SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  12
Télécharger pour lire hors ligne
PERATURAN MENTERI
                              PEKERJAAN UMUM
                              NOMOR : 63/PRT/1993

                                    TENTANG

         GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI,
          DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI

                         MENTERI PEKERJAAN UMUM


Menimbang :

a. Bahwa sebagai salah satu sumber air mempunyai fungsi yang sangat penting bagi
   kehidupan dan penghidupan masyarakat, perlu dijaga kelestarian dan kelangsungan
   fungsinya dengan mengamankan daerah sekitarnya.
b. Bahwa berdasarkan pasal 4, pasal 5 dan pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 35
   Tahun 1991 tentang Sungai, dalam rangka penguasaan Menteri yang bertanggung
   jawab di bidang pengairan diberi wewenang untuk mengatur lebih lanjut hal-hal yang
   menyangkut penetapan garis sempadan sungai, pengelolaan dan pemanfaatan lahan
   pada daerah manfaat sungai, penguasaan sungai dan bekas sungai.
c. Bahwa sehubungan dengan hal tersebut dan pelaksanaan Peraturan Pemerintah
   Nomor 35 Taun 1991 perlu ditetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Tentang
   Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai dan
   Bekas Sungai.

Mengingat :

1.  Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan.
2.  Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air.
3.  Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai.
4.  Keputusan Presiden R.I. Nomor 15 Tahun 1974 tentang pokok-pokok Organisasi
    Departemen.
5. Keputusan Presiden R.I. Nomor 15 tahun 1984 tentang Susunan Organisasi
    Departemen.
6. Keputusan Presiden R.I. Nomor 64/M/1978 entang Kabinet Pembangunan V.
7. Keputusan President R.I. Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan
    Lindung.
8. Peaturan Menteri P.U. Nomor 39/PRT/1989 tentang pembagian wilayah sungai.
9. Peraturan Menteri P.U. Nomor 48/PRT/1990 tentang Pengelolaan atas Air dan atau
    Sumber Air.
10. Peraturan Menteri P.U. Nomor 49/PRT/1990 tentang Tata Cara dan Persyaratan Izin
    Penggunaan Air dan atau Sumber Air.
MEMUTUSKAN

Menetapkan :
      PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM TENTANG GARIS
      SEPANDAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH
      PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI


                                       BAB I

                              KETENTUAN UMUM

                                  Bagian Pertama
                                    Pengertian

                                      Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :
1. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Pengairan, Departemen Pekerjaan Umum.
2. Direktorat Jenderal adalh Direktorat Jenderal Pengairan Departemen Pekerjaan
    Umum.
3. Pemerintah daerah adalah Pemerintah Daerah Tingkat I/Daerah Khusus/Daerah
    Istimewa.
4. Gubernur Kepala Daerah adalah Gubernur Kepala Daerah Tingkat I/Kepala Daerah
    Khusus/Kepala Daerah Istimewa.
5. Pejabat yang berwenang adalah Direktur Jenderal Pengairan atas nama Menteriatau
    Gubernur Kepala Daerah.
6. Kepala Kantor Wilayah adalah Kepala Kantor Departemen Pekerjaan Umum Pada
    pada Propinsi yang bersangkutan.
7. Dinas adalah Dinas Pekerjaan Umum Propinsi Daerah Tingkat I atau Dinas Pekerjaan
    Umum Pengairan Propinsi di Daerah Tingkat I.
8. Badan Hukum tertentu adalah badan hukuim senagaimana dimaksud pada pasal 4
    Undang-undang No.11 tahun 1974, yang berstatus sebagai Badan Usaha Milik
    Negara dibawah pembinaan Menteri PU, dan mempunyai tugas pokok
    mengembangkan dan mengusahakan air dan atau sumber air untuk digunakan bagi
    kesejahteraan masyarakat dengan menjaga kelestarian kemampuan lingkungan hidup.
9. Sungai adalah tempat-tempat dan wadah-wadah serta jaringan pengairan air mulai
    dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan dan kirinya sepanjang
    pengalirannya oleh garis sepandan.
10. Garis sepandan sungai adalh garis batas luar pengamanan luar.
11. Daerah sepandan adalah kawasan sepanjang kiri kanan sungai termasuk sungai buatan
    yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai.
12. Daerah sempadan danau/waduk adalah kawasan tertentu disekeliling danau/waduk
    yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai.
13. Daerah manfaat sungai adalah mata air, palung sungai dan daerah sepandan yang
    telah dibebaskan.
14. Daerah penguasaan sungai adalah dataran banjir, daerah retensi, bantaran atau daerah
    sempadan yang tidak dibebaskan.
15. Bekas sungai adalah sungai yang tidak berfungsi lagi.
16. Tepi sungai adalah batas luar palung sungai yang mempunyai variasi bentuk seperti
    tergambar dalam lampiran peraturan ini.
17. Kawasan perkotaan adalah wilayah kawasan yang mempumyai kegiaatan utama
    bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman
    perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, layanan social dan
    kegiatan ekonomi.
18. Tanggul adalah bangunan pengendali sungai yang dibangun dengan persyaratan
    teknis tertentu untuk melindungi daerah sekitar sungai terhadap limpasan air sungai.
19. Banjir berencana adalah banjir yang kemungkinan terjadi dalam kurun waktu tertentu.


                                    Bagian Kedua
                                 Lingkup Pengaturan

                                        Pasal 2

Lingkup pengaturan yang tercantum pada Peraturan Menteri ini terdiri dari :
a. Penetapan garis sempadan sungai termasuk danau dan waduk.
b. Penelolaan dan pemanfaatan lahan pada daerah manfaat sungai.
c. Pemenfaatan lahan pada daerah penguasaan sungai.
d. Pemanfaatan lahan pada bekas sungai.


                                        BAB II

                         GARIS SEMPADAN DAN SUNGAI
                                 Bagian Pertama
                               Maksud dan Tujuan

                                        Pasal 3

(1) Penetapan garis sempadan sungai dimaksudkan sebagai upaya agar kegiatan
    perlindungan, penggunaan dan pengendalian atas sumber daya yang ada pada sungai
    termasuk danau dan waduk dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuannya.
(2) Penetapan garis sempadan sungai bertujuan :
     a. Agar fungsi sungai termasuk danau dan waduk tidak terganggu oleh aktifitas
         yang berkembang disekitarnya.
     b. Agar kegiatan pemanfaatan dan upaya peningkatan nilai manfaat sumber daya
         yang ada di sungai dapat membrikan hasil secara optimal sekaligus menjaga
         kelestarian fungsi sungai.
     c. Agar daya rusak air terhadap sungai dan lingkungannya dapat dibatasi,
Bagian Kedua
                                Tata Cara Penetapan

                                       Pasal 4

(1) Penetapan garis sempadan sungai yang dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut :
    a. Untuk sungai-sungai yang menjadi kewenangan Menteri, batas garis sempadan
       sungai ditetapkan dengan Peraturan Menteri berdasarkan usulan dari Direktur
       Jenderal.
    b. Untuk sungai-sungai yang dilimpahkan kewenangannya kepada Pemerintah
       Daerah, batas garis sempadan sungai ditetapkan dengan Peraturan Daerah
       berdasarkan usulan dari Dinas.
    c. Untuk sungai-sungai yang dilimpahkan kewenangan pengelolaannya kepada
       Badan Hukum tertentu, batas garis sempadan sungai ditetapkan dengan Peraturan
       Menteri berdasarkan usulan dari Badan Hukum tertentu yang bersangkutan.

(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui
    kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
    a. Melakukan survai.
    b. Menetukan dimensi penampang sungai berdasarkan rencana pembinaan sungai
        yang bersangkutan dari hasil survai sebagaimana dimaksud dalam butir a., bagi
        sungai-sungai yang tidak jelas tepinya.
    c. Penetapan batas garis sempadan sungai dimaksud dalam butir b berdasarkan
        criteria sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 sampai dengan pasal 10.

(3) Garis sempadan sunagi yang telah ditetapkan dinyatakan masih tetap berlaku
    sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini.
(4) Penetapan garis sempadan sungai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila
    dipandang perlu dapat disempurnakan setiap lima tahun.


                                   Bagian Ketiga
                                     Kriteria

                                       Pasal 5

Kriteria penetapan garis sempadan sungai terdiri dari :
a. Sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan.
b. Sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan.
c. Sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan.
d. Sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan.
Pasal 6

(1) Garis sempadan sungai bertanggul diteptapkan sebagai berikut:
    a. Garis sempadan sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan ditetapkan
       sekurang-kurangnya 5 (lima meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul.
    b. Garis sempadan sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan ditetapkan
       sekurang-kurangnya 3 (tiga) meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul.

(2) Dengan pertimbangan untuk peningkatan fungsinya, tanggul sebagaimana dimaksud
    dalam ayat (1) dapat diperkuat, diperlebar dan ditinggikan, yang dapat berakibat
    bergesernya letak garis sempadan sungai.
(3) Kecuali lahan yang berstatus tanah negara, maka lahan yang diperlukan untuk tapak
    tanggul baru sebagai akibat dilaksanakannya ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
    ayat (2) harus dibebaskan.


                                       Pasal 7

(1) Penetapan garis sempadan sungai tak bertanggul di luar kawasan perkotaan
    a. Sungai besar yaitu sungai yang mempunyai daerah pengaliran sungai seluas 500
        (lima ratus) Km2 atau lebih.
    b. Sungai kecil yaitu sungai yang mempunyai daerah pengaliran sungai seluas
        kurang dari 500 (lima ratus) Km2.
(2) Penatapan garis sempadan sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan pada
    sungai besar dilakukan ruas per ruas dengan mempertimbangkan luas daerah
    pengaliran sungai pada ruas yang bersangkutan.
(3) Garis sempadan sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan pada sungai besar
    ditetapkan sedangkan pada sungai kecil sekurang-kurangnya 100 (seratus) m,
    sedangkan pada sungai sekurang-kurangnya 50 lima puluh m dihitung dari tepi sungai
    pada waktu ditetapkan.


                                       Pasal 8

Penetapan garis sempadan sungai tak bertanggul di dalam kawasan perkotaan didasarkan
pada kriteria :
a. Sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 3 (tiga) meter, garis sempadan
   ditetapkan sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) meter dihitung dari tepi sungai pada
   waktu ditetapkan.
b. Sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 3 (tiga) meter sampai dengan 20
   (dua puluh) meter, garis sempadan dan ditetapkan sekurang-kurangnya 15 (lima
   belas) meter dari tepi sungai pada waktu ditetapkan.
c. Sungai yang mempunyai kedalaman meksimum lebih dari 20 (dua puluh) meter, garis
   sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) meter dihitung dari tepi
   sungai pada waktu yang ditetapkan.
Pasal 9

(1) Garis sempadan sungai tidak bertanggul yamg berbatasan dengan jalan adalah tepi
    bahu jalan yang bersangkutan, dengan ketentuan kontruksi dan penggunaan jalan
    harus menjamin bagi kelestarian dan keamanan sungai serta bangunan sungai.
(2) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak terpenuhi, maka
    segala perbaikan atas kerusakan yang timbul pada sungai dan bangunan sungai
    menjadi tanggung jawab pengelola jalan.


                                       Pasal 10

Penetapan garis sempadan danau, waduk, mata air dan sungai yang terpengaruh pasang
surut air laut mengikuti kriteria yang telah ditetapkan dalam keputusan Presiden R.I.
Nomor : 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, sebagai berikut :
a. Untuk danau dan waduk, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 50 (lima
    puluh) meter dari titik pasang tertinggi kearah darat.
b. Untuk mata air, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 200 (dua ratus) meter
    disekitar mata air.
c. Untuk sungai yang terpengaruh pasang surut air laut, garis sempadan ditetapkan
    sekurang-kurangnya 100 (seratus) meter dari tepi sungai dan berfungsi sebagai jalur
    hijau.


                                Bagian Keempat
                          Pemanfaatan Daerah Sempadan

                                       Pasal 11

(1) Pemanfaatan lahan di daerah sempadan dapat dilakukan oleh masyarakat untuk
    kegiatan-kegiatan tertentu sebagai berikut :
    a. Untuk budidaya pertanian dengan jenis tanaman yang diijinkan.
    b. Untuk kegiatan niaga, penggalian dan penimbunan.
    c. Untuk pemasangan papan reklame, papan penyuluhan dan peringatan, serta
       rambu-rambu pekerjaan.
    d. Untuk pemasangan rentangan kabel listrik, kabel telepon dan pipa air minum
    e. Untuk pemancangan tiang atau pondasi prasarana jalan/jembatan baik umum
       maupun kereta api.
    f. Untuk penyelenggaraan kegiatan-kegiatan yang bersifat social dan masyarakat
       yang tidak menimbulkan dampak merugikan bagi kelestarian dan keamanan
       fungsi serta fisik sungai.
    g. Untuk pembangunan prasarana lalu intas air dan bangunan pengambilan dan
       pembuangan air.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus memperoleh izin
    terlebih dahulu dari pejabat yang berwenang atau pejabat yang ditunjuk olehnya, serta
    syarat-syarat yang ditentukan.
(3) Pejabat yang berwenang dapat menetapkan suatu ruas di daerah sempadan untuk
    membangun jalan inspeksi dan/atau bangunan sungai yang diperlukan, dengan
    ketentuan lahan milik perorangan yang diperlukan diselesaikan melaui pebebasan
    tanah.


                                        Pasal 12

Pada daerah sempadan dilarang :
a. Membuang sampah, limbah padat dan atau cair.
b. Mendirikan bangunan permanen untuk hunian dan tempat usaha.


                                        BAB III

                           DAERAH MANFAAT SUNGAI
                                Bagian Pertama
                                    Umum

                                        Pasal 13

(1) Pengelolaan dan pembinaan pemanfaatan daerah manfaat sunagi dilaksanakan oleh
    Direktur Jenderal, Pemerintah Daerah dan Badan Hukum tertentu, sesuai dengan
    wewenang dan tanggung jawab masing-masing terhadap sungai yang bersangkutan.
(2) Dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
    inventarisasi yang mencakup :
    a. Mata air, memuat informasi antara lain mengenai nama, lokasi, dan debit air.
    b. Palung sungai, memuat informasi antara lain mengenai lokasi, panjang dan
        kapasitas.
    c. Daerah sempadan yang dibebaskan, memuat informasi lain mengenai lokasi, luas,
        tahun pembebasan dan sumber dana.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan oleh
    Direktorat Jenderal, Dinas dan Badan Hukum tertentu.
(4) Inventarisasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus dilaporkan sekurang-
    kurangnya setiap 5 (lima) tahun kepada Direktur Jenderal.
Bagian Kedua
                                    Pemanfaatan

                                       Pasal 14

(1) Masyarakat dapat memanfaatkan lahan didaerah manfaat sungai dengan ketentuan
    sebagai berikut :
    a. Memenuhi persyaratan yang telah ditentukan.
    b. Harus dengan izin pejabat yang berwenang.
    c. Mengikuti ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam pasal 11 dan pasal 12.
    d. Tidak mengganggu upaya pembinaan sungai.
(2) Izin pemanfaatan lahan didaerah manfaat sungai yang berada pada wilayah sungai
    yang wewenang pembinaannya dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah, diberikan
    oleh Gubernur Kepala Daerah dengan rekomendasi teknis dari Dinas setelah
    berkonsultasi dengan kepala kantor wilayah yang terkait.
(3) Izin pemanfaatan lahan didaerah manfaat sungai yang berada pada wilayah sungai
    yang wewenang pembinaannya dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah, diberikan
    oleh Gubernur Kepala Daerah dengan rekomendasi teknis dari dinas setelah
    berkonsultasi dengan Kepala Kantor Wilayah.
(4) Izin pemanfaatan lahan didaerah manfaat sungai yang berada pada wilayah sungai
    yang wewenang pembinaannya dilimpahkan kepada Badan Hukum tertentu
    dilengkapi dengan rekomendasi teknis dari Badan Hukum tertentu dan izin diberikan
    oleh :
    - Gubernur Kepala Daerah dalam hal sungai yang bersangkutan mengalir pada satu
        Propinsi.
    - Direktur Jenderal atas nama Menteri dalam hal sungai yang bersangkutan
        mengalir pada lebih dari satu propinsi.
(5) Masyarakat yang memanfaatkan lahan didaerah manfaat sungai, dapat dikenakan
    kontribusio dalam rangka pemeliharaan daerah manfaat sungai yang dapat berupa
    uang atau tenaga.


                                       BAB IV

                        DAERAH PENGUASAAN SUNGAI
                              Bagian Pertama

                                       Pasal 15

(1) Penetapan daerah panguasaan sungai dimaksudkan agar pejabat yang berwenang
    dapat melaksanakan upaya pembinaan sungai seoptimal mungkin bagi keselamatan
    umum.
(2) Batas daerah penguasaan sungai yang berupa daerah retensi ditetapkan 100 (seratus)
    meter dari elevasi banjir rencana di sekeliling daerah genangan, sedangkan yang
    berupa daerah banjir ditetapkan berdasarkan debit banjir rencana sekurang-kurangnya
    periode ulang 50 (lima puluh) tahunan.
(3) Pejabat yang berwenagng mengatur rencana peruntukan daerah penguasaan sungai,
    dengan memperhatikan kepentingan instansi lain yang bersangkutan.


                                  Bagian Kedua
                                  Pemanfaatan

                                     Pasal 16

(1) Masyarakat dapat memanfaatkan lahan didaerah penguasaan sungai untuk
    kegiatan/keperluan tertentu sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
    pasal 14 dan pasal 15 ayat (3).
(2) Izin pemanfaatan lahan didaerah penguasaan sungai yang berada didaerah sempadan,
    diberikan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan sebagaimana
    dimaksud dalam pasal 11 ayat (2).
(3) Izin pemanfaatan lahan didaerah penguasaan sungai yang berada diluar daerah
    sempadan, diberikan oleh Gubernur Kepala Daerah sesuai dengan peraturan
    perundang-undangan yang berlaku.


                                    BAB V
                                 BEKAS SUNGAI

                                     Pasal 17

(1) Lahan bekas sungai merupakan inventaris kekayaan milik negara yang berada
    dibawah pembinaan Direktur Jenderal atas nama Menteri.
(2) Pemanfaatan lahan bekas sungai diprioritaskan untuk :
    a. Mengganti lahan yang terkana alur sungai baru.
    b. Keperluan pembangunan prasarana Pengairan.
    c. Keperluan pembangunan lainnya, dengan cara tukar bangun.
    d. Keperluan budidaya, dengan syarat tertentu.
(3) Permohonan pemanfaatan lahan bekas sungai diajukan kepada Direktur Jenderal.
(4) Direktorat Jenderal melakukan inventarisasi lahan bekas sungai mengadakan
    pemutakhiran data inventarisasi sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sekali.


                                     BAB VI

                                 PENGAWASAN

                                     Pasal 18

(1) Pengawasan atas pelaksanaan ketentuan-ketentuan didalam peraturan ini dilakukan
    oleh satuan kerja atau Badan Hukum tertentu yang menangani sungai yang
    bersangkutan sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing.
(2) Lapran atas hasil pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan
    kepada :
    a. Direktur Jenderal, untuk pengawasan pada wilayah sungai yang menjadi
       kewenangan Pemerintah Daerah atau Badan Hukum tertentu.
    b. Dinas untuk pengawasan pada wilayah sungai yang menjadi kewenangan
       Pemerintah atau Badan Hukum tertentu.

(3) Pengusutan atas pelanggaran ketentuan didalam Peraturan ini dapat dilakukan oleh :
    a. Pihak kepolisian dalam hal belum terbentuk Penyidik Pegawai Sipil (PPNS) atau
    b. Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) untuk selajnutnya diteruskan kepada pihak
       kepolisian.


                                         Pasal 19

(1) Masyarakat wajib mentaati ketentuan-ketentuan pemanfaatan daerah sempadan,
    daerah manfaat sungai, daerah penguasaan sungai, bekas sungai yang ditetapkan oleh
    pejabat yang berwenang.
(2) Masyarakat wajib ikut serta secara aktif dalam usaha pelestarian dan pangamanan
    baik fungsi maupun fisik sungai.


                                        BAB VII

                                        SANKSI

                                         Pasal 20

Pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Pasal 11 ayat (2), Pasal
12, Pasal 14 ayat (1), Pasal 16 ayat (1) dan pasal 19 Peraturan ini dapat dikenakan sanksi
berupa :
a. Sanksi pidana sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974
    tentang Pengairan, Peraturan Pemerintah Nomor 35 tahun 1991 tentang sungai dan
    peraturan perundang-undangan lain yang berlaku.
b. Sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.


                                        BAB VIII

                             KETENTUAN PERALIHAN

                                         Pasal 21

(1) Dengan berlakunya Peraturan ini, maka peraturan yang telah dikeluarkan oleh
    Pemerintah Daerah sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan ini masih tetap
    berlaku, sampai digantikan dengan yang baru.
(2) Bagi para pemanfaat lahan di daerah sempadan, daerah manfaat sungai, daerah
    penguasaan sungai, dan bekas sungai yang belum mengikuti ketentuan-ketentuan
    dalam Peraturan ini, agar dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak ditetapkan sejak
    ditetapkannya daerah sempadan segera menyesuaikan.


                                       BAB IX

                             KETENTUAN PENUTUP

                                       Pasal 22

(1) Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
(2) Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Menteri ini akan ditetapkan dengan
    keputusan tersendiri.
(3) Peraturan Menteri disebarluaskan kepada yang bersangkutan untuk diketahui dan atau
    dilaksanakan.




                                         DITETAPKAN DI : JAKARTA
                                         PADA TANGGAL : 27 PEBRUARI 1993
                                             MENTERI PEKERJAAN UMUM



                                                  RADINAL MOOCHTAR
SEMPADAN SUNGAI

Contenu connexe

Tendances

Paparan Perda Penanganan Permukiman Kumuh Kota Surakarta
Paparan Perda Penanganan Permukiman Kumuh Kota SurakartaPaparan Perda Penanganan Permukiman Kumuh Kota Surakarta
Paparan Perda Penanganan Permukiman Kumuh Kota SurakartaBagus ardian
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Penataan Ruang
 
Review UU Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Dan PP Nomor 8 Tahun 201...
Review UU Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Dan PP Nomor 8 Tahun 201...Review UU Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Dan PP Nomor 8 Tahun 201...
Review UU Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Dan PP Nomor 8 Tahun 201...Nur Hilaliyah
 
Perencanaan Spasial Kawasan Khusus
Perencanaan Spasial Kawasan KhususPerencanaan Spasial Kawasan Khusus
Perencanaan Spasial Kawasan KhususDadang Solihin
 
Pedoman penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan
Pedoman penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaanPedoman penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan
Pedoman penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaaninfosanitasi
 
Pola Penanganan Drainase Perkotaan
Pola Penanganan Drainase PerkotaanPola Penanganan Drainase Perkotaan
Pola Penanganan Drainase Perkotaaninfosanitasi
 
Peraturan Penataan Ruang RDTR
Peraturan Penataan Ruang  RDTRPeraturan Penataan Ruang  RDTR
Peraturan Penataan Ruang RDTRhenny ferniza
 
1 laporan pendahuluan rtdr kp rengasdengklok
1 laporan pendahuluan rtdr kp rengasdengklok1 laporan pendahuluan rtdr kp rengasdengklok
1 laporan pendahuluan rtdr kp rengasdengklokmuhfidzilla
 
Analisa Daya Dukung Lahan Kota Tangerang untuk Kegiatan Industri, Perdagangan...
Analisa Daya Dukung Lahan Kota Tangerang untuk Kegiatan Industri, Perdagangan...Analisa Daya Dukung Lahan Kota Tangerang untuk Kegiatan Industri, Perdagangan...
Analisa Daya Dukung Lahan Kota Tangerang untuk Kegiatan Industri, Perdagangan...Anton Riyanto
 
Analisis dibutuhkan dalam pembuatan rdtr (permen atr no 16 tahun 2018)
Analisis dibutuhkan dalam pembuatan rdtr (permen atr no 16 tahun 2018)Analisis dibutuhkan dalam pembuatan rdtr (permen atr no 16 tahun 2018)
Analisis dibutuhkan dalam pembuatan rdtr (permen atr no 16 tahun 2018)bintang purba
 
Permen PU Nomor 18 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pengembangan Sistem Pen...
Permen PU Nomor 18 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pengembangan Sistem Pen...Permen PU Nomor 18 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pengembangan Sistem Pen...
Permen PU Nomor 18 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pengembangan Sistem Pen...Penataan Ruang
 
proyeksi air bersih
proyeksi air bersihproyeksi air bersih
proyeksi air bersihReza Nuari
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota SemarangRencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota SemarangPenataan Ruang
 
PerMen Pekerjaan Umum No. 14 Tahun 2010 Standar Pelayanan Minimal bidang PU d...
PerMen Pekerjaan Umum No. 14 Tahun 2010 Standar Pelayanan Minimal bidang PU d...PerMen Pekerjaan Umum No. 14 Tahun 2010 Standar Pelayanan Minimal bidang PU d...
PerMen Pekerjaan Umum No. 14 Tahun 2010 Standar Pelayanan Minimal bidang PU d...Joy Irman
 
Pedoman teknis pembangunan gedung negara
Pedoman teknis pembangunan gedung negaraPedoman teknis pembangunan gedung negara
Pedoman teknis pembangunan gedung negaraSujatmiko Wibowo
 
Presentasi RTBL dalam rangka penanganan kumuh permukiman
Presentasi RTBL dalam rangka penanganan kumuh permukimanPresentasi RTBL dalam rangka penanganan kumuh permukiman
Presentasi RTBL dalam rangka penanganan kumuh permukimanBagus ardian
 
Kajian formulasi perhitungan kwt kzb kdb
Kajian formulasi perhitungan kwt kzb kdbKajian formulasi perhitungan kwt kzb kdb
Kajian formulasi perhitungan kwt kzb kdbindra_sugito
 
Permen pu20 tahun2007 tt pedoman teknis analisis aspek fisik dan lingkungan, ...
Permen pu20 tahun2007 tt pedoman teknis analisis aspek fisik dan lingkungan, ...Permen pu20 tahun2007 tt pedoman teknis analisis aspek fisik dan lingkungan, ...
Permen pu20 tahun2007 tt pedoman teknis analisis aspek fisik dan lingkungan, ...Deki Zulkarnain
 
Pedoman teknis pembangunan bangunan gedung negara
Pedoman teknis pembangunan bangunan gedung negaraPedoman teknis pembangunan bangunan gedung negara
Pedoman teknis pembangunan bangunan gedung negarainfosanitasi
 

Tendances (20)

Paparan Perda Penanganan Permukiman Kumuh Kota Surakarta
Paparan Perda Penanganan Permukiman Kumuh Kota SurakartaPaparan Perda Penanganan Permukiman Kumuh Kota Surakarta
Paparan Perda Penanganan Permukiman Kumuh Kota Surakarta
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
 
Review UU Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Dan PP Nomor 8 Tahun 201...
Review UU Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Dan PP Nomor 8 Tahun 201...Review UU Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Dan PP Nomor 8 Tahun 201...
Review UU Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Dan PP Nomor 8 Tahun 201...
 
Perencanaan Spasial Kawasan Khusus
Perencanaan Spasial Kawasan KhususPerencanaan Spasial Kawasan Khusus
Perencanaan Spasial Kawasan Khusus
 
Pedoman penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan
Pedoman penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaanPedoman penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan
Pedoman penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan
 
Pola Penanganan Drainase Perkotaan
Pola Penanganan Drainase PerkotaanPola Penanganan Drainase Perkotaan
Pola Penanganan Drainase Perkotaan
 
Peraturan Penataan Ruang RDTR
Peraturan Penataan Ruang  RDTRPeraturan Penataan Ruang  RDTR
Peraturan Penataan Ruang RDTR
 
1 laporan pendahuluan rtdr kp rengasdengklok
1 laporan pendahuluan rtdr kp rengasdengklok1 laporan pendahuluan rtdr kp rengasdengklok
1 laporan pendahuluan rtdr kp rengasdengklok
 
Analisa Daya Dukung Lahan Kota Tangerang untuk Kegiatan Industri, Perdagangan...
Analisa Daya Dukung Lahan Kota Tangerang untuk Kegiatan Industri, Perdagangan...Analisa Daya Dukung Lahan Kota Tangerang untuk Kegiatan Industri, Perdagangan...
Analisa Daya Dukung Lahan Kota Tangerang untuk Kegiatan Industri, Perdagangan...
 
Analisis dibutuhkan dalam pembuatan rdtr (permen atr no 16 tahun 2018)
Analisis dibutuhkan dalam pembuatan rdtr (permen atr no 16 tahun 2018)Analisis dibutuhkan dalam pembuatan rdtr (permen atr no 16 tahun 2018)
Analisis dibutuhkan dalam pembuatan rdtr (permen atr no 16 tahun 2018)
 
Permen PU Nomor 18 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pengembangan Sistem Pen...
Permen PU Nomor 18 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pengembangan Sistem Pen...Permen PU Nomor 18 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pengembangan Sistem Pen...
Permen PU Nomor 18 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pengembangan Sistem Pen...
 
proyeksi air bersih
proyeksi air bersihproyeksi air bersih
proyeksi air bersih
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota SemarangRencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang
 
PerMen Pekerjaan Umum No. 14 Tahun 2010 Standar Pelayanan Minimal bidang PU d...
PerMen Pekerjaan Umum No. 14 Tahun 2010 Standar Pelayanan Minimal bidang PU d...PerMen Pekerjaan Umum No. 14 Tahun 2010 Standar Pelayanan Minimal bidang PU d...
PerMen Pekerjaan Umum No. 14 Tahun 2010 Standar Pelayanan Minimal bidang PU d...
 
Pedoman teknis pembangunan gedung negara
Pedoman teknis pembangunan gedung negaraPedoman teknis pembangunan gedung negara
Pedoman teknis pembangunan gedung negara
 
Presentasi RTBL dalam rangka penanganan kumuh permukiman
Presentasi RTBL dalam rangka penanganan kumuh permukimanPresentasi RTBL dalam rangka penanganan kumuh permukiman
Presentasi RTBL dalam rangka penanganan kumuh permukiman
 
Kajian formulasi perhitungan kwt kzb kdb
Kajian formulasi perhitungan kwt kzb kdbKajian formulasi perhitungan kwt kzb kdb
Kajian formulasi perhitungan kwt kzb kdb
 
satpolpp
satpolppsatpolpp
satpolpp
 
Permen pu20 tahun2007 tt pedoman teknis analisis aspek fisik dan lingkungan, ...
Permen pu20 tahun2007 tt pedoman teknis analisis aspek fisik dan lingkungan, ...Permen pu20 tahun2007 tt pedoman teknis analisis aspek fisik dan lingkungan, ...
Permen pu20 tahun2007 tt pedoman teknis analisis aspek fisik dan lingkungan, ...
 
Pedoman teknis pembangunan bangunan gedung negara
Pedoman teknis pembangunan bangunan gedung negaraPedoman teknis pembangunan bangunan gedung negara
Pedoman teknis pembangunan bangunan gedung negara
 

Similaire à SEMPADAN SUNGAI

Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1991 tentang Sungai
Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1991 tentang SungaiPeraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1991 tentang Sungai
Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1991 tentang Sungaiinfosanitasi
 
Permen pupr28 2015
Permen pupr28 2015Permen pupr28 2015
Permen pupr28 2015Esti Cempora
 
Persiapan Penetapan Sempadan dan Revitalisasi Danau Ranau1.pptx
Persiapan Penetapan Sempadan dan Revitalisasi Danau Ranau1.pptxPersiapan Penetapan Sempadan dan Revitalisasi Danau Ranau1.pptx
Persiapan Penetapan Sempadan dan Revitalisasi Danau Ranau1.pptxssuser773280
 
Pedoman kajian-penetapan-sempadan-sungai-dan-perijinan-pemanfaatan-sungai-190...
Pedoman kajian-penetapan-sempadan-sungai-dan-perijinan-pemanfaatan-sungai-190...Pedoman kajian-penetapan-sempadan-sungai-dan-perijinan-pemanfaatan-sungai-190...
Pedoman kajian-penetapan-sempadan-sungai-dan-perijinan-pemanfaatan-sungai-190...Jaji Abdurrosyid
 
Pp no. 38 tahun 2011 ttg sungai
Pp no. 38 tahun 2011 ttg sungaiPp no. 38 tahun 2011 ttg sungai
Pp no. 38 tahun 2011 ttg sungaiDelizius
 
Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2011 tentang Sungai
Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2011 tentang SungaiPeraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2011 tentang Sungai
Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2011 tentang SungaiPenataan Ruang
 
Pp2011 038 ttg sungai
Pp2011 038 ttg sungaiPp2011 038 ttg sungai
Pp2011 038 ttg sungaijamestravolta
 
Materi Sosialisasi 2022 - BBWS Brantas.pdf
Materi Sosialisasi 2022 - BBWS Brantas.pdfMateri Sosialisasi 2022 - BBWS Brantas.pdf
Materi Sosialisasi 2022 - BBWS Brantas.pdfIrzadRochmad
 
Permen pu 11 a kriteria dan penetapan wilayah sungai
Permen pu 11 a kriteria dan penetapan wilayah sungaiPermen pu 11 a kriteria dan penetapan wilayah sungai
Permen pu 11 a kriteria dan penetapan wilayah sungaiinfosanitasi
 
Pola Pengelolaan Sumber Daya Air WS Brantas
Pola Pengelolaan Sumber Daya Air WS BrantasPola Pengelolaan Sumber Daya Air WS Brantas
Pola Pengelolaan Sumber Daya Air WS BrantasDe Dwi Saptarahadi
 
Permen PU No. 48/PRT/1990 tentang Pengelolaan Air dan atau Sumber Air pada Wi...
Permen PU No. 48/PRT/1990 tentang Pengelolaan Air dan atau Sumber Air pada Wi...Permen PU No. 48/PRT/1990 tentang Pengelolaan Air dan atau Sumber Air pada Wi...
Permen PU No. 48/PRT/1990 tentang Pengelolaan Air dan atau Sumber Air pada Wi...infosanitasi
 
Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1991 tentang Rawa
Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1991 tentang RawaPeraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1991 tentang Rawa
Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1991 tentang Rawainfosanitasi
 
Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan ...
Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan ...Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan ...
Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan ...Penataan Ruang
 
Permen PU No. 45/PRT/1990 tentang Pengendalian Mutu Air pada Sumber Air
Permen PU No. 45/PRT/1990 tentang Pengendalian Mutu Air pada Sumber AirPermen PU No. 45/PRT/1990 tentang Pengendalian Mutu Air pada Sumber Air
Permen PU No. 45/PRT/1990 tentang Pengendalian Mutu Air pada Sumber Airinfosanitasi
 
Pengelolaan sumber daya air berbasis wilayah sungai
Pengelolaan sumber daya air berbasis wilayah sungaiPengelolaan sumber daya air berbasis wilayah sungai
Pengelolaan sumber daya air berbasis wilayah sungaiWillem Sidharno
 
Bab 7 ketentuan pengendalian pemanfataan ruang
Bab 7 ketentuan pengendalian pemanfataan ruangBab 7 ketentuan pengendalian pemanfataan ruang
Bab 7 ketentuan pengendalian pemanfataan ruangDeki Zulkarnain
 

Similaire à SEMPADAN SUNGAI (20)

Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1991 tentang Sungai
Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1991 tentang SungaiPeraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1991 tentang Sungai
Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1991 tentang Sungai
 
Permen pupr28 2015
Permen pupr28 2015Permen pupr28 2015
Permen pupr28 2015
 
Persiapan Penetapan Sempadan dan Revitalisasi Danau Ranau1.pptx
Persiapan Penetapan Sempadan dan Revitalisasi Danau Ranau1.pptxPersiapan Penetapan Sempadan dan Revitalisasi Danau Ranau1.pptx
Persiapan Penetapan Sempadan dan Revitalisasi Danau Ranau1.pptx
 
Pedoman kajian-penetapan-sempadan-sungai-dan-perijinan-pemanfaatan-sungai-190...
Pedoman kajian-penetapan-sempadan-sungai-dan-perijinan-pemanfaatan-sungai-190...Pedoman kajian-penetapan-sempadan-sungai-dan-perijinan-pemanfaatan-sungai-190...
Pedoman kajian-penetapan-sempadan-sungai-dan-perijinan-pemanfaatan-sungai-190...
 
Pp 38 tahun 2011
Pp 38 tahun 2011Pp 38 tahun 2011
Pp 38 tahun 2011
 
Pp no. 38 tahun 2011 ttg sungai
Pp no. 38 tahun 2011 ttg sungaiPp no. 38 tahun 2011 ttg sungai
Pp no. 38 tahun 2011 ttg sungai
 
Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2011 tentang Sungai
Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2011 tentang SungaiPeraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2011 tentang Sungai
Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2011 tentang Sungai
 
Pp2011 038 ttg sungai
Pp2011 038 ttg sungaiPp2011 038 ttg sungai
Pp2011 038 ttg sungai
 
Penjelasan Perda Cianjur No 17 Tahun 2012
Penjelasan Perda Cianjur No 17 Tahun 2012Penjelasan Perda Cianjur No 17 Tahun 2012
Penjelasan Perda Cianjur No 17 Tahun 2012
 
Materi Sosialisasi 2022 - BBWS Brantas.pdf
Materi Sosialisasi 2022 - BBWS Brantas.pdfMateri Sosialisasi 2022 - BBWS Brantas.pdf
Materi Sosialisasi 2022 - BBWS Brantas.pdf
 
Permen pu 11 a kriteria dan penetapan wilayah sungai
Permen pu 11 a kriteria dan penetapan wilayah sungaiPermen pu 11 a kriteria dan penetapan wilayah sungai
Permen pu 11 a kriteria dan penetapan wilayah sungai
 
Pp 27 1991
Pp 27 1991Pp 27 1991
Pp 27 1991
 
Pola Pengelolaan Sumber Daya Air WS Brantas
Pola Pengelolaan Sumber Daya Air WS BrantasPola Pengelolaan Sumber Daya Air WS Brantas
Pola Pengelolaan Sumber Daya Air WS Brantas
 
Permen PU No. 48/PRT/1990 tentang Pengelolaan Air dan atau Sumber Air pada Wi...
Permen PU No. 48/PRT/1990 tentang Pengelolaan Air dan atau Sumber Air pada Wi...Permen PU No. 48/PRT/1990 tentang Pengelolaan Air dan atau Sumber Air pada Wi...
Permen PU No. 48/PRT/1990 tentang Pengelolaan Air dan atau Sumber Air pada Wi...
 
Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1991 tentang Rawa
Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1991 tentang RawaPeraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1991 tentang Rawa
Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1991 tentang Rawa
 
Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan ...
Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan ...Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan ...
Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan ...
 
Pp.37 2012 pengelolaan_das_
Pp.37 2012 pengelolaan_das_Pp.37 2012 pengelolaan_das_
Pp.37 2012 pengelolaan_das_
 
Permen PU No. 45/PRT/1990 tentang Pengendalian Mutu Air pada Sumber Air
Permen PU No. 45/PRT/1990 tentang Pengendalian Mutu Air pada Sumber AirPermen PU No. 45/PRT/1990 tentang Pengendalian Mutu Air pada Sumber Air
Permen PU No. 45/PRT/1990 tentang Pengendalian Mutu Air pada Sumber Air
 
Pengelolaan sumber daya air berbasis wilayah sungai
Pengelolaan sumber daya air berbasis wilayah sungaiPengelolaan sumber daya air berbasis wilayah sungai
Pengelolaan sumber daya air berbasis wilayah sungai
 
Bab 7 ketentuan pengendalian pemanfataan ruang
Bab 7 ketentuan pengendalian pemanfataan ruangBab 7 ketentuan pengendalian pemanfataan ruang
Bab 7 ketentuan pengendalian pemanfataan ruang
 

Plus de infosanitasi

Permen pupr24 2014
Permen pupr24 2014Permen pupr24 2014
Permen pupr24 2014infosanitasi
 
Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...
Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...
Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...infosanitasi
 
Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...
Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...
Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...infosanitasi
 
Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...
Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...
Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...infosanitasi
 
Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...
Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...
Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...infosanitasi
 
Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...
Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...
Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...infosanitasi
 
Permen PUPR pupr26 2014
Permen PUPR pupr26 2014Permen PUPR pupr26 2014
Permen PUPR pupr26 2014infosanitasi
 
Aspek Kelembagaan dan Pendanaan Sanitasi dalam Program PPSP 2015-2019
Aspek Kelembagaan dan Pendanaan Sanitasi dalam Program PPSP 2015-2019Aspek Kelembagaan dan Pendanaan Sanitasi dalam Program PPSP 2015-2019
Aspek Kelembagaan dan Pendanaan Sanitasi dalam Program PPSP 2015-2019infosanitasi
 
Usulan Program dan Kegiatan dalam Memorandum Program Sanitasi
Usulan Program dan Kegiatan dalam Memorandum Program SanitasiUsulan Program dan Kegiatan dalam Memorandum Program Sanitasi
Usulan Program dan Kegiatan dalam Memorandum Program Sanitasiinfosanitasi
 
Target Pembangunan Sanitasi Nasional 2015-2019
Target Pembangunan Sanitasi Nasional 2015-2019Target Pembangunan Sanitasi Nasional 2015-2019
Target Pembangunan Sanitasi Nasional 2015-2019infosanitasi
 
Pengalokasian Pendanaan Sanitasi bidang Kesehatan
Pengalokasian Pendanaan Sanitasi bidang KesehatanPengalokasian Pendanaan Sanitasi bidang Kesehatan
Pengalokasian Pendanaan Sanitasi bidang Kesehataninfosanitasi
 
Pendampingan Pokja dalam Pengelolaan Program PPSP 2015
Pendampingan Pokja dalam Pengelolaan Program PPSP 2015Pendampingan Pokja dalam Pengelolaan Program PPSP 2015
Pendampingan Pokja dalam Pengelolaan Program PPSP 2015infosanitasi
 
Pelaksanaan Program PPSP tahun 2015
Pelaksanaan Program PPSP tahun 2015Pelaksanaan Program PPSP tahun 2015
Pelaksanaan Program PPSP tahun 2015infosanitasi
 
Kesiapan Pelaksanaan Studi Primer dan IPP STBM
Kesiapan Pelaksanaan Studi Primer dan IPP STBMKesiapan Pelaksanaan Studi Primer dan IPP STBM
Kesiapan Pelaksanaan Studi Primer dan IPP STBMinfosanitasi
 
Arah Kebijakan Program PPSP 2015 2019
Arah Kebijakan Program PPSP 2015 2019Arah Kebijakan Program PPSP 2015 2019
Arah Kebijakan Program PPSP 2015 2019infosanitasi
 
Peraturan Presiden tentang Percepatan Pembangunan Air Minum dan Sanitasi
Peraturan Presiden tentang Percepatan Pembangunan Air Minum dan SanitasiPeraturan Presiden tentang Percepatan Pembangunan Air Minum dan Sanitasi
Peraturan Presiden tentang Percepatan Pembangunan Air Minum dan Sanitasiinfosanitasi
 
Strategi, Kebijakan, Target dan Sasaran Pembangunan Sanitasi (Air Limbah dan ...
Strategi, Kebijakan, Target dan Sasaran Pembangunan Sanitasi (Air Limbah dan ...Strategi, Kebijakan, Target dan Sasaran Pembangunan Sanitasi (Air Limbah dan ...
Strategi, Kebijakan, Target dan Sasaran Pembangunan Sanitasi (Air Limbah dan ...infosanitasi
 
Tahap Implementasi Pembangunan Sanitasi Permukiman
Tahap Implementasi Pembangunan Sanitasi PermukimanTahap Implementasi Pembangunan Sanitasi Permukiman
Tahap Implementasi Pembangunan Sanitasi Permukimaninfosanitasi
 
Daftar Kabupaten/Kota Peserta Program PPSP 2015
Daftar Kabupaten/Kota Peserta Program PPSP 2015Daftar Kabupaten/Kota Peserta Program PPSP 2015
Daftar Kabupaten/Kota Peserta Program PPSP 2015infosanitasi
 
Permen PU 01 2014 Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataa...
Permen PU 01 2014 Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataa...Permen PU 01 2014 Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataa...
Permen PU 01 2014 Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataa...infosanitasi
 

Plus de infosanitasi (20)

Permen pupr24 2014
Permen pupr24 2014Permen pupr24 2014
Permen pupr24 2014
 
Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...
Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...
Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...
 
Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...
Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...
Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...
 
Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...
Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...
Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...
 
Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...
Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...
Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...
 
Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...
Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...
Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...
 
Permen PUPR pupr26 2014
Permen PUPR pupr26 2014Permen PUPR pupr26 2014
Permen PUPR pupr26 2014
 
Aspek Kelembagaan dan Pendanaan Sanitasi dalam Program PPSP 2015-2019
Aspek Kelembagaan dan Pendanaan Sanitasi dalam Program PPSP 2015-2019Aspek Kelembagaan dan Pendanaan Sanitasi dalam Program PPSP 2015-2019
Aspek Kelembagaan dan Pendanaan Sanitasi dalam Program PPSP 2015-2019
 
Usulan Program dan Kegiatan dalam Memorandum Program Sanitasi
Usulan Program dan Kegiatan dalam Memorandum Program SanitasiUsulan Program dan Kegiatan dalam Memorandum Program Sanitasi
Usulan Program dan Kegiatan dalam Memorandum Program Sanitasi
 
Target Pembangunan Sanitasi Nasional 2015-2019
Target Pembangunan Sanitasi Nasional 2015-2019Target Pembangunan Sanitasi Nasional 2015-2019
Target Pembangunan Sanitasi Nasional 2015-2019
 
Pengalokasian Pendanaan Sanitasi bidang Kesehatan
Pengalokasian Pendanaan Sanitasi bidang KesehatanPengalokasian Pendanaan Sanitasi bidang Kesehatan
Pengalokasian Pendanaan Sanitasi bidang Kesehatan
 
Pendampingan Pokja dalam Pengelolaan Program PPSP 2015
Pendampingan Pokja dalam Pengelolaan Program PPSP 2015Pendampingan Pokja dalam Pengelolaan Program PPSP 2015
Pendampingan Pokja dalam Pengelolaan Program PPSP 2015
 
Pelaksanaan Program PPSP tahun 2015
Pelaksanaan Program PPSP tahun 2015Pelaksanaan Program PPSP tahun 2015
Pelaksanaan Program PPSP tahun 2015
 
Kesiapan Pelaksanaan Studi Primer dan IPP STBM
Kesiapan Pelaksanaan Studi Primer dan IPP STBMKesiapan Pelaksanaan Studi Primer dan IPP STBM
Kesiapan Pelaksanaan Studi Primer dan IPP STBM
 
Arah Kebijakan Program PPSP 2015 2019
Arah Kebijakan Program PPSP 2015 2019Arah Kebijakan Program PPSP 2015 2019
Arah Kebijakan Program PPSP 2015 2019
 
Peraturan Presiden tentang Percepatan Pembangunan Air Minum dan Sanitasi
Peraturan Presiden tentang Percepatan Pembangunan Air Minum dan SanitasiPeraturan Presiden tentang Percepatan Pembangunan Air Minum dan Sanitasi
Peraturan Presiden tentang Percepatan Pembangunan Air Minum dan Sanitasi
 
Strategi, Kebijakan, Target dan Sasaran Pembangunan Sanitasi (Air Limbah dan ...
Strategi, Kebijakan, Target dan Sasaran Pembangunan Sanitasi (Air Limbah dan ...Strategi, Kebijakan, Target dan Sasaran Pembangunan Sanitasi (Air Limbah dan ...
Strategi, Kebijakan, Target dan Sasaran Pembangunan Sanitasi (Air Limbah dan ...
 
Tahap Implementasi Pembangunan Sanitasi Permukiman
Tahap Implementasi Pembangunan Sanitasi PermukimanTahap Implementasi Pembangunan Sanitasi Permukiman
Tahap Implementasi Pembangunan Sanitasi Permukiman
 
Daftar Kabupaten/Kota Peserta Program PPSP 2015
Daftar Kabupaten/Kota Peserta Program PPSP 2015Daftar Kabupaten/Kota Peserta Program PPSP 2015
Daftar Kabupaten/Kota Peserta Program PPSP 2015
 
Permen PU 01 2014 Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataa...
Permen PU 01 2014 Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataa...Permen PU 01 2014 Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataa...
Permen PU 01 2014 Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataa...
 

SEMPADAN SUNGAI

  • 1. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 63/PRT/1993 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI MENTERI PEKERJAAN UMUM Menimbang : a. Bahwa sebagai salah satu sumber air mempunyai fungsi yang sangat penting bagi kehidupan dan penghidupan masyarakat, perlu dijaga kelestarian dan kelangsungan fungsinya dengan mengamankan daerah sekitarnya. b. Bahwa berdasarkan pasal 4, pasal 5 dan pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai, dalam rangka penguasaan Menteri yang bertanggung jawab di bidang pengairan diberi wewenang untuk mengatur lebih lanjut hal-hal yang menyangkut penetapan garis sempadan sungai, pengelolaan dan pemanfaatan lahan pada daerah manfaat sungai, penguasaan sungai dan bekas sungai. c. Bahwa sehubungan dengan hal tersebut dan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Taun 1991 perlu ditetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai dan Bekas Sungai. Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air. 3. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai. 4. Keputusan Presiden R.I. Nomor 15 Tahun 1974 tentang pokok-pokok Organisasi Departemen. 5. Keputusan Presiden R.I. Nomor 15 tahun 1984 tentang Susunan Organisasi Departemen. 6. Keputusan Presiden R.I. Nomor 64/M/1978 entang Kabinet Pembangunan V. 7. Keputusan President R.I. Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung. 8. Peaturan Menteri P.U. Nomor 39/PRT/1989 tentang pembagian wilayah sungai. 9. Peraturan Menteri P.U. Nomor 48/PRT/1990 tentang Pengelolaan atas Air dan atau Sumber Air. 10. Peraturan Menteri P.U. Nomor 49/PRT/1990 tentang Tata Cara dan Persyaratan Izin Penggunaan Air dan atau Sumber Air.
  • 2. MEMUTUSKAN Menetapkan : PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM TENTANG GARIS SEPANDAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI BAB I KETENTUAN UMUM Bagian Pertama Pengertian Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan : 1. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Pengairan, Departemen Pekerjaan Umum. 2. Direktorat Jenderal adalh Direktorat Jenderal Pengairan Departemen Pekerjaan Umum. 3. Pemerintah daerah adalah Pemerintah Daerah Tingkat I/Daerah Khusus/Daerah Istimewa. 4. Gubernur Kepala Daerah adalah Gubernur Kepala Daerah Tingkat I/Kepala Daerah Khusus/Kepala Daerah Istimewa. 5. Pejabat yang berwenang adalah Direktur Jenderal Pengairan atas nama Menteriatau Gubernur Kepala Daerah. 6. Kepala Kantor Wilayah adalah Kepala Kantor Departemen Pekerjaan Umum Pada pada Propinsi yang bersangkutan. 7. Dinas adalah Dinas Pekerjaan Umum Propinsi Daerah Tingkat I atau Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Propinsi di Daerah Tingkat I. 8. Badan Hukum tertentu adalah badan hukuim senagaimana dimaksud pada pasal 4 Undang-undang No.11 tahun 1974, yang berstatus sebagai Badan Usaha Milik Negara dibawah pembinaan Menteri PU, dan mempunyai tugas pokok mengembangkan dan mengusahakan air dan atau sumber air untuk digunakan bagi kesejahteraan masyarakat dengan menjaga kelestarian kemampuan lingkungan hidup. 9. Sungai adalah tempat-tempat dan wadah-wadah serta jaringan pengairan air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan dan kirinya sepanjang pengalirannya oleh garis sepandan. 10. Garis sepandan sungai adalh garis batas luar pengamanan luar. 11. Daerah sepandan adalah kawasan sepanjang kiri kanan sungai termasuk sungai buatan yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai. 12. Daerah sempadan danau/waduk adalah kawasan tertentu disekeliling danau/waduk yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai. 13. Daerah manfaat sungai adalah mata air, palung sungai dan daerah sepandan yang telah dibebaskan.
  • 3. 14. Daerah penguasaan sungai adalah dataran banjir, daerah retensi, bantaran atau daerah sempadan yang tidak dibebaskan. 15. Bekas sungai adalah sungai yang tidak berfungsi lagi. 16. Tepi sungai adalah batas luar palung sungai yang mempunyai variasi bentuk seperti tergambar dalam lampiran peraturan ini. 17. Kawasan perkotaan adalah wilayah kawasan yang mempumyai kegiaatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, layanan social dan kegiatan ekonomi. 18. Tanggul adalah bangunan pengendali sungai yang dibangun dengan persyaratan teknis tertentu untuk melindungi daerah sekitar sungai terhadap limpasan air sungai. 19. Banjir berencana adalah banjir yang kemungkinan terjadi dalam kurun waktu tertentu. Bagian Kedua Lingkup Pengaturan Pasal 2 Lingkup pengaturan yang tercantum pada Peraturan Menteri ini terdiri dari : a. Penetapan garis sempadan sungai termasuk danau dan waduk. b. Penelolaan dan pemanfaatan lahan pada daerah manfaat sungai. c. Pemenfaatan lahan pada daerah penguasaan sungai. d. Pemanfaatan lahan pada bekas sungai. BAB II GARIS SEMPADAN DAN SUNGAI Bagian Pertama Maksud dan Tujuan Pasal 3 (1) Penetapan garis sempadan sungai dimaksudkan sebagai upaya agar kegiatan perlindungan, penggunaan dan pengendalian atas sumber daya yang ada pada sungai termasuk danau dan waduk dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuannya. (2) Penetapan garis sempadan sungai bertujuan : a. Agar fungsi sungai termasuk danau dan waduk tidak terganggu oleh aktifitas yang berkembang disekitarnya. b. Agar kegiatan pemanfaatan dan upaya peningkatan nilai manfaat sumber daya yang ada di sungai dapat membrikan hasil secara optimal sekaligus menjaga kelestarian fungsi sungai. c. Agar daya rusak air terhadap sungai dan lingkungannya dapat dibatasi,
  • 4. Bagian Kedua Tata Cara Penetapan Pasal 4 (1) Penetapan garis sempadan sungai yang dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut : a. Untuk sungai-sungai yang menjadi kewenangan Menteri, batas garis sempadan sungai ditetapkan dengan Peraturan Menteri berdasarkan usulan dari Direktur Jenderal. b. Untuk sungai-sungai yang dilimpahkan kewenangannya kepada Pemerintah Daerah, batas garis sempadan sungai ditetapkan dengan Peraturan Daerah berdasarkan usulan dari Dinas. c. Untuk sungai-sungai yang dilimpahkan kewenangan pengelolaannya kepada Badan Hukum tertentu, batas garis sempadan sungai ditetapkan dengan Peraturan Menteri berdasarkan usulan dari Badan Hukum tertentu yang bersangkutan. (2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui kegiatan-kegiatan sebagai berikut : a. Melakukan survai. b. Menetukan dimensi penampang sungai berdasarkan rencana pembinaan sungai yang bersangkutan dari hasil survai sebagaimana dimaksud dalam butir a., bagi sungai-sungai yang tidak jelas tepinya. c. Penetapan batas garis sempadan sungai dimaksud dalam butir b berdasarkan criteria sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 sampai dengan pasal 10. (3) Garis sempadan sunagi yang telah ditetapkan dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini. (4) Penetapan garis sempadan sungai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila dipandang perlu dapat disempurnakan setiap lima tahun. Bagian Ketiga Kriteria Pasal 5 Kriteria penetapan garis sempadan sungai terdiri dari : a. Sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan. b. Sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan. c. Sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan. d. Sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan.
  • 5. Pasal 6 (1) Garis sempadan sungai bertanggul diteptapkan sebagai berikut: a. Garis sempadan sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan ditetapkan sekurang-kurangnya 5 (lima meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul. b. Garis sempadan sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan ditetapkan sekurang-kurangnya 3 (tiga) meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul. (2) Dengan pertimbangan untuk peningkatan fungsinya, tanggul sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diperkuat, diperlebar dan ditinggikan, yang dapat berakibat bergesernya letak garis sempadan sungai. (3) Kecuali lahan yang berstatus tanah negara, maka lahan yang diperlukan untuk tapak tanggul baru sebagai akibat dilaksanakannya ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus dibebaskan. Pasal 7 (1) Penetapan garis sempadan sungai tak bertanggul di luar kawasan perkotaan a. Sungai besar yaitu sungai yang mempunyai daerah pengaliran sungai seluas 500 (lima ratus) Km2 atau lebih. b. Sungai kecil yaitu sungai yang mempunyai daerah pengaliran sungai seluas kurang dari 500 (lima ratus) Km2. (2) Penatapan garis sempadan sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan pada sungai besar dilakukan ruas per ruas dengan mempertimbangkan luas daerah pengaliran sungai pada ruas yang bersangkutan. (3) Garis sempadan sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan pada sungai besar ditetapkan sedangkan pada sungai kecil sekurang-kurangnya 100 (seratus) m, sedangkan pada sungai sekurang-kurangnya 50 lima puluh m dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan. Pasal 8 Penetapan garis sempadan sungai tak bertanggul di dalam kawasan perkotaan didasarkan pada kriteria : a. Sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 3 (tiga) meter, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) meter dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan. b. Sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 3 (tiga) meter sampai dengan 20 (dua puluh) meter, garis sempadan dan ditetapkan sekurang-kurangnya 15 (lima belas) meter dari tepi sungai pada waktu ditetapkan. c. Sungai yang mempunyai kedalaman meksimum lebih dari 20 (dua puluh) meter, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) meter dihitung dari tepi sungai pada waktu yang ditetapkan.
  • 6. Pasal 9 (1) Garis sempadan sungai tidak bertanggul yamg berbatasan dengan jalan adalah tepi bahu jalan yang bersangkutan, dengan ketentuan kontruksi dan penggunaan jalan harus menjamin bagi kelestarian dan keamanan sungai serta bangunan sungai. (2) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak terpenuhi, maka segala perbaikan atas kerusakan yang timbul pada sungai dan bangunan sungai menjadi tanggung jawab pengelola jalan. Pasal 10 Penetapan garis sempadan danau, waduk, mata air dan sungai yang terpengaruh pasang surut air laut mengikuti kriteria yang telah ditetapkan dalam keputusan Presiden R.I. Nomor : 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, sebagai berikut : a. Untuk danau dan waduk, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) meter dari titik pasang tertinggi kearah darat. b. Untuk mata air, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 200 (dua ratus) meter disekitar mata air. c. Untuk sungai yang terpengaruh pasang surut air laut, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 100 (seratus) meter dari tepi sungai dan berfungsi sebagai jalur hijau. Bagian Keempat Pemanfaatan Daerah Sempadan Pasal 11 (1) Pemanfaatan lahan di daerah sempadan dapat dilakukan oleh masyarakat untuk kegiatan-kegiatan tertentu sebagai berikut : a. Untuk budidaya pertanian dengan jenis tanaman yang diijinkan. b. Untuk kegiatan niaga, penggalian dan penimbunan. c. Untuk pemasangan papan reklame, papan penyuluhan dan peringatan, serta rambu-rambu pekerjaan. d. Untuk pemasangan rentangan kabel listrik, kabel telepon dan pipa air minum e. Untuk pemancangan tiang atau pondasi prasarana jalan/jembatan baik umum maupun kereta api. f. Untuk penyelenggaraan kegiatan-kegiatan yang bersifat social dan masyarakat yang tidak menimbulkan dampak merugikan bagi kelestarian dan keamanan fungsi serta fisik sungai. g. Untuk pembangunan prasarana lalu intas air dan bangunan pengambilan dan pembuangan air.
  • 7. (2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus memperoleh izin terlebih dahulu dari pejabat yang berwenang atau pejabat yang ditunjuk olehnya, serta syarat-syarat yang ditentukan. (3) Pejabat yang berwenang dapat menetapkan suatu ruas di daerah sempadan untuk membangun jalan inspeksi dan/atau bangunan sungai yang diperlukan, dengan ketentuan lahan milik perorangan yang diperlukan diselesaikan melaui pebebasan tanah. Pasal 12 Pada daerah sempadan dilarang : a. Membuang sampah, limbah padat dan atau cair. b. Mendirikan bangunan permanen untuk hunian dan tempat usaha. BAB III DAERAH MANFAAT SUNGAI Bagian Pertama Umum Pasal 13 (1) Pengelolaan dan pembinaan pemanfaatan daerah manfaat sunagi dilaksanakan oleh Direktur Jenderal, Pemerintah Daerah dan Badan Hukum tertentu, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing terhadap sungai yang bersangkutan. (2) Dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan inventarisasi yang mencakup : a. Mata air, memuat informasi antara lain mengenai nama, lokasi, dan debit air. b. Palung sungai, memuat informasi antara lain mengenai lokasi, panjang dan kapasitas. c. Daerah sempadan yang dibebaskan, memuat informasi lain mengenai lokasi, luas, tahun pembebasan dan sumber dana. (3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan oleh Direktorat Jenderal, Dinas dan Badan Hukum tertentu. (4) Inventarisasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus dilaporkan sekurang- kurangnya setiap 5 (lima) tahun kepada Direktur Jenderal.
  • 8. Bagian Kedua Pemanfaatan Pasal 14 (1) Masyarakat dapat memanfaatkan lahan didaerah manfaat sungai dengan ketentuan sebagai berikut : a. Memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. b. Harus dengan izin pejabat yang berwenang. c. Mengikuti ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam pasal 11 dan pasal 12. d. Tidak mengganggu upaya pembinaan sungai. (2) Izin pemanfaatan lahan didaerah manfaat sungai yang berada pada wilayah sungai yang wewenang pembinaannya dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah, diberikan oleh Gubernur Kepala Daerah dengan rekomendasi teknis dari Dinas setelah berkonsultasi dengan kepala kantor wilayah yang terkait. (3) Izin pemanfaatan lahan didaerah manfaat sungai yang berada pada wilayah sungai yang wewenang pembinaannya dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah, diberikan oleh Gubernur Kepala Daerah dengan rekomendasi teknis dari dinas setelah berkonsultasi dengan Kepala Kantor Wilayah. (4) Izin pemanfaatan lahan didaerah manfaat sungai yang berada pada wilayah sungai yang wewenang pembinaannya dilimpahkan kepada Badan Hukum tertentu dilengkapi dengan rekomendasi teknis dari Badan Hukum tertentu dan izin diberikan oleh : - Gubernur Kepala Daerah dalam hal sungai yang bersangkutan mengalir pada satu Propinsi. - Direktur Jenderal atas nama Menteri dalam hal sungai yang bersangkutan mengalir pada lebih dari satu propinsi. (5) Masyarakat yang memanfaatkan lahan didaerah manfaat sungai, dapat dikenakan kontribusio dalam rangka pemeliharaan daerah manfaat sungai yang dapat berupa uang atau tenaga. BAB IV DAERAH PENGUASAAN SUNGAI Bagian Pertama Pasal 15 (1) Penetapan daerah panguasaan sungai dimaksudkan agar pejabat yang berwenang dapat melaksanakan upaya pembinaan sungai seoptimal mungkin bagi keselamatan umum. (2) Batas daerah penguasaan sungai yang berupa daerah retensi ditetapkan 100 (seratus) meter dari elevasi banjir rencana di sekeliling daerah genangan, sedangkan yang berupa daerah banjir ditetapkan berdasarkan debit banjir rencana sekurang-kurangnya periode ulang 50 (lima puluh) tahunan.
  • 9. (3) Pejabat yang berwenagng mengatur rencana peruntukan daerah penguasaan sungai, dengan memperhatikan kepentingan instansi lain yang bersangkutan. Bagian Kedua Pemanfaatan Pasal 16 (1) Masyarakat dapat memanfaatkan lahan didaerah penguasaan sungai untuk kegiatan/keperluan tertentu sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 dan pasal 15 ayat (3). (2) Izin pemanfaatan lahan didaerah penguasaan sungai yang berada didaerah sempadan, diberikan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 ayat (2). (3) Izin pemanfaatan lahan didaerah penguasaan sungai yang berada diluar daerah sempadan, diberikan oleh Gubernur Kepala Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB V BEKAS SUNGAI Pasal 17 (1) Lahan bekas sungai merupakan inventaris kekayaan milik negara yang berada dibawah pembinaan Direktur Jenderal atas nama Menteri. (2) Pemanfaatan lahan bekas sungai diprioritaskan untuk : a. Mengganti lahan yang terkana alur sungai baru. b. Keperluan pembangunan prasarana Pengairan. c. Keperluan pembangunan lainnya, dengan cara tukar bangun. d. Keperluan budidaya, dengan syarat tertentu. (3) Permohonan pemanfaatan lahan bekas sungai diajukan kepada Direktur Jenderal. (4) Direktorat Jenderal melakukan inventarisasi lahan bekas sungai mengadakan pemutakhiran data inventarisasi sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sekali. BAB VI PENGAWASAN Pasal 18 (1) Pengawasan atas pelaksanaan ketentuan-ketentuan didalam peraturan ini dilakukan oleh satuan kerja atau Badan Hukum tertentu yang menangani sungai yang bersangkutan sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing.
  • 10. (2) Lapran atas hasil pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan kepada : a. Direktur Jenderal, untuk pengawasan pada wilayah sungai yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah atau Badan Hukum tertentu. b. Dinas untuk pengawasan pada wilayah sungai yang menjadi kewenangan Pemerintah atau Badan Hukum tertentu. (3) Pengusutan atas pelanggaran ketentuan didalam Peraturan ini dapat dilakukan oleh : a. Pihak kepolisian dalam hal belum terbentuk Penyidik Pegawai Sipil (PPNS) atau b. Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) untuk selajnutnya diteruskan kepada pihak kepolisian. Pasal 19 (1) Masyarakat wajib mentaati ketentuan-ketentuan pemanfaatan daerah sempadan, daerah manfaat sungai, daerah penguasaan sungai, bekas sungai yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang. (2) Masyarakat wajib ikut serta secara aktif dalam usaha pelestarian dan pangamanan baik fungsi maupun fisik sungai. BAB VII SANKSI Pasal 20 Pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Pasal 11 ayat (2), Pasal 12, Pasal 14 ayat (1), Pasal 16 ayat (1) dan pasal 19 Peraturan ini dapat dikenakan sanksi berupa : a. Sanksi pidana sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan, Peraturan Pemerintah Nomor 35 tahun 1991 tentang sungai dan peraturan perundang-undangan lain yang berlaku. b. Sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. BAB VIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 21 (1) Dengan berlakunya Peraturan ini, maka peraturan yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan ini masih tetap berlaku, sampai digantikan dengan yang baru.
  • 11. (2) Bagi para pemanfaat lahan di daerah sempadan, daerah manfaat sungai, daerah penguasaan sungai, dan bekas sungai yang belum mengikuti ketentuan-ketentuan dalam Peraturan ini, agar dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak ditetapkan sejak ditetapkannya daerah sempadan segera menyesuaikan. BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 22 (1) Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. (2) Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Menteri ini akan ditetapkan dengan keputusan tersendiri. (3) Peraturan Menteri disebarluaskan kepada yang bersangkutan untuk diketahui dan atau dilaksanakan. DITETAPKAN DI : JAKARTA PADA TANGGAL : 27 PEBRUARI 1993 MENTERI PEKERJAAN UMUM RADINAL MOOCHTAR