3. Ruang Lingkup Berdasarkan Definisi Formal
• Definisi:
• Perlintan sebagai sebagai segala upaya untuk
mencegah kerugian pada budidaya tanaman
yang diakibatkan oleh organisme pengganggu
tumbuhan
• OPT sebagai semua organisme yang dapat
merusak, mengganggu kehidupan, atau
menyebabkan kematian tumbuhan
• Ruang lingkup perlintan tidak mencakup
gangguan yang disebabkan oleh faktor abiotik
4. Konsekuensi Penggunaan Istilah Tumbuhan
pada Definisi OPT
• Tumbuhan mencakup gulma sehingga organisme
yang mengganggu gulma juga merupakan OPT
• Tumbuhan mencakup jenis-jenis tumbuhan
dilindungi sebagaimana diatur melalui konvensi
CITES sehingga organisme yang mengganggu
tumbuhan dilindungi juga merupakan OPT
• Definisi OPT tidak bisa dibaca berdiri sendiri
tanpa mengaitkan dengan definisi perlindungan
tanaman
5. Gangguan oleh Ternak dan Pencuri
• Ternak lepas merupakan organisme yang
dapat merusak, mengganggu kehidupan dan
mematikan tumbuhan sehingga merupakan
OPT
• Pencuri merupakan organisme yang mungkin
tidak merusak, mengganggu kehidupan, atau
mematikan tanaman, tetapi menimbulkan
kerugian sehingga merupakan OPT
6. Istilah OPT versus Istilah Hama
• Istilah hama mencakup pengertian sempit dan
pengertian luas
• Pengertian sempit: mencakup OPT golongan
binatang
• Pengertian luas: mencakup OPT golongan
binatang, patogen, dan gulma
• Hama didefinisikan berdasarkan padat
populasi atau tingkat kerusakan yang
menimbulkan kerugian
8. Status sebagai OPT
• Kemampuan merusak setiap individu
organisme
• Padat populasi organisme: jumlah individu per
satuan luas pada tempat dan waktu tertentu
• Nilai ekonomis tanaman yang dirusak oleh
OPT
9. Contoh Perhitungan Perbandingan Kemampuan Merusak dan
Kemampuan Merugikan OPT 1 dan OPT 2
Faktor Satuan OPT 1 OPT 2
Kemampuan Merusak gram/individu/hari 0.01 0.02
% tanaman/individu/hari
Padat populasi jumlah individu/hektar 5 2
% intensitas kerusakan
Nilai ekonomis tanaman Rp/ha 750 1,000
Kemampuan merusak %/ha 0.05 0.04
Kemampuan merugikan Rp/ha 37.5 40
10. Kerusakan Menyebabkan Kehilangan
Hasil
• Kehilangan hasil: selisih antara produksi dalam
keadaan tidak terjadi kerusakan oleh OPT
dengan produksi ketika terjadi kerusakan oleh
OPT, dinyatakan sebagai besar kehilangan hasil
(BKH) dan nilai kehilangan hasil (NKH)
• BKH: kehilangan hasil yang dinyatakan dalam
satuan produksi, misalnya ton/ha
• NKH: kehilangan hasil yang dinyatakan dalam
nilai uang, misalnya Rp/ha
11. Contoh Perhitungan Perbandingan BKH, NKH, BKHS, NKHS, dan
Keuntungan Pengendalian OPT 1 dan OPT2
Uraian Satuan OPT 1 OPT 2
Hasil Tanpa Gangguan OPT Ton/Ha 3 3
Hasil Dengan Gangguan OPT Ton/Ha 2.3 2.6
Harga Hasil Rp/kg 950 1,000
Tanpa Pengendalian
Besar Kehilangan Hasil (BKH) Ton/Ha 0.7 0.4
Nilai Kehilangan Hasil (NKH) Rp/Ha 665,000 400,000
Dengan Pengendalian
Besar Kehilangan Hasil (BKH) Ton/Ha 0.4 0.2
Nilai Kehilangan Hasil (NKH) Rp/Ha 380,000 200,000
Besar Kehilangan Hasil Dapat
Diselamatkan (BKHS)
Ton/Ha 0.3 0.2
Nilai Kehilangan Hasil Dapat
Diselamatkan (NKHS)
Rp/Ha 285,000 200,000
Biaya pengendalian Rp/Ha 250,000 150,000
Keuntungan Rp/ha 35,000 50,000
12. Tujuan Perlindungan Tanaman
• Tujuan perlindungan tanaman adalah untuk
mengurangi kehilangan hasil
• Selisih antara kehilangan hasil oleh OPT tanpa
dilaksanakan perlindungan tanaman dan dilaksanakan
perlindungan tanaman disebut besar kehilangan hasil
yang dapat diselamatkan (BKHS)
• Nilai BKHS dalam satuan uang disebut nilai kehilangan
hasil yang dapat diselamatkan (NKHS)
• Selisih antara biaya pengendalian dengan NKHS
merupakan keuntungan yang diperoleh melalui
pelaksanaan perlindungan tanaman
14. Alasan Arti Penting Perlintan
• Menurunkan besar dan nilai kehilangan hasil
untuk meningkatkan ketahanan pangan dan
pendapatan petani
• Kesadaran petani
• Efektivitas teknologi pengendalian
• Kebijakan pemerintah
• Meminimalkan dampak negatif yang timbul dari
kegiatan perlindungan tanaman terhadap
kesehatan manusia dan kelestarian lingkungan
hidup
15. Sejarah Perkembangan Perlindungan Tanaman
8000 SM Pertanian dimulai
2500 SM Penggunaan senyawa belerang oleh orang Sumeria untuk mengendalikan tungau dan
serangga
1500 SM Pengendalian secara budidaya dengan cara mengatur waktu tanam oleh bangsa Cina
1200 SM Penggunaan fungisida botanik untuk perlakuan biji di Cina
950 SM Pembakaran untuk pengendalian OPT
200 SM Pengendalian dengan penyemprotan minyak oleh bangsa Mesir
13 SM Pembangunan lumbung oleh bangsa Romawi untuk mengendalikan tikus
300Penggunaan tungau predator untuk pengendalian OPT jeruk di Cina
400Penggunaan senyawa arsenik yang dibenamkan pada perakaran untuk mengendalikan OPT
padi
1700-an Penemuan ketahanan tanaman terhadap OPT (serangga)
1750Penemuan derris dan pyrethrum sebagai insektisida botanik
1800-an Penyebaran OPT antarbenua (tikus, kumbang kentang), karantina dimulai
Pendokumentasian cara pengendalian OPT dalam buku dan artikel jurnal
Pengendalian tikus oleh tenaga profesional pemburu tikus di Eropa
1848Penggunaan Viteus vitifoliae yang diimpor dari Amerika untuk mengendalikan Tyrogluphus
phylloxera pada tanaman anggur (phylloxera anggur) di Perancis
1880Mesin penyemprot dibuat
1888Pengendalian OPT jeruk di Amerika dengan menggunakan serangga predator yang diimpor
dari Australia
16. Sejarah Perkembangan Perlindungan Tanaman
1890Penggunaan senyawa arsenik timbal untuk mengendalikan OPT, diperlukan waktu 10 tahun untuk
menyadari bahaya senyawa tersebut
1992Penetapan undang-undang di Kanada yang mengatur bahwa penyemprotan tanaman berbunga dengan
senyawa kimia sebagai tindakan ilegal
1901Pengendalian gulma secara hayati berhasil di Hawaii
1921Penyemprotan insektisida melalui udara dengan menggunakan pesawat terbang di Ohio
1930Penggunaan senyawa organik sintetik untuk mengendalikan OPT golongan patogen
1939Sintesis pestisida buatan
1940-an Penemuan DDT dan benzena heksaklorida sebagai insektisida
1948Muller memperoleh penghargaan Nobel Bidang Kedokteran atas penemuan DDT
1949Para pakar mulai berbicara mengenai serangga bermanfaat
1950-an Revolusi hijau, pupuk dan pestisida untuk mengatasi masalah kelaparan dunia
1959R.F Smith, S.M. Stern, R. Van den Bosch, dan K.S. Hagen memperkenalkan konsep pengendalian hama
terpadu (IPC=Integrated Pest Control)
1962Rachel Carson mempublikasikan buku The silent Spring (Musim Semi yang Sunyi), menyoroti dampak
negatif pestisida
Konsep panca usaha tani mulai diterapkan di Indonesia, pestisida diperkenalkan sebagai 'obat'
1967Istilah pengelolaan hama terpadu diperkenalkan dan menggantikan istilah pengendalian hama terpadu
(IPM=Pengelolaan Hama Terpadu)
1969Ditetapkan undang-undang perlindungan lingkungan di AS, Lembaga Ilmu Pengetahuan AS memformalkan
penggunaan istilah pengelolaan hama terpadu
1972Ditetapkan undang-undang pembatasan penggunaan pestisida di AS, USDA mendanai penelitian PHT
1977Pakar mengusulkan kepada pemerintah Indonesia untuk mengadopsi PHT sebagai kebijakan perlindungan
tanaman
2006Kekhawatiran global terhadap tanaman transgenik menghambat adopsi teknologi PHT tertentu
17. 1980Proyek Rintisan Penerapan PHT Padi di 6 Provinsi (Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, Sulawesi
Selatan dan Sumatera Utara) dengan dukungan Bank Dunia (awal PHT berbasis teknologi atau PHT
ambang ekonomi)
1980-an Beberapa negara di dunia berhasil menerapkan PHT, termasuk Indonesia
1984Indonesia mencapai swasembada beras
1985-1986 Ledakan wereng coklat
1986Inpres No. 3 Tahun 1986 tentang Pelarangan 57 Jenis Insektisida, awal penerapan PHT di Indonesia
1990-an Penerapan PHT berbasis ekologi di Indonesia, awal PHT-Sekolah Lapang (PHT-SL)
1992UU No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, PHT sebagai sistem perlindungan tanaman
1996Komersialisasi tanaman transgenik (GMO)
Keputusan Bersama Menkes-Mentan Indonesia tentang Batas Maksimum Residu Pestisida
Akhir 1990-
an-awal
2000-an
Penerapan PHT Masyarakat di Indonesia