SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  18
Eduard Douwes Dekker




           Eduard Douwes Dekker (lahir di Amsterdam, Belanda, 2 Maret1820 – meninggal di
Ingelheim am Rhein, Jerman, 19 Februari1887 pada umur 66 tahun), atau yang dikenal pula
dengan nama penaMultatuliadalah penulis Belanda yang terkenal dengan Max Havelaar.
Roman Max Havelaar terbit kali pertama pada 15 Mei 1860 di Amsterdam. Roman itu bercorak
satir politik, ditulis oleh Eduard Douwes Dekker di bawah pseudonim Multatuli (latin: aku telah
banyak menderita). Ia jadi pusat perhatian karena menghadirkan realitas kehidupan masyarakat
Lebak nan miskin di tengah hiruk-pikuk kolonialisme yang mengeruk keuntungan dari negeri
jajahan.
           Eduard memiliki saudara bernama Jan yang adalah kakek dari tokoh pergerakan
kemerdekaan Indonesia, Ernest Douwes Dekker yang dikenal pula dengan nama Danudirja
Setiabudi.Eduard dilahirkan di Amsterdam. Ayahnya adalah seorang kapten kapal yang cukup
besar dengan penghasilan cukup sehingga keluarganya termasuk keluarga mapan dan
berpendidikan.
           Eduard kemudian disekolahkan di sekolah Latin yang nantinya bisa meneruskan
jenjang pendidikan ke universitas. Pada awalnya Eduard menempuh pendidikan dengan lancar
karena Eduard merupakan murid yang berprestasi dan cukup pandai. Namun lama kelamaan
Eduard merasa bosan sehingga prestasinya merosot. Hal ini membuat ayahnya langsung
mengeluarkannya dari sekolah dan ia ditempatkan di sebuah kantor dagang.
Bagi Eduard, penempatannya di sebuah kantor dagang membuatnya merasa dijauhkan
dari pergaulan dengan kawan-kawannya sesama keluarga berkecukupan; ia bahkan ditempatkan
di posisi yang dianggapnya hina sebagai pembantu di sebuah kantor kecil perusahaan tekstil. Di
sanalah dirinya merasa bagaimana menjadi seorang miskin dan berada di kalangan bawah
masyarakat. Pekerjaan ini dilakukannya selama empat tahun dan meninggalkan kesan yang tidak
dilupakannya selama hidupnya. "Dari hidup di kalangan yang memiliki pengaruh kemudian
hidup di kalangan bawah masyarakat membuatnya mengetahui bahwa banyak kalangan
masyarakat yang tidak memiliki pengaruh dan perlindungan apa-apa", seperti yang diucapkan
Paul van 't Veer dalam biografi Multatuli.




                             Patung Eduard Dekker di Amsterdam, Belanda.
             Ketika ayahnya pulang dari perjalanannya, dilihatnya perubahan kehidupan dan
keadaan dalam diri Eduard. Hal ini melahirkan niat pada diri ayahnya untuk membawanya dalam
sebuah perjalanan. Pada saat itu, di Hindia Belanda terdapat kesempatan untuk mencari kekayaan
dan jabatan, juga bagi kalangan orang-orang Belanda yang tidak berpendidikan atau
berpendidikan rendah. Karena itu, pada tahun 1838 Eduard pergi ke pulau Jawa dan pada 1839
tiba di Batavia sebagai seorang kelasi yang belum berpengalaman di kapal ayahnya. Dengan
bantuan dari relasi-relasi ayahnya, tidak berapa lama Eduard memiliki pekerjaan sebagai
pegawai negeri (ambtenaar) di kantor Pengawasan Keuangan Batavia. Tiga tahun kemudian dia
melamar pekerjaan sebagai ambtenaarpamong praja di Sumatera Barat dan oleh Gubernur
Jendral Andreas Victor Michiels ia dikirim ke kota Natal yang saat itu terpencil sebagai seorang
kontrolir.
Kehidupan di kota yang terpencil tersebut, bagi Eduard justru lebih menyenangkan.
Sebagai ambtenaar pemerintahan sipil yang cukup tinggi di sana, ditambah usianya yang masih
cukup muda, ia merasa memiliki kekuasaan yang tinggi. Dalam jabatannya ia mengemban tugas
pemerintahan dan pengadilan, dan juga memiliki tugas keuangan dan administrasi. Namun
ternyata ia tidak menyukai tugas-tugasnya sehingga kemudian ia meninggalkannya. Atasannya
yang kemudian mengadakan pemeriksaan, menemukan kerugian yang besar dalam kas
pemerintahannya.
         Sikapnya yang mengabaikan peringatan-peringatan dari atasannya, serta adanya
kerugian kas pemerintahan, Eduard pun diberhentikan sementara dari jabatannya oleh Gubernur
Sumatera Barat Jendral Michiels. Setahun lamanya ia tinggal di Padang tanpa penghasilan apa-
apa. Baru pada September 1844 ia mendapatkan izin untuk pulang ke Batavia. Di sana ia
direhabilitasi oleh pemerintah dan mendapatkan "uang tunggu".
         Sambil menunggu penempatan tugas, Eduard menjalin asmara dengan Everdine van
Wijnbergen, gadis turunan bangsawan yang jatuh miskin. Pada bulan April 1846, Eduard yang
saat itu telah menjabat sebagai ambtenaar sementara di kantor asisten residenPurwakarta,
menikah dengan Everdine.Belajar dari pengalamannya yang buruk saat bertugas sebelumnya di
Natal, Eduard bekerja cukup baik sebagai ambtenaar pemerintah sehingga pada 1846 ia diangkat
menjadi pegawai tetap. Pangkatnya kemudian dinaikkan menjadi komis di kantor residen
Purworejo. Prestasinya membuat dia diangkat oleh residen Johan George Otto Stuart von
Schmidt auf Altenstadt menjadi sekretaris residen menggantikan pejabat sebelumnya. Namun
karena Eduard tidak memiliki diploma sebagai syarat ditempatkannya sebagai pejabat tinggi
pemerintahan, Eduard tidak mendapatkan kenaikan pangkat yang sesungguhnya. Namun
Gubernur Jenderal dapat memberikan pengakuan diploma dalam hal-hal yang dianggap istimewa
dengan syarat mampu melaksanakan tugas-tugas pemerintahan. Eduard mengajukan permohonan
kepada Gubernur Jenderal dan akhirnya berhasil memperolehnya karena prestasi kerjanya.
Keputusan ini diterima dari atasannya, Residen Purworejo. Kegagalan saat bertugas di Natal
dianggap sebagai kesalahan pegawai muda yang dapat dimaafkan.
         Dalam perjalanan karier selanjutnya, Eduard diangkat menjadi sekretaris residen di
Manado akhir April 1849 yang merupakan masa-masa karier terbaiknya. Eduard merasa cocok
dengan residen Scherius yang menjadi atasannya sehingga ia mendapat perhatian para pejabat di
Bogor di antaranya karena pendapatnya yang progresif mengenai rancangan peraturan guna
perubahan dalam sistem hukum kolonial. Karirnya meningkat menjadi asisten residen, yang
merupakan karier nomor dua paling tinggi di kalangan ambtenaar Hindia Belanda. Eduard
menerima jabatan ini dan ditugasi di Ambon pada Februari 1851.
          Namun, meskipun telah mendapatkan jabatan yang cukup tinggi di kalangan
ambtenaar Hindia Belanda, Eduard merasa tidak cocok dengan Gubernur Maluku yang memiliki
kekuasaan tersendiri sehingga membuat ambtenaar-ambtenaar bawahannya tidak dapat
menunjukkan inisiatifnya. Eduard akhirnya mengajukan cuti dengan alasan kesehatan sehingga
mendapatkan izin cuti ke negeri Belanda. Dan pada hari Natal 1852, dia bersama istrinya tiba di
pelabuhan Hellevoetsluis dekat Rotterdam.
          Selama cuti di Belanda, Eduard ternyata tidak dapat mengatur keuangannya dengan
baik; hutang menumpuk di sana-sini bahkan ia sering mengalami kekalahan di meja judi.
Meskipun telah mengajukan perpanjangan cuti di Belanda, dia dan istrinya akhirnya kembali ke
Batavia pada tanggal 10 September1855. Tidak lama kemudian, Eduard diangkat menjadi asisten
residen Lebak di sebelah selatan karesidenanBanten yang bertempat di Rangkasbitung pada
Januari 1856. Eduard melaksanakan tugasnya dengan cukup baik dan bertanggung jawab.
Namun ternyata, dia menjumpai keadaan di Lebak yang sesungguhnya sangat buruk bahkan
lebih buruk daripada berita-berita yang didapatnya.
          Bupati Lebak yang pada saat itu menurut sistem kolonial Hindia Belanda diangkat
menjadi kepala pemerintahan bumiputra dengan sistem hak waris telah memegang kekuasaan
selama 30 tahun, ternyata dalam keadaaan kesulitan keuangan yang cukup parah lantaran
pengeluaran rumah tangganya lebih besar dari penghasilan yang diperoleh dari jabatannya.
Dengan demikian, bupati Lebak hanya bisa mengandalkan pemasukan dari kerja rodi yang
diwajibkan kepada penduduk distriknya berdasarkan kebiasaan.
          Dekker bukan ambtenar yang selalu membuat laporan palsu demi pujian dari atasan,
atau hidup cari selamat demi gaji bulanan. Ia manusia yang benar pada tempat yang salah. Bukan
saja penindasan sang bupati yang digugatnya, tapi juga kekuasaan kolonial yang membiarkan
rakyat terus terhimpit kesusahan.“Saya tak suka menggugat siapa pun, tapi kalau harus, biar dia
kepala tentu saya akan gugat,” ujar Max Havelaar, menunjukkan sikap teguh berpendirian.
          Edwuard Douwes Dekker menemukan fakta bahwa kerja rodi yang dibebankan pada
rakyat distrik telah melampaui batas bahkan menjumpai praktik-praktik pemerasan yang
dilakukan oleh Bupati Lebak dan para pejabatnya dengan meminta hasil bumi dan ternak kepada
rakyatnya. Kalaupun membelinya, itupun dengan harga yang terlalu murah.
         Belum saja satu bulan Eduard Douwes Dekker ditempatkan di Lebak, dia menulis
surat kepada atasannya, residen C.P. Brest van Kempen dengan penuh emosi atas kejadian-
kejadian di wilayahnya. Eduard meminta agar bupati dan putra-putranya ditahan serta situasi
yang tidak beres tersebut diselidiki. Dengan adanya desakan dari Eduard tersebut, timbullah
desas-desus bahwa pejabat sebelumnya yang digantikannya meninggal karena diracun. Hal ini
membuat Eduard merasa dirinya dan keluarganya terancam. Sebab lainnya adalah adanya berita
kunjungan bupati Cianjur ke Lebak, yang ternyata masih keponakan bupati Lebak, yang
kemudian membuat Eduard mengambil kesimpulan akan menimbulkan banyak pemerasan
kepada rakyat.
         Atasannya, Brest van Kempen sangat terkejut dengan berita yang dikirimkan Eduard
sehingga mengadakan pemeriksaan di tempat, namun menolak permintaan Eduard. Dengan
demikian Eduard meminta agar perkara tersebut diteruskan kepada Gubernur Jendral A.J.
Duymaer van Twist yang terkenal beraliran liberal. Namun, meskipun maksudnya terlaksana,
Eduard justru mendapatkan peringatan yang cukup keras. Karena kecewa, Eduard mengajukan
permintaan pengunduran diri dan permohonannya dikabulkan oleh atasannya.
         Sekali lagi, Eduard kehilangan pekerjaan akibat bentrok dengan atasannya. Usahanya
untuk mencari pekerjaan yang lain menemui kegagalan. Bahkan saudaranya yang sukses
berbisnis tembakau malah meminjamkan uang untuk pulang ke Eropa untuk bekerja di sana. Istri
dan anaknya sementara ditinggalkan di Batavia.
         Di Eropa, Eduard bekerja sebagai redaktur sebuah surat kabar di Brusel, Belgia namun
tidak lama kemudian dia keluar. Kemudian usahanya untuk mendapatkan pekerjaan sebagai juru
bahasa di KonsulatPerancis di Nagasaki juga menemui kegagalan. Usahanya untuk menjadi kaya
di meja judi justru membuatnya menjadi semakin melarat.
Sampul cetakan pertama Max Havelaar tahun 1860.
           Gagal menjadi pegawai, namun cita-cita Eduard yang lain, yaitu menjadi pengarang,
berhasil diwujudkannya. Ketika kembali dari Hindia Belanda, dia membawa berbagai manuskrip
di antaranya sebuah tulisan naskah sandiwara dan salinan surat-surat ketika dia menjabat sebagai
asisten residen di Lebak. Pada bulan September 1859, ketika istrinya didesak untuk mengajukan
cerai, Eduard mengurung diri di sebuah kamar hotel di Brussel dan menulis buku Max Havelaar
yang kemudian menjadi terkenal.
           Buku tersebut diterbitkan pada tahun 1860 dalam versi yang diedit oleh penerbit tanpa
sepengetahuannya namun tetap menimbulkan kegemparan di kalangan masyarakat khususnya di
kawasan negerinya sendiri. Pada tahun 1875, terbit kembali dengan teks hasil revisinya.
Namanya sebagai pengarang telah mendapatkan pengakuan, yang berarti lambat laun Eduard
dapat mengharapkan penghasilan dari penerbitan karyanya.
           Ketika menerbitkan novel Max Havelaar, ia menggunakan nama samaran 'Multatuli'.
Nama ini berasal dari bahasa Latin dan berarti "'Aku sudah menderita cukup banyak'" atau "'Aku
sudah banyak menderita'"; di sini, aku dapat berarti Eduard Douwes Dekker sendiri atau rakyat
yang terjajah. Setelah buku ini terjual di seluruh Eropa, terbukalah semua kenyataan kelam di
Hindia Belanda, walaupun beberapa kalangan menyebut penggambaran Dekker sebagai berlebih-
lebihan.
           Antara tahun 1862 dan 1877, Eduard menerbitkan Ideën (Gagasan-gagasan) yang
isinya berupa kumpulan uraian pendapat-pendapatnya mengenai politik, etika dan filsafat,
karangan-karangan satir dan impian-impiannya. Sandiwara yang ditulisnya, di antaranya
Vorstenschool (Sekolah para Raja), dipentaskan dengan sukses.Walaupun kualitas literatur
Multatuli diperdebatkan, ia disukai oleh Carel Vosmaer, penyair terkenal Belanda. Ia terus
menulis dan menerbitkan buku-buku berjudul Ideen yang terdiri dari tujuh bagian antara tahun
1862 dan 1877, dan juga mengandung novelnya Woutertje Pieterse serta Minnebrieven pada
tahun 1861 yang walaupun judulnya tampak tidak berbahaya, isinya adalah satir keras.
          Akhirnya Eduard Douwes Dekker merasa bosan tinggal di Belanda. Pada akhir
hayatnya, dia tinggal di Jerman bersama seorang anak Jerman yang sudah dianggapnya sebagai
anaknya sendiri. Eduard Douwes Dekker tinggal di Wiesbaden, Jerman, di mana ia mencoba
untuk menulis naskah drama. Salah satu dramanya, Vorstenschool (diterbitkan di 1875 dalam
volume Ideën keempat) menyatakan sikapnya yang tidak berpegang pada satu aliran politik,
masyarakat atau agama. Selama dua belas tahun akhir hidupnya, Eduard tidaklah mengarang
melainkan hanya menulis berbagai surat-surat.Eduard Douwes Dekker kemudian pindah ke
Ingelheim am Rhein dekat Sungai Rhein sampai akhirnya meninggal 19 Februari1887.
Pengaruh dalam sastra Hindia Belanda dan Indonesia
          Multatuli telah mengilhami bukan saja karya sastra di Indonesia, misalnya kelompok
Angkatan Pujangga Baru, namun ia telah menggubah semangat kebangsaan di Indonesia.
Semangat kebangsaan ini bukan saja pemberontakan terhadap sistem kolonialisme dan
eksploitasi ekonomi Hindia Belanda (misal tanam paksa) melainkan juga kepada adat, kekuasaan
dan feodalisme yang tak ada habisnya menghisap rakyat jelata. Bila Multatuli dalam Max
Havelaar dapat dikatakan telah mempersonifikasikan dirinya sebagai Max yang idealis dan
akhirnya frustrasi, Muhammad Yamin lebih berfokus pada si kaum terjajah, misalnya dalam
puisinya yang berjudul Hikajat Saidjah dan Adinda Dalam sisi filosofis frustrasi yang dihadapi
Max serta Saidjah dan Adinda adalah sama pada hakekatnya; keduanya putus asa dan
terbelenggu dalam rantai sistem yang hanya bisa terputuskan melalui revolusi.
Dalam budaya populer
   Max HavelaarISBN 0-14-044516-1 – buku ini telah diangkat menjadi film tahun 1988
   dengan judul yang sama, disutradarai oleh Alphonse Marie Rademaker dan melibatkan
   beberapa artis Indonesia, misalnya Rima Melati. Film ini tidak populer di Indonesia, bahkan
   sempat dilarang beredar oleh pemerintahan Orde Baru setelah beberapa saat diputar di
   gedung bioskop.
Karya-karyanya
  1843 - De eerloze (naskah drama, kemudian diterbitkan sebagai De bruid daarboven (1864))
  1859 - Geloofsbelydenis (diterbitkan dalam jurnal pemikir bebas De Dageraad)
  1860 - Indrukken van den dag
  1860 - Max Havelaar of de koffiveilingen der Nederlandsche Handelmaatschappy
  1860 - Brief aan Ds. W. Francken z.
  1860 - Brief aan den Gouverneur-Generaal in ruste
  1860 - Aan de stemgerechtigden in het kiesdistrikt Tiel
  1860 - Max Havelaar aan Multatuli
  1861 - Het gebed van den onwetende
  1861 - Wys my de plaats waar ik gezaaid heb
  1861 - Minnebrieven
  1862 - Over vrijen arbeid in Nederlandsch Indië en de tegenwoordige koloniale agitatie
  (brochure)
  1862 - Brief aan Quintillianus
  1862 - Ideën I (terdapat pula yang berupa novel De geschiedenis van Woutertje Pieterse)
  1862 - Japansche gesprekken
  1863 - De school des levens
  1864-1865 - Ideën II
  1864 - De bruid daarboven. Tooneelspel in vijf bedrijven (naskah drama)
  1865 - De zegen Gods door Waterloo
  1865 - Franse rymen
  1865 - Herdrukken
  1865 - Verspreide stukken (diambil dari Herdrukken)
  1866-1869 - Mainzer Beobachter
  1867 - Een en ander naar aanleiding van Bosscha's Pruisen en Nederland
  1869-1870 - Causerieën
  1869 - De maatschappij tot Nut van den Javaan
  1870-1871 - Ideën III
  1870-1873 - Millioenen-studiën
  1870 - Divagatiën over zeker soort van Liberalismus
1870 - Nog eens: Vrye arbeid in Nederlandsch Indië
   1871 - Duizend en eenige hoofdstukken over specialiteiten (esai satir)
   1872 - Brief aan den koning
   1872 - Ideën IV (terdapat pula dalam naskah drama Vorstenschool)
   1873 - Ideën V
   1873 - Ideën VI
   1874-1877 - Ideën VII
   1887 - Onafgewerkte blaadjes
   1891 - Aleid. Twee fragmenten uit een onafgewerkt blyspel (naskah drama)
   1897 - Max Havelaar of de Koffiveilingen der Nederlandsche Handelsmaatschappy (editor
   Willem Frederik Hermans)


Sumber:
   Wikipedia
   Majalah historia online
   Sumber-sumber terkait lainnya
Ernest Douwes Dekker




Dr. Ernest François Eugène Douwes Dekker (umumnya dikenal dengan nama Douwes
Dekker atau Danudirja Setiabudi; lahir di Pasuruan, Hindia-Belanda, 8 Oktober1879 –
meninggal di Bandung, Jawa Barat, 28 Agustus1950 pada umur 70 tahun) adalah seorang
pejuang kemerdekaan dan pahlawan nasionalIndonesia.
Ia adalah salah seorang peletak dasar nasionalisme Indonesia di awal abad ke-20, penulis yang
kritis terhadap kebijakan pemerintah penjajahan Hindia-Belanda, wartawan, aktivispolitik, serta
penggagas nama "Nusantara" sebagai nama untuk Hindia-Belanda yang merdeka. Setiabudi
adalah salah satu dari "Tiga Serangkai" pejuang pergerakan kemerdekaan Indonesia, selain dr.
Tjipto Mangoenkoesoemo dan Suwardi Suryaningrat.
Ernest adalah anak ketiga (dari empat bersaudara) pasangan Auguste Henri Edouard Douwes
Dekker (Belandatotok), seorang pialangbursa efek dan agen bank,[1] dan Louisa Margaretha
Neumann, seorang Indo dari ayah Jerman dan ibu Jawa. Dengan pekerjaannya itu, Auguste
termasuk orang yang berpenghasilan tinggi. Ernest, biasa dipanggil "Nes" oleh orang-orang
dekatnya atau "DD" oleh rekan-rekan seperjuangannya, masih terhitung saudara dari pengarang
buku Max Havelaar, yaitu Eduard Douwes Dekker (Multatuli), yang merupakan adik
kakeknya.[2]Olaf Douwes Dekker, cucu dari Guido, saudaranya, menjadi penyair di Breda,
Belanda.
DD menikah dengan Clara Charlotte Deije (1885-1968), anak dokter campuran Jerman-Belanda
pada tahun 1903, dan mendapat lima anak, namun dua di antaranya meninggal sewaktu bayi
(keduanya laki-laki). Yang bertahan hidup semuanya perempuan. Perkawinan ini kandas pada
tahun 1919 dan keduanya bercerai.
Kemudian DD menikah lagi dengan Johanna Petronella Mossel (1905-1978), seorang Indo
keturunan Yahudi, pada tahun 1927. Johanna adalah guru yang banyak membantu kegiatan
kesekretariatan Ksatrian Instituut, sekolah yang didirikan DD. Dari perkawinan ini mereka tidak
dikaruniai anak. Di saat DD dibuang ke Suriname pada tahun 1941 pasangan ini harus berpisah,
dan di kala itu kemudian Johanna menikah dengan Djafar Kartodiredjo, yang juga merupakan
seorang Indo (sebelumnya dikenal sebagai Arthur Kolmus), tanpa perceraian resmi terlebih
dahulu. Tidak jelas apakah DD mengetahui pernikahan ini karena ia selama dalam pengasingan
tetap berkirim surat namun tidak dibalas.
Sewaktu DD "kabur" dari Suriname dan menetap sebentar di Belanda (1946), ia menjadi dekat
dengan perawat yang mengasuhnya, Nelly Alberta Geertzema née Kruymel, seorang Indo yang
berstatus janda beranak satu. Nelly kemudian menemani DD yang menggunakan nama samaran
pulang ke Indonesia agar tidak ditangkap intelijen Belanda. Mengetahui bahwa Johanna telah
menikah dengan Djafar, DD tidak lama kemudian menikahi Nelly, pada tahun 1947. DD
kemudian menggunakan nama Danoedirdja Setiabuddhi dan Nelly menggunakan nama Haroemi
Wanasita, nama-nama yang diusulkan oleh Sukarno. Sepeninggal DD, Haroemi menikah dengan
Wayne E. Evans pada tahun 1964 dan kini tinggal di Amerika Serikat.
Walaupun mencintai anak-anaknya, DD tampaknya terlalu berfokus pada perjuangan
idealismenya sehingga perhatian pada keluarga agak kurang dalam. Ia pernah berkata kepada
kakak perempuannya, Adelin, kalau yang ia perjuangkan adalah untuk memberi masa depan
yang baik kepada anak-anaknya di Hindia kelak yang merdeka. Pada kenyataannya, semua
anaknya meninggalkan Indonesia menuju ke Belanda ketika Jepang masuk. Demikian pula
semua saudaranya, tidak ada yang memilih menjadi warga negara Indonesia.
Pendidikan dasar ditempuh Nes di Pasuruan. Sekolah lanjutan pertama-tama diteruskan ke HBS
di Surabaya, lalu pindah ke Gymnasium Willem III, suatu sekolah elit di Batavia. Selepas lulus
sekolah ia bekerja di perkebunankopi "Soember Doeren" di Malang, Jawa Timur. Di sana ia
menyaksikan perlakuan semena-mena yang dialami pekerja kebun, dan sering kali membela
mereka. Tindakannya itu membuat ia kurang disukai rekan-rekan kerja, namun disukai pegawai-
pegawai bawahannya. Akibat konflik dengan manajernya, ia dipindah ke perkebunan tebu
"Padjarakan" di Kraksaan sebagai laboran.[1] Sekali lagi, dia terlibat konflik dengan manajemen
karena urusan pembagian irigasi untuk tebu perkebunan dan padi petani. Akibatnya, ia dipecat.
Menganggur dan kematian mendadak ibunya, membuat Nes memutuskan berangkat ke Afrika
Selatan pada tahun 1899 untuk ikut dalam Perang Boer Kedua melawan Inggris.[2] Ia bahkan
menjadi warga negara Republik Transvaal.[1] Beberapa bulan kemudian kedua saudara laki-
lakinya, Julius dan Guido, menyusul. Nes tertangkap lalu dipenjara di suatu kamp di Ceylon. Di
sana ia mulai berkenalan dengan sastera India, dan perlahan-lahan pemikirannya mulai terbuka
akan perlakuan tidak adil pemerintah kolonial Hindia Belanda terhadap warganya.
DD dipulangkan ke Hindia Belanda pada tahun 1902, dan bekerja sebagai agen pengiriman
KPM, perusahaan pengiriman milik negara. Penghasilannya yang lumayan membuatnya berani
menyunting Clara Charlotte Deije, putri seorang dokter asal Jerman yang tinggal di Hindia
Belanda, pada tahun 1903.
Kemampuannya menulis laporan pengalaman peperangannya di surat kabar terkemuka membuat
ia ditawari menjadi reporter koran Semarang terkemuka, De Locomotief. Di sinilah ia mulai
merintis kemampuannya dalam berorganisasi. Tugas-tugas jurnalistiknya, seperti ke perkebunan
di Lebak dan kasus kelaparan di Indramayu, membuatnya mulai kritis terhadap kebijakan
kolonial. Ketika ia menjadi staf redaksi Bataviaasch Nieuwsblad, 1907, tulisan-tulisannya
menjadi semakin pro kaum Indo dan pribumi. Dua seri artikel yang tajam dibuatnya pada tahun
1908. Seri pertama artikel dimuat Februari 1908 di surat kabar Belanda Nieuwe Arnhemsche
Courant setelah versi bahasa Jermannya dimuat di koran Jerman Das Freie Wort, "Het bankroet
der ethische principes in Nederlandsch Oost-Indie" ("Kebangkrutan prinsip etis di Hindia
Belanda") kemudian pindah di Bataviaasche Nieuwsblad. Sekitar tujuh bulan kemudian (akhir
Agustus) seri tulisan panas berikutnya muncul di surat kabar yang sama, "Hoe kan Holland het
spoedigst zijn koloniën verliezen?" ("Bagaimana caranya Belanda dapat segera kehilangan
koloni-koloninya?", versi Jermannya berjudul "Hollands kolonialer Untergang"). Kembali
kebijakan politik etis dikritiknya. Tulisan-tulisan ini membuatnya mulai masuk dalam radar
intelijen penguasa.[3]
Rumah DD, pada saat yang sama, yang terletak di dekat Stovia menjadi tempat berkumpul para
perintis gerakan kebangkitan nasional Indonesia, seperti Sutomo dan Cipto Mangunkusumo,
untuk belajar dan berdiskusi. Budi Utomo (BO), organisasi yang diklaim sebagai organisasi
nasional pertama, lahir atas bantuannya. Ia bahkan menghadiri kongres pertama BO di
Yogyakarta.
Aspek pendidikan tak luput dari perhatian DD. Pada tahun 1910 (8 Maret) ia turut membidani
lahirnya Indische Universiteit Vereeniging (IUV), suatu badan penggalang dana untuk
memungkinkan dibangunnya lembaga pendidikan tinggi (universitas) di Hindia Belanda. Di
dalam IUV terdapat orang Belanda, orang-orang Indo, aristokrat Banten dan perwakilan dari
organisasi pendidikan kaum TionghoaTHHK.
Karena menganggap BO terbatas pada masalah kebudayaan (Jawa), DD tidak banyak terlibat di
dalamnya. Sebagai seorang Indo, ia terdiskriminasi oleh orang Belanda murni ("totok" atau
trekkers). Sebagai contoh, orang Indo tidak dapat menempati posisi-posisi kunci pemerintah
karena tingkat pendidikannya. Mereka dapat mengisi posisi-posisi menengah dengan gaji
lumayan tinggi. Untuk posisi yang sama, mereka mendapat gaji yang lebih tinggi daripada
pribumi. Namun, akibat politik etis, posisi mereka dipersulit karena pemerintah koloni mulai
memberikan tempat pada orang-orang pribumi untuk posisi-posisi yang biasanya diisi oleh Indo.
Tentu saja pemberi gaji lebih suka memilih orang pribumi karena mereka dibayar lebih rendah.
Keprihatinan orang Indo ini dimanfaatkan oleh DD untuk memasukkan idenya tentang
pemerintahan sendiri Hindia Belanda oleh orang-orang asli Hindia Belanda (Indiërs) yang
bercorak inklusif dan mendobrak batasan ras dan suku. Pandangan ini dapat dikatakan original,
karena semua orang pada masa itu lebih aktif pada kelompok ras atau sukunya masing-masing.
Berangkat dari organisasi kaum Indo, Indische Bond dan Insulinde, ia menyampaikan gagasan
suatu "Indië" (Hindia) baru yang dipimpin oleh warganya sendiri, bukan oleh pendatang.
Ironisnya, di kalangan Indo ia mendapat sambutan hangat hanya di kalangan kecil saja, karena
sebagian besar dari mereka lebih suka dengan status quo, meskipun kaum Indo direndahkan oleh
kelompok orang Eropa "murni" toh mereka masih dapat dilayani oleh pribumi.
Tidak puas karena Indische Bond dan Insulinde tidak bisa bersatu, pada tahun 1912 Nes
bersama-sama dengan Cipto Mangunkusumo dan Suwardi Suryaningrat mendirikan partai
berhaluan nasionalis inklusif bernama Indische Partij ("Partai Hindia").[1][4] Kampanye ke
beberapa kota menghasilkan anggota berjumlah sekitar 5000 orang dalam waktu singkat.
Semarang mencatat jumlah anggota terbesar, diikuti Bandung. Partai ini sangat populer di
kalangan orang Indo, dan diterima baik oleh kelompok Tionghoa dan pribumi, meskipun tetap
dicurigai pula karena gagasannya yang radikal. Partai yang anti-kolonial dan bertujuan akhir
kemerdekaan Indonesia ini dibubarkan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda setahun
kemudian, 1913 karena dianggap menyebarkan kebencian terhadap pemerintah.
Akibat munculnya tulisan terkenal Suwardi di De Expres, "Als ik eens Nederlander was"
(Seandainya aku orang Belanda), ketiganya lalu diasingkan ke Belanda, karena DD dan Cipto
mendukung Suwardi.




             Universitas Zurich, tempat Ernest Douwes Dekker menempuh pendidikan tingginya.
Masa di Eropa dimanfaatkan oleh Nes untuk mengambil program doktor di Universitas Zürich,
Swiss, dalam bidang ekonomi. Di sini ia tinggal bersama-sama keluarganya. Gelar doktor
diperoleh secara agak kontroversial dan dengan nilai "serendah-rendahnya", menurut istilah salah
satu pengujinya. Karena di Swis ia terlibat konspirasi dengan kaum revolusioner India, ia
ditangkap di Hong Kong dan diadili dan ditahan di Singapura (1918). Setelah dua tahun
dipenjara, ia pulang ke Hindia Belanda 1920.
Sekembalinya ia ke Batavia setelah dipenjara DD aktif kembali dalam dunia jurnalistik dan
organisasi. Ia menjadi redaktur organ informasi Insulinde yang bernama De Beweging. Ia
menulis beberapa seri artikel yang banyak menyindir kalangan pro-koloni serta sikap
kebanyakan kaumnya: kaum Indo. Targetnya sebetulnya adalah de-eropanisasi orang Indo, agar
mereka menyadari bahwa demi masa depan mereka berada di pihak pribumi, bukan seperti yang
terjadi, berpihak ke Belanda. Organisasi kaum Indo yang baru dibentuk, Indisch Europeesch
Verbond (IEV), dikritiknya dalam seri tulisan "De tien geboden" (Sepuluh Perintah Tuhan) dan
"Njo Indrik" (Sinyo Hendrik). Pada seri yang disebut terakhir, IEV dicap olehnya sebagai "liga
yang konyol dan kekanak-kanakan".
Sejumlah pamflet lepas yang cukup dikenal juga ditulisnya pada periode ini, seperti "Een Natie
in de maak" (Suatu bangsa tengah terbentuk) dan "Ons volk en het buitenlandsche kapitaal"
(Bangsa kita dan modal asing).
Pada rentang masa ini dibentuk pula Nationaal Indische Partij (NIP), sebagai organisasi pelanjut
Indische Partij yang telah dilarang. Pembentukan NIP menimbulkan perpecahan di kalangan
anggota Insulinde antara yang moderat (kebanyakan kalangan Indo) dan yang progresif
(menginginkan pemerintahan sendiri, kebanyakan orang Indonesia pribumi). NIP akhirnya
bernasib sama seperti IP: tidak diizinkan oleh Pemerintah.
Pada tahun 1919, DD terlibat (atau tersangkut) dalam peristiwa protes dan kerusuhan
petani/buruh tani di perkebunan tembakauPolanharjo, Klaten. Ia terkena kasus ini karena
dianggap mengompori para petani dalam pertemuan mereka dengan orang-orang Insulinde
cabang Surakarta, yang ia hadiri pula. Pengadilan dilakukan pada tahun 1920 di Semarang.
Hasilnya, ia dibebaskan; namun kasus baru menyusul dari Batavia: ia dituduh menulis hasutan di
surat kabar yang dipimpinnya. Kali ini ia harus melindungi seseorang (sebagai redaktur De
Beweging) yang menulis suatu komentar yang di dalamnya tertulis "Membebaskan negeri ini
adalah keharusan! Turunkan penguasa asing!". Yang membuatnya kecewa adalah ternyata alasan
penyelidikan bukanlah semata tulisan itu, melainkan "mentalitas" sang penulis (dan dituduhkan
ke DD). Setelah melalui pembelaan yang panjang, DD divonis bebas oleh pengadilan.
Sekeluarnya dari tahanan dan rentetan pengadilan, DD cenderung meninggalkan kegiatan
jurnalistik dan menyibukkan diri dalam penulisan sejumlah buku semi-ilmiah dan melakukan
penangkarananjinggembala Jerman dan aktif dalam organisasinya. Prestasinya cukup
mengesankan, karena salah satu anjingnya memenangi kontes dan bahkan mampu menjawab
beberapa pertanyaan berhitung dan menjawab beberapa pertanyaan tertulis.
Atas dorongan Suwardi Suryaningrat yang saat itu sudah mendirikan Perguruan Taman Siswa, ia
kemudian ikut dalam dunia pendidikan, dengan mendirikan sekolah "Ksatrian Instituut" (KI) di
Bandung. Ia banyak membuat materi pelajaran sendiri yang instruksinya diberikan dalam bahasa
Belanda. KI kemudian mengembangkan pendidikan bisnis, namun di dalamnya diberikan
pelajaran sejarah Indonesia dan sejarah dunia yang materinya ditulis oleh Nes sendiri. Akibat isi
pelajaran sejarah ini yang anti-kolonial dan pro-Jepang, pada tahun 1933 buku-bukunya disita
oleh pemerintah Keresidenan Bandung dan kemudian dibakar. Pada saat itu Jepang mulai
mengembangkan kekuatan militer dan politik di Asia Timur dengan politik ekspansi ke Korea
dan Tiongkok. DD kemudian juga dilarang mengajar.
Karena dilarang mengajar, DD kemudian mencari penghasilan dengan bekerja di kantor Kamar
Dagang Jepang di Jakarta. Ini membuatnya dekat dengan Mohammad Husni Thamrin, seorang
wakil pribumi di Volksraad. Pada saat yang sama, pemerintah Hindia Belanda masih trauma
akibat pemberontakan komunis (ISDV) tahun 1927, memecahkan masalah ekonomi akibat krisis
keuangan 1929, dan harus menghadapi perkembangan fasisme ala Nazi di kalangan warga Eropa
(Europaeer).
Serbuan Jerman ke Denmark dan Norwegia, dan akhirnya ke Belanda, pada tahun 1940
mengakibatkan ditangkapnya ribuan orang Jerman di Hindia Belanda, berikut orang-orang Eropa
lain yang diduga berafiliasi Nazi. DD yang memang sudah "dipantau", akhirnya ikut digaruk
karena dianggap kolaborator Jepang, yang mulai menyerang Indocina Perancis. Ia juga dituduh
komunis.
DD ditangkap dan dibuang ke Suriname pada tahun 1941 melalui Belanda. Di sana ia
ditempatkan di suatu kamp jauh di pedalaman Sungai Suriname yang bernama Jodensavanne
("Padang Yahudi").[2] Tempat itu pada abad ke-17 hingga ke-19 pernah menjadi tempat
pemukiman orang Yahudi yang kemudian ditinggalkan karena kemudian banyak pendatang yang
membuat keonaran.
Kondisi kehidupan di kamp sangat memprihatinkan. Sampai-sampai DD, yang waktu itu sudah
memasuki usia 60-an, sempat kehilangan kemampuan melihat. Di sini kehidupannya sangat
tertekan karena ia sangat merindukan keluarganya. Surat-menyurat dilakukannya melalui Palang
Merah Internasional dan harus melalui sensor.
Ketika kabar berakhirnya perang berakhir, para interniran (buangan) di sana tidak segera
dibebaskan. Baru menjelang pertengahan tahun 1946 sejumlah orang buangan dikirim ke
Belanda, termasuk DD. Di Belanda ia bertemu dengan Nelly Albertina Gertzema nee Kruymel,
seorang perawat. Nelly kemudian menemaninya kembali ke Indonesia. Kepulangan ke Indonesia
juga melalui petualangan yang mendebarkan karena DD harus mengganti nama dan menghindari
petugas intelijen di Pelabuhan Tanjung Priok. Akhirnya mereka berhasil tiba di Yogyakarta,
ibukota Republik Indonesia pada waktu itu pada tanggal 2 Januari1947.
Tak lama setelah kembali ia segera terlibat dalam posisi-posisi penting di sisi Republik
Indonesia. Pertama-tama ia menjabat sebagai menteri negara tanpa portofolio dalam Kabinet
Sjahrir III, yang hanya bekerja dalam waktu hampir 9 bulan. Selanjutnya berturut-turut ia
menjadi anggota delegasi negosiasi dengan Belanda, konsultan dalam komite bidang keuangan
dan ekonomi di delegasi itu, anggota DPA, pengajar di Akademi Ilmu Politik, dan terakhir
sebagai kepala seksi penulisan sejarah (historiografi) di bawah Kementerian Penerangan. Di
mata beberapa pejabat Belanda ia dianggap "komunis" meskipun ini sama sekali tidak benar.
Pada periode ini DD tinggal satu rumah dengan Sukarno. Ia juga menempati salah satu rumah di
Kaliurang. Dan dari rumah di Kaliurang inilah pada tanggal 21 Desember 1948 ia diciduk tentara
Belanda yang tiba dua hari sebelumnya di Yogyakarta dalam rangka "Aksi Polisionil". Setelah
diinterogasi ia lalu dikirim ke Jakarta untuk diinterogasi kembali.
Tak lama kemudian DD dibebaskan karena kondisi fisiknya yang payah dan setelah berjanji tak
akan melibatkan diri dalam politik. Ia dibawa ke Bandung atas permintaannya. Harumi kemudian
menyusulnya ke Bandung. Setelah renovasi, mereka lalu menempati rumah lama (dijulukinya
"Djiwa Djuwita") di Lembangweg.
Di Bandung ia terlibat kembali dengan aktivitas di Ksatrian Instituut. Kegiatannya yang lain
adalah mengumpulkan material untuk penulisan autobiografinya (terbit 1950: 70 jaar
konsekwent) dan merevisi buku sejarah tulisannya.
Ernest Douwes Dekker wafat dini hari tanggal 28 Agustus1950 (tertulis di batu nisannya; 29
Agustus1950 versi van der Veur, 2006) dan dimakamkan di TMP Cikutra, Bandung.
Jasa DD dalam perintisan kemerdekaan diekspresikan dalam banyak hal. Di setiap kota besar
dapat dijumpai jalan yang dinamakan menurut namanya: Setiabudi. Jalan Lembang di Bandung
utara, tempat rumahnya berdiri, sekarang bernama Jalan Setiabudi. Di Jakarta bahkan namanya
dipakai sebagai nama suatu kecamatan, yakni Kecamatan Setiabudi di Jakarta Selatan.
Di Belanda, nama DD juga dihormati sebagai orang yang berjasa dalam meluruskan arah
kolonialisme (meskipun hampir sepanjang hidupnya ia berseberangan posisi politik dengan
pemerintah kolonial Belanda; bahkan dituduh "pengkhianat").

Referensi
       Doel, H.W. van den 'Douwes Dekker, Ernest François Eugène (1879-1950)' Biografisch
       Woordenboek van Nederland.
       Voer, P.W. van der 2006. The lion and the gadfly. Dutch colonialism and the spirit of E.F.E.
       Douwes Dekker. KITLV Publisher.
       Lapian, A.B."Danudirdja Setiabuddhi, 1879-1950. Tokoh Indo yang Antikolonial". Resensi atas
       buku Het leven van E.F.E. Douwes Dekker dari Frans Glissenaar yang dimuat di Kompas daring.
Catatan kaki
   1. ^abcd"DOUWES DEKKER, Ernest François Eugène, 1879–1950". Instituut voor Nederlandse
      Geschiedenis. Diakses pada 8 Januari 2006.
   2. ^abc"Danudirdja Setiabuddhi, 1879–1950". Kompas. Diakses pada 8 Januari 2006.
   3. ^Indonesia, Early Political Movements. Library of Congress Country Studies.
   4. ^"The Growth of National Consciousness". Federal Research Division of the Library of Congress.
      Diakses pada 8 Januari 2006.
Bacaan tambahan
      (Belanda) Glissenaar, F. 1999. D.D. Het leven van E.F.E. Douwes Dekker. Hilversum, Nederland.

Contenu connexe

Tendances

Dampak kebijakan pemerintah kolonial terhadap masyarakat indonesia
Dampak kebijakan pemerintah kolonial terhadap masyarakat indonesiaDampak kebijakan pemerintah kolonial terhadap masyarakat indonesia
Dampak kebijakan pemerintah kolonial terhadap masyarakat indonesiaOperator Warnet Vast Raha
 
Perkembangan kolonialisme dan imperialisme barat di indonesia
Perkembangan kolonialisme dan imperialisme barat di indonesia Perkembangan kolonialisme dan imperialisme barat di indonesia
Perkembangan kolonialisme dan imperialisme barat di indonesia Resma Puspitasari
 
Proses Kembalinya Indonesia menjadi Negara Kesatuan
Proses Kembalinya Indonesia menjadi Negara KesatuanProses Kembalinya Indonesia menjadi Negara Kesatuan
Proses Kembalinya Indonesia menjadi Negara KesatuanFrestiany Regina Putri
 
Tokoh tokoh pelayaran dunia_SMAN 1 KEJAYAN_KAB PASURUAN.
Tokoh tokoh pelayaran dunia_SMAN 1 KEJAYAN_KAB PASURUAN.Tokoh tokoh pelayaran dunia_SMAN 1 KEJAYAN_KAB PASURUAN.
Tokoh tokoh pelayaran dunia_SMAN 1 KEJAYAN_KAB PASURUAN.Nur_lailiya
 
Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia
Kolonialisme dan Imperialisme di IndonesiaKolonialisme dan Imperialisme di Indonesia
Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesiaaepsudianto
 
Kerajaan Aceh
Kerajaan AcehKerajaan Aceh
Kerajaan AcehNadia Eva
 
PERKEMBANGAN PERGERAKAN NASIONAL INDONESIA - Sejarah bab 3
PERKEMBANGAN PERGERAKAN NASIONAL INDONESIA - Sejarah bab 3PERKEMBANGAN PERGERAKAN NASIONAL INDONESIA - Sejarah bab 3
PERKEMBANGAN PERGERAKAN NASIONAL INDONESIA - Sejarah bab 3Kinanti Jati Kinasih
 
Ppt kerajaan islam di Indonesia
Ppt kerajaan islam di IndonesiaPpt kerajaan islam di Indonesia
Ppt kerajaan islam di IndonesiaDoris Agusnita
 
12. perlawanan rakyat maluku tahun 1817
12. perlawanan rakyat maluku tahun 181712. perlawanan rakyat maluku tahun 1817
12. perlawanan rakyat maluku tahun 1817SMA Negeri 9 KERINCI
 
Sejarah Kelas XII SMA Kurikulum 2013-Tokoh Nasional dan Daerah yang Berjuang ...
Sejarah Kelas XII SMA Kurikulum 2013-Tokoh Nasional dan Daerah yang Berjuang ...Sejarah Kelas XII SMA Kurikulum 2013-Tokoh Nasional dan Daerah yang Berjuang ...
Sejarah Kelas XII SMA Kurikulum 2013-Tokoh Nasional dan Daerah yang Berjuang ...Wa Ode Aisyah Aisyah
 
Respon internasional terhadap kemerdekaan RI
Respon internasional terhadap kemerdekaan RIRespon internasional terhadap kemerdekaan RI
Respon internasional terhadap kemerdekaan RIUniversitas Jember
 
Sistem dan struktur politik ekonomi indonesia masa reformasi
Sistem dan struktur politik ekonomi indonesia masa reformasiSistem dan struktur politik ekonomi indonesia masa reformasi
Sistem dan struktur politik ekonomi indonesia masa reformasievarahma70
 
Kronologi Kedatangan Bangsa Eropa Ke Indonesia
Kronologi Kedatangan Bangsa Eropa Ke Indonesia Kronologi Kedatangan Bangsa Eropa Ke Indonesia
Kronologi Kedatangan Bangsa Eropa Ke Indonesia Sweet Angel Weismann
 
Kedatangan Bangsa Barat ke Indonesia
Kedatangan Bangsa Barat ke IndonesiaKedatangan Bangsa Barat ke Indonesia
Kedatangan Bangsa Barat ke IndonesiaDivadeliani19
 

Tendances (20)

Perlawanan maluku
Perlawanan malukuPerlawanan maluku
Perlawanan maluku
 
Pemberontakan APRA
Pemberontakan APRAPemberontakan APRA
Pemberontakan APRA
 
Dampak kebijakan pemerintah kolonial terhadap masyarakat indonesia
Dampak kebijakan pemerintah kolonial terhadap masyarakat indonesiaDampak kebijakan pemerintah kolonial terhadap masyarakat indonesia
Dampak kebijakan pemerintah kolonial terhadap masyarakat indonesia
 
Perkembangan kolonialisme dan imperialisme barat di indonesia
Perkembangan kolonialisme dan imperialisme barat di indonesia Perkembangan kolonialisme dan imperialisme barat di indonesia
Perkembangan kolonialisme dan imperialisme barat di indonesia
 
Proses Kembalinya Indonesia menjadi Negara Kesatuan
Proses Kembalinya Indonesia menjadi Negara KesatuanProses Kembalinya Indonesia menjadi Negara Kesatuan
Proses Kembalinya Indonesia menjadi Negara Kesatuan
 
Tokoh tokoh pelayaran dunia_SMAN 1 KEJAYAN_KAB PASURUAN.
Tokoh tokoh pelayaran dunia_SMAN 1 KEJAYAN_KAB PASURUAN.Tokoh tokoh pelayaran dunia_SMAN 1 KEJAYAN_KAB PASURUAN.
Tokoh tokoh pelayaran dunia_SMAN 1 KEJAYAN_KAB PASURUAN.
 
Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia
Kolonialisme dan Imperialisme di IndonesiaKolonialisme dan Imperialisme di Indonesia
Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia
 
Kerajaan Aceh
Kerajaan AcehKerajaan Aceh
Kerajaan Aceh
 
PERKEMBANGAN PERGERAKAN NASIONAL INDONESIA - Sejarah bab 3
PERKEMBANGAN PERGERAKAN NASIONAL INDONESIA - Sejarah bab 3PERKEMBANGAN PERGERAKAN NASIONAL INDONESIA - Sejarah bab 3
PERKEMBANGAN PERGERAKAN NASIONAL INDONESIA - Sejarah bab 3
 
Ppt kerajaan islam di Indonesia
Ppt kerajaan islam di IndonesiaPpt kerajaan islam di Indonesia
Ppt kerajaan islam di Indonesia
 
12. perlawanan rakyat maluku tahun 1817
12. perlawanan rakyat maluku tahun 181712. perlawanan rakyat maluku tahun 1817
12. perlawanan rakyat maluku tahun 1817
 
Sejarah Kelas XII SMA Kurikulum 2013-Tokoh Nasional dan Daerah yang Berjuang ...
Sejarah Kelas XII SMA Kurikulum 2013-Tokoh Nasional dan Daerah yang Berjuang ...Sejarah Kelas XII SMA Kurikulum 2013-Tokoh Nasional dan Daerah yang Berjuang ...
Sejarah Kelas XII SMA Kurikulum 2013-Tokoh Nasional dan Daerah yang Berjuang ...
 
Respon internasional terhadap kemerdekaan RI
Respon internasional terhadap kemerdekaan RIRespon internasional terhadap kemerdekaan RI
Respon internasional terhadap kemerdekaan RI
 
Sejarah VOC
Sejarah VOCSejarah VOC
Sejarah VOC
 
Sistem dan struktur politik ekonomi indonesia masa reformasi
Sistem dan struktur politik ekonomi indonesia masa reformasiSistem dan struktur politik ekonomi indonesia masa reformasi
Sistem dan struktur politik ekonomi indonesia masa reformasi
 
Indonesia pasca VOC
Indonesia pasca VOCIndonesia pasca VOC
Indonesia pasca VOC
 
Tugas Biografi kartini
Tugas Biografi kartiniTugas Biografi kartini
Tugas Biografi kartini
 
Perang Dunia 1 dan 2
Perang Dunia 1 dan 2Perang Dunia 1 dan 2
Perang Dunia 1 dan 2
 
Kronologi Kedatangan Bangsa Eropa Ke Indonesia
Kronologi Kedatangan Bangsa Eropa Ke Indonesia Kronologi Kedatangan Bangsa Eropa Ke Indonesia
Kronologi Kedatangan Bangsa Eropa Ke Indonesia
 
Kedatangan Bangsa Barat ke Indonesia
Kedatangan Bangsa Barat ke IndonesiaKedatangan Bangsa Barat ke Indonesia
Kedatangan Bangsa Barat ke Indonesia
 

Plus de Mustakim S.Pd

Masuknya Bangsa Barat ke Nusantara - Kelas XI Semester 1 Kurikulum 2013
Masuknya Bangsa Barat ke Nusantara - Kelas XI Semester 1 Kurikulum 2013Masuknya Bangsa Barat ke Nusantara - Kelas XI Semester 1 Kurikulum 2013
Masuknya Bangsa Barat ke Nusantara - Kelas XI Semester 1 Kurikulum 2013Mustakim S.Pd
 
Candi - Definisi Singkat
Candi - Definisi SingkatCandi - Definisi Singkat
Candi - Definisi SingkatMustakim S.Pd
 
Hak hak wanita-sebuah tinjauan sejarah
Hak hak wanita-sebuah tinjauan sejarahHak hak wanita-sebuah tinjauan sejarah
Hak hak wanita-sebuah tinjauan sejarahMustakim S.Pd
 
250 fakta fakta unik seputar dunia
250 fakta fakta unik seputar dunia250 fakta fakta unik seputar dunia
250 fakta fakta unik seputar duniaMustakim S.Pd
 
Penelitian tindakan kelas
Penelitian tindakan kelasPenelitian tindakan kelas
Penelitian tindakan kelasMustakim S.Pd
 
rpp-smt+qurdits+UA.rtf
rpp-smt+qurdits+UA.rtfrpp-smt+qurdits+UA.rtf
rpp-smt+qurdits+UA.rtfMustakim S.Pd
 
rpp-qurdits-klas-x-smt-2
rpp-qurdits-klas-x-smt-2rpp-qurdits-klas-x-smt-2
rpp-qurdits-klas-x-smt-2Mustakim S.Pd
 
pinjaman nasional 46.txt
pinjaman nasional 46.txtpinjaman nasional 46.txt
pinjaman nasional 46.txtMustakim S.Pd
 

Plus de Mustakim S.Pd (17)

Masuknya Bangsa Barat ke Nusantara - Kelas XI Semester 1 Kurikulum 2013
Masuknya Bangsa Barat ke Nusantara - Kelas XI Semester 1 Kurikulum 2013Masuknya Bangsa Barat ke Nusantara - Kelas XI Semester 1 Kurikulum 2013
Masuknya Bangsa Barat ke Nusantara - Kelas XI Semester 1 Kurikulum 2013
 
Candi - Definisi Singkat
Candi - Definisi SingkatCandi - Definisi Singkat
Candi - Definisi Singkat
 
Hak hak wanita-sebuah tinjauan sejarah
Hak hak wanita-sebuah tinjauan sejarahHak hak wanita-sebuah tinjauan sejarah
Hak hak wanita-sebuah tinjauan sejarah
 
250 fakta fakta unik seputar dunia
250 fakta fakta unik seputar dunia250 fakta fakta unik seputar dunia
250 fakta fakta unik seputar dunia
 
Keragaman budaya
Keragaman budayaKeragaman budaya
Keragaman budaya
 
Penelitian tindakan kelas
Penelitian tindakan kelasPenelitian tindakan kelas
Penelitian tindakan kelas
 
Laporan SP 2011
Laporan SP 2011Laporan SP 2011
Laporan SP 2011
 
rpp-smt+qurdits+UA.rtf
rpp-smt+qurdits+UA.rtfrpp-smt+qurdits+UA.rtf
rpp-smt+qurdits+UA.rtf
 
Mughal_era
Mughal_eraMughal_era
Mughal_era
 
mughal.txt
mughal.txtmughal.txt
mughal.txt
 
Mughal_architecture
Mughal_architectureMughal_architecture
Mughal_architecture
 
rpp-qurdits-klas-x-smt-2
rpp-qurdits-klas-x-smt-2rpp-qurdits-klas-x-smt-2
rpp-qurdits-klas-x-smt-2
 
pinjaman nasional 46.txt
pinjaman nasional 46.txtpinjaman nasional 46.txt
pinjaman nasional 46.txt
 
European_History
European_HistoryEuropean_History
European_History
 
sejarah eropa.txt
sejarah eropa.txtsejarah eropa.txt
sejarah eropa.txt
 
Dekrit presiden
Dekrit presidenDekrit presiden
Dekrit presiden
 
Revolusi amerika
Revolusi amerikaRevolusi amerika
Revolusi amerika
 

Dernier

ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptArkhaRega1
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxRizkyPratiwi19
 
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptxMiftahunnajahTVIBS
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxRezaWahyuni6
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxJamhuriIshak
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASKurniawan Dirham
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfElaAditya
 
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5ssuserd52993
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxIgitNuryana13
 
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..ikayogakinasih12
 
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptxHendryJulistiyanto
 
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1udin100
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxmawan5982
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfSitiJulaeha820399
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxIrfanAudah1
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSovyOktavianti
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5KIKI TRISNA MUKTI
 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxazhari524
 
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarantugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarankeicapmaniez
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikaAtiAnggiSupriyati
 

Dernier (20)

ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
 
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
 
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
 
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
 
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
 
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
 
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarantugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
 

Eduard Douwes Dekker dan Max Havelaar

  • 1. Eduard Douwes Dekker Eduard Douwes Dekker (lahir di Amsterdam, Belanda, 2 Maret1820 – meninggal di Ingelheim am Rhein, Jerman, 19 Februari1887 pada umur 66 tahun), atau yang dikenal pula dengan nama penaMultatuliadalah penulis Belanda yang terkenal dengan Max Havelaar. Roman Max Havelaar terbit kali pertama pada 15 Mei 1860 di Amsterdam. Roman itu bercorak satir politik, ditulis oleh Eduard Douwes Dekker di bawah pseudonim Multatuli (latin: aku telah banyak menderita). Ia jadi pusat perhatian karena menghadirkan realitas kehidupan masyarakat Lebak nan miskin di tengah hiruk-pikuk kolonialisme yang mengeruk keuntungan dari negeri jajahan. Eduard memiliki saudara bernama Jan yang adalah kakek dari tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia, Ernest Douwes Dekker yang dikenal pula dengan nama Danudirja Setiabudi.Eduard dilahirkan di Amsterdam. Ayahnya adalah seorang kapten kapal yang cukup besar dengan penghasilan cukup sehingga keluarganya termasuk keluarga mapan dan berpendidikan. Eduard kemudian disekolahkan di sekolah Latin yang nantinya bisa meneruskan jenjang pendidikan ke universitas. Pada awalnya Eduard menempuh pendidikan dengan lancar karena Eduard merupakan murid yang berprestasi dan cukup pandai. Namun lama kelamaan Eduard merasa bosan sehingga prestasinya merosot. Hal ini membuat ayahnya langsung mengeluarkannya dari sekolah dan ia ditempatkan di sebuah kantor dagang.
  • 2. Bagi Eduard, penempatannya di sebuah kantor dagang membuatnya merasa dijauhkan dari pergaulan dengan kawan-kawannya sesama keluarga berkecukupan; ia bahkan ditempatkan di posisi yang dianggapnya hina sebagai pembantu di sebuah kantor kecil perusahaan tekstil. Di sanalah dirinya merasa bagaimana menjadi seorang miskin dan berada di kalangan bawah masyarakat. Pekerjaan ini dilakukannya selama empat tahun dan meninggalkan kesan yang tidak dilupakannya selama hidupnya. "Dari hidup di kalangan yang memiliki pengaruh kemudian hidup di kalangan bawah masyarakat membuatnya mengetahui bahwa banyak kalangan masyarakat yang tidak memiliki pengaruh dan perlindungan apa-apa", seperti yang diucapkan Paul van 't Veer dalam biografi Multatuli. Patung Eduard Dekker di Amsterdam, Belanda. Ketika ayahnya pulang dari perjalanannya, dilihatnya perubahan kehidupan dan keadaan dalam diri Eduard. Hal ini melahirkan niat pada diri ayahnya untuk membawanya dalam sebuah perjalanan. Pada saat itu, di Hindia Belanda terdapat kesempatan untuk mencari kekayaan dan jabatan, juga bagi kalangan orang-orang Belanda yang tidak berpendidikan atau berpendidikan rendah. Karena itu, pada tahun 1838 Eduard pergi ke pulau Jawa dan pada 1839 tiba di Batavia sebagai seorang kelasi yang belum berpengalaman di kapal ayahnya. Dengan bantuan dari relasi-relasi ayahnya, tidak berapa lama Eduard memiliki pekerjaan sebagai pegawai negeri (ambtenaar) di kantor Pengawasan Keuangan Batavia. Tiga tahun kemudian dia melamar pekerjaan sebagai ambtenaarpamong praja di Sumatera Barat dan oleh Gubernur Jendral Andreas Victor Michiels ia dikirim ke kota Natal yang saat itu terpencil sebagai seorang kontrolir.
  • 3. Kehidupan di kota yang terpencil tersebut, bagi Eduard justru lebih menyenangkan. Sebagai ambtenaar pemerintahan sipil yang cukup tinggi di sana, ditambah usianya yang masih cukup muda, ia merasa memiliki kekuasaan yang tinggi. Dalam jabatannya ia mengemban tugas pemerintahan dan pengadilan, dan juga memiliki tugas keuangan dan administrasi. Namun ternyata ia tidak menyukai tugas-tugasnya sehingga kemudian ia meninggalkannya. Atasannya yang kemudian mengadakan pemeriksaan, menemukan kerugian yang besar dalam kas pemerintahannya. Sikapnya yang mengabaikan peringatan-peringatan dari atasannya, serta adanya kerugian kas pemerintahan, Eduard pun diberhentikan sementara dari jabatannya oleh Gubernur Sumatera Barat Jendral Michiels. Setahun lamanya ia tinggal di Padang tanpa penghasilan apa- apa. Baru pada September 1844 ia mendapatkan izin untuk pulang ke Batavia. Di sana ia direhabilitasi oleh pemerintah dan mendapatkan "uang tunggu". Sambil menunggu penempatan tugas, Eduard menjalin asmara dengan Everdine van Wijnbergen, gadis turunan bangsawan yang jatuh miskin. Pada bulan April 1846, Eduard yang saat itu telah menjabat sebagai ambtenaar sementara di kantor asisten residenPurwakarta, menikah dengan Everdine.Belajar dari pengalamannya yang buruk saat bertugas sebelumnya di Natal, Eduard bekerja cukup baik sebagai ambtenaar pemerintah sehingga pada 1846 ia diangkat menjadi pegawai tetap. Pangkatnya kemudian dinaikkan menjadi komis di kantor residen Purworejo. Prestasinya membuat dia diangkat oleh residen Johan George Otto Stuart von Schmidt auf Altenstadt menjadi sekretaris residen menggantikan pejabat sebelumnya. Namun karena Eduard tidak memiliki diploma sebagai syarat ditempatkannya sebagai pejabat tinggi pemerintahan, Eduard tidak mendapatkan kenaikan pangkat yang sesungguhnya. Namun Gubernur Jenderal dapat memberikan pengakuan diploma dalam hal-hal yang dianggap istimewa dengan syarat mampu melaksanakan tugas-tugas pemerintahan. Eduard mengajukan permohonan kepada Gubernur Jenderal dan akhirnya berhasil memperolehnya karena prestasi kerjanya. Keputusan ini diterima dari atasannya, Residen Purworejo. Kegagalan saat bertugas di Natal dianggap sebagai kesalahan pegawai muda yang dapat dimaafkan. Dalam perjalanan karier selanjutnya, Eduard diangkat menjadi sekretaris residen di Manado akhir April 1849 yang merupakan masa-masa karier terbaiknya. Eduard merasa cocok dengan residen Scherius yang menjadi atasannya sehingga ia mendapat perhatian para pejabat di Bogor di antaranya karena pendapatnya yang progresif mengenai rancangan peraturan guna
  • 4. perubahan dalam sistem hukum kolonial. Karirnya meningkat menjadi asisten residen, yang merupakan karier nomor dua paling tinggi di kalangan ambtenaar Hindia Belanda. Eduard menerima jabatan ini dan ditugasi di Ambon pada Februari 1851. Namun, meskipun telah mendapatkan jabatan yang cukup tinggi di kalangan ambtenaar Hindia Belanda, Eduard merasa tidak cocok dengan Gubernur Maluku yang memiliki kekuasaan tersendiri sehingga membuat ambtenaar-ambtenaar bawahannya tidak dapat menunjukkan inisiatifnya. Eduard akhirnya mengajukan cuti dengan alasan kesehatan sehingga mendapatkan izin cuti ke negeri Belanda. Dan pada hari Natal 1852, dia bersama istrinya tiba di pelabuhan Hellevoetsluis dekat Rotterdam. Selama cuti di Belanda, Eduard ternyata tidak dapat mengatur keuangannya dengan baik; hutang menumpuk di sana-sini bahkan ia sering mengalami kekalahan di meja judi. Meskipun telah mengajukan perpanjangan cuti di Belanda, dia dan istrinya akhirnya kembali ke Batavia pada tanggal 10 September1855. Tidak lama kemudian, Eduard diangkat menjadi asisten residen Lebak di sebelah selatan karesidenanBanten yang bertempat di Rangkasbitung pada Januari 1856. Eduard melaksanakan tugasnya dengan cukup baik dan bertanggung jawab. Namun ternyata, dia menjumpai keadaan di Lebak yang sesungguhnya sangat buruk bahkan lebih buruk daripada berita-berita yang didapatnya. Bupati Lebak yang pada saat itu menurut sistem kolonial Hindia Belanda diangkat menjadi kepala pemerintahan bumiputra dengan sistem hak waris telah memegang kekuasaan selama 30 tahun, ternyata dalam keadaaan kesulitan keuangan yang cukup parah lantaran pengeluaran rumah tangganya lebih besar dari penghasilan yang diperoleh dari jabatannya. Dengan demikian, bupati Lebak hanya bisa mengandalkan pemasukan dari kerja rodi yang diwajibkan kepada penduduk distriknya berdasarkan kebiasaan. Dekker bukan ambtenar yang selalu membuat laporan palsu demi pujian dari atasan, atau hidup cari selamat demi gaji bulanan. Ia manusia yang benar pada tempat yang salah. Bukan saja penindasan sang bupati yang digugatnya, tapi juga kekuasaan kolonial yang membiarkan rakyat terus terhimpit kesusahan.“Saya tak suka menggugat siapa pun, tapi kalau harus, biar dia kepala tentu saya akan gugat,” ujar Max Havelaar, menunjukkan sikap teguh berpendirian. Edwuard Douwes Dekker menemukan fakta bahwa kerja rodi yang dibebankan pada rakyat distrik telah melampaui batas bahkan menjumpai praktik-praktik pemerasan yang
  • 5. dilakukan oleh Bupati Lebak dan para pejabatnya dengan meminta hasil bumi dan ternak kepada rakyatnya. Kalaupun membelinya, itupun dengan harga yang terlalu murah. Belum saja satu bulan Eduard Douwes Dekker ditempatkan di Lebak, dia menulis surat kepada atasannya, residen C.P. Brest van Kempen dengan penuh emosi atas kejadian- kejadian di wilayahnya. Eduard meminta agar bupati dan putra-putranya ditahan serta situasi yang tidak beres tersebut diselidiki. Dengan adanya desakan dari Eduard tersebut, timbullah desas-desus bahwa pejabat sebelumnya yang digantikannya meninggal karena diracun. Hal ini membuat Eduard merasa dirinya dan keluarganya terancam. Sebab lainnya adalah adanya berita kunjungan bupati Cianjur ke Lebak, yang ternyata masih keponakan bupati Lebak, yang kemudian membuat Eduard mengambil kesimpulan akan menimbulkan banyak pemerasan kepada rakyat. Atasannya, Brest van Kempen sangat terkejut dengan berita yang dikirimkan Eduard sehingga mengadakan pemeriksaan di tempat, namun menolak permintaan Eduard. Dengan demikian Eduard meminta agar perkara tersebut diteruskan kepada Gubernur Jendral A.J. Duymaer van Twist yang terkenal beraliran liberal. Namun, meskipun maksudnya terlaksana, Eduard justru mendapatkan peringatan yang cukup keras. Karena kecewa, Eduard mengajukan permintaan pengunduran diri dan permohonannya dikabulkan oleh atasannya. Sekali lagi, Eduard kehilangan pekerjaan akibat bentrok dengan atasannya. Usahanya untuk mencari pekerjaan yang lain menemui kegagalan. Bahkan saudaranya yang sukses berbisnis tembakau malah meminjamkan uang untuk pulang ke Eropa untuk bekerja di sana. Istri dan anaknya sementara ditinggalkan di Batavia. Di Eropa, Eduard bekerja sebagai redaktur sebuah surat kabar di Brusel, Belgia namun tidak lama kemudian dia keluar. Kemudian usahanya untuk mendapatkan pekerjaan sebagai juru bahasa di KonsulatPerancis di Nagasaki juga menemui kegagalan. Usahanya untuk menjadi kaya di meja judi justru membuatnya menjadi semakin melarat.
  • 6. Sampul cetakan pertama Max Havelaar tahun 1860. Gagal menjadi pegawai, namun cita-cita Eduard yang lain, yaitu menjadi pengarang, berhasil diwujudkannya. Ketika kembali dari Hindia Belanda, dia membawa berbagai manuskrip di antaranya sebuah tulisan naskah sandiwara dan salinan surat-surat ketika dia menjabat sebagai asisten residen di Lebak. Pada bulan September 1859, ketika istrinya didesak untuk mengajukan cerai, Eduard mengurung diri di sebuah kamar hotel di Brussel dan menulis buku Max Havelaar yang kemudian menjadi terkenal. Buku tersebut diterbitkan pada tahun 1860 dalam versi yang diedit oleh penerbit tanpa sepengetahuannya namun tetap menimbulkan kegemparan di kalangan masyarakat khususnya di kawasan negerinya sendiri. Pada tahun 1875, terbit kembali dengan teks hasil revisinya. Namanya sebagai pengarang telah mendapatkan pengakuan, yang berarti lambat laun Eduard dapat mengharapkan penghasilan dari penerbitan karyanya. Ketika menerbitkan novel Max Havelaar, ia menggunakan nama samaran 'Multatuli'. Nama ini berasal dari bahasa Latin dan berarti "'Aku sudah menderita cukup banyak'" atau "'Aku sudah banyak menderita'"; di sini, aku dapat berarti Eduard Douwes Dekker sendiri atau rakyat yang terjajah. Setelah buku ini terjual di seluruh Eropa, terbukalah semua kenyataan kelam di Hindia Belanda, walaupun beberapa kalangan menyebut penggambaran Dekker sebagai berlebih- lebihan. Antara tahun 1862 dan 1877, Eduard menerbitkan Ideën (Gagasan-gagasan) yang isinya berupa kumpulan uraian pendapat-pendapatnya mengenai politik, etika dan filsafat, karangan-karangan satir dan impian-impiannya. Sandiwara yang ditulisnya, di antaranya
  • 7. Vorstenschool (Sekolah para Raja), dipentaskan dengan sukses.Walaupun kualitas literatur Multatuli diperdebatkan, ia disukai oleh Carel Vosmaer, penyair terkenal Belanda. Ia terus menulis dan menerbitkan buku-buku berjudul Ideen yang terdiri dari tujuh bagian antara tahun 1862 dan 1877, dan juga mengandung novelnya Woutertje Pieterse serta Minnebrieven pada tahun 1861 yang walaupun judulnya tampak tidak berbahaya, isinya adalah satir keras. Akhirnya Eduard Douwes Dekker merasa bosan tinggal di Belanda. Pada akhir hayatnya, dia tinggal di Jerman bersama seorang anak Jerman yang sudah dianggapnya sebagai anaknya sendiri. Eduard Douwes Dekker tinggal di Wiesbaden, Jerman, di mana ia mencoba untuk menulis naskah drama. Salah satu dramanya, Vorstenschool (diterbitkan di 1875 dalam volume Ideën keempat) menyatakan sikapnya yang tidak berpegang pada satu aliran politik, masyarakat atau agama. Selama dua belas tahun akhir hidupnya, Eduard tidaklah mengarang melainkan hanya menulis berbagai surat-surat.Eduard Douwes Dekker kemudian pindah ke Ingelheim am Rhein dekat Sungai Rhein sampai akhirnya meninggal 19 Februari1887. Pengaruh dalam sastra Hindia Belanda dan Indonesia Multatuli telah mengilhami bukan saja karya sastra di Indonesia, misalnya kelompok Angkatan Pujangga Baru, namun ia telah menggubah semangat kebangsaan di Indonesia. Semangat kebangsaan ini bukan saja pemberontakan terhadap sistem kolonialisme dan eksploitasi ekonomi Hindia Belanda (misal tanam paksa) melainkan juga kepada adat, kekuasaan dan feodalisme yang tak ada habisnya menghisap rakyat jelata. Bila Multatuli dalam Max Havelaar dapat dikatakan telah mempersonifikasikan dirinya sebagai Max yang idealis dan akhirnya frustrasi, Muhammad Yamin lebih berfokus pada si kaum terjajah, misalnya dalam puisinya yang berjudul Hikajat Saidjah dan Adinda Dalam sisi filosofis frustrasi yang dihadapi Max serta Saidjah dan Adinda adalah sama pada hakekatnya; keduanya putus asa dan terbelenggu dalam rantai sistem yang hanya bisa terputuskan melalui revolusi. Dalam budaya populer Max HavelaarISBN 0-14-044516-1 – buku ini telah diangkat menjadi film tahun 1988 dengan judul yang sama, disutradarai oleh Alphonse Marie Rademaker dan melibatkan beberapa artis Indonesia, misalnya Rima Melati. Film ini tidak populer di Indonesia, bahkan sempat dilarang beredar oleh pemerintahan Orde Baru setelah beberapa saat diputar di gedung bioskop.
  • 8. Karya-karyanya 1843 - De eerloze (naskah drama, kemudian diterbitkan sebagai De bruid daarboven (1864)) 1859 - Geloofsbelydenis (diterbitkan dalam jurnal pemikir bebas De Dageraad) 1860 - Indrukken van den dag 1860 - Max Havelaar of de koffiveilingen der Nederlandsche Handelmaatschappy 1860 - Brief aan Ds. W. Francken z. 1860 - Brief aan den Gouverneur-Generaal in ruste 1860 - Aan de stemgerechtigden in het kiesdistrikt Tiel 1860 - Max Havelaar aan Multatuli 1861 - Het gebed van den onwetende 1861 - Wys my de plaats waar ik gezaaid heb 1861 - Minnebrieven 1862 - Over vrijen arbeid in Nederlandsch Indië en de tegenwoordige koloniale agitatie (brochure) 1862 - Brief aan Quintillianus 1862 - Ideën I (terdapat pula yang berupa novel De geschiedenis van Woutertje Pieterse) 1862 - Japansche gesprekken 1863 - De school des levens 1864-1865 - Ideën II 1864 - De bruid daarboven. Tooneelspel in vijf bedrijven (naskah drama) 1865 - De zegen Gods door Waterloo 1865 - Franse rymen 1865 - Herdrukken 1865 - Verspreide stukken (diambil dari Herdrukken) 1866-1869 - Mainzer Beobachter 1867 - Een en ander naar aanleiding van Bosscha's Pruisen en Nederland 1869-1870 - Causerieën 1869 - De maatschappij tot Nut van den Javaan 1870-1871 - Ideën III 1870-1873 - Millioenen-studiën 1870 - Divagatiën over zeker soort van Liberalismus
  • 9. 1870 - Nog eens: Vrye arbeid in Nederlandsch Indië 1871 - Duizend en eenige hoofdstukken over specialiteiten (esai satir) 1872 - Brief aan den koning 1872 - Ideën IV (terdapat pula dalam naskah drama Vorstenschool) 1873 - Ideën V 1873 - Ideën VI 1874-1877 - Ideën VII 1887 - Onafgewerkte blaadjes 1891 - Aleid. Twee fragmenten uit een onafgewerkt blyspel (naskah drama) 1897 - Max Havelaar of de Koffiveilingen der Nederlandsche Handelsmaatschappy (editor Willem Frederik Hermans) Sumber: Wikipedia Majalah historia online Sumber-sumber terkait lainnya
  • 10. Ernest Douwes Dekker Dr. Ernest François Eugène Douwes Dekker (umumnya dikenal dengan nama Douwes Dekker atau Danudirja Setiabudi; lahir di Pasuruan, Hindia-Belanda, 8 Oktober1879 – meninggal di Bandung, Jawa Barat, 28 Agustus1950 pada umur 70 tahun) adalah seorang pejuang kemerdekaan dan pahlawan nasionalIndonesia. Ia adalah salah seorang peletak dasar nasionalisme Indonesia di awal abad ke-20, penulis yang kritis terhadap kebijakan pemerintah penjajahan Hindia-Belanda, wartawan, aktivispolitik, serta penggagas nama "Nusantara" sebagai nama untuk Hindia-Belanda yang merdeka. Setiabudi adalah salah satu dari "Tiga Serangkai" pejuang pergerakan kemerdekaan Indonesia, selain dr. Tjipto Mangoenkoesoemo dan Suwardi Suryaningrat. Ernest adalah anak ketiga (dari empat bersaudara) pasangan Auguste Henri Edouard Douwes Dekker (Belandatotok), seorang pialangbursa efek dan agen bank,[1] dan Louisa Margaretha Neumann, seorang Indo dari ayah Jerman dan ibu Jawa. Dengan pekerjaannya itu, Auguste termasuk orang yang berpenghasilan tinggi. Ernest, biasa dipanggil "Nes" oleh orang-orang dekatnya atau "DD" oleh rekan-rekan seperjuangannya, masih terhitung saudara dari pengarang buku Max Havelaar, yaitu Eduard Douwes Dekker (Multatuli), yang merupakan adik kakeknya.[2]Olaf Douwes Dekker, cucu dari Guido, saudaranya, menjadi penyair di Breda, Belanda.
  • 11. DD menikah dengan Clara Charlotte Deije (1885-1968), anak dokter campuran Jerman-Belanda pada tahun 1903, dan mendapat lima anak, namun dua di antaranya meninggal sewaktu bayi (keduanya laki-laki). Yang bertahan hidup semuanya perempuan. Perkawinan ini kandas pada tahun 1919 dan keduanya bercerai. Kemudian DD menikah lagi dengan Johanna Petronella Mossel (1905-1978), seorang Indo keturunan Yahudi, pada tahun 1927. Johanna adalah guru yang banyak membantu kegiatan kesekretariatan Ksatrian Instituut, sekolah yang didirikan DD. Dari perkawinan ini mereka tidak dikaruniai anak. Di saat DD dibuang ke Suriname pada tahun 1941 pasangan ini harus berpisah, dan di kala itu kemudian Johanna menikah dengan Djafar Kartodiredjo, yang juga merupakan seorang Indo (sebelumnya dikenal sebagai Arthur Kolmus), tanpa perceraian resmi terlebih dahulu. Tidak jelas apakah DD mengetahui pernikahan ini karena ia selama dalam pengasingan tetap berkirim surat namun tidak dibalas. Sewaktu DD "kabur" dari Suriname dan menetap sebentar di Belanda (1946), ia menjadi dekat dengan perawat yang mengasuhnya, Nelly Alberta Geertzema née Kruymel, seorang Indo yang berstatus janda beranak satu. Nelly kemudian menemani DD yang menggunakan nama samaran pulang ke Indonesia agar tidak ditangkap intelijen Belanda. Mengetahui bahwa Johanna telah menikah dengan Djafar, DD tidak lama kemudian menikahi Nelly, pada tahun 1947. DD kemudian menggunakan nama Danoedirdja Setiabuddhi dan Nelly menggunakan nama Haroemi Wanasita, nama-nama yang diusulkan oleh Sukarno. Sepeninggal DD, Haroemi menikah dengan Wayne E. Evans pada tahun 1964 dan kini tinggal di Amerika Serikat. Walaupun mencintai anak-anaknya, DD tampaknya terlalu berfokus pada perjuangan idealismenya sehingga perhatian pada keluarga agak kurang dalam. Ia pernah berkata kepada kakak perempuannya, Adelin, kalau yang ia perjuangkan adalah untuk memberi masa depan yang baik kepada anak-anaknya di Hindia kelak yang merdeka. Pada kenyataannya, semua anaknya meninggalkan Indonesia menuju ke Belanda ketika Jepang masuk. Demikian pula semua saudaranya, tidak ada yang memilih menjadi warga negara Indonesia. Pendidikan dasar ditempuh Nes di Pasuruan. Sekolah lanjutan pertama-tama diteruskan ke HBS di Surabaya, lalu pindah ke Gymnasium Willem III, suatu sekolah elit di Batavia. Selepas lulus sekolah ia bekerja di perkebunankopi "Soember Doeren" di Malang, Jawa Timur. Di sana ia menyaksikan perlakuan semena-mena yang dialami pekerja kebun, dan sering kali membela mereka. Tindakannya itu membuat ia kurang disukai rekan-rekan kerja, namun disukai pegawai-
  • 12. pegawai bawahannya. Akibat konflik dengan manajernya, ia dipindah ke perkebunan tebu "Padjarakan" di Kraksaan sebagai laboran.[1] Sekali lagi, dia terlibat konflik dengan manajemen karena urusan pembagian irigasi untuk tebu perkebunan dan padi petani. Akibatnya, ia dipecat. Menganggur dan kematian mendadak ibunya, membuat Nes memutuskan berangkat ke Afrika Selatan pada tahun 1899 untuk ikut dalam Perang Boer Kedua melawan Inggris.[2] Ia bahkan menjadi warga negara Republik Transvaal.[1] Beberapa bulan kemudian kedua saudara laki- lakinya, Julius dan Guido, menyusul. Nes tertangkap lalu dipenjara di suatu kamp di Ceylon. Di sana ia mulai berkenalan dengan sastera India, dan perlahan-lahan pemikirannya mulai terbuka akan perlakuan tidak adil pemerintah kolonial Hindia Belanda terhadap warganya. DD dipulangkan ke Hindia Belanda pada tahun 1902, dan bekerja sebagai agen pengiriman KPM, perusahaan pengiriman milik negara. Penghasilannya yang lumayan membuatnya berani menyunting Clara Charlotte Deije, putri seorang dokter asal Jerman yang tinggal di Hindia Belanda, pada tahun 1903. Kemampuannya menulis laporan pengalaman peperangannya di surat kabar terkemuka membuat ia ditawari menjadi reporter koran Semarang terkemuka, De Locomotief. Di sinilah ia mulai merintis kemampuannya dalam berorganisasi. Tugas-tugas jurnalistiknya, seperti ke perkebunan di Lebak dan kasus kelaparan di Indramayu, membuatnya mulai kritis terhadap kebijakan kolonial. Ketika ia menjadi staf redaksi Bataviaasch Nieuwsblad, 1907, tulisan-tulisannya menjadi semakin pro kaum Indo dan pribumi. Dua seri artikel yang tajam dibuatnya pada tahun 1908. Seri pertama artikel dimuat Februari 1908 di surat kabar Belanda Nieuwe Arnhemsche Courant setelah versi bahasa Jermannya dimuat di koran Jerman Das Freie Wort, "Het bankroet der ethische principes in Nederlandsch Oost-Indie" ("Kebangkrutan prinsip etis di Hindia Belanda") kemudian pindah di Bataviaasche Nieuwsblad. Sekitar tujuh bulan kemudian (akhir Agustus) seri tulisan panas berikutnya muncul di surat kabar yang sama, "Hoe kan Holland het spoedigst zijn koloniën verliezen?" ("Bagaimana caranya Belanda dapat segera kehilangan koloni-koloninya?", versi Jermannya berjudul "Hollands kolonialer Untergang"). Kembali kebijakan politik etis dikritiknya. Tulisan-tulisan ini membuatnya mulai masuk dalam radar intelijen penguasa.[3] Rumah DD, pada saat yang sama, yang terletak di dekat Stovia menjadi tempat berkumpul para perintis gerakan kebangkitan nasional Indonesia, seperti Sutomo dan Cipto Mangunkusumo, untuk belajar dan berdiskusi. Budi Utomo (BO), organisasi yang diklaim sebagai organisasi
  • 13. nasional pertama, lahir atas bantuannya. Ia bahkan menghadiri kongres pertama BO di Yogyakarta. Aspek pendidikan tak luput dari perhatian DD. Pada tahun 1910 (8 Maret) ia turut membidani lahirnya Indische Universiteit Vereeniging (IUV), suatu badan penggalang dana untuk memungkinkan dibangunnya lembaga pendidikan tinggi (universitas) di Hindia Belanda. Di dalam IUV terdapat orang Belanda, orang-orang Indo, aristokrat Banten dan perwakilan dari organisasi pendidikan kaum TionghoaTHHK. Karena menganggap BO terbatas pada masalah kebudayaan (Jawa), DD tidak banyak terlibat di dalamnya. Sebagai seorang Indo, ia terdiskriminasi oleh orang Belanda murni ("totok" atau trekkers). Sebagai contoh, orang Indo tidak dapat menempati posisi-posisi kunci pemerintah karena tingkat pendidikannya. Mereka dapat mengisi posisi-posisi menengah dengan gaji lumayan tinggi. Untuk posisi yang sama, mereka mendapat gaji yang lebih tinggi daripada pribumi. Namun, akibat politik etis, posisi mereka dipersulit karena pemerintah koloni mulai memberikan tempat pada orang-orang pribumi untuk posisi-posisi yang biasanya diisi oleh Indo. Tentu saja pemberi gaji lebih suka memilih orang pribumi karena mereka dibayar lebih rendah. Keprihatinan orang Indo ini dimanfaatkan oleh DD untuk memasukkan idenya tentang pemerintahan sendiri Hindia Belanda oleh orang-orang asli Hindia Belanda (Indiërs) yang bercorak inklusif dan mendobrak batasan ras dan suku. Pandangan ini dapat dikatakan original, karena semua orang pada masa itu lebih aktif pada kelompok ras atau sukunya masing-masing. Berangkat dari organisasi kaum Indo, Indische Bond dan Insulinde, ia menyampaikan gagasan suatu "Indië" (Hindia) baru yang dipimpin oleh warganya sendiri, bukan oleh pendatang. Ironisnya, di kalangan Indo ia mendapat sambutan hangat hanya di kalangan kecil saja, karena sebagian besar dari mereka lebih suka dengan status quo, meskipun kaum Indo direndahkan oleh kelompok orang Eropa "murni" toh mereka masih dapat dilayani oleh pribumi. Tidak puas karena Indische Bond dan Insulinde tidak bisa bersatu, pada tahun 1912 Nes bersama-sama dengan Cipto Mangunkusumo dan Suwardi Suryaningrat mendirikan partai berhaluan nasionalis inklusif bernama Indische Partij ("Partai Hindia").[1][4] Kampanye ke beberapa kota menghasilkan anggota berjumlah sekitar 5000 orang dalam waktu singkat. Semarang mencatat jumlah anggota terbesar, diikuti Bandung. Partai ini sangat populer di kalangan orang Indo, dan diterima baik oleh kelompok Tionghoa dan pribumi, meskipun tetap dicurigai pula karena gagasannya yang radikal. Partai yang anti-kolonial dan bertujuan akhir
  • 14. kemerdekaan Indonesia ini dibubarkan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda setahun kemudian, 1913 karena dianggap menyebarkan kebencian terhadap pemerintah. Akibat munculnya tulisan terkenal Suwardi di De Expres, "Als ik eens Nederlander was" (Seandainya aku orang Belanda), ketiganya lalu diasingkan ke Belanda, karena DD dan Cipto mendukung Suwardi. Universitas Zurich, tempat Ernest Douwes Dekker menempuh pendidikan tingginya. Masa di Eropa dimanfaatkan oleh Nes untuk mengambil program doktor di Universitas Zürich, Swiss, dalam bidang ekonomi. Di sini ia tinggal bersama-sama keluarganya. Gelar doktor diperoleh secara agak kontroversial dan dengan nilai "serendah-rendahnya", menurut istilah salah satu pengujinya. Karena di Swis ia terlibat konspirasi dengan kaum revolusioner India, ia ditangkap di Hong Kong dan diadili dan ditahan di Singapura (1918). Setelah dua tahun dipenjara, ia pulang ke Hindia Belanda 1920. Sekembalinya ia ke Batavia setelah dipenjara DD aktif kembali dalam dunia jurnalistik dan organisasi. Ia menjadi redaktur organ informasi Insulinde yang bernama De Beweging. Ia menulis beberapa seri artikel yang banyak menyindir kalangan pro-koloni serta sikap kebanyakan kaumnya: kaum Indo. Targetnya sebetulnya adalah de-eropanisasi orang Indo, agar mereka menyadari bahwa demi masa depan mereka berada di pihak pribumi, bukan seperti yang terjadi, berpihak ke Belanda. Organisasi kaum Indo yang baru dibentuk, Indisch Europeesch Verbond (IEV), dikritiknya dalam seri tulisan "De tien geboden" (Sepuluh Perintah Tuhan) dan "Njo Indrik" (Sinyo Hendrik). Pada seri yang disebut terakhir, IEV dicap olehnya sebagai "liga yang konyol dan kekanak-kanakan". Sejumlah pamflet lepas yang cukup dikenal juga ditulisnya pada periode ini, seperti "Een Natie in de maak" (Suatu bangsa tengah terbentuk) dan "Ons volk en het buitenlandsche kapitaal" (Bangsa kita dan modal asing).
  • 15. Pada rentang masa ini dibentuk pula Nationaal Indische Partij (NIP), sebagai organisasi pelanjut Indische Partij yang telah dilarang. Pembentukan NIP menimbulkan perpecahan di kalangan anggota Insulinde antara yang moderat (kebanyakan kalangan Indo) dan yang progresif (menginginkan pemerintahan sendiri, kebanyakan orang Indonesia pribumi). NIP akhirnya bernasib sama seperti IP: tidak diizinkan oleh Pemerintah. Pada tahun 1919, DD terlibat (atau tersangkut) dalam peristiwa protes dan kerusuhan petani/buruh tani di perkebunan tembakauPolanharjo, Klaten. Ia terkena kasus ini karena dianggap mengompori para petani dalam pertemuan mereka dengan orang-orang Insulinde cabang Surakarta, yang ia hadiri pula. Pengadilan dilakukan pada tahun 1920 di Semarang. Hasilnya, ia dibebaskan; namun kasus baru menyusul dari Batavia: ia dituduh menulis hasutan di surat kabar yang dipimpinnya. Kali ini ia harus melindungi seseorang (sebagai redaktur De Beweging) yang menulis suatu komentar yang di dalamnya tertulis "Membebaskan negeri ini adalah keharusan! Turunkan penguasa asing!". Yang membuatnya kecewa adalah ternyata alasan penyelidikan bukanlah semata tulisan itu, melainkan "mentalitas" sang penulis (dan dituduhkan ke DD). Setelah melalui pembelaan yang panjang, DD divonis bebas oleh pengadilan. Sekeluarnya dari tahanan dan rentetan pengadilan, DD cenderung meninggalkan kegiatan jurnalistik dan menyibukkan diri dalam penulisan sejumlah buku semi-ilmiah dan melakukan penangkarananjinggembala Jerman dan aktif dalam organisasinya. Prestasinya cukup mengesankan, karena salah satu anjingnya memenangi kontes dan bahkan mampu menjawab beberapa pertanyaan berhitung dan menjawab beberapa pertanyaan tertulis. Atas dorongan Suwardi Suryaningrat yang saat itu sudah mendirikan Perguruan Taman Siswa, ia kemudian ikut dalam dunia pendidikan, dengan mendirikan sekolah "Ksatrian Instituut" (KI) di Bandung. Ia banyak membuat materi pelajaran sendiri yang instruksinya diberikan dalam bahasa Belanda. KI kemudian mengembangkan pendidikan bisnis, namun di dalamnya diberikan pelajaran sejarah Indonesia dan sejarah dunia yang materinya ditulis oleh Nes sendiri. Akibat isi pelajaran sejarah ini yang anti-kolonial dan pro-Jepang, pada tahun 1933 buku-bukunya disita oleh pemerintah Keresidenan Bandung dan kemudian dibakar. Pada saat itu Jepang mulai mengembangkan kekuatan militer dan politik di Asia Timur dengan politik ekspansi ke Korea dan Tiongkok. DD kemudian juga dilarang mengajar. Karena dilarang mengajar, DD kemudian mencari penghasilan dengan bekerja di kantor Kamar Dagang Jepang di Jakarta. Ini membuatnya dekat dengan Mohammad Husni Thamrin, seorang
  • 16. wakil pribumi di Volksraad. Pada saat yang sama, pemerintah Hindia Belanda masih trauma akibat pemberontakan komunis (ISDV) tahun 1927, memecahkan masalah ekonomi akibat krisis keuangan 1929, dan harus menghadapi perkembangan fasisme ala Nazi di kalangan warga Eropa (Europaeer). Serbuan Jerman ke Denmark dan Norwegia, dan akhirnya ke Belanda, pada tahun 1940 mengakibatkan ditangkapnya ribuan orang Jerman di Hindia Belanda, berikut orang-orang Eropa lain yang diduga berafiliasi Nazi. DD yang memang sudah "dipantau", akhirnya ikut digaruk karena dianggap kolaborator Jepang, yang mulai menyerang Indocina Perancis. Ia juga dituduh komunis. DD ditangkap dan dibuang ke Suriname pada tahun 1941 melalui Belanda. Di sana ia ditempatkan di suatu kamp jauh di pedalaman Sungai Suriname yang bernama Jodensavanne ("Padang Yahudi").[2] Tempat itu pada abad ke-17 hingga ke-19 pernah menjadi tempat pemukiman orang Yahudi yang kemudian ditinggalkan karena kemudian banyak pendatang yang membuat keonaran. Kondisi kehidupan di kamp sangat memprihatinkan. Sampai-sampai DD, yang waktu itu sudah memasuki usia 60-an, sempat kehilangan kemampuan melihat. Di sini kehidupannya sangat tertekan karena ia sangat merindukan keluarganya. Surat-menyurat dilakukannya melalui Palang Merah Internasional dan harus melalui sensor. Ketika kabar berakhirnya perang berakhir, para interniran (buangan) di sana tidak segera dibebaskan. Baru menjelang pertengahan tahun 1946 sejumlah orang buangan dikirim ke Belanda, termasuk DD. Di Belanda ia bertemu dengan Nelly Albertina Gertzema nee Kruymel, seorang perawat. Nelly kemudian menemaninya kembali ke Indonesia. Kepulangan ke Indonesia juga melalui petualangan yang mendebarkan karena DD harus mengganti nama dan menghindari petugas intelijen di Pelabuhan Tanjung Priok. Akhirnya mereka berhasil tiba di Yogyakarta, ibukota Republik Indonesia pada waktu itu pada tanggal 2 Januari1947. Tak lama setelah kembali ia segera terlibat dalam posisi-posisi penting di sisi Republik Indonesia. Pertama-tama ia menjabat sebagai menteri negara tanpa portofolio dalam Kabinet Sjahrir III, yang hanya bekerja dalam waktu hampir 9 bulan. Selanjutnya berturut-turut ia menjadi anggota delegasi negosiasi dengan Belanda, konsultan dalam komite bidang keuangan dan ekonomi di delegasi itu, anggota DPA, pengajar di Akademi Ilmu Politik, dan terakhir
  • 17. sebagai kepala seksi penulisan sejarah (historiografi) di bawah Kementerian Penerangan. Di mata beberapa pejabat Belanda ia dianggap "komunis" meskipun ini sama sekali tidak benar. Pada periode ini DD tinggal satu rumah dengan Sukarno. Ia juga menempati salah satu rumah di Kaliurang. Dan dari rumah di Kaliurang inilah pada tanggal 21 Desember 1948 ia diciduk tentara Belanda yang tiba dua hari sebelumnya di Yogyakarta dalam rangka "Aksi Polisionil". Setelah diinterogasi ia lalu dikirim ke Jakarta untuk diinterogasi kembali. Tak lama kemudian DD dibebaskan karena kondisi fisiknya yang payah dan setelah berjanji tak akan melibatkan diri dalam politik. Ia dibawa ke Bandung atas permintaannya. Harumi kemudian menyusulnya ke Bandung. Setelah renovasi, mereka lalu menempati rumah lama (dijulukinya "Djiwa Djuwita") di Lembangweg. Di Bandung ia terlibat kembali dengan aktivitas di Ksatrian Instituut. Kegiatannya yang lain adalah mengumpulkan material untuk penulisan autobiografinya (terbit 1950: 70 jaar konsekwent) dan merevisi buku sejarah tulisannya. Ernest Douwes Dekker wafat dini hari tanggal 28 Agustus1950 (tertulis di batu nisannya; 29 Agustus1950 versi van der Veur, 2006) dan dimakamkan di TMP Cikutra, Bandung. Jasa DD dalam perintisan kemerdekaan diekspresikan dalam banyak hal. Di setiap kota besar dapat dijumpai jalan yang dinamakan menurut namanya: Setiabudi. Jalan Lembang di Bandung utara, tempat rumahnya berdiri, sekarang bernama Jalan Setiabudi. Di Jakarta bahkan namanya dipakai sebagai nama suatu kecamatan, yakni Kecamatan Setiabudi di Jakarta Selatan. Di Belanda, nama DD juga dihormati sebagai orang yang berjasa dalam meluruskan arah kolonialisme (meskipun hampir sepanjang hidupnya ia berseberangan posisi politik dengan pemerintah kolonial Belanda; bahkan dituduh "pengkhianat"). Referensi Doel, H.W. van den 'Douwes Dekker, Ernest François Eugène (1879-1950)' Biografisch Woordenboek van Nederland. Voer, P.W. van der 2006. The lion and the gadfly. Dutch colonialism and the spirit of E.F.E. Douwes Dekker. KITLV Publisher. Lapian, A.B."Danudirdja Setiabuddhi, 1879-1950. Tokoh Indo yang Antikolonial". Resensi atas buku Het leven van E.F.E. Douwes Dekker dari Frans Glissenaar yang dimuat di Kompas daring.
  • 18. Catatan kaki 1. ^abcd"DOUWES DEKKER, Ernest François Eugène, 1879–1950". Instituut voor Nederlandse Geschiedenis. Diakses pada 8 Januari 2006. 2. ^abc"Danudirdja Setiabuddhi, 1879–1950". Kompas. Diakses pada 8 Januari 2006. 3. ^Indonesia, Early Political Movements. Library of Congress Country Studies. 4. ^"The Growth of National Consciousness". Federal Research Division of the Library of Congress. Diakses pada 8 Januari 2006. Bacaan tambahan (Belanda) Glissenaar, F. 1999. D.D. Het leven van E.F.E. Douwes Dekker. Hilversum, Nederland.