1. TUGAS PENGANTAR HUKUM INDONESIA
-HUKUM PERDATA INTERNASIONAL-
Dosen Pengajar : Widia Edorita, SH., MH.
oleh :
DIENNISSA PUTRIYANDA
Nim : 1209114065
Fakultas Hukum Universitas Riau
2012
2. Hukum Perdata Internasional
A. Pengertian HPI
Hukum Perdata Internasional (HPI) adalah hukum yang mengatur hubungan
hukum perdata antara pelaku hukum yang msing-masing tunduk pada hukum perdata
(nasional) yang berbeda.
Berikut pengertian HPI menurut beberapa ahli :
Prof. R.H. Graveson
Conflict of Laws atau Hukum Perdata Internasional adalah bidang hukum
yang berkenaan dengan perkara-perkara yang di dalamnya mengandung fakta
relevan yang menunjukkan perkaitan dengan suatu sistem hukum lain, baik
karena aspek teritorial maupun aspek subjek hukumnya, dan karena itu
menimbulkan pertanyaan tentang penerapan hukum sendiri atau hukum lain
(yang biasanya asing), atau masalah pelaksanaan yurisdiksi badan pengadilan
sendiri atau badan pengadilan asing.
Prof. Van Brakel
Hukum Perdata Internasional adalah hukum nasional yang dibuat untuk
hubungan-hubungan hukum internasional.
Prof. Sudargo Gautama
Hukum Perdata Internasional adalah keseluruhan peraturan dan keputusan
hukum yang menunjukkan stelsel hukum manakah yang berlaku, atau apakah
yang merupakan hukum, jika hubungan-hubungan atau peristiwa-peristiwa
antara warga(-warga) negara pada suatu waktu tertentu memperlihatkan titik
pertalian dengan stelsel-stelsel dan kaidah-kaidah hukum dari dua atau lebih
negara, yang berbeda dalam lingkungan kuasa, tempat, pribadi dan soal-soal.
Prof. J.G. Sauveplanne
Hukum Perdata Internasional adalah keseluruhan aturan-aturan yang
mengatur hubungan-hubungan hukum perdata yang mengandung elemen-elemen
internasional dan hubungan-hubungan hukum yang memiliki kaitan dengan
3. negara-negara asing sehingga dapat menimbulkan pertanyaan apakah
penundukan langsung ke arah hukum asing itu tanpa harus menundukkan diri
pada hukum intern (Belanda).
Prof. Sunaryati Hartono
Hukum Perdata Internasional mengatur setiap peristiwa atau hubungan
hukum yang mengandung unsur asing, baik di bidang hukum publik maupun
hukum privat. Inti dari HPI adalah pergaulan hidup masyarakat internasional,
maka HPI dapat disebut sebagai hukum pergaulan internasional.
Mochtar Kusumaatmadja
Hukum Perdata Internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum
yang mengatur hubungan perdata yang melintas batas Negara.
B. Sejarah Umum Perkembangan HPI
Asas-asas dan pola berpikir HPI sudah dapat dijumpai dan tumbuh di dalam
pergaulan masyarakat di masa Kekaisaran Romawi (abad ke-2 SM s/d abad ke-6 SM)
seiring dengan pertumbuhan kebudayaan Barat (western civilization) di Eropa Daratan.
Berikut ini penjelasan pola penyelesaian perkara-perkara HPI di pelbagai periode
waktu sampai dengan abad ke-19 di Eropa Daratan.
1. MASA KEKAISARAN ROMAWI
(Abad ke-2 SM s/d Abad ke-6 SM)
Masa Kekaisaran Romawi dapat dianggap sebagai awal perkembangan HPI. Pada
masa ini pola hubungan internasional dalam wujud sederhana sudah mulai tampak
dengan adanya hubungan-hubungan antara :
a. Warga (cives) Romawi dengan penduduk propinsi-propinsi atau Municipia
(untuk wilayah di Italia, kecuali Roma) yang menjadi bagian dari wilayah
kekaisaran karena pendudukan. Penduduk asli propinsi-propinsi ini dianggap
sebagai orang asing, dan ditundukkan pada hukum mereka sendiri.
4. b. Penduduk propinsi atau orang asing yang berhubungan satu sama lain di
wilayah kekaisaran Romawi, sehingga masing-masing pihak dapat dianggap
sebagai subjek hukum dari beberapa yurisdiksi yang berbeda.
Untuk menyelesaikan sengketa dalam hubungan-hubungan tersebut, dibentuk
peradilan khusus yang disebut Praetor Peregrinis.
Yang diberlakukan oleh hakim Praetor Peregrinis adalah hukum yang dibuat
untuk para cives Romawi, yaitu Ius Civile, tetapi yang telah disesuaikan untuk
kebutuhan pergaulan “antar bangsa”, yang kemudian berkembang menjadi Ius
Gentium.
Ius Gentium terdiri dari :
a. Ius Privatuum, mengatur persoalan-persoalan hukum orang-perorangan.
Ius Privatuum inilah yang menjadi cikal bakal HPI yang berkembang dalam
tradisi Eropa Kontinental.
b. Ius Publicum, mengatur persoalan-persoalan kewenangan negara sebagai
kekuasaan publik.
Ius Publicum berkembang menjadi sekumpulan asas dan kaidah hukum yang
mengatur hubungan antara Kekaisaran Romawi dengan negara-negara lain
(cikal bakal Hukum Internasional Publik).
Prinsip HPI pada masa ini dilandasi asas teritorial, artinya perkara-perkara yang
menyangkut warga-warga propinsi tunduk pada Ius Gentium sebagai bagian dari
hukum kekaisaran.
Asas-asas HPI yang tumbuh dan berkembang pada masa ini dan menjadi asas-
asas penting HPI modern :
Asas Lex Rei Sitae (Lex Situs)
Perkara-perkara yang menyangkut benda-benda tidak bergerak (immovable)
tunduk pada hukum dari tempat benda itu berada/terletak.
5. Asas Lex Domicili
Hak dan kewajiban perorangan harus diatur oleh hukum dari tempat
seseorang berkediaman tetap.
Asas Lex Loci Contractus
Terhadap perjanjian-perjanjian berlaku hukum dari tempat pembuatan
perjanjian.
2. MASA PERTUMBUHAN ASAS PERSONAL HPI
(Abad ke-6 s/d Abad ke-10)
Pada akhir abad ke-6 Kekaisaran Romawi ditaklukkan oleh bangsa-bangsa
barbar dari wilayah-wilayah bekas propinsi-propinsi jajahan Romawi.
Wilayah bekas jajaran Romawi diduduki oleh pelbagai suku bangsa yang
dibedakan secara genealogis dan bukan territorial.
Masing-masing suku bangsa memberlakukan kaidah-kaidah hukum adat, hukum
personal, hukum keluarga serta hukum agama mereka.
Dalam menyelesaikan sengketa antar suku bangsa, ditetapkan terlebih dahulu
sistem-sistem hukum adat mana yang relevan dengan perkara, kemudian baru
dipilih hukum mana yang harus diberlakukan.
Tumbuh beberapa prinsip HPI yang dibuat atas dasar asas Genealogis :
a. Asas umum yang menetapkan bahwa dalam setiap proses penyelesaian hukum,
maka hukum yang digunakan adalah hukum dari pihak tergugat;
b. Penetapan kemampuan untuk membuat perjanjian bagi seseorang harus
dilakukan berdasarkan hukum personal dari masing-masing pihak;
c. Proses pewarisan harus dilangsungkan berdasarkan hukum personal dari pihak
pewaris;
d. Peralihan hak atas benda harus dilaksanakan sesuai dengan hukum dari pihak
transferor;
e. Penyelesaian perkara tentang Perbuatan Melawan Hukum harus dilakukan
berdasarkan hukum dari pihak pelaku perbuatan yang melanggar hukum;
6. f. Pengesahan suatu perkawinan harus dilakukan berdasarkan hukum dari pihak
suami.
3. PERTUMBUHAN ASAS TERITORIAL
(Abad ke-11 s/d Abad ke -12)
Pertumbuhan asas personal genealogis semakin sulit untuk dipertahankan
mengingat terjadinya transformasi struktur masyarakat yang semakin condong ke
arah masyarakat yang teritorialistik di seluruh wilayah Eropa.
2 Kawasan Eropa yang sangat mencolok proses transformasinya :
a. Pertumbuhan di Eropa Utara
Di kawasan ini (Jerman, Prancis, Inggris) masyarakat bertransformasi
menjadi masyarakat teritorialistik melaui tumbuhnya kelompok-kelompok
feodalistik. Unit-unit masyarakat yang berada di bawah kekuasaan feodal (tuan-
tuan tanah) cenderung memberlakukan hukum mereka secara eksklusif.
Tidak ada pengakuan terhadap hak-hak asing dan tidak ada perkembangan
HPI yang berarti.
b. Pertumbuhan di Eropa Selatan
Transformasi berlangsung ke arah masyarakat teritorialistik disebabkan oleh
pertumbuhan kota-kota perdagangan di Italia. Dasar ikatan manusia
dikarenakan tempat kediaman di kota yang sama.
Asas-asas hukum yang digunakan untuk menjawab perkara-perkara hukum
perselisihan antara kota inilah yang dianggap sebagai pemicu tumbuhnya teori
HPI yang penting, yang dikenal dengan sebutan teori Statuta.
4. PERTUMBUHAN TEORI STATUTA
(Abad ke-13 s/d abad ke-15)
Di abad ke-14 s/d abad ke-15 penafsiran dan penyempurnaan terhadap kaidah2
hukum di dalam Corpus Iuris dilakuakn khusus untuk membangun asas-asas hukum
yang dapat digunakan untuk menyelesaikan persoalan hukum perselisihan
(antarkota).
7. Dilakukan oleh kelompok Post Glossators, dengan memusatkan perhatian pada
upaya mencari dasar hukum baru untuk menyelesaikan persoalan2 hukum yang
melibatkan kewenangan hukum dari 2 / lebih kota.
Muncul teori Statuta.
Dasar2 Teori Statuta
Tumbuhnya teori statuta diawali oleh seorang tokoh Post Glassator : Accursius yang
mengatakan:
“Bila seseorang yang berasa dari kota tertentu di Italia, digugat di sebuah kota
lain, maka ia tidak dapat dituntut berdasarkan hukum dari kota lain itu, karena ia
bukan subjek hukum dari kota lain itu”.
Gagasan Accursius menarik perhatian Bartolus de Sassoferato (Bapak HPI).
Bartolus mencetuskan Teori Statuta, yang dianggap sebagai teori pertama yang
mendekati persoalan-persoalan hukum perselisihan secara metodik dan
sistematik.
Upaya yang dilakukan oleh Bartolus :
a. Mengembangkan asas2 yang dapat digunakan secara praktis untuk
mementukan wilayah berlaku dari setiap aturan hukum yang berlaku di
sebuah kota di Italia.
b. Mengklasifikasi tentang jenis-jenis hubungan atau persoalan hukum apa saja
yang mungkin dimasukkan ke dalam lingkup berlaku statuta2 sebuah kota.
c. Menyimpulkan apakah statuta dari sebuah kota di Italia :
o dapat diberlakukan juga bagi orang2 yang bukan warga kota yang
bersangkutan ?
o dapat memiliki daya berlaku juga di wilayah kota yang bersangkutan
(ekstra-teritorialitas) ?
Kesimpulan Teori Statuta :
1. Statuta-statuta suatu kota dapat diklasifikasikan ke dalam 3 kelompok :
a. Statuta Personalia
Statuta-statuta yang berkenaan dengan kedudukan hukum atau status
personal orang.
8. b. Statuta Realia
Statuta-statuta yang berkenaan dengan status benda.
c. Statuta Mixta
Statuta-statuta yang berkenaan dengan perbuatan-perbuatan hukum.
2. Setiap jenis statuta dapat ditentukan ruang lingkup atau wilayah berlakunya
secara tepat, yaitu :
a. Statuta Personalia
Objek pengaturan : orang dalam persoalan-persoalan hukum yang
menyangkut pribadi dan keluarga.
Lingkup berlaku : ekstra-teritorial, berlaku juga di luar wilayah.
Statuta personalia hanya berlaku terhadap warga kota yang berkediaman
tetap di wilayah kota yang bersangkutan, namun statuta ini akan tetap
melekat dan berlaku atas mereka, diamana pun mereka berada.
b. Statuta Realia
Objek pengaturan : benda dan status hukum dari benda.
Lingkup berlaku : prinsip territorial, hanya berlaku di dalam wilayah
kota kekuasaan penguasa.
Statuta ini akan tetap berlaku terhadap siapa saja (warga kota ataupuan
pendatang / orang asing) yang berada dalam teritorial yang bersangkutan.
c. Statuta Mixta
Ojek pengaturan : perbuatan-perbuatan hukum oleh subjek hukum atau
perbuatan-perbuatan hukum terhadap benda-benda.
Lingkup berlaku : prinsip teritorial, berlaku atas semua perbuatan
hukum yang terjadi atau dilangsungkan dalam wilayah
pengusaan kota.
Statuta ini berlaku terhadap siapa saja (warga kota ataupun pendatang /
orang asing) yang berada di wilayah kota yang bersangkutan.
9. C. Contoh Kasus HPI
Kasus Gianni Versace S.p.A melawan Sutardjo Jono.
Para pihak yang bersengketa dalam kasus ini adalah Gianni Versace S.p.A, selaku
penggugat yang merupakan badan hukum yang didirikan menurut Undang-Undang Italia
dan berkedudukan di Italia. Perusahaan Gianni Versace S.p.A didirikan pada tahun 1978
oleh seorang desainer terkemuka bernama Gianni Versace. Gianni Versace S.p.A adalah
salah satu perusahaan fesyen ternama di dunia. Perusahaan ini mendesain, memproduksi
dan mendistribusikan produknya yang berupa busana, perhiasana, kosmetik, parfum dan
produk fesyen sejenis.
Pada bulan September 2000, Gianni Versace S.p.A bekerjasama dengan Sunland Group
Ltd, sebuah perusahaan terkemuka Australia membuka “Pallazo Versace”, yaitu sebuah
hotel berbintang enam yang terletak di Gold Coast Australia. Saat ini kepemilikan Versace
Group dipegang oleh keluarga Versace yang terdiri dari Allegra Beck Versace yang memiliki
saham 50%, Donatella Versace yang memiliki saham 20% dan Santo Versace yang memiliki
saham sebanyak 30%.
Saat ini Santo Versace menjabat sebagai Presiden perusahaan dan Donatella Versace
merangkap sebagai Wakil presiden dan direksi Kreasi. Giannni Versace S.p.A selaku
penggugat ini menjual produksinya ke Indonesia dan merek yang melekat pada produk-
produk milik penggugat telah dilindungi oleh hukum Indonesia. Kemudian, pihak tergugat
adalah Sutardjo Jono, seorang Warga Negara Indonesia yang berkedudukan di Medan.
Kasus Posisi
Uraian posisi kasus Gianni Versace S.p.A melawan Sutardjo Jono adalah sebagai berikut:
a) Penggugat adalah pemilik yang berhak atas Merek “VERSUS”, “VERSACE”, “VERSACE
CLASSIS V2” dan “VERSUS VERSACE’, yang mana Merek-Merek tersebut telah dipakai,
dipromosikan serta terdaftar di negara asalnya Italia sejak tahun 1989 dan terdaftar
pula di 30 negara lebih, sehingga Merek penggugat berdasarkan Pasal 6 ayat 1 Butir b
Undang-undnag No.15 Tahun 2001 tentang Merek dikualifikasikan sebagai Merek
10. Terkenal, di mana Merek yang disengketakan adalah Merek penggugat yang telah
terdaftar pada kelas 9,18 dan 25.
b) Tergugat tanpa seizin penggugat telah mendaftar Merek “V2 VERSI VERSUS” yang
mempunyai persamaan pada pokoknya dengan Merek-merek penggugat dan Merek
milik tergugat tersebut terdaftar dalam kelas yang sama dengan Merek-Merek milik
penggugat.
c) Bahwa tindakan tergugat tersebut merupakan itikad buruk yang hendak membonceng
keterkenalan Merek-Merek milik penggugat sehingga tergugat dapat menikmati
keuntungan ekonomi dengan mudah atas penjualan produksinya yang membonceng
Merek milik penggugat, atas hal ini seharusnya permohonan pendaftaran Merek milik
tergugat ditolak berdasarkan Penjelasan Pasal 4 Undang-Undang No.15 Tahun 2001
tentang Merek.
Uraian posisi kasus di atas menunjukkan bahwa kasus ini merupakan pemboncengan
atas Merek Terkenal yang dilakukan oleh warga negara nasional.
Fakta-faktanya :
Gianni Versace S.p.A, selaku penggugat yang merupakan badan hukum yang didirikan
menurut Undang-Undang Italia dan berkedudukan di Italia.
Perusahaan Gianni Versace S.p.A didirikan pada tahun 1978 oleh seorang desainer
terkemuka bernama Gianni Versace. Gianni Versace S.p.A adalah salah satu perusahaan
fesyen ternama di dunia. Perusahaan ini mendesain, memproduksi dan
mendistribusikan produknya yang berupa busana, perhiasana, kosmetik, parfum dan
produk fesyen sejenis.
Pada bulan September 2000, Gianni Versace S.p.A bekerjasama dengan Sunland Group
Ltd, sebuah perusahaan terkemuka Australia membuka “Pallazo Versace”, yaitu sebuah
hotel berbintang enam yang terletak di Gold Coast Australia.
Giannni Versace S.p.A selaku penggugat ini menjual produksinya ke Indonesia dan
merek yang melekat pada produk-produk milik penggugat telah dilindungi oleh hukum
Indonesia. Kemudian, pihak tergugat adalah Sutardjo Jono, seorang Warga Negara
Indonesia yang berkedudukan di Medan.
11. Penggugat adalah pemilik yang berhak atas Merek “VERSUS”, “VERSACE”, “VERSACE
CLASSIS V2” dan “VERSUS VERSACE’, yang mana Merek-Merek tersebut telah dipakai,
dipromosikan serta terdaftar di negara asalnya Italia sejak tahun 1989 dan terdaftar
pula di 30 negara lebih, sehingga Merek penggugat berdasarkan Pasal 6 ayat 1 Butir b
Undang-undnag No.15 Tahun 2001 tentang Merek dikualifikasikan sebagai Merek
Terkenal, di mana Merek yang disengketakan adalah Merek penggugat yang telah
terdaftar pada kelas 9,18 dan 25.
Tergugat tanpa seizin penggugat telah mendaftar Merek “V2 VERSI VERSUS” yang
mempunyai persamaan pada pokoknya dengan Merek-merek penggugat dan Merek
milik tergugat tersebut terdaftar dalam kelas yang sama dengan Merek-Merek milik
penggugat.
Bahwa tindakan tergugat tersebut merupakan itikad buruk yang hendak membonceng
keterkenalan Merek-Merek milik penggugat sehingga tergugat dapat menikmati
keuntungan ekonomi dengan mudah atas penjualan produksinya yang membonceng
Merek milik penggugat, atas hal ini seharusnya permohonan pendaftaran Merek milik
tergugat ditolak berdasarkan Penjelasan Pasal 4 Undang-Undang No.15 Tahun 2001
tentang Merek
Titik Taut Primer :
Titik taut primer adalah faktor-faktor dan keadaan-keadaan yang memperlihatkan
bahwa kita berhadapan dengan peristiwa hukum perdata Internasional. Atau faktor-faktor
dan keadaan-keadaan yang memperlihatkan bahwa suatu hubungan atau peristiwa adalah
peristiwa hukum perdata Internasional.
Dalam kasus ini titit taut primernya adalah kewarganegaraan yang berbeda dari para
pihak, yaitu pihak penggugat Gianni Versace S.p.A berkewarganegaraan Italia, dan pihak
tergugat Sutardjo Jono berkewarganegaraan Indonesia.
Titik Taut Sekunder :
Titik taut sekunder adalah faktor-faktor dan keadaan-keadaan yang menentukan
hukum Negara mana yang harus berlaku dalam suatu peristiwa hukum perdata
internasional.
12. Dalam kasus ini titik taut sekundernya adalah Lex Loci Delicti Commisi (hukum tempat
perbuatan melawan hukum dilakukan).
Hukum Yang Berlaku :
Dalam kasus ini hukum yang berlaku adalah hukum Indonesia sebagai Lex Loci Delicti
Commissi, karena perbuatan melawan hukum berupa penggunaan merek tanpa izin “V2
VERSI VERSUS” yang mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek terkenal di
dunia VERSUS”, “VERSACE”, “VERSACE CLASSIS V2” dan “VERSUS VERSACE’, dilakukan di
wilayah Negara Indonesia.