Roadmap percepatan STBM 2013-2015 ini disusun untuk mencapai target peningkatan akses air minum dan sanitasi di Indonesia sesuai dengan target RPJMN, MDGs, dan rencana strategis Kementerian Kesehatan. Roadmap ini menetapkan sasaran percepatan pencapaian STBM di 244 kabupaten/kota dan 2583 kecamatan hingga 2015.
STBM] Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
1.
2. KATA PENGANTAR
Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) adalah aksi terpadu untuk
menurunkan angka kejadian penyakit menular berbasis lingkungan diantaranya adalah diare, serta
meningkatkan perilaku higienitas dan kualitas kehidupan masyarakat Indonesia. Salah satu kejadian
luar biasa (KLB) diare pada tahun 2006 di 16 provinsi dengan Case Fatality Rate (CFR) sebesar
2.52, merupakan salah satu penyumbang kejadian diare nasional yang mencapai 423 per seribu
penduduk pada semua umur. Salah satu sumber penyebab yang dimaksud adalah karena 47,50%
air yang dikonsumsi masyarakat saat itu masih mengandung Eschericia Coli (Studi Basic Human
Services/BHS : 2006). Penyebab lain karena 47% masyarakat masih berperilaku buang air besar
ke sungai, sawah, kolam, kebun dan tempat terbuka lainnya (Indonesian Study Sanitation Sector
Development Program/ ISSDP).
Langkah antisipasi terus dilakukan pemerintah antara lain melalui berbagai pengelolaan
program yang fokus pada penyediaan air minum dan sanitasi. Pada tahun 2008 telah diluncurkan
peraturan perundangan dalam bentuk Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
852/Menkes/SK/IX/2008 tentang Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM),
sebagai wujud komitmen Pemerintah dalam mewujudkan peningkatan akses air minum dan
sanitasi dasar berkelanjutan untuk pengendalian penyakit berbasis lingkungan dan peningkatan
kemampuan masyarakat, melalui pembudayaan perilaku hidup bersih dan sehat.
Sebagai program nasional, STBM akan terus berlangsung dan telah dilakukan implementasi di
244 kabupaten/kota serta 2.583 kecamatan, sehingga pada triwulan I tahun 2013 terdapat sejumlah
11.678 desa/kelurahan yang melaksanakan STBM. Kegiatan STBM ini diharapkan mempunyai andil
yang signifikan terhadap pencapaian target Air Minum dan Sanitasi dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 dan Renstra Kemenkes, serta target MDG’s tujuan
7c yakni menurunkan separuh proporsi penduduk yang belum memiliki akses terhadap air minum
dan sanitasi dasar yang layak secara berkesinambungan pada tahun 2015.
Dalam rangka memastikan tercapainya tujuan dan target tersebut di atas, diperlukan
langkah-langkah strategis dalam pencapaiannya. Untuk itu disusunlah Road Map STBM periode
2013 – 2015 yang dapat digunakan sebagai alat bantu dalam pengukuran pencapaian kinerja serta
pemantauan dan evaluasi pelaksanaan STBM.
Kami ucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak
yang telah berkontribusi dalam penyusunan Road Map ini. Semoga dapat dijadikan acuan bagi
seluruh pihak terkait dalam melakukan implementasi STBM.
Jakarta,
Mei 2013
Direktur Jenderal,
Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama
i
3. DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR GRAFIK
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR SINGKATAN
I. PENDAHULUAN
1
II. ROADMAP PERCEPATAN STBM 2013-2015, APA DAN MENGAPA
2.1. Pengertian roadmap percepatan program STBM
2.2. Prinsip dasar penyusunan roadmap percepatan program STBM
7
7
8
III. DASAR PERTIMBANGAN PENYUSUNAN ROADMAP PERCEPATAN STBM
3.1. Target Pembangunan Sanitasi Jangka Menengah Nasional Tahun 2010–2015
3.2. Target MDGs
3.3. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010 – 2014
3.4. Program Nasional Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP)
3.5. Kondisi eksisting program AMPL
9
10
10
11
11
11
IV. TINJAUAN STATUS PENCAPAIAN STBM
4.1. Peta Pelaku STBM
4.2. Pencapaian STBM
4.3. Pembelajaran dan potensi
4.4. Permasalahan utama
V. ROADMAP PERCEPATAN STBM 2013 - 2015
5.1. Target STBM 2013 – 2015
5.2. Analisa Gap Capaian dan Target STBM 2013 - 2015
5.3. Isu Strategis STBM
5.4. Tujuan Strategis STBM
5.5. Sasaran Strategis STBM 2013 - 2015
5.6. Strategi pelaksanaan STBM 2013-2015
5.7. Program dan Kegiatan Strategis STBM 2013 – 2015
15
15
18
21
24
26
26
27
29
30
37
38
39
VI. PRIORITASI PELAKSANAAN KEGIATAN STRATEGIS
ROADMAP PERCEPATAN STBM 2013 – 2015
6.1. Prioritasi pelaksanaan kegiatan strategis
6.2. Prioritas kegiatan strategis tahun pertama, tahun 2013
6.3. Prioritas kegiatan strategis tahun kedua, tahun 2014
6.4. Prioritas kegiatan strategis tahun ketiga, tahun 2015
6.5. Pemantauan dan Evaluasi
41
41
42
45
46
46
VII. ESTIMASI KEBUTUHAN DAN IDENTIFIKASI SUMBER PENDANAAN
UNTUK PELAKSANAAN ROADMAP PERCEPATAN STBM 2013–2015
7.1. Identifikasi sumber pendanaan
7.2. Estimasi kebutuhan pendanaan
47
47
49
VIII. PENUTUP
ii
Halaman
i
ii
iii
iv
v
vi
vii
53
4. DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1
Kerangka Pikir STBM
3
Gambar 2
Komponen STBM
4
Gambar 3
Tangga Perubahan Perilaku – Visi STBM
5
Gambar 4
Target MDGs 2015 Terkait Sanitasi
9
Gambar 5
Pendekatan Dalam Pengelolaan Air Limbah Permukiman
10
Gambar 6
Rangkuman Target Pembangunan Air dan Sanitasi
14
Gambar 7
Wilayah Kerja Pelaku STBM di Indonesia
17
Gambar 8
Persentase Penduduk yang Menggunakan Jamban di Indonesia
18
iii
5. DAFTAR GRAFIK
Halaman
Grafik 1
12
Grafik 2
Akses Air Layak Berkelanjutan
12
Grafik 3
Kondisi Sarana Sanitasi Provinsi di Indonesia Tahun 2010
19
Grafik 4
Jumlah Desa/kelurahan dan Desa/kelurahan Intervensi STBM
Provinsi di Indonesia Tahun 2010
Grafik 5
Jumlah Desa/kelurahan dan Kecamatan Intervensi STBM
iv
Akses Sanitasi Layak Berkelanjutan
serta Puskesmas di Provinsi Tahun 2010
20
30
6. DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1
Pelaku Pembangunan STBM di Indonesia
10
Tabel 2
Indikator Program Strategis Penyehatan Lingkungan
18
Tabel 3
Pembelajaran dan Usulan untuk Pusat
21
Tabel 4
Pembelajaran dan Usulan untuk Provinsi
22
Tabel 5
Pembelajaran dan Usulan untuk Kabupaten/Kota
23
Tabel 6
Masalah Strategis AMPL
24
Tabel 7
Permasalahan Internal dan Eksternal STBM di Indonesia
25
Tabel 8
Target Pembangunan Sanitasi Indonesia
27
Tabel 9
Target STBM 2013 – 2015
28
Tabel 10
Data Provinsi Prioritas Pertama
31
Tabel 11
Data Provinsi Prioritas Kedua
33
Tabel 12
Data Provinsi Prioritas Ketiga
34
Tabel 13
Tabel isu dan sub isu strategis STBM 2013-2015
36
Tabel 14
Tujuan Strategis STBM 2013 – 2015
36
Tabel 15
Sasaran Strategis STBM 2013 – 2015
37
Tabel 16
Strategi Pelaksanaan Strategis STBM 2013 – 2015
38
Tabel 17
Program dan Kegiatan Strategis STBM 2013 – 2015
39
Tabel 18
Prioritas Kegiatan Strategis STBM 2013
42
Tabel 19
Prioritas Kegiatan Strategis STBM 2014
45
Tabel 20
Prioritas Kegiatan Strategis STBM 2015
46
Tabel 21
Identifikasi Sumber Pendanaan STBM 2013 – 2015
48
Tabel 22
Estimasi Kebutuhan Pendanaan STBM Tahun 2013
49
Tabel 23
Estimasi Kebutuhan Pendanaan STBM Tahun 2014
51
v
7. DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 01
Gambaran Roadmap Percepatan STBM 2013-2015 di Provinsi
Lampiran 02
Gambaran Roadmap Percepatan STBM 2013-2015
di Kabupaten/Kota
Lampiran 03
Gambaran Umum Sinergi Program terkait STBM di
Tingkat Kabupaten/Kota
vi
Halaman
54
59
64
8. DAFTAR SINGKATAN
ADD
Alokasi Dana Desa/kelurahan
IMB
Ijin Mendirikan Bangunan
AMPL
Air Minum dan Penyehatan Lingkungan
IPAL
Instalasi Pengolahan Air Limbah
AKKOPSI
Asosiasi Kota/Kabupaten Peduli Sanitasi
IPLT
Instalasi Pengolahan Limbah Terpadu
APBD
Anggaran Pembangunan Belanja Daerah
APBDesa
Anggaran Pembangunan Belanja Desa
ISSDP
Indonesia Sanitation Sector Development
Program
APBN
Anggaran Pembangunan Belanja Nasional
AusAid
Australia Agency for International
Development
IUWASH
Indonesia Urban Water Sanitation and
Health
KIE
Komunikasi Informasi & Edukasi
BAB
Buang Air Besar
KLB
Kejadian Luar Biasa
BABS
Buang Air Besar Sembarangan
K/L
Kementrian/Lembaga
BOK
Bantuan Operasional Kesehatan
KTP
Kartu Tanda Penduduk
BOS
Bantuan Operasional Sekolah
Litbangkes
Penelitian Pengembangan Kesehatan
BPMD
Badan Pemberdayaan Masyarakat & Desa
MAK
Mata Anggaran Kegiatan
BPS
Badan Pusat Statistik
Manlak
Pedoman Pelaksanaan
BHS
Basic Human Services
Mannis
Pedoman Teknis
CD Bethesda
Community Development Bethesda
MCC
Milenium Challenge Corporation
CFR
Case Fatality Rate
MDGs
Millenium Development Goals
CLTS
Community-Led Total Sanitation
Menkes
Menteri Kesehatan
CSR
Corparate Social Responsibility
Kemkes
Kementerian Kesehatan
CTPS
Cuci Tangan Pakai Sabun
MOU
Memorandum Of Understanding
CWSHP
Community Water Sanitation and Health
Project
MPSS
Memorandum Program Strategi Sanitasi
Dekon
Dekonsentrasi
MSMHP
Metropolitan Sanitation Management and
Health Project
DIPA
Daftar Isian Program Anggaran
NGO
Non Goverment Organization
DKI Jaya
Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya
Dirjen PP & PL Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit
& Penyehatan Lingkungan
NTB
Nusa Tenggara Barat
NTT
Nusa Tenggara Timur
OD
Open Defecation
Open Defecation Free
Dit PL
Direktorat Penyehatan Lingkungan
ODF
GDP
Gross Domestic Product
Ormas
Organisasi Kemasyarakatan
ICWRMP
Integrated Citarum Water Resources
Management Project
PAMMRT
Pengelolaan Air Minum dan Makanan
Sehat Rumah Tangga
vii
9. DAFTAR SINGKATAN
PAMSIMAS
Perbup
Peraturan Bupati
Perda
SK
Surat Keputusan
SKPD
Satuan Kerja Perangkat Daerah
Peraturan Daerah
SLBM
Sanitasi Lingkungan Berbasis
Masyarakat
Perdes
Peraturan Desa
STBM
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
PHBS
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
PKK
Pendidikan Kesehatan Keluarga
SPBM
Sanitasi Perkotaan Berbasis
Masyarakat
PLCRT
Pengelolaan Limbah Cair Rumah Tangga
Stop BABS
Stop Buang Air Besar Sembarangan
PLP
Penyehatan Lingkungan & Permukiman
Susenas
Survei Sosial Ekonomi Nasional
PMD
Pemberdayaan Masyarakat & Desa
SSK
Strategi Sanitasi Kabupaten/Kota
PPSP
Percepatan Pembangunan Sanitasi
Permukiman
SMS
Short Message Service
TOT
Training Of Trainers
Pokja
Kelompok Kerja
TKM
Tim Kerja Masyarakat
Pro Air
Program Penyediaan Air
TPA
Tempat Pemerosesan Akhir
Prokasih
Program Kali Bersih
TPS
Tempat Pembuangan Sementara
Promkes
Promosi Kesehatan
PSRT
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
TSSM
Total Sanitation & Sanitation
Marketing
PU
Pekerjaan Umum
UKS
Usaha Kesehatan Sekolah
Puskesmas
Pusat Kesehatan Masyarakat
RPJMD
Rencana Panjang Jangka Menengah
Daerah
UNICEF
United Nation International Children’s
Funds
RPJMN
Rencana Panjang Jangka Menengah
Nasional
USAid
United State Agency for International
Development
RKM
Rencana Kerja Masyarakat
USRI
Urban Sanitation and Rural
Infrastructure
RKP
Rencana Kerja Pembangunan
UU
Undang Undang
RPAM
Rencana Pengamanan Air Minum
WASH
Water Sanitation & Hygiene
RSH
Rumah Sederhana Sehat
3R
Reduce, Reuse and Recycle
WES Unicef
Water Environmental Sanitation
United Nation International
Children’s Funds
Sanimas
Sanitasi Berbasis Masyarakat
WHO
World Health Organization
SBS
Stop Buang air besar Sembarangan
WVI
World Vision Indonesia
SE
viii
Penyediaan Air Minum dan Sanitasi
Berbasis Masyarakat
Surat Edaran
YMP-NTB
Yayasan Masyarakat Peduli -
Nusa Tenggara Barat
10. Bab Satu
PENDAHULUAN
World Health Organization (WHO)
meginformasikan bahwa kematian
yang disebabkan karena waterborne
disease mencapai 3.400.000 jiwa/
tahun. Masih menurut WHO, dari
semua kematian yang berakar pada
buruknya kualitas air dan sanitasi,
diare merupakan penyebab kematian
terbesar yaitu 1.400.000 jiwa/tahun.
Menurut Hardoy dan Satterhwaite
(1992), layanan air minum yang
kualitasnya buruk dan kurang
memadainya sistem pembuangan air
limbah dan sampah menimbulkan
dampak buruk pada lingkungan dan
menimbulkan endemik penyakit di
rumah tangga miskin. Dalam buku
lain yang berjudul “The Poor Die
11. Young”, Hardoy, Cairncross, and Satterthwaite (1990) menyusun daftar penyakit yang paling prevalent. Terdapat
29 jenis penyakit di luar 48 jenis penyakit yang paling prevalent di seluruh dunia yang kejangkitannya dapat dicegah
dengan meningkatkan kualitas perumahan dan kondisi penghidupan, nutrisi yang lebih baik dan perawatan
kesehatan primer yang menyeluruh. Beberapa penyakit tersebut diantaranya: Tuberculosis, Measles, Pertusis,
Tetanus, Polio, Diptheria, Malaria, Schistosomiasis, Filariasis, Chagas disease, River Blindness, Leishmanasis,
Leprosy, Guinea Worm, Amoebiasis, Giardiasis, Typoid, Cholera, Ascariasis, Hookworm, Thichuriasis, Dengau,
Rabies, Yellow Fever, Iodine Deficiency, Vitamin A Deficiency, Pneumonia, Anaemia, Trachoma.
Sebagaimana negara-negara berkembang lainnya, Indonesia pada saat ini juga menghadapi masalah
di bidang sanitasi dan perilaku hidup bersih dan sehat. Sejak diterapkan otonomi daerah pada Januari 2001,
bagaimanapun, masalah sanitasi bukan lagi menjadi urusan Pemerintah Pusat, tetapi menjadi urusan wajib bagi
Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai UU No. 32/2004 tentang Otonomi Daerah. Akan tetapi dalam kenyataannya
masih banyak pemerintah kabupaten/kota yang belum atau kurang mampu mengurus dan memecahkan masalah
di bidang sanitasi dan higiene. Seringkali bidang sanitasi dan higiene lebih merupakan isu pinggiran (marginal)
yang tidak memperoleh prioritas dalam pembangunan.
Pembangunan sanitasi kemudian menjelma menjadi masalah yang relatif kompleks. Kompleksitas
masalah yang dihadapi bukan hanya menyangkut banyaknya variabel yang berpengaruh terhadap kinerja dan
keberlanjutan pembangunan sanitasi dan higiene, tetapi juga adanya perbedaan masalah, bobot, serta cara
penanganan antara satu daerah dengan lainnya, sehingga sangat sulit dan tidak relevan untuk membuat sebuah
model yang sama untuk diterapkan di semua kabupaten/kota.
Secara keseluruhan penduduk Indonesia yang hidup dengan kondisi sanitasi buruk mencapai 72.500.000
jiwa. Mereka tersebar di perkotaan (18,2%) dan perdesaan (40%). Kementerian Kesehatan menjelaskan bahwa
di Indonesia ada 226 kota yang masih bermasalah dengan pengelolaan air limbah, 240 kota menghadapi masalah
pengelolaan sampah, serta 100 kota masih bermasalah dengan drainase. Sedangkan kota yang bermasalah
dengan ketiganya sebanyak 52 Kota (Zainal Nampira dalam Kick off High Five Program).
Tidak ada informasi mengenai bagaimana permasalahan sanitasi di perdesaan. Dari berbagai kabupaten
diperoleh informasi bahwa di perdesaan masalah yang krusial adalah kebiasaan buang air besar sembarangan
atau open defecation. Perilaku ini berakibat secara langsung/tak langsung pada terkontaminasinya sumber air
minum maupun terjadinya pencemaran ulang (rekontaminasi) pada sumber air dan makanan yang disantap di
rumah.
Beberapa kajian/riset terkait Sanitasi yang pernah dilakukan antara lain The Political Economy of Sanitation
(2011), Lessons in Urban Sanitation Development (2006-2011), Managing the Flow of Information to Improve
Rural Sanitation in East Java (2010), dan Economic Impacts of Sanitation in Indonesia (2008). Riset atau studi
tersebut dilakukan atas fasilitasi Water and Sanitation Program – East Asia Pacific/World Bank. Intisari dari hasil
review riset di atas adalah sebagai berikut:
• Otonomi daerah ternyata masih belum bisa diimbangi dengan tindakan daerah dalam mengalokasikan dana
untuk sanitasi (perlunya advokasi anggaran).
• Bidang sanitasi belum dianggap sebagai bidang prioritas pembangunan (advokasi regulasi maupun
anggaran).
• Kerugian di level nasional sebesar Rp.225.000/orang/tahun apabila sanitasi tidak ditangani dengan baik bisa
menjadi bahan advokasi.
• Sistem monitoring berbasis masyarakat sangat layak untuk diterapkan untuk diterapkan, dan menghasilkan
informasi/data dengan kualitas memadai.
• Sistim monitoring melalui SMS apabila berjalan dengan bagus akan sangat bermanfaat dan mampu menerobos
kemandegan informasi yang selama ini terjadi (akan lebih baik diikuti dengan respon/feedback yang cepat
agar cepat tertanggulangi).
2
12. Kerugian ekonomi dari buruknya sanitasi merupakan dampak negatif lainnya yang nilainya sangat besar. Di
Indonesia, pada tahun 2006 perkiraan biaya yang dikeluarkan per tahun mencapai Rp 56 triliun. Biaya sebesar itu
setara dengan 2,3% GDP (Gross Domestic Product), dan dapat dibelanjakan untuk perawatan dan penyembuhan
penyakit yang kejangkitannya berakar pada air dan sanitasi buruk serta perilaku tidak higiene. Di perkotaan setiap
orang terbebani biaya Rp 275.000/tahun, sedangkan di perdesaan setiap orang per tahun terbebani Rp 224.000.
Dampak ekonomi dari pencemaran air akibat sanitasi yang buruk mencapai Rp 14,9 triliun (Research Report,
Economic Impact of Sanitation In Indonesia : Water and Sanitation Program-East Asia and Pasific, World Bank :
2008). Biaya ekonomi sebesar itu, bila problem sanitasi teratasi dan perilaku hidup bersih dan sehat diwujudkan
dapat dialihkan untuk kegiatan produktif meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin yang memang paling
banyak menjadi korban waterborne disease.
Upaya peningkatan perilaku higiene dan peningkatan akses sanitasi terus dikembangkan. Belajar dari
berbagai pengalaman pelaksanaan CLTS dan program/proyek sanitasi lainnya, CLTS di Indonesia kemudian
mengalami berbagai evaluasi dan penyesuaian. CLTS yang lebih fokus pada perilaku Stop BABS dengan strategi
di peningkatan kebutuhan sanitasi kemudian dievaluasi dan dikembangkan dengan menambahkan 4 (empat)
perubahan perilaku, diarahkan pelaksanaannya dengan 6 (enam) strategi, dan dinamakan STBM.
Berdasarkan Kepmenkes No. 852/Menkes/SK/IX/2008 tentang Strategi Nasional STBM, STBM adalah
pendekatan untuk merubah perilaku higiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode
pemicuan, sebagaimana terlihat dalam gambar di atas ini.
Disebut Sanitasi Total karena target yang ingin dicapai adalah ketika suatu komunitas sudah mencapai
kondisi : (1) Tidak buang air besar sembarangan (Stop BABS); (2) Mencuci tangan pakai sabun (CTPS); (3) Mengelola
air minum dan makanan yang aman (PAMM RT); (4) Mengelola sampah dengan benar dan (5) Mengelola limbah
cair rumah tangga dengan aman.
Gambar 1
Kerangka Pikir STBM
3
13. Pada bulan September 2008 itu pula, Menteri Kesehatan, Dr Siti Fadillah Supari, meluncurkan Strategi
Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat dan Pencanangan Program Nasional untuk pelaksanaan STBM
di 10.000 desa/kelurahan. Strategi ini kini menjadi strategi utama untuk sanitasi pedesa/kelurahanan secara
nasional dan berlaku untuk seluruh tingkatan pemerintah daerah serta donor dan berbagai mitra. Menurut
Kementerian Kesehatan, pada saat peluncuran STBM ini sudah mencapai 3.000 desa/kelurahan yang telah
melaksanakan STBM. Dalam sambutannya, Menteri menunjukkan bahwa penetapan 10.000 desa/kelurahan
STBM ini dilakukan berdasarkan pembelajaran dari 6 kabupaten uji coba CLTS dan menyatakan: “Pembangunan
kesehatan yang efektif dapat dicapai jika masyarakat terlibat secara penuh dan diberdayakan sejak perencanaan
maupun pelaksanaan secara berkelanjutan”.
Gambar 2
Komponen
sanitasi
total
Komponen Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
sebagaimana ditunjukkan gambar 1.2.,
adalah bagaimana ketiga komponen dapat
terlembagakan, sehingga: (1) Stop BABS
adalah pilar utama untuk menghasilkan
peningkatan kebutuhan masyarakat untuk
memperbaiki sanitasi, sesuai dengan prinsip
pendekatan non subsidi untuk fasilitas
sanitasi rumah tangga: (2) Dengan dukungan
pengembangan kapasitas tentang STBM sejak
dari pusat sampai ke tingkat masyarakat,
diharapkan dapat tercipta lingkungan
yang kondusif untuk meningkatkan
permintaan perbaikan sanitasi yang layak
di masyarakat; dan (3) Dengan mendorong
pasar lokal untuk menawarkan lebih banyak
opsi kepada rumah tangga miskin untuk
mendapatkan akses terhadap sanitasi yang
layak menyebabkan terjadinya peningkatan
penyediaan sanitasi.
Bila ketiga komponen ini terjadi, maka
masyarakat akan menginvestasikan sumber
Sumber : Permenkes No 852 Tahun 2008
daya mereka sendiri untuk memperbaiki
fasilitas sanitasi, dan akan dengan cepat
menuju dusun, desa/ kelurahan, kecamatan,
kabupaten/kota, dan provinsi yang bebas dari BAB sembarangan, serta mencapai pilar-pilar STBM lainnya.
Untuk mencapai suatu kondisi masyarakat Sanitasi Total, setiap rumah tangga perlu melaksanakan
perilaku higiene yang merupakan kunci untuk menjaga kesehatan, produktivitas, dan kesejahteraan
masyarakat secara lebih luas.
Seiring dengan harus terjadinya internalisasi dan terlembagakannya ketiga komponen di atas, maka
yang harus dilakukan adalah meningkatkan kapasitas daerah dan membangun konsensus bersama sehingga
kabupaten/kota dapat merencanakan bagaimana mereka bisa menjadi mencapai kondisi ODF/SBS. Tahap
berikutnya adalah melanjutkan untuk mencapai Sanitasi Total, sebagaimana gambar tangga perubahan
perilaku berikut ini:
4
14. Gambar 3
Tangga Perubahan Perilaku
Tangga Perubahan Perilaku - Visi STBMMasyarakat
sudah
mempraktekkan
perilaku Higiene
sanitasi secara
permanen
(5 pilar STBM)
(5 pilar STBM)
• Adanya upaya peningkatan
kualitas sanitasi
• Terjadinya perubahan perilaku
higiene lainnya di masyarakat
(pilar 2-5)
(pilar 2-5)
• Adanya pemantauan dan
evaluasi
• 100% masyarakat sudah berubah
perilakunya dengan status SBS
(terverifikasi)
mengubah
• Adanya rencana untuk mengubah perilaku
Higiene lainnya
• Adanya aturan dari masyarakat untuk
menjaga status SBS
• Adanya pemantauan dan verifikasi secara
berkala
• Adanya proses pemicuan
• Adanya Komite/”Natural
Leaders”
• Adanya Rencana Aksi
Masyarakat
• Adanya Pemantauan terus
menerus
• Tersedianya supply
Sumber : Materi Advokasi STBM - 2012
Dengan pemikiran tersebut, berikut ini adalah naskah Roadmap Percepatan Program STBM 20132015, dengan sistematika penulisan sebagai berikut :
• Bab 1
Pendahuluan, berisikan penulisan tentang kenapa STBM diperlukan dalam pembangunan
sanitasi berbasis masyarakat di Indonesia, serta sistematika penulisannya.
• Bab 2
Roadmap Percepatan STBM, Apa dan Mengapa, berisikan tulisan pengertian dan prinsip
dasar penyusunan roadmap.
• Bab 3
Dasar Pertimbangan Penyusunan Roadmap Percepatan STBM, berisikan tulisan target
pembangunan sanitasi nasional, target MDGs, Renstra Kementerian Kesehatan Tahun
2010–2014, program PPSP, serta kondisi eksisting program AMPL.
• Bab 4
Tinjauan status pencapaian STBM, berisikan tulisan tentang pelaku STBM, pencapaian
STBM, pembelajaran dan potensi, serta permasalahan utama STBM.
5
15. • Bab 5
Roadmap Percepatan STBM 2013-2015, berisikan tulisan target, analisis gap capaian dan
target Roadmap Percepatan STBM 2013-2015, isu strategis, tujuan strategis, sasaran strategis,
kebijakan, program dan kegiatan strategis STBM 2013-2015.
• Bab 6
Prioritasi Pelaksanaan Kegiatan Strategis Roadmap Percepatan STBM 2013 – 2015, berisikan
tulisan prioritasi pelaksanaan kegiatan strategis, prioritas kegiatan strategis tahun pertama
(tahun 2013), prioritas kegiatan strategis tahun kedua (tahun 2014), prioritas kegiatan
strategis tahun ketiga (tahun 2015) serta serta pemantauan dan evaluasi.
• Bab 7
Estimasi Kebutuhan dan Identifikasi Sumber Pendanaan untuk Pelaksanaan Roadmap
Percepatan STBM 2013-2015, berisikan tulisan tentang estimasi dan identifikasi sumber
pendanaan STBM 2013-2015
• Bab 8
Penutup, berisikan tulisan penutup yang menjelaskan betapa pentingnya melakukan
percepatan STBM agar kita sampai pada target RPJMN 2014 dan MDGs 2015.
6
16. Bab Dua
Roadmap Percepatan
STBM, Apa dan Mengapa
2.1. Pengertian Roadmap Percepatan STBM
2013-2015
Secara harfiah, roadmap dapat diartikan sebagai
peta penentu, penunjuk arah atau peta jalan menuju
target sasaran. Roadmap merupakan sebuah dokumen
rencana kerja rinci yang mengintegrasikan seluruh
rencana dan pelaksanaan program serta kegiatan dalam
rentang waktu tertentu.
Dalam pelaksanaan program STBM, roadmap
dapat digunakan sebagai alat bantu untuk melangkah
dan mengukur pencapaian kinerja serta pemantauan
dan evaluasi terhadap target sasaran. Sebagaimana
lazimnya, informasi minimal yang dijelaskan dalam
roadmap adalah tahapan atau aktivitas-aktivitas yang
harus dilakukan seperti: gambaran kondisi yang terjadi
saat ini (data kondisi eksisting tahun tertentu), target
7
17. capaian/hasil, kegiatan apa yang harus dilakukan, siapa pelaksana dan penanggungjawab, dukungan apa
yang dibutuhkan, serta anggaran yang diperlukan. STBM dalam pelaksanaannya, di awal banyak menyentuh
daerah perdesaan, sekarang sudah mulai banyak dicobakan pendekatannya di kawasan perkotaan.
Secara harfiah, percepatan dapat diartikan sebagai akselerasi, atau usaha yang dilakukan secara
sadar untuk membuat sesuatu bergerak dengan lebih cepat. Percepatan yang dimaksud disini adalah upaya
yang harus dilakukan secara sadar untuk lebih mempercepat pelaksanaan STBM di daerah. Hal-hal yang
dapat menjadi pendorong antara lain : (1) Pemberdayaan masyarakat, terutama kepada masyarakat miskin
potensial sasaran STBM, serta (2) Peningkatan investasi berupa peningkatan pengeluaran pemerintah
daerah, khususnya dalam rangka terjadinya proses pemberdayaan masyarakat sehingga terjadi proses
perubahan perilaku di tingkat masyarakat.
Tahun 2013 – 2015, adalah tahun kritis Indonesia dalam rangka mencapai target pembangunan
jangka menengah yang berakhir tahun 2014, serta dalam rangka mencapai target MDGs yang berakhir tahun
2015. Sehingga roadmap untuk percepatan STBM ini disusun sesuai dengan berakhirnya tahun pencapaian
kedua target tersebut diatas, yaitu tahun 2013 – 2015.
2.2. Prinsip dasar penyusunan roadmap percepatan program STBM
Roadmap percepatan program STBM disusun sesuai dengan prinsip dasar yakni :
(a) Jelas (mudah dipahami dan dapat dilaksanakan);
(b) Ringkas dan terukur (meliputi jenis program, kegiatan, target capaian, waktu pelaksanaan
termasuk indikator output dan outcome);
(c) Adjustable (mengakomodasi umpan balik dan perbaikan-perbaikan yang diperlukan);
(d) Komitmen (merupakan kesepakatan bersama yang memberikan gambaran kesadaran akan
tanggungjawab yang harus diselesaikan); dan
(e) Berfungsi sebagai dokumen resmi.
8
18. Bab TIGA
Dasar pertimbangan
penyusunan Roadmap
Percepatan STBM
2013 - 2015
Penyusunan roadmap percepatan program
STBM didasari oleh upaya mendukung program
Pemerintah dalam menurunkan angka diare dan
penyakit yang berbasis lingkungan lainnya. Secara rinci
dokumen ini disusun atas pertimbangan beberapa
hal, yaitu:
(i) Target pembangunan sanitasi jangka menengah
nasional tahun 2010-2014;
(ii) Kesepakatan Internasional terkait air minum,
sanitasi dan higiene yang tercantum dalam
kesepakatan Millenium Development Goals
(MDGs);
(iii) Rencana Strategis (Renstra) Kementerian
Kesehatan 2010-2014;
(iv) Program nasional Percepatan Pembangunan
Sanitasi Permukiman; dan
(v) Kondisi eksisting program AMPL.
Masing-masing target di atas, baik pada
tingkat nasional maupun internasional, berangkat
dari pemikiran yang sama, yaitu dampak dari
buruknya perilaku dan kondisi sanitasi yang
mengancam berbagai aspek kehidupan, mulai dari
kesehatan, pendidikan, sampai pada aspek ekonomi.
Masing-masing target pada dasarnya mencanangkan
perlunya perubahan signifikan dalam pendekatan
pembangunan sanitasi. Berikut ini paparan singkat
terkait dengan target dimaksud:
3.1.
Target Pembangunan Sanitasi Jangka
Menengah Nasional Tahun 2010-2014
Dalam kurun waktu 2010-2014, pemerintah
Indonesia telah menegaskan komitmennya dalam
pembangunan sanitasi dengan mencanangkan
beberapa
target
penting
dalam
Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
2010-2014 Bidang Permukiman dan Perumahan.
Beberapa target penting terkait STBM adalah sebagai
berikut:
9
19. a) Terwujudnya kondisi Stop Buang Air Besar Sembarangan (Stop BABS) nasional pada akhir tahun 2014, baik di
perkotaan maupun di perdesaan melalui pemicuan perubahan perilaku BABS dengan target sesuai Renstra
2010-2014 di masing-masing Kementerian/Lembaga;
b) Tersedianya akses terhadap pengelolaan sampah bagi 80% rumah tangga pada tahun 2014;
c) Menurunnya luas genangan sebesar 22.500 Ha di 100 kawasan strategis perkotaan.
3.2
Target MDGs
Kesepakatan internasional MDGs secara umum ditujukan untuk mengurangi tingkat kemiskinan dan
meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat di berbagai belahan dunia. Salah satu tujuan dari kesepakatan
MDGs adalah menjamin keberlanjutan lingkungan, dimana salah satu sasaran utamanya mengurangi separuh
dari proporsi penduduk yang belum memiliki akses terhadap air minum dan sanitasi dasar (Tujuan 7 target 10).
Target tersebut sangat terkait dengan pelaksanaan 5 pilar STBM. Target akses dan sanitasi dasar untuk Indonesia,
tergambar dalam tulisan boks di bawah ini.
Gambar 4
Target MDGs Terkait Air dan Sanitasi
Sumber : Peta Jalan Percepatan Pencapaian Tujuan
Pembangunan Millenium di Indonesia Tahun 2010
3.3.
Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2010-2014
Di dalam Renstra Kementerian Kesehatan 2010–2014 ditetapkan 8 fokus prioritas pembangunan
kesehatan. Beberapa diantaranya adalah:
(i)
Pengendalian penyakit menular;
(ii) Pengendalian penyakit tidak menular; dan
(iii) Penyehatan lingkungan.
Program pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan, salah satu indikator utama pencapaian
sasaran pada tahun 2014 adalah jumlah desa/kelurahan yang melaksanakan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
(STBM) sebanyak 20.000 desa/kelurahan. Sedangkan indikator untuk kegiatan penyehatan lingkungan adalah:
(i) Meningkatnya persentase penduduk yang menggunakan jamban sehat dari 64% pada tahun 2010 menjadi
75% pada tahun 2014;
(ii) Meningkatnya persentase penduduk stop BABS dari 71 persen pada tahun 2010 menjadi 100 persen pada
tahun 2014; dan
(iii) Meningkatnya persentase provinsi yang memfasilitasi penyelenggaraan STBM dari 18 persen pada tahun
2010 menjadi 100 persen pada tahun 2014.
10
20. 3.4.
Program Nasional Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP)
Pada dasarnya target dari kesepakatan MDGs sejalan dengan target rencana RPJMN 2010-2014 maupun
target Renstra Kementerian Kesehatan 2010–2014. Untuk dapat mencapai target tersebut, penting untuk
dikembangkan strategi yang dapat menjadi acuan dalam melaksanakan pembangunan sanitasi di Indonesia
paling tidak selama 5 tahun ke depan.
Terkait dengan kebutuhan tersebut, pemerintah Indonesia melalui Kelompok Kerja Air Minum dan
Penyehatan Lingkungan (Pokja AMPL) dari sektor terkait sanitasi telah mengembangkan program nasional
Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP).
Program nasional PPSP ini bertujuan memfasilitasi kabupaten/kota dalam pengembangan strategi
sanitasi di seluruh kabupaten dan kota (SSK) maupun MPSS di Indonesia sampai pada tahun 2014. Diharapkan
melalui dokumen perencanaan tersebut, setiap kabupaten/kota dapat mengetahui daerah area beresiko
sanitasi sesuai dengan tingkatannya.
Dalam pelaksanaannya program PPSP bersinergi dengan program nasional STBM untuk mengatasi
permasalahan sanitasi permukiman di Indonesia, baik di perdesaan maupun perkotaan. Untuk menentukan
lokasi pelaksanaan pendekatan Berbasis Masyarakat, STBM harus muncul dalam MPSS agar mendapatkan
pembiayaan, sesuai dengan skema pendekatan pengelolaan air limbah permukiman di bawah ini:
Gambar 5
Pendekatan Dalam Pengelolaan Air Limbah Permukiman
Sumber: STRATEGI PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN, Handy B. Legowo, Subdit. Pengembangan Air
Limbah, Direktorat Pengembangan PLP, Kementrian Pekerjaan Umum, Oktober 2010.
11
21. 3.5.
Kondisi eksisting program AMPL
Dari hasil perhitungan BPS tahun 2010, diketahui bahwa data nasional pada tahun 2009 untuk cakupan
pelayanan air minum adalah sebagai berikut:
(1)
(2)
(3)
Perkotaan dan Perdesaan sebesar 47,71% (110,39 juta jiwa);
Perkotaan sebesar 49,82% (62,48 juta jiwa); dan
Perdesaan sebesar 45,72% (48,45 juta jiwa).
Hal ini berarti masih diperlukan sekitar 22,29% lagi untuk mencapai target 70% sebagaimana
tercantum pada RPJMN Tahun 2010-20141. Sedangkan untuk mencapai target pada MDGs 20152, masih
dibutuhkan 21,16% untuk perkotaan dan perdesaan, atau 25,47% untuk perkotaan dan sebesar 20,69% untuk
target perdesaan.
Untuk cakupan akses sanitasi, berdasarkan Susenas Triwulan I Tahun 2012, baru mencapai 56,24%.
Lihat grafik berikut ini:
Grafik 1
Akses Sanitasi Layak Berkelanjutan
Sumber : BPS, Kor Susenas 2008 - 2013 (Triwulan I)
1
Target RPJMN Tahun 2010-2014. Adalah sebesar 70% penduduk terlayani air minum (32%
perpipaan dan 38% non-perpipaan terlindungi).
2
Target pada MDGs 2015, adalah: (1) Perkotaan dan perdesaan sebesar 68,87% (170,54 juta jiwa); (2) Perkotaan
sebesar 75,29% (110,74 juta jiwa); dan Perdesaan: 65,81% (66,16 juta jiwa).
12
22. Sedangkan untuk data air minum layak berkelanjutan, dapat dilihat grafik berikut ini:
Grafik 2
Akses Air Layak Berkelanjutan
Sumber : BPS, Kor Susenas 2008 - 2013 (Triwulan I)
13
23. Dari dua tabel tadi, secara keseluruhan untuk akses Air Minum dan Sanitasi Layak, sesuai dengan target
dan indikator di atas, tergambarkan dalam skema di bawah ini:
Gambar 6
Rangkuman Target Air Minum Layak Berkelanjutan
Program STBM dengan lima pilar unggulannya, jelas akan memiliki andil yang cukup strategis dalam
upaya menuju target RPJMN AMPL 2010–2014 yang diterjemahkan ke dalam Kontrak Kinerja Menteri
Kesehatan Indikator Prioritas Nasional Rencana Kerja pembangunan 2011-2012, maupun target MDGs 2015.
Hal ini dikarenakan kondisi sanitasi buruk yang terjadi di Indonesia bukan hanya karena bersumber dari
penyediaan sarana air dan sanitasi saja melainkan terintegrasi dengan perilaku buruk higiene masyarakat
termasuk diantaranya kebiasaan tidak mencuci tangan pakai sabun.
14
24. Bab Empat
Tinjauan Status
Pencapaian STBM
4.1
Peta Pelaku STBM
Telah diketahui bahwa sampai saat ini
pengelolaan program STBM dilakukan oleh banyak
pihak, misalnya melalui model:
(i) Kerjasama antara Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah dan Lembaga non
Pemerintah;
(ii) Kerjasama antara Pemerintah Daerah
dengan sejumlah mitra kerjanya;
(iii) Inisiatif dari Pemerintah Daerah sendiri
dan atau karena dorongan dan fasilitasi
lembaga non pemerintah.
15
25. Dengan model tersebut di atas, mitra (pelaku) kerja sekretariat STBM pada saat ini adalah :
Tabel 1
Pelaku STBM di Indonesia tahun 2012
No
Mitra
Kegiatan
Lokasi
A. Dukungan proyek
1.
Pamsimas
Implementasi pilar 1 dan 2
2.
ICWRMP
Implementasi pilar 1 dan 4
115 kabupaten/kota di 15
provinsi di Indonesia
Jawa Barat
3.
MCC
Gizi dan sanitasi
Calon lokasi: Jabar, Jateng,
NTB, NTT, Sulbar, Gorontalo,
Maluku, Sulawesi Utara,
Banten, Kalimantan Barat,
Sumatera Selatan
4.
APBN Direktotorat
Penyehatan Lingkungan
Kementrian Kesehatan
Tugas Perbantuan dan Dekon Penyehatan Air
Minum dan Sanitasi Dasar
Seluruh provinsi di Indonesia
B. Dukungan mitra kerja
1
Pokja AMPL Nasional
Water and Sanitation
Program (WSP)
Dukungan data dan informasi
3
USAID
Memberi dukungan kepada beberapa proyek
High Five, IUWASH
4
AusAID
5
Waspola Facility
Memberi dukungan kepada beberapa proyek
Memberi dukungan pengembangan kapasitas
dalam rangka pengembangan kebijakan
6
WHO
Memberi dukungan kepada beberapa proyek
Waspola Facility
Sesuai permintaan
pemerintah pusat dan daerah
Uji coba lapangan RPAM
tingkat konsumen di Jawa
Tengah, Jawa Timur & NTT
7
WASH Plan Indonesia
Implementasi
8
WASH Unicef
Implementasi
9
High Five
Implementasi STBM Perkotaan
10
11
Mercy Corps
IUWASH
12
Simavi
Implementasi STBM Perkotaan
Implementasi
Mendukung kepada beberapa proyek Plan
Indonesia dan beberapa LSM lokal
13
Wahana Visi Indonesia
Implementasi
14
15
16
CD Bethesda
Yayasan Rumsram
Yayasan Dian Desa
Yayasan Pembangunan Citra
Insan Indonesia (YPCII)
Implementasi
Implementasi
Implementasi
Aceh, Kalbar, Jakarta,
Surabaya, Sumut,
NTT
NTT & Papua
NTT
Implementasi
Jawa Barat & Papua
YMP - NTB
Implementasi
Lotim NTB
2
17
18
16
Implementasi melalui TSSM 1,5
Seluruh daerah
Jawa Barat, Jawa Tengah,
Jawa Timur, Bali dan NTB
Jawa Tengah, NTB dan NTT
Aceh, NTT, Sulawesi Selatan,
Maluku,Papua
Medan, Surabaya dan
Makassar
Jakarta
Jabar, Sumut, Jatim
NTT, Papua dan NTB
26. No
Mitra
Kegiatan
Lokasi
19
Bali Focus
Tad
Tad
20
21
Yayasan Pelita Indonesia
Care Indonesia
Tad
Implementasi
Tad
NTT
Sumber : Sekretariat STBM, 2012
Secara nasional, saat ini pelaksanaan STBM sudah berkembang sebagaimana peta berikut ini :
Gambar 7
Wilayah Kerja Pelaku STBM di Indonesia Tahun 2012
Sumber : Sekretariat STBM, 2012
17
27. 4.2
Pencapaian STBM
Sejak dicanangkan pada September 2008, STBM yang asalnya hanya berbicara tentang Stop Buang Air
Besar Sembarangan berkembang menjadi 5 pilar. Berikut ini adalah beberapa gambaran tentang apa yang sudah
dicapai :
Tabel 2
Indikator Program Prioritas Penyehatan Lingkungan
Sumber: Direktorat Penyehatan Lingkungan Kementrian Kesehatan, Perkembangan STBM Nasional dan Refleksi
Program sebelumnya, disampaikan pada : Pelatihan STBM Provinsi Lampung Bandar Lampung, 18-21 Juni
2012
7.4
Program/ Kegiatan
Prioritas
P e n y e h a t a n
Lingkungan
Tahun
2010
Tahun
2011
2012
(Triwulan I)
1. Persentase penduduk yang
memiliki akses terhadap air
minum berkualitas
No
Target, 62
Capaian, 45,1
(70,2%)
Target, 62,5
Capaian, 44,2
(70,7%)
Target, 63
Capaian, 41,66
(66,13%)
2. Persentase kualitas air minum
yang memenuhi syarat
Target, 85
Capaian, 86,46
(101,7%)
Target, 64
Capaian, 55,5
(86,7%)
Target, 90
Capaian, 90,8
(100,9%)
Target, 67
Capaian, 55,5
(82,9%)
Target, 95
Capaian, 90,8
(95,6%)
Target, 69
Capaian, 54,26
(78,68%)
Target, 2.500
Capaian, 2510
(100,4%)
Target, 5.500
Capaian, 6.235
(113,4%)
Target, 11.000
Capaian, 6.637
(60,33%)
Indikator
3. Persentase penduduk yang
menggunakan jamban sehat
4. Jumlah desa/kelurahan yang
melaksanakan Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat STBM
Sumber : Direktorat Penyehatan Lingkungan 2012
Terlihat bahwa pada tahun 2010-2011, kita belum mampu memenuhi target akses masyarakat terhadap
air minum berkualitas dan jamban sehat, secara detail sesuai dengan hasil Susenas oleh BPS tahun 2010,
sebagaimana yang tercantum pada butir tulisan 3.5 kondisi eksisting program AMPL. Untuk air minum baru
sekitar 70% dari target, sedangkan untuk sanitasi sekitar 80% dari target.
Untuk memperjelas dapat dilihat pula peta persentase jumlah penduduk yang telah menggunakan
jamban sehat pada tahun 2010 berikut ini:
Gambar 8
Persentase Penduduk Yang Menggunakan Jamban di Indonesia
18
Sumber : Direktorat Penyehatan Lingkungan 2012
28. Terlihat hanya 8 provinsi dengan persentase penduduk menggunakan jamban sehat di atas rata rata
nasional (55,5%). Kondisi ini sesuai dengan grafik tentang kondisi sarana sanitasi per-provinsi seperti berikut ini:
Grafik 3
Kondisi Sarana Sanitasi Provinsi di Indonesia Tahun 2010
Sumber : Riskesdas Tahun 2010
Hanya provinsi DKI Jakarta yang dinyatakan tidak memiliki masyarakat berperilaku buang air besar
sembarangan, ini dengan asumsi bahwa masyarakat yang sarana sanitasinya unimproved memang kondisi sarananya
benar-benar layak/sehat. Jika tidak, ini artinya masih banyak upaya yang harus kita lakukan dalam membangun
perilaku higiene masyarakat.
Melalui STBM, selain Stop BABS, diharapkan perilaku higiene masyarakat meningkat dengan kebiasaan
CTPS, mengkonsumsi air dan makanan sehat, mengelola sampah dengan benar serta limbah cair secara aman.
Untuk itu mendokumentasikan berbagai pembelajaran yang sudah terjadi di Indonesia dengan pengelolaan
pengetahuan menjadi sangat penting dalam rangka Percepatan Pencapaian STBM, sebagai upaya strategis untuk
pencapaian target RPJMN 2014 maupun MDGs 2015.
Melihat grafik di atas maka diperlukan strategi:
(1) Mempertahankan kelompok masyarakat yang sudah Stop BABS dan menggunakan jamban sehat
pribadi/komunal agar tidak kembali ke perilaku OD;
(2) Mendampingi masyarakat yang sudah Stop BABS dengan mengakses jamban tetangga untuk segera
memiliki jamban dan mempertahankan perilakunya agar tidak kembali ke OD;
(3) Meningkatkan kualitas jamban masyarakat dan mempertahankan perilakunya agar tidak kembali OD;
serta
(4) Melakukan pemicuan bagi masyarakat yang masih OD untuk segera mengubah perilaku (Stop BABS),
menggunakan jamban serta mempertahankan perilakunya agar tidak kembali OD.
19
29. Kondisi eksisting perkembangan program STBM pada empat tahun terakhir ini, sosialisasi dan
pelaksanaan Program STBM terus dilakukan dan hasilnya pun sudah menunjukkan angka yang signifikan.
Sampai akhir tahun 2012 sudah sebanyak 241 kabupaten/kota dan 2.519 kecamatan telah mensosialisasikan
dan menerapkan program STBM sehingga diperoleh 11.165 desa/kelurahan intervensi program STBM. Untuk
260 kabupaten/kota lainnya masih dalam proses upaya sosialisasi.
Apabila kita melihat jumlah desa/kelurahan di Indonesia yang sebanyak 76.655 desa/kelurahan –
menurut Kodepos Indonesia Tahun 2013 – maka angka tersebut baru mencapai 14,56%. Sedangkan menurut
Menteri Dalam Negeri pada tahun 2013 jumlahnya desa/kelurahan adalah 77.465 (Kompas 7 Februari 2013),
sehingga capaiannya sekitar 14,41 %.
Grafik 4
Jumlah Desa/kelurahan dan Desa/kelurahan Intervensi STBM Provinsi di Indonesia Tahun 2013
Sumber: Data Olahan Desa/kelurahan STBM di Indonesia tahun 2012
dan Jumlah Desa/Kelurahan menurut Kodepos Indonesia Tahun 2013
Terlihat ada 3 provinsi dengan jumlah desa/kelurahan banyak, sekitar 6.000–di atas 8.000 desa/kelurahan
– termasuk jumlah penduduknya tinggi, yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Sumatera Utara.
Tiga provinsi ini yang harus menjadi perhatian utama. Tiga provinsi lainnya yang jumlah desa/kelurahannya
3.000–6.000 tetapi penduduknya menengah adalah Sumatera Utara, Sumatera Selatan dan Nanggro Aceh
Darussalam. Sedangkan Papua jumlah desa/kelurahannya di atas 3.000, tetapi lokasinya menyebar dan
jumlah penduduknya rendah.
20
30. 4.3
Pembelajaran dan potensi
Dari Lokakarya “Menemukan Strategi Perluasan Pelaksanaan Program STBM di Indonesia”, di Bogor
pada tanggal 7–11 Agustus 2012 diperoleh beberapa pembelajaran yang bila dirangkum sesuai dengan
komponen program STBM, dapat dilihat sebagai berikut:
4.3.1 Pembelajaran dan usulan untuk pemerintah pusat
Tabel 3
Pembelajaran dan Usulan untuk Pemerintah Pusat
Peningkatan
kebutuhan sanitasi
Advokasi :
1.
Materi
promosi untuk KIE
dan pelatihan
2.
Advokasi
peningkatan demand
untuk pengambil
keputusan
Kelembagaan :
3.
Petunjuk
Teknis dan Panduan
peningkatan demand
4.
TOT fasilitator
provinsi
5.
Pemetaan
kinerja STBM daerah
Penganggaran :
6.
Anggaran
untuk peningkatan
demand
Implementasi :
7.
Titik kritis
setelah ODF selama
4 bulan, apakah
dia akan kembali
ke kondisi awal,
oleh karena itu,
kenyamanan perlu
diperhatikan,
diperlukan
pemahaman tangga
sanitasi, dan disinilah
peran Pemda untuk
mencapai jamban
yang sehat dan
nyaman
Monitoring & evaluasi
:
8. Pemantauan hasil
pemicuan dan
pendampingan
masyarakat
Peningkatan penyediaan
sanitasi
Kelembagaan :
1. Kerja sama dengan
program Penyediaan
sarana sanitasi umum :
IPAL komunal, pengelolaan
sampah, instalasi air
minum dan sanitasi
sekolah
2. Pengembangan Asosiasi
Pengusaha Sanitasi
3. Pengembangan jejaring
supply
4. Peningkatan sumber
daya : Pelatihan tukang
& pengusaha sanitasi,
pendampingan, coaching,
konseling
5. Buku Panduan Pemasaran
Sanitasi
Implementasi :
6. Peningkatan opsi teknologi
sanitasi : jamban murah
terjangkau, jamban
kering (ecosan), jamban
tepat guna, bekerja sama
dengan Litbang, akademisi
maupun NGO
7. Pengembangan potensi
pasar : website, toma,
media cetak dan audio
video
8. Informasi kebutuhan
pengusaha sanitasi masing
masing daerah
Pendanaan :
9. Alokasi dana pusat fokus
kepada pengembangan
kapasitas. Contoh
Dekon Cipta Karya untuk
Pelatihan Tukang &
Pengusaha Sanitasi
10. Kerja sama dengan mitra
: CSR, Koperasi, BPR
untuk permodalan bagi
pengusaha sanitasi
Peningkatan lingkungan yang kondusif
Advokasi :
1. Re-sosialisasi STBM ke seluruh level secara efektif
2. Advokasi kepada sesama program untuk menyelesaikan masalah subsidi
dan non subsidi; oleh karena itu perlu bukti bahwa STBM itu efektif
3. Pengarusutamaan STBM lewat media nasional, baik media cetak, maupun
elektronik.
4. Penggunaaan media Televisi untuk promosi interaktif, dengan
menggunakan icon, untuk itu diperlukan konsolidasi anggaran advokasi
dan promosi nasional untuk semua media, sebagaimana yang dilakukan
BKKBN
5. Karena menyentuh langsung Rumah Tangga, perlu diadakan kompetisi
antar kepala daerah karena dalam Pemilukada vote dilakukan secara
individual
6. Revisi indikator Standard Pelayanan Minimum dengan memasukkan STBM
sebagai salah satu indikator
7. Diperlukan kesadaran tentang sanitasi, untuk memunculkan investasi.
Karena terbangun kesadaran, maka ada prioritas, perhatian pada
efektifitas, baru kemudian terjadi alokasi anggaran
Kelembagaan :
8. Penyusunan Peraturan Pemerintah (PP) spesifik tentang STBM
9. Perlu sinergi dengan Promosi Kesehatan
10. Memanfaatkan AKKOPSI dengan anggota 118 bupati/walikota (ke depan
akan berjumlah 226) yang sedang berupaya agar alokasi anggaran sanitasi
meningkat sekitar 2%
11. STBM diusahakan menjadi indikator dari program-program nasional lainya
seperti; Adipura, Kota/Kabupaten Sehat, Kota/Kabupaten Layak Anak,
Desa/kelurahan Siaga dll
12. Surat Edaran Menteri Kesehatan/ Dirjen P2PL untuk penggunaan dana
BOK dengan target ODF 1 desa/kelurahan/1 puskesmas/ tahun. Dengan
perhitungan bahwa jumlah Puskesmas di Indonesia adalah 8.931, berarti
dalam setahun minimum capaian ODF adalah 8.931 desa/kelurahan.
Dengan demikian akan tercapai target tidak saja Desa/kelurahan STBM
tetapi desa/kelurahan ODF 20,000 desa/kelurahan di Indonesia
13. Menyediakan sistem yang efektif untuk pelaksanaan, monitoring dan
evaluasi pasar sanitasi, serta penyediaan trainer untuk membantu Provinsi
yang sudah siap mengadopsi pasar sanitasi
Perencanaan :
14. Penyusunan Roadmap STBM Nasional 2013-2015
Penganggaran :
15. STBM harus mendapatkan pos yang jelas dalam PPSP, termasuk sanitasi
sekolah, serta memanfaatkan dana pendidikan 20%
16. Pengaturan dan penyusunan sistem yang efektif terhadap keikutsertaan
sektor swasta dalam membantu modal awal kepada pengusaha sanitasi
Monitoring & Evaluasi :
17. Penyusunan sistem dan teknis pelaksanaan Monitoring dan Evaluasi yang
efektif
21
31. 4.3.2 Pembelajaran dan usulan untuk pemerintah provinsi
Tabel 4
Pembelajaran dan Usulan untuk Pemerintah Provinsi Tahun 2013-2015
Peningkatan
kebutuhan
sanitasi
Advokasi :
1. Advokasi
kepada DPRD,
kabupaten/
kota, swasta
2. Melakukan
kompetisi
sebagai bagian
dari pemicuan
Anggaran :
3. Anggaran
untuk
peningkatan
demand
Kelembagaan :
4. ToT fasilitator
kabupaten
5. Penggandaan
materi KIE
dan pelatihan
untuk
peningkatan
demand
6. Pedoman
sesuai kearifan
lokal
7. Memanfaatkan
mahasiswa
yang KKN
dengan
kegiatan
pemicuan
Implementasi :
8. Expose jamban
yang sudah
dibangun oleh
wirausaha
sanitasi untuk
kepentingan
promosi
peningkatan
demand
9. Mendramatisir
deklarasi
ODF akan
memicu desa/
kelurahan atau
kecamatan
lainnya
22
Peningkatan penyediaan sanitasi
Peningkatan lingkungan yang kondusif
Implementasi :
1. Riset pasar sanitasi
2. Peningkatan opsi teknologi
sanitasi : jamban murah
terjangkau, jamban kering
(ecosan), jamban tepat guna,
bekerja sama dengan Litbang,
akademisi maupun NGO,
termasuk penyebarluasan
pilihan opsi sanitasi model
jamban yang murah
3. Pengembangan potensi pasar :
website, toma, media cetak dan
audio video
4. Informasi kebutuhan pengusaha
sanitasi masing-masing daerah
5. Pengembangan wirausaha
sanitasi akan membuat “little
winner”, usaha-usaha kecil
tetapi banyak dan hasilnya
meyakinkan. Misal di Jawa
Timur dari sekitar 20 wirausaha
sanitasi ada tambahan sekitar
40-50 jamban baru per hari
6. Informasi penjualan bahan
bangunan dengan tetap
memperhatikan kearifan lokal
Kelembagaan :
7. Kerja sama dengan mitra
: CSR, Koperasi, BPR:
Permodalan bagi pengusaha
sanitas
8. Kerjasama program :
penyediaan sarana sanitasi
umum : IPAL komunal,
pengelolaan sampah, instalasi
air minum dan sanitasi
sekolah
9. Pengembangan Asosiasi
Pengusaha Sanitasi
10. Pengembangan jejaring supply
11. Sinergi dan integrasi dengan
Dinas Koperasi serta
pemangku kepentingan
lainnya untuk pengembangan
wirausaha sanitasi
12. Peningkatan sumber daya
13. Pelatihan tukang & pengusaha
sanitasi
14. Pendampingan, coaching,
konseling
15. Buku Panduan Pemasaran
Sanitasi
Advokasi :
1. Re-sosialisasi STBM ke kabupaten secara efektif
2. Deep advocacy memberikan dukungan kepada Bupati/Walikota sangat penting,
sesuai PP 38, sanitasi menjadi tanggung jawab daerah
3. Pengarusutamaan STBM melalui media di provinsi, baik media cetak maupun
media elektronik, termasuk memanfaatkan semua event yang memungkinkan
untuk promosi STBM
4. Kompetisi antar kabupaten tentang STBM seperti event Otonomi Award dengan
Jawa Pos Group di Jawa Timur, termasuk kompetisi antar Kecamatan : Camat
Award
5. Reward untuk daerah ODF seperti contoh yang dilakukan NTB
6. Terus memberikan pendampingan, motivasi, advokasi, fasilitasi terhadap
Kabupaten/kota
Kelembagaan :
7. Penyusunan Pergub AMPL dan atau PERDA AMPL sebagai payung hukum,
dimana secara spesifik STBM disebutkan sebagai pendekatan dari perubahan
perilaku dengan nilai-nilai non subsidi, partisipatori, dll
8. Kolaborasi dengan PKK: STBM dimasukkan indikator lomba lingkungan sehat,
memanfaatkan jejaring PKK
9. Bekerja sama dengan akademisi: memasukkan kurikulum tentang STBM,
pelatihan teknis, topik karya tulis/skripsi
10. Sinergi dan mendapatkan dukungan lintas sektor melalui Pokja Sanitasi Provinsi
& Pokja AMPL di Kabupaten/Kota
11. Kesepakatan lintas sektor pengelolaan sanitasi, untuk STBM (Sanitasi
Perdesaan) di bawah koordinasi Dinas Kesehatan sedangkan Sanitasi Perkotaan
(PPSP) dikoordinasikan di bawah Dinas PU
12. Sinergi dengan SLBM untuk opsi jamban dengan lahan terbatas
13. Sinkronisasi dengan Desa/kelurahan Siaga: STBM sebagai bagian dari Desa/
kelurahan Siaga, Desa/kelurahan Siaga dimulai dari pemanfaatan potensi Desa/
kelurahan menjadi Desa/kelurahan Sehat menuju Kota Sehat
14. Program Kota Sehat sebagai entry point dari wilayah ODF,
15. Melatih mahasiswa tentang CLTS untuk bahan praktik KKN
16. Sinergi dengan UKS: pemicuan sekolah masuk sebagai bagian kegiatan UKS
17. Promkes untuk sosialisasi, PHBS, CTPS, dlsb
18. Memanfaatkan Infolinbangkes terkait website untuk expose data STBM
19. Melaksanakan stakeholder learning review untuk mendapatkan best practice
20. Di tingkat Provinsi sebaiknya memiliki Tim Trainer CLTS
Perencanaan :
21. Menyusun Perencanaan dengan target untuk 3 tahun sampai tahun 2015
22. Tertuang dalam RPJMD & Renstra SKPD terkait tingkat Provinsi, sehingga
mendapatkan dukungan kebijakan, akan memposisikan Sanitasi (STBM) sebagai
salah satu program prioritas.
Penganggaran :
23. Dukungan anggaran dari APBD Provinsi Jatim untuk: (a) pelatihan fasilitator
kabupaten/kota, (b) pengenalan pasar sanitasi kepada kabupaten/kota, (c)
diteruskan atas inisiatif kabupaten/kota, (d) upaya pengikutsertaan pihak
akademi/universitas dalam membantu capaian STBM, misal dalam ikut melatih
mahasiswa tentang proses pemicuan sebelum KKN (masuk dalam kurikulum
pelatihan KKN), (e) peningkatan kapasitas staff dalam upaya Monitoring dan
Evaluasi
24. Anggaran kegiatan STBM provinsi diupayakan mempunyai nomor rekening
tersendiri atau punya MAK, sebagaimana pengalaman Jawa Timur
25. Penyediaan dana Lintas Sektor: Pemanfaatan Koperasi Wanita dari Dinas
Koperasi untuk modal kredit jamban, Pemanfaatan dana CSR untuk pengadaan
kloset, pelat pembuatan kloset, maupun pemicuan
Monitoring & evaluasi :
26. Monitoring dan evaluasi berkelanjutan
32. 4.3.3 Pembelajaran dan usulan untuk kabupaten/kota
Tabel 5
Pembelajaran dan Usulan untuk Kabupaten/Kota
Peningkatan kebutuhan sanitasi
Peningkatan penyediaan sanitasi
Peningkatan lingkungan yang kondusif
Advokasi :
1.
Kepemilikan jamban sehat
menjadi bagian dari syarat nikah
dan naik haji
2.
Beri Puskesmas dengan
“mainan” yang menantang,
misal setiap Puskesmas minimal
1 Desa/kelurahan ODF/tahun
dengan menggunakan BOK. STBM
dapat masuk ke menu Kesehatan
Lingkungan
Kelembagaan :
3.
PHBS dan STBM menjadi
kurikulum di sekolah
4.
Memperbanyak fasilitator
melalui Pelatihan Fasilitator
Pemicuan
Perencanaan :
5.
Memetakan wilayah sesuai
dengan klasifikasi kinerja STBM perkecamatan atau puskesmas
Implementasi :
6. Semua pihak menyadari dan
menemukan titik masuk
pelaksanaan STBM, misalnya
sampah sebagai masalah utama, 3
R dikelola karena mempunyai nilai
ekonomi
7. Mendramatisir deklarasi ODF akan
memicu desa/kelurahan/kecamatan
lainnya
8. Memanfaatkan gerakan masyarakat
dan kearifan lokal, untuk
menjelaskan pentingnya PHBS –
seperti Gemohing di Lembata
9. Perubahan perilaku dilakukan
melalui upaya budaya malu,
meningkatkan swadaya, serta
bermitra dengan pelaku
pembangunan lainnya
10. Memanfaatkan kegiatan
Kelompok Masyarakat, seperti
pengajian, kebaktian dll
11. Harus memperhatikan kondidi
geografis
Monitoring & evaluasi :
12. Memelihara komitmen unik untuk
mempertahankan ODF baik oleh
komunitas maupun pemerintah
Advokasi :
1.
Kepemilikan jamban ehat
menjadi prasyarat: KTP, nikah,
IMB, Jamkesmas, Jampersal,
Rumah Sehat
2.
Mengembangkan media
promosi, termasuk dari mulut ke
mulut
Kelembagaan :
3. Kerja sama dengan mitra: CSR,
Koperasi, BPR untuk permodalan
bagi pengusaha sanitasi
4. Kerja sama program untuk
Penyediaan sarana sanitasi
umum : IPAL komunal,
pengelolaan sampah, instalasi air
minum dan sanitasi sekolah
5. Regulasi dengan memasukkan
komponen supply dalam strategi
STBM
6. Pengembangan Asosiasi
Pengusaha Sanitasi
7. Pengembangan jejaring supply
8. Peningkatan sumber daya :
pelatihan tukang & pengusaha
sanitasi, pendampingan,
coaching, konseling
9. Buku Panduan Pemasaran
Sanitasi
10. Pelatihan Kerajinan Sampah
Pendanaan :
11. Arisan sebagai salah satu
bentuk memunculkan budaya
malu untuk pengadaan jamban
Implementasi :
12. Expose dan peningkatan opsi
teknologi sanitasi : jamban
murah terjangkau, jamban
kering (ecosan), jamban tepat
guna, bekerja sama dengan
Litbang, akademisi maupun
NGO
13. Pengembangan potensi pasar:
website, toma, media cetak dan
audio video
14. Informasi kebutuhan
pengusaha sanitasi masingmasing daerah
Advokasi :
1. Adanya komitmen pimpinan daerah, disertai
dengan kesediaan turun ke lapangan, sesuai PP
38, sanitasi menjadi tanggung jawab daerah
2. Re-sosialisai STBM ke kecamatan secara efektif
3. Pengarusutamaan STBM di kabupaten, lewat
media baik cetak maupun elektronik, termasuk
memanfaatkan semua event yang memungkinkan
untuk promosi STBM
4. Mengupayakan keluarnya edaran/ himbauan
Walikota/ Bupati tentang penggunaan dana ADD
untuk membantu capaian ODF
5. Pengelolaan sampah diupayakan menjadi visi
kota, sehingga Bank Sampah menjadi pengelola
sampah berbasis masyarakat, dan membantu
pemasaran hasil kerajinan sampah
6. Menyedian reward untuk desa/kelurahan ODF
Kelembagaan :
7. Adanya kerjasama eksekutif dan legislatif sesuai
dengan peran dan fungsinya masing masing
8. Pembuatan PERDA dan PERBUP/PERWALI AMPL
yang menyebutkan spesifik STBM sebagai
pendekatan perubahan perilaku
9. Pentingnya peran Pokja AMPL sebagai wadah
koordinasi pelaksanaan STBM, dimana Bappeda/
Bappeko berperan sebagai SKPD koordinatif;
sehingga terjadi sinergi antar SKPD dan pemangku
kepentingan lainnya
10. Diperlukan dukungan pemerintah untuk
penyusunan sistem pasar sanitasi, pelatihan,
termasuk permodalan kepada beberapa
pengusaha sanitasi terpilih
11. Memberikan peran kepada NGO dan pemangku
kepentingan lainnya dalam pelaksanaan STBM
12. Refreshing fasilitator dan sanitarian
Perencanaan :
13. Menyusun Dokumen Perencanaan STBM sebagai
arahan pembangunan AMPL untuk memudahkan
pemangku kepentingan untuk berperan
Penganggaran :
14. Menyediakan dana untuk pelatihan trainer
fasilitator kecamatan dan desa/kelurahan
Monitoring & evaluasi :
15. Peningkatan kapasitas staf pemerintah dalam
sistem dan pelaksanaan Monitoring & Evaluasi
16. Melakukan monitoring dan evaluas secara rutin
dan berkelanjutan
23
33. Potensi yang tersedia saat ini masih sangat dimungkinkan untuk memenuhi target RPJMN 2010–2014
dan MDGs 2015. Pada tahun 2011 diketahui ada sejumlah program yang lebih memfokuskan pada AMPL
dengan skala besar karena didukung oleh lembaga Donor dan Instansi terkait3 antara lain: 1) Percepatan
Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP); 2) WASH UNICEF; 3) Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM);
4) Metropolitan Sanitation Management and Health Project (MSMHP); 5) Penyediaan Air Minum dan Sanitasi
Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS); 7) Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM); 8) ICWRMIP; maupun
program kerja sama dengan mitra sebagaimana dijabarkan di tabel pelaku STBM. Belum lagi dengan dukungan
program STBM melalui Direktorat Penyehatan Lingkungan Kemenkes, maupun insiatif daerah.
Perkembangan di daerah diindikasikan dengan masih banyaknya program AMPL dan STBM dengan
fokus dan skala yang lebih bervariasi, yang dilaksanakan oleh berbagai institusi (Pemerintah provinsi maupun
kabupaten/kota maupun bekerja sama dengan lembaga non Pemerintah), terkait dengan kebutuhan dan rasa
kepedulian. Banyak informasi yang berkembang menyangkut keberhasilan pelaksanaan STBM secara mandiri
oleh beberapa pemerintah daerah, apalagi didukung dengan kondisi dimana pembangunan sanitasi tidak
seluruhnya dapat dilayani dengan pendekatan berbasis institusi4.
4.4
Permasalahan strategis AMPL dan STBM
Sebagaimana ditegaskan di atas bahwa permasalahan sanitasi buruk erat kaitannya dengan perilaku
higiene yang tidak baik di 5 pilar STBM. Dampak utama dari sanitasi buruk juga sudah teridentifikasi antara
lain: berkembangnya penyakit-penyakit menular melalui air (water borne), polusi sumber air minum, bahkan
merembet kepada persoalan kematian, kemiskinan, kinerja dan produktivitas. Sehubungan dengan hal tersebut
maka upaya melaksanakan program STBM diharapkan mampu mengatasi berbagai masalah strategis.
Permasalahan strategis yang dihimpun Kelompok Kerja Nasional Air Minum dan Penyehatan
Lingkungan (2010)5 terkait air dan sanitasi adalah:
Tabel 6
Masalah Strategis AMPL di Indonesia Tahun 2010
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
MASALAH STRATEGIS
22,29% penduduk belum memiliki akses air minum
lebih dari 70 juta jiwa belum memiliki akses sanitasi dasar
90% air permukaan tidak layak
85% air tanah tercemar tinja
14,49% saluran drainase mengalir lambat
32,68% rumah tangga tidak memiliki saluran drainase
68% sudah ada pelayanan sanitasi dasar tetapi belum memperhatikan kualitas layanan sanitasi yang
aman bagi lingkungan dan kesehatan
Potensi kerugian ekonomi 56 Trilyun/tahun sebagai dampak dari 70 juta jiwa belum mendapatkan akses
pada sanitasi dasar
Angka kejadian diare berpotensi relatif tinggi
Kesadaran untuk ber-Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) masih rendah
Belum ada kerangka kerja pembangunan sanitasi berbasis masyarakat
Sudah 228 kabupaten/kota yang mengetahui dan menerapkan program STBM
Sumber: RPJMN 2010 – 2014 dan Perhitungan Bappenas 2010.
3
Lembaga Donor dan instansi terkait antara lain: Unicef, Plan, World Vision, High Five,
Simavi, Mercy Corps, Yayasan Dian Desa, CD Bethesda, Yayasan Rumsram dll.
4
Kebijakan Nasional Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat telah mendorong pemer-
intah daerah untuk memberikan prioritas lebih tinggi pada penyediaan air minum dan sanitasi, dengan memperjelas
peran dan tanggung jawab pemerintah daerah kaitannya dengan: (i) perencanaan, penganggaran, dan pembangunan
infrastruktur; (ii) pengelolaan sistem air minum dan sanitasi yang layak; dan (iii) perubahan dan pelibatan masyarakat
dalam konservasi sumber daya air dan lingkungan.
5
24
Sumber RPJMN 2010 - 2014
34. Asumsi lain terkait dengan permasalahan pengetahuan adalah masih banyak persepsi yang beraneka
ragam mengenai filosofi dan strategi STBM. STBM acapkali diidentikkan dengan pendekatan Community-Led
Total sanitation (CLTS). Secara konseptual STBM dan CLTS jelas berbeda, walaupun pada tataran pendekatan
metodologis banyak kesamaannya.
Beberapa permasalahan program STBM yang didapatkan dari berbagai sumber dapat dilihat pada tabel
berikut ini:
Tabel 7
Permasalahan Internal dan Eksternal STBM di Indonesia
Permasalahan Internal
Permasalahan Eksternal
1. Advokasi :
• Tidak semua pimpinan daerah
berkomitmen penuh terhadap STBM
• Belum semua stakeholder mempunyai
persepsi yang sama tentang pentingnya
sanitasi, sehingga perlu advokasi khusus
• Masih ada program yang bertentangan
dengan STBM misalnya ada subsidi,
menghambat laju STBM
2. Kelembagaan :
• Kurang berfungsinya kelembagaan Pokja
AMPL, karena ada rangkap tugas dan
tanggung jawab, kurang koordinasi, ego
sektoral, belum ada evaluasi pencapaian
target.
• Belum semua daerah memiliki aspek
regulasi, Perda dan Perdes STBM.
• Belum ada kerangka kerja pembangunan
sanitasi Berbasis Masyarakat.
• Masih banyak kecamatan dan desa/
kelurahan yang belum membentuk tim
STBM serta tidak melibatkan lembaga
kemasyarakatan
• Sumber daya manusia kabupaten/ kota,
kecamatan, dan desa/ kelurahan masih
kurang dalam pemahaman STBM, hal
ini menghambat pengarus-utamaan
perubahan perilaku
• Perlu peningkatan kapasitas Pokja
AMPL provinsi dan kabupaten/kota, tim
fasilitator masih sedikit yang terlatih
• Sanitarian puskesmas masih kurang,
sanitarian yang ada disibukkan oleh
kegiatan non-sanitasi
3. Penganggaran :
• Minimnya anggaran sanitasi mulai
dari APBD hingga desa/kelurahan dan
kecamatan, atau tergantung dengan
bantuan CSR perusahan
4. Implementasi :
• Kuantitas (seluruh komunitas) dan Kualitas
(Penjaminan kualitas) pencapaian target
ODF/SBS masih belum seragam
1. Peningkatan lingkungan yang kondusif :
• Potensi kerugian ekonomi 56 trilyun/tahun sebagai dampak
lebih dari 70 juta jiwa belum mendapatkan akses pada
sanitasi dasar
• Disparitas akses sanitasi masyarakat menyebabkan lebih
dari 70 juta jiwa belum punya akses sanitasi dasar; 90% air
permukaan tidak layak; 85% air tanah tercemar tinja; 14,49%
saluran drainase mengalir lambat; 32,68% rumah tangga
tanpa saluran drainase
• Pelayanan sanitasi dasar sebesar 68% belum memperhatikan
kualitas yang aman bagi lingkungan dan kesehatan, angka
kejadian diare berpotensi masih tinggi
• Penyediaan air bersih untuk jamban komunal membutuhkan
pengaturan khusus
2. Peningkatan kebutuhan sanitasi :
• Sumber air terkontaminasi sampah; selain itu akses air
bersih masih sulit/rendah
• Daerah berpenduduk besar tantangan targetnya berat,
kondisi rumah padat menyebabkan sampah berserakan,
penduduk musiman tidak mungkin buat jamban pribadi
harus ada jamban umum
• Masyarakat masih terbiasa dengan proyek, masih tergantung
dengan subsidi dan bantuan fisik perusahaan
• Kesadaran untuk PHBS dan STBM masih rendah; masyarakat
masih menganggap BABS sebagai sesuatu yang tidak salah,
buang sampah di sungai dianggap sebagai warisan budaya
• Partisipasi masyarakat masih rendah, sehingga perlu
penyegaran kembali
• Pembangunan jamban bukan prioritas dalam pengeluaran
rumah tangga
• Kondisi alam kurang mendukung, rawan genangan, air tanah
dangkal, daerah kepulauan, curah hujan tinggi menyebabkan
banjir, pembangunan sarana pada daerah tebing sungai
sulit, lahan untuk jamban komunal dan TPS/TPA sulit didapat
karena lahan terbatas
3. Peningkatan penyediaan sanitasi :
• Dalam supply sanitasi, produksi kloset masih terbatas, peran
swasta dan akses modal untuk bisnis sanitasi masih kurang
• Banyak rumah di perkotaan yang mempunyai septictank
tidak pernah dikuras, padahal di sekitarnya banyak rumah
yang tidak disengaja airnya tercemari oleh buangan
septictank tsb.
25
35. Bab Lima
ROADMAP PERCEPATAN
STBM 2013 - 2015
5.1
Target STBM 2013 - 2015
STBM termasuk dalam Renstra Kementerian
Kesehatan 2010–2014 sebagai salah satu fokus
prioritas pembangunan kesehatan. Sesuai mandat
RPJMN 2010-2014 dan MDGs 2015, maka terdapat
beberapa indikator terukur yang harus dicapai, yaitu:
(1) Persentase penduduk yang menggunakan
jamban sehat menurut RPJMN 2014 dan
persentase rumah tangga yang memiliki akses
terhadap sanitasi layak berkelanjutan menurut
MDGs 2015 (persentase penduduk yang
menggunakan jamban sehat meningkat dari
64% pada tahun 2010 menjadi 75% pada tahun
2014);
(2) Jumlah desa/kelurahan yang melaksanakan
STBM pada tahun 2014 sebanyak 20.000 desa/
kelurahan STBM;
(3) Meningkatnya persentase penduduk stop BABS
dari 71 persen pada tahun 2010 menjadi 100
persen pada tahun 2014; dan
(4) Meningkatnya persentase provinsi yang
memfasilitasi penyelenggaraan STBM dari 18%
pada tahun 2010 menjadi 100% pada tahun
2014.
26
36. Secara lengkap dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 8
Target Pembangunan Sanitasi di Indonesia Tahun 2010-2015
Tahun
2010
Indikator
Tahun
2011
2012
(Triwulan I)
Tahun
2013
Tahun
2014
Tahun
2015
Target RPJMN sampai 2014
Target 64%
Capaian
55,5%
(86,7%)
Target 67%
Capaian
55,5%
(82,9%)
Target, 69%
Capaian,
56,24
(78,68%)
Target
2.500 desa/
Jumlah desa/kelurahan kelurahan
yang melaksanakan
Capaian
STBM
2.510 desa/
kelurahan
(100,4%)
Target
5.500 desa/
kelurahan
Capaian
6.235 desa/
kelurahan
(113,4%)
Target,
11.000 desa/
kelurahan
Capaian,
11.165 desa/
kelurahan
(100,015%)
Persentase penduduk
yang menggunakan
jamban sehat
Persentase penduduk
71%
Stop BABS
Persentase provinsi
yang memfasilitasi
18%
penyelenggaraan
STBM
Target MDGs sampai 2015
Target
72%
Target
15.000
desa/
kelurahan
Target
75%
---
Target
20.000
desa/
kelurahan
---
10 %
100%
Persentase rumah tangga yang memiliki akses terhadap sanitasi layak berkelanjutan
5.2
62,4%
Analisa Gap Capaian dan Target STBM 2013 - 2015
Berdasarkan tabel di atas, kita bisa melakukan analisis gap dengan target program Nasional STBM
untuk tahun 2013–2015. Disusun berdasarkan kemudahan untuk pencapaian targetnya, dari kelima indikator
di atas adalah:
Pertama
Target tercapainya seluruh provinsi yang memfasilitasi penyelenggaraan STBM pada akhir tahun 2014.
Jika dicermati Peta Daerah Kerja STBM Indonesia Tahun 2012 dan data Desa/kelurahan Intervensi STBM,
semua provinsi telah dapat tersentuh program STBM semuanya.
Kedua
Target tercapainya 20.000 desa/kelurahan STBM pada akhir tahun 2014. Sampai tahun 2012 telah
tercapai 11.165 desa/kelurahan, berarti ada gap sebesar 8.835 desa/kelurahan. Setiap tahun harus ada
pertambahan sebanyak 4.418 desa/kelurahan sampai tahun 2014. Sesuai dengan hasil pencapaian tahun
2012, diperkirakan dapat tercapai.
Ketiga
Target persentase rumah tangga yang memiliki akses terhadap sanitasi layak berkelanjutan sebesar
62,41% sesuai target MDGs 2015. Apabila capaian triwulan 1 tahun 2012 adalah sebesar 56,24%, berarti ada
gap sebesar 6,17% sampai tahun 2015.
Setiap tahun perlu ada kenaikan sebesar rata-rata 2,06%. Kenaikan cakupan dari tahun 2011 ke 2012
27
37. (dari 55,5% ke 56,24%) adalah sebesar 0,74%. Untuk ini diperlukan upaya hingga 3 (tiga) kali lipat dari upaya
yang dilakukan pada tahun 2012, jika ingin mencapai target MDGs 2015. Berarti juga memerlukan sumber
daya sebanyak hampir tiga kali lipat dari yang digunakan pada tahun 2012.
Keempat
Target persentase penduduk yang menggunakan jamban sehat sebesar 75% sesuai dengan target
RPJMN 2014. Apabila capaian triwulan 1 tahun 2012 sebesar 56,24% berarti ada gap sebesar 18,66% sampai
tahun 2014.
Setiap tahun perlu ada kenaikan sebesar rata-rata 9,75%. Artinya jika ingin mencapai target RPJMN
2014, memerlukan upaya sebanyak hampir 11-12 kali lipat dari upaya yang dilakukan pada tahun 2012.
Kelima
Target persentase penduduk Stop BABS secara keseluruhan atau 100% jumlah penduduk Indonesia
Stop BABS harus tercapai pada akhir tahun 2014. Dilihat dari grafik kondisi perilaku higiene sanitasi pada tahun
2010 (BPS), akses terhadap jamban sehat adalah sebanyak 51,1%; akses pada jamban komunal sebanyak
6,7%; akses terhadap jamban sehat semi permanen sebanyak 25 %; sementara yang masih BABS sebanyak
17,3 %. Ini artinya sampai akhir tahun 2014 paling tidak harus menghilangkan angka BABS 17,3% serta sasaran
tambahan dengan meningkatkan jamban semi permanen menjadi jamban sehat sebesar 25 %.
Keenam
Target mengembangkan desa/kelurahan ODF menjadi desa/kelurahan STBM sesuai dengan
penyebarluasan pembelajaran dari daerah yang sudah berhasil memiliki desa/kelurahan 5 pilar STBM yang
lengkap. Menurut Sekretariat STBM, dari kompilasi sementara sampai akhir tahun 2012 telah diperoleh sekitar
1.300 desa/kelurahan ODF.
Jika dirinci, dengan tetap mengingat RPJMN 2014 dan MDGs 2015, target STBM 2013–2015 adalah
seperti yang dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 9
Target STBM di Indonesia Tahun 2013-2015
Tahun
2010
Target RPJMN sampai 2014
Indikator
Persentase
penduduk yang
menggunakan
jamban sehat
(RPJMN 2015)
Tahun
2011
Persentase
penduduk Stop
BABS:
28
Tahun
2013
Target, 67%
Target,
2.500 desa/
kelurahan
71%
Target,
5.500 desa/
kelurahan
Target, 69%
Realisasi :
56,24%
Target
65, 57%
Realisasi :
56,24%
Target, 64%
Persentase rumah
tangga yang
memiliki akses
terhadap sanitasi
layak (MDGs 2015)
berkelanjutan
Jumlah desa/
kelurahan yang
melaksanakan STBM
2012
(Triwulan I)
Target
58,31%
Target,
11.000 desa/
kelurahan
Realisasi :
11.165 desa/
kelurahan
Target
15.603 desa/
kelurahan
Tahun
2014
Tahun
2015
Target
75%
---
Target
60,36%
Target
62,41%
Target
20.000 desa/ --kelurahan
100%
38. Realisasi:
51,1%
Realisasi :
6,7%
Realisasi :
25%
Jamban Sehat
Jamban Komunal
Jamban Sehat Semi
Permanen
Mengikuti Target RPMJN 2014
atau MDGs 2015
Realisasi :
17,3%
BABS
Persentase provinsi
yang memfasilitasi
penyelenggaraan
STBM
Pengembangan
desa/kelurahan
ODF menjadi desa/
kelurahan 5 pilar
STBM lengkap
18%
100%
Diasumsikan
telah
mencapai
1.300 desa/
kelurahan
Pada tataran pelaksanaan STBM di lapangan, saat ini sudah banyak pelaku STBM yang berhasil
mendeklarasikan desa/kelurahan STBM untuk semua pilarnya. Maka untuk desa/kelurahan yang sudah
mencapai kondisi ODF dapat dikembangkan pilar-pilar lainnya, sehingga kelak selebrasinya menjadi selebrasi
5 pilar STBM.
5.3
Isu strategis STBM 2013 - 2015
Untuk mencapai target tersebut di atas, dengan melihat analisis gap Capaian dan Target STBM 20132015, terlihat bahwa :
1. Target 20.000 desa/kelurahan STBM pada akhir tahun 2014, diperkirakan dapat tercapai.
2. Pencapaian target persentase rumah tangga yang memiliki akses terhadap sanitasi layak
berkelanjutan sebanyak 62,41% memerlukan upaya keras, karena perlu upaya tiga kali lipat dari
upaya yang dilakukan pada tahun 2012.
3. Pencapaian target persentase penduduk yang menggunakan jamban sehat sebanyak 75%, perlu
upaya hampir 11-12 kali lipat dari upaya pada tahun 2012.
4. Pencapaian target persentase penduduk Stop BABS secara keseluruhan atau 100% jumlah
penduduk Indonesia Stop BABS pada akhir tahun 2014, dapat dilihat butir tulisan (3) dan (4),
perlu upaya yang jauh lebih keras lagi.
5. Target mengembangkan desa/kelurahan ODF menjadi desa/kelurahan 5 pilar STBM dengan
memanfaatkan potensi sementara telah diperoleh sekitar 1.300 desa/kelurahan ODF.
Berdasarkan analisis gap capaian dan target STBM 2013-2015, hasil pengolahan permasalahan
internal dan eksternal, serta pembelajaran yang telah diperoleh selama ini, terlihat ada kesulitan cukup besar
untuk mencapai butir (2), (3) dan (4) karena memerlukan upaya yang sangat besar. Untuk itu, pelaksanaan
berbagai kegiatan STBM seperti yang terjadi pada tahun 2012 tetap kita lanjutkan sebagaimana biasanya.
Dengan demikian, untuk Roadmap Percepatan STBM 2013-2015 dapat fokus pada dua isu strategis
besar, yaitu butir tulisan (1) dan (5) yang paling memungkinkan untuk diselesaikan dan dikembangkan
solusinya bersama-sama seluruh pemangku kepentingan STBM, yaitu:
29
39. A) Belum termanfaatkannya potensi desa/kelurahan intervensi STBM untuk dikembangkan menjadi
desa/kelurahan ODF.
Alasannya adalah:
Saat ini sudah ada 11.165 desa/kelurahan intervensi STBM.
Sudah ada desa/kelurahan lokasi dari program/proyek : WSLIC2, CWSHP, Pamsimas, WES Unicef, Pro
Air, ESP, IUWASH, Plan, WVI dll sebagai lokasi yang dapat diteruskan pendampingannya mencapai
ODF.
Dengan jumlah Puskesmas di Indonesia sebanyak 9.133 buah (Bank Data Puskesmas Kemenkes RI
Tahun 2012 ) dan memanfaatkan jumlah desa/kelurahan intervensi STBM dan desa/kelurahan lokasilokasi proyek di atas, ditambah target setiap tahun 1 desa/kelurahan per puskesmas mencapai
ODF, maka dalam jangka 2 tahun sampai RPJMN 2014 selesai diperkirakan akan ada: 2x9.133 desa/
kelurahan = 18.266 desa/kelurahan ODF.
Grafik 5
Jumlah Desa/kelurahan dan Kecamatan Intervensi STBM serta Puskesmas
di Provinsi Tahun 2010
Sumber : Data Olahan Sekretariat STBM 2012
Lebih lengkap dapat dilihat grafik perbandingan antara Desa/kelurahan STBM, Jumlah Desa/
kelurahan, Kecamatan STBM, Jumlah Kecamatan dan Jumlah Puskesmas berikut ini:
Melihat grafik di atas, dari segi jumlah Desa/kelurahan Intervensi STBM, Jumlah Desa/kelurahan dan
Jumlah Puskesmas, serta lokasi program saat ini dan program ke depan, dapat dilakukan pengkategorian
prioritasi provinsi lokasi program, yang diatur sebagai berikut:
(1) Prioritas pertama, untuk 13 besar provinsi dengan jumlah Desa/kelurahan Intervensi STBM
terbanyak,
(2) Prioritas kedua, untuk 10 provinsi dengan Desa/kelurahan Intervensi STBM terbanyak kedua,
(3) Prioritas ketiga, untuk 10 provinsi dengan Desa/kelurahan Intervensi STBM terbanyak ketiga.
30
40. Dengan prioritasi tersebut, pada 13 besar provinsi prioritas pertama terdapat data sebagai berikut :
Tabel 10
Data Provinsi Prioritas Pertama di Indonesia tahun 2013
No
Provinsi
Desa/
kelurahan
STBM
Jumlah Desa/
kelurahan
Jumlah
Puskesmas
Jumlah
Penduduk
Lokasi program
saat ini
1
Jawa Timur
2.838
8.513
947
37.476.757
TSSM, IUWASH,
H5, WVI
2
Jawa Tengah
1.423
8.574
866
32.382.657
TSSM,
Pamsimas, Plan,
Waspola Facility
3
Nusa Tenggara
Timur
1.084
2.845
316
4.683.827
Pamsimas, Plan,
Unicef, Waspola
Facility
4
Nusa Tenggara
Barat
834
904
151
4.500.212
TSSM, Unicef,
Waspola Facility
5
Sumatera
Barat
639
1.858
249
4.846.909
Pamsimas,
Waspola Facility
6
Sumatera
Selatan
617
3.081
301
7.450.394
Pamsimas,
7
Jawa Barat
504
5.883
1.040
43.053.732
TSSM,
Pamsimas,
IUWASH
Waspola Facility
8
Riau
363
1.584
209
5.538.367
Pamsimas,
9
Kalimantan
Selatan
342
1.949
216
3.626.616
Pamsimas,
Waspola Facility
10
Kalimantan
Tengah
330
1.453
175
2.212.089
CWSHP
11
Sulawesi
Tengah
298
1.664
175
2.635.009
Pamsimas,
Waspola Facility
12
Sulawesi
Selatan
268
2.936
418
8.034.776
Pamsimas,
Waspola Facility,
H5, Unicef,
IUWASH
13
Kalimantan
Barat
206
1.726
234
4.395.983
CWSHP, WVI
9.746
42.970
5.297
Program ke depan
TP : 15 ds/kab dan
Dekon: Monev &
Peningk Kapasitas
Sanitarian
TP : 15 ds/kab dan
Dekon: Monev &
Peningk Kapasitas
Sanitarian, MCC
TP : 15 ds/kab dan
Dekon: Monev &
Peningk Kapasitas
Sanitarian, MCC
TP : 15 ds/kab dan
Dekon: Monev &
Peningk Kapasitas
Sanitarian, MCC
TP : 15 ds/kab dan
Dekon: Monev &
Peningk Kapasitas
Sanitarian
TP : 15 ds/kab dan
Dekon: Monev &
Peningk Kapasitas
Sanitarian, MCC
TP : 15 ds/kab dan
Dekon: Monev &
Peningk Kapasitas
Sanitarian, MCC,
CSR Aqua
TP : 15 ds/kab dan
Dekon: Monev &
Peningk Kapasitas
Sanitarian
TP : 15 ds/kab dan
Dekon: Monev &
Peningk Kapasitas
Sanitarian, CSR
Adaro
TP : 15 ds/kab dan
Dekon: Monev &
Peningk Kapasitas
Sanitarian
TP : 15 ds/kab dan
Dekon: Monev &
Peningk Kapasitas
Sanitarian
TP : 15 ds/kab dan
Dekon: Monev &
Peningk Kapasitas
Sanitarian
TP : 15 ds/kab dan
Dekon: Monev &
Peningk Kapasitas
Sanitarian, MCC
160.837.328
Jumlah
Sumber dari : Hasil Sensus Penduduk 1971 – 2010, Kodepos Indonesia 2013,
Data Intervensi STBM di Indonesia, dan Data Pelaku STBM di Sekretariat STBM
31
41. Berdasarkan tabel di atas, dibandingkan dengan angka nasional, maka Desa/kelurahan Intervensi STBM
adalah 87,29%, jumlah desa/kelurahan 56,05%, jumlah Puskesmas 56,08%.
Dilihat dari jumlah program kerja/proyek mitra STBM yang sedang berjalan (TSSM, Pamsimas, Unicef,
WVI, Plan, H5, IUWASH, Waspola Facility) maupun rencana mendatang seperti MCC, maka ke 13 provinsi di
atas layak menjadi prioritas Roadmap STBM 2013-2015.
Dasar pertimbangan ke-13 provinsi tersebut menjadi lokasi prioritas Roadmap STBM 2013-2015, jika
dihubungkan dengan strategi pencapaian 1 desa/kelurahan ODF untuk setiap Puskesmas per tahun, adalah:
Bila diasumsikan jumlah desa/kelurahan intervensi STBM ini dapat terus dikembangkan menjadi desa/
kelurahan ODF, maka akan menyumbangkan jumlah desa/kelurahan ODF sebesar 87,29% dari total jumlah
desa/kelurahan intervensi STBM tahun 2012.
Dengan jumlah penduduk Indonesia saat ini sekitar 237.641.326 jiwa, dalam 13 provinsi prioritas pertama
ini ada 3 provinsi dengan penduduk padat yaitu Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah. Total jumlah
penduduk dari 13 provinsi tersebut berjumlah 160.837.328 jiwa, atau sekitar 67,68% dari jumlah penduduk
Indonesia. Artinya intervensi di 13 provinsi ini akan lebih banyak menyasar provinsi dengan penduduk
padat.
Dengan jumlah Puskesmas 5.297 unit, diperkirakan akan menyumbang 1 desa/kelurahan ODF setiap
Puskesmas tiap tahunnya, maka paling tidak akan menyumbang sebesar 5.122 desa/kelurahan ODF atau
57,99% dari jumlah Puskesmas yang ada, sebuah angka yang relatif realistis.
Berdasarkan pengalaman, untuk mendapatkan 1 desa/kelurahan ODF untuk setiap Puskesmas, memerlukan
4 desa/kelurahan intervensi awal STBM yang potensial. Maka jumlah target desa/kelurahan intervensi
akan mendapatkan angka: 4 desa/kelurahan x 5.297 Puskesmas atau sebanyak 21.188 desa/kelurahan.
Dengan demikian target desa/kelurahan intervensi STBM dengan sendirinya dapat tercapai.
Untuk pencapaian desa/kelurahan ODF, kalau setiap tahun ditargetkan 1 desa/kelurahan ODF per
puskesmas, maka dari 13 provinsi tersebut akan mendapatkan sebanyak 5.297 desa/kelurahan ODF setiap
tahun, sebuah upaya yang terencana untuk mengembangkan 21.188 desa/kelurahan ODF.
Jika 4 desa/kelurahan awal intervensi ini dipicu dan diajak berkompetisi bukan mustahil waktu untuk
pencapaian ODF keempat desa/kelurahan tersebut dapat dipersingkat, karena setiap puskesmas akan
konsentrasi terlebih dahulu kepada 4 desa/kelurahan yang potensial ODF.
Melihat hasil Asesmen Pokja AMPL Provinsi oleh Pokja AMPL Pusat dan Waspola Facility, maka beberapa
provinsi tersebut di atas termasuk 10 besar Pokja AMPL yang mempunyai kinerja baik, yaitu: Sumatera
Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, NTT, NTB, Sumatera Selatan dan Kalimantan Selatan. Ini merupakan sebuah
indikasi bahwa apabila terjadi koordinasi dan sinergi program melalui Pokja AMPL provinsi, diharapkan
proses pelaksanaan pencapaian target 1 desa/kelurahan ODF setiap tahun oleh setiap puskesmas akan
berjalan dengan lebih baik.
Perhitungan realistis tadi, masih akan ditambah dengan sisa provinsi lainnya yang tentu akan terus bergerak
mengembangkan desa/kelurahan intervensi STBM, mengingat SE Menkes 1 desa/kelurahan ODF setiap
puskesmas ditujukan ke semua provinsi, sedangkan TP dan Dekon Direktorat Penyehatan Lingkungan
Kemenkes tahun 2013 akan menyasar 31 provinsi di Indonesia.
Prioritas kedua, provinsi : (1) Jambi, (2) Sulawesi Barat, (3) Banten, (4) Bengkulu, (5) Gorontalo, (6) Sumatera
Utara, (7) Bangka Belitung, (8) Aceh, (9) Maluku Utara, dan (10) Lampung, diperoleh data sebagai berikut :
32
42. Tabel 11
Data Provinsi Prioritas Kedua
No
Provinsi
1.
Jambi
2.
Sulawesi
Barat
3.
Banten
Desa/
kelurahan
STBM
159
132
116
Jumlah Desa/
kelurahan
1.322
532
1.505
Jumlah
Puskesmas
173
83
221
Jumlah
Penduduk
3.092.265
1.158.651
10.632.166
Lokasi program
saat ini
Program ke depan
Pamsimas
TP : 15 ds/kab dan
Dekon: Monev &
Peningk Kapasitas
Sanitarian, MCC
Pamsimas
TP : 15 ds/kab dan
Dekon: Monev &
Peningk Kapasitas
Sanitarian,
Pamsimas
TP : 15 ds/kab dan
Dekon: Monev &
Peningk Kapasitas
Sanitarian, LSM
Harfa, MCC
4.
Bengkulu
112
1.334
174
1.715.518
Pamsimas
5.
Gorontalo
111
562
82
1.040.164
Pamsimas
6.
Sumatera
Utara
7.
Bangka
Belitung
91
348
58
1.223.296
Waspola Facility
8.
Aceh
87
6.424
318
4.494.410
Unicef
9.
Maluku Utara
72
1.002
106
1.038.087
Pamsimas
10
Lampung
71
2.403
265
7.608.405
Ditjen PMD
1.060
21.299
2.000
TP : 15 ds/kab dan
Dekon: Monev &
Peningk Kapasitas
Sanitarian, PCI
TP : 15 ds/kab dan
Dekon: Monev &
Peningk Kapasitas
Sanitarian, MCC
41.892.901
Jumlah
109
5.867
520
12.982.204
H5, IUWASH
TP : 15 ds/kab dan
Dekon: Monev &
Peningk Kapasitas
Sanitarian,
TP : 15 ds/kab dan
Dekon: Monev &
Peningk Kapasitas
Sanitarian,
TP : 15 ds/kab dan
Dekon: Monev &
Peningk Kapasitas
Sanitarian,
TP : 15 ds/kab dan
Dekon: Monev &
Peningk Kapasitas
Sanitarian,
TP : 15 ds/kab dan
Dekon: Monev &
Peningk Kapasitas
Sanitarian, SNV
Diolah dari : Hasil Sensus Penduduk 1971 – 2010, Kodepos Indonesia 2013, Data Intervensi STBM di Indonesia, dan
Data Pelaku STBM di Sekretariat STBM
Berdasarkan pengalaman, untuk mendapatkan 1 desa/kelurahan ODF untuk setiap Puskesmas, memerlukan 4 desa/
kelurahan intervensi awal STBM yang potensial. Maka untuk provinsi prioritas kedua ini akan mendapatkan angka:
4 desa/kelurahan x 2.000 Puskesmas atau sebanyak 8.000 desa /kelurahan intervensi. Angka ini menambah jumlah
desa/kelurahan intervensi STBM, hingga mendekati target 2014.
33
43. Untuk pencapaian desa/kelurahan ODF, jika setiap tahun ditargetkan 1 desa/kelurahan ODF per puskemas,
maka dari 10 provinsi tersebut akan didapatkan sebanyak 2.000 desa/kelurahan ODF setiap tahun, serta sebuah
upaya yang terencana untuk mengembangkan 8.000 desa/kelurahan ODF selama 4 tahun ke depan.
Jika ke-4 desa/kelurahan awal intervensi ini dipicu dan diajak berkompetisi, waktu untuk pencapaian
ODF keempat desa/kelurahan tersebut dapat dipersingkat, karena setiap puskesmas akan konsentrasi terlebih
dahulu kepada 4 desa/kelurahan potensial ODF. Artinya, dari prioritas kedua pun kita akan mendapatkan jumlah
desa/kelurahan ODF yang semakin mendekat kepada target 1 desa/kelurahan ODF setiap tahun dari setiap
puskesmas.
Prioritas ketiga, provinsi: (1) ) Papua Barat, (2) Maluku, (3) Kalimantan Timur, (4) Papua, (5) Sulawesi
Tenggara, (6) Kepulauan Riau, (7) Yogyakarta, (8) Sulawesi Utara, (9) Bali, (10) DKI Jakarta, diperoleh data sebagai
berikut:
Tabel 12
Data Provinsi Prioritas Ketiga
No
1.
Provinsi
Papua Barat
Desa/
kelurahan
STBM
65
Jumlah
Desa/
kelurahan
1.286
Jumlah
Puskesmas
109
Jumlah
Penduduk
Lokasi program
saat ini
Program ke depan
760.422
Pamsimas,
Unicef
TP : 15 ds/kab dan
Dekon : Monev &
Peningk Kapasitas
Sanitarian, MCC
2.
Maluku
59
901
168
1.533.506
Unicef
TP : 15 ds/kab dan
Dekon : Monev &
Peningk Kapasitas
Sanitarian, MCC
3.
Kalimantan
Timur
56
1.422
215
3.553.143
-
-
4.
Papua
36
3.575
311
2.833.381
Unicef
5.
Sulawesi
Tenggara
36
1.942
241
2.232.586
-
6.
Kepulauan
Riau
35
340
66
1.679.163
-
7.
Yogyakarta
34
438
120
3.476.757
-
8.
Sulawesi
Utara
26
1.464
170
2.270.596
-
9.
Bali
10
710
114
3.890.757
TSSM
10
DKI Jakarta
2
268
340
9.607.787
Mercy Corps
12.346
1.854
TP : 15 ds/kab dan
Dekon : Monev &
Peningk Kapasitas
Sanitarian, PCI
TP : 15 ds/kab dan
Dekon : Monev &
Peningk Kapasitas
Sanitarian, MCC
TP : 15 ds/kab dan
Dekon : Monev &
Peningk Kapasitas
Sanitarian,
TP : 15 ds/kab dan
Dekon : Monev &
Peningk Kapasitas
Sanitarian,
31.838.098
Jumlah
359
TP : 15 ds/kab dan
Dekon : Monev &
Peningk Kapasitas
Sanitarian, MCC
TP : 15 ds/kab dan
Dekon : Monev &
Peningk Kapasitas
Sanitarian,
-
Sumber : Diolah dari Hasil Sensus Penduduk 1971 – 2010, Kodepos Indonesia 2013,
Data Intervensi STBM di Indonesia, dan Data Pelaku STBM di Sekretariat STBM
34
44. Berdasarkan pengalaman, untuk mendapatkan 1 desa/kelurahan ODF untuk setiap Puskesmas,
memerlukan 4 desa/kelurahan intervensi STBM awal yang potensial. Maka untuk provinsi prioritas ketiga
akan mendapatkan angka : 4 desa/kelurahan x 1.854 Puskesmas atau sebanyak 7.416 desa/kelurahan.
Angka ini akan menambah target desa/kelurahan intervensi STBM.
Untuk pencapaian desa/kelurahan ODF, jika setiap tahun ditargetkan 1 desa/kelurahan ODF, maka
dari 10 provinsi tersebut akan didapatkan sebanyak 1.854 desa/kelurahan ODF setiap tahun, dan sebuah
upaya yang terencana untuk mengembangkan 7.416 desa/kelurahan ODF selama 4 tahun ke depan.
Jika ke-4 desa/kelurahan intervensi ini dipicu dan diajak berkompetisi, waktu untuk pencapaian ODF
keempat desa/kelurahan tersebut dapat dipersingkat, karena setiap puskesmas akan konsentrasi terlebih
dahulu kepada 4 desa/kelurahan potensial ODF. Artinya, dari prioritas ketiga pun kita akan mendapatkan
desa/kelurahan ODF yang semakin mendekat lagi kepada target 1 desa/kelurahan ODF setiap tahun dari
setiap puskesmas.
Dengan demikian, ke 33 provinsi yang berada dalam wilayah kesatuan Indonesia, semua berkiprah dalam
upaya mencapai target target pembangunan sektor sanitasi, dengan memanfaatkan semua potensi yang
tersedia di provinsinya.
1) Belum termanfaatkannya potensi desa/kelurahan ODF untuk dikembangkan menjadi desa/kelurahan
5 Pilar STBM
Alasannya adalah :
Diperkirakan telah ada sekitar 1.300 desa/kelurahan ODF.
STBM dengan target perubahan perilaku menuju Sanitasi Total, sesuai dengan kebijakannya terdiri dari
5 pilar.
Sudah ada beberapa daerah yang telah melalukan selebrasi desa/kelurahan 5 pilar STBM, seperti di
Sumedang provinsi Jawa Barat, Timor Tengah Utara provinsi Nusa Tenggara Timur, atau di Biak Numfor
provinsi Papua.
Terdapat beberapa proyek atau program, yang memiliki target 5 pilar STBM, seperti Simavi (dengan
mitra kerjanya Plan Indonesia di Nusa Tenggara Timur, YMP-NTB maupun Rumsram di Papua) serta
beberapa program seperti High Five maupun WVI yang memulai program STBM melalui pilar 4
(pengelolaan sampah rumah tangga).
Apabila meneruskan pendampingan di 1.300 desa/kelurahan ODF, serta memperoleh hasil dari
program yang memiliki target desa/kelurahan 5 pilar STBM, sebelum selesainya RPJMN 2014 maupun
MDGs 2015, kita akan memiliki sejumlah desa/kelurahan 5 pilar STBM yang lebih banyak dibandingkan
dengan sekarang.
35
45. Untuk mempermudah merumuskan tujuan strategisnya, berikut ini dikembangkan juga sub isu strategisnya,
sebagaimana tabel berikut :
Tabel 13
Isu dan sub-isu Strategis STBM di Indonesia Tahun 2013-2015
Isu strategis
Sub isu strategis
Belum termanfaatkannya
potensi desa/kelurahan
intervensi STBM untuk
dikembangkan menjadi
desa/kelurahan ODF
(1) Peningkatan Lingkungan yang Kondusif:
Belum meratanya komitmen pimpinan daerah,
Perlunya penyediaan dan revitalisasi sanitarian;
(2) Peningkatan Kebutuhan Sanitasi:
Pentingnya pengarusutamaan perubahan perilaku
Pentingnya memastikan target ODF untuk: Kuantitas (seluruh komunitas)
dan Kualitas (penjaminan kualitas)
(3) Peningkatan Penyediaan Sanitasi:
Pentingnya peningkatan kegiatan pemasaran sanitasi
Belum termanfaatkannya
potensi desa/kelurahan
ODF untuk dikembangkan
menjadi desa/kelurahan 5
Pilar STBM
(1) Peningkatan Lingkungan yang Kondusif:
Pentingnya updating data desa/kelurahan ODF
Perlunya peningkatan kapasitas bagi provinsi dan kabupaten/kota
(2) Peningkatan Kebutuhan Sanitasi:
Pentingnya meningkatkan desa/kelurahan ODF untuk meneruskan
menuju Sanitasi Total dengan menerapkan 4 pilar STBM lainnya
(3) Peningkatan Penyediaan Sanitasi:
Pentingnya penyediaan pilihan opsi teknologi 5 Pilar STBM sesuai dengan
kondisi daerah
5.4
Tujuan strategis STBM 2013 – 2015
Untuk mencapai target tersebut diatas, isu strategis bisa diolah menjadi tujuan strategis, diperoleh
tujuan strategis seperti berikut ini:
Tabel 14
Tujuan Strategis STBM di Indonesia Tahun 2013 – 2015
Isu strategis
Tujuan strategis
Belum termanfaatkannya
potensi desa/kelurahan
intervensi STBM untuk
dikembangkan menjadi
desa/kelurahan ODF
Belum termanfaatkannya
potensi desa/
kelurahan ODF untuk
dikembangkan menjadi
desa/kelurahan 5 Pilar
STBM
36
Peningkatan lingkungan yang kondusif:
1. Meningkatnya komitmen pimpinan daerah
2. Terlaksananya penyediaan dan revitalisasi sanitarian
Peningkatan kebutuhan sanitasi:
3. Terlaksananya upaya pengarusutamaan perubahan perilaku
4. Terlaksananya kepastian target ODF secara Kuantitas (seluruh komunitas)
maupun Kualitas (penjaminan kualitas)
Peningkatan penyediaan sanitasi:
5. Terjadinya peningkatan kegiatan pemasaran sanitasi
Peningkatan lingkungan yang kondusif:
6. Terlaksananya updating data desa/kelurahan ODF
7. Terlaksananya peningkatan kapasitas tentang STBM bagi provinsi dan
kabupaten/kota
Peningkatan kebutuhan sanitasi:
8. Terlaksananya peningkatan desa/kelurahan ODF menuju Sanitasi Total menjadi
desa/kelurahan 5 pilar STBM
Peningkatan penyediaan sanitasi:
9. Terjadinyanya penyediaan pilihan opsi teknologi 5 Pilar STBM dan kondisi
daerah
46. 5.5
Sasaran strategis STBM 2013 – 2015
Untuk mencapai target tersebut diatas, tujuan strategis perlu diolah menjadi sasaran strategis
seperti di bawah ini:
Tabel 15
Sasaran Strategis STBM di Indonesia Tahun 2013 - 2015
Tujuan strategis
Desa/kelurahan intervensi STBM menuju Desa/
kelurahan ODF:
Peningkatan lingkungan yang kondusif:
1. Meningkatnya komitmen pimpinan daerah
2. Terlaksananya penyediaan dan revitalisasi
sanitarian
Peningkatan kebutuhan sanitasi:
3. Terlaksananya upaya pengarusutamaan
perubahan perilaku
4. Terlaksananya kepastian target ODF secara
Kuantitas (seluruh komunitas) maupun Kualitas
(penjaminan kualitas)
Peningkatan penyediaan sanitasi:
5. Terjadinya peningkatan kegiatan pemasaran
sanitasi
Desa/kelurahan ODF menuju Desa/kelurahan 5
Pilar STBM:
Peningkatan lingkungan yang kondusif:
6. Terlaksananya updating data desa/kelurahan
ODF
7. Terlaksananya peningkatan kapasitas dan
berbagi pembelajaran tentang STBM bagi
provinsi dan kabupaten/kota
Peningkatan kebutuhan sanitasi:
8. Terlaksananya peningkatan desa/kelurahan ODF
menuju Sanitasi Total menjadi desa/kelurahan 5
pilar STBM
Peningkatan penyediaan sanitasi:
9. Terjadinyanya penyediaan pilihan opsi teknologi
5 Pilar STBM dan kondisi daerah
Sasaran Strategis
Desa/kelurahan intervensi STBM menuju Desa/
kelurahan ODF:
Peningkatan lingkungan yang kondusif:
1. Dukungan politik dan moral serta kepastian anggaran
yang memadai untuk pelaksanaan program STBM
2. Adanya sinergi investasi dan peningkatan anggaran
untuk STBM
3. Adanya penyediaan dan revitalisasi sanitarian
Peningkatan kebutuhan sanitasi:
4. Adanya upaya pengarusutamaan perubahan perilaku
5. Adanya kepastian target ODF secara Kuantitas
(seluruh komunitas) maupun Kualitas (penjaminan
kualitas)
Peningkatan penyediaan sanitasi:
6. Adanya peningkatan kegiatan pemasaran sanitasi
Desa/kelurahan ODF menuju Desa/kelurahan 5 Pilar
STBM:
Peningkatan lingkungan yang kondusif:
7. Adanya upaya updating data desa/kelurahan ODF
8. Adanya upaya peningkatan kapasitas dan berbagi
pembelajaran tentang STBM bagi pusat dan provinsi
Peningkatan kebutuhan sanitasi:
9. Adanya upaya peningkatan desa/kelurahan ODF
menuju Sanitasi Total menjadi desa/kelurahan 5 pilar
STBM
Peningkatan penyediaan sanitasi:
10. Adanya peningkatan produksi sesuai dengan pilihan
opsi teknologi dan kondisi daerah
37
47. 5.6
Strategi pelaksanaan STBM 2013 – 2015
Sasaran strategis perlu dirumuskan menjadi strategi pelaksanaan. Untuk itu, dalam rangka
memudahkan dan adanya pembagian tugas dan wewenang secara bertingkat, maka strategi pelaksanaan
dibagi ke dalam tingkatan: (1) pusat, (2) provinsi, dan (3) kabupaten/kota.
Strategi pelaksanaan tingkat provinsi dapat dilihat di lampiran 01, sedangkan untuk strategi
pelaksanaan tingkat kabupaten/kota dapat dilihat di lampiran 02. Untuk strategi pelaksanaan di tingkat pusat
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 16
Strategi Pelaksanaan STBM di Indonesia Tahun 2013 – 2015
Sasaran Strategis
Desa/kelurahan intervensi STBM menuju Desa/
kelurahan ODF:
Peningkatan lingkungan yang kondusif:
1. Dukungan politik dan moral serta kepastian
anggaran yang memadai untuk pelaksanaan
program STBM
2. Adanya koordinasi dan sinergi program dan
investasi untuk implementasi STBM
3. Adanya penyediaan dan revitalisasi sanitarian
Peningkatan kebutuhan sanitasi:
4. Adanya upaya pengarusutamaan perubahan
perilaku
5. Adanya kepastian target ODF secara Kuantitas
(seluruh komunitas) maupun Kualitas
(penjaminan kualitas)
Peningkatan penyediaan sanitasi:
6. Adanya peningkatan kegiatan pemasaran sanitasi
Peningkatan kebutuhan sanitasi:
4. Menyusun strategi komunikasi pengarusutamaan perubahan perilaku melalui STBM
5. Memberikan target tahunan kepada setiap
puskesmas 1 desa/kelurahan/puskesmas
mencapai ODF
Peningkatan penyediaan sanitasi :
6. Meningkatkan upaya penerapan Pemasaran
Sanitasi
Desa/kelurahan ODF menuju Desa/kelurahan 5
Pilar STBM:
Peningkatan lingkungan yang kondusif:
7. Adanya upaya updating data desa/kelurahan
ODF
8. Adanya upaya peningkatan kapasitas dan berbagi
pembelajaran tentang STBM bagi pusat dan
provinsi
Peningkatan kebutuhan sanitasi:
9. Adanya upaya peningkatan desa/kelurahan ODF
menuju Sanitasi Total menjadi desa/kelurahan 5
pilar STBM
Peningkatan penyediaan sanitasi:
10. Adanya peningkatan produksi sesuai dengan
pilihan opsi teknologi 5 pilar STBM dan kondisi
daerah
38
Strategi pelaksanaan
Desa/kelurahan intervensi STBM menuju Desa/
kelurahan ODF:
Peningkatan lingkungan yang kondusif:
1. Melakukan advokasi tentang STBM secara
berjenjang
2. Melakukan penatalaksanaan sinergi program dan
investasi antar KL terkait STBM dan pemangku
kepentingan
3. Melaksanakan revitalisasi sanitarian
Desa/kelurahan ODF menuju Desa/kelurahan 5
Pilar STBM:
Peningkatan lingkungan yang kondusif:
7. Melakukan updating data desa/kelurahan ODF
sesuai dengan data dari provinsi
8. Melaksanakan peningkatan kapasitas dan
berbagi pembelajaran STBM bagi pusat dan
provinsi
Peningkatan kebutuhan sanitasi:
9. Melaksanakan pendokumentasian dan
diseminasi Pembelajaran Sanitasi Total 5 Pilar
STBM
Peningkatan penyediaan sanitasi:
10. Menyusun pilihan opsi teknologi 5 pilar STBM
dan kondisi daerah
48. 5.7
Program dan kegiatan strategis STBM 2013 – 2015
Untuk mencapai target tersebut diatas, apabila kita olah kebijakan strategis menjadi program dan
kegiatan strategis :
Tabel 17
Program dan Kegiatan Strategis STBM di Indonesia Tahun 2013 - 2015
Strategi pelaksanaan
Desa/kelurahan intervensi STBM
menuju Desa/kelurahan ODF:
Peningkatan lingkungan yang
kondusif:
1. Melakukan advokasi tentang STBM
secara berjenjang
2. Melakukan penatalaksanaan
sinergi antar KL terkait STBM dan
pemangku kepentingan
3. Melaksanakan revitalisasi
sanitarian
Peningkatan kebutuhan sanitasi:
4. Menyusun strategi komunikasi
pengarusutamaan perubahan
perilaku melalui STBM
5. Memberikan target tahunan
kepada setiap puskesmas 1 desa/
kelurahan/puskesmas mencapai
ODF
Program strategis
Kegiatan strategis
Program
pengendalian
penyakit dan
penyehatan
lingkungan
Desa/kelurahan intervensi STBM menuju Desa/
kelurahan ODF:
Peningkatan lingkungan yang kondusif:
1. Peningkatan awareness sanitasi untuk
prioritasi dan investasi sanitasi
2. Re-sosialisasi STBM di seluruh level dan
pemangku kepentingan
3. Penanda-tanganan kerjasama dengan AKOPSI
untuk awareness STBM agar STBM masuk
ke dalam MPSS dan mendapatkan alokasi
pembiayaan
4. Penyelenggaraan Kompetisi STBM antar
kabupaten/kota dengan pemberian Reward
atas keberhasilan ODF untuk kabupaten/kota
5. Penyusunan model kebutuhan anggaran untuk
mencapai ODF desa/kelurahan dan kecamatan
Program
pengendalian
penyakit dan
penyehatan
lingkungan
6. Pertemuan koordinasi antar KL terkait STBM
dan pemangku kepentingan lainnya dalam
Pokja AMPL terkait STBM
7. Penatalaksanaan sinergi investasi STBM antar
KL terkait STBM dan pemangku kepentingan
untuk implementasi STBM, termasuk CSR, BOS,
BOK dan ADD
8. Penatalaksanaan sinergi program antar KL
terkait STBM dan pemangku kepentingan
antara lain: Litbangkes, Promkes, UKS di
internal Kemenkes; maupun kerja sama dengan
lintas sektor: Adipura, Kabupaten/ Kota Sehat,
Kota Layak Anak, Lomba Desa/kelurahan,
Desa/kelurahan Siaga, Sanimas dan SLBM
( untuk Gambaran Sinergi Program dapat
dilihat lampiran 03), koperasi, kredit mikro,
perbankan
9. Penyusunan Direktori Pelaku STBM Indonesia
10. Penyusunan Eksisting & Kebutuhan Sanitarian
Indonesia
11. Pelaksanaan Peningkatan Kapsitas Sanitarian
Indonesia
Program
pengendalian
penyakit dan
penyehatan
lingkungan
Peningkatan kebutuhan sanitasi:
12. Penyusunan strategi komunikasi
pengarusutamaan perubahan perilaku melalui
STBM
13. Pelaksanaan program komunikasi
pengarusutamaan perubahan perilaku melalui
STBM
14. Pembuatan SE Menkes tentang target
tahunan setiap puskesmas 1 desa/kelurahan/
puskesmas mencapai ODF
15. Penyusunan dan sosialisasi panduan verifikasi
ODF secara kuantitas dan kualitas
16. Penyusunan panduan monitoring dan evaluasi
peningkatan akses sanitasi dan air minum layak
berkelanjutan
17. Pertemuan evaluasi dan pembelajaran tahunan
Kinerja STBM bersama daerah dan mitra kerja
39
49. Strategi pelaksanaan
Peningkatan penyediaan sanitasi:
6. Meningkatkan upaya penerapan
Pemasaran Sanitasi
Program strategis
Program
pengendalian
penyakit dan
penyehatan
lingkungan
Desa/kelurahan ODF menuju Desa/
kelurahan 5 Pilar STBM:
Peningkatan lingkungan yang
kondusif:
7. Melakukan updating data desa/
kelurahan ODF sesuai dengan data
dari provinsi
8. Melaksanakan peningkatan
kapasitas dan berbagi
pembelajaran STBM bagi pusat dan
provinsi
Peningkatan kebutuhan sanitasi
9. Melaksanakan pendokumentasian
dan diseminasi Pembelajaran
Sanitasi Total 5 Pilar STBM
Peningkatan penyediaan sanitasi :
10. Menyusun pilihan opsi teknologi 5
pilar STBM dan kondisi daerah
Program
pengendalian
penyakit dan
penyehatan
lingkungan
Kegiatan strategis
Peningkatan penyediaan sanitasi:
18. Pelaksanaan Riset Pasar Sanitasi di provinsi
sesuai kebutuhan
19. Penyusunan Panduan Pemasaran Sanitasi
20. Penyusunan Panduan Pilihan Opsi Teknologi
dan Tukang Sanitasi untuk STBM sesuai dengan
kondisi daerah
21. Pelatihan dan Pembentukan Forum Komunikasi
Tukang Sanitasi sesuai dengan pilihan opsi
teknologi dan kondisi daerah
22. Pelatihan dan Pembentukan Asosiasi
Pengusaha Sanitasi sesuai dengan pilihan opsi
teknologi dan kondisi daerah
23. Penyusunan kebutuhan dana, identifikasi
sumber permodalan, dan pengembangan
kerjasama untuk bisnis sanitasi
24. Penyusunan Panduan Monitoring Pemasaran
Sanitasi
Desa/kelurahan ODF menuju Desa/kelurahan 5
Pilar STBM:
Peningkatan lingkungan yang kondusif:
25. Penyusunan sistem kompilasi data desa/
kelurahan ODF
26. Updating data desa/kelurahan ODF sesuai
dengan data dari provinsi
27. Penyusunan Peta Kinerja STBM tahunan
28. Penyusunan Modul Peningkatan Kapasitas
STBM bagi provinsi
29. Peningkatan Kapasitas dan berbagi
pembelajaran STBM bagi provinsi
Peningkatan kebutuhan sanitasi
30. Kegiatan dan Pertemuan Pembelajaran
Pelaksanaan 5 Pilar STBM
31. Penyusunan Buku Pembelajaran Sanitasi Total
5 Pilar STBM
Peningkatan penyediaan sanitasi :
32. Penyusunan pilihan opsi teknologi 5 pilar STBM
dan kondisi daerah
Untuk gambaran kerja sama Sanimas-SLBM dan STBM, dapat dilihat pada lampiran 03.
40
50. Bab Enam
PRIORITAS
PELAKSANAAN
KEGIATAN STRATEGIS
ROADMAP
PERCEPATAN STBM
2013 -2015
6.1
Prioritasi pelaksanaan kegiatan
strategis
Diusulkan tiga tahapan strategis
menuju target percepatan STBM 2013–
2015:
(1) Tahun
pertama:
penyiapan
NSPM, peningkatan kapasitas dan
pembelajaran, pelaksanaan 5 target
utama, serta pemantauan dan
evaluasi;
(2) Tahun
kedua:
pelaksanaan
percepatan, pelaksanaan target
tambahan, serta pemantauan dan
evaluasi;
(3) Tahun ketiga: di tahun pertama
RPJMN baru dan tahun terakhir
MDGs 2015 : review terhadap apa
yang diperoleh sampai RPJMN 2014
dan rencana untuk tahun terakhir
MDGs 2015, pemantapan menuju
Sanitasi Total serta pemantauan dan
evaluasi.
41