Demokrasi sejatinya adalah pemerintahan rakyat, dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat. Akan tetapi, dalam realitas, demokrasi hanya dalam pemilihan umum (pemilu). Setelah pemilu, kedaulatan disabot oleh elit untuk kepentingan mereka. Rakyat sebagai pemilik kedaulatan tidak dapat apa-apa, kecuali ikut meramaikan pesta demokrasi.
untuk menghentikan praktik demokrasi yang merugikan rakyat sebagai pemilik kedaulatan, maka rakyat harus dicerahkan, disadarkan dan dicerdaskan supaya kedaulatan mereka jangan sampai disabot oleh elit setelah pemilu, sehingga dari satu pemilu ke pemilu berikutnya rakyat tidak dapat apa-apa.
Ironi demokrasi ini harus segera diakhiri. Yang dapat mengakhiri adalah rakyat melalui pemilu dengan memilih wakil-wakil rakyat dan pemimpin pemerintahan seperti Presiden dan Wakil Presiden yang amanah yaitu dapat dipercaya, jujur, cerdas dan adil.
Musni Umar: Tugas Pemimpin dan Pentingnya Membangun Masyarakat Madani
DEMOKRASI_ELIT
1.
2. Demokrasi: Kedaulatan Rakyat
Versus Kedaulatan Elit
Oleh Musni Umar
Sosiolog, Direktur Eksekutif Institute for Social
Empowerment and Democracy (INSED)
3. Pendahuluan
Dalam 15 tahun terakhir sejak Soeharto mengundurkan
diri sebagai Presiden RI pada 21 Mei 1998, Indonesia
telah menjalani demokrasi di era Orde Reformasi
dengan melaksanakan pemilu 1999, 2004 dan 2009.
Sebagaimana diketahui bahwa di dunia ini setidaknya
terdapat tiga system yang berpengaruh dan banyak
diamalkan yaitu system kapitalis, komunis dan sosialis.
Sistem kapitalis tampil sebagai pemenang dalam
pertarungan, sehingga hampir semua Negara di dunia
mengamalkannya. System kapitalis membangun
kekuatan di dunia politik, yang disebut demokrasi.
Ideology system kapitalis di dunia ekonomi dan di dunia
politik adalah sama yaitu persaingan bebas.
4.
5.
6. Maka walaupun demokrasi bermakna kekuasaan
rakyat, dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat. Akan
tetapi, dalam realitas yang berdaulat bukan
rakyat, tetapi para elit-pemilik modal, sehingga
muncul jargon bahwa demokrasi di Indonesia dari
rakyat oleh elit untuk elit. Ini terjadi karena dalam
persaingan bebas, yang selalu tampil sebagai
pemenang dalam perebutan pengaruh untuk
meraih kekuasaan ialah para pemilik modal.
Hal tersebut sesuai dengan motif dilahirkannya
system demokrasi, di mana para pemilik modal
ingin berperan dalam kekuasaan, setelah sekian
lama kekuasaan dimonopoli oleh para raja yang
berkuasa secara absolut.
7.
8. Ciri Orde Reformasi
Orde Reformasi yang lahir sebagai antitesa dari Orde
Baru, setidaknya membawa lima ciri. Pertama, liberalisasi
politik. Kedua, liberalisasi ekonomi. Ketiga, pemilik modal.
Keempat, kebebasan. Kelima, korupsi .
Liberalisasi politik
Ciri pertama dari Orde Reformasi dalam bidang politik, ialah
liberalisasi politik dalam pengamalan demokrasi. Wujud dari
liberalisasi politik telah melahirkan persaingan yang sangat
bebas antar partai politik peserta pemilu, dan persaingan
antar calon anggota parlemen (legislative) dalam satu partai
politik.
Dalam system ini yang tampil menjadi pemenang dalam
pemilu, pertama, adalah mereka yang memiliki banyak uang .
Kedua, memiliki popularitas yang tinggi. Ketiga, memiliki
jaringan.
9.
10. Maka sehebat apapun partai politik dan calon anggota
parlemen, kalau tidak memiliki tiga hal
yaitu, uang, popularitas dan jaringan yang luas, akan
rontok dan kalah dalam pertarungan politik.
Untuk meraih popularitas, diperlukan publikasi yang
banyak di media elektronik seperti di TV dan
radio, serta di media online, dan di media cetak seperti
surat kabar, majalah, spanduk, dan sebagainya.
Konsekuensi dari itu, maka partai politik dan para calon
anggota parlemen, harus memiliki banyak uang untuk
berpromosi.
Berdasarkan realitas politik yang sangat liberal, maka
dapat dipahami jika Wiranto, Ketua Umum Hanura
merangkul Hary Tanoe dan memberi tempat yang
sangat istimewa di Partai Hanura, sebagai calon Wakil
Presiden RI, dan Ketua Bidang OKK dan Pemenangan
Pemilu, karena dia adalah pemilik modal dan media.
11. 2. Liberalisasi ekonomi
Ciri kedua dari Orde Reformasi dalam bidang
ekonomi, ialah pengamalan secara penuh liberalisasi
ekonomi yaitu diberlakukan asas persaingan bebas
(free fight competition) antar pelaku ekonomi.
Dalam system ini, pengaturan harga barang dan jasa
diserahkan kepada mekanisme pasar. Pemerintah
hanya sebagai regulator.
Pengamalan sistem ekonomi liberal telah melahirkan
kepincangan ekonomi yang luar biasa, karena usaha
kecil dan koperasi semakin terpinggirkan dan marjinal.
Mereka tidak mempunyai kemampuan untuk bersaing.
Apalagi dalam dunia ekonomi berlaku hukum
rimba, siapa yang kuat akan memakan yang lemah.
12.
13. Inilah yang terjadi dalam dunia ekonomi di
Indonesia, kemajuan yang diraih dalam pembangunan
hanya semakin memperkaya orang-orang yang sudah
kaya. Sementara masyoritas rakyat tetap hidup
miskin, terkebelakang dan kurang pendidikan.
Sejatinya demokrasi politik yang
diamalkan, melahirkan demokrasi ekonomi yang
menyejahterakan rakyat, tetapi itu tidak terjadi karena
dalam demokrasi politik yang berkuasa dan
mengendalikan politik ialah pemilik modal atau antek-
anteknya.
Sejarusnya pemerintah melindungi segenap bangsa
Indonesia sesuai amanat pembukaan UUD 1945 dalam
pengamalan liberalisasi ekonomi, tetapi tidak
dilaksanakan sehingga rakyat banyak terutama kaum
pribumi menjadi korban dalam pengamalan demokrasi.
14. 3. Pemilik Modal
Dalam system demokrasi liberal, peranan pemilik
modal seperti digambarkan diatas sangat dominan.
Mereka bisa menguasai rakyat yang masih miskin dan
kurang pendidikan melalui politik uang. Sementara
institusi politik seperti partai politik, mereka mudah
menguasainya ketika melakukan musyawarah nasional
(Munas) atau kongres untuk memilih ketua umum atau
presiden partai dengan membayar kepada setiap
delegasi peserta munas/kongres seperti ketua dan
sekretaris partai dari kabupaten, kota dan provinsi.
Melalui politik uang dalam pemilu dan politik uang
ketika suatu partai politik melaksanakan munas atau
kongres, para pemilik modal menguasai dunia politik.
15.
16. Sementara di dunia ekonomi, pemilik modal
semakin kuat dan bertambah besar
kekayaannya, karena berselingkuh dengan penguasa
seperti Presiden, Menteri, Gubernur, Bupati atau
Walikota. Kebijakan ekonomi dan proyek-proyek
raksasa yang sangat menguntungkan, mereka yang
mengatur dan mendapatkannya.
Maka pemilik modal, bisa sangat berkuasa di dalam
politik, ekonomi dan di masyarakat. Mereka dapat
berkuasa secara langsung dengan menjadi
Presiden, Wakil Presiden, Menteri, Gubernur, Bupati
atau Walikota, atau menjadi penguasa dibalik layar
seperti Liem Siou Liong (Sudono Salim) di masa
Presiden Soeharto.
17. 4. Kebebasan
Ciri keempat dari Orde Reformasi ialah kebebasan
berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran
dengan lisan dan tulisan. Termasuk yang paling
menonjol dan pling diandal ialah kebebasan pers,
sehingga pers disebut sebagai pilar demokrasi yang
keempat setelah eksekutif, yudikatif, dan legislative.
Pers merupakan satu-satunya pilar demokrasi yang
masih bisa diandalkan dan diharapkan bisa
membawa seluruh rakyat, bangsa dan Negara
kepada kemajuan dan kejayaan, walaupun bukan
tanpa cacat karena pemilik media pada umumnya
adalah para pemilik modal.
18.
19. 5. Korupsi
Ciri kelima dari Orde Reformasi ialah korupsi.
Masalah ini sangat memprihatinkan karena isu
sentral yang digelorakan para aktivis untuk
mendapatkan dukungan public untuk melengserkan
Soeharto dari tahta kekuasaannya ialah isu KKN
(Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), tetapi yang terjadi
setelah Presiden Soeharto dan rezim Orde Baru
tumbang, yang terjadi adalah sebaliknya.
KKN semakin merajalela dan amat menyedihkan
karena melibatkan para elit partai
politik, eksekutif, legislative dan yudikatif.
20.
21. Merajalelanya KKN tidak lepas dari system politik
yang dikembangkan di era Orde Reformasi.
Mahalnya biaya politik, telah mendorong para elit
yang ingin merebut kekuasaan, mempertahankan
kekuasaan dan naik ke jenjang kekuasaan yang lebih
tinggi untuk melakukan dan menghalalkan segala
cara untuk berkuasa.
Akan tetapi, setelah berkuasa bukan untuk berbuat
bagi sebesar-besar kemajuan dan kemakmuran
rakyat yang dipimpinnya, tetapi yang utama ialah
mengembalikan modal yang dikeluarkan pada saat
berkompetisi untuk meraih kekuasaan. Inilah ironi
demokrasi liberal.