SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  10
Télécharger pour lire hors ligne
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 6 TAHUN 1963
TENTANG
TENAGA KESEHATAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang:
Perlu ditetapkan Undang-undang tentang Tenaga Kesehatan;

Mengingat:
a.

Pasal 5 ayat 1 dan pasal 20 ayat 1 Undang-undang Dasar;

b.

Pasal 10 Undang-undang tentang Pokok-pokok Kesehatan (Undang-undang tahun 1960 No. 9;
Lembaran-Negara tahun 1960 No. 131);

c.

Undang-undang tentang Wajib Kerja Sarjana (Undang-undang tahun 1961 No. 8; LembaranNegara tahun 1961 No. 207);

d.

Undang-undang tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kepegawaian (Undang-undang tahun 1961
No. 18; Lembaran-Negara tahun 1961 No. 263);

e.

Undang-undang tentang Perguruan Tinggi (Undang-undang tahun 1961 No. 22; Lembaran-Negara
tahun 1961 No. 302);

f.

Undang-undang tentang Wajib Militer (Undang-undang tahun 1958 No. 66; Lembaran-Negara
tahun 1958 No. 117);

Dengan Persetujuan:
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GOTONG ROYONG

MEMUTUSKAN:

I.

Membatalkan:
1.

Ketentuan-ketentuan dalam Het Reglement op den Dienst der Folksgezondheid mengenai
Tenaga Kesehatan;
2.

Undang-undang tentang pembagian tenaga dokter, dokter gigi dan bidan secara rasionil
(Undang-undang tahun 1951 No. 9);

3.

Undang-undang tentang mengatur tenaga dokter partikelir dalam keadaan genting (Undangundang tahun 1951 No. 10);

II.

Menetapkan:
Undang-undang tentang Tenaga Kesehatan.

BAB I
MAKSUD DAN TUJUAN

Pasal 1
Maksud dan tujuan undang-undang ini ialah untuk menetapkan ketentuan-ketentuan dasar mengenai
Tenaga Kesehatan.

BAB II
KETENTUAN UMUM

Pasal 2
Yang dimaksud dengan Tenaga Kesehatan dalam undang-undang ini, ialah:
I.

Tenaga Kesehatan sarjana, yaitu:
a.
b.

dokter-gigi;

c.

apoteker;

d.
II.

dokter;

sarjana-sarjana lain dalam bidang kesehatan;

Tenaga Kesehatan sarjana-muda, menengah dan rendah:
a.
b.

III.

dibidang farmasi : asisten-apoteker dan sebagainya;
dibidang kebidanan: bidan dan sebagainya;

c.

dibidang perawatan: perawat, physio-terapis dan sebagainya;

a.

dibidang kesehatan masyarakat : penilik kesehatan, nutrisionis dan lain-lain;

b.

dibidang-bidang kesehatan lain.
BAB III
SYARAT UNTUK MELAKUKAN PEKERJAAN DOKTER/ DOKTER-GIGI/APOTEKER

Pasal 3
Syarat untuk melakukan pekerjaan sebagai dokter/dokter-gigi ialah:
a.

Yang bersangkutan memiliki ijazah dokter/dokter-gigi menurut peraturan yang berlaku;

b.

Yang bersangkutan memiliki ijazah dokter/dokter-gigi diluar negeri yang sederajat dengan
Universitas Negara menurut peraturan yang berlaku.

Pasal 4
Syarat untuk melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai apoteker:
a.

Yang bersangkutan memiliki ijazah apoteker menurut peraturan yang berlaku;

b.

Yang bersangkutan telah melakukan pekerjaan kefarmasian/ sebagai apoteker menurut undangundang yang berlaku;

c.

Yang bersangkutan memiliki ijazah apoteker diluar negeri, yang menurut peraturan yang berlaku
dinyatakan sederajat dengan ijazah apoteker di Indonesia.

BAB IV
IZIN UNTUK MELAKUKAN PEKERJAAN DOKTER/DOKTER-GIGI/APOTEKER

Pasal 5
Untuk melakukan pekerjaan, baik pada Pemerintah, pada badan-badan Swasta maupun secara Swasta
perseorangan, tenaga kesehatan yang dimaksud dalam pasal 3 dan pasal 4 harus memperoleh izin
Menteri.

Pasal 6
(1)

Pada izin yang dimaksud dalam pasal ditetapkan (tempat), jangka waktu dan syarat-syarat lain,
sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam pasal 10 ayat (2), (3) dan (4) Undang- undang tentang
Pokok-pokok Kesehatan.

(2)

Hal-hal mengenai daerah (tempat), jangka waktu dan syarat-syarat lain yang dimaksud dalam ayat
(1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB V
TUGAS PEKERJAAN TENAGA KESEHATAN SARJANA-MUDA, MENENGAH DAN RENDAH

Pasal 7
(1)

Tugas pekerjaan tenaga kesehatan sarjana-muda, menengah dan rendah ditetapkan berdasarkan
pendidikan dan pengalamannya.

(2)

Pendidikan yang dimaksudkan dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah atau Peraturan
Menteri Kesehatan.

Pasal 8
(1)

Tenaga kesehatan sarjana-muda, menengah dan rendah melakukan pekerjaannya dibawah
pengawasan dokter/dokter-gigi/ apoteker/sarjana lain yang dimaksud pasal 2 nomor 1.

(2)

Kepada tenaga kesehatan tertentu dapat diberikan wewenang terbatas untuk menjalankan
pekerjaan tanpa pengawasan langsung sebagaimana dimaksud dalam ayat ( 1).

(3)

Ketentuan-ketentuan dalam pasal 5 dan 6 berlaku juga untuk melakukan pekerjaan tenaga
kesehatan yang dimaksud dalam ayat (2).

BAB VI
TENAGA PENGOBATAN BERDASARKAN ILMU DAN/ATAU CARA LAIN DARI PADA ILMU
KEDOKTERAN

Pasal 9
(1)

Menteri Kesehatan memberi bimbingan dan pengawasan kepada mereka yang melakukan usahausaha pengobatan berdasarkan ilmu dan atau cara lain dari pada ilmu kedokteran.

(2)

Bimbingan dan pengawasan yang dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturanperaturan pelaksanaan.

BAB VII
BIMBINGAN PEMERINTAH
Pasal 10
Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang tentang Pokok -pokok Kesehatan
(Undang-undang tahun 1960 No. 9; Lembaran-Negara tahun 1960 No. 131), Menteri Kesehatan
mengatur, membimbing dan mengawasi tenaga kesehatan dalam melakukan tugas pekerjaannya, baik
yang dijalankan sebagai perseorangan maupun yang merupakan aktivitas-aktivitas secara kolektip.

BAB VIII
TINDAKAN-TINDAKAN ADMINISTRATIP

Pasal 11
(1)

Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan didalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan
Peraturan-peraturan perundang-undangan lain, maka terhadap tenaga kesehatan dapat dilakukan
tindakan-tindakan administratip dalam hal sebagai berikut :
a.

melalaikan kewajiban;

b.

melakukan sesuatu hal yang seharusnya tidak boleh diperbuat oleh seorang tenaga
kesehatan, baik mengingat sumpah jabatannya maupun mengingat sumpah sebagai tenaga
kesehatan;

c.
d.
(2)

mengabaikan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh tenaga kesehatan,
melanggar sesuatu ketentuan menurut atau berdasarkan undang-undang ini.

Tindakan-tindakan yang dimaksud dalam pasal 11 ayat (1)dapat diambil oleh Pejabat Kesehatan
Tertinggi di Daerah tingkat I dan/atau Menteri Kesehatan, setelah diadakan pemeriksaan yang
teliti.

Pasal 12
(1)

Jika tindakan-tindakan dalam pasal 11 ayat (1) yang diambil oleh Pejabat Kesehatan Tertinggi di
Daerah Tingkat I tidak diterima oleh tenaga kesehatan yang bersangkutan, maka ia dapat
memajukan perkaranya kepada Menteri Kesehatan.

(2)

Menteri Kesehatan mengambil tindakan-tindakan yang dimaksud dalam pasal 11 ayat (1) atau
dalam hal yang dimaksud dalam pasal ini ayat (1), setelah mendengar pertimbangan Dewan
Pelindung Susila Kedokteran dan bilamana perlu badan-badan- lain.

BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 13
Hal-hal yang tidak, belum atau belum cukup diatur dengan Undang-undang ini, diatur dengan Peraturan
Pemerintah atau Peraturan Menteri Kesehatan.

Pasal 14
Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan.
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Undang-undang ini
dengan penempatan dalam Lembaran-Negara Republik Indonesia.

Disahkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 12 Juli 1963
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
SUKARNO

Diundangkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 22 Juli 1963
SEKRETARIS NEGARA,
Ttd.
MOHD. ICHSAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1966 NOMOR 79
PENJELASAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 6 TAHUN 1963
TENTANG
TENAGA KESEHATAN

PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Undang-undang ini menetapkan ketentuan-ketentuan yang bersifat khas (spesifik) mengenai petugaspetugas kesehatan, maka dari itu Undang-undang ini dapat berlaku disamping Undang-undang lain
seperti Undang-undang Pokok Kepegawaian perihal Pegawai Negeri, Undang-undang Wajib kerja
Sarjana mengenai para Sarjana. Undang-undang Wajib Militer mengenai Warga Negara yang harus
melakukan dinas Wajib Militer.

Pasal 2
Tenaga Kesehatan Sarjana, termasuk golongan Sarjana pada umumnya pendidikannya diselenggarakan
oleh Departemen Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan.
Tenaga Kesehatan lainnya yang bertingkat Sarjana Muda, Menengah dan Rendah (non-akademikus)
pendidikannya diselenggarakan oleh Departemen Kesehatan sesuai dengan kebutuhan masyarakat
dalam bidang Kesehatan.
Yang dimaksud dengan Sarjana Muda adalah tingkatan semi-akademis.

Pasal 3
Ijazah-ijazah dokter, dokter-gigi, apoteker dan Sarjana-sarjana lain ini diatur dalam rangka pelaksanaan
Undang-undang Perguruan Tinggi, yang juga akan mengatur soal-soal gelar, sebutan, wewenang dan
sebagainya secara keseluruhan.

Pasal 4
Yang dimaksud pada sub b ialah : assisten-apoteker yang mendapat izin memimpin sebuah "Apotik
Darurat" menurut Undang-undang No. 18 tahun 1959.

Pasal 5
Dengan "melakukan
dokter/dokter-gigi".

pekerjaan secara swasta perseorangan" dimaksud

:

"praktek partikulir
Dengan pasal ini Menteri Kesehatan dapat mengetahui keadaan seluruh tenaga dokter/doktergigi/apoteker dimanapun juga mereka bekerja.

Pasal 6
(1)

Menteri Kesehatan memberikan izin dengan memperhatikan kepentingan rakyat dan Negara
(umpamanya distribusi Tenaga Kesehatan secara merata diseluruh wilayah Negara), penetapan
jangka waktu untuk melakukan pekerjaan dokter/dokter-gigi/apoteker disuatu daerah tidak
mengurangi daya laku wewenang ijazah sebagaimana ditetapkan (diakui) dalam pasal 3 dan 4.
Menteri Kesehatan menetapkan syarat-syarat lain dengan memperhatikan fungsi sosial seorang
dokter/dokter-gigi/apoteker, keadaan fisik (umpamanya tidak buta-tuli, tidak buta-warna) dan
sebagainya.

(2)

Dalam melaksanakan ketentuan dalam ayat (1), Menteri Kesehatan memperhatikan segala sesuatu
mengenai daerah (tempat), jangka waktu syarat-syarat lain yang ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.

Pasal 7
(1)

Sebagai contoh tugas pekerjaan tenaga kesehatan dimaksud dalam pasal ini adalah sebagai
berikut:
a.

b.

Tugas pekerjaan Tenaga Kesehatan perawat pada pokoknya adalah merawat penderita sakit
dan membantu dokter dalam hal mengobatinya;

c.

(2)

Tugas pekerjaan Tenaga Bidan yang berdasarkan pendidikannya, adalah terutama memberi
pertolongan pada persalinan normal;

Tugas pekerjaan asisten-apoteker adalah melakukan kefarmasian
berdasarkan pendidikannya dan membantu pekerjaan apoteker.

yang

terbatas

Sebutan dari pada Tenaga-tenaga Kesehatan itu diatur dengan Peraturan Pemerintah atau
Peraturan Menteri.

Pasal 8
(1)

Oleh sebab Tenaga Kesehatan bukan Sarjana melakukan pekerjaan dibawah pengawasan
atasan-atasan yang bersangkutan, maka pertanggungan-jawab medis dari pada pekerjaannya
terletak pada atasan-atasan tersebut.

(2)

Adalah suatu kenyataan, bahwa didaerah-daerah dimana tidak ada seorang dokter, maka Tenaga
Kesehatan non-akademis tertentu melakukan pekerjaannya dengan memikul pertanggunganjawab sepenuhnya.
Agar kenyataan ini dapat dikuasai sebaik-baiknya, maka ditetapkan disini bahwa Tenaga
Kesehatan non-akademis tersebut perlu diberi wewenang yang terbatas.
(3)

Cukup jelas.

Pasal 9
Ketentuan dalam pasal ini bersandar pada pasal 14 ayat (4) Undang-undang Pokok Kesehatan yang
mengatakan, bahwa : "Usaha-usaha pengobatan berdasarkan ilmu dan/atau cara lain dari pada ilmu
kedokteran, diawasi oleh Pemerintah agar tidak membahayakan masyarakat".
Dengan demikian tenaga pengobatan secara "Timur" (dukun, dukun bayi dan sebagainya) dapat diatur
dan dimana mungkin diikut-sertakan didalam usaha memelihara dan mempertinggi derajat kesehatan
rakyat.
Dalam membimbing dan mengawasi cara pengobatan tersebut, Departemen Kesehatan bekerja-sama
dengan Departemen-departemen lain, diantaranya Departemen Agama.

Pasal 10
Perjalanan perkembangan masyarakat dan Negara kearah Masyarakat Sosialis dibimbing, dengan
adanya "pimpinan" disegala bidang (demokrasi terpimpin, ekonomi terpimpin dan seterusnya), maka
dalam rangka kenyataan ini dengan tegas diterangkan bahwa dalam melaksanakan tugas pekerjaan
Tenaga Kesehatan berada dibawah pimpinan Menteri Kesehatan.
Pemerintah memberi kesempatan agar Tenaga Kesehatan non-akademikus dapat mencapai tingkat yang
lebih tinggi dengan jalan pendidikan-pendidikan dari kursus-kursus tambahan.

Pasal 11
(1)

Cukup jelas.

(2)

Dalam melaksanakan pemeriksaan yang dimaksud dalam ayat ini, Pejabat Kesehatan Tertinggi
Daerah tingkat I memperhatikan pertimbangan Pemerintah Daerah Tingkat I.

Pasal 12
Dengan ketentuan ini seorang tenaga Kesehatan yang merasa diperlakukan tidak menurut norma-norma
keadilan dapat "naik banding keinstansi yang lebih tinggi". Dengan demikian kepentingan seorang
Tenaga Kesehatan mempunyai perlindungan hukum yang sewajarnya.

Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.

Mengetahui:
MENTERI/PEJABAT SEKRETARIS NEGARA.
Ttd.
A. W. SURJOADININGRAT (S.H.).

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2576

Contenu connexe

Plus de Ilham Mustafa

Stastistik (uu 7_thn_1960)_7
Stastistik (uu 7_thn_1960)_7Stastistik (uu 7_thn_1960)_7
Stastistik (uu 7_thn_1960)_7Ilham Mustafa
 
Pokokpokok perkoprasian (uu_12_thn_1967)_12
Pokokpokok perkoprasian (uu_12_thn_1967)_12Pokokpokok perkoprasian (uu_12_thn_1967)_12
Pokokpokok perkoprasian (uu_12_thn_1967)_12Ilham Mustafa
 
Pokokpokok perbankan (uu_14_thn_1967)_14
Pokokpokok perbankan (uu_14_thn_1967)_14Pokokpokok perbankan (uu_14_thn_1967)_14
Pokokpokok perbankan (uu_14_thn_1967)_14Ilham Mustafa
 
Pokokpokok kepegawaian (uu_8_thn_1974)_8
Pokokpokok kepegawaian (uu_8_thn_1974)_8Pokokpokok kepegawaian (uu_8_thn_1974)_8
Pokokpokok kepegawaian (uu_8_thn_1974)_8Ilham Mustafa
 
Perubahan pasal 18__nomor_62_tahun_1958_tentang_k_3
Perubahan pasal 18__nomor_62_tahun_1958_tentang_k_3Perubahan pasal 18__nomor_62_tahun_1958_tentang_k_3
Perubahan pasal 18__nomor_62_tahun_1958_tentang_k_3Ilham Mustafa
 
Perkoperasian (uu 14_thn_1965)_14
Perkoperasian (uu 14_thn_1965)_14Perkoperasian (uu 14_thn_1965)_14
Perkoperasian (uu 14_thn_1965)_14Ilham Mustafa
 
Peraturan dasar pokokpokok_agraria_(uu_5_thn_1960_5
Peraturan dasar pokokpokok_agraria_(uu_5_thn_1960_5Peraturan dasar pokokpokok_agraria_(uu_5_thn_1960_5
Peraturan dasar pokokpokok_agraria_(uu_5_thn_1960_5Ilham Mustafa
 
Perjanjian bagi hasil_(uu_2_thn_1960)_2
Perjanjian bagi hasil_(uu_2_thn_1960)_2Perjanjian bagi hasil_(uu_2_thn_1960)_2
Perjanjian bagi hasil_(uu_2_thn_1960)_2Ilham Mustafa
 
Pengadilan dalam lingkungan_peradilan_umum_mahkam_13
Pengadilan dalam lingkungan_peradilan_umum_mahkam_13Pengadilan dalam lingkungan_peradilan_umum_mahkam_13
Pengadilan dalam lingkungan_peradilan_umum_mahkam_13Ilham Mustafa
 
Penertiban perjudian (uu_7_thn_1974)_7
Penertiban perjudian (uu_7_thn_1974)_7Penertiban perjudian (uu_7_thn_1974)_7
Penertiban perjudian (uu_7_thn_1974)_7Ilham Mustafa
 
Penambahan nomor_11_tahun_1966,_tentang_ketentua_4
Penambahan  nomor_11_tahun_1966,_tentang_ketentua_4Penambahan  nomor_11_tahun_1966,_tentang_ketentua_4
Penambahan nomor_11_tahun_1966,_tentang_ketentua_4Ilham Mustafa
 
Narkotika (uu 9_thn_1976)_9
Narkotika (uu 9_thn_1976)_9Narkotika (uu 9_thn_1976)_9
Narkotika (uu 9_thn_1976)_9Ilham Mustafa
 
Larangan penarikan cek_kosong_(uu_17_thn_1964)_17
Larangan penarikan cek_kosong_(uu_17_thn_1964)_17Larangan penarikan cek_kosong_(uu_17_thn_1964)_17
Larangan penarikan cek_kosong_(uu_17_thn_1964)_17Ilham Mustafa
 
Lalu lintas angkutan_jalan_raya_(uu_3_thn_1965)_3
Lalu lintas angkutan_jalan_raya_(uu_3_thn_1965)_3Lalu lintas angkutan_jalan_raya_(uu_3_thn_1965)_3
Lalu lintas angkutan_jalan_raya_(uu_3_thn_1965)_3Ilham Mustafa
 
Ketentuanketentuan pokok peternakan_kesehatan_hew_6
Ketentuanketentuan pokok peternakan_kesehatan_hew_6Ketentuanketentuan pokok peternakan_kesehatan_hew_6
Ketentuanketentuan pokok peternakan_kesehatan_hew_6Ilham Mustafa
 
Ketentuanketentuan pokok pertambangan_(uu_11_thn_11
Ketentuanketentuan pokok pertambangan_(uu_11_thn_11Ketentuanketentuan pokok pertambangan_(uu_11_thn_11
Ketentuanketentuan pokok pertambangan_(uu_11_thn_11Ilham Mustafa
 
Ketentuanketentuan pokok kekuasaan_kehakiman_(uu_19
Ketentuanketentuan pokok kekuasaan_kehakiman_(uu_19Ketentuanketentuan pokok kekuasaan_kehakiman_(uu_19
Ketentuanketentuan pokok kekuasaan_kehakiman_(uu_19Ilham Mustafa
 
Badan pemeriksa keuangan_(uu_5_thn_1973)_5
Badan pemeriksa keuangan_(uu_5_thn_1973)_5Badan pemeriksa keuangan_(uu_5_thn_1973)_5
Badan pemeriksa keuangan_(uu_5_thn_1973)_5Ilham Mustafa
 
Atau penodaan agama_(uu_1_thn_1965)
Atau penodaan agama_(uu_1_thn_1965)Atau penodaan agama_(uu_1_thn_1965)
Atau penodaan agama_(uu_1_thn_1965)Ilham Mustafa
 

Plus de Ilham Mustafa (19)

Stastistik (uu 7_thn_1960)_7
Stastistik (uu 7_thn_1960)_7Stastistik (uu 7_thn_1960)_7
Stastistik (uu 7_thn_1960)_7
 
Pokokpokok perkoprasian (uu_12_thn_1967)_12
Pokokpokok perkoprasian (uu_12_thn_1967)_12Pokokpokok perkoprasian (uu_12_thn_1967)_12
Pokokpokok perkoprasian (uu_12_thn_1967)_12
 
Pokokpokok perbankan (uu_14_thn_1967)_14
Pokokpokok perbankan (uu_14_thn_1967)_14Pokokpokok perbankan (uu_14_thn_1967)_14
Pokokpokok perbankan (uu_14_thn_1967)_14
 
Pokokpokok kepegawaian (uu_8_thn_1974)_8
Pokokpokok kepegawaian (uu_8_thn_1974)_8Pokokpokok kepegawaian (uu_8_thn_1974)_8
Pokokpokok kepegawaian (uu_8_thn_1974)_8
 
Perubahan pasal 18__nomor_62_tahun_1958_tentang_k_3
Perubahan pasal 18__nomor_62_tahun_1958_tentang_k_3Perubahan pasal 18__nomor_62_tahun_1958_tentang_k_3
Perubahan pasal 18__nomor_62_tahun_1958_tentang_k_3
 
Perkoperasian (uu 14_thn_1965)_14
Perkoperasian (uu 14_thn_1965)_14Perkoperasian (uu 14_thn_1965)_14
Perkoperasian (uu 14_thn_1965)_14
 
Peraturan dasar pokokpokok_agraria_(uu_5_thn_1960_5
Peraturan dasar pokokpokok_agraria_(uu_5_thn_1960_5Peraturan dasar pokokpokok_agraria_(uu_5_thn_1960_5
Peraturan dasar pokokpokok_agraria_(uu_5_thn_1960_5
 
Perjanjian bagi hasil_(uu_2_thn_1960)_2
Perjanjian bagi hasil_(uu_2_thn_1960)_2Perjanjian bagi hasil_(uu_2_thn_1960)_2
Perjanjian bagi hasil_(uu_2_thn_1960)_2
 
Pengadilan dalam lingkungan_peradilan_umum_mahkam_13
Pengadilan dalam lingkungan_peradilan_umum_mahkam_13Pengadilan dalam lingkungan_peradilan_umum_mahkam_13
Pengadilan dalam lingkungan_peradilan_umum_mahkam_13
 
Penertiban perjudian (uu_7_thn_1974)_7
Penertiban perjudian (uu_7_thn_1974)_7Penertiban perjudian (uu_7_thn_1974)_7
Penertiban perjudian (uu_7_thn_1974)_7
 
Penambahan nomor_11_tahun_1966,_tentang_ketentua_4
Penambahan  nomor_11_tahun_1966,_tentang_ketentua_4Penambahan  nomor_11_tahun_1966,_tentang_ketentua_4
Penambahan nomor_11_tahun_1966,_tentang_ketentua_4
 
Narkotika (uu 9_thn_1976)_9
Narkotika (uu 9_thn_1976)_9Narkotika (uu 9_thn_1976)_9
Narkotika (uu 9_thn_1976)_9
 
Larangan penarikan cek_kosong_(uu_17_thn_1964)_17
Larangan penarikan cek_kosong_(uu_17_thn_1964)_17Larangan penarikan cek_kosong_(uu_17_thn_1964)_17
Larangan penarikan cek_kosong_(uu_17_thn_1964)_17
 
Lalu lintas angkutan_jalan_raya_(uu_3_thn_1965)_3
Lalu lintas angkutan_jalan_raya_(uu_3_thn_1965)_3Lalu lintas angkutan_jalan_raya_(uu_3_thn_1965)_3
Lalu lintas angkutan_jalan_raya_(uu_3_thn_1965)_3
 
Ketentuanketentuan pokok peternakan_kesehatan_hew_6
Ketentuanketentuan pokok peternakan_kesehatan_hew_6Ketentuanketentuan pokok peternakan_kesehatan_hew_6
Ketentuanketentuan pokok peternakan_kesehatan_hew_6
 
Ketentuanketentuan pokok pertambangan_(uu_11_thn_11
Ketentuanketentuan pokok pertambangan_(uu_11_thn_11Ketentuanketentuan pokok pertambangan_(uu_11_thn_11
Ketentuanketentuan pokok pertambangan_(uu_11_thn_11
 
Ketentuanketentuan pokok kekuasaan_kehakiman_(uu_19
Ketentuanketentuan pokok kekuasaan_kehakiman_(uu_19Ketentuanketentuan pokok kekuasaan_kehakiman_(uu_19
Ketentuanketentuan pokok kekuasaan_kehakiman_(uu_19
 
Badan pemeriksa keuangan_(uu_5_thn_1973)_5
Badan pemeriksa keuangan_(uu_5_thn_1973)_5Badan pemeriksa keuangan_(uu_5_thn_1973)_5
Badan pemeriksa keuangan_(uu_5_thn_1973)_5
 
Atau penodaan agama_(uu_1_thn_1965)
Atau penodaan agama_(uu_1_thn_1965)Atau penodaan agama_(uu_1_thn_1965)
Atau penodaan agama_(uu_1_thn_1965)
 

Dernier

MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAAndiCoc
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikaAtiAnggiSupriyati
 
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfMODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfNurulHikmah50658
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxadimulianta1
 
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxssuser50800a
 
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)MustahalMustahal
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdfsdn3jatiblora
 
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapDinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapsefrida3
 
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajatLatihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajatArfiGraphy
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxmawan5982
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxRizkyPratiwi19
 
contoh penulisan nomor skl pada surat kelulusan .pptx
contoh penulisan nomor skl pada surat kelulusan  .pptxcontoh penulisan nomor skl pada surat kelulusan  .pptx
contoh penulisan nomor skl pada surat kelulusan .pptxHR MUSLIM
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxIrfanAudah1
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxdpp11tya
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfCandraMegawati
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDmawan5982
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptArkhaRega1
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxssuser35630b
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASKurniawan Dirham
 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxazhari524
 

Dernier (20)

MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
 
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfMODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
 
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
 
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
 
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapDinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
 
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajatLatihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
 
contoh penulisan nomor skl pada surat kelulusan .pptx
contoh penulisan nomor skl pada surat kelulusan  .pptxcontoh penulisan nomor skl pada surat kelulusan  .pptx
contoh penulisan nomor skl pada surat kelulusan .pptx
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
 

Tenaga kesehatan (uu_6_thn_1963)

  • 1. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1963 TENTANG TENAGA KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: Perlu ditetapkan Undang-undang tentang Tenaga Kesehatan; Mengingat: a. Pasal 5 ayat 1 dan pasal 20 ayat 1 Undang-undang Dasar; b. Pasal 10 Undang-undang tentang Pokok-pokok Kesehatan (Undang-undang tahun 1960 No. 9; Lembaran-Negara tahun 1960 No. 131); c. Undang-undang tentang Wajib Kerja Sarjana (Undang-undang tahun 1961 No. 8; LembaranNegara tahun 1961 No. 207); d. Undang-undang tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kepegawaian (Undang-undang tahun 1961 No. 18; Lembaran-Negara tahun 1961 No. 263); e. Undang-undang tentang Perguruan Tinggi (Undang-undang tahun 1961 No. 22; Lembaran-Negara tahun 1961 No. 302); f. Undang-undang tentang Wajib Militer (Undang-undang tahun 1958 No. 66; Lembaran-Negara tahun 1958 No. 117); Dengan Persetujuan: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GOTONG ROYONG MEMUTUSKAN: I. Membatalkan: 1. Ketentuan-ketentuan dalam Het Reglement op den Dienst der Folksgezondheid mengenai Tenaga Kesehatan;
  • 2. 2. Undang-undang tentang pembagian tenaga dokter, dokter gigi dan bidan secara rasionil (Undang-undang tahun 1951 No. 9); 3. Undang-undang tentang mengatur tenaga dokter partikelir dalam keadaan genting (Undangundang tahun 1951 No. 10); II. Menetapkan: Undang-undang tentang Tenaga Kesehatan. BAB I MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 1 Maksud dan tujuan undang-undang ini ialah untuk menetapkan ketentuan-ketentuan dasar mengenai Tenaga Kesehatan. BAB II KETENTUAN UMUM Pasal 2 Yang dimaksud dengan Tenaga Kesehatan dalam undang-undang ini, ialah: I. Tenaga Kesehatan sarjana, yaitu: a. b. dokter-gigi; c. apoteker; d. II. dokter; sarjana-sarjana lain dalam bidang kesehatan; Tenaga Kesehatan sarjana-muda, menengah dan rendah: a. b. III. dibidang farmasi : asisten-apoteker dan sebagainya; dibidang kebidanan: bidan dan sebagainya; c. dibidang perawatan: perawat, physio-terapis dan sebagainya; a. dibidang kesehatan masyarakat : penilik kesehatan, nutrisionis dan lain-lain; b. dibidang-bidang kesehatan lain.
  • 3. BAB III SYARAT UNTUK MELAKUKAN PEKERJAAN DOKTER/ DOKTER-GIGI/APOTEKER Pasal 3 Syarat untuk melakukan pekerjaan sebagai dokter/dokter-gigi ialah: a. Yang bersangkutan memiliki ijazah dokter/dokter-gigi menurut peraturan yang berlaku; b. Yang bersangkutan memiliki ijazah dokter/dokter-gigi diluar negeri yang sederajat dengan Universitas Negara menurut peraturan yang berlaku. Pasal 4 Syarat untuk melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai apoteker: a. Yang bersangkutan memiliki ijazah apoteker menurut peraturan yang berlaku; b. Yang bersangkutan telah melakukan pekerjaan kefarmasian/ sebagai apoteker menurut undangundang yang berlaku; c. Yang bersangkutan memiliki ijazah apoteker diluar negeri, yang menurut peraturan yang berlaku dinyatakan sederajat dengan ijazah apoteker di Indonesia. BAB IV IZIN UNTUK MELAKUKAN PEKERJAAN DOKTER/DOKTER-GIGI/APOTEKER Pasal 5 Untuk melakukan pekerjaan, baik pada Pemerintah, pada badan-badan Swasta maupun secara Swasta perseorangan, tenaga kesehatan yang dimaksud dalam pasal 3 dan pasal 4 harus memperoleh izin Menteri. Pasal 6 (1) Pada izin yang dimaksud dalam pasal ditetapkan (tempat), jangka waktu dan syarat-syarat lain, sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam pasal 10 ayat (2), (3) dan (4) Undang- undang tentang Pokok-pokok Kesehatan. (2) Hal-hal mengenai daerah (tempat), jangka waktu dan syarat-syarat lain yang dimaksud dalam ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
  • 4. BAB V TUGAS PEKERJAAN TENAGA KESEHATAN SARJANA-MUDA, MENENGAH DAN RENDAH Pasal 7 (1) Tugas pekerjaan tenaga kesehatan sarjana-muda, menengah dan rendah ditetapkan berdasarkan pendidikan dan pengalamannya. (2) Pendidikan yang dimaksudkan dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah atau Peraturan Menteri Kesehatan. Pasal 8 (1) Tenaga kesehatan sarjana-muda, menengah dan rendah melakukan pekerjaannya dibawah pengawasan dokter/dokter-gigi/ apoteker/sarjana lain yang dimaksud pasal 2 nomor 1. (2) Kepada tenaga kesehatan tertentu dapat diberikan wewenang terbatas untuk menjalankan pekerjaan tanpa pengawasan langsung sebagaimana dimaksud dalam ayat ( 1). (3) Ketentuan-ketentuan dalam pasal 5 dan 6 berlaku juga untuk melakukan pekerjaan tenaga kesehatan yang dimaksud dalam ayat (2). BAB VI TENAGA PENGOBATAN BERDASARKAN ILMU DAN/ATAU CARA LAIN DARI PADA ILMU KEDOKTERAN Pasal 9 (1) Menteri Kesehatan memberi bimbingan dan pengawasan kepada mereka yang melakukan usahausaha pengobatan berdasarkan ilmu dan atau cara lain dari pada ilmu kedokteran. (2) Bimbingan dan pengawasan yang dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturanperaturan pelaksanaan. BAB VII BIMBINGAN PEMERINTAH
  • 5. Pasal 10 Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang tentang Pokok -pokok Kesehatan (Undang-undang tahun 1960 No. 9; Lembaran-Negara tahun 1960 No. 131), Menteri Kesehatan mengatur, membimbing dan mengawasi tenaga kesehatan dalam melakukan tugas pekerjaannya, baik yang dijalankan sebagai perseorangan maupun yang merupakan aktivitas-aktivitas secara kolektip. BAB VIII TINDAKAN-TINDAKAN ADMINISTRATIP Pasal 11 (1) Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan didalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan Peraturan-peraturan perundang-undangan lain, maka terhadap tenaga kesehatan dapat dilakukan tindakan-tindakan administratip dalam hal sebagai berikut : a. melalaikan kewajiban; b. melakukan sesuatu hal yang seharusnya tidak boleh diperbuat oleh seorang tenaga kesehatan, baik mengingat sumpah jabatannya maupun mengingat sumpah sebagai tenaga kesehatan; c. d. (2) mengabaikan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh tenaga kesehatan, melanggar sesuatu ketentuan menurut atau berdasarkan undang-undang ini. Tindakan-tindakan yang dimaksud dalam pasal 11 ayat (1)dapat diambil oleh Pejabat Kesehatan Tertinggi di Daerah tingkat I dan/atau Menteri Kesehatan, setelah diadakan pemeriksaan yang teliti. Pasal 12 (1) Jika tindakan-tindakan dalam pasal 11 ayat (1) yang diambil oleh Pejabat Kesehatan Tertinggi di Daerah Tingkat I tidak diterima oleh tenaga kesehatan yang bersangkutan, maka ia dapat memajukan perkaranya kepada Menteri Kesehatan. (2) Menteri Kesehatan mengambil tindakan-tindakan yang dimaksud dalam pasal 11 ayat (1) atau dalam hal yang dimaksud dalam pasal ini ayat (1), setelah mendengar pertimbangan Dewan Pelindung Susila Kedokteran dan bilamana perlu badan-badan- lain. BAB IX KETENTUAN PENUTUP
  • 6. Pasal 13 Hal-hal yang tidak, belum atau belum cukup diatur dengan Undang-undang ini, diatur dengan Peraturan Pemerintah atau Peraturan Menteri Kesehatan. Pasal 14 Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran-Negara Republik Indonesia. Disahkan Di Jakarta, Pada Tanggal 12 Juli 1963 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Ttd. SUKARNO Diundangkan Di Jakarta, Pada Tanggal 22 Juli 1963 SEKRETARIS NEGARA, Ttd. MOHD. ICHSAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1966 NOMOR 79
  • 7. PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1963 TENTANG TENAGA KESEHATAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Undang-undang ini menetapkan ketentuan-ketentuan yang bersifat khas (spesifik) mengenai petugaspetugas kesehatan, maka dari itu Undang-undang ini dapat berlaku disamping Undang-undang lain seperti Undang-undang Pokok Kepegawaian perihal Pegawai Negeri, Undang-undang Wajib kerja Sarjana mengenai para Sarjana. Undang-undang Wajib Militer mengenai Warga Negara yang harus melakukan dinas Wajib Militer. Pasal 2 Tenaga Kesehatan Sarjana, termasuk golongan Sarjana pada umumnya pendidikannya diselenggarakan oleh Departemen Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan. Tenaga Kesehatan lainnya yang bertingkat Sarjana Muda, Menengah dan Rendah (non-akademikus) pendidikannya diselenggarakan oleh Departemen Kesehatan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dalam bidang Kesehatan. Yang dimaksud dengan Sarjana Muda adalah tingkatan semi-akademis. Pasal 3 Ijazah-ijazah dokter, dokter-gigi, apoteker dan Sarjana-sarjana lain ini diatur dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Perguruan Tinggi, yang juga akan mengatur soal-soal gelar, sebutan, wewenang dan sebagainya secara keseluruhan. Pasal 4 Yang dimaksud pada sub b ialah : assisten-apoteker yang mendapat izin memimpin sebuah "Apotik Darurat" menurut Undang-undang No. 18 tahun 1959. Pasal 5 Dengan "melakukan dokter/dokter-gigi". pekerjaan secara swasta perseorangan" dimaksud : "praktek partikulir
  • 8. Dengan pasal ini Menteri Kesehatan dapat mengetahui keadaan seluruh tenaga dokter/doktergigi/apoteker dimanapun juga mereka bekerja. Pasal 6 (1) Menteri Kesehatan memberikan izin dengan memperhatikan kepentingan rakyat dan Negara (umpamanya distribusi Tenaga Kesehatan secara merata diseluruh wilayah Negara), penetapan jangka waktu untuk melakukan pekerjaan dokter/dokter-gigi/apoteker disuatu daerah tidak mengurangi daya laku wewenang ijazah sebagaimana ditetapkan (diakui) dalam pasal 3 dan 4. Menteri Kesehatan menetapkan syarat-syarat lain dengan memperhatikan fungsi sosial seorang dokter/dokter-gigi/apoteker, keadaan fisik (umpamanya tidak buta-tuli, tidak buta-warna) dan sebagainya. (2) Dalam melaksanakan ketentuan dalam ayat (1), Menteri Kesehatan memperhatikan segala sesuatu mengenai daerah (tempat), jangka waktu syarat-syarat lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 7 (1) Sebagai contoh tugas pekerjaan tenaga kesehatan dimaksud dalam pasal ini adalah sebagai berikut: a. b. Tugas pekerjaan Tenaga Kesehatan perawat pada pokoknya adalah merawat penderita sakit dan membantu dokter dalam hal mengobatinya; c. (2) Tugas pekerjaan Tenaga Bidan yang berdasarkan pendidikannya, adalah terutama memberi pertolongan pada persalinan normal; Tugas pekerjaan asisten-apoteker adalah melakukan kefarmasian berdasarkan pendidikannya dan membantu pekerjaan apoteker. yang terbatas Sebutan dari pada Tenaga-tenaga Kesehatan itu diatur dengan Peraturan Pemerintah atau Peraturan Menteri. Pasal 8 (1) Oleh sebab Tenaga Kesehatan bukan Sarjana melakukan pekerjaan dibawah pengawasan atasan-atasan yang bersangkutan, maka pertanggungan-jawab medis dari pada pekerjaannya terletak pada atasan-atasan tersebut. (2) Adalah suatu kenyataan, bahwa didaerah-daerah dimana tidak ada seorang dokter, maka Tenaga Kesehatan non-akademis tertentu melakukan pekerjaannya dengan memikul pertanggunganjawab sepenuhnya. Agar kenyataan ini dapat dikuasai sebaik-baiknya, maka ditetapkan disini bahwa Tenaga Kesehatan non-akademis tersebut perlu diberi wewenang yang terbatas.
  • 9. (3) Cukup jelas. Pasal 9 Ketentuan dalam pasal ini bersandar pada pasal 14 ayat (4) Undang-undang Pokok Kesehatan yang mengatakan, bahwa : "Usaha-usaha pengobatan berdasarkan ilmu dan/atau cara lain dari pada ilmu kedokteran, diawasi oleh Pemerintah agar tidak membahayakan masyarakat". Dengan demikian tenaga pengobatan secara "Timur" (dukun, dukun bayi dan sebagainya) dapat diatur dan dimana mungkin diikut-sertakan didalam usaha memelihara dan mempertinggi derajat kesehatan rakyat. Dalam membimbing dan mengawasi cara pengobatan tersebut, Departemen Kesehatan bekerja-sama dengan Departemen-departemen lain, diantaranya Departemen Agama. Pasal 10 Perjalanan perkembangan masyarakat dan Negara kearah Masyarakat Sosialis dibimbing, dengan adanya "pimpinan" disegala bidang (demokrasi terpimpin, ekonomi terpimpin dan seterusnya), maka dalam rangka kenyataan ini dengan tegas diterangkan bahwa dalam melaksanakan tugas pekerjaan Tenaga Kesehatan berada dibawah pimpinan Menteri Kesehatan. Pemerintah memberi kesempatan agar Tenaga Kesehatan non-akademikus dapat mencapai tingkat yang lebih tinggi dengan jalan pendidikan-pendidikan dari kursus-kursus tambahan. Pasal 11 (1) Cukup jelas. (2) Dalam melaksanakan pemeriksaan yang dimaksud dalam ayat ini, Pejabat Kesehatan Tertinggi Daerah tingkat I memperhatikan pertimbangan Pemerintah Daerah Tingkat I. Pasal 12 Dengan ketentuan ini seorang tenaga Kesehatan yang merasa diperlakukan tidak menurut norma-norma keadilan dapat "naik banding keinstansi yang lebih tinggi". Dengan demikian kepentingan seorang Tenaga Kesehatan mempunyai perlindungan hukum yang sewajarnya. Pasal 13 Cukup jelas.
  • 10. Pasal 14 Cukup jelas. Mengetahui: MENTERI/PEJABAT SEKRETARIS NEGARA. Ttd. A. W. SURJOADININGRAT (S.H.). TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2576