Dokumen tersebut membahas tentang Teori Gelombang dalam Perubahan Bahasa dan Variasi Bahasa. Teori ini menjelaskan bahwa perubahan bahasa terjadi secara dinamis seiring kontak antar komunitas bahasa, dan dapat menghasilkan variasi bahasa baru di daerah pertemuan komunitas tersebut. Faktor sosial seperti usia, status, dan wilayah berperan dalam arah dan tingkat perubahan bahasa.
1. TEORI GELOMBANG DALAM PERUBAHAN BAHASA<br />DAN VARIASI BAHASA<br />Bahasa merupakan sebuah sistem universal yang dinamis. Ada pola-pola atau unsur-unsur linguistik dalam setiap bahasa. Pola-pola tersebut merupakan sistem bahasa. Aturan (sistem) berbahasa ini kemudian digunakan oleh masyarakat bahasa. Atas penggunaan bahasa dimaksud, dapat dikemukakan bahwa pada suatu komunitas bahasa tercipta konvensi bahasa yakni pada sistem bahasa. Konvensi itu penting karena bahasa digunakan tidak terbatas pada satu individu saja namun pada lingkup yang lebih besar yakni masyarakat bahasa regional bahkan internasional. Terkait dengan pengguna bahasa --manusia yang selalu dinamis-- yang dalam kegiatannya melakukan kontak bahasa antara satu sama lain, maka terjadi pula bahasa yang dinamis. Pergerakan masyarakat bahasa ini bisa melewati batas-batas regional dalam upaya penutur suatu bahasa untuk melangsungkan kehidupannya.<br />Bahasa merupakan wadah yang memiliki konsep bahasa untuk melakukan kontak antar(a) suatu komunitas bahasa dengan komunitas bahasa lainnya pada satu wilayah bertetangga bahkan dalam lintas wilayah. Ada konsep bahasa yang sama pada satu komunitas karena mereka menggunakan bahasa yang sama. Namun ketika masyarakat bahasa tersebut melakukan kontak dengan komunitas bahasa di luar komunitas aslinya maka tidak menutup kemungkinan akan tercipta suatu variasi bahasa. <br />Berbicara tentang variasi bahasa, seseorang perlu memahami istilah terkait yakni idiolek, dialek, dan ragam. Kridalaksana (2008: 90) menyebutkan bahwa bahasa yang digunakan oleh seorang pribadi manusia dengan keseluruhan ciri-ciri bahasanya disebut idiolek. Jadi idiolek itu pusatnya pada tiap insan pengguna bahasa. Letak perbedaan lainnya adalah pada kelompok masyarakat yang menggunakan bahasa pada suatu tempat atau waktu maka variasi bahasa yang terjadi disebut dialek. Misalnya bahasa Batak dialek Toba, bahasa Batak dialek Humbang Hasundutan, bahasa Batak dialek Simalungun. Lain halnya dengan ragam bahasa adalah variasi bahasa yang digunakan dalam situasi, keadaan atau untuk keperluan tertentu sehingga kita mengenal istilah ragam baku dan tidak baku; juga ragam lisan dan tulisan. <br />Holmes (2001) dalam bukunya “An Introduction to Sociolinguistics” membahas perubahan bahasa atas empat fokus perhatian, yakni 1) variasi dan perubahan; 2) bagaimana perubahan itu menyebar; 3) bagaimana kemudian kita mempelajari perubahan bahasa yang terjadi; dan 4) alasan-alasan sehingga perubahan bahasa terjadi. Dalam tulisan ini, saya akan melihat empat hal tersebut sebagai satu kesatuan yang saling terkait. Oleh karena itu, saya akan menguraikannya dengan apa yang disebut Teori Gelombang dari Schmidt (Schmidt’s Wave Theory) dan pada akhirnya mencoba mengimplementasikan dan menghubungkannya dengan pengajaran bahasa.<br />Perubahan bahasa terjadi tidak dalam jangka waktu yang singkat (Holmes, 2001: 194; Yule, 2006: 190; Aitchison, 2003: 160; Aitchison, 1991: 4; Chambers, 2006: 69, 109). Aitchison (2003: 160) menambahkan bahwa perubahan itu sering kali tidak disadari (unconscious) oleh penutur satu bahasa karena bunyi dan bentuk sintaksis yang sifatnya statis. Perubahan bahasa itu menurut Greenberg (1978a) dalam Good (2008: 13) memiliki mekanisme mendasar yang umumnya terjadi pada semua bahasa; saya pahami sebagai mekanisme yang dapat ditelusuri lewat pendekatan horisontal atau longitudinal. Yule (2006: 192) menyebutkan bahwa variasi bahasa dapat ditelusuri secara diakronis (waktu yang berbeda) dan sinkronis (melihat perbedaan dalam satu bahasa pada tempat serta kelompok yang berbeda pada waktu yang sama). <br />Terkait upaya untuk menguraikan perubahan bahasa dengan Teori Gelombang, maka saya akan lebih menaruh perhatian pada penelusuran perubahan bahasa secara sinkronis atau horisontal. Ibarat gelombang yang bergerak secara horisontal, maka demikian pula yang terjadi pada perubahan bahasa. Untuk lebih jelasnya saya akan menggambarkan tentang Teori Gelombang dari Schmidt. <br />Masyarakat Bahasa dari Komunitas AMasyarakat Bahasa dari Komunitas B<br />BCDACDBA<br />Gambar di atas mengacu pada Bailey (1973a: 159) dalam Holmes (2001: 201). Dari gambar di atas dapat saya jelaskan bahwa terdapat dua masyarakat bahasa dari Komunitas A dan Komunitas B. A, B, C, dan D menunjukkan perbedaan kelompok usia, kelompok sosial atau kelompok regional. Bagian yang diarsir pada gambar di atas menggambarkan daerah tempat terjadinya kontak bahasa antara dua komunitas tersebut. Seiring dengan waktu yang relatif cukup lama, maka daerah ini merupakan daerah bahasa baru. Demikian seterusnya hingga dua masyarakat bahasa baik dari lingkaran C, B, bahkan A sekalipun dapat menciptakan daerah-daerah bahasa baru (Saya ilustrasikan dengan garis gelombang putus-putus yang dapat diartikan sebagai berpotensi untuk daerah baru kontak bahasa). <br />Memang perlu kita sadari bahwa masyarakat bahasa memiliki komunitas bahasa dengan masing-masing konvensi bahasa (disini saya tidak akan mempermasalahkan adanya komunitas minor dan mayor). Yang pasti, masyarakat dinamis dengan sifat sosialnya untuk melakukan dan membuat kontak atau hubungan dengan kelompok lain pada wilayah di sekitarnya merupakan aktor yang sangat berpotensi dalam terjadinya perubahan bahasa. <br />Kontak bahasa terjadi di antara komunitas bahasa yang berasal dari masyarakat bahasa yang berbeda-beda. Ketika kontak bahasa terjadi, seringkali pada awalnya penutur bahasa yang berbeda itu mengalami kegalauan bahasa oleh karena sistem, kosa kata, bunyi bahasa yang sedikit berbeda atau jelas-jelas berbeda. Namun disadari bahkan pergerakan tubuh atau mimik juga merupakan wujud lain bahasa (dalam tulisan ini saya tidak akan membahasnya). Kontak yang terjadi memberi ruang bagi masing-masing komunitas bahasa untuk saling menunjukkan identitasnya. Holmes (2001: 194-195) mengemukakan bahwa bahasa sebagai identitas independen dari penutur. Selain itu ada tiga cara yang saling terkait dalam hal perubahan bahasa, yakni: perihal waktu (lihat juga Thomason (1993) seperti dikutip Chambers, (2006: 68), physical space –regional (wilayah), dan socially (secara sosial).<br />Ada semacam gelombang yang berasal dari individu sebagai anggota masyarakat bahasa dalam menjalani kehidupan ini sehingga mau tidak mau melakukan kontak dengan komunitas lain. Begitu juga dari masyarakat bahasa yang lain ada upaya yang kurang lebih sama. Masing-masing dari komunitas yang berbeda ini kemudian melakukan kontak. Saat kontak itu terjadi, maka ada pertukaran bahasa yang terjadi. Agar dapat saling memahami antar komunitas dimaksud, maka perlu upaya untuk mengerti bahasa dari komunitas yang berbeda. Upaya ini sebagai gelombang yang bersumber dari internal komunitas bahasa. Upaya internal ini terjadi bersamaan dengan pergerakan dari luar (eksternal) (lihat juga Yule, 2006: 186-188). Jika kontak ini terjadi, berarti masyarakat bahasa tersebut merupakan masyarakat yang terbuka.<br />Dalam masyarakat yang terbuka, artinya yang para anggotanya dapat menerima kedatangan anggota dari masyarakat lain, baik dari satu atau lebih dari satu masyarakat, akan terjadilah apa yang disebut kontak bahasa. Intensitas kontak bahasa ini berpotensi pada terjadinya atau terdapatnya apa yang disebut dengan bilingualisme dan multingualisme. Bilingualisme merupakan penutur bahasa yang memiliki kemampuan berbahasa lebih dari satu bahasa. Multilingualisme merupakan penutur bahasa yang memiliki kemampuan berbahasa lebih dari dua bahasa. Kenyataan ini bisa didorong oleh adanya faktor perpindahan penduduk atau penutur bahasa dari daerah asal ke daerah lain sehingga dapat menciptakan munculnya daerah-daerah bahasa yang baru. Perpindahan penutur ini dapat mempengaruhi daerah yang didatanginya sehingga terjadi perbedaan bahasa yang mengarah pada perubahan bahasa. Aitchinson (2003: 189) menegaskan bahwa perubahan itu terjadi dalam jangka waktu yang lama dan terkait dengan perubahan sosial. Dimana perubahan sosial ini bisa disebabkan oleh perang, invasi, dan proses transmisi budaya.<br />Dalam hal apa saja yang berubah, hal ini kemudian menjadi perhatian kita. Anggap ada dua komunitas seperti pada gambar sebelumnya yakni A berasal dari komunitas A dan B berasal dari komunitas B. A mempunyai respek terhadap B karena B merupakan orang yang cukup berpengaruh dalam komunitasnya, begitu pun sebaliknya. Diantara A dan B ada upaya membandingkan baik terkait kosa-kata, bunyi maupun unsur linguistik lainnya (lihat juga Chambers, 2006: 350 tentang metathesis, epenthesis, dan prothesis; Belvins dan Bybee dalam Good, 2008: 10, 12, 14 dan 16 tentang Evolutionary Phonology dan Structure Preservation). Berarti A dan B merupakan anggota masyarakat yang terbuka.<br />Guiraud (1978) dalam Mahsun (1995: 112) menjelaskan bahwa pada dua bahasa atau dialek yang bertetangga akan terjadi proses peminjaman unsur-unsur kosakata, struktur dan cara pelafalan. Berarti dapat dipahami ada konsep pemahaman timbal balik dari komunitas yang berbeda tersebut. Konsep pemahaman timbal balik ini dapat disejajarkan dengan Teori Gelombang dari Schmidt (1843-1901). Wardhaugh (1988: 128) memberikan contoh faktual di Perancis; dari Granoble sampai Bordeaux, kata-kata seperti chandelle ‘lilin’, chanter ‘bernyanyi’, dan chaud ‘panas’ diucapkan dengan suara [sh] di wilayah utara dan [k] di wilayah selatan. Hal ini disebabkan oleh faktor geografis, politik, dan adanya kerajaan kuno. Terkait dengan gambar di atas, bagian yang diarsir mengalami proses peminjaman unsur-unsur kosakata, struktur dan cara pelafalan dari komunitas bahasa lain.<br />Contoh lain seperti dalam penelitian Widayati yang diunduh dari http://www.google.co.id/search?hl=id&source=hp&biw=&bih=&q=teori+gelombang+perubahan+bahasa&btnG=Penelusuran+Google pada tanggal 11 Oktober 2010 pukul 7:15 tentang Pengaruh Migrasi Suku Minangkabau dan Suku Batak Toba ke Pesisir Timur Sumatera terhadap Keberadaan Bahasa Melayu di Asahan; <br />PANBMABMBBBTKosa KataKeterangan Singkatan*b∂nihBonihb∂nihbonibenihPAN = Proto Austronesia*b∂RasBoRasb∂rasborasberasBMA = Bahasa Melayu Asahan*t∂buSTobut∂butobutebuBMB = Bahasa Melayu Baku*hbbunOmbunEmbunombunEmbunBBT = Bahasa Batak Toba<br /> (Tabel saya sunting dan BMB saya anggap mewakili Bahasa Minangkabau).<br />Dari tabel di atas terlihat ada perubahan bunyi bahasa khususnya pada PAN dan BMB bunyi [∂] menjadi bunyi [o] dalam BMA.<br />Dalam teori gelombang, perubahan bahasa itu terpengaruh oleh faktor sosial yang mencakup usia, status, gender dan region (wilayah) yang mempengaruhi tingkat perubahan dan arah perubahan tersebut (Holmes, 2001:200; Chambers, 2006: 353-374). Misalnya kata-kata ‘au ah gelap’ (dalam arti kawan bicara ‘tidak perduli’), ‘ember’ (dalam arti lawan bicara ‘setuju’ atau ‘mengiyakan’ suatu hal), ‘asyik’ (dalam artian kawan bicara menganggap ide seseorang ‘bagus’) dan contoh lainnya dianggap menjadi tren anak muda khususnya di Jakarta. Aitchison (2008: 164-168) menambahkan bahwa perubahan tersebut disebabkan oleh adanya kecenderungan berbahasa yang dipicu oleh faktor sosial yakni natural tendency (kecenderungan alamiah untuk dapat memahami inti komunikasi) dan therapeutic tendency (kecenderungan terapis dengan anggapan prestise yang lebih tinggi) (lihat juga Aitchinson, 1991: 105-150).<br />Setiap orang memiliki kecenderungan untuk dianggap lebih memiliki prestise dari orang lain terutama dalam kelompoknya sendiri. Orang dengan status sosial lebih tinggi berpotensi untuk memperkenalkan perubahan yang didapatnya dari komunitas lain yang menurut anggapannya memiliki status dan prestisi lebih bagus (lihat juga Yule, 2006: 186). Yule memberikan contoh pada Middle English setelah Old English, sebagai gambaran stratifikasi sosial High – Low. Misalnya kosa kata ‘sheep’, ‘cows’, ‘swine’ digunakan oleh masyarakat kelas sosial lebih rendah (berprofesi sebagai petani) untuk merujuk pada ‘mutton’, ‘beef’, ‘pork’ diujarkan oleh masyarakat kelas sosial lebih tinggi (lihat juga Aitchison 1991: 51-54). Di sisi lain Holmes (2001: 209) mengemukakan bahwa penutur dari masyarakat kelas sosial lebih rendah berpengaruh dalam menyebarkan perubahan linguistik yang kurang disadari yang tujuannya untuk menunjukkan solidaritas. Selain itu gender juga cukup berperan dalam perubahan linguistik terlebih lagi jika wanita tersebut memiliki posisi penting atau status sosial yang lebih tinggi (Holmes, 2001: 211-212; Chambers, 2006: 353). <br />Implikasinya dalam Pengajaran Bahasa<br />Terkait dengan pengajaran bahasa, nampaknya tidaklah berlebihan jika kita dapat membekali peserta didik lewat :<br />1. Uraian atau gambaran bahwa bahasa itu berubah dan bergerak/dinamis seperti gelombang.<br />2.Kecenderungan akan tercipta daerah-daerah bahasa yang baru sehingga mengakibatkan ragam bahasa bahkan bahasa yang kemudian benar-benar berbeda dari dua komunitas bahasa asal yang mempengaruhinya dalam kurun waktu yang panjang. <br />3.Sebagai makhluk sosial yang dinamis, memahami bahasa dari komunitas berbeda merupakan salah satu syarat terciptanya kontak sosial yang harmonis, sehingga perlu saling menghormati dengan keberagaman yang ada. <br />4.Peserta didik sebagai generasi muda berpotensi dalam menciptakan variasi bahasa di masa yang akan datang oleh karena pemenuhan kebutuhan hidup, misalnya saat mencari pekerjaan ke daerah lain, akibat perkawinan antar suku, dan lain-lain.<br />Daftar Acuan dan Bacaan<br />Aitchison, Jean, 2003. Linguistics. Hodder & Stoutton Ltd.: Great Britain.<br />Aitchison, Jean, 1991. Language Change: Progress or Decay? 2nd Ed. Cambridge University Press.<br />Chambers, J.K., Peter Trudgill dan Estez. 2006. The Handbook of Language Variation and Change. Blackwell Publishing.<br />Good, Jeff. 2008. Linguistic Universals and Language Change. Oxford University Press.<br />Holmes, Janet. 2001. An Introduction to Sociolinguistics. Longman.<br />Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik. PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.<br />Mahsun, 1995. Dialektologi Diakronis: Pengantar. Yogyakarta : UGM Press.<br />Wardhaugh, Ronald. 1988. An Introduction to Sociolinguistics. Oxford: Basil Blackwell.<br />Widayati diunduh pada tanggal 11 Oktober 2010 pukul 7:15 Pagi dari http://www.google.co.id/search?hl=id&source=hp&biw=&bih=&q=teori+gelombang+perubahan+bahasa&btnG=Penelusuran+Google tentang Pengaruh Migrasi Suku Minangkabau dan Suku Batak Toba ke Pesisir Timur Sumatera terhadap Keberadaan Bahasa Melayu di Asahan. Universitas Sumatera Utara.<br />Yule, George. 2006. The Study of Language. Cambridge University Press.<br />TEORI GELOMBANG<br />DALAM PERUBAHAN BAHASA DAN VARIASI BAHASA<br />Perspektif Sosiolinguistik Pengajaran Bahasa<br />Dosen : Cornelius Sembiring, S.S., M.A.<br /> <br /> <br />Ditulis oleh<br />Juniato Sidauruk<br />NPM 0906655282<br />Pascasarjana Ilmu Linguistik - Pengajaran<br />FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA<br />UNIVERSITAS INDONESIA<br />DEPOK, Oktober 2010<br />