Pancasila telah menjadi dasar negara Indonesia sejak proklamasi kemerdekaan. Makalah ini membahas peranan Pancasila dalam kehidupan bernegara dengan menjelaskan bahwa Pancasila adalah ideologi nasional yang terbuka yang dapat menjadi pedoman dalam mengatasi krisis moral dan membangun karakter bangsa. Upaya mempertahankan dan memapankan Pancasila perlu dilakukan dengan memahami dan mengimplementasikan nilai-nilai
1. MAKALAH
PERANAN PANCASILA DALAM KEHIDUPAN
BERNEGARA
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
NAMA : AS’AT SAMSUL ARIFIN
FAKULTAS : HUKUM
PRODI : ILMU HUKUM
SEMESTER : 1 (SATU)
RUANG : 01
NPM : 110302. 0042
DOSEN PENGASUH : Drs. ALI NAPIA HARAHAP, SH. MH
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TAPANULI SELATAN
(UMTS)PADANGSIDIMPUAN
T. A 2011/2012
1
2. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pancasila telah menjadi kesepakatan nasional bangsa Indonesia sebagai dasar
negara Negara Kesatuan Republik Indonesia, namun dalam upaya implementasinya
mengalami berbagai hambatan, baik pada masa Pemerintahan Presiden Soekarno
maupun pada masa Pemerintahan Presiden Soeharto, dan lebih-lebih lagi pada era
reformasi. Gerakan reformasi yang digulirkan sejak tumbangnya kekuasaan
Pemerintahan Presiden Soeharto, pada hakikatnya merupakan tuntutan untuk
melaksanakan demokratisasi di segala bidang, menegakkan hukum dan keadilan,
menegakkan hak asasi manusia (HAM), memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme
(KKN), melaksanakan otonomi daerah dan perimbangan keuangan antara pemerintah
pusat dan daerah, serta menata kembali peran dan kedudukan TNI dan POLRI.
Dalam perkembangannya, gerakan reformasi yang sebenarnya memang amat
diperlukan itu, tampak seolah-olah tergulung oleh derasnya arus eforia kebebasan,
sehingga sebagian masyarakat seperti lepas kendali dan tergelincir ke dalam perilaku
yang anarkis, timbul berbagai konflik sosial yang tidak kunjung teratasi, dan bahkan di
berbagai daerah timbul gerakan yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa serta
keutuhan NKRI. Bangsa Indonesia sedang dilanda krisis multidimensional di segenap
aspek kehidupan masyarakat dan bangsa, bahkan menurut beberapa pakar dan pemuka
masyarakat, yang sangat serius ialah krisis moral, masyarakat dan bangsa sedang
mengalami demoralisasi.
Hal ini sebenarnya dapat dihindari apabila setiap anggota masyarakat, utamanya
para penyelenggara negara dan para elit politik, dalam melaksanakan gerakan reformasi
secara konsekuen, mewujudkan Indonesia Masa Depan yang dicita-citakan, senantiasa
berdasarkan pada kesadaran dan komitmen yang kuat terhadap Pembukaan UUD 1945,
yang di dalamnya mengandung nilai-nilai Pancasila yang harus dijadikan pedoman.
2
3. Selama beberapa tahun terakhir ini, Pancasila, yang mengandung nilai-nilai budaya
bangsa dan bahkan menjadi roh bagi kehidupan bangsa serta menjadikan bangsa
Indonesia bangsa yang bermartabat, nampak dilupakan, sehingga bangsa ini seolah-olah
kehilangan norma moral sebagai pegangan dan penuntun dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara. Pancasila yang diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945, tidak saja
mengandung nilai budaya bangsa, melainkan juga menjadi sumber hukum dasar
nasional, dan merupakan perwujudan cita-cita luhur di segala aspek kehidupan bangsa.
Dengan perkataan lain, nilai-nilai yang terkandung di dalamnya juga harus dijabarkan
menjadi norma moral, norma pembangunan, norma hukum, dan etika kehidupan
berbangsa. Dengan demikian, sesungguhnya secara formal bangsa Indonesia telah
memiliki dasar yang kuat dan rambu-rambu yang jelas bagi pembangunan masyarakat
Indonesia masa depan yang dicita-citakan. Masalahnya ialah bagaimana
mengaktualisasikan dasar dan rambu-rambu tersebut ke dalam kehidupan nyata setiap
pribadi warga negara, sehingga bangsa ini tidak kehilangan norma moral sebagai
penuntun dan pegangan dalam melaksanakan gerakan reformasi, mengatasi krisis
multidimensional termasuk krisis moral yang sedang melanda bangsa dan negara untuk
menjangkau masa depan yang dicita-citakannya.
B. Pokok Permasalahan
Untuk mengatasi krisis multidimensional termasuk krisis moral yang sedang
melanda bangsa dan negara harus diawali dengan pembangunan moral dan karakter
bangsa, yaitu mendorong penumbuhan dan pengembangan nilai-nilai Pancasila oleh
masyarakat sendiri dan selanjutnya mengaktualisasikan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Dalam hal ini pokok permasalahannya adalah bagaimana menjabarkan nilai-
nilai Pancasila yang telah disepakati bersama sebagaimana diamanatkan dalam
Pembukaan UUD 1945 menjadi Pedoman Umum sebagai tuntunan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
3
4. BAB II
PEMBAHASAN
PERNAN PANCASILA DALAM KEHIDUPAN BERBANGSA
A. Pancasila Kesepakatan Bangsa Indonesia
Kita pahami bersama bahwa Pancasila, yang sila-silanya diamanatkan dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, telah menjadi kesepakatan nasional bangsa
dan ditetapkan sebagai dasar negara sejak tanggal 18 Agustus 1945, dan berlanjut di
sepanjang sejarah Negara Republik Indonesia. Hal ini dapat disimak dalam Pembukaan
atau Mukadimah UUD atau Konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia. Kesepakatan
bersama ini merupakan perjanjian luhur, atau kontrak sosial bangsa, suatu kesepakatan
yang mengikat warga negaranya untuk dipatuhi dan dilaksanakan dengan semestinya.
Diakui bahwa kata Pancasila memang tidak tertulis secara eksplisit, tetapi jiwa
dan semangat substansinya senantiasa terdapat dalam Pembukaan atau Mukadimah
UUD tersebut. Baru kemudian, jiwa dan semangat serta posisi dan peranannya dalam
kehidupan bernegara ditegaskan melalui Ketetapan MPR RI No. XVIII/MPR/1998,
Pasal 1 yang menyatakan : “Pancasila sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan UUD
1945, adalah dasar negara NKRI, dan harus dilaksanakan secara konsisten dalam
kehidupan bernegara.”
Kenyataan sejarah tersebut kiranya perlu dilengkapi dengan berbagai justifikasi
untuk membuktikan bahwa Pancasila sebagai kesepakatan bangsa memiliki legalitas
yang kuat, bahwa substansinya mengandung kebenaran dan memiliki keabsahan ditinjau
dari berbagai justifikasi baik yuridik, filsafati dan teoritik, maupun sosiologik dan
historik.
4
5. B. PANCASILA IDEOLOGI NASIONAL BANGSA INDONESIA
Dalam rangka memahami dan meyakini Pancasila sebagai ideologi bangsa yang
dapat dibanggakan dan handal dalam menghadapi berbagai permasalahan bangsa di
masa kini dan di masa depan, maka perlu dikupas secara lebih mendalam hal-hal
sebagai berikut :
1. Pengertian ideologi;
2. Lahir dan tumbuh-kembang ideologi;
3. Pancasila adalah suatu ideologi;
4. Pancasila adalah ideologi terbuka;
5. Pancasila di tengah-tengah ideologi lain;
6. Upaya untuk mempertahankan, memapankan dan memantapkan ideologi Pancasila.
1. Pengertian Ideologi
Ideologi berasal dari kata Yunani idein yang berarti melihat dan logia yang
berarti kata atau ajaran, sehingga ideologi adalah ilmu tentang cita-cita, gagasan atau
buah fikiran. (Ensiklopedi Populer Politik Pembangunan Pancasila).
A. Destult de Tracy (+1836) berpendapat, bahwa ideologi merupakan bagian
dari filsafat yang merupakan ilmu yang mendasari ilmu-ilmu lain seperti pendidikan,
etika dan politik, dan sebagainya.
2. Lahir dan tumbuh-kembang ideologi
Sekurang-kurangnya terdapat dua pandangan mengenai proses terbentuknya
suatu ideologi. Pandangan pertama menyatakan bahwa suatu ideologi yang berisi
konsep-konsep yang abstrak terjadi melalui proses yang disebut inkrimental, secara
berangsur-angsur, yang tumbuh dan berkembang bersama dengan tumbuh kembang
suatu masyarakat, sehingga suatu ketika diakui adanya nilai dasar, atau prinsip tertentu
diterima sebagai suatu kebenaran yang diyakininya, untuk selanjutnya menjadi pegangan
5
6. dalam hidup bersama. Nilai dasar dan prinsip dasar tersebut berkembang menjadi
pandangan hidup atau filsafat hidup yang terjabar dalam norma-norma dalam kehidupan
suatu masyarakat. M. Syafaat Habib berpendapat bahwa ideologi lahir dan kemudian
berkembang dari kepercayaan politik yang terbentuk dari kemauan umum, perjanjian
masyarakat, sebagai realitas historis.
3. Pancasila adalah Suatu Ideologi
Langkah yang harus kita bahas lebih lanjut adalah benarkah Pancasila memenuhi syarat
sebagai suatu ideologi, yang berisi gagasan, cita-cita, nilai dasar yang bulat dan utuh, yang
merupakan kemauan bersama bangsa, dan menjadi landasan statis dan memberikan arah
dinamis bagi gerak pembangunan bangsa.
Pancasila berisi konsep yang mengandung gagasan, cita-cita, dan nilai dasar yang bulat,
utuh dan mendasar mengenai eksistensi manusia dan hubungan manusia dengan
lingkungannya, sehingga dapat dipergunakan sebagai landasan dalam hidup bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Konsep tersebut adalah:
a. Religiositas, suatu konsep dasar yang mengandung gagasan dan nilai dasar mengenai
hubungan manusia dengan suatu realitas mutlak, apapun namanya. Sebagai akibat
terjadilah pandangan tentang eksistensi diri manusia, serta sikap dan perilaku devosi
manusia dalam hubungannya dengan Yang Maha Esa.
b. Humanitas, suatu konsep yang mendudukkan manusia dalam tatahubungan dengan
manusia yang lain. Manusia didudukkan dalam saling ketergantungan sesuai dengan
harkat dan martabatnya dalam keadilan dan keberadaban sebagai makhluk ciptaan
Yang Maha Benar.
c. Nasionalitas, suatu konsep yang menyatakan bahwa manusia yang bertempat tinggal
di bumi Nusantara ini adalah suatu kelompok yang disebut bangsa. Sikap loyalitas
warganegara terhadap negara-bangsanya merupakan suatu bentuk tata hubungan
antara warganegara dengan bangsanya.
d. Sovereinitas, suatu konsep yang menyatakan bahwa yang berdaulat dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara di Indonesia adalah rakyat, suatu konsep demokrasi, dengan
6
7. ciri kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan.
e. Sosialitas, suatu konsep yang menggambarkan cita-cita yang ingin diwujudkan
dengan berdirinya NKRI, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, bukan
perorangan.
4. Pancasila adalah Ideologi Terbuka
Sejak masa pemerintahan Presiden Soeharto, Pancasila dinyatakan sebagai
ideologi terbuka. Demikian juga pada masa reformasi, beberapa Ketetapan MPR RI
menetapkan Pancasila sebagai ideologi terbuka.
Menurut Dr. Alfian, suatu ideologi terbuka memiliki tiga dimensi, yakni (1)
dimensi realitas, yakni bahwa nilai-nilai dasar yang terkandung dalam ideologi tersebut
secara riil berakar dan hidup dalam masyarakat, (2) dimensi idealisme yaitu bahwa
ideologi tersebut memberikan harapan tentang masa depan yang lebih baik, dan (3)
dimensi fleksibilitas atau dimensi pengembangan, yaitu bahwa ideologi tersebut
memiliki keluwesan yang memungkinkan pengembangan pemikiran.
Pancasila tidak diragukan memiliki tiga dimensi : Pertama, bahwa nilai dasar
yang terdapat dalam Pancasila memang senyatanya, secara riil, terdapat dalam
kehidupan di berbagai pelosok tanah air, sehingga nilai dasar tersebut bersumber dari
budaya dan pengalaman sejarah bangsa. Kedua, bahwa nilai dasar yang terdapat dalam
Pancasila memberikan harapan tentang masa depan yang lebih baik, menggambarkan
cita-cita yang ingin dicapai dalam kehidupan bersama. Ketiga, bahwa Pancasila
memiliki keluwesan yang memungkinkan dan bahkan merangsang pengembangan
pemikiran-pemikiran baru yang relevan tentang dirinya, tanpa menghilangkan atau
mengingkari hakikat atau jatidiri yang terkandung dalam nilai dasarnya.
7
8. 5. Pancasila di tengah-tengah ideologi dunia
Sejarah umat manusia memberikan suatu bukti secara jelas bahwa abad XX
terjadi suatu persaingan yang ketat antara ideologi liberal kapitalistik yang dimotori oleh
Amerika Serikat dan ideologi komunis yang dipimpin oleh Uni Soviet. Persaingan
tersebut berkembang menjadi perang dingin, dan dunia terpecah menjadi blok barat dan
blok timur.
Mengantisipasi situasi tersebut, pada tahun 1955 beberapa pemimpin Negara
Asia dan Afrika, yang dimotori Bung Karno, menyelenggarakan konferensi negara-
negara yang tidak terlibat blok barat atau blok timur di Bandung dan melahirkan
organisasi negara-negara non-blok. Tujuan organisasi ini adalah menuntut terciptanya
dunia yang adil sejahtera dan damai. Apabila kita cermati maka tujuan tersebut tiada lain
adalah tujuan yang ingin diwujudkan oleh Pancasila.
6. Upaya mempertahankan, memantapkan, memapankan, dan mengokohkan
Pancasila
Menurut Alfian terdapat empat faktor yang dapat menjadikan suatu ideologi
tetap dapat bertahan dan menjadi ideologi yang tangguh, yakni (1) bahwa ideologi
tersebut berisi nilai dasar yang berkualitas, (2) bahwa ideologi tersebut dipahami, dan
bagaimana sikap dan tingkah laku masyarakat terhadapnya, (3) terdapat kemampuan
masyarakat untuk mengembangkan pemikiran-pemikiran yang relevan dengan ideologi
tersebut tanpa menghilangkan jatidiri ideologi dimaksud, dan (4) seberapa jauh nilai-
nilai yang terkandung dalam ideologi itu membudaya dan diamalkan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
C. PANCASILA DASAR NEGARA DARI NEGARA KESATUAN REPUBLIK
INDONESIA
Pada waktu ketua Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia, Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat, membuka sidang pada tanggal 1 Juni
1945, mengemukakan bahwa di antara yang perlu difikirkan oleh para anggota sidang
adalah mengenai dasar negara bagi Negara yang akan segera didirikan. Oleh Bung
8
9. Karno diartikan sebagai dasarnya Indonesia Merdeka, yang dalam bahasa Belanda
disebut philosofische grondslag, yang dalam pidato Bung Karno pada tanggal 1 Juni
1945 disebutnya Pancasila.
Dalam sidang-sidang berikutnya yang dilanjutkan dalam sidang Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia disepakati oleh para anggota bahwa dasar negara
tersebut adalah Pancasila, meskipun tidak disebut secara eksplisit, tetapi rumusan sila-
silanya dicantumkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia. Begitu penting kedudukan dasar negara bagi warganegara dalam hidup
berbangsa dan bernegara, oleh karena itu perlu difahami dengan secara mendalam
masalah dimaksud.
D. Pancasila Pandangan Hidup Bangsa Indonesia
Manusia dalam hidupnya selalu berhadapan dengan berbagai fenomena, atau
gejala yang tiada jarang fenomena tersebut berpengaruh atau memiliki akibat bagi
kehidupannya. Untuk menghindari terjadinya akibat yang tidak diinginkan maka
manusia memiliki kepedulian terhadap fenomena tersebut, bahkan ada juga yang ingin
mengetahui lebih jauh, yakni memahami esensi dan makna fenomena tersebut baginya.
Dengan selalu terjadinya fenomena yang sama secara berulang-ulang, manusia
akhirnya dapat menemukan ketentuan yang berlaku bagi fenomena tersebut, yang
kemudian dimanfaatkan oleh manusia dalam mengantisipasi fenomena tersebut. Pepatah
petitih yang biasanya dipergunakan sebagai pedoman bersikap dan bertingkah laku suatu
masyarakat pada umumnya lahir seperti yang digambarkan di atas. Kita kenal pepatah “
Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-
senang kemudian,” berkembang dari suatu fenomena akibat upaya manusia dalam ingin
mencapai sukses. Bahwa suatu sukses harus dicapai dengan kerja keras dan dengan
usaha, dan bahwa sukses tidak datang dengan sendirinya.
Apabila pepatah tersebut kemudian diyakini, dan dijadikan pegangan dalam
hidup seseorang, maka berkembanglah menjadi pandangan hidup, yang oleh Bung
Karno disebut sebagai levensbeschouwing. Apabila pandangan hidup seseorang
9
10. memiliki kebenaran dan diyakini akan dapat mengantar kepada kehidupan yang
sejahtera dan bahagia, dapat saja berkembang menjadi pandangan hidup masyarakat,
bangsa dan negara, bahkan dunia. Pandangan hidup ini akhirnya berkembang menjadi
pandangan dunia, yang oleh Bung Karno disebut Weltanschauung. Terdapat beberapa
Welt- anschauung yang kemudian dijadikan dasar bagi negara-bangsa seperti Jerman
pada zaman Hitler mengangkat national-sozialistische Weltanschauung sebagai dasar
negaranya, Jepang Tennoo Koodoo Seishin, Cina pada masa Sun Yat Sen San Min
Chui, dan bagi bangsa Indonesia Pancasila Weltanschauung.
Pancasila ini berkembang dari pandangan hidup yang terdapat dalam masyarakat
yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, yang esensinya terdapat dalam Pancasila.
Berikut disampaikan beberapa contoh pandangan hidup yang kemudian hakikatnya
diangkat menjadi sila Pancasila.
E. PANCASILA JATIDIRI BANGSA INDONESIA
Dalam upaya untuk membahas dan memahami Pancasila sebagai jatidiri bangsa
Indonesia, terdapat beberapa permasalahan mendasar yang memerlukan klarifikasi lebih
dahulu, agar memudahkan dalam usaha implementasinya dalam kehidupan nyata.
Permasalahan tersebut adalah sebagai berikut.
1. Jatidiri
Jatidiri terjemahan dari identity adalah suatu ciri yang menentukan suatu
individu atau entitas, sedemikian rupa sehingga diakui sebagai suatu pribadi yang
membedakan dengan individu atau entitas yang lain. Ciri yang menggambarkan suatu
jatidiri bersifat unik, khas, yang mencerminkan pribadi individu atau entitas
dimaksud. Jatidiri akan mempribadi dalam diri individu atau entitas yang akan selalu
nampak dengan konsisten dalam sikap, tingkah laku dan perbuatan individu dalam
menghadapi setiap permasalahan.
10
11. 2. Pengertian Bangsa
Konsep bangsa diduga baru lahir sekitar abad XVIII, mulai berkembang di
Eropa, dan Amerika Utara, melebarkan sayapnya ke Amerika Latin dan Asia,
kemudian ke Afrika. Sebelumnya telah terdapat masyarakat yang mungkin sangat
maju dan sangat berkuasa, tetapi tidak mencerminkan adanya suatu bangsa. Pada
waktu itu yang dikenal adalah faham keturunan yang kemudian menciptakan dinasti
dan bangsa, yang berarti keluarga. Baru setelah terjadi revolusi Prancis pada akhir
abad XVIII dan permulaan abad XIX mulailah orang memikirkan masalah bangsa.
11
12. BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Pancasila sebagaimana dimaksud dalam pembukaan Undang-Undang Dasar
1945 adalah dasar negara NKRI, dan harus dilaksanakan secara konsisten dalam
kehidupan bernegara.
Dalam rangka memahami dan meyakini Pancasila sebagai ideologi bangsa
yang dapat dibanggakan dan handal dalam menghadapi berbagai permasalahan
bangsa di masa kini dan di masa depan, maka perlu dikupas secara lebih mendalam
hal-hal sebagai berikut:
1. Pengertian Ideologi
2. Lahir dan tumbuh kembang ideologi
3. Pancasila adalah suatu ideologi
4. Pacasila adalah ideologi terbuka
5. Pancasila di tengah-tengah ideologi lain
6. Upaya untuk mempertahankan memapankan dan memantapkan ideologi
Pancasila.
12
13. DAFTAR PUSTAKA
Ananda B. Kusuma, Risalah Sidang BPUPKI – PPKI 28 Mei 1945 – 22 Agustus
1945, Jakarta, 2005
Bambang Noorsena, Religi dan Religiositas Bung Karno – Keberagaman
Mengokohkan ke Indonesia, Bali Jagadhito Press, Denpasar Bali 2001.
Delia Noer, Prof. Biografi Politik Mohammad Hatta, LP3ES, Jakarta, 1990.
13