SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  24
Télécharger pour lire hors ligne
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 11 TAHUN 1967
TENTANG
KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAMBANGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

KAMI, PEJABAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:
a.

bahwa guna mempercepat terlaksananya pembangunan ekonomi Nasional dalam menuju
masyarakat Indonesia yang adil dan makmur materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila
maka perlulah dikerahkan semua dana dan daya untuk mengolah dan membina segenap
kekuatan ekonomi potensiil di bidang pertambangan menjadi kekuatan ekonomi riil;

b.

bahwa berhubungan dengan itu, dengan tetap berpegang pada Undang-undang Dasar
1945, dipandang perlu untuk mencabut Undang-undang No.37 Prp tahun 1960 tentang
Pertambangan (Lembaran-Negara tahun 1960 No.119) serta menggantinya dengan
Undang-undang Pokok Pertambangan yang baru yang lebih sesuai dengan kenyataan yang
ada, dalam rangka memperkembangkan usaha-usaha pertambangan Indonesia di masa
sekarang dan di kemudian hari.

Mengingat:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Pasal 5 ayat 1 dan Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945;
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No.XXI/MPRS/1966.
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No.XXIII/MPRS/1966;
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No.XXXIII/MPRS/1967;
Keputusan Presiden Republik Indonesia No.163 tahun 1966;
Keputusan Presiden Republik Indonesia No.171 tahun 1967.

Dengan persetujuan:
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GOTONG ROYONG

MEMUTUSKAN:
I.

Mencabut Undang-undang No.37 Prp tahun 1960 tentang Pertambangan (LembaranNegara tahun 1960 No.119).

II.

Menetapkan: Undang-undang tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Penguasaan bahan galian:
Semua bahan galian yang terdapat dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia yang
merupakan endapan-endapan alam sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa, adalah kekayaan
Nasional bangsa Indonesia dan oleh karenanya dikuasai dan dipergunakan oleh Negara untuk
sebesar-besar kemakmuran Rakyat.

Pasal 2
Istilah-istilah:
a.

bahan galian: unsur-unsur kimia, mineral-mineral, bijih-bijih dan segala macam batuan
termasuk batu-batu mulia yang merupakan endapan-endapan alam;

b.

hak tanah: hak atas sebidang tanah pada permukaan bumi menurut hukum Indonesia;
penyelidikan umum: penyelidikan secara geologi umum atau geofisika, di daratan, perairan
dan dari udara, segala sesuatu dengan maksud untuk membuat peta geologi umum atau
untuk menetapkan tanda-tanda adanya bahan galian pada umumnya;

c.

d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.

m.
n.

eksplorasi: segala penyelidikan geologi pertambangan untuk menetapkan lebih
teliti/saksama adanya dan sifat letakkan bahan galian;
eksploitasi: usaha pertambangan dengan maksud untuk menghasilkan bahan galian dan
memanfaatkannya;
pengolahan dan pemurnian: pengerjaan untuk mempertinggi mutu bahan galian serta
untuk memanfaatkan dan memperoleh unsur-unsur yang terdapat pada bahan galian itu;
pengangkutan: segala usaha pemindahan bahan galian dan hasil pengolahan dan
pemurnian bahan galian dari daerah eksplorasi atau tempat pengolahan/pemurnian;
penjualan: segala usaha penjualan bahan galian dan hasil pengolahan/pemurnian bahan
galian;
kuasa pertambangan: wewenang yang diberikan kepada badan/perseorangan untuk
melaksanakan usaha pertambangan;
Menteri: Menteri yang lapangan tugasnya meliputi urusan pertambangan;
Wilayah hukum pertambangan Indonesia: seluruh kepulauan Indonesia, tanah di bawah
perairan Indonesia dan paparan benua (continental shelf) kepulauan Indonesia;
Perusahaan Negara:
a.
Perusahaan Negara seperti yang dimaksud dalam Undang-undang tentang
Perusahaan Negara yang berlaku;
b.
Badan hukum yang seluruh modalnya berasal dari Negara.
Perusahaan Daerah: Perusahaan seperti yang dimaksud dalam Undang-undang tentang
Perusahaan Daerah yang berlaku;
Pertambangan Rakyat; yang dimaksud dengan Pertambangan Rakyat adalah satu usaha
pertambangan bahan-bahan galian dari semua golongan a, b dan c seperti yang dimaksud
dalam pasal 3 ayat (1) yang dilakukan oleh rakyat setempat secara kecil-kecilan atau secara
gotong-royong dengan alat-alat sederhana untuk pencaharian sendiri.

BAB II
PENGGOLONGAN DAN PELAKSANAAN PENGUSAHAAN BAHAN GALIAN

Pasal 3
(1)

Bahan-bahan galian dibagi atas tiga golongan:
a.
b.

(2)

golongan bahan galian strategis;
golongan bahan galian vital;

c.
golongan bahan galian yang tidak termasuk dalam golongan a atau b.
Penunjukan sesuatu bahan galian ke dalam sesuatu golongan tersebut pada ayat (1) pasal
ini diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 4
(1)
(2)

(3)

Pelaksanaan Penguasaan Negara dan pengaturan usaha pertambangan bahan galian
tersebut dalam pasal 3 ayat (1) huruf a dan b dilakukan oleh Menteri;
Pelaksanaan Penguasaan Negara dan pengaturan usaha pertambangan bahan galian
tersebut dalam pasal 3 ayat (1) huruf c dilakukan oleh Pemerintah Daerah Tingkat I tempat
terdapatnya bahan galian itu;
Dengan memperhatikan kepentingan pembangunan Daerah khususnya dan Negara
umumnya Menteri dapat menyerahkan pengaturan usaha pertambangan bahan galian
tertentu dari antara bahan-bahan galian tersebut dalam pasal 3 ayat (1) huruf b kepada
Pemerintah Daerah Tingkat I tempat terdapatnya bahan galian itu.

BAB III
BENTUK DAN ORGANISASI PERUSAHAAN PERTAMBANGAN

Pasal 5
Usaha pertambangan dapat dilaksanakan oleh:
a.
b.
c.
d.
e.

Instansi Pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri;
Perusahaan Negara;
Perusahaan Daerah;
Perusahaan dengan modal bersama antara Negara dan Daerah;
Koperasi;

g.

Badan atau perseorangan swasta yang memenuhi syarat-syarat yang dimaksud dalam pasal
12 ayat (1);
Perusahaan dengan modal bersama antara Negara dan/atau Daerah dengan Koperasi
dan/atau Badan/Perseorangan Swasta yang memenuhi syarat-syarat yang dimaksud dalam
pasal 12 ayat (1);

h.

Pertambangan Rakyat.

f.

Pasal 6
Usaha pertambangan bahan galian tersebut dalam pasal 3 ayat (1) huruf a dilaksanakan oleh:
a.

Instansi Pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri;

b.

Perusahaan Negara.

Pasal 7
Bahan galian tersebut dalam pasal 3 ayat (1) huruf a, dapat pula diusahakan oleh pihak swasta
yang memenuhi syarat-syarat sebagai dimaksud dalam pasal 12 ayat (1), apabila menurut
pendapat Menteri, berdasarkan pertimbangan-pertimbangan dari segi ekonomi dan
perkembangan pertambangan, lebih menguntungkan bagi Negara apabila diusahakan oleh pihak
swasta.

Pasal 8
Apabila jumlah endapan bahan galian tersebut dalam pasal 3 ayat (1) huruf a sedemikian kecilnya
sehingga menurut pendapat Menteri akan lebih menguntungkan jika diusahakan secara
sederhana atau kecil-kecilan, maka endapan bahan galian itu dapat diusahakan secara
Pertambangan Rakyat sebagai dimaksud dalam pasal 11.

Pasal 9
(1)

Usaha pertambangan bahan galian tersebut dalam pasal 3 ayat (1) huruf b dilaksanakan
oleh:
a.
Negara atau Daerah.
b.

(2)

Badan atau Perseorangan Swasta yang memenuhi syarat- syarat yang dimaksud
dalam pasal 12 (1).
Usaha pertambangan yang dimaksud pada ayat (1) huruf a pasal ini dapat dilaksanakan
oleh:
a.
Instansi Pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri;
b.
c.

Perusahaan Negara;
Perusahaan Daerah;

d.

(3)

Perusahaan dengan modal bersama antara Negara/Perusahaan di satu pihak dengan
Daerah Tingkat I dan/atau Daerah Tingkat II atau Perusahaan Daerah di pihak lain;
e.
Perusahaan dengan modal bersama antara Negara/Perusahaan Negara dan/atau
Daerah/Perusahaan Daerah di satu pihak dengan Badan dan/atau Perseorangan
Swasta di pihak lain.
Perusahaan yang dimaksud dalam ayat (2) huruf e pasal ini harus berbentuk Badan hukum
dengan ketentuan bahwa Badan dan/atau Perseorangan Swasta yang ikut dalam
perusahaan itu harus memenuhi syarat-syarat yang dimaksud dalam pasal 12 ayat (1).

Pasal 10
(1)

Menteri dapat menunjuk pihak lain sebagai kontraktor apabila diperlukan untuk
melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang belum atau tidak dapat dilaksanakan sendiri oleh
Instansi Pemerintah atau Perusahaan Negara yang bersangkutan selaku pemegang kuasa
pertambangan.

(2)

Dalam mengadakan perjanjian karya dengan kontraktor seperti yang dimaksud dalam ayat
(1) pasal ini Instansi Pemerintah atau Perusahaan Negara harus berpegang pada pedomanpedoman, petunjuk-petunjuk dan syarat-syarat yang diberikan oleh Menteri.
Perjanjian karya tersebut dalam ayat (2) pasal ini berlaku sesudah disahkan oleh
Pemerintah setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat apabila menyangkut
eksploitasi golongan a sepanjang mengenai bahan galian yang ditentukan dalam pasal 13
Undang-undang ini dan/atau yang perjanjian karyanya berbentuk penanaman modal asing.

(3)

Pasal 11
Pertambangan Rakyat
(1)

Pertambangan Rakyat bertujuan memberikan kesempatan kepada rakyat setempat dalam
mengusahakan bahan galian untuk turut serta membangun Negara di bidang
pertambangan dengan bimbingan Pemerintah.

(2)

Pertambangan Rakyat hanya dilakukan oleh Rakyat setempat yang memegang Kuasa
Pertambangan (izin) Pertambangan Rakyat.
Ketentuan-ketentuan mengenai Pertambangan Rakyat dan cara serta syarat-syarat untuk
memperoleh Kuasa Pertambangan (Izin) Pertambangan Rakyat diatur dalam Peraturan
Pemerintah.

(3)

Pasal 12
(1)

Kuasa Pertambangan untuk pelaksanaan usaha pertambangan bahan-bahan galian yang
tersebut dalam pasal 3 ayat (1) huruf b dapat diberikan kepada:
a.
b.

Badan Hukum Koperasi.
Badan Hukum Swasta yang didirikan sesuai dengan peraturan-peraturan Republik
Indonesia bertempat kedudukan di Indonesia dan bertujuan berusaha dalam
lapangan pertambangan dan pengurusnya mempunyai kewarganegaraan Indonesia
dan bertempat tinggal di Indonesia.

c.
(2)

Perseorangan yang berkewarganegaraan Indonesia dan bertempat tinggal di
Indonesia.
Khusus untuk usaha eksploitasi, sebelum diberikan kuasa pertambangan kepada pihak
termaksud dalam ayat (1) pasal ini, haruslah didengar lebih dahulu pendapat dari suatu
Dewan Pertambangan, yang pembentukan dan penentuan susunannya akan diatur oleh
Pemerintah.

Pasal 13
Dengan Undang-undang ditentukan bahan-bahan galian yang harus diusahakan semata-mata oleh
Negara dan cara melaksanakan usaha tersebut.
BAB IV
USAHA PERTAMBANGAN

Pasal 14
Usaha pertambangan bahan-bahan galian dapat meliputi:
a.

penyelidikan umum;

b.

eksplorasi;
eksploitasi;

c.
e.

pengolahan dan pemurnian;
pengangkutan;

f.

penjualan.

d.

BAB V
KUASA PERTAMBANGAN

Pasal 15
(1)

Usaha pertambangan termaksud dalam pasal 14 hanya dapat dilakukan oleh perusahaan
atau perseorangan yang tersebut dalam pasal 6, 7, 8 dan 9 apabila kepadanya telah
diberikan kuasa pertambangan.

(2)

Ketentuan-ketentuan tentang isi, wewenang, luas wilayah dan syarat-syarat kuasa
pertambangan serta kemungkinan pemberian jasa penemuan bahan galian baik langsung
oleh Pemerintah maupun dalam rangka pemberian kuasa pertambangan, diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

(3)

Kuasa pertambangan diberikan dengan Keputusan Menteri. Dalam Keputusan Menteri itu
dapat diberikan ketentuan- ketentuan khusus di samping apa yang telah diatur dalam
Peraturan Pemerintah yang termaksud dalam ayat (2) pasal ini.
Kuasa pertambangan dapat dipindahkan kepada perusahaan atau perseorangan lain
bilamana memenuhi ketentuan-ketentuan dalam pasal 5, 6, 7, 8, 9 dan 12 dengan
persetujuan Menteri.

(4)

Pasal 16
(1)

Dalam melakukan pekerjaan usaha pertambangan berdasarkan suatu kuasa pertambangan,
maka Pertambangan Rakyat yang telah ada tidak boleh diganggu, kecuali bilamana Menteri
menetapkan lain demi kepentingan Negara.

(2)

Pekerjaan usaha pertambangan berdasarkan suatu kuasa pertambangan tidak boleh
dilakukan di wilayah yang tertutup untuk kepentingan umum dan pada lapangan sekitar
lapangan-lapangan dan bangunan-bangunan pertahanan.
Wilayah pekerjaan usaha pertambangan berdasarkan suatu kuasa pertambangan tidak
meliputi:
a.
tempat-tempat kuburan, tempat-tempat yang dianggap suci, pekerjaan-pekerjaan
umum, misalnya jalan-jalan umum, jalan kereta api, saluran air, listrik, gas dan
sebagainya.

(3)

b.
c.
(4)

tempat-tempat pekerjaan usaha pertambangan lain;
bangunan-bangunan, rumah tempat tinggal atau pabrik-pabrik beserta tanah-tanah
pekarangan sekitarnya, kecuali dengan izin yang berkepentingan.

Dalam hal dianggap sangat perlu untuk kepentingan pekerjaan usaha pertambangan
berdasarkan suatu kuasa pertambangan, pemindahan sebagaimana termaksud dalam ayat
(3) pasal ini dapat dilakukan atas beban pemegang kuasa pertambangan dan setelah
diperoleh izin dari yang berwajib.

BAB VI
CARA DAN SYARAT-SYARAT BAGAIMANA MEMPEROLEH KUASA PERTAMBANGAN

Pasal 17
(1)
(2)

Permintaan untuk memperoleh kuasa pertambangan diajukan kepada Menteri.
Dengan Keputusan Menteri diatur cara mengajukan permintaan yang dimaksud dalam ayat
(1) pasal ini, begitu pula syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh peminta, apabila belum
ditentukan dalam Peraturan Pemerintah termaksud dalam pasal 15 ayat (2)

Pasal 18
Permintaan kuasa pertambangan hanya dipertimbangkan oleh Menteri setelah peminta
membuktikan kesanggupan dan kemampuannya terhadap usaha pertambangan yang akan
dijalankan.

Pasal 19
Dengan mengajukan permintaan kuasa pertambangan, maka peminta dengan sendirinya
menyatakan telah memilih domisili pada Pengadilan Negeri yang berkedudukan di dalam Daerah
Tingkat I yang bersangkutan.
BAB VII
BERAKHIRNYA KUASA PERTAMBANGAN

Pasal 20
Kuasa pertambangan berakhir:
a.

Karena dikembalikan;

b.

Karena dibatalkan;
Karena habis waktunya.

c.

Pasal 21
(1)
(2)
(3)

Pemegang kuasa pertambangan dapat menyerahkan kembali kuasa pertambangannya
dengan pernyataan tertulis kepada Menteri.
Pernyataan tertulis yang dimaksud data ayat (1) pasal ini disertai dengan alasan-alasannya
yang cukup apa sebabnya pernyataan itu disampaikan.
Pengembalian kuasa pertambangan dinyatakan sah setelah disetujui oleh Menteri.

Pasal 22
(1)

Kuasa pertambangan dapat dibatalkan dengan keputusan Menteri:
a.
apabila pemegang kuasa pertambangan tidak memenuhi syarat-syarat yang
ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah yang dimaksud dalam pasal 15 ayat (2) atau
yang ditentukan dalam Keputusan Menteri yang tersebut dalam pasal 15 ayat (3);
b.

(2)

jikalau pemegang kuasa pertambangan ingkar menjalankan perintah-perintah dan
petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh pihak yang berwajib untuk kepentingan
Negara.
Kuasa pertambangan dapat dibatalkan dengan Keputusan Menteri untuk kepentingan
Negara.

Pasal 23
Apabila waktu yang ditentukan dalam suatu kuasa pertambangan telah berakhir, sedangkan untuk
kuasa pertambangan tersebut tidak diberikan perpanjangan maka kuasa pertambangan tersebut
berakhir menurut hukum.

Pasal 24
(1)

Jika Kuasa pertambangan berakhir karena hal-hal termaksud dalam pasal 21, 22 ayat (1)
dan pasal 23, maka:
a.
b.

segala beban yang diberatkan kepada kuasa pertambangan batal menurut hukum;
Wilayah kuasa pertambangan kembali kepada kekuasaan Negara.

c.

(2)
(3)

segala sesuatu yang diperlukan untuk pengamanan bangunan-bangunan tambang
dan kelanjutan pengambilan bahan-bahan galian menjadi hak Negara tanpa
penggantian kerugian kepada pemegang kuasa pertambangan;
d.
perusahaan atau perseorangan yang memegang kuasa pertambangan itu diharuskan
menyerahkan semua klise dan bahan-bahan peta, gambar-gambar ukuran tanah dan
sebagainya yang bersangkutan dengan usaha pertambangan kepada Menteri dengan
tidak menerima ganti kerugian.
Menyimpang dari bunyi ayat (1) pasal ini, maka bilamana kuasa pertambangan dibatalkan
untuk kepentingan Negara, maka kepadanya diberi ganti kerugian yang wajar.
Menteri menetapkan waktu dalam mana pemegang kuasa pertambangan terakhir diberi
kesempatan untuk mengangkat segala sesuatu yang menjadi hak miliknya. Segala sesuatu
yang belum diangkat dalam waktu tersebut menjadi milik Negara.

BAB VIII
HUBUNGAN KUASA PERTAMBANGAN DENGAN HAK-HAK TANAH

Pasal 25
(1)

(2)

Pemegang kuasa pertambangan diwajibkan mengganti kerugian akibat dari usahanya pada
segala sesuatu yang berada di atas tanah kepada yang berhak atas tanah di dalam
lingkungan daerah kuasa pertambangan maupun di luarnya, dengan tidak memandang
apakah perbuatan itu dilakukan dengan atau tidak dengan sengaja, maupun yang dapat
atau tidak dapat diketahui terlebih dahulu.
Kerugian yang disebabkan oleh usaha-usaha dari dua pemegang kuasa pertambangan atau
lebih, dibebankan kepada mereka bersama.

Pasal 26
Apabila telah didapat izin pertambangan atas sesuatu daerah, atau wilayah menurut hukum yang
berlaku, maka kepada mereka yang berhak atas tanah diwajibkan memperbolehkan pekerjaan
pemegang kuasa pertambangan atas tanah yang bersangkutan atas dasar mufakat kepadanya:
a.

sebelum pekerjaan dimulai, dengan diperlihatkannya surat kuasa pertambangan atau
salinannya yang sah, diberitahukan tentang maksud dan tempat pekerjaan-pekerjaan itu
akan dilakukan;

b.

diberi ganti kerugian atau jaminan ganti kerugian itu terlebih dahulu.

Pasal 27
(1)

Apakah telah ada hak tanah atas sebidang tanah yang bersangkutan dengan wilayah kuasa
pertambangan, maka kepada yang berhak diberikan ganti rugi yang jumlahnya ditentukan
bersama antara pemegang kuasa pertambangan dan yang mempunyai hak atas tanah
tersebut atas dasar musyawarah dan mufakat, untuk penggantian sekali atau selama hak
itu tidak dapat dipergunakan.

(2)

Jika yang bersangkutan tidak dapat mencapai kata mufakat tentang ganti rugi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) pasal ini, maka penentuannya diserahkan kepada Menteri.
Jika yang bersangkutan tidak dapat menerima penentuan Menteri tentang ganti rugi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini, maka penentuannya diserahkan kepada
Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi daerah/wilayah yang bersangkutan.
Ganti rugi yang dimaksud pada ayat (1), (2) dan (3) pasal ini beserta segala biaya yang
berhubungan dengan itu dibebankan kepada pemegang kuasa pertambangan yang
bersangkutan.

(3)

(4)

(5)

Apabila telah diberikan kuasa pertambangan pada sebidang tanah yang di atasnya tidak
terdapat hak tanah, maka atas sebidang tanah tersebut atau bagian-bagiannya tidak dapat
diberi hak tanah kecuali dengan persetujuan Menteri.

BAB IX
PUNGUTAN-PUNGUTAN NEGARA

Pasal 28
(1)

(2)
(3)

Pemegang kuasa pertambangan membayar kepada Negara iuran tetap, iuran eksplorasi
dan/atau eksploitasi dan/atau pembayaran-pembayaran yang berhubungan dengan kuasa
pertambangan yang bersangkutan.
Pungutan-pungutan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Kepada Daerah Tingkat I dan II diberikan bagian dari pungutan-pungutan Negara tersebut,
yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB X
PENGAWASAN PERTAMBANGAN

Pasal 29
(1)

Tata-usaha, pengawasan pekerjaan usaha pertambangan dan pengawasan hasil
pertambangan dipusatkan kepada Menteri dan diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Pemerintah.

(2)

Pengawasan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini terutama meliputi keselamatan kerja,
pengawasan produksi dan kegiatan lainnya dalam pertambangan yang menyangkut
kepentingan umum.

Pasal 30
Apabila selesai melakukan penambangan bahan galian ada suatu tempat pekerjaan, pemegang
kuasa pertambangan yang bersangkutan diwajibkan mengembalikan tanah sedemikian rupa,
sehingga tidak menimbulkan bahaya penyakit atau bahaya lainnya bagi masyarakat sekitarnya.

BAB XI
KETENTUAN-KETENTUAN PIDANA

Pasal 31
(1)

(2)

Dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya enam tahun dan/atau dengan denda
setinggi-tingginya lima ratus ribu rupiah, barangsiapa yang tidak mempunyai kuasa
pertambangan melakukan usaha pertambangan seperti dimaksud dalam pasal 14 dan 15.
Dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya satu tahun dan/atau dengan denda
setinggi-tingginya lima puluh ribu rupiah, barangsiapa yang melakukan usaha
pertambangan sebelum memenuhi kewajiban-kewajiban terhadap yang berhak atas tanah
menurut Undang-undang ini.

Pasal 32
(1)

Dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya satu tahun dan/atau dengan denda
setinggi-tingginya lima ribu rupiah, barangsiapa yang tidak berhak atas tanah merintangi
atau mengganggu usaha pertambangan yang sah.

(2)

Dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan dan/atau dengan denda
setinggi-tingginya sepuluh ribu rupiah, barangsiapa yang berhak atas tanah merintangi atau
mengganggu usaha pertambangan yang sah, setelah pemegang kuasa pertambangan
memenuhi syarat-syarat sebagaimana yang tercantum dalam pasal 26 dan 27 Undangundang ini.

Pasal 33
(1)

Dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan dan/atau dengan denda
setinggi-tingginya sepuluh ribu rupiah:

(2)

Pemegang kuasa pertambangan yang tidak memenuhi atau tidak melaksanakan syaratsyarat yang berlaku menurut Undang-undang ini dan/atau Undang-undang termaksud
dalam pasal 13 atau Peraturan Pemerintah dan/atau Surat Keputusan Menteri yang
diberikan berdasarkan Undang-undang ini dan/atau Undang-undang termaksud dalam
pasal 13.
Pemegang kuasa pertambangan yang tidak melakukan perintah-perintah dan/atau
petunjuk-petunjuk yang berwajib berdasarkan Undang-undang ini.

(3)

Pasal 34
(1)

Jikalau pemegang kuasa pertambangan atau wakilnya adalah suatu perseroan, maka
hukuman termaksud pasal 31, 32 dan 33 dijatuhkan kepada para anggota pengurus.

(2)

Tindak pidana yang dimaksud dalam pasal 31 ayat (1) adalah kejahatan dan perbuatanperbuatan lainnya adalah pelanggaran.

BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN DAN PENUTUP

Pasal 35
(1)

Semua hak pertambangan dan kuasa pertambangan perusahaan Negara, perusahaan
swasta, badan lain atau perseorangan yang diperoleh berdasarkan peraturan yang ada
sebelum saat berlakunya Undang-undang ini, tetap dapat dijalankan sampai sejauh masa
berlakunya, kecuali ada penetapan lain menurut Peraturan Pemerintah yang dikeluarkan
berdasarkan kepada Undang-undang ini.

(2)

Sebelum penetapan menurut Peraturan Pemerintah yang dimaksud dalam ayat (1) di atas
dikeluarkan, pemegang-pemegang hak dan kuasa pertambangan tersebut harus
menyesuaikan diri dengan ketentuan-ketentuan yang ada dalam Undang-undang ini.

Pasal 36
(1)

Semua peraturan perundang-undangan yang mengatur hal-hal yang berhubungan dengan
cara pengusahaan pertambangan oleh perusahaan negara, perusahaan swasta, badan lain
atau perseorangan yang tersebut dalam pasal 35 ayat (1) di atas serta peraturan
perundang-undangan lainnya yang masih berlaku pada saat mulai berlakunya Undangundang ini tetap berlaku selama belum ada ketentuan-ketentuan pengganti berdasarkan
Undang-undang ini.

(2)

Semua peraturan perundang-undangan yang bersumber kepada undang-undang No.37 Prp
tahun 1960 yang masih berlaku pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, tetap
berlaku sepanjang tidak dicabut, diubah atau ditambah berdasarkan Undang-undang ini.

Pasal 37
Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan dan disebut Undang-undang Pokok
Pertambangan.
Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini
dengan penempatannya dalam Lembaran-Negara Republik Indonesia.

Disahkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 2 Desember 1967
PD. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
SOEHARTO
Jenderal TNI

Diundangkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 2 Desember 1967
SEKRETARIS KABINET AMPERA,
Ttd.
SUDHARMONO S.H.
Brig. Jen. TNI
PENJELASAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 11 TAHUN 1967
TENTANG
KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAMBANGAN

A.

PENJELASAN UMUM

Bahwa pada mulanya Undang-undang Pertambangan yang berlaku pada waktu Kemerdekaan
Indonesia diproklamirkan adalah Indonesische Mijnwet tahun 1907.
Dalam perkembangan politik Nasional hal tersebut tidaklah dapat selaras lagi dengan cita-cita
dasar Negara Republik Indonesia serta kepentingan Nasional pada umumnya, khususnya di bidang
pertambangan. Dalam hubungan ini pada tanggal 2 Agustus 1951 telah diterima oleh Parlemen
mosi yang menghendaki agar dibentuk sebuah Panitia Negara untuk Urusan Pertambangan antara
lain untuk merencanakan suatu Undang-undang tentang Pertambangan sebagai pengganti
Indonesische Mijnwet.
Maka kemudian pada tanggal 14 Oktober 1960 Indonesische Mijnwet tersebut telah dicabut dan
diganti dengan Undang-undang Pertambangan yang baru yaitu Undang-undang No. 37 Prp tahun
1960. Undang-undang Pertambangan yang baru tersebut pada waktu itu sekedarnya sudah dapat
memenuhi tuntutan dan kepentingan Nasional di bidang Pertambangan.
Akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya, dirasakan bahwa Undang-undang No. 37 Prp tahun
1960 itu kemudian tidak lagi dapat memenuhi tuntutan masyarakat yang ingin berusaha dalam
bidang pertambangan. Masyarakat menghendaki agar kepada pihak swasta lebih diberikan
kesempatan melakukan penambangan, sedangkan tugas Pemerintah ditekankan kepada usaha
pengaturan, bimbingan dan pengawasan pertambangan. Hal itu ditambah lagi dengan
perkembangan politik dan pembaharuan kebijaksanaan landasan ekonomi, keuangan dan
pembangunan antara lain sebagaimana ditetapkan dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Sementara No. XXIII/MPRS/1966;
Maka dipandang perlu untuk lebih dipercepat penggantian Undang-undang Pokok Pertambangan
yang baru.
Pokok-pokok persoalan.
Undang-undang tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan yang baru ini harus selaras
dengan cita-cita dasar Negara Republik Indonesia dan dengan perkembangan kepentingan
Nasional dalam pertambangan, yang secara mendalam harus ditinjau baik dari sudut politik dan
ekonomis, maupun dari sudut sosial dan strategis.
Pokok-pokok persoalan tersebut adalah mengenai:
a.

penguasaan bahan-bahan galian yang berada di dalam, di bawah dan di atas wilayah hukum
pertambangan Indonesia;

b.

pembagian bahan-bahan galian dalam beberapa golongan, yang didasarkan atas pentingnya
bahan galian itu;
sifat dari perusahaan pertambangan, yang pada dasarnya harus dapat diusahakan oleh
semua pihak yang berminat dan sanggup dengan tetap memperhatikan segi keamanan
Negara dan tetap berdasarkan azas-azas kekeluargaan;

c.

d.
e.
f.

peranan Pemerintah Daerah lebih diperkuat;
pengertian kuasa pertambangan tetap dipertahankan;
adanya peraturan peralihan untuk mencegah kekosongan (vacuum) dalam menghadapi
pelaksanaan Undang-undang ini.

Penjelasan pokok persoalan:
1.

Mengenai semua bahan galian yang terkandung di dalam bumi dan wilayah hukum
pertambangan Indonesia dinyatakan, bahwa bahan-bahan galian tersebut adalah karunia
Tuhan Yang Maha Esa dan dikuasai oleh Negara.
Pernyataan ini adalah dasar, yang diletakkan dalam Undang- undang Pertambangan ini,
sehingga dengan pernyataan ini Negara menguasai semua bahan-bahan galian dengan
sepenuh- penuhnya untuk kepentingan Negara serta kemakmuran rakyat, karena bahanbahan galian tersebut adalah merupakan kekayaan Nasional.
Dengan pengertian baru yang disebut dataran Continental (Continental-Shelf), maka
wilayah hukum pertambangan meliputi juga daerah di luar batas-batas perairan Indonesia.
Pengertian perairan Indonesia inipun adalah pengertian sesudah disesuaikan dengan
Undang-undang No. 4 Prp tahun 1960, tentang Perairan Indonesia (Lembaran-Negara tahun
1960 No. 22, Tambahan Lembaran-Negara No. 1942).

2.

Pembagian (gradasi) bahan-bahan galian dalam golongan strategis, golongan vital dan
golongan yang tidak termasuk dalam golongan strategis dan vital didasarkan atas sifat
masing-masing bahan galian sendiri, diperlengkapi menurut pendapat-pendapat baru
mengenai hal ini misalnya bahan-bahan galian yang radio aktif dan bahan galian lain yang
strategis bagi pertahanan dan pembangunan Negara.
Karena tetap dirasakan perlu adanya Undang-undang tersendiri bagi bahan-bahan galian
strategis seperti minyak bumi, aspal, lilin bumi dan sejenisnya serta semua jenis gas mudah
terbakar, dan bahan galian yang radio aktif oleh karena sifatnya yang sangat khusus, maka
Undang-undang tersendiri mengenai bahan-bahan galian tersebut yang telah dibuat atas
dasar Undang-undang No. 37 Prp tahun 1960 itu tetap dipertahankan dengan penyesuaian
pada prinsip-prinsip pokok dalam Undang-undang ini.
Undang-undang Pertambahan ini dianggap sebagai peraturan pokok. Dalam pembuatan
peraturan lanjutan atau meneruskan berlakunya sesuatu peraturan lanjutan itu, dasardasar termaksud dalam Undang-undang Pertambangan ini harus diperhatikan.
3.

Dalam memanfaatkan kekayaan alam dapat diambil cara-cara penguasaannya seperti
berikut:
a.

Dikerjakan langsung oleh suatu Instansi Pemerintah, penguasaan oleh Instansi
Pemerintah itu terutama ditujukan untuk penyelidikan umum dan eksplorasi sebagai
usaha inventarisasi kekayaan alam Indonesia dan tidak dalam arti pengusahaan untuk
mencari keuntungan, karena usaha pertambangan untuk mencari keuntungan
tersebut seyogianya diserahkan kepada Perusahaan-perusahaan Tambang Negara
atau Swasta. Begitupun bahan radio aktif perlu diusahakan oleh Instansi Pemerintah
dan dalam hal ini adalah Badan Tenaga Atom Nasional;

b.

diusahakan oleh Perusahaan Negara;
diusahakan dengan perusahaan atas dasar modal bersama oleh pihak Negara dengan
Daerah;

c.
d.
e.

f.

4.

5.

6.

diusahakan oleh Perusahaan Daerah;
diusahakan oleh perusahaan yang modalnya adalah modal campuran oleh Negara
dan pihak Swasta, boleh pula modal campuran dengan perseorangan, asal
berkewarganegaraan Indonesia dan boleh pula dengan badan swasta yang
pengurusnya seluruhnya adalah warga negara Indonesia;
diusahakan oleh pihak Swasta boleh oleh perseorangan asal berkewarganegaraan
Indonesia, atau boleh oleh badan Swasta yang seluruhnya berkewarganegaraan
Indonesia, terutama yang mempunyai bentuk koperasi.

Pemerintah Daerah lebih diperkuat kedudukannya, terutama dalam pengaturan bahan
galian golongan c serta pembagian atas keuntungan perusahaan pertambangan yang
berusaha dalam sesuatu Daerah. Sungguhpun demikian agar jangan terjadi perlapisanperlapisan daerah tempat melakukan usaha pertambangan perlu kerja sama yang erat
dengan pihak Pemerintah Pusat.
Pengertian konsesi atas dasar Indonesiche Mijnwet memberikan hak yang terlalu kuat bagi
pemegang konsesi itu. Pengertian yang sedemikian itu tidak dapat dipertahankan lagi dan
oleh Undang-undang No. 37 Prp tahun 1960 pengertian itu telah dihapus dan ditukar
dengan kuasa pertambangan. Pengertian kuasa pertambangan masih tetap dapat
dipertahankan dalam Undang-undang ini.
Untuk mencegah kekosongan dalam menghadapi pelaksanaan dari Undang-undang ini
masih diperlukan ketentuan Peralihan menjelang dibuatnya peraturan lanjutan. Lagi pula
beberapa peraturan pelaksanaan dalam bentuk Peraturan Pemerintah yang diharapkan
dikeluarkan sesudah Undang-undang No. 37 Prp tahun 1960 diundangkan, ternyata sampai
sekarang belum dikeluarkan dengan lengkap, baru beberapa Keputusan Menteri dan suatu
Peraturan Pemerintah tentang Penggolongan Bahan Galian yang sudah dikeluarkan.
Sehingga dengan mulai berlakunya Undang-undang ini mengingat belum lengkapnya
peraturan-peraturan pelaksanaan, maka "Mijn Ordonnantie" dan beberapa verordeningen
selama tidak bertentangan dengan Undang-undang ini dan selama belum diganti dengan
peraturan-peraturan pelaksanaan baru, masih tetap berlaku di samping peraturan
perundang-undangan yang dikeluarkan berdasarkan Undang-undang No. 37 Prp tahun 1960
itu. Dengan dikeluarkannya Undang-undang Pertambangan ini, Undang-undang No. 37 Prp
tahun 1960 dan penjelasannya telah dicabut. Namun demikian hak-hak pertambangan
serta kuasa pertambangan yang telah ada (yang berdasarkan Undang-undang No. 37 Prp
tahun 1960) yang masih berlaku, akan tetap berlaku, dengan ketentuan bahwa para
pemegang kuasa pertambangan tersebut dalam waktu yang sesingkat-singkatnya harus
menyesuaikan diri dengan cara memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam Undangundang tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan ini.

B.

PENJELASAN PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Sebagai telah tersebut dalam penjelasan umum, maka dengan pasal ini dinyatakan dengan tegas
bahwa semua bahan galian yang terdapat di Indonesia yang masih merupakan letakan-letakan
atau timbunan-timbunan alam sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah kekayaan Nasional
dan dikuasai oleh Negara.

Pasal 2
Mengenai yang tersebut dalam huruf K, dicatat di sini bahwa dataran Continental yang diartikan
oleh dunia Internasional ialah semua daerah di bawah permukaan air dari pantai ke arah laut, di
mana dalamnya air masih memungkinkan penyelidikan dan pengambilan hasil sumber-sumber
kekayaan alam dari dasar laut dan tanah di bawahnya.

Pasal 3
Pembagian dalam tiga golongan bahan galian didasarkan pada pentingnya bahan galian yang
bersangkutan bagi Negara. Bahan galian strategis dalam arti kata "strategis" untuk
pertahanan/keamanan Negara ataupun strategis untuk menjamin perekonomian Negara. Bahan
galian vital dalam arti dapat menjamin hajat hidup orang banyak.
Sedang yang tidak dianggap langsung mempengaruhi hajat hidup orang banyak, baik karena
sifatnya maupun karena kecilnya jumlah letakkan (leposit) bahan galian itu digolongkan ke dalam
golongan ketiga. Berhubung dengan kemungkinan-kemungkinan dalam perkembangan teknis dan
pandangan ekonomis, yang dapat mengubah nilai pentingnya suatu bahan galian dianggap lebih
bijaksana penggolongan itu diatur dengan Peraturan Pemerintah dengan mengadakan konsultasi
kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat c.q. Komisi yang bersangkutan dari Dewan Perwakilan
Rakyat.

Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.

Pasal 6 dan 9
Dengan pasal 6 dan pasal 9 ini ditegaskan pengusahaan masing-masing bahan galian.
Bahan galian golongan a hanya dapat diusahakan oleh Negara atau Negara bersama Daerah;
golongan b boleh oleh pihak Swasta atau dalam bentuk perusahaan yang modalnya adalah modal
bersama, golongan c dan bahan-bahan galian yang tidak disebut dalam Peraturan Pemerintah
Pelaksana Undang-undang ini diserahkan pengaturannya kepada Pemerintah Daerah Tingkat I.
Usaha yang dilakukan oleh Negara dapat berbentuk:
Pekerjaan kedinasan atau penugasan Negara kepada salah satu Instansi Pemerintah terutama
Instansi Pemerintah ini akan diberi tugas dalam inventarisasi kekayaan alam Indonesia,
penyelidikan geologic penyelidikan umum, eksplorasi dan pembukaan proyek baru.
Perusahaan Negara.
Usaha yang dilakukan oleh Daerah berbentuk Perusahaan Daerah, yaitu semacam Perusahaan
yang dibentuk dan diadakan oleh Pemerintah Daerah, baik Daerah Tingkat I atau Tingkat II.
Dalam pada itu, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dapat pula mendirikan suatu
Perusahaan dengan modal bersama.

Pasal 7 dan 8
Pokok pikiran ialah bahwa bahan galian golongan a hanya boleh diusahakan oleh Negara. Tetapi
ada kalanya harus dilakukan penyimpangan untuk memperbolehkan pengusahaannya oleh pihak
Swasta atau Rakyat setempat atas kepentingan perekonomian Negara atau perkembangan
pertambangan dikalangan rakyat banyak. Tetapi bahan galian strategis yang menyangkut dengan
keamanan Negara, tetap hanya akan diusahakan Negara dan tidak dapat dialihkan kepada Swasta
atau pertambangan Rakyat.

Pasal 10
Pasal ini menjadi dasar untuk kontrak karya baik dengan pihak modal dalam Negeri maupun
dengan modal Asing. Konsultasi termaksud dilakukan dengan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat
c.q. Komisi yang bersangkutan. Penentuan penempatan Kontrak Karya dan pelaksanaannya diatur
dengan cara yang paling menguntungkan bagi Negara dan masyarakat.
Pasal 11
Rakyat setempat berdasarkan hukum adat dan untuk penghidupan mereka sendiri sehari-hari
telah melakukan usaha-usaha pertambangan menurut cara-cara mereka sendiri. Hal ini harus
dilindungi dan dibimbing.

Pasal 12
Ketentuan dalam pasal ini bermaksud untuk menjamin kepentingan masyarakat seluruhnya.
Pendapat dari Dewan Pertambangan diperlukan dalam pemberian kuasa pertambangan
eksploitasi karena jangka waktunya yang panjang (± 30 tahun), sedangkan untuk kuasa
pertambangan bagi usaha pertambangan lainnya karena jangka waktunya relatif pendek dan
terbatas, maka tidak perlu dimintakan pendapat Dewan tersebut. Dalam pelaksanaannya akan
diberikan pengutamaan kepada Badan Hukum Koperasi.

Pasal 13
Pada saat ini yang sudah dilaksanakan ialah pengaturan tentang minyak dan gas bumi serta
sejenisnya dan bahan radioaktif. Untuk itu sudah diundangkan Undang-undangnya dalam bentuk
Undang-undang sebagai pelanjutan dari Undang-undang Pokok Pertambangan ini.

Pasal 14
Cukup jelas.

Pasal 15
Untuk pengertian hak-hak pertambangan yang telah kita kenal selama ini, tetap dipergunakan
istilah kuasa pertambangan. Perbedaan yang pokok antara pengertian konsesi lama dengan kuasa
pertambangan ialah bahwa yang diberikan dengan kuasa pertambangan hanyalah kekuasaan
untuk melaksanakan usaha pertambangan dan tidak memberikan hak pemilikan pertambangan
kepada si pemegang kuasa pertambangan.
Dalam keputusan Menteri yang memberikan kuasa pertambangan dijelaskan sampai ke mana
jauhnya pemberian kuasa pertambangan tadi serta usaha pertambangan apa yang diliputi oleh
kuasa pertambangan itu.
Dalam rangka mendorong anggota masyarakat untuk melaporkan kepada Pemerintah setiap
penemuan pribadinya atas sesuatu bahan galian, maka haruslah dapat diberikan jaminan
sedemikian rupa sehingga penemu dapat memperoleh keuntungan materiil atas hasil
penemuannya itu.
Dalam peraturan selanjutnya hendaklah ditegaskan, bahwa apabila hasil sampingan (yang
penggaliannya tidak dapat dipisahkan dari penggalian bahan galian pokok) menyangkut segi
kepentingan keamanan Negara harus dinyatakan tidak termasuk dalam kuasa pertambangan
termaksud. Pengolahan dan pemurnian sejauh mungkin harus diusahakan untuk dilakukan di
dalam Negeri.

Pasal 16
Cukup jelas.

Pasal 17
Cukup jelas.

Pasal 18
Ditetapkan syarat harus membuktikan kesanggupan dan kemampuan terhadap pengusahaan
pertambangan dimaksudkan untuk menghindari terhentinya pekerjaan usaha pertambangan di
tengah jalan, sehingga mendatangkan kelambatan dalam pembangunan di bidang pertambangan.
Di samping itu ketentuan tersebut diperlukan untuk mencegah penyalahgunaan kuasa
pertambangan tersebut.

Pasal 19
Cukup jelas.

Pasal 20
Cukup jelas.

Pasal 21
Cukup jelas.

Pasal 22
Cukup jelas.

Pasal 23
Cukup jelas.

Pasal 24
Apabila kuasa pertambangan berakhir, ada kemungkinan,bahwa pada bagian-bagian tertentu dari
wilayah kuasa pertambangan yang dikerjakan terdapat bahan-bahan galiannya. Sebab itu maka
apabila suatu kuasa pertambangan berakhir harus dijaga agar tempat itu tidak rusak sedemikian
rupa sehingga tidak memungkinkan lagi dilakukan usaha penambangannya. Untuk itu diperlukan
ketentuan penjagaan dari kemungkinan kerusakan tersebut di samping kesempatan bagi bekas
pemegang kuasa pertambangan itu untuk mengambil hak miliknya yang berada pada tempat itu.

Pasal 26 dan 27
Dalam pasal-pasal ini ditegaskan kewajiban pemegang kuasa pertambangan untuk mengganti
kerugian kepada mereka yang berhak atas tanah sebagai perimbangan dan sekaligus ditegaskan
pula kewajiban mereka yang berhak atas tanah untuk memperbolehkan pekerjaan pemegang
kuasa pertambahan atas tanah yang bersangkutan.

Pasal 28
Dengan ditentukan penentuan lebih lanjut tentang pungutan Negara ini oleh Peraturan
Pemerintah maka akan lebih mudah dan lebih cepat dapat diatur apabila diperlukan suatu
perubahan dalam pungutan Negara itu.

Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Di sini ditegaskan kewajiban pengusaha pertambangan dalam memelihara wilayah
pertambangannya sehingga agar tidak menjadi sumber penyakit bagi rakyat sekitarnya bila usaha
pertambangan telah selesai dan wilayah kerja pertambangan telah ditinggalkan.

Pasal 31
Cukup jelas.

Pasal 32
Cukup jelas.

Pasal 33
Ketentuan ini diperlukan agar pelanggaran terhadap keputusan Menteri dapat dihukum, karena
keputusan Menteri yang terpisah sendiri tidak dapat memuat ancaman hukuman.

Pasal 34
Cukup jelas.

Pasal 35
Maksud Undang-undang ini ialah untuk merubah seluruh peraturan pertambangan dari masa
penjajahan dan dari suatu zaman di mana di Indonesia pernah berkembang alam pikiran-pikiran
pada para penguasa bahwa semua pertambangan harus dilakukan oleh Pemerintah, alam pikiran
mana tidak sesuai dengan kepentingan Nasional.
Selanjutnya untuk jangka waktu tertentu perlu diadakan suatu masa peralihan untuk
penyesuaian.

Pasal 36
Cukup jelas.
Ketentuanketentuan pokok pertambangan_(uu_11_thn_11

Contenu connexe

Tendances

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012Government Institution
 
UU No, 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentinga...
UU No, 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentinga...UU No, 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentinga...
UU No, 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentinga...Penataan Ruang
 
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2012
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2012Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2012
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2012Government Institution
 
UU Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok Pokok Dasar Agraria
UU Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok Pokok Dasar AgrariaUU Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok Pokok Dasar Agraria
UU Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok Pokok Dasar Agrariaguesta96a7f81
 
Uu no 2 th. 2001 miigas
Uu no 2 th. 2001 miigasUu no 2 th. 2001 miigas
Uu no 2 th. 2001 miigasWinarso Arso
 
Pp 11 2010 penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar
Pp 11 2010 penertiban dan pendayagunaan tanah terlantarPp 11 2010 penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar
Pp 11 2010 penertiban dan pendayagunaan tanah terlantarPeople Power
 
Uu migas pp 35-2004
Uu migas   pp 35-2004Uu migas   pp 35-2004
Uu migas pp 35-2004Winarso Arso
 
Uu 5 tahun 1960 uupa
Uu 5 tahun 1960  uupaUu 5 tahun 1960  uupa
Uu 5 tahun 1960 uupadedihartono
 
Kebijakan Umum Pengadaan Tanah di Indonesia
Kebijakan Umum Pengadaan Tanah di IndonesiaKebijakan Umum Pengadaan Tanah di Indonesia
Kebijakan Umum Pengadaan Tanah di IndonesiaOswar Mungkasa
 
Peraturan Pemerintah No.6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/...
Peraturan Pemerintah No.6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/...Peraturan Pemerintah No.6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/...
Peraturan Pemerintah No.6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/...Penataan Ruang
 
Pp 27 th 2014pengelolaan barang milik negara daerah
Pp 27 th 2014pengelolaan barang milik negara daerahPp 27 th 2014pengelolaan barang milik negara daerah
Pp 27 th 2014pengelolaan barang milik negara daerahWinarto Winartoap
 

Tendances (15)

Pp 36 2005 pengadaan tanah
Pp 36 2005 pengadaan tanahPp 36 2005 pengadaan tanah
Pp 36 2005 pengadaan tanah
 
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012
 
UU No, 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentinga...
UU No, 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentinga...UU No, 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentinga...
UU No, 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentinga...
 
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2012
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2012Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2012
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2012
 
Pengantar Teknoloi Mineral
Pengantar Teknoloi MineralPengantar Teknoloi Mineral
Pengantar Teknoloi Mineral
 
UU Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok Pokok Dasar Agraria
UU Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok Pokok Dasar AgrariaUU Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok Pokok Dasar Agraria
UU Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok Pokok Dasar Agraria
 
Uu no 2 th. 2001 miigas
Uu no 2 th. 2001 miigasUu no 2 th. 2001 miigas
Uu no 2 th. 2001 miigas
 
Pp 11 2010 penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar
Pp 11 2010 penertiban dan pendayagunaan tanah terlantarPp 11 2010 penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar
Pp 11 2010 penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar
 
Uu migas pp 35-2004
Uu migas   pp 35-2004Uu migas   pp 35-2004
Uu migas pp 35-2004
 
Uu 06 1968
Uu 06 1968Uu 06 1968
Uu 06 1968
 
Uu 5 tahun 1960 uupa
Uu 5 tahun 1960  uupaUu 5 tahun 1960  uupa
Uu 5 tahun 1960 uupa
 
Kebijakan Umum Pengadaan Tanah di Indonesia
Kebijakan Umum Pengadaan Tanah di IndonesiaKebijakan Umum Pengadaan Tanah di Indonesia
Kebijakan Umum Pengadaan Tanah di Indonesia
 
Uu 06 1952
Uu 06 1952Uu 06 1952
Uu 06 1952
 
Peraturan Pemerintah No.6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/...
Peraturan Pemerintah No.6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/...Peraturan Pemerintah No.6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/...
Peraturan Pemerintah No.6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/...
 
Pp 27 th 2014pengelolaan barang milik negara daerah
Pp 27 th 2014pengelolaan barang milik negara daerahPp 27 th 2014pengelolaan barang milik negara daerah
Pp 27 th 2014pengelolaan barang milik negara daerah
 

En vedette

Perjanjian bagi hasil_(uu_2_thn_1960)_2
Perjanjian bagi hasil_(uu_2_thn_1960)_2Perjanjian bagi hasil_(uu_2_thn_1960)_2
Perjanjian bagi hasil_(uu_2_thn_1960)_2Ilham Mustafa
 
Varargs perf ibmwas_comp_v02_e
Varargs perf ibmwas_comp_v02_eVarargs perf ibmwas_comp_v02_e
Varargs perf ibmwas_comp_v02_eJungWoon Lee
 
Penambahan nomor_11_tahun_1966,_tentang_ketentua_4
Penambahan  nomor_11_tahun_1966,_tentang_ketentua_4Penambahan  nomor_11_tahun_1966,_tentang_ketentua_4
Penambahan nomor_11_tahun_1966,_tentang_ketentua_4Ilham Mustafa
 
Peraturan dasar pokokpokok_agraria_(uu_5_thn_1960_5
Peraturan dasar pokokpokok_agraria_(uu_5_thn_1960_5Peraturan dasar pokokpokok_agraria_(uu_5_thn_1960_5
Peraturan dasar pokokpokok_agraria_(uu_5_thn_1960_5Ilham Mustafa
 
Perkoperasian (uu 14_thn_1965)_14
Perkoperasian (uu 14_thn_1965)_14Perkoperasian (uu 14_thn_1965)_14
Perkoperasian (uu 14_thn_1965)_14Ilham Mustafa
 
Atau penodaan agama_(uu_1_thn_1965)
Atau penodaan agama_(uu_1_thn_1965)Atau penodaan agama_(uu_1_thn_1965)
Atau penodaan agama_(uu_1_thn_1965)Ilham Mustafa
 
Stastistik (uu 7_thn_1960)_7
Stastistik (uu 7_thn_1960)_7Stastistik (uu 7_thn_1960)_7
Stastistik (uu 7_thn_1960)_7Ilham Mustafa
 
개발자 지향 WAS : IBM WebSphere Liberty Server
개발자 지향 WAS : IBM WebSphere Liberty Server개발자 지향 WAS : IBM WebSphere Liberty Server
개발자 지향 WAS : IBM WebSphere Liberty ServerJungWoon Lee
 
Pokokpokok perkoprasian (uu_12_thn_1967)_12
Pokokpokok perkoprasian (uu_12_thn_1967)_12Pokokpokok perkoprasian (uu_12_thn_1967)_12
Pokokpokok perkoprasian (uu_12_thn_1967)_12Ilham Mustafa
 
Pokokpokok kepegawaian (uu_8_thn_1974)_8
Pokokpokok kepegawaian (uu_8_thn_1974)_8Pokokpokok kepegawaian (uu_8_thn_1974)_8
Pokokpokok kepegawaian (uu_8_thn_1974)_8Ilham Mustafa
 
Larangan penarikan cek_kosong_(uu_17_thn_1964)_17
Larangan penarikan cek_kosong_(uu_17_thn_1964)_17Larangan penarikan cek_kosong_(uu_17_thn_1964)_17
Larangan penarikan cek_kosong_(uu_17_thn_1964)_17Ilham Mustafa
 
클라우드와 마이크로 서비스를 위한 새로운 시대의 경량화 WAS - IBM WAS Liberty 서버
클라우드와 마이크로 서비스를 위한 새로운 시대의 경량화 WAS - IBM WAS Liberty 서버클라우드와 마이크로 서비스를 위한 새로운 시대의 경량화 WAS - IBM WAS Liberty 서버
클라우드와 마이크로 서비스를 위한 새로운 시대의 경량화 WAS - IBM WAS Liberty 서버JungWoon Lee
 
Impact of digitization and convergence
Impact of digitization and convergenceImpact of digitization and convergence
Impact of digitization and convergenceWEB_207_Wiktor_M
 
IBM WebSphere Application Server(WAS) Value chart
IBM WebSphere Application Server(WAS) Value chartIBM WebSphere Application Server(WAS) Value chart
IBM WebSphere Application Server(WAS) Value chartJungWoon Lee
 

En vedette (14)

Perjanjian bagi hasil_(uu_2_thn_1960)_2
Perjanjian bagi hasil_(uu_2_thn_1960)_2Perjanjian bagi hasil_(uu_2_thn_1960)_2
Perjanjian bagi hasil_(uu_2_thn_1960)_2
 
Varargs perf ibmwas_comp_v02_e
Varargs perf ibmwas_comp_v02_eVarargs perf ibmwas_comp_v02_e
Varargs perf ibmwas_comp_v02_e
 
Penambahan nomor_11_tahun_1966,_tentang_ketentua_4
Penambahan  nomor_11_tahun_1966,_tentang_ketentua_4Penambahan  nomor_11_tahun_1966,_tentang_ketentua_4
Penambahan nomor_11_tahun_1966,_tentang_ketentua_4
 
Peraturan dasar pokokpokok_agraria_(uu_5_thn_1960_5
Peraturan dasar pokokpokok_agraria_(uu_5_thn_1960_5Peraturan dasar pokokpokok_agraria_(uu_5_thn_1960_5
Peraturan dasar pokokpokok_agraria_(uu_5_thn_1960_5
 
Perkoperasian (uu 14_thn_1965)_14
Perkoperasian (uu 14_thn_1965)_14Perkoperasian (uu 14_thn_1965)_14
Perkoperasian (uu 14_thn_1965)_14
 
Atau penodaan agama_(uu_1_thn_1965)
Atau penodaan agama_(uu_1_thn_1965)Atau penodaan agama_(uu_1_thn_1965)
Atau penodaan agama_(uu_1_thn_1965)
 
Stastistik (uu 7_thn_1960)_7
Stastistik (uu 7_thn_1960)_7Stastistik (uu 7_thn_1960)_7
Stastistik (uu 7_thn_1960)_7
 
개발자 지향 WAS : IBM WebSphere Liberty Server
개발자 지향 WAS : IBM WebSphere Liberty Server개발자 지향 WAS : IBM WebSphere Liberty Server
개발자 지향 WAS : IBM WebSphere Liberty Server
 
Pokokpokok perkoprasian (uu_12_thn_1967)_12
Pokokpokok perkoprasian (uu_12_thn_1967)_12Pokokpokok perkoprasian (uu_12_thn_1967)_12
Pokokpokok perkoprasian (uu_12_thn_1967)_12
 
Pokokpokok kepegawaian (uu_8_thn_1974)_8
Pokokpokok kepegawaian (uu_8_thn_1974)_8Pokokpokok kepegawaian (uu_8_thn_1974)_8
Pokokpokok kepegawaian (uu_8_thn_1974)_8
 
Larangan penarikan cek_kosong_(uu_17_thn_1964)_17
Larangan penarikan cek_kosong_(uu_17_thn_1964)_17Larangan penarikan cek_kosong_(uu_17_thn_1964)_17
Larangan penarikan cek_kosong_(uu_17_thn_1964)_17
 
클라우드와 마이크로 서비스를 위한 새로운 시대의 경량화 WAS - IBM WAS Liberty 서버
클라우드와 마이크로 서비스를 위한 새로운 시대의 경량화 WAS - IBM WAS Liberty 서버클라우드와 마이크로 서비스를 위한 새로운 시대의 경량화 WAS - IBM WAS Liberty 서버
클라우드와 마이크로 서비스를 위한 새로운 시대의 경량화 WAS - IBM WAS Liberty 서버
 
Impact of digitization and convergence
Impact of digitization and convergenceImpact of digitization and convergence
Impact of digitization and convergence
 
IBM WebSphere Application Server(WAS) Value chart
IBM WebSphere Application Server(WAS) Value chartIBM WebSphere Application Server(WAS) Value chart
IBM WebSphere Application Server(WAS) Value chart
 

Similaire à Ketentuanketentuan pokok pertambangan_(uu_11_thn_11

UUT 3_ UU 11 thn 1967.pptx
UUT 3_ UU 11 thn 1967.pptxUUT 3_ UU 11 thn 1967.pptx
UUT 3_ UU 11 thn 1967.pptxMhd Iqball
 
Uu no 1_tahun_1967_penanaman_modal_asing
Uu no 1_tahun_1967_penanaman_modal_asingUu no 1_tahun_1967_penanaman_modal_asing
Uu no 1_tahun_1967_penanaman_modal_asingOchä MegaSukma
 
Pp no 17 tahun 1974 pengawasan pelaksanaan eksplorasi eksploitasimigaslepaspa...
Pp no 17 tahun 1974 pengawasan pelaksanaan eksplorasi eksploitasimigaslepaspa...Pp no 17 tahun 1974 pengawasan pelaksanaan eksplorasi eksploitasimigaslepaspa...
Pp no 17 tahun 1974 pengawasan pelaksanaan eksplorasi eksploitasimigaslepaspa...Winarso Arso
 
MAKALAH REGULASI PERTAMBANGAN.docx
MAKALAH REGULASI PERTAMBANGAN.docxMAKALAH REGULASI PERTAMBANGAN.docx
MAKALAH REGULASI PERTAMBANGAN.docxebbyabadi
 
TUGAS Tutorial Online 2 Hukum Agraria HKUM4211.pdf
TUGAS Tutorial Online 2 Hukum Agraria HKUM4211.pdfTUGAS Tutorial Online 2 Hukum Agraria HKUM4211.pdf
TUGAS Tutorial Online 2 Hukum Agraria HKUM4211.pdfIndra Sofian
 
Pp no 18 tahun 2010 usaha budidaya tanaman
Pp no 18 tahun 2010 usaha budidaya tanamanPp no 18 tahun 2010 usaha budidaya tanaman
Pp no 18 tahun 2010 usaha budidaya tanamanPeople Power
 
PEMERINTAH KABUPATEN SERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 5 TAHUN 2...
PEMERINTAH KABUPATEN SERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 5 TAHUN 2...PEMERINTAH KABUPATEN SERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 5 TAHUN 2...
PEMERINTAH KABUPATEN SERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 5 TAHUN 2...Kota Serang
 
Undang undang-no-5-tahun-1960-1
Undang undang-no-5-tahun-1960-1Undang undang-no-5-tahun-1960-1
Undang undang-no-5-tahun-1960-1Wahyu Novarianto
 
Undang-undang No. 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus
Undang-undang No. 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi KhususUndang-undang No. 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus
Undang-undang No. 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi KhususPenataan Ruang
 
Uu 5 tahun 1960 uupa
Uu 5 tahun 1960  uupaUu 5 tahun 1960  uupa
Uu 5 tahun 1960 uuparaes_bastard
 
UU No 5 tahun 1960 Pembaharuan Agraria
UU No 5 tahun 1960  Pembaharuan AgrariaUU No 5 tahun 1960  Pembaharuan Agraria
UU No 5 tahun 1960 Pembaharuan AgrariaYossy Suparyo
 

Similaire à Ketentuanketentuan pokok pertambangan_(uu_11_thn_11 (20)

PP 23 tahun 2010
PP 23 tahun 2010PP 23 tahun 2010
PP 23 tahun 2010
 
Uu 11 1965
Uu 11 1965Uu 11 1965
Uu 11 1965
 
UUT 3_ UU 11 thn 1967.pptx
UUT 3_ UU 11 thn 1967.pptxUUT 3_ UU 11 thn 1967.pptx
UUT 3_ UU 11 thn 1967.pptx
 
Uu no 1_tahun_1967_penanaman_modal_asing
Uu no 1_tahun_1967_penanaman_modal_asingUu no 1_tahun_1967_penanaman_modal_asing
Uu no 1_tahun_1967_penanaman_modal_asing
 
Uu 06 1953
Uu 06 1953Uu 06 1953
Uu 06 1953
 
Pp no 17 tahun 1974 pengawasan pelaksanaan eksplorasi eksploitasimigaslepaspa...
Pp no 17 tahun 1974 pengawasan pelaksanaan eksplorasi eksploitasimigaslepaspa...Pp no 17 tahun 1974 pengawasan pelaksanaan eksplorasi eksploitasimigaslepaspa...
Pp no 17 tahun 1974 pengawasan pelaksanaan eksplorasi eksploitasimigaslepaspa...
 
MAKALAH REGULASI PERTAMBANGAN.docx
MAKALAH REGULASI PERTAMBANGAN.docxMAKALAH REGULASI PERTAMBANGAN.docx
MAKALAH REGULASI PERTAMBANGAN.docx
 
TUGAS Tutorial Online 2 Hukum Agraria HKUM4211.pdf
TUGAS Tutorial Online 2 Hukum Agraria HKUM4211.pdfTUGAS Tutorial Online 2 Hukum Agraria HKUM4211.pdf
TUGAS Tutorial Online 2 Hukum Agraria HKUM4211.pdf
 
Uu 1967 1 penanaman modal asing
Uu 1967 1 penanaman modal asingUu 1967 1 penanaman modal asing
Uu 1967 1 penanaman modal asing
 
Pp no 18 tahun 2010 usaha budidaya tanaman
Pp no 18 tahun 2010 usaha budidaya tanamanPp no 18 tahun 2010 usaha budidaya tanaman
Pp no 18 tahun 2010 usaha budidaya tanaman
 
UU_1961_9.pdf
UU_1961_9.pdfUU_1961_9.pdf
UU_1961_9.pdf
 
PEMERINTAH KABUPATEN SERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 5 TAHUN 2...
PEMERINTAH KABUPATEN SERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 5 TAHUN 2...PEMERINTAH KABUPATEN SERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 5 TAHUN 2...
PEMERINTAH KABUPATEN SERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 5 TAHUN 2...
 
UUPA No_5_1960.pdf
UUPA No_5_1960.pdfUUPA No_5_1960.pdf
UUPA No_5_1960.pdf
 
Undang undang-no-5-tahun-1960-1
Undang undang-no-5-tahun-1960-1Undang undang-no-5-tahun-1960-1
Undang undang-no-5-tahun-1960-1
 
Undang-undang No. 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus
Undang-undang No. 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi KhususUndang-undang No. 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus
Undang-undang No. 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus
 
Uu 5 tahun 1960 uupa
Uu 5 tahun 1960  uupaUu 5 tahun 1960  uupa
Uu 5 tahun 1960 uupa
 
UU No 5 tahun 1960 Pembaharuan Agraria
UU No 5 tahun 1960  Pembaharuan AgrariaUU No 5 tahun 1960  Pembaharuan Agraria
UU No 5 tahun 1960 Pembaharuan Agraria
 
Uu 5 tahun 1960 uupa
Uu 5 tahun 1960  uupaUu 5 tahun 1960  uupa
Uu 5 tahun 1960 uupa
 
Makalah akn
Makalah aknMakalah akn
Makalah akn
 
Agraria uupa uu no 5 1960
Agraria uupa uu no 5 1960Agraria uupa uu no 5 1960
Agraria uupa uu no 5 1960
 

Plus de Ilham Mustafa

Tanda kehormatan bintang_bhayangkara_(uu_14_thn_1_14
Tanda kehormatan bintang_bhayangkara_(uu_14_thn_1_14Tanda kehormatan bintang_bhayangkara_(uu_14_thn_1_14
Tanda kehormatan bintang_bhayangkara_(uu_14_thn_1_14Ilham Mustafa
 
Sensus (uu 6_thn_1960)_6
Sensus (uu 6_thn_1960)_6Sensus (uu 6_thn_1960)_6
Sensus (uu 6_thn_1960)_6Ilham Mustafa
 
Pokokpokok perbankan (uu_14_thn_1967)_14
Pokokpokok perbankan (uu_14_thn_1967)_14Pokokpokok perbankan (uu_14_thn_1967)_14
Pokokpokok perbankan (uu_14_thn_1967)_14Ilham Mustafa
 
Pokokpokok kesehatan (uu_9_thn_1960)_9
Pokokpokok kesehatan (uu_9_thn_1960)_9Pokokpokok kesehatan (uu_9_thn_1960)_9
Pokokpokok kesehatan (uu_9_thn_1960)_9Ilham Mustafa
 
Perubahan pasal 18__nomor_62_tahun_1958_tentang_k_3
Perubahan pasal 18__nomor_62_tahun_1958_tentang_k_3Perubahan pasal 18__nomor_62_tahun_1958_tentang_k_3
Perubahan pasal 18__nomor_62_tahun_1958_tentang_k_3Ilham Mustafa
 
Pengadilan dalam lingkungan_peradilan_umum_mahkam_13
Pengadilan dalam lingkungan_peradilan_umum_mahkam_13Pengadilan dalam lingkungan_peradilan_umum_mahkam_13
Pengadilan dalam lingkungan_peradilan_umum_mahkam_13Ilham Mustafa
 
Penertiban perjudian (uu_7_thn_1974)_7
Penertiban perjudian (uu_7_thn_1974)_7Penertiban perjudian (uu_7_thn_1974)_7
Penertiban perjudian (uu_7_thn_1974)_7Ilham Mustafa
 
Pembentukan kejaksaan tinggi_(uu_16_thn_1961)_16
Pembentukan kejaksaan tinggi_(uu_16_thn_1961)_16Pembentukan kejaksaan tinggi_(uu_16_thn_1961)_16
Pembentukan kejaksaan tinggi_(uu_16_thn_1961)_16Ilham Mustafa
 
Narkotika (uu 9_thn_1976)_9
Narkotika (uu 9_thn_1976)_9Narkotika (uu 9_thn_1976)_9
Narkotika (uu 9_thn_1976)_9Ilham Mustafa
 
Lalu lintas angkutan_jalan_raya_(uu_3_thn_1965)_3
Lalu lintas angkutan_jalan_raya_(uu_3_thn_1965)_3Lalu lintas angkutan_jalan_raya_(uu_3_thn_1965)_3
Lalu lintas angkutan_jalan_raya_(uu_3_thn_1965)_3Ilham Mustafa
 
Ketentuanketentuan pokok peternakan_kesehatan_hew_6
Ketentuanketentuan pokok peternakan_kesehatan_hew_6Ketentuanketentuan pokok peternakan_kesehatan_hew_6
Ketentuanketentuan pokok peternakan_kesehatan_hew_6Ilham Mustafa
 
Ketentuanketentuan pokok kepolisian_negara_(uu_13_13
Ketentuanketentuan pokok kepolisian_negara_(uu_13_13Ketentuanketentuan pokok kepolisian_negara_(uu_13_13
Ketentuanketentuan pokok kepolisian_negara_(uu_13_13Ilham Mustafa
 
Ketentuanketentuan pokok kekuasaan_kehakiman_(uu_19
Ketentuanketentuan pokok kekuasaan_kehakiman_(uu_19Ketentuanketentuan pokok kekuasaan_kehakiman_(uu_19
Ketentuanketentuan pokok kekuasaan_kehakiman_(uu_19Ilham Mustafa
 
Ketentuanketentuan pokok kejaksaan_republik_indon_15
Ketentuanketentuan pokok kejaksaan_republik_indon_15Ketentuanketentuan pokok kejaksaan_republik_indon_15
Ketentuanketentuan pokok kejaksaan_republik_indon_15Ilham Mustafa
 
Ketentuanketentuan pokok kehutanan_(uu_5_thn_1967_5
Ketentuanketentuan pokok kehutanan_(uu_5_thn_1967_5Ketentuanketentuan pokok kehutanan_(uu_5_thn_1967_5
Ketentuanketentuan pokok kehutanan_(uu_5_thn_1967_5Ilham Mustafa
 
Ketentuan ketentuan pokok_kepolisian_(uu_12_thn_1_12
Ketentuan ketentuan pokok_kepolisian_(uu_12_thn_1_12Ketentuan ketentuan pokok_kepolisian_(uu_12_thn_1_12
Ketentuan ketentuan pokok_kepolisian_(uu_12_thn_1_12Ilham Mustafa
 
Badan pemeriksa keuangan_(uu_5_thn_1973)_5
Badan pemeriksa keuangan_(uu_5_thn_1973)_5Badan pemeriksa keuangan_(uu_5_thn_1973)_5
Badan pemeriksa keuangan_(uu_5_thn_1973)_5Ilham Mustafa
 

Plus de Ilham Mustafa (17)

Tanda kehormatan bintang_bhayangkara_(uu_14_thn_1_14
Tanda kehormatan bintang_bhayangkara_(uu_14_thn_1_14Tanda kehormatan bintang_bhayangkara_(uu_14_thn_1_14
Tanda kehormatan bintang_bhayangkara_(uu_14_thn_1_14
 
Sensus (uu 6_thn_1960)_6
Sensus (uu 6_thn_1960)_6Sensus (uu 6_thn_1960)_6
Sensus (uu 6_thn_1960)_6
 
Pokokpokok perbankan (uu_14_thn_1967)_14
Pokokpokok perbankan (uu_14_thn_1967)_14Pokokpokok perbankan (uu_14_thn_1967)_14
Pokokpokok perbankan (uu_14_thn_1967)_14
 
Pokokpokok kesehatan (uu_9_thn_1960)_9
Pokokpokok kesehatan (uu_9_thn_1960)_9Pokokpokok kesehatan (uu_9_thn_1960)_9
Pokokpokok kesehatan (uu_9_thn_1960)_9
 
Perubahan pasal 18__nomor_62_tahun_1958_tentang_k_3
Perubahan pasal 18__nomor_62_tahun_1958_tentang_k_3Perubahan pasal 18__nomor_62_tahun_1958_tentang_k_3
Perubahan pasal 18__nomor_62_tahun_1958_tentang_k_3
 
Pengadilan dalam lingkungan_peradilan_umum_mahkam_13
Pengadilan dalam lingkungan_peradilan_umum_mahkam_13Pengadilan dalam lingkungan_peradilan_umum_mahkam_13
Pengadilan dalam lingkungan_peradilan_umum_mahkam_13
 
Penertiban perjudian (uu_7_thn_1974)_7
Penertiban perjudian (uu_7_thn_1974)_7Penertiban perjudian (uu_7_thn_1974)_7
Penertiban perjudian (uu_7_thn_1974)_7
 
Pembentukan kejaksaan tinggi_(uu_16_thn_1961)_16
Pembentukan kejaksaan tinggi_(uu_16_thn_1961)_16Pembentukan kejaksaan tinggi_(uu_16_thn_1961)_16
Pembentukan kejaksaan tinggi_(uu_16_thn_1961)_16
 
Narkotika (uu 9_thn_1976)_9
Narkotika (uu 9_thn_1976)_9Narkotika (uu 9_thn_1976)_9
Narkotika (uu 9_thn_1976)_9
 
Lalu lintas angkutan_jalan_raya_(uu_3_thn_1965)_3
Lalu lintas angkutan_jalan_raya_(uu_3_thn_1965)_3Lalu lintas angkutan_jalan_raya_(uu_3_thn_1965)_3
Lalu lintas angkutan_jalan_raya_(uu_3_thn_1965)_3
 
Ketentuanketentuan pokok peternakan_kesehatan_hew_6
Ketentuanketentuan pokok peternakan_kesehatan_hew_6Ketentuanketentuan pokok peternakan_kesehatan_hew_6
Ketentuanketentuan pokok peternakan_kesehatan_hew_6
 
Ketentuanketentuan pokok kepolisian_negara_(uu_13_13
Ketentuanketentuan pokok kepolisian_negara_(uu_13_13Ketentuanketentuan pokok kepolisian_negara_(uu_13_13
Ketentuanketentuan pokok kepolisian_negara_(uu_13_13
 
Ketentuanketentuan pokok kekuasaan_kehakiman_(uu_19
Ketentuanketentuan pokok kekuasaan_kehakiman_(uu_19Ketentuanketentuan pokok kekuasaan_kehakiman_(uu_19
Ketentuanketentuan pokok kekuasaan_kehakiman_(uu_19
 
Ketentuanketentuan pokok kejaksaan_republik_indon_15
Ketentuanketentuan pokok kejaksaan_republik_indon_15Ketentuanketentuan pokok kejaksaan_republik_indon_15
Ketentuanketentuan pokok kejaksaan_republik_indon_15
 
Ketentuanketentuan pokok kehutanan_(uu_5_thn_1967_5
Ketentuanketentuan pokok kehutanan_(uu_5_thn_1967_5Ketentuanketentuan pokok kehutanan_(uu_5_thn_1967_5
Ketentuanketentuan pokok kehutanan_(uu_5_thn_1967_5
 
Ketentuan ketentuan pokok_kepolisian_(uu_12_thn_1_12
Ketentuan ketentuan pokok_kepolisian_(uu_12_thn_1_12Ketentuan ketentuan pokok_kepolisian_(uu_12_thn_1_12
Ketentuan ketentuan pokok_kepolisian_(uu_12_thn_1_12
 
Badan pemeriksa keuangan_(uu_5_thn_1973)_5
Badan pemeriksa keuangan_(uu_5_thn_1973)_5Badan pemeriksa keuangan_(uu_5_thn_1973)_5
Badan pemeriksa keuangan_(uu_5_thn_1973)_5
 

Dernier

Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum MerdekaModul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum MerdekaAbdiera
 
P_E_R_I_L_A_K_U__K_O_N_S_E_L_O_R__v.1.ppt
P_E_R_I_L_A_K_U__K_O_N_S_E_L_O_R__v.1.pptP_E_R_I_L_A_K_U__K_O_N_S_E_L_O_R__v.1.ppt
P_E_R_I_L_A_K_U__K_O_N_S_E_L_O_R__v.1.pptAfifFikri11
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...Kanaidi ken
 
Materi power point Kepemimpinan leadership .ppt
Materi power point Kepemimpinan leadership .pptMateri power point Kepemimpinan leadership .ppt
Materi power point Kepemimpinan leadership .pptAcemediadotkoM1
 
PLaN & INTERVENSI untuk sekolah yang memerlukan
PLaN & INTERVENSI untuk sekolah yang memerlukanPLaN & INTERVENSI untuk sekolah yang memerlukan
PLaN & INTERVENSI untuk sekolah yang memerlukanssuserc81826
 
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptx
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptxMTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptx
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptxssuser0239c1
 
PPT kecerdasan emosi dan pengendalian diri.pptx
PPT kecerdasan emosi dan pengendalian diri.pptxPPT kecerdasan emosi dan pengendalian diri.pptx
PPT kecerdasan emosi dan pengendalian diri.pptxINyomanAgusSeputraSP
 
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdfShintaNovianti1
 
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnasPembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnasAZakariaAmien1
 
Catatan di setiap Indikator Fokus Perilaku
Catatan di setiap Indikator Fokus PerilakuCatatan di setiap Indikator Fokus Perilaku
Catatan di setiap Indikator Fokus PerilakuHANHAN164733
 
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdfWahyudinST
 
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptxMATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptxrofikpriyanto2
 
MA Kelas XII Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdf
MA Kelas XII  Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdfMA Kelas XII  Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdf
MA Kelas XII Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdfcicovendra
 
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfAKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfTaqdirAlfiandi1
 
Panduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdf
Panduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdfPanduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdf
Panduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdfandriasyulianto57
 
Sejarah Perkembangan Teori Manajemen.ppt
Sejarah Perkembangan Teori Manajemen.pptSejarah Perkembangan Teori Manajemen.ppt
Sejarah Perkembangan Teori Manajemen.pptssuser940815
 
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxJurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxBambang440423
 
LATIHAN SOAL SISTEM PENCERNAAN KELAS 11pptx
LATIHAN SOAL SISTEM PENCERNAAN KELAS 11pptxLATIHAN SOAL SISTEM PENCERNAAN KELAS 11pptx
LATIHAN SOAL SISTEM PENCERNAAN KELAS 11pptxnataliadwiasty
 
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxTopik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxsyafnasir
 
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...jumadsmanesi
 

Dernier (20)

Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum MerdekaModul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
 
P_E_R_I_L_A_K_U__K_O_N_S_E_L_O_R__v.1.ppt
P_E_R_I_L_A_K_U__K_O_N_S_E_L_O_R__v.1.pptP_E_R_I_L_A_K_U__K_O_N_S_E_L_O_R__v.1.ppt
P_E_R_I_L_A_K_U__K_O_N_S_E_L_O_R__v.1.ppt
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
 
Materi power point Kepemimpinan leadership .ppt
Materi power point Kepemimpinan leadership .pptMateri power point Kepemimpinan leadership .ppt
Materi power point Kepemimpinan leadership .ppt
 
PLaN & INTERVENSI untuk sekolah yang memerlukan
PLaN & INTERVENSI untuk sekolah yang memerlukanPLaN & INTERVENSI untuk sekolah yang memerlukan
PLaN & INTERVENSI untuk sekolah yang memerlukan
 
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptx
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptxMTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptx
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptx
 
PPT kecerdasan emosi dan pengendalian diri.pptx
PPT kecerdasan emosi dan pengendalian diri.pptxPPT kecerdasan emosi dan pengendalian diri.pptx
PPT kecerdasan emosi dan pengendalian diri.pptx
 
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
 
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnasPembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
 
Catatan di setiap Indikator Fokus Perilaku
Catatan di setiap Indikator Fokus PerilakuCatatan di setiap Indikator Fokus Perilaku
Catatan di setiap Indikator Fokus Perilaku
 
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf
 
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptxMATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
 
MA Kelas XII Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdf
MA Kelas XII  Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdfMA Kelas XII  Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdf
MA Kelas XII Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdf
 
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfAKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
 
Panduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdf
Panduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdfPanduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdf
Panduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdf
 
Sejarah Perkembangan Teori Manajemen.ppt
Sejarah Perkembangan Teori Manajemen.pptSejarah Perkembangan Teori Manajemen.ppt
Sejarah Perkembangan Teori Manajemen.ppt
 
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxJurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
 
LATIHAN SOAL SISTEM PENCERNAAN KELAS 11pptx
LATIHAN SOAL SISTEM PENCERNAAN KELAS 11pptxLATIHAN SOAL SISTEM PENCERNAAN KELAS 11pptx
LATIHAN SOAL SISTEM PENCERNAAN KELAS 11pptx
 
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxTopik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
 
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
 

Ketentuanketentuan pokok pertambangan_(uu_11_thn_11

  • 1. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1967 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, KAMI, PEJABAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa guna mempercepat terlaksananya pembangunan ekonomi Nasional dalam menuju masyarakat Indonesia yang adil dan makmur materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila maka perlulah dikerahkan semua dana dan daya untuk mengolah dan membina segenap kekuatan ekonomi potensiil di bidang pertambangan menjadi kekuatan ekonomi riil; b. bahwa berhubungan dengan itu, dengan tetap berpegang pada Undang-undang Dasar 1945, dipandang perlu untuk mencabut Undang-undang No.37 Prp tahun 1960 tentang Pertambangan (Lembaran-Negara tahun 1960 No.119) serta menggantinya dengan Undang-undang Pokok Pertambangan yang baru yang lebih sesuai dengan kenyataan yang ada, dalam rangka memperkembangkan usaha-usaha pertambangan Indonesia di masa sekarang dan di kemudian hari. Mengingat: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Pasal 5 ayat 1 dan Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945; Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No.XXI/MPRS/1966. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No.XXIII/MPRS/1966; Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No.XXXIII/MPRS/1967; Keputusan Presiden Republik Indonesia No.163 tahun 1966; Keputusan Presiden Republik Indonesia No.171 tahun 1967. Dengan persetujuan: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GOTONG ROYONG MEMUTUSKAN:
  • 2. I. Mencabut Undang-undang No.37 Prp tahun 1960 tentang Pertambangan (LembaranNegara tahun 1960 No.119). II. Menetapkan: Undang-undang tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Penguasaan bahan galian: Semua bahan galian yang terdapat dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia yang merupakan endapan-endapan alam sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa, adalah kekayaan Nasional bangsa Indonesia dan oleh karenanya dikuasai dan dipergunakan oleh Negara untuk sebesar-besar kemakmuran Rakyat. Pasal 2 Istilah-istilah:
  • 3. a. bahan galian: unsur-unsur kimia, mineral-mineral, bijih-bijih dan segala macam batuan termasuk batu-batu mulia yang merupakan endapan-endapan alam; b. hak tanah: hak atas sebidang tanah pada permukaan bumi menurut hukum Indonesia; penyelidikan umum: penyelidikan secara geologi umum atau geofisika, di daratan, perairan dan dari udara, segala sesuatu dengan maksud untuk membuat peta geologi umum atau untuk menetapkan tanda-tanda adanya bahan galian pada umumnya; c. d. e. f. g. h. i. j. k. l. m. n. eksplorasi: segala penyelidikan geologi pertambangan untuk menetapkan lebih teliti/saksama adanya dan sifat letakkan bahan galian; eksploitasi: usaha pertambangan dengan maksud untuk menghasilkan bahan galian dan memanfaatkannya; pengolahan dan pemurnian: pengerjaan untuk mempertinggi mutu bahan galian serta untuk memanfaatkan dan memperoleh unsur-unsur yang terdapat pada bahan galian itu; pengangkutan: segala usaha pemindahan bahan galian dan hasil pengolahan dan pemurnian bahan galian dari daerah eksplorasi atau tempat pengolahan/pemurnian; penjualan: segala usaha penjualan bahan galian dan hasil pengolahan/pemurnian bahan galian; kuasa pertambangan: wewenang yang diberikan kepada badan/perseorangan untuk melaksanakan usaha pertambangan; Menteri: Menteri yang lapangan tugasnya meliputi urusan pertambangan; Wilayah hukum pertambangan Indonesia: seluruh kepulauan Indonesia, tanah di bawah perairan Indonesia dan paparan benua (continental shelf) kepulauan Indonesia; Perusahaan Negara: a. Perusahaan Negara seperti yang dimaksud dalam Undang-undang tentang Perusahaan Negara yang berlaku; b. Badan hukum yang seluruh modalnya berasal dari Negara. Perusahaan Daerah: Perusahaan seperti yang dimaksud dalam Undang-undang tentang Perusahaan Daerah yang berlaku; Pertambangan Rakyat; yang dimaksud dengan Pertambangan Rakyat adalah satu usaha pertambangan bahan-bahan galian dari semua golongan a, b dan c seperti yang dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) yang dilakukan oleh rakyat setempat secara kecil-kecilan atau secara gotong-royong dengan alat-alat sederhana untuk pencaharian sendiri. BAB II PENGGOLONGAN DAN PELAKSANAAN PENGUSAHAAN BAHAN GALIAN Pasal 3
  • 4. (1) Bahan-bahan galian dibagi atas tiga golongan: a. b. (2) golongan bahan galian strategis; golongan bahan galian vital; c. golongan bahan galian yang tidak termasuk dalam golongan a atau b. Penunjukan sesuatu bahan galian ke dalam sesuatu golongan tersebut pada ayat (1) pasal ini diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 4 (1) (2) (3) Pelaksanaan Penguasaan Negara dan pengaturan usaha pertambangan bahan galian tersebut dalam pasal 3 ayat (1) huruf a dan b dilakukan oleh Menteri; Pelaksanaan Penguasaan Negara dan pengaturan usaha pertambangan bahan galian tersebut dalam pasal 3 ayat (1) huruf c dilakukan oleh Pemerintah Daerah Tingkat I tempat terdapatnya bahan galian itu; Dengan memperhatikan kepentingan pembangunan Daerah khususnya dan Negara umumnya Menteri dapat menyerahkan pengaturan usaha pertambangan bahan galian tertentu dari antara bahan-bahan galian tersebut dalam pasal 3 ayat (1) huruf b kepada Pemerintah Daerah Tingkat I tempat terdapatnya bahan galian itu. BAB III BENTUK DAN ORGANISASI PERUSAHAAN PERTAMBANGAN Pasal 5 Usaha pertambangan dapat dilaksanakan oleh: a. b. c. d. e. Instansi Pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri; Perusahaan Negara; Perusahaan Daerah; Perusahaan dengan modal bersama antara Negara dan Daerah; Koperasi; g. Badan atau perseorangan swasta yang memenuhi syarat-syarat yang dimaksud dalam pasal 12 ayat (1); Perusahaan dengan modal bersama antara Negara dan/atau Daerah dengan Koperasi dan/atau Badan/Perseorangan Swasta yang memenuhi syarat-syarat yang dimaksud dalam pasal 12 ayat (1); h. Pertambangan Rakyat. f. Pasal 6 Usaha pertambangan bahan galian tersebut dalam pasal 3 ayat (1) huruf a dilaksanakan oleh:
  • 5. a. Instansi Pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri; b. Perusahaan Negara. Pasal 7 Bahan galian tersebut dalam pasal 3 ayat (1) huruf a, dapat pula diusahakan oleh pihak swasta yang memenuhi syarat-syarat sebagai dimaksud dalam pasal 12 ayat (1), apabila menurut pendapat Menteri, berdasarkan pertimbangan-pertimbangan dari segi ekonomi dan perkembangan pertambangan, lebih menguntungkan bagi Negara apabila diusahakan oleh pihak swasta. Pasal 8 Apabila jumlah endapan bahan galian tersebut dalam pasal 3 ayat (1) huruf a sedemikian kecilnya sehingga menurut pendapat Menteri akan lebih menguntungkan jika diusahakan secara sederhana atau kecil-kecilan, maka endapan bahan galian itu dapat diusahakan secara Pertambangan Rakyat sebagai dimaksud dalam pasal 11. Pasal 9 (1) Usaha pertambangan bahan galian tersebut dalam pasal 3 ayat (1) huruf b dilaksanakan oleh: a. Negara atau Daerah. b. (2) Badan atau Perseorangan Swasta yang memenuhi syarat- syarat yang dimaksud dalam pasal 12 (1). Usaha pertambangan yang dimaksud pada ayat (1) huruf a pasal ini dapat dilaksanakan oleh: a. Instansi Pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri; b. c. Perusahaan Negara; Perusahaan Daerah; d. (3) Perusahaan dengan modal bersama antara Negara/Perusahaan di satu pihak dengan Daerah Tingkat I dan/atau Daerah Tingkat II atau Perusahaan Daerah di pihak lain; e. Perusahaan dengan modal bersama antara Negara/Perusahaan Negara dan/atau Daerah/Perusahaan Daerah di satu pihak dengan Badan dan/atau Perseorangan Swasta di pihak lain. Perusahaan yang dimaksud dalam ayat (2) huruf e pasal ini harus berbentuk Badan hukum dengan ketentuan bahwa Badan dan/atau Perseorangan Swasta yang ikut dalam perusahaan itu harus memenuhi syarat-syarat yang dimaksud dalam pasal 12 ayat (1). Pasal 10
  • 6. (1) Menteri dapat menunjuk pihak lain sebagai kontraktor apabila diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang belum atau tidak dapat dilaksanakan sendiri oleh Instansi Pemerintah atau Perusahaan Negara yang bersangkutan selaku pemegang kuasa pertambangan. (2) Dalam mengadakan perjanjian karya dengan kontraktor seperti yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini Instansi Pemerintah atau Perusahaan Negara harus berpegang pada pedomanpedoman, petunjuk-petunjuk dan syarat-syarat yang diberikan oleh Menteri. Perjanjian karya tersebut dalam ayat (2) pasal ini berlaku sesudah disahkan oleh Pemerintah setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat apabila menyangkut eksploitasi golongan a sepanjang mengenai bahan galian yang ditentukan dalam pasal 13 Undang-undang ini dan/atau yang perjanjian karyanya berbentuk penanaman modal asing. (3) Pasal 11 Pertambangan Rakyat (1) Pertambangan Rakyat bertujuan memberikan kesempatan kepada rakyat setempat dalam mengusahakan bahan galian untuk turut serta membangun Negara di bidang pertambangan dengan bimbingan Pemerintah. (2) Pertambangan Rakyat hanya dilakukan oleh Rakyat setempat yang memegang Kuasa Pertambangan (izin) Pertambangan Rakyat. Ketentuan-ketentuan mengenai Pertambangan Rakyat dan cara serta syarat-syarat untuk memperoleh Kuasa Pertambangan (Izin) Pertambangan Rakyat diatur dalam Peraturan Pemerintah. (3) Pasal 12 (1) Kuasa Pertambangan untuk pelaksanaan usaha pertambangan bahan-bahan galian yang tersebut dalam pasal 3 ayat (1) huruf b dapat diberikan kepada: a. b. Badan Hukum Koperasi. Badan Hukum Swasta yang didirikan sesuai dengan peraturan-peraturan Republik Indonesia bertempat kedudukan di Indonesia dan bertujuan berusaha dalam lapangan pertambangan dan pengurusnya mempunyai kewarganegaraan Indonesia dan bertempat tinggal di Indonesia. c. (2) Perseorangan yang berkewarganegaraan Indonesia dan bertempat tinggal di Indonesia. Khusus untuk usaha eksploitasi, sebelum diberikan kuasa pertambangan kepada pihak termaksud dalam ayat (1) pasal ini, haruslah didengar lebih dahulu pendapat dari suatu Dewan Pertambangan, yang pembentukan dan penentuan susunannya akan diatur oleh Pemerintah. Pasal 13 Dengan Undang-undang ditentukan bahan-bahan galian yang harus diusahakan semata-mata oleh Negara dan cara melaksanakan usaha tersebut.
  • 7. BAB IV USAHA PERTAMBANGAN Pasal 14 Usaha pertambangan bahan-bahan galian dapat meliputi: a. penyelidikan umum; b. eksplorasi; eksploitasi; c. e. pengolahan dan pemurnian; pengangkutan; f. penjualan. d. BAB V KUASA PERTAMBANGAN Pasal 15 (1) Usaha pertambangan termaksud dalam pasal 14 hanya dapat dilakukan oleh perusahaan atau perseorangan yang tersebut dalam pasal 6, 7, 8 dan 9 apabila kepadanya telah diberikan kuasa pertambangan. (2) Ketentuan-ketentuan tentang isi, wewenang, luas wilayah dan syarat-syarat kuasa pertambangan serta kemungkinan pemberian jasa penemuan bahan galian baik langsung oleh Pemerintah maupun dalam rangka pemberian kuasa pertambangan, diatur dengan Peraturan Pemerintah. (3) Kuasa pertambangan diberikan dengan Keputusan Menteri. Dalam Keputusan Menteri itu dapat diberikan ketentuan- ketentuan khusus di samping apa yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah yang termaksud dalam ayat (2) pasal ini. Kuasa pertambangan dapat dipindahkan kepada perusahaan atau perseorangan lain bilamana memenuhi ketentuan-ketentuan dalam pasal 5, 6, 7, 8, 9 dan 12 dengan persetujuan Menteri. (4) Pasal 16
  • 8. (1) Dalam melakukan pekerjaan usaha pertambangan berdasarkan suatu kuasa pertambangan, maka Pertambangan Rakyat yang telah ada tidak boleh diganggu, kecuali bilamana Menteri menetapkan lain demi kepentingan Negara. (2) Pekerjaan usaha pertambangan berdasarkan suatu kuasa pertambangan tidak boleh dilakukan di wilayah yang tertutup untuk kepentingan umum dan pada lapangan sekitar lapangan-lapangan dan bangunan-bangunan pertahanan. Wilayah pekerjaan usaha pertambangan berdasarkan suatu kuasa pertambangan tidak meliputi: a. tempat-tempat kuburan, tempat-tempat yang dianggap suci, pekerjaan-pekerjaan umum, misalnya jalan-jalan umum, jalan kereta api, saluran air, listrik, gas dan sebagainya. (3) b. c. (4) tempat-tempat pekerjaan usaha pertambangan lain; bangunan-bangunan, rumah tempat tinggal atau pabrik-pabrik beserta tanah-tanah pekarangan sekitarnya, kecuali dengan izin yang berkepentingan. Dalam hal dianggap sangat perlu untuk kepentingan pekerjaan usaha pertambangan berdasarkan suatu kuasa pertambangan, pemindahan sebagaimana termaksud dalam ayat (3) pasal ini dapat dilakukan atas beban pemegang kuasa pertambangan dan setelah diperoleh izin dari yang berwajib. BAB VI CARA DAN SYARAT-SYARAT BAGAIMANA MEMPEROLEH KUASA PERTAMBANGAN Pasal 17 (1) (2) Permintaan untuk memperoleh kuasa pertambangan diajukan kepada Menteri. Dengan Keputusan Menteri diatur cara mengajukan permintaan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, begitu pula syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh peminta, apabila belum ditentukan dalam Peraturan Pemerintah termaksud dalam pasal 15 ayat (2) Pasal 18 Permintaan kuasa pertambangan hanya dipertimbangkan oleh Menteri setelah peminta membuktikan kesanggupan dan kemampuannya terhadap usaha pertambangan yang akan dijalankan. Pasal 19 Dengan mengajukan permintaan kuasa pertambangan, maka peminta dengan sendirinya menyatakan telah memilih domisili pada Pengadilan Negeri yang berkedudukan di dalam Daerah Tingkat I yang bersangkutan.
  • 9. BAB VII BERAKHIRNYA KUASA PERTAMBANGAN Pasal 20 Kuasa pertambangan berakhir: a. Karena dikembalikan; b. Karena dibatalkan; Karena habis waktunya. c. Pasal 21 (1) (2) (3) Pemegang kuasa pertambangan dapat menyerahkan kembali kuasa pertambangannya dengan pernyataan tertulis kepada Menteri. Pernyataan tertulis yang dimaksud data ayat (1) pasal ini disertai dengan alasan-alasannya yang cukup apa sebabnya pernyataan itu disampaikan. Pengembalian kuasa pertambangan dinyatakan sah setelah disetujui oleh Menteri. Pasal 22 (1) Kuasa pertambangan dapat dibatalkan dengan keputusan Menteri: a. apabila pemegang kuasa pertambangan tidak memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah yang dimaksud dalam pasal 15 ayat (2) atau yang ditentukan dalam Keputusan Menteri yang tersebut dalam pasal 15 ayat (3); b. (2) jikalau pemegang kuasa pertambangan ingkar menjalankan perintah-perintah dan petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh pihak yang berwajib untuk kepentingan Negara. Kuasa pertambangan dapat dibatalkan dengan Keputusan Menteri untuk kepentingan Negara. Pasal 23 Apabila waktu yang ditentukan dalam suatu kuasa pertambangan telah berakhir, sedangkan untuk kuasa pertambangan tersebut tidak diberikan perpanjangan maka kuasa pertambangan tersebut berakhir menurut hukum. Pasal 24
  • 10. (1) Jika Kuasa pertambangan berakhir karena hal-hal termaksud dalam pasal 21, 22 ayat (1) dan pasal 23, maka: a. b. segala beban yang diberatkan kepada kuasa pertambangan batal menurut hukum; Wilayah kuasa pertambangan kembali kepada kekuasaan Negara. c. (2) (3) segala sesuatu yang diperlukan untuk pengamanan bangunan-bangunan tambang dan kelanjutan pengambilan bahan-bahan galian menjadi hak Negara tanpa penggantian kerugian kepada pemegang kuasa pertambangan; d. perusahaan atau perseorangan yang memegang kuasa pertambangan itu diharuskan menyerahkan semua klise dan bahan-bahan peta, gambar-gambar ukuran tanah dan sebagainya yang bersangkutan dengan usaha pertambangan kepada Menteri dengan tidak menerima ganti kerugian. Menyimpang dari bunyi ayat (1) pasal ini, maka bilamana kuasa pertambangan dibatalkan untuk kepentingan Negara, maka kepadanya diberi ganti kerugian yang wajar. Menteri menetapkan waktu dalam mana pemegang kuasa pertambangan terakhir diberi kesempatan untuk mengangkat segala sesuatu yang menjadi hak miliknya. Segala sesuatu yang belum diangkat dalam waktu tersebut menjadi milik Negara. BAB VIII HUBUNGAN KUASA PERTAMBANGAN DENGAN HAK-HAK TANAH Pasal 25 (1) (2) Pemegang kuasa pertambangan diwajibkan mengganti kerugian akibat dari usahanya pada segala sesuatu yang berada di atas tanah kepada yang berhak atas tanah di dalam lingkungan daerah kuasa pertambangan maupun di luarnya, dengan tidak memandang apakah perbuatan itu dilakukan dengan atau tidak dengan sengaja, maupun yang dapat atau tidak dapat diketahui terlebih dahulu. Kerugian yang disebabkan oleh usaha-usaha dari dua pemegang kuasa pertambangan atau lebih, dibebankan kepada mereka bersama. Pasal 26 Apabila telah didapat izin pertambangan atas sesuatu daerah, atau wilayah menurut hukum yang berlaku, maka kepada mereka yang berhak atas tanah diwajibkan memperbolehkan pekerjaan pemegang kuasa pertambangan atas tanah yang bersangkutan atas dasar mufakat kepadanya: a. sebelum pekerjaan dimulai, dengan diperlihatkannya surat kuasa pertambangan atau salinannya yang sah, diberitahukan tentang maksud dan tempat pekerjaan-pekerjaan itu akan dilakukan; b. diberi ganti kerugian atau jaminan ganti kerugian itu terlebih dahulu. Pasal 27
  • 11. (1) Apakah telah ada hak tanah atas sebidang tanah yang bersangkutan dengan wilayah kuasa pertambangan, maka kepada yang berhak diberikan ganti rugi yang jumlahnya ditentukan bersama antara pemegang kuasa pertambangan dan yang mempunyai hak atas tanah tersebut atas dasar musyawarah dan mufakat, untuk penggantian sekali atau selama hak itu tidak dapat dipergunakan. (2) Jika yang bersangkutan tidak dapat mencapai kata mufakat tentang ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, maka penentuannya diserahkan kepada Menteri. Jika yang bersangkutan tidak dapat menerima penentuan Menteri tentang ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini, maka penentuannya diserahkan kepada Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi daerah/wilayah yang bersangkutan. Ganti rugi yang dimaksud pada ayat (1), (2) dan (3) pasal ini beserta segala biaya yang berhubungan dengan itu dibebankan kepada pemegang kuasa pertambangan yang bersangkutan. (3) (4) (5) Apabila telah diberikan kuasa pertambangan pada sebidang tanah yang di atasnya tidak terdapat hak tanah, maka atas sebidang tanah tersebut atau bagian-bagiannya tidak dapat diberi hak tanah kecuali dengan persetujuan Menteri. BAB IX PUNGUTAN-PUNGUTAN NEGARA Pasal 28 (1) (2) (3) Pemegang kuasa pertambangan membayar kepada Negara iuran tetap, iuran eksplorasi dan/atau eksploitasi dan/atau pembayaran-pembayaran yang berhubungan dengan kuasa pertambangan yang bersangkutan. Pungutan-pungutan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Kepada Daerah Tingkat I dan II diberikan bagian dari pungutan-pungutan Negara tersebut, yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah. BAB X PENGAWASAN PERTAMBANGAN Pasal 29
  • 12. (1) Tata-usaha, pengawasan pekerjaan usaha pertambangan dan pengawasan hasil pertambangan dipusatkan kepada Menteri dan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. (2) Pengawasan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini terutama meliputi keselamatan kerja, pengawasan produksi dan kegiatan lainnya dalam pertambangan yang menyangkut kepentingan umum. Pasal 30 Apabila selesai melakukan penambangan bahan galian ada suatu tempat pekerjaan, pemegang kuasa pertambangan yang bersangkutan diwajibkan mengembalikan tanah sedemikian rupa, sehingga tidak menimbulkan bahaya penyakit atau bahaya lainnya bagi masyarakat sekitarnya. BAB XI KETENTUAN-KETENTUAN PIDANA Pasal 31 (1) (2) Dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya enam tahun dan/atau dengan denda setinggi-tingginya lima ratus ribu rupiah, barangsiapa yang tidak mempunyai kuasa pertambangan melakukan usaha pertambangan seperti dimaksud dalam pasal 14 dan 15. Dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya satu tahun dan/atau dengan denda setinggi-tingginya lima puluh ribu rupiah, barangsiapa yang melakukan usaha pertambangan sebelum memenuhi kewajiban-kewajiban terhadap yang berhak atas tanah menurut Undang-undang ini. Pasal 32 (1) Dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya satu tahun dan/atau dengan denda setinggi-tingginya lima ribu rupiah, barangsiapa yang tidak berhak atas tanah merintangi atau mengganggu usaha pertambangan yang sah. (2) Dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan dan/atau dengan denda setinggi-tingginya sepuluh ribu rupiah, barangsiapa yang berhak atas tanah merintangi atau mengganggu usaha pertambangan yang sah, setelah pemegang kuasa pertambangan memenuhi syarat-syarat sebagaimana yang tercantum dalam pasal 26 dan 27 Undangundang ini. Pasal 33
  • 13. (1) Dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan dan/atau dengan denda setinggi-tingginya sepuluh ribu rupiah: (2) Pemegang kuasa pertambangan yang tidak memenuhi atau tidak melaksanakan syaratsyarat yang berlaku menurut Undang-undang ini dan/atau Undang-undang termaksud dalam pasal 13 atau Peraturan Pemerintah dan/atau Surat Keputusan Menteri yang diberikan berdasarkan Undang-undang ini dan/atau Undang-undang termaksud dalam pasal 13. Pemegang kuasa pertambangan yang tidak melakukan perintah-perintah dan/atau petunjuk-petunjuk yang berwajib berdasarkan Undang-undang ini. (3) Pasal 34 (1) Jikalau pemegang kuasa pertambangan atau wakilnya adalah suatu perseroan, maka hukuman termaksud pasal 31, 32 dan 33 dijatuhkan kepada para anggota pengurus. (2) Tindak pidana yang dimaksud dalam pasal 31 ayat (1) adalah kejahatan dan perbuatanperbuatan lainnya adalah pelanggaran. BAB XII KETENTUAN PERALIHAN DAN PENUTUP Pasal 35 (1) Semua hak pertambangan dan kuasa pertambangan perusahaan Negara, perusahaan swasta, badan lain atau perseorangan yang diperoleh berdasarkan peraturan yang ada sebelum saat berlakunya Undang-undang ini, tetap dapat dijalankan sampai sejauh masa berlakunya, kecuali ada penetapan lain menurut Peraturan Pemerintah yang dikeluarkan berdasarkan kepada Undang-undang ini. (2) Sebelum penetapan menurut Peraturan Pemerintah yang dimaksud dalam ayat (1) di atas dikeluarkan, pemegang-pemegang hak dan kuasa pertambangan tersebut harus menyesuaikan diri dengan ketentuan-ketentuan yang ada dalam Undang-undang ini. Pasal 36
  • 14. (1) Semua peraturan perundang-undangan yang mengatur hal-hal yang berhubungan dengan cara pengusahaan pertambangan oleh perusahaan negara, perusahaan swasta, badan lain atau perseorangan yang tersebut dalam pasal 35 ayat (1) di atas serta peraturan perundang-undangan lainnya yang masih berlaku pada saat mulai berlakunya Undangundang ini tetap berlaku selama belum ada ketentuan-ketentuan pengganti berdasarkan Undang-undang ini. (2) Semua peraturan perundang-undangan yang bersumber kepada undang-undang No.37 Prp tahun 1960 yang masih berlaku pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, tetap berlaku sepanjang tidak dicabut, diubah atau ditambah berdasarkan Undang-undang ini. Pasal 37 Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan dan disebut Undang-undang Pokok Pertambangan. Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran-Negara Republik Indonesia. Disahkan Di Jakarta, Pada Tanggal 2 Desember 1967 PD. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Ttd. SOEHARTO Jenderal TNI Diundangkan Di Jakarta, Pada Tanggal 2 Desember 1967 SEKRETARIS KABINET AMPERA, Ttd. SUDHARMONO S.H. Brig. Jen. TNI
  • 15. PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1967 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAMBANGAN A. PENJELASAN UMUM Bahwa pada mulanya Undang-undang Pertambangan yang berlaku pada waktu Kemerdekaan Indonesia diproklamirkan adalah Indonesische Mijnwet tahun 1907. Dalam perkembangan politik Nasional hal tersebut tidaklah dapat selaras lagi dengan cita-cita dasar Negara Republik Indonesia serta kepentingan Nasional pada umumnya, khususnya di bidang pertambangan. Dalam hubungan ini pada tanggal 2 Agustus 1951 telah diterima oleh Parlemen mosi yang menghendaki agar dibentuk sebuah Panitia Negara untuk Urusan Pertambangan antara lain untuk merencanakan suatu Undang-undang tentang Pertambangan sebagai pengganti Indonesische Mijnwet. Maka kemudian pada tanggal 14 Oktober 1960 Indonesische Mijnwet tersebut telah dicabut dan diganti dengan Undang-undang Pertambangan yang baru yaitu Undang-undang No. 37 Prp tahun 1960. Undang-undang Pertambangan yang baru tersebut pada waktu itu sekedarnya sudah dapat memenuhi tuntutan dan kepentingan Nasional di bidang Pertambangan. Akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya, dirasakan bahwa Undang-undang No. 37 Prp tahun 1960 itu kemudian tidak lagi dapat memenuhi tuntutan masyarakat yang ingin berusaha dalam bidang pertambangan. Masyarakat menghendaki agar kepada pihak swasta lebih diberikan kesempatan melakukan penambangan, sedangkan tugas Pemerintah ditekankan kepada usaha pengaturan, bimbingan dan pengawasan pertambangan. Hal itu ditambah lagi dengan perkembangan politik dan pembaharuan kebijaksanaan landasan ekonomi, keuangan dan pembangunan antara lain sebagaimana ditetapkan dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No. XXIII/MPRS/1966; Maka dipandang perlu untuk lebih dipercepat penggantian Undang-undang Pokok Pertambangan yang baru. Pokok-pokok persoalan. Undang-undang tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan yang baru ini harus selaras dengan cita-cita dasar Negara Republik Indonesia dan dengan perkembangan kepentingan Nasional dalam pertambangan, yang secara mendalam harus ditinjau baik dari sudut politik dan ekonomis, maupun dari sudut sosial dan strategis.
  • 16. Pokok-pokok persoalan tersebut adalah mengenai: a. penguasaan bahan-bahan galian yang berada di dalam, di bawah dan di atas wilayah hukum pertambangan Indonesia; b. pembagian bahan-bahan galian dalam beberapa golongan, yang didasarkan atas pentingnya bahan galian itu; sifat dari perusahaan pertambangan, yang pada dasarnya harus dapat diusahakan oleh semua pihak yang berminat dan sanggup dengan tetap memperhatikan segi keamanan Negara dan tetap berdasarkan azas-azas kekeluargaan; c. d. e. f. peranan Pemerintah Daerah lebih diperkuat; pengertian kuasa pertambangan tetap dipertahankan; adanya peraturan peralihan untuk mencegah kekosongan (vacuum) dalam menghadapi pelaksanaan Undang-undang ini. Penjelasan pokok persoalan: 1. Mengenai semua bahan galian yang terkandung di dalam bumi dan wilayah hukum pertambangan Indonesia dinyatakan, bahwa bahan-bahan galian tersebut adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa dan dikuasai oleh Negara. Pernyataan ini adalah dasar, yang diletakkan dalam Undang- undang Pertambangan ini, sehingga dengan pernyataan ini Negara menguasai semua bahan-bahan galian dengan sepenuh- penuhnya untuk kepentingan Negara serta kemakmuran rakyat, karena bahanbahan galian tersebut adalah merupakan kekayaan Nasional. Dengan pengertian baru yang disebut dataran Continental (Continental-Shelf), maka wilayah hukum pertambangan meliputi juga daerah di luar batas-batas perairan Indonesia. Pengertian perairan Indonesia inipun adalah pengertian sesudah disesuaikan dengan Undang-undang No. 4 Prp tahun 1960, tentang Perairan Indonesia (Lembaran-Negara tahun 1960 No. 22, Tambahan Lembaran-Negara No. 1942). 2. Pembagian (gradasi) bahan-bahan galian dalam golongan strategis, golongan vital dan golongan yang tidak termasuk dalam golongan strategis dan vital didasarkan atas sifat masing-masing bahan galian sendiri, diperlengkapi menurut pendapat-pendapat baru mengenai hal ini misalnya bahan-bahan galian yang radio aktif dan bahan galian lain yang strategis bagi pertahanan dan pembangunan Negara. Karena tetap dirasakan perlu adanya Undang-undang tersendiri bagi bahan-bahan galian strategis seperti minyak bumi, aspal, lilin bumi dan sejenisnya serta semua jenis gas mudah terbakar, dan bahan galian yang radio aktif oleh karena sifatnya yang sangat khusus, maka Undang-undang tersendiri mengenai bahan-bahan galian tersebut yang telah dibuat atas dasar Undang-undang No. 37 Prp tahun 1960 itu tetap dipertahankan dengan penyesuaian pada prinsip-prinsip pokok dalam Undang-undang ini. Undang-undang Pertambahan ini dianggap sebagai peraturan pokok. Dalam pembuatan peraturan lanjutan atau meneruskan berlakunya sesuatu peraturan lanjutan itu, dasardasar termaksud dalam Undang-undang Pertambangan ini harus diperhatikan.
  • 17. 3. Dalam memanfaatkan kekayaan alam dapat diambil cara-cara penguasaannya seperti berikut: a. Dikerjakan langsung oleh suatu Instansi Pemerintah, penguasaan oleh Instansi Pemerintah itu terutama ditujukan untuk penyelidikan umum dan eksplorasi sebagai usaha inventarisasi kekayaan alam Indonesia dan tidak dalam arti pengusahaan untuk mencari keuntungan, karena usaha pertambangan untuk mencari keuntungan tersebut seyogianya diserahkan kepada Perusahaan-perusahaan Tambang Negara atau Swasta. Begitupun bahan radio aktif perlu diusahakan oleh Instansi Pemerintah dan dalam hal ini adalah Badan Tenaga Atom Nasional; b. diusahakan oleh Perusahaan Negara; diusahakan dengan perusahaan atas dasar modal bersama oleh pihak Negara dengan Daerah; c. d. e. f. 4. 5. 6. diusahakan oleh Perusahaan Daerah; diusahakan oleh perusahaan yang modalnya adalah modal campuran oleh Negara dan pihak Swasta, boleh pula modal campuran dengan perseorangan, asal berkewarganegaraan Indonesia dan boleh pula dengan badan swasta yang pengurusnya seluruhnya adalah warga negara Indonesia; diusahakan oleh pihak Swasta boleh oleh perseorangan asal berkewarganegaraan Indonesia, atau boleh oleh badan Swasta yang seluruhnya berkewarganegaraan Indonesia, terutama yang mempunyai bentuk koperasi. Pemerintah Daerah lebih diperkuat kedudukannya, terutama dalam pengaturan bahan galian golongan c serta pembagian atas keuntungan perusahaan pertambangan yang berusaha dalam sesuatu Daerah. Sungguhpun demikian agar jangan terjadi perlapisanperlapisan daerah tempat melakukan usaha pertambangan perlu kerja sama yang erat dengan pihak Pemerintah Pusat. Pengertian konsesi atas dasar Indonesiche Mijnwet memberikan hak yang terlalu kuat bagi pemegang konsesi itu. Pengertian yang sedemikian itu tidak dapat dipertahankan lagi dan oleh Undang-undang No. 37 Prp tahun 1960 pengertian itu telah dihapus dan ditukar dengan kuasa pertambangan. Pengertian kuasa pertambangan masih tetap dapat dipertahankan dalam Undang-undang ini. Untuk mencegah kekosongan dalam menghadapi pelaksanaan dari Undang-undang ini masih diperlukan ketentuan Peralihan menjelang dibuatnya peraturan lanjutan. Lagi pula beberapa peraturan pelaksanaan dalam bentuk Peraturan Pemerintah yang diharapkan dikeluarkan sesudah Undang-undang No. 37 Prp tahun 1960 diundangkan, ternyata sampai sekarang belum dikeluarkan dengan lengkap, baru beberapa Keputusan Menteri dan suatu Peraturan Pemerintah tentang Penggolongan Bahan Galian yang sudah dikeluarkan. Sehingga dengan mulai berlakunya Undang-undang ini mengingat belum lengkapnya peraturan-peraturan pelaksanaan, maka "Mijn Ordonnantie" dan beberapa verordeningen selama tidak bertentangan dengan Undang-undang ini dan selama belum diganti dengan peraturan-peraturan pelaksanaan baru, masih tetap berlaku di samping peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan berdasarkan Undang-undang No. 37 Prp tahun 1960 itu. Dengan dikeluarkannya Undang-undang Pertambangan ini, Undang-undang No. 37 Prp tahun 1960 dan penjelasannya telah dicabut. Namun demikian hak-hak pertambangan serta kuasa pertambangan yang telah ada (yang berdasarkan Undang-undang No. 37 Prp tahun 1960) yang masih berlaku, akan tetap berlaku, dengan ketentuan bahwa para pemegang kuasa pertambangan tersebut dalam waktu yang sesingkat-singkatnya harus
  • 18. menyesuaikan diri dengan cara memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam Undangundang tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan ini. B. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Sebagai telah tersebut dalam penjelasan umum, maka dengan pasal ini dinyatakan dengan tegas bahwa semua bahan galian yang terdapat di Indonesia yang masih merupakan letakan-letakan atau timbunan-timbunan alam sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah kekayaan Nasional dan dikuasai oleh Negara. Pasal 2 Mengenai yang tersebut dalam huruf K, dicatat di sini bahwa dataran Continental yang diartikan oleh dunia Internasional ialah semua daerah di bawah permukaan air dari pantai ke arah laut, di mana dalamnya air masih memungkinkan penyelidikan dan pengambilan hasil sumber-sumber kekayaan alam dari dasar laut dan tanah di bawahnya. Pasal 3 Pembagian dalam tiga golongan bahan galian didasarkan pada pentingnya bahan galian yang bersangkutan bagi Negara. Bahan galian strategis dalam arti kata "strategis" untuk pertahanan/keamanan Negara ataupun strategis untuk menjamin perekonomian Negara. Bahan galian vital dalam arti dapat menjamin hajat hidup orang banyak. Sedang yang tidak dianggap langsung mempengaruhi hajat hidup orang banyak, baik karena sifatnya maupun karena kecilnya jumlah letakkan (leposit) bahan galian itu digolongkan ke dalam golongan ketiga. Berhubung dengan kemungkinan-kemungkinan dalam perkembangan teknis dan pandangan ekonomis, yang dapat mengubah nilai pentingnya suatu bahan galian dianggap lebih bijaksana penggolongan itu diatur dengan Peraturan Pemerintah dengan mengadakan konsultasi kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat c.q. Komisi yang bersangkutan dari Dewan Perwakilan Rakyat. Pasal 4 Cukup jelas.
  • 19. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 dan 9 Dengan pasal 6 dan pasal 9 ini ditegaskan pengusahaan masing-masing bahan galian. Bahan galian golongan a hanya dapat diusahakan oleh Negara atau Negara bersama Daerah; golongan b boleh oleh pihak Swasta atau dalam bentuk perusahaan yang modalnya adalah modal bersama, golongan c dan bahan-bahan galian yang tidak disebut dalam Peraturan Pemerintah Pelaksana Undang-undang ini diserahkan pengaturannya kepada Pemerintah Daerah Tingkat I. Usaha yang dilakukan oleh Negara dapat berbentuk: Pekerjaan kedinasan atau penugasan Negara kepada salah satu Instansi Pemerintah terutama Instansi Pemerintah ini akan diberi tugas dalam inventarisasi kekayaan alam Indonesia, penyelidikan geologic penyelidikan umum, eksplorasi dan pembukaan proyek baru. Perusahaan Negara. Usaha yang dilakukan oleh Daerah berbentuk Perusahaan Daerah, yaitu semacam Perusahaan yang dibentuk dan diadakan oleh Pemerintah Daerah, baik Daerah Tingkat I atau Tingkat II. Dalam pada itu, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dapat pula mendirikan suatu Perusahaan dengan modal bersama. Pasal 7 dan 8 Pokok pikiran ialah bahwa bahan galian golongan a hanya boleh diusahakan oleh Negara. Tetapi ada kalanya harus dilakukan penyimpangan untuk memperbolehkan pengusahaannya oleh pihak Swasta atau Rakyat setempat atas kepentingan perekonomian Negara atau perkembangan pertambangan dikalangan rakyat banyak. Tetapi bahan galian strategis yang menyangkut dengan keamanan Negara, tetap hanya akan diusahakan Negara dan tidak dapat dialihkan kepada Swasta atau pertambangan Rakyat. Pasal 10 Pasal ini menjadi dasar untuk kontrak karya baik dengan pihak modal dalam Negeri maupun dengan modal Asing. Konsultasi termaksud dilakukan dengan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat c.q. Komisi yang bersangkutan. Penentuan penempatan Kontrak Karya dan pelaksanaannya diatur dengan cara yang paling menguntungkan bagi Negara dan masyarakat.
  • 20. Pasal 11 Rakyat setempat berdasarkan hukum adat dan untuk penghidupan mereka sendiri sehari-hari telah melakukan usaha-usaha pertambangan menurut cara-cara mereka sendiri. Hal ini harus dilindungi dan dibimbing. Pasal 12 Ketentuan dalam pasal ini bermaksud untuk menjamin kepentingan masyarakat seluruhnya. Pendapat dari Dewan Pertambangan diperlukan dalam pemberian kuasa pertambangan eksploitasi karena jangka waktunya yang panjang (± 30 tahun), sedangkan untuk kuasa pertambangan bagi usaha pertambangan lainnya karena jangka waktunya relatif pendek dan terbatas, maka tidak perlu dimintakan pendapat Dewan tersebut. Dalam pelaksanaannya akan diberikan pengutamaan kepada Badan Hukum Koperasi. Pasal 13 Pada saat ini yang sudah dilaksanakan ialah pengaturan tentang minyak dan gas bumi serta sejenisnya dan bahan radioaktif. Untuk itu sudah diundangkan Undang-undangnya dalam bentuk Undang-undang sebagai pelanjutan dari Undang-undang Pokok Pertambangan ini. Pasal 14 Cukup jelas. Pasal 15 Untuk pengertian hak-hak pertambangan yang telah kita kenal selama ini, tetap dipergunakan istilah kuasa pertambangan. Perbedaan yang pokok antara pengertian konsesi lama dengan kuasa pertambangan ialah bahwa yang diberikan dengan kuasa pertambangan hanyalah kekuasaan untuk melaksanakan usaha pertambangan dan tidak memberikan hak pemilikan pertambangan kepada si pemegang kuasa pertambangan. Dalam keputusan Menteri yang memberikan kuasa pertambangan dijelaskan sampai ke mana jauhnya pemberian kuasa pertambangan tadi serta usaha pertambangan apa yang diliputi oleh kuasa pertambangan itu.
  • 21. Dalam rangka mendorong anggota masyarakat untuk melaporkan kepada Pemerintah setiap penemuan pribadinya atas sesuatu bahan galian, maka haruslah dapat diberikan jaminan sedemikian rupa sehingga penemu dapat memperoleh keuntungan materiil atas hasil penemuannya itu. Dalam peraturan selanjutnya hendaklah ditegaskan, bahwa apabila hasil sampingan (yang penggaliannya tidak dapat dipisahkan dari penggalian bahan galian pokok) menyangkut segi kepentingan keamanan Negara harus dinyatakan tidak termasuk dalam kuasa pertambangan termaksud. Pengolahan dan pemurnian sejauh mungkin harus diusahakan untuk dilakukan di dalam Negeri. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 Ditetapkan syarat harus membuktikan kesanggupan dan kemampuan terhadap pengusahaan pertambangan dimaksudkan untuk menghindari terhentinya pekerjaan usaha pertambangan di tengah jalan, sehingga mendatangkan kelambatan dalam pembangunan di bidang pertambangan. Di samping itu ketentuan tersebut diperlukan untuk mencegah penyalahgunaan kuasa pertambangan tersebut. Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21
  • 22. Cukup jelas. Pasal 22 Cukup jelas. Pasal 23 Cukup jelas. Pasal 24 Apabila kuasa pertambangan berakhir, ada kemungkinan,bahwa pada bagian-bagian tertentu dari wilayah kuasa pertambangan yang dikerjakan terdapat bahan-bahan galiannya. Sebab itu maka apabila suatu kuasa pertambangan berakhir harus dijaga agar tempat itu tidak rusak sedemikian rupa sehingga tidak memungkinkan lagi dilakukan usaha penambangannya. Untuk itu diperlukan ketentuan penjagaan dari kemungkinan kerusakan tersebut di samping kesempatan bagi bekas pemegang kuasa pertambangan itu untuk mengambil hak miliknya yang berada pada tempat itu. Pasal 26 dan 27 Dalam pasal-pasal ini ditegaskan kewajiban pemegang kuasa pertambangan untuk mengganti kerugian kepada mereka yang berhak atas tanah sebagai perimbangan dan sekaligus ditegaskan pula kewajiban mereka yang berhak atas tanah untuk memperbolehkan pekerjaan pemegang kuasa pertambahan atas tanah yang bersangkutan. Pasal 28 Dengan ditentukan penentuan lebih lanjut tentang pungutan Negara ini oleh Peraturan Pemerintah maka akan lebih mudah dan lebih cepat dapat diatur apabila diperlukan suatu perubahan dalam pungutan Negara itu. Pasal 29 Cukup jelas.
  • 23. Pasal 30 Di sini ditegaskan kewajiban pengusaha pertambangan dalam memelihara wilayah pertambangannya sehingga agar tidak menjadi sumber penyakit bagi rakyat sekitarnya bila usaha pertambangan telah selesai dan wilayah kerja pertambangan telah ditinggalkan. Pasal 31 Cukup jelas. Pasal 32 Cukup jelas. Pasal 33 Ketentuan ini diperlukan agar pelanggaran terhadap keputusan Menteri dapat dihukum, karena keputusan Menteri yang terpisah sendiri tidak dapat memuat ancaman hukuman. Pasal 34 Cukup jelas. Pasal 35 Maksud Undang-undang ini ialah untuk merubah seluruh peraturan pertambangan dari masa penjajahan dan dari suatu zaman di mana di Indonesia pernah berkembang alam pikiran-pikiran pada para penguasa bahwa semua pertambangan harus dilakukan oleh Pemerintah, alam pikiran mana tidak sesuai dengan kepentingan Nasional. Selanjutnya untuk jangka waktu tertentu perlu diadakan suatu masa peralihan untuk penyesuaian. Pasal 36 Cukup jelas.