2. PENGANTAR
Profesi konseling merupakan keahlian pelayanan
pengembangan dan pemecahan masalah yang
mementingkan pemenuhan kebutuhan dan
kebahagiaan pengguna sesuai dengan martabat,
nilai, potensi, dan keunikan individu berdasarkan
kajian dan penerapan ilmu dan teknologi dengan
acuan dasar ilmu pendidikan dan psikologi yang
dikemas dalam kaji terapan konseling yang
diwarnai oleh budaya pihak-pihak terkait.
Dengan demikian paradigma konseling adalah
pelayanan bantuan psiko-pendidikan dalam
bingkai budaya.
3. Dari sudut pandang profesi bantuan (helping
profession) pelayanan konseling diabdikan
bagipeningkatan harkat dan martabat
kemanusiaan dengan cara menfasilitasi
perkembangan individu atau kelompok individu
sesuai dengan dengan kekuatan,kemampuan
potensial dan aktual serta peluang-peluang yang
dimilikinya, dan membantu mengatasi
kelemahan dan hambatan serta kendala yang
dihadapi dalam perkembangan dirinya.
4. Sebagai pekerjaan profesional,maka cara
kerjanya diatur dalam kode etik yang jelas.
Kode etik adalah kode moral yang menjadi
landasan kerja bagi pekerja profesional.
Etik merupakan standar tingkah laku
standar seseorang, atau sekelompok
orang,yang didasarkan atas nilai-nilai yang
disepakati.
5. Setiap kelompok profesi pada dasarnya
merumuskan standar tingkah lakunya yang
dijadikan sebagai pedoman dalam menjalankan
tugas dan kewajiban profesional.
Standar Tingkah Laku profesional itu
diterjemahkan dari nilai-nilai masyarakat ke
dalam bentuk cita-cita yang terstruktur
dalamhubungannya dengan orang lain, kliennya
dan masyarakat.
Terjemahan nilai-nilai sebagai bentuk standar itu
dirumuskan ke dalam “kode etik profesi”
(Hansen, 1982:438).
6. Setiap pekerja profesional harus mempunyai
perhatian terhadap tanggungjawab dan jaminan
etis mereka.
Masalah-masalah etis sering menjadi hal yang
sangat sulit bagi orang-orang yang mempunyai
profesi membantu karena beberapa alasan.
Pertama, praktek-praktek etis khusus atau kode
etik masih berkembang yang memberikan
arahan yang selayaknya terhadap perilaku etis
dalam situasi-situasi yang sangat luas yang
dijumpai dalamhubungan-hubungan personal
yang bersifat membantu.
Kedua, sebagian besar pekerja dalam profesi
membantu tidak melakukan praktek sendirian.
7. Operasional profesionalitas mereka muncul
dalam konteks institusi sekolah, kampus,rumah
sakit,gereja,dan agensi pribadi yang mempunyai
sistem-sistem nilai institusional yang mungkin
cukup berbeda dalam kelompok profesional
yang ditujukan oleh para pekerja dalam bidang
ini.
Dalam profesi membantu tampaknya akan
menemui situasi-situasi di mana jaminan-
jaminan etis menjadi tumpang tindih dan konflik.
Sering kali terjadi,mereka bekerja secara
simultan terhadap beberapa orang yang terkait
dengan hubungan interpersonal yang sangat
dekat dengan diri mereka.
8. Etik meliputi “membuat keputusan yang bersifat
moral tentang manusia dan interaksi mereka
dalam masyarakat (Kitchener,1986:306).
Etik sering juga disebut moralitas dan dalam
beberapa kasus kedua istilah ini saling tumpang
tindih.
Keduanya berhubungan dengan “apa yang
dikatakan baik dan yang buruk atau studi
tentang tingkah laku manusia dan nilai-nilai (van
Hoose & Kottler,1985:2).
Meskipun demikian masing-masing memiliki arti
sendiri-sendiri.
9. Etik secara umum didefinisikan
sebagai ilmu filsafat mengenai
tingkah laku manusia dan
pengambilan keputusan moral
Etik bersifat normatif dan berfokus
pada prinsip-prinsip standar yang
mengatur hubungan antara
individu,seperti hubungan antara
konselor dan klien.
10. Moralitas meliputi penilaian atau evaluasi
perbuatan.
Ini berhubungan dengan kata-kata seperti
baik,buruk,salah,seharusnya dan harus.
Konselor memiliki moral,dan di dalam teori
yang digunakan konselor tertanam asumsi
moral tentang sifat manusia yang secara
eksplisit dan implisit akan
mempertanyakan:
”Apakah manusia itu?
“Bagaimana seharusnya manusia itu?”
11. ETIK DAN KONSELING
Sebagai kelompok,konselor
profesional berhubungan dengan etik
dan nilai.
Bahkan banyak konselor menghadapi
keluhan etika dengan kesungguhan
yang sama seperti menghadapi
tuntutan perkara hukum.
12. Bagaimanapun juga ada beberapa
konselor yang lebih melek atau lebih akrab
dengan isu-isu ini.
Patterson (1971) melihat bahwa identitas
keprofesionalan konselor berhubungan
dengan pengetahuan dan praktik etik
mereka.
Welfel (2006) menambahkan bahwa
keefektifan dari konselor berhubungan
dengan pengetahuan etik dan tingkah laku
mereka.
13. Tingkah laku tidak beretik dalam konseling
bentuknya bermacam-macam.
Godaan umum yang dirasakan orang,juga
dialami konselor.
Diantaranya termasuk keintiman fisik,
gosip yang menggairahkan,atau
kesempatan (jika berhasil) untuk
meningkatkan karir seseorang.
Beberapa bentuk tingkah laku tidak etis
jelas dan terencana,sementara lainnya
lebih halus dan tidak terencana
14. Beberapa tingkah laku tidak etis
yang paling sering dalam konseling
(ACA,2005;Herlihy &Corey,2006):
Pelanggaran kepercayaan
Melampaui tingkat kompetensi
profesional seseorang
Kelalaian dalam praktik
Mengklaim keahlian yang tidak dimiliki
Memaksakan nilai-nilai konselor kepada
klien
Membuat klien bergantung
15. Melakukan aktivitas seksual dengan klien
Konflik kepentingan,seperti hubungan
ganda yaitu peran konselor bercampur
dengan hubungan lainnya, baik
hubungan pribadi atau hubungan
profesional
Persetujuan finansial yang kurang
jelas,seperti mengenakan bayaran
tambahan
Pengiklanan yang tidak pantas
Plagiarisme
16. KETERBATASAN KODE ETIK
Remley mencatat bahwa kode etik
itu umum dan idealistis; jarang
menjawab pertanyaan yang spesifik.
Selain itu,dia menunjukkan bahwa
dokumen seperti itu tidak dibahas
“dilema profesional yang dapat
diprediksi”.
17. Alih-alih kode etik memberikan
pedoman,berdasarkan pengalaman
dan nilai-nilai,tentang bagaimana
seharusnya tingkah laku konselor.
Dalam banyak cara, standar etik
mewakili kumpulan kebijaksanaan
dari seorang profesi dalam kurun
waktutertentu.
18. Ada sejumlah batasan spesifik dalam kode etik.
Di bawah ini beberapa batasan yang paling
sering disebutkan (Beymer,1971;Corey,Corey, &
Callanan,2007; Talbutt,1981):
Beberapa masalah tidak dapat diputuskan
dengan kode etik.
Pelaksanaan kode etik merupakan hal yang
sulit.
Standar-standar yang diuraikan dalam kode
etik ada kemungkinan saling bertentangan.
19. Beberapa isu legal dan etis tidak tercakup
dalam kode etik.
Kode etik adalah dokumen sejarah. Sehingga
praktik yang diterima pada suatu kurun waktu
mungkin saja dianggap tidak lagi etis di
kemudian hari.
Terkadang muncul konflik antara peraturan
etik dan peraturan legal.
Kode etik tidak membahas masalah lintas
budaya.
20. Tidak semua kemungkinan situasi
dibahas dalam kode etik.
Sering kali sulit menampung keinginan
semua pihak, yang terlibat dalam
perbincangan etik secara sitematis.
Kode etik bukan dokumen proaktif untuk
membantu konselor dalam memutuskan
apa yang harus dilakukan dalam suatu
situasi baru.
21. Jadi, kode etik sangat berguna dalam beberapa
hal,tetapi juga memiliki keterbatasan.
Konselor harus berhati-hati karena tidak semua
petunjuk yang mereka butuhkan dapat selalu
ditemukan dalam dokumen ini.
Meskipun begitu,kapanpun masalah etik timbul
dalam konseling,yang pertama kali harus
dilakukan konselor adalah memeriksa kode etik
untuk melihat apakah ada pembahasan
mengenai situasi tersebut.
22. PENGERTIAN ETIKA, MORAL,NORMA
DAN NILAI
ETIKA
NILAI-NILAI ATAU NORMA MORAL YG MENGATUR
TINGKAH LAKU (SISTEM NILAI)
KUMPULAN ASAS ATAU NILAI MORAL
ILMU TENTANG BAIK ATAU BURUK
MORAL
SARANA UNTUK MENGUKUR BENAR TIDAKNYA
TINDAKAN
NORMA
UKURAN, GARIS PENGARAH, ATURAN ATAU
KAIDAH BAGI PERTIMBANGAN DAN PENILAIAN
NILAI
SESUATU YG DIJUNJUNG TINGGI, YG MEWARNAI
DAN MENJIWAI TINDAKAN SESEORANG
23. NILAI-NILAI PROFESI KONSELOR
Nilai dapat dianggap sebagai “keharusan-
keharusan” suatu cita-cita menjadi dasar
bagi keputusan yang diambil
Nilai merupakan bagian kenyataan yang tidak
dapat dipisahkan
Setiap orang berperilaku sesuai dengan
seperangkat nilai
Oleh karena itu KONSELOR tidak mungkin
netral atau tidak memihak dalam kaitannya
dengan nilai-nilai tertentu
24. KONSELOR bertingkah laku sesuai
dengan nilai
KONSELOR harus memperhatikan
nilai-nilai:
MORAL
SOSIAL
UNDANG-UNDANG
AGAMA
KONSELOR memperhatikan derajat
pentingnya nilai
25. APAKAH ADA NILAI DASAR YANG
HARUS DIANUT OLEH
KONSELOR?
ADA BEBERAPA SIFAT
KEPRIBADIAN YANG HARUS
DIMILIKI KONSELOR: Menerima
orang lain, berpikiran terbuka,
berpandangan luas, menghargai
orang lain, obyektif, menyadari
keadaan diri sendiri
26. Sifat-sifat kepribadian tersebut memiliki
latar belakang nilai dasar:
Sikap toleransi
Menghormati martabat orang lain
Percaya terhadap diri sendiri
Dapat dipercaya
Jujur
Suka menolong orang lain
27. Nilai-nilai tersebut telah diterima sebagai
dasar untuk hidup bermasyarakat, termasuk
cerminan KONSELOR dalam proses
konseling.
Konselor biasanya bekerja dalam batas
kewenangan lembaganya.
Setiap lembaga memiliki nilai-nilai tertentu
yang harus ditaati oleh konselor, baik nilai
yang dibuat secara tertulis maupun tidak
28. Sering konselor berada dalam suasana
pertentangan nilai
Nilai dipegang oleh konselor adalah sebagian
dari kepribadian konselor, disisi lain konselor
diharapkan dapat menerima klien yang
mungkin memiliki nilai berlainan dengan
klien
Konselor harus tetap jujur pada dirinya
sendiri,tidak boleh meninggalkan nilai-nilai
sosial, nilai moral dan nilai spiritual
29. MORAL DAN KONSELING
Mengapa kita harus bermoral?
Mengapa kita harus mengambil
bagian dalam kehidupan lembaga
moral?
Megapa kita harus mengambil
sudut pandang moral?
30. Motivasi untuk bertindak apakah,
yang secara moral dianggap baik?
Apakah tindakan untuk melakukan
keadilan dapat disebut baik secara
moral?
Pertanyaan tsb ditujukan kepada
konselor dlm lembaga yang sarat
dengan muatan moral
31. SETIAP PERMASALAHAN
KONSELING ADALAH MASALAH
MORAL
Bagaimana seharusnya
memberikan layanan konseling?
TUJUAN KONSELING YG BERHASIL
ialah penyesuaian moral secara
konstruktif terhadap kehidupan
KLIEN
32. SEBELUM SEBAGAI KONSELOR,
sebaiknya kritis dan jujur menilai diri
sendiri, apakah secara moral
kemauannya cukup kuat dan bersedia
memikul tanggung jawab untuk
membantu orang lain
HUBUNGAN KONSELOR – KLIEN
DALAM PEMBELAJARAN MELALUI
KONSELING HARUS DIDASARKAN
MORALITAS
33. Apakah yang saya harapkan dari kegiatan
konseling ini?
Kepuasan dan imbalan apakah yang mungkin
saya peroleh dalam membantu orang lain?
UNTUK MENJADI KONSELOR YANG
BERETIKA konselor dapat mengajukan
pertanyaan: ”Bagaimanakah seharusnya saya
menjalani hidup?”
Konselor dalam membelajarkan individu
melalui konseling perlu memberi kebebasan
kepada individu
34. KONSELOR HARUS KOMPETEN
Moral pembelajaran melalui konseling
akan dapat diwujudkan oleh KONSELOR
yang memiliki kompetensi
Kompetensi adalah keseluruhan
pengetahuan, sikap, dan keterampilan
yang diperlukan oleh seseorang dalam
kaitannya dengan suatu tugas tertentu.
35. KONSELOR HARUS KOMPETEN
Kompetensi KONSELOR ialah pengetahuan,sikap
dan keterampilan yang harus ada pada seseorang
agar dapat menunjukkan tingkah lakunya sebagai
KONSELOR.
Konselor sekaligus sebagai pendidik yang
menjalankan tugas profesi
Profesi merupakan pekerjaan atau karir yang
bersifat pelayanan bantuan keahlian dengan tingkat
ketepatan yang tinggi untuk kebahagiaan pengguna
berdasarkan norma-norma yang berlaku.
37. Kompetensi profesional hendaknya
didasari oleh jiwa profesionalisme yang
tinggi
Moral pembelajaran melalui konseling
akan dapat diwujudkan dengan baik bila
KONSELOR memiliki kepribadian yang
menunjang dalam melaksanakan tugas
profesionalnya
38. Kepribadian KONSELOR tidak hanya
menjadi dasar bagi KONSELOR untuk
bertingkah laku yang bermoral, akan
tetapi juga menjadi model keteladanan
bagi para KLIEN dalam
perkembangannya
Oleh karena itu kepribadian KONSELOR
perlu dibina dan dikembangkan sesuai
dng nilai-nilai moral
39. CARA MENYIKAPI DAN MELAKSANAKAN ETIKA
DAN MORAL KONSELING
KONSELOR PROFESIONAL HARUS MEMAHAMI:
Apa etika dan moral konseling
Mengapa etika dan moral konseling
Bagaimana cara menyikapi dan melaksanakan
etika dan moral konseling.
SIKAP POSITIF KONSELOR TERHADAP ETIKA DAN
MORAL KONSELING MENUNJANG KUALITAS
PROFESIONAL
40. KUALITAS PROFESIONAL KONSELOR
Keinginan untuk selalu menampilkan
perilaku mendekati standar ideal
Meningkatkan dan memelihara citra
profesi
Keinginan untuk senantiasa mengejar
kesempatan pengembangan profesional
Mengejar kualitas dan cita-cita dalam
profesi
Memiliki kebanggaan terhadap profesi
41. PENYIKAPAN MENGANDUNG UNSUR:
KOGNISI
AFEKSI
PERLAKUAN
UNSUR-UNSUR KOGNISI MENGACU PADA
WAWASAN,KEYAKINAN,PEMAHAMAN,
PERTIMBANGAN, DAN PEMIKIRAN
KONSELOR
TENTANG:
HAKIKAT KLIEN, PENGARUH LINGKUNGAN
DAN HAKIKAT KONSELING
42. Dasar-dasar penyikapan ini akan
terwujud dalam proses konseling
yang diwarnai oleh:
Komitmen yang tinggi
Motivasi yang tinggi
Niat baik yang dilandasi
kepribadian dan keahlian
43. Hal ini penting karena sebagai modal
melaksanakan tugas yang menuntut
adanya:
Integritas moral kepribadian
Integritas intelektual yg berorientasi
kebenaran
Integritas religius dlm konteks pergaulan
Tingginya kualitas keahlian sesuai
kemajuan IPTEKS
Pemahaman, penghayatan dan
pengamalan etika profesi
Mengakui dan menghormati martabat
klien.
44. UNSUR-UNSUR KOGNISI YG
MENDASARI PENYIKAPAN
Keyakinan klien sebagai mahluk sosial
yg sedang berkembang sarat dengan
etika dan moral
Pemahaman, bahwa dalam proses
konseling klien dapat belajar dari
berbagai sumber, termasuk konselor
yang penuh muatan etik dan moral
45. Pemahaman bahwa pembelajaran
melalui pelayanan konseling mampu
memberikan manfaat bila berdasarkan
etik dan moral pembelajaran
Pertimbangan dan pemikiran yang
cermat, teliti, manusiawi dan penuh
tanggung jawab yang dilandasi etik dan
moral akan mampu mencapai tujuan
46. UNSUR-UNSUR KOGNISI
DITURUNKAN DALAM BENTUK
POLA TINGKAH LAKU YANG
MENCERMINKAN AFEKTIF
Memberikan penghargaan dan
penghormatan terhadap klien yang
penuh muatan etika dan moral
Komitmen tinggi untuk menerapkan
etika & moral
47. Berupaya sesuai dengan keahlian
yang dimilikinya
Menerapkan keahlian dilandasi etika
dan moral
Bersikap positif terhadap pentingnya
etika dan moral
Penuh kesadaran mengembangkan
wawasan, ide-ide, strategi, teknik
serta menerapkan etik dan moral
konseling secara tepat.
48. BENTUK PERLAKUAN ETIKA DAN
MORAL KONSELING
Memberikan pelayanandengan penuh
tanggung jawab dan dilandasi etika dan
moral
Mengembangkan wawasan etik dan
moral secara lebih rinci dalam pola
perilaku
Mengembangkan strategi dan
menerapkan teknik-teknik yang tepat
Mengkaji upaya pelaksanaan konseling
melalui berbagai pendekatan.
49. CARA KONSELOR MENERAPKAN
ETIKA DAN MORAL KONSELING
Agar dapat memahami orang lain, konselor
harus terus menerus menguasai dirinya
Harus tetap menjaga standar mutu layanan
atau status profesinya
Harus memperlihatkan sifat-sifat
sederhana, rendah hati, sabar, menepati
janji, dapat dipercaya, sadar diri, tidak
dogmatis, penuh tanggung jawab
50. Harus bersifat terbuka terhadap saran
dan kritik
Harus menghormati harkat pribadi
klien.
Tidak membedakan sasaran layanan
(klien) dengan dalih apapun
Konselor harus dapat menerapkan
prinsip-prinsip etika dan moral
konseling
51. Konselor dalam KONSELING
mengutamakan:
penampilan prima secara fisik,
mudah tersenyum,
secara psikis berkepribadian empatik,
simpatik dan
kalimat bahasa yang jelas
Konselor harus dapat menciptakan
iklim yang kondusif dan suasana
akademik, dinamis dan terarah
52. MODAL DASAR UNTUK MELAKSANAKAN
TUGAS PROFESIONAL
Integritas moral kepribadian
Integritas intelektual yang berorientasi
kebenaran
Integritas religius dalam konteks pergaulan
dalam masyarakat majemuk
Tingginya kualitas keahlian bidang studi sesuai
dengan kemajuan Ipteks
Memahami,menghargai, dan mengamalkan
etika profesi
Mengakui dan menghormati martabat klien.
54. Membuat keputusan secara etis dalam
situasi-situasi dimana terjadi konflik antar
jaminan-jaminan tampaknya adalah
sesuatu yang tidak mudah.
Kode etik dapat menjadi arahan-arahan
dalam keputusan-keputusan etis secara
luas, tetapi mereka kadang-kadang cukup
detail dalam penerapan yang sempurna
terhadap situasi-situasi etis yang spesifik.
55. Tentu saja, konselor biasanya melakukan upaya
untuk membuat keputusan-keputusan etis yang
kompleks dengan berdasarkan kepada sistem-
sistem etis internal mereka.
Sistem-sistem etis tersebut benar-benar
merupakan bagian filosofis diri para konselor
dalam konseling.
Pada dasarnya,sebuah sistem etis
merepresentasikan sebiuah hirarkhi nilai-nilai
yang mengijinkan konselor untuk membuat
pilihan berdasarkan pada perbedaan level, yaitu
level baik atau level buruk.
56. Ketika jaminan-jaminan etis dan
keinginan-keinginan yang penting menjadi
suatu konflik, konselor sering berhadapan
dengan situasi-situasi di mana tidak ada
suatu cara yang dapat dilakukan yang
dapat membuat sebuah rekonsilisasi yang
sempurna terhadap nilai-nilai atau
harapan-harapan yang muncul.
Dalam hal ini, konselor beroperasi pada
daerah dimana banyak”bayang-bayang
kelabu”
57. Kemampuan untuk melakukan
internalisasi sebuah hirarkhi nilai pada
konselor dapat dilakukan secara etis,
efektif, dan mengikuti kata hati yang
benar-benar terbentuk dalam diri konselor
dalam hal identitas personal dan
profesional mereka.
Sayangnya, banyak para konselor yang
tidak benar-benar menyadari siapa
sebenarnya dirinya, atau apa yang
sebenarnya mereka inginkan.
58. Pada suatu saat mereka ingin menjadi
“orang yang membantu” yang mempunyai
komitmen yang mendalam untuk
membantu orang.
Pada saat yang lain, para konselor
tersebut ingin menjadi seorang “polisi”
atau penjaga komunitas masyarakat
terhadap kenyataan atau pelanggaran
hukum terhadap seorang individu.
59. Mungkin adalah benar bahwa masyarakat
memang memerlukan “orang yang
membantu’ dan “polisi”, tetapi dapat juga
benar,bahwa dalam beberapa situasi
adalah tidak mungkin bagi seseorang
untuk dapat berperilaku secara etis dan
konsisten pada kedua peran tersebut.
Salah satu keprihatinan konselor yang
paling mendalam adalah bahwa dia ingin
menerima seseorang secara konsisten
dan etis.
60. Jika dia tidak mempunyai penerimaan seperti
ini, para klien tidak akan menaruh kepercayaan
dan keyakinan kepadanya, suatu hal yang
dibutuhkan dalam pembentukan hubungan
personal yang bersifat membantu.
Perilaku yang tidak etis biasanya muncul ketika
konselor mengkomunikasikan dirinya sendiri
dalam usahanya untuk membentuk sebuah
bentuk harapan-harapan dan kemudia perilaku
mereka tidak konsisten dengan harapan-
harapan tersebut.
61. Untuk dapat menjadi konselor yang berhasil dan
etis, seseorang haraus dapat berkata-kata dan
hidup dalam sebuah hirarkhi nilai yang dapat
menjadikan dirinya mampu membuat keputusan
yang konsisten yang terkait dengan jaminan-
jaminan terhadap para klien terhadap jaminan-
jaminan yang lain.
Konselor harus dapat memahami daripada
sekedar menjelaskan sebuah situasi sehingga
dapat membuat klien menjadi merasa nyaman
dengan menolak nilai-nilai yang mungkin terkait
dengan diri klien klien.
62. Ketika seorang konselor menjadi tidak
jelas dan bersifat ambigius tentang
jaminan-jaminan etis, dia akan dipandang
sebagai seorang yang tidak konsisten dan
tidak dapat dipercaya.
Ketika seorang konselor memutuskan
suatu hirakhi nilai tetapi tidak menemukan
kenyamanan klien, kemungkinan dia juga
tidak dapat diterima sebagai seorang
konselor.
63. Kebanyakan perilaku etis muncul
ketika para konselor ingin diterima
sebagai konselor, tetapi membuat
nilai-nilai yang lebih besar terhadap
peran institusional seperti petugas
kedisiplinan atau seperti seorang
petugas administrasi.
64. Konselor dalam melaksanakan tugas
berbagai proses kelompok yang bertujuan
membantu individu-individu dalam
kelompok terdapat berbagai persoalan
pokok yang perlu diperhatikan oleh para
konselor sebagai penyelenggaraan proses
kelompok.
Persoalan pokok yang berkait dengan
kode etik profesional didalam
penyelenggaraan batuan itu.
65. Kode etik profesi adalah norma-norma
yang harus diindahkan oleh setiap tenaga
profesi dalam menjalankan tugas profesi
dan dalam kehidupannya di masyarakat.
Norma itu berisi:
Apa yang itdak boleh dilakukan,
Apa yang seharusnya dilakukan, dan
Apa yang diharapkan dari tenaga profesi.
66. Kode etik, bagi seorang konselor adalah:
Memberikan pedoman etis/moral berperilaku
waktu mengambil keputusan bertindak
menjalankan tugas profesi konseling;
Memberikan perlindungan kepada klien
(individu pengguna);
Mengatur tingkah laku pada waktu
menjalankan tugas dan mengatur hubungan
konselor dengan klien, rekan sejawat dan
tenaga-tenaga profesional yang lain, atasan,
lembaga tempat bekerja (jika konselor adalah
pegawainya),dan dengan masyarakat;
67. Kode etik, bagi seorang konselor adalah:
Memberikan dasar untuk melakukan penilaian
atas kegiatan profesional yang dilakukannya;
Menjaga nama baik profesi terhadap
masyarakat (public trust) dengan
mengusahakan standar mutu pelayanan
dengan kecakapan tinggi dan menghindari
perilaku tidak layak atau tidak patut/pantas;
Memberikan pedoman berbuat bagi konselor
jika mnghadapi delima etis;
Menunjukkan kepada konselor standar etika
yang mencerminkan penghargaan
masyarakat.
68. Kode etik sebagai salah satu syarat bagi
eksistensi profesi konseling atau sebagai
jati diri profesi konseling.
Kode etik penting,mengingat bahwa kode
etik:
penerapannya dengan patuh dan taat
asas,
penegakkannya merupakan tolok ukur
kualitas pencapaian visi dan misi
profesi.
69. Dalam menjalankan tugasnya konselor
dituntut untuk menunjukkan kinerjanya
dengan penguasaan kompetensi
profesional, sosial, personal,
emosional,dan spiritual.
Kode etik menjadi penting sebagai
pedoman kerja bagi konselor dalam
menjalankan tugas profesinya.
Pelanggaran terhadap norma-norma
tersebut akan mendapatkan sanksi.
70. Tujuan ditegakkannya kode etik adalah
untuk:
Menjunjung tinggi martabat profesi;
Meolindungi pelanggaran dari perbuatan
malapraktik;
Meningkatkan mutu profesi;
Menjaga standar mutu dan status profesi;dan
Menegakkan ikatan antara tenaga profesi dan
profesi yang disandang.
71. T E R I M A K A S I H
Prof.Dr.H.MUNGIN EDDY WIBOWO,M.Pd.,Kons.
024-8501087; 08156610531; 021- 7668590,
Fax 021-7668591, http://www.bsnp-indonesia.org http://www.abkin.org
email mungin_eddy@yahoo.com