1. Kepedulian Sosial Dalam Islam
Oleh: Irvanuddin
Dalam kesempatan kali ini izinkan saya untuk pertama-tama
menyampaikan beberapa kisah yang terjadi pada masa Rasulullah.
Boleh jadi sebagian dari kita sudah hafal isi kisah tersebut namun
kesibukan sehari-hari membuat kita sejenak terlupa, boleh jadi
sebagian dari kita sudah paham betul esensi dari kisah yang akan
disampaikan di bawah ini, namun tak ada salahnya untuk sedikit merenungi kembali kisah-kisah
ini dan berkaca ke lubuk hati kita. Di bagian lain kita akan lihat sejumlah ayat Qur'an yang
berkenaan dengan tema utama kita kali ini.
Kita terbang lima belas abad kebelakang. Di suatu tempat terlihat Rasulullah saw berkumpul
bersama para sahabatnya yang kebanyakan orang miskin. Sekedar menyebut beberapa nama
sahabat yang hampir semuanya bekas budak, yaitu Salman al-Farisi, Ammar bin Yasir, Bilal,
Suhayb Khabab bin Al-Arat. Pakaian mereka lusuh, berupa jubah bulu yang kasar. Tetapi
mereka adalah sahabat senior Nabi, para perintis perjuangan Islam.
Serombongan bangsawan yang baru masuk islam datang ke majelis Nabi. Ketika melihat
orang-orang di sekitar Nabi, mereka mencibir dan menunjukkan kebenciannya. Mereka berkata
kepada Nabi, "Kami mengusulkan kepada Anda agar Anda menyediakan majelis khusus bagi
kami. Orang-orang Arab akan mengenal kemuliaan kita. Para utusan dari berbagai kabilah arab
akan datang menemuimu. Kami malu kalau mereka melihat kami duduk dengan budak-budak
ini. Apabila kami datang menemui Anda, jauhkanlah mereka dari kami. Apabila urusan kami
sudah selesai, bolehlah anda duduk bersama mereka sesuka Anda."
Uyainah bin Hishn menegaskan lagi, "Bau Salman al-Farisi mengangguku (Ia menyindir bau
jubah bulu yang dipakai sahabat nabi yang miskin). Buatlah majelis khusus bagi kami sehingga
kami tidak berkumpulbersama mereka. Buat juga majelis bagi mereka sehingga mereka tidak
berkumpul bersama kami."
Tiba-tiba turunlah malaikat jibril menyampaikan surat al-An'am [6] ayat 52:
"Dan janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi hari dan di
petang hari, sedang mereka menghendaki keridhaan-Nya. Kamu tidak memikul tanggung jawab
sedikitpun terhadap perbuatan mereka. Begitu pula mereka tidak memikul tanggung jawab
1
2. sedikitpun terhadap perbuatanmu,yang menyebabkan kamu (berhak) mengusir mereka, sehingga
kamu termasukorang-orang yang zalim."
Nabi saw segera menyuruh kaum fukara duduk lebih dekat lagi sehingga lutut-lutut mereka
merapat dengan lutut Rasulullah saw. "Salam 'Alaikum," kata Nabi dengan keras, seakan-akan
memberikan jawaban kepada usul para pembesar Quraisy.
Setelah itu, turun lagi surat al-Kahfi [18] ayat 28:
"Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi
dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari
mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti
orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan
adalah keadaannya itu melewati batas."
Sejak itu, apabila kaum fukara ini berkumpul bersama Nabi, beliau tidak meninggalkan
tempat sebelum orang-orang miskin itu pergi. Apabila beliau masuk ke majelis, beliau memilih
duduk dalam kelompok mereka.Seringkali beliau berkata, "Alhamdulillah, terpuji Allah yang
menjadikan di antara umatku kelompok yang aku diperintahkan bersabar bersama mereka.
Bersama kalianlah hidup dan matiku. Gembirakanlah kaum fukara muslim dengan cahaya
paripurna pada hari kiamat. Mereka mendahului masuk surga sebelum orang-orang kaya
setengah hari, yang ukurannya 500 tahun. Mereka bersenang-senang di surga sementara orang-
orang kaya tengah diperiksa amalnya."
Sekarang bukalah cermin di hati kita. Tariklah nafas sejenak untuk berkaca ke dalam cermin
itu. Apakah kita seperti pembesar Quraisy yang terganggu dengan bau tubuh orang miskin.
Apabila tamu datang, kota kita bersihkan dan mereka, kaum fukara, dipinggirkan. Kota baru
gemerlap bila mereka disingkirkan. Pemandangan baru indah bila rumah-rumah kumuh digusur.
Ah...betapa perilaku kita lebih menyerupai pembesar quraisy daripada perilaku Nabi Yang
Mulia.
Dalam kesempatan lain Nabi bertemu dengan seorang sahabat, Sa'ad al-Anshari yang
memperlihatkan tangannya yang melepuh karena kerja keras. Nabi bertanya, "mengapa
tanganmu hitam, kasar dan melepuh?" Sa'ad menjawab, "tangan ini kupergunakan untuk mencari
nafkah bagi keluargaku." Nabi yang mulia berkata, "ini tangan yang dicintai Allah," seraya
mencium tangan yang hitam, kasar dan melepuh itu. Bayangkanlah, Nabi yang tangannya selalu
berebut untuk dicium oleh para sahabat, kini mencium tangan yang hitam, kasar dan melepuh.
2
3. Bukalah cermin hati kita lagi. Turunlah kita ke bawah. Tengoklah jutaan tangan yang hitam
dan melepuh menunggu uluran kasih sayang kita. Setelah Nabi, adakah di antara kita yang mau
mencium tangan orang miskin? Bukankah dengan status yang kita miliki, gelar akademik yang
kita raih, kesejahteraan yang kita nikmati, kita merasa jauh lebih pantas bila orang miskin
mencium tangan kita. Kalau hati terasa berat, andaikata kultur tak mengizinkan kita berbuat hal
itu, manakala ego terasa meningkat, bukankah paling tidak kita ganti rasa hormat yang
seharusnya kita berikan dengan kasih sayang pada mereka. Bila Nabi mau mencium tangan
mereka, maukah kita untuk paling tidak menyisihkan sebagian rezeki yang kita peroleh sebagai
rasa sayang kita pada mereka.
Di atas kita telah mengutip sejumlah kisah dalam hidup Nabi. Bukankah sebagai ummatnya
kita telah berikrar untuk menjadikan segala perilaku beliau sebagai contoh teladan (uswatun
hasanah). Untuk menguatkan bahwa Islam sangat menonjolkan kepedulian sosial, mari kita buka
Al-Qur'an. Bukankah Al-Qur'an adalah rujukan kita yang pertama dalam hidup ini.
1. Surat al-Balad [90] ayat 10 -18
"Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan Maka tidakkah sebaiknya (dengan
hartanya itu) ia menempuh jalan yang mendaki lagi sukar?Tahukah kamu apakah jalan yang
mendaki lagi sukar itu? (yaitu) melepaskan budak dari perbudakan, atau memberi MAKAN pada
hari kelaparan(kepada) anak YATIM yang ada hubungan kerabat, atau orang MISKIN yang
sangat fakir. Dan dia termasuk orang-orang beriman dan saling berpesanuntuk bersabar dan
saling berpesan untuk berkasih sayangMereka (orang-orang yang beriman dan saling berpesan
itu) adalah golongan kanan"
Ayat-ayat di atas menjelaskan bahwa ada dua jalan yang bisa kita pakai dalam memanfaatkan
harta kita. Al-Qur'an menyarankan kita untuk mengambil jalan yang sukar dan mendaki, yaitu
memerdekakan budak atau memberi makan pada anak yatim atau orang miskin. Allah tidak
menjelaskan tentang jalan yang mudah, melainkan memberi contoh jalan yang sukar.
Mengapa disebut jalan yang sukar? karena kebanyakan manusia enggan atau merasa berat
atau merasa sukar untuk melakukannya. Bila kita mampu mengalahkan rasa berat dan rasa sukar
pada diri kita dalam beramal, maka Allah menjanjikan kita termasuk golongan yang kanan; ahli
surga. Bukalah cermin hati kita sekali lagi. Apakah kita merasa sukar untuk beramal pada orang
miskin dan anak yatim? Hanya cermin hati yang teramat dalam yang mampu menjawabnya
dengan jujur.
3
4. 2. Surat al-Ma'arij [70] ayat 19-25
"Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi KIKIR, Apabila ia ditimpa
kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikania amat kikir, kecuali orang-orang
yang mengerjakan SHALAT, yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya, dan orang-orang
yang dalam HARTAnyatersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang
yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta)"
Secara tegas Allah menyebutkan bahwa keluh kesah dan kikir itu telah menjadi sifat bawaan
manusia sejak ia diciptakan. Allah melukiskan sifat manusia dengan sangat baik. Bagi saya
pribadi, ayat di atas telah menelanjangi sifat kita. Bukankah kalau kita tidak memiliki harta kita
sering berkeluh kesah, sebaliknya, kalau memiliki banyak harta kita cenderung untuk kikir. Lalu
bagaimana caranya agar sifat bawaan (keluh kesah & kikir) kita tersebut tidak menjelma atau
dapat kita padamkan.
Allah menyebutkan, paling tidak, dua jalan. Pertama, mengerjakan sembahyang secara
kontinu. Kedua, menyadari bahwa dalam harta yang kita miliki terkandung bagian tertentu untuk
fakir miskin. Dua resep ini insya Allah akan mampu memadamkan sifat keluh kesah dan sifat
kikir yang kita miliki.
Sekali lagi, bukalah cermin hati kita. Tahanlah nafas kita untuk sejenak. Tidakkah kita
rasakan bagaimana Allah menyinggung perilaku buruk kita dalam ayat-ayat-Nya yang suci.
Subhanallah....
3. Surat al-Qalam [68] ayat 17-33
"Sesungguhnya Kami telah menguji mereka (musyrikin Mekkah) sebagaimana Kami telah
menguji pemilik-pemilik kebun, ketika mereka bersumpahbahwa mereka sungguh-sungguh akan
memetik (hasil) nya di pagi hari, dan mereka tidak mengucapkan : insya Allah
Lalu kebun itu diliputi malapetaka (yang datang) dari Tuhanmu ketika mereka sedang tidur,
maka jadilah kebun itu hitam seperti malam yang gelap gulita,lalu mereka panggil memanggil di
pagi hari
"Pergilah di waktu pagi (ini) ke kebunmu jika kamu hendak memetik buahnya."
Maka pergilah mereka saling berbisik-bisikan. "Pada hari ini janganlah ada seorang
MISKINpun masuk ke dalam kebunmu." Dan berangkatlah mereka dipagi hari dengan niat
menghalangi (orang-orang miskin) padahal mereka mampu (meonolongnya),
4
5. Tatkala mereka melihat kebun itu, mereka berkata: "Sesungguhnya kita benar-benar oarng-
orang yang sesat (jalan), bahkan kita dihalangi (darimemperoleh hasilnya)"
Berkatalah seorang yang paling baik pikirannya di antara mereka: "Bukankah aku telah
mengatakan kepadamu, hendaklah kamu bertasbih (kepadaTuhanmu)?"
Mereka mengucapkan: "Maha Suci Tuhan kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang
yang zalim."
Lalu sebagian mereka menghadapi sebagian yang lain seraya cela mencela Mereka berkata:
"Aduhai celakalah kita; sesungguhnya kita ini adalahorang-orang yang melampaui batas.Mudah-
mudahan Tuhan kita memberikan ganti kepada kita dengan (kebun) yang lebih baik daripada
itu;sesungguhnya kita mengharapkan ampunan dari Tuhan kita"
Seperti itulah azab (dunia). Dan sesungguhnya azab akhirat lebih besar jika mereka mengetahui"
Sekelompok ayat di atas menceritakan sebuah kisah nyata yang terjadi sebelum masa
Rasulullah. Kisah pemilik kebun di atas melukiskan dengan sangat baik betapa harta manusia itu
tak ada artinya dibandingkekuasaan Allah. Kebun yang sudah sekian lama diurus dan tinggal
sekejap mata saja untuk dipetik hasilnya menjadi musnah terbakar. Apa kesalahan pemilik kebun
tersebut sehingga mendapat azab sedemikian rupa?
Pertama, mereka lupa bahwa Allah berkuasa atas segala sesuatu. Ini dilukiskan dalamayat di
atas ketika mereka tidak menyebut insya Allah; mereka merasa pasti akan meraih hasil yang luar
biasa. Mereka lupa bahwa sedetik kedepan kita tak tahu apa yang terjadi dengan hidup kita. Kita
tak tahu "skenario" Allah terhadap diri kita.
Kedua, mereka bersifat kikir. Mereka sudah bersiap-siap agar orang miskin tak bisa masuk
ke kebun mereka saat panen tiba. Allah murka pada mereka. Allah turunkan azab-Nya pada
mereka. Di akhir ayat Allah mengingatkan bahwa azab yang Allah timpakan pada pemilik kebun
hanyalah azab dunia; sedangkan azab akherat jauh lebih besar lagi!
Cermin hati kita mengatakan bahwa agar tidak tertimpa azab Allah di dunia, manakala kita
memiliki kelebihan rezeki maka janganlah sungkan untuk memberi sebagian pada orang miskin.
Cermin hati telah berkata, mampukah kita melaksanakan kata-hati kita?
Kalau Allah mampu memusnahkan dengan amat mudah kebun yang siap dipanen, jangan-
jangan Allah pun akan memusnahkan sumber penghasilan kita, bila kita berlaku kikir! Na'udzu
billah...
5
6. Demikianlah sekedar tulisan untuk penamabah wawasan kita. Sekedar saling ingat
mengingatkan bahwa di cermin hati kita telah tergambar sejumlah orang yang membutuhkan
kepedulian kita. Persoalannya, maukah kita melihat ke dalam cermin tersebut?
Wallohu’alam Bissowaab
6