Koefisien distribusi menjelaskan hubungan zat terlarut yang terdistribusi di antara dua pelarut yang tidak saling bercampur. Hukum partisi menyatakan bahwa perbandingan konsentrasi solut akan tetap pada suatu suhu. Koefisien distribusi mempengaruhi cara obat mencapai target dan menembus jaringan. Hipotesis Overton-Meyer menyatakan bahwa aktivitas obat terkait dengan koefisien distribusinya.
Asuhan Keperawatan Jiwa Perkembangan Psikososial Remaja
Koefisien distribusi
1. Koefisien Distribusi
(Hukum Partisi)
Hubungan zat terlarut yang terdistribusi di antara
dua pelarut yang tidak saling bercampur
Walter Nernst : jika solut dilarutkan sekaligus ke
dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur,
maka solut akan terdistribusi di antara kedua
pelarut.
Pada keadan setimbang, perbandingan konsentrasi
solut berharga tetap pada suhu tetap.
2. [ ]
[ ] dK
C
C
==
1
2
airfasedalamutzat terlarikonsentras
organikfasedalamutzat terlarikonsentras
Zat Terlarut Pelarut
Organik (O) Air (A)
Iodium
Iodium
Iodium
Asam suksinat
Brom
CCl4
CS2
CHCl3
(C2H5)O
CCl4
Air
Air
Air
Air
Air
85
414
131
0.125
30
[ ]
[ ]AC
OC
=D
3. Harga Kd tidak bergantung pada konsentrasi total
solut pada kedua fase.
Kd bergantung pada suhu, jenis kedua pelarut, jenis
solut.
Hukum partisi hanya berlaku untuk larutan encer
dan keadaan solut sama (tidak mengalami
perubahan) dalam kedua pelarut.
Hukum partisi tidak berlaku jika solut yang
terdistribusi mengalami asosiasi atau disosiasi
pada fase pelarut.
Jika keadaan ideal (zat terlarut tidak mengalami
asosiasi, disosiasi atau polimerisasi) Kd = D.
4. Ekstraksi
Proses pemisahan zat dari campurannya
dengan menggunakan pelarut yang sesuai
Metoda paling baik dan populer
Dapat dilakukan baik dalam tingkat makro
maupun mikro
Tidak memerlukan alat khusus/ canggih
Proses pemisahan sederhana, cepat dan mudah
Digunakan dalam industri untuk menghilangkan
zat-zat yang tidak diinginkan dalam produk
Contoh : pemurnian minyak tanah, minyak goreng,
pemurnian NaOH dalam proses elektrolisis.
5. Klasifikasi ekstraksi
Berdasarkan bentuk campuran yang diekstraksi
Ekstraksi Padat-cair
Zat yang diekstraksi terdapat dalam campuran yang
berbentuk padatan.
Ekstraksi ini banyak dilakukan dalam usaha mengisolasi zat
yang berkhasiat yang terkandung dalam bahan alam steroid,
hormon, antibiotika, lipid pada biji-bijian.
Ekstraksi Cair-cair (ekstraksi pelarut)
Zat yang diekstraksi terdapat dalam campuran yang
berbentuk cair.
contoh : pemisahan iod atau logam-logam dalam air.
6. Klasifikasi ekstraksi
Berdasarkan proses pelaksanaannya
Ekstraksi kontinyu
Pelarut yang sama digunakan berulang kali
sampai proses ekstraksi selesai’
Alat : soxhlet.
Ekstraksi bertahap
Pada ekstraksi ini, setiap kali ekstraksi selalu
digunakan pelarut yang baru sampai proses
ekstraksi selesai.
Alat : corong pisah.
7. Teknik ekstraksi
Pada ekstraksi cair-cair, dapat dilakukan metode
kontinyu maupun bertahap.
Untuk metode bertahap :
- tekniknya dengan menambahkan pelarut
pengekstrak yang tidak bercampur dengan
pelarut pertama melalui corong pisah
- dilakukan pengocokan sampai terjadi
kesetimbangan konsentrasi solut pada kedua
pelarut.
- didiamkan beberapa saat terbentuk 2 lapisan.
8. Pemilihan pelarut
Kelarutannya rendah dalam fase air
Viskositasnya rendah untuk mencegah
terbentuknya emulsi
Toksisitas rendah
Tidak mudah terbakar
Harga Kd besar untuk zat-zat terlarut
Harga Kd kecil untuk kontaminan
Mudah mengambil kembali zat terlarut dan
pelarut (perhatikan titik didih).
9. KOEFISIEN DISTRIBUSI OBAT
Koefisien distribusi (koefisien partisi) suatu obat :
tetapan kesetimbangan kadar obat dalam kedua fase
yang saling tidak bercampur.
Kd = CA atau P = [obat]lipid
CB [obat]air
Dalam sistem hidup Kd sulit diukur.
Kd ditentukan secara in vitro dengan menggunakan n-
oktanol sebagai fase lipid dan buffer fosfat pH 7,4
sebagai fase air.
Kd merupakan sifat aditif bagi molekul setiap gugus
fungsi turut menetapkan kepolaran, sifat lipofil & hidrofil
molekul.
10. Koefisien distribusi sangat berpengaruh pada :
Ciri pengangkutan obat
Cara obat mencapai sisi kerjanya dari sisi pemakaian
Cara obat menembus dan melintasi sejumlah sel untuk mencapai
sisi kerja
Mis : obat yang sangat larut dalam air, tidak sanggup
dengan cepat melewati cairan lipid untuk mencapai organ
kaya lipid (otak & jaringan syaraf), tetapi melalui darah dengan
cara difusi dari fase air ke fase yang lain akhirnya bisa sampai
ke tempat tujuan.
Penentuan jaringan mana saja yang dapat dicapai oleh senyawa
tertentu
Cara kerja obat depresan, anestetika, hipnotika, desinfektan
11. HIPOTESIS OVERTON - MEYER
Abad 19 Overton & Meyer mengajukan hipotesis bahwa kerja
narkotik dari obat adalah fungsi koefisien distribusi suatu
senyawa antara medium lipid dan air.
Kesimpulan :
Semua zat netral yang larut lipid mempunyai sifat depresi
terhadap syaraf
Aktivitas tersebut sangat nyata pada sel kaya lipid
Efek naik dengan naiknya koefisien partisi tanpa menghiraukan
struktur zat.
Berbagai variasi obat dengan tipe kimia berbeda
menghasilkan kerja narkotik yang sama pada konsentrasi sama
dalam sel lemak (membran sel).
12. HIPOTESIS MULLIN (1954)
Mullin memodifikasi hipotesis Overtone-Meyer : bahwa di
samping konsentrasi anestetika dalam membran, volume
juga penting yang dinyatakan dalam fraksi volume.
Fraksi volume = fraksi mol x volume molar parsial
Anestetika memuaikan membran sel
Anestesi terjadi pada saat nilai pemuaian kritis tercapai,
sekitar 0,3 – 0,5% volume asalnya.
Daerah permukaan membran juga turut memuai.
13. KAIDAH FERGUSON (1939)
Fergusson memperluas hipotesis untuk anestetika
yang diberikan sebagai fase gas dengan cara dihirup
Tanpa memperhatikan biofase (sisi kerja anestetika
atau konsentrasi mutlak zat dalam fase gas/cair
efek anestetika terjadi dalam rentang aktivitas
termodinamik yang konstan
Aktivitas termodinamik : a = Pi(untuk gas)
Ps
Pi = tekanan uap parsial dalam udara
Ps = tekanan uap zat murni
Si = konsentrasi molar obat terlarut
Ss = kelarutan molar obat.
14. Ferguson menyatakan bahwa tingkat kerja narkotik yang
sama akan terjadi pada keaktifan termodinamik obat yang
sama dalam larutan
Harga tertinggi untuk keaktivan termodinamik = 1
merupakan titik jenuh
Aktivitas termodinamik berguna untuk membedakan obat
berstruktur khas dan tidak khas.
Obat berstruktur tidak khas bekerja pada aktivitas
termodinamik tinggi (0,01 – 1) hanya aktif pada dosis tinggi
Aktivitas hayatinya tidak berkaitan dengan struktur kimia.
Senyawa berlainan aktivitas hayati sama
15. Obat berstruktur khas sebagian besar senyawa yang
digunakan untuk pengobatan.
Menunjukkan efek farmakologi yang berkaitan dengan
aktivitas termodinamiknya.
Aktif pada konsentrasi yang sesuai dengan aktivitas
termodinamik yang sangat rendah (< 0,001)
Struktur kimia mirip menghasilkan efek sama dengan
mekanisme yang sama
Perubahan pada struktur kimia mengubah sifat
fisikokimianya sifat farmakologi berubah
16. Senyawa berstruktur khas berantaraksi dengan reseptor
obat yang khas dan sangat selektif
Umumnya struktur makromolekul bersifat lipoprotein atau
glikoprotein
Kerapatan reseptor rendah untuk tiap satuan permukaan
membran ( 10 – 10.000 reseptor/µm2
.
Catatan : kelompok obat tidak khas anestetika umum
strukturnya beragam mulai dari gas mulia(Ar, Xe)
sampai pada steroid yang rumit.
Farmakologi anestesi rumit dan luas.