Dokumen ini membahas upaya meningkatkan hasil belajar matematika siswa SMP melalui pendekatan pembelajaran matematika realistik pada materi lingkaran kelas VIII. Pendekatan ini diharapkan dapat meningkatkan minat dan kreativitas siswa dalam belajar matematika. Secara garis besar, dokumen menjelaskan latar belakang permasalahan rendahnya minat siswa terhadap matematika, kelemahan pembelajaran konvensional, dan kelebi
1. Upaya Meningkatkan Hasil Belajar dengan Menggunakan Pendekatan
Pembelajaran Matematika Realistik Pada Materi Lingkaran Kelas VIII SMP
Neg 4 .
PENDAHULUAN
. Latar Belakang
Di zaman yang serba canggih dan modern seperti sekarang, ketika komputer merajai seluruh
sendi kehidupan, seluruh manusia dituntut untuk bisa kreatif dan inovatif. Mampu beradaptasi
dengan perubahan kehidupan yang sangat cepat. Untuk mewujudkan hal tersebut, pendidikan
memegang peranan vital. Pendidikan harus bekerja keras dan berupaya untuk menciptakan
generasi-generasi yang handal dan kreatif.
Menyikapi kenyataan di atas yang sekaligus merupakan tantangan bagi dunia pendidikan, maka
paradigma pembelajaran juga harus diubah. Dari yang semula hanya “banyak mengajari”
menjadi “banyak mendorong anak untuk belajar”, dari yang semula di sekolah hanya
diorientasikan untuk menyelesaikan soal menjadi berorientasi mengembangkan pola pikir kreatif
. Oleh karena itu seorang pendidik harus sanggup menciptakan suasana belajar yang nyaman
serta mampu memahami sifat peserta didik yang berbeda dengan anak yang lain. Sebagaimana
diungkapkan oleh Soepartinah Pakasi mengenai peranan pendidik dalam membangkitkan minat
belajar anak didik. Karena dengan mengerti dan memahami bahwa setiap siswa berbeda, maka
secara otomatis seorang pendidik akan mampu memposisikan dirinya dihadapan masing-masing
individu anak didik.
Dalam semua jenjang pendidikan, pelajaran matematika memiliki porsi terbanyak dibandingkan
dengan pelajaran-pelajaran yang lain. Tetapi kenyataan yang terjadi selama ini, siswa malah
menganggap matematika sebagai monster yang menakutkan. Matematika didakwa sebagai biang
kesulitan dan hal yang paling dibenci dari proses belajar di sekolah. Padahal ketidak senangan
terhadap suatu pelajaran berpengaruh terhadap keberhasilan proses pembelajaran. Karena tidak
senang akan membuat siswa enggan dan malas untuk belajar. Dan secara langsung akan
berpengaruh pada prestasi belajar siswa.
Untuk mengatasi ketidak senangan siswa terhadap matematika diperlukan adanya pembenahan
baik dari tenaga pendidik maupun dari peserta didik itu sendiri. Apabila seorang pendidik bisa
meningkatkan minat belajar siswa terhadap matematika, diharapkan kesulitan yang ada pada diri
siswa akan lebih mudah diatasi. Untuk itu diperlukan seorang tenaga pendidik yang kreatif dan
profesional, yang mampu mempergunakan pengetahuan dan kecakapannya dalam menggunakan
metode, alat pengajaran dan dapat membawa perubahan dalam tingkah laku anak didiknya. Dari
yang semula benci menjadi sayang dan berminat untuk belajar. Karena pada dasarnya hasil dari
belajar terletak pada perubahan tingkah laku secara menyeluruh.
Pada umumnya proses pelaksanaan belajar mengajar matematika di sekolah hanya mentransfer
apa yang dipunyai guru kepada siswa dalam wujud pelimpahan fakta matematis dan prosedur
penghitungan, Bahkan sering terjadi, dalam menanamkan konsep hanya menekankan bahwa
konsep – konsep itu merupakan aturan yang harus dihafal, tidak perlu tahu dari mana asal – usul
2. rumus tersebut. Siswa diprogram hanya untuk bisa menghafal rumus dan mengerjakan soal tanpa
harus tahu apa makna dan fungsi soal tersebut dalam kehidupannya sehari-hari.
Dengan adanya pembelajaran matematika yang tidak bermakna serta hanya sebatas menghafal
rumus dan mengikutinya untuk mengerjakan soal, penalaran siswa menjadi kurang berkembang.
Padahal kemampuan penalaran siswa merupakan aspek penting, karena dapat digunakan untuk
menyelesaikan masalah-masalah lain, baik masalah matematika maupun masalah kehidupan
sehari-hari. Karena dengan adanya penalaran, siswa akan mampu mengaplikasikan hal yang
dipelajarinya kedalam dunia nyata. Bahkan menurut Krulik dan Rudnick, kemampuan penalaran
merupakan aspek kunci dalam megembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif dari siswa.
Pembelajaran matematika yang hanya berorientasi pada proses transfer dari guru ke siswa
merupakan pandangan behaviorisme. Matematika dipandang sebagai barang jadi yang dapat
dipindahkan dari seorang keorang lain. Menurut pandangan behaviorisme siswa bersifat pasif
dan pembelajaran lebih berpusat pada guru . Bagi behavioris pengetahuan itu statis dan sudah
jadi dan belajar hanya merupakan suatu proses mekanik untuk mengumpulkan fakta.
Selanjutnya lahirlah pandangan konstruktivisme yang beranggapan bahwa pengatahuan tidak
dapat ditransfer tetapi harus dibangun sendiri oleh siswa di dalam pikirannya . Menurut
pandangan konstruktivisme, pengetahuan dibangun secara aktif oleh individu melalui proses
yang berkembang secara terus menerus . Pengetahuan merupakan suatu proses menjadi melalui
kegiatan aktif siswa meneliti lingkungannya. Dengan kata lain pengetahuan dapat dibentuk oleh
siswa dalam pikirannya sendiri setelah adanya interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Bahkan
Ausubel, Novak dan Hanesian menyatakan bahwa suatu pembelajaran akan bermakna jika
informasi yang baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang
yang sedang belajar. Dengan demikian, pengetahuan yang telah dibangun seseorang akan
semakin kuat dan kokoh.
Pada proses ini, terjadi pembaharuan pengetahuan seseorang yang dikembangkan melalui situasi
dan pengalaman baru. Sehingga pengetahuan yang lebih dahulu diperoleh dapat disesuaikan
dengan pengetahuan yang baru.
Inti dari pembelajaran konstruktivis adalah keaktifan siswa pada proses pembelajaran.
Penekanan belajar siswa aktif ini sangat penting dan perlu dikembangkan dalam dunia
pendidikan kita. Karena dengan keaktifan dan kreatifitas, siswa akan dapat mandiri dalam
kehidupan. Mereka akan terbantu menjadi orang yang kritis menganalisis suatu hal karena
mereka berpikir dan mencipta, bukan meniru saja.
Berdasarkan pada prinsip filsafat konstruktifisme, muncul berbagai model pembelajaran yang
berupaya untuk mengembangkan keaktifan dan kreatifitas siswa. Diantaranya adalah :
contructivism, problem solving, problem posing, realistic mathematics education, dan open
ended approach. Semua model pembelajaran tersebut masing-masing memiliki kelebihan dan
kekurangan, dan setiap materi pelajaran memiliki karakteristik tersendiri sehingga tidak semua
materi pelajaran bisa disampaikan dengan satu model pembelajaran tertentu. Selain penguasaan
cara penyampaian pelajaran melalui berbagai model pembelajaran, seorang guru juga harus
menguasai materi yang diajarkan secara luas dan mendalam. Karena dengan penguasaan materi
seorang guru akan mampu dan mengerti bahwa terdapat bermacam cara untuk sampai pada suatu
pemecahan persoalan, tanpa terpaku pada salah satu rumus saja. Sehingga siswa tidak hanya
meniru contoh penyelesaian dari guru dan berkutat pada satu macam cara. Tetapi siswa dapat
3. dengan bebas mengeluarkan pemikirannya, meski bimbingan dari guru tidak boleh diabaikan.
Dengan menyadari dan tidak mengajukan jalan satu-satunya sebagai jawaban yang benar,
kreatifitas dan pemikiran siswa akan lebih berkembang. Dan dengan sendirinya penalaran dan
pemahaman yang dimiliki siswa akan semakin tumbuh subur. Adapun model pembelajaran yang
memberikan kebebasan berpikir kepada siswa diantaranya adalah problem posing dan open
ended.
Model pembelajaran problem posing adalah suatu model pembelajaran yang dilakukan dengan
meminta siswa untuk mengajukan masalah . National Council of Techer of Mathematics
(NCTM) juga menyarankan agar para guru memberikan kesempatan kepada para siswa untuk
merumuskan soal dari informasi-informasi yang diberikan . Adapun manfaat dari pengajuan soal
ini diantaranya adalah dapat mempertinggi kemampuan memecahkan masalah dan sedikit
menhilangkan ketakutan siswa terhdap matematika. Karena dengan dapat membuat soal sendiri,
siswa akan merasa percaya diri dengan pengertian dan pemahamannya. Hal ini disebabkan siswa
merasa bahwa salah satu dari materi yang diajarkan dapat ia pecahkan. Dan kemungkinan besar
dapat menghilangkan ketakutan dalam dirinya.
Sedang model pembelajaran open ended merupakan suatu model pembelajaran yang dilakukan
dengan menyajikan masalah yang memiliki jawaban tidak tunggal atau cara penyelesaian yang
tidak tunggal. Dengan diterapkannya strategi ini, diharapkan siswa dapat berpikir bebas karena
tidak terpaku pada satu patokan saja. Dan ketika siswa bebas mengungkapkan gagasannya, asal
logis dan rasional, maka akan mendorong siswa untuk berpikir kreatif. Kreatif menurut Krulik,
Pundick dan Milou adalah bentuk penalaran tertinggi dari tahapan berpikir . Dan dengan
kemampuan penalaran yang tinggi, siswa akan mudah mencari pemecahan terhadap masalah
yang dihadapinya, baik dalam proses belajar disekolah maupun dalam kehidupan nyata.
Problem posing dan open ended merupakan model pembelajaran yang memberikan keleluasan
berpikir kepada siswa. Namun banyak kendala untuk mempraktiknnya. Diantaranya adalah
kebiasaan kita yang hanya terpaku pada satu jawaban atau selalu mengikuti rumus yang
dituliskan oleh guru. Maka dari itu diperlukan adanya suatu pendekatan yang memadukan
problem posing dan open ended serta pelaksanaan yang mudah diterapkan. Dan salah satu
alternatif yang dapat dilaksanakan adalah model pembelajaran melalui pendekatan pohon
matematika.
Pohon matematika adalah model pembelajaran yang merupakan gabungan dari model problem
posing dan open ended. Pada pembelajaran ini, siswa diminta untuk menumbuhk`n daun dengan
membangun konsep matematika dari suatu pohon yang berupa pokok bahasan yang diberikan.
Pada setiap pohon yang dibangun terdapat beberapa cabang. Semakin banyak daun yang tumbuh,
nilai akan semakin banyak. Namun, bila ada daun yang salah akan mengurangi nilai. Dan materi
yang akan dijadikan pokok bahasan pada penelitian ini adalah materi luas bangun datar.
Di dalam matematika, luas bangun datar adalah syarat mutlak sebelum mempelajari volume
bangun ruang. Adapun bangun datar yang dipergunakan adalah persegi panjang, jajar genjang,
trapesium, belah ketupat dan layang-layang. Didalam kehidupan nyata, penerapan konsep luas
bangun datar banyak dijumpai. Tetapi masih banyak siswa yang tidak memahami materi ini. Hal
ini dikarenakan dalam memecahkan masalah, siswa tidak dapat menghubungkan antara
4. pengetahuan dan konsep yang telah dipelajari dengan masalah yang dihadapi. Berdasar
kenyataan tersebut, dengan tidak mengurangi faktor lain pada proses pembelajaran, perlu adanya
perubahan strategi pembelajaran sehingga tercipta suasana belajar yang menyenangkan.
Adapun SD Plus Baitussalam dipilih sebagai tempat penelitian dikarenakan peneliti juga
sekaligus sebagai pengajar di sekolah tersebut. Sehingga dengan demikian diharapkan akan
mempermudah dalam proses perijinan.
Berdasar uraian di atas, peneliti mencoba untuk mengembangkan pembelajaran matematika
melalui pendekatan dengan pohon matematika yang diharapkan dapat meningkatkan kreatifitas
siswa kelas V SD Plus Baitussalam tahun pelajaran 2007/2008 pada materi luas bangun datar.