2. MATEMATIKA
• Hakikat belajar matematika itu harus mengembangkan
logika, reasoning, dan berargumentasi.
Menurut Demunth (Ismail dkk, 2004 : 1.14)
• konsepsi pertama, pembelajaran matematika berorientasi pada
matematika formal.
• Konsepsi kedua, pembelajaran matematika berorientasi pada dunia
sekeliling.
• Konsep ketiga, konsep heuristik yaitu pembelajaran matematika
sebagai sitem dimana pelajarnya dilatih untuk menemukan sesuatu
secara mandiri.
• Konsep keempat, pembelajaran matematika berorientasi pada
matematika sebagai alat.
3. Paradigma Matematika di kalangan
peserta didik
• Matematika merupakan salah satu mata
pelajaran yang diajarkan di sekolah-sekolah
dengan presentase jam pelajaran yang lebih
banyak dibanding dengan mata pelajaran yang
lainya.
• Matematika termasuk pelajaran yang tidak
disukai banyak siswa. Bagi mereka pelajaran
matematika cenderung dipandang sebagai mata
pelajaran yang “sulit”, “kurang diminati” dan
“kalau bisa dihindari”.
4. Penyebab
kemampuan siswa itu sendiri
Situasi belajar yang membosankan
Kurangnya kemampuan guru
Muatan kurikulum yang terlalu padat
5. Rendahnya kemampuan siswa Indonesia
Menurut penilaian PISA (Programme for International Student
Assessment) pada tahun 2011, Indonesia menduduki 10
besar terbawah dari 65 negara; Reading (57), Matematika (61)
dan Sains (60).
Berdasarkan data UNESCO, mutu pendidikan matematika di
Indonesia berada pada peringkat 34 dari 38 negara yang
diamati.
Pusat Statistik Internasional untuk Pendidikan (National
Center for Education in Statistics, 2003) terhadap 41 negara
dalam pembelajaran matematika, Indonesia mendapatkan
peringkat ke 39 di bawah Thailand dan Uruguay. (Suara
Merdeka, 26 Pebruari 2012)
• Trends in Mathematics and Science Study (TIMSS) , Indonesia
berada di urutan ke-38 dengan skor 386 dari 42 negara. Skor
Indonesia ini turun 11 poin dari penilaian tahun 2007.
(Kompas.com, 14 Desember 2012)
6. Situasi belajar yang membosankan
Pakar Pendidikan Prof Izumi Nishitani dari Faculty of Education Gunma University
Jepang :
•guru dan anak bergantung kepada buku teks dan LKS,
•kurangnya penemuan dan eksplorasi di dalam pembelajaran,
•siswa diminta menghafalkan kemudian mengingat rumus dan menggunakannya,
•menulis di papan tulis, cara siswa membuat catatan,
•pelajaran terlalu panjang (80 menit).
•sebagian besar pembelajarannya adalah mengingat/menghafal.
Yang menjadi permasalahan guru-guru saat ini adalah
•ujian nasional dan
•buku-buku yang sangat tebal serta
•syarat muatan yang harus disampaikan kepada siswa dan kemudian di akhir
tahun pembelajaran ada ujian nasional. Jadi,
•siswa dan guru kejar-kejaran untuk menyelesaikan targetnya. (Suara Merdeka, 4
Januari 2013)
7. • Ashari, wakil Himpunan Matematikawan Indonesia (HMI atau IndoMS) :
karakteristik pembelajaran matematika saat ini lebih mengacu pada tujuan
jangka pendek (lulus ujian sekolah, kabupaten/kota, atau nasional), materi
kurang membumi, lebih fokus pada kemampuan prosedural, komunikasi
satu arah, pengaturan ruang kelas monoton, low order thinking
skills, bergantung kepada buku paket, lebih dominan soal rutin, dan
pertanyaan tingkat rendah.
• Ceramah merupakan metode yang paling banyak digunakan selama
mengajar, waktu yang digunakan siswa untuk problem solving 32% dari
seluruh waktu di kelas, guru lebih banyak berbicara dibandingkan dengan
siswa, hampir semua guru memberikan soal rutin dan kurang
menantang, kebanyakan guru sangat bergantung dan sangat mempercayai
buku teks yang mereka pakai, dan sebagian besar guru belum menguasai
keterampilan bertanya.
• Wono Setyabudhi, dosen matematika dari Institut Teknologi
Bandung, (14/12/2012), : pembelajaran matematika di Indonesia masih
menekankan menghapal rumus-rumus dan menghitung.
• Guru otoriter dengan keyakinannya pada rumus-rumus atau pengetahuan
matematika yang sudah ada.
8. Kurangnya kemampuan guru
• Menurut Wono Setya Budi, kelemahan utama buruknya pembelajaran matematika
akibat kualitas guru matematika yang rendah. (Kompas.com, 5 Januari 2013)
Kebanyakan guru-guru matematika
• kurang menguasai pembelajaran CTL dan
• Kurangnya ketrampilan penggunaan media serta
• Kurangnya sumber belajar yang ada sehingga
• Pembelajaran didominasi dengan cara mentrasfer ilmu
• Kurang memberi kesempatan siswa untuk mengkonstruksi pengetahuannya.
Guru yang profesional adalah guru yang
• menguasai kurikulum,
• menguasai materi pelajaran,
• menguasai model-model dan atau metode-metode pembelajaran,
• menguasai penggunaan media pembelajaran,
• menguasai teknik penilaian pembelajaran, dan
• komitmen terhadap tugas.
9. Menurut PP Mendiknas No. 16 Tahun 2007,
Kompetensi Khusus Guru Matematika adalah sebagai berikut :
1. Menggunakan bilangan, hubungan di antara bilangan, berbagai sistem
bilangan, dan teori bilangan
2. Menggunakan pengukuran dan penaksiran
3. Menggunakan logika matematika
4. Menggunakan konsep-konsep geometri
5. Menggunakan konsep-konsep statistika dan peluang
6. Menggunakan pola dan fungsi
7. Menggunakan konsep-konsep aljabar
8. Menggunakan konsep-konsep kalkulus dan geometri analitik
9. Menggunakan konsep dan proses matematika diskrit
10. Menggunakan trigonometri
11. Menggunakan vektor dan matriks
12. Menjelaskan sejarah dan filsafat matematika
13. Mampu menggunakan alat peraga, alat ukur, alat hitung, piranti lunak
komputer, model matematika, dan model statistika
10. Muatan kurikulum yang terlalu padat
• Mata pelajaran Matematika diberikan kepada peserta didik agar
mempunyai kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan
kreatif serta kemampuan bekerja sama sehingga peserta didik mampu
mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada
keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif.
• Siswa kerap mendapatkan repetisi pelajaran. Materi yang sama akan
diulang dan diberikan kembali (terjadi repetisi) di jenjang pendidikan
selanjutnya. (Kedaulatan Rakyat Online, 6 Januari 2013)
• Kurikulum yang terampau berat telah diterima untuk siswa seusia
mereka, misalnya materi tentang matematika-statistika.
• Mata pelajaran tidak dapat diberikan secara tuntas.
• Muatan yang terlalu padat (kelas 7 : 19 KD, kelas 8: 19 KD, kelas 9 : 17 KD)
membuat
• Tujuan mata pelajaran matematika tidak tercapai.
• Alokasi waktu yang diberikan masih kurang,
• Proses pembelajaran tidak dapat berlangsung maksimal.
11. Alternatif Solusi
Rendahnya kemampuan siswa Indonesia disebabkan oleh rendahnya
mutu pendidikan di Indonesia, untuk mengatasi hal tersebut, terutama
dalam pelajaran matematika perlu adanya kerjasama antar lembaga
terkait, antara lain MGMP, LPMP, PPG dan Ditjen P4TK. Dalam segala
kegiatannya harus dilakukan kegiatan monitoring dan evaluasi untuk
memastikan tingkat keberhasilan meningkatkan mutu pendidikan
matematika di Indonesia.
Guru harus terus berusaha menyusun dan menerapkan berbagai
metode yang bervariasi. Salah satu metode yang diterapkan yaitu
pembelajaran matematika dengan pendekatan Improve yang
menggunakan metode pemecahan masalah. Dalam pemecahan masalah
siswa dipusatkan pada cara menghadapi persoalan dengan langkah
penyelesaian yang sistematis yaitu memahami masalah, menyusun
rencana penyelesaian, melaksanakan rencana dan memeriksa kembali
sebagian persoalan yang dihadapi agar dapat diatasi.
Sedangkan dengan pendekatan Improve siswa diharapkan dapat
meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar matematika. Dengan
demikian siswa dapat belajar matematika tidak hanya mendengarkan
pelajaran yang diberikan guru saja namun diperlukan keaktifan siswa
dalam pembelajaran matematika.
12. Alternatif Solusi
• Perlunya penerapan pendekatan pembelajaran yang
mendukung peningkatan berpikir tingkat tinggi, agar peserta
didik tidak hanya menerima materi yang diajarkan guru, tetapi
juga mereka mengerti tentang materi tersebut dan kaitannya
dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari.
• Diantara pendekatan pembelajaran yang mendukung
yaitu, Contextual Teaching and Learning (CTL), Pendidikan
Matematika Realistik Indonesia (PMRI), Pembelajaran Aktif
Kreatif Efektif dan Menyenangkan (PAKEM), Pembelajaran
Kooperatif, dan Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM).
• Proses belajar mengajar matematika yang baik adalah guru
harus mampu menerapkan suasana yang dapat membuat siswa
antusias terhadap persoalan yang ada, sehingga mereka
mampu mencoba memecahkan permasalahanya. Belajar
matematika akan lebih bermakna jika anak “mengalaminya“
dengan apa yang dipelajarinya, bukan “mengetahuinya“.
13. Alternatif Solusi
Pelatihan terhadap guru-guru dalam bentuk diklat/workshop
baik yang dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan kabupaten
, LPMP, Bimtek KTSP-SSN oleh Direktorat yang difasilitasi oleh
Fasilitator Pusat maupun daerah, PPPPTK, dan lain sebagainya
Struktur program dalam panduan pelatihan yang disusun pada
setiap kegiatan diklat atau workshop lebih ditekankan pada
kegiatan yang membimbing guru dalam penguasaan materi serta
penggunaan model-model pembelajaran CTL, keterampilan
menggunakan media pembelajaran yang sesuai serta
mensosialisasikan program tindak lanjut hasil diklat kepada rekan-
rekannya di sekolah.
14. Alternatif Solusi
Mengurangi beban kurikulum matematika tanpa
menghilangkan karakteristik matematika yang
berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif
serta kemampuan bekerja sama.
Konten kurikulum dievaluasi, dan materi yang
dipandang dapat bersifat berulang, dapat
dihilangkan.