SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  18
Télécharger pour lire hors ligne
MONITORING PEMANTAUAN KESEHATAN IKAN DAN
LINGKUNGAN DI WILAYAH PULAU MELUR, KELURAHAN
   SIJANTUNG, KECAMATAN GALANG- KOTA BATAM




        MAKALAH

                  Oleh :
             ROMI NOVRIADI
         (PHPI Terampil Lanjutan)




    KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
  DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA
         BALAI BUDIDAYA LAUT BATAM
                    2010



                                               1
MONITORING PEMANTAUAN KESEHATAN IKAN DAN LINGKUNGAN DI
 WILAYAH PULAU MELUR, KELURAHAN SIJANTUNG, KECAMATAN
                 GALANG- KOTA BATAM

                                Romi Novriadi
                         Balai Budidaya Laut Batam
            Jl. Barelang Raya Jembatan III, Pulau Setokok-Batam
                    PO BOX 60 Sekupang, Batam – 29422
                       E-mail : Romi_bbl@yahoo.co.id

                                  Abstrak


Monitoring pemantauan kesehatan ikan dan lingkungan sebagai bagian dari
tugas pejabat fungsional PHPI telah dilakukan di wilayah Perairan Pulau
Melur, Kelurahan Sijantung, Kecamatan Galang, Kota Batam pada tanggal 25
Februari 2010. Adapun kegiatan monitoring ini merupakan kegiatan rutin yang
dilakukan oleh Laboratorium Kesehatan Ikan dan Lingkungan BBL Batam
berdasarkan dana DIPA Tahun Anggaran 2010. Kegiatan monitoring ini
bertujuan untuk mengetahui kondisi keragaan kualitas lingkungan perairan
dan juga distribusi penyebaran penyakit khususnya di daerah Pulau Melur.
Kegiatan monitoring ini secara umum dibagi menjadi dua tahapan, dimana
pada Tahapan pertama merupakan tahapan survey/wawancara dengan
menggunakan metoda Report Generative yang berfungsi untuk mendapatkan
data sekunder tentang kondisi umum unit produksi KJA di Pulau Melur
tersebut. Sementara Tahapan Kedua merupakan tahapan pemeriksaan
terhadap kondisi kesehatan ikan dan lingkungan yang dilakukan baik secara
langsung (In situ) maupun analisa di laboratorium. Metoda pengambilan
sampel ikan dilakukan secara purposive (ditentukan), sementara untuk
metoda pengambilan air didasarkan pada SNI No. 6989.57 : 2008.
Dari hasil pemantauan menunjukkan bahwa kualitas perairan secara umum
masih cukup optimal, pH : 7,52, salinitas 31 ‰, NH3 = 0,02 mg/L dan Oksigen
terlarut 5,4 mg/L. sementara untuk pengamatan secara biologi menunjukkan
jenis Diplectanum untuk parasit dan Vibrio sp untuk bakteri yang disertai
dengan munculnya kista berwarna hitam terdapat di hampir seluruh
permukaan tubuh ikan. Akibat kondisi ini, hanya dalam waktu 2 (dua) bulan,
tingkat kematian ikan yang dialami oleh pembudidaya ikan di Pulau Melur
mencapai 60%.

Kata kunci : Monitoring, Kimia dan Biologi, Pulau Melur




                                                                         2
I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang

        Penyakit ikan merupakan kendala penting dan umum dialami dalam
budidaya ikan di laut. Penyakit ikan menyerang baik di tingkat perbenihan
maupun di pembesaran. Semakin luas dan semakin intensif usaha budidaya
ikan, maka akan semakin meningkat pula intensitas serangan penyakit.
        Penyakit terdiri atas berbagai macam organisme yang dapat bersifat
sebagai wabah dan menyerang semua jenis dan ukuran ikan peliharaan baik
di perairan tawar, payau maupun laut. Pada umumnya penyakit tidak hanya
disebabkan oleh jasad pathogen melainkan juga oleh faktor lingkungan dan
pakan.
        Perlu diperhatikan bahwa semua penyebab kematian ikan adalah
karena penyakit. Sehingga dalam menangani masalah kematian ikan,
tindakan penanggulangan perlu dilakukan dengan hati-hati dan teliti
sehingga tidak akan menimbulkan tindakan yang salah bahkan merugikan.
Didalam melakukan penanggulangan penyakit ada beberapa hal yang perlu
dilakukan. Yaitu :
1. Lingkungan perairan, baik fisik, kimia dan biologi
2. Teknik yang akan dipakai
3. Sosial dan ekonomi agar tindakan yang dilakukan menguntungkan dan
    diterima masyarakat.
        Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan peran organisasi ataupun
instansi pemerintah untuk dapat melakukan sosialisasi tentang berbagai
mekanisme pengendalian hama penyakit ikan dan lingkungan. Khususnya
untuk daerah-daerah yang memiliki potensi untuk pengembangan sektor
Kelautan dan Perikanan.
        Pulau Melur yang berada di Kelurahan Sijantung, Kecamatan Galang,
Kota Batam merupakan salah satu Pulau yang memiliki potensi untuk
pengembangan budidaya ikan laut. hal ini semakin diperkuat dengan adanya
PERDA Kota Batam Nomor 2, Tahun 2004 yang menyebutkan bahwa
wilayah pulau Melur termasuk kedalam wilayah pengembangan budidaya
ikan laut.
        Volume dan nilai produksi perikanan di Kota Batam pada tahun 1997
dan 1998 menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Pada tahun 1997,
volume ikan tangkap mencapai 3.703,05 ton, dan pada tahun 1998 meningkat
menjadi sekitar 11.760,41 ton. Pada tahun 1999 terjadi penurunan, menjadi
sekitar 4.954,10 ton dengan nilai Rp 14.862,3 juta. Hal ini diakibatkan oleh
tingginya sedimentasi oleh pengerukan pasir, tingginya arus lalu lintas
perairan, dan pembangunan di daerah Barelang yang kurang memperhatikan
pelestarian potensi perikanan laut. Di masa mendatang, hal-hal ini perlu
diperhatikan karena mengganggu keberlanjutan kegiatan perikanan.
        Oleh karena itu untuk menjaga agar potensi ini dapat terus
dikembangkan, maka tim Pengendali Hama dan Penyakit Ikan serta Tim
Pengawas Balai Budidaya Laut Batam akan melakukan kagiatan monitoring
pada semester I 2010 yang dilanjutkan dengan kegiatan Surveillance pada
semester II Tahun 2010. semoga hasil-hasil yang diperoleh dari kegiatan
monitoring ini dapat bermanfaat dan manjadi dasar pengambilan kebijakan
untuk pengembangan budidaya ikan laut khususnya di daerah Pualu Melur.



                                                                          3
I.2 Tujuan dan Manfaat

       Kegiatan monitoring kesehatan ikan dan lingkungan ini bertujuan untuk
memperoleh data dan informasi mengenai kondisi perairan budidaya serta
paparan distribusi penyebaran penyakit yang terdapat di kawasan budidaya di
dan untuk kegiatan ini mengambil lokasi di Pulau Melur-Kelurahan Sijantung.
Selain itu juga kegiatan monitoring ini bertujuan untuk melakukan sosialisasi
penggunaan bahan kimia dan obat obatan dalam rangka budidaya ramah
lingkungan dan berkelanjutan serta memberikan saran dan masukan tentang
pencegahan dan penanggulangan berbagai penyakit ikan.
Diharapkan hasil kegiatan monitoring ini dapat digunakan sebagai informasi
dan menjadi salah satu acuan bagi pembudidaya khususnya serta para
pengambil kebijakan di daerah untuk keberhasilan dan keberlanjutan kegiatan
budidaya perikanan.




                                                                           4
II. TINJAUAN PUSTAKA

       Penyakit ikan merupakan kendala penting dan umum dialami dalam
budidaya ikan di laut. Penyakit ikan menyerang baik di perbenihan maupun di
pembesaran. Semakin luas dan semakin intensif usaha budidaya ikan
semakin meningkat intensitas serangan apalagi menggunakan pakan ikan
rucah segar. Untuk ikan kerapu (Cromileptes sp), terutama di perbenihan ada
beberapa jenis penyakit yang sering menyerang. Penyebab penyakit dapat
dibagi dua golongan yaitu non hayati yang bersifat non infeksius dan hayati
yang bersifat infeksius. Penyebab penyakit non hayati terutama kualitas air
yang rendah, pakan yang kurang tepat dan kelainan genetik. Penyebab
penyakit hayati ditinjau dari tingkat intensitas serangan dan kerugian dan
kesulitan pengendalian adalah : virus, bakteri, protozoa, jamur dan parasit.
Untuk jelasnya dapat dilihat pada uraian berikut.

VIRUS
Salah satu virus yang telah diketahui menyerang ikan laut dan tersebar luas
di dunia adalah Nervous Necrosis Virus (NNV) yang menyebabkan Viral
Nervous Necrosis (VNN). Virus ini mempunyai genom RNA dan tergolong
Nodaviridae. Nodaviridae banyak menyerang dan menyebabkan kematian
yang tinggi pada larva dan juwana. Berdasarkan genomnya, nodaviridae
dibagi empat genotipe yaitu tiger puffer nervous necrosis virus (TPNNV),
striped jack nervous necrosis virus (SJNNV), barfin flounder nervous necrosis
virus (BFNNV) dan re grouper nervous necrosis virus (RGNNV). Nodaviridal
yang menyerang ikan laut tersebut telah diteliti baik di Amerika, Eropa,
Jepang maupun di Taiwan (Chi, Lo dan Lin, 2001). Di Taiwan, budidaya
grouper merupakan industri penting dalam sektor perikanan. Penyakit VNN
termasuk masalah serius terutama di perbenihan baik untuk larva maupun
juwana. Uji laboraturium menunjukkan bahwa virus ini dapat menyebabkan
kematian 100 % dalam waktu 3 hari (Che et al., 1999) .
        Di Philipina VNN pada kerapu ditemukan pertama kali oleh Maeno et.
al. (2002) dengan menggunakan mikroskop elektron dan PCR. Uji coba
infeksi dengan filtrat jaringan yang terinfeksi berhasil cukup baik. Di Indonesia
telah ditemukan dua jenis virus yang menjadi kendala dalam perbenihan,
yaitu VNN (virus RNA) dan iridovirus (virus DNA). Kedua jenis virus tersebut
secara rinci belum banyak diketahui dan belum dapat dikendalikan dengan
tepat kecuali pencegahan (Rukyani, 2001). Beberapa cara yang mungkin
dapat dilakukan adalah seleksi benih, sanitasi lingkungan termasuk wadah
dan air dengan desinfektan, pemberian obat-obatan dan antibiotik untuk
mengendalikan parasit dan patogen lain yang turut memperburuk kondisi ikan
(penyakit sekunder) serta meningkatkan daya tahan dengan immunostimulan.
Namun hal ini masih perlu penelitian lebih lanjut untuk memperoleh metode
yang tepat. Menurut Yuasa et. al. (2001) VNN ternyata tidak saja menyerang
kerapu di perbenihan tetapi juga di pembesaran. Koesharyani dkk. (2001)
juga menyatakan bahwa VNN dan iridovirus menyerang kerapu di
pembesaran yang dikenal dengan sleepy grouper disease. Gejala yang jelas
teramati adalah ikan menjadi anemia dan limpa membesar. Tingkat kematian
larva dapat mencapai 100 %. Perlu ditambahkan, bahwa VNN ternyata
mempunyai sekitar 20 jenis inang. Teknik diagnosa yang paling tepat adalah
dengan PCR.


                                                                               5
BAKTERI
        Ada beberapa jenis bakteri yang bersifat patogen pada ikan laut dan
sangat mengganggu ikan budidaya. Tetapi yang sangat di kenal luas
penyebarannya dan dapat menyebabkan kematian dalam jumlah besar
secara singkat adalah Vibrio spp. Sampai saat ini telah dikenal lebih dari 20
species Vibrio yang menyerang ikan, udang dan beberapa hewan laut serta
payau (salinitas di bawah 10 promil) (Evelyn, 1984). Tingkat kematian oleh
serangan Vibrio berbeda-beda tergantung jenis, ukuran ikan, kualitas air dan
faktor virulen yang dimiliki. Faktor virulen pada Vibrio terutama adalah
plasmid. Perbedaan jenis plasmid yang dimiliki akan membedakan tingkat
keganasannya (Crosa et. al., 1983). Murdjani (2002) melaporkan bahwa ada
beberapa jenis bakteri yang berasosiasi dengan kerapu tikus (Cromileptes
altivelis) antara lain V. alginolyticus., V. anguillarum., V. fuscus.,
Pseudomonas sp dan Branhamella sp. Hasil uji laboratorium ternyata hanya
V. alginolyticus dan V. anguillarum yang menyebabkan kematian larva kerapu
tikus. Vibrio alginolyticus dapat mematikan 100 % ikan uji, sedang V.
angguillarus 20 % dalam waktu 96 jam. Penelitian lebih lanjut menemukan
bahwa extracelluler product (ECP) dapat mematikan larva kerapu tikus
melalui penyuntikan. Tetapi setelah dipisahkan berbagai proteinnya, hanya
satu dari beberapa jenis protein pada ECP yang dapat menyebabkan
penyakit dan mematikan ikan uji. Taufik (2001) menemukan disamping V.
alginolyticus terdapat pula V. Parahaemolyticus

PARASIT, PROTOZOA DAN JAMUR
       Parasit, protozoa dan jamur juga sering menyerang kerapu tikus.
Dalam kondisi tertentu serangan kelompok penyakit tersebut dapat
mematikan. terutama larva dan juvenil, dalam jumlah cukup tinggi. Disamping
itu serangan parasit, protozoa dan jamur meskipun tidak mematikan dapat
menurunkan daya tahan ikan dan menjadi predisposisi serangan bakteri dan
virus. Berbagai teknik pengendalian bakteri dan virus akan kurang efektif
apabila masih terserang berbagai penyakit tersebut di atas. Dalam ruang
terbatas seperti di perbenihan telah ditemukan beberapa teknik pengendalian
yang cukup efektif. Untuk parasit ikan terutama golongan Crustacea dan
berbagai cacing trematoda baik monogentik maupun digenetik dapat
dikendalikan dengan perendaman air tawar selama 10 menit. Serangan
protozoa dengan perendaman acriflavin 10 ppm selama 1 jam, atau
oxytetracycline 1 ppm dalam 1kg pakan. Pengendalian jamur terutama yang
bersifat eksternal dengan perendaman Methylene Blue 5 ppm selama 30
menit atau treflan 1 ppm (Puja dkk.).
       Dalam melakukan tindakan mencegah dan mengurangi serangan
berbagai hama dan penyakit tersebut, maka Kementerian Kelautan dan
Perikanan telah membangun sebuah Balai Penyidikan Penyakit Ikan dan
Lingkungan di Kabupaten Serang Provinsi Banten, yang diharapkan dapat
melakukan kajian terhadap berbagai hama, penyakit dan lingkungan secara
detail dan mendalam yang diharapkan dapat memecahkan dan mengatasi
masalah hama, penyakit dan lingkungan secara fundamental dan
komprehensif sehingga produktivitas budidaya perikanan dapat kembali
digalakkan.




                                                                           6
Pekerjaan di laboratorium

Pekerjaan yang paling penting bagi ahli penyakit adalah mendiagnosa
penyakit. Jika diagnosanya salah, maka penanganannya juga akan salah.
Bila terlalu lama untuk mendiagnosa penyakit, ikan mati sebelum pengobatan
dilakukan, diagnosa harus tepat dan cepat. Prosedur diagnosa adalah
sebagai berikut : pertama, coba isolasi patogen dari ikan yang sakit (kecuali
untuk infeksi oleh virus); kedua, patogen yang diisolasi diinfeksikan ke ikan
yang sehat. Bila diduga virus, larutan yang sudah disaring dengan
menggunakan saringan 0,45 µm homogen, diinfeksikan ke ikan yang sehat.
Jika ikan yang sekarat (moribund) dengan gejala seperti ikan yang sakit
tersebut, hal ini membuktikan bahwa yang diisolasikan tersebut merupakan
penyebab penyakit. Dengan demikian, penyebab penyakit teridentifikasi
sebagai spesies yang sama dengan patogen sebelumnya. Diagnosa penyakit
ikan dapat menjadi lengkap dengan adanya identifikasi penyebab penyakit.
Metode pemeriksaan untuk konfirmasi diagnosa berbeda untuk setiap jenis
patogen, virus, bakteri, jamur dan parasit.

Tindakan penanganan

   Penyakit viral : jika ikan terinfeksi oleh virus sangatlah sulit untuk diobati.
   Ada dua cara tindakan pencegahan yaitu membersihkan virus penyebab
   penyakit dari lingkungan clan meningkatkan kekebalan ikan terhadap viral.
   Tindakan pencegahan pertama, desinfeksi semua wadah dan peralatan,
   seleksi induk dan telur bebas virus. Tindakan selanjutnya bila
   memungkinkan adalah meningkatkan kualitas telur, penggunaan vaksin
   clan immunostimulan atau vitamin. Diantara tindakan penanganan yang
   ada, vaksin merupakan tindakan yang paling efektif untuk mencegah
   penyakit viral.
   Penyakit bakterial : penyakit bakterial dapat diobati dengan antibiotika.
   Namun, penggunaan antibiotika yang tidak tepat menghasilkan efek yang
   negatif. Itulah sebabnya pemilihan antibiotika yang tepat merupakan
   pekerjaan yang paling penting untuk masalah infeksi bakteri. Pemilihan
   antibiotika dilakukan berdasarkan hasil uji sensitivitas obat.
   Penyakit jamur : sampai sekarang belum dikembangkan tindakan
   penanganan untuk infeksi jamur pada hewan air. Jadi pencegahan
   merupakan tindakan terbaik yang dapat dilakukan.
   Penyakit parasitik : pada umumnya ektoparasit dapat ditangani dengan zat
   kimia. Namun, telur dan siste memiliki resistensi terhadap zat kimia.
   Berdasarkan keberadaan parasit, pengobatan kedua harus dilakukan
   setelah spora atau oncomiracidium menetas. Untuk menentukan jadwal
   pengobatan untuk setiap parasit, studi siklus hidup parasit sangatlah
   penting.




                                                                                7
POTENSI YANG BELUM TERGARAP

        Masyarakat Pulau Melur hampir 90%-nya merupakan nelayan
tradisional. Mereka biasa menangkap ikan tidak jauh dari garis pantai. Tanpa
disadari para nelayan itu sering melempar jangkar tepat di atas daerah
terumbu karang. Biasanya hal itu dilakukan saat menggunakan alat tanpa
pancing untuk menangkap sotong atau cumi-cumi.

        Pada kenyataannya upaya untuk menguak potensi kelautan dan
perikanan di Pulau Melur masih dihadapi beberapa kendala. Fasilitas
infrastruktur seperti dermaga pelabuhan yang memadai masih belum tersedia
di sana. Terlebih belum ada transportasi laut yang tetap antara pulau Melur
dan Pulau Batam. Belum lagi masalah kelangkaan Bahan Bakar Minyak
(BBM) yang benar-benar melumpuhkan kegiatan melaut masyarakat nelayan
di Pulau Melur dan sekitarnya, sehingga jangankan di Pulau Melur yang
letaknya jauh dari pusat Kota Batam, di Pulau Galang saja yang dekat sulit
mendapatkan BBM. Untuk sarana penerangan di pulau Melur dan sekitarnya
masih menggunakan mesin diesel.

      Secara geografis, Pulau Melur yang masih berada dalam Kawasan
Kepulauan Rempang dan Galang Terletak diantara 00o30’ – 01o55’ LU dan
103o45’ – 104o30; BT . Secara garis besar daerah ini dibedakan menjadi dua
wilayah air tanah yaitu air tanah perbukitan lipatan yang terdapat hampir di
sebagian wilayah dan yang lainnya mempunyai wilayah berupa batu pasir,
batu lempung, filit dan kuarsit yang bersifat padu. Air tanah umumnya
tersimpan dalam aquifer berupa rekahan atau secah serta pada material
rombakan hasil lapukan batuan padu tersebut dan terdapat pada kedudukan
dangkal.

       Kondisi air tanah di wilayah sekitar kepulauan Batam umumnya berupa
air payau, sehingga tidak layak untuk dikonsumsi. Kedalaman air tanah
dengankualitas air tawar yang cukup baik dijumpai pada kedalaman 20–30 m.
Perairan di wilayah laut dangkal dengan kedalaman berkisar antara 17 – 40m.
secdara fisik perairan tersebut berwarna air bening (kebiru-biruan) hingga
hijau dan keruh, karena longsoran tanah yang berasal darikegiatan pekerjaan
tanah di P Batam. Kadar garam berkisar antara 29 – 35 u/oo. Jenis perairan
lainnya adalah perbatasan laut dengan daratan berupa daerah pasang surut,
berupa rawa-rawa pantai (swamp) yang umumnya merupakan hutan
mangrove pantai, dengan karakter air payau bercampur lumpur.

Ekonomi
       Sebagai salah satu kawasan yang menjadi bagian dari Kota Batam,
maka perekonomian Kawasan Rempang – Galang tidak akan lepas dari
struktur perekomian Kota Batam sendiri.
Pada tahun 1998, pertumbuhan ekonomi Kota Batam mencapai 3,07%.
Angka ini relatif menurun jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi
pada tahun 1997 yang mencapai sekitar 13,55%. Dibandingkan dengan
pertumbuhan ekonomi nasional, angka ini jauh lebih baik (pada tahun 1998,
angka pertumbuhan ekonomi nasional sekitar –13,68% dan pada tahun 1997
sekitar –7%). Membaiknya perekonomian Kota Batam mampu menggerakkan


                                                                          8
kembali kegiatan produksi di seluruh sektor ekonomi. Hal ini terlihat
meningkatnya angka pertumbuhan ekonomi Kota Batam pada tahun 2000
mencapai 7,67%.
        Peningkatan taraf perekonomian di Kota Batam terlihat pula dari
peningkatan angka PDRB per kapita. Pada tahun 1997, PDRB per kapita
(berdasarkan harga berlaku) adalah Rp 12,8 juta, sedangkan pada tahun
1999 meningkat menjadi Rp 20,1 juta. Namun demikian, jika dibandingkan
dengan pendapatan rata-rata berdasarkan PDRB harga konstan, maka
terlihat bahwa krisis ekonomi ternyata menyebabkan turunnya pendapatan
rata-rata masyarakat Kota Batam sebesar 4,21%, walaupun tetap ada
pertumbuhan ekonomi. Dari PDRB tahun 1998, diketahui bahwa sektor yang
berkontribusi cukup dominan terhadap perekonomian Kota Batam adalah
sektor industri (67,37%), diikuti oleh sektor perdagangan, hotel, dan restoran
(18,05%).

Sektor Perikanan
       Kota Batam terdiri atas pulau-pulau yang dikelilingi oleh perairan yang
cukup luas. Dilihat dari perputaran arusnya, maka perairan di Kota Batam
yang berada di Selat Malaka ini tergolong subur bagi kegiatan perikanan dan
budidaya biota laut lainnya, karena dipengaruhi oleh gerakan arus yang
berasal dari Samudera Hindia yang melewati Selat Malaka dan gerakan arus
yang berasal dari Laut Cina Selatan.
       Sektor pertanian sub sektor perikanan ini telah menjadi basis ekonomi
bagi wilayah hinterland Kota Batam, terutama perikanan tangkapan laut dan
budidaya. Potensi perikanan di perairan Kota Batam ini cukup beragam,
seperti ikan pelagis kecil, demersal, ikan karang, ikan hias, udang, kerang,
mamalia, rumput laut, dan benih alam komersial.
       Volume dan nilai produksi perikanan di Kota Batam pada tahun 1997
dan 1998 menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Pada tahun 1997,
volume ikan tangkap mencapai 3.703,05 ton, dan pada tahun 1998 meningkat
menjadi sekitar 11.760,41 ton. Pada tahun 1999 terjadi penurunan, menjadi
sekitar 4.954,10 ton dengan nilai Rp 14.862,3 juta. Hal ini diakibatkan oleh
tingginya sedimentasi oleh pengerukan pasir, tingginya arus lalu lintas
perairan, dan pembangunan di daerah Barelang yang kurang memperhatikan
pelestarian potensi perikanan laut. Di masa mendatang, hal-hal ini perlu
diperhatikan karena mengganggu keberlanjutan kegiatan perikanan.
       Sebagian besar hasil tangkapan ikan dipasarkan dengan perantara
pengumpul di Pulau Siali dan Pulau Buluh, untuk selanjutnya dibawa ke
Singapura. Hal ini terutama dilakukan oleh para nelayan yang memiliki
seaman book, sedangkan nelayan dengan hasil tangkapan tidak terlalu baik,
membawa hasil tangkapannya ke Pulau Batam.
Sementara itu, pengembangan budidaya perikanan cukup potensial pula
dikembangkan, terutama di Pulau Setoko/Teluk Senimba, Selat Bertam, dan
Dangsi (budidaya perikanan dan kerang-kerangan), serta Pulau Kasu, Pulau
Mubut dan Pulau Melur untuk pengembangan budidaya ikan laut ekonomis
penting.




                                                                            9
III.   METODA PENGAMATAN

III.1 Waktu Pelaksanaan
      Kegiatan pemantauan Kesehatan Ikan dan Lingkungan ini dilaksanakan
      pada hari Kamis, Tanggal 25 Februari 2010 di satu titik KJA milik Bp.
      Ayau yang bertempat di Pulau Melur, Kelurahan Sijantung, Kecamatan
      Galang, Kota Batam.

III.2 Alat dan Bahan
      III.2.1 Alat
      1. Dissecting Set
      2. pH meter
      3. HACH DR 890 Kolorimeter
      4. Hand Refraktometer
      5. Botol Sampel
      6. Kamera digital
      7. Bunsen
      8. Ember
      9. Pena
      10. Form Kuisioner Monitoring

     III.2.2 Bahan

     1.   Ammonia Salycilate reagen sachet
     2.   Ammonia Cyanurate reagen sachet
     3.   NitraVer reagen sachet
     4.   NitriVer reagen sachet
     5.   pH Buffer 7.0
     6.   pH Buffer 4.0
     7.   TSA
     8.   TCBS
     9.   Aquadest

     III.2.3 Metoda

     Didalam kegiatan monitoring pemantauan kesehatan ikan dan
     lingkungan di daerah Galang Baru ini, pengamatan dibagi atas dua
     Tahapan, Tahapan pertama, melakukan survey/wawancara dengan
     metoda Report Generative untuk mendapatkan data sekunder yang
     memberikan gambaran secara utuh tentang lokasi budidaya . Tahapan
     kedua adalah melakukan pengamatan Kesehatan ikan dan lingkungan
     baik yang dilakukan secara In situ maupun yang dilakukan di
     Laboratorium. Pengamatan metoda ini mencakup parameter biologi dan
     kimia air dan mikrobiologi ikan seperti parasit, bakteri dan Virus.
     Untuk pengamatan di Laboratorium, pengambilan sampel dilakukan
     berdasarkan SOP yang telah dibuat oleh Tim Laboratorium Kesehatan
     Ikan dan Lingkungan Balai Budidaya Laut Batam. Diantaranya
     pengambilan sampel air untuk parameter NO2, NO3, NH3, pH, salinitas,
     Total Bakteri Umum (TBU) dan Total Bakteri Vibrio (TBV) di dalam air
     media pemeliharaan.


                                                                        10
Didalam melakukan sampling, patokan yang digunakan oleh Tim
Monitoring Pemantauan Kesehatan Ikan dan Lingkungan adalah SNI
6989.57:2008, dimana kegiatan yang dilakukan meliputi :
1.1 Untuk penentuan tentang titik sampling, didasarkan pada prinsip
      tempat pengambilan sampel dapat mewakili kualitas badan perairan.
1.2 Membuat persyaratan wadah contoh, diantaranya :
      a) Menggunakan bahan gelas atau plastik Poli Etilen (PE) atau Poli
          Propilen (PP) atau Teflon (Poli Tetra Fluoro Etilen, PTFE);
      b) dapat ditutup dengan kuat dan rapat; tidak mudah pecah
      c) bersih dan bebas kontaminan;
      d) contoh/sampel tidak berinteraksi dengan wadah yang digunakan.
1.3 Persiapan Wadah Sampel
      a) untuk menghindari kontaminasi contoh di lapangan, seluruh wadah
          contoh harus benar-benar dibersihkan di laboratorium sebelum
          dilakukan pengambilan contoh.
      b) wadah yang disiapkan jumlahnya harus selalu dilebihkan dari yang
          dibutuhkan, untuk jaminan mutu, pengendalian mutu dan
          cadangan.
      c) Jenis wadah contoh dan tingkat pembersihan yang diperlukan
          tergantung dari jenis contoh yang akan diambil.
1.4 Cara pengambilan contoh dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
      a) Disiapkan alat pengambil contoh yang sesuai dengan keadaan
          sumber airnya;
      b) Dibilas alat pengambil contoh dengan air yang akan diambil,
          sebanyak 3 (tiga) kali;
      c) Diambil contoh sesuai dengan peruntukan analisis dan
          campurkan      dalam      penampung       sementara,     kemudian
          homogenkan;
      d) Dimasukkan ke dalam wadah yang sesuai peruntukan analisis;
      e) Dilakukan segera pengujian untuk parameter suhu, kekeruhan
          dan daya hantar listrik, pH dan oksigen terlarut yang dapat
          berubah dengan cepat dan tidak dapat diawetkan;
      f) Hasil pengujian parameter lapangan dicatat dalam buku catatan
          khusus;
      g) Pengambilan contoh untuk parameter pengujian di laboratorium
          dilakukan pengawetan
            Sementara untuk pengamatan hama dan penyakit ikan, sampel
  diambil dari suatu populasi secara selektif yang menunjukkan tanda-
  tanda klinis ikan terserang penyakit sesuai dengan data yang telah ada.
  Apabila tidak ada yang menunjukkan tanda-tanda klinis pengambilan
  sampel dilakukan secara acak. Pengamatan gejala klinis ikan sakit,
  pemeriksaan patologi anatomi dan pengambilan / isolasi bakteri dari
  organ dalam. Parameter uji untuk penyakit ikan yang diamati yakni
  parasit dan bakteri dan virus. Semua sampel dibawa ke laboratorium
  kesehatan ikan dan lingkungan Balai Budidaya Laut Batam untuk
  dilakukan analisa/uji. Disamping itu juga dilakukan pengambilan data
  sekunder dengan mewawancarai pembudidaya mengenai kondisi
  budidaya, lingkungan, kasus serangan penyakit, cara penanggulangan
  penyakit, taksiran kerugian, obat-obatan yang dipakai, pakan, dan lain
  sebagainya.


                                                                        11
IV.   HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil.

     Berdasarkan Tahapan wawancara yang dilakukan, maka diperoleh
     beberapa data sekunder yang dirangkum dalam table berikut :

        No          Item Pertanyaan              Deskripsi Jawaban
         1    Nama Pemilik                A Yau
         2    Lokasi                      Pulau Melur
                                          Kelurahan : Sijantung
                                          Kecamatan : Galang
                                          Kotamadya : Batam
                                          Provinsi       : Kepulauan Riau
         3    Luas / Jumlah Unit          Jumlah Unit KJA : 90 Hle
                                          Ukuran         : 3 x 3 m/hole
         4    Tingkat Teknologi           Madya
         5    Komoditas                   1. Kerapu Macan
                                          2. Bawal Bintang
         6    Asal Benih                  Bali dan BBL Batam
         7    Padat Tebar                 1.200 ekor/hole
         8    Ukuran Ikan                 Kerapu Macan : 10 – 15 cm
                                          Bawal Bintang : 8 – 12 cm
         9    Waktu Tebar Benih           Kerapu Macan : 30 Desember 2009
                                          Bawal Bintang : 8 Februari 2010
         10   Jenis Obat Yang digunakan   1. Acriflavine
                                          2. Vitamin C
                                          3. Multivitamin
                                          4. Vaksin Vibrio polyvalen
         11   Penerapan Biosecurity       Tidak ada




                                              Lokasi     Pemantauan
                                              Monitoring HPI




                                                                 12
Gambaran Lokasi Budidaya




Secara umum, Lokasi budidaya di Pulau Melur-Kelurahan Sijantung ini cukup
strategis dalam mendukung optimalisasi produksi budidaya. Hal ini
dikarnakan lokasi budidaya berada pada tempat yang cukup terlindungi
terutama dari arus gelombang kuat air laut. Barisan tanaman bakau di
sepanjang garis pantai menjadi salah satu keuntungan tersendiri dalam
mereduksi berbagai unsur-unsur toksik yang ada di dalam perairan. Namun
sejak dibukanya ijin bersandar bagi Kapal-kapal tanker bermuatan besar di
sekitar perairan Rempang dan Galang, maka dari Pulau Melur saja sangat
terlihat jelas aktivitas kapal-kapal tanker tersebut. Yang menjadi kekhawatiran
utama adalah ketika Kapal-kapal tersebut melakukan kegiatan pencucian /
Tank Cleaning. Bila ini terjadi maka limbah sludge oil akan masuk ke dalam
perairan dan secara tidak langsung berpengaruh terhadap kehidupan
organisme akuatik.
Saat ini ada beberapa unit budidaya, dimana hanya satu yang bersifat
Keramba Jaring Apung (Milik Bp. A yau) dan selebihnya merupakan Keramba
Jaring Tancap. Dari sisi konstruksi, KJA miliki Bp. Ayau yang memiliki 90 hole
dengan ukuran 3x3 m tergolong masih baru dan operasional produksi baru
berjalan selama 2 (dua) bulan.
Namun selama 2 (dua) bulan berjalan ini, tingkat kematian ikan yang dialami
oleh Bp. A yauhampir mencapai 60%, dimana berdasarkan informasi bahwa
jumlah ikan Kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) yang didatangkan
sebanyak 10.000 ekor, estimasi yang tinggal saat ini sekitar 4.000 ekor
dimana 25% diantaranya terindikasi terkena infeksi penyakit.

Kronologis Pemeliharaan Ikan

Pada bulan Desember 2009, Bp. A Yau memesan benih Kerapu Macan yang
didatangkan dari bali sebanyak 10.000 ekor. Pengiriman dilakukan dalam 2
(dua) tahap. Tahap 1 sebanyak 7500 ekor secara fisik terlihat sehat, hal ini
diindikasikan dengan responsifnya ikan terhadap pakan yang diberikan.
Namun tahap ke 2, yang datang seminggu kemudian, diperkirakan berjumlah
2500 ekor, kondisi pada saat datang sudah tidak baik, bila dilihat metode
packing yang dilakukan tidak benar. Suhu dalam wadah packing tidak terjaga
karna es yang diletakkan sudah mencair. Pada saat ikan dikeluarkan, ikan
hanya berenang di permukaan tanpa menunjukkan respon ketika pakan
diberikan.


                                                                            13
Kesalahan fatal yang dilakukan oleh Karyawan Bp. A yau adalah ketika
mencampur ikan sakit yang datang dengan ikan sehat yang telah tiba lebih
dahulu. Sehingga memungkinkan terjadinya penularan penyakit secara
horizontal kepada ikan-ikan yang sehat.
Pada awalnya jumlah kematian hanya berkisar 5 – 10 ekor/hari pada minggu
ke dua dan ketiga Januari 2010, namun jumlah kematian meningkat terus
hingga ratusan ekor pada minggu ke –empat Januari 2010. kematian ikan
disertai dengan munculnya kista-kista berwarna hitam disekujur tubuh ikan.
Dimana ketika kita berusaha untuk melepaskan kista ini, maka dari bekas
tempat kista tersebut mengeluarkan cairan putih seperti nanah.




       Kista di seluruh            Ikan kerapu yang mati,      Wawancara dengan
      permukaan tubuh               dijemur sebagai bukti        pembudidaya


Untuk mengetahui penyebab pasti kematian ikan, maka tim monitoring
kesehatan ikan dan lingkungan melakukan pengambilan sampel, baik air
maupun ikan untuk dilakukan uji baik langsung maupun di laboratorium.

Tahapan Pengamatan Kondisi Kesehatan Ikan dan Lingkungan di Lapangan

Berdasarkan pemantauan lingkungan yang dilakukan secara In situ diperoleh
data sebagai berikut :
                                                              SPESIFIKASI
        PARAMETER         SATUAN             HASIL UJI         METODE
 No
       PARAMETERS          UNIT            TEST RESULT         METHODE
                                                             SPESIFICATION

 1    pH                                         7,52       SNI 06-6989.11-2004
                           o
 2    Salinitas             /oo                   31          IKM/5.4.4/BBL-B
 3    Oksigen terlarut     mg/L                   5,4           Elektrometri
                            0
 4    Temperatur               c                 30,1           Elektrometri




                                                                               14
Pemeriksaan Patologi Klinis Ikan
       PARAMETER        SATUAN           HASIL UJI
No
      PARAMETERS         UNIT          TEST RESULT
                                       Cacing insang
 1    Parasit
                                        Diplectanum
 2    Bakteri                             Vibrio sp
Pemeriksaan Kualitas Air Secara Laboratorium

                                                        SPESIFIKASI
       PARAMETER        SATUAN        HASIL UJI          METODE
 No
      PARAMETERS         UNIT       TEST RESULT          METHODE
                                                       SPESIFICATION

 1    Nitrit              mg/L           0,00             Kolorimetri
 2    Nitrat              mg/L           0,00             Kolorimetri

 3    Amonia              mg/L           0,02             Kolorimetri

 4    Posfat              mg/L           0,09           Ion Spektrometri

Pembahasan

Berdasarkan data kualitas air baik secara kimia maupun biologi menunjukkan
bahwa perairan Tiaw Wang Kang dan P.Nipah/Setokok masih cukup optimal
dalam mendukung budidaya perikanan. Hanya saja untuk parasit seperti
Benedenia sp dan Diplectanum serta Vibrio sp sudah terdeteksi
keberadaannya pada tubuh ikan. Hal ini harus mendapatkan perhatian
khusus bagi pembudidaya untuk melakukan treatment pengobatan bila ikan
mengalami gejala klinis terserang penyakit mikrobial tersebut.
Untuk keberlanjutan budidaya perikanan, pihak pembudidaya masih sangat
optimis untuk mengembangkan usaha perikanan ini dan mereka sangat
mengharapkan bantuan dari pemerintah baik bantuan berupa modal maupun
sarana dan prasarana.




                                                                        15
V.    KESIMPULAN DAN SARAN

V.1   Kesimpulan
      1. Kondisi lingkungan perairan cukup optimal mendukung budidaya
          perikanan, namun dengan lokasi budidaya yang berdekatan
          dengan muara sungai, hal yang harus diperhatikan adalah
          kekeruhan yang ditimbulkan oleh arus sungai serta adanya
          fluktuasi salinitas di badan perairan.
      2. Hasil analisa untuk parameter biologi pada sample ikan yang
          dibawa menunjukkan bahwa ikan terserang cacing insang dan
          Diplectanum dan cacing insang untuk parasit serta Vibrio sp.
          Untuk bakteri.

V.2   Saran
      1. Diharapkan pembudidaya ikut aktif dalam memeriksakan kondisi
          penyakit ikan yang dialami agar dapat dilakukan tindakan dan
          saran perlakuan pengobatan yang efektif.
      2. Pakan yang digunakan diharapkan juga bagus dalam hal kualitas
          dan gizi. Kana bila pakan yang telah menurun kualitas dan
          disertai dengan bau yang menyengat tetap diberikan pada ikan
          yang dibudidayakan dikhawatirkan akan menjadi pemicu
          tersendiri bagi tumbuh kembangnya penyakit ikan.
      3. Perlunya dibentuk tata Ruang Wilayah yang jelas untuk area
          pengembangan budidaya ikan agar kasus pencemaran
          lingkungan yang merugikan para pembudidaya tidak terjadi lagi
      4. Perlu dilakukan uji lanjutan kualitas perairan Pulau Melur terutama
          untuk parameter logam berat dan minyak




                                                                         16
VI.    DAFTAR PUSTAKA

.............,2008, Potensi Pulau Batam, www. Pemko-batam.go.id
.............,2004, Gambaran Umum Kawasan Rempang Galang, www. Pemko-
                batam.go.id
Anonim. 2002. Pedoman Umum Monitoring dan Surveilance Hama dan
                Penyakit Ikan. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya. Direktorat
                Kesehatan Ikan Dan Lingkungan
Crosa, J.H., M.A. Walter, and S.A. Potter, 1983. The genetic of plasmid-
                mediated virulence in the marine fish pathogen Vibrio anguillarum.
                Bacterial and viral diseases of fish. Molecular studies. A
                Washington Sea Grant Pub. Univ. of Washington, Seattle.
Evelyn, T.P.T., 1984. Immunization against pathogenic Vibrio. Symposium on
                fish Vaccination. OIE, Paris 20-22 February 1984.
Glamuzina, B., N. Glavic, B. Skaramuca, V. Kozul and P. Turtman, 2001.
                Early development of the hybrid Epinephelus costal (male) x E.
                marginatus (female). Aquaculture 198 (1-2) 55-61
Kamiso H.N., 1985. Diferences in Pathogenicity and Pathology Vibrio
                anguillarum and V. ordalii in Chum salmon (Oncorhynchus keta)
                and English sole (Parophrys vetulus). Ph.D Thesis, Oregon State
                University, Corvallis.
Kamiso, H.N., Triyanto., dan C. Kokarkin, 1998. Penggunaan bibit udang
                bebas     (SPF)     Vibrio   dan    vaksinasi   polivalen    untuk
                penanggulangan Vibriosis. RUT, 1996-1998. Kantor Menristek,
                DRN. Jakarta.
Kamiso, H.N., Triyanto dan Hartati, S., 1993. Uji antigenik dan efikasi vaksin
                Aeromonas hydrophila. ARM Project. Deptan. Jakarta.
Kamiso, H.N., 1996. Vaksinasi induk untuk meningkatkan kekebalan bibit lele
                dumbo (Clarias gariepinus) terhadap serangan Aeromonas
                hydrophila. Buletin Ilmu Perikanan, 7 (20-31).
Koesharyani, I. 2001. Iridovirus penyebab kematian pada budidaya ikan
                Kerapu lumpur (Epinephelus coioides) deteksi menggunakan
                PCR. Seminar Nasional Pengembangan Budidaya Laut
                Berkelanjutan. Jakarta, 7-8 Maret 2001.
Koesharyani, I, D. Rosa, K.Mahardika, F. Johny, Zafran, K. Yuasa, K.
                Sugama, K.Hatai, dan T. Nakai, 2001. Penuntun Diagnosa
                Penyakit Ikan II. Penyakit Ikan Laut dan Krustase di Indonesia.
                JICA-BBRPBL Gondol.
Lo, B.J, and S.C. Lin, 2001. Charcterization of grouper nervous necrosis virus
                (GNVVV). J. Fish Diseases. 24 (1) 3-14
Maeno, Y., L.D. de la Pena, and E.R.C. Lacierda, 2002. Nodavirus infection in
                hatchery reared orange spotted grouper Epinephleus coioides.
                First record of viral nervous necrosis in the Philipines. Fish
                Pathology, 37(2) 87-89
Murdjani, M. 2002. Patologi dan patogenisitas Vibrio alginolyticus pada ikan
                Kerapu tikus (Cromileptes altivelis). Tesis S-3, Universitas
                Brawijaya. Malang.


                                                                               17
Olafsen, J.A. 2001. Interaction between fish larvae and bacteria in marine
           aquaculture. Aquaculture 200 (1-2) 223-247.
Puja, Y., S. Akbar, dan Evalawati, 2001. Pemantauan teknologi produksi
           budidaya Kerapu dalam program intensifikasi perikanan.
           Pertemuan LintasUPT Lingkup Ditjen Perikanan Budidaya,
           Yogyakarta. 11-14 September 2001.
Rukyani, A. 2001. Strategi pengendalian penyakit viral pada budidaya ikan
           kerapu. Seminar Nasional Pengembangan Budidaya Laut
           Berkelanjutan. Jakarta, 7-8 Maret 2001.
Tanaka, S., K.M.M. Arimoto, T. Iwamoto, and T. Nakai, 2001. Protective
           immunity of seven band grouper Epinephelus septafasciatus,
           agints experimental viral nervous necrosis. J. Fish Diseases 24
           (1) 15-22.
Taufik, P. 2001. Bakteri patogen pada ikan Kerapu (Epinephelus sp) dan
           Bandeng Chanos chanos. Seminar Nasional Pengembangan
           Budidaya Laut Berkelanjutan. Jakarta, 7-8 Maret 2001.
Zhou, Y.C., Huang, J.wang, B.Zhang, and Y.Q. Su, 2002. Vaccination of the
           Grouper, Epinephelus awoara, against Vibriosis using the
           ultrasonic technique. Aquaculture, 203 (1-2) 229-238.




                                                                       18

Contenu connexe

En vedette

En vedette (8)

Isi makalah hpp
Isi makalah hppIsi makalah hpp
Isi makalah hpp
 
Makalah bakteri dan jamur.
Makalah bakteri dan jamur. Makalah bakteri dan jamur.
Makalah bakteri dan jamur.
 
Identifikasi keberadaan nervous necrosis virus dan iridovirus pada budidaya i...
Identifikasi keberadaan nervous necrosis virus dan iridovirus pada budidaya i...Identifikasi keberadaan nervous necrosis virus dan iridovirus pada budidaya i...
Identifikasi keberadaan nervous necrosis virus dan iridovirus pada budidaya i...
 
Makalah Full Paper
Makalah Full PaperMakalah Full Paper
Makalah Full Paper
 
Makalah jamur
Makalah jamurMakalah jamur
Makalah jamur
 
Tugas paper mangrove
Tugas paper mangroveTugas paper mangrove
Tugas paper mangrove
 
Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu I
Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu IPengelolaan wilayah pesisir secara terpadu I
Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu I
 
Pengelolaan Pesisir
Pengelolaan  PesisirPengelolaan  Pesisir
Pengelolaan Pesisir
 

Similaire à 30323286 makalah-monitoring-pulau-melur

Pembangunan Kerangka Sistim Kesehatan Hewan Akuatik - Direktorat Kesehatan Ik...
Pembangunan Kerangka Sistim Kesehatan Hewan Akuatik - Direktorat Kesehatan Ik...Pembangunan Kerangka Sistim Kesehatan Hewan Akuatik - Direktorat Kesehatan Ik...
Pembangunan Kerangka Sistim Kesehatan Hewan Akuatik - Direktorat Kesehatan Ik...Tata Naipospos
 
Pikp modul08 sub sistem pengolahan
Pikp modul08 sub sistem pengolahanPikp modul08 sub sistem pengolahan
Pikp modul08 sub sistem pengolahanYosie Andre Victora
 
Efektivitas UV Sederhana dalam mereduksi Populasi Bakteri
Efektivitas UV Sederhana dalam mereduksi Populasi BakteriEfektivitas UV Sederhana dalam mereduksi Populasi Bakteri
Efektivitas UV Sederhana dalam mereduksi Populasi BakteriBBAP takalar
 
Efikasi_Oxytetracycline_Terhadap_Kesehatan_Ikan_Le.pdf
Efikasi_Oxytetracycline_Terhadap_Kesehatan_Ikan_Le.pdfEfikasi_Oxytetracycline_Terhadap_Kesehatan_Ikan_Le.pdf
Efikasi_Oxytetracycline_Terhadap_Kesehatan_Ikan_Le.pdfekohendrigunawan1
 
Bab iibalai besar pengembangan dan budi daya laut
Bab iibalai besar pengembangan dan budi daya lautBab iibalai besar pengembangan dan budi daya laut
Bab iibalai besar pengembangan dan budi daya lautRohman Efendi
 
May nurhayati k2315048 tugas
May nurhayati   k2315048 tugasMay nurhayati   k2315048 tugas
May nurhayati k2315048 tugasMAY NURHAYATI
 
Laporan Mortalitas
Laporan MortalitasLaporan Mortalitas
Laporan MortalitasPandiSantoso
 

Similaire à 30323286 makalah-monitoring-pulau-melur (20)

Aplikasi ekstrak temulawak_romi novriadi_bbl batam
Aplikasi ekstrak temulawak_romi novriadi_bbl batamAplikasi ekstrak temulawak_romi novriadi_bbl batam
Aplikasi ekstrak temulawak_romi novriadi_bbl batam
 
Pembangunan Kerangka Sistim Kesehatan Hewan Akuatik - Direktorat Kesehatan Ik...
Pembangunan Kerangka Sistim Kesehatan Hewan Akuatik - Direktorat Kesehatan Ik...Pembangunan Kerangka Sistim Kesehatan Hewan Akuatik - Direktorat Kesehatan Ik...
Pembangunan Kerangka Sistim Kesehatan Hewan Akuatik - Direktorat Kesehatan Ik...
 
Pikp modul08 sub sistem pengolahan
Pikp modul08 sub sistem pengolahanPikp modul08 sub sistem pengolahan
Pikp modul08 sub sistem pengolahan
 
Efektivitas UV Sederhana dalam mereduksi Populasi Bakteri
Efektivitas UV Sederhana dalam mereduksi Populasi BakteriEfektivitas UV Sederhana dalam mereduksi Populasi Bakteri
Efektivitas UV Sederhana dalam mereduksi Populasi Bakteri
 
Lingkungan perikanan
Lingkungan perikananLingkungan perikanan
Lingkungan perikanan
 
Pikp modul06-ss perik tangkap
Pikp modul06-ss perik tangkapPikp modul06-ss perik tangkap
Pikp modul06-ss perik tangkap
 
Dampak lingkungan pada kegiatan budidaya perikanan di china
Dampak lingkungan pada kegiatan budidaya perikanan di chinaDampak lingkungan pada kegiatan budidaya perikanan di china
Dampak lingkungan pada kegiatan budidaya perikanan di china
 
12106728.ppt
12106728.ppt12106728.ppt
12106728.ppt
 
Tingkat kematangan gonad ikan bilih (Mystacoleucus padangensis)
Tingkat kematangan gonad ikan bilih (Mystacoleucus padangensis)Tingkat kematangan gonad ikan bilih (Mystacoleucus padangensis)
Tingkat kematangan gonad ikan bilih (Mystacoleucus padangensis)
 
Efikasi_Oxytetracycline_Terhadap_Kesehatan_Ikan_Le.pdf
Efikasi_Oxytetracycline_Terhadap_Kesehatan_Ikan_Le.pdfEfikasi_Oxytetracycline_Terhadap_Kesehatan_Ikan_Le.pdf
Efikasi_Oxytetracycline_Terhadap_Kesehatan_Ikan_Le.pdf
 
Balai perikanan budidaya laut batam Identifikasi keberadaan Nervous Necrosis ...
Balai perikanan budidaya laut batam Identifikasi keberadaan Nervous Necrosis ...Balai perikanan budidaya laut batam Identifikasi keberadaan Nervous Necrosis ...
Balai perikanan budidaya laut batam Identifikasi keberadaan Nervous Necrosis ...
 
Bab iibalai besar pengembangan dan budi daya laut
Bab iibalai besar pengembangan dan budi daya lautBab iibalai besar pengembangan dan budi daya laut
Bab iibalai besar pengembangan dan budi daya laut
 
Romi novriadi pengendalian hama dan penyakit ikan
Romi novriadi pengendalian hama dan penyakit ikanRomi novriadi pengendalian hama dan penyakit ikan
Romi novriadi pengendalian hama dan penyakit ikan
 
Romi novriadi pengendalian hama dan penyakit ikan
Romi novriadi pengendalian hama dan penyakit ikanRomi novriadi pengendalian hama dan penyakit ikan
Romi novriadi pengendalian hama dan penyakit ikan
 
May nurhayati k2315048 tugas
May nurhayati   k2315048 tugasMay nurhayati   k2315048 tugas
May nurhayati k2315048 tugas
 
Budidaya Ikan Nila
Budidaya Ikan NilaBudidaya Ikan Nila
Budidaya Ikan Nila
 
Perikanan kepulauan riau by romi novriadi
Perikanan kepulauan riau   by romi novriadiPerikanan kepulauan riau   by romi novriadi
Perikanan kepulauan riau by romi novriadi
 
Laporan Mortalitas
Laporan MortalitasLaporan Mortalitas
Laporan Mortalitas
 
KEMATANGAN GONAD IKAN BILIH (Mystacoleucus padangensis) MELALUI INDEKS KEMATA...
KEMATANGAN GONAD IKAN BILIH (Mystacoleucus padangensis) MELALUI INDEKS KEMATA...KEMATANGAN GONAD IKAN BILIH (Mystacoleucus padangensis) MELALUI INDEKS KEMATA...
KEMATANGAN GONAD IKAN BILIH (Mystacoleucus padangensis) MELALUI INDEKS KEMATA...
 
Balai Budidaya laut Batam
Balai Budidaya laut BatamBalai Budidaya laut Batam
Balai Budidaya laut Batam
 

30323286 makalah-monitoring-pulau-melur

  • 1. MONITORING PEMANTAUAN KESEHATAN IKAN DAN LINGKUNGAN DI WILAYAH PULAU MELUR, KELURAHAN SIJANTUNG, KECAMATAN GALANG- KOTA BATAM MAKALAH Oleh : ROMI NOVRIADI (PHPI Terampil Lanjutan) KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA BALAI BUDIDAYA LAUT BATAM 2010 1
  • 2. MONITORING PEMANTAUAN KESEHATAN IKAN DAN LINGKUNGAN DI WILAYAH PULAU MELUR, KELURAHAN SIJANTUNG, KECAMATAN GALANG- KOTA BATAM Romi Novriadi Balai Budidaya Laut Batam Jl. Barelang Raya Jembatan III, Pulau Setokok-Batam PO BOX 60 Sekupang, Batam – 29422 E-mail : Romi_bbl@yahoo.co.id Abstrak Monitoring pemantauan kesehatan ikan dan lingkungan sebagai bagian dari tugas pejabat fungsional PHPI telah dilakukan di wilayah Perairan Pulau Melur, Kelurahan Sijantung, Kecamatan Galang, Kota Batam pada tanggal 25 Februari 2010. Adapun kegiatan monitoring ini merupakan kegiatan rutin yang dilakukan oleh Laboratorium Kesehatan Ikan dan Lingkungan BBL Batam berdasarkan dana DIPA Tahun Anggaran 2010. Kegiatan monitoring ini bertujuan untuk mengetahui kondisi keragaan kualitas lingkungan perairan dan juga distribusi penyebaran penyakit khususnya di daerah Pulau Melur. Kegiatan monitoring ini secara umum dibagi menjadi dua tahapan, dimana pada Tahapan pertama merupakan tahapan survey/wawancara dengan menggunakan metoda Report Generative yang berfungsi untuk mendapatkan data sekunder tentang kondisi umum unit produksi KJA di Pulau Melur tersebut. Sementara Tahapan Kedua merupakan tahapan pemeriksaan terhadap kondisi kesehatan ikan dan lingkungan yang dilakukan baik secara langsung (In situ) maupun analisa di laboratorium. Metoda pengambilan sampel ikan dilakukan secara purposive (ditentukan), sementara untuk metoda pengambilan air didasarkan pada SNI No. 6989.57 : 2008. Dari hasil pemantauan menunjukkan bahwa kualitas perairan secara umum masih cukup optimal, pH : 7,52, salinitas 31 ‰, NH3 = 0,02 mg/L dan Oksigen terlarut 5,4 mg/L. sementara untuk pengamatan secara biologi menunjukkan jenis Diplectanum untuk parasit dan Vibrio sp untuk bakteri yang disertai dengan munculnya kista berwarna hitam terdapat di hampir seluruh permukaan tubuh ikan. Akibat kondisi ini, hanya dalam waktu 2 (dua) bulan, tingkat kematian ikan yang dialami oleh pembudidaya ikan di Pulau Melur mencapai 60%. Kata kunci : Monitoring, Kimia dan Biologi, Pulau Melur 2
  • 3. I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penyakit ikan merupakan kendala penting dan umum dialami dalam budidaya ikan di laut. Penyakit ikan menyerang baik di tingkat perbenihan maupun di pembesaran. Semakin luas dan semakin intensif usaha budidaya ikan, maka akan semakin meningkat pula intensitas serangan penyakit. Penyakit terdiri atas berbagai macam organisme yang dapat bersifat sebagai wabah dan menyerang semua jenis dan ukuran ikan peliharaan baik di perairan tawar, payau maupun laut. Pada umumnya penyakit tidak hanya disebabkan oleh jasad pathogen melainkan juga oleh faktor lingkungan dan pakan. Perlu diperhatikan bahwa semua penyebab kematian ikan adalah karena penyakit. Sehingga dalam menangani masalah kematian ikan, tindakan penanggulangan perlu dilakukan dengan hati-hati dan teliti sehingga tidak akan menimbulkan tindakan yang salah bahkan merugikan. Didalam melakukan penanggulangan penyakit ada beberapa hal yang perlu dilakukan. Yaitu : 1. Lingkungan perairan, baik fisik, kimia dan biologi 2. Teknik yang akan dipakai 3. Sosial dan ekonomi agar tindakan yang dilakukan menguntungkan dan diterima masyarakat. Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan peran organisasi ataupun instansi pemerintah untuk dapat melakukan sosialisasi tentang berbagai mekanisme pengendalian hama penyakit ikan dan lingkungan. Khususnya untuk daerah-daerah yang memiliki potensi untuk pengembangan sektor Kelautan dan Perikanan. Pulau Melur yang berada di Kelurahan Sijantung, Kecamatan Galang, Kota Batam merupakan salah satu Pulau yang memiliki potensi untuk pengembangan budidaya ikan laut. hal ini semakin diperkuat dengan adanya PERDA Kota Batam Nomor 2, Tahun 2004 yang menyebutkan bahwa wilayah pulau Melur termasuk kedalam wilayah pengembangan budidaya ikan laut. Volume dan nilai produksi perikanan di Kota Batam pada tahun 1997 dan 1998 menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Pada tahun 1997, volume ikan tangkap mencapai 3.703,05 ton, dan pada tahun 1998 meningkat menjadi sekitar 11.760,41 ton. Pada tahun 1999 terjadi penurunan, menjadi sekitar 4.954,10 ton dengan nilai Rp 14.862,3 juta. Hal ini diakibatkan oleh tingginya sedimentasi oleh pengerukan pasir, tingginya arus lalu lintas perairan, dan pembangunan di daerah Barelang yang kurang memperhatikan pelestarian potensi perikanan laut. Di masa mendatang, hal-hal ini perlu diperhatikan karena mengganggu keberlanjutan kegiatan perikanan. Oleh karena itu untuk menjaga agar potensi ini dapat terus dikembangkan, maka tim Pengendali Hama dan Penyakit Ikan serta Tim Pengawas Balai Budidaya Laut Batam akan melakukan kagiatan monitoring pada semester I 2010 yang dilanjutkan dengan kegiatan Surveillance pada semester II Tahun 2010. semoga hasil-hasil yang diperoleh dari kegiatan monitoring ini dapat bermanfaat dan manjadi dasar pengambilan kebijakan untuk pengembangan budidaya ikan laut khususnya di daerah Pualu Melur. 3
  • 4. I.2 Tujuan dan Manfaat Kegiatan monitoring kesehatan ikan dan lingkungan ini bertujuan untuk memperoleh data dan informasi mengenai kondisi perairan budidaya serta paparan distribusi penyebaran penyakit yang terdapat di kawasan budidaya di dan untuk kegiatan ini mengambil lokasi di Pulau Melur-Kelurahan Sijantung. Selain itu juga kegiatan monitoring ini bertujuan untuk melakukan sosialisasi penggunaan bahan kimia dan obat obatan dalam rangka budidaya ramah lingkungan dan berkelanjutan serta memberikan saran dan masukan tentang pencegahan dan penanggulangan berbagai penyakit ikan. Diharapkan hasil kegiatan monitoring ini dapat digunakan sebagai informasi dan menjadi salah satu acuan bagi pembudidaya khususnya serta para pengambil kebijakan di daerah untuk keberhasilan dan keberlanjutan kegiatan budidaya perikanan. 4
  • 5. II. TINJAUAN PUSTAKA Penyakit ikan merupakan kendala penting dan umum dialami dalam budidaya ikan di laut. Penyakit ikan menyerang baik di perbenihan maupun di pembesaran. Semakin luas dan semakin intensif usaha budidaya ikan semakin meningkat intensitas serangan apalagi menggunakan pakan ikan rucah segar. Untuk ikan kerapu (Cromileptes sp), terutama di perbenihan ada beberapa jenis penyakit yang sering menyerang. Penyebab penyakit dapat dibagi dua golongan yaitu non hayati yang bersifat non infeksius dan hayati yang bersifat infeksius. Penyebab penyakit non hayati terutama kualitas air yang rendah, pakan yang kurang tepat dan kelainan genetik. Penyebab penyakit hayati ditinjau dari tingkat intensitas serangan dan kerugian dan kesulitan pengendalian adalah : virus, bakteri, protozoa, jamur dan parasit. Untuk jelasnya dapat dilihat pada uraian berikut. VIRUS Salah satu virus yang telah diketahui menyerang ikan laut dan tersebar luas di dunia adalah Nervous Necrosis Virus (NNV) yang menyebabkan Viral Nervous Necrosis (VNN). Virus ini mempunyai genom RNA dan tergolong Nodaviridae. Nodaviridae banyak menyerang dan menyebabkan kematian yang tinggi pada larva dan juwana. Berdasarkan genomnya, nodaviridae dibagi empat genotipe yaitu tiger puffer nervous necrosis virus (TPNNV), striped jack nervous necrosis virus (SJNNV), barfin flounder nervous necrosis virus (BFNNV) dan re grouper nervous necrosis virus (RGNNV). Nodaviridal yang menyerang ikan laut tersebut telah diteliti baik di Amerika, Eropa, Jepang maupun di Taiwan (Chi, Lo dan Lin, 2001). Di Taiwan, budidaya grouper merupakan industri penting dalam sektor perikanan. Penyakit VNN termasuk masalah serius terutama di perbenihan baik untuk larva maupun juwana. Uji laboraturium menunjukkan bahwa virus ini dapat menyebabkan kematian 100 % dalam waktu 3 hari (Che et al., 1999) . Di Philipina VNN pada kerapu ditemukan pertama kali oleh Maeno et. al. (2002) dengan menggunakan mikroskop elektron dan PCR. Uji coba infeksi dengan filtrat jaringan yang terinfeksi berhasil cukup baik. Di Indonesia telah ditemukan dua jenis virus yang menjadi kendala dalam perbenihan, yaitu VNN (virus RNA) dan iridovirus (virus DNA). Kedua jenis virus tersebut secara rinci belum banyak diketahui dan belum dapat dikendalikan dengan tepat kecuali pencegahan (Rukyani, 2001). Beberapa cara yang mungkin dapat dilakukan adalah seleksi benih, sanitasi lingkungan termasuk wadah dan air dengan desinfektan, pemberian obat-obatan dan antibiotik untuk mengendalikan parasit dan patogen lain yang turut memperburuk kondisi ikan (penyakit sekunder) serta meningkatkan daya tahan dengan immunostimulan. Namun hal ini masih perlu penelitian lebih lanjut untuk memperoleh metode yang tepat. Menurut Yuasa et. al. (2001) VNN ternyata tidak saja menyerang kerapu di perbenihan tetapi juga di pembesaran. Koesharyani dkk. (2001) juga menyatakan bahwa VNN dan iridovirus menyerang kerapu di pembesaran yang dikenal dengan sleepy grouper disease. Gejala yang jelas teramati adalah ikan menjadi anemia dan limpa membesar. Tingkat kematian larva dapat mencapai 100 %. Perlu ditambahkan, bahwa VNN ternyata mempunyai sekitar 20 jenis inang. Teknik diagnosa yang paling tepat adalah dengan PCR. 5
  • 6. BAKTERI Ada beberapa jenis bakteri yang bersifat patogen pada ikan laut dan sangat mengganggu ikan budidaya. Tetapi yang sangat di kenal luas penyebarannya dan dapat menyebabkan kematian dalam jumlah besar secara singkat adalah Vibrio spp. Sampai saat ini telah dikenal lebih dari 20 species Vibrio yang menyerang ikan, udang dan beberapa hewan laut serta payau (salinitas di bawah 10 promil) (Evelyn, 1984). Tingkat kematian oleh serangan Vibrio berbeda-beda tergantung jenis, ukuran ikan, kualitas air dan faktor virulen yang dimiliki. Faktor virulen pada Vibrio terutama adalah plasmid. Perbedaan jenis plasmid yang dimiliki akan membedakan tingkat keganasannya (Crosa et. al., 1983). Murdjani (2002) melaporkan bahwa ada beberapa jenis bakteri yang berasosiasi dengan kerapu tikus (Cromileptes altivelis) antara lain V. alginolyticus., V. anguillarum., V. fuscus., Pseudomonas sp dan Branhamella sp. Hasil uji laboratorium ternyata hanya V. alginolyticus dan V. anguillarum yang menyebabkan kematian larva kerapu tikus. Vibrio alginolyticus dapat mematikan 100 % ikan uji, sedang V. angguillarus 20 % dalam waktu 96 jam. Penelitian lebih lanjut menemukan bahwa extracelluler product (ECP) dapat mematikan larva kerapu tikus melalui penyuntikan. Tetapi setelah dipisahkan berbagai proteinnya, hanya satu dari beberapa jenis protein pada ECP yang dapat menyebabkan penyakit dan mematikan ikan uji. Taufik (2001) menemukan disamping V. alginolyticus terdapat pula V. Parahaemolyticus PARASIT, PROTOZOA DAN JAMUR Parasit, protozoa dan jamur juga sering menyerang kerapu tikus. Dalam kondisi tertentu serangan kelompok penyakit tersebut dapat mematikan. terutama larva dan juvenil, dalam jumlah cukup tinggi. Disamping itu serangan parasit, protozoa dan jamur meskipun tidak mematikan dapat menurunkan daya tahan ikan dan menjadi predisposisi serangan bakteri dan virus. Berbagai teknik pengendalian bakteri dan virus akan kurang efektif apabila masih terserang berbagai penyakit tersebut di atas. Dalam ruang terbatas seperti di perbenihan telah ditemukan beberapa teknik pengendalian yang cukup efektif. Untuk parasit ikan terutama golongan Crustacea dan berbagai cacing trematoda baik monogentik maupun digenetik dapat dikendalikan dengan perendaman air tawar selama 10 menit. Serangan protozoa dengan perendaman acriflavin 10 ppm selama 1 jam, atau oxytetracycline 1 ppm dalam 1kg pakan. Pengendalian jamur terutama yang bersifat eksternal dengan perendaman Methylene Blue 5 ppm selama 30 menit atau treflan 1 ppm (Puja dkk.). Dalam melakukan tindakan mencegah dan mengurangi serangan berbagai hama dan penyakit tersebut, maka Kementerian Kelautan dan Perikanan telah membangun sebuah Balai Penyidikan Penyakit Ikan dan Lingkungan di Kabupaten Serang Provinsi Banten, yang diharapkan dapat melakukan kajian terhadap berbagai hama, penyakit dan lingkungan secara detail dan mendalam yang diharapkan dapat memecahkan dan mengatasi masalah hama, penyakit dan lingkungan secara fundamental dan komprehensif sehingga produktivitas budidaya perikanan dapat kembali digalakkan. 6
  • 7. Pekerjaan di laboratorium Pekerjaan yang paling penting bagi ahli penyakit adalah mendiagnosa penyakit. Jika diagnosanya salah, maka penanganannya juga akan salah. Bila terlalu lama untuk mendiagnosa penyakit, ikan mati sebelum pengobatan dilakukan, diagnosa harus tepat dan cepat. Prosedur diagnosa adalah sebagai berikut : pertama, coba isolasi patogen dari ikan yang sakit (kecuali untuk infeksi oleh virus); kedua, patogen yang diisolasi diinfeksikan ke ikan yang sehat. Bila diduga virus, larutan yang sudah disaring dengan menggunakan saringan 0,45 µm homogen, diinfeksikan ke ikan yang sehat. Jika ikan yang sekarat (moribund) dengan gejala seperti ikan yang sakit tersebut, hal ini membuktikan bahwa yang diisolasikan tersebut merupakan penyebab penyakit. Dengan demikian, penyebab penyakit teridentifikasi sebagai spesies yang sama dengan patogen sebelumnya. Diagnosa penyakit ikan dapat menjadi lengkap dengan adanya identifikasi penyebab penyakit. Metode pemeriksaan untuk konfirmasi diagnosa berbeda untuk setiap jenis patogen, virus, bakteri, jamur dan parasit. Tindakan penanganan Penyakit viral : jika ikan terinfeksi oleh virus sangatlah sulit untuk diobati. Ada dua cara tindakan pencegahan yaitu membersihkan virus penyebab penyakit dari lingkungan clan meningkatkan kekebalan ikan terhadap viral. Tindakan pencegahan pertama, desinfeksi semua wadah dan peralatan, seleksi induk dan telur bebas virus. Tindakan selanjutnya bila memungkinkan adalah meningkatkan kualitas telur, penggunaan vaksin clan immunostimulan atau vitamin. Diantara tindakan penanganan yang ada, vaksin merupakan tindakan yang paling efektif untuk mencegah penyakit viral. Penyakit bakterial : penyakit bakterial dapat diobati dengan antibiotika. Namun, penggunaan antibiotika yang tidak tepat menghasilkan efek yang negatif. Itulah sebabnya pemilihan antibiotika yang tepat merupakan pekerjaan yang paling penting untuk masalah infeksi bakteri. Pemilihan antibiotika dilakukan berdasarkan hasil uji sensitivitas obat. Penyakit jamur : sampai sekarang belum dikembangkan tindakan penanganan untuk infeksi jamur pada hewan air. Jadi pencegahan merupakan tindakan terbaik yang dapat dilakukan. Penyakit parasitik : pada umumnya ektoparasit dapat ditangani dengan zat kimia. Namun, telur dan siste memiliki resistensi terhadap zat kimia. Berdasarkan keberadaan parasit, pengobatan kedua harus dilakukan setelah spora atau oncomiracidium menetas. Untuk menentukan jadwal pengobatan untuk setiap parasit, studi siklus hidup parasit sangatlah penting. 7
  • 8. POTENSI YANG BELUM TERGARAP Masyarakat Pulau Melur hampir 90%-nya merupakan nelayan tradisional. Mereka biasa menangkap ikan tidak jauh dari garis pantai. Tanpa disadari para nelayan itu sering melempar jangkar tepat di atas daerah terumbu karang. Biasanya hal itu dilakukan saat menggunakan alat tanpa pancing untuk menangkap sotong atau cumi-cumi. Pada kenyataannya upaya untuk menguak potensi kelautan dan perikanan di Pulau Melur masih dihadapi beberapa kendala. Fasilitas infrastruktur seperti dermaga pelabuhan yang memadai masih belum tersedia di sana. Terlebih belum ada transportasi laut yang tetap antara pulau Melur dan Pulau Batam. Belum lagi masalah kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang benar-benar melumpuhkan kegiatan melaut masyarakat nelayan di Pulau Melur dan sekitarnya, sehingga jangankan di Pulau Melur yang letaknya jauh dari pusat Kota Batam, di Pulau Galang saja yang dekat sulit mendapatkan BBM. Untuk sarana penerangan di pulau Melur dan sekitarnya masih menggunakan mesin diesel. Secara geografis, Pulau Melur yang masih berada dalam Kawasan Kepulauan Rempang dan Galang Terletak diantara 00o30’ – 01o55’ LU dan 103o45’ – 104o30; BT . Secara garis besar daerah ini dibedakan menjadi dua wilayah air tanah yaitu air tanah perbukitan lipatan yang terdapat hampir di sebagian wilayah dan yang lainnya mempunyai wilayah berupa batu pasir, batu lempung, filit dan kuarsit yang bersifat padu. Air tanah umumnya tersimpan dalam aquifer berupa rekahan atau secah serta pada material rombakan hasil lapukan batuan padu tersebut dan terdapat pada kedudukan dangkal. Kondisi air tanah di wilayah sekitar kepulauan Batam umumnya berupa air payau, sehingga tidak layak untuk dikonsumsi. Kedalaman air tanah dengankualitas air tawar yang cukup baik dijumpai pada kedalaman 20–30 m. Perairan di wilayah laut dangkal dengan kedalaman berkisar antara 17 – 40m. secdara fisik perairan tersebut berwarna air bening (kebiru-biruan) hingga hijau dan keruh, karena longsoran tanah yang berasal darikegiatan pekerjaan tanah di P Batam. Kadar garam berkisar antara 29 – 35 u/oo. Jenis perairan lainnya adalah perbatasan laut dengan daratan berupa daerah pasang surut, berupa rawa-rawa pantai (swamp) yang umumnya merupakan hutan mangrove pantai, dengan karakter air payau bercampur lumpur. Ekonomi Sebagai salah satu kawasan yang menjadi bagian dari Kota Batam, maka perekonomian Kawasan Rempang – Galang tidak akan lepas dari struktur perekomian Kota Batam sendiri. Pada tahun 1998, pertumbuhan ekonomi Kota Batam mencapai 3,07%. Angka ini relatif menurun jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi pada tahun 1997 yang mencapai sekitar 13,55%. Dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional, angka ini jauh lebih baik (pada tahun 1998, angka pertumbuhan ekonomi nasional sekitar –13,68% dan pada tahun 1997 sekitar –7%). Membaiknya perekonomian Kota Batam mampu menggerakkan 8
  • 9. kembali kegiatan produksi di seluruh sektor ekonomi. Hal ini terlihat meningkatnya angka pertumbuhan ekonomi Kota Batam pada tahun 2000 mencapai 7,67%. Peningkatan taraf perekonomian di Kota Batam terlihat pula dari peningkatan angka PDRB per kapita. Pada tahun 1997, PDRB per kapita (berdasarkan harga berlaku) adalah Rp 12,8 juta, sedangkan pada tahun 1999 meningkat menjadi Rp 20,1 juta. Namun demikian, jika dibandingkan dengan pendapatan rata-rata berdasarkan PDRB harga konstan, maka terlihat bahwa krisis ekonomi ternyata menyebabkan turunnya pendapatan rata-rata masyarakat Kota Batam sebesar 4,21%, walaupun tetap ada pertumbuhan ekonomi. Dari PDRB tahun 1998, diketahui bahwa sektor yang berkontribusi cukup dominan terhadap perekonomian Kota Batam adalah sektor industri (67,37%), diikuti oleh sektor perdagangan, hotel, dan restoran (18,05%). Sektor Perikanan Kota Batam terdiri atas pulau-pulau yang dikelilingi oleh perairan yang cukup luas. Dilihat dari perputaran arusnya, maka perairan di Kota Batam yang berada di Selat Malaka ini tergolong subur bagi kegiatan perikanan dan budidaya biota laut lainnya, karena dipengaruhi oleh gerakan arus yang berasal dari Samudera Hindia yang melewati Selat Malaka dan gerakan arus yang berasal dari Laut Cina Selatan. Sektor pertanian sub sektor perikanan ini telah menjadi basis ekonomi bagi wilayah hinterland Kota Batam, terutama perikanan tangkapan laut dan budidaya. Potensi perikanan di perairan Kota Batam ini cukup beragam, seperti ikan pelagis kecil, demersal, ikan karang, ikan hias, udang, kerang, mamalia, rumput laut, dan benih alam komersial. Volume dan nilai produksi perikanan di Kota Batam pada tahun 1997 dan 1998 menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Pada tahun 1997, volume ikan tangkap mencapai 3.703,05 ton, dan pada tahun 1998 meningkat menjadi sekitar 11.760,41 ton. Pada tahun 1999 terjadi penurunan, menjadi sekitar 4.954,10 ton dengan nilai Rp 14.862,3 juta. Hal ini diakibatkan oleh tingginya sedimentasi oleh pengerukan pasir, tingginya arus lalu lintas perairan, dan pembangunan di daerah Barelang yang kurang memperhatikan pelestarian potensi perikanan laut. Di masa mendatang, hal-hal ini perlu diperhatikan karena mengganggu keberlanjutan kegiatan perikanan. Sebagian besar hasil tangkapan ikan dipasarkan dengan perantara pengumpul di Pulau Siali dan Pulau Buluh, untuk selanjutnya dibawa ke Singapura. Hal ini terutama dilakukan oleh para nelayan yang memiliki seaman book, sedangkan nelayan dengan hasil tangkapan tidak terlalu baik, membawa hasil tangkapannya ke Pulau Batam. Sementara itu, pengembangan budidaya perikanan cukup potensial pula dikembangkan, terutama di Pulau Setoko/Teluk Senimba, Selat Bertam, dan Dangsi (budidaya perikanan dan kerang-kerangan), serta Pulau Kasu, Pulau Mubut dan Pulau Melur untuk pengembangan budidaya ikan laut ekonomis penting. 9
  • 10. III. METODA PENGAMATAN III.1 Waktu Pelaksanaan Kegiatan pemantauan Kesehatan Ikan dan Lingkungan ini dilaksanakan pada hari Kamis, Tanggal 25 Februari 2010 di satu titik KJA milik Bp. Ayau yang bertempat di Pulau Melur, Kelurahan Sijantung, Kecamatan Galang, Kota Batam. III.2 Alat dan Bahan III.2.1 Alat 1. Dissecting Set 2. pH meter 3. HACH DR 890 Kolorimeter 4. Hand Refraktometer 5. Botol Sampel 6. Kamera digital 7. Bunsen 8. Ember 9. Pena 10. Form Kuisioner Monitoring III.2.2 Bahan 1. Ammonia Salycilate reagen sachet 2. Ammonia Cyanurate reagen sachet 3. NitraVer reagen sachet 4. NitriVer reagen sachet 5. pH Buffer 7.0 6. pH Buffer 4.0 7. TSA 8. TCBS 9. Aquadest III.2.3 Metoda Didalam kegiatan monitoring pemantauan kesehatan ikan dan lingkungan di daerah Galang Baru ini, pengamatan dibagi atas dua Tahapan, Tahapan pertama, melakukan survey/wawancara dengan metoda Report Generative untuk mendapatkan data sekunder yang memberikan gambaran secara utuh tentang lokasi budidaya . Tahapan kedua adalah melakukan pengamatan Kesehatan ikan dan lingkungan baik yang dilakukan secara In situ maupun yang dilakukan di Laboratorium. Pengamatan metoda ini mencakup parameter biologi dan kimia air dan mikrobiologi ikan seperti parasit, bakteri dan Virus. Untuk pengamatan di Laboratorium, pengambilan sampel dilakukan berdasarkan SOP yang telah dibuat oleh Tim Laboratorium Kesehatan Ikan dan Lingkungan Balai Budidaya Laut Batam. Diantaranya pengambilan sampel air untuk parameter NO2, NO3, NH3, pH, salinitas, Total Bakteri Umum (TBU) dan Total Bakteri Vibrio (TBV) di dalam air media pemeliharaan. 10
  • 11. Didalam melakukan sampling, patokan yang digunakan oleh Tim Monitoring Pemantauan Kesehatan Ikan dan Lingkungan adalah SNI 6989.57:2008, dimana kegiatan yang dilakukan meliputi : 1.1 Untuk penentuan tentang titik sampling, didasarkan pada prinsip tempat pengambilan sampel dapat mewakili kualitas badan perairan. 1.2 Membuat persyaratan wadah contoh, diantaranya : a) Menggunakan bahan gelas atau plastik Poli Etilen (PE) atau Poli Propilen (PP) atau Teflon (Poli Tetra Fluoro Etilen, PTFE); b) dapat ditutup dengan kuat dan rapat; tidak mudah pecah c) bersih dan bebas kontaminan; d) contoh/sampel tidak berinteraksi dengan wadah yang digunakan. 1.3 Persiapan Wadah Sampel a) untuk menghindari kontaminasi contoh di lapangan, seluruh wadah contoh harus benar-benar dibersihkan di laboratorium sebelum dilakukan pengambilan contoh. b) wadah yang disiapkan jumlahnya harus selalu dilebihkan dari yang dibutuhkan, untuk jaminan mutu, pengendalian mutu dan cadangan. c) Jenis wadah contoh dan tingkat pembersihan yang diperlukan tergantung dari jenis contoh yang akan diambil. 1.4 Cara pengambilan contoh dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: a) Disiapkan alat pengambil contoh yang sesuai dengan keadaan sumber airnya; b) Dibilas alat pengambil contoh dengan air yang akan diambil, sebanyak 3 (tiga) kali; c) Diambil contoh sesuai dengan peruntukan analisis dan campurkan dalam penampung sementara, kemudian homogenkan; d) Dimasukkan ke dalam wadah yang sesuai peruntukan analisis; e) Dilakukan segera pengujian untuk parameter suhu, kekeruhan dan daya hantar listrik, pH dan oksigen terlarut yang dapat berubah dengan cepat dan tidak dapat diawetkan; f) Hasil pengujian parameter lapangan dicatat dalam buku catatan khusus; g) Pengambilan contoh untuk parameter pengujian di laboratorium dilakukan pengawetan Sementara untuk pengamatan hama dan penyakit ikan, sampel diambil dari suatu populasi secara selektif yang menunjukkan tanda- tanda klinis ikan terserang penyakit sesuai dengan data yang telah ada. Apabila tidak ada yang menunjukkan tanda-tanda klinis pengambilan sampel dilakukan secara acak. Pengamatan gejala klinis ikan sakit, pemeriksaan patologi anatomi dan pengambilan / isolasi bakteri dari organ dalam. Parameter uji untuk penyakit ikan yang diamati yakni parasit dan bakteri dan virus. Semua sampel dibawa ke laboratorium kesehatan ikan dan lingkungan Balai Budidaya Laut Batam untuk dilakukan analisa/uji. Disamping itu juga dilakukan pengambilan data sekunder dengan mewawancarai pembudidaya mengenai kondisi budidaya, lingkungan, kasus serangan penyakit, cara penanggulangan penyakit, taksiran kerugian, obat-obatan yang dipakai, pakan, dan lain sebagainya. 11
  • 12. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Hasil. Berdasarkan Tahapan wawancara yang dilakukan, maka diperoleh beberapa data sekunder yang dirangkum dalam table berikut : No Item Pertanyaan Deskripsi Jawaban 1 Nama Pemilik A Yau 2 Lokasi Pulau Melur Kelurahan : Sijantung Kecamatan : Galang Kotamadya : Batam Provinsi : Kepulauan Riau 3 Luas / Jumlah Unit Jumlah Unit KJA : 90 Hle Ukuran : 3 x 3 m/hole 4 Tingkat Teknologi Madya 5 Komoditas 1. Kerapu Macan 2. Bawal Bintang 6 Asal Benih Bali dan BBL Batam 7 Padat Tebar 1.200 ekor/hole 8 Ukuran Ikan Kerapu Macan : 10 – 15 cm Bawal Bintang : 8 – 12 cm 9 Waktu Tebar Benih Kerapu Macan : 30 Desember 2009 Bawal Bintang : 8 Februari 2010 10 Jenis Obat Yang digunakan 1. Acriflavine 2. Vitamin C 3. Multivitamin 4. Vaksin Vibrio polyvalen 11 Penerapan Biosecurity Tidak ada Lokasi Pemantauan Monitoring HPI 12
  • 13. Gambaran Lokasi Budidaya Secara umum, Lokasi budidaya di Pulau Melur-Kelurahan Sijantung ini cukup strategis dalam mendukung optimalisasi produksi budidaya. Hal ini dikarnakan lokasi budidaya berada pada tempat yang cukup terlindungi terutama dari arus gelombang kuat air laut. Barisan tanaman bakau di sepanjang garis pantai menjadi salah satu keuntungan tersendiri dalam mereduksi berbagai unsur-unsur toksik yang ada di dalam perairan. Namun sejak dibukanya ijin bersandar bagi Kapal-kapal tanker bermuatan besar di sekitar perairan Rempang dan Galang, maka dari Pulau Melur saja sangat terlihat jelas aktivitas kapal-kapal tanker tersebut. Yang menjadi kekhawatiran utama adalah ketika Kapal-kapal tersebut melakukan kegiatan pencucian / Tank Cleaning. Bila ini terjadi maka limbah sludge oil akan masuk ke dalam perairan dan secara tidak langsung berpengaruh terhadap kehidupan organisme akuatik. Saat ini ada beberapa unit budidaya, dimana hanya satu yang bersifat Keramba Jaring Apung (Milik Bp. A yau) dan selebihnya merupakan Keramba Jaring Tancap. Dari sisi konstruksi, KJA miliki Bp. Ayau yang memiliki 90 hole dengan ukuran 3x3 m tergolong masih baru dan operasional produksi baru berjalan selama 2 (dua) bulan. Namun selama 2 (dua) bulan berjalan ini, tingkat kematian ikan yang dialami oleh Bp. A yauhampir mencapai 60%, dimana berdasarkan informasi bahwa jumlah ikan Kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) yang didatangkan sebanyak 10.000 ekor, estimasi yang tinggal saat ini sekitar 4.000 ekor dimana 25% diantaranya terindikasi terkena infeksi penyakit. Kronologis Pemeliharaan Ikan Pada bulan Desember 2009, Bp. A Yau memesan benih Kerapu Macan yang didatangkan dari bali sebanyak 10.000 ekor. Pengiriman dilakukan dalam 2 (dua) tahap. Tahap 1 sebanyak 7500 ekor secara fisik terlihat sehat, hal ini diindikasikan dengan responsifnya ikan terhadap pakan yang diberikan. Namun tahap ke 2, yang datang seminggu kemudian, diperkirakan berjumlah 2500 ekor, kondisi pada saat datang sudah tidak baik, bila dilihat metode packing yang dilakukan tidak benar. Suhu dalam wadah packing tidak terjaga karna es yang diletakkan sudah mencair. Pada saat ikan dikeluarkan, ikan hanya berenang di permukaan tanpa menunjukkan respon ketika pakan diberikan. 13
  • 14. Kesalahan fatal yang dilakukan oleh Karyawan Bp. A yau adalah ketika mencampur ikan sakit yang datang dengan ikan sehat yang telah tiba lebih dahulu. Sehingga memungkinkan terjadinya penularan penyakit secara horizontal kepada ikan-ikan yang sehat. Pada awalnya jumlah kematian hanya berkisar 5 – 10 ekor/hari pada minggu ke dua dan ketiga Januari 2010, namun jumlah kematian meningkat terus hingga ratusan ekor pada minggu ke –empat Januari 2010. kematian ikan disertai dengan munculnya kista-kista berwarna hitam disekujur tubuh ikan. Dimana ketika kita berusaha untuk melepaskan kista ini, maka dari bekas tempat kista tersebut mengeluarkan cairan putih seperti nanah. Kista di seluruh Ikan kerapu yang mati, Wawancara dengan permukaan tubuh dijemur sebagai bukti pembudidaya Untuk mengetahui penyebab pasti kematian ikan, maka tim monitoring kesehatan ikan dan lingkungan melakukan pengambilan sampel, baik air maupun ikan untuk dilakukan uji baik langsung maupun di laboratorium. Tahapan Pengamatan Kondisi Kesehatan Ikan dan Lingkungan di Lapangan Berdasarkan pemantauan lingkungan yang dilakukan secara In situ diperoleh data sebagai berikut : SPESIFIKASI PARAMETER SATUAN HASIL UJI METODE No PARAMETERS UNIT TEST RESULT METHODE SPESIFICATION 1 pH 7,52 SNI 06-6989.11-2004 o 2 Salinitas /oo 31 IKM/5.4.4/BBL-B 3 Oksigen terlarut mg/L 5,4 Elektrometri 0 4 Temperatur c 30,1 Elektrometri 14
  • 15. Pemeriksaan Patologi Klinis Ikan PARAMETER SATUAN HASIL UJI No PARAMETERS UNIT TEST RESULT Cacing insang 1 Parasit Diplectanum 2 Bakteri Vibrio sp Pemeriksaan Kualitas Air Secara Laboratorium SPESIFIKASI PARAMETER SATUAN HASIL UJI METODE No PARAMETERS UNIT TEST RESULT METHODE SPESIFICATION 1 Nitrit mg/L 0,00 Kolorimetri 2 Nitrat mg/L 0,00 Kolorimetri 3 Amonia mg/L 0,02 Kolorimetri 4 Posfat mg/L 0,09 Ion Spektrometri Pembahasan Berdasarkan data kualitas air baik secara kimia maupun biologi menunjukkan bahwa perairan Tiaw Wang Kang dan P.Nipah/Setokok masih cukup optimal dalam mendukung budidaya perikanan. Hanya saja untuk parasit seperti Benedenia sp dan Diplectanum serta Vibrio sp sudah terdeteksi keberadaannya pada tubuh ikan. Hal ini harus mendapatkan perhatian khusus bagi pembudidaya untuk melakukan treatment pengobatan bila ikan mengalami gejala klinis terserang penyakit mikrobial tersebut. Untuk keberlanjutan budidaya perikanan, pihak pembudidaya masih sangat optimis untuk mengembangkan usaha perikanan ini dan mereka sangat mengharapkan bantuan dari pemerintah baik bantuan berupa modal maupun sarana dan prasarana. 15
  • 16. V. KESIMPULAN DAN SARAN V.1 Kesimpulan 1. Kondisi lingkungan perairan cukup optimal mendukung budidaya perikanan, namun dengan lokasi budidaya yang berdekatan dengan muara sungai, hal yang harus diperhatikan adalah kekeruhan yang ditimbulkan oleh arus sungai serta adanya fluktuasi salinitas di badan perairan. 2. Hasil analisa untuk parameter biologi pada sample ikan yang dibawa menunjukkan bahwa ikan terserang cacing insang dan Diplectanum dan cacing insang untuk parasit serta Vibrio sp. Untuk bakteri. V.2 Saran 1. Diharapkan pembudidaya ikut aktif dalam memeriksakan kondisi penyakit ikan yang dialami agar dapat dilakukan tindakan dan saran perlakuan pengobatan yang efektif. 2. Pakan yang digunakan diharapkan juga bagus dalam hal kualitas dan gizi. Kana bila pakan yang telah menurun kualitas dan disertai dengan bau yang menyengat tetap diberikan pada ikan yang dibudidayakan dikhawatirkan akan menjadi pemicu tersendiri bagi tumbuh kembangnya penyakit ikan. 3. Perlunya dibentuk tata Ruang Wilayah yang jelas untuk area pengembangan budidaya ikan agar kasus pencemaran lingkungan yang merugikan para pembudidaya tidak terjadi lagi 4. Perlu dilakukan uji lanjutan kualitas perairan Pulau Melur terutama untuk parameter logam berat dan minyak 16
  • 17. VI. DAFTAR PUSTAKA .............,2008, Potensi Pulau Batam, www. Pemko-batam.go.id .............,2004, Gambaran Umum Kawasan Rempang Galang, www. Pemko- batam.go.id Anonim. 2002. Pedoman Umum Monitoring dan Surveilance Hama dan Penyakit Ikan. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya. Direktorat Kesehatan Ikan Dan Lingkungan Crosa, J.H., M.A. Walter, and S.A. Potter, 1983. The genetic of plasmid- mediated virulence in the marine fish pathogen Vibrio anguillarum. Bacterial and viral diseases of fish. Molecular studies. A Washington Sea Grant Pub. Univ. of Washington, Seattle. Evelyn, T.P.T., 1984. Immunization against pathogenic Vibrio. Symposium on fish Vaccination. OIE, Paris 20-22 February 1984. Glamuzina, B., N. Glavic, B. Skaramuca, V. Kozul and P. Turtman, 2001. Early development of the hybrid Epinephelus costal (male) x E. marginatus (female). Aquaculture 198 (1-2) 55-61 Kamiso H.N., 1985. Diferences in Pathogenicity and Pathology Vibrio anguillarum and V. ordalii in Chum salmon (Oncorhynchus keta) and English sole (Parophrys vetulus). Ph.D Thesis, Oregon State University, Corvallis. Kamiso, H.N., Triyanto., dan C. Kokarkin, 1998. Penggunaan bibit udang bebas (SPF) Vibrio dan vaksinasi polivalen untuk penanggulangan Vibriosis. RUT, 1996-1998. Kantor Menristek, DRN. Jakarta. Kamiso, H.N., Triyanto dan Hartati, S., 1993. Uji antigenik dan efikasi vaksin Aeromonas hydrophila. ARM Project. Deptan. Jakarta. Kamiso, H.N., 1996. Vaksinasi induk untuk meningkatkan kekebalan bibit lele dumbo (Clarias gariepinus) terhadap serangan Aeromonas hydrophila. Buletin Ilmu Perikanan, 7 (20-31). Koesharyani, I. 2001. Iridovirus penyebab kematian pada budidaya ikan Kerapu lumpur (Epinephelus coioides) deteksi menggunakan PCR. Seminar Nasional Pengembangan Budidaya Laut Berkelanjutan. Jakarta, 7-8 Maret 2001. Koesharyani, I, D. Rosa, K.Mahardika, F. Johny, Zafran, K. Yuasa, K. Sugama, K.Hatai, dan T. Nakai, 2001. Penuntun Diagnosa Penyakit Ikan II. Penyakit Ikan Laut dan Krustase di Indonesia. JICA-BBRPBL Gondol. Lo, B.J, and S.C. Lin, 2001. Charcterization of grouper nervous necrosis virus (GNVVV). J. Fish Diseases. 24 (1) 3-14 Maeno, Y., L.D. de la Pena, and E.R.C. Lacierda, 2002. Nodavirus infection in hatchery reared orange spotted grouper Epinephleus coioides. First record of viral nervous necrosis in the Philipines. Fish Pathology, 37(2) 87-89 Murdjani, M. 2002. Patologi dan patogenisitas Vibrio alginolyticus pada ikan Kerapu tikus (Cromileptes altivelis). Tesis S-3, Universitas Brawijaya. Malang. 17
  • 18. Olafsen, J.A. 2001. Interaction between fish larvae and bacteria in marine aquaculture. Aquaculture 200 (1-2) 223-247. Puja, Y., S. Akbar, dan Evalawati, 2001. Pemantauan teknologi produksi budidaya Kerapu dalam program intensifikasi perikanan. Pertemuan LintasUPT Lingkup Ditjen Perikanan Budidaya, Yogyakarta. 11-14 September 2001. Rukyani, A. 2001. Strategi pengendalian penyakit viral pada budidaya ikan kerapu. Seminar Nasional Pengembangan Budidaya Laut Berkelanjutan. Jakarta, 7-8 Maret 2001. Tanaka, S., K.M.M. Arimoto, T. Iwamoto, and T. Nakai, 2001. Protective immunity of seven band grouper Epinephelus septafasciatus, agints experimental viral nervous necrosis. J. Fish Diseases 24 (1) 15-22. Taufik, P. 2001. Bakteri patogen pada ikan Kerapu (Epinephelus sp) dan Bandeng Chanos chanos. Seminar Nasional Pengembangan Budidaya Laut Berkelanjutan. Jakarta, 7-8 Maret 2001. Zhou, Y.C., Huang, J.wang, B.Zhang, and Y.Q. Su, 2002. Vaccination of the Grouper, Epinephelus awoara, against Vibriosis using the ultrasonic technique. Aquaculture, 203 (1-2) 229-238. 18