SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  148
Télécharger pour lire hors ligne
UPAYA GANTI RUGI SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN
       HUKUM BAGI KORBAN PEMERKOSAAN
 (Analisis Putusan Pengadilan Negeri Semarang Dengan Nomor
           Perkara: 425 /Pid.B/2010/PN Semarang)



                             SKRIPSI

        Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat
               Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1
                        Dalam Ilmu Syari’ah




                              Oleh :
                      GHUFRON MUSTOFA
                       NIM: 0 7 2 2 1 1 0 2 2




               JURUSAN JINAYAH SIYASAH
                   FAKULTAS SYARI’AH
    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
                         SEMARANG
                              2012
Drs. Rokhmadi, M.Ag
Jl. Jatiluhur Ngesrep Banyumanik Semarang
Drs. H. Nur Syamsudin, M.Ag
Jl. Mandasia III No. 354 Krapyak Semarang.

PERSETUJUAN PEMBIMBING
Lamp : 4 (empat) eks.                             Kepada Yth.
Hal    : Naskah Skripsi                           Dekan Fakultas Syariah
A.n. Sdr. Ghufron Mustofa                         IAIN Walisongo Semarang
                                                  Di Semarang




Assalamualaikum Wr. Wb.
Setelah saya meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya bersama ini saya kirim
naskah skripsi saudara :
Nama           : Ghufron Mustofa
Nim            : 072211022
Jurusan        : Siyasah Jinayah
Judul Skripsi : Upaya Ganti Rugi Sebagai Bentuk Perlindungan Hukum Bagi Korban
                 Pemerkosaan (Analisis Putusan Pengadilan Negeri Semarang Perkara
                 Nomor: 425 /Pid.B/2010/PN. Semarang)
Dengan ini mohon kiranya skripsi saudara tersebut dapat segera dimunaqosahkan.
Atas perhatiannya kami ucapkan terima diucapkan terima kasih.
Wassalamualaikum Wr. Wb.




                                                  Semarang, 12 Juni 2012
KEMENTRIAN AGAMA
             INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
                            FAKULTAS SYARI’AH SEMARANG
              Jl.Raya Boja Km.2 Ngaliyan Telp/Fax. (024) 7601291 Semarang 50185

                      BERITA ACARA MUNAQOSAH
Nama          : Ghufron Mustofa
Nim           : 072211022
Jurusan       : Siyasah Jinayah
Judul Skripsi : Upaya Ganti Rugi Sebagai Bentuk Perlindungan Hukum Bagi Korban
               Pemerkosaan (Analisis Putusan Pengadilan Negeri Semarang Dengan
               Perkara Nomor: 425 /Pid.B/2010/PN. Semarang)
Telah dimunaqosahkan oleh dewan penguji fakultas syariah institut agama islam
walisongo semarang, dan dinyatakan lulus dengan predikat cumlaude / baik / cukup,
pada tanggal : 20 Juni 2012.
Dan dapat diterima sebagai syarat guna memperoleh gelar sarjana strata 1 tahun
akademik 2011/2012.
                                                  Semarang, 20 Juni 2012
MOTTO
DEKLARASI



Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis

Menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang

telah atau pernah ditulis oleh orang lain atau

diterbitkan. Dengan demikian skripsi ini tidak berisi

satupun pikiran orang lain, kecuali informasi yang

terdapat dalam referensi yang menjadi bahan rujukan.




                Semarang, 12 Juni 2012

                Deklarator,




                GHUFRON MUSTOFA
                NIM. 0 7 2 1 1 1 0 2 2
ABSTRAK

        Sesuai dengan obyek studi yang diangkat, maka pembahasan dititik beratkan
pada ganti rugi terhadap korban perkosaan, dalam hukum pidana Islam maupun
hukum pidana Indonesia, terutama hukum pidana Islam yang diharapkan akan mampu
memberikan suatu nuansa perlindungan hukum bagi korban perkosaan, yang sampai
sekarang belum maksimal dikarenakan KUHP tidak mengatur ganti rugi untuk korban
tindak pidana perkosaan, padahal korban perkosaan merupakan pihak yang sangat
dirugikan baik secara fisik maupun psikis yang berkepanjangan, belum lagi mereka
masih dituntut untuk menjadi saksi di persidangan dalam kasusnya. Berdasarkan hal-
hal tersebut diatas, dalam kesempatan ini penulis mencoba menuangkannya dalam
tugas akhir yang berbentuk skripsi dengan mengangkat beberapa permasalahan, yaitu
Bagaimana upaya ganti rugi sebagai bentuk perlindungan hukum bagi korban
pemerkosaan dalam Putusan Pengadilan Negeri Semarang: No.425 /pid.B/2010/PN
Semarang menurut hukum pidana Positif dan hukum pidana Islam. Tujuan penulis
dengan mengangkat permasalahan yang ada adalah untuk mengetahui perlindungan
hukum dalam bentuk ganti rugi bagi korban perkosaan dalam Putusan Pengadilan
Negeri Semarang: No.425 /pid.B/2010/PN Semarang menurut hukum pidana Positif
dan hukum pidana Islam. Sedangkan untuk menemukan suatu solusi permasalahan
yang ada penulis menggali data-data dari berbagai referensi kepustakaan yang relevan
dengan permasalahan kemudian dianalisa. Oleh karena itu dalam skripsi ini penulis
menggunakan metode analisa deskriptif analisis. Adapun hasil analisis/pembahasan
secara umum dapat digambarkan sebagai berikut:
        Perlindungan hukum terhadap korban perkosaan dalam putusan PN semarang
No.425 /Pid.B/2010/PN Semarang menurut hukum positif seharusnya mengacu pada
KUHPidana perkosaan diatur dalam Pasal 285 dengan hukuman maksimal 12 tahun
dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dalam Pasal 81
ayat (1) dengan hukuman maksimal 15 tahun penjara. Karena dalam KUHP maupun
Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak tidak menyebutkan
adanya ganti rugi bagi korban pemerkosaan maka korban diberikan hak untuk
melakukan upaya-upaya hukum yang diatur secara prosedural dalam: pasal 98
KUHAP dan Undang-Undang No 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan
Korban. Sedangkan para penegak hukum diharapkan untuk mampu melayani para
korban perkosaan melalui sosialisasi-sosialisasi.
        Perlindungan hukum menurut hukum pidana Islam adalah berprinsip pada
keadilan, kasetaraan (equality before the law) dan kemanusiaan. Dalam Hukum pidana
Islam perkosaan (al Wath bi al Ikrah) fiqih jinayat, pada umumya dikategorikan
sebagai jarimah hudud, perzinaan yang hukumnya berupa dera atau rajam, maupun
dikenakan qishas-diat (melukai), berupa ganti rugi yang dituntut oleh korban dan
ditentukan oleh hakim. Oleh karena itu berkaitan dengan prospek hukum pidana Islam
dapat diterapkan terhadap korban perkosaan, dalam hukum Pidana Islam pelaku selain
diancam dengan hukuman yang berat berupa had, Rajam dan diasingkan selama satu
tahun, pelaku juga dikenakan beban ganti rugi berupa mahar atau qishas-diyat
(melukai) yang ditentukan oleh hakim.

Kata Kunci: Korban Perkosaan, Ganti Rugi, Perlindungan Hukum.
KATA PENGANTAR


     Bismillahhirrahmanirrahim
     Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Sholawat salam selalu tercurah kehadirat Baginda Nabi Muhammad SAW yang telah
membawa manusia pada perubahann dari zaman jahiliyah menuju zaman yang
beradap yang penuh dengan perubahan.
     Penulis menyadari dalam penbyusunan skripsi ini tidak akan berhasil tanpa
dukungan semua pihak dengan berbagai bentuk. Sehingga dalam kesempatan ini,
penulis dengan sepenuhnya mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :
1. Yang terhormat Bapak Prof. Dr. H. Muhibbin, M.Ag, selaku Rektor IAIN
   Walisongo Semarang.
2. Yang terhormat Bapak DR. H. Imam Yahya, M.Ag, selaku dekan Fakultas
   Syari’ah IAIN Walisongo Semarag.
3. Bapak Drs. Mohammad Solek, M.Ag., selaku ketua jurusan (Kajur) Siyasah
   Jinayah dan Bapak Rustam Dahar KAH, M.Ag., selaku sekretaris jurusan (Sekjur)
   Siyasah Jinayah Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang, yang telah
   memberikan izin kepada penyusun untuk mengkaji masalah yang penyusun ajukan
   dalam bentuk skripsi ini.
4. Bapak Drs. Rokhmadi, M.Ag., selaku pembimbing I dan Bapak Drs. Nur
   Syamsudin, M.ag., selaku pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktu,
   tenaga, serta pikiran untuk memberikan bimbingan dan pengarahan kepada
   penyusun dalam penyusunan skripsi ini.
5. Dosen pengajar di lingkungan Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang yang
   dengan tulus, ikhlas tanpa pamrih memberikan bekal keilmuan kepada penyusun
   selama masa kuliah, serta anggota civitas Akademika Fakultas Syari’ah IAIN
   Walisongo Semarang.
6. Bapak/Ibu dan seluruh karyawan perpustakaan IAIN Walisongo Semarang
   maupun perpustakan fakkultas di lingkungan IAIN Walisongo Semarang. Serta
lebih khusus perpustakaan Fakultas IAIN Walisongo, terimakasih atas pinjaman
   buku-buku referensi..
7. Ayahanda (Mukari) dan Ibunda (Muslimah) tercinta, yang telah memberikan
   kesempatan kepada ananda untuk belajar di Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo
   Semarang, serta do’a dan motifasi beliau dan kasih sayang-Nya.
8. Keluarga Besar Pondok Pesantren Roudlotul Muta’alimin Boja Kendal, khususnya
   kepada KH. Wa’id Wahib Salim Aziz beserta keluarga selaku pengasuh yang telah
   memberikan ilmu, nasehat serta do’a agar sukses, sholeh, selamat dunia akhirat.
9. Rekan-rekan dan teman-temanku di Pon-Pes Roudlotul Muta’alimin ( kg daroji, kg
   indris, pak amin, kg dayat, kg nasoha, kg tris, kg arif, eko, anas jahlul, toni, dll)
   dan semua temen-temen yang berada di seluruh iain walisongo semarang
   khususnya satu paket SjB angkaktan 2007 (Sesepuh Yi Faqih, Yanze, Tompel,
   Ibad kadabra, Arif, Nasron, Tonying, Cukong, Kholisudin, Fajrin, Nita, Nunik,
   kumaidah), Temen Alumni HI Hotel Islam (Tuwek, Menyun, Gendut, Nawir), Kos
   Ringin sari serta kelompok RFC Ringin Sari Futsal Club (sesepuh Yi Muhajir,
   Latif, Lutfi, Jenggot, Jiki, Jirin, Opat, Dahklan, Darsin, Doni dll), JVC (Jolinggo
   Voly Club) dan BSC (Boja Sales Club).
     Atas semua kebaikannya penyusun hannya mampu berdo’a semoga Allah
menerima sebagai amal kebaikan dan membalasnya dengan balasan yang lebih baik.
Penyusun juga menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Semua itu
penyusun mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca demi sepurnanya skripsi
ini. Akhirnya penyusun berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penyusun
khususnya dan para pembaca umumnya. Amin-amin ya Robbal ‘Alamin.


                                                        Semarang, 27 April 2010
                                                        Penulis



                                                        Ghufron Mustofa
                                                        Nim : 072211022
DAFTAR ISI



HALAMAN JUDUL ..................................................................................              i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..........................................                                    ii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................                     iii
HALAMAN DEKLARASI .......................................................................                   iv
HALAMAN ABSTRAK ...........................................................................                  v
HALAMAN MOTTO ................................................................................              vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................                       vii
HALAMAN KATA PENGANTAR ...........................................................                         viii
DAFTAR ISI..............................................................................................   xiv



BAB I : PENDAHULUAN

          A. Latar Belakang Masalah............................................................              1
          B. Rumusan Masalah.....................................................................            7
          C. Tujuan Penelitian ......................................................................        8
          D. Telaah Pustaka .........................................................................        9
          E. Metode Penelitian .....................................................................       12
          F. Sistematika Penulisan ...............................................................         17



BAB II : UPAYA GANTI RUGI SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN
HUKUM BAGI KORBAN PEMERKOSAAN

          A. Tindak Pidana Pemerkosaan Menurut Hukum Positif.................                              19
                1. Pengertian Tindak Pidana Pemerkosaan dan Jenis-jenisnya .                               19
                2. Unsur-unsur Tindak pidana..................................................             28
                3. Ketentuan Ganti Rugi Dalam Hukum Pidana Positif ............                            32
          B. Tindak Pidana Pemerkosaan Menurut Hukum Pidana Islam ......                                   31
               1. Definisi Jarimah ..................................................................      31
               2. Pembagian Jarimah .............................................................          33
               3. Tindak Pidana Zina .............................................................         42
4. Zina Karena Dipaksa ...........................................................        51
          5. Ganti Kerugian (Diyat)........................................................         55

BAB III : PUTUSAN PENGADILAN NEGERI
          SEMARANG:NO.425/Pid.D/2010/PN SEMARANG

     A. Profil Pengadilan Negeri Semarang ..........................................                60
     B. Tugas dan Wewenang Pengadilan Negeri Semarang .................                             62
     C. Proses Penyelesaian Perkara No.425/Pid.B/2010/PN Semarang                                   65

BAB IV : ANALISIS UPAYA GANTI RUGI SEBAGAI BENTUK
       PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KORBAN PEMERKOSAAN
       TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SEMARANG :
       NO. 425/Pid.B/2010/PN SEMARANG

     A. Analisis Tindak Pidana Pemerkosaan .......................................                  80
     B. Analisis Ganti Rugi Terhadap Korban Pemerkosaan ................                            94
          1. Analisis Terhadap Amar Putusan PN Semarang ..................                          94
          2. Implikasi Ganti Rugi .......................................................... 106

BAB V : PENUTUP

     A. Kesimpulan ............................................................................. 126
     B. Saran-Saran............................................................................... 128
     C. Penutup..................................................................................... 129

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB I

                                   PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Masalah

            Masalah hukum pidana memang banyak dibicarakan baik dalam teori

    maupun praktek bahkan ada usaha untuk memperbaharui KUHP sebagai

    usaha pembaharuan hukum Nasional yang bertugas untuk mengatasi

    kekurangan dan kelemahan yang ada dalam KUHP karena dianggap sudah

    atau kurang sesuai dengan perubahan dan tuntutan perkembangan masyarakat

    Indonesia pada umumnya.1

             Pembaharuan hukum ini juga melibatkan hukum Islam (Fiqh) yang

    secara umum diakui sebagai sumber selain dari hukum adat dan hukum barat,

    karena ketiganya mempunyai kedudukan yang sama sebagai pembentukan

    hukum nasional.2 Dalam hal ini hukum Islam sebagai sumber hukum telah

    mengatur hak-hak yang harus dilindungi oleh setiap manusia agar

    mendapatkan jaminan dalam hidupnya di antaranya hak-hak yang paling

    utama yang dijamin oleh Islam adalah hak hidup, hak pemilikan, hak

    memelihara kehormatan, hak kemerdekaan, hak persamaan dan hak ilmu

    pengetahuan.3

      1
         Ahmad Bahiej, dkk, Pemikiran Hukum Pidana Islam Kontemporer. (Yogyakarta: Pokja
Akademik, 2006) hlm. 115.
       2
         Jimly Asshidiqie, Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: Angkasa, 1996),
hlm. 135.
       3
         Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta : PT. Bulan Bintang, 1996), hlm.
5.


                                              1
2




            Keterangan mengenai hak-hak yang harus dilindungi diatas sesuai

    dengan prinsip dasar Islam dengan mengutip ucapan Al-Ghazali dan Ibnul

    Qayyim Al-Jauziyah, Al-Ghazali dalam bukunya yang terkenal al-Mustasfha

    min ‘Ilm al-Ushul mengatakan:4

            “Tujuan agama adalah melindungi kepentingan (kemaslahatan) ada
            lima hal: keyakinan, jiwa, akal, keturunan/kehormatan, dan harta
            benda”

            Dalam Al-Qur’an Surat al-Nahl ayat 90 sebagai berikut:5




   Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat
             kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari
             perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan, Dia memberi
             pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”

            Dan dalam Surat an-Nisa’ ayat 58 sebagai berikut:6




   Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
             yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila
             menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan


      4
         KH. Husain Muhammad, Fiqh Perempuan, Refleksi Kiai atas Wacana Agama dan
Gender, (Yogyakarta: LKiS, 2001), hlm. 48.
       5
         Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahanya. (Jakarta: Yayasan Peyelenggara
Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an, 1971), hlm. 415.
       6
         Departemen Agama RI, Ibid, hlm. 128.
3




          dengan adil, Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-
          baiknya kepadamu, Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar
          lagi Maha melihat.”

        Ayat diatas menerangkan bahwa keadilan tidak hanya sebagai hak

tetapi sekaligus sebagai kewajiban, karena perlindungan hukum dalam konsep

hukum pidana Islam berprinsip pada keadilan, kasetaraan (Equality before the

law) dan kemanusiaan. Maka setiap perbuatan yang melanggar hukum harus

diberikan sanksi yang seadil-adilnya.

      Prinsip Islam diatas sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengatur hak-hak asasi manusia pada

pasal 28 d ayat 1, berbunyi:

      “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan
      kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama di hadapan
      hukum.”

      Dan pasal 28 g ayat (1), berbunyi:

      “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga,
      kehormatan, maratabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaanya,
      serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan
      untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.”

      Dari kedua Pasal diatas bisa dipahami bahwa Negara menjamin atas

perlindungan bagi setiap warga negaranya berupa perlindungan diri pribadi,

keluarga, kehormatan, martabat, dan harta bendanya.

        Terkait dengan perlindungan hukum bagi korban pemerkosaan yang

kurang mendapatkan perhatian dan keadilan dari negara yang akhir-akhir ini

sering diberitakan diberbagai media masa seperti Koran, Majalah, Radio dan

Televise, dalam pemberitaan itu perempuan merupakan salah satu pihak yang
4




    paling dirugikan, karena selain menderita luka fisik, mereka juga mengalami

    keadaan traumatik yang mengganggu psikisnya.

             Selain itu penderitaan perempuan (korban) tidak berhenti pada saat

    kejahatan itu selesai melainkan mereka (korban) masih harus berusaha sendiri

    untuk menyembuhkan lukanya dan juga masih menyediakan dana dan upaya

    untuk berperan dalam proses peradilan pidana pada kasusnya. Di lain pihak

    perhatian terhadap KUHP pada Hak Asasi Manusia lebih banyak mengarah

    pada tersangka atau pelaku kejahatan dan penjatuhan pidana terhadap pelaku

    terlalu ringan, sehingga tidak menimbulkan efek penjeraan bagi pelaku

    maupun calon pelaku sedangkan korban kejahatan (perkosaan) tidak

    mendapatkan perhatian yang memuaskan.

             Padahal, didalam hukum positif seperti Negara Inggris, Belanda, dan

    Prancis perhatian terhadap korban kejahatan dalam bentuk ganti rugi sudah

    berlangsung cukup lama, pemberian ganti rugi tersebut biasa diberikan oleh

    wakil dari pelaku atau biasa di sebut Vicarous Liability (pertanggung jawaban

    pengganti) dimana pertanggungjawaban yang dibebankan kepada seorang atau

    perbuatan pelaku.7 Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia No 13

    Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi Dan Korban dalam pasal 7 mengenai

    perlindungan hak saksi dan korban, pasal 7 tersebut berbunyi: 8


      7
          Lidya Suryani Widyanti, Sri Wurdani dan Heru Wibowo Sukaten, Mereka yang
Terlupakan Para Korban Kejahatan Perkosaan,(Bulletin Penalaran Mahasiswa UGM
Vol.3,No.1Februari1997), hlm. 23. http://i-lib.ugm.ac.id/jurnal/download.php?dataId=98, di akses
pada tanggal 20 Januari 2011.
       8
         Undang-Undang No 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban
5




    1. Korban melalui LPSK berhak mengajukan ke pengadilan berupa:
       a. hak atas kompensasi dalam kasus pelanggaran hak asasi manusia yang
          berat.
       b. hak atas restitusi atau ganti kerugian yang menjadi tanggung jawab
          pelaku tindak pidana.
    2. Keputusan mengenai kompensasi dan restitusi diberikan oleh pengadilan.
    3. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian kompensasi dan restitusi diatur
       dengan peraturan pemerintah.

            Sedangkan dalam KUHP sendiri tidak ada sedikitpun aturan yang

    mengatur tentang ketentuan ganti kerugian bagi korban kejahatan khususnya

    korban pemerkosaan, khusus untuk tindak pidana pemerkosaan diatur dalam

    Pasal 285 KUHP yang berbunyi:9

            “Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan
            memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia diluar
            perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana
            penjara paling lama dua belas tahun”.

            Isi Pasal 285 KUHP tersebut jelas menggambarkan bahwa korban

    perkosaan belum mendapatkan perlindungan hukum terutama mengenai

    kerugian yang dialami korban yang tidak bisa dikembalikan walaupun pelaku

    dihukum, dalam hukum Islam ganti rugi kepada korban kejahatan adalah

    hukuman denda kepada pelaku tindak pidana, hukuman ini dinamakan qishas

    dan diyat (melukai), lebih jelasnya hukum qishas maupun diyat merupakan

    hukuman yang tidak ditentukan batasanya, tidak ada batasan terendah dan

    tertinggi tetapi menjadi hak perorangan antara korban dan walinya.10




      9
        Indonesia, KUHAP dan KUHP, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hlm. 98.
      10
          Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2004), hlm.74.
6




            Bentuk perlindungan yang terkait dengan tindak pidana perkosaan

    dalam Islam di kenal dengan konsep (al Wath bi al Ikrah) zina karena di

    paksa,11 pada umumya dikategorikan sebagai jarimah hudud, untuk kejahatan

    perkosaan ini, hanya orang yang melakukan pemaksaan saja yang di jatuhi

    hukuman had, para ahli hukum Islam berpendapat bahwa hukuman si

    pemaksa itu bisa dijatuhkan baik untuk lelaki maupun untuk perempuan. 12

            Ada beberapa hal yang perlu diketahui dalam skripsi ini, bahwa

    perkosaan merupakan bentuk kekerasan primitif yang terdapat pada

    masyarakat manapun,13 perkosaan adalah tindak kekerasan atau kejahatan

    seksual yang berupa hubungan seksual yang dilakukan oleh laki-laki terhadap

    perempuan dengan kondisi sebagai berikut: mengancam si korban dan

    perbuatan tersebut tanpa dikehendaki si korban. Menurut Adam Chazawi,

    perkosaan adalah pemaksaan dan kekerasan yang sering berakibat trauma

    yang berkepanjangan pada si korban,14 apalagi korbanya adalah anak yang

    masih dibawah umur.

            Apabila merujuk pada beberapa pengertian diatas maka tindak pidana

    perkosaan merupakan tindak pidana yang didalamnya ada unsur pemaksaan

    dari pelaku, baik pemaksaan itu disertai dengan pemukulan atau hanya


      11
          Abdul Wahid, dan Muhammad Irfan, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan
Seksual, Advokasi ats Hak Asasi Perempuan, (Bandung: PT Refika Aditama, 2001), hlm. 137.
      12
         Topo Santoso, Membumikan Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 2003),
hlm.125.
      13
         Eko Prasetyo, Suparman Marzuki, Perempuan Dalam Wacana Perkosaan, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar Offest, 1997), hlm. 5.
      14
          Adam Chazawi, Tindak Pidana Mengenai Kesopanan, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2005), hlm. 63.
7




sekedar ancaman, dan orang yang dipaksa bisa disebut dengan korban yang

umumya adalah perempuan yang berhak mendapatkan perhatian serta

perlindungan hukum baik yang bersifat fisik maupun psikis.

          Dibawah ini adalah satu contoh kasus dari sekian ribu kasus perkosaan

yang ada di Indonesia yang didalamnya ada unsur pemaksaan dengan

ancaman kekerasan, kasus tersebut sudah diputus oleh Pengadilan Negeri

Semarang        dalam     Putusan     Pengadilan      Negeri     Semarang:      No.425

/pid.B/2010/PN Semarang yaitu perbuatan yang dilakukan oleh Aryono Bin

Parto Dikromo memaksa anak yaitu Nova Nurwanti Binti Susanto berusia 10

tahun untuk melakukan persetubuhan denganya secara berturut-turut sebanyak

3 (tiga) kali. Setelah sidang di Pengadilan Negeri Semarang, Hakim

memutuskan menjatuhkan pidana kepada terdakwa Aryono bin Parto Dikromo

dengan dengan pidana penjara 7 tahun dan denda sebesar Rp 60.000.000,-

(enam puluh juta rupiah) apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan

kurungan selama 6 (enam) bulan.15

          Dari latar belakang diatas penulis tertarik untuk meneliti lebih detail

mengenai ganti rugi sebagai bentuk perlindungan terhadap korban perkosaan

dalam Putusan Pengadilan Negeri Semarang Dengan Nomer Perkara: No.425

/pid.B/2010/PN Semarang.




 15
      Isi Putusan Pengadilan Negeri Semarang Perkara Nomor: 425 /pid.B/2010/PN Semarang.
8




B. Pokok Permasalahan

          Berangkat dari latar belakang tersebut, maka ada beberapa pokok

   masalah yang bisa dikembangkan dan dicari pangkal penyelesaianya,

   sehingga dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

   1. Bagaimana upaya ganti rugi sebagai bentuk perlindungan hukum bagi

      korban pemerkosaan dalam Putusan Pengadilan Negeri Semarang: No.425

      /pid.B/2010/PN Semarang menurut hukum Positif?

   2. Bagaimana upaya ganti rugi sebagai bentuk perlindungan hukum bagi

      korban pemerkosaan dalam Putusan Pengadilan Negeri Semarang: No.425

      /pid.B/2010/PN Semarang menurut hukum Islam?

C. Tujuan Penulisan Skripsi

          Sesuai dengan pokok permasalahan di atas, maka setiap karya ilmiah

   pasti ada dasar dan tujuan tertentu, sehingga terwujud tujuan yang di

   harapkan.

   1. Tujuan Penulisan Skripsi

               Adapun tujuan penulisan Skripsi yang penulis harapkan dari

      proposal ini adalah sebagai berikut:

      a. Untuk mengetahui upaya ganti rugi sebagai bentuk perlindungan

          hukum dalam Putusan Pengadilan Negeri Semarang Perkara Nomor:

          425 /pid.B/2010/PN Semarang menurut hukum positif.

      b. Untuk mengetahui mengenai ketentuan upaya ganti rugi sebagai

          bentuk perlindungan hukum bagi korban pemerkosaan dalam Putusan
9




          Pengadilan Negeri Semarang Perkara Nomor: 425 /pid.B/2010/PN

          Semarang menurut hukum Islam.

   2. Kegunaan Penelitian

             Adapun kegunaan penelitian yang penyusun harapkan dari

      penyusunan proposal ini adalah sebagai berikut:

      a. Untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan khususnya dalam

          kajian hukum pidana Islam.

      b. Sebagai bahan masukan bagi masyarakat yang ingin memperdalam

          tentang masalah hukum yang berkembang saat ini.

D. Telaah Pustaka

          Mengetahui sejauh mana obyek penelitian dan kajian terhadap

   masalah pemberian ganti rugi bagi korban pemerkosaan dalam konsep Islam,

   peneliti telah melakukan pra penelitian (telaah) terhadap sejumlah literature,

   hal ini di lakukan untuk memastikan apakah ada penelitian dengan tema dan

   kajian yang sama, sehingga nanti tidak terjadi pengulangan (repitisi) yang

   mirip dengan penelitian sebelumnya.

          M Khasbun dalam sekripsinya yang berjudul “Analisis Putusan

  Pengadilan Negeri Kendal Nomor 187/Pid.B/2006/Pn.Kdl Tentang “Tindak

  Pidana Pemerkosaan Yang Menyebabkan Kematian” dalam karyanya di

  jelaskan bahwa Pengadilan Negeri Kendal telah memeriksa dan mengadili

  kasus pemerkosaan dengan amar putusan selama 4 (empat) tahun penjara,

  dikarenakan pemerkosaan yang menyebabkan kematian. Hukuman 4 (empat)
10




   tahun penjara, menurut hukum Islam termasuk dalam jarimah ta’zir, akan

   tetapi hukuman ta’zir belum sesuai karena si korban sampai meninggal dunia.

   Untuk itu hukuman yang sesuai terhadap terdakwa termasuk jarimah qishas-

   diyat yaitu pembunuhan semi sengaja (al-qatl sibh al-‘amd) dengan

   hukumannya adalah diyat atau ganti rugi berupa seratus ekor unta/ dua ratus

   ekor sapi yang diberikan kepada pihak si korban atau keluarganya dan

   membayar kifarat yakni memerdekakan budak atau berpuasa dua bulan

   berturut-turut,16 skripsi ini hanya membahas tentang ganti rugi karena adanya

   kematian pihak korban yang diperkosa, namun dalam skripsi ini tidak

   membahas ganti rugi bagi korban pemerkosaan yang menderita luka fisik

   maupun psikis yang berkepanjangan.

            Subhan dalam skripsi yang berjudul “Studi Hukum Islam Terhadap

   Kejahatan Perkosaan Yang Dilakukan Oleh Anak Dibawah Umur, (Analisis

   Putusan Pengadilan Negeri Semarang Nomor 647 Pid B 2005 Tentang

   Kejahatan Kesusilaan.” Dalam skripsinya diterangkan bahwa pelaku tindak

   pidana dihukum ringan yaitu dikembalikan kepada orang tuanya untuk dididik

   dan dibina dibawah bimbingan dan pengawasan dari balai pemasyarakatan

   kota semarang. Vonis yang dijatuhkan Majelis kepada pelaku perkosaan yang

   masih dibawah umur tersebut masih kurang tepat karena tidak sebanding

   dengan penderitaan yang dialami wanita korban perkosaan baik secara fisik


      16
         M. Khasbun, Analisis Putusan Pengadilan Negeri Kendal Nomor 187/Pid.B/2006/Pn.Kdl
Tentang Tindak Pidana Pemerkosaan Yang Menyebabkan Kematian, (Semarang: Skripsi Fakultas
Syari’ah Institut Agama Islam Negeri Walisongo), 2010.
11




   maupun      psikologis   yang    berkepanjangan,      seharusnya    pelaku    tidak

   dikembalikan kepada orang tuanya walupun dia masih dibawah umur.17

   Skripsi ini hampir sama dengan skripsi yang sedang dibahas dengan obyek

   pemberatan hukuman bagi pelaku pemerkosaan, akan tetapi dalam skripsi ini

   tidak membahas tentang hak-hak wanita korban perkosaan untuk mendapatkan

   ganti kerugian baik secara fisik maupun psikis.

           Dalam tesis karya Ira Idawati, S.H., yang berjudul “Perlindungan

   hukum terhadap korban tindak pidana perkosaan dalam peradilan pidana”

   dijelaskan bahwa kasus tindak pidana perkosaan paling banyak menimbulkan

   kesulitan dalam penyelesaianya baik pada tahap penyidikan, penuntutan,

   maupun pada tahap penjatuhan pidana tahap penjatuhan putusan. Selain

   kesulitan dalam batasan itu, juga kesulitan dalam pemubuktianya misalnya

   perkosaan atau perbuatan cabul yang umumnya dilakukan tanpa kehadiran

   orang lain. Walaupun sudah diproses sampai ke pengadilan tetapi kasus-kaus

   itu pelakunya tidak dijatuhi hukuman yang maksimal sesuai dengan ketentuan

   perundang-undangan yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum

   Pidana ( KUHP) BAB XIV tentang Kejahatan Terhadap Kesusilaan (pasal 281

   s/d 296), khususnya yang mengatur tentang tindak pidana perkosaan (pasal

   285). Permasalahan yang dihadapi oleh korban tindak pidana perkosaan tidak


      17
        Subhan, Studi Hukum Islam Terhadap Kejahatan Perkosaan Yang Dilakukan Oleh Anak
Dibawah Umur, (Analisis Putusan Pengadilan Negeri Semarang Nomor 647 Pid B 2005 Tentang
Kejahatan Kesusilaan.” (Semarang: Skripsi Fakultas Syari’ah Institut Agama Islam Negeri
Walisongo), 2007.
12




   hanya yang terjadi pada dirinya, namun juga terjadi dalam proses hukum

   terhadap kasus yang menimpanya. Korban tindak pidana pemerkosaan bisa

   menjadi korban ganda dalam proses persidangan dan juga bisa mendapat

   perlakuan yang tidak adil dalam proses untuk mencari keadilan itu sendiri.

              Dalam tesis ini menjelaskan tentang perlindungan bagi korban

   permerkosaan pada saat proses peradilan itu berjalan yang dimana aparat

   penegak hukum masih memperlakukan perempuan korban kekerasan

   (perkosaan) sebagai obyek, bukan subyek yang harus didengarkan dan

   dihormati hak-hak hukumnya dan sesudah proses persidangan itu selesai

   korban berhak untuk mendapatkan restitusi dan kompensasi, konseling,

   pelayanan/bantuan medis. Akan tatapi dalam skripsi ini penulis akan meneliti

   tentang upaya ganti rugi sebagai bentuk perlindungan hukum bagi korban

   pemerkosaan menurut hukum Islam.18

E. Metode Penelitian

            Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

    berikut:

   1. Jenis Penelitian

                Berdasarkan jenisnya penelitian ini merupakan penelitian hukum

           normatif atau disebut juga dengan penelitian kepustakaan (Library




      18
         Ira Dwiati, Perlindugan Hukum Terhadap Korban Tindak Pidana Perkosaan Dalam
Peradilan Pidana, (Semarang: Tesis Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas
Diponegoro), 2007.
13




           Research),19 yaitu dengan jalan melakukan penelitian terhadap sumber

           sumber tertulis,20 dengan mengkaji dokumen atau sumber tertulis seperti

           buku, majalah, jurnal yang ada hubunganya dengan judul skripsi yaitu

           upaya ganti rugi sebagai bentuk perlindungan hukum bagi korban

           perkosaan.

    2. Sifat penelitian

                  Berdasarkan sifatnya penelitian ini bersifat diskriptif,21yaitu

           memaparkan dan menjelaskan data yang berkaitan dengan pokok

           pembahasan, kemudian menguraikan segala sesuatunya dengan cermat dan

           terarah mengenai upaya ganti rugi sebagai bentuk perlindungan hukum

           bagi korban pemerkosaan.

    3. Sumber Data

               Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian adalah subyek

           dari mana data itu diperoleh,22 data yang penulis gunakan adalah data

           Kualitatif, yaitu data yang tidak berbentuk angka,23 data tersebut ada 2

           macam yaitu:




      19
          Library Research menurut Bambang Waluyo adalah metode tunggal yang dipergunakan
dalam penelitian hukum normatif.
       20
          Bambang Waluyo, S.H., Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika,
2002), hlm. 50.
       21
          Soeharso dan Ana Retnonongsih, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Semarang: Widya
Karya, 2005), hlm. 121.
       22
          Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Cet. 13, (Jakarta:
PT. Rineka Cipta, 2000), hlm. 129.
       23
          Rianto Adi, Metodologi Pelitian Social Dan Hukum, (Jakarta: Granit, 2004, Cet. 1), hlm.
56.
14




           a.   Data primer, yaitu penelusuran dan inventarisasi data yang bersumber

                pada literarur yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti guna

                mendapatkan konsep tentang persoalan yang akan dijadikan obyek

                pelelitian,24 yaitu Putusan Pengadilan Negeri Semarang: No.425

                /pid.B/2010/PN Semarang.

           b.   Data sekunder, yaitu data yang sudah dalam bentuk jadi, seperti data

                dalam bentuk dokumen dan publikasi, misalnya buku-buku, surat-

                surat, catatan harian, laporan, dan sebagainya,25 yang ada kaitanya

                dengan tema yang sedang dibahas yakni ganti rugi sebagai bentuk

                perlindungan hukum bagi korban pemerkosaan.

    4. Pengumpulan Data

                Dan ini penulis menggunakan pengumpulan data sebagai berikut:

           a. Observasi

                     Metode ilmiah biasa diartikan sebagai pengamatan, pencatatan

                dengan sistematik melalui fenomena-fenomena yang diselidiki,26yaitu

                metode pengumpulan data dengan pengamatan dokumen yang ada

                hubungannya dengan pokok pembahasan berupa arsip, peraturan

                perundang-undangan, catatan buku-buku, surat-kabar atau majalah dan

                lain sebagainya.


      24
           Kartini Kartono, Pengantar Metodologi Riset, Cet. 7, (Bandung: Mandar Maju, 1996),
hlm. 33.
      25
       Rianto Adi, Op, Cit, hlm. 61.
      26
       Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Jilid.2, (Yogyakarta: Yayasan Penerbit Fakultas
UGM, 1998), hlm. 136.
15




           b. Dokumentasi

                    Metode pengumpulan data melalui benda-benda tertulis yaitu

              mencari data mengenai hal-hal atau variabel berupa; (Putusan

              Pengadilan Negeri Semarang: No.425 /pid.B/2010/PN Semarang),

              perundang-undangan, catatan buku-buku, surat kabar atau majalah,

              notulen, agenda, dan lain-lain yang dapat memberikan gambaran

              fakta,27 metode dokumentasi ini digunakan untuk memperoleh data

              yang diperlukan dari dokumen.

   5. Analisis Data

                Metode analisis yang digunakan dalam upaya ganti rugi sebagai

           bentuk perlindungan hukum bagi korban pemerkosaan dalam Putusan

           Pengadilan   Negeri   Semarang:    No.425     /pid.B/2010/PN      Semarang

           menggunakan metode deskriptif analisis yaitu metode yang menjelaskan

           suatu obyek permasalahan secara sistematis, memberikan analisa secara

           cermat, kritis, luas dan mendalam terhadap obyek kajian,28 dengan cara

           berfikir dengan metode sebagai berikut:

           a. Metode Deduktif

                  Berfikir deduksi adalah proses pendekatan yang berangkat dari

             kebenaran umum suatu fenomena (teori) mengenaralisasikan kebenaran

             tersebut pada suatu peristiwa atau data tertentu yang berciri sama


      27
         Suharsimi Arikunto, Op, Cit, hlm. 231.
      28
         Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Cet. 4, (Yogyakarta: Gajah Mada
University, 1993), hlm. 63.
16




             dengan fenomena yang bersangkutan (prediksi).29 Dengan kata lain

             deduksi berarti faktor yang bersifat umum, kemudian diterapkan kepada

             kenyataan yang bersifat khusus yaitu disimpulkan dalam pengertian

             khusus.30 Metode ini digunakan pada bab II, III dan IV.

           b. Metode Induktif

                  Berfikir induksi adalah metode berfikir berangkat dari faktor-faktor

             yang bersifat khusus dan peristiwa-peristiwa konkrit, kemudian dari

             faktor-faktor yang bersifat khusus dan peristiwa-peristiwa konkrit

             tersebut ditarik      generalisasi-generalisasi      yang mempunyai sifat

             umum,31 metode ini digunakan pada bab III dan IV.

           c. Metode Content Analisis

                  Metode conten analisis adalah metode yang digunakan untuk

             analisis data dan pengolahan data secara ilmiah tentang isi sebuah pesan

             dari suatu komunikasi,32 metode ini digunakan pada bab IV.

                  Sedangkan metode analisis dengan pendekatan yang digunakan

             untuk analisis data yaitu upaya ganti rugi sebagai bentuk perlindungan

             hukum bagi korban pemerkosaan dalam Putusan Pengadilan Negeri

             Semarang: No.425 /pid.B/2010/PN Semarang berdasarkan teori hukum

             adalah dengan menggunakan metode pendekatan normatif, yaitu suatu

      29
           Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, Cet. 3, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), hlm.
40.
      30
         Sutrisno Hadi, Op, Cit., hlm. 36.
      31
         Ibid, hlm. 42.
      32
         Noeng Muhadjir, Motode Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996), hlm.
49.
17




             prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan

             logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya.33 Metode analisis dengan

             pendekatan ini digunakan dalam bab IV.

F. Sistematika Penulisan

              Untuk mendapatkan kemudahan terhadap pembahasan yang teliti,

    penyusun akan mensistematika skripsi ini dengan membagi tema menjadi

    beberapa bagian. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan beberapa katagori

    dalam pembahasan sebagai berikut:

    1. Bagian Muka

                Bagian muka ini terdiri dari: halaman judul, halaman nota

           Pembimbing, halaman nota pengesahan, halaman motto, halaman

           persembahan, halaman deklarasi, halaman abstrak, halaman kata

           pengantar, dan halaman daftar isi.

    2. Bagian Isi, terdiri dari:

                  Bab I: Pendahuluan. bab ini meliputi: latar belakang masalah,

           rumusan masalah, telaah pustaka, tujuan penulisan skripsi, metode

           penelitian, dan sistematika penulisan skripsi.

                  Bab II: Upaya Ganti Rugi Sebagai Bentuk Perlindungan Bagi

           Korban Pemerkosaan Dalam Hukum Positif dan Hukum Islam, A. Tindak

           pidana pemerkosaan menurut hukum Positif, sub bab ini meliputi:



      33
        Johni Ibrahim, Teori Dan Metodologi Penelitian Hukum Normative, (Maltang: Bayu
Media Publising, 2005), hlm. 57.
18




   pengertian tindak pidana perkosaan dan jenis-jenisnya, pengertian korban

   pemerkosaan dan jenis-jenisnya, ketentuan ganti rugi dalam hukum

   Positif, B. Tindak pidana zina menurut hukum Islam, sub bab ini meliputi:

   definisi jarimah, tindak pidana zina, zina karena dipaksa, ganti rugi

   (diyat).

            Bab III: Putusan Pengadilan Negeri Semarang Dengan Nomer

   Perkara: No.425 /pid.B/2010/PN Semarang. bab ini, meliputi tentang

   profil Pengadilan Negeri Semarang, tugas dan kewenangan Pengadilan

   Negeri Semarang, proses penyelesaian perkara Nomor.425/pid.B/2010/PN

   Semarang.

            Bab IV: Analisis ganti rugi sebagai bentuk perlindungan hukum

   bagi korban perkosaan terhadap Putusan Pengadilan Negeri Semarang

   dengan nomer perkara: 425 /pid.B/2010/PN Semarang. bab ini, meliputi:

   analisis tindak pidana pemerkosaan. Analisis ganti rugi terhadap korban

   perkosaan dengan sub bab meliputi analisa terhadap amar putusan

   Pengadilan Negeri No.425 /pid.B/2010/PN Semarang, implikasi ganti

   rugi.

           Bab V: Penutup. Merupakan bab terakhir yang berisi: kesimpulan,

   saran-saran dan diakhiri dengan penutup.

3. Bagian Akhir

            Bagian Akhir terdiri dari: Daftar pustaka, daftar riwayat

   pendidikan penulis dan lampiran-lampiran.
BAB II

 UPAYA GANTI RUGI SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM

                      BAGI KORBAN PEMERKOSAAN



A. Tindak Pidana Pemerkosaan Menurut Hukum Positif

  1. Pengertian Tindak Pidana Pemerkosaan Dan Jenis-Jenisnya

           Perkosaan (rape) berasal dari bahasa latin rapere yang berarti

     mencuri, memaksa, merampas. Perkosaan adalah suatu usaha untuk

     melampiaskan nafsu seksual yang dilakukan oleh seorang laki-laki terhadap

     perempuan dengan cara yang dinilai melanggar menurut moral dan hukum.

     Perkosaan juga dapat terjadi dalam sebuah pernikahan di dalam pasal 285

     KUHP disebutkan bahwa:1

          "barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa
          seorang wanita bersetubuh dengan dia diluar perkawinan, diancam
          karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua
          belas tahun.Pada pasal ini perkosaan didefinisikan bila dilakukan hanya
          di luar perkawinan".

           Selain itu kata-kata bersetubuh memiliki arti bahwa secara hukum

     perkosaan terjadi pada saat sudah terjadi penetrasi, pada saat belum terjadi

     penetrasi maka peristiwa tersebut tidak dapat dikatakan perkosaan tetapi

     masuk dalam kategori pencabulan,2 tindak pidana perkosaan yang diatur

     dalam Pasal 285 KUHP itu ternyata hanya mempunyai unsur-unsur


     1
      Indonesia, KUHAP dan KUHP, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hlm 89.
     2
     http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php?judul=Pelaku%20Pemerkosaan%20Pantas%20Di
hukum%20Berat&&nomorurut_artikel=452/di akses tgl 6 Januari 2012.

                                        19
20




      obyektif, yaitu: unsur barang siapa, dengan kekerasan, dengan ancaman

      akan memakai kekerasan, memaksa, seorang wanita, mengadakan hubungan

      kelamin diluar perkawinan, dengan dirinya.3

              Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang disusun oleh W.J.S

      Poerwadarminta, pengertian perkosaan dilihat dari/ asal kata yang apat

      diuraikan sebagai berikut:4

      a. Perkosa         : gagah; paksa; kekerasan; perkasa

      b. Memperkosa : 1) Menundukan dan sebagainya dengan kekerasan.

                          2) Melanggar (menyerang dsb) dengan kekerasan

      c. Perkosaan       : 1) Perbuatan memperkosa, penggagahan dengan paksaan

                          2) Pelanggaran dengan kekerasan.

            Kata     perkosaan    sebagai    terjemahan     dari   aslinya    (Belanda)

      “verkarchting” yakni perkosaan untuk bersetubuh, oleh karena itu menurut

      beliau kualifikasi yang tepat untuk Pasal 285 KUHP ini adalah perkosaan

      untuk bersetubuh. Apabila rumusan perkosaan ini dirinci terdiri dari unsur-

      unsur sebagai berikut: 5

      a. Perbuatanya                     : memaksa

      b. Caranya                         : 1) dengan kekerasan

                                          2) ancaman kekerasan

      3
         P.A.F. Lamintang, Delik-Delik Khusus, Tindak-Tindak Pidana Melanggar Norma-Norma
Kesusilaan dan Norma-Norma Kepatutan, (Bandung: Mandar Maju, 1990), hlm. 108.
       4
         W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: PN Balai
Pustaka, 1984), hlm. 741.
       5
          Adam Chazawi, Tindak Pidana Mengenai Kesopanan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2007), hlm. 63.
21




      c. Objek                            : seorang perempuan bukan istrinya

      d. Bersetubuh dengan dia

            Menurut Soetandyo Wingnjosoebroto bahwa “perkosaan” adalah

      suatu usaha melampiaskan hawa nafsu seksual oleh seorang laki-laki

      terhadap seorang perempuan dengan cara menurut moral dan/ atau hukum

      yang berlaku adalah melanggar hukum.6

            Wirdjono Prodjodikoro, mengungkapkan bahwa perkosaan adalah:

      Seorang laki-laki yang memaksa seorang perempuan yang bukan istrinya

      untuk bersetubuh dengan dia, sehingga sedemikian rupa ia tidak dapat

      melawan, maka dengan terpaksa ia mau melakukan persetubuhan itu.7

            Nursyahbani Kantjasungkana, berpendapat bahwa perkosaan adalah

      salah satu bentuk kekerasan terhadap perempuan yang merupakan contoh

      kerentanan posisi perempuan terhadap kepentingan laki-laki.8

            Back’s Law Dictionary, yang dikutip oleh Topo Santoso, merumuskan

      perkosaan atau rape sebagai berikut: 9

            “Hubungan seksual yang melawan hukum/tidak sah dengan seorang
             perempuan tanpa persetujuannya, persetubuhan secara melawan
             hukum/tidak sah terhadap seorang perempuan oleh seorang laki-laki
             dilakukan dengan paksaan dan bertentangan dengan kehendaknya,
             tindak persetubuhan yang dilakukan oleh seorang laki-laki terhadap
             seorang perempuan bukan istrinya dan tanpa persetujuannya,


      6
         Eko Prasetyo, dan Suparman Marzuki, Perempuan Dalam Wacana Perkosaan,
(Yogyakarta: Pustaka Belajar Offset, 1997), hlm. 25.
      7
         Wirdjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, (Bandung:
      Eresco, 1986), hlm. 117.
      8
        Abdul Wahid, dan Muhammad Irfan, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual,
Advokasi atas Hak Asasi Perempuan, (Bandung: PT Refika Aditama, 2001), hlm. 65.
      9
        Topo Santoso, Seksualitas Dan Hukum Pidana, (Jakarta: IND. HILL-CO, 1997), hlm. 17.
22




         dilakukan ketika perlawanan perempuan tersebut diatasi dengan
         kekuatan dan ketakutan atau di bawah keadaan penghalang.”

         Walaupun didalam rumusanya Pasal 285 KUHP tidak mensyaratkan

adanya unsur kesengajaan akan tetapi dicantumkan unsur “memaksa” maka

tindak pidana perkosaan seperti yang dimaksud dalam Pasal 285 KUHP itu

harus dilakukan dengan sengaja. Karena seperti yang telah diketahui dalam

Pasal 285 KUHP itu harus dilakukan dengan sengaja maka dengan

sendirinya kesengajaan itu harus dibuktikan oleh penuntut umum atau

hakim di sidang pengadilan yang memeriksa dan mengadili perkara pelaku

bahwa telah didakwa melanggar larangan yang diatur dalam pasal KUHP.10

         Pengertian perbuatan memaksa (dwingen) adalah perbuatan yang

ditujukan pada orang lain dengan menekankan kehendak orang lain itu agar

orang lain itu tadi menerima kehendak orang yang menekan atau dengan

kehendaknya sendiri. 11

         Perbuatan memaksa menurut Pasal 285, yakni bersetubuh dengan dia,

atau bersedia di setubuhi, demikian juga memaksa pada Pasal 289 dalam hal

membiarkan dilakukan perbuatan cabul, sementara itu untuk yang kedua

misalnya terdapat pada Pasal 368 (pemerasan), Pasal 369 (pengancaman)

dimana perbuatan memaksa ditujukan agar orang yang dipaksa melakukan




10
     P.A.F. Lamintang, Op, Cit, hlm. 109.
11
     Adam Chazawi, Lok, Cit.
23




perbuatan yang sama dengan kehendaknya, yakni menghapuskan piutang

dan membuat utang.12

             Jenis-jenis pemerkosaan dapat digolongkan sebagai berikut: 13

1) Sadistic Rape

      Yakni perkosaan pada tipe ini seksualitas dan agresif berpadu dalam

      bentuk yang merusak. Pelaku perkosaan telah nampak menikmati

      kesenangan erotik bukan melalui hubungan seksnya melainkan melalui

      serangan yang mengerikan atas alat kelamin dan tubuh korban;

2) Anger Rape

      Yakni penganiayaan seksual yang bercirikan seksualitas yang menjadi

      sarana untuk menyatakan dan melampiaskan rasa geram dan marah

      yang tertahan. Tubuh korban disini seakan- akan merupakan obyek

      terhadap siapa pelaku yang memproyeksikan pemecahan atas frustasi-

      frustasi, kelemahan, kesulitan dan kekecewaan hidupnya;

3) Domination Rape

      Yakni suatu perkosaan yang terjadi ketika pelaku mencoba untuk

      gigih atas kekuasaan dan superioritas terhadap korban, tujuannya

      adalah penaklukan seksual pelaku menyakiti korban namun tetap

      memiliki keinginan berhubungan seksual;

4) Seductive Rape

      Yakni suatu perkosaan yang terjadi pada situasi-situasi yang

12
     Lok, Cit.
13
     Eko Prasetyo, dan Suparman Marzuki, Op, Cit, hlm. 103.
24




           merangsang yang tercipta oleh kedua belah pihak. Pada mulanya

           korban memutuskan bahwa keintiman personal harus dibatasi tidak

           sampai sejauh persenggamaan, pelaku pada umumnya mempunyai

           keyakinan membutuhkan paksaan, oleh karena              tanpa    itu   tidak

           mempunyai perasaan bersalah yang menyangkut seks;

      5) Victim Precipitated Rape

           Yakni perkosaan yang terjadi (berlangsung) dengan menempatkan

           korban sebagai pencetusnya;

      6) Exploitation Rape

           Perkosaan yang menunjukkan bahwa pada setiap kesempatan melakukan

           hubungan seksual yang diperoleh oleh laki-laki dengan mengambil

           keuntungan   yang      berlawanan   dengan     posisi perempuan        yang

           bergantung padanya secara ekonomis dan social. Misalnya istri yang

           diperkosa oleh suaminya atau pembantu rumah tangga yang diperkosa

           oleh majikannya, sedangkan pembantunya tidak mempersoalkan atau

           mengadukan kasusnya ini kepada pihak yang berwajib.

                Beberapa macam karakteristik umum tindak pidana perkosaan: 14

      1) Agresivitas, merupakan sifat yang melekat pada setiap perkosaan.

      2) Motivasi kekerasan lebih menonjol dibandingkan dengan motivasi

           seksual semata-mata.

      3) Secara psikologis, tindak pidana perkosaan lebih banyak mengandung

      14
          Abdul Wahid, dan Muhammad Irfan, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan
Seksual, Advokasi atas Hak Asasi Perempuan, (Bandung: PT Refika Aditama, 2001), hlm. 48.
25




           masalah kontrol dan kebencian dibandingkan dengan hawa nafsu.

      4) Tindak pidana perkosaan dapat dibedakan ke dalam tiga bentuk, yaitu:

           anger rape, power rape dan sadistis rape. Dan ini direduksi dari anger

           dan violation, control and domination, erotis.

      5) Ciri pelaku perkosaan: mispersepsi pelaku atas korban, mengalami

           pengalaman buruk khususnya dalam hubungan personal (cinta), terasing

           dalam pergaulan sosial, rendah diri, ada ketidakseimbangan emosional.

      6) Korban perkosaan adalah partisipatif. Menurut Meier dan Miethe, 4-

           19% tindak pidana perkosaan terjadi karena kelalaian (partisipasi)

           korban.

      7) Tindak pidana perkosaan secara yuridis sulit dibuktikan.

                 Jenis-jenis perkosaan juga dapat dibedakan menjadi:15

      1) Perkosaan yang pelakunya sudah dikenal korban

           a) Perkosaan oleh suami atau mantan suami

             Perkosaan juga dapat terjadi dalam suatu perkawinan, karena suami

             maerasa berhak untuk memaksa istrinya berhubungan seks kapan

             saja sesuai dengan keinginannya tanpa mempedulikan keinginan

             sang istri. Bahkan tidak jarang terjadi banyak mantan suami yang

             merasa masih berhak untuk memaksakan hubungan seks pada

             mantan istrinya;


      15
         Ira Dwiati, Perlindugan Hukum Terhadap Korban Tindak Pidana Perkosaan Dalam
Peradilan Pidana, (Semarang: Tesis Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas
Diponegoro, 2007), hlm. 41-42.
26




b) Perkosaan oleh teman kencan atau pacar

  Teman    kencan    atau   pacar     bisa     memaksa korban         untuk

  berhubungan    seks   dengan      berbagai    dalih   karena   ia   sudah

  menghabiskan uang untuk menyenangkan korban, karena mereka

  pernah berhubungan seks sebelum itu, karena korban dianggap

  sengaja memancing birahi, atau karena si pacar sudah berjanji akan

  mengawini korban. Ajakan untuk berhubungan seks masih termasuk

  wajar bila si perempuan masih punya kesempatan untuk menolak

  dan penolakannya itu dihormati oleh pacarnya. Bujuk rayu pun

  masih bisa dianggap normal bila kegagalan membujuk tidak diikuti

  oleh tindakan pemaksaan tetapi kalau pacar perempuan itu sampai

  memaksakan kehendaknya, itu sudah berarti suatu kasus perkosaan,

  sekalipun oleh pacar sendiri, jika perempuan itu sudah menolak dan

  berkata “tidak” tapi pacarnya neka melakukann yaitu berarti

  perkosaan. Kasus perkosaan seperti ini sangat jarang didengar orang

  lain karena korban malu dan takut dipersalahkan orang.

c) Perkosaan oleh atasan/majikan

  Perkosaan terjadi antara lain bila seorang perempuan dipaksa

  berhubungan seks oleh atasan atau majikannya dengan ancaman

  akan di PHK bila menolak, atau dengan ancaman-ancaman lain

  yang berkaitan dengan kekuasaan si atasan atau majikan.

d) Penganiayaan seksual terhadap anak-anak
27




                 Seorang anak perempuan atau anak laki-laki dapat diperkosa oleh

                 lelaki dewasa dan masalah ini sangat peka dan sulit karena anak-anak

                 yang menjadi korban tidak sepenuhnya paham akan apa yang

                 menimpa mereka, khususnya bila anak itu mempercayai pelaku.

                 Kalaupun si anak melapor kepada ibu, nenek atau anggota keluarga

                 yang lain, besar kemungkinan laporannya tidak digubris, tak

                 dipercaya, bahkan dituduh berbohong dan berkhayal, biasanya

                 mereka menyangkal kejadian itu hanya dengan alasan “tidak”

                 mungkin bapak/kakek/paman/dsb tega berbuat begitu”.

         2) Perkosaan oleh orang tak dikenal16

             Jenis perkosaan ini sangat menakutkan, namun lebih jarang terjadi

             dari pada perkosaan dimana pelakunya dikenal oleh korban, jenis

             perkosaan ini dapat dibedakan, yaitu:

             a) Perkosaan beramai-ramai

                 Seorang perempuan bisa disergap dan diperkosa secara bergiliran

                 oleh sekelompok orang yang tidak dikenal. Ada kalanya terjadi

                 perkosaan oleh satu orang tidak dikenal kemudian orang-orang

                 lain yang menyaksikan kejadian tersebut ikut melakukannya.

                 Seringkali terjadi beberapa orang remaja memperkosa seorang gadis

                 dengan tujuan agar      mereka      dianggap   “jantan”   atau   untuk

                 membuktikan “kelelakian” nya.


16
     Ibid, hlm. 42.
28




           b) Perkosaan di penjara

             Di seluruh dunia banyak perempuan diperkosa oleh polisi atau

             penjaga penjara setelah mereka ditahan atau divonis kurungan.

             Bahkan perkosaan juga umum terjadi antar penghuni lembaga

             pemasyarakatan laki-laki untuk menunjukkan bahwa si pemerkosa

             lebih kuat dan berkuasa daripada korbannya.

           c) Perkosaan dalam perang atau kerusuhan

             Para serdadu yang sedang berada di tengah kancah pertempuran

             sering memperkosa perempuan di wilayah yang mereka duduki,

             untuk menakut-nakuti musuh atau untuk mempermalukan mereka.

             Perkosaan beramai-ramai dan perkosaan yang sistematis (sengaja

             dilakukan demi memenuhi tujuan politis atau taktis tertentu),

             misalnya kejadian yang menimpa kaum perempuan Muslim Bosnia.

             Tujuan perkosaan semacam ini adalah untuk unjuk kekuatan dan

             kekuasaan di hadapan musuh.

   2. Pengertian Korban Perkosaan dan Jenis-Jenisnya

             Resolusi PBB No. 40/43 Tahun 1985 mendefinisikan korban sebagai

      seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/kerugian psikis

      maupun ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana.17Menurut

      pasal 1 Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban, korban adalah


      17
          Faqihudin, Perlindungan Terhadap Korban Pemerkosaan Anak Dibawah Umur,
(Semarang: Makalah Viktimologi Fakultas Syari’ah Institut Agama Islam Negeri Walisongo,
2010), hlm. 2.
29




          seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/ kerugian

          ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana.18 Menurut kamus

          bahasa Umum Bahasa Indonesia, korban adalah orang yang menderita

          kecelakaan karena perbuatan hawa nafsu sendiri atau orang lain.19

                   Didalam bukunya Arif Gosita diterangkan bahwa yang dimaksud

          dengan korban adalah mereka yang menderita jasmaniah maupun rohaniah

          sebagai akibat tindakan orang lain yang mencari pemenuhan kepentingan

          diri sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan kepentingan dan hak

          asasi yang menderita. Mereka disini dapat berarti: individu, atau kelompok

          baik swasta maupun pemerintah. Selain itu korban juga diartikan bukan

          hanya terbatas pada perseorangan atau kelompok yang mengalaminya

          secara langsung tetapi juga menyangkut orang secara tidak lansung seperti

          keluarga korban yang menjadi tanggunganya.20

                   Khusus untuk korban perkosaan, derita yang dialaminya tidak dapat

          dibandingkan dengan korban perampokan, pencurian, atau penjambretan.

          Korban semacam ini umumnya terbatas kehilangan harta benda, relative

          tidak menderita batin dan tekanan social berkepanjangan. Namun sebaliknya

          korban perkosaan, mereka kehilangan harga kehormatan, harga diri yang

          tidak mungkin bisa diganti, dibeli atau disembuhkan sekalipun mencincang



          18
               Indonesia, Undang-Undang No 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban,
hlm. 3.
          19
               W.J.S. Poerwadarminta, Loc. Cit.
          20
               Arif Gosita, Masalah Korban Kejahatan, (Jakarta: Akademika Persindo, 1983), hlm. 41.
30




      pelaku hingga mati.21 Lebih-lebih korban perkosaan adalah anak-anak

      dibawah umur, mereka akan mengalami penderitaan yang lebih berat lagi,

      sebab kekerasan yang dialaminya akan menjadi trauma yang membayangi

      perjalanan hidupnya, kalau bertemu dengan kaum laki-laki, mereka tidak

      hanya membencinya, tapi juga takut menjalin relasi denganya.22

             Perkembangan ilmu viktimologi mengajak masyarakat untuk lebih

      memperhatikan posisi korban kejahatan juga memilah-milah jenis korban

      kejahatan hingga kemudian munculah berbagai jenis korban, yaitu: 23

      1) Nonparticipating victims, yaitu mereka yang tidak peduli terhadap upaya

           penanggulangan kejahatan;

      2) Latent Victims, yaitu mereka mempunyai sifat karakter tertentu sehingga

           cenderung menjadi korban;

      3) Participating    victims,    yaitu   mereka     yang    dengan     perilakunya

           memudahkan dirinya menjadi korban;

      4) Proacative victims, yaitu mereka yang mempunyai sifat karakter tertentu

           sehingga cenderung menjadi korban;

      5) False victims, yaitu mereka yang menjadi korban karena perbuatan yang

           dibuatnya;

             Menurut Arif Gosita, jenis-jenis korban perkosaan adalah sebagai

      berikut: 24

      21
         Eko Prasetyo, dan Suparman Marzuki, Op, Cit, hlm. 102.
      22
         Abdul Wahid, dan Muhammad Irfan, Op, Cit, hlm.79.
      23
          Dikdik M. Arief, d a n Mansur Elisatris Gultom, Urgensi Perlindungan Korban
Kejahatan- Antara Norma dan Realita, (Jakarta: PT. RadjaGrafindo Persada, 2007), hlm. 49.
31




1) Korban murni

      a) Korban perkosaan yang belum pernah berhubungan dengan pelaku

         sebelum perkosaan.

      b) Korban perkosaan yang pernah berhubungan dengan pihak pelaku

         sebelum perkosaan.

2) Korban Ganda

      Adalah korban perkosaan selain mengalami penderitaan selama

      diperkosa, juga mengalami berbagai penderitaan mental, fisik, dan sosia,

      misalnya: mengalami ancaman-ancaman yang mengganggu jiwanya,

      mendapat pelayanan yang tidak baik selama pemeriksaaan pengadilan,

      tidak mendapat ganti kerugian, mengeluarkan uang pengobatan,

      dikusilkan dari masyarakat karena sudah cacat khusus, dan lain-lain.

3) Korban Semu

      Adalah korban yang sebenarnya sekaligus juga pelaku, ia berlagak

      diperkosa dengan tujuan mendapat sesuatu dari pelaku.

         Khusus untuk korban kejahatan perkosaan, baik dari jenis korban

murni, korban ganda, dan korban semu, posisi wanita masih selalu berada

pada pihak yang dilematis karena kalau menuntut melalui jalur hukum,

mengundang konsekuensi selain sering berbelit-belit juga merasa malu

karena terpublikasikan, selain itu sistem pemidanaan KUHP Indonesia tidak

menyediakan pidana ganti kerugian bagi korban perkosaan, jadi posisi


24
     Ira Dwiati, Op, Cit, hlm. 48.
32




  wanita dalam hal ini wanita korban perkosaan tetap pada posisi tidak

  diuntungkan sebagai korban kejahatan.25

3. Ketentuan Ganti Rugi Dalam Hukum Pidana Positif

           Ganti kerugian terdapat dalam hukum perdata dan pidana namun

  antara keduanya memiliki perbedaan, Dalam hukum pidana, ruang lingkup

  pemberian ganti kerugian lebih sempit dibandingkan dengan pemberian

  ganti kerugian dalam hukum perdata. Ganti kerugian yang akan dibicarakan

  dalam skripsi kali ini adalah ganti kerugian dalam hukum Pidana.

           Ganti kerugian dalam hukum perdata lebih luas daripada ganti

  kerugian dalam hukum pidana karena ganti kerugian dalam hukum perdata

  (mengacu pada pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata) adalah

  mengembalikan penggugat ke dalam keadaan yang semula sebelum

  kerugian yang ditimbulkan oleh tergugat terjadi. Dalam hukum perdata

  ganti kerugian bisa dimintakan setinggi tingginya (tidak ada jumlah

  minimum dan maksimum) mencakup kerugian materil dan kerugian

  immaterial.

           Sedangkan ganti kerugian dalam hukum pidana hanya terhadap

  ongkos atau biaya yang telah dikeluarkan oleh pihak korban. Artinya yang

  immateril itu tidak termasuk. Ganti kerugian dalam hukum pidana dapat

  diminta terhadap 2 perbuatan, yaitu karena perbuatan aparat penegak hukum




  25
       Eko Prasetyo, dan Suparman Marzuki, Op, Cit, hlm. 166.
33




       dan karena perbuatan terdakwa.26 Pada umumnya ganti kerugian dalam

       proses pidana berkenaan dengan penangkapan dan penahanan serta

       tindakan-tindakan lainya yang bertentangan dengan hukum, yang dilakukan

       oleh aparat penegak hukum diatur dalam pasal 9 ayat 1 UU No. 14 tahun

       1970, pasal ini menyediakan prosedur ganti rugi bagi mereka yang

       ditangkap, ditahan, dituntut, atau diadili,27 selanjutnya diatur dalam Pasal 95

       KUHAP Ayat 1 dan 2.28

               Sedang ganti kerugian bagi mereka yang menjadi korban pelanggaran

       hukum pidana (victim of crime), biasanya dikategorikan sebagai masalah

       Perdata29 padahal apabila mengacu pada hukum pidana materiil antara lain

       ketentuan yang berkaitan dengan pidana bersyarat yang diatur dalam Pasal

       14 c KUHP. Dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa hakim dapat

       menjatuhkan pidana bersyarat dengan syarat umum dan syarat khusus yang




       26
           http://wawasanhukum.blogspot.com/2007/06/ganti-kerugian-dan-rehabilitasi.html,         Di
tulis oleh: Diah Lestari P dan Theodora YSP, diakses pada tangga l 2 April 2012.
        27
             Muladi, Hak Asasi Manusia, Politik dan Siatem Peradilan Pidana, (Semarang:
Universitas Diponegoro, 1997), hlm. 183.
        28
            Pasal 95 ayat 1: tersangka terdakwa atau terpidana berhak menuntut, gati kerugian karena
ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan tindakan lain, tanpa alas an yang
berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang
ditetapkan. Ayat 2: tuntutan ganti kerugian oleh tersangka atau ahli warisnya atas penangkapan
atau penahanan serta tindakan lain tanpa alas an yang berdasarkan undang-undang atau karena
kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimna dimaksud dalam ayat 1 yang
perkaranya diajukan ke pengadilan negri, diputus disidang pra peradilan sebagaimana dimaksus
dalam pasal 77 ayat 3: tuntutan ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diajukan oleh
tersangka, terdakwa, terpidana atau ahli warisnya kepada pengadilan yang berwenang mengadili
perkara yang bersagkutan. Indonesia, KUHAP dan KUHP, (Jakarta: SInar Grafika, 2007), hlm.
237-238.
        29
            Djoko Prakoso, Masalah Ganti Rugi Dalam KUHAP, (Jakarta: Bina Akasara, 1988), hlm.
106.
34




      harus dipenuhi selama masa percobaan.30 Selanjutnya dalam undang-undang

      No. 3 tahun 1971.31Adapun ketentuan ganti kerugian lainya dapat dijumpai

      dalam undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Nomor 76, terutama dalam

      Pasal 1 ayat 10 c, Pasal 1 butir 22.32

             Selanjutnya ketentuan ganti kerugian kepada korban kejahatan diatur

      dalam pasal 98 KUHAP Ayat 1 dan 2,33 yang menyebutkan bahwa jika

      suatu perbuatan yang menjadi dasar dakwaan di dalam pemeriksaan perkara

      pidana oleh Pengadilan Negeri menimbulkan kerugian bagi orang lain maka

      hakim ketua sidang atas permintaan orang itu dapat menetapkan untuk

      menggabungkan perkara ganti kerugian itu kepada perkara pidana. Asas

      penggabungan perkara pidana dan gugatan ganti rugi ini bercorak perdata,

      merupakan hal baru dalam praktek penegakan hukum di Indonesia, gugatan

      ganti rugi perdata ini berupa:34




      30
           Syarat khusus tersebut berupa kewajiban bagi terpidana untuk mengganti segala atau
sebagian kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidana dalam waktu tertentu. Lihat: Prof. Dr.
Muladi, S.H, Ibid, hlm. 183.
       31
          Terdapat pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sama
dengan harta benda yang diperoleh dari korupsi. Muladi, Ibid, hlm. 184.
       32
          Pasal 1 ayat 10 c: pra peradilan adalah wewenang pengadilan negri untuk memeriksa dan
memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang permintaan ganti kerugian
atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya
tidak diajukan ke pengadilan. Pasal 1 butir 22: ganti kerugian adalah hak seseorang untuk
mendapat pemenuhan atas tuntutanya yang berupa imbalan sejumlah uang karena ditangkap,
ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alas an yang berdasarkan undang-undang ini atau karena
kekeliruan mengenai orangnya atau huku yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-
undang ini. Presiden Indonesia,Undang Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang : Kitab Undang
Undang Hukum Acara Pidana,(Jakarta:
       33
          Asmawi, M. Hanafi, Ganti Rugi Dan Rehabilitasi Menurut KUHAP, (Jakarta: Pradnya
Paramita, 1992), hlm. 6.
       34
          M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2000), hlm. 46.
35




      1) Kerugian yang dialami korban sebagai akibat lansung dari tindak pidana

            yang dilakukan terdakwa, misalnya kerugian yang timbul akibat

            pelanggaran lalu lintas.

      2) Jumlah besarnya ganti rugi yang dapat diminta hanya terbatas sebesar

            kerugian materiil yang diderita korban (pasal 98).

      3) Penggabungan perkara pidana dan gugatan ganti rugi yang bersifat

            perdata dapat diajukan pihak korban sampai proses perkara pidana belum

            memasuki taraf penuntut umum memajukan rekuisitur.

               Terkait dengan penggabungan perkara pidana dan gugatan ganti rugi

      maka perlu kiranya penulis catumkan ketentuan ganti kerugian berdasarkan

      undang-undang diluar             KUHAP       yang terdapat        dalam     Pasal    1365

      KUHPerdata sebagai berikut:35

                “Jika seseorang telah melakukan suatu perbuatan melanggar hukum
               dan telah terbukti kesalahanya, maka terhadap dirinya dapat dilakukan
               penututan mengganti kerugian.”

               Maka Pasal 1365 KUHPerdata mengenai perbuatan melanggar

      hukum, Wirjono Prodjodikoro dalam hal ini menyatakan:36

             “Bagi orang-orang Indonesia asli tetap berlaku Hukum Adat yang juga
             mengenal hakekat hukum, seperti yang tercantum dalam Pasal 1365
             BW itu, yaitu bahwa orang yang secara bersalah melakukan perbuatan
             melanggar hukum dan dengan itu merugikan orang lain, adalah wajib
             memberi ganti kerugian.”




      35
           http://www.ziddu.com/download/2663135/KUHPerdata.pdf.html.
      36
           Martiman Prodjodikoro, Ganti Rugi Dan Rehabilitasi, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982),
hlm. 18.
36




              Sedangkan ganti kerugian berdasarkan konteks undang-undang

      perlindungan saksi dan korban adalah penggantian kerugian yang diberikan

      oleh pelaku kepada korban sebagai salah satu bentuk pertanggung jawaban

      pelaku, pemberian ganti rugi kepada korban kejahatan berdasarkan

      ketentuan Undang-Undang No 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi

      dan Korban dalam Pasal 7 Ayat 1 dan 2 yaitu:37

              (1) Korban melalui LPSK berhak mengajukan ke pengadilan berupa:
                 a. Hak atas kompensasi dalam kasus pelanggaran hak asasi
                    manusia yang berat.
                 b. Hak atas restitusi dang anti kerugian yang menjadi tanggung
                    jawab pelaku tindak pidana.
              (2)Keputusan mengenai kompensasi dan restitusi diberikan oleh
                 pengadilan.

              Ganti rugi dalam konteks Undang-Undang No 13 tahun 2006 Tentang

      Perlindungan Saksi dan Korban dalam Pasal 7 ayat 1 b tersebut adalah

      penggantian kerugian yang diberikan oleh pelaku kepada korban sebagai

      salah satu bentuk pertanggung jawaban pelaku.37

              Sementara ketentuan ganti kerugian dalam RUU tentang Hukum

      Acara Pidana tahun 2010 Bagian Ketiga Putusan Pengadilan Tentang Ganti

      KerugianTerhadap Korban Pasal 133:38

                 Apabila terdakwa dijatuhi pidana dan terdapat korban yang
                 menderita kerugian materiel akibat tindak pidana yang dilakukan
                 oleh terdakwa, hakim mengharuskan terpidana membayar ganti


      37
           Indonesia, Undang-Undang Nomer 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan
Korban.
      37
            Komnas Perempuan, Perlindungan Terhadap Saksi Dan Korban, (Jakarta:
paragraphworld@yahoo.com, 2009), hlm. 38.
       38
          Indonesia, Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Tahun 2010, hlm. 40.
37




             kerugian kepada korban yang besaranya ditentukan dalam
             putusanya.
             Apbila terpidana tidak membayar ganti kerugian sebagaimana
             dimaksud pada Ayat (1), harta benda terpidana disita dan dilelang
             untuk membayar ganti kerugian kepada korban.
             Apabila terdakwa berupaya menghindar untuk membayar
             kompensasi kepada korban, terpidana tidak berhak memdapatkan
             pengurangan masa pidana dan tidak mendaptkan pembebasan
             bersyarat.
             Dalam penjatuhan pidana bersyarat dapat ditentukan syarat khusus
             berupa kewajiban terpidana untuk membayar ganti kerugian kepada
             korban.
             Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara penyitaan dan
             pelelangan sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) diatur dengan
             Peraturan Pemerintah.

          Ketentuan ganti rugi yang di uraikan diatas merupakan ketentuan

    ganti kerugian kepada korban kejahatan menurut hukum positif, bahwa

    korban kejahatan memang benar-benar harus diperhatikan hak-haknya.

    Mengenai ganti kerugian korban pemerkosaan dan tata cara pembayaran

    ganti rugi serta besaran biaya yang harus dibayarkan oleh pelaku kepada

    korban kejahatan maupun korban perkosaan akan dibahas pada bab

    selanjutnya.

B. Tindak Pidana Pemerkosaan Menurut Hukum Pidana Islam

  1. Definisi Jarimah

        Jarimah Menurut bahasa adalah (‫ )ﺟﺮم‬yang sinonimnya (‫وﻗﻄﻠﻊ‬       ‫)ﻛﺴﺐ‬

    artinya: berusaha dan bekerja. Hanya saja pengertian usaha disini khusus

    untuk usaha yang tidak baik atau usaha yang di benci oleh manusia.dari

    pengertian disini dapat ditarik suatu definisi yang jelas, bahwa jarimah itu

    adalah
38




      Artinya: “melakukan setiap perbuatan yang menyimpang dari kebenaran
                keadilan, dan jalan yang lurus (agama)”.

           Dari keterangan ini jelaslah bahwa jarimah menurut bahasa adalah

      melakukan perbuatan-perbuatan atau hal-hal yang dipandang tidak baik,

      dibenci oleh manusia karena bertentangan dengan keadilan, kebenaran, dan

      jalan yang lurus (agama).

           Pengertian jarimah tersebut diatas adalah pengertian yang umum,

      dimana jarimah itu disamakan dengan          (‫)اﻟﺪﻧﺐ‬   (dosa) dan    (        )

      (kesalahan), karena pengertian kata-kata tersebut adalah pelanggaran

      terhadap perintah dan larangan agama, baik pelanggaran tersebut

      mengakibatkan hukuman duniawi maupun ukhrawi.39

           Jarimah menurut istilah adalah seperti yang dikemukakan oleh Imam

      Al Mawardi sebagai berikut:40

                     .

      Artinya: “Jarimah adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara’,
                yang diancam dengan hukuman had atau ta’zir.”

   2. Pembagian Jarimah

           Dalam aturan hukum pidana Islam apabila ditinjau dari berat ringanya

      sanksi hukuman maka perbuatan Jarimah dapat di kelompokkan menjadi


      39
           Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2008), hlm. 9.
       40
          Ibid.
39




      tiga golongan antara lain: jarimah hudud, jarimah qishash dan diyat, dan

      jarimah ta’zir.

      a. Jarimah Hudud

                 Hudud (bentuk jamak dari kata had yang artinya batas, rintangan,

           halangan dan pagar).41

                 Pernyataan Abdul Qadir Audah sebagai berikut:42


                   ‫. ﺣﻘﺎ ﺗﻌﺎﻟﻰ‬                                    .

           Artinya: “Jarimah yang diancam padanya dengan hukuman had, dan had
                     adalah` hukuman yang telah ditentukan oleh Allah.”

                 Jarimah hudud ada tujuh, yaitu, zina, qadzaf, minuman keras,

           mencuri, hirabah (pembegalan, perampokan, gangguan keamanan),

           murtad, dan pemberontakan (al-Baghyu).43

      b. Jarimah Qishas Diyat

                 Jarimah qishas diyat adalah jarimah yang diancam dengan

           hukuman qishas atau diyat, baik qishas maupun diyat keduanya adalah

           hukuman yang sudah ditentukan oleh syara’. Perbedaanya dengan

           hukuman had adalah bahwa had merupakan hak allah (hak masyarakat),

           sedangkan qishas dan diyat adalah hak manusia (individual), adapun

      41
          Lihat: Dalam al Qur’an, hudud atau hadd sering diartikan sebagai hukum atau ketetapan
Allah SWT. misalnya dalam surat Al Baqarah ayat 187, 229, dan 230 surah An Nisa’ ayat 13 dan
14; surat At Taubah Ayat 97 dan 112; Surat al Mujadalah ayat 4; dan surat at Talaq ayat 1.
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeven, tt),
hlm. 126
       42
          Abdul Qadir Audah, al-Tasyri, al-Jina’y al-Islami, (Beirut: Muasasah al-Risalah, 1992),
hlm.78.
       43
          Ibid, hlm. 79.
40




           yang di maksud dengan hak manusia sebagaimana yang dikemukakan

           oleh Mahmud Syaltut adalah sebagai berikut:

                     .                                                       : ‫ﺣﻖ اﻟﻌﺒﺪ‬

                "hak manusia adalah suatu hak yang manfaatnya kembali kepada
                seseorang."

                Jarimah qishas dan diyat ini hanya ada dua macam, yaitu

           pembunuhan dan penganiayaan, namun apabila diperluas maka ada Lima

           macam,    yaitu:   pembunuhan       sengaja   (‫ ,)اﻟﻘﺘﻞ اﻟﻌﻤﺪ‬pembunuhan

           menyerupai sengaja (                 ), pembunuhan karena kesalahan ‫اﻟﻘﺘﻞ‬

            (‫ ,)اﻟﺨﻄﺎء‬penganiayaan sengaja (‫ ,)اﻟﺠﺮح اﻟﻌﻤﺪ‬penganiayaan tidak

           sengaja. (‫44.)اﻟﺠﺮح اﻟﺨﻄﺎء‬

                Pernyataan Abdul Qadir Audah:45


                                           ,
                                                                .‫ﺑﺔ ﻣﻘﺪرة ﺣﻘﺎ ﻟﻞ اﻓﺮاد‬

           Artinya: “Jarimah yang diancam kepadanya hukuman qishas atau diyat
                     adalah hukuman yang telah ditentukan batasannya dan menjadi
                     hak perseorangan.”

                Sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an Surat al-Baqarah: 178

           adalah sebagai berikut:46




      44
          Ahmad Wardi Muslich, Op, Cit, hlm.18-19
      45
          Abdul Qadir Audah, Lok ,Cit.
       46
          Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahanya, (Jakarta: Yayasan Peyelenggara
Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an, 1971), hlm. 43.
41




                                                            (178 :‫)اﻟﺒﻘﺮه‬

           Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishas
                    berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh, orang merdeka
                    dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita
                    dengan wanita. Dan saudaranya hendaklah (yang memaafkan)
                    mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang
                    dimaafkan) maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian
                    itu adalah suatu keringanan dari tuhan kamu dan suatu rahmat.
                    Barang siapa melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa
                    yang sangat pedih.”

      c. Jarimah Ta’zir

                Jarimah ta’zir adalah jarimah yang di ancam dengan hukuman

           ta’zir, pengertian ta’zir menurut bahasa ialah ta’dib atau memberi

           pelajaran, ta’zir juga diartikan ar-Rad wa al-Man’u, artinya menolak dan

           mencegah akan tetapi menurut istilah sebagaimana yang dikemukakan

           oleh Imam Al Mawardi, pengertianya adalah sebagai berikut.47

                                .                                                    ‫واﻟ‬

           Artinya: “Ta’zir adalah hukuman pendidikan atas dosa (tindak pidana)
                     yang belum ditentukan hukumanya oleh syara”.

   3. Tindak Pidana Zina

             Di jelaskan dalam al-Qur’an surat al-Israa’ Ayat 32 sebagai berikut:48




      47
         Ahmad Wardi Muslich, Lok Cit.
      48
         Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahanya, (Jakarta: Yayasan Peyelenggara
Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an, 1971), hlm. 429.
42




      Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu
                adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.”

             Dari ayat diatas penulis ingin memaparkan permasalahan yang

      berkaitan dengan zina agar lebih jelas dan tidak terjadi kebingungan dalam

      memahami teks ayat tersebut. Dibawah ini adalah keterangan menegenai

      pengertian zina.

             Pengertian zina secara umum adalah persetubuhan pria dan wanita

      tanpa ikatan perkawinan yang syah.49 Dalam pandangan Islam bila

      perbuatan zina dibiarkan begitu saja tanpa tali pengekang maka anak yang

      lahir dari hasil zina tidak akan dapat diketahui asal usul keturunanya.50

             Untuk menghindari adanya perbuatan zina maka Islam menghapus

      pergaulan bebas antara pria dan wanita dalam masyarakat sebelum

      menjatuhkan hukuman terhadap pezina, Islam menutup rapat-rapat pintu

      dan kesempatan dari terlaksananya perzinaan51 dan bahkan mendekatinya

      saja.52

             Diterangkan dalam al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 15 adalah sebagai

      berikut:53



      49
          Abul A’la al Maududi, Kejamkah Hukum Islam, (Gema Insani Press, 2010), hlm. 38.
      50
          Ibid, hlm. 43.
       51
          Ibid, hlm. 45.
       52
          Z Kasijan, Tinjauan Psikologis Larangan Mendekati Zina Dalam al Qur’an, (Surabaya:
PT Bina Ilmu, 1982), hlm.13.
       53
          Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahanya, (Jakarta: Yayasan Peyelenggara
Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an, 1971), hlm. 118.
43




ِ◌
 Artinya: “Dan (terhadap) Para wanita yang mengerjakan perbuatan keji,
           hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang
           menyaksikannya). Kemudian apabila mereka telah memberi
           persaksian, Maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam
           rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah
           memberi jalan lain kepadanya”.

     Perbuatan keji menurut jumhur Mufassirin yang dimaksud perbuatan

keji ialah perbuatan zina, sedang menurut Pendapat yang lain ialah segala

perbuatan mesum seperti: zina, homo sex dan yang sejenisnya. Menurut

pendapat Muslim dan Mujahid yang dimaksud dengan perbuatan keji ialah

musahaqah (homosek antara wanita dengan wanita). Menurut Jumhur

Mufassirin jalan yang lain itu ialah dengan turunnya ayat 2 surat an-Nuur.

     Pengertian zina secara harfiah berarti fahisyah, yaitu perbuatan keji,

zina dalam pengertian secara istilah adalah hubungan kelamin antara

seorang lelaki dan perempuan yang satu sama lain tidak terikat dalam

hubungan perkawinan.

     Para Fuqoha’ (ahli hukum Islam) mengartikan zina, yaitu melakukan

hubungan seksual dalam arti memasukan zakar (kelamin pria) ke dalam

vagina yang dinyatakan haram, bukan karena syubhat, dan atas dasar
44




      syahwat.54 Pendapat para Fuqoha’ (ahli hukum Islam) itu dapat

      dikualifikasikan sebagai berikut:55

      1) Menurut Hanafiah

           ‫دار‬                                              ‫اﺳﻢ ﻟﻠﻮطء اﻟﺤﺮام ﻓﻲ ﻗﺒ‬

                                .

           “Mewathi’ perempuan yang masih hidup melalui qubulnya tanpa terikat
           akad nikah atau bukan muliknya dan tidak ada syubhat baik dalam
           milik atau pernikahan, dilakukan dalam keadaan tidak terpaksa di
           wilayah yang ditegakkan hukum Islam.”

      2) Menurut Malikiah

                            .

           “Seorang muslim mukallaf (kena taklif) me-wathi’ farji manusia yang
           bukan miliknya dengan sengaja, ketiadaan milik tersebut harus
           disepakati oleh para imam.”

      3) Menurut Syafi’iah



                                                .

           “Masuknya hasyafah (kepala penis) atau seukurnya yang tidak terputus
           (bukan penis sintetis) terhadap farji yang diharamkan, tiada syubhat,
           dan secara naluri memuaskan hawa nafsu (disenangi).”

      4) Menurut Hanabilah

                      .

      54
         Zainudin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hlm. 37.
      55
         Jaih Mubarok, dan Enceng Arif Faisal, Kaidah Fiqh Jinayah, Asas-Asas hukum Pidana
Islam (Bandung: Pustaka Bani Quraisyi, 2004), hlm.117.
45




            “Mewathi’ perempuan melalui qubulnya atau duburnya dengan wathi’
            haram dan tiada syubhat dalam me-wathi’nya.”

                Dalam ilmu tafsir menyebutkan bahwa zina adalah perbuatan

      hubungan sex antara laki-laki dengan seorang perempuan yang satu sama

      lain tidak saling terikat oleh perkawinan.56

                Islam sangat tegas mengatur hubungan sex antara laki-laki dan

      perempuan seperti yang sudah di jelaskan dalam al-Qur’an Surat an-Nur

      Ayat 3 adalah sebagai berikut:57




      Artinya: “Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan
                yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan
                yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina
                atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas
                oran-orang yang mukmin”.

                Maksud ayat ini ialah bahwa Islam memerintahkan adanya kebersihan

      tentang hubungan sex, bagi laki-laki dan perempuan, pada setiap waktu

      sebelum perkawinan, selama dalam perkawinan maupun sesudah putusnya

      hubungan perkawinan, mereka yang melakukan perbuatan terlarang itu

      dikeluarkan dari lingkungan perkawinan laki-laki dan perempuan terhormat,




      56
            Abdul Yusuf Ali, Alqur'an Terjemah dan Tafsirnya, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994),
hlm. 884.
      57
         Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahanya. (Jakarta: Yayasan Peyelenggara
Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an, 1971), hlm. 543.
46




      lebih jelasnya tidak pantas orang yang beriman kawin dengan yang berzina,

      demikian pula sebaliknya.58

            Imam Abu Daud, Imam Turmudzi, Imam Nasa’i dan Imam Hakim

      semuanya telah mengetengahkan sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh

      Amr Ibnu Syu’aib yang ia terima dari ayahnya, yang telah menceritakan

      bahwa seorang laki-laki yang dikenal dengan panggilan nama Marsyad; ia

      adalah seorang kuli yang datang dari Al Anbar yang datang ke Mekkah.

      Ketika itu ia datang ke Mekkah ia berkenalan dengan seorang wanita yang

      di kenal dengan panggilan Inaq, maka Marsyad meminta izin kepada Nabi

      SAW. untuk menikahinya akan tetapi Nabi SAW. tidak memberikan

      jawaban sepatah katapun kepadanya sehingga turun surat an-Nur Ayat 3.59

            Demikianlah pengertian zina menurut para ahli Fiqh yang diambil dari

      al-Qur’an maupun Hadits, bahwa zina merupakan perbuatan yang dilarang

      oleh agama dan merupakan perbuatan yang sangat keji dan buruk, bahkan

      kita di anjurkan untuk tidak mendekatinya dan apabila kita mau

      berhubungan sex kita diwajibkan untuk membuat ikatan perjanjian yaitu

      hubungan pernikahan yang sah.

            Mengenai hukuman bagi pelaku zina seperti yang diterangkan dalam

      al-Qur’an surat an-Nur ayat 2 adalah sebagai berikut:60



      58
         Abdul Yusuf Ali, Op, Cit,, hlm. 884.
      59
         Ibid, hlm. 885.
      60
         Dep. Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahanya, ( Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci
Al Qur’an, 1985), hlm. 543.
47




Artinya : “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka
          deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan
          janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk
          (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah,
          dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka
          disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman”.

         Pada permulaan Islam hukuman perzinaan bagi seorang wanita ialah

hukuman tahanan rumah sampai mati, hal ini bila perzinaanya itu ditetapkan

dengan keterangan empat orang saksi yang adil dari kaum laki-laki. Adapun

kaum laki-laki diberi hukuman caci maki, dipermalukan di muka khalayak

ramai, dan dipukul dengan sepatu, seperti yang sudah diterangkan dalam

surat an - isa’ ayat 15 bahwa Ibnu Katsir berkata bahwa menurut
         N

keterangan Ibnu Abbas, hukuman itu telah berlaku sedemikian rupa, hingga

Allah menurunkan surat an - ur ayat 2 yang menyatakan hukuman jilid atau
                          N

cambuk sebanyak 100 kali atau Hadits mengenai rajam (dilempar dengan

batu), sehingga surat an-Nisa’ayat 15 dinasakh (diubah hukumnya) dengan

surat an-Nur ayat 2.61

         Syarat-syarat hukuman yang ditetapkan atas diri seseorang yang

berzina adalah berakal waras, sudah cukup umur atau baligh, zina dilakukan



61
     Ibnu Mas’ud dan H. Zainal Abidin S, Op, C it, hlm. 547-548.
48




bukan dalam keadaan terpaksa.62 Dilihat dari segi hukumanya, zina di bagi

menjadi dua yaitu: hukuman bagi zina gairu mukshon dan hukuman bagi

zina mukshon.

      Zina ghairu mukshon adalah zina yang dilakukan antara laki-laki dan

perempuan yang belum berkeluarga. Hukuman untuk zina ghoiru mukhson

ada dua macam, yaitu:63

1) Didera seratus kali

2) Pengasingan selama satu tahun

      Sedangkan syarat-syarat berlakunya had zina sebagaimana tersebut

pelaku zina, yaitu baligh dan melakukanya bukan karena terpaksa, dan atas

bukti kuat, seperti pengakuan sendiri atau saksi, yaitu empat orang laki-laki

yang adil. Bagi seorang hamba hukumanya hanya separuh dari hukuman

orang yang merdeka dan terhadap anak-anak hanya dikenakan hukuman

ta’zir.64

      Adapun mengenai ditambahkanya hukuman seperti kurungan atau

diasingkan hanya bersifat ta’zir bukan keaslian sangsi hukuman. Artinya,

sekiranya hakim benar-benar mengetahui bahwa pezina laki-laki dan

perempuan mempunyai kepribadian buruk dan hubungan di antara keduanya




62
   Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, (Jakarta: Darul Fath, 2004), hlm. 319.
63
   Ahmad Wardi Muslih, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: PT Sinar Grafika, 2005), hlm. 29.
64
   H. Zainudin Ali, Op, Cit, hlm. 49.
49




      sangat intim maka hakim berhak menvonis mereka dengan di asingkan

      keduanya ke luar daerah.65

             Dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh HR. Muslim adalah

      sebagai berikut:66

      ‫ﻋﻦ ﻋﺒﺎ دة ﺑﻦ اﻟﺼﺎﻣﺖ ﻗﺎل: ﻗﺎل رﺳﻮل ﷲ ص. م: ﺧﺬوا ﻋﻨﻰ ﻗﺪ ﺟﻌﻞ ﷲ‬
                                                        .
                                                      (‫)رواه ﻣﺴﻠﻢ‬

      Artinya: “dari Ubadah bin Ash-Shamid ia berkata: Rasulullah SAW.
               bersabda:“Ambilah dari diriku, ambilah dari diriku, sesunggunya
               Allah memberikan jalan keluar ( hukuman bagi mereka ( pezina ),
               jejaka dan gadis hukumanya dera seratus kali dan pengasingan
               selama satu tahun, sedangkan duda dan janda hukumanya dera
               seratus kali dan rajam.”

             Sanad Hadits diatas tersebut shahih, namun dibanyak riwayat yang

      shahih juga dijelaskan bahwa hal demikian belum pernah dilakukan oleh

      Rosulullah SAW. dan pada masa kehidupan para Khulafa’ Ar-Rasyidin

      serta para Fuqoha’, tidak satu yang berfatwa dengan riwayat ini.67


      65
           Abul A’la al Maududi, Op, Cit, hlm. 74.
      66
           Ahmad Wardi Muslih, Op, Cit, hlm. 28.
        67
           Akan tetapi ada Jamaah meriwayatkan hadist yang berasal dari Abi Hurairah dan Zaid
bin Khalid Al Juhai Ra bahwa seorang laki-laki telah menghadap rasulullah Saw. dan berkata
kepada beliau. “Wahai Rosulullah, anakku ini telah bekerja di tempat orang ini (sambil menunjuk
kepada salah seorang yang sama-sama menghadap beliau). Kemudian anakku berzina dengan
istrinya, aku sendiri telah memberikan budak wanita dan seratus ekor domba kepada dia sebagai
tebusan. Tetapi aku menanyakan persoalan ini kepada orang yang mengerti. Lantas mereka berkata
bahwa anakku akan dikenai sangsi hukuman dera seratus kali dan diasingkan selama setahun
sedangkan si wanitanya akan dirajam. Oleh karena itu, wahai Rosulullah hukumilah dengan
kitabullah.”Kemudian Rosulullah menanggapinya. “Demi Zat yang jiwaku ada dalam
gengamaNya, akan kuhukumi masalah kalian berdua dengan kitabullah.” Mengenai budak wanita
dan seratus ekor domba akan dikembalikan padamu, sedangkan anakmu maka baginya hukuman
dera seratus kali, dan diasingkan selama setahun”. Kemudian Rosulullah berbalik dan berkata
kepada salah seorang sahabatnya dari bani Aslam. Katanya, “Pergilah menemui isteri orang ini
apabila dia mengakui perbuatanya maka rajamlah”. Si wanita mengakui perbuatanya itu maka
dirajamlah ia. Abul A’la al Maududi, Op, Cit, hlm. 75-76.
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022

Contenu connexe

Tendances

Bab i,iv, daftar pustaka
Bab i,iv, daftar pustakaBab i,iv, daftar pustaka
Bab i,iv, daftar pustakadesti najla
 
Pengaruh kompetensi dan independensi
Pengaruh kompetensi dan independensiPengaruh kompetensi dan independensi
Pengaruh kompetensi dan independensiyogieardhensa
 
Skripsi lengkap -_c2_a006075
Skripsi lengkap -_c2_a006075Skripsi lengkap -_c2_a006075
Skripsi lengkap -_c2_a006075Poetra Chebhungsu
 
Skripsi achyar (revisi) 1
Skripsi achyar (revisi) 1Skripsi achyar (revisi) 1
Skripsi achyar (revisi) 1Akuntan Syariah
 
Kesediaan Bakal Pendidik Pendidikan Teknik & Vokasianal
Kesediaan Bakal Pendidik Pendidikan Teknik & Vokasianal Kesediaan Bakal Pendidik Pendidikan Teknik & Vokasianal
Kesediaan Bakal Pendidik Pendidikan Teknik & Vokasianal Abdul Karim Jaafar
 
Unud 410-439046392-cover +abstrak tesis
Unud 410-439046392-cover +abstrak tesisUnud 410-439046392-cover +abstrak tesis
Unud 410-439046392-cover +abstrak tesismaftuha
 
Bab%20 i%2cv
Bab%20 i%2cvBab%20 i%2cv
Bab%20 i%2cvory_fakod
 
Unud 945-264823204-tesis pemungutan pajak hotel dengan sistem online stlh uji...
Unud 945-264823204-tesis pemungutan pajak hotel dengan sistem online stlh uji...Unud 945-264823204-tesis pemungutan pajak hotel dengan sistem online stlh uji...
Unud 945-264823204-tesis pemungutan pajak hotel dengan sistem online stlh uji...kerong
 
Undangan workshop inobel smp angkatan ii di batam
Undangan workshop inobel smp angkatan ii di batamUndangan workshop inobel smp angkatan ii di batam
Undangan workshop inobel smp angkatan ii di batamIwan Sumantri
 

Tendances (18)

Bab i,iv, daftar pustaka
Bab i,iv, daftar pustakaBab i,iv, daftar pustaka
Bab i,iv, daftar pustaka
 
Pendahuluan
PendahuluanPendahuluan
Pendahuluan
 
Pengaruh kompetensi dan independensi
Pengaruh kompetensi dan independensiPengaruh kompetensi dan independensi
Pengaruh kompetensi dan independensi
 
Skripsi lengkap -_c2_a006075
Skripsi lengkap -_c2_a006075Skripsi lengkap -_c2_a006075
Skripsi lengkap -_c2_a006075
 
Skripsi achyar (revisi) 1
Skripsi achyar (revisi) 1Skripsi achyar (revisi) 1
Skripsi achyar (revisi) 1
 
Cover n pengantar
Cover n pengantarCover n pengantar
Cover n pengantar
 
Cover
CoverCover
Cover
 
Pridarsanti
PridarsantiPridarsanti
Pridarsanti
 
Kesediaan Bakal Pendidik Pendidikan Teknik & Vokasianal
Kesediaan Bakal Pendidik Pendidikan Teknik & Vokasianal Kesediaan Bakal Pendidik Pendidikan Teknik & Vokasianal
Kesediaan Bakal Pendidik Pendidikan Teknik & Vokasianal
 
Unud 410-439046392-cover +abstrak tesis
Unud 410-439046392-cover +abstrak tesisUnud 410-439046392-cover +abstrak tesis
Unud 410-439046392-cover +abstrak tesis
 
Bab%20 i%2cv
Bab%20 i%2cvBab%20 i%2cv
Bab%20 i%2cv
 
Unud 945-264823204-tesis pemungutan pajak hotel dengan sistem online stlh uji...
Unud 945-264823204-tesis pemungutan pajak hotel dengan sistem online stlh uji...Unud 945-264823204-tesis pemungutan pajak hotel dengan sistem online stlh uji...
Unud 945-264823204-tesis pemungutan pajak hotel dengan sistem online stlh uji...
 
Skripsi
SkripsiSkripsi
Skripsi
 
Skripsi 12
Skripsi  12Skripsi  12
Skripsi 12
 
Undangan workshop inobel smp angkatan ii di batam
Undangan workshop inobel smp angkatan ii di batamUndangan workshop inobel smp angkatan ii di batam
Undangan workshop inobel smp angkatan ii di batam
 
Laporan magang
Laporan magangLaporan magang
Laporan magang
 
101618 ida farida-fitk
101618 ida farida-fitk101618 ida farida-fitk
101618 ida farida-fitk
 
05110095
0511009505110095
05110095
 

En vedette

Surat keterangan penelitian
Surat keterangan penelitianSurat keterangan penelitian
Surat keterangan penelitianBisyri Samsuri
 
Berita acara wawancara
Berita acara wawancaraBerita acara wawancara
Berita acara wawancaraDika Fazar
 
04110201 niwatun
04110201 niwatun04110201 niwatun
04110201 niwatunbekicotzz
 
Jtptiain gdl-mohamadsho-5520-1-m.shokh-1
Jtptiain gdl-mohamadsho-5520-1-m.shokh-1Jtptiain gdl-mohamadsho-5520-1-m.shokh-1
Jtptiain gdl-mohamadsho-5520-1-m.shokh-1ariessetyawan31081990
 
Srt ijin penelitian skripsi
Srt ijin penelitian skripsiSrt ijin penelitian skripsi
Srt ijin penelitian skripsiUmar Ghani
 
Motto dan persembahan
Motto dan persembahanMotto dan persembahan
Motto dan persembahanovindaaa
 
Berita acara kehilangan barang perusahaan
Berita acara kehilangan barang perusahaanBerita acara kehilangan barang perusahaan
Berita acara kehilangan barang perusahaanLegal Akses
 
STANDART OPERATING PROCEDURE TEAM MITRA PENGAMAN INTERNAL
STANDART OPERATING PROCEDURE TEAM MITRA PENGAMAN INTERNALSTANDART OPERATING PROCEDURE TEAM MITRA PENGAMAN INTERNAL
STANDART OPERATING PROCEDURE TEAM MITRA PENGAMAN INTERNALKARYA DHARMA JAYA
 

En vedette (13)

Surat keterangan penelitian
Surat keterangan penelitianSurat keterangan penelitian
Surat keterangan penelitian
 
Berita acara wawancara
Berita acara wawancaraBerita acara wawancara
Berita acara wawancara
 
04110201 niwatun
04110201 niwatun04110201 niwatun
04110201 niwatun
 
SURAT LAMARAN KERJA ppt " SMA Ya BAKII " SUKRINIAM
 SURAT LAMARAN KERJA ppt " SMA Ya BAKII " SUKRINIAM SURAT LAMARAN KERJA ppt " SMA Ya BAKII " SUKRINIAM
SURAT LAMARAN KERJA ppt " SMA Ya BAKII " SUKRINIAM
 
Jtptiain gdl-mohamadsho-5520-1-m.shokh-1
Jtptiain gdl-mohamadsho-5520-1-m.shokh-1Jtptiain gdl-mohamadsho-5520-1-m.shokh-1
Jtptiain gdl-mohamadsho-5520-1-m.shokh-1
 
Panduan skripsi kjp 2014 2
Panduan skripsi kjp 2014 2Panduan skripsi kjp 2014 2
Panduan skripsi kjp 2014 2
 
Srt ijin penelitian skripsi
Srt ijin penelitian skripsiSrt ijin penelitian skripsi
Srt ijin penelitian skripsi
 
3 surat balasan
3 surat balasan3 surat balasan
3 surat balasan
 
Motto dan persembahan
Motto dan persembahanMotto dan persembahan
Motto dan persembahan
 
Berita acara kehilangan barang perusahaan
Berita acara kehilangan barang perusahaanBerita acara kehilangan barang perusahaan
Berita acara kehilangan barang perusahaan
 
Surat balasan
Surat balasanSurat balasan
Surat balasan
 
10 surat masuk (pdf)
10 surat masuk (pdf)10 surat masuk (pdf)
10 surat masuk (pdf)
 
STANDART OPERATING PROCEDURE TEAM MITRA PENGAMAN INTERNAL
STANDART OPERATING PROCEDURE TEAM MITRA PENGAMAN INTERNALSTANDART OPERATING PROCEDURE TEAM MITRA PENGAMAN INTERNAL
STANDART OPERATING PROCEDURE TEAM MITRA PENGAMAN INTERNAL
 

Similaire à Skripsi ghufron mustofa 072211022

Skripsi zuhri full
Skripsi zuhri fullSkripsi zuhri full
Skripsi zuhri fullkipanji
 
UPAYA GURU PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN DALAM MENINGKATKAN KESADA...
UPAYA GURU PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN DALAM MENINGKATKAN KESADA...UPAYA GURU PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN DALAM MENINGKATKAN KESADA...
UPAYA GURU PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN DALAM MENINGKATKAN KESADA...Muhamad Yogi
 
Skripsi arif karunia 072211019
Skripsi arif karunia 072211019Skripsi arif karunia 072211019
Skripsi arif karunia 072211019kipanji
 
02. halaman depan
02. halaman depan02. halaman depan
02. halaman depanalfamorot
 
Laporan ppa junia marwa
Laporan ppa junia marwaLaporan ppa junia marwa
Laporan ppa junia marwaN Marwa
 
Penegakan hukum pidana lingkungan oleh korporasi
Penegakan hukum pidana lingkungan oleh korporasiPenegakan hukum pidana lingkungan oleh korporasi
Penegakan hukum pidana lingkungan oleh korporasiyahyaanto
 
Partisipasi Politik Masyarakat Betawi dalam pilkada dki
Partisipasi Politik Masyarakat Betawi dalam pilkada dkiPartisipasi Politik Masyarakat Betawi dalam pilkada dki
Partisipasi Politik Masyarakat Betawi dalam pilkada dkiLakpesdam NU Banten
 
Tesis Akhlis Nur Fu'adi-Pendidikan Nilai Kearifan Lokal-UIN Walisongo Semaran...
Tesis Akhlis Nur Fu'adi-Pendidikan Nilai Kearifan Lokal-UIN Walisongo Semaran...Tesis Akhlis Nur Fu'adi-Pendidikan Nilai Kearifan Lokal-UIN Walisongo Semaran...
Tesis Akhlis Nur Fu'adi-Pendidikan Nilai Kearifan Lokal-UIN Walisongo Semaran...Akhlis Nur Fu'adi
 
Ahmad saukani fsh di upload oleh ahyadin
Ahmad saukani fsh di upload oleh ahyadinAhmad saukani fsh di upload oleh ahyadin
Ahmad saukani fsh di upload oleh ahyadinAhyadin Rite
 
Pengaruh pola asuh orang tua terhadap
Pengaruh pola asuh orang tua terhadapPengaruh pola asuh orang tua terhadap
Pengaruh pola asuh orang tua terhadapRas Moammar
 
Sistem pembelajaran tahfidz dian firmansyah-
Sistem pembelajaran tahfidz  dian firmansyah-Sistem pembelajaran tahfidz  dian firmansyah-
Sistem pembelajaran tahfidz dian firmansyah-Dian Firmansyah
 
1.1 halaman depan tesis m. isro' zainuddin = sistem pembelajaran tahfidzul qu...
1.1 halaman depan tesis m. isro' zainuddin = sistem pembelajaran tahfidzul qu...1.1 halaman depan tesis m. isro' zainuddin = sistem pembelajaran tahfidzul qu...
1.1 halaman depan tesis m. isro' zainuddin = sistem pembelajaran tahfidzul qu...IsroqGagah
 

Similaire à Skripsi ghufron mustofa 072211022 (20)

Skripsi zuhri full
Skripsi zuhri fullSkripsi zuhri full
Skripsi zuhri full
 
UPAYA GURU PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN DALAM MENINGKATKAN KESADA...
UPAYA GURU PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN DALAM MENINGKATKAN KESADA...UPAYA GURU PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN DALAM MENINGKATKAN KESADA...
UPAYA GURU PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN DALAM MENINGKATKAN KESADA...
 
Skripsi arif karunia 072211019
Skripsi arif karunia 072211019Skripsi arif karunia 072211019
Skripsi arif karunia 072211019
 
02. halaman depan
02. halaman depan02. halaman depan
02. halaman depan
 
Laporan ppa junia marwa
Laporan ppa junia marwaLaporan ppa junia marwa
Laporan ppa junia marwa
 
Penegakan hukum pidana lingkungan oleh korporasi
Penegakan hukum pidana lingkungan oleh korporasiPenegakan hukum pidana lingkungan oleh korporasi
Penegakan hukum pidana lingkungan oleh korporasi
 
04110012
0411001204110012
04110012
 
Partisipasi Politik Masyarakat Betawi dalam pilkada dki
Partisipasi Politik Masyarakat Betawi dalam pilkada dkiPartisipasi Politik Masyarakat Betawi dalam pilkada dki
Partisipasi Politik Masyarakat Betawi dalam pilkada dki
 
101618 ida farida-fitk
101618 ida farida-fitk101618 ida farida-fitk
101618 ida farida-fitk
 
101618 ida farida-fitk
101618 ida farida-fitk101618 ida farida-fitk
101618 ida farida-fitk
 
101618 ida farida-fitk
101618 ida farida-fitk101618 ida farida-fitk
101618 ida farida-fitk
 
1
11
1
 
Doc
DocDoc
Doc
 
Tesis Akhlis Nur Fu'adi-Pendidikan Nilai Kearifan Lokal-UIN Walisongo Semaran...
Tesis Akhlis Nur Fu'adi-Pendidikan Nilai Kearifan Lokal-UIN Walisongo Semaran...Tesis Akhlis Nur Fu'adi-Pendidikan Nilai Kearifan Lokal-UIN Walisongo Semaran...
Tesis Akhlis Nur Fu'adi-Pendidikan Nilai Kearifan Lokal-UIN Walisongo Semaran...
 
Ahmad saukani fsh di upload oleh ahyadin
Ahmad saukani fsh di upload oleh ahyadinAhmad saukani fsh di upload oleh ahyadin
Ahmad saukani fsh di upload oleh ahyadin
 
Pengaruh pola asuh orang tua terhadap
Pengaruh pola asuh orang tua terhadapPengaruh pola asuh orang tua terhadap
Pengaruh pola asuh orang tua terhadap
 
Bab i,v
Bab i,vBab i,v
Bab i,v
 
Sistem pembelajaran tahfidz dian firmansyah-
Sistem pembelajaran tahfidz  dian firmansyah-Sistem pembelajaran tahfidz  dian firmansyah-
Sistem pembelajaran tahfidz dian firmansyah-
 
Disertasi Boy Nurdin
Disertasi Boy NurdinDisertasi Boy Nurdin
Disertasi Boy Nurdin
 
1.1 halaman depan tesis m. isro' zainuddin = sistem pembelajaran tahfidzul qu...
1.1 halaman depan tesis m. isro' zainuddin = sistem pembelajaran tahfidzul qu...1.1 halaman depan tesis m. isro' zainuddin = sistem pembelajaran tahfidzul qu...
1.1 halaman depan tesis m. isro' zainuddin = sistem pembelajaran tahfidzul qu...
 

Skripsi ghufron mustofa 072211022

  • 1. UPAYA GANTI RUGI SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KORBAN PEMERKOSAAN (Analisis Putusan Pengadilan Negeri Semarang Dengan Nomor Perkara: 425 /Pid.B/2010/PN Semarang) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 Dalam Ilmu Syari’ah Oleh : GHUFRON MUSTOFA NIM: 0 7 2 2 1 1 0 2 2 JURUSAN JINAYAH SIYASAH FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2012
  • 2. Drs. Rokhmadi, M.Ag Jl. Jatiluhur Ngesrep Banyumanik Semarang Drs. H. Nur Syamsudin, M.Ag Jl. Mandasia III No. 354 Krapyak Semarang. PERSETUJUAN PEMBIMBING Lamp : 4 (empat) eks. Kepada Yth. Hal : Naskah Skripsi Dekan Fakultas Syariah A.n. Sdr. Ghufron Mustofa IAIN Walisongo Semarang Di Semarang Assalamualaikum Wr. Wb. Setelah saya meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya bersama ini saya kirim naskah skripsi saudara : Nama : Ghufron Mustofa Nim : 072211022 Jurusan : Siyasah Jinayah Judul Skripsi : Upaya Ganti Rugi Sebagai Bentuk Perlindungan Hukum Bagi Korban Pemerkosaan (Analisis Putusan Pengadilan Negeri Semarang Perkara Nomor: 425 /Pid.B/2010/PN. Semarang) Dengan ini mohon kiranya skripsi saudara tersebut dapat segera dimunaqosahkan. Atas perhatiannya kami ucapkan terima diucapkan terima kasih. Wassalamualaikum Wr. Wb. Semarang, 12 Juni 2012
  • 3. KEMENTRIAN AGAMA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG FAKULTAS SYARI’AH SEMARANG Jl.Raya Boja Km.2 Ngaliyan Telp/Fax. (024) 7601291 Semarang 50185 BERITA ACARA MUNAQOSAH Nama : Ghufron Mustofa Nim : 072211022 Jurusan : Siyasah Jinayah Judul Skripsi : Upaya Ganti Rugi Sebagai Bentuk Perlindungan Hukum Bagi Korban Pemerkosaan (Analisis Putusan Pengadilan Negeri Semarang Dengan Perkara Nomor: 425 /Pid.B/2010/PN. Semarang) Telah dimunaqosahkan oleh dewan penguji fakultas syariah institut agama islam walisongo semarang, dan dinyatakan lulus dengan predikat cumlaude / baik / cukup, pada tanggal : 20 Juni 2012. Dan dapat diterima sebagai syarat guna memperoleh gelar sarjana strata 1 tahun akademik 2011/2012. Semarang, 20 Juni 2012
  • 5.
  • 6. DEKLARASI Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis Menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang telah atau pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan. Dengan demikian skripsi ini tidak berisi satupun pikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang menjadi bahan rujukan. Semarang, 12 Juni 2012 Deklarator, GHUFRON MUSTOFA NIM. 0 7 2 1 1 1 0 2 2
  • 7. ABSTRAK Sesuai dengan obyek studi yang diangkat, maka pembahasan dititik beratkan pada ganti rugi terhadap korban perkosaan, dalam hukum pidana Islam maupun hukum pidana Indonesia, terutama hukum pidana Islam yang diharapkan akan mampu memberikan suatu nuansa perlindungan hukum bagi korban perkosaan, yang sampai sekarang belum maksimal dikarenakan KUHP tidak mengatur ganti rugi untuk korban tindak pidana perkosaan, padahal korban perkosaan merupakan pihak yang sangat dirugikan baik secara fisik maupun psikis yang berkepanjangan, belum lagi mereka masih dituntut untuk menjadi saksi di persidangan dalam kasusnya. Berdasarkan hal- hal tersebut diatas, dalam kesempatan ini penulis mencoba menuangkannya dalam tugas akhir yang berbentuk skripsi dengan mengangkat beberapa permasalahan, yaitu Bagaimana upaya ganti rugi sebagai bentuk perlindungan hukum bagi korban pemerkosaan dalam Putusan Pengadilan Negeri Semarang: No.425 /pid.B/2010/PN Semarang menurut hukum pidana Positif dan hukum pidana Islam. Tujuan penulis dengan mengangkat permasalahan yang ada adalah untuk mengetahui perlindungan hukum dalam bentuk ganti rugi bagi korban perkosaan dalam Putusan Pengadilan Negeri Semarang: No.425 /pid.B/2010/PN Semarang menurut hukum pidana Positif dan hukum pidana Islam. Sedangkan untuk menemukan suatu solusi permasalahan yang ada penulis menggali data-data dari berbagai referensi kepustakaan yang relevan dengan permasalahan kemudian dianalisa. Oleh karena itu dalam skripsi ini penulis menggunakan metode analisa deskriptif analisis. Adapun hasil analisis/pembahasan secara umum dapat digambarkan sebagai berikut: Perlindungan hukum terhadap korban perkosaan dalam putusan PN semarang No.425 /Pid.B/2010/PN Semarang menurut hukum positif seharusnya mengacu pada KUHPidana perkosaan diatur dalam Pasal 285 dengan hukuman maksimal 12 tahun dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dalam Pasal 81 ayat (1) dengan hukuman maksimal 15 tahun penjara. Karena dalam KUHP maupun Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak tidak menyebutkan adanya ganti rugi bagi korban pemerkosaan maka korban diberikan hak untuk melakukan upaya-upaya hukum yang diatur secara prosedural dalam: pasal 98 KUHAP dan Undang-Undang No 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Sedangkan para penegak hukum diharapkan untuk mampu melayani para korban perkosaan melalui sosialisasi-sosialisasi. Perlindungan hukum menurut hukum pidana Islam adalah berprinsip pada keadilan, kasetaraan (equality before the law) dan kemanusiaan. Dalam Hukum pidana Islam perkosaan (al Wath bi al Ikrah) fiqih jinayat, pada umumya dikategorikan sebagai jarimah hudud, perzinaan yang hukumnya berupa dera atau rajam, maupun dikenakan qishas-diat (melukai), berupa ganti rugi yang dituntut oleh korban dan ditentukan oleh hakim. Oleh karena itu berkaitan dengan prospek hukum pidana Islam dapat diterapkan terhadap korban perkosaan, dalam hukum Pidana Islam pelaku selain diancam dengan hukuman yang berat berupa had, Rajam dan diasingkan selama satu tahun, pelaku juga dikenakan beban ganti rugi berupa mahar atau qishas-diyat (melukai) yang ditentukan oleh hakim. Kata Kunci: Korban Perkosaan, Ganti Rugi, Perlindungan Hukum.
  • 8. KATA PENGANTAR Bismillahhirrahmanirrahim Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat salam selalu tercurah kehadirat Baginda Nabi Muhammad SAW yang telah membawa manusia pada perubahann dari zaman jahiliyah menuju zaman yang beradap yang penuh dengan perubahan. Penulis menyadari dalam penbyusunan skripsi ini tidak akan berhasil tanpa dukungan semua pihak dengan berbagai bentuk. Sehingga dalam kesempatan ini, penulis dengan sepenuhnya mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat : 1. Yang terhormat Bapak Prof. Dr. H. Muhibbin, M.Ag, selaku Rektor IAIN Walisongo Semarang. 2. Yang terhormat Bapak DR. H. Imam Yahya, M.Ag, selaku dekan Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarag. 3. Bapak Drs. Mohammad Solek, M.Ag., selaku ketua jurusan (Kajur) Siyasah Jinayah dan Bapak Rustam Dahar KAH, M.Ag., selaku sekretaris jurusan (Sekjur) Siyasah Jinayah Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang, yang telah memberikan izin kepada penyusun untuk mengkaji masalah yang penyusun ajukan dalam bentuk skripsi ini. 4. Bapak Drs. Rokhmadi, M.Ag., selaku pembimbing I dan Bapak Drs. Nur Syamsudin, M.ag., selaku pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, serta pikiran untuk memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penyusun dalam penyusunan skripsi ini. 5. Dosen pengajar di lingkungan Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang yang dengan tulus, ikhlas tanpa pamrih memberikan bekal keilmuan kepada penyusun selama masa kuliah, serta anggota civitas Akademika Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang. 6. Bapak/Ibu dan seluruh karyawan perpustakaan IAIN Walisongo Semarang maupun perpustakan fakkultas di lingkungan IAIN Walisongo Semarang. Serta
  • 9. lebih khusus perpustakaan Fakultas IAIN Walisongo, terimakasih atas pinjaman buku-buku referensi.. 7. Ayahanda (Mukari) dan Ibunda (Muslimah) tercinta, yang telah memberikan kesempatan kepada ananda untuk belajar di Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang, serta do’a dan motifasi beliau dan kasih sayang-Nya. 8. Keluarga Besar Pondok Pesantren Roudlotul Muta’alimin Boja Kendal, khususnya kepada KH. Wa’id Wahib Salim Aziz beserta keluarga selaku pengasuh yang telah memberikan ilmu, nasehat serta do’a agar sukses, sholeh, selamat dunia akhirat. 9. Rekan-rekan dan teman-temanku di Pon-Pes Roudlotul Muta’alimin ( kg daroji, kg indris, pak amin, kg dayat, kg nasoha, kg tris, kg arif, eko, anas jahlul, toni, dll) dan semua temen-temen yang berada di seluruh iain walisongo semarang khususnya satu paket SjB angkaktan 2007 (Sesepuh Yi Faqih, Yanze, Tompel, Ibad kadabra, Arif, Nasron, Tonying, Cukong, Kholisudin, Fajrin, Nita, Nunik, kumaidah), Temen Alumni HI Hotel Islam (Tuwek, Menyun, Gendut, Nawir), Kos Ringin sari serta kelompok RFC Ringin Sari Futsal Club (sesepuh Yi Muhajir, Latif, Lutfi, Jenggot, Jiki, Jirin, Opat, Dahklan, Darsin, Doni dll), JVC (Jolinggo Voly Club) dan BSC (Boja Sales Club). Atas semua kebaikannya penyusun hannya mampu berdo’a semoga Allah menerima sebagai amal kebaikan dan membalasnya dengan balasan yang lebih baik. Penyusun juga menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Semua itu penyusun mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca demi sepurnanya skripsi ini. Akhirnya penyusun berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penyusun khususnya dan para pembaca umumnya. Amin-amin ya Robbal ‘Alamin. Semarang, 27 April 2010 Penulis Ghufron Mustofa Nim : 072211022
  • 10. DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .................................................................................. i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................... ii HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... iii HALAMAN DEKLARASI ....................................................................... iv HALAMAN ABSTRAK ........................................................................... v HALAMAN MOTTO ................................................................................ vi HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................ vii HALAMAN KATA PENGANTAR ........................................................... viii DAFTAR ISI.............................................................................................. xiv BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah............................................................ 1 B. Rumusan Masalah..................................................................... 7 C. Tujuan Penelitian ...................................................................... 8 D. Telaah Pustaka ......................................................................... 9 E. Metode Penelitian ..................................................................... 12 F. Sistematika Penulisan ............................................................... 17 BAB II : UPAYA GANTI RUGI SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KORBAN PEMERKOSAAN A. Tindak Pidana Pemerkosaan Menurut Hukum Positif................. 19 1. Pengertian Tindak Pidana Pemerkosaan dan Jenis-jenisnya . 19 2. Unsur-unsur Tindak pidana.................................................. 28 3. Ketentuan Ganti Rugi Dalam Hukum Pidana Positif ............ 32 B. Tindak Pidana Pemerkosaan Menurut Hukum Pidana Islam ...... 31 1. Definisi Jarimah .................................................................. 31 2. Pembagian Jarimah ............................................................. 33 3. Tindak Pidana Zina ............................................................. 42
  • 11. 4. Zina Karena Dipaksa ........................................................... 51 5. Ganti Kerugian (Diyat)........................................................ 55 BAB III : PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SEMARANG:NO.425/Pid.D/2010/PN SEMARANG A. Profil Pengadilan Negeri Semarang .......................................... 60 B. Tugas dan Wewenang Pengadilan Negeri Semarang ................. 62 C. Proses Penyelesaian Perkara No.425/Pid.B/2010/PN Semarang 65 BAB IV : ANALISIS UPAYA GANTI RUGI SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KORBAN PEMERKOSAAN TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SEMARANG : NO. 425/Pid.B/2010/PN SEMARANG A. Analisis Tindak Pidana Pemerkosaan ....................................... 80 B. Analisis Ganti Rugi Terhadap Korban Pemerkosaan ................ 94 1. Analisis Terhadap Amar Putusan PN Semarang .................. 94 2. Implikasi Ganti Rugi .......................................................... 106 BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ............................................................................. 126 B. Saran-Saran............................................................................... 128 C. Penutup..................................................................................... 129 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
  • 12. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah hukum pidana memang banyak dibicarakan baik dalam teori maupun praktek bahkan ada usaha untuk memperbaharui KUHP sebagai usaha pembaharuan hukum Nasional yang bertugas untuk mengatasi kekurangan dan kelemahan yang ada dalam KUHP karena dianggap sudah atau kurang sesuai dengan perubahan dan tuntutan perkembangan masyarakat Indonesia pada umumnya.1 Pembaharuan hukum ini juga melibatkan hukum Islam (Fiqh) yang secara umum diakui sebagai sumber selain dari hukum adat dan hukum barat, karena ketiganya mempunyai kedudukan yang sama sebagai pembentukan hukum nasional.2 Dalam hal ini hukum Islam sebagai sumber hukum telah mengatur hak-hak yang harus dilindungi oleh setiap manusia agar mendapatkan jaminan dalam hidupnya di antaranya hak-hak yang paling utama yang dijamin oleh Islam adalah hak hidup, hak pemilikan, hak memelihara kehormatan, hak kemerdekaan, hak persamaan dan hak ilmu pengetahuan.3 1 Ahmad Bahiej, dkk, Pemikiran Hukum Pidana Islam Kontemporer. (Yogyakarta: Pokja Akademik, 2006) hlm. 115. 2 Jimly Asshidiqie, Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: Angkasa, 1996), hlm. 135. 3 Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta : PT. Bulan Bintang, 1996), hlm. 5. 1
  • 13. 2 Keterangan mengenai hak-hak yang harus dilindungi diatas sesuai dengan prinsip dasar Islam dengan mengutip ucapan Al-Ghazali dan Ibnul Qayyim Al-Jauziyah, Al-Ghazali dalam bukunya yang terkenal al-Mustasfha min ‘Ilm al-Ushul mengatakan:4 “Tujuan agama adalah melindungi kepentingan (kemaslahatan) ada lima hal: keyakinan, jiwa, akal, keturunan/kehormatan, dan harta benda” Dalam Al-Qur’an Surat al-Nahl ayat 90 sebagai berikut:5 Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan, Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” Dan dalam Surat an-Nisa’ ayat 58 sebagai berikut:6 Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan 4 KH. Husain Muhammad, Fiqh Perempuan, Refleksi Kiai atas Wacana Agama dan Gender, (Yogyakarta: LKiS, 2001), hlm. 48. 5 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahanya. (Jakarta: Yayasan Peyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an, 1971), hlm. 415. 6 Departemen Agama RI, Ibid, hlm. 128.
  • 14. 3 dengan adil, Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik- baiknya kepadamu, Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.” Ayat diatas menerangkan bahwa keadilan tidak hanya sebagai hak tetapi sekaligus sebagai kewajiban, karena perlindungan hukum dalam konsep hukum pidana Islam berprinsip pada keadilan, kasetaraan (Equality before the law) dan kemanusiaan. Maka setiap perbuatan yang melanggar hukum harus diberikan sanksi yang seadil-adilnya. Prinsip Islam diatas sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengatur hak-hak asasi manusia pada pasal 28 d ayat 1, berbunyi: “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.” Dan pasal 28 g ayat (1), berbunyi: “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, maratabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaanya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.” Dari kedua Pasal diatas bisa dipahami bahwa Negara menjamin atas perlindungan bagi setiap warga negaranya berupa perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta bendanya. Terkait dengan perlindungan hukum bagi korban pemerkosaan yang kurang mendapatkan perhatian dan keadilan dari negara yang akhir-akhir ini sering diberitakan diberbagai media masa seperti Koran, Majalah, Radio dan Televise, dalam pemberitaan itu perempuan merupakan salah satu pihak yang
  • 15. 4 paling dirugikan, karena selain menderita luka fisik, mereka juga mengalami keadaan traumatik yang mengganggu psikisnya. Selain itu penderitaan perempuan (korban) tidak berhenti pada saat kejahatan itu selesai melainkan mereka (korban) masih harus berusaha sendiri untuk menyembuhkan lukanya dan juga masih menyediakan dana dan upaya untuk berperan dalam proses peradilan pidana pada kasusnya. Di lain pihak perhatian terhadap KUHP pada Hak Asasi Manusia lebih banyak mengarah pada tersangka atau pelaku kejahatan dan penjatuhan pidana terhadap pelaku terlalu ringan, sehingga tidak menimbulkan efek penjeraan bagi pelaku maupun calon pelaku sedangkan korban kejahatan (perkosaan) tidak mendapatkan perhatian yang memuaskan. Padahal, didalam hukum positif seperti Negara Inggris, Belanda, dan Prancis perhatian terhadap korban kejahatan dalam bentuk ganti rugi sudah berlangsung cukup lama, pemberian ganti rugi tersebut biasa diberikan oleh wakil dari pelaku atau biasa di sebut Vicarous Liability (pertanggung jawaban pengganti) dimana pertanggungjawaban yang dibebankan kepada seorang atau perbuatan pelaku.7 Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia No 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi Dan Korban dalam pasal 7 mengenai perlindungan hak saksi dan korban, pasal 7 tersebut berbunyi: 8 7 Lidya Suryani Widyanti, Sri Wurdani dan Heru Wibowo Sukaten, Mereka yang Terlupakan Para Korban Kejahatan Perkosaan,(Bulletin Penalaran Mahasiswa UGM Vol.3,No.1Februari1997), hlm. 23. http://i-lib.ugm.ac.id/jurnal/download.php?dataId=98, di akses pada tanggal 20 Januari 2011. 8 Undang-Undang No 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban
  • 16. 5 1. Korban melalui LPSK berhak mengajukan ke pengadilan berupa: a. hak atas kompensasi dalam kasus pelanggaran hak asasi manusia yang berat. b. hak atas restitusi atau ganti kerugian yang menjadi tanggung jawab pelaku tindak pidana. 2. Keputusan mengenai kompensasi dan restitusi diberikan oleh pengadilan. 3. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian kompensasi dan restitusi diatur dengan peraturan pemerintah. Sedangkan dalam KUHP sendiri tidak ada sedikitpun aturan yang mengatur tentang ketentuan ganti kerugian bagi korban kejahatan khususnya korban pemerkosaan, khusus untuk tindak pidana pemerkosaan diatur dalam Pasal 285 KUHP yang berbunyi:9 “Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia diluar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun”. Isi Pasal 285 KUHP tersebut jelas menggambarkan bahwa korban perkosaan belum mendapatkan perlindungan hukum terutama mengenai kerugian yang dialami korban yang tidak bisa dikembalikan walaupun pelaku dihukum, dalam hukum Islam ganti rugi kepada korban kejahatan adalah hukuman denda kepada pelaku tindak pidana, hukuman ini dinamakan qishas dan diyat (melukai), lebih jelasnya hukum qishas maupun diyat merupakan hukuman yang tidak ditentukan batasanya, tidak ada batasan terendah dan tertinggi tetapi menjadi hak perorangan antara korban dan walinya.10 9 Indonesia, KUHAP dan KUHP, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hlm. 98. 10 Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), hlm.74.
  • 17. 6 Bentuk perlindungan yang terkait dengan tindak pidana perkosaan dalam Islam di kenal dengan konsep (al Wath bi al Ikrah) zina karena di paksa,11 pada umumya dikategorikan sebagai jarimah hudud, untuk kejahatan perkosaan ini, hanya orang yang melakukan pemaksaan saja yang di jatuhi hukuman had, para ahli hukum Islam berpendapat bahwa hukuman si pemaksa itu bisa dijatuhkan baik untuk lelaki maupun untuk perempuan. 12 Ada beberapa hal yang perlu diketahui dalam skripsi ini, bahwa perkosaan merupakan bentuk kekerasan primitif yang terdapat pada masyarakat manapun,13 perkosaan adalah tindak kekerasan atau kejahatan seksual yang berupa hubungan seksual yang dilakukan oleh laki-laki terhadap perempuan dengan kondisi sebagai berikut: mengancam si korban dan perbuatan tersebut tanpa dikehendaki si korban. Menurut Adam Chazawi, perkosaan adalah pemaksaan dan kekerasan yang sering berakibat trauma yang berkepanjangan pada si korban,14 apalagi korbanya adalah anak yang masih dibawah umur. Apabila merujuk pada beberapa pengertian diatas maka tindak pidana perkosaan merupakan tindak pidana yang didalamnya ada unsur pemaksaan dari pelaku, baik pemaksaan itu disertai dengan pemukulan atau hanya 11 Abdul Wahid, dan Muhammad Irfan, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual, Advokasi ats Hak Asasi Perempuan, (Bandung: PT Refika Aditama, 2001), hlm. 137. 12 Topo Santoso, Membumikan Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), hlm.125. 13 Eko Prasetyo, Suparman Marzuki, Perempuan Dalam Wacana Perkosaan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offest, 1997), hlm. 5. 14 Adam Chazawi, Tindak Pidana Mengenai Kesopanan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 63.
  • 18. 7 sekedar ancaman, dan orang yang dipaksa bisa disebut dengan korban yang umumya adalah perempuan yang berhak mendapatkan perhatian serta perlindungan hukum baik yang bersifat fisik maupun psikis. Dibawah ini adalah satu contoh kasus dari sekian ribu kasus perkosaan yang ada di Indonesia yang didalamnya ada unsur pemaksaan dengan ancaman kekerasan, kasus tersebut sudah diputus oleh Pengadilan Negeri Semarang dalam Putusan Pengadilan Negeri Semarang: No.425 /pid.B/2010/PN Semarang yaitu perbuatan yang dilakukan oleh Aryono Bin Parto Dikromo memaksa anak yaitu Nova Nurwanti Binti Susanto berusia 10 tahun untuk melakukan persetubuhan denganya secara berturut-turut sebanyak 3 (tiga) kali. Setelah sidang di Pengadilan Negeri Semarang, Hakim memutuskan menjatuhkan pidana kepada terdakwa Aryono bin Parto Dikromo dengan dengan pidana penjara 7 tahun dan denda sebesar Rp 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah) apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan kurungan selama 6 (enam) bulan.15 Dari latar belakang diatas penulis tertarik untuk meneliti lebih detail mengenai ganti rugi sebagai bentuk perlindungan terhadap korban perkosaan dalam Putusan Pengadilan Negeri Semarang Dengan Nomer Perkara: No.425 /pid.B/2010/PN Semarang. 15 Isi Putusan Pengadilan Negeri Semarang Perkara Nomor: 425 /pid.B/2010/PN Semarang.
  • 19. 8 B. Pokok Permasalahan Berangkat dari latar belakang tersebut, maka ada beberapa pokok masalah yang bisa dikembangkan dan dicari pangkal penyelesaianya, sehingga dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana upaya ganti rugi sebagai bentuk perlindungan hukum bagi korban pemerkosaan dalam Putusan Pengadilan Negeri Semarang: No.425 /pid.B/2010/PN Semarang menurut hukum Positif? 2. Bagaimana upaya ganti rugi sebagai bentuk perlindungan hukum bagi korban pemerkosaan dalam Putusan Pengadilan Negeri Semarang: No.425 /pid.B/2010/PN Semarang menurut hukum Islam? C. Tujuan Penulisan Skripsi Sesuai dengan pokok permasalahan di atas, maka setiap karya ilmiah pasti ada dasar dan tujuan tertentu, sehingga terwujud tujuan yang di harapkan. 1. Tujuan Penulisan Skripsi Adapun tujuan penulisan Skripsi yang penulis harapkan dari proposal ini adalah sebagai berikut: a. Untuk mengetahui upaya ganti rugi sebagai bentuk perlindungan hukum dalam Putusan Pengadilan Negeri Semarang Perkara Nomor: 425 /pid.B/2010/PN Semarang menurut hukum positif. b. Untuk mengetahui mengenai ketentuan upaya ganti rugi sebagai bentuk perlindungan hukum bagi korban pemerkosaan dalam Putusan
  • 20. 9 Pengadilan Negeri Semarang Perkara Nomor: 425 /pid.B/2010/PN Semarang menurut hukum Islam. 2. Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan penelitian yang penyusun harapkan dari penyusunan proposal ini adalah sebagai berikut: a. Untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan khususnya dalam kajian hukum pidana Islam. b. Sebagai bahan masukan bagi masyarakat yang ingin memperdalam tentang masalah hukum yang berkembang saat ini. D. Telaah Pustaka Mengetahui sejauh mana obyek penelitian dan kajian terhadap masalah pemberian ganti rugi bagi korban pemerkosaan dalam konsep Islam, peneliti telah melakukan pra penelitian (telaah) terhadap sejumlah literature, hal ini di lakukan untuk memastikan apakah ada penelitian dengan tema dan kajian yang sama, sehingga nanti tidak terjadi pengulangan (repitisi) yang mirip dengan penelitian sebelumnya. M Khasbun dalam sekripsinya yang berjudul “Analisis Putusan Pengadilan Negeri Kendal Nomor 187/Pid.B/2006/Pn.Kdl Tentang “Tindak Pidana Pemerkosaan Yang Menyebabkan Kematian” dalam karyanya di jelaskan bahwa Pengadilan Negeri Kendal telah memeriksa dan mengadili kasus pemerkosaan dengan amar putusan selama 4 (empat) tahun penjara, dikarenakan pemerkosaan yang menyebabkan kematian. Hukuman 4 (empat)
  • 21. 10 tahun penjara, menurut hukum Islam termasuk dalam jarimah ta’zir, akan tetapi hukuman ta’zir belum sesuai karena si korban sampai meninggal dunia. Untuk itu hukuman yang sesuai terhadap terdakwa termasuk jarimah qishas- diyat yaitu pembunuhan semi sengaja (al-qatl sibh al-‘amd) dengan hukumannya adalah diyat atau ganti rugi berupa seratus ekor unta/ dua ratus ekor sapi yang diberikan kepada pihak si korban atau keluarganya dan membayar kifarat yakni memerdekakan budak atau berpuasa dua bulan berturut-turut,16 skripsi ini hanya membahas tentang ganti rugi karena adanya kematian pihak korban yang diperkosa, namun dalam skripsi ini tidak membahas ganti rugi bagi korban pemerkosaan yang menderita luka fisik maupun psikis yang berkepanjangan. Subhan dalam skripsi yang berjudul “Studi Hukum Islam Terhadap Kejahatan Perkosaan Yang Dilakukan Oleh Anak Dibawah Umur, (Analisis Putusan Pengadilan Negeri Semarang Nomor 647 Pid B 2005 Tentang Kejahatan Kesusilaan.” Dalam skripsinya diterangkan bahwa pelaku tindak pidana dihukum ringan yaitu dikembalikan kepada orang tuanya untuk dididik dan dibina dibawah bimbingan dan pengawasan dari balai pemasyarakatan kota semarang. Vonis yang dijatuhkan Majelis kepada pelaku perkosaan yang masih dibawah umur tersebut masih kurang tepat karena tidak sebanding dengan penderitaan yang dialami wanita korban perkosaan baik secara fisik 16 M. Khasbun, Analisis Putusan Pengadilan Negeri Kendal Nomor 187/Pid.B/2006/Pn.Kdl Tentang Tindak Pidana Pemerkosaan Yang Menyebabkan Kematian, (Semarang: Skripsi Fakultas Syari’ah Institut Agama Islam Negeri Walisongo), 2010.
  • 22. 11 maupun psikologis yang berkepanjangan, seharusnya pelaku tidak dikembalikan kepada orang tuanya walupun dia masih dibawah umur.17 Skripsi ini hampir sama dengan skripsi yang sedang dibahas dengan obyek pemberatan hukuman bagi pelaku pemerkosaan, akan tetapi dalam skripsi ini tidak membahas tentang hak-hak wanita korban perkosaan untuk mendapatkan ganti kerugian baik secara fisik maupun psikis. Dalam tesis karya Ira Idawati, S.H., yang berjudul “Perlindungan hukum terhadap korban tindak pidana perkosaan dalam peradilan pidana” dijelaskan bahwa kasus tindak pidana perkosaan paling banyak menimbulkan kesulitan dalam penyelesaianya baik pada tahap penyidikan, penuntutan, maupun pada tahap penjatuhan pidana tahap penjatuhan putusan. Selain kesulitan dalam batasan itu, juga kesulitan dalam pemubuktianya misalnya perkosaan atau perbuatan cabul yang umumnya dilakukan tanpa kehadiran orang lain. Walaupun sudah diproses sampai ke pengadilan tetapi kasus-kaus itu pelakunya tidak dijatuhi hukuman yang maksimal sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( KUHP) BAB XIV tentang Kejahatan Terhadap Kesusilaan (pasal 281 s/d 296), khususnya yang mengatur tentang tindak pidana perkosaan (pasal 285). Permasalahan yang dihadapi oleh korban tindak pidana perkosaan tidak 17 Subhan, Studi Hukum Islam Terhadap Kejahatan Perkosaan Yang Dilakukan Oleh Anak Dibawah Umur, (Analisis Putusan Pengadilan Negeri Semarang Nomor 647 Pid B 2005 Tentang Kejahatan Kesusilaan.” (Semarang: Skripsi Fakultas Syari’ah Institut Agama Islam Negeri Walisongo), 2007.
  • 23. 12 hanya yang terjadi pada dirinya, namun juga terjadi dalam proses hukum terhadap kasus yang menimpanya. Korban tindak pidana pemerkosaan bisa menjadi korban ganda dalam proses persidangan dan juga bisa mendapat perlakuan yang tidak adil dalam proses untuk mencari keadilan itu sendiri. Dalam tesis ini menjelaskan tentang perlindungan bagi korban permerkosaan pada saat proses peradilan itu berjalan yang dimana aparat penegak hukum masih memperlakukan perempuan korban kekerasan (perkosaan) sebagai obyek, bukan subyek yang harus didengarkan dan dihormati hak-hak hukumnya dan sesudah proses persidangan itu selesai korban berhak untuk mendapatkan restitusi dan kompensasi, konseling, pelayanan/bantuan medis. Akan tatapi dalam skripsi ini penulis akan meneliti tentang upaya ganti rugi sebagai bentuk perlindungan hukum bagi korban pemerkosaan menurut hukum Islam.18 E. Metode Penelitian Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian Berdasarkan jenisnya penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif atau disebut juga dengan penelitian kepustakaan (Library 18 Ira Dwiati, Perlindugan Hukum Terhadap Korban Tindak Pidana Perkosaan Dalam Peradilan Pidana, (Semarang: Tesis Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Diponegoro), 2007.
  • 24. 13 Research),19 yaitu dengan jalan melakukan penelitian terhadap sumber sumber tertulis,20 dengan mengkaji dokumen atau sumber tertulis seperti buku, majalah, jurnal yang ada hubunganya dengan judul skripsi yaitu upaya ganti rugi sebagai bentuk perlindungan hukum bagi korban perkosaan. 2. Sifat penelitian Berdasarkan sifatnya penelitian ini bersifat diskriptif,21yaitu memaparkan dan menjelaskan data yang berkaitan dengan pokok pembahasan, kemudian menguraikan segala sesuatunya dengan cermat dan terarah mengenai upaya ganti rugi sebagai bentuk perlindungan hukum bagi korban pemerkosaan. 3. Sumber Data Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian adalah subyek dari mana data itu diperoleh,22 data yang penulis gunakan adalah data Kualitatif, yaitu data yang tidak berbentuk angka,23 data tersebut ada 2 macam yaitu: 19 Library Research menurut Bambang Waluyo adalah metode tunggal yang dipergunakan dalam penelitian hukum normatif. 20 Bambang Waluyo, S.H., Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), hlm. 50. 21 Soeharso dan Ana Retnonongsih, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Semarang: Widya Karya, 2005), hlm. 121. 22 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Cet. 13, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000), hlm. 129. 23 Rianto Adi, Metodologi Pelitian Social Dan Hukum, (Jakarta: Granit, 2004, Cet. 1), hlm. 56.
  • 25. 14 a. Data primer, yaitu penelusuran dan inventarisasi data yang bersumber pada literarur yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti guna mendapatkan konsep tentang persoalan yang akan dijadikan obyek pelelitian,24 yaitu Putusan Pengadilan Negeri Semarang: No.425 /pid.B/2010/PN Semarang. b. Data sekunder, yaitu data yang sudah dalam bentuk jadi, seperti data dalam bentuk dokumen dan publikasi, misalnya buku-buku, surat- surat, catatan harian, laporan, dan sebagainya,25 yang ada kaitanya dengan tema yang sedang dibahas yakni ganti rugi sebagai bentuk perlindungan hukum bagi korban pemerkosaan. 4. Pengumpulan Data Dan ini penulis menggunakan pengumpulan data sebagai berikut: a. Observasi Metode ilmiah biasa diartikan sebagai pengamatan, pencatatan dengan sistematik melalui fenomena-fenomena yang diselidiki,26yaitu metode pengumpulan data dengan pengamatan dokumen yang ada hubungannya dengan pokok pembahasan berupa arsip, peraturan perundang-undangan, catatan buku-buku, surat-kabar atau majalah dan lain sebagainya. 24 Kartini Kartono, Pengantar Metodologi Riset, Cet. 7, (Bandung: Mandar Maju, 1996), hlm. 33. 25 Rianto Adi, Op, Cit, hlm. 61. 26 Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Jilid.2, (Yogyakarta: Yayasan Penerbit Fakultas UGM, 1998), hlm. 136.
  • 26. 15 b. Dokumentasi Metode pengumpulan data melalui benda-benda tertulis yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel berupa; (Putusan Pengadilan Negeri Semarang: No.425 /pid.B/2010/PN Semarang), perundang-undangan, catatan buku-buku, surat kabar atau majalah, notulen, agenda, dan lain-lain yang dapat memberikan gambaran fakta,27 metode dokumentasi ini digunakan untuk memperoleh data yang diperlukan dari dokumen. 5. Analisis Data Metode analisis yang digunakan dalam upaya ganti rugi sebagai bentuk perlindungan hukum bagi korban pemerkosaan dalam Putusan Pengadilan Negeri Semarang: No.425 /pid.B/2010/PN Semarang menggunakan metode deskriptif analisis yaitu metode yang menjelaskan suatu obyek permasalahan secara sistematis, memberikan analisa secara cermat, kritis, luas dan mendalam terhadap obyek kajian,28 dengan cara berfikir dengan metode sebagai berikut: a. Metode Deduktif Berfikir deduksi adalah proses pendekatan yang berangkat dari kebenaran umum suatu fenomena (teori) mengenaralisasikan kebenaran tersebut pada suatu peristiwa atau data tertentu yang berciri sama 27 Suharsimi Arikunto, Op, Cit, hlm. 231. 28 Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Cet. 4, (Yogyakarta: Gajah Mada University, 1993), hlm. 63.
  • 27. 16 dengan fenomena yang bersangkutan (prediksi).29 Dengan kata lain deduksi berarti faktor yang bersifat umum, kemudian diterapkan kepada kenyataan yang bersifat khusus yaitu disimpulkan dalam pengertian khusus.30 Metode ini digunakan pada bab II, III dan IV. b. Metode Induktif Berfikir induksi adalah metode berfikir berangkat dari faktor-faktor yang bersifat khusus dan peristiwa-peristiwa konkrit, kemudian dari faktor-faktor yang bersifat khusus dan peristiwa-peristiwa konkrit tersebut ditarik generalisasi-generalisasi yang mempunyai sifat umum,31 metode ini digunakan pada bab III dan IV. c. Metode Content Analisis Metode conten analisis adalah metode yang digunakan untuk analisis data dan pengolahan data secara ilmiah tentang isi sebuah pesan dari suatu komunikasi,32 metode ini digunakan pada bab IV. Sedangkan metode analisis dengan pendekatan yang digunakan untuk analisis data yaitu upaya ganti rugi sebagai bentuk perlindungan hukum bagi korban pemerkosaan dalam Putusan Pengadilan Negeri Semarang: No.425 /pid.B/2010/PN Semarang berdasarkan teori hukum adalah dengan menggunakan metode pendekatan normatif, yaitu suatu 29 Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, Cet. 3, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), hlm. 40. 30 Sutrisno Hadi, Op, Cit., hlm. 36. 31 Ibid, hlm. 42. 32 Noeng Muhadjir, Motode Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996), hlm. 49.
  • 28. 17 prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya.33 Metode analisis dengan pendekatan ini digunakan dalam bab IV. F. Sistematika Penulisan Untuk mendapatkan kemudahan terhadap pembahasan yang teliti, penyusun akan mensistematika skripsi ini dengan membagi tema menjadi beberapa bagian. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan beberapa katagori dalam pembahasan sebagai berikut: 1. Bagian Muka Bagian muka ini terdiri dari: halaman judul, halaman nota Pembimbing, halaman nota pengesahan, halaman motto, halaman persembahan, halaman deklarasi, halaman abstrak, halaman kata pengantar, dan halaman daftar isi. 2. Bagian Isi, terdiri dari: Bab I: Pendahuluan. bab ini meliputi: latar belakang masalah, rumusan masalah, telaah pustaka, tujuan penulisan skripsi, metode penelitian, dan sistematika penulisan skripsi. Bab II: Upaya Ganti Rugi Sebagai Bentuk Perlindungan Bagi Korban Pemerkosaan Dalam Hukum Positif dan Hukum Islam, A. Tindak pidana pemerkosaan menurut hukum Positif, sub bab ini meliputi: 33 Johni Ibrahim, Teori Dan Metodologi Penelitian Hukum Normative, (Maltang: Bayu Media Publising, 2005), hlm. 57.
  • 29. 18 pengertian tindak pidana perkosaan dan jenis-jenisnya, pengertian korban pemerkosaan dan jenis-jenisnya, ketentuan ganti rugi dalam hukum Positif, B. Tindak pidana zina menurut hukum Islam, sub bab ini meliputi: definisi jarimah, tindak pidana zina, zina karena dipaksa, ganti rugi (diyat). Bab III: Putusan Pengadilan Negeri Semarang Dengan Nomer Perkara: No.425 /pid.B/2010/PN Semarang. bab ini, meliputi tentang profil Pengadilan Negeri Semarang, tugas dan kewenangan Pengadilan Negeri Semarang, proses penyelesaian perkara Nomor.425/pid.B/2010/PN Semarang. Bab IV: Analisis ganti rugi sebagai bentuk perlindungan hukum bagi korban perkosaan terhadap Putusan Pengadilan Negeri Semarang dengan nomer perkara: 425 /pid.B/2010/PN Semarang. bab ini, meliputi: analisis tindak pidana pemerkosaan. Analisis ganti rugi terhadap korban perkosaan dengan sub bab meliputi analisa terhadap amar putusan Pengadilan Negeri No.425 /pid.B/2010/PN Semarang, implikasi ganti rugi. Bab V: Penutup. Merupakan bab terakhir yang berisi: kesimpulan, saran-saran dan diakhiri dengan penutup. 3. Bagian Akhir Bagian Akhir terdiri dari: Daftar pustaka, daftar riwayat pendidikan penulis dan lampiran-lampiran.
  • 30. BAB II UPAYA GANTI RUGI SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KORBAN PEMERKOSAAN A. Tindak Pidana Pemerkosaan Menurut Hukum Positif 1. Pengertian Tindak Pidana Pemerkosaan Dan Jenis-Jenisnya Perkosaan (rape) berasal dari bahasa latin rapere yang berarti mencuri, memaksa, merampas. Perkosaan adalah suatu usaha untuk melampiaskan nafsu seksual yang dilakukan oleh seorang laki-laki terhadap perempuan dengan cara yang dinilai melanggar menurut moral dan hukum. Perkosaan juga dapat terjadi dalam sebuah pernikahan di dalam pasal 285 KUHP disebutkan bahwa:1 "barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia diluar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.Pada pasal ini perkosaan didefinisikan bila dilakukan hanya di luar perkawinan". Selain itu kata-kata bersetubuh memiliki arti bahwa secara hukum perkosaan terjadi pada saat sudah terjadi penetrasi, pada saat belum terjadi penetrasi maka peristiwa tersebut tidak dapat dikatakan perkosaan tetapi masuk dalam kategori pencabulan,2 tindak pidana perkosaan yang diatur dalam Pasal 285 KUHP itu ternyata hanya mempunyai unsur-unsur 1 Indonesia, KUHAP dan KUHP, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hlm 89. 2 http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php?judul=Pelaku%20Pemerkosaan%20Pantas%20Di hukum%20Berat&&nomorurut_artikel=452/di akses tgl 6 Januari 2012. 19
  • 31. 20 obyektif, yaitu: unsur barang siapa, dengan kekerasan, dengan ancaman akan memakai kekerasan, memaksa, seorang wanita, mengadakan hubungan kelamin diluar perkawinan, dengan dirinya.3 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang disusun oleh W.J.S Poerwadarminta, pengertian perkosaan dilihat dari/ asal kata yang apat diuraikan sebagai berikut:4 a. Perkosa : gagah; paksa; kekerasan; perkasa b. Memperkosa : 1) Menundukan dan sebagainya dengan kekerasan. 2) Melanggar (menyerang dsb) dengan kekerasan c. Perkosaan : 1) Perbuatan memperkosa, penggagahan dengan paksaan 2) Pelanggaran dengan kekerasan. Kata perkosaan sebagai terjemahan dari aslinya (Belanda) “verkarchting” yakni perkosaan untuk bersetubuh, oleh karena itu menurut beliau kualifikasi yang tepat untuk Pasal 285 KUHP ini adalah perkosaan untuk bersetubuh. Apabila rumusan perkosaan ini dirinci terdiri dari unsur- unsur sebagai berikut: 5 a. Perbuatanya : memaksa b. Caranya : 1) dengan kekerasan 2) ancaman kekerasan 3 P.A.F. Lamintang, Delik-Delik Khusus, Tindak-Tindak Pidana Melanggar Norma-Norma Kesusilaan dan Norma-Norma Kepatutan, (Bandung: Mandar Maju, 1990), hlm. 108. 4 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1984), hlm. 741. 5 Adam Chazawi, Tindak Pidana Mengenai Kesopanan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 63.
  • 32. 21 c. Objek : seorang perempuan bukan istrinya d. Bersetubuh dengan dia Menurut Soetandyo Wingnjosoebroto bahwa “perkosaan” adalah suatu usaha melampiaskan hawa nafsu seksual oleh seorang laki-laki terhadap seorang perempuan dengan cara menurut moral dan/ atau hukum yang berlaku adalah melanggar hukum.6 Wirdjono Prodjodikoro, mengungkapkan bahwa perkosaan adalah: Seorang laki-laki yang memaksa seorang perempuan yang bukan istrinya untuk bersetubuh dengan dia, sehingga sedemikian rupa ia tidak dapat melawan, maka dengan terpaksa ia mau melakukan persetubuhan itu.7 Nursyahbani Kantjasungkana, berpendapat bahwa perkosaan adalah salah satu bentuk kekerasan terhadap perempuan yang merupakan contoh kerentanan posisi perempuan terhadap kepentingan laki-laki.8 Back’s Law Dictionary, yang dikutip oleh Topo Santoso, merumuskan perkosaan atau rape sebagai berikut: 9 “Hubungan seksual yang melawan hukum/tidak sah dengan seorang perempuan tanpa persetujuannya, persetubuhan secara melawan hukum/tidak sah terhadap seorang perempuan oleh seorang laki-laki dilakukan dengan paksaan dan bertentangan dengan kehendaknya, tindak persetubuhan yang dilakukan oleh seorang laki-laki terhadap seorang perempuan bukan istrinya dan tanpa persetujuannya, 6 Eko Prasetyo, dan Suparman Marzuki, Perempuan Dalam Wacana Perkosaan, (Yogyakarta: Pustaka Belajar Offset, 1997), hlm. 25. 7 Wirdjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, (Bandung: Eresco, 1986), hlm. 117. 8 Abdul Wahid, dan Muhammad Irfan, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual, Advokasi atas Hak Asasi Perempuan, (Bandung: PT Refika Aditama, 2001), hlm. 65. 9 Topo Santoso, Seksualitas Dan Hukum Pidana, (Jakarta: IND. HILL-CO, 1997), hlm. 17.
  • 33. 22 dilakukan ketika perlawanan perempuan tersebut diatasi dengan kekuatan dan ketakutan atau di bawah keadaan penghalang.” Walaupun didalam rumusanya Pasal 285 KUHP tidak mensyaratkan adanya unsur kesengajaan akan tetapi dicantumkan unsur “memaksa” maka tindak pidana perkosaan seperti yang dimaksud dalam Pasal 285 KUHP itu harus dilakukan dengan sengaja. Karena seperti yang telah diketahui dalam Pasal 285 KUHP itu harus dilakukan dengan sengaja maka dengan sendirinya kesengajaan itu harus dibuktikan oleh penuntut umum atau hakim di sidang pengadilan yang memeriksa dan mengadili perkara pelaku bahwa telah didakwa melanggar larangan yang diatur dalam pasal KUHP.10 Pengertian perbuatan memaksa (dwingen) adalah perbuatan yang ditujukan pada orang lain dengan menekankan kehendak orang lain itu agar orang lain itu tadi menerima kehendak orang yang menekan atau dengan kehendaknya sendiri. 11 Perbuatan memaksa menurut Pasal 285, yakni bersetubuh dengan dia, atau bersedia di setubuhi, demikian juga memaksa pada Pasal 289 dalam hal membiarkan dilakukan perbuatan cabul, sementara itu untuk yang kedua misalnya terdapat pada Pasal 368 (pemerasan), Pasal 369 (pengancaman) dimana perbuatan memaksa ditujukan agar orang yang dipaksa melakukan 10 P.A.F. Lamintang, Op, Cit, hlm. 109. 11 Adam Chazawi, Lok, Cit.
  • 34. 23 perbuatan yang sama dengan kehendaknya, yakni menghapuskan piutang dan membuat utang.12 Jenis-jenis pemerkosaan dapat digolongkan sebagai berikut: 13 1) Sadistic Rape Yakni perkosaan pada tipe ini seksualitas dan agresif berpadu dalam bentuk yang merusak. Pelaku perkosaan telah nampak menikmati kesenangan erotik bukan melalui hubungan seksnya melainkan melalui serangan yang mengerikan atas alat kelamin dan tubuh korban; 2) Anger Rape Yakni penganiayaan seksual yang bercirikan seksualitas yang menjadi sarana untuk menyatakan dan melampiaskan rasa geram dan marah yang tertahan. Tubuh korban disini seakan- akan merupakan obyek terhadap siapa pelaku yang memproyeksikan pemecahan atas frustasi- frustasi, kelemahan, kesulitan dan kekecewaan hidupnya; 3) Domination Rape Yakni suatu perkosaan yang terjadi ketika pelaku mencoba untuk gigih atas kekuasaan dan superioritas terhadap korban, tujuannya adalah penaklukan seksual pelaku menyakiti korban namun tetap memiliki keinginan berhubungan seksual; 4) Seductive Rape Yakni suatu perkosaan yang terjadi pada situasi-situasi yang 12 Lok, Cit. 13 Eko Prasetyo, dan Suparman Marzuki, Op, Cit, hlm. 103.
  • 35. 24 merangsang yang tercipta oleh kedua belah pihak. Pada mulanya korban memutuskan bahwa keintiman personal harus dibatasi tidak sampai sejauh persenggamaan, pelaku pada umumnya mempunyai keyakinan membutuhkan paksaan, oleh karena tanpa itu tidak mempunyai perasaan bersalah yang menyangkut seks; 5) Victim Precipitated Rape Yakni perkosaan yang terjadi (berlangsung) dengan menempatkan korban sebagai pencetusnya; 6) Exploitation Rape Perkosaan yang menunjukkan bahwa pada setiap kesempatan melakukan hubungan seksual yang diperoleh oleh laki-laki dengan mengambil keuntungan yang berlawanan dengan posisi perempuan yang bergantung padanya secara ekonomis dan social. Misalnya istri yang diperkosa oleh suaminya atau pembantu rumah tangga yang diperkosa oleh majikannya, sedangkan pembantunya tidak mempersoalkan atau mengadukan kasusnya ini kepada pihak yang berwajib. Beberapa macam karakteristik umum tindak pidana perkosaan: 14 1) Agresivitas, merupakan sifat yang melekat pada setiap perkosaan. 2) Motivasi kekerasan lebih menonjol dibandingkan dengan motivasi seksual semata-mata. 3) Secara psikologis, tindak pidana perkosaan lebih banyak mengandung 14 Abdul Wahid, dan Muhammad Irfan, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual, Advokasi atas Hak Asasi Perempuan, (Bandung: PT Refika Aditama, 2001), hlm. 48.
  • 36. 25 masalah kontrol dan kebencian dibandingkan dengan hawa nafsu. 4) Tindak pidana perkosaan dapat dibedakan ke dalam tiga bentuk, yaitu: anger rape, power rape dan sadistis rape. Dan ini direduksi dari anger dan violation, control and domination, erotis. 5) Ciri pelaku perkosaan: mispersepsi pelaku atas korban, mengalami pengalaman buruk khususnya dalam hubungan personal (cinta), terasing dalam pergaulan sosial, rendah diri, ada ketidakseimbangan emosional. 6) Korban perkosaan adalah partisipatif. Menurut Meier dan Miethe, 4- 19% tindak pidana perkosaan terjadi karena kelalaian (partisipasi) korban. 7) Tindak pidana perkosaan secara yuridis sulit dibuktikan. Jenis-jenis perkosaan juga dapat dibedakan menjadi:15 1) Perkosaan yang pelakunya sudah dikenal korban a) Perkosaan oleh suami atau mantan suami Perkosaan juga dapat terjadi dalam suatu perkawinan, karena suami maerasa berhak untuk memaksa istrinya berhubungan seks kapan saja sesuai dengan keinginannya tanpa mempedulikan keinginan sang istri. Bahkan tidak jarang terjadi banyak mantan suami yang merasa masih berhak untuk memaksakan hubungan seks pada mantan istrinya; 15 Ira Dwiati, Perlindugan Hukum Terhadap Korban Tindak Pidana Perkosaan Dalam Peradilan Pidana, (Semarang: Tesis Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Diponegoro, 2007), hlm. 41-42.
  • 37. 26 b) Perkosaan oleh teman kencan atau pacar Teman kencan atau pacar bisa memaksa korban untuk berhubungan seks dengan berbagai dalih karena ia sudah menghabiskan uang untuk menyenangkan korban, karena mereka pernah berhubungan seks sebelum itu, karena korban dianggap sengaja memancing birahi, atau karena si pacar sudah berjanji akan mengawini korban. Ajakan untuk berhubungan seks masih termasuk wajar bila si perempuan masih punya kesempatan untuk menolak dan penolakannya itu dihormati oleh pacarnya. Bujuk rayu pun masih bisa dianggap normal bila kegagalan membujuk tidak diikuti oleh tindakan pemaksaan tetapi kalau pacar perempuan itu sampai memaksakan kehendaknya, itu sudah berarti suatu kasus perkosaan, sekalipun oleh pacar sendiri, jika perempuan itu sudah menolak dan berkata “tidak” tapi pacarnya neka melakukann yaitu berarti perkosaan. Kasus perkosaan seperti ini sangat jarang didengar orang lain karena korban malu dan takut dipersalahkan orang. c) Perkosaan oleh atasan/majikan Perkosaan terjadi antara lain bila seorang perempuan dipaksa berhubungan seks oleh atasan atau majikannya dengan ancaman akan di PHK bila menolak, atau dengan ancaman-ancaman lain yang berkaitan dengan kekuasaan si atasan atau majikan. d) Penganiayaan seksual terhadap anak-anak
  • 38. 27 Seorang anak perempuan atau anak laki-laki dapat diperkosa oleh lelaki dewasa dan masalah ini sangat peka dan sulit karena anak-anak yang menjadi korban tidak sepenuhnya paham akan apa yang menimpa mereka, khususnya bila anak itu mempercayai pelaku. Kalaupun si anak melapor kepada ibu, nenek atau anggota keluarga yang lain, besar kemungkinan laporannya tidak digubris, tak dipercaya, bahkan dituduh berbohong dan berkhayal, biasanya mereka menyangkal kejadian itu hanya dengan alasan “tidak” mungkin bapak/kakek/paman/dsb tega berbuat begitu”. 2) Perkosaan oleh orang tak dikenal16 Jenis perkosaan ini sangat menakutkan, namun lebih jarang terjadi dari pada perkosaan dimana pelakunya dikenal oleh korban, jenis perkosaan ini dapat dibedakan, yaitu: a) Perkosaan beramai-ramai Seorang perempuan bisa disergap dan diperkosa secara bergiliran oleh sekelompok orang yang tidak dikenal. Ada kalanya terjadi perkosaan oleh satu orang tidak dikenal kemudian orang-orang lain yang menyaksikan kejadian tersebut ikut melakukannya. Seringkali terjadi beberapa orang remaja memperkosa seorang gadis dengan tujuan agar mereka dianggap “jantan” atau untuk membuktikan “kelelakian” nya. 16 Ibid, hlm. 42.
  • 39. 28 b) Perkosaan di penjara Di seluruh dunia banyak perempuan diperkosa oleh polisi atau penjaga penjara setelah mereka ditahan atau divonis kurungan. Bahkan perkosaan juga umum terjadi antar penghuni lembaga pemasyarakatan laki-laki untuk menunjukkan bahwa si pemerkosa lebih kuat dan berkuasa daripada korbannya. c) Perkosaan dalam perang atau kerusuhan Para serdadu yang sedang berada di tengah kancah pertempuran sering memperkosa perempuan di wilayah yang mereka duduki, untuk menakut-nakuti musuh atau untuk mempermalukan mereka. Perkosaan beramai-ramai dan perkosaan yang sistematis (sengaja dilakukan demi memenuhi tujuan politis atau taktis tertentu), misalnya kejadian yang menimpa kaum perempuan Muslim Bosnia. Tujuan perkosaan semacam ini adalah untuk unjuk kekuatan dan kekuasaan di hadapan musuh. 2. Pengertian Korban Perkosaan dan Jenis-Jenisnya Resolusi PBB No. 40/43 Tahun 1985 mendefinisikan korban sebagai seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/kerugian psikis maupun ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana.17Menurut pasal 1 Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban, korban adalah 17 Faqihudin, Perlindungan Terhadap Korban Pemerkosaan Anak Dibawah Umur, (Semarang: Makalah Viktimologi Fakultas Syari’ah Institut Agama Islam Negeri Walisongo, 2010), hlm. 2.
  • 40. 29 seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/ kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana.18 Menurut kamus bahasa Umum Bahasa Indonesia, korban adalah orang yang menderita kecelakaan karena perbuatan hawa nafsu sendiri atau orang lain.19 Didalam bukunya Arif Gosita diterangkan bahwa yang dimaksud dengan korban adalah mereka yang menderita jasmaniah maupun rohaniah sebagai akibat tindakan orang lain yang mencari pemenuhan kepentingan diri sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan kepentingan dan hak asasi yang menderita. Mereka disini dapat berarti: individu, atau kelompok baik swasta maupun pemerintah. Selain itu korban juga diartikan bukan hanya terbatas pada perseorangan atau kelompok yang mengalaminya secara langsung tetapi juga menyangkut orang secara tidak lansung seperti keluarga korban yang menjadi tanggunganya.20 Khusus untuk korban perkosaan, derita yang dialaminya tidak dapat dibandingkan dengan korban perampokan, pencurian, atau penjambretan. Korban semacam ini umumnya terbatas kehilangan harta benda, relative tidak menderita batin dan tekanan social berkepanjangan. Namun sebaliknya korban perkosaan, mereka kehilangan harga kehormatan, harga diri yang tidak mungkin bisa diganti, dibeli atau disembuhkan sekalipun mencincang 18 Indonesia, Undang-Undang No 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, hlm. 3. 19 W.J.S. Poerwadarminta, Loc. Cit. 20 Arif Gosita, Masalah Korban Kejahatan, (Jakarta: Akademika Persindo, 1983), hlm. 41.
  • 41. 30 pelaku hingga mati.21 Lebih-lebih korban perkosaan adalah anak-anak dibawah umur, mereka akan mengalami penderitaan yang lebih berat lagi, sebab kekerasan yang dialaminya akan menjadi trauma yang membayangi perjalanan hidupnya, kalau bertemu dengan kaum laki-laki, mereka tidak hanya membencinya, tapi juga takut menjalin relasi denganya.22 Perkembangan ilmu viktimologi mengajak masyarakat untuk lebih memperhatikan posisi korban kejahatan juga memilah-milah jenis korban kejahatan hingga kemudian munculah berbagai jenis korban, yaitu: 23 1) Nonparticipating victims, yaitu mereka yang tidak peduli terhadap upaya penanggulangan kejahatan; 2) Latent Victims, yaitu mereka mempunyai sifat karakter tertentu sehingga cenderung menjadi korban; 3) Participating victims, yaitu mereka yang dengan perilakunya memudahkan dirinya menjadi korban; 4) Proacative victims, yaitu mereka yang mempunyai sifat karakter tertentu sehingga cenderung menjadi korban; 5) False victims, yaitu mereka yang menjadi korban karena perbuatan yang dibuatnya; Menurut Arif Gosita, jenis-jenis korban perkosaan adalah sebagai berikut: 24 21 Eko Prasetyo, dan Suparman Marzuki, Op, Cit, hlm. 102. 22 Abdul Wahid, dan Muhammad Irfan, Op, Cit, hlm.79. 23 Dikdik M. Arief, d a n Mansur Elisatris Gultom, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan- Antara Norma dan Realita, (Jakarta: PT. RadjaGrafindo Persada, 2007), hlm. 49.
  • 42. 31 1) Korban murni a) Korban perkosaan yang belum pernah berhubungan dengan pelaku sebelum perkosaan. b) Korban perkosaan yang pernah berhubungan dengan pihak pelaku sebelum perkosaan. 2) Korban Ganda Adalah korban perkosaan selain mengalami penderitaan selama diperkosa, juga mengalami berbagai penderitaan mental, fisik, dan sosia, misalnya: mengalami ancaman-ancaman yang mengganggu jiwanya, mendapat pelayanan yang tidak baik selama pemeriksaaan pengadilan, tidak mendapat ganti kerugian, mengeluarkan uang pengobatan, dikusilkan dari masyarakat karena sudah cacat khusus, dan lain-lain. 3) Korban Semu Adalah korban yang sebenarnya sekaligus juga pelaku, ia berlagak diperkosa dengan tujuan mendapat sesuatu dari pelaku. Khusus untuk korban kejahatan perkosaan, baik dari jenis korban murni, korban ganda, dan korban semu, posisi wanita masih selalu berada pada pihak yang dilematis karena kalau menuntut melalui jalur hukum, mengundang konsekuensi selain sering berbelit-belit juga merasa malu karena terpublikasikan, selain itu sistem pemidanaan KUHP Indonesia tidak menyediakan pidana ganti kerugian bagi korban perkosaan, jadi posisi 24 Ira Dwiati, Op, Cit, hlm. 48.
  • 43. 32 wanita dalam hal ini wanita korban perkosaan tetap pada posisi tidak diuntungkan sebagai korban kejahatan.25 3. Ketentuan Ganti Rugi Dalam Hukum Pidana Positif Ganti kerugian terdapat dalam hukum perdata dan pidana namun antara keduanya memiliki perbedaan, Dalam hukum pidana, ruang lingkup pemberian ganti kerugian lebih sempit dibandingkan dengan pemberian ganti kerugian dalam hukum perdata. Ganti kerugian yang akan dibicarakan dalam skripsi kali ini adalah ganti kerugian dalam hukum Pidana. Ganti kerugian dalam hukum perdata lebih luas daripada ganti kerugian dalam hukum pidana karena ganti kerugian dalam hukum perdata (mengacu pada pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata) adalah mengembalikan penggugat ke dalam keadaan yang semula sebelum kerugian yang ditimbulkan oleh tergugat terjadi. Dalam hukum perdata ganti kerugian bisa dimintakan setinggi tingginya (tidak ada jumlah minimum dan maksimum) mencakup kerugian materil dan kerugian immaterial. Sedangkan ganti kerugian dalam hukum pidana hanya terhadap ongkos atau biaya yang telah dikeluarkan oleh pihak korban. Artinya yang immateril itu tidak termasuk. Ganti kerugian dalam hukum pidana dapat diminta terhadap 2 perbuatan, yaitu karena perbuatan aparat penegak hukum 25 Eko Prasetyo, dan Suparman Marzuki, Op, Cit, hlm. 166.
  • 44. 33 dan karena perbuatan terdakwa.26 Pada umumnya ganti kerugian dalam proses pidana berkenaan dengan penangkapan dan penahanan serta tindakan-tindakan lainya yang bertentangan dengan hukum, yang dilakukan oleh aparat penegak hukum diatur dalam pasal 9 ayat 1 UU No. 14 tahun 1970, pasal ini menyediakan prosedur ganti rugi bagi mereka yang ditangkap, ditahan, dituntut, atau diadili,27 selanjutnya diatur dalam Pasal 95 KUHAP Ayat 1 dan 2.28 Sedang ganti kerugian bagi mereka yang menjadi korban pelanggaran hukum pidana (victim of crime), biasanya dikategorikan sebagai masalah Perdata29 padahal apabila mengacu pada hukum pidana materiil antara lain ketentuan yang berkaitan dengan pidana bersyarat yang diatur dalam Pasal 14 c KUHP. Dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa hakim dapat menjatuhkan pidana bersyarat dengan syarat umum dan syarat khusus yang 26 http://wawasanhukum.blogspot.com/2007/06/ganti-kerugian-dan-rehabilitasi.html, Di tulis oleh: Diah Lestari P dan Theodora YSP, diakses pada tangga l 2 April 2012. 27 Muladi, Hak Asasi Manusia, Politik dan Siatem Peradilan Pidana, (Semarang: Universitas Diponegoro, 1997), hlm. 183. 28 Pasal 95 ayat 1: tersangka terdakwa atau terpidana berhak menuntut, gati kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan tindakan lain, tanpa alas an yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang ditetapkan. Ayat 2: tuntutan ganti kerugian oleh tersangka atau ahli warisnya atas penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alas an yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimna dimaksud dalam ayat 1 yang perkaranya diajukan ke pengadilan negri, diputus disidang pra peradilan sebagaimana dimaksus dalam pasal 77 ayat 3: tuntutan ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diajukan oleh tersangka, terdakwa, terpidana atau ahli warisnya kepada pengadilan yang berwenang mengadili perkara yang bersagkutan. Indonesia, KUHAP dan KUHP, (Jakarta: SInar Grafika, 2007), hlm. 237-238. 29 Djoko Prakoso, Masalah Ganti Rugi Dalam KUHAP, (Jakarta: Bina Akasara, 1988), hlm. 106.
  • 45. 34 harus dipenuhi selama masa percobaan.30 Selanjutnya dalam undang-undang No. 3 tahun 1971.31Adapun ketentuan ganti kerugian lainya dapat dijumpai dalam undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Nomor 76, terutama dalam Pasal 1 ayat 10 c, Pasal 1 butir 22.32 Selanjutnya ketentuan ganti kerugian kepada korban kejahatan diatur dalam pasal 98 KUHAP Ayat 1 dan 2,33 yang menyebutkan bahwa jika suatu perbuatan yang menjadi dasar dakwaan di dalam pemeriksaan perkara pidana oleh Pengadilan Negeri menimbulkan kerugian bagi orang lain maka hakim ketua sidang atas permintaan orang itu dapat menetapkan untuk menggabungkan perkara ganti kerugian itu kepada perkara pidana. Asas penggabungan perkara pidana dan gugatan ganti rugi ini bercorak perdata, merupakan hal baru dalam praktek penegakan hukum di Indonesia, gugatan ganti rugi perdata ini berupa:34 30 Syarat khusus tersebut berupa kewajiban bagi terpidana untuk mengganti segala atau sebagian kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidana dalam waktu tertentu. Lihat: Prof. Dr. Muladi, S.H, Ibid, hlm. 183. 31 Terdapat pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sama dengan harta benda yang diperoleh dari korupsi. Muladi, Ibid, hlm. 184. 32 Pasal 1 ayat 10 c: pra peradilan adalah wewenang pengadilan negri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan. Pasal 1 butir 22: ganti kerugian adalah hak seseorang untuk mendapat pemenuhan atas tuntutanya yang berupa imbalan sejumlah uang karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alas an yang berdasarkan undang-undang ini atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau huku yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang- undang ini. Presiden Indonesia,Undang Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang : Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana,(Jakarta: 33 Asmawi, M. Hanafi, Ganti Rugi Dan Rehabilitasi Menurut KUHAP, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1992), hlm. 6. 34 M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP, (Jakarta: Sinar Grafika, 2000), hlm. 46.
  • 46. 35 1) Kerugian yang dialami korban sebagai akibat lansung dari tindak pidana yang dilakukan terdakwa, misalnya kerugian yang timbul akibat pelanggaran lalu lintas. 2) Jumlah besarnya ganti rugi yang dapat diminta hanya terbatas sebesar kerugian materiil yang diderita korban (pasal 98). 3) Penggabungan perkara pidana dan gugatan ganti rugi yang bersifat perdata dapat diajukan pihak korban sampai proses perkara pidana belum memasuki taraf penuntut umum memajukan rekuisitur. Terkait dengan penggabungan perkara pidana dan gugatan ganti rugi maka perlu kiranya penulis catumkan ketentuan ganti kerugian berdasarkan undang-undang diluar KUHAP yang terdapat dalam Pasal 1365 KUHPerdata sebagai berikut:35 “Jika seseorang telah melakukan suatu perbuatan melanggar hukum dan telah terbukti kesalahanya, maka terhadap dirinya dapat dilakukan penututan mengganti kerugian.” Maka Pasal 1365 KUHPerdata mengenai perbuatan melanggar hukum, Wirjono Prodjodikoro dalam hal ini menyatakan:36 “Bagi orang-orang Indonesia asli tetap berlaku Hukum Adat yang juga mengenal hakekat hukum, seperti yang tercantum dalam Pasal 1365 BW itu, yaitu bahwa orang yang secara bersalah melakukan perbuatan melanggar hukum dan dengan itu merugikan orang lain, adalah wajib memberi ganti kerugian.” 35 http://www.ziddu.com/download/2663135/KUHPerdata.pdf.html. 36 Martiman Prodjodikoro, Ganti Rugi Dan Rehabilitasi, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982), hlm. 18.
  • 47. 36 Sedangkan ganti kerugian berdasarkan konteks undang-undang perlindungan saksi dan korban adalah penggantian kerugian yang diberikan oleh pelaku kepada korban sebagai salah satu bentuk pertanggung jawaban pelaku, pemberian ganti rugi kepada korban kejahatan berdasarkan ketentuan Undang-Undang No 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban dalam Pasal 7 Ayat 1 dan 2 yaitu:37 (1) Korban melalui LPSK berhak mengajukan ke pengadilan berupa: a. Hak atas kompensasi dalam kasus pelanggaran hak asasi manusia yang berat. b. Hak atas restitusi dang anti kerugian yang menjadi tanggung jawab pelaku tindak pidana. (2)Keputusan mengenai kompensasi dan restitusi diberikan oleh pengadilan. Ganti rugi dalam konteks Undang-Undang No 13 tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban dalam Pasal 7 ayat 1 b tersebut adalah penggantian kerugian yang diberikan oleh pelaku kepada korban sebagai salah satu bentuk pertanggung jawaban pelaku.37 Sementara ketentuan ganti kerugian dalam RUU tentang Hukum Acara Pidana tahun 2010 Bagian Ketiga Putusan Pengadilan Tentang Ganti KerugianTerhadap Korban Pasal 133:38 Apabila terdakwa dijatuhi pidana dan terdapat korban yang menderita kerugian materiel akibat tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa, hakim mengharuskan terpidana membayar ganti 37 Indonesia, Undang-Undang Nomer 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban. 37 Komnas Perempuan, Perlindungan Terhadap Saksi Dan Korban, (Jakarta: paragraphworld@yahoo.com, 2009), hlm. 38. 38 Indonesia, Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Tahun 2010, hlm. 40.
  • 48. 37 kerugian kepada korban yang besaranya ditentukan dalam putusanya. Apbila terpidana tidak membayar ganti kerugian sebagaimana dimaksud pada Ayat (1), harta benda terpidana disita dan dilelang untuk membayar ganti kerugian kepada korban. Apabila terdakwa berupaya menghindar untuk membayar kompensasi kepada korban, terpidana tidak berhak memdapatkan pengurangan masa pidana dan tidak mendaptkan pembebasan bersyarat. Dalam penjatuhan pidana bersyarat dapat ditentukan syarat khusus berupa kewajiban terpidana untuk membayar ganti kerugian kepada korban. Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara penyitaan dan pelelangan sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Ketentuan ganti rugi yang di uraikan diatas merupakan ketentuan ganti kerugian kepada korban kejahatan menurut hukum positif, bahwa korban kejahatan memang benar-benar harus diperhatikan hak-haknya. Mengenai ganti kerugian korban pemerkosaan dan tata cara pembayaran ganti rugi serta besaran biaya yang harus dibayarkan oleh pelaku kepada korban kejahatan maupun korban perkosaan akan dibahas pada bab selanjutnya. B. Tindak Pidana Pemerkosaan Menurut Hukum Pidana Islam 1. Definisi Jarimah Jarimah Menurut bahasa adalah (‫ )ﺟﺮم‬yang sinonimnya (‫وﻗﻄﻠﻊ‬ ‫)ﻛﺴﺐ‬ artinya: berusaha dan bekerja. Hanya saja pengertian usaha disini khusus untuk usaha yang tidak baik atau usaha yang di benci oleh manusia.dari pengertian disini dapat ditarik suatu definisi yang jelas, bahwa jarimah itu adalah
  • 49. 38 Artinya: “melakukan setiap perbuatan yang menyimpang dari kebenaran keadilan, dan jalan yang lurus (agama)”. Dari keterangan ini jelaslah bahwa jarimah menurut bahasa adalah melakukan perbuatan-perbuatan atau hal-hal yang dipandang tidak baik, dibenci oleh manusia karena bertentangan dengan keadilan, kebenaran, dan jalan yang lurus (agama). Pengertian jarimah tersebut diatas adalah pengertian yang umum, dimana jarimah itu disamakan dengan (‫)اﻟﺪﻧﺐ‬ (dosa) dan ( ) (kesalahan), karena pengertian kata-kata tersebut adalah pelanggaran terhadap perintah dan larangan agama, baik pelanggaran tersebut mengakibatkan hukuman duniawi maupun ukhrawi.39 Jarimah menurut istilah adalah seperti yang dikemukakan oleh Imam Al Mawardi sebagai berikut:40 . Artinya: “Jarimah adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara’, yang diancam dengan hukuman had atau ta’zir.” 2. Pembagian Jarimah Dalam aturan hukum pidana Islam apabila ditinjau dari berat ringanya sanksi hukuman maka perbuatan Jarimah dapat di kelompokkan menjadi 39 Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm. 9. 40 Ibid.
  • 50. 39 tiga golongan antara lain: jarimah hudud, jarimah qishash dan diyat, dan jarimah ta’zir. a. Jarimah Hudud Hudud (bentuk jamak dari kata had yang artinya batas, rintangan, halangan dan pagar).41 Pernyataan Abdul Qadir Audah sebagai berikut:42 ‫. ﺣﻘﺎ ﺗﻌﺎﻟﻰ‬ . Artinya: “Jarimah yang diancam padanya dengan hukuman had, dan had adalah` hukuman yang telah ditentukan oleh Allah.” Jarimah hudud ada tujuh, yaitu, zina, qadzaf, minuman keras, mencuri, hirabah (pembegalan, perampokan, gangguan keamanan), murtad, dan pemberontakan (al-Baghyu).43 b. Jarimah Qishas Diyat Jarimah qishas diyat adalah jarimah yang diancam dengan hukuman qishas atau diyat, baik qishas maupun diyat keduanya adalah hukuman yang sudah ditentukan oleh syara’. Perbedaanya dengan hukuman had adalah bahwa had merupakan hak allah (hak masyarakat), sedangkan qishas dan diyat adalah hak manusia (individual), adapun 41 Lihat: Dalam al Qur’an, hudud atau hadd sering diartikan sebagai hukum atau ketetapan Allah SWT. misalnya dalam surat Al Baqarah ayat 187, 229, dan 230 surah An Nisa’ ayat 13 dan 14; surat At Taubah Ayat 97 dan 112; Surat al Mujadalah ayat 4; dan surat at Talaq ayat 1. Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeven, tt), hlm. 126 42 Abdul Qadir Audah, al-Tasyri, al-Jina’y al-Islami, (Beirut: Muasasah al-Risalah, 1992), hlm.78. 43 Ibid, hlm. 79.
  • 51. 40 yang di maksud dengan hak manusia sebagaimana yang dikemukakan oleh Mahmud Syaltut adalah sebagai berikut: . : ‫ﺣﻖ اﻟﻌﺒﺪ‬ "hak manusia adalah suatu hak yang manfaatnya kembali kepada seseorang." Jarimah qishas dan diyat ini hanya ada dua macam, yaitu pembunuhan dan penganiayaan, namun apabila diperluas maka ada Lima macam, yaitu: pembunuhan sengaja (‫ ,)اﻟﻘﺘﻞ اﻟﻌﻤﺪ‬pembunuhan menyerupai sengaja ( ), pembunuhan karena kesalahan ‫اﻟﻘﺘﻞ‬ (‫ ,)اﻟﺨﻄﺎء‬penganiayaan sengaja (‫ ,)اﻟﺠﺮح اﻟﻌﻤﺪ‬penganiayaan tidak sengaja. (‫44.)اﻟﺠﺮح اﻟﺨﻄﺎء‬ Pernyataan Abdul Qadir Audah:45 , .‫ﺑﺔ ﻣﻘﺪرة ﺣﻘﺎ ﻟﻞ اﻓﺮاد‬ Artinya: “Jarimah yang diancam kepadanya hukuman qishas atau diyat adalah hukuman yang telah ditentukan batasannya dan menjadi hak perseorangan.” Sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an Surat al-Baqarah: 178 adalah sebagai berikut:46 44 Ahmad Wardi Muslich, Op, Cit, hlm.18-19 45 Abdul Qadir Audah, Lok ,Cit. 46 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahanya, (Jakarta: Yayasan Peyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an, 1971), hlm. 43.
  • 52. 41 (178 :‫)اﻟﺒﻘﺮه‬ Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishas berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh, orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Dan saudaranya hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang dimaafkan) maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari tuhan kamu dan suatu rahmat. Barang siapa melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih.” c. Jarimah Ta’zir Jarimah ta’zir adalah jarimah yang di ancam dengan hukuman ta’zir, pengertian ta’zir menurut bahasa ialah ta’dib atau memberi pelajaran, ta’zir juga diartikan ar-Rad wa al-Man’u, artinya menolak dan mencegah akan tetapi menurut istilah sebagaimana yang dikemukakan oleh Imam Al Mawardi, pengertianya adalah sebagai berikut.47 . ‫واﻟ‬ Artinya: “Ta’zir adalah hukuman pendidikan atas dosa (tindak pidana) yang belum ditentukan hukumanya oleh syara”. 3. Tindak Pidana Zina Di jelaskan dalam al-Qur’an surat al-Israa’ Ayat 32 sebagai berikut:48 47 Ahmad Wardi Muslich, Lok Cit. 48 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahanya, (Jakarta: Yayasan Peyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an, 1971), hlm. 429.
  • 53. 42 Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.” Dari ayat diatas penulis ingin memaparkan permasalahan yang berkaitan dengan zina agar lebih jelas dan tidak terjadi kebingungan dalam memahami teks ayat tersebut. Dibawah ini adalah keterangan menegenai pengertian zina. Pengertian zina secara umum adalah persetubuhan pria dan wanita tanpa ikatan perkawinan yang syah.49 Dalam pandangan Islam bila perbuatan zina dibiarkan begitu saja tanpa tali pengekang maka anak yang lahir dari hasil zina tidak akan dapat diketahui asal usul keturunanya.50 Untuk menghindari adanya perbuatan zina maka Islam menghapus pergaulan bebas antara pria dan wanita dalam masyarakat sebelum menjatuhkan hukuman terhadap pezina, Islam menutup rapat-rapat pintu dan kesempatan dari terlaksananya perzinaan51 dan bahkan mendekatinya saja.52 Diterangkan dalam al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 15 adalah sebagai berikut:53 49 Abul A’la al Maududi, Kejamkah Hukum Islam, (Gema Insani Press, 2010), hlm. 38. 50 Ibid, hlm. 43. 51 Ibid, hlm. 45. 52 Z Kasijan, Tinjauan Psikologis Larangan Mendekati Zina Dalam al Qur’an, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1982), hlm.13. 53 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahanya, (Jakarta: Yayasan Peyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an, 1971), hlm. 118.
  • 54. 43 ِ◌ Artinya: “Dan (terhadap) Para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya). Kemudian apabila mereka telah memberi persaksian, Maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan lain kepadanya”. Perbuatan keji menurut jumhur Mufassirin yang dimaksud perbuatan keji ialah perbuatan zina, sedang menurut Pendapat yang lain ialah segala perbuatan mesum seperti: zina, homo sex dan yang sejenisnya. Menurut pendapat Muslim dan Mujahid yang dimaksud dengan perbuatan keji ialah musahaqah (homosek antara wanita dengan wanita). Menurut Jumhur Mufassirin jalan yang lain itu ialah dengan turunnya ayat 2 surat an-Nuur. Pengertian zina secara harfiah berarti fahisyah, yaitu perbuatan keji, zina dalam pengertian secara istilah adalah hubungan kelamin antara seorang lelaki dan perempuan yang satu sama lain tidak terikat dalam hubungan perkawinan. Para Fuqoha’ (ahli hukum Islam) mengartikan zina, yaitu melakukan hubungan seksual dalam arti memasukan zakar (kelamin pria) ke dalam vagina yang dinyatakan haram, bukan karena syubhat, dan atas dasar
  • 55. 44 syahwat.54 Pendapat para Fuqoha’ (ahli hukum Islam) itu dapat dikualifikasikan sebagai berikut:55 1) Menurut Hanafiah ‫دار‬ ‫اﺳﻢ ﻟﻠﻮطء اﻟﺤﺮام ﻓﻲ ﻗﺒ‬ . “Mewathi’ perempuan yang masih hidup melalui qubulnya tanpa terikat akad nikah atau bukan muliknya dan tidak ada syubhat baik dalam milik atau pernikahan, dilakukan dalam keadaan tidak terpaksa di wilayah yang ditegakkan hukum Islam.” 2) Menurut Malikiah . “Seorang muslim mukallaf (kena taklif) me-wathi’ farji manusia yang bukan miliknya dengan sengaja, ketiadaan milik tersebut harus disepakati oleh para imam.” 3) Menurut Syafi’iah . “Masuknya hasyafah (kepala penis) atau seukurnya yang tidak terputus (bukan penis sintetis) terhadap farji yang diharamkan, tiada syubhat, dan secara naluri memuaskan hawa nafsu (disenangi).” 4) Menurut Hanabilah . 54 Zainudin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hlm. 37. 55 Jaih Mubarok, dan Enceng Arif Faisal, Kaidah Fiqh Jinayah, Asas-Asas hukum Pidana Islam (Bandung: Pustaka Bani Quraisyi, 2004), hlm.117.
  • 56. 45 “Mewathi’ perempuan melalui qubulnya atau duburnya dengan wathi’ haram dan tiada syubhat dalam me-wathi’nya.” Dalam ilmu tafsir menyebutkan bahwa zina adalah perbuatan hubungan sex antara laki-laki dengan seorang perempuan yang satu sama lain tidak saling terikat oleh perkawinan.56 Islam sangat tegas mengatur hubungan sex antara laki-laki dan perempuan seperti yang sudah di jelaskan dalam al-Qur’an Surat an-Nur Ayat 3 adalah sebagai berikut:57 Artinya: “Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin”. Maksud ayat ini ialah bahwa Islam memerintahkan adanya kebersihan tentang hubungan sex, bagi laki-laki dan perempuan, pada setiap waktu sebelum perkawinan, selama dalam perkawinan maupun sesudah putusnya hubungan perkawinan, mereka yang melakukan perbuatan terlarang itu dikeluarkan dari lingkungan perkawinan laki-laki dan perempuan terhormat, 56 Abdul Yusuf Ali, Alqur'an Terjemah dan Tafsirnya, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994), hlm. 884. 57 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahanya. (Jakarta: Yayasan Peyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an, 1971), hlm. 543.
  • 57. 46 lebih jelasnya tidak pantas orang yang beriman kawin dengan yang berzina, demikian pula sebaliknya.58 Imam Abu Daud, Imam Turmudzi, Imam Nasa’i dan Imam Hakim semuanya telah mengetengahkan sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Amr Ibnu Syu’aib yang ia terima dari ayahnya, yang telah menceritakan bahwa seorang laki-laki yang dikenal dengan panggilan nama Marsyad; ia adalah seorang kuli yang datang dari Al Anbar yang datang ke Mekkah. Ketika itu ia datang ke Mekkah ia berkenalan dengan seorang wanita yang di kenal dengan panggilan Inaq, maka Marsyad meminta izin kepada Nabi SAW. untuk menikahinya akan tetapi Nabi SAW. tidak memberikan jawaban sepatah katapun kepadanya sehingga turun surat an-Nur Ayat 3.59 Demikianlah pengertian zina menurut para ahli Fiqh yang diambil dari al-Qur’an maupun Hadits, bahwa zina merupakan perbuatan yang dilarang oleh agama dan merupakan perbuatan yang sangat keji dan buruk, bahkan kita di anjurkan untuk tidak mendekatinya dan apabila kita mau berhubungan sex kita diwajibkan untuk membuat ikatan perjanjian yaitu hubungan pernikahan yang sah. Mengenai hukuman bagi pelaku zina seperti yang diterangkan dalam al-Qur’an surat an-Nur ayat 2 adalah sebagai berikut:60 58 Abdul Yusuf Ali, Op, Cit,, hlm. 884. 59 Ibid, hlm. 885. 60 Dep. Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahanya, ( Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci Al Qur’an, 1985), hlm. 543.
  • 58. 47 Artinya : “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman”. Pada permulaan Islam hukuman perzinaan bagi seorang wanita ialah hukuman tahanan rumah sampai mati, hal ini bila perzinaanya itu ditetapkan dengan keterangan empat orang saksi yang adil dari kaum laki-laki. Adapun kaum laki-laki diberi hukuman caci maki, dipermalukan di muka khalayak ramai, dan dipukul dengan sepatu, seperti yang sudah diterangkan dalam surat an - isa’ ayat 15 bahwa Ibnu Katsir berkata bahwa menurut N keterangan Ibnu Abbas, hukuman itu telah berlaku sedemikian rupa, hingga Allah menurunkan surat an - ur ayat 2 yang menyatakan hukuman jilid atau N cambuk sebanyak 100 kali atau Hadits mengenai rajam (dilempar dengan batu), sehingga surat an-Nisa’ayat 15 dinasakh (diubah hukumnya) dengan surat an-Nur ayat 2.61 Syarat-syarat hukuman yang ditetapkan atas diri seseorang yang berzina adalah berakal waras, sudah cukup umur atau baligh, zina dilakukan 61 Ibnu Mas’ud dan H. Zainal Abidin S, Op, C it, hlm. 547-548.
  • 59. 48 bukan dalam keadaan terpaksa.62 Dilihat dari segi hukumanya, zina di bagi menjadi dua yaitu: hukuman bagi zina gairu mukshon dan hukuman bagi zina mukshon. Zina ghairu mukshon adalah zina yang dilakukan antara laki-laki dan perempuan yang belum berkeluarga. Hukuman untuk zina ghoiru mukhson ada dua macam, yaitu:63 1) Didera seratus kali 2) Pengasingan selama satu tahun Sedangkan syarat-syarat berlakunya had zina sebagaimana tersebut pelaku zina, yaitu baligh dan melakukanya bukan karena terpaksa, dan atas bukti kuat, seperti pengakuan sendiri atau saksi, yaitu empat orang laki-laki yang adil. Bagi seorang hamba hukumanya hanya separuh dari hukuman orang yang merdeka dan terhadap anak-anak hanya dikenakan hukuman ta’zir.64 Adapun mengenai ditambahkanya hukuman seperti kurungan atau diasingkan hanya bersifat ta’zir bukan keaslian sangsi hukuman. Artinya, sekiranya hakim benar-benar mengetahui bahwa pezina laki-laki dan perempuan mempunyai kepribadian buruk dan hubungan di antara keduanya 62 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, (Jakarta: Darul Fath, 2004), hlm. 319. 63 Ahmad Wardi Muslih, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: PT Sinar Grafika, 2005), hlm. 29. 64 H. Zainudin Ali, Op, Cit, hlm. 49.
  • 60. 49 sangat intim maka hakim berhak menvonis mereka dengan di asingkan keduanya ke luar daerah.65 Dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh HR. Muslim adalah sebagai berikut:66 ‫ﻋﻦ ﻋﺒﺎ دة ﺑﻦ اﻟﺼﺎﻣﺖ ﻗﺎل: ﻗﺎل رﺳﻮل ﷲ ص. م: ﺧﺬوا ﻋﻨﻰ ﻗﺪ ﺟﻌﻞ ﷲ‬ . (‫)رواه ﻣﺴﻠﻢ‬ Artinya: “dari Ubadah bin Ash-Shamid ia berkata: Rasulullah SAW. bersabda:“Ambilah dari diriku, ambilah dari diriku, sesunggunya Allah memberikan jalan keluar ( hukuman bagi mereka ( pezina ), jejaka dan gadis hukumanya dera seratus kali dan pengasingan selama satu tahun, sedangkan duda dan janda hukumanya dera seratus kali dan rajam.” Sanad Hadits diatas tersebut shahih, namun dibanyak riwayat yang shahih juga dijelaskan bahwa hal demikian belum pernah dilakukan oleh Rosulullah SAW. dan pada masa kehidupan para Khulafa’ Ar-Rasyidin serta para Fuqoha’, tidak satu yang berfatwa dengan riwayat ini.67 65 Abul A’la al Maududi, Op, Cit, hlm. 74. 66 Ahmad Wardi Muslih, Op, Cit, hlm. 28. 67 Akan tetapi ada Jamaah meriwayatkan hadist yang berasal dari Abi Hurairah dan Zaid bin Khalid Al Juhai Ra bahwa seorang laki-laki telah menghadap rasulullah Saw. dan berkata kepada beliau. “Wahai Rosulullah, anakku ini telah bekerja di tempat orang ini (sambil menunjuk kepada salah seorang yang sama-sama menghadap beliau). Kemudian anakku berzina dengan istrinya, aku sendiri telah memberikan budak wanita dan seratus ekor domba kepada dia sebagai tebusan. Tetapi aku menanyakan persoalan ini kepada orang yang mengerti. Lantas mereka berkata bahwa anakku akan dikenai sangsi hukuman dera seratus kali dan diasingkan selama setahun sedangkan si wanitanya akan dirajam. Oleh karena itu, wahai Rosulullah hukumilah dengan kitabullah.”Kemudian Rosulullah menanggapinya. “Demi Zat yang jiwaku ada dalam gengamaNya, akan kuhukumi masalah kalian berdua dengan kitabullah.” Mengenai budak wanita dan seratus ekor domba akan dikembalikan padamu, sedangkan anakmu maka baginya hukuman dera seratus kali, dan diasingkan selama setahun”. Kemudian Rosulullah berbalik dan berkata kepada salah seorang sahabatnya dari bani Aslam. Katanya, “Pergilah menemui isteri orang ini apabila dia mengakui perbuatanya maka rajamlah”. Si wanita mengakui perbuatanya itu maka dirajamlah ia. Abul A’la al Maududi, Op, Cit, hlm. 75-76.