Analisis aspirin dan kafein dalam tablet menunjukkan kadar aspirin sebesar 9,6% dan kadar kafein sebesar 645,32% berdasarkan titrasi asam basa dan redoks.
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
Laporan analisis aspirin dan kafein dalam tablet
1. ANALISIS ASPIRIN DAN KAFEIN DALAM TABLET HASIL PERCOBAAN
Data Awal Percobaan
Berat sampel aspirin: 0,6 g
Konsentrasi NaOH: 0,1 M
Volume larutan: 100 ml
Konsentrasi Na₂S₂O₄: 0,1 M
Volume larutan yang dititrasi: 10 ml
Reaksi Analisis Aspirin
Data Pengamatan Analisis Aspirin
No
Uraian
Perc. 1
Perc. 2
Perc. 3
1.
Volume NaOH penitrasi (ml)
3,2
3,3
3,1
2.
Mol NaOH yang ditambahkan (mlo)
0,00032
0,00033
0,00031
3.
Mol aspirin yang bereaksi (mol)
0,00032
0,00033
0,00031
4.
Mol aspirin dalam sampel (mol)
0,00032
0,00033
0,00031
5.
Massa aspirin dalam sampel (gram)
0,0576
0,0596
0,0558
6.
Persen aspirin dalam sampel (%)
9,6
9,9
9,3
Kadar aspirin dalam sampel = 9,6%
Reaksi Analisis Kafein
Data Pengamatan Analisis Kafein
No.
Uraian
Perc. 1
Perc. 2
Perc. 3
1
Volume Na₂S₂O₃ penitrasi (ml)
2,5
2,0
0,5
2
Mol Na₂S₂O₃ yang ditambahkan (mol)
0,00025
0,0002
0,00005
3
Mol I₂ yang direduksi S₂O₃⁻ (mol)
0,000125
0,0001
0,000025
4
Mol I₂ yang direduksi kafein (mol)
0,00187
0,0019
0,00197
5
Mol kafein dalam sampel (mol)
0,0199
0,01995
0,01998
2. 6
Massa kafein dalam sampel (gram)
3,86
3,87
3,877
7
Persen kafein dalam sampel (%)
664,45
645,05
646,25
Kadar kafein dalam sampel = 645,32%
PEMBAHASAN
Pada percobaan ini akan menentukan besarnya konsentrasi aspirin dan kafein yang terkandung dalam sebutir tablet.
Sebagai kegiatan pertama yaitu menentukan konsentrasi aspirin, di mana diawali dengan menimbang satu butir tablet aspirin. Kemudian tablet tersebut digerus sampai halus dengan lumpang porselin agar nantinya tablet bisa cepat larut.
Tablet yang sudah dihaluskan, dimasukan dalam erlemeyer ditambah 25 ml alkohol. Digunakan alkohol karena aspirin bersifat polar, alkohol juga polar sehingga dapat saling melarutkan. Sebagai pelarut tidak digunakanya air dikarenakan dalam air aspirin akan terurai menjadi asam asetat dan asam salisilat yang menyebabkan aspirin tidak stabil.
Kemudian erlemeyer yang berisi serbuk aspirin dan 25 ml alkohol dikocok kurang lebih selama 5 menit agar aspirin dan alkohol bercampur (menjadi homogen). Setelah dipastikan tercampur, selanjutnya erlemeyer dipanaskan.
Alat yang digunakan akan lebih aman jika menggunakan kompor listrik atau sejenisnya dan menghindari menggunakan spritus. Hal ini dikarenakan larutan yang akan dipanaskan mengandung unsur alkohol, jadi untuk menghindari adanya kebakaran. Pemanasan itu dilakukan agar memudahkan dan mempercepat reaksi atau untuk mengaktifkan senyawanya, karena senyawa organik agar sukar bereaksi. Hal ini dibuktikan dengan pemanasan maka ikatan COOH terputus menjadi COO- dan H+. Pemanasan ini berlangsung sekiranya sampai larutan mendidih.
Ketika larutan telah mendidih, kemudian diambil 10 ml dan dimasukkan ke erlenmeyer. Selanjutnya ke dalam larutan diberi 2 tetes indikator PP dan dititrasi menggunakan larutan NaOH 0,1 M. Digunakan larutan NaOH karena aspirin bersifat asam sehingga harus dinetralkan dengan basa. Mengingat indikator yang digunakan adalah fenolftalein sehingga ketika PP ditambahkan pada larutan campuran aspirin dan alkohol, akan menunjukkan warna bening. Namun, ketika telah mencapai pada titik ekivalen, akan terjadi perubahan dari bening menjadi merah muda.
Dalam titrasi terjadi reaksi sebagai berikut ini.
+ NaOH
CH3
O
C
O
COOH
CH3
O
C
O
COONa
3. Apabila telah terjadi perubahan warna untuk yang pertama kali dan di mana perubahan warna menjadi merah muda tersebut tetap bertahan selama kurang lebih satu menit, maka titrasi langsung dihentikan dan volume NaOH yang berkurang kemudian dicatat. Volume yang berkurang ini menandakan banyaknya volume NaOH yang bereaksi dengan larutan campuran aspirin dan alkohol. Apabila terjadi kelebihan NaOH dalam titrasi, maka hasil reaksi tidak akan sesuai dengan yang diharapkan, di mana reaksinya justru akan menjadi seperti berikut ini.
+ NaOH + COOH Dengan diketahui besarnya volume yang bereaksi, maka dapat dihitung besarnya konsentrasi aspirin dalam sebutir tablet aspirin. Dari hasil percobaan didapat konsetrasi aspirin dalam tablet yakni pada percobaan 1 diperoleh 9,6%, pada percobaan 2 didapat 9,9%, dan pada percobaan 3 didapat 9,3%. Pada hasil percobaan memperlihatkan konsentrasi aspirin berbeda-beda. Pada kegiatan kedua yakni penentuan konsentrasi kafein dalam tablet. Proses awal kegiatan kedua ini hampir sama dengan pada kegiatan pertama. Namun, saat campuran aspirin dan alkohol dimasukkan ke labu takar 100 mL harus didiamkan dahulu selam kurang lebih 10 menit. Setelah itu, ke dalam larutan ditambahkan 5 mL 10%. Penambahan asam sulfat ini akan membuat reaksi berada dalam suasana asam. Pengubahan agar larutan menjadi bersuasana asam karena larutan memiliki kepekatan yang lebih besar, sehingga jika dalam suasana asam maka reaksi akan terjadi dibandingkan saat larutan dalam suasana basa atau netral. Sementara itu, penambahan larutan iodium akan menyebabkan ikatan c=c pada kafein akan mengalami reaksi adisi dengan iodium yang ditambahkan. Kafein memiliki dua ikatan rangkap c=c, sehingga ketika penambahan I2 maka masing-masing ion I akan bereaksi dengan ikatan rangkap c=c tersebut. Reaksi yang terbentuk pada proses adisi I2 terhadap kafein adalah sebagai berikut.
CH3
O
C
O
COOH
ONa
CH3
O
C
O
4. Sebelum dititrasi, larutan disaring terlebih dahulu. Penyaringan ini bertujuan agar larutan yang hendak dititrasi merupakan larutan murni di mana tidak terdapat endapan- endapan asing yang dapat mempengaruhi proses berlangsungnya titrasi.
Pada titrasi digunakan indikator amilum yang berbentuk ion komplek berwarna biru yang berasal dari amilum, reaksi yang terjadi pada indikator amilum adalah sebagai berikut:
I2 + amilum → I2-amilum.
Tujuan penggunaan indikator amilum ini dalam proses titrasi natrium thiosulfat dan kafein ini dikarena natrium thiosulfat lebih kuat pereaksinya dibandingkan dengan amilum sehingga amilum tersebut dapat didesak keluar dari proses reaksi tersebut. Jadi hal ini menyebabkan warna berubah kembali seperti semula setelah tercapainya titik ekivalen pada saat proses titrasi dengan natrium thiosulfat.
Penggunaan larutan 0,1 M sebagai larutan penitrasi dikarenakan kelebihan iodium pada titrat setelah terjadinya reaksi adisi dan iodium yang teradisi pada kefein dapat diketahui. Iodium merupakan jenis larutan oksidator. Dikarenakn proses titrasi yang akan berlangsung adalah titrasi redoks, sehingga dibutuhkan larutan yang bersifat reduktor, yakni larutan sebagai penitrasi.
Reaksi yang terjadi saat titrasi redoks adalah sebagai berikut.
Reduksi
Oksidasi
Reaksi
Adanya transfer elektron membuktikan bahwa titrasi yang berlangsung merupakan reaksi redoks. Dikatakan titrasi redoks iodometrik karena titrasi berdasarkan reaksi redoks antara iodin dengan larutan untuk menentukan kadar iodin.
Berdasarkan hasil percobaan diperoleh kadar
Pada setiap proses titrasi, baik pada titrasi asam basa maupun titrasi redoks dilakukan perulangan sebanyak 3 kali. Perulangan sebanyak 3 kali ini memiliki tujuan untuk memastikan hasil percobaan apabila terjadi kesalahan. Kesalahan yang di maksudkan adalah kesalahan dalam mengukur volume dan kesalahan dalam banyaknya volume larutan standar yang dititrasi. Sehingga dengan adanya perulangan ini dapat meminilasir kesalahan yang dapat terjadi.
LAMPIRAN
PERHITUNGAN
Analisis Aspirin dalam Sampel
5. Percobaan 1
o Volume NaOH = 3,2 ml
o Konsentrasi NaOH = 0,1M
o Mol NaOH
= 0,1 x 3,2
= 0,32 mmol
Semua asam salisilat habis bereaksi dengan NaOH, sehingga
o Mol aspirin
= 0,1 x 3,2
= 0,32 mmol
o Mol aspirin dalam sampel
= 10 x 0,1 x 0,32
= 0,32 mmol
o Massa aspirin dalam sampel
= 0,32 x 180,29
= 0,0576 gram
o % aspirin dalam sampel = 9,6%
Percobaan 2
o Volume NaOH = 3,3 ml
o Konsentrasi NaOH = 0,1M
o Mol NaOH
= 0,1 x 3,3
= 0,33 mmol
Semua asam salisilat habis bereaksi dengan NaOH, sehingga
o Mol aspirin
= 0,1 x 3,3
= 0,33 mmol
o Mol aspirin dalam sampel
= 10 x 0,1 x 0,33
= 0,33 mmol
o Massa aspirin dalam sampel
= 0,33 x 180,29
= 0,0594 gram
o % aspirin dalam sampel = 9,9%
6. Percobaan 3
o Volume NaOH = 3,1 ml
o Konsentrasi NaOH = 0,1M
o Mol NaOH
= 0,1 x 3,1 = 0,31 mmol Semua asam salisilat habis bereaksi dengan NaOH, sehingga
o Mol aspirin
= 0,1 x 3,1 = 0,31 mmol
o Mol aspirin dalam sampel
= 10 x 0,1 x 0,31 = 0,31 mmol
o Massa aspirin dalam sampel
= 0,31 x 180,29 = 0,0558 gram
o % aspirin dalam sampel = 9,3%
jadi, rata-rata % aspirin dalam sampel = 9,6%
Analisis Kafein dalam Sampel
Kafein + I₂ I₂ kafein
Percobaan 1
o Volume S₂O₃⁻ = 2,5 ml
o Molaritas S₂O₃⁻ = 0,1 M
o Mol S₂O₃⁻
= 2,5 x 0,1
= 0,25 mmol
o Mol iodium yang direduksi S₂O₃⁻
= 0,5 x 2,5 x 0,1
= 0,125 mmol
o Mol iodium mula-mula
= 20 x 0,1
= 2 mmol
o Mol iodium sisa
= 0,05 x 0,125
= 0,00625 mmol
7. o Mol iodium bereaksi
= ( 2 – ( 0,05 x 0,125 ) )
= 1,99375 mmol
o Mol kafein = mol iodium bereaksi = 1,99375 mmol
o Mol kafein dalam sampel
= 10 x 1,99375
= 19,9375 mmol
o Massa kafein dalam sampel
= 19,9375 x 194
= 3,868 gram
o % kafein dalam sampel = 644,65%
Percobaan 2
o Volume S₂O₃⁻ = 2,0 ml
o Molaritas S₂O₃⁻ = 0,1 M
o Mol S₂O₃⁻
= 2,0 x 0,1
= 0,20 mmol
o Mol iodium yang direduksi S₂O₃⁻
= 0,5 x 2,0 x 0,1
= 0,1 mmol
o Mol iodium mula-mula
= 20 x 0,1
= 2 mmol
o Mol iodium sisa
= 0,05 x 0,125
= 0,00625 mmol
o Mol iodium bereaksi
= ( 2 – ( 0,05 x 0,1 ) )
= 1,995 mmol
o Mol kafein = mol iodium bereaksi = 1,995 mmol
o Mol kafein dalam sampel
= 10 x 1,995
= 19,95 mmol
o Massa kafein dalam sampel
= 19,95 x 194
= 3,87 gram
o % kafein dalam sampel = 645,05%
Percobaan 3
o Volume S₂O₃⁻ = 0,5 ml
8. o Molaritas S₂O₃⁻ = 0,1 M
o Mol S₂O₃⁻
= 0,5 x 0,1
= 0,05 mmol
o Mol iodium yang direduksi S₂O₃⁻
= 0,5 x 0,05 x 0,1
= 0,025 mmol
o Mol iodium mula-mula
= 20 x 0,1
= 2 mmol
o Mol iodium sisa
= 0,05 x 0,025
= 0,00125 mmol
o Mol iodium bereaksi
= ( 2 – ( 0,05 x 0,025 ) )
= 1,99875 mmol
o Mol kafein = mol iodium bereaksi = 1,99875 mmol
o Mol kafein dalam sampel
= 10 x 1,99875
= 19,9875 mmol
o Massa kafein dalam sampel
= 19,9875 x 194
= 3,878 gram
o % kafein dalam sampel = 646,26%
Jadi, rata-rata % kafein dalam sampel = 645,32%.