SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  110
Télécharger pour lire hors ligne
-1-

                                  BAB I
                             PENDAHULUAN


A.   Latar Belakang
     Masalah Gangguan penggunaan Napza melalui penggunaan Napza suntik
     menjadi salah satu media penularan utama HIV di Indonesia sejak 1999.
     Berdasarkan Laporan Triwulan Situasi Perkembangan HIV/AIDS Nasional
     Kementerian Kesehatan pada awal 2010, cara penularan kasus AIDS
     kumulatif melalui penggunaan Napza suntik mencapai 39,2%. Populasi
     penasun mengalami peningkatan sejak 1999, hingga estimasi tahun 2009
     diperkirakan mencapai 219,000 orang di seluruh Indonesia. Sementara
     itu, cara penularan kasus AIDS kumulatif nasional menyebutkan 40,7%
     adalah Penasun. Data laporan triwulan Dirjen P2PL sampai Maret 2010
     menunjukkan bahwa provinsi dengan prevalensi penasun tertinggi pada
     tahun 2003-2007 adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, Bali, Banten, dan DI
     Yogyakarta.
     Oleh karena itu program pengurangan dampak buruk (harm reduction)
     atas penggunaan Napza suntik mutlak diperlukan. Salah satu kegiatan
     pendekatan ini adalah terapi rumatan bagi penasun dengan memberikan
     metadon dalam sediaan cair, yang dikenal dengan nama Program Terapi
     Rumatan Metadon (PTRM). Pola penggunaan metadon dengan cara
     diminum –dimana metadon dimetabolisme dengan sangat baik pada organ
     pencernaan-, memberi peluang besar untuk menekan penggunaan Napza
     suntik, yang pada akhirnya dapat membantu meminimalisasi penularan
     HIV pada populasi penasun.
     Penelitian atas pelaksanaan uji coba PTRM pada tahun 2003 – 2005
     menunjukkan bahwa pasien yang berumur di atas 20 tahun merupakan
     kelompok terbanyak yang mampu bertahan baik dalam terapi rumatan
     metadon. Pasien yang putus terapi atau drop-out berkisar antara 40%
     hingga 50%, dikarenakan berbagai alasan, diantaranya dosis yang
     kurang, hambatan mengakses program setiap hari, dan ketidakyakinan
     akan efektivitas program. Alasan lainnya adalah adanya perbedaan
     persepsi antara petugas dan pasien dalam masalah dosis bawa pulang
     (Take Home Dose/THD) dan adanya ketidakkonsistenan dalam
     menerapkan aturan-aturan klinik. Untuk itu disusun Pedoman Nasional
     PTRM Edisi 2010 yang merupakan penyempurnaan dan penambahan
-2-

     atas edisi 2006. Beberapa aturan merupakan hal yang baru pada
     pedoman ini, sebagai tanggapan atas perkembangan situasi dan kondisi
     klinik PTRM pada saat ini.


B.   Ruang Lingkup
     Ruang lingkup dalam pedoman ini meliputi metadon dan aspek-aspek
     yang terkait, penyelenggaraan PTRM, protokol terapi, penatalaksanaan
     PTRM pada populasi khusus, pembiayaan, pencatatan dan pelaporan,
     serta pembinaan dan pengawasan (monitoring dan evaluasi).


C.   Kebijakan Umum
     Kebijakan umum dalam pelaksanaan dan pengembangan akses layanan
     PTRM mengacu pada Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun
     2010-2014, dimana acuan implementasi layanan yang meliputi teknis
     medis dan manajemen rutin diatur dengan mengikuti urain kebijakan
     sebagai berikut:
     1)   Kebijakan masalah terapi rehabilitasi ketergantungan Napza, yang
          dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan
     2)   Kebijakan penanggulangan HIV dan AIDS, yang dikeluarkan oleh
          Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
          Lingkungan
     3)   Kebijakan kemandirian/partisipasi Pemerintah Daerah, dengan
          berdasarkan pemahaman bahwa PTRM adalah terapi jangka panjang
          yang membutuhkan jaminan atas kesinambungan program. Maka
          dipandang perlu peran serta segenap pihak, tidak saja dari
          pemerintah pusat melainkan juga dari pemerintah daerah selaku
          penanggungjawab kesehatan masyarakat di daerahnya dalam hal
          perencanaan dan pembiayaan PTRM, yang meliputi :
          a. Perencanaan kebutuhan Metadon HCl
          b. Pengadaan Metadon HCl dan logistik terkait
          c. Penyediaan sarana dan pra-sarana klinik PTRM
-3-

4)   Kebijakan pengembangan akses layanan melalui pembukaan klinik
     PTRM baru diatur dengan mempertimbangan hal-hal sebagai berikut:
     a. Estimasi prevalensi HIV dan AIDS di kalangan kelompok kunci
        Penasun di daerah terkait
     b. Tersedianya komitmen yang tinggi dari Pemerintah Daerah
        setempat untuk menjamin keberlangsungan layanan PTRM di
        wilayahnya
     c. Ketersediaan buffer stock Metadon HCl di tingkat nasional.
-4-

                                   BAB II
                METADON DAN ASPEK-ASPEK YANG TERKAIT


A. Definisi Metadon:
  Metadon adalah sejenis sintetik opioid yang menyebabkan pasien akan
  mengalami ketergantungan fisik. Jika ia berhenti mengkonsumsi metadon
  secara tiba-tiba, ia akan mengalami gejala putus zat.


B. Efektifitas Metadon
  Metadon mempunyai khasiat sebagai suatu analgetik dan euforian karena
  bekerja pada reseptor opioid mu (µ), mirip dengan agonis opioid mu (µ) yang
  lain misalnya morfin. Metadon adalah suatu agonis opioid sintetik yang kuat
  dan secara oral diserap dengan baik. Metadon juga dapat dikonsumsi
  melalui parenteral dan rektal, meski cara yang terakhir tidak lazim. Efek
  metadon secara kualitatif mirip dengan efek morfin dan opioid lainnya. Efek
  metadon tersebut antara lain sebagai analgetik, sedatif, depresi pernapasan,
  dan euforia. Efek lainnya adalah menurunkan tekanan darah, konstriksi
  pupil, dan efek pada saluran cerna yaitu memperlambat pengosongan
  lambung karena mengurangi motilitas, meningkatkan tonus sfingter pilorik,
  dan meningkatkan tonus sfingter Oddi yang berakibat spasme saluran
  empedu.
  Efek samping metadon antara lain gangguan tidur, mual muntah,
  konstipasi, mulut kering, berkeringat, vasodilatasi dan gatal-gatal,
  menstruasi tidak teratur, ginekomastia dan disfungsi seksual pada pria,
  serta retensi cairan dan penambahan berat badan. Efek samping tidak akan
  terlalu banyak dialami oleh orang yang telah menggunakan heroin.
  Bioavailibilitas metadon oral tidak memperlihatkan perubahan yang berarti
  pada orang yang distabilisasi dengan metadon, atau yang sudah
  menggunakannya secara kronis.
  Metadon dipecah di hati melalui sistem enzim sitokrom P450. Sekitar 10%
  metadon yang dikonsumsi secara oral akan diekskresi utuh. Sisanya akan
  dimetabolisme dan metabolit inaktifnya dibuang melalui urin dan tinja.
  Metadon juga dibuang melalui keringat dan liur.
-5-

  Onset efek metadon terjadi sekitar 30 menit setelah obat diminum.
  Konsentrasi puncak dicapai setelah 3-4 jam setelah metadon diminum.
  Rerata waktu paruh metadon adalah 24 jam. Metadon mencapai kadar tetap
  dalam tubuh setelah penggunaan 3-10 hari. Setelah stabilisasi dicapai,
  variasi konsentrasi metadon dalam darah tidak terlalu besar dan supresi
  gejala putus obat lebih mudah dicapai.
  Metadon banyak diikat oleh protein plasma dalam jaringan seluruh tubuh.
  Metadon dapat diketemukan dalam darah, otak, dan jaringan lain seperti
  ginjal, limpa, hati, serta paru.
  Konsentrasi metadon dalam jaringan tersebut lebih tinggi daripada dalam
  darah. Ikatan tersebut menyebabkan terjadinya akumulasi metadon dalam
  badan cukup lama bila seseorang berhenti menggunakan metadon. Kriteria
  diagnostik untuk ketergantungan zat dan intoksikasi opioida mengacu pada
  kriteria yang ada di ICD-X.


C. Farmakologi Heroin
  Heroin tergolong opioida semisintetik, dibuat dari morfin yang terdapat
  dalam getah tanaman candu melalui perubahan kimiawi sederhana. Heroin
  lebih mudah larut dalam lemak, sehingga lebih cepat menembus sawar
  darah-otak (Blood Brain Barrier) dibanding morfin. Heroin mengalami proses
  biotransformasi di hati untuk berubah kembali menjadi morfin. Pengaruh
  heroin dan morfin adalah sama, hanya saja heroin mempunyai kekuatan 3
  kali morfin dan mulai bekerja lebih cepat. Absorbsi pada penggunaan oral
  berlangsung lambat. Metabolisme heroin terutama terjadi di hepar dan di
  ekskresi melalui air seni dan empedu. Lebih dari 90% ekskresi terjadi dalam
  24 jam pertama, walaupun metabolitnya dapat dideteksi dalam air seni
  sampai 48 jam atau lebih.
  Toleransi tubuh terhadap heroin terjadi dengan cepat, namun terdapat
  beberapa perbedaan reaksi antara masing-masing organ tubuh. Sebagai
  contoh, heroin memiliki toleransi tinggi terhadap depresi pernafasan, efek
  analgetik, sedasi, dan muntah dibandingkan toleransi terhadap miosis dan
  konstipasi. Selain itu juga terdapat toleransi silang antara heroin dan
  opioida lain.
  Potensi heroin untuk menimbulkan ketergantungan fisik dan psikologis
  sangat kuat. Heroin yang beredar di pasar gelap tidak dalam bentuk murni,
  melainkan dicampur dengan tepung, gula, kina, kakao, atau bahkan tawas.
-6-

  Heroin juga berpotensi menimbulkan reaksi toksik sampai overdosis, gejala
  klinis dapat meliputi:
  1. Depresi pernafasan.
  2. Bibir biru dan pucat atau tubuh membiru.
  3. Pupil pin-point atau dilatasi bila pasien koma.
  4. Bila heroin disedot melalui hidung, mukosa hidung tampak hiperemis.
  5. Adanya bekas suntikan baru.
  6. Edema paru.
  7. Jantung aritmia dan atau kejang.
  8. Koma atau mati (akibat depresi pernafasan, edema otak atau paru).


D. Kriteria Diagnostik Gangguan Penggunaan Opioid
   1.   Kriteria Diagnostik untuk Ketergantungan Zat (ICD-X)
        Definisi ketergantungan zat adalah suatu pola penggunaan zat yang
        menyebabkan hendaya (disfungsi) yang jelas secara klinis atau
        tertekan. Diagnosa atas terjadinya ketergantungan zat diperlihatkan
        oleh adanya 3 (atau lebih) kriteria di bawah ini, yang terjadi kapan
        saja selama periode 12 bulan yang sama:
         a. Toleransi, seperti yang dipastikan dengan adanya salah satu
            tersebut di bawah ini:
           1) Kebutuhan akan penambahan dosis yang mencolok agar
              diperoleh keadaan intoksikasi atau efek yang diinginkan.
           2) Berkurangnya efek secara mencolok akibat penggunaan dengan
              dosis yang sama.
         b. Gejala putus zat, yang dipastikan dengan adanya salah satu yang
            tersebut di bawah ini:
           1) Sindrom putus zat yang khas untuk zat tersebut (rujuk ke
              kriteria A dan B dari kriteria untuk putus zat yang khas untuk
              zat tertentu)
           2) Zat yang sama (atau yang sangat berkaitan) harus digunakan
              untuk menyembuhkan atau menghindari gejala putus zat
         c. Zat sering digunakan jauh lebih banyak atau lebih lama dibanding
            yang dimaksudkan.
-7-

        1) Adanya keinginan yang menetap atau usaha yang tak berhasil
           untuk menghentikan atau mengendalikan penggunaannya.
        2) Sebagian besar waktunya dihabiskan untuk mencari zat
           (misalnya berobat pada banyak dokter atau mengendarai mobil
           jarak jauh), menggunakan zat (misalnya terus menerus
           merokok), atau pulih dari pengaruh zat tersebut
        3) Berkurang atau berhentinya kegiatan kegiatan sosial, pekerjaan
           atau rekreasi akibat menggunakan zat
        4) Penggunaan zat berlanjut meskipun mengetahui adanya
           masalah jasmani atau psikologis yang disebabkan karena
           penggunaan zat (misalnya tetap menggunakan kokain
           walaupun mengalami depresi atau terus minum minuman
           beralkohol walaupun mengetahui bahwa tukak lambung
           bertambah parah akibat mengkonsumsi alkohol.
2.   Kriteria Diagnostik Intoksikasi Opioid (ICD X)
     a. Baru saja mengkonsumsi opioid (termasuk heroin).
     b. Perilaku maladaptif yang secara klinis mencolok atau adanya
        perubahan psikologis (misalnya euforia pada permulaan diikuti
        dengan apatis, disforia, agitatif atau retardasi psikomotor, hendaya
        dalam daya penilaian, fungsi sosial atau pekerjaan, yang
        berkembang atau segera sesudah mengkonsumsi opioid).
     c. Konstriksi pupil (atau dilatasi pupil disebabkan karena anoksia
        akibat overdosis yang berat) dan satu (atau lebih) dari gejala
        berikut, yang terjadi tidak lama sesudah mengkonsumsi opioid :
       1) Kesadaran menurun atau koma.
       2) Cadel
       3) Hendaya (disfungsi) pada perhatian atau daya ingat.
     d. Gejala tersebut tidak disebabkan karena kondisi medik umum dan
        bukan disebabkan karena gangguan jiwa lain.
3.   Kriteria Diagnostik Putus Opioida (ICD X)
     a. Salah satu dari yang tersebut di bawah ini :
       1) berhenti atau mengurangi penggunaan opioida yang berat dan
          lama (beberapa minggu atau lebih)
-8-

           2) pemberian   suatu       antagonis   opioida     sesudah   periode
              penggunaan opioid
        b. Tiga atau lebih dari yang tersebut di bawah ini, terjadi dalam
           hitungan menit sampai beberapa hari sesudah kriteria A :
           1) perasaan disforik
           2) mual atau muntah
           3) nyeri otot
           4) lakrimasi atau rinore
           5) pupil melebar, piloereksi, atau berkeringat
           6) diare
           7) menguap berkali-kali
           8) demam
           9) insomnia
        c. Gejala-gejala pada kriteria B secara klinis menyebabkan tekanan
           batin yang jelas atau hendaya (disfungsi) dalam fungsi sosial,
           pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
        d. Gejala-gejala tersebut tidak disebabkan karena kondisi medik
           umum dan tidak disebabkan karena gangguan jiwa lain.


E.   HIV, Virus Hepatitis, Tuberkulosis, dan Toksoplasmosis
     Para IDU cenderung menggunakan obat dengan cara yang tidak steril
     melalui suntikan dan/atau kulit yang tidak dibersihkan. Akibatnya
     mereka sangat mudah mendapat infeksi oportunistik seperti infeksi
     tulang dan sendi, endokarditis, sepsis, infeksi jaringan lunak, dan
     tetanus. Hepatitis (B, C, D), HIV, dan malaria dapat menular bila terjadi
     saling pinjam meminjam peralatan suntik, atau terjadi inokulasi langsung
     darah orang lain yang terinfeksi. Infeksi lainnya adalah tuberkulosis yang
     ditularkan melalui udara pernafasan. Gonore, HBV, HIV, dan sifilis dapat
     berjangkit melalui hubungan seksual yang tak terlindung. Pneumonia
     karena berbagai etiologi juga sangat sering terjadi di kalangan
     penyalahguna heroin.
-9-

1. HIV
   Holmberg (1996) memperkirakan secara kasar bahwa separuh dari
   infeksi HIV/AIDS terdapat pada penasun. Di kalangan pengguna
   heroin makin banyak dilaporkan angka kejadian infeksi HIV pada
   laki-laki dan perempuan yang menggunakan zat untuk bersenang-
   senang selain melalui suntikan. Diperkirakan hal tersebut disebabkan
   karena infeksi melalui kontak seksual. Sero-surveilance pada penasun
   yang memperlihatkan hasil positif HIV dan datang berobat di RSKO
   sebanyak lebih dari 50% dan 59,49% untuk yang berobat di RS
   Sanglah Bali (Juni 2005).
2. Virus Hepatitis
   Virus hepatitis menyebabkan inflamasi dan kerusakan atau kematian
   sel-sel hati. Penasun mempunyai risiko tinggi untuk terinfeksi
   beberapa jenis virus hepatitis. Pada suatu penelitian terhadap 389
   penasun di California, 41% positif dengan antibodi HAV, 73% untuk
   HBV, 94% untuk HCV, dan 10% untuk HDV (1995). Sero-surveilence
   terhadap penasun yang berobat ke RSKO, hasilnya 70% HCV positif.
   Di Klinik PTRM RS Sanglah Bali 95,45% pasien menderita Hepatitis C,
   dan 9,68 Hepatitis B (Laporan Juni 2005).
   Hepatitis B adalah virus DNA dari golongan hepadnavirus yang
   terdapat dalam titer yang tinggi dalam darah dan eksudat (misalnya
   lesi di kulit) orang yang terinfeksi akut maupun kronis. Dalam jumlah
   yang moderat HBV terdapat pada air liur, semen, dan cairan vagina. 3
   cara transmisi yang penting adalah melalui darah, aktivitas seksual,
   dan ibu-anak. Masa inkubasinya 2 minggu sampai 6 bulan.
   Virus Hepatitis C adalah virus RNA dari golongan flavivirus, terdapat
   dalam titer rendah pada darah orang yang terinfeksi dan dapat
   terdeteksi dalam cairan tubuh lain tetapi tidak konsisten. Transmisi
   yang utama HCV adalah melalui darah, ibu-anak, sedangkan
   penularan secara seksual jarang. Masa inkubasinya berkisar 6
   sampai 7 minggu, dengan rentang waktu 2 minggu sampai 6 bulan.
3. Tuberkulosis
   Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global. Sebanyak 40%
   kasus tuberkulosis dunia berada di Asia Tenggara dengan kasus
   terbanyak (95%) berada di India, Indonesia, Bangladesh, Thailand,
   dan Myanmar. Di Asia Tenggara lebih dari 95% kasus tuberkulosis
- 10 -

   merupakan penyakit infeksi pembunuh utama pada umur 5 tahun ke
   atas.
   Jumlah penderita tuberkulosis di Indonesia berada di urutan ketiga
   setelah India dan Cina, dengan lebih dari 500.000 kasus baru dan
   20.000 kematian per tahun. Menurut survei Kementerian Kesehatan
   tahun 2003, jumlah kasus HIV/AIDS yang disertai tuberkulosis di
   Bali sebanyak 24%, 32% di Jawa Timur dan 10% di DKI.
4. Toksoplasmosis
   a. Toksoplasmosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
      parasit Toxoplasma gondii
   b. Infeksi pada manusia ditularkan langsung atau melalui makanan
      daging yang terkena parasit
   c. Gejala klinis yang nampak pada awalnya seperti penyakit flu biasa,
      namun pada pasien dengan HIV dimana faktor kekebalan tubuh
      sangat rendah (stadium AIDS), dapat menunjukkan gejala klinis
      berat bahkan berakibat fatal. Penyakit tersebut dapat
      menyebabkan inflamasi di otak (encephalitis), penyakit neurologik,
      dapat mengenai jantung, liver, dan mata.
   d. Diagnosis didapat dari pemeriksaan laboratorium darah yang
      menunjukkan adanya antibodi toxoplasma.
   e. Terapi selama 4 – 6 minggu:
   f. Pyrimethamine dengan Trisulfapyrimidines, atau
   g. Sulfadiazine
   h. Pasien yang mendapat terapi pengobatan toxoplasma dapat terus
      minum metadon karena tidak memperlihatkan interaksi obat yang
      berarti dengan metadon
   i. Petugas PTRM perlu memperhatikan pasien PTRM dengan infeksi
      HIV/AIDS yang mengeluhkan sakit kepala, gangguan penglihatan,
      strabismus, muntah-muntah yang merupakan kemungkinan
      pasien terinfeksi toxoplasmosis.
- 11 -

F.   Komponen dalam Program Terapi Rumatan Metadon
     Komponen dalam program terapi metadon adalah sebagai berikut :
     1. Pemberian metadon sesuai protokol terapi
     2. Konseling, meliputi: konseling adiksi, metadon, keluarga, kepatuhan
        minum obat, kelompok, dan VCT. Akses ke pelayanan konseling
        harus di rumah sakit penyelenggara metadon. Pasien dapat mengikuti
        konseling tersebut jika dianggap perlu oleh tim.
        Konseling dapat dirancang untuk mencakup :
        a. isu hukum
        b. ketrampilan hidup
        c. mengatasi stres
        d. mengidentifikasi dan mengobati gangguan mental lain yang
           terdapat bersama
        e. isu tentang penyalahgunaan-fisik, seksual, emosional.
        f. menjadi orangtua dan konseling keluarga
        g. pendidikan tentang pengurangan dampak buruk
        h. berhenti menyalahgunakan narkoba atau psikotropika dan
           pencegahan kambuh
        i. perubahan perilaku berisiko dan pemeriksaan HIV/AIDS
        j. isu tentang perjalanan lanjut penggunaan metadon, dan aspek
           yang terkait dengannya
        k. pemberi layanan konseling harus seorang konselor yang terlatih.
     3. Pertemuan keluarga (PKMRS = penyuluhan kesehatan masyarakat
        rumah sakit).
     4. Program pencegahan kekambuhan (relapse prevention program).
- 12 -




                                      Evaluasi fisik, mental, sosial
     PASIEN DATANG
     Rujukan/sendiri                   Konseling Adiksi
                                       Konseling Metadon


                                       Konseling Keluarga
      PENAPISAN
                                       KONSELING HIV - HCV

 TERAPI METADON

                                                        TES HIV
stabilisasi

              Evaluasi simtom + pem lab

 ADHERENCE                                      TERAPI IO + ART



   Konseling lanjut sesuai               Dukungan Sebaya/Keluarga
   perjalanan penyakit




 Gambar 1. Komponen dalam program terapi metadon
- 13 -

                                  BAB III
                         PENYELENGGARA PTRM


Pembukaan klinik PTRM di berbagai daerah merupakan respon aktif dari
Pemerintah Daerah yang memerlukan layanan terapi rumatan metadon untuk
penanggulangan HIV dan AIDS. Sejak 2006, daerah dengan estimasi jumlah
populasi Penasun dan prevalensi AIDS yang tinggi seperti DKI Jakarta, Bali,
Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan
Barat secara bertahap sudah membuka layanan terkait baik di strata Rumah
Sakit Pengampu maupun Satelit PTRM. Pertimbangan membuka layanan klinik
di beberapa tempat dalam satu daerah dilakukan untuk mempermudah akses,
sebab salah satu alasan putus obat (drop out) adalah sulitnya mengakses
layanan.
Persiapan membuka klinik PTRM melibatkan banyak pihak lintas sektoral.
Mulai dari penilaian kebutuhan layanan, penentuan sarana kesehatan
pelaksana layanan, persiapan SDM, pemenuhan sarana dan pra sarana klinik,
penyiapan perangkat literatur kebijakan sebagai landasan hukum, aktivasi,
dan pengawasan. Setiap tahap, utamanya pada proses persiapan tidak hanya
ditentukan oleh sektor kesehatan seperti Kementerian Kesehatan dan Dinas
Kesehatan tetapi juga oleh pihak lain dengan masing-masing peran. Akibatnya,
seringkali ditemukan kendala yang seolah-olah menghambat proses aktivasi
layanan PTRM.
Pelaksanaan PTRM dipenuhi secara komprehensif dengan mempertimbangkan
strategi kemandirian daerah yang mampu menjamin keberlanjutan layanan.
Semua langkah yang diperlukan untuk mendirikan klinik PTRM sesuai standar
minimal, sebagaimana ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan meliputi garis
besar petunjuk sebagai berikut:
1. Penyelenggaraan Unit PTRM:
   a.   Prosedur Pengajuan Pendirian Unit PTRM
   b. Prosedur Pembukaan Unit Baru PTRM
   c.   Prosedur Penutupan Unit PTRM
2. Prosedur Pelaporan Pelaksanaan PTRM
3. Prosedur Penyelenggaraan Supervisi oleh Rumah Sakit Pengampu
4. Prosedur Pengajuan Persediaan Logistik Metadon:
- 14 -

     a.    Pengajuan pembelian secara mandiri
     b. Pemberian metadon oleh donor
5. Prosedur Penetapan Manajemen Klinik Unit PTRM dan Teknis Medis


A.    Ketetapan Menteri Kesehatan tentang PTRM
      Keputusan Menteri Kesehatan dikeluarkan dengan ketentuan:
          1. Penerbitan SK dilakukan secara umum untuk penetapan Rumah
             Sakit Pengampu sesuai evidens epidemiologi HIV/AIDS terkait
             kelompok risti Penasun
          2. Penerbitan SK Menkes mengacu pada surat persetujuan aktivasi
             klinik PTRM yang dikeluarkan lebih dulu oleh Direktur Jenderal Bina
             Upaya Kesehatan
B.    Prosedur Penetapan Rumah Sakit Pengampu PTRM
      1.      Kriteria Rumah Sakit yang dapat ditetapkan sebagai Pengampu
              a.   Rumah Sakit merupakan rujukan layanan Odha di wilayah
                   setempat
              b. Berpengalaman dalam memberikan pelayanan terapi rumatan
                 metadon minimal 1 tahun sebelum membuka klinik satelit lain
              c.   Memiliki pengalaman dalam penanganan pasien adiksi Napza
              d. Mengampu klinik-klinik satelit yang berada dalam satu propinsi
                 maksimal 8 klinik
              e.   Memiliki tim PTRM terlatih: khususnya dalam terapi rumatan
                   metadon dan umumnya dalam adiksi Napza
      2.      Tatalaksana penetapan
              a.   Penunjukkan Rumah Sakit sebagai Pengampu PTRM dilakukan
                   oleh Menteri Kesehatan c.q Dirjen Bina Upaya Kesehatan c.q
                   Direktorat Bina Upaya Kesehatan Rujukan sesuai telaah
                   kebutuhan dan kemampuan bersama Subpokja Pengurangan
                   Dampak Buruk Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan
                   Propinsi setempat
- 15 -

          b. Penerbitan SK Penetapan Pengampu PTRM dikeluarkan paling
             lambat pada bulan April setiap tahun
          c.   Kementerian Kesehatan dan Dinkes Propinsi perlu melakukan
               pembinaan melalui bimbingan teknis, orientasi pedoman, dan
               pemantapan keterampilan melalui clinical mentoring sebelum
               serta selama Rumah Sakit menjalankan tugas sebagai Pengampu
          d. Setelah penetapan maksimal satu tahun           harus   mulai
             melaksanakan tugas sebagai Pengampu PTRM
          e.   Apabila dalam 1 tahun tugas Pengampuan belum dilaksanakan
               karena berbagai hal, maka pembinaan atas kemampuan dan
               keterampilan Rumah Sakit perlu ditingkatkan
          f.   Dalam satu propinsi apabila tidak terdapat Rumah Sakit yang
               memenuhi kriteria sebagai Pengampu, maka fungsi pengampuan
               akan dilaksanakan oleh Pengampu yang terdekat dengan
               propinsi setempat
          g.   Apabila Rumah Sakit Pengampu sesudah dievaluasi tidak
               memenuhi kriteria sebagai Pengampu, maka status pengampuan
               dapat dialihkan
          h. Apabila dalam propinsi tersebut belum terdapat satu unit PTRM
             maka Kementerian Kesehatan tidak perlu menetapkan Rumah
             Sakit Pengampu
     3.   Penanggung-Jawab Kegiatan
          Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan


C.   Prosedur Pengajuan Pendirian Unit PTRM
     1.   Kriteria tempat layanan yang dapat mengajukan unit PTRM:
          a.   Berbasis rumah sakit/puskesmas/lapas/rutan
          b. Untuk rumah sakit/puskesmas: memiliki tenaga kesehatan
             minimal dokter, perawat, dan apoteker
          c.   Untuk lapas/rutan: memiliki tenaga kesehatan minimal dokter,
               perawat
          d. Memiliki ruang yang memadai untuk layanan PTRM:
- 16 -

          1)   Ruang dispensing (pelayanan metadon)
          2)   Ruang penyimpanan dengan lemari penyimpanan obat
               narkotika khusus sesuai dengan ketentuan yang berlaku
          3)   Ruang konseling/periksa
          4)   Ruang tunggu
     e.   Pengalaman melayani pasien napza
     f.   Lokasi Puskesmas/ Rumah Sakit/Lapas/Rutan        merupakan
          daerah kantong pengguna heroin suntik berdasarkan pendataan
          yang dilakukan oleh lembaga penelitian/LSM/komunitas
     g.   Lokasi Puskesmas/Rumah Sakit tidak berdekatan dengan
          layanan PTRM yang sudah ada (waktu tempuh minimal 15 menit
          untuk kota-kota besar dan 30 menit untuk daerah)
     h. Lokasi Puskesmas/Rumah Sakit tidak berdekatan           dengan
        sarana pendidikan (radius minimum 500 meter)
2.   Penanggung jawab
     Daerah: Dinas Kesehatan setempat
     Pusat: Direktorat Bina Kesehatan Jiwa, Subpokja Pengurangan
     Dampak Buruk Kementerian Kesehatan
     Khusus Lapas/Rutan : Direktur           Jenderal   Pemasyarakatan
     Departemen Hukum dan HAM
3.   Sumber daya manusia yang dibutuhkan
     Jumlah staf unit PTRM minimal 1 tim terlatih (2 dokter, 2 perawat,
     1 apoteker/asisten) untuk maksimal 100 (seratus) orang pasien
4.   Prosedur untuk Rumah Sakit/Puskesmas
     a.   Didukung oleh komitmen pemerintah setempat, dibuktikan
          dengan surat kesanggupan Pemda tentang disediakannya sarana
          dan prasarana layanan, serta kesanggupan melanjutkan
          layanan-termasuk    penyediaan    metadon–guna     menjaga
          kesinambungan layanan
     b. Dinas   Kesehatan   Kabupaten/Kota     mengajukan    surat
        permohonan kepada Dinas Kesehatan Propinsi, untuk kemudian
- 17 -

          dilakukan telaah kelayakan pembukaan PTRM oleh Dinas
          Kesehatan Propinsi
     c.   Dinas Kesehatan Propinsi setempat mengajukan surat
          permohonan kepada Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan
          cq Direktorat Bina P Kesehatan Jiwa dengan lampiran surat
          kesanggupan Pemda setempat
     d. Surat permohonan ditelaah bersama dengan Subpokja
        Penguranagan Dampak Buruk Kementerian Kesehatan maksimal
        30 hari kerja yang terhitung sejak diterimanya surat
        permohonan di Direktorat Bina Kesehatan Jiwa
     e.   Aktivitas sebelum aktivasi:
          1)   Visitasi asesmen oleh Kementerian Kesehatan bersama
               Dinas Kesehatan setempat dan Rumah Sakit Pengampu
               untuk melihat kesiapan sarana/prasarana dan ketersediaan
               anggaran untuk keberlangsungan program.
          2)   Pelatihan bagi tim
          3)   Pelaporan dan penetapan Puskesmas/Rumah Sakit yang
               bersangkutan sebagai unit   PTRM melalui Keputusan
               Menteri Kesehatan
     f.   Aktivasi dilakukan setelah memenuhi standar prosedur aktivasi
          unit PTRM
     g.   Dirjen Bina Upaya Kesehatan menerbitkan Surat Persetujuan
          Aktivasi menerbitkan Surat Persetujuan Aktivasi yang ditujukan
          kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan tembusan
          Rumah Sakit Pengampu, dan Ditwas Napza Badan POM
5.   Prosedur untuk Lapas/Rutan
     a.   Kepala Lapas/Kepala Rutan mengajukan surat permohonan
          kepada Kantor Wilayah Hukum dan Hak Asasi Manusia Propinsi
          untuk mendapatkan persetujuan atas telaah kelayakan
          membuka layanan PTRM, selanjutnya
     b. Kantor Wilayah Hukum dan Hak Asasi Manusia Propinsi
        mengajukan surat permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan
        Pronvinsi untuk mendapatkan persetujuan atas telaah
        kelayakan membuka layanan PTRM,
- 18 -

c.   Dinas Kesehatan Provinsi mengeluarkan rekomendasi tentang
     pembukaan layanan PTRM di satelit Lapas/Rutan wilayah
     setempat
d. Kepala Kantor Wilayah Hukum dan Hak Asasi Manusia
   mengajukan permohonan aktivasi klinik PTRM beserta semua
   rencana kebutuhan kepada Direktur Jenderal Pemasyarakatan,
   dengan dilampirkan surat rekomendasi dari Dinas Kesehatan
   Propinsi
e.   Direktorat Jenderal Pemasyarakatan cq.Direktorat Bina Khusus
     Narkotika Kementerian Hukum dan HAM mengajukan
     permintaan aktivasi layanan PTRM di Lapas/Rutan kepada
     Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan cq. Direktur Bina
     Kesehatan Jiwa.
f.   Aktivitas sebelum aktivasi:
     1)   Visitasi penilaian oleh Kementerian Hukum dan HAM beserta
          Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi, Kanwil
          Hukham Propinsi setempat dan Rumah Sakit Pengampu
          untuk melihat kesiapan sarana/prasarana dan ketersediaan
          anggaran untuk keberlangsungan program
     2)   Pelatihan bagi tim PTRM
     3)   Pelaporan dan penetapan Lapas/Rutan sebagai unit PTRM
          melalui Keputusan Menteri Kesehatan
g.   Aktivasi dilakukan setelah memenuhi standar prosedur aktivasi
     unit PTRM
h. Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan menerbitkan Surat
   Persetujuan Aktivasi yang ditujukan kepada Kepala Dinas
   Kesehatan Provinsi dengan tembusan RS Pengampu, Ditwas
   Napza Badan POM, dan khusus untuk Satelit Lapas/Rutan
   ditembuskan kepada Ditjen Pemasyarakatan (PAS) Kementerian
   Hukum dan HAM
- 19 -

    6.    Alur Pengajuan Pendirian Klinik PTRM

                                                                                                SUBPOKJA
  Dinas Kesehatan                                      Dirjen Bina Upaya
                         Dinkes                                                              PENGURANGAN
     Kab/kota                                        Kesehatan cq Direktorat
                         Provinsi                                                            DAMPAK BURUK
(surat kesanggupan)                                   Bina Kesehatan Jiwa                     KEMENTERIAN
                                                                                               KESEHATAN




                         Surat persetujuan                                                     VISITE
     KEPUTUSAN           aktivasi Dirjen                   BERITA ACARA                      BERSAMA KE
      MENTERI            Bina Upaya                           VISITE                           LOKASI
     KESEHATAN           Kesehatan




                              Aktivasi




    7.     Alur Pengajuan Pendirian Klinik PTRM Satelit LP/Rutan

                        Ka.Kanwil                                                 Surat
Ka.LP/Ka.Rutan                                 Dinkes Provinsi
                        Hukham                                                 Rekomendasi



  Persiapan :
    Visitasi          Ditjen Bina
                      Upaya Kesehatan
                                                                           Ka.Kanwil
   Bersama,           Cq.Dit. Bina
                                                   Dit.Jend.PAS            dengan surat
 Pelatihan Tim        Kesehatan Jiwa                                       Rekomensi
     PTRM,                                                                 Dinkes Provinsi
   Pelaporan

                         Keputusan
                                                     Aktivasi
                      Menteri Kesehatan
- 20 -

D.   Prosedur Aktivasi Unit PTRM
     1.   Ruang Lingkup Pembukaan Klinik Baru PTRM
          Pembukaan/aktivasi klinik dilakukan maksimal 3 (tiga) bulan
          setelah visitasi dan memenuhi persyaratan sebagai berikut:
          a.   Komitmen dukungan Pemda setempat dan Kantor Wilayah
               Hukum dan HAM untuk Lapas/Rutan
          b. Memiliki sarana/prasarana yang sesuai
          c.   Menyediakan anggaran untuk keberlangsungan PTRM
     2.   Prosedur Aktivasi
          a.   Pelatihan PTRM bagi tim unit PTRM baru
          b. Sosialisasi pembukaan layanan secara internal dan eksternal
             (masyarakat setempat dan LSM oleh Klinik/Pemerintah
             daerah/Rumah Sakit Pengampu)
          c.   Pelaksanaan pelayanan dengan didampingi oleh tim Rumah
               Sakit Pengampu .
          d. Daerah Dengan Rumah Sakit Pengampu
               1)   Visitasi asesmen yang dilakukan oleh      Rumah    Sakit
                    Pengampu dan Dinas Kesehatan setempat
               2)   Pelaksanaan pelayanan dengan didampingi oleh tim Rumah
                    Sakit Pengampu di daerah tersebut.
          e.   Daerah Tanpa Rumah Sakit Pengampu
               1)   Visitasi asesmen yang dilakukan oleh        Kementerian
                    Kesehatan dan Dinas Kesehatan setempat.
               2)   Pelaksanaan pelayanan dengan didampingi oleh tim dari RS
                    Pengampu yang ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan


E.   Prosedur Peninjauan Ulang Keberadaan Unit PTRM
     1.   Kondisi Unit PTRM akan ditinjau ulang jika:
          a.   Tidak menjalankan standar penyelenggaraan       PTRM   sesuai
               pedoman nasional dalam waktu satu tahun
- 21 -

     b. Jumlah pasien aktif rata-rata kurang dari 20 orang selama 2
        tahun
     c.   Pengelolaan metadon tidak sesuai dengan ketentuan pengelolaan
          narkotika. Hal ini mengingat:
          1)   Penyimpanan dan pelaporan adalah bagian dari pengelolaan
               narkotika
          2)   Sebagai tindak lanjut dari hasil pengawasan yang dilakukan
               oleh Badan POM sesuai dengan perannya


2.   Tata Laksana:
     a.   Unit PTRM satelit:
          1)   Atas kondisi di atas, Rumah Sakit pengampu           dapat
               memberikan surat teguran kepada unit PTRM satelit:
               a)   Tertulis pertama
               b)   Tertulis kedua
               c)   Tertulis ketiga
          2)   Rumah Sakit pengampu membahas           masalah   tersebut
               dengan Dinkes Provinsi setempat
          3)   Apabila tidak terdapat kemajuan, maka Dinkes Provinsi
               setempat mengajukan usulan penutupan klinik Satelit PTRM
               pada Ditjen Bina Upaya Kesehatan cq Direktorat Bina
               Kesehatan Jiwa dengan tembusan Direktorat Bina Upaya
               Kesehatan Rujukan dan Direktorat Pengendalian Penyakit
               Menular cq. Subdit Pengendalian AIDS dan Penyakit Menular
               Seksual
          4)   Subpokja Pengurangan Dampak Buruk Kementerian
               Kesehatan melakukan telaah dan memberikan rekomendasi
               kepada Dirjen Bina Upaya Kesehatan
          5)   Dirjen Bina Bina Upaya Kesehatan atas nama Menteri
               Kesehatan membuat surat keputusan penutupan layanan
- 22 -

          b. Rumah Sakit Pengampu:
                 1)   Atas kondisi a di atas, Dirjen Bina Upaya Kesehatan dapat
                      memberikan surat teguran kepada Unit PTRM Rumah Sakit
                      Pengampu:
                      a)   Tertulis pertama
                      b)   Tertulis kedua
                      c)   Tertulis ketiga
                 2)   Ditjen Bina Yanmedik membahas masalah tersebut dengan
                      Dinkes Provinsi setempat
                 3)   Apabila tidak terdapat kemajuan, maka Ditjen Bina Upaya
                      Kesehatan mengajukan usulan penutupan Rumah Sakit
                      Pengampu PTRM pada Menteri Kesehatan tembusan surat
                      kepada Direktorat Bina Kesehatan Jiwa dengan tembusan
                      Direktorat Bina Upaya Kesehatan Rujukan dan Direktorat
                      Pemberantasan Penyakit Menular cq. Subdit AIDS dan PMS ,
                 4)   Subpokja Pengurangan Dampak Buruk Kementerian
                      Kesehatan melakukan telaah dan memberikan rekomendasi
                      kepada Dirjen Bina Upaya Kesehatan
                 5)   Dirjen Bina Upaya Kesehatan atas nama Menteri Kesehatan
                      membuat surat keputusan penutupan layanan


F.   Prosedur Advokasi Layanan Pada Pemangku Kepentingan
     Definisi:
     Proses pemberian informasi (diseminasi, sosialisasi) serta negosiasi atas
     dampak penyelenggaraan layanan yang menimbulkan keresahan
     pemangku kepentingan, dengan tujuan mendapatkan pemahaman yang
     sama untuk mencapai kesepakatan
     Pelaksana Advokasi:
     1.   Pemerintah Daerah
     2.   Penanggung-jawab klinik PTRM
     3.   Tokoh masyarakat
- 23 -

     Tata laksana:
     1.   Unit PTRM menerima laporan dari masyarakat atau kelompok
          tertentu yang tidak setuju/merasa terganggung dengan keberadaan
          klinik PTRM
     2.   Koordinator Klinik PTRM akan melakukan koordinasi dengan Pemda
          dan atau Tokoh Masyarakat
     3.   Pemda, Penanggung-Jawab Unit PTRM, dan Tokoh Masyarakat
          mengadakan pertemuan untuk menentukan langkah-langkah
          advokasi
     4.   Advokasi akan dilakukan sesuai dengan permasalahan yang ada
     5.   Dilakukan tindak lanjut       dari   hasil   advokasi   tersebut   oleh
          PenangungJawab Klinik


G.   Peran Rumah Sakit Pengampu (prosedur supervisi RS Pengampu)
     Mengacu pada Peran dan Prosedur Supervisi Rumah Sakit Pengampu.


H.   Sumber Daya Manusia untuk Layanan Komprehensif di Rumah Sakit
     Pengampu
     Sumber daya manusia yang memberikan pelayanan PTRM adalah tim
     yang terdiri dari multidisiplin ilmu, yaitu:
     1. Dokter umum
     2. Dokter spesialis kedokteran jiwa
     3. Dokter spesialis lain yang terkait
     4. Perawat
     5. Apoteker
     6. Konselor adiksi
     7. Psikolog klinis
     8. Pekerja sosial
     9. Petugas laboratorium
- 24 -

10. Petugas administrasi
11. Petugas keamanan
Masing-masing dapat menjalankan tugas dan fungsi sesuai dengan
kompetensi dan ketrampilannya.
Kompetensi yang harus ada dari            seorang   dokter/spesialis   dalam
memberikan pelayanan PTRM adalah:
1. Sikap dan profesionalisme :
   a.   Menghargai pasien dan tidak menghakimi.
   b. Kenali keterbatasan diri dan konfidensialitas.
   c.   Mampu berkomunikasi pada pasien, anggota keluarganya dan
        mereka yang    berarti dalam hidup pasien, guna memastikan
        perawatan optimal.
   d. Mampu berkomunikasi dengan terapis lain yang diperlukan
      pasien.
   e.   Mampu merujuk sesuai dengan kebutuhan kesehatan pasien
2. Kemampuan menilai:
   a.   Kesehatan fisik, mental, sosial, dan lingkungan pasien.
   b. Masalah pasien dan membuat diagnosis.
3. Membuat rencana terapi.
   a.   Membuat pilihan terapi yang dapat diterapkan dan dipenuhi
        pasien.
   b. Perencanaan penatalaksanaan          sesuai   perjalanan terapi    dan
      keadaan pasien.
   c.   Melakukan informed consent
   d. Memfasilitasi masuk terapi dengan aman.
4. Melakukan penatalaksanaan         kondisi   yang   menyertai   gangguan
   penggunaan napza.
   a.   Mengenal dan memulai          penatalaksanaan     masalah      medik,
        psikiatrik dan sosial
- 25 -

        b. Mengintegrasikan rehabilitasi     napza      dalam   kerangka   kerja
           rawatan medik bagi pasien.
     5. Penatalaksanaan pasien
        a.   Melakukan penyampaian informasi farmakologik pada setiap
             pemberian farmakoterapi.
        b. Melakukan pemberian farmakoterapi dengan mempertimbangkan
           keamanan.
        c.   Melakukan pengelolaan pemindahan ke farmakoterapi lain jika
             diperlukan.
        d. Melakukan pemutusan farmakoterapi.
        e.   Melakukan penilaian ulang, pemantauan, dan evaluasi perjalanan
             kesehatan pasien.
        f.   Melakukan terapi terstruktur yang tepat.


I.   Sarana, Prasarana, dan Peralatan
     1. Sarana
        a.   Lokasi
             Lokasi PTRM berada di sekitar poli rawat jalan dan sebaiknya
             ditempatkan di area yang tidak terlalu ramai.
        b. Ruangan
             Sarana layanan PTRM harus memiliki beberapa ruangan yang
             terdiri dari ruangan untuk ruang tunggu, pemeriksaan kesehatan,
             konseling individual, konseling kelompok, tempat memberikan
             obat metadon, penyimpanan sementara, dan penyimpanan
             metadon. Ruang tempat penyimpanan metadon harus aman dan
             terjaga, dekat dengan pos petugas keamanan. Ruang atau loket
             untuk pemberian dosis hanya memungkinkan satu orang dilayani
             pada satu saat. Loket tersebut harus ada pengamanan khusus,
             yaitu adanya pemisah antar pemberi obat dengan penerima
             metadon.
- 26 -


2. Prasarana
     a. Cahaya
          Seluruh ruangan dalam sarana pelayanan PTRM adalah ruangan
          yang memiliki kecukupan cahaya baik dengan listrik maupun
          cahaya matahari serta memiliki ventilasi yang memadai.
     b. Limbah
          Sarana pelayanan PTRM harus memiliki tatacara pembuangan
          limbah sesuai pedoman sanitasi rumah sakit, baik untuk limbah
          padat dan cair (tempat untuk cuci gelas).
     c. Tempat cuci tangan
          Sarana pelayanan PTRM harus memiliki tempat cuci tangan
          sebagai salah satu upaya kewaspdaan baku dan kewaspadaan
          transmisi.
3.   Peralatan
     a.   Peralatan Medik
          Peralatan medik yang diperlukan mencakup:
          1)   Pompa pengukur dosis untuk metadon
          2)   Sediaan metadon.
          3)   Stetoskop
          4)   Tensimeter
          5)   Timbangan
          6)   Tempat tidur periksa
          7)   Steps tool
          8)   Peralatan pertolongan pertama: semprit suntik, desinfektan,
               kapas, obat-obat gawat darutat lain dan nalokson (Narcan).
     b. Peralatan Nonmedik
          Peralatan nonmedik di antaranya:
          1)   Meja, kursi
- 27 -

             2)   Alat tulis kantor
             3)   Komputer (jika memungkinkan)
             4)   Telepon
             5)   Gelas
             6)   Botol kosong untuk dosis bawa pulang
             Tempat khusus untuk membawa sediaan metadon dari instalasi
             farmasi ke PTRM


J.   Prosedur Pengajuan Pengadaan Pelatihan PTRM Bagi Tenaga Kesehatan
     1. Prosedur Untuk Rumah Sakit/Puskesmas
        a.   Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota mengajukan surat permohonan
             pengajuan pelatihan PTRM disertai nama Klinik yang akan dilatih
             kepada Dinas kesehatan Propinsi,
        b. Dinas   Kesehatan  Propinsi  setempat   mengajukan   surat
           permohonan pelaksanaan pelatihan PTRM kepada Direktorat
           Jenderal Bina Upaya Kesehatan cq Direktorat Bina Kesehatan
           Jiwa.
        c.   Surat permohonan diterima oleh Direktorat Bina Kesehatan Jiwa
             maksimal 1,5 bulan sebelum Pelatihan dilaksanakan, untuk
             persiapan pelatihan dan pengajuan Sertifikasi dan Akreditasi ke
             Pusdiklat PPSDM Kementerian Kesehatan.
        d. Dinas Kesehatan Provinsi dan Direktorat Bina Kesehatan Jiwa
           melengkapi persyaratan yang diperlukan untuk pengajuan
           sertifikasi & akreditasi pelatihan PTRM.
        e.   Surat permohonan pengajuan pelatihan ditelaah bersama dengan
             Subpokja Penguranagan Dampak Buruk Kementerian Kesehatan
             maksimal 30 hari kerja yang terhitung sejak diterimanya surat
             permohonan di Direktorat Bina Kesehatan Jiwa.
        f.   Direktorat Bina Kesehatan Jiwa membuat surat konfirmasi
             kepada Dinas Kesehatan Provinsi setempat bahwa Pelatihan dapat
             dilaksanakan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
- 28 -

   g.   Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa membuat undangan
        pelatihan kepada Dinas Kesehatan Provinsi cq. Dinas Kesehatan
        Kab/Kota untuk diteruskan kepada Klinik yang akan dilatih.
   h. Pelatihan PTRM untuk Tenaga Kesehatan wajib menggunakan
      Buku Modul dan Kurikulum Pelatihan PTRM dan Pedoman PTRM
      yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan.
   i.   Sertifikasi dan Akreditasi Pelatihan PTRM yang diberikan kepada
        peserta latih diterbitkan oleh Pusdiklat PPSDM Kementerian
        Kesehatan.
2. Prosedur Untuk Lapas/Rutan
   a.   Direktorat Bina Khusus Narkotika Ditjen Pemasyarakatan –
        Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mengajukan surat
        permohonan pelaksanaan pelatihan PTRM disertai nama
        Lapas/Rutan yang akan dilatih kepada Direktorat Jenderal Bina
        Upaya Kesehatan cq Direktorat Bina Kesehatan Jiwa.
   b. Surat permohonan diterima oleh Direktorat Bina Kesehatan Jiwa
      maksimal 1,5 bulan sebelum Pelatihan dilaksanakan, untuk
      persiapan pelatihan dan pengajuan Sertifikasi dan Akreditasi ke
      Pusdiklat PPSDM Kementerian Kesehatan.
   c.   Direktorat Bina Khusus Narkotika dan Direktorat Bina Kesehatan
        Jiwa melengkapi persyaratan yang diperlukan untuk pengajuan
        sertifikasi & akreditasi pelatihan PTRM.
   d. Surat permohonan pengajuan pelatihan ditelaah bersama dengan
      Subpokja Pengurangan Dampak Buruk Kementerian Kesehatan
      maksimal 30 hari kerja yang terhitung sejak diterimanya surat
      permohonan di Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa.
   e.   Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa membuat surat
        konfirmasi kepada Direktorat Bina Khusus Narkotika bahwa
        Pelatihan dapat dilaksanakan sesuai dengan waktu yang telah
        ditentukan.
   f.   Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa membuat undangan
        pelatihan kepada Direktorat Bina Khusus Narkotika untuk
        diteruskan kepada Lapas/ Rutan yang akan dilatih.
- 29 -

            g.   Pelatihan PTRM untuk Tenaga Kesehatan wajib menggunakan
                 Buku Modul & Kurikulum Pelatihan PTRM dan Pedoman PTRM
                 yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan.
            h. Sertifikasi dan Akreditasi Pelatihan PTRM yang diberikan kepada
               peserta latih diterbitkan oleh Pusdiklat PPSDM Kementerian
               Kesehatan.


       3. Alur Pengajuan Pelatihan PTRM untuk Rumah Sakit/Puskesmas

        Dinkes                                                                             Subpokja
       Kab/kota                Dinkes                    Ditjen Bina Upaya               Pengurangan
    (surat                     Provinsi                Kesehatan cq Direktorat          Dampak Buruk
    permohonan +                                        Bina Kesehatan Jiwa              Kementerian
    nama klinik yg                                                                        Kesehatan
    akan dilatih)

                                Pelatihan PTRM                    Dit Bina
                                                              Kesehatan Jiwa                  Dit Bina
                                  Bagi Tenaga
                                                               mengeluarkan                Kesehatan Jiwa
   Sertifikasi &                   Kesehatan
                                                                 Undangan                      (Surat
     Akreditasi
                                                                                             Konfirmasi
  Pelatihan PTRM                                              Pelatihan PTRM
                                                                                           kepada Dinkes
 (diterbitkan oleh
 Pusdiklat PPSDM                                                                              Provinsi)
   Kementerian
    Kesehatan)


       4.   Alur Pengajuan Pelatihan PTRM untuk Lapas / Rutan


  Dit Binsustik - Dephukham                 Ditjen Bina Upaya                      Subpokja Pengurangan
  (surat permohonan disertai              Kesehatan cq Direktorat                Dampak Buruk Kementerian
  nama lapas/rutan yg akan                 Bina Kesehatan Jiwa                          Kesehatan
            dilatih)


                                                                                            Dit Bina
Sertifikasi & Akreditasi                                         Dit Bina                 Kesehatan
Pelatihan PTRM                       Pelatihan               Kesehatan Jiwa               Jiwa(Surat
(diterbitkan oleh                   PTRM Bagi                 mengeluarkan             Konfirmasi kepada
Pusdiklat PPSDM                       Tenaga                    Undangan                 DitBinsustik)
kalibrasi yang telah                Kesehatan                Pelatihan PTRM
ditentukan oleh badan
tersebut.
- 30 -

K.     Pengorganisasian
       Pelayanan metadon memerlukan kesungguhan pengawasan karena sifat
       terapinya yang membuat kepatuhan penyedia jasa layanan dan pasien
       pada ketentuan terapi harus dijalankan sesuai program berdasarkan
       pedoman dan Standar Prosedur Operasional. Layanan tersebut dipimpin
       oleh seseorang yang mampu menyelaraskan kebutuhan terapi dengan
       perkembangan fisik, psikologik, sosial dan lingkungan pasien maupun
       perkembangan teknologi serta prosedur penyediaan sarana, prasarana,
       alat dan obat untuk kelanjutan program. Gambaran pengorganisasian
       adalah sebagai berikut:


       Skema Pengorganisasian di Rumah Sakit



                                             Direktur Rumah Sakit




                        Direktur Penunjang                    Direktur Medik dan
                                                                 Keperawatan
                                                                                         Direktur
                                                                                        Keuangan

                                                      Rawat Jalan
                                                                             Konselor
                             Laboratorium
                   Farmasi
           Radiologi

     Pencatatan Medis




                                                      Pelayanan
                                                        PTRM
- 31 -

Skema Pengorganisasian di Puskesmas



                                    KEPALA.
                                  PUSKESMAS




        KOORDINATOR              KOORDINATOR   BAGIAN
          YANKES                   KESMAS      UMUM




            PTRM
- 32 -

    Skema Pengorganisasian di Lapas


                               KALAPAS


                                                                   KASUBAG TU



                                                   KAUR KEPEG              KAUR UMUM
                                                  DAN KEUANGAN


                                                                          KASI ADM
KEPALA KPLP                KASI BINADIK             KASI GIATJA            KAMTIB




                             KASUBSI              KASUBSI BIMKER           KASUBSI
                            REGISTRASI                & PHK               KEAMANAN



                              KASUBSI             KASUBSI SARANA           KASUBSI
  PETUGAS                  BIMKEMASWAT                KERJA               PELAPORAN
PENGAMANAN                                                                  TATIB


                  POLIKLINIK                DAPUR



                    PTRM
- 33 -

Skema Pengorganisasian di Rutan


                                         Kepala RUTAN




       Keamanan &               Pelayanan                Bimbingan            Perlengkapan
       Pengamanan                Tahanan                  Kegiatan




            Register            Poliklinik              Bantuan Hukum            Dapur




      HIV        TBC      IMS     PTRM           SANITASI         IBU HAMIL   OBAT & ALKES

                                 Penja
                                Program




                   Obat                            Administrasi




                                Pelaksana



    Struktur organisasi:
    1. Pimpinan PTRM adalah seorang dokter sekaligus sebagai penanggung
       jawab.
    2. Penanggung jawab perencanaan dan pelaporan obat adalah kepala
       instalasi farmasi.
- 34 -

L.   Satelit PTRM
     Satelit PTRM adalah unit layanan terapi rumatan metadon yang
     disediakan di wilayah lokal dimana prevalensi HIV/AIDS dan IDU
     memiliki peningkatan signifikan (hot spot area). Satelit PTRM harus
     memenuhi kriteria sebagai penyedia layanan kesehatan. Satelit PTRM
     adalah sarana pelayanan kesehatan, misalnya Rumah Sakit,
     PUSKESMAS, dan unit kesehatan Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS)
     khusus untuk penanganan kasus narapidana narkotika. Rumah Sakit
     yang merupakan rujukan untuk terapi metadon merupakan pengampu
     bagi satelit PTRM, serta memiliki tanggung-jawab untuk pendampingan
     klinis pemberian pelayanan terapi metadon di satelit. Satelit berfungsi
     menyediakan layanan PTRM secara langsung sesuai pedoman dan SOP
     yang berlaku, dan melanjutkan terapi yang diberikan oleh RS Rujukan
     PTRM. Satelit dapat melakukan rujukan ke RS Rujukan PTRM. Selain itu
     satelit berguna untuk menjangkau IDU secara lebih luas di wilayah
     kerjanya.
     Berikut skema kemitraan antara RS PTRM dan Satelit:


      Keterangan:
         =     Fungsi pendampingan untuk mempersiapkan layanan PTRM
             secara
             menyeluruh dan distribusi metadon sesuai kebutuhan masing-
             masing satelit, serta melakukan MONITORING DAN EVALUASI
             teknis.


         = Menyampaikan pelaporan rutin dan permintaan sediaan sirup
           metadon.
             Menyampaikan rujukan untuk penanganan terapi lanjutan dan
             dosis awal sesuai kebutuhan pasien yang bersangkutan.
- 35 -




                                       RS PTRM
                                     (Rumah Sakit
                                      Pengampu)




                Satelit 1                  Satelit 2           Satelit 3




M.   Hari dan Jam Kerja Pelayanan PTRM
     Pelayanan PTRM buka setiap hari, tujuh hari dalam seminggu, dengan
     jam kerja sepanjang mungkin, bergantung pada kemampuan masing-
     masing PTRM. Pada bulan puasa jam kerja harus disesuaikan. Meski
     demikian, penerimaan pasien baru hanya pada hari kerja dan jam kerja
     resmi.
- 36 -

                                        BAB IV
                              PROTOKOL TERAPI


Dalam protokol terapi, terdapat beberapa hal yang berkaitan dengan pemilihan
pasien dan dosis. Jumlah pasien yang direkrut disesuaikan dengan luasnya
ruangan yang tersedia, lamanya jam kerja, dan sumber daya manusia yang
tersedia di masing-masing program terapi metadon. Namun demikian perlu
diperhatikan bahwa pada setiap program terapi metadon sebaiknya jumlah
pasien setiap harinya tidak lebih dari 200-250 pasien. Kepadatan pengunjung
akan mengundang ketidaknyamanan dan memancing agresifitas klien dan
pemberi layanan. Mulailah dengan dengan merekrut hanya 4-5 orang klien
baru setiap minggu. Pada tahun pertama jumlah klien direkomendasikan tidak
melebihi 100 orang setiap klinik guna memberi kesempatan penyesuaian
kemampuan pemberi layanan dalam mengikuti langkah terapi. Hal ini tidak
berlaku bagi klinik yang mempunyai staf berpengalaman.
Terapi metadon diindikasikan bagi mereka yang mengalami ketergantungan
opioid dan telah menggunakan opioid secara teratur untuk periode yang lama.
Untuk lebih jelasnya terdapat beberapa kriteria inklusi dan eksklusi berikut
ini.


A.   Kriteria Inklusi:
     Kriteria inklusi harus meliputi:
     1. Memenuhi kriteria ICD-X untuk ketergantungan opioid.
     2. Usia yang direkomendasikan: 18 tahun atau lebih. Klien yang berusia
        kurang dari 18 tahun harus mendapat second opinion dari profesional
        medis lain.
     3. Ketergantungan opioida (dalam jangka waktu 12 bulan terakhir).
     4. Sudah pernah mencoba berhenti menggunakan opioid minimal satu
        kali.
- 37 -

B.   Kriteria Eksklusi
     Kriteria eksklusi harus meliputi:
     1. Pasien dengan penyakit fisik berat. Hal ini perlu pertimbangan
        khusus yakni meminta pendapat banding profesi medik terkait.
     2. Psikosis yang jelas. Perlu pertimbangan psikiater untuk menentukan
        langkah terapi.
     3. Retardasi mental yang jelas. Perlu pertimbangan psikiater untuk
        menentukan langkah terapi.
     Program Terapi Metadon tidak diberikan pada pasien dalam keadaan
     overdosis atau intoksikasi opiat. Penilaian terhadap pasien tersebut dapat
     dilakukan sesudah pasien tidak dalam keadaan             overdosis    atau
     intoksikasi.


C.   Seleksi Pasien
     Seleksi kesehatan fisik dan psikososial pasien dilakukan oleh seorang
     dokter yang terlatih dalam terapi substitusi metadon. Dokter ini harus
     memiliki sertifikasi dari Kementerian Kesehatan, mengikuti pelatihan
     terkait, dan konseling yang berhubungan dengan penyakit HIV/AIDS.
- 38 -

D.   Alur Pasien

                            Petugas Rekam Medis:               Ruang PRMPRM
                            Catat, Administrasi, Form          Penilaian fisik &
     PASIEN DATANG          Status                             mental emosional
     Sendiri /Rujukan       Bayar                              Penetapan diagnosis
                                                               Perencanaan terapi
                                                               Penentuan Dosis
                                                               Surat Persetujuan
                        Pemeriksaan Lab
                        Form
                        Kontrak terapi
                        Informed Consent
                        Kartu Identitas




                        Pemeriksaan Radiologi




                        Ruang Konseling:
                        Adiksi- Metadon
                        Keluarga – VCT



               Terapi Infeksi Oportunistik +
               ART

                                                        Loket pemberian metadon
                                                        (ruang dispensing)
                                                        Periksa identitas, dosis,
                              KELUAR                    sikap, gejala.
                                                        Pasien minum
                                                        Tanda Tangan Pasien
                                                        Catat – lapor oleh petugas
                                                        (perawat/asisten apoteker)



Gambar 2. Alur Layanan Pasien/Klien
- 39 -

E.   Pemberian Dosis Awal Metadon
     Dosis awal yang dianjurkan adalah 15-30 mg untuk tiga hari pertama.
     Kematian sering terjadi bila menggunakan dosis awal yang melebihi 40
     mg. Pasien harus diobservasi 45 menit setelah pemberian dosis awal
     untuk memantau tanda-tanda toksisitas atau gejala putus obat. Jika
     terdapat intoksikasi atau gejala putus obat berat maka dosis akan
     dimodifikasi sesuai dengan keadaan.
     Estimasi yang terlalu tinggi tentang toleransi pasien terhadap opiat dapat
     membawa pasien kepada risiko toksik akibat dosis tunggal. Dan juga
     pasti meningkatkan risiko yang lebih sering terjadi yaitu keadaan toksik
     akibat akumulasi metadon sebab metadon dieliminasi lambat sebab
     waktu paruhnya panjang. Estimasi toleransi pasien terhadap metadon
     yang terlalu rendah menyebabkan risiko pasien untuk menggunakan
     opiat yang ilegal bertambah besar akibat kadar metadon dalam darah
     kurang, dan akan memperpanjang gejala putus zat maupun periode
     stabilisasi.
     Metadon harus diberikan dalam bentuk cair dan diencerkan sampai
     menjadi 100cc dengan larutan sirup. Pasien harus hadir setiap hari di
     klinik. Metadon akan diberikan oleh asisten apoteker atau perawat yang
     diberi wewenang oleh dokter .Pasien harus segera menelan metadon
     tersebut di hadapan petugas PTRM. Petugas PTRM akan memberikan
     segelas air minum. Setelah diminum, petugas akan meminta pasien
     menyebutkan namanya atau mengatakan sesuatu yang lain untuk
     memastikan bahwa metadon telah ditelan. Pasien harus menandatangani
     buku yang tersedia, sebagai bukti bahwa ia telah menerima dosis
     metadon hari itu.


F.   Fase Stabilisasi Terapi Substitusi Metadon
     1. Fase stabilisasi bertujuan untuk menaikkan perlahan-lahan dosis
        dari dosis awal sehingga memasuki fase rumatan. Pada fase ini risiko
        intoksikasi dan overdosis cukup tinggi pada 10-14 hari pertama.
     2. Dosis yang direkomendasikan digunakan dalam fase stabilisasi
        adalah dosis awal dinaikkan 5-10 mg tiap 3-5 hari. Hal ini bertujuan
        untuk melihat efek dari dosis yang sedang diberikan. Total kenaikan
        dosis tiap minggu tidak boleh lebih 30 mg. Apabila pasien masih
        menggunakan heroin maka dosis metadon perlu ditingkatkan.
- 40 -

     3. Kadar metadon dalam darah akan terus meningkat selama 5 hari
        setelah dosis awal atau penambahan dosis. Waktu paruh metadon
        cukup panjang yaitu 24 jam, sehingga bila dilakukan penambahan
        dosis setiap hari akan terjadi akan berbahaya akibat akumulasi dosis.
        Karena itu, penambahan dosis dilakukan setiap 3-5 hari.
     4. Sangat penting untuk diingat bahwa tak ada hubungan yang jelas
        antara besarnya jumlah dosis opiat yang dikonsumsi seorang
        penasun dengan dosis metadon yang dibutuhkannya pada PTRM.
        Selama minggu pertama fase stabilisasi pasien harus datang setiap
        hari di klinik atau dirawat di rumah sakit untuk diamati secara
        cermat oleh profesional medis terhadap efek metadon (untuk
        memperkecil kemungkinan terjadinya overdosis dan penilaian
        selanjutnya).
     5. Pasien yang mengikuti program terapi metadon yang secara konsisten
        menggunakan benzodiazepin, kokain, atau amfetamin mempunyai
        risiko yang signifikan terhadap komplikasi dan mempunyai prognosis
        yang lebih buruk. Sebagai tambahan, dapat disebutkan bahwa
        kombinasi alkohol, sedativa dan opiat berjangka kerja pendek
        (misalnya oksikodon dan hidromorfon) secara nyata meningkatkan
        risiko kematian akibat overdosis.


G.   Kriteria Penambahan Dosis
     Beberapa kriteria penambahan dosis adalah sebagai berikut:
     1. adanya tanda dan gejala putus opiat (obyektif dan subyektif);
     2. jumlah dan/atau frekuensi penggunaan opiat tidak berkurang; dan
     3. craving tetap masih ada.
     Prinsip terapi pada PTRM adalah start low go slow aim high; artinya
     memulai dosis yang rendah adalah aman, peningkatan dosis perlahan
     adalah aman, dan dosis rumatan yang tinggi adalah lebih efektif.


H.   Fase Rumatan Terapi Substitusi Metadon
     Dosis rumatan rata-rata adalah 60-120 mg per hari. Dosis rumatan harus
     dipantau dan disesuaikan setiap hari secara teratur tergantung dari
     keadaan pasien. Selain itu banyak pengaruh sosial lainnya yang menjadi
- 41 -

     pertimbangan penyesuaian dosis. Fase ini dapat berjalan selama
     bertahun-tahun sampai perilaku stabil, baik dalam bidang pekerjaan,
     emosi dan kehidupan sosial.


I.   Fase Penghentian Metadon
     Metadon dapat dihentikan secara bertahap perlahan (tappering off).
     Penghentian metadon dapat dilakukan pada keadaan berikut:
     1. Pasien sudah dalam keadaan stabil
     2. Minimal 6 bulan pasien dalam keadaan bebas heroin
     3.   Pasien dalam kondisi yang stabil untuk bekerja dan dalam lingkungan
          rumah
     Penurunan dosis maksimal sebanyak 10%. Penurunan dosis yang
     direkomendasikan adalah setiap 2 minggu. Pemantauan perkembangan
     psikologis pasien harus diperhatikan. Jika ada emosi tidak stabil, dosis
     dapat dinaikkan kembali.


J.   Pemantauan Pasien
     Pasien diobservasi setiap hari setelah minum dosis pertama terutama
     untuk tanda-tanda intoksikasi dalam tiga hari pertama. Jika terjadi gejala
     intoksikasi, dokter harus menilai lebih dulu dosis berikut yang akan
     digunakan. Dalam bulan pertama terapi, dokter melakukan evaluasi
     ulang pada pasien minimal satu kali seminggu. Dan selanjutnya, dokter
     melakukan evaluasi ulang pada pasien minimal setiap bulan.
     Penambahan dosis, selalu harus didahului dengan evaluasi ulang pada
     pasien.
     Penilaian yang dilakukan terhadap pasien meliputi:
     1. Derajat keparahan gejala putus obat
     2. Intoksikasi
     3. Penggunaan obat lain
     4. Efek samping
     5. Persepsi pasien terhadap kecukupan dosis
- 42 -

     6. Kepatuhan terhadap regimen obat yang diberikan
     7. Kualitas tidur, nafsu makan, dan lain-lain.


K.   Kriteria Drop Out
     1. Pasien dinyatakan drop-out dari program apabila dalam 7 hari
        berturut-turut pasien berhenti meminum obat dan tanpa informasi
        keberadaan.
     2. Untuk kembali menerima layanan PTRM, maka pasien harus
        mengajukan permohonan kembali         mengikuti prosedur untuk
        penerimaan pasien baru. Sesudah didiskusikan oleh tim, pasien bisa
        dimasukkan kembali dalam program metadon.


L.   Prosedur Pemberian Dosis Bawa Pulang
     1. Definisi Dosis Bawa Pulang (Take-home Dose/THD):
        Adalah pemberian dosis bawa pulang karena pasien tidak dapat hadir
        di klinik oleh karena suatu sebab yang dapat dipertanggungjawabkan.
        Pemberian THD mengikuti aturan pemberian dosis (diencerkan).
     2. Kriteria inklusi pasien dengan dosis bawa pulang:
        a.   Secara klinis sudah stabil: dosis sudah harus mencapai tingkat
             stabil: tidak lagi menunjukkan gejala putus zat, dan dosis
             menetap selama 3 bulan tanpa pernah mengalami penurunan
             dosis yang diakibatkan oleh ketidakhadiran
        b. Sosial: hadir minimal 90% perbulan dalam 3 bulan pertama atau
           memiliki aktifitas rutin (bekerja, sekolah/kuliah) yang dibuktikan
           dengan surat keterangan dari tempat kerja/sekolah atau
           keterangan dari keluarga/LSM yang menjadi pendamping.
        c.   Kognitif: petugas menilai pasien dapat bertanggungjawab atas
             dosis yang dibawa pulang.
        d. Emosional: tidak melakukan tindak kekerasan verbal, fisik,
           psikologis.
        e.   Hasil pemeriksaan urine benzo dan opiat negatif pada saat
             mengajukan permohonan THD.
- 43 -

   f.   Pasien belum melewati masa stabil: hanya untuk keadaan sangat
        mendesak, seperti misalnya sakit, kecelakaan, musibah (bencana
        alam,kebakaran, kebanjiran, keluarga inti meninggal), dipenjara
        (pada lapas/rutan yang belum tersedia layanan PTRM).
3. Prosedur pemberian dosis bawa pulang (Take Home Dose):
   a.   Untuk pasien belum mencapai masa stabil:
        1)   Memiliki kondisi yang mendesak (emergency),      THD dapat
             diberikan maksimum untuk satu hari saja
        2)   Setidaknya pasien didampingi oleh keluarga inti (yang tertera
             dalam kartu keluarga dan bukan pengguna) dalam upaya
             memperoleh THD
        3)   Terapis/Klinik memberikan surat keterangan pemberian THD
   b. Untuk pasien yang telah melewati masa stabil dalam program :
        1)   Pasien mengajukan THD 1 hari sebelumnya pada hari kerja
        2)   Membawa persyaratan : materai 6000, pendamping, fotokopi
             KTP pendamping, fotokopi KK
        3)   Pemberian THD dapat diberikan kembali apabila regimen THD
             sebelumnya telah habis
        4)   Pasien dan pendamping menandatangani perjanjian THD
        5)   Terapis/Klinik memberikan surat keterangan pemberian THD
             yang berlaku selama 1 bulan
   c.   Pemberian THD bagi pasien yang sudah stabil :
        1)   Sebelum 1 tahun THD maksimal diberikan 1 dosis bila pasien
             datang sendiri, jika dengan wali dapat diberi 2 dosis
        2)   1-3 tahun THD maksimal diberikan 2 dosis bila datang
             sendiri, jika dengan wali dapat diberi 3 dosis
        3)   Setelah 3 tahun untuk pasien dengan dosis < 150 mg THD
             dapat diberikan maksimal 2 dosis bila datang sendiri, jika
             dengan wali dapat diberi 5 dosis. Pasien dengan dosis > 150
             mg mengikuti klausul 1-3 tahun
        Pemberian THD dengan dosis diatas 200 mg maksimal hanya
        boleh 2 THD.
- 44 -

        d. Metadon THD agar diberikan dalam wadah yang sama atau
           mendekati wadah asli disertai etiket atau pelabelan yang
           mencantumkan nama dan alamat sarana PTRM, dokter
           penanggungjawab, nama pasien, tandatangan, tanggal,dan tempat
           penyerahan.

     4. Penghentian THD
        THD dapat dihentikan bila:
        a.   Hasil spot cek positif untuk opiat dan benzo yang menandakan
             adanya penyalahgunaan (tidak terkait dengan penggunaan secara
             medis legal)
        b. Bila “missing dose” > 3 hari
        c.   Melakukan tindak kekerasan
        d. Melakukan penyalahgunaan THD (dijual, diberikan kepada orang
           lain)
        e.   Secara klinis terlihat menyalahgunakan zat
        f.   Menjual NAPZA ilegal


M.   Prosedur Dosis yang Hilang, Dicuri atau Tumpah
     1. Penjelasan:
        Dosis metadon yang dibawa pulang adalah menjadi tanggungjawab
        pasien sepenuhnya, dan dianggap telah dipergunakan sesuai dengan
        aturan yang telah diberitahukan kepada pasien dan walinya.
     2. Prosedur Dosis yang Hilang, Dicuri, atau Tumpah:
        a.   Pasien melaporkan kehilangan dosisnya kepada klinik dan atau
             pihak berwajib.
        b. Apabila dosis tersebut tumpah di klinik maka harus dicari tanda
           atau bekas tumpahan dosis tersebut oleh petugas klinik.
        c.   Apabila dosis tumpah di luar klinik, dan tidak dapat dibuktikan
             dengan kasat mata, maka tidak diberikan penggantian dosis,
             kecuali tampak tanda-tanda putus opioid. Hal ini untuk
             mengurangi resiko penyalahgunaan.
- 45 -

d. Permintaan  penggantian    dosis    dapat      dipenuhi    dengan
   memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
     1)   Terdapat bukti yang kuat bahwa dosis tersebut benar-benar
          tumpah.
     2)   Pasien dalam kondisi hamil yang dikuatirkan akan timbul
          gejala putus opioid.
     3)   Pasien dengan dosis stabil yang menunjukkan gejala putus
          opioida.
     4)   Pasien dengan dosis stabil, kooperatif, dan dapat dipercaya
          yang kehilangan dosis bawa pulang untuk beberapa hari
e.   Pemberian dosis pengganti harus disepakati oleh tim PTRM
     setempat, dan ditulis dalam catatan medis pasien. Untuk kasus
     penggantian dosis karena hilang/dicuri harus disertai dengan
     surat keterangan kehilangan dari pihak yang berwajib
f.   Dalam hal pasien yang kehilangan mengalami kesulitan dalam
     memperoleh surat kehilangan dari pihak yang berwajib, maka
     klinik dapat membantu fasilitasi.
g.   Pemberian dosis pengganti harus memperhatikan hal-hal sebagai
     berikut:
     1)   Dosis pengganti diberikan di klinik metadaon dan dilakukan
          pengawasan, untuk menghindari bahaya keracunan.
     2)   Dosis pengganti tidak diberikan sebagai dosis bawa pulang,
          hal inin untuk menghindari penyalahgunaan.
     3)   Jumlah dosis pengganti adalah sesuai dengan dosis yang
          hilang, tumpah, atau dicuri tersebut.
h. Pasien harus tetap diberikan peringatan dan penjelasan bahaya
   keracunan akibat pemberian dosis pengganti, dikarenakan dosis
   pengganti mungkin tidak sama persis jumlahnya dengan dosis
   yang hilang.
- 46 -

N.   Prosedur Dosis yang Dimuntahkan
     1. Penjelasan:
        Dosis yang dimuntahkan adalah dosis metadon yang telah
        diminum/ditelan oleh pasien yang kemudian karena sesuatu hal
        maka pasien tersebut muntah sehingga dosis metadon yang telah
        diminum/ditelan tersebut ikut dikeluarkan juga.
     2. Prosedur:
        a.   Pasien melapor kepada petugas klinik bahwa telah memuntahkan
             dosis metadon yang diterima.
        b. Petugas klinik memastikan bahwa pasien tersebut benar-benar
           telah muntah dan ada saksi dari petugas klinik.
        c.   Besarnya dosis pengganti adalah sebagai berikut:
             1)   Muntah kurang dari 10 menit setelah minum metadon maka
                  diberikan dosis pengganti penuh
             2)   Muntah 10      - 30 menit setelah minum metadon maka
                  diberikan dosis pengganti 50% dari dosis yang telah diminum
                  hari itu
             3)   Muntah 30      - 45 menit setelah minum metadon maka
                  diberikan dosis pengganti 25% dari dosis yang telah diminum
                  hari itu
             4)   Muntah lebih dari 45 menit setelah minum metadon maka
                  tidak diberikan dosis pengganti
        d. Pasien harus tetap diberikan peringatan dan penjelasan bahaya
           keracunan akibat pemberian dosis pengganti, dikarenakan dosis
           pengganti mungkin tidak sama persis jumlahnya dengan dosis
           yang hilang.
        e.   Pada pasien yang mengalami muntah berulang maka perlu
             dipertimbangkan untuk melakukan evaluasi klinis lebih lanjut
             dan pemberian obat anti muntah.
- 47 -

O.   Prosedur Dosis Terbagi
     1. Pengertian: dosis terbagi adalah dosis harian metadon seorang pasien
        yang seharusnya diminum satu kali namun karena suatu hal maka
        dosis tersebut diberikan menjadi dua kali sehari, yang pembagiannya
        ditentukan oleh petugas.
     2. Prosedur:
        a.   Dosis yang dapat dipertimbangkan untuk dibagi adalah sama
             dengan atau lebih dari 150 mg perhari atas indikasi medik
        b. Pasien dilakukan penilaian fisik termasuk munculnya gejala
           putus opioid.
        c.   Pembagian dosis dilakukan oleh tim PTRM.
        d. Dosis yang diminumkan di klinik PTRM harus tiga per empat
           dosis dan sisanya dapat dibawa pulang bilamana diperlukan
           terutama pada klinik-klinik dengan jam layanan terbatas.


P.   Pemeriksaan Urin
     Tes urin terhadap penggunaan obat (Urine Drug Screen) merupakan
     pemeriksaan objektif untuk mendeteksi adanya metabolit opiat dalam
     urin. Pastikan bahwa urin yang diperiksa adalah urin dari pasien yang
     bersangkutan. Dalam hal terapi metadon, UDS dapat berguna pada
     keadaan berikut:
     1. Periksa urin pasien di awal terap untuk tujuan diagnostik yaitu untuk
        memastikan apakah pasien pernah atau tidak menggunakan opiat
        atau zat adiktif lain sebelumnya. Tahap ini merupakan suatu
        tindakan wajib.
     2. Tiap-tiap klinik melakukan monitoring terhadap semua pasiennya
        paling tidak dengan melakukan cek urin mendadak secara berkala,
        minimal satu kali dalam setahun.
     3. Jika pasien mendesak untuk membawa take home doses, maka tes
        urin dapat dilakukan sebagai bahan pertimbangan untuk membantu
        pengambilan keputusan.
- 48 -

     4. Hasil tes urin yang positif terhadap heroin menjadi pertimbangan
        untuk meningkatkan dosis metadon. Apabila pasien masih
        menggunakan heroin maka dosis metadon perlu ditingkatkan.
     UDS dapat dilakukan dengan kriteria:
     1. Secara acak tetapi tidak setiap bulan.
     2. Pada keadaan       tertentu:    intoksikasi,   withdrawal,   dan   tindak
        kekerasan.


Q.   Dosis yang Terlewat
     Hilangnya toleransi terhadap opiat yang secara klinis jelas dapat terjadi
     bila pasien tidak mengkonsumsi metadon walaupun hanya tiga hari.
     Karena alasan tersebut, maka bila pasien tidak datang ke PTRM selama
     tiga hari berturut-turut atau lebih, perawat atau pekerja sosial yang
     bertugas harus melaporkan kepada dokter yang bertugas serta meminta
     pasien untuk mengunjungi dokter. Dokter memberikan dosis kembali ke
     dosis awal atau 50% dari dosis yang terakhir diberikan.
     Re-evaluasi klinik harus dilakukan. Bila pasien tidak datang lebih dari 7
     hari maka dikembalikan kepada dosis awal. Bila pasien tidak datang
     berulang-ulang lebih dari 3-6 bulan maka pasien dinilai ulang seperti
     pasien baru.


R.   Efek Samping
     Kemungkinan terjadinya efek samping yang berat biasanya terjadi ketika
     dokter sedang meningkatkan dosis. Efek samping yang biasanya terjadi
     adalah konstipasi,       mengantuk, berkeringat, mual, muntah, masalah
     seksual, gatal-gatal, jerawat.


S.   Overdosis metadon
     Bahaya utama karena overdosis adalah terhambatnya pernafasan, yang
     dapat diatasi dengan memberi nalokson-HCl (Narcan) sesuai dengan SOP.
     Pemberian naloxon bisa sampai 24 jam karena waktu paruh metadon
     yang panjang karena itu pasien perlu perawatan di rumah sakit.
- 49 -

T.   Interaksi Obat
     Walaupun tidak terdapat kontraindikasi absolut pemberian suatu obat
     bersama metadon, beberapa jenis obat harus dihindarkan bila pasien
     mengkonsumsi metadon. Antagonis opiat harus dihindari. Barbiturat,
     efavirenz, estrogen, fenitoin, karbamazepin, nevirapin, rifampisin,
     spironolakton, dan verapamil akan menurunkan kadar metadon dalam
     darah. Sebaliknya, amitriptilin, flukonazol, flufoksamin, dan simetidin
     akan meningkatkan kadar metadon dalam darah. Etanol secara akut
     akan meningkatkan efek metadon dan metadon akan menunda eliminasi
     etanol.


Tabel 1. Interaksi Obat Lain dengan Metadon
 Jenis Obat       Efek                            Mekanisme
 Alkohol*         Me↑ efek sedasi                 Menambah depresi sistem
                                                  saraf pusat (SSP).
                  Me↑ depresi napas
                  Kombinasinya dapat me↑
                  potensi hepatotoksik.
 Barbiturat*      Me↓ kadar metadon               Barbiturat merangsang enzim
                                                  hati yang terlibat dalam
                  Me↑ efek sedasi
                                                  mempertahankan kadar
                  Menambah depresi SSP            metadon.
 Benzodiazepin*   Memperkuat efek sedasi          Menambah depresi SSP
 Buprenorfin*     Efek antagonis atau             Buprenorfin adalah agonis
                  memperkuat sedasi dan depresi   parsial dari reseptor opiat
                  napas
 Despiramin*      Meningkatkan kadar despiramin   Mekanismenya masih belum
                  hingga faktor dua               diketahui pasti
 Fenitoin*        Menurunkan kadar metadon        Fenitoin merangsang enzim
                                                  hati yang terlibat dalam
                                                  metabolisme metadon
 Fluoksetin*      Meningkatkan kadar metadon      Menurunkan metabolisme
                  tapi tidak signifikan seperti   metadon
 Sertralin
- 50 -

Jenis Obat       Efek                               Mekanisme
                 fluvoksamin
Fluvoksamin*     Meningkatkan kadar metadon         Menurunkan metabolisme
                 dalam plasma                       metadon
Indinavir*       Meningkatkan kadar metadon         Menurunkan metabolisme
                                                    metadon
Karbamazepin*    Me↓ kadar metadon                  Karbamazepin merangsang
                                                    enzim hati yang terlibat
                                                    dalam metabolisme metadon.
Ketoconazol*     Meningkatkan kadar metadon         Menurunkan kadar metadon
Kloral hidrat*   Memperkuat efek sedasi             Menambah depresi SSP
Klormetiazol*    Memperkuat efek sedasi             Menambah depresi SSP
Meprobamat*      Meningkatkan efek sedasi dan       Menambah depresi SSP
                 depresi napas
Naltrekson*      Menghambat efek metadon            Antagonis opioid
                 (kerja lama)
Nalokson*        Menghambat efek metadon            Antagonis opioid
                 (kerja cepat), tapi mungkin
                 diperlukan jika timbul overdosis
Nevirapin*       Menurunkan kadar metadon           Meningkatkan metabolisme
                                                    metadon
Pengalkali       Meningkatkan kadar metadon         Mengurangi ekskresi
urin, misal      dalam plasma                       metadon dalam urin
natrium
bikarbonat*
Pengasam         Menurunkan kadar metadon           Meningkatkan ekskresi
urin, misal      dalam plasma                       metadon dalam urin
asam
askorbat*
Rifampisin*      Menurunkan kadar metadon           Rifampisin merangsang
                                                    enzim hati yang terlibat
                                                    dalam metabolisme metadon
- 51 -

 Jenis Obat        Efek                             Mekanisme
 Rifabutin*        Menurunkan kadar metadon         Meningkatkan metabolisme
                                                    metadon
 Ritonavir*        Menurunkan kadar metadon         Meningkatkan metabolisme
                   dalam plasma                     metadon
 Siklazin dan      Injeksi siklazin dengan opioid   Menambah efek psikoaktif.
 antihistamin      menimbulkan halusinasi.          Memiliki efek antimuskarinik
 sedatif lain*                                      pada dosis tinggi.
 Tioridazin*       Memperkuat efek sedasi yang      Memperkuat depresi SSP
                   tergantung dosis
 Zidovudin*        Meningkatkan kadar zidovudin     Tidak diketahui
                   dalam plasma. Tidak memiliki
                   efek terhadap kadar metadon.
 Zopiklon*         Memperkuat efek sedasi           Menambah depresi SSP
                   Memperkuat efek depresi napas
 Agonis opioid     Memperkuat efek sedasi           Menambah depresi SSP
 lainnya*
                   Memperkuat efek depresi napas
 Obat depresi      Memperkuat efek sedasi yang      Menambah depresi SSP
 SSP* lainnnya     tergantung dosis
 (misal
 neuroleptik,
 hyosin)
* Clinically important


U.   Keadaan Khusus
     Pasien yang diterapi metadon mungkin mengalami beberapa keadaan
     khusus berikut ini.
     1. Transfer ke naltrekson
         Pemberian naltrekson pada pasien yang secara fisik tergantung pada
         opioid akan memperberat timbulnya gejala putus obat yang parah.
         Pasien yang diterapi metadon sebaiknya menjalankan detoksifikasi
- 52 -

          metadon, diikuti 14 hari bebas obat untuk memberi kesempatan
          eliminasi metadon dalam tubuh. Konsultasi para ahli diperlukan
          untuk menangani pasien seperti ini.
     2. Transfer ke bruprenorfin.
          Buprenorfin memiliki afinitas terhadap reseptor mu yang lebih besar
          dibanding metadon, namun kerjanya lebih lebih lemah pada reseptor
          tersebut. Berikut adalah tabel konversi metadon ke buprenorfin.


Tabel 2. Konversi Metadon Ke Buprenorfin


Dosis Metadon Terakahir     Dosis Buprenorfin Hari I   Dosis Buprenorfin Hari
                                                       Berikut
1 – 10 mg ( 8 mg atau > )   2 mg                       2 – 4 mg
10 – 20 mg ( 8 – 16 mg )    4 mg                       4 – 8 mg
20 – 40 mg ( < 30 mg )      4 mg                       6 – 8 mg
> 60 mg                     Transfer menunjukkan
                            gejala putus zat


     Untuk dosis metadon di atas 60 mg, diperlukan penurunan dosis terlebih
     dahulu dengan proses detoksifikasi bertahap, baru kemudian dikonversi
     ke dosis buprenorfin. Penurunan dosis metadon dilakukan dengan 2,5 – 5
     mg per minggu.


V.   Prosedur Rujukan (Alih Layanan) Pasien PTRM
     1. Definisi
          Proses mengalihkan pasien atas permintaan sendiri atau keputusan
          klinisi dari satu layanan ke layanan lain dapat bersifat sementara
          atau menetap karena alasan yang dapat dipertanggungjawabkan
     2. Syarat (salah satu)
          a.   Pasien sudah dalam kondisi stabil (merujuk prosedur THD)
          b. Perilaku pasien sulit diatasi di suatu layanan
- 53 -

     3. Tata laksana
        a.   Pasien/petugas mengajukan permohonan alih layanan/rujukan
        b. Tim PTRM mengadakan rapat untuk mengambil keputusan
           pemindahalihan
        c.   Tim menghubungi layanan        yang   dituju   untuk   meminta
             persetujuan pemindahalihan
        d. Tim membuat surat rujukan yang diserahkan kepada pasien
           dalam amplop tertutup yang menyebutkan: jumlah dosis dalam
           narasi, tanggal terakhir minum, lamanya berada dalam program,
           eligibilitas THD (kelayakan), alasan pindah, alih layanan
           sementara menyebutkan kurun waktu
        e.   Layanan penerima rujukan melakukan asesmen dan memberikan
             terapi sebagaimana mestinya.
        f.   Untuk alih layanan sementara : selesai kurun waktu pengalihan
             diberikan surat pengantar kembali ke unit layanan awal. Apabila
             pasien masih memerlukan pelayanan di tempat rujukan, maka
             surat rujukan harus diperbaharui. Pasien dianggap sebagai
             pasien tetap di tempat rujukan apabila surat rujukan tidak
             diperbaharui. Alih layanan sementara maksimal selama 1 bulan.
        g.   Untuk alih layanan dalam Registrasi Online hanya dapat
             dilakukan dalam kondisi tertentu, yakni:
             1) Bencana alam
             2) Bencana manusia
             3) Tertutupnya akses untuk mencapai klinik layanan PTRM
                 tetap
             4) Sedang menjalani rawat inap di Klinik PTRM terdekat
             5) Apabila pasien melaksanakan perjalanan ke luar wilayah
                 dalam jangka waktu singkat


W.   Prosedur Pemberian Metadon pada Pasien yang Berada di Kantor
     Polisi/Rutan/Lapas yang Tidak Terdapat Layanan PTRM:
     1. Orang tua/wali datang ke klinik membawa surat keterangan bahwa
        yang bersangkutan berada di insitusi tersebut di atas
- 54 -

     2. Petugas PTRM mendiskusikan jumlah metadon yang boleh dibawa
        dengan ortu/wali maksimal 3 dosis tiap kali orang tua/wali datang
     3. Petugas    klinik   PTRM      bekerjasama        dengan    petugas
        kesehatan/penerima metadon di institusi tersebut di atas
     4. Setiap keluhan dari pasien harus dilaporkan oleh orangtua/wali
        kepada petugas PTRM
     5. Setiap mengambil dosis metadon orang tua/wali membawa bukti
        bahwa metadon diminum oleh pasien berupa paraf dan nama jelas
        disertai stempel dari petugas insitusi yang menerimanya
     6. Bila telah selesai masa tahanan atau pindah, orang tua/wali melapor
        ke klinik PTRM
     7. Klinik PTRM membuat surat rujukan pindah ke tempat layanan
        berikutnya


X.   Prosedur Penatalaksanaan Perilaku Tidak Menyenangkan/Mengancam
     Pelaksana Layanan PTRM (Pasien Lain)
     Definisi :
     Adalah proses penatalaksanaan secara administratif dan atau hukum
     atas perbuatan/tindakan yang tidak menyenangkan, mengancam,
     melanggar hukum terhadap masyarakat layanan PTRM (petugas, pasien,
     dan keluarganya) oleh pihak lain (pasien dan atau masyarakat) yang
     terjadi di lingkungan klinik.
     Kriteria penatalaksanaan klinis/manajemen :
     1. Apabila pasien melanggar peraturan yang berlaku dilayanan PTRM
     2. Melakukan kekerasan verbal/fisik karena tidak menerima keputusan
        tim PTRM
     Tatalaksana:
     1. Petugas yang mengalami/mengetahui kejadian melaporkan secara
        verbal dan tertulis ke penanggung jawab klinik. Laporan ditembuskan
        kepada direktur Rumah Sakit atau kepala Puskesmas.
     2. Pelaku dipanggil oleh penanggung jawab klinik dan tim PTRM untuk
        dimintai keterangan lebih detail.
- 55 -

     3. Penanggung jawab klinik akan mengadakan rapat intern dengan tim
        untuk menentukan keputusan yang diambil.
     4. Apabila diperlukan penanggung-jawab klinik dapat membawa
        masalah ini kepada manajemen Rumah Sakit/Puskesmas untuk
        memperoleh solusi
     5. Keputusan disampaikan kepada pelaku dan keluarganya dalam waktu
        1X24 jam oleh penanggung-jawab klinik/manajemen Rumah Sakit
        dan Puskesmas


Y.   Dikeluarkan Dari Program Secara Paksa
     Ada beberapa alasan yang perlu pertimbangan untuk mengeluarkan
     pasien dari PTRM, antara lain:
     1. Pasien mengancam keselamatan atau kenyamanan anggota staf,
        pasien lain, atau seseorang yang berkaitan dengan mereka.
     2. Pasien terlibat dalam perilaku merusak di tempat milik PTRM.
     3. Pasien yang diketahui memperjualbelikan atau berbagi metadon
        dengan orang lain
     4. Pasien yang diketahui mencuri metadon dari klinik atau melakukan
        tindak kriminal lain di lingkungan PTRM.
     5. Semua keputusan untuk mengeluarkan pasien dari program harus
        berdasarkan keputusan tim PTRM dan disetujui oleh Direktur Rumah
        sakit atau Kepala Puskesmas atau Kepala Lapas/Rutan.


Z.   Prosedur Rujukan (Alih Layanan) untuk Pasien Asing PTRM (Warga
     Negara Asing)
     1. Definisi
        Proses penatalaksanaan pemberian metadon untuk pasien asing
        (Warga Negara Asing) yang dapat bersifat sementara atau menetap
        karena alasan yang dapat dipertanggungjawabkan
     2. Syarat
        a.   Memiliki surat rujukan dan catatan rekam medis dari Klinik
             PTRM asal pasien asing tersebut.
- 56 -

        b. Memenuhi persyaratan kelengkapan dokumen identitas pasien
           asing tersebut (pasport, visa/ijin tinggal)
        c.   WNA tersebut sedang ada pekerjaan atau kegiatan lain di
             Indonesia untuk sementara waktu (maksimal 6 bulan).
    3. Tata laksana
        a.   Petugas melakukan verifikasi tentang kelengkapan dokumen
             identitas pasien dan surat rujukan pasien asing tersebut.
        b. Tim PTRM melakukan verifikasi tentang catatan medis pasien
           dengan penilaian fisik, mental & emosional pasien.
        c.   Petugas melakukan pencatatan administrasi, form status pasien
             dan pembayaran
        d. Pasien masuk ke loket pemberian metadon, untuk melakukan
           pemeriksaan identitas, dosis, sikap dan gejala. Setelah
           pemeriksaan, pasien minum metadon didepan petugas dan tanda
           tangan di laporan harian pasien.
        e.   Untuk alih layanan sementara : selesai kurun waktu pengalihan
             diberikan surat pengantar kembali ke unit layanan awal. Apabila
             pasien masih memerlukan pelayanan di tempat rujukan, maka
             surat rujukan harus diperbaharui. Pasien dianggap sebagai
             pasien tetap di tempat rujukan apabila surat rujukan tidak
             diperbaharui.


ZA. Prosedur Manajemen Logistik Metadon
    Pada bulan Mei tahun berjalan, Subpokja Harm Reduction Kementerian
    Kesehatan membuat rencana kebutuhan metadon tahun berikutnya,
    dimana di dalamnya tertera hal-hal sebagai berikut:
    1. Estimasi kebutuhan Rumah Sakit Pengampu dan satelitnya
    2. Sumber dana pengadaan metadon: APBN Kementerian Kesehatan,
       APBD Pemerintah Daerah, Rumah Sakit, APBN BNN, serta donor atau
       sumber lain serta jumlah botol yang akan didanai masing-masing
    Kementerian Kesehatan menyusun perencanaan kebutuhan tahunan
    bersama semua unsur terkait: Puskesmas, Rumah Sakit Pengampu,
- 57 -

Lapas/Rutan, Kementerian Hukum dan HAM, Dinas Kesehatan, BPOM,
donor.
Pembuatan rencana di atas didasarkan oleh:
1. Rekapitulasi laporan bulanan penggunaan metadon dari Rumah Sakit
   Pengampu
2. Perkiraan penggunaan metadon pada layanan PTRM baru


1. Tahap Perencanaan
   a.   Kebutuhan tahunan metadon dari masing-masing unit layanan
        (termasuk satelit) diajukan kepada Rumah Sakit Pengampu
        dengan memperlihatkan rincian kebutuhan setiap bulan
        berdasarkan proyeksi jumlah pasien, serta sumber pendanaan
        (institusi/Pemda/Lembaga donor yang tidak mengikat). (masukan
        dari Ditjen Binfar dan Alkes)
   b. Rumah Sakit Pengampu PTRM membuat rencana kebutuhan
      metadon pertahun dengan memperlihatkan rincian kebutuhan
      setiap bulan berdasarkan proyeksi jumlah pasien, serta sumber
      pendanaan (institusi/Pemda/Lembaga donor yang tidak mengikat)
      dan diajukan kepada Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan
      c.q Direktorat Bina Kesehatan Jiwa. (masukan dari Ditjen Binfar
      dan Alkes)
   c.   Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan c.q Direktorat Bina
        Kesehatan Jiwa menyampaikan permohonan kebutuhan kepada
        Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan cq.
        Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, tembusan
        Direktorat   Bina   Upaya    Kesehatan    Rujukan,    Direktorat
        Pengendalian Penyakit Menular Langsung dan Direktorat
        Pengawasan Napza Badan POM. (masukan dari Ditjen Binfar dan
        Alkes)
   d. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
      meminta industri farmasi yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan
      untuk memproduksi/menyediakan metadon. (masukan dari
      Ditjen Binfar dan Alkes)
- 58 -

2. Pengadaan Metadon dari Donor
   Setiap bantuan dari donor dilakukan pengadaan dengan mekanisme
   sebagai berikut:
   a.   Kementerian Kesehatan mengajukan permintaan           bantuan
        pengadaan metadon HCl kepada organisasi donor.
   b. Organisasi donor yang menyetujui bantuan pengadaan,
      mengirimkan surat resmi tentang persetujuan jumlah metadon
      yang akan dihibahkan.
   c.   Kementerian Kesehatan cq. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian
        dan Alat Kesehatan mengeluarkan Izin Pemesanan (sinkronisasi)
        Narkotika untuk Industri farmasi yang ditunjuk oleh Menteri
        Kesehatan. (masukan dari Ditjen Binfar dan alkes)
   d. Industri farmasi yang ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan
      bersama organisasi donor menandatangani kontrak pengadaan
      sesuai prosedur pengadaan obat dan ketentuan peraturan
      Perundangan-undangan.
   e.   Di dalam dokumen kontrak harus jelas menyebutkan bahwa 1)
        Kementerian Kesehatan adalah penerima manfaat langsung dari
        hasil    pengadaan       (end      user);    dan      2) obat
        disimpan/dititipkan/dikelola di gudang industri farmasi.
   f.   Hasil pengadaan obat metadon diserahterimakan dari Industri
        Farmasi kepada Kementerian Kesehatan cq. Direktorat Bina
        Kesehatan Jiwa untuk kemudian dititipkan kembali kepada
        industri farmasi tersebut.
   g.   Setiap bulan industri farmasi menyampaikan laporan mutasi
        barang kepada Direktorat Bina Kesehatan Jiwa dan Direktorat
        Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.
   h. Industri Farmasi mengirimkan surat penagihan resmi untuk
      pembayaran metadon kepada donor sesuai kontrak dan ketentuan
      peraturan perundang-undangan disertai Berita Acara Penerimaan
      Barang.
Juknis HIV: Pedoman PTRM
Juknis HIV: Pedoman PTRM
Juknis HIV: Pedoman PTRM
Juknis HIV: Pedoman PTRM
Juknis HIV: Pedoman PTRM
Juknis HIV: Pedoman PTRM
Juknis HIV: Pedoman PTRM
Juknis HIV: Pedoman PTRM
Juknis HIV: Pedoman PTRM
Juknis HIV: Pedoman PTRM
Juknis HIV: Pedoman PTRM
Juknis HIV: Pedoman PTRM
Juknis HIV: Pedoman PTRM
Juknis HIV: Pedoman PTRM
Juknis HIV: Pedoman PTRM
Juknis HIV: Pedoman PTRM
Juknis HIV: Pedoman PTRM
Juknis HIV: Pedoman PTRM
Juknis HIV: Pedoman PTRM
Juknis HIV: Pedoman PTRM
Juknis HIV: Pedoman PTRM
Juknis HIV: Pedoman PTRM
Juknis HIV: Pedoman PTRM
Juknis HIV: Pedoman PTRM
Juknis HIV: Pedoman PTRM
Juknis HIV: Pedoman PTRM
Juknis HIV: Pedoman PTRM
Juknis HIV: Pedoman PTRM
Juknis HIV: Pedoman PTRM
Juknis HIV: Pedoman PTRM
Juknis HIV: Pedoman PTRM
Juknis HIV: Pedoman PTRM
Juknis HIV: Pedoman PTRM
Juknis HIV: Pedoman PTRM
Juknis HIV: Pedoman PTRM
Juknis HIV: Pedoman PTRM
Juknis HIV: Pedoman PTRM
Juknis HIV: Pedoman PTRM
Juknis HIV: Pedoman PTRM
Juknis HIV: Pedoman PTRM
Juknis HIV: Pedoman PTRM
Juknis HIV: Pedoman PTRM
Juknis HIV: Pedoman PTRM
Juknis HIV: Pedoman PTRM
Juknis HIV: Pedoman PTRM
Juknis HIV: Pedoman PTRM
Juknis HIV: Pedoman PTRM
Juknis HIV: Pedoman PTRM
Juknis HIV: Pedoman PTRM
Juknis HIV: Pedoman PTRM
Juknis HIV: Pedoman PTRM
Juknis HIV: Pedoman PTRM

Contenu connexe

Tendances

Peran perawat dalam pengobatan
Peran perawat dalam pengobatanPeran perawat dalam pengobatan
Peran perawat dalam pengobatan
Cahya
 
Presentasi sidang rara
Presentasi sidang raraPresentasi sidang rara
Presentasi sidang rara
Pocut Kasim
 

Tendances (20)

Obat saluran pencernaan
Obat saluran pencernaanObat saluran pencernaan
Obat saluran pencernaan
 
Pengenalan resep
Pengenalan resepPengenalan resep
Pengenalan resep
 
Powerpoint new kel 1
Powerpoint new kel 1Powerpoint new kel 1
Powerpoint new kel 1
 
BA. Peptic Ulcer Disease (by. Ariiq Azmi RS)
BA. Peptic Ulcer Disease (by. Ariiq Azmi RS)BA. Peptic Ulcer Disease (by. Ariiq Azmi RS)
BA. Peptic Ulcer Disease (by. Ariiq Azmi RS)
 
Peran perawat dalam pengobatan
Peran perawat dalam pengobatanPeran perawat dalam pengobatan
Peran perawat dalam pengobatan
 
Farmasetika: Salep2
Farmasetika: Salep2Farmasetika: Salep2
Farmasetika: Salep2
 
Jenis, Indikasi, Dosis, dan Efek Samping Obat
Jenis, Indikasi, Dosis, dan Efek Samping ObatJenis, Indikasi, Dosis, dan Efek Samping Obat
Jenis, Indikasi, Dosis, dan Efek Samping Obat
 
Ekskresi dan klirens ginjal
Ekskresi dan klirens ginjalEkskresi dan klirens ginjal
Ekskresi dan klirens ginjal
 
Manajemen Pengadaan Obat di rumah sakit
Manajemen Pengadaan Obat di rumah sakitManajemen Pengadaan Obat di rumah sakit
Manajemen Pengadaan Obat di rumah sakit
 
KFT
KFTKFT
KFT
 
Presentasi sidang rara
Presentasi sidang raraPresentasi sidang rara
Presentasi sidang rara
 
Obat antihipertensi
Obat antihipertensiObat antihipertensi
Obat antihipertensi
 
MODUL 1 FARMASI KB3: MEDICATION ERROR
MODUL 1 FARMASI KB3: MEDICATION ERRORMODUL 1 FARMASI KB3: MEDICATION ERROR
MODUL 1 FARMASI KB3: MEDICATION ERROR
 
Kelompok 12(1)
Kelompok 12(1)Kelompok 12(1)
Kelompok 12(1)
 
Diuretic pharmacology
Diuretic pharmacologyDiuretic pharmacology
Diuretic pharmacology
 
Metode soap
Metode soapMetode soap
Metode soap
 
Perhitungan Obat pada Anak
Perhitungan Obat pada Anak Perhitungan Obat pada Anak
Perhitungan Obat pada Anak
 
Pelayanan farmasi klinik
Pelayanan farmasi klinik Pelayanan farmasi klinik
Pelayanan farmasi klinik
 
Interpretasi data laboratorium 4
Interpretasi data laboratorium 4Interpretasi data laboratorium 4
Interpretasi data laboratorium 4
 
Ppt mual muntah
Ppt mual muntahPpt mual muntah
Ppt mual muntah
 

En vedette

Juknis HIV: Panduan VCT
Juknis HIV: Panduan VCTJuknis HIV: Panduan VCT
Juknis HIV: Panduan VCT
Irene Susilo
 
Juknis HIV: Pedoman PITC
Juknis HIV: Pedoman PITCJuknis HIV: Pedoman PITC
Juknis HIV: Pedoman PITC
Irene Susilo
 
Pedoman layanan komprehensif
Pedoman layanan komprehensifPedoman layanan komprehensif
Pedoman layanan komprehensif
Irene Susilo
 
Juknis HIV: Pedoman IMS 2011
Juknis HIV: Pedoman IMS 2011Juknis HIV: Pedoman IMS 2011
Juknis HIV: Pedoman IMS 2011
Irene Susilo
 
Pedoman pelaksanaan hr (kepmenkes no. 567 2006)
Pedoman pelaksanaan hr (kepmenkes no. 567 2006)Pedoman pelaksanaan hr (kepmenkes no. 567 2006)
Pedoman pelaksanaan hr (kepmenkes no. 567 2006)
Irene Susilo
 
Juknis HIV: Pedoman iIPP
Juknis HIV: Pedoman iIPPJuknis HIV: Pedoman iIPP
Juknis HIV: Pedoman iIPP
Irene Susilo
 
Juknis HIV: Pedoman Stigma Diskriminasi
Juknis HIV: Pedoman Stigma DiskriminasiJuknis HIV: Pedoman Stigma Diskriminasi
Juknis HIV: Pedoman Stigma Diskriminasi
Irene Susilo
 
Juknis HIV: Pedoman PTRM di Penjara
Juknis HIV: Pedoman PTRM di PenjaraJuknis HIV: Pedoman PTRM di Penjara
Juknis HIV: Pedoman PTRM di Penjara
Irene Susilo
 
Buku saku tenaga kesehatan dtpk
Buku saku tenaga kesehatan dtpkBuku saku tenaga kesehatan dtpk
Buku saku tenaga kesehatan dtpk
DR Irene
 
Juknis yankesdas jamkesmas new
Juknis yankesdas jamkesmas newJuknis yankesdas jamkesmas new
Juknis yankesdas jamkesmas new
DR Irene
 
Juknis HIV: Paliatif Care
Juknis HIV: Paliatif CareJuknis HIV: Paliatif Care
Juknis HIV: Paliatif Care
Irene Susilo
 
Buku juknis jampersal final versi cetak
Buku juknis jampersal final versi cetakBuku juknis jampersal final versi cetak
Buku juknis jampersal final versi cetak
DR Irene
 
Perdarahan postpartum paper
Perdarahan postpartum paperPerdarahan postpartum paper
Perdarahan postpartum paper
fegrianafia
 
Laporan hasil supervisi pokja igd
Laporan hasil supervisi pokja igdLaporan hasil supervisi pokja igd
Laporan hasil supervisi pokja igd
rsd kol abundjani
 

En vedette (20)

Juknis HIV: Panduan VCT
Juknis HIV: Panduan VCTJuknis HIV: Panduan VCT
Juknis HIV: Panduan VCT
 
Juknis HIV: Pedoman PITC
Juknis HIV: Pedoman PITCJuknis HIV: Pedoman PITC
Juknis HIV: Pedoman PITC
 
Juknis HIV: PPB
Juknis HIV: PPBJuknis HIV: PPB
Juknis HIV: PPB
 
Pedoman layanan komprehensif
Pedoman layanan komprehensifPedoman layanan komprehensif
Pedoman layanan komprehensif
 
Juknis HIV: Pedoman IMS 2011
Juknis HIV: Pedoman IMS 2011Juknis HIV: Pedoman IMS 2011
Juknis HIV: Pedoman IMS 2011
 
Pedoman ppt
Pedoman pptPedoman ppt
Pedoman ppt
 
Buku
BukuBuku
Buku
 
Pedoman pelaksanaan hr (kepmenkes no. 567 2006)
Pedoman pelaksanaan hr (kepmenkes no. 567 2006)Pedoman pelaksanaan hr (kepmenkes no. 567 2006)
Pedoman pelaksanaan hr (kepmenkes no. 567 2006)
 
BPN 2011
BPN 2011BPN 2011
BPN 2011
 
Juknis HIV: Pedoman iIPP
Juknis HIV: Pedoman iIPPJuknis HIV: Pedoman iIPP
Juknis HIV: Pedoman iIPP
 
Juknis HIV: Pedoman Stigma Diskriminasi
Juknis HIV: Pedoman Stigma DiskriminasiJuknis HIV: Pedoman Stigma Diskriminasi
Juknis HIV: Pedoman Stigma Diskriminasi
 
Juknis HIV: Pedoman PTRM di Penjara
Juknis HIV: Pedoman PTRM di PenjaraJuknis HIV: Pedoman PTRM di Penjara
Juknis HIV: Pedoman PTRM di Penjara
 
Juknis bok-2013
Juknis bok-2013Juknis bok-2013
Juknis bok-2013
 
Buku saku tenaga kesehatan dtpk
Buku saku tenaga kesehatan dtpkBuku saku tenaga kesehatan dtpk
Buku saku tenaga kesehatan dtpk
 
Juknis yankesdas jamkesmas new
Juknis yankesdas jamkesmas newJuknis yankesdas jamkesmas new
Juknis yankesdas jamkesmas new
 
Juknis HIV: Paliatif Care
Juknis HIV: Paliatif CareJuknis HIV: Paliatif Care
Juknis HIV: Paliatif Care
 
Buku juknis jampersal final versi cetak
Buku juknis jampersal final versi cetakBuku juknis jampersal final versi cetak
Buku juknis jampersal final versi cetak
 
Perdarahan postpartum paper
Perdarahan postpartum paperPerdarahan postpartum paper
Perdarahan postpartum paper
 
Hipnotik sedativ
Hipnotik sedativHipnotik sedativ
Hipnotik sedativ
 
Laporan hasil supervisi pokja igd
Laporan hasil supervisi pokja igdLaporan hasil supervisi pokja igd
Laporan hasil supervisi pokja igd
 

Similaire à Juknis HIV: Pedoman PTRM

Pedoman%20nasional%20penanggulangan%20tb
Pedoman%20nasional%20penanggulangan%20tbPedoman%20nasional%20penanggulangan%20tb
Pedoman%20nasional%20penanggulangan%20tb
rieogiq
 
Pedoman nasional penanggulangan tuberculosis cet 8 (2002)
Pedoman nasional penanggulangan tuberculosis cet 8 (2002)Pedoman nasional penanggulangan tuberculosis cet 8 (2002)
Pedoman nasional penanggulangan tuberculosis cet 8 (2002)
Mamang Bagiansah
 
Mi 1 masalah narkotika global dan kebijakan revisi 2015 -direktur
Mi   1 masalah narkotika global  dan kebijakan revisi  2015   -direkturMi   1 masalah narkotika global  dan kebijakan revisi  2015   -direktur
Mi 1 masalah narkotika global dan kebijakan revisi 2015 -direktur
Yunita Indrani
 
Makalah OWA dan Obat Keras
Makalah OWA dan Obat KerasMakalah OWA dan Obat Keras
Makalah OWA dan Obat Keras
Nata Dev
 
TATA LAKSANA TBC 2019.pdf
TATA LAKSANA TBC 2019.pdfTATA LAKSANA TBC 2019.pdf
TATA LAKSANA TBC 2019.pdf
ssuserd58201
 

Similaire à Juknis HIV: Pedoman PTRM (20)

Farmakologi (Prinsip-Prinsip Terapeutika, Keamanan, dan Efikasi Pengobatan)
Farmakologi  (Prinsip-Prinsip Terapeutika, Keamanan, dan Efikasi Pengobatan)Farmakologi  (Prinsip-Prinsip Terapeutika, Keamanan, dan Efikasi Pengobatan)
Farmakologi (Prinsip-Prinsip Terapeutika, Keamanan, dan Efikasi Pengobatan)
 
Pedoman%20nasional%20penanggulangan%20tb
Pedoman%20nasional%20penanggulangan%20tbPedoman%20nasional%20penanggulangan%20tb
Pedoman%20nasional%20penanggulangan%20tb
 
Pedoman nasional penanggulangan tuberculosis cet 8 (2002)
Pedoman nasional penanggulangan tuberculosis cet 8 (2002)Pedoman nasional penanggulangan tuberculosis cet 8 (2002)
Pedoman nasional penanggulangan tuberculosis cet 8 (2002)
 
Pharmaceutical Care Untuk Penyakit TBC
Pharmaceutical Care Untuk Penyakit TBCPharmaceutical Care Untuk Penyakit TBC
Pharmaceutical Care Untuk Penyakit TBC
 
Yang Perlu Anda Ketahui tentang PTRM (Program Terapi Rumatan Metadon)
Yang Perlu Anda Ketahui tentang PTRM (Program Terapi Rumatan Metadon)Yang Perlu Anda Ketahui tentang PTRM (Program Terapi Rumatan Metadon)
Yang Perlu Anda Ketahui tentang PTRM (Program Terapi Rumatan Metadon)
 
DRUGS DELIVERY SYSTEM
DRUGS DELIVERY SYSTEMDRUGS DELIVERY SYSTEM
DRUGS DELIVERY SYSTEM
 
Mi 1 masalah narkotika global dan kebijakan revisi 2015 -direktur
Mi   1 masalah narkotika global  dan kebijakan revisi  2015   -direkturMi   1 masalah narkotika global  dan kebijakan revisi  2015   -direktur
Mi 1 masalah narkotika global dan kebijakan revisi 2015 -direktur
 
PERAN DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN
PERAN   DIREKTORAT   JENDERAL   PEMASYARAKATANPERAN   DIREKTORAT   JENDERAL   PEMASYARAKATAN
PERAN DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN
 
Kebijakan penanggulangan napza
Kebijakan penanggulangan napzaKebijakan penanggulangan napza
Kebijakan penanggulangan napza
 
Makalah OWA dan Obat Keras
Makalah OWA dan Obat KerasMakalah OWA dan Obat Keras
Makalah OWA dan Obat Keras
 
TATA LAKSANA TBC 2019.pdf
TATA LAKSANA TBC 2019.pdfTATA LAKSANA TBC 2019.pdf
TATA LAKSANA TBC 2019.pdf
 
Kb 1
Kb 1Kb 1
Kb 1
 
Konsep Dasar Farmakosetik, Farmakokinetik
Konsep Dasar Farmakosetik, FarmakokinetikKonsep Dasar Farmakosetik, Farmakokinetik
Konsep Dasar Farmakosetik, Farmakokinetik
 
Kb 1
Kb 1Kb 1
Kb 1
 
MATERI PELATIHAN PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN MEMILIH OBAT BAGI T...
MATERI PELATIHAN PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN MEMILIH OBAT BAGI T...MATERI PELATIHAN PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN MEMILIH OBAT BAGI T...
MATERI PELATIHAN PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN MEMILIH OBAT BAGI T...
 
Kapita Selekta Apoteker - Implementasi Home Care Telepharmacy dalam Monitorin...
Kapita Selekta Apoteker - Implementasi Home Care Telepharmacy dalam Monitorin...Kapita Selekta Apoteker - Implementasi Home Care Telepharmacy dalam Monitorin...
Kapita Selekta Apoteker - Implementasi Home Care Telepharmacy dalam Monitorin...
 
Kb 2re
Kb 2reKb 2re
Kb 2re
 
Clinical guideline for tobaco dependence
Clinical guideline for tobaco dependenceClinical guideline for tobaco dependence
Clinical guideline for tobaco dependence
 
SOP PTRM Indonesia
SOP PTRM IndonesiaSOP PTRM Indonesia
SOP PTRM Indonesia
 
Abstrak
AbstrakAbstrak
Abstrak
 

Plus de Irene Susilo

Buku bank sampah compress
Buku bank sampah compressBuku bank sampah compress
Buku bank sampah compress
Irene Susilo
 
Buku bank sampah compress
Buku bank sampah compressBuku bank sampah compress
Buku bank sampah compress
Irene Susilo
 
Booklet phbs rumah tangga
Booklet phbs rumah tanggaBooklet phbs rumah tangga
Booklet phbs rumah tangga
Irene Susilo
 
Berperilaku sehat di jalan
Berperilaku sehat di jalanBerperilaku sehat di jalan
Berperilaku sehat di jalan
Irene Susilo
 
10 phbs di rumah tangga
10 phbs di rumah tangga10 phbs di rumah tangga
10 phbs di rumah tangga
Irene Susilo
 
Buku gerakan pyd edit 11042013 final
Buku gerakan pyd edit 11042013 finalBuku gerakan pyd edit 11042013 final
Buku gerakan pyd edit 11042013 final
Irene Susilo
 
Pedoman pembinaan-kebugaran-jasmani-jemaah-haji-bagi-petugas-kesehatan
Pedoman pembinaan-kebugaran-jasmani-jemaah-haji-bagi-petugas-kesehatanPedoman pembinaan-kebugaran-jasmani-jemaah-haji-bagi-petugas-kesehatan
Pedoman pembinaan-kebugaran-jasmani-jemaah-haji-bagi-petugas-kesehatan
Irene Susilo
 
Surat edaran hks dinkes
Surat edaran hks dinkesSurat edaran hks dinkes
Surat edaran hks dinkes
Irene Susilo
 
Panduan HKS 2013 (Draft)
Panduan HKS 2013 (Draft)Panduan HKS 2013 (Draft)
Panduan HKS 2013 (Draft)
Irene Susilo
 

Plus de Irene Susilo (16)

Final program
Final programFinal program
Final program
 
Buku panduan pekan imunisasi 2015 final 10 april 2015
Buku panduan pekan imunisasi 2015 final 10 april 2015Buku panduan pekan imunisasi 2015 final 10 april 2015
Buku panduan pekan imunisasi 2015 final 10 april 2015
 
Buku bank sampah compress
Buku bank sampah compressBuku bank sampah compress
Buku bank sampah compress
 
Buku bank sampah compress
Buku bank sampah compressBuku bank sampah compress
Buku bank sampah compress
 
Ctps
CtpsCtps
Ctps
 
Booklet phbs rumah tangga
Booklet phbs rumah tanggaBooklet phbs rumah tangga
Booklet phbs rumah tangga
 
Berperilaku sehat di jalan
Berperilaku sehat di jalanBerperilaku sehat di jalan
Berperilaku sehat di jalan
 
Abat pelajar
Abat pelajarAbat pelajar
Abat pelajar
 
10 phbs di rumah tangga
10 phbs di rumah tangga10 phbs di rumah tangga
10 phbs di rumah tangga
 
Buku gerakan pyd edit 11042013 final
Buku gerakan pyd edit 11042013 finalBuku gerakan pyd edit 11042013 final
Buku gerakan pyd edit 11042013 final
 
Imed 2013
Imed 2013Imed 2013
Imed 2013
 
Imed 2013
Imed 2013Imed 2013
Imed 2013
 
Pedoman pembinaan-kebugaran-jasmani-jemaah-haji-bagi-petugas-kesehatan
Pedoman pembinaan-kebugaran-jasmani-jemaah-haji-bagi-petugas-kesehatanPedoman pembinaan-kebugaran-jasmani-jemaah-haji-bagi-petugas-kesehatan
Pedoman pembinaan-kebugaran-jasmani-jemaah-haji-bagi-petugas-kesehatan
 
Surat edaran hks
Surat edaran hksSurat edaran hks
Surat edaran hks
 
Surat edaran hks dinkes
Surat edaran hks dinkesSurat edaran hks dinkes
Surat edaran hks dinkes
 
Panduan HKS 2013 (Draft)
Panduan HKS 2013 (Draft)Panduan HKS 2013 (Draft)
Panduan HKS 2013 (Draft)
 

Juknis HIV: Pedoman PTRM

  • 1. -1- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gangguan penggunaan Napza melalui penggunaan Napza suntik menjadi salah satu media penularan utama HIV di Indonesia sejak 1999. Berdasarkan Laporan Triwulan Situasi Perkembangan HIV/AIDS Nasional Kementerian Kesehatan pada awal 2010, cara penularan kasus AIDS kumulatif melalui penggunaan Napza suntik mencapai 39,2%. Populasi penasun mengalami peningkatan sejak 1999, hingga estimasi tahun 2009 diperkirakan mencapai 219,000 orang di seluruh Indonesia. Sementara itu, cara penularan kasus AIDS kumulatif nasional menyebutkan 40,7% adalah Penasun. Data laporan triwulan Dirjen P2PL sampai Maret 2010 menunjukkan bahwa provinsi dengan prevalensi penasun tertinggi pada tahun 2003-2007 adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, Bali, Banten, dan DI Yogyakarta. Oleh karena itu program pengurangan dampak buruk (harm reduction) atas penggunaan Napza suntik mutlak diperlukan. Salah satu kegiatan pendekatan ini adalah terapi rumatan bagi penasun dengan memberikan metadon dalam sediaan cair, yang dikenal dengan nama Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM). Pola penggunaan metadon dengan cara diminum –dimana metadon dimetabolisme dengan sangat baik pada organ pencernaan-, memberi peluang besar untuk menekan penggunaan Napza suntik, yang pada akhirnya dapat membantu meminimalisasi penularan HIV pada populasi penasun. Penelitian atas pelaksanaan uji coba PTRM pada tahun 2003 – 2005 menunjukkan bahwa pasien yang berumur di atas 20 tahun merupakan kelompok terbanyak yang mampu bertahan baik dalam terapi rumatan metadon. Pasien yang putus terapi atau drop-out berkisar antara 40% hingga 50%, dikarenakan berbagai alasan, diantaranya dosis yang kurang, hambatan mengakses program setiap hari, dan ketidakyakinan akan efektivitas program. Alasan lainnya adalah adanya perbedaan persepsi antara petugas dan pasien dalam masalah dosis bawa pulang (Take Home Dose/THD) dan adanya ketidakkonsistenan dalam menerapkan aturan-aturan klinik. Untuk itu disusun Pedoman Nasional PTRM Edisi 2010 yang merupakan penyempurnaan dan penambahan
  • 2. -2- atas edisi 2006. Beberapa aturan merupakan hal yang baru pada pedoman ini, sebagai tanggapan atas perkembangan situasi dan kondisi klinik PTRM pada saat ini. B. Ruang Lingkup Ruang lingkup dalam pedoman ini meliputi metadon dan aspek-aspek yang terkait, penyelenggaraan PTRM, protokol terapi, penatalaksanaan PTRM pada populasi khusus, pembiayaan, pencatatan dan pelaporan, serta pembinaan dan pengawasan (monitoring dan evaluasi). C. Kebijakan Umum Kebijakan umum dalam pelaksanaan dan pengembangan akses layanan PTRM mengacu pada Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014, dimana acuan implementasi layanan yang meliputi teknis medis dan manajemen rutin diatur dengan mengikuti urain kebijakan sebagai berikut: 1) Kebijakan masalah terapi rehabilitasi ketergantungan Napza, yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan 2) Kebijakan penanggulangan HIV dan AIDS, yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 3) Kebijakan kemandirian/partisipasi Pemerintah Daerah, dengan berdasarkan pemahaman bahwa PTRM adalah terapi jangka panjang yang membutuhkan jaminan atas kesinambungan program. Maka dipandang perlu peran serta segenap pihak, tidak saja dari pemerintah pusat melainkan juga dari pemerintah daerah selaku penanggungjawab kesehatan masyarakat di daerahnya dalam hal perencanaan dan pembiayaan PTRM, yang meliputi : a. Perencanaan kebutuhan Metadon HCl b. Pengadaan Metadon HCl dan logistik terkait c. Penyediaan sarana dan pra-sarana klinik PTRM
  • 3. -3- 4) Kebijakan pengembangan akses layanan melalui pembukaan klinik PTRM baru diatur dengan mempertimbangan hal-hal sebagai berikut: a. Estimasi prevalensi HIV dan AIDS di kalangan kelompok kunci Penasun di daerah terkait b. Tersedianya komitmen yang tinggi dari Pemerintah Daerah setempat untuk menjamin keberlangsungan layanan PTRM di wilayahnya c. Ketersediaan buffer stock Metadon HCl di tingkat nasional.
  • 4. -4- BAB II METADON DAN ASPEK-ASPEK YANG TERKAIT A. Definisi Metadon: Metadon adalah sejenis sintetik opioid yang menyebabkan pasien akan mengalami ketergantungan fisik. Jika ia berhenti mengkonsumsi metadon secara tiba-tiba, ia akan mengalami gejala putus zat. B. Efektifitas Metadon Metadon mempunyai khasiat sebagai suatu analgetik dan euforian karena bekerja pada reseptor opioid mu (µ), mirip dengan agonis opioid mu (µ) yang lain misalnya morfin. Metadon adalah suatu agonis opioid sintetik yang kuat dan secara oral diserap dengan baik. Metadon juga dapat dikonsumsi melalui parenteral dan rektal, meski cara yang terakhir tidak lazim. Efek metadon secara kualitatif mirip dengan efek morfin dan opioid lainnya. Efek metadon tersebut antara lain sebagai analgetik, sedatif, depresi pernapasan, dan euforia. Efek lainnya adalah menurunkan tekanan darah, konstriksi pupil, dan efek pada saluran cerna yaitu memperlambat pengosongan lambung karena mengurangi motilitas, meningkatkan tonus sfingter pilorik, dan meningkatkan tonus sfingter Oddi yang berakibat spasme saluran empedu. Efek samping metadon antara lain gangguan tidur, mual muntah, konstipasi, mulut kering, berkeringat, vasodilatasi dan gatal-gatal, menstruasi tidak teratur, ginekomastia dan disfungsi seksual pada pria, serta retensi cairan dan penambahan berat badan. Efek samping tidak akan terlalu banyak dialami oleh orang yang telah menggunakan heroin. Bioavailibilitas metadon oral tidak memperlihatkan perubahan yang berarti pada orang yang distabilisasi dengan metadon, atau yang sudah menggunakannya secara kronis. Metadon dipecah di hati melalui sistem enzim sitokrom P450. Sekitar 10% metadon yang dikonsumsi secara oral akan diekskresi utuh. Sisanya akan dimetabolisme dan metabolit inaktifnya dibuang melalui urin dan tinja. Metadon juga dibuang melalui keringat dan liur.
  • 5. -5- Onset efek metadon terjadi sekitar 30 menit setelah obat diminum. Konsentrasi puncak dicapai setelah 3-4 jam setelah metadon diminum. Rerata waktu paruh metadon adalah 24 jam. Metadon mencapai kadar tetap dalam tubuh setelah penggunaan 3-10 hari. Setelah stabilisasi dicapai, variasi konsentrasi metadon dalam darah tidak terlalu besar dan supresi gejala putus obat lebih mudah dicapai. Metadon banyak diikat oleh protein plasma dalam jaringan seluruh tubuh. Metadon dapat diketemukan dalam darah, otak, dan jaringan lain seperti ginjal, limpa, hati, serta paru. Konsentrasi metadon dalam jaringan tersebut lebih tinggi daripada dalam darah. Ikatan tersebut menyebabkan terjadinya akumulasi metadon dalam badan cukup lama bila seseorang berhenti menggunakan metadon. Kriteria diagnostik untuk ketergantungan zat dan intoksikasi opioida mengacu pada kriteria yang ada di ICD-X. C. Farmakologi Heroin Heroin tergolong opioida semisintetik, dibuat dari morfin yang terdapat dalam getah tanaman candu melalui perubahan kimiawi sederhana. Heroin lebih mudah larut dalam lemak, sehingga lebih cepat menembus sawar darah-otak (Blood Brain Barrier) dibanding morfin. Heroin mengalami proses biotransformasi di hati untuk berubah kembali menjadi morfin. Pengaruh heroin dan morfin adalah sama, hanya saja heroin mempunyai kekuatan 3 kali morfin dan mulai bekerja lebih cepat. Absorbsi pada penggunaan oral berlangsung lambat. Metabolisme heroin terutama terjadi di hepar dan di ekskresi melalui air seni dan empedu. Lebih dari 90% ekskresi terjadi dalam 24 jam pertama, walaupun metabolitnya dapat dideteksi dalam air seni sampai 48 jam atau lebih. Toleransi tubuh terhadap heroin terjadi dengan cepat, namun terdapat beberapa perbedaan reaksi antara masing-masing organ tubuh. Sebagai contoh, heroin memiliki toleransi tinggi terhadap depresi pernafasan, efek analgetik, sedasi, dan muntah dibandingkan toleransi terhadap miosis dan konstipasi. Selain itu juga terdapat toleransi silang antara heroin dan opioida lain. Potensi heroin untuk menimbulkan ketergantungan fisik dan psikologis sangat kuat. Heroin yang beredar di pasar gelap tidak dalam bentuk murni, melainkan dicampur dengan tepung, gula, kina, kakao, atau bahkan tawas.
  • 6. -6- Heroin juga berpotensi menimbulkan reaksi toksik sampai overdosis, gejala klinis dapat meliputi: 1. Depresi pernafasan. 2. Bibir biru dan pucat atau tubuh membiru. 3. Pupil pin-point atau dilatasi bila pasien koma. 4. Bila heroin disedot melalui hidung, mukosa hidung tampak hiperemis. 5. Adanya bekas suntikan baru. 6. Edema paru. 7. Jantung aritmia dan atau kejang. 8. Koma atau mati (akibat depresi pernafasan, edema otak atau paru). D. Kriteria Diagnostik Gangguan Penggunaan Opioid 1. Kriteria Diagnostik untuk Ketergantungan Zat (ICD-X) Definisi ketergantungan zat adalah suatu pola penggunaan zat yang menyebabkan hendaya (disfungsi) yang jelas secara klinis atau tertekan. Diagnosa atas terjadinya ketergantungan zat diperlihatkan oleh adanya 3 (atau lebih) kriteria di bawah ini, yang terjadi kapan saja selama periode 12 bulan yang sama: a. Toleransi, seperti yang dipastikan dengan adanya salah satu tersebut di bawah ini: 1) Kebutuhan akan penambahan dosis yang mencolok agar diperoleh keadaan intoksikasi atau efek yang diinginkan. 2) Berkurangnya efek secara mencolok akibat penggunaan dengan dosis yang sama. b. Gejala putus zat, yang dipastikan dengan adanya salah satu yang tersebut di bawah ini: 1) Sindrom putus zat yang khas untuk zat tersebut (rujuk ke kriteria A dan B dari kriteria untuk putus zat yang khas untuk zat tertentu) 2) Zat yang sama (atau yang sangat berkaitan) harus digunakan untuk menyembuhkan atau menghindari gejala putus zat c. Zat sering digunakan jauh lebih banyak atau lebih lama dibanding yang dimaksudkan.
  • 7. -7- 1) Adanya keinginan yang menetap atau usaha yang tak berhasil untuk menghentikan atau mengendalikan penggunaannya. 2) Sebagian besar waktunya dihabiskan untuk mencari zat (misalnya berobat pada banyak dokter atau mengendarai mobil jarak jauh), menggunakan zat (misalnya terus menerus merokok), atau pulih dari pengaruh zat tersebut 3) Berkurang atau berhentinya kegiatan kegiatan sosial, pekerjaan atau rekreasi akibat menggunakan zat 4) Penggunaan zat berlanjut meskipun mengetahui adanya masalah jasmani atau psikologis yang disebabkan karena penggunaan zat (misalnya tetap menggunakan kokain walaupun mengalami depresi atau terus minum minuman beralkohol walaupun mengetahui bahwa tukak lambung bertambah parah akibat mengkonsumsi alkohol. 2. Kriteria Diagnostik Intoksikasi Opioid (ICD X) a. Baru saja mengkonsumsi opioid (termasuk heroin). b. Perilaku maladaptif yang secara klinis mencolok atau adanya perubahan psikologis (misalnya euforia pada permulaan diikuti dengan apatis, disforia, agitatif atau retardasi psikomotor, hendaya dalam daya penilaian, fungsi sosial atau pekerjaan, yang berkembang atau segera sesudah mengkonsumsi opioid). c. Konstriksi pupil (atau dilatasi pupil disebabkan karena anoksia akibat overdosis yang berat) dan satu (atau lebih) dari gejala berikut, yang terjadi tidak lama sesudah mengkonsumsi opioid : 1) Kesadaran menurun atau koma. 2) Cadel 3) Hendaya (disfungsi) pada perhatian atau daya ingat. d. Gejala tersebut tidak disebabkan karena kondisi medik umum dan bukan disebabkan karena gangguan jiwa lain. 3. Kriteria Diagnostik Putus Opioida (ICD X) a. Salah satu dari yang tersebut di bawah ini : 1) berhenti atau mengurangi penggunaan opioida yang berat dan lama (beberapa minggu atau lebih)
  • 8. -8- 2) pemberian suatu antagonis opioida sesudah periode penggunaan opioid b. Tiga atau lebih dari yang tersebut di bawah ini, terjadi dalam hitungan menit sampai beberapa hari sesudah kriteria A : 1) perasaan disforik 2) mual atau muntah 3) nyeri otot 4) lakrimasi atau rinore 5) pupil melebar, piloereksi, atau berkeringat 6) diare 7) menguap berkali-kali 8) demam 9) insomnia c. Gejala-gejala pada kriteria B secara klinis menyebabkan tekanan batin yang jelas atau hendaya (disfungsi) dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya. d. Gejala-gejala tersebut tidak disebabkan karena kondisi medik umum dan tidak disebabkan karena gangguan jiwa lain. E. HIV, Virus Hepatitis, Tuberkulosis, dan Toksoplasmosis Para IDU cenderung menggunakan obat dengan cara yang tidak steril melalui suntikan dan/atau kulit yang tidak dibersihkan. Akibatnya mereka sangat mudah mendapat infeksi oportunistik seperti infeksi tulang dan sendi, endokarditis, sepsis, infeksi jaringan lunak, dan tetanus. Hepatitis (B, C, D), HIV, dan malaria dapat menular bila terjadi saling pinjam meminjam peralatan suntik, atau terjadi inokulasi langsung darah orang lain yang terinfeksi. Infeksi lainnya adalah tuberkulosis yang ditularkan melalui udara pernafasan. Gonore, HBV, HIV, dan sifilis dapat berjangkit melalui hubungan seksual yang tak terlindung. Pneumonia karena berbagai etiologi juga sangat sering terjadi di kalangan penyalahguna heroin.
  • 9. -9- 1. HIV Holmberg (1996) memperkirakan secara kasar bahwa separuh dari infeksi HIV/AIDS terdapat pada penasun. Di kalangan pengguna heroin makin banyak dilaporkan angka kejadian infeksi HIV pada laki-laki dan perempuan yang menggunakan zat untuk bersenang- senang selain melalui suntikan. Diperkirakan hal tersebut disebabkan karena infeksi melalui kontak seksual. Sero-surveilance pada penasun yang memperlihatkan hasil positif HIV dan datang berobat di RSKO sebanyak lebih dari 50% dan 59,49% untuk yang berobat di RS Sanglah Bali (Juni 2005). 2. Virus Hepatitis Virus hepatitis menyebabkan inflamasi dan kerusakan atau kematian sel-sel hati. Penasun mempunyai risiko tinggi untuk terinfeksi beberapa jenis virus hepatitis. Pada suatu penelitian terhadap 389 penasun di California, 41% positif dengan antibodi HAV, 73% untuk HBV, 94% untuk HCV, dan 10% untuk HDV (1995). Sero-surveilence terhadap penasun yang berobat ke RSKO, hasilnya 70% HCV positif. Di Klinik PTRM RS Sanglah Bali 95,45% pasien menderita Hepatitis C, dan 9,68 Hepatitis B (Laporan Juni 2005). Hepatitis B adalah virus DNA dari golongan hepadnavirus yang terdapat dalam titer yang tinggi dalam darah dan eksudat (misalnya lesi di kulit) orang yang terinfeksi akut maupun kronis. Dalam jumlah yang moderat HBV terdapat pada air liur, semen, dan cairan vagina. 3 cara transmisi yang penting adalah melalui darah, aktivitas seksual, dan ibu-anak. Masa inkubasinya 2 minggu sampai 6 bulan. Virus Hepatitis C adalah virus RNA dari golongan flavivirus, terdapat dalam titer rendah pada darah orang yang terinfeksi dan dapat terdeteksi dalam cairan tubuh lain tetapi tidak konsisten. Transmisi yang utama HCV adalah melalui darah, ibu-anak, sedangkan penularan secara seksual jarang. Masa inkubasinya berkisar 6 sampai 7 minggu, dengan rentang waktu 2 minggu sampai 6 bulan. 3. Tuberkulosis Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global. Sebanyak 40% kasus tuberkulosis dunia berada di Asia Tenggara dengan kasus terbanyak (95%) berada di India, Indonesia, Bangladesh, Thailand, dan Myanmar. Di Asia Tenggara lebih dari 95% kasus tuberkulosis
  • 10. - 10 - merupakan penyakit infeksi pembunuh utama pada umur 5 tahun ke atas. Jumlah penderita tuberkulosis di Indonesia berada di urutan ketiga setelah India dan Cina, dengan lebih dari 500.000 kasus baru dan 20.000 kematian per tahun. Menurut survei Kementerian Kesehatan tahun 2003, jumlah kasus HIV/AIDS yang disertai tuberkulosis di Bali sebanyak 24%, 32% di Jawa Timur dan 10% di DKI. 4. Toksoplasmosis a. Toksoplasmosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii b. Infeksi pada manusia ditularkan langsung atau melalui makanan daging yang terkena parasit c. Gejala klinis yang nampak pada awalnya seperti penyakit flu biasa, namun pada pasien dengan HIV dimana faktor kekebalan tubuh sangat rendah (stadium AIDS), dapat menunjukkan gejala klinis berat bahkan berakibat fatal. Penyakit tersebut dapat menyebabkan inflamasi di otak (encephalitis), penyakit neurologik, dapat mengenai jantung, liver, dan mata. d. Diagnosis didapat dari pemeriksaan laboratorium darah yang menunjukkan adanya antibodi toxoplasma. e. Terapi selama 4 – 6 minggu: f. Pyrimethamine dengan Trisulfapyrimidines, atau g. Sulfadiazine h. Pasien yang mendapat terapi pengobatan toxoplasma dapat terus minum metadon karena tidak memperlihatkan interaksi obat yang berarti dengan metadon i. Petugas PTRM perlu memperhatikan pasien PTRM dengan infeksi HIV/AIDS yang mengeluhkan sakit kepala, gangguan penglihatan, strabismus, muntah-muntah yang merupakan kemungkinan pasien terinfeksi toxoplasmosis.
  • 11. - 11 - F. Komponen dalam Program Terapi Rumatan Metadon Komponen dalam program terapi metadon adalah sebagai berikut : 1. Pemberian metadon sesuai protokol terapi 2. Konseling, meliputi: konseling adiksi, metadon, keluarga, kepatuhan minum obat, kelompok, dan VCT. Akses ke pelayanan konseling harus di rumah sakit penyelenggara metadon. Pasien dapat mengikuti konseling tersebut jika dianggap perlu oleh tim. Konseling dapat dirancang untuk mencakup : a. isu hukum b. ketrampilan hidup c. mengatasi stres d. mengidentifikasi dan mengobati gangguan mental lain yang terdapat bersama e. isu tentang penyalahgunaan-fisik, seksual, emosional. f. menjadi orangtua dan konseling keluarga g. pendidikan tentang pengurangan dampak buruk h. berhenti menyalahgunakan narkoba atau psikotropika dan pencegahan kambuh i. perubahan perilaku berisiko dan pemeriksaan HIV/AIDS j. isu tentang perjalanan lanjut penggunaan metadon, dan aspek yang terkait dengannya k. pemberi layanan konseling harus seorang konselor yang terlatih. 3. Pertemuan keluarga (PKMRS = penyuluhan kesehatan masyarakat rumah sakit). 4. Program pencegahan kekambuhan (relapse prevention program).
  • 12. - 12 - Evaluasi fisik, mental, sosial PASIEN DATANG Rujukan/sendiri Konseling Adiksi Konseling Metadon Konseling Keluarga PENAPISAN KONSELING HIV - HCV TERAPI METADON TES HIV stabilisasi Evaluasi simtom + pem lab ADHERENCE TERAPI IO + ART Konseling lanjut sesuai Dukungan Sebaya/Keluarga perjalanan penyakit Gambar 1. Komponen dalam program terapi metadon
  • 13. - 13 - BAB III PENYELENGGARA PTRM Pembukaan klinik PTRM di berbagai daerah merupakan respon aktif dari Pemerintah Daerah yang memerlukan layanan terapi rumatan metadon untuk penanggulangan HIV dan AIDS. Sejak 2006, daerah dengan estimasi jumlah populasi Penasun dan prevalensi AIDS yang tinggi seperti DKI Jakarta, Bali, Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Barat secara bertahap sudah membuka layanan terkait baik di strata Rumah Sakit Pengampu maupun Satelit PTRM. Pertimbangan membuka layanan klinik di beberapa tempat dalam satu daerah dilakukan untuk mempermudah akses, sebab salah satu alasan putus obat (drop out) adalah sulitnya mengakses layanan. Persiapan membuka klinik PTRM melibatkan banyak pihak lintas sektoral. Mulai dari penilaian kebutuhan layanan, penentuan sarana kesehatan pelaksana layanan, persiapan SDM, pemenuhan sarana dan pra sarana klinik, penyiapan perangkat literatur kebijakan sebagai landasan hukum, aktivasi, dan pengawasan. Setiap tahap, utamanya pada proses persiapan tidak hanya ditentukan oleh sektor kesehatan seperti Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan tetapi juga oleh pihak lain dengan masing-masing peran. Akibatnya, seringkali ditemukan kendala yang seolah-olah menghambat proses aktivasi layanan PTRM. Pelaksanaan PTRM dipenuhi secara komprehensif dengan mempertimbangkan strategi kemandirian daerah yang mampu menjamin keberlanjutan layanan. Semua langkah yang diperlukan untuk mendirikan klinik PTRM sesuai standar minimal, sebagaimana ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan meliputi garis besar petunjuk sebagai berikut: 1. Penyelenggaraan Unit PTRM: a. Prosedur Pengajuan Pendirian Unit PTRM b. Prosedur Pembukaan Unit Baru PTRM c. Prosedur Penutupan Unit PTRM 2. Prosedur Pelaporan Pelaksanaan PTRM 3. Prosedur Penyelenggaraan Supervisi oleh Rumah Sakit Pengampu 4. Prosedur Pengajuan Persediaan Logistik Metadon:
  • 14. - 14 - a. Pengajuan pembelian secara mandiri b. Pemberian metadon oleh donor 5. Prosedur Penetapan Manajemen Klinik Unit PTRM dan Teknis Medis A. Ketetapan Menteri Kesehatan tentang PTRM Keputusan Menteri Kesehatan dikeluarkan dengan ketentuan: 1. Penerbitan SK dilakukan secara umum untuk penetapan Rumah Sakit Pengampu sesuai evidens epidemiologi HIV/AIDS terkait kelompok risti Penasun 2. Penerbitan SK Menkes mengacu pada surat persetujuan aktivasi klinik PTRM yang dikeluarkan lebih dulu oleh Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan B. Prosedur Penetapan Rumah Sakit Pengampu PTRM 1. Kriteria Rumah Sakit yang dapat ditetapkan sebagai Pengampu a. Rumah Sakit merupakan rujukan layanan Odha di wilayah setempat b. Berpengalaman dalam memberikan pelayanan terapi rumatan metadon minimal 1 tahun sebelum membuka klinik satelit lain c. Memiliki pengalaman dalam penanganan pasien adiksi Napza d. Mengampu klinik-klinik satelit yang berada dalam satu propinsi maksimal 8 klinik e. Memiliki tim PTRM terlatih: khususnya dalam terapi rumatan metadon dan umumnya dalam adiksi Napza 2. Tatalaksana penetapan a. Penunjukkan Rumah Sakit sebagai Pengampu PTRM dilakukan oleh Menteri Kesehatan c.q Dirjen Bina Upaya Kesehatan c.q Direktorat Bina Upaya Kesehatan Rujukan sesuai telaah kebutuhan dan kemampuan bersama Subpokja Pengurangan Dampak Buruk Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan Propinsi setempat
  • 15. - 15 - b. Penerbitan SK Penetapan Pengampu PTRM dikeluarkan paling lambat pada bulan April setiap tahun c. Kementerian Kesehatan dan Dinkes Propinsi perlu melakukan pembinaan melalui bimbingan teknis, orientasi pedoman, dan pemantapan keterampilan melalui clinical mentoring sebelum serta selama Rumah Sakit menjalankan tugas sebagai Pengampu d. Setelah penetapan maksimal satu tahun harus mulai melaksanakan tugas sebagai Pengampu PTRM e. Apabila dalam 1 tahun tugas Pengampuan belum dilaksanakan karena berbagai hal, maka pembinaan atas kemampuan dan keterampilan Rumah Sakit perlu ditingkatkan f. Dalam satu propinsi apabila tidak terdapat Rumah Sakit yang memenuhi kriteria sebagai Pengampu, maka fungsi pengampuan akan dilaksanakan oleh Pengampu yang terdekat dengan propinsi setempat g. Apabila Rumah Sakit Pengampu sesudah dievaluasi tidak memenuhi kriteria sebagai Pengampu, maka status pengampuan dapat dialihkan h. Apabila dalam propinsi tersebut belum terdapat satu unit PTRM maka Kementerian Kesehatan tidak perlu menetapkan Rumah Sakit Pengampu 3. Penanggung-Jawab Kegiatan Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan C. Prosedur Pengajuan Pendirian Unit PTRM 1. Kriteria tempat layanan yang dapat mengajukan unit PTRM: a. Berbasis rumah sakit/puskesmas/lapas/rutan b. Untuk rumah sakit/puskesmas: memiliki tenaga kesehatan minimal dokter, perawat, dan apoteker c. Untuk lapas/rutan: memiliki tenaga kesehatan minimal dokter, perawat d. Memiliki ruang yang memadai untuk layanan PTRM:
  • 16. - 16 - 1) Ruang dispensing (pelayanan metadon) 2) Ruang penyimpanan dengan lemari penyimpanan obat narkotika khusus sesuai dengan ketentuan yang berlaku 3) Ruang konseling/periksa 4) Ruang tunggu e. Pengalaman melayani pasien napza f. Lokasi Puskesmas/ Rumah Sakit/Lapas/Rutan merupakan daerah kantong pengguna heroin suntik berdasarkan pendataan yang dilakukan oleh lembaga penelitian/LSM/komunitas g. Lokasi Puskesmas/Rumah Sakit tidak berdekatan dengan layanan PTRM yang sudah ada (waktu tempuh minimal 15 menit untuk kota-kota besar dan 30 menit untuk daerah) h. Lokasi Puskesmas/Rumah Sakit tidak berdekatan dengan sarana pendidikan (radius minimum 500 meter) 2. Penanggung jawab Daerah: Dinas Kesehatan setempat Pusat: Direktorat Bina Kesehatan Jiwa, Subpokja Pengurangan Dampak Buruk Kementerian Kesehatan Khusus Lapas/Rutan : Direktur Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan HAM 3. Sumber daya manusia yang dibutuhkan Jumlah staf unit PTRM minimal 1 tim terlatih (2 dokter, 2 perawat, 1 apoteker/asisten) untuk maksimal 100 (seratus) orang pasien 4. Prosedur untuk Rumah Sakit/Puskesmas a. Didukung oleh komitmen pemerintah setempat, dibuktikan dengan surat kesanggupan Pemda tentang disediakannya sarana dan prasarana layanan, serta kesanggupan melanjutkan layanan-termasuk penyediaan metadon–guna menjaga kesinambungan layanan b. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota mengajukan surat permohonan kepada Dinas Kesehatan Propinsi, untuk kemudian
  • 17. - 17 - dilakukan telaah kelayakan pembukaan PTRM oleh Dinas Kesehatan Propinsi c. Dinas Kesehatan Propinsi setempat mengajukan surat permohonan kepada Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan cq Direktorat Bina P Kesehatan Jiwa dengan lampiran surat kesanggupan Pemda setempat d. Surat permohonan ditelaah bersama dengan Subpokja Penguranagan Dampak Buruk Kementerian Kesehatan maksimal 30 hari kerja yang terhitung sejak diterimanya surat permohonan di Direktorat Bina Kesehatan Jiwa e. Aktivitas sebelum aktivasi: 1) Visitasi asesmen oleh Kementerian Kesehatan bersama Dinas Kesehatan setempat dan Rumah Sakit Pengampu untuk melihat kesiapan sarana/prasarana dan ketersediaan anggaran untuk keberlangsungan program. 2) Pelatihan bagi tim 3) Pelaporan dan penetapan Puskesmas/Rumah Sakit yang bersangkutan sebagai unit PTRM melalui Keputusan Menteri Kesehatan f. Aktivasi dilakukan setelah memenuhi standar prosedur aktivasi unit PTRM g. Dirjen Bina Upaya Kesehatan menerbitkan Surat Persetujuan Aktivasi menerbitkan Surat Persetujuan Aktivasi yang ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan tembusan Rumah Sakit Pengampu, dan Ditwas Napza Badan POM 5. Prosedur untuk Lapas/Rutan a. Kepala Lapas/Kepala Rutan mengajukan surat permohonan kepada Kantor Wilayah Hukum dan Hak Asasi Manusia Propinsi untuk mendapatkan persetujuan atas telaah kelayakan membuka layanan PTRM, selanjutnya b. Kantor Wilayah Hukum dan Hak Asasi Manusia Propinsi mengajukan surat permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Pronvinsi untuk mendapatkan persetujuan atas telaah kelayakan membuka layanan PTRM,
  • 18. - 18 - c. Dinas Kesehatan Provinsi mengeluarkan rekomendasi tentang pembukaan layanan PTRM di satelit Lapas/Rutan wilayah setempat d. Kepala Kantor Wilayah Hukum dan Hak Asasi Manusia mengajukan permohonan aktivasi klinik PTRM beserta semua rencana kebutuhan kepada Direktur Jenderal Pemasyarakatan, dengan dilampirkan surat rekomendasi dari Dinas Kesehatan Propinsi e. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan cq.Direktorat Bina Khusus Narkotika Kementerian Hukum dan HAM mengajukan permintaan aktivasi layanan PTRM di Lapas/Rutan kepada Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan cq. Direktur Bina Kesehatan Jiwa. f. Aktivitas sebelum aktivasi: 1) Visitasi penilaian oleh Kementerian Hukum dan HAM beserta Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi, Kanwil Hukham Propinsi setempat dan Rumah Sakit Pengampu untuk melihat kesiapan sarana/prasarana dan ketersediaan anggaran untuk keberlangsungan program 2) Pelatihan bagi tim PTRM 3) Pelaporan dan penetapan Lapas/Rutan sebagai unit PTRM melalui Keputusan Menteri Kesehatan g. Aktivasi dilakukan setelah memenuhi standar prosedur aktivasi unit PTRM h. Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan menerbitkan Surat Persetujuan Aktivasi yang ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan tembusan RS Pengampu, Ditwas Napza Badan POM, dan khusus untuk Satelit Lapas/Rutan ditembuskan kepada Ditjen Pemasyarakatan (PAS) Kementerian Hukum dan HAM
  • 19. - 19 - 6. Alur Pengajuan Pendirian Klinik PTRM SUBPOKJA Dinas Kesehatan Dirjen Bina Upaya Dinkes PENGURANGAN Kab/kota Kesehatan cq Direktorat Provinsi DAMPAK BURUK (surat kesanggupan) Bina Kesehatan Jiwa KEMENTERIAN KESEHATAN Surat persetujuan VISITE KEPUTUSAN aktivasi Dirjen BERITA ACARA BERSAMA KE MENTERI Bina Upaya VISITE LOKASI KESEHATAN Kesehatan Aktivasi 7. Alur Pengajuan Pendirian Klinik PTRM Satelit LP/Rutan Ka.Kanwil Surat Ka.LP/Ka.Rutan Dinkes Provinsi Hukham Rekomendasi Persiapan : Visitasi Ditjen Bina Upaya Kesehatan Ka.Kanwil Bersama, Cq.Dit. Bina Dit.Jend.PAS dengan surat Pelatihan Tim Kesehatan Jiwa Rekomensi PTRM, Dinkes Provinsi Pelaporan Keputusan Aktivasi Menteri Kesehatan
  • 20. - 20 - D. Prosedur Aktivasi Unit PTRM 1. Ruang Lingkup Pembukaan Klinik Baru PTRM Pembukaan/aktivasi klinik dilakukan maksimal 3 (tiga) bulan setelah visitasi dan memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Komitmen dukungan Pemda setempat dan Kantor Wilayah Hukum dan HAM untuk Lapas/Rutan b. Memiliki sarana/prasarana yang sesuai c. Menyediakan anggaran untuk keberlangsungan PTRM 2. Prosedur Aktivasi a. Pelatihan PTRM bagi tim unit PTRM baru b. Sosialisasi pembukaan layanan secara internal dan eksternal (masyarakat setempat dan LSM oleh Klinik/Pemerintah daerah/Rumah Sakit Pengampu) c. Pelaksanaan pelayanan dengan didampingi oleh tim Rumah Sakit Pengampu . d. Daerah Dengan Rumah Sakit Pengampu 1) Visitasi asesmen yang dilakukan oleh Rumah Sakit Pengampu dan Dinas Kesehatan setempat 2) Pelaksanaan pelayanan dengan didampingi oleh tim Rumah Sakit Pengampu di daerah tersebut. e. Daerah Tanpa Rumah Sakit Pengampu 1) Visitasi asesmen yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan setempat. 2) Pelaksanaan pelayanan dengan didampingi oleh tim dari RS Pengampu yang ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan E. Prosedur Peninjauan Ulang Keberadaan Unit PTRM 1. Kondisi Unit PTRM akan ditinjau ulang jika: a. Tidak menjalankan standar penyelenggaraan PTRM sesuai pedoman nasional dalam waktu satu tahun
  • 21. - 21 - b. Jumlah pasien aktif rata-rata kurang dari 20 orang selama 2 tahun c. Pengelolaan metadon tidak sesuai dengan ketentuan pengelolaan narkotika. Hal ini mengingat: 1) Penyimpanan dan pelaporan adalah bagian dari pengelolaan narkotika 2) Sebagai tindak lanjut dari hasil pengawasan yang dilakukan oleh Badan POM sesuai dengan perannya 2. Tata Laksana: a. Unit PTRM satelit: 1) Atas kondisi di atas, Rumah Sakit pengampu dapat memberikan surat teguran kepada unit PTRM satelit: a) Tertulis pertama b) Tertulis kedua c) Tertulis ketiga 2) Rumah Sakit pengampu membahas masalah tersebut dengan Dinkes Provinsi setempat 3) Apabila tidak terdapat kemajuan, maka Dinkes Provinsi setempat mengajukan usulan penutupan klinik Satelit PTRM pada Ditjen Bina Upaya Kesehatan cq Direktorat Bina Kesehatan Jiwa dengan tembusan Direktorat Bina Upaya Kesehatan Rujukan dan Direktorat Pengendalian Penyakit Menular cq. Subdit Pengendalian AIDS dan Penyakit Menular Seksual 4) Subpokja Pengurangan Dampak Buruk Kementerian Kesehatan melakukan telaah dan memberikan rekomendasi kepada Dirjen Bina Upaya Kesehatan 5) Dirjen Bina Bina Upaya Kesehatan atas nama Menteri Kesehatan membuat surat keputusan penutupan layanan
  • 22. - 22 - b. Rumah Sakit Pengampu: 1) Atas kondisi a di atas, Dirjen Bina Upaya Kesehatan dapat memberikan surat teguran kepada Unit PTRM Rumah Sakit Pengampu: a) Tertulis pertama b) Tertulis kedua c) Tertulis ketiga 2) Ditjen Bina Yanmedik membahas masalah tersebut dengan Dinkes Provinsi setempat 3) Apabila tidak terdapat kemajuan, maka Ditjen Bina Upaya Kesehatan mengajukan usulan penutupan Rumah Sakit Pengampu PTRM pada Menteri Kesehatan tembusan surat kepada Direktorat Bina Kesehatan Jiwa dengan tembusan Direktorat Bina Upaya Kesehatan Rujukan dan Direktorat Pemberantasan Penyakit Menular cq. Subdit AIDS dan PMS , 4) Subpokja Pengurangan Dampak Buruk Kementerian Kesehatan melakukan telaah dan memberikan rekomendasi kepada Dirjen Bina Upaya Kesehatan 5) Dirjen Bina Upaya Kesehatan atas nama Menteri Kesehatan membuat surat keputusan penutupan layanan F. Prosedur Advokasi Layanan Pada Pemangku Kepentingan Definisi: Proses pemberian informasi (diseminasi, sosialisasi) serta negosiasi atas dampak penyelenggaraan layanan yang menimbulkan keresahan pemangku kepentingan, dengan tujuan mendapatkan pemahaman yang sama untuk mencapai kesepakatan Pelaksana Advokasi: 1. Pemerintah Daerah 2. Penanggung-jawab klinik PTRM 3. Tokoh masyarakat
  • 23. - 23 - Tata laksana: 1. Unit PTRM menerima laporan dari masyarakat atau kelompok tertentu yang tidak setuju/merasa terganggung dengan keberadaan klinik PTRM 2. Koordinator Klinik PTRM akan melakukan koordinasi dengan Pemda dan atau Tokoh Masyarakat 3. Pemda, Penanggung-Jawab Unit PTRM, dan Tokoh Masyarakat mengadakan pertemuan untuk menentukan langkah-langkah advokasi 4. Advokasi akan dilakukan sesuai dengan permasalahan yang ada 5. Dilakukan tindak lanjut dari hasil advokasi tersebut oleh PenangungJawab Klinik G. Peran Rumah Sakit Pengampu (prosedur supervisi RS Pengampu) Mengacu pada Peran dan Prosedur Supervisi Rumah Sakit Pengampu. H. Sumber Daya Manusia untuk Layanan Komprehensif di Rumah Sakit Pengampu Sumber daya manusia yang memberikan pelayanan PTRM adalah tim yang terdiri dari multidisiplin ilmu, yaitu: 1. Dokter umum 2. Dokter spesialis kedokteran jiwa 3. Dokter spesialis lain yang terkait 4. Perawat 5. Apoteker 6. Konselor adiksi 7. Psikolog klinis 8. Pekerja sosial 9. Petugas laboratorium
  • 24. - 24 - 10. Petugas administrasi 11. Petugas keamanan Masing-masing dapat menjalankan tugas dan fungsi sesuai dengan kompetensi dan ketrampilannya. Kompetensi yang harus ada dari seorang dokter/spesialis dalam memberikan pelayanan PTRM adalah: 1. Sikap dan profesionalisme : a. Menghargai pasien dan tidak menghakimi. b. Kenali keterbatasan diri dan konfidensialitas. c. Mampu berkomunikasi pada pasien, anggota keluarganya dan mereka yang berarti dalam hidup pasien, guna memastikan perawatan optimal. d. Mampu berkomunikasi dengan terapis lain yang diperlukan pasien. e. Mampu merujuk sesuai dengan kebutuhan kesehatan pasien 2. Kemampuan menilai: a. Kesehatan fisik, mental, sosial, dan lingkungan pasien. b. Masalah pasien dan membuat diagnosis. 3. Membuat rencana terapi. a. Membuat pilihan terapi yang dapat diterapkan dan dipenuhi pasien. b. Perencanaan penatalaksanaan sesuai perjalanan terapi dan keadaan pasien. c. Melakukan informed consent d. Memfasilitasi masuk terapi dengan aman. 4. Melakukan penatalaksanaan kondisi yang menyertai gangguan penggunaan napza. a. Mengenal dan memulai penatalaksanaan masalah medik, psikiatrik dan sosial
  • 25. - 25 - b. Mengintegrasikan rehabilitasi napza dalam kerangka kerja rawatan medik bagi pasien. 5. Penatalaksanaan pasien a. Melakukan penyampaian informasi farmakologik pada setiap pemberian farmakoterapi. b. Melakukan pemberian farmakoterapi dengan mempertimbangkan keamanan. c. Melakukan pengelolaan pemindahan ke farmakoterapi lain jika diperlukan. d. Melakukan pemutusan farmakoterapi. e. Melakukan penilaian ulang, pemantauan, dan evaluasi perjalanan kesehatan pasien. f. Melakukan terapi terstruktur yang tepat. I. Sarana, Prasarana, dan Peralatan 1. Sarana a. Lokasi Lokasi PTRM berada di sekitar poli rawat jalan dan sebaiknya ditempatkan di area yang tidak terlalu ramai. b. Ruangan Sarana layanan PTRM harus memiliki beberapa ruangan yang terdiri dari ruangan untuk ruang tunggu, pemeriksaan kesehatan, konseling individual, konseling kelompok, tempat memberikan obat metadon, penyimpanan sementara, dan penyimpanan metadon. Ruang tempat penyimpanan metadon harus aman dan terjaga, dekat dengan pos petugas keamanan. Ruang atau loket untuk pemberian dosis hanya memungkinkan satu orang dilayani pada satu saat. Loket tersebut harus ada pengamanan khusus, yaitu adanya pemisah antar pemberi obat dengan penerima metadon.
  • 26. - 26 - 2. Prasarana a. Cahaya Seluruh ruangan dalam sarana pelayanan PTRM adalah ruangan yang memiliki kecukupan cahaya baik dengan listrik maupun cahaya matahari serta memiliki ventilasi yang memadai. b. Limbah Sarana pelayanan PTRM harus memiliki tatacara pembuangan limbah sesuai pedoman sanitasi rumah sakit, baik untuk limbah padat dan cair (tempat untuk cuci gelas). c. Tempat cuci tangan Sarana pelayanan PTRM harus memiliki tempat cuci tangan sebagai salah satu upaya kewaspdaan baku dan kewaspadaan transmisi. 3. Peralatan a. Peralatan Medik Peralatan medik yang diperlukan mencakup: 1) Pompa pengukur dosis untuk metadon 2) Sediaan metadon. 3) Stetoskop 4) Tensimeter 5) Timbangan 6) Tempat tidur periksa 7) Steps tool 8) Peralatan pertolongan pertama: semprit suntik, desinfektan, kapas, obat-obat gawat darutat lain dan nalokson (Narcan). b. Peralatan Nonmedik Peralatan nonmedik di antaranya: 1) Meja, kursi
  • 27. - 27 - 2) Alat tulis kantor 3) Komputer (jika memungkinkan) 4) Telepon 5) Gelas 6) Botol kosong untuk dosis bawa pulang Tempat khusus untuk membawa sediaan metadon dari instalasi farmasi ke PTRM J. Prosedur Pengajuan Pengadaan Pelatihan PTRM Bagi Tenaga Kesehatan 1. Prosedur Untuk Rumah Sakit/Puskesmas a. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota mengajukan surat permohonan pengajuan pelatihan PTRM disertai nama Klinik yang akan dilatih kepada Dinas kesehatan Propinsi, b. Dinas Kesehatan Propinsi setempat mengajukan surat permohonan pelaksanaan pelatihan PTRM kepada Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan cq Direktorat Bina Kesehatan Jiwa. c. Surat permohonan diterima oleh Direktorat Bina Kesehatan Jiwa maksimal 1,5 bulan sebelum Pelatihan dilaksanakan, untuk persiapan pelatihan dan pengajuan Sertifikasi dan Akreditasi ke Pusdiklat PPSDM Kementerian Kesehatan. d. Dinas Kesehatan Provinsi dan Direktorat Bina Kesehatan Jiwa melengkapi persyaratan yang diperlukan untuk pengajuan sertifikasi & akreditasi pelatihan PTRM. e. Surat permohonan pengajuan pelatihan ditelaah bersama dengan Subpokja Penguranagan Dampak Buruk Kementerian Kesehatan maksimal 30 hari kerja yang terhitung sejak diterimanya surat permohonan di Direktorat Bina Kesehatan Jiwa. f. Direktorat Bina Kesehatan Jiwa membuat surat konfirmasi kepada Dinas Kesehatan Provinsi setempat bahwa Pelatihan dapat dilaksanakan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
  • 28. - 28 - g. Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa membuat undangan pelatihan kepada Dinas Kesehatan Provinsi cq. Dinas Kesehatan Kab/Kota untuk diteruskan kepada Klinik yang akan dilatih. h. Pelatihan PTRM untuk Tenaga Kesehatan wajib menggunakan Buku Modul dan Kurikulum Pelatihan PTRM dan Pedoman PTRM yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan. i. Sertifikasi dan Akreditasi Pelatihan PTRM yang diberikan kepada peserta latih diterbitkan oleh Pusdiklat PPSDM Kementerian Kesehatan. 2. Prosedur Untuk Lapas/Rutan a. Direktorat Bina Khusus Narkotika Ditjen Pemasyarakatan – Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mengajukan surat permohonan pelaksanaan pelatihan PTRM disertai nama Lapas/Rutan yang akan dilatih kepada Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan cq Direktorat Bina Kesehatan Jiwa. b. Surat permohonan diterima oleh Direktorat Bina Kesehatan Jiwa maksimal 1,5 bulan sebelum Pelatihan dilaksanakan, untuk persiapan pelatihan dan pengajuan Sertifikasi dan Akreditasi ke Pusdiklat PPSDM Kementerian Kesehatan. c. Direktorat Bina Khusus Narkotika dan Direktorat Bina Kesehatan Jiwa melengkapi persyaratan yang diperlukan untuk pengajuan sertifikasi & akreditasi pelatihan PTRM. d. Surat permohonan pengajuan pelatihan ditelaah bersama dengan Subpokja Pengurangan Dampak Buruk Kementerian Kesehatan maksimal 30 hari kerja yang terhitung sejak diterimanya surat permohonan di Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa. e. Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa membuat surat konfirmasi kepada Direktorat Bina Khusus Narkotika bahwa Pelatihan dapat dilaksanakan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. f. Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa membuat undangan pelatihan kepada Direktorat Bina Khusus Narkotika untuk diteruskan kepada Lapas/ Rutan yang akan dilatih.
  • 29. - 29 - g. Pelatihan PTRM untuk Tenaga Kesehatan wajib menggunakan Buku Modul & Kurikulum Pelatihan PTRM dan Pedoman PTRM yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan. h. Sertifikasi dan Akreditasi Pelatihan PTRM yang diberikan kepada peserta latih diterbitkan oleh Pusdiklat PPSDM Kementerian Kesehatan. 3. Alur Pengajuan Pelatihan PTRM untuk Rumah Sakit/Puskesmas Dinkes Subpokja Kab/kota Dinkes Ditjen Bina Upaya Pengurangan (surat Provinsi Kesehatan cq Direktorat Dampak Buruk permohonan + Bina Kesehatan Jiwa Kementerian nama klinik yg Kesehatan akan dilatih) Pelatihan PTRM Dit Bina Kesehatan Jiwa Dit Bina Bagi Tenaga mengeluarkan Kesehatan Jiwa Sertifikasi & Kesehatan Undangan (Surat Akreditasi Konfirmasi Pelatihan PTRM Pelatihan PTRM kepada Dinkes (diterbitkan oleh Pusdiklat PPSDM Provinsi) Kementerian Kesehatan) 4. Alur Pengajuan Pelatihan PTRM untuk Lapas / Rutan Dit Binsustik - Dephukham Ditjen Bina Upaya Subpokja Pengurangan (surat permohonan disertai Kesehatan cq Direktorat Dampak Buruk Kementerian nama lapas/rutan yg akan Bina Kesehatan Jiwa Kesehatan dilatih) Dit Bina Sertifikasi & Akreditasi Dit Bina Kesehatan Pelatihan PTRM Pelatihan Kesehatan Jiwa Jiwa(Surat (diterbitkan oleh PTRM Bagi mengeluarkan Konfirmasi kepada Pusdiklat PPSDM Tenaga Undangan DitBinsustik) kalibrasi yang telah Kesehatan Pelatihan PTRM ditentukan oleh badan tersebut.
  • 30. - 30 - K. Pengorganisasian Pelayanan metadon memerlukan kesungguhan pengawasan karena sifat terapinya yang membuat kepatuhan penyedia jasa layanan dan pasien pada ketentuan terapi harus dijalankan sesuai program berdasarkan pedoman dan Standar Prosedur Operasional. Layanan tersebut dipimpin oleh seseorang yang mampu menyelaraskan kebutuhan terapi dengan perkembangan fisik, psikologik, sosial dan lingkungan pasien maupun perkembangan teknologi serta prosedur penyediaan sarana, prasarana, alat dan obat untuk kelanjutan program. Gambaran pengorganisasian adalah sebagai berikut: Skema Pengorganisasian di Rumah Sakit Direktur Rumah Sakit Direktur Penunjang Direktur Medik dan Keperawatan Direktur Keuangan Rawat Jalan Konselor Laboratorium Farmasi Radiologi Pencatatan Medis Pelayanan PTRM
  • 31. - 31 - Skema Pengorganisasian di Puskesmas KEPALA. PUSKESMAS KOORDINATOR KOORDINATOR BAGIAN YANKES KESMAS UMUM PTRM
  • 32. - 32 - Skema Pengorganisasian di Lapas KALAPAS KASUBAG TU KAUR KEPEG KAUR UMUM DAN KEUANGAN KASI ADM KEPALA KPLP KASI BINADIK KASI GIATJA KAMTIB KASUBSI KASUBSI BIMKER KASUBSI REGISTRASI & PHK KEAMANAN KASUBSI KASUBSI SARANA KASUBSI PETUGAS BIMKEMASWAT KERJA PELAPORAN PENGAMANAN TATIB POLIKLINIK DAPUR PTRM
  • 33. - 33 - Skema Pengorganisasian di Rutan Kepala RUTAN Keamanan & Pelayanan Bimbingan Perlengkapan Pengamanan Tahanan Kegiatan Register Poliklinik Bantuan Hukum Dapur HIV TBC IMS PTRM SANITASI IBU HAMIL OBAT & ALKES Penja Program Obat Administrasi Pelaksana Struktur organisasi: 1. Pimpinan PTRM adalah seorang dokter sekaligus sebagai penanggung jawab. 2. Penanggung jawab perencanaan dan pelaporan obat adalah kepala instalasi farmasi.
  • 34. - 34 - L. Satelit PTRM Satelit PTRM adalah unit layanan terapi rumatan metadon yang disediakan di wilayah lokal dimana prevalensi HIV/AIDS dan IDU memiliki peningkatan signifikan (hot spot area). Satelit PTRM harus memenuhi kriteria sebagai penyedia layanan kesehatan. Satelit PTRM adalah sarana pelayanan kesehatan, misalnya Rumah Sakit, PUSKESMAS, dan unit kesehatan Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) khusus untuk penanganan kasus narapidana narkotika. Rumah Sakit yang merupakan rujukan untuk terapi metadon merupakan pengampu bagi satelit PTRM, serta memiliki tanggung-jawab untuk pendampingan klinis pemberian pelayanan terapi metadon di satelit. Satelit berfungsi menyediakan layanan PTRM secara langsung sesuai pedoman dan SOP yang berlaku, dan melanjutkan terapi yang diberikan oleh RS Rujukan PTRM. Satelit dapat melakukan rujukan ke RS Rujukan PTRM. Selain itu satelit berguna untuk menjangkau IDU secara lebih luas di wilayah kerjanya. Berikut skema kemitraan antara RS PTRM dan Satelit: Keterangan: = Fungsi pendampingan untuk mempersiapkan layanan PTRM secara menyeluruh dan distribusi metadon sesuai kebutuhan masing- masing satelit, serta melakukan MONITORING DAN EVALUASI teknis. = Menyampaikan pelaporan rutin dan permintaan sediaan sirup metadon. Menyampaikan rujukan untuk penanganan terapi lanjutan dan dosis awal sesuai kebutuhan pasien yang bersangkutan.
  • 35. - 35 - RS PTRM (Rumah Sakit Pengampu) Satelit 1 Satelit 2 Satelit 3 M. Hari dan Jam Kerja Pelayanan PTRM Pelayanan PTRM buka setiap hari, tujuh hari dalam seminggu, dengan jam kerja sepanjang mungkin, bergantung pada kemampuan masing- masing PTRM. Pada bulan puasa jam kerja harus disesuaikan. Meski demikian, penerimaan pasien baru hanya pada hari kerja dan jam kerja resmi.
  • 36. - 36 - BAB IV PROTOKOL TERAPI Dalam protokol terapi, terdapat beberapa hal yang berkaitan dengan pemilihan pasien dan dosis. Jumlah pasien yang direkrut disesuaikan dengan luasnya ruangan yang tersedia, lamanya jam kerja, dan sumber daya manusia yang tersedia di masing-masing program terapi metadon. Namun demikian perlu diperhatikan bahwa pada setiap program terapi metadon sebaiknya jumlah pasien setiap harinya tidak lebih dari 200-250 pasien. Kepadatan pengunjung akan mengundang ketidaknyamanan dan memancing agresifitas klien dan pemberi layanan. Mulailah dengan dengan merekrut hanya 4-5 orang klien baru setiap minggu. Pada tahun pertama jumlah klien direkomendasikan tidak melebihi 100 orang setiap klinik guna memberi kesempatan penyesuaian kemampuan pemberi layanan dalam mengikuti langkah terapi. Hal ini tidak berlaku bagi klinik yang mempunyai staf berpengalaman. Terapi metadon diindikasikan bagi mereka yang mengalami ketergantungan opioid dan telah menggunakan opioid secara teratur untuk periode yang lama. Untuk lebih jelasnya terdapat beberapa kriteria inklusi dan eksklusi berikut ini. A. Kriteria Inklusi: Kriteria inklusi harus meliputi: 1. Memenuhi kriteria ICD-X untuk ketergantungan opioid. 2. Usia yang direkomendasikan: 18 tahun atau lebih. Klien yang berusia kurang dari 18 tahun harus mendapat second opinion dari profesional medis lain. 3. Ketergantungan opioida (dalam jangka waktu 12 bulan terakhir). 4. Sudah pernah mencoba berhenti menggunakan opioid minimal satu kali.
  • 37. - 37 - B. Kriteria Eksklusi Kriteria eksklusi harus meliputi: 1. Pasien dengan penyakit fisik berat. Hal ini perlu pertimbangan khusus yakni meminta pendapat banding profesi medik terkait. 2. Psikosis yang jelas. Perlu pertimbangan psikiater untuk menentukan langkah terapi. 3. Retardasi mental yang jelas. Perlu pertimbangan psikiater untuk menentukan langkah terapi. Program Terapi Metadon tidak diberikan pada pasien dalam keadaan overdosis atau intoksikasi opiat. Penilaian terhadap pasien tersebut dapat dilakukan sesudah pasien tidak dalam keadaan overdosis atau intoksikasi. C. Seleksi Pasien Seleksi kesehatan fisik dan psikososial pasien dilakukan oleh seorang dokter yang terlatih dalam terapi substitusi metadon. Dokter ini harus memiliki sertifikasi dari Kementerian Kesehatan, mengikuti pelatihan terkait, dan konseling yang berhubungan dengan penyakit HIV/AIDS.
  • 38. - 38 - D. Alur Pasien Petugas Rekam Medis: Ruang PRMPRM Catat, Administrasi, Form Penilaian fisik & PASIEN DATANG Status mental emosional Sendiri /Rujukan Bayar Penetapan diagnosis Perencanaan terapi Penentuan Dosis Surat Persetujuan Pemeriksaan Lab Form Kontrak terapi Informed Consent Kartu Identitas Pemeriksaan Radiologi Ruang Konseling: Adiksi- Metadon Keluarga – VCT Terapi Infeksi Oportunistik + ART Loket pemberian metadon (ruang dispensing) Periksa identitas, dosis, KELUAR sikap, gejala. Pasien minum Tanda Tangan Pasien Catat – lapor oleh petugas (perawat/asisten apoteker) Gambar 2. Alur Layanan Pasien/Klien
  • 39. - 39 - E. Pemberian Dosis Awal Metadon Dosis awal yang dianjurkan adalah 15-30 mg untuk tiga hari pertama. Kematian sering terjadi bila menggunakan dosis awal yang melebihi 40 mg. Pasien harus diobservasi 45 menit setelah pemberian dosis awal untuk memantau tanda-tanda toksisitas atau gejala putus obat. Jika terdapat intoksikasi atau gejala putus obat berat maka dosis akan dimodifikasi sesuai dengan keadaan. Estimasi yang terlalu tinggi tentang toleransi pasien terhadap opiat dapat membawa pasien kepada risiko toksik akibat dosis tunggal. Dan juga pasti meningkatkan risiko yang lebih sering terjadi yaitu keadaan toksik akibat akumulasi metadon sebab metadon dieliminasi lambat sebab waktu paruhnya panjang. Estimasi toleransi pasien terhadap metadon yang terlalu rendah menyebabkan risiko pasien untuk menggunakan opiat yang ilegal bertambah besar akibat kadar metadon dalam darah kurang, dan akan memperpanjang gejala putus zat maupun periode stabilisasi. Metadon harus diberikan dalam bentuk cair dan diencerkan sampai menjadi 100cc dengan larutan sirup. Pasien harus hadir setiap hari di klinik. Metadon akan diberikan oleh asisten apoteker atau perawat yang diberi wewenang oleh dokter .Pasien harus segera menelan metadon tersebut di hadapan petugas PTRM. Petugas PTRM akan memberikan segelas air minum. Setelah diminum, petugas akan meminta pasien menyebutkan namanya atau mengatakan sesuatu yang lain untuk memastikan bahwa metadon telah ditelan. Pasien harus menandatangani buku yang tersedia, sebagai bukti bahwa ia telah menerima dosis metadon hari itu. F. Fase Stabilisasi Terapi Substitusi Metadon 1. Fase stabilisasi bertujuan untuk menaikkan perlahan-lahan dosis dari dosis awal sehingga memasuki fase rumatan. Pada fase ini risiko intoksikasi dan overdosis cukup tinggi pada 10-14 hari pertama. 2. Dosis yang direkomendasikan digunakan dalam fase stabilisasi adalah dosis awal dinaikkan 5-10 mg tiap 3-5 hari. Hal ini bertujuan untuk melihat efek dari dosis yang sedang diberikan. Total kenaikan dosis tiap minggu tidak boleh lebih 30 mg. Apabila pasien masih menggunakan heroin maka dosis metadon perlu ditingkatkan.
  • 40. - 40 - 3. Kadar metadon dalam darah akan terus meningkat selama 5 hari setelah dosis awal atau penambahan dosis. Waktu paruh metadon cukup panjang yaitu 24 jam, sehingga bila dilakukan penambahan dosis setiap hari akan terjadi akan berbahaya akibat akumulasi dosis. Karena itu, penambahan dosis dilakukan setiap 3-5 hari. 4. Sangat penting untuk diingat bahwa tak ada hubungan yang jelas antara besarnya jumlah dosis opiat yang dikonsumsi seorang penasun dengan dosis metadon yang dibutuhkannya pada PTRM. Selama minggu pertama fase stabilisasi pasien harus datang setiap hari di klinik atau dirawat di rumah sakit untuk diamati secara cermat oleh profesional medis terhadap efek metadon (untuk memperkecil kemungkinan terjadinya overdosis dan penilaian selanjutnya). 5. Pasien yang mengikuti program terapi metadon yang secara konsisten menggunakan benzodiazepin, kokain, atau amfetamin mempunyai risiko yang signifikan terhadap komplikasi dan mempunyai prognosis yang lebih buruk. Sebagai tambahan, dapat disebutkan bahwa kombinasi alkohol, sedativa dan opiat berjangka kerja pendek (misalnya oksikodon dan hidromorfon) secara nyata meningkatkan risiko kematian akibat overdosis. G. Kriteria Penambahan Dosis Beberapa kriteria penambahan dosis adalah sebagai berikut: 1. adanya tanda dan gejala putus opiat (obyektif dan subyektif); 2. jumlah dan/atau frekuensi penggunaan opiat tidak berkurang; dan 3. craving tetap masih ada. Prinsip terapi pada PTRM adalah start low go slow aim high; artinya memulai dosis yang rendah adalah aman, peningkatan dosis perlahan adalah aman, dan dosis rumatan yang tinggi adalah lebih efektif. H. Fase Rumatan Terapi Substitusi Metadon Dosis rumatan rata-rata adalah 60-120 mg per hari. Dosis rumatan harus dipantau dan disesuaikan setiap hari secara teratur tergantung dari keadaan pasien. Selain itu banyak pengaruh sosial lainnya yang menjadi
  • 41. - 41 - pertimbangan penyesuaian dosis. Fase ini dapat berjalan selama bertahun-tahun sampai perilaku stabil, baik dalam bidang pekerjaan, emosi dan kehidupan sosial. I. Fase Penghentian Metadon Metadon dapat dihentikan secara bertahap perlahan (tappering off). Penghentian metadon dapat dilakukan pada keadaan berikut: 1. Pasien sudah dalam keadaan stabil 2. Minimal 6 bulan pasien dalam keadaan bebas heroin 3. Pasien dalam kondisi yang stabil untuk bekerja dan dalam lingkungan rumah Penurunan dosis maksimal sebanyak 10%. Penurunan dosis yang direkomendasikan adalah setiap 2 minggu. Pemantauan perkembangan psikologis pasien harus diperhatikan. Jika ada emosi tidak stabil, dosis dapat dinaikkan kembali. J. Pemantauan Pasien Pasien diobservasi setiap hari setelah minum dosis pertama terutama untuk tanda-tanda intoksikasi dalam tiga hari pertama. Jika terjadi gejala intoksikasi, dokter harus menilai lebih dulu dosis berikut yang akan digunakan. Dalam bulan pertama terapi, dokter melakukan evaluasi ulang pada pasien minimal satu kali seminggu. Dan selanjutnya, dokter melakukan evaluasi ulang pada pasien minimal setiap bulan. Penambahan dosis, selalu harus didahului dengan evaluasi ulang pada pasien. Penilaian yang dilakukan terhadap pasien meliputi: 1. Derajat keparahan gejala putus obat 2. Intoksikasi 3. Penggunaan obat lain 4. Efek samping 5. Persepsi pasien terhadap kecukupan dosis
  • 42. - 42 - 6. Kepatuhan terhadap regimen obat yang diberikan 7. Kualitas tidur, nafsu makan, dan lain-lain. K. Kriteria Drop Out 1. Pasien dinyatakan drop-out dari program apabila dalam 7 hari berturut-turut pasien berhenti meminum obat dan tanpa informasi keberadaan. 2. Untuk kembali menerima layanan PTRM, maka pasien harus mengajukan permohonan kembali mengikuti prosedur untuk penerimaan pasien baru. Sesudah didiskusikan oleh tim, pasien bisa dimasukkan kembali dalam program metadon. L. Prosedur Pemberian Dosis Bawa Pulang 1. Definisi Dosis Bawa Pulang (Take-home Dose/THD): Adalah pemberian dosis bawa pulang karena pasien tidak dapat hadir di klinik oleh karena suatu sebab yang dapat dipertanggungjawabkan. Pemberian THD mengikuti aturan pemberian dosis (diencerkan). 2. Kriteria inklusi pasien dengan dosis bawa pulang: a. Secara klinis sudah stabil: dosis sudah harus mencapai tingkat stabil: tidak lagi menunjukkan gejala putus zat, dan dosis menetap selama 3 bulan tanpa pernah mengalami penurunan dosis yang diakibatkan oleh ketidakhadiran b. Sosial: hadir minimal 90% perbulan dalam 3 bulan pertama atau memiliki aktifitas rutin (bekerja, sekolah/kuliah) yang dibuktikan dengan surat keterangan dari tempat kerja/sekolah atau keterangan dari keluarga/LSM yang menjadi pendamping. c. Kognitif: petugas menilai pasien dapat bertanggungjawab atas dosis yang dibawa pulang. d. Emosional: tidak melakukan tindak kekerasan verbal, fisik, psikologis. e. Hasil pemeriksaan urine benzo dan opiat negatif pada saat mengajukan permohonan THD.
  • 43. - 43 - f. Pasien belum melewati masa stabil: hanya untuk keadaan sangat mendesak, seperti misalnya sakit, kecelakaan, musibah (bencana alam,kebakaran, kebanjiran, keluarga inti meninggal), dipenjara (pada lapas/rutan yang belum tersedia layanan PTRM). 3. Prosedur pemberian dosis bawa pulang (Take Home Dose): a. Untuk pasien belum mencapai masa stabil: 1) Memiliki kondisi yang mendesak (emergency), THD dapat diberikan maksimum untuk satu hari saja 2) Setidaknya pasien didampingi oleh keluarga inti (yang tertera dalam kartu keluarga dan bukan pengguna) dalam upaya memperoleh THD 3) Terapis/Klinik memberikan surat keterangan pemberian THD b. Untuk pasien yang telah melewati masa stabil dalam program : 1) Pasien mengajukan THD 1 hari sebelumnya pada hari kerja 2) Membawa persyaratan : materai 6000, pendamping, fotokopi KTP pendamping, fotokopi KK 3) Pemberian THD dapat diberikan kembali apabila regimen THD sebelumnya telah habis 4) Pasien dan pendamping menandatangani perjanjian THD 5) Terapis/Klinik memberikan surat keterangan pemberian THD yang berlaku selama 1 bulan c. Pemberian THD bagi pasien yang sudah stabil : 1) Sebelum 1 tahun THD maksimal diberikan 1 dosis bila pasien datang sendiri, jika dengan wali dapat diberi 2 dosis 2) 1-3 tahun THD maksimal diberikan 2 dosis bila datang sendiri, jika dengan wali dapat diberi 3 dosis 3) Setelah 3 tahun untuk pasien dengan dosis < 150 mg THD dapat diberikan maksimal 2 dosis bila datang sendiri, jika dengan wali dapat diberi 5 dosis. Pasien dengan dosis > 150 mg mengikuti klausul 1-3 tahun Pemberian THD dengan dosis diatas 200 mg maksimal hanya boleh 2 THD.
  • 44. - 44 - d. Metadon THD agar diberikan dalam wadah yang sama atau mendekati wadah asli disertai etiket atau pelabelan yang mencantumkan nama dan alamat sarana PTRM, dokter penanggungjawab, nama pasien, tandatangan, tanggal,dan tempat penyerahan. 4. Penghentian THD THD dapat dihentikan bila: a. Hasil spot cek positif untuk opiat dan benzo yang menandakan adanya penyalahgunaan (tidak terkait dengan penggunaan secara medis legal) b. Bila “missing dose” > 3 hari c. Melakukan tindak kekerasan d. Melakukan penyalahgunaan THD (dijual, diberikan kepada orang lain) e. Secara klinis terlihat menyalahgunakan zat f. Menjual NAPZA ilegal M. Prosedur Dosis yang Hilang, Dicuri atau Tumpah 1. Penjelasan: Dosis metadon yang dibawa pulang adalah menjadi tanggungjawab pasien sepenuhnya, dan dianggap telah dipergunakan sesuai dengan aturan yang telah diberitahukan kepada pasien dan walinya. 2. Prosedur Dosis yang Hilang, Dicuri, atau Tumpah: a. Pasien melaporkan kehilangan dosisnya kepada klinik dan atau pihak berwajib. b. Apabila dosis tersebut tumpah di klinik maka harus dicari tanda atau bekas tumpahan dosis tersebut oleh petugas klinik. c. Apabila dosis tumpah di luar klinik, dan tidak dapat dibuktikan dengan kasat mata, maka tidak diberikan penggantian dosis, kecuali tampak tanda-tanda putus opioid. Hal ini untuk mengurangi resiko penyalahgunaan.
  • 45. - 45 - d. Permintaan penggantian dosis dapat dipenuhi dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1) Terdapat bukti yang kuat bahwa dosis tersebut benar-benar tumpah. 2) Pasien dalam kondisi hamil yang dikuatirkan akan timbul gejala putus opioid. 3) Pasien dengan dosis stabil yang menunjukkan gejala putus opioida. 4) Pasien dengan dosis stabil, kooperatif, dan dapat dipercaya yang kehilangan dosis bawa pulang untuk beberapa hari e. Pemberian dosis pengganti harus disepakati oleh tim PTRM setempat, dan ditulis dalam catatan medis pasien. Untuk kasus penggantian dosis karena hilang/dicuri harus disertai dengan surat keterangan kehilangan dari pihak yang berwajib f. Dalam hal pasien yang kehilangan mengalami kesulitan dalam memperoleh surat kehilangan dari pihak yang berwajib, maka klinik dapat membantu fasilitasi. g. Pemberian dosis pengganti harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1) Dosis pengganti diberikan di klinik metadaon dan dilakukan pengawasan, untuk menghindari bahaya keracunan. 2) Dosis pengganti tidak diberikan sebagai dosis bawa pulang, hal inin untuk menghindari penyalahgunaan. 3) Jumlah dosis pengganti adalah sesuai dengan dosis yang hilang, tumpah, atau dicuri tersebut. h. Pasien harus tetap diberikan peringatan dan penjelasan bahaya keracunan akibat pemberian dosis pengganti, dikarenakan dosis pengganti mungkin tidak sama persis jumlahnya dengan dosis yang hilang.
  • 46. - 46 - N. Prosedur Dosis yang Dimuntahkan 1. Penjelasan: Dosis yang dimuntahkan adalah dosis metadon yang telah diminum/ditelan oleh pasien yang kemudian karena sesuatu hal maka pasien tersebut muntah sehingga dosis metadon yang telah diminum/ditelan tersebut ikut dikeluarkan juga. 2. Prosedur: a. Pasien melapor kepada petugas klinik bahwa telah memuntahkan dosis metadon yang diterima. b. Petugas klinik memastikan bahwa pasien tersebut benar-benar telah muntah dan ada saksi dari petugas klinik. c. Besarnya dosis pengganti adalah sebagai berikut: 1) Muntah kurang dari 10 menit setelah minum metadon maka diberikan dosis pengganti penuh 2) Muntah 10 - 30 menit setelah minum metadon maka diberikan dosis pengganti 50% dari dosis yang telah diminum hari itu 3) Muntah 30 - 45 menit setelah minum metadon maka diberikan dosis pengganti 25% dari dosis yang telah diminum hari itu 4) Muntah lebih dari 45 menit setelah minum metadon maka tidak diberikan dosis pengganti d. Pasien harus tetap diberikan peringatan dan penjelasan bahaya keracunan akibat pemberian dosis pengganti, dikarenakan dosis pengganti mungkin tidak sama persis jumlahnya dengan dosis yang hilang. e. Pada pasien yang mengalami muntah berulang maka perlu dipertimbangkan untuk melakukan evaluasi klinis lebih lanjut dan pemberian obat anti muntah.
  • 47. - 47 - O. Prosedur Dosis Terbagi 1. Pengertian: dosis terbagi adalah dosis harian metadon seorang pasien yang seharusnya diminum satu kali namun karena suatu hal maka dosis tersebut diberikan menjadi dua kali sehari, yang pembagiannya ditentukan oleh petugas. 2. Prosedur: a. Dosis yang dapat dipertimbangkan untuk dibagi adalah sama dengan atau lebih dari 150 mg perhari atas indikasi medik b. Pasien dilakukan penilaian fisik termasuk munculnya gejala putus opioid. c. Pembagian dosis dilakukan oleh tim PTRM. d. Dosis yang diminumkan di klinik PTRM harus tiga per empat dosis dan sisanya dapat dibawa pulang bilamana diperlukan terutama pada klinik-klinik dengan jam layanan terbatas. P. Pemeriksaan Urin Tes urin terhadap penggunaan obat (Urine Drug Screen) merupakan pemeriksaan objektif untuk mendeteksi adanya metabolit opiat dalam urin. Pastikan bahwa urin yang diperiksa adalah urin dari pasien yang bersangkutan. Dalam hal terapi metadon, UDS dapat berguna pada keadaan berikut: 1. Periksa urin pasien di awal terap untuk tujuan diagnostik yaitu untuk memastikan apakah pasien pernah atau tidak menggunakan opiat atau zat adiktif lain sebelumnya. Tahap ini merupakan suatu tindakan wajib. 2. Tiap-tiap klinik melakukan monitoring terhadap semua pasiennya paling tidak dengan melakukan cek urin mendadak secara berkala, minimal satu kali dalam setahun. 3. Jika pasien mendesak untuk membawa take home doses, maka tes urin dapat dilakukan sebagai bahan pertimbangan untuk membantu pengambilan keputusan.
  • 48. - 48 - 4. Hasil tes urin yang positif terhadap heroin menjadi pertimbangan untuk meningkatkan dosis metadon. Apabila pasien masih menggunakan heroin maka dosis metadon perlu ditingkatkan. UDS dapat dilakukan dengan kriteria: 1. Secara acak tetapi tidak setiap bulan. 2. Pada keadaan tertentu: intoksikasi, withdrawal, dan tindak kekerasan. Q. Dosis yang Terlewat Hilangnya toleransi terhadap opiat yang secara klinis jelas dapat terjadi bila pasien tidak mengkonsumsi metadon walaupun hanya tiga hari. Karena alasan tersebut, maka bila pasien tidak datang ke PTRM selama tiga hari berturut-turut atau lebih, perawat atau pekerja sosial yang bertugas harus melaporkan kepada dokter yang bertugas serta meminta pasien untuk mengunjungi dokter. Dokter memberikan dosis kembali ke dosis awal atau 50% dari dosis yang terakhir diberikan. Re-evaluasi klinik harus dilakukan. Bila pasien tidak datang lebih dari 7 hari maka dikembalikan kepada dosis awal. Bila pasien tidak datang berulang-ulang lebih dari 3-6 bulan maka pasien dinilai ulang seperti pasien baru. R. Efek Samping Kemungkinan terjadinya efek samping yang berat biasanya terjadi ketika dokter sedang meningkatkan dosis. Efek samping yang biasanya terjadi adalah konstipasi, mengantuk, berkeringat, mual, muntah, masalah seksual, gatal-gatal, jerawat. S. Overdosis metadon Bahaya utama karena overdosis adalah terhambatnya pernafasan, yang dapat diatasi dengan memberi nalokson-HCl (Narcan) sesuai dengan SOP. Pemberian naloxon bisa sampai 24 jam karena waktu paruh metadon yang panjang karena itu pasien perlu perawatan di rumah sakit.
  • 49. - 49 - T. Interaksi Obat Walaupun tidak terdapat kontraindikasi absolut pemberian suatu obat bersama metadon, beberapa jenis obat harus dihindarkan bila pasien mengkonsumsi metadon. Antagonis opiat harus dihindari. Barbiturat, efavirenz, estrogen, fenitoin, karbamazepin, nevirapin, rifampisin, spironolakton, dan verapamil akan menurunkan kadar metadon dalam darah. Sebaliknya, amitriptilin, flukonazol, flufoksamin, dan simetidin akan meningkatkan kadar metadon dalam darah. Etanol secara akut akan meningkatkan efek metadon dan metadon akan menunda eliminasi etanol. Tabel 1. Interaksi Obat Lain dengan Metadon Jenis Obat Efek Mekanisme Alkohol* Me↑ efek sedasi Menambah depresi sistem saraf pusat (SSP). Me↑ depresi napas Kombinasinya dapat me↑ potensi hepatotoksik. Barbiturat* Me↓ kadar metadon Barbiturat merangsang enzim hati yang terlibat dalam Me↑ efek sedasi mempertahankan kadar Menambah depresi SSP metadon. Benzodiazepin* Memperkuat efek sedasi Menambah depresi SSP Buprenorfin* Efek antagonis atau Buprenorfin adalah agonis memperkuat sedasi dan depresi parsial dari reseptor opiat napas Despiramin* Meningkatkan kadar despiramin Mekanismenya masih belum hingga faktor dua diketahui pasti Fenitoin* Menurunkan kadar metadon Fenitoin merangsang enzim hati yang terlibat dalam metabolisme metadon Fluoksetin* Meningkatkan kadar metadon Menurunkan metabolisme tapi tidak signifikan seperti metadon Sertralin
  • 50. - 50 - Jenis Obat Efek Mekanisme fluvoksamin Fluvoksamin* Meningkatkan kadar metadon Menurunkan metabolisme dalam plasma metadon Indinavir* Meningkatkan kadar metadon Menurunkan metabolisme metadon Karbamazepin* Me↓ kadar metadon Karbamazepin merangsang enzim hati yang terlibat dalam metabolisme metadon. Ketoconazol* Meningkatkan kadar metadon Menurunkan kadar metadon Kloral hidrat* Memperkuat efek sedasi Menambah depresi SSP Klormetiazol* Memperkuat efek sedasi Menambah depresi SSP Meprobamat* Meningkatkan efek sedasi dan Menambah depresi SSP depresi napas Naltrekson* Menghambat efek metadon Antagonis opioid (kerja lama) Nalokson* Menghambat efek metadon Antagonis opioid (kerja cepat), tapi mungkin diperlukan jika timbul overdosis Nevirapin* Menurunkan kadar metadon Meningkatkan metabolisme metadon Pengalkali Meningkatkan kadar metadon Mengurangi ekskresi urin, misal dalam plasma metadon dalam urin natrium bikarbonat* Pengasam Menurunkan kadar metadon Meningkatkan ekskresi urin, misal dalam plasma metadon dalam urin asam askorbat* Rifampisin* Menurunkan kadar metadon Rifampisin merangsang enzim hati yang terlibat dalam metabolisme metadon
  • 51. - 51 - Jenis Obat Efek Mekanisme Rifabutin* Menurunkan kadar metadon Meningkatkan metabolisme metadon Ritonavir* Menurunkan kadar metadon Meningkatkan metabolisme dalam plasma metadon Siklazin dan Injeksi siklazin dengan opioid Menambah efek psikoaktif. antihistamin menimbulkan halusinasi. Memiliki efek antimuskarinik sedatif lain* pada dosis tinggi. Tioridazin* Memperkuat efek sedasi yang Memperkuat depresi SSP tergantung dosis Zidovudin* Meningkatkan kadar zidovudin Tidak diketahui dalam plasma. Tidak memiliki efek terhadap kadar metadon. Zopiklon* Memperkuat efek sedasi Menambah depresi SSP Memperkuat efek depresi napas Agonis opioid Memperkuat efek sedasi Menambah depresi SSP lainnya* Memperkuat efek depresi napas Obat depresi Memperkuat efek sedasi yang Menambah depresi SSP SSP* lainnnya tergantung dosis (misal neuroleptik, hyosin) * Clinically important U. Keadaan Khusus Pasien yang diterapi metadon mungkin mengalami beberapa keadaan khusus berikut ini. 1. Transfer ke naltrekson Pemberian naltrekson pada pasien yang secara fisik tergantung pada opioid akan memperberat timbulnya gejala putus obat yang parah. Pasien yang diterapi metadon sebaiknya menjalankan detoksifikasi
  • 52. - 52 - metadon, diikuti 14 hari bebas obat untuk memberi kesempatan eliminasi metadon dalam tubuh. Konsultasi para ahli diperlukan untuk menangani pasien seperti ini. 2. Transfer ke bruprenorfin. Buprenorfin memiliki afinitas terhadap reseptor mu yang lebih besar dibanding metadon, namun kerjanya lebih lebih lemah pada reseptor tersebut. Berikut adalah tabel konversi metadon ke buprenorfin. Tabel 2. Konversi Metadon Ke Buprenorfin Dosis Metadon Terakahir Dosis Buprenorfin Hari I Dosis Buprenorfin Hari Berikut 1 – 10 mg ( 8 mg atau > ) 2 mg 2 – 4 mg 10 – 20 mg ( 8 – 16 mg ) 4 mg 4 – 8 mg 20 – 40 mg ( < 30 mg ) 4 mg 6 – 8 mg > 60 mg Transfer menunjukkan gejala putus zat Untuk dosis metadon di atas 60 mg, diperlukan penurunan dosis terlebih dahulu dengan proses detoksifikasi bertahap, baru kemudian dikonversi ke dosis buprenorfin. Penurunan dosis metadon dilakukan dengan 2,5 – 5 mg per minggu. V. Prosedur Rujukan (Alih Layanan) Pasien PTRM 1. Definisi Proses mengalihkan pasien atas permintaan sendiri atau keputusan klinisi dari satu layanan ke layanan lain dapat bersifat sementara atau menetap karena alasan yang dapat dipertanggungjawabkan 2. Syarat (salah satu) a. Pasien sudah dalam kondisi stabil (merujuk prosedur THD) b. Perilaku pasien sulit diatasi di suatu layanan
  • 53. - 53 - 3. Tata laksana a. Pasien/petugas mengajukan permohonan alih layanan/rujukan b. Tim PTRM mengadakan rapat untuk mengambil keputusan pemindahalihan c. Tim menghubungi layanan yang dituju untuk meminta persetujuan pemindahalihan d. Tim membuat surat rujukan yang diserahkan kepada pasien dalam amplop tertutup yang menyebutkan: jumlah dosis dalam narasi, tanggal terakhir minum, lamanya berada dalam program, eligibilitas THD (kelayakan), alasan pindah, alih layanan sementara menyebutkan kurun waktu e. Layanan penerima rujukan melakukan asesmen dan memberikan terapi sebagaimana mestinya. f. Untuk alih layanan sementara : selesai kurun waktu pengalihan diberikan surat pengantar kembali ke unit layanan awal. Apabila pasien masih memerlukan pelayanan di tempat rujukan, maka surat rujukan harus diperbaharui. Pasien dianggap sebagai pasien tetap di tempat rujukan apabila surat rujukan tidak diperbaharui. Alih layanan sementara maksimal selama 1 bulan. g. Untuk alih layanan dalam Registrasi Online hanya dapat dilakukan dalam kondisi tertentu, yakni: 1) Bencana alam 2) Bencana manusia 3) Tertutupnya akses untuk mencapai klinik layanan PTRM tetap 4) Sedang menjalani rawat inap di Klinik PTRM terdekat 5) Apabila pasien melaksanakan perjalanan ke luar wilayah dalam jangka waktu singkat W. Prosedur Pemberian Metadon pada Pasien yang Berada di Kantor Polisi/Rutan/Lapas yang Tidak Terdapat Layanan PTRM: 1. Orang tua/wali datang ke klinik membawa surat keterangan bahwa yang bersangkutan berada di insitusi tersebut di atas
  • 54. - 54 - 2. Petugas PTRM mendiskusikan jumlah metadon yang boleh dibawa dengan ortu/wali maksimal 3 dosis tiap kali orang tua/wali datang 3. Petugas klinik PTRM bekerjasama dengan petugas kesehatan/penerima metadon di institusi tersebut di atas 4. Setiap keluhan dari pasien harus dilaporkan oleh orangtua/wali kepada petugas PTRM 5. Setiap mengambil dosis metadon orang tua/wali membawa bukti bahwa metadon diminum oleh pasien berupa paraf dan nama jelas disertai stempel dari petugas insitusi yang menerimanya 6. Bila telah selesai masa tahanan atau pindah, orang tua/wali melapor ke klinik PTRM 7. Klinik PTRM membuat surat rujukan pindah ke tempat layanan berikutnya X. Prosedur Penatalaksanaan Perilaku Tidak Menyenangkan/Mengancam Pelaksana Layanan PTRM (Pasien Lain) Definisi : Adalah proses penatalaksanaan secara administratif dan atau hukum atas perbuatan/tindakan yang tidak menyenangkan, mengancam, melanggar hukum terhadap masyarakat layanan PTRM (petugas, pasien, dan keluarganya) oleh pihak lain (pasien dan atau masyarakat) yang terjadi di lingkungan klinik. Kriteria penatalaksanaan klinis/manajemen : 1. Apabila pasien melanggar peraturan yang berlaku dilayanan PTRM 2. Melakukan kekerasan verbal/fisik karena tidak menerima keputusan tim PTRM Tatalaksana: 1. Petugas yang mengalami/mengetahui kejadian melaporkan secara verbal dan tertulis ke penanggung jawab klinik. Laporan ditembuskan kepada direktur Rumah Sakit atau kepala Puskesmas. 2. Pelaku dipanggil oleh penanggung jawab klinik dan tim PTRM untuk dimintai keterangan lebih detail.
  • 55. - 55 - 3. Penanggung jawab klinik akan mengadakan rapat intern dengan tim untuk menentukan keputusan yang diambil. 4. Apabila diperlukan penanggung-jawab klinik dapat membawa masalah ini kepada manajemen Rumah Sakit/Puskesmas untuk memperoleh solusi 5. Keputusan disampaikan kepada pelaku dan keluarganya dalam waktu 1X24 jam oleh penanggung-jawab klinik/manajemen Rumah Sakit dan Puskesmas Y. Dikeluarkan Dari Program Secara Paksa Ada beberapa alasan yang perlu pertimbangan untuk mengeluarkan pasien dari PTRM, antara lain: 1. Pasien mengancam keselamatan atau kenyamanan anggota staf, pasien lain, atau seseorang yang berkaitan dengan mereka. 2. Pasien terlibat dalam perilaku merusak di tempat milik PTRM. 3. Pasien yang diketahui memperjualbelikan atau berbagi metadon dengan orang lain 4. Pasien yang diketahui mencuri metadon dari klinik atau melakukan tindak kriminal lain di lingkungan PTRM. 5. Semua keputusan untuk mengeluarkan pasien dari program harus berdasarkan keputusan tim PTRM dan disetujui oleh Direktur Rumah sakit atau Kepala Puskesmas atau Kepala Lapas/Rutan. Z. Prosedur Rujukan (Alih Layanan) untuk Pasien Asing PTRM (Warga Negara Asing) 1. Definisi Proses penatalaksanaan pemberian metadon untuk pasien asing (Warga Negara Asing) yang dapat bersifat sementara atau menetap karena alasan yang dapat dipertanggungjawabkan 2. Syarat a. Memiliki surat rujukan dan catatan rekam medis dari Klinik PTRM asal pasien asing tersebut.
  • 56. - 56 - b. Memenuhi persyaratan kelengkapan dokumen identitas pasien asing tersebut (pasport, visa/ijin tinggal) c. WNA tersebut sedang ada pekerjaan atau kegiatan lain di Indonesia untuk sementara waktu (maksimal 6 bulan). 3. Tata laksana a. Petugas melakukan verifikasi tentang kelengkapan dokumen identitas pasien dan surat rujukan pasien asing tersebut. b. Tim PTRM melakukan verifikasi tentang catatan medis pasien dengan penilaian fisik, mental & emosional pasien. c. Petugas melakukan pencatatan administrasi, form status pasien dan pembayaran d. Pasien masuk ke loket pemberian metadon, untuk melakukan pemeriksaan identitas, dosis, sikap dan gejala. Setelah pemeriksaan, pasien minum metadon didepan petugas dan tanda tangan di laporan harian pasien. e. Untuk alih layanan sementara : selesai kurun waktu pengalihan diberikan surat pengantar kembali ke unit layanan awal. Apabila pasien masih memerlukan pelayanan di tempat rujukan, maka surat rujukan harus diperbaharui. Pasien dianggap sebagai pasien tetap di tempat rujukan apabila surat rujukan tidak diperbaharui. ZA. Prosedur Manajemen Logistik Metadon Pada bulan Mei tahun berjalan, Subpokja Harm Reduction Kementerian Kesehatan membuat rencana kebutuhan metadon tahun berikutnya, dimana di dalamnya tertera hal-hal sebagai berikut: 1. Estimasi kebutuhan Rumah Sakit Pengampu dan satelitnya 2. Sumber dana pengadaan metadon: APBN Kementerian Kesehatan, APBD Pemerintah Daerah, Rumah Sakit, APBN BNN, serta donor atau sumber lain serta jumlah botol yang akan didanai masing-masing Kementerian Kesehatan menyusun perencanaan kebutuhan tahunan bersama semua unsur terkait: Puskesmas, Rumah Sakit Pengampu,
  • 57. - 57 - Lapas/Rutan, Kementerian Hukum dan HAM, Dinas Kesehatan, BPOM, donor. Pembuatan rencana di atas didasarkan oleh: 1. Rekapitulasi laporan bulanan penggunaan metadon dari Rumah Sakit Pengampu 2. Perkiraan penggunaan metadon pada layanan PTRM baru 1. Tahap Perencanaan a. Kebutuhan tahunan metadon dari masing-masing unit layanan (termasuk satelit) diajukan kepada Rumah Sakit Pengampu dengan memperlihatkan rincian kebutuhan setiap bulan berdasarkan proyeksi jumlah pasien, serta sumber pendanaan (institusi/Pemda/Lembaga donor yang tidak mengikat). (masukan dari Ditjen Binfar dan Alkes) b. Rumah Sakit Pengampu PTRM membuat rencana kebutuhan metadon pertahun dengan memperlihatkan rincian kebutuhan setiap bulan berdasarkan proyeksi jumlah pasien, serta sumber pendanaan (institusi/Pemda/Lembaga donor yang tidak mengikat) dan diajukan kepada Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan c.q Direktorat Bina Kesehatan Jiwa. (masukan dari Ditjen Binfar dan Alkes) c. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan c.q Direktorat Bina Kesehatan Jiwa menyampaikan permohonan kebutuhan kepada Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan cq. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, tembusan Direktorat Bina Upaya Kesehatan Rujukan, Direktorat Pengendalian Penyakit Menular Langsung dan Direktorat Pengawasan Napza Badan POM. (masukan dari Ditjen Binfar dan Alkes) d. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan meminta industri farmasi yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan untuk memproduksi/menyediakan metadon. (masukan dari Ditjen Binfar dan Alkes)
  • 58. - 58 - 2. Pengadaan Metadon dari Donor Setiap bantuan dari donor dilakukan pengadaan dengan mekanisme sebagai berikut: a. Kementerian Kesehatan mengajukan permintaan bantuan pengadaan metadon HCl kepada organisasi donor. b. Organisasi donor yang menyetujui bantuan pengadaan, mengirimkan surat resmi tentang persetujuan jumlah metadon yang akan dihibahkan. c. Kementerian Kesehatan cq. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mengeluarkan Izin Pemesanan (sinkronisasi) Narkotika untuk Industri farmasi yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan. (masukan dari Ditjen Binfar dan alkes) d. Industri farmasi yang ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan bersama organisasi donor menandatangani kontrak pengadaan sesuai prosedur pengadaan obat dan ketentuan peraturan Perundangan-undangan. e. Di dalam dokumen kontrak harus jelas menyebutkan bahwa 1) Kementerian Kesehatan adalah penerima manfaat langsung dari hasil pengadaan (end user); dan 2) obat disimpan/dititipkan/dikelola di gudang industri farmasi. f. Hasil pengadaan obat metadon diserahterimakan dari Industri Farmasi kepada Kementerian Kesehatan cq. Direktorat Bina Kesehatan Jiwa untuk kemudian dititipkan kembali kepada industri farmasi tersebut. g. Setiap bulan industri farmasi menyampaikan laporan mutasi barang kepada Direktorat Bina Kesehatan Jiwa dan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. h. Industri Farmasi mengirimkan surat penagihan resmi untuk pembayaran metadon kepada donor sesuai kontrak dan ketentuan peraturan perundang-undangan disertai Berita Acara Penerimaan Barang.