Dokumen tersebut membahas tentang kekurangan energi protein (KEP) pada anak balita. Secara umum dijelaskan bahwa KEP disebabkan oleh konsumsi makanan yang rendah baik energi maupun protein sehingga menyebabkan gangguan gizi seperti marasmus, kwashiorkor, atau keduanya. Dokumen ini juga menjelaskan gejala, penyebab, patofisiologi, dan patogenesis dari KEP."
2. KEKURANGAN ENERGI PROTEIN
A.
Gambaran Umum KEP
Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi, atau
nutrisinya di bawah standar rata-rata. Salah satu pengertian gizi buruk merupakan suatu
keadaan kekurangan konsumsi zat gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi
protein dalam makanan sehari–hari, sehingga secara klinis terdapat tiga tipe, marasmus ,
kwashiorkor, dan marasmus kwashiorkor Roedjito (1989).
Status gizi buruk dibagi menjadi tiga bagian, yakni gizi buruk karena kekurangan
protein (disebut kwashiorkor), karena kekurangan energi (disebut marasmus), dan kekurangan
kedua-duanya (disebut marasmus kwashiorkor). Gizi buruk ini biasanya terjadi pada anak
balita (bawah lima tahun) dan ditampakkan oleh membusungnya perut (busung lapar). Gizi
buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan zat gizi, atau dengan
ungkapan lain status gizinya berada di bawah standar rata-rata. Zat gizi yang dimaksud bisa
berupa protein, karbohidrat dan kalori. Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu istilah
teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk
adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun (Nency, 2005).
Masalah gizi pada anak balita tidak mudah dikenali oleh pemerintah, atau masyarakat
bahkan keluarga, karena anak tidak tampak sakit. Terjadinya kurang gizi (KEP) tidak selalu
didahului oleh terjadinya bencana kurang pangan dan kelaparan seperti KEP dewasa. Hal ini
berarti dalam kondisi pangan melimpah, masih mungkin terjadi kasus kurang gizi pada anak
balita. KEP pada anak balita sering disebut sebagai kelaparan tersembunyi atau hidden
hunger. Dengan demikian penyebab KEP anak balita lebih kompleks dan melalui berbagai
tahapan, yaitu penyebab langsung, tidak langsung, akar masalah, dan pokok masalah.
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20850/4/Chapter%20II.pdf)
Menurut WHO, terjadinya kekurangan gizi dalam hal ini gizi kurang dan gizi buruk
lebih dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni, penyakit infeksi dan asupan makanan yang
secara langsung berpengaruh terhadap kejadian kekurangan gizi, pola asuh serta pengetahuan
ibu juga merupakan salah satu faktor yang secara tidak langsung dapat berpengaruh terhadap
kekurangan gizi. (Herwin. B. 2004).
Berdasarkan SK Menkes RI No; 920/Menkes/SK/VIII/2002, status gizi dikategorikan
menjadi:
3. a)
Gizi Lebih : Apabila nilai Z score yang diperoleh > 2 SD
b)
Gizi baik : Apabila nilai Z score yang diperoleh -2 SD s.d +2 SD
c)
Gizi Kurang : Apabila nilai Z score yang diperoleh < -2 SD s.d -3 SD
d)
Gizi buruk : Apabila nilai Z score yang diperoleh <-3 SD
B.
Penyebab KEP
.
(Penyebab Kurang Gizi Menurut Unicef, 1998)
Pertama, penyebab langsung yaitu makanan anak dan penyakit infeksi yang mungkin
diderita anak. Penyebab gizi kurang tidak hanya disebabkan makanan yang kurang tetapi juga
karena penyakit. Anak yang mendapat makanan yang baik tetapi karena sering sakit diare atau
demam dapat menderita kurang gizi. Demikian pada anak yang makannya tidak cukup baik
maka daya tahan tubuh akan melemah dan mudah terserang penyakit. Kenyataannya baik
makanan maupun penyakit secara bersama-sama merupakan penyebab kurang gizi.
Kedua, penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan dikeluarga, pola pengasuhan
anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Ketahanan pangan adalah
kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarga dalam
4. jumlah yang cukup dan baik mutunya. Pola pengasuhan adalah kemampuan keluarga untuk
menyediakan waktunya, perhatian dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh dan
berkembang secara optimal baik fisik, mental, dan sosial. Pelayanan kesehatan dan sanitasi
lingkungan adalah tersedianya air bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang
terjangkau oleh seluruh keluarga.
Faktor-faktor tersebut sangat terkait dengan tingkat pendidikan, pengetahuan, dan
ketrampilan keluarga. Makin tinggi pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan terdapat
kemungkinan makin baik tingkat ketahanan pangan keluarga, makin baik pola pengasuhan
anak dan keluarga makin banyak memanfaatkan pelayanan yang ada. Ketahanan pangan
keluarga juga terkait dengan ketersediaan pangan, harga pangan, dan daya beli keluarga, serta
pengetahuan tentang gizi dan kesehatan.
C.
Gejala KEP
Terdapat 3 tipe gizi buruk adalah marasmus, kwashiorkor, dan marasmus-kwashiorkor.
Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis dari masing-masing tipe
yang berbeda-beda.
Marasmus
Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan energi. Gejala yang timbul
diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di bawah kulit
(kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan kemerahan, gangguan kulit,
gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan sebagainya. Anak tampak sering
rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan, karena masih merasa lapar. Berikut
adalah gejala pada marasmus adalah (Depkes RI, 2000) :
a)
Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan ototototnya, tinggal tulang terbungkus kulit
b)
Wajah seperti orang tua
c)
Iga gambang dan perut cekung
d)
Otot paha mengendor (baggy pant)
e)
Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar
5. Kwashiorkor
Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby), bilamana dietnya
mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun dibagian tubuh lainnya
terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi. Tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua
punggung kaki sampai seluruh tubuh
a)
Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis
b)
Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut,
pada penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala kusam.
c)
Wajah membulat dan sembab
d)
Pandangan mata anak sayu
e)
Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan terasa
kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam.
f)
Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah menjadi
coklat kehitaman dan terkelupas
Marasmik-Kwashiorkor
Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan
marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein dan juga energi untuk
pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian disamping menurunnya berat badan <
60% dari normal memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut,
kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula (Depkes RI, 2000).
D.
Patofisiologis KEP
Patofisiologi gizi buruk pada balita adalah anak sulit makan atau anorexia bisa terjadi
karena penyakit akibat defisiensi gizi, psikologik seperti suasana makan, pengaturan makanan
dan lingkungan. Rambut mudah rontok dikarenakan kekurangan protein, vitamin A, vitamin
C dan vitamin E. Karena keempat elemen ini merupakan nutrisi yang penting bagi rambut.
Pasien juga mengalami rabun senja. Rabun senja terjadi karena defisiensi vitamin A dan
protein. Pada retina ada sel batang dan sel kerucut. Sel batang lebih hanya bisa membedakan
cahaya terang dan gelap. Sel batang atau rodopsin ini terbentuk dari vitamin A dan suatu
protein. Jika cahaya terang mengenai sel rodopsin, maka sel tersebut akan terurai. Sel tersebut
akan mengumpul lagi pada cahaya yang gelap. Inilah yang disebut adaptasi rodopsin.
6. Adaptasi ini butuh waktu. Jadi, rabun senja terjadi karena kegagalan atau kemunduran
adaptasi rodopsin.
Turgor atau elastisitas kulit jelek karena sel kekurangan air (dehidrasi). Reflek patella
negatif terjadi karena kekurangan aktin myosin pada tendon patella dan degenerasi saraf
motorik akibat dari kekurangn protein, Cu dan Mg seperti gangguan neurotransmitter.
Sedangkan, hepatomegali terjadi karena kekurangan protein. Jika terjadi kekurangan protein,
maka terjadi penurunan pembentukan lipoprotein. Hal ini membuat penurunan HDL dan
LDL. Karena penurunan HDL dan LDL, maka lemak yang ada di hepar sulit ditransport ke
jaringan-jaringan, pada akhirnya penumpukan lemak di hepar.
Tanda khas pada penderita kwashiorkor adalah pitting edema. Pitting edema adalah
edema yang jika ditekan, sulit kembali seperti semula. Pitting edema disebabkan oleh
kurangnya protein, sehingga tekanan onkotik intravaskular menurun. Jika hal ini terjadi, maka
terjadi ekstravasasi plasma ke intertisial. Plasma masuk ke intertisial, tidak ke intrasel, karena
pada penderita kwashiorkor tidak ada kompensansi dari ginjal untuk reabsorpsi natrium.
Padahal natrium berfungsi menjaga keseimbangan cairan tubuh. Pada penderita kwashiorkor,
selain defisiensi protein juga defisiensi multinutrien. Ketika ditekan, maka plasma pada
intertisial lari ke daerah sekitarnya karena tidak terfiksasi oleh membran sel dan
mengembalikannya membutuhkan waktu yang lama karena posisi sel yang rapat. Edema
biasanya terjadi pada ekstremitas bawah karena pengaruh gaya gravitasi, tekanan hidrostatik
dan onkotik (Sadewa, 2008).
Sedangkan menurut Nelson (2007), penyebab utama marasmus adalah kurang kalori
protein yang dapat terjadi karena : diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat
seperti hubungan orang tua dengan anak terganggu, karena kelainan metabolik atau
malformasi kongenital. Keadaan ini merupakan hasil akhir dari interaksi antara kekurangan
makanan dan penyakit infeksi. Selain faktor lingkungan ada beberapa faktor lain pada diri
anak sendiri yang dibawa sejak lahir, diduga berpengaruh terhadap terjadinya marasmus.
Secara garis besar sebab-sebab marasmus adalah sebagai berikut :
a)
Masukan makanan yang kurang : marasmus terjadi akibat masukan kalori
yang sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan
akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak, misalnya pemakaian secara luas
susu kaleng yang terlalu encer.
7. b)
Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi enteral
misalnya infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephiritis dan sifilis
kongenital.
c)
Kelainan struktur bawaan misalnya : penyakit jantung bawaan, penyakit
Hirschpurng, deformitas palatum, palatoschizis, mocrognathia, stenosis
pilorus. Hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pankreas
d)
Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus. Pada keadaan tersebut
pemberian ASI kurang akibat reflek mengisap yang kurang kuat
e)
Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan yang
cukup
f)
Gangguan metabolik, misalnya renal asidosis, idiopathic hypercalcemia,
galactosemia, lactose intolerance
g)
Tumor hypothalamus, kejadian ini jarang dijumpai dan baru ditegakkan bila
penyebab maramus yang lain disingkirkan
h)
Penyapihan yang terlalu dini desertai dengan pemberian makanan tambahan
yang kurang akan menimbulkan marasmus
i)
Urbanisasi mempengaruhi dan merupakan predisposisi untuk timbulnya
marasmus, meningkatnya arus urbanisasi diikuti pula perubahan kebiasaan
penyapihan dini dan kemudian diikuti dengan pemberian susu manis dan susu
yang terlalu encer akibat dari tidak mampu membeli susu, dan bila disertai
infeksi berulang terutama gastroenteritis akan menyebabkan anak jatuh dalam
marasmus
E.
Patogenesis KEP
Marasmus
Pada keadaan marasmus yang menyolok ialah pertumbuhan yang kurang atau terhenti
disertai atrofi otot dan menghilangnya lemak di bawah kulit. Pada mulanya kelainan demikian
merupakan suatu proses fisiologis. Untuk kelangsungan hidup jaringan, tubuh memerlukan
energi yang dapat dipenuhi oleh makanan yang diberikan. Kebutuhan ini tidak terpenuhi pada
intake yang kurang, karena itu untuk pemenuhannya digunakan cadangan protein tubuh
sebagai sumber energi.
8. Penghancuran jaringan pada defisiensi kalori tidak saja membantu memenuhi kebutuhan
energi, akan tetapi juga memungkinkan sintesis glukosa dan metabolit esensial lainnya seperti
berbagai asam amino untuk komponen homeostatik. Oleh karena itu pada marasmus berat,
kadang-kadang masih ditemukan kadar asam amino yang normal, sehingga hati masih dapat
membentuk albumin.
Kwashiorkor
Pada kwashiorkor yang klasik, gangguan metabolisme dan perubahan sel menyebabkan
edema dan perlemakan hati. Pada penderita defisiensi protein tidak terjadi katabolisme
jaringan yang sangat berlebihan karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori
yang cukup dalam dietnya. Namun kekurangan protein dalam diet akan menimbulkan
kekurangan berbagai asam amino esensial yang dibutuhkan untuk sintesis. Oleh karena dalam
diet terdapat cukup karbohidrat, maka produksi insulin akan meningkat dan sebagian asam
amino dari dalam serum yang jumlahnya sudah kurang tersebut akan disalurkan ke otot.
Berkurangnya asam amino dalam serum merupakan penyebab kurangnya pembentukan
albumin oleh hati, sehingga kemudian timbul edema.
Perlemakan hati terjadi karena gangguan pembentukan lipoprotein beta sehingga
transport lemak dari hati ke depot lemak juga terganggu dan akibatnya terjadi akumulasi
lemak dalam hati.
(http://ilmunkesehatananak.blogspot.com/2009/06/gizi-buruk-pada-anak.html)
F.
Terapi Obat Pada KEP
Mengingat pasien KEP berat/Gizi buruk umumnya juga menderita penyakit infeksi,
maka lakukan pengobatan sesuai dengan penyakit infeksi tersebut untuk mencegah agar
infeksi tidak menjadi lebih parah.
G. Terapi Gizi Pada KEP
Dalam proses pelayanan KEP berat/Gizi buruk terdapat 3 fase yaitu fase stabilisasi,
fase transisi, dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus trampil memilih langkah mana
yang sesuai untuk setiap fase.
Tata laksana ini digunakan pada pasien Kwashiorkor, Marasmus maupun MarasmikKwashiorkor.
Bagan dan jadwal pengobatan sebagai berikut:
9. No
FASE
STABILISASI
Hari ke 1-2
1
Dehidrasi
4
Elektrolit
5
Minggu ke 3-7
Hipotermia
3
Minggu ke-2
REHABILITASI
Hipoglikemia
2
Hari ke 2-7
TRANSISI
Infeksi
6
MulaiPemberian
makanan
Tumbuh kejar
7
(Meningkatkan
Pemberian Makanan)
8
Mikronutrien
9
Stimulasi
10
Tanpa Fe
dengan Fe
Tindak lanjut
SEPULUH LANGKAH UTAMA PADA TATA LAKSANA KEP BERAT/GIZI
BURUK
1.
Pengobatan atau pencegahan hipoglikemia (kadar gula dalam darah
rendah)
Hipoglikemia merupakan salah satu penyebab kematian pada anak dengan KEP
berat/Gizi buruk. Pada hipoglikemia, anak terlihat lemah, suhu tubuh rendah. Jika anak sadar
dan dapat menerima makanan usahakan memberikan makanan saring/cair 2-3 jam sekali. Jika
anak tidak dapat makan (tetapi masih dapat minum) berikan air gula dengan sendok. Jika anak
mengalami gangguan kesadaran, berikan infus cairan glukosa dan segera rujuk ke RSU
kabupaten.
2.
Pengobatan dan pencegahan hipotermia (suhu tubuh rendah)
Hipotermia ditandai dengan suhu tubuh yang rendah dibawah 360 C. Pada keadaan ini
anak harus dihangatkan. Cara yang dapat dilakukan adalah ibu atau orang dewasa lain
mendekap anak di dadanya lalu ditutupi selimut (Metode Kanguru). Perlu dijaga agar anak
tetap dapat bernafas.
Cara lain adalah dengan membungkus anak dengan selimut tebal, dan meletakkan
lampu didekatnya. Lampu tersebut tidak boleh terlalu dekat apalagi sampai menyentuh anak.
10. Selama masa penghangatan ini dilakukan pengukuran suhu anak pada dubur (bukan ketiak)
setiap setengah jam sekali. Jika suhu anak sudah normal dan stabil, tetap dibungkus dengan
selimut atau pakaian rangkap agar anak tidak jatuh kembali pada keadaan hipothermia.
3.
Pengobatan dan Pencegahan kekurangan cairan
Tanda klinis yang sering dijumpai pada anak penderita KEP berat/Gizi buruk dengan
dehidrasi adalah :
a)
Ada riwayat diare sebelumnya
b)
Anak sangat kehausan
c)
Mata cekung
d)
Nadi lemah
e)
Tangan dan kaki teraba dingin
f)
Anak tidak buang air kecil dalam waktu cukup lama.
Tindakan yang dapat dilakukan adalah :
Jika anak masih menyusui, teruskan ASI dan berikan setiap setengah jam sekali tanpa
berhenti. Jika anak masih dapat minum, lakukan tindakan rehidrasi oral dengan memberi
minum anak 50 ml (3 sendok makan) setiap 30 menit dengan sendok. Cairan rehidrasi oral
khusus untuk KEP disebut ReSoMal (lampiran 4).
Jika tidak ada ReSoMal untuk anak dengan KEP berat/Gizi buruk dapat menggunakan
oralit yang diencerkan 2 kali. Jika anak tidak dapat minum, lakukankan rehidrasi intravena
(infus) cairan Ringer Laktat/Glukosa 5 % dan NaCL dengan perbandingan 1:1.
4.
Lakukan pemulihan gangguan keseimbangan elektrolit
Pada semua KEP berat/Gizi buruk terjadi gangguan keseimbangan elektrolit
diantaranya:
a)
Kelebihan natrium (Na) tubuh, walaupun kadar Na plasma rendah.
b)
Defisiensi kalium (K) dan magnesium (Mg)
Ketidakseimbangan elektrolit ini memicu terjadinya edema dan, untuk pemulihan
keseimbangan elektrolit diperlukan waktu paling sedikit 2 minggu.
Berikan :
a)
Makanan tanpa diberi garam/rendah garam
11. b)
Untuk rehidrasi, berikan cairan oralit 1 liter yang diencerkan 2 X (dengan
penambahan 1 liter air) ditambah 4 gr KCL dan 50 gr gula atau bila balita
KEP bisa makan berikan bahan makanan yang banyak mengandung mineral (
Zn, Cuprum, Mangan, Magnesium, Kalium) dalam bentuk makanan
lumat/lunak
5.
Lakukan Pengobatan dan pencegahan infeksi
Pada KEP berat/Gizi buruk, tanda yang umumnya menunjukkan adanya infeksi seperti
demam seringkali tidak tampak, oleh karena itu pada semua KEP berat/Gizi buruk secara
rutin diberikan antibiotik spektrum luas dengan dosis sebagai berikut :
UMUR
ATAU
BERAT BADAN
2 sampai 4 bulan
(4 - < 6 kg)
4 sampai 12 bulan
(6 - < 10 Kg)
12 bln s/d 5 thn
(10 - < 19 Kg)
KOTRIMOKSASOL
(Trimetoprim + Sulfametoksazol)
Beri 2 kali sehari selama 5 hari
AMOKSISILIN
Beri 3 kali
sehari untuk
5 hari
Tablet dewasa
80 mg trimeto
prim + 400 mg
sulfametok
sazol
Tablet Anak
20 mg trimeto
prim + 100 mg
sulfametok
sazol
Sirup/5ml
40 mg trimeto
prim + 200 mg
sulfametok
sazol
125 mg
per 5 ml
¼
1
2,5 ml
2,5 ml
½
2
5 ml
5 ml
1
3
7,5 ml
10 ml
Sirup
Vaksinasi Campak bila anak belum diimunisasi dan umur sudah mencapai 9 bulan
Catatan :
Mengingat pasien KEP berat/Gizi buruk umumnya juga menderita penyakit infeksi,
maka lakukan pengobatan untuk mencegah agar infeksi tidak menjadi lebih parah. Bila tidak
ada perbaikan atau terjadi komplikasi rujuk ke Rumah Sakit Umum.
Diare biasanya menyertai KEP berat/Gizi buruk, akan tetapi akan berkurang dengan
sendirinya pada pemberian makanan secara hati-hati. Berikan metronidasol 7,5 mg/Kgbb
setiap 8 jam selama 7 hari. Bila diare berlanjut segera rujuk ke rumah sakit
6.
Pemberian makanan balita KEP berat/Gizi buruk
Pemberian diet KEP berat/Gizi buruk dibagi dalam 3 fase, yaitu : Fase Stabilisasi,
Fase Transisi, Fase Rehabilitasi
12. Fase Stabilisasi ( 1-2 hari)
Pada awal fase stabilisasi perlu pendekatan yang sangat hati-hati, karena keadaan faali
anak sangat lemah dan kapasitas homeostatik berkurang.
Pemberian makanan harus dimulai segera setelah anak dirawat dan dirancang
sedemikian rupa sehingga energi dan protein cukup untuk memenuhi metabolisma basal saja.
Formula khusus seperti Formula WHO 75/modifikasi/Modisco ½ yang dianjurkan dan
jadwal pemberian makanan harus disusun sedemikian rupa agar dapat mencapai prinsip
tersebut diatas dengan persyaratan diet sebagai berikut :
Porsi kecil, sering, rendah serat dan rendah laktosa
Energi : 100 kkal/kg/hari
Protein : 1-1.5 gr/kg bb/hari
Cairan : 130 ml/kg bb/hari (jika ada edema berat 100 ml/Kg bb/hari)
Bila
anak
mendapat
ASI teruskan
,
dianjurkan
memberi
Formula
WHO
75/pengganti/Modisco ½ dengan menggunakan cangkir/gelas, bila anak terlalu lemah berikan
dengan sendok/pipet
Pemberian Formula WHO 75/pengganti/Modisco ½ atau pengganti dan jadwal
pemberian makanan harus disusun sesuai dengan kebutuhan anak
Keterangan :
a)
Pada anak dengan selera makan baik dan tidak edema, maka tahapan
pemberian formula bisa lebih cepat dalam waktu 2-3 hari (setiap 2 jam)
b)
Bila pasien tidak dapat menghabiskan Formula WHO 75/pengganti/Modisco
½ dalam sehari, maka berikan sisa formula tersebut melalui pipa nasogastrik (
dibutuhkan ketrampilan petugas )
c)
Pada fase ini jangan beri makanan lebih dari 100 Kkal/Kg bb/hari
d)
Pada hari 3 s/d 4 frekwensi pemberian formula diturunkan menjadi setiap jam
dan pada hari ke 5 s/d 7 diturunkan lagi menjadi setiap 4 jam
e)
Lanjutkan pemberian makan sampai hari ke 7 (akhir minggu 1)
Pantau dan catat :
Jumlah yang diberikan dan sisanya
Banyaknya muntah
Frekwensi buang air besar dan konsistensi tinja
Berat badan (harian)
13. selama fase ini diare secara perlahan berkurang pada penderita dengan edema ,
mula-mula berat badannya akan berkurang kemudian berat badan naik
7.
Perhatikan masa tumbuh kejar balita (catch- up growth)
Pada fase ini meliputi 2 fase yaitu fase transisi dan fase rehabilitasi :
Fase Transisi (minggu ke 2)
Pemberian makanan pada fase transisi diberikan secara berlahan-lahan untuk
menghindari risiko gagal jantung, yang dapat terjadi bila anak mengkonsumsi makanan dalam
jumlah banyak secara mendadak.
Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0.9-1.0 g per 100 ml) dengan
formula khusus lanjutan (energi 100 Kkal dan protein 2.9 gram per 100 ml) dalam jangka
waktu 48 jam. Modifikasi bubur/makanan keluarga dapat digunakan asalkan dengan
kandungan energi dan protein yang sama.
Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya sedikit formula tersisa,
biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kgbb/kali pemberian (200 ml/kgbb/hari).
Pemantauan pada fase transisi:
a)
Frekwensi nafas
b)
Frekwensi denyut nadi
Bila terjadi peningkatan detak nafas > 5 kali/menit dan denyut nadi > 25 kali
/menit dalam pemantauan setiap 4 jam berturutan, kurangi volume pemberian
formula. Setelah normal kembali, ulangi menaikkan volume seperti di atas.
c)
Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan
Setelah fase transisi dilampaui, anak diberi:
Formula WHO 100/pengganti/Modisco 1 dengan jumlah tidak terbatas dan sering.
Energi : 150-220 Kkal/kg bb/hari
Protein 4-6 gram/kg bb/hari
Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri formula WHO
100/Pengganti/Modisco 1, karena energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk
tumbuh-kejar.
Setelah fase rehabilitasi (minggu ke 3-7) anak diberi :
Formula WHO-F 135/pengganti/Modisco 1½ dengan jumlah tidak terbatas dan sering
Energi : 150-220 kkal/kgbb/hari
14. Protein 4-6 g/kgbb/hari
Bila anak masih mendapat ASI, teruskan ASI, ditambah dengan makanan Formula
karena energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh-kejar dan secara perlahan
diperkenalkan makanan keluarga
Pemantauan fase rehabilitasi
Kemajuan dinilai berdasarkan kecepatan pertambahan badan :
Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan.
Setiap minggu kenaikan bb dihitung.
Baik bila kenaikan bb
50 g/Kg bb/minggu.
Kurang bila kenaikan bb < 50 g/Kg bb/minggu, perlu re-evaluasi menyeluruh.
TAHAPAN PEMBERIAN DIET
FASE STABILISASI
:
FORMULA WHO 75 ATAU PENGGANTI
FASE TRANSISI
:
FORMULA WHO 75
FORMULA WHO
100 ATAU PENGGANTI
FASE REHABILITASI
:
FORMULA WHO 135 (ATAU PENGGANTI)
MAKANAN KELUARGA
8.
Lakukan penanggulangan kekurangan zat gizi mikro
Semua pasien KEP berat/Gizi buruk, mengalami kurang vitamin dan mineral.
Walaupun anemia biasa terjadi, jangan tergesa-gesa memberikan preparat besi (Fe). Tunggu
sampai anak mau makan dan berat badannya mulai naik (biasanya pada minggu ke 2).
Pemberian besi pada masa stabilisasi dapat memperburuk keadaan infeksinya.
Berikan setiap hari :
Tambahan multivitamin lain
Bila berat badan mulai naik berikan zat besi dalam bentuk tablet besi folat atau
sirup besi dengan dosis sebagai berikut :
15. Dosis Pemberian Tablet Besi Folat dan Sirup Besi
UMUR
DAN
BERAT BADAN
TABLET BESI/FOLAT
SIRUP BESI
Sulfas ferosus 200 mg +
Sulfas ferosus 150 ml
0,25 mg Asam Folat
Berikan 3 kali sehari
Berikan 3 kali sehari
6 sampai 12 bulan
¼ tablet
12 bulan sampai 5
tahun
2,5 ml (1/2 sendok teh)
½ tablet
(7 - < 10 Kg)
5 ml (1 sendok teh)
Bila anak diduga menderita kecacingan berikan Pirantel Pamoat dengan dosis
tunggal sebagai berikut :
UMUR ATAU BERAT BADAN
PIRANTEL PAMOAT
(125mg/tablet)
(DOSIS TUNGGAL)
4 bulan sampai 9 bulan (6-<8 Kg)
½ tablet
9 bulan sampai 1 tahun (8-<10 Kg)
¾ tablet
1 tahun sampai 3 tahun (10-<14 Kg)
1 tablet
3 Tahun sampai 5 tahun (14-<19 Kg)
1
½ tablet
Vitamin A oral berikan 1 kali dengan dosis
KAPSUL VITAMIN A
KAPSUL VITAMIN A
200.000 IU
100.000 IU
6 bln sampai 12 bln
-
1 kapsul
12 bln sampai 5 Thn
1 kapsul
-
UMUR
Dosis tambahan disesuaikan dengan baku pedoman pemberian kapsul Vitamin A
9.
Berikan stimulasi sensorik dan dukungan emosional
Pada KEP berat/gizi buruk terjadi keterlambatan perkembangan mental dan perilaku,
karenanya berikan :
Kasih sayang
Ciptakan lingkungan yang menyenangkan
Lakukan terapi bermain terstruktur selama 15 – 30 menit/hari
16. Rencanakan aktifitas fisik segera setelah sembuh
Tingkatkan keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan, bermain dsb)
10.
Persiapan untuk tindak lanjut di rumah
Bila berat badan anak sudah berada di garis warna kuning anak dapat dirawat di rumah
dan dipantau oleh tenaga kesehatan puskesmas atau bidan di desa.
Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan dirumah setelah
pasien dipulangkan dan ikuti pemberian makanan seperti pada lampiran 5, dan aktifitas
bermain.
(http://://gizi.depkes.go.id/pedoman-gizi/download/ped-tata-kurang-protein-pkm-rt)
H. Daftar Pustaka
1.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20850/4/Chapter%20II.pdf
2.
http://ilmunkesehatananak.blogspot.com/2009/06/gizi-buruk-pada-anak.html
3.
http://://gizi.depkes.go.id/pedoman-gizi/download/ped-tata-kurang-protein-pkm-rt