK) ke Pekanbaru, Riau yang berhasil diselamatkan oleh Polres Cianjur beberapa waktu yang lalu. Upaya lainnya adalah upaya penyelamatan terhadap dua orang perempuan korban perdagangan perempuan yang dibebaskan oleh reporter SCTV dari Tekongnya di Malaysia. Dari kasus-kasus tersebut telah menguatkan bahwa trafficking merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan salah satu masalah yang perlu penanganan mendesak bagi seluruh komponen bangsa Indonesia. Karena hal ini mempengaruhi citra bangsa Indonesia itu sendiri dimata dunia internasional. Apalagi, data Departemen Luar Negeri Amerika Serikat telah menunjukkan bahwa Indonesia berada pada urutan ketiga sebagai pemasok perdagangan perempuan dan anak. B. Rumusan masalah a. Apa yang dimaksud dengan Trafficking ? b. Apa yang kamu ketahui tentang Trafficking ? c. Hal-hal apa saja yang menyebabkan terjadinya Trafficking ? d. Bagaimana cara menanggulangi terjadinnya Trafficking ? B. Tujuan a. Mengetahui istilah dari Human Trafficking b. Pengetahuan saya tentang Trafficking c. Hal-hal yang menyebabkan terjadinnya Trafficking d. Bentuk-bentuk Trafficking E. Undang-Undang tentang Trafficking F. Pencegahan dan Penanggulangan Human Trafficking
  • 17. PEMBAHASAN A. Pengertian Human Trafficking Istilah dalam perdagangan manusia ini dapat diartikan sebagai “rekrutmen, transportasi, pemindahan, penyembunyian atau penerimaan seseorang dengan ancaman atau penggunaan kekerasan, penculikan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan ataupun menerima atau memberi bayaran atau manfaat sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, untuk kepentingan eksploitasi yang secara minimal termasuk eksploitasi lewat prostitusi atau bentuk-bentuk eksploitasi seksual lainnya, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktekpraktek lain yang serupa dengan perbudakan, penghambaan atau pengambilan organ-organ tubuh.” (Sumber: Pasal 3, Protokol untuk Mencegah, Menekan dan Menghukum Perdagangan Manusia, terutama Perempuan dan Anak, sebagai Tambahan terhadap Konvensi PBB menentang Kejahatan Terorganisir Transnasional, 2000). Eksploitasi dalam perdaganagan manusia (human trafficking) dapat meliputi, paling tidak, adalah: Pertama, eksploitasi untuk melacurkan orang lain atau bentuk-bentuk lain dari eksploitasi seksual. Kedua, kerja atau pelayanan paksa. Ketiga, perbudakan atau praktek-praktek yang serupa dengan perbudakan. Keempat, penghambaan. Kelima, pengambilan organ-organ tubuh. Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) mendefinisikan trafficking sebagai: Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan, atau penerimaan seseorang, dengan ancaman, atau penggunaan kekerasan, atau bentuk-bentuk pemaksaan lain, penculikan, penipuan, kecurangan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, atau memberi atau menerima bayaran atau manfaat untuk memperoleh ijin dari orang yang mempunyai wewenang atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi. (Protokol PBB tahun 2000 untuk Mencegah, Menanggulangi dan Menghukum Trafficking terhadap Manusia, khususnya perempuan dan anak-anak; Suplemen Konvensi PBB mengenai Kejahatan Lintas Batas Negara). Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa istilah trafficking merupakan:
  • 18. a. Pengertian trafficking dapat mencakup kegiatan pengiriman tenaga kerja, yaitu kegiatan memindahkan atau mengeluarkan seseorang dari lingkungan tempat tinggalnya/keluarganya. Tetapi pengiriman tenaga kerja yang dimaksud tidak harus atau tidak selalu berarti pengiriman ke luar negeri. b. Meskipun trafficking dilakukan atas izin tenaga kerja yang bersangkutan, izin tersebut sama sekali tidak menjadi relevan (tidak dapat digunakan sebagai alasan untuk membenarkan trafficking tersebut) apabila terjadi penyalahgunaan atau korban berada dalam posisi tidak berdaya. Misalnya karena terjerat hutang, terdesak oleh kebutuhan ekonomi, dibuat percaya bahwa dirinya tidak mempunyai pilihan pekerjaan lain, ditipu, atau diperdaya. c. Tujuan trafficking adalah eksploitasi, terutama tenaga kerja (dengan menguras habis tenaga yang dipekerjakan) dan eksploitasi seksual (dengan memanfaatkan kemudaan, kemolekan tubuh, serta daya tarik seks yang dimiliki tenaga kerja yang yang bersangkutan dalam transaksi seks). Sedangkan Global Alliance Against Traffic in Woman (GAATW) mendefinisikan perdagangan (trafficking): Semua usaha atau tindakan yang berkaitan dengan perekrutan, pembelian, penjualan, transfer, pengiriman, atau penerimaan seseorang dengan menggunakan penipuan atau tekanan, termasuk pengunaan ancaman kekerasan atau penyalahgunaan kekuasaan atau lilitan hutang dengan tujuan untuk menempatkan atau menahan orang tersebut, baik dibayar atau tidak, untuk kerja yang tidak diinginkan (domestik seksual atau reproduktif) dalam kerja paksa atau dalam kondisi perbudakan, dalam suatu lingkungan lain dari tempat dimana orang itu tinggal pada waktu penipuan, tekanan atau lilitan hutang pertama kali. Dari definisi ini, dapat disimpulkan bahwa istilah perdagangan (trafficking) mengandung unsur-unsur sebagai berikut: Ø Rekrutmen dan transportasi manusia Ø Diperuntukkan bekerja atau jasa/melayani Ø Untuk kepentingan pihak yang memperdagangkan Pada masa lalu, istilah “trafficking”, sejauh menyangkut manusia, biasa dikaitkan secara ekslusif dengan prostitusi. Ada empat perjanjian internasional menyangkut trafficking yang dikembangkan pada awal abad duapuluh, yakni:
  • 19. 1904 — International Agreement for the Suppression of the White Slave Traffic (Persetujuan Internasional bagi Penghapusan Perdagangan Pelacur), 1910 — International Convention for the Suppression of White Slave Traffic (Konvensi Internasional bagi Penghapusan Perdagangan Pelacur), 1921 — International Convention for the Suppression of Traffic in Women and Children (Konvensi Internasional bagi Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak), dan 1933 — International Convention for the Suppression of Traffic in Women of Full Age (Konvensi Internasional bagi Penghapusan Perdagangan Perempuan Dewasa). Keempat konvensi menyangkut perdagangan manusia tersebut semuanya merujuk pada perpindahan (movement) manusia — umumnya perempuan dan anak perempuan — secara lintas batas negara dan untuk tujuan prostitusi. Ada beberapa hal yang melatar-belakangi persepsi seperti itu, antara lain; Pertama, kepedulian umum yang berkembang pada masa itu terfokus pada kemerosotan akhlak yang diakibatkan oleh perpindahan perempuan dalam rangka prostitusi. Dengan demikian, “consent” tidak menjadi isyu karena pemerintah pada umumnya tidak mempertimbangkan apakah perempuan yang bersangkutan setuju untuk menjadi pekerja seks atau tidak. Dengan mengabaikan unsur “consent“, persetujuan-persetujuan internasional pada waktu itu mengabaikan elemen hak (khususnya hak kaum perempuan) untuk memilih pelayanan jasa seks sebagai suatu profesi. Kedua, sifat lintas batas negara menjadi penekanan utama karena masalah prostitusi pada umumnya sudah dicakup oleh hukum (pidana atau moral) domestik. Dalam kaitan ini, pantas untuk dicatat bahwa istilah “slavery” (yang secara literer berarti “perbudakan”) telah digunakan dalam konvensi-konvensi awal menyangkut “trafficking“. Ini karena sifat perbudakan pada masa itu yang bercorak lintas batas negara, serta kekejiannya yang dikecam secara internasional, sehingga akan memudahkan upaya memasukkan masalah “trafficking” kedalam cakupan hukum internasional. Perkembangan definisi “trafficking”
  • 20. Dewasa ini, kata “trafficking” didefinisikan secara bervariasi oleh badan-badan internasional dan nasional, baik badan antar-pemerintah maupun non-pemerintah. Dalam Human Rights Workshop yang diselenggarakan oleh GAATW pada bulan Juni 1996, para peserta mencoba mengidentifikasi beberapa aspek dalam “trafficking”. Ada tiga elemen yang didiskusikan, sebagai berikut: • Pertama menyangkut “consent”. Pertanyaan pokoknya ialah apakah keberadaan atau ketiadaan consent—misalnya akibat penipuan, paksaan, ancaman, ketidaan informasi, ketiadaan kapasitas legal untuk bisa memberikan persetujuan—perlu diperhitungkan bagi terjadinya trafficking? • Kedua menyangkut tujuan migrasi. Pertanyaannya ialah apakah hanya migrasi untuk prostitusi yang bisa diklasifikan sebagai trafficking, atau apakah termasuk juga jenis kerja eksploitatif lainnya. • Ketiga menyangkut perlu tidaknya garis perbatasan dilewati. Apakah definisi trafficking hanya diberlakukan khusus bagi kasus penyeberangan perbatasan? Secara umum, disepakati bahwa “consent” perlu menjadi elemen kunci yang harus diperhitungkan bagi terjadinya trafficking; bahwa trafficking tidak selalu untuk prostitusi; dan bahwa perbatasan internasional tidak perlu dilewati. Jika elemen “consent” diperhitungkan, maka sebagai konsekuensinya, berbagai situasi “trafficking” yang disetujui oleh “korban” harus dikecualikan. Implikasinya, tidak semua pekerja migran bisa dikualifikasikan sebagai korban trafficking, terutama mereka yang tidak menjadi korban penipuan, paksaan, ancaman, atau kekurangan informasi atas situasi pekerjaan yang hendak mereka jalani. Begitu pula, pekerja seks yang memang secara sadar memilih prostitusi sebagai profesi tidak bisa dikualifikasikan kedalam kategori trafficking. Menyangkut tidak perlunya garis perbatasan dilewati, beberapa argumen menyatakan bahwa trafficking pada dasarnya sudah terjadi jika transportasi dimaksudkan oleh trafficker untuk tujuan mengeksploitir tenaga kerja (atau jasa) dari mereka yang diperdagangkan. Disinilah letak perbedaan antara “trafficking” dengan “smuggling” (penyelundupan). Dalam kasus “smuggling”, harus terkandung unsur ilegalitas transportasi dan harus melewati tapal batas negara, sementara mereka yang menyelundupkan manusia pada kenyataannya tidak
  • 21. mengambil keuntungan dari eksploitasi tenaga kerja setelah mereka berhasil diselundupkan. B. Pengetahuan saya tentang Trafficing menurut saya trafficing berarti perdagangan. namun telah disalah gunakan oleh pihak-pihak tertentu sebagai sarana penjualan manusia. Seperti penjualan para PSK contohnya seperti di DOLLY, Kembangkuning dan lain lain. Dengan berkembangnya teknologi, penjualan manusia atau trafficing lebih canggih lagi, seperti melalui jejaring sosial Facebook, Twitter, Yahoo, serta terkadang masih ada yang melalui sponsor di serat kabar. Perdagangan manusia dapat mengambil korban dari siapapun, orang-orang dewasa dan anak – anak, laki-laki maupun perempuan yang pada umumnya berada dalam situsi dan kondisi yang rentan. Namun Perdagangan manusia, biasanya dalam banyak kasus lebih merujuk kepada perdagangan perempuan dan anak-anak. Modus yang digunakan dalam kejahatan ini sangat beragam dan juga memiliki aspek kerja yang rumit. Berdasarkan rumusan pasal 546 rancangan KUHP di atas yang dikategorikan kedalam modus perdagangan manusia adalah : ØBagian Pertama : setiap orang yang melakukan perekrutan, pengiriman, penyerahterimaan orang. ØBagian Kedua : dengan menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan, penipuan, penculikan, penyekapan, penyalahgunaan kekuasaan, pemanfaatan posisi kerentanan, atau penjeratan utang. ØBagian Ketiga : untuk tujuan mengeksploitasi, atau perbuatan yang dapat tereksploitasi orang tersebut. C. Faktor Penyebab Human Trafficking Tidak ada satu pun yang merupakan sebab khusus terjadinya trafficking manusia di Indonesia. Trafficking disebabkan oleh keseluruhan hal yang terdiri dari bermacam-macam kondisi serta persoalan yang berbeda-beda. Termasuk ke dalamnya adalah: · Kemiskinan
  • 22. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) adanya kecenderungan jumlah penduduk miskin terus meningkat dari 11,3% pada tahun 1996 menjadi 23,4% pada tahun 1999, walaupun berangsur-angsur telah turun kembali menjadi 17,6% pada tahun 2002, kemiskinan telah mendorong anak-anak untuk tidak bersekolah sehingga kesempatan untuk mendapatkan keterampilan kejuruan serta kesempatan kerja menyusut. Seks komersial kemudian menjadi sumber nafkah yang mudah untuk mengatasi masalah pembiayaan hidup. Kemiskinan pula yang mendorong kepergian ibu sebagai tenaga kerja wanita yang dapat menyebabkan anak terlantar tanpa perlindungan sehingga beresiko menjadi korban perdagangan manusia. · Keinginan cepat kaya Keinginan untuk hidup lebih layak, tetapi dengan kemampuan yang minim dan kurang mengetahui informasi pasar kerja, menyebabkan mereka terjebak dalam lilitan hutang para penyalur tenaga kerja dan mendorong mereka masuk dalam dunia prostitusi. · Pengaruh sosial budaya Disini misalnya, budaya pernikahan di usia muda yang sangat rentan terhadap perceraian, yang mendorong anak memasuki eksploitasi seksual komersial. Berdasarkan UU Perkawinan No.1/1974, perempuan Indonesia diizinkan untuk menikah pada usia 16 tahun atau lebih muda jika mendapat izin dari pengadilan. Meskipun begitu, dewasa ini pernikahan dini masih berlanjut dengan persentase 46,5% perempuan menikah sebelum mencapai usia 18 tahun dan 21,5% sebelum mencapai usia 16 tahun. Tradisi budaya pernikahan dini menciptakan masalah sosio-ekonomi untuk pihak lelaki maupun perempuan dalam perkawinan tersebut. Tetapi implikasinya terutama terlihat jelas bagi gadis/perempuan. Masalahmasalah yang mungkin muncul bagi perempuan dan gadis yang melakukan pernikahan dini antara lain: Dampak buruk pada kesehatan (kehamilan prematur, penyebaran HIV/AIDS), pendidikan terhenti, kesempatan ekonomi terbatas, perkembangan pribadi terhambat dan tingkat perceraian yang tinggi. Masing-masing isu diatas adalah masalah sosial yang berkenaan dengan kesejahteraan anak perempuan khususnya penting dalam hal kerentanan terhadap perdagangan. Hal ini dikarenakan:
  • 23. 1. Perkembangan pribadi yang terhambat, membuat banyak gadis tidak mempunyai bekal keterampilan kerja yang cukup berkembang, sehingga mereka akan kesulitan untuk berunding mengenai kodisi dan kontrak kerja, atau untuk mencari bantuan jika mengalami kekerasan dan eksploitasi. 2. Keterbatasan pendidikan, mereka sering rentan terhadap pekerjaan yang eksploitatif dan perdagangan karena mereka umumnya tidak terlalu paham hakhaknya. 3. Peluang ekonomi yang terbatas, mengingat terbatasnya pilihan ekonomi dan kekuatan tawar-menawar mereka, perempuan muda rentan terhadap pekerjaan yang eksploitatif dan perdagangan. · Kurangnya pencatatan kelahiran Anak dan orang dewasa yang tidak terdaftar serta tidak memiliki akta kelahiran amat rentan terhadap eksploitasi. Orang yang tidak dapat memperlihatkan akta kelahirannya sering kali kehilangan perlindungan yang diberi hukum karena dimata negara secara teknis mereka tidak ada. Rendahnya registrasi kelahiran, khususnya di kalangan masyarakat desa, memfasilitasi perdagangan manusia. Agen dan pelaku perdagangan memanfaatkan ketiadaan akta kelahiran asli untuk memalsukan umur perempuan muda agar mereka dapat bekerja di luar negeri. Contoh, seperti yang dikemukakan dalam bagian Kalimantan Barat dari laporan ini (bagian VF), agen yang sah maupun gelap memakai kantor imigrasi di Entikong, Kalimantan Barat, untuk memproses paspor palsu bagi gadis-gadis di bawah umur. · Korupsi dan lemahnya penegakan hukum Korupsi di Indonesia telah menjadi suatu yang lazim dalam kehidupan sehari-hari, karena baik kalangan atas maupun bawah telah melakukan praktik korupsi ini. Karena itulah, korupsi memainkan peran integral dalam memfasilitasi perdagangan perempuan dan anak di Indonesia, disamping dalam menghalangi penyelidikan dan penuntutan kasus perdagangan. Mulai dari biaya illegal dan pemalsuan dokumen. Dampak korupsi ini terhadap buruh migran perempuan dan anak harus dipelajari dari umur mereka yang masih muda dan lugu, yang tidak tahu bagaimana cara menjaga diri di kota-kota besar karena mereka tidak terbiasa
  • 24. dan sering malu untuk mencari bantuan. Tidak peduli berapa usia dan selugu apa pun mereka, mereka yang berimigrasi dengan dokumen palsu takut status illegal mereka akan membuat mereka jatuh ke dalam kesulitan lebih jauh dengan pihak berwenang atau dapat dideportasi. Pelaku perdagangan memanfaatkan ketakutan ini, untuk terus mengeksploitasi para perempuan dan proyek. Masalah lain yaitu lemahnya hukum di Indonesia. Untuk penyelidikan dan penuntutan kasus-kasus perdagangan, sistem hukum Indonesia sampai sekarang masih lemah, lamban dan mahal. Sangat sedikit transparansi, sehingga hanya sedikit korban yang mempercayakan kepentingan mereka kepada sistem tersebut. Perilaku kriminal memiliki sumber daya dan koneksi untuk memanfaatkan sistem tersebut. Akibatnya, banyak korban perdagangan yang tidak mau menyelesaikan masalah melalui proses hukum. Hal ini mengakibatkan praktik pedagangan/trafficking semakin meningkat dan masih berlangsung. · Media massa Media massa masih belum memberikan perhatian yang penuh terhadap berita dan informasi yang lengkap tentang trafficking dan belum memberikan kontribusi yang optimal dalam upaya pencegahan maupun penghapusannya. Bahkan tidak sedikit justru memberitakan yang kurang mendidik dan bersifat pornografis yang mendorong menguatnya kegiatan trafficking dan kejahatan susila lainnya. · Pendidikan minim dan tingkat buta huruf Survei sosial-ekonomi nasional tahun 2000 melaporkan bahwa 34% penduduk Indonesia berumur 10 tahun ke atas belum/tidak tamat SD/tidak pernah bersekolah, 34,2% tamat SD dan hanya 155 yang tamat SMP. Menurut laporan BPS pada tahun 2000 terdapat 14% anak usia 7-12 dan 24% anak usia 13-15 tahun tidak melanjutkan ke SLTP karena alasan pembiayaan. Orang dengan pendidikan yang terbatas atau buta aksara kemungkinan besar akan menderita keterbatasan ekonomi. Dan mereka juga tidak akan mempunyai pengetahuan kepercayaan diri untuk mengajukan pertanyaan tentang ketentuan-ketentuan dalam kontrak dan kondisi kerja mereka. Selain itu, mereka akan sulit mencari pertolongan ketika mereka kesulitan saat berimigrasi atau mencari pekerjaan. Mereka akan kesulitan bagaimana mengakses sumber daya yang tersedia, tidak
  • 25. dapat membaca atau mengerti brosur iklan layanan masyarakat lain mengenai rumah singgah atau nomor telepon yang bisa dihubungi untuk mendapatkan bantuan. Seorang yang rendah melek huruf sering kali secara lisan dijanjikan akan mendapat jenis pekerjaan atau jumlah gaji tertentu oleh seorang agen, namun kontrak yang mereka tanda tangani (yang mungkin tidak dapat mereka baca) mencantumkan ketentuan kerja serta kompensasi yang jauh berbeda, mengarah ke eksploitasi. D. Bentuk-Bentuk Trafficking Ada beberapa bentuk trafficking manusia yang terjadi pada perempuan dan anakanak: · Kerja Paksa Seks & Eksploitasi seks, baik di luar negeri maupun di wilayah Indonesia · Pembantu Rumah Tangga (PRT), baik di luar ataupun di wilayah Indonesia · Bentuk Lain dari Kerja Migran, baik di luar ataupun di wilayah Indonesia · Penari, Penghibur & Pertukaran Budaya terutama di luar negeri · Pengantin Pesanan, terutama di luar negeri · Beberapa Bentuk Buruh/Pekerja Anak, terutama di Indonesia · Trafficking/penjualan Bayi, baik di luar negeri ataupun di Indonesia Sasaran yang rentan menjadi korban perdagangan perempuan antara lain: · · Anak-anak jalanan Orang yang sedang mencari pekerjaan dan tidak mempunyai pengetahuan informasi yang benar mengenai pekerjaan yang akan dipilih · Perempuan dan anak di daerah konflik dan yang menjadi pengungsi · Perempuan dan anak miskin di kota atau pedesaan · Perempuan dan anak yang berada di wilayah perbatasan anatar negara · Perempuan dan anak yang keluarganya terjerat hutang · Perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga, korban pemerkosaan E. Undang-Undang tentang Trafficking Berikut ini beberapa peraturan perundang-undangan :
  • 26. · Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 285, 287-298; Pasal 506 · UU RI No. 7 tahun 1984 (ratifikasi konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan/CEDAW; pasal 2,6,9,11,12,14,15,16) · UU RI No. 20 tahun 1999 (ratifikasi konvensi ILO No. 138 tentang Usia Minimum yang Diperbolehkan Bekerja) · UU RI No. 1/2000 (ratifikasi konvensi ILO No. 182 tentang Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak) · UU RI no. 29/1999 (ratifikasi konvensi untuk Mengeliminasi Diskriminasi Rasial) · Keppres No 36/1990 ( ratifikasi konvensi Hak Anak) F. Pencegahan dan Penanggulangan Human Trafficking Perdagangan orang, khususnya perempuan sebagai suatu bentuk tindak kejahatan yang kompleks, tentunya memerlukan upaya penanganan yang komprehensif dan terpadu. Tidak hanya dibutuhkan pengetahuan dan keahlian profesional, namun juga pengumpulan dan pertukaran informasi, kerjasama yang memadai baik sesama aparat penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan, hakim maupun dengan pihak-pihak lain yang terkait yaitu lembaga pemerintah (kementerian terkait) dan lembaga non pemerintah (LSM) baik lokal maupun internasional. Semua pihak bisa saling bertukar informasi dan keahlian profesi sesuai dengan kewenangan masing-masing dan kode etik instansi. Tidak hanya perihal pencegahan, namun juga penanganan kasus dan perlindungan korban semakin memberikan pembenaran bagi upaya pencegahan dan penanggulangan perdagangan perempuan secara terpadu. Hal ini bertujuan untuk memastikan agar korban mendapatkan hak atas perlindungan dalam hukum. Dalam konteks penyidikan dan penuntutan, aparat penegak hukum dapat memaksimalkan jaringan kerjasama dengan sesama aparat penegak hukum lainnya di dalam suatu wilayah negara, untuk bertukar informasi dan melakukan investigasi bersama. Kerjasama dengan aparat penegak hukum di negara tujuan bisa dilakukan melalui pertukaran informasi, atau bahkan melalui mutual legal
  • 27. assistance, bagi pencegahan dan penanggulangan perdagangan perempuan lintas negara. Upaya Masyarakat dalam pencegahan trafficking yakni dengan meminta dukungan ILO, dan Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) yang melakukan Program Prevention of Child Trafficking for Labor and Sexual Exploitation. Tujuan dari program ini adalah : 1. Memperbaiki kualitas pendidikan dari tingkat Sekolah Dasar sampai Sekolah Menegah Atas untuk memperluas angka partisipasi anak laki-laki dan anak perempuan, 2. Mendukung keberlanjutan pendidikan dasar untuk anak perempuan setelah lulus sekolah dasar, 3. Menyediakan pelatihan keterampilan dasar untuk memfasilitasi kenaikan penghasilan, 4. Menyediakan pelatihan kewirausahaan dan akses ke kredit keuangan untuk memfasilitasi usaha sendiri, 5. Merubah sikap dan pola pikir keluarga dan masyarakat terhadap trafficking anak. F. Hambatan Pemberantasan Trafficking Upaya penanggulangan perdagangan manusia khususnya perdagangan perempuan dan anak mengalami berbagai hambatan. Dari berbagai upaya yang telah dilakukan SP selama ini, terdapat 3 (tiga) hal yang merupakan hambatan kunci dalam melakukan upaya tersebut, yaitu antara lain: Budaya masyarakat (culture) Anggapan bahwa jangan terlibat dengan masalah orang lain terutama yang berhubungan dengan polisi karena akan merugikan diri sendiri, anggapan tidak usah melaporkan masalah yang dialami, dan lain sebagainya. Stereotipe yang ada di masyarkat tersebut masih mempengaruhi cara berpikir masyarakat dalam melihat persoalan kekerasan perempuan khususnya kekerasan yang dialami korban perdagangan perempuan dan anak. Kebijakan pemerintah khususnya peraturan perundang-undangan (legal substance) Belum adanya regulasi yang khusus (UU anti trafficking) mengenai perdagangan perempuan dan anak selain dari Keppres No. 88 Tahun 2002 mengenai RAN
  • 28. penghapusan perdagangan perempuan dan anak. Ditambah lagi dengan masih kurangnya pemahaman tentang perdagangan itu sendiri dan kurangnya sosialisasi RAN anti trafficking tersebut. Aparat penegak hukum (legal structure) Keterbatasan peraturan yang ada (KUHP) dalam menindak pelaku perdagangan perempuan dan anak berdampak pada penegakan hukum bagi korban. Penyelesaian beberapa kasus mengalami kesulitan karena seluruh proses perdagangan dari perekrutan hingga korban bekerja dilihat sebagai proses kriminalisasi biasa. A. Kesimpulan Dalam penanganan perdagangan perempuan dan anak ini, diharapkan keterlibatan berbagai pihak di dalamnya mulai dari pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah, kalangan akademisi, kelompok masyarakat, individu untuk dapat membantu korban perdagangan perempuan dan anak maupun untuk memberikan dukungan dan tekanan terhadap pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan yang berpihak melindungi korban dan menjerat pelaku perdagangan. Perdagangan orang dapat mengambil korban dari siapapun, orang-orang dewasa dan anak – anak, laki-laki maupun perempuan yang pada umumnya berada dalam situsi dan kondisi yang rentan. 1. Faktor – faktor yang menyebabkan terjadinya perdagangan manusia (human trafficking) antara lain : a.) Kurangnya kesadaran ketika mencari pekerjaan dengan tidak mengetahui bahaya trafiking dan cara-cara yang dipakai untuk menipu atau menjebak korban, b.) Kemiskinan telah memaksa banyak orang untuk mencari pekerjaan ke mana saja, tanpa melihat risiko dari pekerjaan tersebut, c.) Kultur/budaya yang menempatkan posisi perempuan yang lemah dan juga posisi anak yang harus menuruti kehendak orang tua dan juga perkawinan dini, diyakini menjadi salah satu pemicu trafiking. Biasanya korban terpaksa harus pergi mencari pekerjaan sampai ke luar negeri atau ke luar daerah, karena tuntutan keluarga atau orangtua, d.) Lemahnya pencatatan /dokumentasi kelahiran anak atau penduduk sehingga sangat mudah untuk memalsukan data identitas. Dan e.) Lemahnya oknum-oknum aparat penegak hukum dan pihak-pihak terkait dalam melakukan pengawalan terhadap indikasi kasus-kasus trafiking.
  • 29. 2. Dampak perdagangan manusia antara lain : Bentuk perdanagan manusia antara lain setiap orang yang melakukan perekrutan, pengiriman, penyerahterimaan orang. Dengan perekrutan ini akan banya terjadinya penipuan. Perdaganagan manusia banyak menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan, penipuan, penculikan, penyekapan, penyalahgunaan kekuasaan, pemanfaatan posisi kerentanan, atau penjeratan utang. Perdagangan manusia dilakukan untuk tujuan untuk tujuan mengeksploitasi, atau perbuatan yang dapat tereksploitasi orang tersebut sehingga sangat merugikan bagi korban perdagangan manusia. 3. Tanggapan pemerintah mengenai maslah perdagangan manusia (human trafficking) ini sudah diatur dalam rancangan KUHP, dalam KUHP sudah diatur hukuman yang diberikan terhadap perdagangan manusia, namun karena lemahnya sistem dalam mengatur sebuah negara terutama indonesia. Maka perdagangan manusia (human trafficking masih banyak terjadi. B. Saran Yang dapat Anda lakukan jika Anda, Saudara atau teman Anda menjadi korban perdagangan (trafficking) Berikan dukungan secara penuh, dan: 1. Kumpulkan bukti-bukti dengan mencatat tanggal, tempat kejadian serta ciri- ciri pelaku, 2. Pilih orang yang dapat dipercaya, keluarga untuk menceritakan permasalahan yang terjadi. Minta tolong untuk melaporkan kepada pihak yang berwajib, 3. Laporkan segera kepada aparat kepolisian terdekat, 4. Minta bantuan/pendampingan kepada Lembaga Bantuan Hukum (LBH), 5. Konsultasikan kepada lembaga-lembaga yang menangani masalah perempuan yaitu organisasi perempuan, organisasi masyarakat yang memahami pola perdagangan (trafficking). 6. Berbagai macam faktor – faktor yang menyebabkan terjadi atau timbulnya perdagangan manusia (human trafficking) disarankan pada pembaca dengan adanya makalah ini agar dapat menghindari faktor – faktor tersebut menyebabkan perdagangan manusia. 7. Banyak dampak yang ditimbulkan dari perdagangan manusia misalnya, dari perekrutan, penipuan, dengan tindakan kekerasan yang akan merugikan korban serta akan mengancam nyawa seseorang. Disarankan dengan adanya makalah ini
  • 30. aka nada pengetahuan tentang perdagangan manusia, sehingga manusia tidak banyak yang tertipu lagi yang akan memberikan kesempatan terjadinya perdagangan manusia. 8. Meskipun sudah ada penganturan tentang perdagangan manusia (human trafficing) dalam KUHP, diharapkan pemerintah dan masyarakan mejalankan sistem dengan baik agar bisa meminimalisir perdagangan manusia (human trafficking) DAFTAR PUSTAKA Ollenburge, Jane. 1996. Sosiologi Wanita. Jakarta: Rineka Cipta Sumardi, Mulyanto. 1982. Kemiskinan dan Kebutuhan Pokok. Jakarta: Rajawali http://www.lfip.org/report/trafficking%20data%20in%20Indonesia%20_table_.pd f http://id.wikipedia.org/wiki/Perdagangan_manusia http://kuhpreform.files.wordpress.com/2008/09/perdagangan-manusia-dalam-ruukuhp-5.pdf http://odishalahuddin.wordpress.com/2010/02/03/perdagangan-trafficking-anakdan-perempuan-masalah-definisi/ http://www.gerakanantitrafficking.com/index.php?option=com_content&view=art icle&id=56:definisi-trafficking&catid=40:dataPersatuan http://nandwiy.blogspot.com/2013/02/makalah-trafficking.html senin, 02 november 2009 PERDAGANGAN WANITA ( WOMAN tRAFIGKING ) KATA PENGANTAR Puji syukur Alhamdulillah Kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT Tuhan Semesta Alam. Karena berkat Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga Kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah dalam rangka memenuhi tugas Kriminologi. Tersusunnya makalah ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini Kami ingin mengucapkan terimakasih kepada :
  • 31. 1.Bpk. Gatot Sugiharto, S.H., M.H. selaku dosen pembimbing mata kuliah Kriminologi 2.Teman-teman yang selalu mendukung dan memberikan sumbangan fikiran yang tidak dapat Kami sebutkan satu-persatu. 3.Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna. Maka dari itu, Kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi perbaikan dimasa mendatang. Terima kasih. Yogyakarta, Maret 2009 Penulis JULY 8, 2013 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah perdagangan manusia (Human Trafficking) bukan lagi hal yang baru, tetapi sudah menjadi masalah nasional dan internasional yang berlarut-larut, yang sampai saat ini belum dapat diatasi secara tepat, baik oleh pemerintah setiap Negara, maupun oleh organisasi-organisasi internasional yang berwenang dalam menangani masalah perdagangan manusia tersebut. Perdagangan manusia (human trafficking ) berkaitan erat dengan hubungan antar negara, karena perdagangan tersebut biasanya dilakukan di daerah perbatasan negara dan modus operasi yang dilakukan adalah pengiriman ke berbagai negara penerima seperti Malaysia dan Singapura. Lemahnya penjagaan dan keamanan daerah perbatasan menjadikan faktor utama perdagangan manusia, sehingga dengan mudah seseorang dapat melakukan transaksi perdagangan tersebut. 1
  • 32. Indonesia adalah negara di kawasan ASEAN yang letaknya strategis dan merupakan negara yang 2/3 daerahnya merupakan lautan. Di sebelah barat Indonesia berbatasan dengan Samudera Hindia, sebelah timur berbatasan dengan Papua New Guinea, sebelah utara berbatasan dengan Laut Cina Selatan, Singapura, Malaysia, dan Filipina, serta sebelah Selatan berbatasan dengan Australia. Dari penjelasan tersebut, dapat kita ketahui bahwa Indonesia merupakan sebuah negara yang mempunyai banyak daerah yang langsung berbatasan dengan negara lain. Banyaknya negara yang berbatasan langsung dengan Indonesia ini memiliki banyak keuntungan dan kerugian yang didapatkan dari daerah perbatasan tersebut. Seperti salah satu isu yang menjadi isu nasional maupun internasional untuk sekitar daerah perbatasan adalah perdagangan manusia (human trafficking ) yaitu perdagangan manusia terutama pada perempuan dan anak-anak, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Namun pada makalah kami kali ini kami lebih focus membahas masalah perdagangan anak (child Trafficking). Semakin maraknya kasus perdagangan anak yang terjadi di berbagai berbagai Negara mengaruskan dunia menberikan perhatian serius untuk mengatasi masalah ini. Untuk menangani masalah ini, PBB telah membentuk sebuah organisasi yang yang berwenang menangani masalah perdagangan anak , yakni UNICEF (United Nations Children’s Fund). Upaya trafficking UNICEF dalam menangani kasus child telah dilakukan sejak dulu, namun sampai saat ini kasus child trafficking di beberapa Negara justru semakin meningkat, , misalnya Indonesia. Olehnya itu, kami tertarik untuk mengangkat judul Menangani Masalah Perdagangan Anak di Indonesia” “Peran UNICEF dalam untuk dibahas dalam makalah ini. B. Batasan Masalah Batasan masalah dalam makalah ini adalah peran UNICEF dalam mengatasi masalah perdagangan anak di Indonesia.. C. Rumusan Masalah Adapun Rumusan masalah dalam makalah ini adalah: 1. Faktor-faktor apa yang menjadi pendorong terjadinya kejahatan child trafficking?
  • 33. 2. Bagaimana upaya pemerintah Indonesia dalam menangani masalah child trafficking yang terjadi di Indonesia? 3. Bagaimana peran UNICEF dalam menangani masalah perdagangan anak di Indonesia? 4. Hambatan apa yang dihadapi oleh UNICEF dalam mengatasi masalah perdagangan anak di Indonesia, serta bagaimana upaya untuk mengatasi hambatan tersebut? D. Tujuan dan Kegunaan a. Tujuan Tujuan dari penulisan makalah ini adalah: 1. Dapat mengetahui Factor-faktor yang menjadi pendorong terjadinya kejahatan child trafficking 2. Dapat mengetahui upaya pemerintah Indonesia dalam menangani masalah child trafficking yang terjadi di Indonesia 3. Untuk mengetahui peran UNICEF dalam menangani masalah child trafficking. khususnya yang terjadi di Indonesia untuk mengetahui hambatan yang dihadapi oleh UNICEF dalam mengatasi masalah perdagangan anak di Indonesia, serta bagaimana upaya untuk mengatasi hambatan tersebut b. Kegunaan Dari tujuan diatas diharapkan penulisan karya ilmiah ini dapat digunakan untuk: - Manfaat Akademik Dengan adanya penulisan makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan pembaca mengenai peran UNICEF dalam menangani masalah child trafficking, serta dapat mengetahui hambatan yang dihadapi oleh UNICEF dalam menagani masalah tersebut. - Manfaat Praktis Penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi maupun masukan kepada para pembaca dalam hal menyikapi kasus child trafficking yang semakin marak terjadi di Indonesia serta bagaimana upaya untuk menangani masalah tersebut.
  • 34. BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teoritis Dalam makalah ini, tingkat analisis yang digunakan oleh penulis adalah perilaku kelompok yang dikemukukakan oleh Mohtar Mas’oed, yang berasumsi bahwa individu umumnya melakukan tindakan internasional dalam kelompok hubungan internasional sebetulnya adalah hubungan antar berbagai kelompok kecil diberbagai negara. Artinya, peristiwa internasional sebenarnya ditentukan bukan oleh individu, tetapi oleh kelompok kecil (seperti kabinet, dewan penasehat keamanan, politburo dan sebagainya) dan oleh organisasi, birokrasi, departemen, badan-badan pemerintahan dan sebagainya. Perspektif yang digunakan oleh penulis adalah pluralist perspective. Diana L. Eck menjelaskan bahwa pluralism adalah suatu sistematika serta kerangka dimana terdapat beberapa kelompok atau bagian dari system lainnya dan saling berhubungan dengan basis saling menghargai dan menghormati antar sesama. Dalam pluralism, aktor non negara adalah aktor paling penting dalam bahasan hubungan internasional. Ada empat aspek penting dalam perspektif pluralism, yaitu: Aktor non-negara adaalah salah satu unsur penting dalam dunia politik. Organisasi Internasional adalah salah satu contoh aktor politik non-negara Kaum pluralis beranggapan bahwa negara bukanlah aktor yang berdiri sendiri, Negara dalam hal ini terdiri dari individu (rakyat), kelompok kepentingan dan birokrat lainnya Pluralis juga bertentangan dengan kaum realis yang mengatakan bahwa Negara adalah aktor rasional. Dalam situasi pembuat keputusan, aktor politik dalam hal ini cenderung untuk saling berkompromi tergabung dalam suatu forum atau kelompok lainya, menggunakan posisi tawar (bargaining position) dan mengedepankan kepentingan nasionalnya Agenda internasional bagi kaum pluralis cenderung bersifat ekstensif. Pluralis tidak hanya membahas masalah keamanan nasional secara fisik, tetapi juga melalui aaspek ekonomi, sosial, lingkungan dan budaya. Pluralism erat kaitannya dengan perkembangan yang terjadi dalam masyarakat. Hal ini dikarenakan bahwa dalam kemasyarakatan merupakan hal
  • 35. yang paling penting untuk mengupayakan kesejahterahan rakyat ramai dan di sisi lain pluralism menawarkan pendekatan social juga dapat berinteraksi dengan pemerintah dan cara kerjanya yang mengutamakan pengakuan bentuk multikulturalisme dan toleransi dalam kehidupan bermasyarakat. Sebagian besar NGO melakukan pendekatan langsung pada masyarakat terlebih dahulu untuk memulai program kerjanya. Mereka meyakini bahwa apabila mereka menyediakan sumber daya, maka penduduk local akan lebih untuk mendidik masyarakat untuk lebih mandiri dan bijaksana dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi. B. Defenisi Konsepsional Dalam pemahaman mengenai masalah yang diteliti, maka perlu untuk dikemukakan makna dari konsep-konsep konsepsional merupakan defenisi yang dipergunakan. Defenisi yang menggambarkan konsep dengan menggunakan konsep-konsep lain. Defenisi Anak Menurut Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Hak Anak-anak (United Nations Convention on the Rights of the Child 1989), “seorang anak berarti setiap manusia yang berusia dibawah 18 tahun. Anak adalah manusia yang belum matang, didefinisikan dalam hukum internasional adalah mereka yang berusia dibawah 18 tahun1 Masa kanak-kanak adalah suatu tahapan dalam siklus kehidupan anak sebelum mereka mendapat peran dan bertanggung jawab penuh sebagai orang dewasa. Masa anak masih memerlukan perhatian dan perlindungan khusus, seiring dengan persiapan menuju pada kehidupan mereka menjadi orang dewasa. Meskipun demikian, setiap kebudayaan memiliki kata yang berbeda untuk berbagai tahapan dalam masa kanak-kanak, dan harapan tentang apa yang dapat dilakukan anak pada masing-masing tahapan. Perdagangan Anak
  • 36. Perdagangan anak merupakan salah satu bentuk tindakan kejahatan yang dapat dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang atau sebuah lembaga terhadap ia belum berusai 18 tahun, maka ia adalah anak termasukyang masih di dalam kandungan. Perdagangan anak didefinisikan oleh ODCCP (Office for Drug Control and Crime Prevention) sebagai perekrutan, pemindahan, pengiriman, penempatan atau menerima anak-anak di bawah umur untuk tujuan eksploitasi dan itu menggunakan ancaman, kekerasan, ataupun pemaksaan lainnya seperti penculikan, penipuan, kecurangan, penyalahgunaan wewenang maupun posisi penting. Perdagangan anak biasanya bertujuan: eksploitasi untuk pekerjaan (termasuk perbudakan dan tebusan), eksploitasi seksual (termasuk prostitusi dan pornografi anak), eksploitasi untuk pekerjaan ilegal (seperti mengemis dan perdagangan obat terlarang), perdagangan adopsi, penjodohan. Pelaku dalam perdagangan (trafficking) anak dan perempuan dapat dibedakan dalam 3 (tiga) unsur. Pembedaan dilakukan berdasarkan peranannya masingmasing dalam tindakan perdagangan (trafficking): Pihak yang berperan pada awal perdagangan; Pihak yang menyediakan atau menjual orang yang diperdagangkan; Pihak yang berperan pada akhir rantai perdagangan sebagai penerima/pembeli orang yang diperdagangkan atau sebagai pihak yang menahan korban untuk dipekerjakan secara paksa dan yang mendapatkan keuntungan dari kerja itu. Modus operandi rekrutmen terhadaop kelompok rentan biasanya dengan rayuan, menjanjikan berbagai kesenangan dan kemewahan, menipu atau janji palsu, menjebak, mengancam, menyalahgunakan wewenang, menjerat dengan hutang,
  • 37. mengawini atau memacari, menculik, menyekap atau memerkosa. Modus lain berkedok mencari tenaga kerja untuk bisnis entertainment, kerja di perkebunan atau bidang jasa di luar negeri dengan upah besar. Ibu-ibu hamil yang kesulitan biaya untuk melahirkan atau membesarkan anak dibujuk dengan jeratan hutang supaya anaknya boleh diadopsin agar dapat hidup lebih baik, namun kemudian dijual kepada yang menginginkan. Anak-anak di bawah umur dibujuk agar bersedia melayani para pedofil dengan memberikan barang-barang keperluan mereka bahkan janji untuk disekolahkan. UNICEF Unicef adalah singkatan dari “United Nations Emergency Children’s Fund” dimana organisasi internasional yang di bawah naungan PBB ini didirikan pada 11 Desember 1946 untuk memberikan bantuan kemanusiaan khususnya kepada anak-anak yang hidup didunia yang luluh lantah akibat dari perang dunia ke II. Awal terbentuknya Unicef dimulai ketika Perang Dunia II berakhir, PBB mulaimempromosikan perdamaian dunia. Banyak pemimpin PBB dari seluruh dunia khawatir tentang anak-anak di Eropa. Pada tahun 1946, para delegasi untuk PBB menyiapkan dana sementara yang disebut Dana Darurat PBB Internasional Anak (Unicef). Didirikan untuk membantu anak-anak semua bangsa, bukan hanya negara-negara yang memenangkan Perang Dunia II.2 Pada awalnya, para pemimpin Unicef berpikir itu yang paling penting untuk meningkatkan kesehatan anak-anak dan gizi. Unicef bekerja dengan para pemimpin, petani, dan kelompok amal untuk membantu peternakan menghasilkan lebih banyak susu di Eropa karena banyak peternakan hancur dalam perang. Pada tahun 1950, Unicef akan menutup diri karena kondisi di Eropa jauh lebih baik. Namun, beberapa pemimpin PBB protes karena mereka merasa pekerjaan UNICEF tidak dilakukan karena banyak anak di seluruh dunia sedang sekarat. Pada tahun 1953, PBB memutuskan untuk membuat UNICEF bagian permanen dari PBB. Mereka juga resmi berubah nama menjadi Dana Anak PBB.
  • 38. Setelah krisis pangan dan medis dari akhir 1940-an berlalu Unicef terus melakukanperannya sebagai organisasi bantuan untuk anak-anak dari negaranegara bermasalah dan selama tahun 1970 tumbuh menjadi penganjur vokal tentang hak anak. Selama tahun 1980, Unicef membantu Komisi HAM PBB dalam penyusunan Konvensi Hak Anak. Setelah diperkenalkan kepada Majelis Umum PBB pada tahun 1989, Konvensi Hak Anak menjadi manusia yang paling banyak meratifikasi perjanjian hak dalam sejarah, dan Unicef memainkan peran penting dalam memastikan penegakannya. Pada tahun 1946 tantangan besar pertama Unicef adalah membantu anak-anak di Eropa yang hidupnya telah hancur akibat Perang Dunia II. Selama 65 tahun terakhir Unicef telah menjadi kekuatan pendorong di belakang visi dunia untuk semua anak. Unicef memiliki otoritas global untuk mempengaruhi para pengambil keputusan, dan bekerja dengan mitra di tingkat akar rumput untuk mengubah ide inovatif menjadi kenyataan. Dari awal di Eropa pada tahun 1940-an Unicef saat ini bekerja di 190 negara melalui program negara dan Komite Nasional. Unicef adalah kekuatan pendorong yang membantu membangun dunia di mana hak-hak setiap anak terealisasikan. Unicef memiliki otoritas global untuk mempengaruhi para pengambil keputusan, dan berbagai mitra di tingkat akar rumput untuk mengubah ide yang paling inovatif menjadi kenyataan. Itulah yang membuat unicef tergolong unik di antara organisasi-organisasi lain dunia, dimana mereka selalu berhadapan langsung dengan anak-anak atau kaum muda lainnya, karena setiap anggota unic`ef percaya bahwa mengasuh dan merawat anak-anak adalah pilar kemajuan manusia. Unicef merespon terhadap anak dalam situasi darurat, seperti jenis produk makanan dan membangun kembali infrastruktur kesehatan di daerah yang dilanda perang. Unicef juga bekerja untuk mempromosikan kesehatan anak dan kesejahteraan non-situasi darurat, dengan program berkelanjutan yang berupaya untuk mengurangi pekerja anak atau menyusui advokat.
  • 39. Prioritas UNICEF dapat dikelompokkan menjadi lima bidang strategis utama, yakni: Kelangsungan Hidup Anak dan Pembangunan Pendidikan Dasar dan Kesetaraan Gende HIV / AIDS dan Anak Perlindungan Anak Advokasi dan Kemitraan untuk Hak Anak 1Konvensi Hak Anak mendefinisikan anak sebagai seseorang yang berusia di bawah 18 tahun. 2 Standar internasional lain dengan ketentuan yang relevan termasuk Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Dikriminasi terhadap Perempuan (1979), Konvensi tentang Hak Penyandang Cacat (2008) dan Deklarasi PBB tentang Hakhak Penduduk Asli (2007). Studi PBB tentang Kekerasan terhadap Anak (2006) juga merupakan dokumen rujukan penting. BAB III ANALISIS Dewasa ini, salah satu permasalahan serius yang menyita perhatian masyarakat internasional adalah kejahatan transnasional yakni perdagangan manusia (human trafficking) dari suatu negara ke negara lain. Tiap tahun, jutaan individu yang mayoritas perempuan dan anak-anak ditipu, dijual, atau sebaliknya dipaksa masuk ke dalam situasi eksploitasi yang tidak bisa mereka hindari. Mereka adalah komoditas bernilai miliar dollar bagi industri yang didominasi oleh kelompok kriminal yang terorganisir. Masalah perdagangan anak menjadi masalah yang kini harus menjadi perhatian serius, baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Bertitik tolak dari konsepsi perlindungan anak yang utuh, menyeluruh dan komprehensif, negara berkewajiban memberikan perlindungan kepada anak berdasarkan azas : Non diskriminasi, Kepentingan yang terbaik bagi anak, Hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan, serta penghargaan terhadap pendapat
  • 40. anak. Anak yang diperdagangkan kehilangan haknya dan satu-satunya adalah menuruti apa kemauan pembelinya. Perdagangan jelas berhubungan dengan motif untuk mencari keuntungan baik itu bersifat menguntungkan pribadi ataupun kedua belah pihak serta hajat hidup orang banyak. Sinergitas dengan perdagangan anak yang menjadi salah satu kajian Hubungan Internasional, motif atau tujuan utama dari hal ini adalah ekonomi yang pastinya berimbas pada kajian hubungan Internasional yang lainnya. Kebanyak kasus perdagangan anak terjadi secara transnasional dikarenakan kemudahan bagi para pelaku ini untuk dilacak dalam gerak-geraknya. Era globalisasi cukup memberi kntribusi terhadap perkembangan perdagangan anak, dimana mobilitas untuk melakukan kejahatan perdagangan anak dari satu negaran ke negara semakin mudah dan cepat untuk dilakukan. Perdagangan anak dipicu dengan adanya permintaan yang juga menjadi motif para pengguna jasa (konsumen) dari tindak criminal ini. Diantaranya yakni eksploitasi seks. Anakanak yang yang menjadi korban tindakan ini mengalami kekerasan secara fisik maupun mental. Mereka dipaksa untuk melakukan pekerjaan yang tidak mereka inginkan dan terkadang tidak mendapatkan apa-apa sebagai bayarannya. Beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya tindakan child trafficking ini adalah: Kemiskinan (Permasalahan Ekonomi) Semenjak terjadinya krisis ekonomi mulai tahun 1997, semuanya berdampak kepada seluruh elemen masyarakat. Perekonomian semakin sulit, semakin banyak rakyat yang tidak mampu untuk membiayai keluarganya khususnya anaknya. Mulai dari biaya pendidikan, hingga biaya kehidupan sehari-hari. Himpitan perekonomian itu membuat keluarga khususnya orangtua semakin mudah terbujuk rayu oleh agen atau pelaku perdagangan anak dengan iming-iming serta janji palsu akan pekerjaan yang dapat membuat hidup lebih baik lagi dengan gaji yang besar. Ketidakjelasan akan pekerjaan juga membuat orang menjadi pasrah dalam
  • 41. menerima pekerjaan untuk dipekerjakan sebagai apa saja dan hal ini yang membuat para pelaku menargetkan anak sebagai korban. Kurangnya Pendidikan dan Informasi Pendidikan yang memadai tentunya akan sangat membantu masyarakat agar tidak terjebak dalam kasus perdagangan anak. Kekurangtahuan akan informasi mengenai perdagangan anak membuat orang-orang lebih mudah untuk terjebak menjadi korban perdagangan anak khususnya di pedesaan dan terkadang tanpa disadari pelaku perdagangan anak tidak menyadari bahwa ia sudah melanggar hukum. Para korban perdagangan biasanya susah untuk mencari bantuan dinegara dimana mereka dijual karena mereka tidak memiliki kemampuan unutuk menggnakan bahasa dinegara tersebut. Kurangnya Kepedulian Orang Tua Tidak jarang ditemukan orang tua yang kurang peduli untuk membuat akta kelahiran sang anaknya dengan berbagai alasan. Orang tanpa tanda pengenal yang memadai lebih mudah menjadi korban trafficking karena usia dan kewarganegaraan mereka tidak terdokumentasi. Sehingga pelaku dapat melakukan aksinya tanpa khawatir identitas korban tidak mudah terlacak. Anak- anak korban trafficking misalnya, lebih mudah diwalikan ke orang dewasa manapun yang memintanya. Pemerintah Indonesia telah berusaha melakukan berbagai upaya untuk menangani masalah child trafficking yang terjadi di Indonesia. Namun upaya-upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia tidak menunjukan hasil yang memuaskan, terbukti kasus child trafficking yang terjadi di Indonesia bukannya menurun malah semakin meningkat. Upaya tersebut dapat dilihat pada: - dibuatnya undang-undang yang relevan untuk memberikan perlindungan kepada korban trafiking, UU No.37/1997 tentang Hubungan Luar Negeri : Undang-undang ini dapat digunakan untuk melindungi orang Indonesia yang tertrafik diluar negeri .
  • 42. - undang-undang no 21. Tahun 2007, Tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang - Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pun melarang perdagangan anak. Dimana Tujuan dari perlindungan anak sendiri disebutkan dalam Pasal 3 UU No. 23 Th 2002 : “Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.” - adanya RPSA (Rumah Perlindungan Sementara Anak), dimana fungsi dari RPSA ini adalah: Pemberian pelayanan segera bagi anak yang menghadapi tindak kekerasan dan perlakuan selah (emergency service). Perlindungan (Protection). Pengembalian keberfungsian sosial anak agar dapat melaksanakan perannya secara wajar (rehabilitiasoan). Pemulihan kondisi mental anakakibat tekanan dan trauma (revovery). Advokasi. Penyatuan kembali anak pada keluarga asli, keluarga pengganti, lembaga lainnya (reunifikasi). Penguatan komitmen pemerintah Republik Indonesia dalam penghapusan perdagangan orang tercermin dari Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 88 Tahun 2002, tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak (RAN-P3A) dan adanya Undang-Undang Penghapusan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU PTPPO). Program Legislasi Nasional 2005-2009 menegaskan RUU Tindak Pidana Perdagangan Orang berada diurutan 22 dari 55 prioritas RUU yang akan dibahas pada tahun 2005. Penindakan hukum kepada pelaku (trafficker) digiatkan melalui peningkatan kapasitas penegak hukum serta peningkatan kerjasama dengan pemangku kepentingan yang lain dan
  • 43. pihak penegak hukum negara sahabat sehingga Kepolisian Republik Indonesia berhasil memproses 23 kasus dari 43 kasus yang terungkap. Upaya-upaya diatas cukup membuktikan bahwa pemerintah Indonesia tidak tinggal diam dalam melihat kasus perdagangan anak ini, meskipun pada kenyataanya penerapan dari upaya-upaya tersebut masih sangat jauh dari yang diharapkan. Indonesia merupakan negara di kawasan Asia Tenggara yang memiliki jumlah terbesar dalam praktik perdagangan anak internasional. Olehnya itu UNICEF sebagai badan atau lembaga yang menangani masalah perlindungan anak perhatian yang sangat besar terhadap Indonesia. menaruh Saat ini program-program UNICEF di Indonesia mencakup serangkaian isu, yakni: Kesehatan dan Gigi Pendidikan Dasar untuk Semua Perlindungan Anak Memerangi HIV/AIDS Air dan Kebersihan Lingkungan Keterlibatan UNICEF dalam membantu pemerintah Indonesia juga terwujud melalui kerjasama yang dijalankan dalam program National Plan of Action for the Elimination of Child Trafficking (NPAs) dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2007. Pengimplementasian National Plan of Action for the Elimination of Child Trafficking (NPAs) terwujud dengan adanya pelaksanaan program-program yang berkaitan dalam upaya menangani masalah perdagangan anak di Indonesia (20022007). Namun dalam menjalankan peran dan fungsinya sebagai organisasi internasional, UNICEF kurang mendapatkan hasil yang optimal. Dalam upaya untuk penurunan angka perdagangan anak di Indonesia dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2007, UNICEF bersama dengan pemerintah Indonesia tidak memperoleh hasil sesuai target pencapaian. Hal ini dikarenakan UNICEF memiliki beberapa hambatan dalam menjalankan perannya.
  • 44. Dengan semakin banyaknya kasus-kasus perdagangan anak di dunia khususnya di Indonesia, UNICEF sebagai satu-satunya organisasi di dunia yang menangani masalah anak diseluruh dunia, mempunyai perhatian khusus akan hal tersebut. dengan dilandasi dengan prinsip-prinsip dalam deklarasi hak-hak anak serta dengan pendauan yang sistematis dari konvensi hak anak tahun 1989 UNICEF menjalankan fungsinya dalam memerangi perdagangan anak di seluruh dunia. Dalam menjalankan fungsinya di Indonesia, UNICEF dalam mengatasi perdagangan bekerja dengan sebuah konsep yang bertujuan menciptakan sebuah lingkungan yang memberi perlindungan kepada anak. Dengan membagun lima komponen yaitu peraturan, budaya, meningkatkan kewaspadaan anak terhadap perdagangan anak, melibatkan anak melalui forum-forum anak untuk menyuarakan bahaya dari prdagangan anak, komitmen pemerintah, dan mengkampanyekan masalah perdagangan anak, maka diharapkan masalah perdagangan anak di Indonesia akan berkurang, serta membuka kesadaran masyarakat akan masalah perdagangan anak dan semakin mendorong pemerintah untuk memerangi masalah perdagangan anak. Hambatan yang dihadapi oleh UNICEF dalam upaya untuk menurunkan angka perdagangan di Indonesia adalah adanya faktor eksternal yang berasal dari ruang lingkup pemerintah daerah, aparat keamanan, letak geografis, lembaga hukum, dan masyarakat yang menyebabkan upaya yang dilakukan oleh UNICEF dan pemerintah pusat dalam menangani masalah perdagangan anak di Indonesia menjadi tidak maksimal. Dalam menangani permasalahan perdagangan anak yang semakin marak dan semakin mengkhawatirkan tersebut menurut penulis ada beberapa hal yang dapat dilakukan antara lain : Pertama, Pemerintah harus mempunyai ketegasan dalam memberikan ijin untuk bekerja keluar negeri terutama apabila ada yang akan memalsukan dokumen, bukannya malah memberikan dukungan kepada para pelaku perdagangan yang biasanya membuat dokumen palsu karena ingin memperoleh keuntungan dengan menerima suap untuk keuntungan pribadinya seperti yang terjadi dibeberapa negara lainnya Kedua, Meningkatkan ekonomi calon korban sebagai salah satu cara mencegah adanya perdagangan dan kesadaran publik khususnya para calon korban mengenai bahaya trafficking serta
  • 45. perlindungan yang diberikan kepada para korban, selain itu juga agar pemerintah mau bekerjasama dengan organisasi non pemerintah dalam memerangi perdagangan manusia. Ketiga, menciptakan suatu program dan inisiatif di luar negeri untuk membantu mengintegrasi, me-reintegrasi dan pemulihan para korban. Menyediakan perlindungan bagi para korban bentuk-bentuk perdagangan. Selain itu upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk memberikan perlindungan hukum terhadap anak dari tindakan trafficking (perdagangan) antara lain adalah hendaknya aparat Kepolisian, Penuntut Umum, dan Hakim Pengadilan, konsisten dalam menangani kasus trafficking (perdagangan) anak dengan memberikan prioritas penangan dan menghukum terdakwa dengan hukuman yang setimpal sesuai dengan perbuatannya. Upaya untuk mencegah dan menangani masalah child trafficking juga harusnya dilakukan dalam tiga tingkatan: Ditingkat komunitas hendaknya memperkuat ketrampilan korban dan keluarganya untuk melawan perdagangan anak, lewat pendidikan, pengorganisasian atau advokasi kasus secara individu maupun kolektif. Ditingkat masyarakat, hendaknya ada kampanye dan pendidikan tentang perdagangan anak serta usaha-usaha untuk melawannya. Ditingkat negara hendaknya lobi dan kampanye pada pembuat kebijakan (pemerintah) tentang perubahan hukum dan penegakannya. BAB IV PENUTUP Kesimpulan Child trafficking terjadi kaarena beberapa faktor, yakni kemiskinan, kurangnnya pendidikan dan informasi, serta upaya penegakan hukum di Indonesia yang masih lemah Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai kebikajan dalam menangani masalah child trafficking ini, antara lain dengan adanya undang-undang no.21 tahun 2007, undang-undang no.23 tahun 2002, serta dengan adanya Lembaga RPSA (Rumah Perlindungan Sementara anak).
  • 46. Salah satu peran UNICEF dalam menangani masalah child trafficking di Indonesia adalah dengan Keterlibatan UNICEF dalam membantu pemerintah Indonesia melalui kerjasama yang dijalankan dalam program National Plan of Action for the Elimination of Child Trafficking (NPAs), namun hambatan yang di hadapi oleh UNICEF dalam upaya untuk menurunkan angka perdagangan di Indonesia adalah Adanya faktor eksternal yang berasal dari ruang lingkup pemerintah daerah, aparat keamanan, letak geografis, lembaga hukum, dan masyarakat yang menyebabkan upaya yang dilakukan oleh UNICEF dan pemerintah pusat dalam menangani masalah perdagangan anak di Indonesia menjadi tidak maksimal Upaya untuk menangani masalah child trafficking seharusnya dilakukan dalam tiga tingkatan, yakni: Ditingkat komunitas hendaknya memperkuat ketrampilan korban dan keluarganya untuk melawan perdagangan anak, lewat pendidikan, pengorganisasian atau advokasi kasus secara individu maupun kolektif. Ditingkat masyarakat, hendaknya ada kampanye dan pendidikan tentang perdagangan anak serta usaha-usaha untuk melawannya. Ditingkat negara hendaknya lobi dan kampanye pada pembuat kebijakan (pemerintah) tentang perubahan hukum dan penegakannya. DAFTAR PUSTAKA Buku: Hurlock, 1980. Elizabeth, Psikologi Perkembangan, Erlangga, Jakarta , Ollenburge, Jane. 1996. Sosiologi Wanita. Jakarta: Rineka Cipta Sumardi, Mulyanto. 1982. Kemiskinan dan Kebutuhan Pokok. Rajawali: Jakarta Winarno Budi, 2002, Isu-Isu Global Kontemporer, PT. Buku Seru, Yogyakarta Web -http://intelektualhukum.wordpress.com/2010/01/14/perdagangan-traffickinganak-dan-perempuan/ (9/5/2013) -http://www.fitnessfirst.co.id/id/whatsup/unicef_nov.asp Anak-Anak, Jakarta, UNICEF, 2 (9/5/2013) http://rindangalamia1020.wordpress.com/2013/07/08/bab-1pendahuluan-a-latarbelakangmasalah-perdagangan-manusia-human-trafficking/