AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
FaktorMerokok
1. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Merokok Pada Remaja di
SMA/SMK Se-Kecamatan Blambangan Umpu Kabupaten Way Kanan
Medias Imroni
ABSTRACT
The number of Indonesian smokers ranks third after China and India, over Russia and the
U.S. An estimated 150 million adolescents smoke cigarettes, and that number is increasing from
year to year, especially among teenage girl.
According to The Global Youth Tobacco Survey (GYTS) stated that as many (37.7%)
students had never smoked, as many male students (24.1%) and as many female students (13.6%).
According Riskesdas in 2010 stated that Lampung province was including the fifth highest
percentage of the population to begin smoking at age 15-19 years which amounted to (49.5%). In
the Regency of Way Kanan in Year 2011 found that just as many (70%) of households were
visited to meet household indicators. While in high school (SMA) and Vocational School (SMK)
in District Blambangan Umpu only (33%) meets Healthy Schools indicator and Healthy Schools
one indicator is students are not smoking at school.
This study aims to determine the factors associated with smoking behavior in adolescents
of high school or vocational school in District Blambangan Umpu Way Kanan Regency
. This study is an analytic survey with a cross-sectional, population in this study is high school/
vocational school students in District Blambangan Umpu Way Kanan regency School Year
2012/2013. The number of samples in this study amounted to 251 people, with a sample size of
men 226 sample and the sample of women 25 samples and performed the proportion in each
school. Sampling in this study was conducted using random sampling methods
The results in this study stated there is a relationship between cultural mores, adolescent
attitude, ease of getting cigarettes, parental influence, peer influence, cigarette advertising media
with smoking behavior in adolescents of senior school / vocational school in District Blambangan
Umpu Way Kanan Regency. Families are expected to provide figures and role models, and to
supervise the children not to smoke. Peers invite friends who smoke to actively participate in
school activities (extracurricular) and do as many the activities outside of school. School also
provided counseling and guidance to students who smoke to quit smoking. Formation of antismoking task force is needed to monitor and crack down on the sale of cigarettes at school.
Resulation Draft is expected to soon become the Tobacco Regulation so as to narrow the smoking
behavior
both
within
school
and
outside
of
school.
Keywords
Reading List
: smoking behavior, adolescents ofsenior school / vocational school
: 36 (1980 - 2012)
LATAR BELAKANG
Jumlah perokok Indonesia berada
di peringkat ketiga setelah Cina dan
India, di atas Rusia dan Amerika.
Konsumsi rokok Indonesia pada Tahun
2008 menghabiskan sebanyak 240
milyar batang rokok. Diperkirakan 150
juta remaja menghisap rokok dan angka
tersebut semakin bertambah dari tahun
ke tahun terutama di kalangan remaja
perempuan (WHO, 2011).
Menurut Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) Tahun 2010 prevalensi
merokok di Indonesia sebesar (34,7%) .
Rata-rata umur pertama merokok secara
nasional adalah 17,6 tahun dengan
presentase merokok tiap hari terbanyak
pada umur 15-19 tahun. Sebanyak
(65,9%) penduduk laki-laki di Indonesia
merupakan perokok. Sementara pada
perempuan sebanyak (4,2%) adalah
perokok. Provinsi Lampung termasuk
tertinggi kelima untuk presentase
penduduk mulai merokok pada umur 1519 tahun yakni sebesar (49,5%).
Berdasarkan data Seksi Promosi
Kesehatan Dinas Kesehatan Kab. Way
Kanan Tahun 2011 delapan indikator
Sekolah Sehat untuk kategori Sekolah
Menengah Atas (SMA) & Sekolah
Menengah
Kejuruan
(SMK)
di
Kecamatan Blambangan Umpu hanya
(33%) yang memenuhi indikator
2. Sekolah Sehat dan salah satu indikator
Sekolah Sehat adalah siswa tidak
merokok di sekolah.
sebanyak 524 siswa dan populasi siswa
perempuan sebanyak 689 siswa.
Jumlah sampel dalam penelitian ini
berjumlah
251 orang. Pengambilan
sampel dilakukan dengan menggunakan
metode random sampling, dengan teknik
simple random sampling. Pada Sampel
dihitung proporsi siswa laki-laki dan
perempuan. Didapatkan sebanyak 226
sampel siswa laki-laki dan 25 sampel
siswa perempuan. Pada masing-masing
sekolah diproporsi jumlah sampel
tersebut.
METODE
Penelitian ini merupakan survei
yang bersifat analitik dengan pendekatan
cross
sectional.
Populasi
dalam
penelitian ini merupakan Siswa SMA/
SMK Se-Kecamatan Blambangan Umpu
Kabupaten Way Kanan Tahun Ajaran
2012/2013. Populasi siswa laki-laki
Tabel 1.
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Merokok Pada Remaja
Di SMA/SMK Se-Kecamatan Blambangan Umpu Kabupaten Way Kanan
Perilaku Merokok
Variabel
Independen
Merokok
Tidak
merokok
∑
%
n
%
n
79
58,5
56
41,5
135
100
tinggi
72
62,1
44
37,9
116
100
Berpartisipasi
96
81,4
22
18,6
118
100
Tidak
berpartisipasi
55
41,4
78
58
133
100
Negatif
90
75,6
29
24,4
199
100
Positif
61
46,2
71
53,8
132
100
OR
(CI 95%)
%
Pengetahuan
Rendah
P value
0,56
Budaya Adat Istiadat
0,000
6,18 (3,4711,02)
0,000
3,61
Sikap Remaja
(2,10 – 6,20)
Kemudahan mendapatkan rokok
Mudah
126
90
14
10
140
100
Tidak mudah
25
22,5
85
77,5
111
100
Peraturan sekolah dan daerah
Tidak ada
45
70,3
19
29,7
64
100
Ada
43,3
187
100
140
100
111
100
106
56,7
81
Terpengaruh
125
89,3
15
Tidak
terpengaruh
26
23,4
85
0,000
30,96
(15,23 –
69,93)
0,055
Pengaruh keluarga
10,7
76,6
0,000
27,24 (13,6254,46)
3. Pengaruh teman sebaya
Berpengaruh
127
88,8
16
11,2
143
100
Tidak
berpengaruh
24
22,2
84
77,8
108
100
Tinggi
88
67,2
43
32,8
131
100
Rendah
63
52,5
57
47,5
120
0,000
100
27,78
(13,93 –
55,38)
Media Iklan Rokok
0,018
1,85
(1,11 – 3,08)
Tabel 2.
Model prediksi faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku
merokok pada remaja di SMA/SMK se Kecamatan Blambangan Umpu Kabupaten
Way Kanan
Variabel
OR C I 95,0%
P value
OR
Lower
Upper
Kemudahan mendapatkan rokok
.000
15.28
5.84
39.96
Pengaruh keluarga
.000
13.95
5.33
36.48
Pengaruh Teman sebaya
.000
14.00
5.36
36.57
HASIL DAN PEMBAHASAN
Merokok
Penelitian ini mengungkapkan
bahwa remaja di SMA/SMK SeKecamatan
Blambangan
Umpu
Kabupaten Way Kanan berperilaku
merokok sebesar (60,2%). Sebagian
besar pelajar remaja di SMA/SMK
merokok. Sebanyak (52,1%) perokok
merupakan pelajar SMA dan sebagian
besar remaja yang berperilaku merokok
adalah siswa SMK yakni sebanyak
(69.9%). Remaja mengaku merokok
setiap hari, ada beberapa juga yang
mengaku merokok hanya sekedar iseng
atau coba-coba. Motivasi merokok pada
remaja ini tercermin dari pernyataan
sikap mereka yang menyetujui bahwa
merokok
merupakan
lambang
kedewasaanserta mereka menyatakan
terlihat menarik dan percaya diri ketika
mereka merokok.
Menurut Monks dkk dalam Asrori
(2009) bahwa remaja mulai merokok
karena berkaitan dengan adanya krisis
aspek psikososial yang dialami pada
masa perkembangannya yaitu masa
ketika mereka sedang mencari jati
dirinya. Brigham dalam mengemukakan
bahwa perilaku merokok yang dilakukan
para remaja merupakan simbol dari
kematangan, kekuatan, kepemimpinan,
dan daya tarik terhadap lawan jenis.Bagi
sekelompok orang merokok merupakan
suatu kegiatan yang menyenangkan dan
sekaligus dapat dijadikan teman dalam
menjalankan kegiatan-kegiatan santai,
bahkan ada pula yang beranggapan
bahwa merokok merupakan sebuah
bantuan yang sangat dibutuhkan untuk
mengurangi
kegelisahan
ataupun
ketegangan.
Pengetahuan
Pada hasil analisis bivariat
diperoleh gambaran remaja yang
berpengetahuan rendah berperilaku
merokok 58,5%, sedangkan 62,1%
remaja
berpengetahuan
tinggi
berperilaku merokok, , p value = 0,000.
Artinya tidak ada hubungan yang
bermakna antara pengetahuan dengan
perilaku merokok pada remaja di
SMA/SMK se-Kecamatan Blambangan
Umpu Kabupaten Way Kanan.
Hasil ini bertolak belakang
dengan hasil penelitian yang dilakukan
di Kota Depok mengenai perilaku
remaja yang menyatakan bahwa ada
hubungan antara pengetahuan terhadap
4. perilaku merokok pada remaja (Iqbal,
2008).
Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan
Handayani (2007) mengenai studi kasus
perilaku merokok pada karyawan di
Universitas Ahmad Dahlan yang
menyatakan bahwa tidak ada hubungan
yang signifikan antara pengetahuan
dengan
praktek
merokok
pada
responden. Hasil penelitian ini sejalan
dengan teori Lewin dalam Komasari
(2000) yang menyebutkan bahwa
perilaku
merokok
tidak
hanya
disebabkan faktor-faktor dari diri tetapi
juga disebabkan oleh faktor lingkungan.
Kemudian rokok juga mengandung zat
nikotin yang bersifat adiktif atau
ketagihan dan jika dihentikan secara
tiba-tiba
akan
menimbulkan
stress.sehingga perilaku merokok pada
remaja tidak hanya didorong oleh
adanya pengetahuan yang rendah akan
tetapi adanya zat adiktif dalam rokok
yang menyebabkan remaja tersebut tetap
berperilaku merokok.
Budaya Adat Istiadat
Hasil
analisis
bivariat
memperlihatkan
remaja
yang
berpartisipasi dalam kegiatan budaya
adat istiadat dan mereka merokok
81,4%. Sedangkan remaja yang tidak
berpartisipasi dalam kegiatan budaya
adat istiadat tetapi mereka tetap
merokok 41,4% p value = 0,000, OR =
6,18. Artinya ada hubungan yang
bermakna antara hubungan budaya adat
istiadat dengan perilaku merokok pada
remaja di SMA/SMK se-Kecamatan
Blambangan Umpu Kabupaten Way
Kanan. remaja yang berpartisipasi dalam
kegiatan budaya adat istiadat berisiko
6,18 kali untuk merokok dibanding
dengan remaja yang tidak berpartisipasi.
Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian di Kabupaten Kendal dimana
adanya pengaruh budaya dan adat
berhubungan
signifikan
terhadap
terjadinya perilaku merokok (Wahyono,
2010).
Taylor dalam bukunya Primitive
Culture
memberikan
definisi
kebudayaan sebagai keseluruhan yang
kompleks yang di dalamnya terkandung
ilmu pengetahuan, kepercayaan dan
kemampuan kesenian, moral, hukum,
adat istiadat dan kemampuan lain serta
kebiasaan-kebiasaan
yang
didapat
manusia sebagai anggota masyarakat.
Menurut G.M Foster, aspek budaya
dapat
mempengaruhi
kesehatan
seseorang antara lain; tradisi, sikap
fatalism, nilai, ethnocentrism, unsur
budaya dipelajari pada tingkat awal
dalam
proses
sosialisasi
(Notoadmodjo,2010).
Sikap Remaja
Remaja yang bersikap negatif
mengenai perilaku merokok dan mereka
merokok 75,6%, sedangkan remaja yang
bersikap positif
mengenai perilaku
merokok tetapi mereka tetap merokok
46,2%, p value = 0,000, OR = 3,61.
Artinya ada hubungan yang bermakna
antara sikap remaja mengenai perilaku
merokok dengan perilaku merokok pada
remaja di SMA/SMK se-Kecamatan
Blambangan Umpu Kabupaten Way
Kanan dan remaja yang bersikap negatif
mengenai perilaku merokok terhadap
perilaku merokok berisiko 3,61 kali
untuk merokok dibanding dengan
remaja yang bersikap positif mengenai
perilaku merokok.
Hasil tersebut sejalan dengan
penelitian Handayani (2007) mengenai
studi kasus pada karyawan Universitas
Ahmad Dahlan yang menyatakan
adanya hubungan antara sikap dengan
terjadinya praktek merokok. Hasil
tersebut
juga
didukung
dengan
penelitian Larasati (2011) mengenai
faktor determinan kebiasaan merokok
siswa SMK di Kota Bandar Lampung
yang membuktikan bahwa ada hubungan
antara sikap dengan perilaku merokok.
Sikap secara nyata menunjukkan
konotasi adanya kesesuaian reaksi
terhadap stimulus tertentu yang dalam
kehidupan sehari-hari merupakan reaksi
yang bersifat emosional terhadap
stimulus sosial. Sikap merupakan
kesiapan atau kesediaan untuk bertindak,
dan bukan merupakan pelaksanaan motif
5. tertentu. Sikap belum merupakan suatu
tindakan atau aktivitas, akan tetapi
merupakan predisposisi tindakan suatu
perilaku (Notoadmodjo, 2003).
Kemudahan Mendapatkan Rokok
Remaja yang mudah mendapatkan
rokok dan mereka merokok 90% dan
22,5% remaja yang tidak mudah
mendapatkan rokok dan mereka
merokok, p value = 0,000, OR = 30,96.
Artinya
remaja
yang
mudah
mendapatkan rokok akan berisiko 30,96
kali untuk merokok dibandingkan
dengan remaja yang tidak mudah
mendapatkan rokok. Lebih didukung
lagi dengan hasil analisis multivariat p =
0,000 OR = 15,28. yang artinya
kemudahan
mendapatkan
rokok
memberikan peluang 15,28 kali kepada
remaja untuk berperilaku merokok. Dan
kemudahan
mendapatkan
rokok
merupakan variabel yang paling
dominan.
Hasil ini sejalan dengan penelitian
Adi (2011) yang menyatakan bahwa ada
hubungan yang bermakna antara
mendapatkan rokok dengan perilaku
pembelian rokok pada perilaku merokok
di Universitas Sumatera Utara.
Merokok sebenarnya bisa dikatakan
sebagai
‘lambang
kedewasaan’•,
merujuk kalau pangsa pasar rokok itu
adalah para orang dewasa. Menurut
Deputi Bidang Pencegahan Badan
Narkotika Nasional, Hal inilah yang
menimbulkan dorongan dalam diri
remaja untuk mencobanya. Remaja ingin
membuktikan kalau mereka bukanlah
anak-anak lagi, mereka merasa sekarang
adalah orang dewasa. Makanya mereka
meniru apa yang banyak dilakukan
orang dewasa, contoh paling umum
adalah merokok. Selain mudah didapat,
harga rokok yang masih dalam
jangkauan kantong pelajarpun menjadi
pendongkrak maraknya para remaja
merokok.
Walaupun
sudah
ada
himbauan kalau rokok tidak untuk anak
dibawah 17 tahun namun itu saja belum
cukup menekan peredaran pasar rokok
dikalangan remaja. Para penjual rokok
seolah tidak memperdulikan larangan
ini, padahal jelas sekali kalau tindakan
mereka sama saja ikut merusak generasi
penerus bangsa (Media Indonesia,
2012).
Sementara itu, berdasarkan Global
Youth of Tobacco Survey (GYTS) di
Indonesia Tahun 2006 secara nasional,
sebanyak (60,7%) remaja membeli
rokok di toko-toko, dan sebanyak
(69,9%) remaja diantaranya membeli
rokok di toko tanpa ada penolakan
batasan umur mereka (Aditama, 2007).
Peraturan Sekolah dan Daerah
Dari hasil analisis bivariat dapat
dijelaskan remaja yang tidak mengetahui
adanya peraturan sekolah dan daerah
dan mereka merokok sebesar 70,3%,
tidak merokok 29,7% dan remaja yang
mengetahui adanya peraturan sekolah
dan daerah dan mereka tetap merokok
sebesar 56,7%, tidak merokok 43,3%, p
value
=0,055, artinya tidak ada
hubungan bermakna antara adanya
peraturan sekolah dan daerah dengan
perilaku merokok pada remaja di
SMA/SMK se-Kecamatan Blambangan
Umpu Kabupaten Way Kanan.
Di sekolah ditemukan adanya
peraturan sekolah mengenai larangan
merokok di sekolah. Dengan penerapan
sanksi yakni ; memberikan teguran lisan
kepada siswa tersebut, jika siswa
tersebut mengulangi maka akan
dipanggil orang tua / wali siswa tersebut,
jika masih tetap mengulangi hal yang
sama maka siswa akan diskors atau tidak
mengikuti kegiatan belajar mengajar
selama satu minggu.
Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian
Purnamasari
(2005)
menyebutkan bahwa peraturan sekolah
tentang larangan merokok hanya akan
efektif jika disertai dengan penerapan
sanksi terhadap perokok. Penelitian ini
menemukan bahwa penegakkan sanksi
atas
larangan
merokok
berhasil
menurunkan kebiasaan merokok hingga
100 kali dibandingkan dengan jika tidak
ada penegakkan sanksi atas larangan
merokok.
Dalam Undang-Undang Republik
Indonesia No.36 Pasal 115 Tahun 2009
6. tentang kesehatan menyebutkan bahwa
fasilitas layanan kesehatan, tempat
proses belajar mengajar, tempat bermain
anak, tempat ibadah, angkutan umum
dan fasilitas lain yang ditetapkan seperti
kantor dan wilayah kerja. Pada tempattempat tertentu ini dilarang melakukan
aktifitas merokok, menjual belikan,
mengiklankan dan memproduksi. Dalam
Pasal ini juga pemerintah pusat
mewajibkan pemerintah daerah untuk
membuat peraturan daerah mengenai
kawasan tanpa rokok.
Pemerintah Kabupaten Way Kanan
melalui
Dinas
Pendidikan
telah
mencanangkan “Lingkungan Pendidikan
Tanpa Asap Rokok” bagi seluruh
instansi pendidikan di Kabupaten Way
Kanan. Akan Tetapi pada saat
ditanyakan kepada remaja SMA/SMK
kebanyakan mereka tidak mengetahui
adanya
pencanangan
tersebut.
Diakibatkan
karena
pecanangan
dilakukan pada akhir bulan Agustus
2012 sehingga kebanyakan tidak
mengetahui dan belum sepenuhnya
tersosialisasikan oleh pemerintah.
Pengaruh Keluarga
Remaja yang mendapat pengaruh
dari keluarga dan mereka merokok
89,3%,dan 23,4% remaja yang tidak
mendapat pengaruh dari keluarga dan
mereka merokok, p value = 0,000, OR =
27,24. Artinya ada hubungan bermakna
antara pengaruh keluarga dengan
perilaku merokok pada remaja di
SMA/SMK se-Kecamatan Blambangan
Umpu Kabupaten Way Kanan. Remaja
yang mendapat pengaruh orang tua akan
berisiko 27,24 kali untuk merokok
dibandingkan dengan remaja yang tidak
mendapat pengaruh keluarga. Lebih
didukung lagi dengan hasil analisis
multivariat p value = 0,000 OR = 13,95,
yang
artinya
pengaruh
keluarga
memberikan peluang 13,953 kali kepada
remaja untuk berperilaku merokok.
Hasil ini sejalan dengan hasil
penelitian Alamsyah (2009) yang
menunjukkan
bahwa ada hubungan
yang bermakna antara pengaruh
keluarga dengan perilaku merokok di
Kota Medan.
Hasil analisis rasio
prevalensi pengaruh saudara serumah
merokok dengan kebiasaan merokok
adalah
sebesar
1.43,
hal
ini
menunjukkan bahwa responden yang
saudara
serumahnya
merokok
mempunyai kebiasaan merokok 1.43
kali dibandingkan saudara serumahnya
yang tidak merokok.
Sementara itu penelitian lain oleh
Komasari (2000)
yang menyatakan
bahwa sikap permisif orang tua/keluarga
terhadap perilaku merokok merupakan
prediktor terhadap perilaku merokok
remaja.
Perilaku
merokok
merupakan
fungsi dari lingkungan dan individu.
Artinya, perilaku merokok selain
disebabkan faktor-faktor dari dalam diri
juga disebabkan faktor lingkungan.
merokok tahap awal pada remaja
dipengaruhi oleh seorang anggota
keluarga bukan orang tua (23%) dan
orang tua (14%) (Komasari, 2000).
Menurut Baer & Corado, remaja
perokok adalah anak-anak yang berasal
dari rumah tangga yang tidak bahagia,
dimana orang tua tidak begitu
memperhatikan
anak-anaknya
dibandingkan dengan remaja yang
berasal dari lingkungan rumah tangga
yang bahagia. Remaja yang berasal dari
keluarga konservatif akan lebih sulit
untuk terlibat dengan rokok maupun
obat-obatan
dibandingkan
dengan
keluarga yang permisif, dan yang paling
kuat pengaruhnya adalah bila orang tua
sendiri menjadi figur contoh.
Pengaruh Teman Sebaya
Remaja yang mendapat pengaruh
teman dan mereka merokok sebesar
88,8%, dan remaja yang tidak mendapat
pengaruh teman dan mereka merokok
sebesar 22,2%, p value =0,000, OR =
27,78, artinya ada hubungan bermakna
antara teman sebaya dengan perilaku
merokok pada pada remaja di
SMA/SMK se-Kecamatan Blambangan
Umpu Kabupaten Way Kanan, dan
remaja yang mendapat pengaruh teman
berisiko membuat remaja berperilaku
merokok sebesar 27,78 kali dibanding
7. dengan remaja yang tidak mendapat
pengaruh teman. Lebih didukung lagi
dengan hasil analisis multivariat p value
= 0,000 OR = 14, yang artinya pengaruh
teman memberikan peluang 14 kali
kepada remaja untuk berperilaku
merokok. Hasil ini sejalan dengan hasil
penelitian
di
Kota
Medan
mengemukakan bahwa terdapat ada
hubungan yang signifikan antara
pengaruh teman merokok dengan
kebiasaan merokok remaja (Alamsyah,
2009).
Kebutuhan remaja untuk diterima
sering kali membuat remaja berbuat apa
saja agar dapat diterima kelompoknya
dan terbebas dari sebutan ‘pengecut’ dan
‘banci’. Selanjutnya jika dilihat dari
tahap-tahap perilaku merokok, teman
sebaya dan keluarga merupakan pihakpihak yang pertama kali mengenalkan
atau mencoba merokok, kemudian
berlanjut dan berkembang menjadi
tobacco dependency atau adanya
ketergantungan merokok. Dalam tahap
ini maka merokok merupakan kepuasaan
psikologis dan bukan semata-mata
kebutuhan
untuk
mewujudkan
simbolisasi kejantanan dan kedewasaan
remaja (Komasari, 2000).
Media Iklan Rokok
remaja yang mendapatkan paparan
media iklan rokok yang tinggi dan
merokok 67,2%, sedangkan remaja yang
mendapatkan paparan media iklan rokok
yang rendah tetapi mereka tetap
merokok 52,5%, p value = 0,018, OR =
1,85. Artinya ada hubungan yang
bermakna antara media iklan dengan
perilaku merokok pada remaja di
SMA/SMK se-Kecamatan Blambangan
Umpu Kabupaten Way Kanan dan
remaja yang mendapatkan paparan
media iklan rokok yang tinggi berisiko
1,85 kali untuk merokok dibanding
dengan remaja yang mendapatkan
paparan media iklan rokok yang rendah.
Hasil tersebut sejalan dengan
penelitian Ginting (2011) mengenai
analisis pengaruh iklan rokok di televisi
terhadap perilaku merokok siswa di
Kota Medan menyebutkan bahwa
adanya pengaruh iklan rokok di televisi
terhadap perilaku merokok siswa.
Iklan menawarkan berbagai hal
yang kadangkala tidak masuk logika.
Seperti disebutkan oleh Aditama (2007),
bahwa salah satu faktor lingkungan
penting yang mempengaruhi seseorang
untuk mulai merokok adalah iklan. Iklan
rokok banyak menjual khayalan
kecantikan,
kekayaan,
kesuksesan,
pengalaman yang menantang dan
sebangsanya telah membuat orang
tertarik untuk mencoba. Efek iklan yang
ditayangkan secara berulang-ulang
melalui berbagai media, cukup kuat
menghipnotis bawah sadar konsumen
sehingga percaya pada bunyi iklan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Sebagian besar siswa berpengetahuan
rendah mengenai merokok, tidak
berpartisipasi dalam acara budaya adat
istiadat, mempunyai sikap yang positif
terhadap perilaku merokok, mudah
mendapatkan rokok, mengetahui adanya
peraturan sekolah dan daerah mengenai
larangan
merokok,
mendapatkan
pengaruh keluarga untuk merokok,
mendapatkan pengaruh teman sebaya
untuk merokok, dan mendapatkan
paparan yang tinggi mengenai iklan
rokok. Tidak ada hubungan yang
bermakna antara pengetahuan, Peraturan
sekolah dan daerah dengan perilaku
merokok pada remaja di SMA/SMK seKecamatan
Blambangan
Umpu
Kabupaten Way Kanan. Ada hubungan
yang bermakna antara budaya adat
istiadat, sikap remaja, kemudahan
mendapatkan rokok, pengaruh keluarga,
pengaruh teman sebaya, dan media iklan
rokok dengan perilaku merokok pada
remaja di SMA/SMK se-Kecamatan
Blambangan Umpu Kabupaten Way
Kanan. Faktor yang paling dominan
berhubungan merokok dengan perilaku
merokok
adalah
kemudahan
mendapatkan rokok.
8. Diharapkan keluarga harus menjadi
figur atau tauladan bagi anggota
keluarga. Dengan tidak merokok di
dalam rumah, tidak membiarkan atau
menyuruh anak membeli rokok untuk
mereka serta keluarga diharapkan
melakukan pengawasan kepada anggota
keluarga yang lain untuk tidak merokok
dan segera berhenti merokok. Teman
sebaya yang tidak merokok untuk
mengajak teman yang merokok agar
turut aktif dalam kegiatan sekolah
(ekstrakurikuler), Organisasi Siswa Intra
Sekolah (OSIS). Adanya satgas anti
rokok pada tiap-tiap sekolah diharapkan
mampu menindak tegas orang atau
penjual di kantin yang berada di dalam
lingkungan sekolah yang dengan sengaja
memperjualbelikan rokok. Sebaiknya
juga dituliskan sanksi yang jelas dan
tegas mengenai perilaku merokok di
lingkungan
kesehatan,
kawasan
pendidikan dan perkantoran dan tempattempat publik lain. Pemerintah daerah
diharapkan membuat peraturan yang di
dalamnya mengatur tentang aturan niaga
produk tembakau atau rokok sehingga
mempersulit remaja dibawah usia 18
tahun untuk membeli atau mandapatkan
rokok. Pemerintah diharapkan segera
mensosialisasikan Peraturan Pemerintah
Nomor 109 tahun 2012 tentang
pengamanan bahan yang mengandung
zat adiktif berupa produk tembakau bagi
kesehatan, dan diharapkan ada sanksi
tegas dari regulasi itu yang bisa
membuat efek jera seperti mencabut izin
bagi industri rokok yang melakukan
pelanggaran terhadap ketentuan PP
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Adi, Surya. 2011, Analisis FaktorFaktor Yang Mempengaruhi Dalam
Pengambilan Keputusan Pembelian
Rokok Ten Mild Pada Mahasiswa
Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara
[online]. [Abstrak], dari :
http://repository.usu.ac.id/handle/12345
6789/29303 [ 3 september 2012].
2. Aditama, Tjandra Y.2006, Indonesia
Global Youth Tobacco Survey (GYTS)
[online]
.
dari
:
http://apps.nccd.cdc.gov/gtssdata/Ancill
ary/DownloadAttachment.aspx?ID=259
[25 Juli 2012].
3. Alamsyah, Rika Mayasari. 2009,
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Kebiasaan Merokok Dan Hubungannya
Dengan Status Penyakit Periodontal
Remaja Di Kota Medan Tahun 2007,
[Thesis]. Pasca Sarjana Ilmu Kesehatan
Masyarakat
Universitas
Sumatera
Utara, Medan.
4. Asrori.2009. Psikologi Remaja, Bumi
Aksara, Jakarta.
5. Badan Penelitian Dan Pengembangan
Kesehatan. 2010, Riset Kesehatan
Dasar. Kementerian Kesehatan RI,
Jakarta.
6. Ginting, Tarianna. 2011, Pengaruh
Iklan Rokok Di Televisi Terhadap
Perilaku Merokok Siswa SMP Di SMP
Swasta Dharma Bakti Medan Tahun
2011, [Thesis]. Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan
Masyarakat
Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara, Medan.
7. Handayani, Lina. 2007, Faktor-Faktor
Yang Berhubungan Dengan Praktek
Merokok Studi Kasus Pada Karyawan
Universitas Ahmad Dahlan. Jurnal LIPI
Kesehatan Masyarakat Vol.1. Januari
2007 ; 1-50.
8. Iqbal, Muhammad Fariz. 2008,
Perilaku
Merokok
Remaja
Di
Lingkungan Rw 22 Kelurahan Sukatani
Kecamatan Cimanggis Depok Th 2008,
[Abstrak].
Fakultas
Kesehatan
Masyarakat UI.
9. Larasati, T.A. 2011, Faktor Determinan
Kebiasaan Merokok Siswa STM/ SMK
2 Mei Bandar Lampung [online]. Dari :
http://lemlit.unila.ac.id/file/Arsip2012/Prosiding%20Seminar%20Nasion
al%20SATEK%20IV/Buku%201/STK
%201082.pdf [7 Agustus 2012].
10. Purnamasari, Yani. 2006, Pengaruh
Peraturan Sekolah terhadap kebiasaan
merokok pada personalia SMP di
Surakarta, [abstrak]. Bagian Pulmologi
Fakultas
Kedokteran
Universitas
Indonesia.
11. Komasari, D. & Helmi, AF. 2000,
Faktor-Faktor Penyebab Perilaku
Merokok Pada Remaja. Gadjah Mada
Press, Yogyakarta.
12. Media Indonesia. 2012, Rokok dalam
Kehidupan Remaja [online]. Dari :
http://www.mediaindonesia.com/media
hidupsehat/index.php/read/2012/08/28/
9. 13.
14.
15.
16.
5533/4/Rokok-dalam-KehidupanRemaja [ 3 september 2012].
Notoatmodjo,
Soekidjo.
2003,
Pendidikan dan Perilaku Kesehatan.
PT. Rineka Cipta, Jakarta.
Notoadmodjo, Soekidjo. 2010, Promosi
Kesehatan Teori & Aplikasi. PT.
Rineka cipta. Jakarta.
Wahyono, Bambang & chantila. 2010,
Peningkatan Pengetahuan Tentang
Bahaya Merokok pada Siswa SLTP
Negeri Limbangan Kendal. Rekayasa
Jurnal Penerapan Teknologi dan
Pembelajaran Volume 8 No 2. UNS,
Semarang.
WHO. 2011, Young People: Health
Risks And Solutions [online]. dari :
http://www.who.int/mediacentre/factsh
eets/fs345/en/index.html.
[26
Juli
2012].