Laporan penelitian ini membahas sistem pengawasan di Kejaksaan. Saat ini sistem pengawasan di Kejaksaan dianggap belum efektif untuk mendukung kinerja Kejaksaan. Penelitian ini bertujuan merekomendasikan sistem pengawasan yang lebih baik agar Kejaksaan dapat menjalankan fungsinya sebagai penegak hukum secara independen dan profesional. Hasil penelitian berupa rekomendasi sistem pengawasan yang trans
Laporan Analisa Pemantauan Kinerja Kejaksaan di Pengadilan Negeri Jakarta Pus...
Laporan Penelitian - Pembaruan Sistem Pengawasan Jaksa
1. $h@/*ob
Laporan Penelitiiln
PEMBARUAN SISTE]I{ PENGAWASAN
JAKSA
Hasil Kerja Sama:
-t
fs
I
t. -.
)
t
t"^--*.**-
.;if;il td"'" *f,.
" i.i.r il r*
-trr--o***ou,
T *F.i:.,,/.f.
...;;,4f;..F*-
Kejaksaan
Republik Indonesia
I
I
Komisi Hukum Nasional
Republik Indonesia
I
fiThs Asis Fouiltdatlon
I
I
l
l
2005
2. t
t
-
KATA PENGANTAR
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan rnengamanatkan lernbaga
Kejaksaan sebagai institusi yang mewakili publik khususnya di bidang penegakan hukum
pidana yaitu penyidikan perkara teftentu, penuntutan dan eksekusi putusan pengadilan serta
mewakili negara dan pemerintah dalam perkara perdata dan tata usaha negara. Untuk
menjalankan amanat ini ini tentunya membutuhkan sistem manajemen organisasi yang baik
dalam tubuh Kejaksaan itu sendiri, termasukdi dalarnnya fungsi pengawasan.
sistem pengawasan di Kejaksaan hingga saat ini dinilai belum efektif untuk rnenunjang
kinerja Kejaksaan. Hal ini dapat ter{ihat dari banyaknya la.poran pengnduan pu,blik mengenai
dugaan penyimpangan oleh aparat Kejaksaan yang belum terselesaikan. selain dari pada itu
penerapan tata pemerintahan yang baik{Cood Gouemace) yang belum berjalan sepenuhnya
juga menjadi persoalan yanE harus segera dijawab oleh Kejaksaan. Mamlah transparansi,
akuntabilitas dan partisipasi publik dalam hal penqawasan Ui Kejaksaaan menjadi potret
yang sering dicermati belakangan ini.
Kejaksaan sebaEai bagian dari lembaga eksekutif rnengikuti pola yanq sa,rna sepertiiembaga
pemerintah lainnya. Demikian halnya dengan status kepegawaian yang melekat pada jaksa
dan tata usaha di lingkungan Kejaksaan yakni sebagai pegawai Negeri Sipil {pNS). Eengan
kondisi tersebut maka pedoman yang rnenl'adi acuan
ipelaksanaan
peflgawasan di
lingkungan Kejaksaan juga nrengikuti ketentuan yang berlaku di lembaga penrer,intahan
lainnya' Padahal jaksa merupakan profesi sekaligus PNS plus yang artinya me.nriliki tanggung
jawab yang lebih spesifik- Salah satu solusi untuk rnenjawatr pertanyaan di atas adalah
dibentuknya sistern pengawasan yang khusus bagi jaksa selain menyernpurnakan sistern
penagwsan yang telah ada.
'*
3. Komi$ Hukum Nasional (KHN) sesuai dengan rnandat yang dimi{ikinya, terpanggil gntuk
turut berperan dalarn proses pembaruan di Kejaksaan dengan rr-relakukan pmelitian sistem
pengawasan di Kejaksaan. Penelitian ini juga dilatarbelakangi dukungan KHN kepada
lembaga Ke;aksaan untuk melaksanakan perintah Undang-Undang {Gjaksaan yang baru,
khususnya untuk lebih meningkatkan profesionalisme para 3'aksa serta rnewujudkan
Kejaksaa n sebagai professiona / leEa I orEaniza tion yang rnodern. I
Penelitian ini diselenggarakan dalam waktu enam bulan sesuai dengan dana KHfrl yang
berasal dari APBN 2005. Dalam penelitian ini KHN mengikutsertakan Masyarakat pemantau
Peradilan Indonesia (MaPPI FHUI) yang memiliki program Bernantauan atas kineria
Kejaksaan' Keterkaitan Sekretariat Negara dalarn penelitian ini dikarenai<an anggaran baEi
KHN secara administratif keuangan diperoleh dari Departemen Keuangan melalui Sekretariat
Negara.
Keluaran dari penelitian ini berupa rekornendasi yang konkit dan impternentatif denEan
harapan dapat berguna sebagai produk siap pakai. (ornisi Hukum irlasional dan Mappl FHUI
berharap hasil penelitian ini memberikan manfaat bagi lembaga Kejaksaan, serta bagi
pembangunan hukum yang sedang berlangsung di tanah ajr.
lakafta, Oktober 2005
Komisi Hukum Nasional
Republik trndonesia
I
t
4. I
I
t
I
t
,
)
I
l_.I
'-
/. I
i
DAFTAR NAMA PEfIIELITI
Penanggung lawab : suhadibroto, sH.
Peneliti Mujahid A. Latief, SH, MH.
' Asep Rahrnat Fajar, SH.
Meissy Sabardiah, SH.
Rosyada, SH.
Andri Gunawan Sumianb, Sl-{"
Theodora,Yuni Shah puter,i, SH.
Hasril Hertanto, SH
Agus Sahbaniu SH
{V
5. t
I
i
.i__
I
I
i
I
I
I
I
i
I
l.-
t
I
t-
. DAfTARISI
I
Kata Pengantar .,......-....
Daftar Nama Peneliti
Daftar Isi
ii
iv
v
I
i
l-
I
i
-
BAB
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
I: PENDAHULUAN
Latar Belakang
Permasalah an
:
t"tt"t'aaa laaaa aaaair.a{aa.aat.aaaa.a a.laa aataaaaaaaiaaaa
, -i
l-
!-
Tujuan dan Sasaran
Kerangka Konsepsional
Metode Fenelitian
ladwal Penelitian
Pelaksana
t
1
7
B
B
1,0
13
13
1"4
16
19
73
74
25
26
I
)
-
t-,
BA8 II: SISTEM PENGAWASAN DI ORGANISASI PEMER,INTAH
B. Jenis-jenis dan Eentuk-bentuk pengawasan
C. Proses Pengawasan
D. Pengawasan Dalarn Organisasi pemerintahan di Indsresia
1. Tujuan, Sasaran dan Ruang Lirqkupperqawasan i ..............
7. Bentuk-bentuk &ngawasan ........-.
Pengawasan Melekat
1) Tujuandan Sasaran Pengawasan Melekat Zg
2) R.uang Lingkup Fengawasan Mdekat 28
3) Prinsip-Prinsip PerEawasan M€{*at ....,.,.....................:............... Zg
4) Pelaksanaan FerEawasan t+lelekat ......j........... 29
5) Tindak lanjut dalam Pelaksanaan Poqqwasan Melekat .--................. 32
a) llndak lanjut yang bersifat preventif 32
b) lndak lanjut yang bersifat represif 32
Pengawasan Fungsional 37
a.
I
I b.
i'ui,,tF,Ffi. FHUI
V
:
6. i
.
t
E"
4) Tin(ak lanjut dalarn
c. Pengalryasa n Masyarakat
d. Pengawasan Legislatif
I
Pelaksanaan Pengawasan CunEsional
Penerapan Good Governance dalam
1. Pengertian Good Governance
.a.r.r...arrJrraa..an.... r...al a....
Sistem Pengawasan di Organisasi Pemerintahan
2. Prinsip-Prinsip C,ood @uernanc. ..............i.....
a" Prinsip Transparansi
b. Prinsip Akuntabilitas
c. Prinsip Paftisipatif
3. Pengawasan yang Transparan, Akuntabel dan Partisipatif
a. Pengawasan yang Transparan
b. Pengawasan yang Akuntabel
c" PenEawasa n yang Partisipatif
Kejaksaan Sebagai Suatu Organisasi
Sistem Pengawasan di Kejaksaan Saat Ini
1. Internal
a. Pengawasan Melekat
3) Aparat Penqawasan Me{gkat .....................
4) Tindak Lanjut
b. Pengawasan Fungsional
1) Tugas dan Fungsi
2) Mekanisrne Pengawasan Fun,gsipnal .....j................r.....r..r...,........
a) Pengawasan fungsional dari ,be,lakang meja (buril) ...i. ..*........,...
b) Pengawasan di rempat satuan Kerja (Inspeksi) !....
Tindak Lanjut
Pgmantauan . r. . r...... .. t r r..,.....,..... r.... i. r.. ..,. r. t.. r. . r
Susunan organisasi Apa rat Pengawasan Fungslonaf di
Kejaksaan
c. Eksaminasi
a a
'a
t t a a. a a t aa aa a a aa a aa aa aa a a. a aaa t t aa a r.r. aa a ta a a a a a.r a.
i
ra t a a t . taa ara r a i alra a aaa aa a a a a al a a.a a a a aa a a a a.
a aa aaa a aa aaa aaa a aa taaa taa a aa a ataaa aa a aa a a r a a aa a.ara. a
40
4L
42
43
43
44
46
47
49
50
5B
5r.
53
55
s5
57
57
60
6L
bl
6s
66
77
7?
v2
73
74
8.6
95
,98
108
109
BAB III: TIN]AUAN NORMATIF TERHADAP StrSTTM PENGAWASAN KE]AKSMN REPUBL{K
A.
B.
3)
4)
s)
VI
-t.
t,
1) Maksud, Tujuan dan Sasaran
7. L_
I
2) TimaEksaminasi ."-......or r r i........'.. r... r....r...t.. ri. t..:."... rrr....,i. r.............. ...
3) Pefaksanaan r.... ....... ' r..... r.r........,....i. a.... r................r.. ..
4) Tata Cara Pgnilaian .........r........r.......,.....r.n."..r..rr!.....r..t.r...r.....r..
5) Pelaporan
2. PenEawasan ekstra struktural............. .. 114
a. Penegakan Kode Etik Profesi Jaksa Melalui Komisi Efik persaja tt4
b. Majelis Kehormatan laksa ........."....-:... 1!.9
c. Peranan Komisi Kejaksaan Republik Indonesia. Ddam lule{akukan Fungsi
Pengawasan di Kejaksaan .-.."......:..........:,.:.r_....... t?z
C. Transparansi, Akuntabilitas dan Partisipasi dalam Sist€rn perEawasan
di Kejaksaan L26
126
128
129
131
132
136
136
138
140
r.42
L45
i.49
15S
150
15!.
B trV: ANALISIS DAN REKOMENDAStr
Landasan hukum
Mekanisrne Pengawasan
1. Transparansi sistem P0ngawasan di Kejaksaan
2. Akuntabilitas Kinerja Pengawasan di Kejaksaan
3. Partisipasi Sistem Pengawasan di Kejaksaan
1. Pengawasan Melekat
7" Pengawasan Fungsional
4. Tindak Lanjut dan Upaya Hukum
5. Pengawasan Ekstra Struktural
L. Kualitas SDM
7' Kuantitas SDM ..a.....t...r....................'.t.r..........r......,n.rr.......
IV: PENUTUP
Kesimpula n
Saran
It0
111
LI2
112
L55
15s
L56
ix
BA
A.
B.
C.
D
I
"J
rl
i{
L
_
i
L
I
L
Struktur Organisasi
Sumber Daya Manusia
3. Eudaya yang Menghambat Kinerja P.engawasan ......:............ 1Sz
E. Penerapan Prinsip Transparansi, Akuntabititas dan partisipasi .............. 153
rL
i
)lrl
I
i
i
BAB
A.
ts.
Daftar Pustaka
v{t
8. I
Daftar Narasumber ' "
LAMPIRAN
Rancangan Keputusan Jaksa Agung tentang Pembentukan Kelompok Kerja pembaharuan
Sistem Pengawasan Kejaksaan
I
viii
9. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kejaksaan adalah institusi yang mengemban tugas-tugas publik, terutama di tridang penegakan
hukurn pidana yaitu penyidikan perkara tertentu, penuntutan dan eksekusi putusan pengadilan
serta mewakili negara dan pemerintah dalam perkara perdata dan tata usaha neEarar. Di
samping itu Kejaksaan iuga dapat mewakili pub{ik {kepentingan umum) dalam perkara p",dab
tertentu rnisalnya: menuntut pernbubaran perseroan, menuntut pailit perseroan, rnenuntut
batalnya suatu perkawinan dan sebagainya. Tugas-tugas tersebut terejawantahkan sebagai
pelayanan Yang diberikan Kejaksaan kepada publk dalam bentuk perlindungan kepentingan
publik melalui penegakkan hukum.
Untuk dapat melayani publik dengan
pengorganisasian yang baik pu{a. Dalam
memiliki visi:
baik tentunya diperlukan sebuah pengaturan atau
hal ini Kejaksaan merupakan sebuah organisasi yang
Mewujudkan Kejaksaan sebagai penegak
independen dengan rneniunSung tinggi
Pancasila.2
hukurn yang rnelaksanakan tugasnya secara
HAM dalam negara hukum- berdasarkan
sementara misi yang dimiliki Kejaksaan adalah:
1' Menyatukan tata pikir, tata laku dan tata kerja dalam penegakan hukum2' optimalisasi pemberantasan KKN dan penuntasan pelanggara,n HAM
I Indonesia, ttndang-rJndang Tentaftg r,laksaan,uu i{o. 16, LN No. 67 Tahun 2004, TLN.filo. r*o1, pasd 3}.
r Perencanaan Strategik Kejaksaan RI tahun 2005.
10. I
3. Menyesuaikan sistem dan tata laksana pelayanan dan
mengingab norma keaEamaan, kesusilaan, ke,sopanan
keadilan dan nlai-nilai kemanusiaan dalam masyarakat.3
penegakan hukum dengan
dengan mernrerhtikan rasa
Untuk mencapai viSi dan misi tersebut, maka Kejaksaan
wewenangnya dengan berpegang pada fungsi-fungsi
(planning), peogorganisasian (organizing), pelaksanaan
{controllrng)
harus rnelaksanakan tugas dan
manajemen yakni perencanaan
{aqtuating) dan pengawasan
Secara umum pengawasan dalam linEkungan aparatur pemerintah bertujuan agar tercifianya
aparatur pernerintah yang bersih dan berwibawa yang didukung oleh suatu sistem manajemen
pemerintah yang berdaya guna dan berhasil guna serta ditunjang oleh partisipasi masyarakat
yang konstruktif dan tertib dalam wujud pengawasan masyarakat (kontrol sosial) yang obyektif,
sehat serta bertanggung jawab. selain itu, pengawasan juga bertujuan, agar terselenggaranya
tertib administrasi di lingkungan aparatur pmerintah, tumbuhnya disiplin kerja yang sehat dan
agar adanya kelugasan dalam melaksanakan fungsi atau kegiatan serta tumbuhnya budaya
malu dalam diri masing-masing aparat.a
Kejaksaan sebagai lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang
penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang memiliki sistem pengawasan
yang saat ini masih berpedoman pada ketentuan Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1991.
Ketentuan mengenai pengawasan dalam undang-undang ini kemudian diatur lebih lanjut dalam
Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 86 Tahun 1999 tentang organisasi dan Tata Kerja
Kejaksaan yang menegaskan unit pengawasan di Kejaksaan dipimpin oleh pejabat eselon I
yaitu Jaksa Agung Muda pengawasan.
Seianjutnya untuk melaksanakan Keppres ters*ut ditertitkan Keputusan Jaksa Agung (Kepja)
Nomor Kep-1158ff10/1999 tentang onqanisasi 'dan Tata Kerja Kejaksaan, Kepja Nomor Kep-
5o3lNlAltzl2000 tentang Keientuan Penyelenggaran Pengavtasan Kejaksaan, Kepja l{ornor
Kep-Soa/NJNlzlzo}o jo Kepja No. Kep-053/ A#r/03/2004 tentang Ketentuan Administrasi
Pengawasan Kejaksaan dan luklak No. aUN}2lzool tenbng Ketentuan-ketentuan
Penyelenggaraan pengawasan Kejaksaan RI.
I Perencanaan Strategik Kejaksaan RI tahun 2005.
{ victor M' situmorang;.Jusuf )uhir, Apek Hukum Pengawasan Melekat dalam t-irgkungan garafur pefirerinbh,
Rineka Cipta, Jakarta, 1998, hal. 26 - 27.
11. Eerdasarkan peraturan perundang-undangan yang disebutkan diatas, terdapat dua macarn
mekanisme pengawasin dalam linEkungan pemerintahan yang di dalamnya juga termasuk
lingkungan Kejaksaah Republik Indonesia yakni pengawasan
.
melekat dan pengawasan
fungsional. Pengawasan melekat dilaksanakan oleh pimpinan satuan kerja terhadap
bawahannya, sedangkan pengawasan fungsional dilaksanakan oleh aparat penEarasan
fungsionals.
:
secara garis besar yang menjadi ruang lingkup pengawasan medurut pasal 4 Kepja No. r€p_
5o3lAl)'Alt2l2000 terbagi menjadi dua yaitu yang menyangkut personal dan pelaksaan kerja
aparat laksa' Pertama, lingkup pengawasan personal sangat terkait erat dengan integritas
pegawai Kejaksaan, yang dapat dilihat melalui sikap, tutur kata dan perilaku Jaksa yang
tercakup dalam Kode Etik laksa yaitu Tata Krama Adhiyaksa, Doktrin Tri Krama Adhyaksa,
Pasal 11, Pasal 13 dan Pasal 15 UU No. 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan erta pasal 2 dan
Pasal 3 Peraturan Pemerintah (PP) No. 30 tahun 1980 tentang Disiplin FIys. Fengawasan
personal ini dilakukan baik secara melekat oleh atasan langsung maupun secara fungsional
melalui penanganan terhadap penyimpangan yang dilakukan oleh pegawai Kejaksaan6.
Ke(rsa, ssekts:rsre kela yarrg nren)atit perhatran pengawasan adalah kinerja dari Jaksa dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya. Pengawasan terhadap mekanisme kerja ini meliputi
pelaksanaan tugns-tugas satuan kerja yang dilakukan baik secara melekat oletr atasan langsung
maupun se€ara fungsional melalui pemeriksaan di belakang rneja atas surat-surat dari satuan
kerja meliputi kecepatan/ketepatan pengiriman laporan, inspeksi terhadap semua satuan kerja,
eksaminasi kasus sefta pemantauan.
Pengawasan penggunaan anggaran terkait erat dengan audit keuangan dalam jnstitusi
Kejaksaan' Pengawasan terhadap keuangan dilaksanakan oleh aparat pengawasan fungsional
Keiaksaan untuk melakukan pemeriksaan dan-menyusun laporan keuangan terhadap satuan-
satuan kerja di bidang pengeroraan keuangan, pedengkapin dan proyek pernbangunan,
melaksanakan penertiban dan memberikan petunjuk tertulis atas temuan penyimpangan,
memeriksa laporan pengaduan penyalahgunaan wewenang atau jabatan dibidang pengelolaan
5
Lihat: Instruksi Presiden No. 15 tahun l9B3 tentang Pedoman pelaksanaan pengawasan tarEgal 4 oktober1983 dan Instruksi Presiden,N_o. l tahun 1989
t""t""g 1*gryF"k ";;;dwasan Merekat tanggat iO i,taret1989' Keputusan Jaksa Ag-ung No: xep - sor/M.r/l2/ .2000 i*Gng x"i"iiran-Ketentuan penyerengrgaraan
Pelaksanaan Pengawasan Kejaksaan Repubrik Indoneda tanggar 5 Desember 2000.
6
Kepja No: Kep - 503/Ay'J.A/1212000, pasat 5
12. keuangan serta melaksanakan pernantauan terhadap tindak lanjut petunjuk penertiban dan
perbaikan yang telah disarnpaikan 7.
Pengaturan penga^fiasaR dalam Kepp'es serta seluruh
undang-undang Kejaksaa n yang lama yaitu uu No.
digantikan dengan UU No. 16 tahun 2004.
Kepja di atas diterbitkan berdasarkan
5 tahun 1991 yang saat ini sudah
Bentuk pengawasan di Kejaksaan rnengacu pada bentuk pengiwasan secara umum, tidak
tampak adanya pora pengawasan khusus bagi Kejaksaan sebagai suatu rernbaga yang
mempunyai identitas spesifik. Lebih lanjut berbagai penindakan yang dilakukan dalam rangka
pengawasan pada akhirnya mengacu pada satu ketentuan yang sarna dengan penindakan atas
Pegawai Negeri sipil (PP No. 30 tahun 1980 tentang Disiplin pNS). Hal ini tentunya tidak sejalan
dengan tugas, fungsi, visi dan misi Kejaksaan yang memiliki karakteristik khusus sebagai
professional legal organization. walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa aparat Keiaksaan pada
prinsipnya mengemban dua tugas penting, yaitu sebagai bagian dari Korps Kejaksaan dan
Korps Pegawai Negeri sipir. sehingga dibutuhkan sistem pengawasan yang marnpu
mengakomodir kedua fungsi tersebut.
Aparat pengawasan fungsional Kejaksaan yang dikoordinir oleh Jaksa Agung Muda pengawasan
dan dilaksanakan oleh berbagai aparat di bawahnya memiliki peranan yang sangat penting
dalam proses pengawasan di internal Kejaksaan. Namun alur proses pemeriksaan yang terlalu
panjang dan memakan waktu yang cukup laitra seringkalii menghambat efeKifitas dari
pengawasan itu sendiri. Hal ini misalnya terlihat dari begitu banyaknya jenjang ahu tahapan
pemeriksaan yang harus dilewati sampai dikenakannya sanksi atas suatu penyimpangan yang
diduga dilakukan oleh seorang Jaksa.
Tidak sedikit laporan pengaduan masyarakat yang belum di selesaikan setiap tahunnya
ditambah dengan raporan-raporan yang ma$k menambah ibeban pekerjaan bagi aparat
pengawasan fungsional khususnya di Kejaksaan Agur6. t{al ini mengakibatkan rnasyarakat
tidak melihat adanya suatu upaya yang serius dari aparat Kejaksaan dalarn melakukan
penindakan.
nepuoriiXffi#:il;:Hi#r:",
No: rGp - trstN).Nrolleee tentans strunan orsanisasi dan rara Kerja Kejaksaan
13. i
Pengawasan di Kejaksaan dipimpin oleh pejabateselon I yaitu Jaksa Agung Muda pengawasan
yang dibantu oleh
,.iekretaris
Jaka Agung Muda pengawasn dan lirna Inspl(ur yang
menangani bidang Kepegawaian dan TuEas umum; Keuangarl, pedengkapan dan proyek
Pembangunan; IntElijen; Tindak Pidana umum dan Tindak pidana Khusus, perdata dan Tata
Usaha Negaras. Untuk setiap Kejaksaan Tinggi terdapat Asisten perEawasan yang
melaksanakan pengawasan atas tugas semua unsur Kejak*an, baik pada Kejatsaan Tinggi
maupun Kejaksaan Negeri di daerah hukum Kejaksaan Tinggi yang bersangkutane. sedangkan
dalam susunan organisasi Kejaksaan Negeri terdapat pemeritsa yang mempunyai tugas
melakukan pengawasan terhadap pelaksana r€ncana dan program kerja semua unsur
Kejaksaan di wilayah hukum Kejaksaan Negeri yang bersangkutanlo. unit-unit pengawasan
Kejaksaan di atas adalah pelaksana pengawasn dari dalam institusi atau pengawasan yang
bersifat internal.
Lebih laniut sistem pengawasan yang ada di tubuh institusi Kejaksaan hingga saat ini masih
tertutup' Hal ini dikhawatirkan akan mengurangi kepercayaan publik yang telah memberikan
kuasa kepada institusi ini dalam hal penegakan hukum. Sebagaimana teiah disebutkan di atas
bahwa Kejaksaan merupakan institusi publi( maka dapat dikatakan publik berhak pula untuk
turut serta mengawasinya sehingga sistern pengawasannya menjadi lebih terbuka yang pada
a kh irnya akan meningkatka n akuntabiritas pubrik terhadap Kejaksaa n.
suatu institusi publik dituntut untuk melaksanakan tanggung jawab yang diembannya
berdasarkan undang-undang secara profesional dan akuntabel. l-lal ini terkait dengan beberapa
peraturan perundangan yang telah menberikan landasan untuk penyelenggaraan pelayanan
publik, salah satunya adalah Pasal 3 uU No.28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan Negara
yang Bersih dari l(orupsi, Kolusi dan Nepotisme. Dalam undang-Undang tersebut diatur
beberapa asas urnurn pemerintahan yang baik diantaranya asas keterbukaan, profesionalitas,
dan asas akuntabilitas
i
sudah sepatutnya Keja.ksaan sebagai sarah satu komponen penyerenggara negara yang
menjalankan fungsi eksekutif menerapkan asas-asas tersebut di atas da{am setiap
penyelenggaraan penegakan hukum yang menjadi lingkup tugasnya. Apabila asas-asas di atas
I Kepja No: Kep - I l5/lr/10/1999 tentang organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Repubtik lndonesia, pasal 364.
e
lbid., pasat 503 jo. pasal 589.
to
lbrd., Pasat 628 jo. pasal 650 jo. pasal 653 jo. pasal 575.
:'i.
I
14. sudah terpenuhi oleh Kejaksaan maka akses publik terhadap lerfrbaga ini dengan sendirinya
akan mudah tercapai-dan selanjutnya tentu akan meningkatkan kepercayaan dan kredibilltas
Kejakaan di mata masyarakat. Sayangnya sampai saat ini l(ejaksapn dinilai masih ffiutup dan
kura ng ta n ggap tertiadap pela ksan aan asas -asas tersebut.
Publik pada prinsipnya berhak untuk memiliki akses atas penyelenggaran peradilan termasuk
penegakan hukum yang dilakukan oleh Kejaksaan. Hal ini merupakan salah satu bentuk upaya
social control dalam rangka menciptakan penegak hukurn yang'bersih dan berwibawa sefta
meminimalisir praktek KKN maupun penyimpangan lain yang dilakukan oknum penegak hukum.
Terlebih lagi PP No. 68 tahun 1999 tentang Tata Cara Pelaksanaan peran Sefta Masyarakat
Dalam Penyelenggaraan Negara yang merupakan aturan pelaksana dari UU No. 2g tahun lggg
mengatur lebih rinci mengenai peluang bagi masyarakat untuk ikut mewujudkan
penyelenggaraan negara yang bersihll. Perafuran pemerintah ini selanjutnya memberikan
berbagai hak bagi masyarakat di antaranya:12
hak mencari, memperoleh, dan memberikan informasi tentang penyelenggaraan
negara;
hak untuk memperoleh perayanan yang
'"ma
dan adir dari penyerenggara negara;
hak menyarnpaikan saran dan pendapat secara oertanggung ja-wat te*aaap
kebijakan Penyelenggara Negara; dan
hak memperoleh perlindungan hukum dalam hal :
1) melaksanakan haknya sebagairnana dimaksud daram huruf a, b, dan c;
2) diminta hadir dalam proses penyelidikan, penyidikan, dan di sidang pengadi{an
sebagai saksi pelapor, saksi; dan saksi ahli, sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
l-lak-hak sebagaimana dirnaksud di atas tentunya dilaksanakan secara bertangqung jawab
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bedaku dengan menaati norma
agama dan norma sosial lainnya.t3 Lebih lanjut Kejaksaan sebagai penyelenggara Negara
selayaknya terbuka dalam memberikan akses kepada masyarakat mengenai pelaksanaan tugas
dan fungsinya dengan tetap memperhatikan ketentuan peraturan perundang_undangan.
Fungsi pengawasan yang memegang peranan penting dalam pencapaian tujuan dari (ejaksaan
dirasakan belum mampu meningkatkan kinerja atau setidak-tidaknya mernenuhi harapan dan
kebutuhan masyarakat saat ini. Berbagai permasalahan yang sering dikemukakan rnasyarakat
rr PP No. 68 tahun 1999 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat, pasal B Ayat(l).
tz
lbid, pasal.2 ayat ( l).
tt lbid,pasal 2 ayat (2)
a.
b.
C.
d.
15. antara lain adalah minimnya upaya Kejaksaan dalam meningkatkan Fngawasan pada kiner.ja
laksa di lapangan, turangnya respon Kejaksaan atas pengaduan/aporan masyarakat, prosedur
pemeriksaan Jaksa 'bermasalah' yang tertutup, hingga minimnya. akses masyarakat terhadap
pengawasa n di Kejaksaan
Dengan pemaparan di atas maka diperlukan sistern pengav{asan Kejaksaan yang lebih
berkembang agar lebih transparan dan akuntabel. Pengembangannya sendiri harus mencakup
segi peraturan dan segi pelaksanaan agar sistem pengawasan yang diharapkan dapat berjalan
efektif dan tidak hanya sebatas wacana saja. Penelitian ini akan merurnuskan suatu sistem
pengawasan Kejaksaan yang transparan, akuntabel dan sesuai dengan karakteristk khr-lsus
Kejaksaan melalui penjabaran dari ketentuan undang-undang Kejaksaan, visi dan rnisi
Kejaksaan, doktrin, kode etik Jaksa, sumpah jabatan dan prinsip-prinsip tata pemerintah yang
baik (good governance) serta peraturan perundang-undangan yang berlakr:.
B. Permasalahan
Sistem pengawasan yang berlaku di Kejaksaan masih bersifat internal dan tertutup, belum
menggambarkan adanya transparansi, partisipasi dan akuntabilitas publik. Sistem pengawasan
tersebut juga belum optimal dalam nrenjaga dan meningkatkan kinerja lembaga Kejaksaan dan
kinerja laksa. (Xeh karena itu beberapa permasalahan yang perlu dikaji lebih jauh ada{ah:
Sagaimanakah sistem pengawasan yang berlaku di lGjalaaan saat ini; dan apakah sistem
tersebut sudah memenuhi kebutuhan Kejaksaan serta harapan rnasyarakat?
Eagaimana menyernpurnakan atau melakukan pernbaharuan terhadap sistem pengawasan
yang ada rehingga tercipta sistem peilgawasan yang efe*tif, tranpNan dan akuntabel
seaa terjaminnya sistem tersebut dalam harmonisasi dengan sistem lain yarq berlaku di
Kejaksaan ?
1.
2.
,J
16. C. Tujuan Dan Sasararl r
Tujuan:
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah: ,
1' Untuk mengetahui peraturan perundang-undangan yanE menEatur mengenai sistern
2' Untuk rnelakukan evaluasi terhadap sistem pengawasan yang berlaku saat ini;
3' Untuk menyempurnakan sistem pengawasan yang ada agar mernenuhi kebutuhan nyata;
dan
4' sistem baru tersebut terpadu dengan sitem lain yang berlaku dalam lembaga Kejaksaan
sehingga berdaya guna optimal.
, Sasaran:
Sasaran dari penelitian ini adalah suatu rekomendasi yang dituangkan dalam bentuk konsep
Keputusan Jaksa Agung tentang pembaharuan sistem pengawasan Kejaksaan.
D. Kerangka Konsepsional
Untuk mempermudah penullsan dan memahami isi penelitian, berikut ini dijaba.rkan definisi dari
beberapa istilah yang akan sering digunakan, yaitu:
I
1. Pengawasan
Kegiatan berupa pengarnatan, penelitian, pengujian, penilaian, pemberian birnbingan dan
penertiban, serta pengusutan, pemeriksaan, penindakan dan pemantauan terhadap
pelaksanaan tugas semua unsur Kejakaan serta sikap, ffilaku,dan tutur kata pegawai
Kejaksaan sesuai dengan peraturan perundang-undagan,. r6ncana lerja dan program ker.ja
serta kebuakan yang ditetapkan oreh laksa Agung Repubrik Indonesia.la
2. Pengawasan Melekat
Serangkaian kegiatan
.
yang bersifat sebagai pengendalian yang terus rnenerus,
dilakukan oleh atasan langsung terhadap uawatrannya, secara iierentir atau represif
^ . ..."-*9rj" No: Kep - 5o3lN).NL2t2000 tentang Ketentuan-ketentuan penyelenggaraan peng6wasan (ejaksaan
Republik Indonesia.
17. I
agar pelaksanaan t{rgas bawahan tersebut terjalan s(bra €fektif dan efisien sesuai
dengan rencana kegiatan dan peraturan perunuinE-undangan yang bed*'.rs
,.
Pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawasan secara
pemerintah maupun ekstern pernerintah, yasg dilaksdnakan
tugas umum pernerintahan dan pembangfuna-n agar sesua i
peraturan perundang-undangan yang berlaku. rs i
4. Pengawasan masyarakat
fungsional baik intern
terhadap pelaksanaan
dengan rencana dan
Pengawasan yang dilakukan oleh warga masyarakat yang disarnpaikan secara lisan
atau tertuiis kepada aparatur pemeriniah vun's o"rk"p"nilng*n, berupa zumbanganpikiran. saran, gagasan atau keruhan/ pnEuJrrn vuns_Loifut rnembangun yang
disampaikan baik secara langsung maupun *Elrhi media.iT-
5. Jaksa
Pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai
penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah mernperoleh kekuatan
hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang_undang.r8
6. Transparansi
Prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk nrernperoleh
informasi tgntang penyelenggaraan penrerintahan,-yakni inr"r.-,"ii ientano kebiiakan-
prores pembuatan dan pelaksanaannya, serta hasiidasil yang Ai*Oui.f;--
Bersifat terbuka dalarn Fenyelenggaraan penrerintahan di etiao tahap pengarntrilan
keputusan dapat ditengarai denEan derajat aksesiQiritas pubrik terhfo; #;;;i
,","*",, ailf,ffl
Presiden Republik Indonesia Nomor I Tahun 1989 tentang pedoman peraksanaan pengawasan
to
lbid.
tt lbid.
,.
tt opcit', lJndang-undang Tentang Kejd<saan, w $lo. 16, rN f{o. 67 Tahun 2004, Tl-N }ro. 4{01, pasal I Angka
re
Loina Lalolo frrina P, Indikabr dan Alat l]lrur Pn'n-sip Akun:tabilitas, Transpararsi dan pattisipasi,sekretariat
Good Public Governance Badan Per€ncanaan Pembangunan Nasional Jaka.ta - Agustus 2003, hal. 14
I
18. terkait dengan suatu &sijakan publik. Setiap kebrlakan pubtik teryrmsuk kebijakan
alokasi anggaran, petraksanaannya maup{Jn hasil-hasilnya mutlak trarus A*nformait<an
keogla.publik atau dapat djakses oleh publik sderqkap-tengkapnya melalui berbagai
media dan forum untuk mendapat respon.?o
7. Akuntabilitas
Prof Mlriam Budiardjo mendefinisilran akuntabi{itas sebagqi..rertanggungjawaban pihak
yang diberi mandat untuk mernerintah kepada rnur*[a' vung mjrnbuii rnandat itu.,,
Akuntabilitas berrnakna pertanggurqiawaban dengan mencrptikan [nga*u*n merarui
distribusi kekuasaan pada berbagai rembaga pernerintah sehingga menE*angi
penumpukkan kekuasaan sekallgus rnenciptakan kondisi saling mengawasi(checks and
balances system).21
E. Metode Penelitian
1. Desain
Penelitian ini bersifat eksplanatoris. sedangkan metode yang digunakan adalah metode
penelitian normatif dan empiris. Penelitian normatif ditujukan untuk menguapgt,kan data
sekunder melalui:
a' Bahan primer; meliputi peraturan perundang-undangan antara lain uu No. 16 tatrun 2004
tentang Kejaksaan Republik Indonesia, Keppres No. 86 Tahun 1999 tentang g.sunan
organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Repurblik Indonesia, Kepja No. t(ep-115/l.A/10/1ggg
tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia dan Kepja No.
Kep-503/A/lA/12/2000 tentang Ketentuan penyelenggaran Fengawasan Kejaksaan.
b.' Eahan sekunder; bahan pustaka yang ber*aitan dengan objek penelkian.
c. Bahan tersier; bibliografi, kamus, dan bahan penunjar€ lainnya.
'o Eadan Pererrcanaan Pen*angunan Nasional, noEkat Penahaman Apara&tr kmerintah ruhadap fuinsp-
ffi:{'n
Pemerintahan yang hik, sekretariat Pengembangan proti,e*a-ari***, }akarta, oesemLer 2662,
^
2r-Miriam
Eudiarjo, Metggapdi Ked&jtatan untuk flakyat,tlizan, Eandung, zso sebagaimana dikutip oleh Lalo,loKrina P, Indikator dan Atat ukur Prinsip Ak&tabilitas, Triltwafinsi dan paftisipasi, sekretariat Good public Govema*eBadan Perencanaan pembangunan Nasional Jakarta - Agustus 2003, hal. g
10
19. 2. Daerah Penelitian Lapangan dan Responden r
,.
Penelitian lapangan dilakukan untuk memperoleh datadata primer yang akurat mengenai
mekanisme pengawasan seperti apa yang diperlukan bagi lembaga tGja{aaan. penelitian
lapangan dilaksanakan di lima kota di Indonesia, yaitu di Jakarta, Manado, Denpasar, padang
dan Banjarmasin. Adapun kota-kota tersebut dipilih karena mewakili tiga wilayah di Indonesia,
yaitu Indonesia Barat, Timur dan Tengah, dan juga didasarkan pada tingginya junrrah dan
kompleksitas perkara yang ditanEanioreh masing-masing Ke1'aksaan di setiap kda.
studi banding dilaksanakan di dua negara ASEAN yaitu Filipina dan Thailand, alasan kami
memilih kedua negara itu adatah kesarnaan kultur sosial dan budaya serta situasi politik dengan
Indonesia, sehingga karni tidak memilih negara maju seperti Amerika, Inggris, Bdanda ata*rpun
negara maiu yang lain sebagai tempat untuk melakukan studi banding karena tingkat
perbedaan kultur sosial budaya serta situasi politik yang tedalu jauh dengan Indonesia. Narnun,
kami mernasukkan beberapa data sekunder dari negara-negara maju temebut sebagai bahan
perbandingan dalam penelitian ini.
Responden berasal dari berbagai kalangan dan mayoritas berasal dari berbagni kalangan antara
lain akademisi, Kejaksaan, praktisi hukum dan aktivis Lembaga swadaya Masyarakat di bidang
hukum' Jumlah responden yang kami harapkan dari kalangan akademisi, hakim, pengacara dan
publik sebanyak 5 orang untuk masing-masing kategori di tiap-tipp kota. untuk responden yang
berasal dari Kejaksaan 20 orang dari setiap kota, kecuali untuk koh ganJarmasin dirnana karni
tidak mendapatkan data sama sekali.
luinlah responden yang kami harapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
lumlah R
Eaniarmasin
Akademisi
Hakim
Masyarakat
Praktisi/Penq acara
lumlah
11
J
20. Adapun jurnlah responden yang kami dapatkan dalam penelitian iniradalah sebagaiberikut:
Profesi lurnlah Responden
Baniarmasin
Akademisi
Masyarakat
Praktisi/Penq acara
lumlah
Sedangkan yang dipilih sebagai nara sumber adalah para pakar dan ahli
lembaga Kejaksaan dan sistem pengawasan. Pakar dan ahli tersebut
akademisi dan laksa.
yang ber,kai,tan dengan
berasal dari kalangan
3. Alat dan Teknik pengumpulan Data
Alat dan teknik pengurnptrlan data yang digunakan adalah berupa studi literatur dan studi
lapangan. Studi literatur digunakan untuk mengumpulkan dan menganal6is bahan-bahan
hukum, baik bahan hukum prinrer atau bahan hukum sekunder. Sedangkan studi lapangan
digunakan untuk mengumpulkan data berupa pendapat dar,i masyarakat hukum dan non hukum
mengenai sistern rekutnren di Kejaksaan ini. studi lapangan dilakukan dengan cara:
a. Wawancara mendalam (indepth interuiew) !
Metode ini bertujuan untuk menangkap pendapat dan pernikiran para ahli yang menjadi
narasumber dalarn penelitian ini. Instru.men yang dlgunakan da{am wawancara merucalam
ini adalah @ornan wavYancara {interubwguidetines) dimana instrumen terebut disusun
' dengan mengacu pada masalah yang akan dikaji.
b. Kuesioner
Metode yang dipakai dalam penyebaran kuesioner ini adalah metode gtpsiue. Ealarn
metode ini responden dipilih secara sengaja dan sesuai dengan kriteria responden
penelitian yang telah ditentukan sebelumnya, serta memiiiki kaitan dengan objek
penelitian.
c. Focus Group Discussion
Focus Group Discussion (FGD) dilakukan sebanyak dua kali dimana peneliti tidak akan
mempengaruhi pendapat dan sikap peserta diskusi. Semua hasil diskusi dicatavdirekam
untuk digunakan dalam menjawab permasalahan penelitian.
l
L2
21. .l
lr
'iI
t"t.
I
,i 4
:
I
, 4. Analisis Data
t--
: Hasil penelitian lapangan akan diana&sis Eecara *uatltatif dengan ca(a rnelalqd€n
penggabungan dab hasil studi literatur dan studi {apaqan. **" L,*o* k€mudiao did* tut
i dicari keterkaitan serta hubungannya antara satu derEnn yarg lainnya, sehirryga d*perdeh hasd
, - yan! sesuai dengan tujuan penelitian. i
F. Jadwal
Penelitian akan dilakukan mulai pada minggu pertama brdan Februari 2005 dan berakhir pada
bulan Oktober 2005.
G. Pelaksana
Penelitian ini dilakukan secara swakelola dengan melibatkan tim pefteliti yang terdiri dari empat
orang peneliti, dua orang asisten peneliti, dua orang staf admini$rasi, dan naras,rnber.
t_
t_
t.
I
It
,lL-
:
hL
I
t_
I
I
t-
I
rl
rl
{
)l
Lt-
)
li
rl
'
t
13
.i
,i
,l
,l
22. BAB II
SISTEM PENGAWASAN DI ORGAI{ISASI PEMERINTAH
sebelum memaparkan sistem pengawasan di Kejaksaan, kiranya periu dijelaskan ter.Nebih
dahulu mengenai sistem pengawasan di orEanisasi pemerintah secara urnurn. Hal yang menjadi
dasar dari urutan ini adalah karena Kejaksaan merupakan bagian dari pemerintah dan bahwa
sistem pengawasan di organisasi pemerintah rnerupakan pola yang s€ragam da{arn sistenr
pengawasan di seluruh instansi pemerintahan lainnya.
Dengan demikian akan tergambar bagaimana sistem perEawasan di organisasi pernerintah dan
efektifitasnya' Kemudian akan diketahui bagaimana sistem tersebut diadopsi oieh organisasi
pernerintah tertentu sererti Kejaksaan, apakah ada kesesuaian dan nilai lebih maupun kurang
dari penerapan pola sistem pengawasan tersebut. Sehingga model yang digunakan dalam
sistematika penulisa n ini berbentuk ..pira
mida terbalik,,.
sistematika penulisan ini iuga berhubungan dengan dua peran yang diemban oleh Jaksa yang
juga berstatus sebagai Pegawai Negeri sipil {PNS), sehingga nrengakibatkan Kejaksaan dalam
menempkan peraturan bagi para Jaksa tidak dapat terlepas dari ketertuan-ketentuan pNS.
untuk itu' akan lebih mudah unfuk rnemaharni ketentuan-ketentuan per€awasan dalam intemal
Kejaksaan jika ada pemahaman terlebih dahulu mengenai ketentuan-ketentuan induknya, yaitu
mengenai PNS. i
Mengawali tulisan rnengenai sistern pengawasan di organisasi pemorintah tentunya tidak lepas
dari perspektif ilmu manajemen. Sahwa untuk mencapai tujuan dengan mewujudkan visi dan
misinya' setiap organisasi membutuhkan suatu sistem pengelo,laan organisasi yang baik atau
yang lebih dikenal dengan istilah "rnanajemen". Ilmu manaiernen berkembang seirirl,g dengan
kondisi hubungan antar rnanusia yang semakin kompreks. sarah satu tonErgak pentirE
mengenai ilrnu ini adalah ketika pada tahun 1911 seorang insinyurpertarnbanganasalAmerika
i.4
23. bernama Frederick winslow Taylor membagikan pengalamannyb kepada publik nrerErenai
manajemen dengan,, meluncurkan tulisannya yang berjudul 7he princifies of 'kientifrc
Management atau yang dikenat sebagai prinsip-finsip Manajemen lrmiah. &nEan
dipublika$kannya tuiisan Taylor tersebut dimulailah tonggak sejara,h era ilentifc r1anageren4
atau manajernen hrbasis ilmiah.
I
Pada tahun 1916 seorang berkebangsaan Perancis, yang juga bekgrja di bidang pertambangan,
Henri Fayol, mengadakan penelitian mengenai sifat manaiemen dan administrasi berdasarkan
pengalarnan perusahaan pertambangannya. Fayol menyatukan berbagni ffisip organisasi,
manajemen serta metode, ukuran dan penyederhanaan kerja (teori raylor) untuk men@ai
efesiensi' Baik Fayol dan Taylor berpendapat bahwa prinsip-prinsip yang ada di seluruh
organisasi, dengan tujuan menjalankan administrasi yang efisien, dapat diimplementasikan.
Penegasan ini melarnbangkan pendekatan one best wayterhildap pemikiran rnanajemen.z2
Lima fungsi manajemen juga dikemukakan oleh Fayol dan masih relevan untuk didiskusikan
hingga saat ini terdiri dari:
1. Planning.
2. Arganizing.
3. Command.
4. bordinatrng.
5. Controlling.
Ahli manajemen lain yakni George Terry memperkenalkan rumus poAC, yaitlr plannirg,
Organizing, Actuating, dan hntralting. Sernenta{a itu Siegel me.miliki rumusan fungsi
manajernen yang lebih singkat yaitu PoC sebagai sinEl<ahn dan ptannirg, organizing, dan
controlling'z3 Masih banyak lagi ahli manajernen yahg rnerurnuskan fungsi-fungsi nranajenror.
Namun terdapat kesamaan di antara mereka, bahwa fungsi perencanaan selalu disebutkan
terdepan dan fungsi pengawasan berada pada urutan terakhir.
Fayal (1541-tg2|) principtes of {tlandgen*rthsp:/u4ryw.biulet"lqu&:fuslcrilbalElcomoetence/favot.htrnt. diakses pada t"nss.i-5s Maret 2{[5
2r
sofyan syafri Harahap. sistem Pengawasan Manajemen (Manag€fiEnt f-ortrol sysern), pu$aka
euanann,lakarta 20O4, hal. 5.
15
24. Meskipun selalu terletak pada urutan terakhir bukan berarti fungsi pengawasan berperan ketika
suatu organisasi telah melaksanakan seluruh fungsi lainnya. ftrngsi pengawasan sebenarnya
dapat berjalan bersamaan dengan funEsi lain. Sebagai contoh ketika organisasi rnelaksanakan
fungsi perencanaantalam bentuk program kerja, fungsi pengawasan berperan untuk menjaEa
agar perencanaan olganisasi tersebut tetap dalam jatur untuk mencapai tujuan, visi dan
misinya. Peletakan fungsi pengawasan di belakang bukan berprti memisahkannya dengan
fungsi yang lain, namun untuk memudahkan ketika menganalisa dan memahami sistern
manajemen itu sendiri.
Argumen lain yang dapat dikemukakan mengenai hal tersebut adalah
pengawasan bertujuan untuk menjarnin agar setiap yang direncanakan
dapat tei'capai tanpa adanya penyimpangan yang akan menjauhkan
tujuan, visi dan misi yang hendak dicapai suatu organisasi.
bahwa pada umumnya
dan yang di{aksanakan
dari proses pencapaian
Dalam penelitian ini yang menjadi penekanan adalah fungsi pengawasan. Untuk itu pada bagian
ini yang akan dikemukakan adalah tinjauan mengenai pengawasan yang dilihat dari itmu
manajemen dan dari perspektif pemerintahan yang ada di Indonesia.
A. Pengertian Pengawasan
sebagai salah seorang perintis ilmu manajemen Fayol memberikan pengertian:
Control consi* in verifying whether ercrything occurs in conformity w{th the ptan
adqted, the instruction issued and principles esau*rua. ft has objetiue to wint ant
vveaknesss and enors in order to rectify then and prevent rsur*iu.il
Pengawasan mencakup upaya mefileriksa apakah se{mua terjadi sesuai derqan renclna
y_ang ditetapkan, perintah yang dikeluarkan, dan prinsip yarE alnut. .Iuga
dimaksudkan untuk 'mengetahui kehmahan dan kesalahan agar'-dapat OitrinaJri
kejadiannya di kemudian hari. (terjemahan ohh sofuan'spfrr xaraiap)
Sujamto dalam bukunya yang berjudul Beberapa Pengertian di Bidang pengawasan
mendefinisikan pengawasan sebagai segala usaha dan kegiatan untuk mengetahuidan menilai
kenyataan yang sebenarnya In€ngenai pelaksanaan tugas atau kegiatan apakah sesuai depgan
2' Henri Fayol, Genenl principles of Managemen{
Theary, Penguin Books, Middlese x, Lg7 i.
19'19, sebaEaimana dikutip oleh D.s. pugh, organintion
l
!.6
25. yang sernestinya atau tidak.2s pengertian ini
definisi pengawasan
lerl
berbagai ahli seperti
Definisi lain tentang pengawasan dikemukakan oleh
mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan terlaksana
dan atau hasil yang dikehendaki.2T
I
,
disimpulkan oleh stljarnto setelah menguraikan
siagian, soekarno K., sa{woto dan il{anullang.
Sanruoto sebagai kegiatan manajer yang
sesuai dengan rencana yang ditetapkan
siagian memberikari definisi pengawasan sebagai p'oses pengarnatan daripada pe{aksanaan
seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar supaya sernua pekerjaan yang sedang
dilaksanakan berjalan sesuai dengan rencrna yang telah ditentul<an sebelurnnya.26
Kemudian batasan lain tentang pengawasan diberikan
yang menentukan tentang apa yang harus dikerjakan,
denga n rencana. 28
oleh Soekarno K. yakni suatu proses
agar apa yang di'selenggarakan seja{an
Menurut sujamto. meskipun dari definisi yang disampaikan oleh siagian, sarwoto dan soekarno
K' terdapat perbedaan pada bagian awalnya narnun pada bagian akhirnya tidak terdapat
perbedaan yang mendasar yakni definisi yang aktif yanE rnengandurq unsuln€ngarahkan atau
mengendalikan.
sedangkan Manullang mengumpulkan pendapat-pendapat dari beberapa penulis asing tentang
arti pengawasan yang di antaranya tidak sepenuhnya merupakSn suatu definisi, narnun lebih
menekankan pada tujuan pengawasan.ze Pendapat-pendapat yarq dikumpulkan tersebut salah
satunya adalah pendapat dari Henri Fayol sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya di atas.
Selain itu pendapat yang dikumpulkan adalah:
George R. Terry: bntrol is to determine auhat is acamplishd, evaluate it, and apflycorrective n?easuret if neded to insure result 'in i$klg-.with the ptan.
E sujamto, fuberapa Pengeftian di Eidang Pengawasan,Ghaliatndonesia, Jakafta, 1gg6, hal.20.
26
siagian, Fitsafat
ldfinistrasi, GuLrry Agung, Jakarta, 1970, hal. 107 sebagaimana dikr.frip oleh sujarnto,Eeberapa Pengettian di gidang pengawasan, crratia tioonesia, Jakarta, rgm, t.r. rq-.-
27
sanaroto, Dasar-daa1 oro11*asi
111 l"lanaiemen,Ghalia Inconesia, Jakafta, l9gl, hat. g3 sebagairnanadikutip oleh sujamto, bberapa Pengiftian di Eidmg Petgawasan, Ghalialndonesia, lakarta, 19g6, hal, 15.
2t
soekamo K', Dasardasar Management Mi$var,- Jaka.rta, 1!)58, hal. 107 sebageimana dkutip oleh sujamto,Eeberapa kngertian di Bidang pengawasari charia'rnaoneJii, :aiiia,-igde,ti ir]
2e
Manullang, Dasar-dasar Managemen, Ghalia Indonesia, Jakarta, L9Zl, hal.136 sebagairnana dikutip olehsujamto, Beberapa pengeftbn di Bidang e6rgr*it r, Graria rnaonesiilitrt",'idd, h"r. rz.
L7
26. (Pengawasan adalah untuk rnenentulsn apa yang tdah dicapai, nrengadakan
evaluasi atalnya, dan mengarnbil tindakan-tindakan korektif, bila diper{ukan untuk
menjamin qlar hasilnya sesuai dengan rencrna - terjemahan oldr sujamto)
Newman:.confrol is assuranre thdtN{E perfarmance coizrorm to ptan. (pengawasan
adalah suatu usaha untuk menjamin aEar pelaksanaan sezuai dengan rencana -teqemahan oleh Sujamto).
Serdasarkan ketiga pendapat tersebut Manullang menyimpulkan definisi tenlang pengawasan
sebagai suatu proses untuk menetapkan pekerjaan apa yang sudah dih*sanakan, menilainya
dan mengoreksi bila pedu dengan maksud supaya pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan
rencana semula.30
Pengertian terhadap pengawasafl begitu banyak diberikan oleh para ahli manajemen. l-tal ini
disebabkan oleh pengertian yang beragam mengenai istrtah contrat sebagai salah satu fungsi
manajemen yang dicetuskan oleh Fayol. Ada yang rnengartikannya sebagai pngendalian, ada
pula yang mengartikannya sebagai pengawasan. Selain itu terdapat beberapa pendekatan yang
dilakukan untuk mernahami sistem pengawasan yakni pendekatan klasik, struktural, kekuasaan,
perilaku, sistem dan holistik3r. Alasan lain mengapa begitu banyaknya pengertian rnengenai
pengawasan adalah karena tinjauan yang dilakukan berdasarkan disiplin dan kebutuhan
masing-masing bidang baik ekonomi, sosial maupun pemerintahan.
Namun jika dikembalikan pada pembagian fungsi yang dikemukakan oleh fayol di atas,
Controllingyang dimaksud tidak hanya bermakna pengawasan semata. funtrottitgdapat berarti
pengendalian yang rnerniliki makna berbeda dengan Fngawasan. Telaah dari sisi bahasa
Indonesia menunjukkan bahwa makna pengendalian lebih luas kefimbang pengawasan,
meskipun dari berbagai literatur manajemen berbahasa Inggris tidak nrernhdakan kduanya
dan tercakup dalam istilah Controlling.
i
Pengendali dalam nrelakukan pengendalian merniliki kerrrcnangan yang lebih berdaya terhadap
yang dikendalikan jika dibandingkan dengan kewenangan pengawas dalam pengawasan
terhadap yang diawasi. Perbedaan ini bersifat gradual atau bertingkat, di mana tindakan
korektif sudah terkandung dalam pengendalian, sementara tindakan korektif dalam
pengawasan merupakan proses kelanjutannya atau berada di luarnya. Rumusan yang
30
lbid., hal. 1g
3'
Sofyan Syafri Harahap, Opcit., hal. g
1B
27. menggambafkan hubungan keduanya yakni pengendalian sama dengan pengawasan plus
tindakan korektif.
Seyogyanya berbagai pengertian mengenai Fngawasan maupun pengendalian tidak untuk
saling dipertentangkan. Eeragamnya pengertian ini sebaiknya untuk mendapad<an suatu
pemahaman mengenai unsur-unsur dari pengawasan itu sendiri, pehingga jika disuzun s€cara
sistematis dan dihubungkan akan mernbentuk suatu sistern pengawasan.
Adapun unsur-unsur dari pengawasan tersebut setidaknya meliputi enam hal:
1. subyek, yaitu pengawas atau orang yang rnengawasi;
2. obye( yaitu orang yang diawasi;
3' kebijakan dan ketentuan atau peraturan, yakni dasar dilakukanya pengawasan berikut
aturan mainnya;
4. ruang lingkup pengawasan, yaitu har-hal yang diawasi seperti kinerja pegawai, penEgunaan
anggaran, dan sebagainya;
5. mekanisme, yaitu urutan, tata cara atau prosedur dalam nelakukan pengawasan; dan
6' tujuan, yaitu untuk memastikan bahwa pelaksanaan suatu tugas maupun hasilnya sesuai
dengan perencanaan.
Beragamnya pengertian yang diberikan baik terhadap controlting, pengawasan rnaupun
pengendalian menunjukkan betapa luasnya ranah rnanajenren dan tidak ada konsensus yang
menyepakati batasan-batasannya. r
Namun demikian yang terpenting adalah menguraikan unsur-unsur yang ada dalam
pengawasan untuk kemudian digali lebih dalam lagi. Unsur-unsur Fngawasan ifu sendiri
sangat bergantung dengan kondisi dan kebutuhan lingkurEan di mana sisternnya berada.
B. Jenis-jenis dan Bentuk-bentuk pengawasan
Setelah kita mengetahui batasan-batasan pengertian dari pengawasan, ada haiknya diuraikan
jenis-jenis pel}gawasan ditinjau dari ilmu manajenen. Fembedaan jenis pengawasan ini pada
umumnya dilakukan secara berpasang-pasangan atau satu jenis pengawasan akan diimbangi
jenis pengawasan yang lain.
19
28. C.
d.
1. Penqawasan Ekste[nal dafl Internal t
,l
Pengawasan eksternal berarti pengawasan yang dilakukan dari luaq, atau dengan kata lain oleh
pihak yang berada di luar susunan organisasi yang diawasi. Dalam,literatur manaiemen dikenal
beberapa istilah yang terkait dengan pengawasan eksternal yakni suiat controt, cultwral control,
clan control dan social norm. lstilah lain adalah scietat mntrylyakni semua bentuk atau
institusi pengawasan masyarakat yang menjamin keteftiban dan dihormatinya norrna-norma
sosial dan etika masyarakat. Kelompok ini terdiri dari:
a. pemilik perusahaan;
b' asosiasi di luar perusahaan yang memiliki kepentingan dan pengaruh terhadap perusahaan;
serikat buruh; dan
publik. 32
sisi yang berlawanan dengan pengawasan eksternal adalah pengawasan internal, secara
harfiah pengawasan internal jelas dilakukan oleh pihak yang berada di dalam organisasi.
Dengan kata lain pengawasan internal dilaksanakan oleh karyawan/aparaVunit yang mernang
ditugaskan oleh organisasi untuk mengawasi jalannya organisasi.
2.
Kedua jenis pengawasan ini dikemukakan dalam uU No. 5 Tahun 1g74 tentang pokok-pokok
Pernerintahan Di Daerah yang telah diganti dengan UU No. 22,Tahun 1999 tentang otonomi
Daerah dan terakhir diganti dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang pernerintahan Daerah.
Secara urnurn pengawasan preventif dilakukan sebelum pelaksanaan, yang berarti pengawasan
terhadap segala sesuatu yang masih bersifat rencana. Secara teknis pengawasan preventif
dilakukan berdasarkan Uu l'l,omor 5 lahun 1974 khususnya pasal 6g dan pasal 69 yang da{am
pelaksanaannya cukup efektif namun sering memakan waktu yang sangat lama33.
sedangkan pengawasan represif mempunyai pengertian secara umum sebagai pe.ngawasan
yang dilakukan setelah pekerjaan atau keglatan dilaksanakan. Dalam UU Nornor 5 Tahun 1974
pengawasan represif sebagai salah satu bentuk cara pengawasan atas jalannya pernerintahan
otonomi daerah. Pengawasan represif dalam UU tersebut diatur dalarn pasal 70, yang dalam
32
lbid., hal. 150
'3 Sulamto, Op. Cit., hal65 - 67.
20
29. prakteknya jarang dilaksanakan oteh pejabat yang berwenang. Hal ini disebabkan beberapa
faktor yakni: sebagia3 besar permasalahan telah diatasi dengan peogawasan preventif, faktor
psikologis dari pejabat untuk rnembatalkan atau menangguhkan suatu gaturan daerah karern
sikap yang kurang lugas.3o
3.
Pengawasan langsung adalah pengawasan yang dilakukan dengan cara mendatangi dan
melakukan pemeriksaan di tempat (on the spot) terhadap obyek yang diawasi. kngan
pengawasan ini maka yang mengawasi dapat melihat dan menghayati sendiri bagaimana
pekeriaan dilaksanakan, dan bila dianggap perlu dapat dihrikan petunjuk atau instruksi yang
secara langsung menyangkut dan mempengaruhi jalannya pekerjaan.
Pengawasan tidak langsung memiliki pengertian pengawasan yang dilakukan tanpa mendatanEi
tempat pelaksanaan pekerjaan. Dengan kata lain dilakukan dari belakang meja dengan
menganalisa dan mempelajari segala dokumen yang menyangkut pelaksanaan pekerjaan. Jika
dibandingkan dengan pengawasan langsung, maka pengawasan tidak langsr.rng memiliki
kelemahan yakni dokumen yang diperiksa belurn tentu sesuai dengan fakta di lapangan. untuk
itu pengawasan tidak langsung dilakukan sebagai pernbantu atau pelengkap pengawasan
langsung.
Dalam sistem pengawasan di Kejaksaan kedua benfuk perqawasan ini dikenal derEan sebutan
Inspeksi Lapangan dan Inspeksi.dari Belakang Meja (Buril).
4.. Steering Controls. yes-Na Controldan postActrbn @ntrot
Ketiga jenis pengawasan ini dikemukakan oleh william H. Newman3s. ste*lng Conbol ialah
pengawasan yang dilakukan pada saat pekerjaan sedang oettangrsung a"ngun tujuan utama
membuat evaluasi dan perkiraan tentang hasil akhir yang akan dicapai untuk dapat mengamtril
tindakan korektif yang tepat sebelum pekerjaan selesai seluruhnya. lika dilihat dari pengertian
di atas, maka steering controllebih kepada bentuk pengendalian t<etimbang perEawasan.
3o
lbid., hal 67 - 69.
r5
William H. Newman, Control:
Graw - Hill Book Co., lgTg sebagairnana
Indonesia, Jakarta, 1986, hal. 80.
Past or Funtrq dalam Lewis Benton {ed.), Nanagenzent for {he Future, Mc
dikutip oleh Sujamto , *berapa kngeman di iliaang pengawdsan, Ghalia
21
30. sedangkan pengertiaqiang diberikan terhadap yes-no ontrol adalah suatu pengawasafl yang
bersifat pengujian (screening fes$ apakah suatu pekerjaan dapat (ilanjutkan atau tidak. Dalarn
prakteknya di Indoriesia hal ini jarang sekali dilakukan, padahat mugak dilaksanakan untuk
pekerjaan yang sifatnya vital sehingga dampak kerugian dan kegagalan peke(aan dapat
dihindari jika dalam penilaiannya tidak dapat dilanjutkan.
Kemudian untuk post-action control diberikan pengertian yakni pengawasan yang dilakukan
terhadap pekerjaan yang telah selesai dikerjakan dengan membandingkan hasil pekerjaan
terhadap standar atau tolok ukur yang telah ditetapkan.
5. Pr"li*inury &rt olt Corruuort Cont oldun Fudburk C*t ol
Berbeda istilah dengan Newman, penulis lain ialah Donelly,
pengawasan dalam tiga jenis yakni Preliminary controls,
Control" Pada dasarnya hampir sama di rnana pengawasan
dan setelah pekerjaan dilakukan.
6.
Gibson dan lvanicevich36 mernbagi
Concurrent Contt'ol dan Feedbacf<
dilaksanakan sebelum, pada saat
agar rnemudahkan
dengan kebutuhan
Eeberapa penulis mengemukakan pendapatnya dalam membagijenis pengawasan berdasarkan
bidang yang diawasi. sarwoto membaginya menjadi pengawasan di bidang produksi,
pembiayaan, perbekalan, kualitas, anggaran belanja, pemasaran dan sebagainya3T. Kemudian
Clayton Reeser membedakan pengawasn menjadi budgatary financiat antrol, non-budgetary
frnancial control, pradrction Qntrol, inventory control, statifiiat control, ma4<eting controt dan
sebagainya3s.
Pembedaan pengawasan ari jenis dan bentuknya memiliki tujubn ter-sendiri
pelaksanaan pengawasan itu sendiri oleh masing-masing organisasi sesuai
16
Donelly, et.al., Fundamentals of Management_Eusiness Publicatior, Inc.. Dallas, Texas, 1975 hal lo1sebagaimana dikutjp oleh sujamto, tuberapa cengeltan ai aiaang irrgr;;;;, tGr. tndo*rir, Jakarta, 1s6, hat.87 - 90.
3'
Sarwoto, Op. Cit., hal. 9l.
s calyton Reeser, t4anagefirent Function and l4odem
?r"pt, Scofr, Foresman and conpany, Glerwiew,1973 haf' 362 - 410 sebagaimana dikutip oleh sujamto, Betdrapa paE"ari i'gtdiis tungawasan Gtralia lrdonesia,lakarta, 1986, hal.93.
72
31. dan keadaan di dalarnnya. selain itu dengan
dilaksanakan sec.ru m"nyeruruh dan tidak ada
a'
C. Proses Pengawasan
pernbedaa'n ini dilfarapkan pengawasan dapat
bagian yang terlewatkan untuk diawasi.
untuk melaksanakan pengawasan dipedukan beberapa langkah sebagairnana diutarakan o{eh
Gary Dessler, yaitu:
establish fime type of $andards or targets (menetapkan kberapa standar atau
sasaran).
actual prformance againts ttese statdards {mengukur/membandingkan
kenyataan yang sebenarnya terhadap standar).
identify deviations and take conective actions (identifikasi penyimpangan dan
pengambilan tindakan korektif).3e
Hal senada juga disebutkan oleh Clayton Reeser yang rnengemukakan tiga langkah utama
dalam pelaksanaan fungi pengawasan, yakni:
The establishn'ent of standards by which the achievement of plans can fumeasured.
The comparison of performance resutt with thex stardardq and xeking oat ofdeviattbns.
y:t:#iatan of actions to correct continuance of the deviatbns u to mdiby thepans.'"
Dari sudut lain pengawasan dapat dirurnuskan sebagai ERMc r.Oag.i singkatan dari:
fxpdation (tujuan atau standar), Raordittg {pencatatafl kinerja), Monitorirg(perbandingan
antara tujuan dan catatan) d:an Corr*tion (tindalan koreksi terhadap penyimpangan yang
ada.a1
Berbagai proses pengawasan. yang dikemukakan para ahli dan praktisi manajernen selalu
mengedepankan penentuan standar. Standar pengav(asan adalah zuatu standar atau tolok ukur
yang merupakan patokan bagi pengawas dalam menilai apakah obyek atau pekerjaan yang
diawasi sejalan dengan semestinya atau tidak. Standar pengawasan memiliki tiga aspek yakni:
re
Gary Dessler, Mdnagenrent Fundan@ntals A Fnme wo*, R(njtan publisihng Conpary, Reston Virginia,1977, hal 336 sebagaimana dikutip oleh sujamto, fuberapa Pengertian di Bidary futEawasan, Ghalia {ndonesia,Jakarta, 1986, hal.95.
oo
Clayton Reese r, Op. Cit., hal 352
t' Sof,7an Syafri Har:ahap , Op. Ctt", hal. 3l
1.
2.
3.
1.
2.
3.
23
32. !
rencana yang ditetapkan, ket€ntuan sefta kebijakan yang berlakr, dan prinsip dayaguna dan
hasilguna dalam melaiukan pekerjaan.a2
Aspek rencana di 3ini mencakup kualitas dan kuantitas hasil pekerjaan yang hendak dicapai,
sasaran-sasaran fungsional yang dikehendaki iuga waktu penyelesaian pekerjaan. Aspek
ketentuan dan kebijakan mencakup ketentuan tentang prose(ur dan tata kerja, peraturan
perundang-undangan yang berkaitan denEan pekerjaan, segata kebgakan resmi yang berlaku.
Ketiga aspek ini harus terpenuhi seluruhnya agar dapat dikatakan sebagai standar rcngawasan.
langkah berikutnya setelah standar pengawasan ditentukan adalah membandingkan atau
menilai apakah pelaksanaan pekerjaan telah sesuai dengan standar tersebgt. salah satu
metode untuk membandingkan atau menirai adarah dengan perneriksaan.
D. Pengawasan Dalam organisasi pemerintalran di rndonesia
suatu organisasi pemerintahan sangat membutuhkan manal'ernen yang baik. Tanpa adanya
manajemen yang baik,.sudah tentu kinerja organisasi secara keseluruhan tidak akan bekerja
dengan efektif' Secara garis besar, fungsi-fungsi manajernen yang dibutuhkan oleh organisasi
pemerintahan mencakupa3:
1. Fungsi Planning (perencanaan);
2. Fungsi Pelaksanaan yang memuat:
a. Fungsi Organizing (pengorganisasian);
b. Fungsi Commanding (pemberian perintah);
c. Fungsi Directing (pengarahan);
' d. Fungsi Budgeting {pembiayaan);
3. Fungsi Controlling (pengawasan).
Fungsi controlling atau pengawasan merupakan fungsi yarq sangat penting dan dapat
dilakukan setiap saat, baik selama proses manajemen berlangsung maupun setelah berakhir
untuk mengetahui tingkat pencapaian tujuan suatu organisasi. Artinya, fungsi pengawasan
harus dijalankan terhadap fungsi perencanaan dan pelaksanaan sedini mungkin agar dapat
42
Suiamto, op. Cit, hal 97 - 98.
o3
Hadari Nawawi, turs:!.r?l Melekat di Lingkungan @ratur peneintah,ctt ke-z, (Jakarta: €rlangga,1989), hal. 6. Uhat juga halaman 13 bab ini.
24
33. diperoleh umpan balik jika terdapat kekeliruan
buruk dan sulit diperbJim.
a'
atau penyimpangan sebelur"n menjadi lebih
1.
Tujuan, sasaran dan ruang lingkup pengawasan dalam elur,uh organlsasi pmerintahan
digariskan oleh Inpres No. 15 tahun 1983. Dalam Inpres tersebut disebutkan tujuan
pengawasan adalah mendukung kelancaran dan ketepatan pelaksanaan kegiatan pemerintahan.
Sasaran pengawasan rneliputiaa:
agar pelaksanaan tugas umum pemerintahan dilakukan secara tertib berdasarkanperaturan perundangan-undangan yang berraku serta teraasaitin sendi-sendi
kewajaran penyerenggaraan pemerintahin agar tercapai daya guna, hasir guna dantepat guna yang sebaik-baiknya.
agar pelaksanaan pembangunan dilakukan sesuai dengan fencana dan program
pemerintah setta peraturan perundang-undangan yang ber{aku sehingga tercapai
sasaran yang ditetapkan.
agar hasil-hasil pembangunan dapat dinilai seberapa jauh tercapai untuk memberi
umpan balik brupa pendapat, kesimpuran dan'saran tu*ia-"p k"oii"rr.".*,perencanaan, pembinaan dan pelaksanaan tugas urnum pemerintahan danpembangunan.
agar. sejauh mungkin rnencegah terjadinya pernborosan kebocoran, danpenyimpangan dalam penggunaan we*6nang, tenaga, uang dan perlengkapan
milik lGgara, sehingga dapat tertina aparatur yang lertib,- bersih, berwibawa,
berhasil guna, dan berdaya guna.
J --' -'-' vv! vrr
Ruang Lingkup pengawasan adalahas:
g. Kegiatan umum pemerintahan ;
b. Pelaksanaan rerrcana pernbangunan ;
:. PenyelengEaraan pengurusan dan pengerolaan keuangan dan kekayaan negara;
d. Kegiatan badan usaha mirk negara aai oaaan ,rutu iiirit Jdui., ;
e. Kegiatan aparatur pemerintahan di bidang yang .*Liup kelembagaan,
kepegawaian dan ketatalaksanaan. i
a.
b.
d.
tt Pasal 1 ayat (2) Lampiran Inpres No.
as
Pasal 2 ayat(2) Lampiran Inpres No.
15 tahun 1983 tentang pedoman pelaksanaan pengawasan.
15 tahun 1983.
25
34. 7. Bentuk-bentuk penqawasan
Dalam Lampiran Inpies No. 15 tahun 1983 dan dalam butir I"1
1989 ada beberapa bentuk pengawasa n yang sernestinya
pemerintahan, yaitu:
a. PengawasaR Melekat;
b. Pengawasan Fungsional;
c. Pengawasan Masyara kat dan
d. Pengawasan Legislatif.
a. Pengawasan Melekat
,
Lampiran Inpres No. 1 tahun
. dilakukan pada organisasi
,,
Pengawasan melekat disebutkan dalam Pasal 2 ayat (1) butir a Lampiran Inpres No. 15 tahun
1983 dan diatur lebih ranjut daram Bab II dengan judur pengawasan Atasan Langsung, yang
hanya terdiri dari satu Pasal yaitu Pasal 3.a6 Istilah pengawasan atasan 1angsung alam Inpres
tersebut hanya dipakai sekali saja, selanjutnya muncul istilah pengawasan melekat. Hal ini
mengakibatkan pengawasan atasan langsung diinterpretasikan sama dengan pengawasan
melekat.
Pasal 3 ayat (1) Lampiran Inpres No. 15 tahun 1983 menunjuk pelaksana pengawasan yaitu
pimpinan satuan-satuan organisasi pemerintahan untuk nrenciptakan apa yang rtisebut dalam
ayat tersebut sebagai "pengawasan melekat". Kemudian dalam,ayat {2) disebutkan enam jalur
peflgawasan melekat, kesemuanya tercakup dalam suatu jalur pokok yang disebut ..sistern
pengendalian manajemen". selain keenam jalur brsebut, terdapat satu jalur pokok lain yarE
,, , -,_-lll-rTj
3 Lampiran trnpres No. 15 rahun 1983 berbunyi:
(rJ Hmgnan semua satuan
-orglnilti
p:Tf,'tbhan, termasur prory! pembangunan di lingkungan oepartemen /Lembaga / Instansi lainnya, rnenciptakan pengaw"sun m.retJi u."'il^*gk"tkan mutunya di dalam
,^. lrEkungan tugasnya masing-masing.
(2) Pengawasan melekat dimaksujdalam ayat (t) dilakukan :
a'
H;T:,Sffjrisan
struktur organisasi v.ni lao aog* p"",b"9ian r.rgas dan tungsi beserta uraiannya
b' melalui perincian t(ebijaksanaan pelaksanaannya yang dituangkan scara t€rhris yang dapat rneniadipegangan dalam pelaksanaannya oleh bawahanyang nrenerima peri"rptir wewenang dari atarsan ;c' melalui rencana ketJa yang menggambarkan tegiatari yang t u*.-air-.li!i"Jii.n, bentuk hubungan *erja antarkesiatan tersebuL
l:1.!:!:p{:LL* u"rulsii reeiitariueserl-r;;;;"s harus dicapainya ;d' melalui prosedur kerja yang merupakan petrniit periksanaan v."s dilJi atasan kepada bawahan ;e' melalui pencat'atan hasil kerja serta pelaporinnya yang rnerupalin alat bagi atasan untuk rendapatkerinformasi vang diperlukan bagi pengamoilan
_ieoltui; ;;fi*pdilnan pertanggunEjawaban, baikmengenai pelaksanaan tugas. maupun mengenai pengelolaan keui"g.n I
---
f' melalui pembinaan personil yang terus-menerus agar para peraksana fiEnjadi unsur yang rnam*rmelaksanakan dengan baik tugas-yang meniadi t""dr"g ii;f,rw.'t" tu"t melakukan tirdakan yarqbertentangan dengan maksud serta'tefintingan tugasnya.
it_
26
35. juga termasuk dalam pengertian pengawasan melekat yaitu berupa tindakan atau keEiatan atau
usaha untuk tn"ngu*"!i dan mengendalikan anak buah sectra larqsung yang hanrs dilakukan
sendiri oleh tiap-tiap pimpinan organisasi, dengan kata lain hal .inilah yang disebut sebagai
pengawasan atasafi langsung. Pengawasan atasan largsung selalu melekat dalam setiap
jabatan pimpinan, maka sistem pengendalian mana;emenaT sudah seharusnya melekat dalam
setiap organisasi dan manajemen. lika dihubungkan dengan dptinisi pengendalian€, rnaka
pengawasan atasan langsung merupakan pengendalian itu sendiri, sehingga pengawasan
melekat merupakan gabungan antara pengendarian dan sistern pengendarian
manajemen. Hal demikian diperkuat dalam Pasal 3 ayat (3) tampiran Inpres No. 15 tah,un
1983' Fungsi pengawasan merupakan fungsi khusus karena fungsi-fungsi manajemen lain
dapat didelegasikan kepada bawahan sedangkan fungsi pengawasan tidak. lika pengawasan
atasan langsunE selalu melekat pada setiap jabatan, maka sistem pengendalian manajernen
selalu melekat pada setiap organisasi.
Pengertian pengawasan melekat menurut butir L 1a Lampiran Inpres No. l tahun lggg tentang
Pedoman Pelaksanaa n pengawa san Melekat adalah:
serangkaian kegiatan yang bersifat sebagai pengendalian yang terus menerus,
dilakukan oleh atasan lanEsung terhadap oa-wahannia, *.iru preventif atau represif
agar pelaksanaan tugas bawahan tersebut berjalan'secara efektif dan efisien sesuai
dengan rencana kegiatan dan peraturan perundJng-undangan yang bedaku.
Eutir t huruf b Inpres No. 1 tahun 1989 kemudian menlelaskan bahwa atasan larEsung adalah
pejabat yang karena struktur organisasinya atau kerarenangan khusus, membawahi dan wajib
mengawasi bawahannya. Sedangkan yang disebut sebagai bawahan ialah mereka yang
bertanggungjawab serta wajib melapor tentang pelaksanaan pekerjaan yanE ditugaskan
kepadanya.
o7
sistem Pengendalian Manajemen adalah suatu sistem yang secara intrinsik atau inflerent terkandung dalamsetiap penyelerenggaraan administrasi atau. manaiemen
.yang secira langsung ataupun tidak largsung bersifatmengendalikan pelaksanaan. tugas semua pihak ying t"aio.t-air"* pgi6;;ssr..an manajemen, agar semuaberjalan dengan semestinYa.. unsyr-unsumya ylndpenting alalah:'orianlsari"xebijaksanaan; Rencana Kerja;Prosedur Kerja; Pencatatan hasil te4a;
_eembinari ii:l3n{.-fun"t srl..io,- &furapa pengerfibn di SidaogPengawasan, (Jakarta: Ghalia lMonesia,tgso), hal. 556b. Lihat Juga victor iit[mtrang dan Jusuf Ju h|., Aspek Ht*umPengawasan lvtelekat(Jakarta: pT. Rhineka Cipta, fSSSy, hal.71 ).
{8
Pengendalian adalah segala usaha atau kegiatan uofuk rn€njamin dan mengarahkan agar pekerjaan yangsedang dilaksanakan dapat berjalan sesrai dengan rd.ana yang.telah ditetapi.n oun atau hasil yang dikehendakiserta sesuai pula dengan segala ketenfuan dan Kibi.yaksanaan yang berlaku
27
36. 1) Tujuan dan Sasaralr penoawasan Melekat r
i
Menurut Pasal 1 ayai 1t; Lampiran Inpres No. 15 tahun 19g3 disebutkan bahwa pengawasan
bertujuan mendukong kelancaran dan ketepatan pelaksanaan &egiatan pemerintahan dan
pembangunan. Sasaran pengawasan melekat ini menurut butir 3 Larnpiran Inpres No. 1 tahun
1989 adalah meningkatkan disiplin sefta prestasi kerja dan pencapaian sasaran pelaksanaan
tugas, menekan sekecil mungkin penyalahgunaan urewenang, kebocoran serta pemborosan
keuangan negara dan segala bentuk pungutan liar, sefta mernpeiepat penyelesaian perijinan,
peningkatan pelayanan kepada masyarakat dan pengurusan kepegawaian sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Eerdasarkan tujuan dan sasamn tersebut dapat disimpulkan bahwa pengawasan melekat lebih
bersifat preventif atau pencegahan baik untuk menghindari atau mencegah timbulnya
penyalahgunaan wewenang, penyelewengan dan kekeliruan dalam bekerja maupun untuk
memperoleh masukan bagi pimpinan tentang kemungkinan terjadinya kekeliruan bekeria
sehingga pimpinan dapat melakukan tindakan perbaikan sdini mungkin. sehingga pengawasan
melekat berguna untuk menciptakan kondisi dan situasi yang mendukung kelancaran
pekerjaan.
2) Ruanq linokup oenqawasan melekat
Ruang Lingkup pengawasan melekat dilaksanakan berdasarkan Kebijaksanaan yang telah
digariskan, meliputi semua kegiatan pemerintahan dan pembangunan, baik di pssat maupun
daerah yang ronencakupae:
' a) Pelaksanaan renclna dan program serta proyek-proyek pernbangunan ,regara;
b) Penyelenggaraan pengurusan dan pengelolaan keuangan dan kekayau. ,,*"g.iu;
c) Kegiatan Badan usaha Milik Negara din Badan Milik 6aerah, r-emtiaga ie,]irg"n sertu
Bank$ank Milik Negaia; i
d) Kegiatan aparatur pemerintah di bidang yang rTrcftcakp kdembagaan, kepegawaian
dan ketatalaksanaan;
Pengawasan rnelekat yang meliputi ruang lingkup tersebut di
Secara struktural, fun,gsional dan Pimpinan PrOyek, baik yang
atas dilakukan oleh setiap atasan
menyangkut aspek teknis maupun
o' Lihat butir 4 Lampiran inpres No.1 tahun 1989.
28
37. r
I
administratif sesuai dengan sasaran kerja dan waktu, kewenangan dan peraturan per-undang-
undangan yang berlak'u.
3) Prinsip-Prinsip Pengawasan Melekat
Berdasarkan Inpres No. 15 tahun 1983 dan Inpres No. 1 tahun ,1989, dapat disarikan prinsip-
prinsip pengawasan merekat yang harus diraksanakan oreh tiap plmpinan unit-unit satuan kerja
organisasi pemerintahan. Prinsip-prinsip tersebut antara lain; pertama, pada dasarnya
pengawasan melekat dilakukan seclra berienjang. Setiap pimpinan dapat melakukan
pengawasan melekat pada saat-saat tertentu terhadap setiap jenjang bawahannya. Dsini
peran pimpinan sangat berpengaruh terhadap keefektifitasan pengawasan melekat. Seorang
pimpinan harus melaksanakan pengawasan melekat secara sadar dan wajar sebagai salah satu
fungsi manajemen dan tidak terpisahkan dari perencanaan, pengorganisasian dan pe{aksanaan.
Kedua, pengawasan melekat lebih diarahkan pada usaha pencegahan terjadinya suatu
penyimpangan dan bersifat membina personil. Untuk itu diperlukan sistern yanE jelas untuk
usaha pencegahan tersebut. Artinya, harus ada sistem deteksi dini atas terjadinya
penyimpanEan berdasarkan kriteria yang jelas. Tindakan terhadap ternuan-temuan
penyimpangan harus dilakukan secara tepat dan tertib berdasarkan penilaian yang objektif
termasuk tindak ranjut yang berupa penghargaan bagi bawahan yang berprestasi baik.
Ketiga, pengawasan melekat harus dilakukan secara berkesinarnbungan sebagai kegiatan rutin
sehari-hari dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembargunan.
Harus pula disadari oleh seluruh pimpinan organisasi penrerintahan, bahwa pengawasan
melekat merupakan pengawasan yang pokok, sedangkan pengawasan lainnya merupakan
pbnunjan g keberhasi lan pengawasan melekatso.
4) Pelaksanaan pengawasan"Melekat
Secara etimologis, isttlah aparaturberasal dari kata apaat, yaitu ala! badan, instansi, pegawai
negeri' sedangkan aparatur disamalen artinya denEan Y,aa apftt ladi, aparatur negara
adalah alat kelengkapan negara yang terutama meliputibidang kelembagaan, ketatalaksanaan
dan kepegawaian yang mempunyai tanggungjawab melaksanakan rcda pemerintahan sehari-
s0
victor M. Siturnorang dan Jusuf )uhir, Aspek Hu*um ktqawa:an f,ble*at dalam Ligkungan Aparatrtr
Pemerintah, (Jakarta: Rhineka Gpta, 1993), nal.l61t.'
29
38. harisl . Pengertia n
orga nisasi, fasilitas,
I
aparatur tersebut tidak hanya dikaitkan denrgan orangnya, tetapi juga
.ketentuan pengaturan dan sebagainya.
,'
Aparatur pemerintah adalah abdi negara dan abdi masyarakat,, sebagai a6i rnasyarakat ia
melayani, mengayomi dan menumbuhkan prakarsa srta partisipasi masyaratat dalam
pembangunan, sedangkan sebagai aMi negara harus berrnental baik dan mempunyai
kemampuan profesional yang tinggi dalam melaksanakan tugasnya untuk mendukung
kelancaran pembangunans2' Dengan demikian, berdasarkan defihisi tersebut, ciri-ciri aparatur
pemerintah yang ideal adalah bersih, benrribawa, bermental baik dan mernpunyai kemarnpuan
profesional yang tinggi. Melihat beratnya ciri dan tugas aparatur pemerintah, tanpa diragukan
lagi dibutuhkan pengawasan baik itu pengawasan pada urnumnya maupun pengawasan
melekat dan fungsional pada khususnya. Kedudukan aparatur negara dalam pengawasn
melekat adalah sebagai subjek sekaligus objek. Sebagai zubjek, aparat6r pemerintah
berkedudukan sebagai penqawas atau pelaksana pengawasan itu sendiri. Sebagai objek,
aparatur pemerintah adalah objek pengawasan karena peranannya dalam melaksanakan tugas
umurn dan pembangunan.
Pengawasan atasan terhadap b,awahan dilihat ebagai bagian penting dari pengawasan melekat
karena tiga hals3:
a) Sistem dan sarana pengawasan merekat harus diciptakan oreh pimpinan;
b) Adanya para petugas yang melaksanakan sistem dan sarana tersebut;
c) Pimpinan atau atasan yang t€rus-rnenerus melakukan pengawasan agar Ftugas_
petugasnya secara utuh melaksanakan sarana tersebut dan jika p,edu mengadakan
pengawasan terhadap sistem yang telah ada tersebut.
Berdasarkan penjelasan tersebut, tedihatlah bagaimana pentingnya seorang pimpinan dalam
terciptanya pengawasan melekat. Fungsi pengawasan harus dilaksanakan dalam tugas
kepemimpinan sebagai bagidn dari pengendalian prmes kefiasama sejumiah orang dalam
mencapai tujuan tertentu. Pengawasan melekat akan berjalan secara efeKif jika para pejabat
atau pimpinan menyadari bahwa hal tersebut rnerupakan salah satu fungsi manalemen yang
srvictor M' Situmorang dan Jusuf luhir, A*ek Hukum P,erEawasan t4etekat datam thgktnEan AparaturPemerintah, (Jakarta: Rhineka Cipta, 1998), hal.76-71.
szlbid,
hal, g4.
sr
Mctor M. Situmorang dan Jusuf Juhir, Op Cit, hal99-LAO.
30
39. mutlak dilaksanakan. _lika hal ini diwujudkan, maka pengarrasa{! fungsional hanya berfungsi
seoagat penunjang saja.
Dalam manajemen brganisasi pemerintahan yang bai( sistem pengenda{ian rnanajernen harus
selalu ada sebagai sistem taktis yang mempunyai efek mengendalikan pekerJaan yang selalu
melekat pada setiap organisasi atau manajemen. sistern pengren(alian manaiem€n rnerupakan
bagian siatis dari sistem pengawasan melekat yang juga rnempunyai bagian dinarnis, yaitu
pengendalian' Pengendalian disebut bersifat dinamis, karena sesernpurna apapun suatu sistern
pengendalian manajemen tidak akan berjalan dengan baik jika pimpinan organisasi tidak secara
aktif mengawasi dan mengendalikan secara langsung pelaksanaan tugas para bawahannya.
Pengendalian dimasukkan dalarn pengertian pengawasan melekat karena tugas ini tidak dapat
didelegasikan pimpinan kepada fawahannya.
Unsur-unsur sistem pengendalian manajeman
15 tahun 1983 dan Butir 5 Inpres No. 1 tahun
L. Penggarisan struktur organisasi
2. Kebijaksanaan pelaksanaan
3. Rencana kerja
4, Prosedur kerja
5. Pencatatan dan pelaporan hasil kerla
6. Pembinaan personil.
telah tercakup dalam pasal 3 ayat (2) Inpres No.
1989, yang secara garis besar adalah:
secara keseluruhan sistem pelaksanaan pengawasan melekat dimulai dari kegiatan penyusunan
rencana yang meliputi sarafla pengawasan melekat, manusia dan budaya serta tugas instansi.
selanjutnya dilakukan kegiatan pemantauan terhadap peraksanaan kegiatan yang telah
diiencanakan' Kemudian dilakukan tindak lanjut aPabila ditemukan penyimpangan ataupun
prestasi.
i.
Pemantauan dapat dilakukan secara formal rnaupun informal. pemantauan formal dilakukan
secara berkala dengan interval waktu, disesuaikan dengan sifat dan ienis pekerjaan dan
biasanya menggunakan formulir. sedangkan secara informal misalnya dilakukan dengan
komunikasi terbuka atasan dan bawahan se@ra terus menerus.
31
40. Aspek-aspek yang dipantau datam pengawasan melekat pada intirrya terdiri dari:
(1) Ketepatan sarina dan sistem kerja yang digunakan dalam rarEka nrcncapai tujuan
organisasi.
(2) Ketepatan pelaksanaan denEan rencana dan Kebijaksanaan.
{3) Ketepatan hasil sesuai dengan yang direncanakan.
5) Tindak lanjut dalam Pelaksanaan Pengawasan Melekat
a) Tindak lanjut yang bersifat preventif
Tindak lanjut bersifat preventif ini bertujuan mencegah terjadinya pnyalahgunaan
weweRang dan berbagai penyelewengan lainnya dengan caras:
(1) Penyempurnaan terhadap bidang kelembagaan khususnya yang berkaitan dengan
organisasi dan kebijakan;
(2) Penyempurnaa-n terhadap bidang ketatalaksanaan yang berkaitan dengan prosedur
kerja, perencanaa n, pencatatan dan pelaporan;
(3) Penyempurnaan terhadap bidang kepegawaian yaitu yans berkenaan dengan
pembinaan personil.
untuk temuan-ternuan lainnya yang berbentuk kekurangan atau kelemahan kordisi
kegiatan yang masih dapat diperbaiki dan disempumakan lebih nrembufuhkan bimbingan,
pembinaan dan pengarahan daripada rangsung menjatuhkarl hukuman disiprin.
b) Tindak lanjut yang Bersifat Represif
' (1) Tindakan administratif
Pegawai Negeri sipil ybng meranggar kewajiban dan larangan yang ada pada peraturan
Pemerintah No. 30 tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin pegawai ttegreri Sipil dapat
dijatuhi hukuman disiplin oleh pejabat yang berwenang sebagaimana yarvg telah
dicantumkan dalam Pasal 5 dan Pasal 5 PP tersebut. Tingkat dan jenis hukuman disidin
dalam PP No. 30 tahun 19g0 adalah:
(a) hukuman disiplin ringan, terdiridari;
s' victor M' situmorang dan lusuf luhir , op ot, hal 127. uhat juga l-ampiran Inpres lrlo. 15 tatu,rn lgg3 pasal 16dan 17.
'i
I
32
41. (i) teguran lisan; ,
(ii) tegurin tertulis;
(iii) peniyataan tidak puas secara tertulis;
(b) hukunmn disiplin sedang, terdiri dari;
(i) penundaan kenaikan gaji be'*ara untuk paring rama 1 (satu) tahun;
(ii) penundaan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji, berkala untuk paling lama I
(satu) tahun;
(iii) penundaan kenaikan pangkat untuk paring rama i (satu) tahun.
(c) hukuman disiplin berat.
(i) penurunan pangkat yang setingkat tebih rendah untuk paring rarna 1 {satu)
tahun;
(ii) pembebasandqri jabatan;
(iii) pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai regawai
negeri sipil; dan
(iv) pemberhentian tidak dengan hormat sebagai pegawai negeri sipir.
sehubungan dengan penjatuhan sanksi, pejabat yang k'wenang menjatuhkan sanksi
terutama hukuman disiplin berat terdapat dalam pasal 7 pp No. 3o tahun 19g0.
sedangkan untuk perimpahan wewenang penjatuhan hukumanan disiprin diatur da,ram
Pasal 8 PP No. 30 tahun 1980.
Pada intinya rnenurut kedua pasar tersebut, pejabat yang berwenang untuk
menjatuhkan hukuman disiplin berat jenis pemberhentian dengan honnat tidak atas
permintaan sendiri dan pemberhentian tidak dengan hormat bagi pfrls prq berpangkat
Pernbina Tingkat I adarah presiden, Menteri dan laksa Agung, pimpinan rembaga non
departemen, Pimpinan kesekretariatan rembaga tertinggi/tinggi negara dan pimpinan
lembaga non depaftemen, Gubernur, kepala perwakilan RI di luar negeri serta Menteri
sekretaris Negara, tergantung di ringkungan mana pfrls tersebut oer<brja. sdangkan
untuk pelimpahan wewenang dapat dirakukan oreh Menteridan raksa Agung, pimpinan
lembaga non departemen, pimpinan keseketariatan lembaga tertinggi/tinggi negara
dan pimpinan lembaga non departemen, Gubemur, untuk hukuman disifrin ringan,
disiplin sedang dan hukurnan disiplin berat kategori penurunan pangkat yang setingkat
lebih rendah untuk paling lama satu tahun.
33
42. Bagian ke-empit Pasal 9, Pasal 1Q Pasal 1tr, Pasal 12, pasal 13 dan pmal 14 pp lyo. 30
tahun 1980 'mengatur juga mengenai tata cara pemeriksaan, penjatuhan dan
penyampaian keputusan disiplin. &belum menjatuhkan hukuman, pejabat yang
benarenang harus memeriksa lebih dahulu PNS tersebut dengan mernbuat surat
panggilan. Panggilan pertama dapat dilakukan secara lisan, narnun panggilan kedua
harus dilakukan secara tertulis. lika PNS yang diperiksa tidat oatang tanpa alasan yang
sah, maka pejabat yang berwenang dapat menjatuhkan tiukuman berdasarkan bahan-
bahan yang ada. Pemeriksaan dilakukan secrra tertutup dan lisan unfuk jenis hukuman
disiplin ringan, namun untuk jenis hukuman disiplin sedang dan berat dilalukan secara
teftulis karena dibuat dalam bentuk berita acara sehingga dapat dipergunakan setiap
dibutuhkan. Pejabat yang berwenang menghukum dalam hal ini presiden, Menteri dan
Jaksa Agung, Pirnpinan lembaga non departemen, Pimpinan kesekretariatan lembaga
tertinggi/tinggi negara dan pirnpirran lembaga non departemen serta Gubernur dapat
memerintahkan pejabat bawahannya untuk memeriksa pNS yang disangka melakukan
pelanggaran disiplin dan perintah tersebut dapat dilakukan secara lisan maupun
tertulis. Narnun, pada dasarnya pangkat orang yang memeriksa harus rebih tinggi
daripada PNS yang diperiksa.
Dalarn melakukan pemeriksaan, pejabat yang berwenang rnenghukum dapat
mendengar atau meminta keterangan dari orang lain apabila perlu agar diperoleh
keterangan yang lengkap untuk menjamin objektivitas pemeriksaan pNS yang disangka
melakukan pelanggaran disiplin.
Terhadap PNS yang berdasarkan hasil perneriksaan temyata melakukan beberapa
pelanggaran disiplin, hanya dapat dijatuhi satu jenis hukuman disiplin dan jika ternyata
PNS tersebut pernah melakukan pelanggaran disiplin yang sifatnya sama maka dapat
dijatuhkan hukurnan ybng lebih berat dari sebelumnya. i
Hukuman disiplin ringan berupa teEuran dapat dinyatakan seora lisan rnaupun tertulis
oleh pejabat yang berwenang menghukum, sdangkan untuk hukuman disiplin ringan
berupa pernyataan tidak puas dinyatakan secara tertulis. Untuk jenis hukuman disiplin
sedang dan berat ditetapkan dengan surat keputusan.
34
43. PP No. 30 tahun 1980 juga mengatur rnengenai keberatafl artas penjatuhan hukurnan
disiplin sedang'dan berat serta hukuman yang dijatuhkan oleh presiden. Terhdap
hukuman disjtin ringan tidak dapat diajr"rkan keberatan karena sifatnya yang rangv*g
dijatuhkan kepada yang bersangkutan. pNS yang dijatufri hukuman disiplin hrhak
mengajukan keberatan kepada atasan pejabat yang berwenang rnerEhukum apabila
rnenurut pendapatnya hukuman disiplin yang dijatuhkan
,tidak
atau kurang setinrpal,
atau pelanggaran disiplin yang menjadi alasan bagi penjatuhan hukuman tersebut tidak
benar.
Pengajuan keberatan diajukan bersarna dengan alasan-alasan keberatan, hanya dapat
dilakukan terhadap hukuman disiplin sedang dan berat dalam jangka waktu 14 hari
terhitung diterimanya putusan disiplin secara tertulis. pejabat yarE berwenang
menghukum yang bersangkutan harus memberikan tanggapannya secara tertulis atas
keberatan tersebut berserta surat keberatan dan berita acara pemeriksaan kepada
atasannya (atasan pejabat yang berwenarq menghukum) selambat-larnbatnya dalam
waktu tiga hari kerja sejak ia rnenerirna keberatan tersebut. Sedangkan terhadap ptts
yang berpangkat Pembina golongan ruang IV a ke bawah yang dijatuhi hukunran
disiplin pemberhentian dengan hormat tidak atas perrnintaan seMiri dan
pemberhentian dengan tidak horrnat dapat mengajukan keberatan kepada gadan
Pertirnbanga n Kepegawa ia n.
Atasan pejabat yang berwenang menghukum dapat mengurangi, mengubah ataupun
menambah hukuman disprin yang terah dijatuhkan oreh pejabat yang berwenang
menghukum dan terhadap perubahan tersebut tidak dapat diajukan keberatan.
Perubahan hukuman disiplin tersebut ditetapkan dalam surat keputusan. Atasan
pejabat yang berwenang harus mengambil keputusan atas keberatan pNS yang
bersangkutan paling lama satu bulan terhitung hnggal ia rnenerima zurat keberatan
tersebut- Apabila per{u, atasan pejabat berwenangl iLqa dapat memanggir dan
mendengar keteraflgan pejabat yang berwenang menEhr-{<urn yang brsanEkutan, pNS
yang mengajukan keberatan dan orang lain yang dianggap perlu.
(2) Tindakan perdata
Tindakan perdata berupa tuntutan ganti rugi,
perbendaharaan, denda dan sebagainya. Tuntutan
,penyetoran kembali, tuntutan
tersebut biasanya berhubungan
35
44. dengan jenis pelanEgaran atau penyerewengan keuangan negara dan kekayaan negara
yang berbentuft uang. Untuk meningkatkan pengawasan melekat, setiap pirnpinan
yang menernlkan penyimpangan-penyimpangan
liang rnerugikan keuangan negara
wajib melakukan tindakan-tindakan pengamanan dan penyelamatan keuangan negara
yang diselewengkan. Tindakan awal dapat berupa mengusahakan penyetoran kenrbali.
Tindakan administratif tidak menghalangi dan menghapus,kasus-kasus penlelewengan
keuangan/kekayaan negara sebagai tuntutan perdata dan/itau pidana.
(3) Tindakan Pidana
Ada beberapa usaha pencegahan dan pemberantasan kebocoran dalam pengeldaan
keuangan negarass:
(a) Melakukan penyidikan sendiri
(b) Menerima penyerahan kasus-kasus pidana khr"lsus sebagai temuan hasil
pemeriksaan aparat fungsional untuk diproses lebih lanjut.
Untuk melakukan proses pidana terhadap ha$r pengawasan, baik itu pengawasan
melekat rnaupun fungsional sangatlah dibutuhkan peningkatan keterpaduan
pelaksanaan pengawasan dengan aparat-aparat berwenang yang melakukan
penyidikan seperti Kepolisian, Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Tindak pidana
Korupsi. serta penyidik yang berstatus pNS lainnya yang diatur oleh undang-undang.
Keberhasilan pengawasan tergantung pada tindak lanjut yang cepat, tegas dan tepat.
Perbedaan segi penilaian dalam menyelesaikan suatu kasus akan nengakibatkan
ketidakjelasan penyelesaian yang tentunya akan menghambat pro*s per€awasan juga
berakibat buruk pada citra dan kinerja pemerintah.
.-..st sy.lqrton Marmosudiono, Pengawasan Melekat dan Tindak Lanjut pidana, Bahan Fenabran Fer{awaBaoMelekaL (lakarta: 8P Mini Java Abadi, 1988), hal. 194 . Sebagaimana ottutiia"ri v-i.ior M. situnprang dan JusufJuhir,Op Ot hal 145.
36
45. b. Pengawasan Fungsional ,
;
1)
Berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (4) Lampiran Inpres fo. 1s tahun 19g3 dapat disirnpulkan
bahwa p€ngawasan fungsional adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat yarq diadakan
khusus untuk membantu pimpinan dalam menlalankan fungsi pengawasan di lingkungan
organisasi yang menjadi tanggungjawabnya. DerEan demikian jelas bahwa lingkup
pengawasn fungsional dilakukan terhadap kegiatan umum perrerintahan dan pembangunan
dalam lingkungan kerja dari aparat pengawasan fungsional.
2) Pelaksana Pengawasan Funqsional
Apara t-aparat peftgawasa n fungsional terdiri da ri :
a) Badan Pengawas Keuangan dan pembangunan (BpKp)
b) Inspektwat -lenderal Departernen, Aparat Pengawasan Lembaga pemerintah Non
Depa rtemen/Instansi pemerintah lainnya.
c) Inspektorat Wilayah pr:opinsi
d) Inspektorat Wilayah Kabupaten/Kotamadya
Sejalan dengan kedudrurkan BPKP di tingkat pemerintah, maka di dalam departemen terdapat
Inspektorat Jenderal dan dalam lembaga pernerintah non departemen terdapat Inspektorat.
Inspektorat Jenderal (Itjen) diadakan pada tiap-tiap departemen dengan kedudukan yang
langsung bertanggung jawab kepada Menteri. Itjen yang dipimpin oleh Inspektur lenderal
mumpunyai tugas melaksanakan kegiatan pengawasan fungsional dalam departernen yang
beir:sangkuta n da n mempunya i fungsi-fungsi seba gai berikuts :
1. penyiapan perumusan kebijakan pengawasan fungSional;
2. pdaksanaan pengavrasan fungsional sesuai
-ldengan
ketentuan peraturan
perundang-uMangan yang berlaku;
3. pelaksanaa n urusan administrasi Inspektorat lenderal.
.
s6
Pasal 65 Keppres No.-102.tahun
10011 lentang l(edudukan, Tugas, Fungsi, lGwenar€afl, sugrnan organisasidan Tata Kerja Departemen.-Bandingkan tungsi-fr.rngsiinspektorat J;r.d;r"l'p"d""d;t rz repft* ro. i:o t
-tnin
Lsgs
tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, (ewenangan, susunan organisasi dan rita r<e+ oepartemen:
1' pemerikaan, pengujian penilaian, dan pengusr"tan tertdap kebenarin pilaksanaan tugas, pengaduan,
penyirnpangan dan penyalahgunaan rrrewenang yang dilakukan oleh umur-unsur oepartenrei;
' '
2. penyampaian hasir pengawasandan pemartauln unaat bnjut hasir pengawasan;
3. pembinaan teknis tertradap Kelompok.labatan Fungsional e"nga*asun;
--
4. pelaksanaan urusan administrdsi Inspektorat lenderal.
37
46. Pada hakekatnya kedgdukan Itjen sejajar dengan kedudukan BpKp, narnun tl.rgas ltjen tidak
hanya dalam menyelerenggarakan pengawasan keuangan saja,. melainkan jr.qa rnencakup
seluruh aspek penyelerenggaraan tugas menteri yang krsangkutan. Dengall dernikian,
kedudukan l$en sudah tepat dan jelas, yaitu berada setingkat di bawah rne$eri dan rnentantu
menteri yang bersangkutan dalam menyelenggarakan pengawasqn urnum atas segala aspk
pelaksanaan tugas pokok menteri.
3) Pelaksanaan penqawasan Funqsional
Pelaksanaan pengawasan fungsional yang dilakukan oleh pemerintah dengan BpKp sebagai
koordinator dapat dibedakan menjadi dua macam:
a) Pengawasan berdasarkan rencana prograrn ker.ja tahunan
Pelaksanaan pengawasan fungsional d.ilaksanakan berdasarkan rencana program kerja
pengawasan tahunan. Rencana kerja tahunan tersebut diusulkan oleh aparat penEawasan
fungsional yang kemudian disusun oleh EPKP setelah berkonsultasi dengan aparat
pengawasan fungsional yang bersangkuhn dan petunjuk Menteri Ekuin. Mengenai
a nggaran pela ksa na an program pengawasa n tah una n, BPKP memberika n pertirnba ngan nya
kepada Menteri Keuangan tiiituk meniamin keserasr-an dan keterpaduan pelaksanaan
prograrn pengawasan. !
Pelaksanaan program pengawasan fungsional ters€but dilakukan secara brjenjang.
Artinya, disini aparat pengawasan fungsional melaksanakan pengawasan berdasarkan
petunjuk menteri/pimpinan lembaga pemerintah non departemen/pimpinan instansi
masing-masing yanE bersangkutan sesuai dengan prograrn kerja grgawasan tahunan,
dimana kegiatan tersebut dikordinasikan oleh kepala BpKir. t-lasil kegiatan rengawasan
tersebut dibahas secara umum oleh Menteri Ekuin dengan kepala BpKp srta aparat
pengawasan lainnya yang dianggap perlu. Hasil pembahasan tersebut digunakan sebagai
bahan bagi Menteri Ekuin untuk memberikan petunjuk-petunjuk untuk penyueJnan r€n6;rna
program kerja pengawasan tahunan yang berlaku bagi seluruh apa{.at rengawasn
tahunan.
3B
47. b) Pengawasan Khusus ,
I
Pengawasan khu'sus dilakukan bagi penyimpangan-penyimpangan danlatau masalah-
masalah dalam'bidang administra$ di lingkungan aparatur, pemerintahan yang dapat
berdampak secara luas terhadap jalannya pemerintahan dan kehidupan masyarakat.
Pengawasan khusus tersebut dapat dilakukan oleh EPKP atau tirn gabunEan yang dibentuk
oleh kepala BPKP yang terdiri dari berbagai aparat pengawasan pemerintah pusat maupun
daerah yang dipimpin oleh pejabat BPKP. Penetapan pehgawasan khusus dan tim
gabungan dilakukan dengan keputusan Menteri Ekuin atau keputusan r-epala gpKp sesuai
dengan lingkup pengawasan khusus tersebut.
Itjen melaksanakan kegiatan pengawasan atas petunjuk Presiden dan/atau wakil presiden.
Hasil pengawasan tersebut dilaporkan kepada Presiden dan Wakil presiden dengan
tembusan kepada Menteri Ekuin dan Kepala BPKP. Tata cara pelaksanaan pengawasan
bagi masing-masing bidang menurut ruang lingkup pengawasans'ditetapkan oleh kepala
BPKP' Kepala BPKP mengikuti kegiatan dan peri<embangan pelaksanaan pengawasan baik
yang dilakukan sesuai program maupun pengawasan khusus.
untuk koordinasi pelaksanaan pengawasan, wakil Presiden mengadakan rapat.rapat koordinasi
yang dihadiri oleh:
a) Para Menteri *;r
b) Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
c) laksa Agung
d) Para Pejabat lainnya yang dianggap perlu.
Rapat koordinasi juga dapat dilaksana kan sewaktu-waktu oleh:
a) Menteri Ekuin untuk rnembahas dan menyelesaikan masalah-masalah yang besangkutan
dengan Kebijaksanaan perigawasan di tingkat menteri/pim$inan lernbaga pernerintah non
departemen/ pimpina n instansi pemerintah lainnya.
s7
Pasal 2 ayat (2) t_ampiran Inpres No. 15 tahun l9g3
Ruang Lingkup Pengawasan meliputi:
a. Kegiatan umum pemerintahan ;
b. Pelaksanaan rencana pembangunan ;
c.. Penyelenggaraan pengurusan dan pengelolaan keuangan dan kekayaan negara ;d. Kegiatan badan usaha milik negara dan badan usatra irilik daerah j
e' Kegiatan aparatur pemerintahan di bidang yang mencakup kelembagaan, kepegawaian dan ketatalaksanaan.
39
48. b) Kepala BPKP untuk membahas dan menyelesaikan masalah-rnasalah pelaksanaan teknis
operasional peniawasan, di tingkat departemen/lembaga pemerintahan non
departemen/instansi pemerintah lainnya dan tingkat daera h.
Hasil pelaksanaan pengawasan dilaporkan aparat pengawasan funjsional kepada:
a) Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen/Fimpinan Instansi yang
bersangkutan dengan tembusan kepada Kepala BPKP, disertai saran tindak lanjut mengenai
penyelesaian masala h yang terungkap;
b) Khusus untuk masalah yang berdampak luas bagi jalannya pemerintahan maupun
kehidupan masyarakat diserahkan kepada Menteri Ekuin dan Menteri/pirnpinan Lembaga
Pemerintah Non Departemen/Pimpinan Instansi Pemerintah yang bersangkutan, dengan
tembusan kepada Kepala BpKp.
Menteri Ekuin kemudian menyampaikan laporan tersebut kepada presiden dengan tembusan
kepada wakil Presiden. wakil presiden juga dapat meminta laporan dan penjelasan mengenai
pengawasan sewaktu-waktu dari Menteri Ekuin atau Kepala BpKp mapun dari aparat
penqawasan fungsional lainnya. lika sewaktu-waktu Wakil Presiden meminta laporan kepada
aparat pengawasan fungsional selain BPKP, maka tembusan laporan tersebut harus
disampaikan kepada Menteri Ekuin dan kepala BpKp.
Badan Pemeriksa Keuangan Pusat "sepanjang menyangkut kedudukannya sebagai aparat
pengawasan fungsional yang langsung berada di bawah Prqsiden menyampaikan laporan
berkala mengenai pelaksanaan tugas dan fungsinya kepada Presiden dengan temhrsan kepda
Wakil Presiden, Menteri Ekuin dan Menteri Sekretaris Negara.
4)' Tindak Lanjut Penqawasan Fungsional
Para Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah flon Deprt€merVpimpinari instansi yang
bersangkutan setelah menerima laporan hasil pelaksanaan pengawasan mengambil langkah-
langkah tindak lanjut untuk menyelesaikan masalah-masalah yang diidehtifikasikan dalarn
rangka pelaksanaan pengawasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Tindak lanjut tersebut dapat berupa:
a) Tindakan administratif sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang
kepegawaian termasuk peilerapan hukuman disiplin pada pp No. 30 tahun 1gg0 tentang
Peraturan Disiplin pNS.
40
49. b) Gugatan perdata yang dapat berupa:
(1) Tuntutan ganti rugi atau penyetoran kembali
(2) Tuntutan pelbendaharaan
(3) Tuntutan pengenaan denda, ganti rugi dan {a{n-lain.
Tindakan pengaduan tindak pidana dalam hal terdapat
,'
indikasi tindak pidana umurn atau
tindak pidana khusus
d) Tindakan penyempurnaan aparatur pemerintah di bidang keiembagaan, kepegawaian dan
ketatalaksanaan.
Tindak lanjut yang berhubungan dengan penyempurnaan ketatalaksanaan yang harus
ditetapkan dengan keputusan Menteri/Pimpinan Pernerintah Non Departemen/pimpinan Imtansi
lainnya dilakukan setelah berkonsultasi dengan atau mendapat persetujuan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara.
Perkembangan tindak lanjut diatas dilapor.kan keseluruhannya secam berkala oleh Menteri
Ekuin dan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara kepada presiden dengan tembusan
kepada WakilPresiden.
Penyelenggaraan keempat tindak lanjut tersebut dikoordinasikan oleh Menteri Ekuin dan
dibantu oleh Kepala BPKP. Langkah-langkah keseluruhan tindak lanjut baik itu berupa tindakan
administratif, tindakan gugatan perdata, 'pengaduan pidana maupun penyernpurnaan
ketatalaksanaan organisasi diberitahukan kepada kepala tspKp. Sedangkan khusus bagi
langkah-langkah berupa tindak lanjut administratif dan tindakan peri!€rnpurnaan
ketatalaksanaan juga diberitahukan Kepada Menteri Fendayagunaan Aparatur Negara.
Mizngenai penyelesaian tindak lanjut masalah yang berhubungan dengan tindak pidana
dikonsultasikan oleh Kepala BpKp dengan Kaporri dan Jaksa Agung. Kepara BpKp
menyampaikan laporan tindtik lanjut tersebut kepada Ment€ri Ekuin dan
'Menteri/pimpinan
Lembaga Departemen/Pimpinan Instansi lainnya yang bersangkutan.
c. Pengawasan Masyarakat
Merupakan pengawasan yang dilakukan oleh warga rtasyarakat yang disampaikan secara lisan
atau tertulis kepada aparatur pemerintah yang berkepentingan berupa sumbangan pikiran,
saran, gagasan atau keluhan/pengaduan yang bersifat membangun yang disampaikan baik
c)
41
50. !
seclra langsung maupun melalui mediass. Pengawasan rnasyarakat dengan pe*gawasan
internal organisasi peinerintah rnemiliki hubungan erat yaitu sebagai kontrol sosial. pada
hakikatnya pengawas'an masyarakat berfungsi untuk menyalurkan.fakta ata,u pra.ktek kegiatan
pemerintahan dari masyarakat kepada aparat pemerintahan dengan maksud agar tugas umum
pemerintahan dapat dilaksanakan sebaik-baiknya. Pengawasan masyarakat sudah diakui oleh
pemerintah sejak pemerintahan Soeharto, meskipun kenyataannya pada wakfu itu tidak
berjalan dengan semestinyase. Hasil pengawasan masyarakat berupa keluhan, aduan, yang
disampaikan oleh masyarakat harus diterima pimpinan sebagai masukan untuk menilai apakah
pelaksanaan tugas bawahannya tetap terarah dan konsisten pada tujuan yang telah ditetapkan.
Informasi yang diterima dari masyarakat tidak boleh hanya ditampung begitu saja, narnun
harus ada penelitian dan analisis untuk menetapkan tindak lanjut ber:ikutnya. Tindak lanjut
terhadap informasi yang telah diteliti dan dipertimbangkan ada dua macam, yaitu6o:
a. Kedalam, yakni yang berhubungan dengan peningaktan efektifitas fungsi
pengendalian/sistem pengawasan melekat agar tugas umurn pemerintahan dan
pembangunan dapat terselenggara dengan sebaik_baiknya.
b' Keluar, yakni dalam menyelesaikan masalah yang dilaporkan baik secara individual rnaupun
secara kelompok sesuai dengan peraturan perundang-undargan yang be4aku khususnya
berupa langkah-langkah penyelesaian melalui proses hukurn sesuai sifat dan jenis
kesalahan yang dilakukan.
d. Pengawasan Legislatif
Menurut Inpres No 1 tahun 1989, pengawasan legislatif adatah penga$rasan yang d1akukan
oleh lembaga perwakilan rakyat terhadap l(ebijaksanaan dan pelaksanaan tuEas-tugas umum
pemerintah dan pembangunan. Pengawasan leEislatif ini merupakan salah satu fugas dan
kewajiban lembaga perwakilan rakyat terhadap Kebijakanaarp dan plaksanaan tugas-tugas
umum pemerintahan dan pembangunan. Pengawasan yang dilakukan oleh badao legislatif
dapat dilakukan baik secara preventif maupun secara represif. Secara preventif dilakukan
dengan pembuatan undang-undang meliputi seluruh aspek ptilitik, ekonomi, sosial dan
kebudayaan, dimana kegiatan administrasi negara tidak boleh menyimpang dari qndang-
s8
Angka 1 butir d Lampiran Inpres No. 1 tahun 19g9
se
victor M. Siturnorang dan Jusuf Juhir, op ci| hal. 50.
60
Hadari Nawawi, OpO4 hal. g5.
42
51. undang yang telah dibuat. Pengawasan secara r.epresif dengan ca{a
dan angkaet dari bpn terhadap peme{'intah apabila adanyai
penye{erenggaraan pbmerintah yang dilakukan.
E. Penerapan Good Governance dalam sistem
Pemerinta han
mengada kan interpe{asi
ke,tidakberesan dalam
Pelgawasan di Organisasi
lstilah Good Governance yang dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai rata pemerintahan
yang Baik mulai popouler di awal tahun 1990-an. Proses pemahamannya sendiri semakin
mendalarn sejak tahun 1996 sejalan dengan interaksi antara pemerintah dan dunia
internasional yang menyoroti kondisi obyektif perkembangan ekonorni dan politik Indonesia.
Good Governanrernenjadi persyaratan mutlak bagi Indonesia untuk nrendapatkan bantuan dari
dunia internasional baik yang berupa pinjaman maupun hibah.
Beberapa peraturan perundang-undangan pun mulai nrernuat konsep Cad Govemanceseperti
yang teftuang dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang penrTetenggaraan
Pemerintahan yang Eersih dan Bebas Korupsi Kolusi dan Nepotisme.6l Kemudian salah satu
peluang publik untuk ikut melaksanakan Undang-undang tersebut diberikan melalui peraturan
Pernerintah Nomor 68 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pelaksanaan peran serta Masyarakat
dalam Penyelenggaraan Negara dan Peraturan Pernerinthh Nomor 71 Tahun 2000 tentang Tata
Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam pencegahan dan
Pemberantasan Tindak pidana Korupsi.
Pengeftian Good Governance
Pemaharnan terhadap i*ilah Gouernance seringkali diidentikkan dengan i*ilah @wmment
atau Pemerintah, sehinEga silmpai saat ini yang menjadi fokus perhatian
'mengenai
isu ini
adalah pemerintah. Padahal Covernance.tidak hanya bertutat pada pemerintah saja, namun
6r
Dalam uu Nomor 28 Tahun 1999 khususnya pada Bab uI Asas tknum penyelenggaraan Negara pasal 3memuat Asas-asas umum penyelenggaraan negara yang'meliputi:
1. Asas Kepastian Hukum;
2. Asas Tertib Penyelenggaraan Negara;
3. Asas Kepentingan Umum;
4. Asas Keterbukaan;
5. Asas Proporsionalitas;
6. Asas Profesionalitas; dan
7. Asas Akuntabilitas.
1.
43
52. juga meliputi seluruh bidang organisasi terutama yang tujuan dan
kepentingan publik s-ebagai salah satu stakeholders. Untuk itu perlui
baik mengenai konsep Good Governancebeserta prinsip-prinsipnya.
-,
United Nations for Development Program (UNDP) mengartikan Goyemane sebagai
penggunaan wewenang ekonomi, politik dan administrasi guqa mengelola urusan-urusafl
negara pada semua tingkat. Tata pemerintahan mencakup seluruh mekanisme, proses dan
lembaga-lembaga dimana warga dan kelompok-kelompok masyarakat mengutarakan
kepentingan mereka, menggunakan hak hukum, memenuhi kewajiban dan rnenjembatani
perbedaan-perbedaan diantara mereka.62
Badan Perserikatan Bangsa-Ba.ngsa lainnya yakni United Nations Economic and Social
Commission for Asia and the Pacific (UNESCAP) memberikan pengertian mengenai Governance
sebagai:
the process of decbion-making and the process by which dea'sions are imptemented (or
not implemented). Govanarce an be used in several contexts s,rch as arpoategovernance internatbnal governance, national governance and toat gn*mr,ro3{
Dari sini dapat terlihat bahwa proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan ini tentunya
melibatkan banyak pelaku baik pelaku formal yang dalam hal ini adalah pemerintah atau pihak
yang berwenang, maupun pelaku informal yakni masyarakat atau warga negara. Dengan
demikian pemerintah hanyalah salah satu bagian dari @uernancedan tidak memiliki dominasi
ketika suatu kebijakan dibuat dan dilaksanakan. Benang merah lain yang didapat dari
pemaharnan ini adalah bahwa Good Governance menyangkut perimbangan antara pemerintah
dan publik.
2. Prinsip-Prinsip Good Governance
:
Mengingat bahwa isu Goad Couemance sudah menjadi domain publi( maka karakteristik
prinsip-prinsip Good Governancebanyak diutarakan oleh berbagai lembaga. Sejumlah lembaga
-@
"ooryrnen Kebijakan UNDP : Tata Pemerintahan lvlenunjang Pembangunan Manusia gerkelanjutan., dalarn
buletin informasi Program Kemitraan untuk Fernbaharuan Tata pernirinitatran ai lioonoi., 2000. sebagairnana dikutip
oleh Loina Lalolo Krina P., Indikabr & Alat ukw kinsip Akunabilitas, irrntpatiiti & pattisipasi sitreariarcoooPublic Governance Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Jakarta, Agustus 2003, hal. 4. Tulisan ini dimuat dalam
situs http:{www.goodgovernance-bappenas.qo.id , diakes pada tarqgit Ziaprif iOOi
63 what Is Good Govemance? Dimuat dalam situs htto://rvww.unescao.orolhuseUqa/oovemanae,htm.
diakses pada tanggal 25 Aprit 2005
kegiata nnya rnenyinggung
adanya pemaharnan yang
44