1. LAPAN
SOSIALISASI DAN SURVEI LAPANGAN
PEMANFAATAN DATA INDERAJA DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
UNTUK KAJIAN PENGELOLAAN PERTANIAN
PROGRAM PENINGKATAN KAPASITAS IPTEK DAN SISTEM PRODUKSI
INSTALASI LINGKUNGAN DAN CUACA
PUSAT PENGEMBANGAN PEMANFAATAN DAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH
LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL
2005
2. 1. PENDAHULUAN
Pemantauan kondisi cuaca dalam skala luas dan real time dapat dilakukan
dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh, salah satunya dengan satelit
Terra/Aqua yang membawa sensor MODIS (Moderate Resolution Imaging
Spektroradiometer). Areal yang diliput oleh sensor ini mencakup luasan 2330 km
dilengkapi dengan 36 kanal dan mempunyai tiga jenis resolusi spasial, yaitu 250
m, 500 m dan 1000m. Satelit ini mempunyai kemampuan (resolusi temporal)
meliput tempat yang sama setiap 1-2 hari. Penelitian mengenai penurunan unsur
cuaca dari data MODIS belum banyak dihasilkan di daerah Tropis, terlebih lagi di
Indonesia. Salah satu kondisi atmosfer yang dapat diturunkan dari data MODIS
adalah precipitable water (Air Mampu Curah) (Kaufman dan Gao, 1992; Lim, et
al, 2002; Gao dan Kaufman, 2003; Gao, et al, 2003; dan Sobrino, et al, 2003;).
Berdasarkan nilai Air Mampu Curah (AMC) yang diestimasi dari data MODIS
dapat diturunkan beberapa unsur cuaca diantaranya suhu, kelembaban dan curah
hujan.
Pada penelitian ini telah dihasilkan model estimasi kelembaban nisbi
berdasarkan AMC MODIS di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Korelasinya
berkisar antara 0.8 – 0.9 menurut topografi wilayah. Untuk mengetahui tingkat
akurasi hasil estimasi kelembaban nisbi dari data MODIS, perlu dilakukan
pengecekan terhadap hasil pengukuran kelembaban nisbi di lapangan.
2. TUJUAN
(1). Memperoleh data kelembaban nisbi (RH) lapangan di wilayah Jawa
Tengah dan Jawa Timur untuk keperluan verifikasi data satelit.
(2). Mengetahui variasi kelembaban nisbi berdasarkan jenis penutup lahan di
sebagian wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur.
3. WAKTU DAN LOKASI
Survei lapangan akan dilaksanakan mulai tanggal 21 - 30 September 2005.
Lokasi yang disurvey adalah Semarang, Gresik, Nganjuk, Madiun, Ngawi,
Boyolali, Salatiga, Ungaran. Survei lapangan dilakukan oleh personil tim peneliti
3. LAPAN untuk kajian cuaca dari data MODIS yaitu: Parwati, Agus Hidayat, Totok
Sugiharto, Hasnaeni.
4. METODOLOGI
Pada survey ini parameter yang diamati adalah kelembaban udara.
Metode pengumpulan data kelembaban nisbi ini dilakukan dalam 2 cara, yaitu
pengukuran langsung dengan menggunakan termometer suhu bola kering dan
thermometer suhu bola basah, serta pengumpulan data kelembaban nisbi dari
stasiun klimatologi setempat, mengingat keterbatasan waktu untuk mengukur
kelembaban nisbi secara langsung pada lokasi yang sama selama 10 hari untuk
wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Pengukuran langsung dengan alat termometer dilakukan di beberapa jenis
penutup lahan, yaitu perkotaan, tambak, pertanaman jagung, padi, tembakau,
hutan jati, dan kebun campur. Pengukuran juga dilakukan pada variasi
ketinggian wilayah dari 0 – 700 m dpl. Pengukuran ketinggian serta posisi
koordinat di lapangan dilakukan dengan alat GPS.
Adapun dasar formula yang digunakan untuk menghitung kelembaban
nisbi (RH) dari hasil pengukuran suhu termometer bola kering dan bola basah
menurut FAO, 1998 :
(1)
(2)
ea = e° (Tbb) - γ psy (Tbk - Tbb) (3)
(4)
(5)
Keterangan:
e°(T) = tekanan uap air jenuh pada suhu udara T [kPa],
T = suhu udara [°C],
ea = tekanan uap air aktual [kPa],
e°(Tbb) = tekanan uap jenuh pada suhu bola basah [kPa],
4. γ psy = konstanta psychrometric [kPa °C-1],
Tbk,Tbb = suhu bola kering, suhu bola basah [°C].
P = tekanan atmosfer [kPa],
λ = panas laten, 2.45 [MJ kg-1],
cp = panas speifik pada tekanan udara tetap, 1.013 10-3 [MJ kg-1 °C-1],
ε = rasio berat molekul uap air/udara kering = 0.622.
z = ketinggian di atas permukaan laut [m]
5. HASIL
Hasil pengukuran kelembaban nisbi rata-rata berdasarkan data stasiun
klimatologi di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur selama periode tanggal 21 –
29 September 2005 dapat dilihat pada Gambar 1. Berdasarkan Gambar 1 dapat
diketahui bahwa pada periode waktu yang sama, kelembaban nisbi tertinggi
terdapat di wilayah Cilacap (Jawa Tengah) dengan nilai rata-rata di atas 80 %.
Sedangkan kelembaban nisbi terendah terdapat di daerah Surabaya dengan nilai
rata-rata sebesar 67 %. Data kelembaban ini akan digunakan untuk verifikasi
hasil estimasi kelembaban nisbi dari data MODIS.
100 Pacitan Madiun
Surabaya Perak Surabaya Juanda
95
Tj. Perak Tretes
Semarang Tegal
90
Yogyakarta Cilacap
85
80
RH (%)
75
70
65
60
55
21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
September 2005
Gambar 1. Grafik fluktuasi kelembaban nisbi rata-rata periode tanggal 21 – 29
September 2005 di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur.
5. Data kelembaban nisbi di wilayah Jawa Tengah di peroleh dari Stasiun
Klimatologi Klas I Semarang. Sedangkan data kelembaban nisbi di wilayah Jawa
Timur diperoleh dari Stasiun Klimatologi Klas I Surabaya. Alat yang digunakan
untuk mengukur kelembaban udara di stasiun klimatologi adalah termometer bola
kering dan bola basah yang berada dalam sangkar cuaca. Gambar berikut
merupakan kondisi stasiun pengukur unsur cuaca di Semarang.
Gambar 2. Stasiun pengukur cuaca di Semarang.
Sementara itu pengukuran kelembaban nisbi secara langsung dengan
mengunakan termometer bola kering dan bola basah digital yang dirakit oleh
Jurusan Geofisika dan Meteorologi IPB, dilakukan pada berbagai jenis penutup
lahan yaitu daerah pertambakan garam, pertanaman jagung, pertanaman padi,
hutan jati, tembakau, dan kebun campur. Waktu pengukuran dilakukan siang hari
berkisar antara jam 13 – 14 WIB. Berdasarkan hasil pengukuran secara langsung
seperti yang terlihat pada Tabel 1 dapat dijelaskan bahwa pengaruh jenis
tanaman pada kelembaban nisbi tidak signifikan. Pengaruh yang nyata terdapat di
wilayah tambak garam dekat pantai, dimana kelembaban nisbinya lebih tinggi
dibandingkan dengan area contoh lainnya yang rata-rata berada di ketinggian
antara 50 – 120 m dpl. Menurut Handoko (1995) daerah pantai memang memiliki
kelembaban nisbi yang tinggi karena tingginya kandungan uap air di daerah
pantai yang didukung oleh besarnya energi penguapan di laut. Sementara itu jika
dilihat berdasarkan waktu, maka umumnya kelembaban nisbi akan semakin
menurun sampai siang hari pada saat suhu udara maksimum, kemudian naik
kembali hingga mencapai nilai minimum di malam hari.
6. Tabel 1. Hasil pengukuran RH dengan mengunakan thermometer suhu bola kering
(TBK) dan suhu bola basah (TBB) di beberapa jenis penutup lahan.
Altitude TBK TBB RH
NO EASTING NORTHING JAM (m) (°C) (°C) (%) KONDISI LAHAN
1 622994 9159854 12,51,34 52 31.7 24.2 54 Jagung
2 616845 9159154 12,59,27 55 31 24.5 59 Jagung
3 606549 9159390 01,08,54 58 30.2 23.5 57 Jati
4 589573 9164230 01,31,39 117 30.5 23.7 57 Jati
5 587043 9164076 01,34,41 113 30.5 23.6 56 Jati
6 584078 9165044 01,39,02 117 31.2 23.6 53 Jati
7 574126 9065498 01,52,44 96 31.1 23.5 53 Kebun Campur
8 562305 9176822 02,13,14 87 31.5 24.5 56 Tembakau
10 511099 9184510 02.20.11 96 31.5 24.6 57 Padi
11 486600 9247828 01,48,14 0 32.4 29.3 80 Tambak garam
Berikut ini adalah foto-foto pengambilan titik sample dan pengukuran RH di beberapa
jenis penggunaan lahan.
Gambar 2. Pengukuran RH di wilayah Gambar 3. Pengukuran RH di wilayah
tambak garam (Jawa Timur). Hutan Jati (Jawa Timur)
Gambar 4. Pengukuran RH di wilayah kebun Gambar 5. Pengukuran RH di wilayah
campur (Jawa Timur). pertanaman jagung (Jawa Timur)
Gambar 6. Daerah persawahan di Jawa Gambar 7. Daerah pertanaman tembakau
Timur di Jawa Timur
7. 6. PENUTUP
Survey lapangan pada penelitian kajian cuaca dari data satelit untuk
pengelolaan pertanian telah dilakukan. Hasil yang diperoleh pada survey ini
adalah data kelembaban nisbi yang nantinya menjadi acuan untuk verifikasi hasil
estimasi kelembaban nisbi dari data satelit. Hasil verifikasi nantinya dapat
menjelaskan seberapa besar akurasi estimasi kelembaban nisbi dari data satelit,
khususnya di bulan September (mewakili musim kemarau).