SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  16
Koefisien Distribusi
(Hukum Partisi)
Hubungan zat terlarut yang terdistribusi di antara
dua pelarut yang tidak saling bercampur
Walter Nernst : jika solut dilarutkan sekaligus ke
dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur,
maka solut akan terdistribusi di antara kedua
pelarut.
Pada keadan setimbang, perbandingan konsentrasi
solut berharga tetap pada suhu tetap.
[ ]
[ ] dK
C
C
==
1
2
airfasedalamutzat terlarikonsentras
organikfasedalamutzat terlarikonsentras
Zat Terlarut Pelarut
Organik (O) Air (A)
Iodium
Iodium
Iodium
Asam suksinat
Brom
CCl4
CS2
CHCl3
(C2H5)O
CCl4
Air
Air
Air
Air
Air
85
414
131
0.125
30
[ ]
[ ]AC
OC
=D
 Harga Kd tidak bergantung pada konsentrasi total
solut pada kedua fase.
 Kd bergantung pada suhu, jenis kedua pelarut, jenis
solut.
 Hukum partisi hanya berlaku untuk larutan encer
dan keadaan solut sama (tidak mengalami
perubahan) dalam kedua pelarut.
 Hukum partisi tidak berlaku jika solut yang
terdistribusi mengalami asosiasi atau disosiasi
pada fase pelarut.
 Jika keadaan ideal (zat terlarut tidak mengalami
asosiasi, disosiasi atau polimerisasi)  Kd = D.
Ekstraksi
Proses pemisahan zat dari campurannya
dengan menggunakan pelarut yang sesuai
 Metoda paling baik dan populer
 Dapat dilakukan baik dalam tingkat makro
maupun mikro
 Tidak memerlukan alat khusus/ canggih
 Proses pemisahan sederhana, cepat dan mudah
 Digunakan dalam industri untuk menghilangkan
zat-zat yang tidak diinginkan dalam produk
Contoh : pemurnian minyak tanah, minyak goreng,
pemurnian NaOH dalam proses elektrolisis.
Klasifikasi ekstraksi
Berdasarkan bentuk campuran yang diekstraksi
 Ekstraksi Padat-cair
Zat yang diekstraksi terdapat dalam campuran yang
berbentuk padatan.
Ekstraksi ini banyak dilakukan dalam usaha mengisolasi zat
yang berkhasiat yang terkandung dalam bahan alam steroid,
hormon, antibiotika, lipid pada biji-bijian.
 Ekstraksi Cair-cair (ekstraksi pelarut)
Zat yang diekstraksi terdapat dalam campuran yang
berbentuk cair.
contoh : pemisahan iod atau logam-logam dalam air.
Klasifikasi ekstraksi
Berdasarkan proses pelaksanaannya
 Ekstraksi kontinyu
Pelarut yang sama digunakan berulang kali
sampai proses ekstraksi selesai’
Alat : soxhlet.
 Ekstraksi bertahap
Pada ekstraksi ini, setiap kali ekstraksi selalu
digunakan pelarut yang baru sampai proses
ekstraksi selesai.
Alat : corong pisah.
Teknik ekstraksi
 Pada ekstraksi cair-cair, dapat dilakukan metode
kontinyu maupun bertahap.
 Untuk metode bertahap :
- tekniknya dengan menambahkan pelarut
pengekstrak yang tidak bercampur dengan
pelarut pertama melalui corong pisah
- dilakukan pengocokan sampai terjadi
kesetimbangan konsentrasi solut pada kedua
pelarut.
- didiamkan beberapa saat  terbentuk 2 lapisan.
Pemilihan pelarut
 Kelarutannya rendah dalam fase air
 Viskositasnya rendah  untuk mencegah
terbentuknya emulsi
 Toksisitas rendah
 Tidak mudah terbakar
 Harga Kd besar untuk zat-zat terlarut
 Harga Kd kecil untuk kontaminan
 Mudah mengambil kembali zat terlarut dan
pelarut (perhatikan titik didih).
KOEFISIEN DISTRIBUSI OBAT
Koefisien distribusi (koefisien partisi) suatu obat :
tetapan kesetimbangan kadar obat dalam kedua fase
yang saling tidak bercampur.
Kd = CA atau P = [obat]lipid
CB [obat]air
Dalam sistem hidup  Kd sulit diukur.
Kd ditentukan secara in vitro dengan menggunakan n-
oktanol sebagai fase lipid dan buffer fosfat pH 7,4
sebagai fase air.
Kd merupakan sifat aditif bagi molekul  setiap gugus
fungsi turut menetapkan kepolaran, sifat lipofil & hidrofil
molekul.
Koefisien distribusi sangat berpengaruh pada :
 Ciri pengangkutan obat
 Cara obat mencapai sisi kerjanya dari sisi pemakaian
 Cara obat menembus dan melintasi sejumlah sel untuk mencapai
sisi kerja
Mis : obat yang sangat larut dalam air, tidak sanggup
dengan cepat melewati cairan lipid untuk mencapai organ
kaya lipid (otak & jaringan syaraf), tetapi melalui darah dengan
cara difusi dari fase air ke fase yang lain akhirnya bisa sampai
ke tempat tujuan.
 Penentuan jaringan mana saja yang dapat dicapai oleh senyawa
tertentu
 Cara kerja obat depresan, anestetika, hipnotika, desinfektan
HIPOTESIS OVERTON - MEYER
 Abad 19  Overton & Meyer mengajukan hipotesis bahwa kerja
narkotik dari obat adalah fungsi koefisien distribusi suatu
senyawa antara medium lipid dan air.
Kesimpulan :
 Semua zat netral yang larut lipid mempunyai sifat depresi
terhadap syaraf
 Aktivitas tersebut sangat nyata pada sel kaya lipid
 Efek naik dengan naiknya koefisien partisi tanpa menghiraukan
struktur zat.
Berbagai variasi obat dengan tipe kimia berbeda 
menghasilkan kerja narkotik yang sama pada konsentrasi sama
dalam sel lemak (membran sel).
HIPOTESIS MULLIN (1954)
 Mullin memodifikasi hipotesis Overtone-Meyer : bahwa di
samping konsentrasi anestetika dalam membran, volume
juga penting yang dinyatakan dalam fraksi volume.
Fraksi volume = fraksi mol x volume molar parsial
 Anestetika memuaikan membran sel
 Anestesi terjadi pada saat nilai pemuaian kritis tercapai,
sekitar 0,3 – 0,5% volume asalnya.
 Daerah permukaan membran juga turut memuai.
KAIDAH FERGUSON (1939)
 Fergusson memperluas hipotesis untuk anestetika
yang diberikan sebagai fase gas dengan cara dihirup
 Tanpa memperhatikan biofase (sisi kerja anestetika
atau konsentrasi mutlak zat dalam fase gas/cair 
efek anestetika terjadi dalam rentang aktivitas
termodinamik yang konstan
 Aktivitas termodinamik : a = Pi(untuk gas)
Ps
Pi = tekanan uap parsial dalam udara
Ps = tekanan uap zat murni
Si = konsentrasi molar obat terlarut
Ss = kelarutan molar obat.
 Ferguson menyatakan bahwa tingkat kerja narkotik yang
sama akan terjadi pada keaktifan termodinamik obat yang
sama dalam larutan
 Harga tertinggi untuk keaktivan termodinamik = 1 
merupakan titik jenuh
 Aktivitas termodinamik berguna untuk membedakan obat
berstruktur khas dan tidak khas.
 Obat berstruktur tidak khas bekerja pada aktivitas
termodinamik tinggi (0,01 – 1)  hanya aktif pada dosis tinggi
Aktivitas hayatinya tidak berkaitan dengan struktur kimia.
Senyawa berlainan  aktivitas hayati sama
 Obat berstruktur khas  sebagian besar senyawa yang
digunakan untuk pengobatan.
 Menunjukkan efek farmakologi yang berkaitan dengan
aktivitas termodinamiknya.
 Aktif pada konsentrasi yang sesuai dengan aktivitas
termodinamik yang sangat rendah (< 0,001)
 Struktur kimia mirip  menghasilkan efek sama dengan
mekanisme yang sama
 Perubahan pada struktur kimia  mengubah sifat
fisikokimianya  sifat farmakologi berubah
 Senyawa berstruktur khas  berantaraksi dengan reseptor
obat yang khas dan sangat selektif
 Umumnya struktur makromolekul bersifat lipoprotein atau
glikoprotein
 Kerapatan reseptor rendah untuk tiap satuan permukaan
membran ( 10 – 10.000 reseptor/µm2
.
Catatan : kelompok obat tidak khas  anestetika umum
strukturnya beragam mulai dari gas mulia(Ar, Xe)
sampai pada steroid yang rumit.
Farmakologi anestesi  rumit dan luas.

Contenu connexe

Tendances

LaporanTitrasi iodometri Teknik Kimia
LaporanTitrasi iodometri Teknik KimiaLaporanTitrasi iodometri Teknik Kimia
LaporanTitrasi iodometri Teknik Kimia
Ridha Faturachmi
 
laporan praktikum analisis gravimetri
laporan praktikum analisis gravimetrilaporan praktikum analisis gravimetri
laporan praktikum analisis gravimetri
wd_amaliah
 
ITP UNS SEMESTER 2 Latihan soal gravimetri & jawaban
ITP UNS SEMESTER 2 Latihan soal gravimetri & jawabanITP UNS SEMESTER 2 Latihan soal gravimetri & jawaban
ITP UNS SEMESTER 2 Latihan soal gravimetri & jawaban
Fransiska Puteri
 

Tendances (20)

LaporanTitrasi iodometri Teknik Kimia
LaporanTitrasi iodometri Teknik KimiaLaporanTitrasi iodometri Teknik Kimia
LaporanTitrasi iodometri Teknik Kimia
 
Kromatografi lapis tipis
Kromatografi lapis tipisKromatografi lapis tipis
Kromatografi lapis tipis
 
Uv vis
Uv visUv vis
Uv vis
 
Spektro uv-vis-21
Spektro uv-vis-21Spektro uv-vis-21
Spektro uv-vis-21
 
Ekstraksi pelarut cair cair
Ekstraksi pelarut cair cairEkstraksi pelarut cair cair
Ekstraksi pelarut cair cair
 
Bab v kelarutan (Farmasi Fisika)
Bab v kelarutan (Farmasi Fisika)Bab v kelarutan (Farmasi Fisika)
Bab v kelarutan (Farmasi Fisika)
 
Laporan Praktikum Permanganometri
Laporan Praktikum PermanganometriLaporan Praktikum Permanganometri
Laporan Praktikum Permanganometri
 
High Performance Liquid Chromatography
High Performance Liquid ChromatographyHigh Performance Liquid Chromatography
High Performance Liquid Chromatography
 
Kromatografi
KromatografiKromatografi
Kromatografi
 
Senyawa koordinasi (kompleks)
Senyawa koordinasi (kompleks)Senyawa koordinasi (kompleks)
Senyawa koordinasi (kompleks)
 
Asam karboksilat dan turunannya
Asam karboksilat dan turunannyaAsam karboksilat dan turunannya
Asam karboksilat dan turunannya
 
Titrasi iodimetri vitamin c
Titrasi iodimetri vitamin cTitrasi iodimetri vitamin c
Titrasi iodimetri vitamin c
 
Final acara 2 analisa kualitatif anion
Final acara 2 analisa kualitatif anionFinal acara 2 analisa kualitatif anion
Final acara 2 analisa kualitatif anion
 
Laporan praktikum asidi alkalimetri doc
Laporan praktikum asidi alkalimetri docLaporan praktikum asidi alkalimetri doc
Laporan praktikum asidi alkalimetri doc
 
spektrofotometri serapan atom
spektrofotometri serapan atomspektrofotometri serapan atom
spektrofotometri serapan atom
 
laporan praktikum analisis gravimetri
laporan praktikum analisis gravimetrilaporan praktikum analisis gravimetri
laporan praktikum analisis gravimetri
 
Kromatografi gas
Kromatografi gasKromatografi gas
Kromatografi gas
 
pH dan Larutan Buffer
pH dan Larutan BufferpH dan Larutan Buffer
pH dan Larutan Buffer
 
ITP UNS SEMESTER 2 Latihan soal gravimetri & jawaban
ITP UNS SEMESTER 2 Latihan soal gravimetri & jawabanITP UNS SEMESTER 2 Latihan soal gravimetri & jawaban
ITP UNS SEMESTER 2 Latihan soal gravimetri & jawaban
 
Titrasi Pengendapan
Titrasi PengendapanTitrasi Pengendapan
Titrasi Pengendapan
 

En vedette (13)

Laporan praktikum kromatografi kertas
Laporan praktikum kromatografi kertasLaporan praktikum kromatografi kertas
Laporan praktikum kromatografi kertas
 
Kromatografi kertas
Kromatografi kertasKromatografi kertas
Kromatografi kertas
 
Kromatografi kertas
Kromatografi kertasKromatografi kertas
Kromatografi kertas
 
kromatografi kertas
kromatografi kertaskromatografi kertas
kromatografi kertas
 
Harga Air kalorimeter
Harga Air kalorimeterHarga Air kalorimeter
Harga Air kalorimeter
 
Kromatografi2
Kromatografi2Kromatografi2
Kromatografi2
 
Kalorimeter sederhana
Kalorimeter sederhanaKalorimeter sederhana
Kalorimeter sederhana
 
Perpindahan panasd
Perpindahan panasdPerpindahan panasd
Perpindahan panasd
 
Bahan kuliah kromatografi
Bahan kuliah kromatografiBahan kuliah kromatografi
Bahan kuliah kromatografi
 
KROMATOGRAFI KERTAS
KROMATOGRAFI KERTASKROMATOGRAFI KERTAS
KROMATOGRAFI KERTAS
 
Jenis Jenis Kromatografi
Jenis Jenis KromatografiJenis Jenis Kromatografi
Jenis Jenis Kromatografi
 
Penentuan tetapan kesetimbangan
Penentuan tetapan kesetimbangan Penentuan tetapan kesetimbangan
Penentuan tetapan kesetimbangan
 
Perubahan entalpi reaksi menggunakan kalorimeter sederhana
Perubahan entalpi reaksi menggunakan kalorimeter sederhanaPerubahan entalpi reaksi menggunakan kalorimeter sederhana
Perubahan entalpi reaksi menggunakan kalorimeter sederhana
 

Similaire à Koefisien distribusi

Makalah hukum-raoult-dan-termodinamika-larutan-ideal
Makalah hukum-raoult-dan-termodinamika-larutan-idealMakalah hukum-raoult-dan-termodinamika-larutan-ideal
Makalah hukum-raoult-dan-termodinamika-larutan-ideal
Torang Aritonang
 
Laporan praktikum kesetimbangan kimia
Laporan praktikum kesetimbangan kimiaLaporan praktikum kesetimbangan kimia
Laporan praktikum kesetimbangan kimia
asterias
 
Larutan m.irfan fadhillah xi tkj 1
Larutan m.irfan fadhillah xi tkj 1Larutan m.irfan fadhillah xi tkj 1
Larutan m.irfan fadhillah xi tkj 1
Muhammad Fadhillah
 
Percobaan a 2 sifat koligatif larutan
Percobaan a 2 sifat koligatif larutanPercobaan a 2 sifat koligatif larutan
Percobaan a 2 sifat koligatif larutan
PT. SASA
 
Kesetimbangan kimia
Kesetimbangan kimiaKesetimbangan kimia
Kesetimbangan kimia
Tillapia
 

Similaire à Koefisien distribusi (20)

DISTRIBUSI SOLUT ANTARA DUA PELARUT TAK BERCAMPUR
DISTRIBUSI SOLUT ANTARA DUA PELARUT TAK BERCAMPURDISTRIBUSI SOLUT ANTARA DUA PELARUT TAK BERCAMPUR
DISTRIBUSI SOLUT ANTARA DUA PELARUT TAK BERCAMPUR
 
Fenomena Distribusi
Fenomena DistribusiFenomena Distribusi
Fenomena Distribusi
 
Kelarutan intrinsik obat
Kelarutan intrinsik obatKelarutan intrinsik obat
Kelarutan intrinsik obat
 
Hhh
HhhHhh
Hhh
 
Makalah hukum-raoult-dan-termodinamika-larutan-ideal
Makalah hukum-raoult-dan-termodinamika-larutan-idealMakalah hukum-raoult-dan-termodinamika-larutan-ideal
Makalah hukum-raoult-dan-termodinamika-larutan-ideal
 
Presentasi no 3 5_stokiometri
Presentasi no 3 5_stokiometriPresentasi no 3 5_stokiometri
Presentasi no 3 5_stokiometri
 
PPT_Larutan dan Sifat Koligatif Larutan_KIMIA FISIKA.pptx
PPT_Larutan dan Sifat Koligatif Larutan_KIMIA FISIKA.pptxPPT_Larutan dan Sifat Koligatif Larutan_KIMIA FISIKA.pptx
PPT_Larutan dan Sifat Koligatif Larutan_KIMIA FISIKA.pptx
 
Kelarutan Intrinsik Obat
Kelarutan Intrinsik ObatKelarutan Intrinsik Obat
Kelarutan Intrinsik Obat
 
Laporan praktikum kesetimbangan kimia
Laporan praktikum kesetimbangan kimiaLaporan praktikum kesetimbangan kimia
Laporan praktikum kesetimbangan kimia
 
Artikel larutan
Artikel larutanArtikel larutan
Artikel larutan
 
Larutan dan Kelarutan
Larutan dan KelarutanLarutan dan Kelarutan
Larutan dan Kelarutan
 
Larutan m.irfan fadhillah xi tkj 1
Larutan m.irfan fadhillah xi tkj 1Larutan m.irfan fadhillah xi tkj 1
Larutan m.irfan fadhillah xi tkj 1
 
Percobaan a 2 sifat koligatif larutan
Percobaan a 2 sifat koligatif larutanPercobaan a 2 sifat koligatif larutan
Percobaan a 2 sifat koligatif larutan
 
Laporan praktikum kimia dasar
Laporan praktikum kimia dasarLaporan praktikum kimia dasar
Laporan praktikum kimia dasar
 
Kesetimbangan kimia
Kesetimbangan kimiaKesetimbangan kimia
Kesetimbangan kimia
 
Sifat Kologatif Larutan
Sifat Kologatif LarutanSifat Kologatif Larutan
Sifat Kologatif Larutan
 
Kelarutan 1.pdf
Kelarutan 1.pdfKelarutan 1.pdf
Kelarutan 1.pdf
 
Kelarutan sebagai fungsi suhu
Kelarutan sebagai fungsi suhuKelarutan sebagai fungsi suhu
Kelarutan sebagai fungsi suhu
 
Tugas (ii)kesetimbangan kimia (pujiati)
Tugas (ii)kesetimbangan kimia (pujiati) Tugas (ii)kesetimbangan kimia (pujiati)
Tugas (ii)kesetimbangan kimia (pujiati)
 
kimia Fisik
kimia Fisikkimia Fisik
kimia Fisik
 

Dernier

399557772-Penyakit-Yang-Bersifat-Simptomatis.pptx PENYAKIT SIMTOMP ADALAH PEN...
399557772-Penyakit-Yang-Bersifat-Simptomatis.pptx PENYAKIT SIMTOMP ADALAH PEN...399557772-Penyakit-Yang-Bersifat-Simptomatis.pptx PENYAKIT SIMTOMP ADALAH PEN...
399557772-Penyakit-Yang-Bersifat-Simptomatis.pptx PENYAKIT SIMTOMP ADALAH PEN...
nadyahermawan
 
Materi 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptx
Materi 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptxMateri 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptx
Materi 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptx
Yudiatma1
 
BLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
BLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasiBLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
BLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
NezaPurna
 
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh DiriAsuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
andi861789
 
SISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.ppt
SISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.pptSISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.ppt
SISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.ppt
Acephasan2
 
KONSEP ANSIETAS kesehatan jiwa masyarakat
KONSEP ANSIETAS kesehatan jiwa masyarakatKONSEP ANSIETAS kesehatan jiwa masyarakat
KONSEP ANSIETAS kesehatan jiwa masyarakat
Zuheri
 
Anatomi pada perineum serta anorektal.pdf
Anatomi pada perineum serta anorektal.pdfAnatomi pada perineum serta anorektal.pdf
Anatomi pada perineum serta anorektal.pdf
srirezeki99
 
IMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
IMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONALIMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
IMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
BagasTriNugroho5
 
LOKAKARYA MINI tingkat puskesmas bulanan ppt
LOKAKARYA MINI tingkat puskesmas bulanan pptLOKAKARYA MINI tingkat puskesmas bulanan ppt
LOKAKARYA MINI tingkat puskesmas bulanan ppt
UserTank2
 

Dernier (20)

asuhan keperawatan jiwa dengan diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasan
asuhan keperawatan jiwa dengan diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasanasuhan keperawatan jiwa dengan diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasan
asuhan keperawatan jiwa dengan diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasan
 
399557772-Penyakit-Yang-Bersifat-Simptomatis.pptx PENYAKIT SIMTOMP ADALAH PEN...
399557772-Penyakit-Yang-Bersifat-Simptomatis.pptx PENYAKIT SIMTOMP ADALAH PEN...399557772-Penyakit-Yang-Bersifat-Simptomatis.pptx PENYAKIT SIMTOMP ADALAH PEN...
399557772-Penyakit-Yang-Bersifat-Simptomatis.pptx PENYAKIT SIMTOMP ADALAH PEN...
 
High Risk Infant modul perkembangan bayi risiko tinggi
High Risk Infant modul perkembangan bayi risiko tinggiHigh Risk Infant modul perkembangan bayi risiko tinggi
High Risk Infant modul perkembangan bayi risiko tinggi
 
KOHORT balita 2015 DI PUSKESMAS HARUS DIBUAT.pdf
KOHORT balita 2015 DI PUSKESMAS HARUS DIBUAT.pdfKOHORT balita 2015 DI PUSKESMAS HARUS DIBUAT.pdf
KOHORT balita 2015 DI PUSKESMAS HARUS DIBUAT.pdf
 
Materi 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptx
Materi 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptxMateri 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptx
Materi 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptx
 
BLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
BLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasiBLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
BLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
 
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh DiriAsuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
 
SISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.ppt
SISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.pptSISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.ppt
SISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.ppt
 
Referat Penurunan Kesadaran_Stase Neurologi
Referat Penurunan Kesadaran_Stase NeurologiReferat Penurunan Kesadaran_Stase Neurologi
Referat Penurunan Kesadaran_Stase Neurologi
 
KONSEP ANSIETAS kesehatan jiwa masyarakat
KONSEP ANSIETAS kesehatan jiwa masyarakatKONSEP ANSIETAS kesehatan jiwa masyarakat
KONSEP ANSIETAS kesehatan jiwa masyarakat
 
Anatomi pada perineum serta anorektal.pdf
Anatomi pada perineum serta anorektal.pdfAnatomi pada perineum serta anorektal.pdf
Anatomi pada perineum serta anorektal.pdf
 
Dbd analisis SOAP, tugas Farmakoterapi klinis dan komunitas
Dbd analisis SOAP, tugas Farmakoterapi klinis dan komunitasDbd analisis SOAP, tugas Farmakoterapi klinis dan komunitas
Dbd analisis SOAP, tugas Farmakoterapi klinis dan komunitas
 
karbohidrat dalam bidang ilmu farmakognosi
karbohidrat dalam bidang ilmu farmakognosikarbohidrat dalam bidang ilmu farmakognosi
karbohidrat dalam bidang ilmu farmakognosi
 
Farmakologi_Pengelolaan Obat pada Anak.pptx
Farmakologi_Pengelolaan Obat pada Anak.pptxFarmakologi_Pengelolaan Obat pada Anak.pptx
Farmakologi_Pengelolaan Obat pada Anak.pptx
 
Logic Model perencanaan dan evaluasi kesehatan
Logic Model perencanaan dan evaluasi kesehatanLogic Model perencanaan dan evaluasi kesehatan
Logic Model perencanaan dan evaluasi kesehatan
 
IMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
IMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONALIMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
IMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
 
PPT KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK DINI 1 - 5 TAHUN
PPT KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK DINI 1 -  5 TAHUNPPT KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK DINI 1 -  5 TAHUN
PPT KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK DINI 1 - 5 TAHUN
 
LOKAKARYA MINI tingkat puskesmas bulanan ppt
LOKAKARYA MINI tingkat puskesmas bulanan pptLOKAKARYA MINI tingkat puskesmas bulanan ppt
LOKAKARYA MINI tingkat puskesmas bulanan ppt
 
tatalaksana chest pain dan henti jantung.pptx
tatalaksana chest pain dan henti jantung.pptxtatalaksana chest pain dan henti jantung.pptx
tatalaksana chest pain dan henti jantung.pptx
 
Asuhan Keperawatan Jiwa Perkembangan Psikososial Remaja
Asuhan Keperawatan Jiwa Perkembangan Psikososial RemajaAsuhan Keperawatan Jiwa Perkembangan Psikososial Remaja
Asuhan Keperawatan Jiwa Perkembangan Psikososial Remaja
 

Koefisien distribusi

  • 1. Koefisien Distribusi (Hukum Partisi) Hubungan zat terlarut yang terdistribusi di antara dua pelarut yang tidak saling bercampur Walter Nernst : jika solut dilarutkan sekaligus ke dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur, maka solut akan terdistribusi di antara kedua pelarut. Pada keadan setimbang, perbandingan konsentrasi solut berharga tetap pada suhu tetap.
  • 2. [ ] [ ] dK C C == 1 2 airfasedalamutzat terlarikonsentras organikfasedalamutzat terlarikonsentras Zat Terlarut Pelarut Organik (O) Air (A) Iodium Iodium Iodium Asam suksinat Brom CCl4 CS2 CHCl3 (C2H5)O CCl4 Air Air Air Air Air 85 414 131 0.125 30 [ ] [ ]AC OC =D
  • 3.  Harga Kd tidak bergantung pada konsentrasi total solut pada kedua fase.  Kd bergantung pada suhu, jenis kedua pelarut, jenis solut.  Hukum partisi hanya berlaku untuk larutan encer dan keadaan solut sama (tidak mengalami perubahan) dalam kedua pelarut.  Hukum partisi tidak berlaku jika solut yang terdistribusi mengalami asosiasi atau disosiasi pada fase pelarut.  Jika keadaan ideal (zat terlarut tidak mengalami asosiasi, disosiasi atau polimerisasi)  Kd = D.
  • 4. Ekstraksi Proses pemisahan zat dari campurannya dengan menggunakan pelarut yang sesuai  Metoda paling baik dan populer  Dapat dilakukan baik dalam tingkat makro maupun mikro  Tidak memerlukan alat khusus/ canggih  Proses pemisahan sederhana, cepat dan mudah  Digunakan dalam industri untuk menghilangkan zat-zat yang tidak diinginkan dalam produk Contoh : pemurnian minyak tanah, minyak goreng, pemurnian NaOH dalam proses elektrolisis.
  • 5. Klasifikasi ekstraksi Berdasarkan bentuk campuran yang diekstraksi  Ekstraksi Padat-cair Zat yang diekstraksi terdapat dalam campuran yang berbentuk padatan. Ekstraksi ini banyak dilakukan dalam usaha mengisolasi zat yang berkhasiat yang terkandung dalam bahan alam steroid, hormon, antibiotika, lipid pada biji-bijian.  Ekstraksi Cair-cair (ekstraksi pelarut) Zat yang diekstraksi terdapat dalam campuran yang berbentuk cair. contoh : pemisahan iod atau logam-logam dalam air.
  • 6. Klasifikasi ekstraksi Berdasarkan proses pelaksanaannya  Ekstraksi kontinyu Pelarut yang sama digunakan berulang kali sampai proses ekstraksi selesai’ Alat : soxhlet.  Ekstraksi bertahap Pada ekstraksi ini, setiap kali ekstraksi selalu digunakan pelarut yang baru sampai proses ekstraksi selesai. Alat : corong pisah.
  • 7. Teknik ekstraksi  Pada ekstraksi cair-cair, dapat dilakukan metode kontinyu maupun bertahap.  Untuk metode bertahap : - tekniknya dengan menambahkan pelarut pengekstrak yang tidak bercampur dengan pelarut pertama melalui corong pisah - dilakukan pengocokan sampai terjadi kesetimbangan konsentrasi solut pada kedua pelarut. - didiamkan beberapa saat  terbentuk 2 lapisan.
  • 8. Pemilihan pelarut  Kelarutannya rendah dalam fase air  Viskositasnya rendah  untuk mencegah terbentuknya emulsi  Toksisitas rendah  Tidak mudah terbakar  Harga Kd besar untuk zat-zat terlarut  Harga Kd kecil untuk kontaminan  Mudah mengambil kembali zat terlarut dan pelarut (perhatikan titik didih).
  • 9. KOEFISIEN DISTRIBUSI OBAT Koefisien distribusi (koefisien partisi) suatu obat : tetapan kesetimbangan kadar obat dalam kedua fase yang saling tidak bercampur. Kd = CA atau P = [obat]lipid CB [obat]air Dalam sistem hidup  Kd sulit diukur. Kd ditentukan secara in vitro dengan menggunakan n- oktanol sebagai fase lipid dan buffer fosfat pH 7,4 sebagai fase air. Kd merupakan sifat aditif bagi molekul  setiap gugus fungsi turut menetapkan kepolaran, sifat lipofil & hidrofil molekul.
  • 10. Koefisien distribusi sangat berpengaruh pada :  Ciri pengangkutan obat  Cara obat mencapai sisi kerjanya dari sisi pemakaian  Cara obat menembus dan melintasi sejumlah sel untuk mencapai sisi kerja Mis : obat yang sangat larut dalam air, tidak sanggup dengan cepat melewati cairan lipid untuk mencapai organ kaya lipid (otak & jaringan syaraf), tetapi melalui darah dengan cara difusi dari fase air ke fase yang lain akhirnya bisa sampai ke tempat tujuan.  Penentuan jaringan mana saja yang dapat dicapai oleh senyawa tertentu  Cara kerja obat depresan, anestetika, hipnotika, desinfektan
  • 11. HIPOTESIS OVERTON - MEYER  Abad 19  Overton & Meyer mengajukan hipotesis bahwa kerja narkotik dari obat adalah fungsi koefisien distribusi suatu senyawa antara medium lipid dan air. Kesimpulan :  Semua zat netral yang larut lipid mempunyai sifat depresi terhadap syaraf  Aktivitas tersebut sangat nyata pada sel kaya lipid  Efek naik dengan naiknya koefisien partisi tanpa menghiraukan struktur zat. Berbagai variasi obat dengan tipe kimia berbeda  menghasilkan kerja narkotik yang sama pada konsentrasi sama dalam sel lemak (membran sel).
  • 12. HIPOTESIS MULLIN (1954)  Mullin memodifikasi hipotesis Overtone-Meyer : bahwa di samping konsentrasi anestetika dalam membran, volume juga penting yang dinyatakan dalam fraksi volume. Fraksi volume = fraksi mol x volume molar parsial  Anestetika memuaikan membran sel  Anestesi terjadi pada saat nilai pemuaian kritis tercapai, sekitar 0,3 – 0,5% volume asalnya.  Daerah permukaan membran juga turut memuai.
  • 13. KAIDAH FERGUSON (1939)  Fergusson memperluas hipotesis untuk anestetika yang diberikan sebagai fase gas dengan cara dihirup  Tanpa memperhatikan biofase (sisi kerja anestetika atau konsentrasi mutlak zat dalam fase gas/cair  efek anestetika terjadi dalam rentang aktivitas termodinamik yang konstan  Aktivitas termodinamik : a = Pi(untuk gas) Ps Pi = tekanan uap parsial dalam udara Ps = tekanan uap zat murni Si = konsentrasi molar obat terlarut Ss = kelarutan molar obat.
  • 14.  Ferguson menyatakan bahwa tingkat kerja narkotik yang sama akan terjadi pada keaktifan termodinamik obat yang sama dalam larutan  Harga tertinggi untuk keaktivan termodinamik = 1  merupakan titik jenuh  Aktivitas termodinamik berguna untuk membedakan obat berstruktur khas dan tidak khas.  Obat berstruktur tidak khas bekerja pada aktivitas termodinamik tinggi (0,01 – 1)  hanya aktif pada dosis tinggi Aktivitas hayatinya tidak berkaitan dengan struktur kimia. Senyawa berlainan  aktivitas hayati sama
  • 15.  Obat berstruktur khas  sebagian besar senyawa yang digunakan untuk pengobatan.  Menunjukkan efek farmakologi yang berkaitan dengan aktivitas termodinamiknya.  Aktif pada konsentrasi yang sesuai dengan aktivitas termodinamik yang sangat rendah (< 0,001)  Struktur kimia mirip  menghasilkan efek sama dengan mekanisme yang sama  Perubahan pada struktur kimia  mengubah sifat fisikokimianya  sifat farmakologi berubah
  • 16.  Senyawa berstruktur khas  berantaraksi dengan reseptor obat yang khas dan sangat selektif  Umumnya struktur makromolekul bersifat lipoprotein atau glikoprotein  Kerapatan reseptor rendah untuk tiap satuan permukaan membran ( 10 – 10.000 reseptor/µm2 . Catatan : kelompok obat tidak khas  anestetika umum strukturnya beragam mulai dari gas mulia(Ar, Xe) sampai pada steroid yang rumit. Farmakologi anestesi  rumit dan luas.