SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  229
Télécharger pour lire hors ligne
PENGANTAR
                                                                                            DIREKTUR JENDERAL PENATAAN RUANG
                                                                                               DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM

There is little in the architecture of a city that is more beautifully designed than a tree                                       4. Data tentang kependudukan yang ada menunjukkan bahwa jumlah
(Jaime Lerner – Mayor of Curitiba 1971).                                                                                             penduduk perkotaan di Indonesia menunjukkan perkembangan yang
                                                                                                                                     cukup pesat. Pada 1980 jumlah penduduk perkotaan baru mencapai
A. Latar Belakang                                                                                                                    32,8 juta jiwa atau 22,3 persen dari total penduduk nasional. Pada tahun
                                                                                                                                     1990 angka tersebut meningkat menjadi 55,4 juta jiwa atau 30,9 persen,
1. Dewasa ini pengelolaan ruang di kawasan perkotaan cenderung                                                                       dan menjadi 90 juta jiwa atau 44 persen pada tahun 2002. Terakhir
   mengalami tantangan yang cukup berat akibat tingginya arus urbanisasi.                                                            berdasarkan perhitungan BPS dan Bappenas persentasi penduduk
   Sementara di sisi lain, daya dukung lingkungan dan sosial yang ada juga                                                           perkotaan pada 2005 telah mencapai 48,3 persen. Angka tersebut
   menurun, sehingga tidak dapat mengimbangi kebutuhan akibat tekanan                                                                diperkirakan akan mencapai 150 juta atau 60 persen dari penduduk
   kependudukan.                                                                                                                     Indonesia pada tahun 2015 (lihat Gambar 1).
2. Tantangan lainnya berkaitan dengan tingginya tingkat konversi atau alih
   guna lahan dari lahan (terutama lahan-lahan pertanian menjadi daerah
   terbangun) yang menimbulkan dampak terhadap rendahnya kualitas                                                                                 Stockholm

   lingkungan perkotaan. Data yang ada menunjukkan tingkat konversi                                                                                 V ienna

   lahan pertanian di Indonesia rata-rata mencapai 150 ribu hektar setiap                                                                           Curitiba

   tahunnya (BPS, 2003).                                                                                                                          New York

                                                                                                                                                      Berlin
3. Hal-hal tersebut diperburuk oleh lemahnya penegakan hukum dan
                                                                                                                                                 Vancouver
   penyadaran masyarakat terhadap aspek penataan ruang kota sehingga
                                                                                                                                                    London
   menyebabkan munculnya permukiman kumuh di beberapa ruang kota
                                                                                                                                                      Paris
   dan menimbulkan masalah kemacetan akibat tingginya hambatan
                                                                                                                                                    Jakarta
   samping di ruas-ruas jalan tertentu.
                                                                                                                                                     Tokyo

                                                              Urbanisasi di Indonesia                                                                          0   20     40       60      80   100
                                        80.0%                                                             3.5%                                                     RTH per kapita, m2/pddk
                                        70.0%                                                             3.0%
                  Persen Pddk Kota, %




                                        60.0%
                                                                                                                                                Gambar 2. Luas RTH di Beberapa Kota Dunia
                                                                                                                 Pertumbuhan, %




                                                                                                          2.5%
                                        50.0%
                                                                                                          2.0%
                                        40.0%
                                                                                                          1.5%
                                        30.0%                                                                                     5. Jumlah penduduk perkotaan yang terus meningkat dari waktu ke waktu
                                                                                                          1.0%
                                        20.0%
                                        10.0%                                                             0.5%
                                                                                                                                     tersebut akan memberikan implikasi pada tingginya tekanan terhadap
                                         0.0%                                                             0.0%                       pemanfaatan ruang kota, sehingga penataan ruang kawasan perkotaan
                                                1960   1970    1980   1990   2000    2005   2015   2025
                                                                                                                                     perlu mendapat perhatian yang khusus, terutama yang terkait dengan
                                                                        Tah un
                                                              Pertumbuhan        Penduduk Kota
                                                                                                                                     penyediaan kawasan hunian, fasilitas umum dan sosial serta ruang-
                                                                                                                                     ruang terbuka publik (open spaces) di perkotaan.
                                        Gambar 1. Perkembangan Penduduk Kota

                                                                                                                                                                                                           1
6. Menurunnya kuantitas dan kualitas ruang terbuka publik yang ada di
   perkotaan, baik berupa ruang terbuka hijau (RTH) dan ruang terbuka
   non-hijau telah mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan
   perkotaan seperti seringnya terjadi banjir di perkotaan, tingginya polusi
   udara, dan meningkatnya kerawanan sosial (kriminalitas dan krisis
   social), menurunnya produktivitas masyarakat akibat stress karena
   terbatasnya ruang public yang tersedia untuk interaksi sosial.
7. Kecenderungan terjadinya penurunan kualitas ruang terbuka public,
   terutama ruang terbuka hijau (RTH) pada 30 tahun terakhir sangat
   signifikan. Di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Medan dan
   Bandung, luasan RTH telah berkurang dari 35% pada awal tahun
   1970an menjadi kurang dari 10% pada saat ini. RTH yang ada sebagian
   bersar telah dikonversi menjadi infrastruktur perkotaan seperti jaringan
   jalan, gedung-gedung perkantoran, pusat perbelanjaan, dan kawasan
   permukiman baru.        Jakarta dengan luas RTH sekitar 9 persen, saat                   Gambar 3. Ruang Terbuka Publik (Open Space)
   memiliki rasio RTH per kapita sekitar 7,08 m2, relatif masih lebih rendah
   dari kota-kota lain di dunia (lihat Gambar 2).                              10. Sementara itu ruang terbuka non-hijau dapat berupa ruang terbuka yang
8. Dalam upaya mewujudkan ruang yang nyaman, produktif dan                         diperkeras (paved) maupun ruang terbuka biru (RTB) yang berupa
   berkelanjutan, maka sudah saatnya kita memberikan perhatian yang                permukaan sungai, danau, maupun areal-areal yang diperuntukkan
   cukup terhadap keberadaan ruang terbuka public, khususnya RTH.                  sebagai genangan retensi.
   Untuk itu, Pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jenderal Penataan           11. Secara fisik RTH dapat dibedakan menjadi RTH alami yang berupa
   Ruang, Departemen PU, telah merencanakan untuk memasukkan                       habitat liar alami, kawasan lindung dan taman-taman nasional, maupun
   klausul pengaturan tentang RTH ini di dalam revisi UU 24/ 1992 tentang          RTH non-alami atau binaan yang seperti taman, lapangan olah raga, dan
   Penataan Ruang yang saat ini sedang dalam proses pembahasan.                    kebun bunga.


B. Konsep Ruang Terbuka Hijau Perkotaan

9. Secara umum ruang terbuka publik (open spaces) di perkotaan terdiri
   dari ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non-hijau. Ruang Terbuka
   Hijau (RTH) perkotaan adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open
   spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman dan
   vegetasi (endemik maupun introduksi) guna mendukung manfaat
   ekologis, sosial-budaya dan arsitektural yang dapat memberikan manfaat
   ekonomi (kesejahteraan) bagi masyarakatnya (Lokakarya RTH, 30
   November 2005).


                                                                                               Gambar 4. Tipologi Ruang Terbuka Hijau



                                                                                                                                                      2
12. Sedangkan dari segi fungsi RTH dapat berfungsi secara ekologis,
    sosial/budaya, arsitektural, dan ekonomi. Secara ekologis RTH dapat
    meningkatkan kualitas air tanah, mencegah banjir, mengurangi polusi
    udara, dan menurunkan temperatur kota. Bentuk-bentuk RTH perkotaan
    yang berfungsi ekologis antara lain seperti sabuk hijau kota, hutan kota,
    taman botani, sempadan sungai dll. Secara sosial-budaya keberadaan
    RTH dapat memberikan fungsi sebagai ruang interaksi sosial, sarana
    rekreasi, dan sebagai tetenger kota yang berbudaya. Bentuk RTH yang
    berfungsi sosial-budaya antara lain taman-taman kota, lapangan olah
    raga, kebun raya, TPU dsb.



                                                                                                   Gambar 6. Struktur RTH Perkotaan

                                                                                15. Sedangkan dari segi kepemilikan RTH dapat berupa RTH public yang
                                                                                    dimiliki oleh umum dan terbuka bagi masyarakat luas, atau RTH privat
                                                                                    (pribadi) yang berupa taman-taman yang berada pada lahan-lahan
                                                                                    pribadi.


                                                                                C. Peran Penataan Ruang Perkotaan

                                                                                16. Perencanaan tata ruang wilayah perkotaan berperan sangat penting
             Gambar 5. Tanaman Endemik sebagai Tetenger                             dalam pembentukan ruang-ruang publik terutama RTH di perkotaan.

13. Sedangkan secara arsitektural RTH dapat meningkatkan nilai keindahan
    dan kenyamanan kota melalui keberadaan taman-taman kota, kebun-
    kebun bunga, dan jalur-jalur hijau di jalan-jalan kota. Sementara itu RTH
    juga dapat memiliki fungsi ekonomi, baik secara langsung seperti
    pengusahaan lahan-lahan kosong menjadi lahan pertanian/ perkebunan
    (urban agriculture) dan pengembangan sarana wisata hijau perkotaan
    yang dapat mendatangkan wisatawan.
14. Sementara itu secara struktur, bentuk dan susunan RTH dapat
    merupakan konfigurasi ekologis dan konfigurasi planologis. RTH dengan
    konfigurasi ekologis merupakan RTH yang berbasis bentang alam
    seperti, kawasan lindung, perbukitan, sempadan sungai, sempadan
    danau, pesisir dsb. Sedangkan RTH dengan konfigurasi planologis
    dapat berupa ruang-ruang yang dibentuk mengikuti pola struktur kota
    seperti RTH perumahan, RTH kelurahan, RTH kecamatan, RTH kota
    maupun taman-taman regional/ nasional.                                                    Gambar 7. Sistem Perencanaan Tata Ruang

                                                                                                                                                      3
Perencanaan tata ruang perkotaan perkotaan seyogyanya dimulai
    dengan mengidentifikasi kawasan-kawasan yang secara alami harus
    diselamatkan (kawasan lindung) untuk menjamin kelestarian lingkungan,
    dan kawasan-kawasan yang secara alami rentan terhadap bencana
    (prone to natural hazards) seperti gempa, longsor, banjir maupun
    bencana alam lainnya. Kawasan-kawasan inilah yang harus kita
    kembangkan sebagai ruang terbuka, baik hijau maupun non-hijau.
17. Dengan demikian perencanaan tata ruang harus dimulai dengan
    pertanyaan dimana kita tidak boleh membangun?




                                                                                         Gambar 9. RTH Publik dalam Tata Ruang Kota


                                                                            D. Issue dan Tantangan

               Gambar 8. Interaksi Tata Ruang & Transportasi                18. Issue yang berkaitan dengan ruang terbuka publik atau ruang terbuka
                                                                                hijau secara umum terkait dengan beberapa tantangan tipikal perkotaan,
                                                                                seperti menurunnya kualitas lingkungan hidup perkotaan, bencana
   Sehingga rencana tata ruang perkotaan secara ekologis dan planologis         banjir/ longsor dan perubahan perilaku sosial masyarakat yang
   terlebih dahulu mempertimbangkan komponen-komponen RTH maupun                cenderung kontra-produktif dan destruktif seperti kriminalitas dan
   ruang terbuka publik lainnya dalam pola pemanfaatan ruang kota.              vandalisme.
   Secara hirarkis, struktur pelayanan tipikal kota sebagaimana tercantum   19. Dari aspek kondisi lingkungan hidup, rendahnya kualitas air tanah,
   dalam Gambar 8 dapat menggambarkan bentuk akomodasi ruang                    tingginya polusi udara dan kebisingan di perkotaan, merupakan hal-hal
   terbuka publik dalam perencanaan tata ruang di perkotaan.                    yang secara langsung maupun tidak langsung terkait dengan
                                                                                keberadaan RTH secara ekologis. Di samping itu tingginya frekuensi
                                                                                bencana banjir dan tanah longsor di perkotaan dewasa ini juga
                                                                                diakibatkan karena terganggunya sistem tata air karena terbatasnya
                                                                                daerah resapan air dan tingginya volume air permukaan (run-off).
                                                                                Kondisi tersebut secara ekonomis juga dapat menurunkan tingkat


                                                                                                                                                    4
produktivitas, dan menurunkan tingkat kesehatan dan tingkat harapan           diperuntukkan sebagai RTH, kondisinya kurang terawatt dan tidak
    hidup masyarakat. Di sisi lain, exposure terhadap polusi udara yang           dikelola secara optimal.
    berlebihan dan terus-menerus dapat menyebabkan kelainan genetik dan       25.Untuk meningkatkan keberadaan ruang publik, khususnya RTH di
    menurunkan tingkat kecerdasan anak-anak di masa mendatang.                    perkotaan, perlu dilakukan beberapa hal terutama yang terkait dengan
20. Secara sosial, tingginya tingkat kriminalitas dan konflik horizontal di       penyediaan perangkat hukum, NSPM, pembinaan masyarakat dan
    antara kelompok masyarakat perkotaan secara tidak langsung juga               keterlibatan para pemangku kepentingan dalam pengembangan ruang
    dapat disebabkan oleh kurangnya ruang-ruang kota yang dapat                   kota.
    menyalurkan kebutuhan interaksi sosial untuk pelepas ketegangan yang      26. Beberapa upaya yang akan dilakukan oleh Pemerintah ke depan antara
    dialami oleh masyarakat perkotaan. Rendahnya kualitas lingkungan              lain adalah:
    perumahan dan penyediaan ruang terbuka publik, secara psikologis telah            Melakukan revisi UU 24/1992 tentang penataan ruang untuk dapat
    menyebabkan kondisi mental dan kualitas sosial masyarakat yang makin              lebih mengakomodasikan kebutuhan pengembangan RTH;
    buruk dan tertekan.                                                               Menyusun      pedoman-pedoman         pelaksanaan   (NSPM)  untuk
21.Sementara itu secara teknis, issue yang berkaitan dengan                           peyelenggaraan dan pengelolaan RTH;
    penyelenggaraan RTH di perkotaan antara lain menyangkut terjadinya                Menetapkan kebutuhan luas minimum RTH sesuai dengan
    sub-optimalisasi penyediaan RTH baik secara kuantitatif maupun                    karakteristik kota, dan indikator keberhasilan pengembangan RTH
    kualitatif, lemahnya kelembagaan dan SDM, kurangnya keterlibatan                  suatu kota;
    stakeholder dalam penyelenggaraan RTH, serta terbatasnya ruang/                   Meningkatkan kampanye dan sosialisasi tentangnya pentingnya RTH
    lahan di perkotaan yang dapat digunakan sebagai RTH.                              melalui gerakan kota hijau (green cities);
22.Sub-optimalisasi ketersediaan RTH terkait dengan kenyataan masih                   Mengembangkan mekanisme insentif dan disinsentif yang dapat lebih
    dari kurang memadainya proporsi wilayah yang dialokasikan untuk ruang             meningkatkan peran swasta dan masyarakat melalui bentuk-bentuk
    terbuka, maupun rendahnya rasio jumlah ruang terbuka per kapita yang              kerjasama yang saling menguntungkan;
    tersedia. Hal ini menyebabkan rendahnya tingkat kenyamanan kota,                  Mengembangkan proyek-proyek percontohan RTH untuk berbagai
    menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat dan secara tidak                      jenis dan bentuk yang ada di beberapa wilayah kota.
    langsung menyebabkan hilangnya nilai-nilai budaya lokal (artefak alami
    dan nilai sejarah) akibat tergusur oleh kepentingan ekonomi yang
    pragmatis.
23. Sedangkan secara kelembagaan, masalah RTH juga terkait dengan             Dirjen Penataan Ruang Departemen PU
    belum adanya aturan perundangan yang memadai tentang RTH, serta
    pedoman teknis dalam penyelenggaraan RTH sehingga keberadaan
    RTH masih bersifat marjinal. Di samping itu, kualitas SDM yang tersedia
    juga harus ditingkatkan untuk dapat memelihara dan mengelola RTh          A. Hermanto Dardak
    secara lebih professional. Di sisi lain, keterlibatan swasta dan
    masyarakat masih sangat rendah dalam penyelenggaraan RTH. Potensi
    pihak swasta dalam penyelenggaraan RTH masih belum banyak
    dimanfaatkan, sehingga pemerintah selalu terbentur pada masalah
    keterbatasan biaya dan anggaran.
24. Di sisi lain, walaupun secara teoritis ruang perkotaan yang tersedia
    makin terbatas, dalam kenyataannya banyak lahan-lahan tidur di
    perkotaan yang cenderung ditelantarkan dan kurang dimanfaatkan.
    Sementara ruang-ruang terbuka yang memang secara legal


                                                                                                                                                     5
6
MENTERI PEKERJAAN UMUM
                                                                   REPUBLIK INDONESIA


                                                                     KATA SAMBUTAN
Seraya memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, saya              properti-properti pada lokasi yang berdekatan dengan RTH tersebut. Di
menyambut baik penerbitan buku yang berjudul “Ruang Terbuka Hijau               samping itu, RTH juga berfungsi memberikan nilai tambah bagi fungsi
sebagai Unsur Utama Pembentuk Kota Taman” oleh Direktorat Jenderal              lingkungan, misalnya segi estetika kota, pengendalian pencemaran udara,
Penataan Ruang. Menurut hemat saya, buku bertema ruang terbuka hijau            pengendalian iklim mikro, serta membentuk “image” suatu kota.
(RTH) ini hadir pada saat yang tepat, yakni di tengah kecenderungan
berkurangnya luasan RTH di kota-kota besar di Indonesia akibat telah            Dalam konteks itu, saya mendorong agar dalam Rancangan Undang-
dikonversi menjadi infrastruktur perkotaan lainnya, seperti pusat               Undang pengganti Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 Tentang
perbelanjaan dan sarana komersial, kawasan permukiman termasuk                  Penataan Ruang memuat pengaturan tentang standar minimal bentuk dan
apartemen, maupun infrastruktur jalan. Dalam kurun waktu 30 tahun terakhir      ukuran RTH yang wajib disediakan oleh suatu kota. Melalui pengaturan ini,
ini, proporsi luasan RTH di kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya,      pemerintah daerah memiliki kewajiban untuk mengalokasikan ruang terbuka
dan Medan, telah berkurang dari 35% awal tahun 1970-an menjadi kurang           hijau secara tegas dalam RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Kota yang
dari 10% terhadap luas kota secara keseluruhan. Kondisi ini tentunya masih      dijabarkan secara lebih rinci dalam ketentuan tentang aturan intensitas
di luar standar ideal luasan minimal ruang terbuka hijau pada suatu kota        kegiatan-kegiatan di sekitar RTH tersebut. Selain itu, pengaturan yang tegas
sebagaimana disepakati dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi di Rio        ini juga memberikan peluang bagi masyarakat dan pemangku kepentingan
De Janeiro (1992) dan ditegaskan kembali di Johannesburg (2002), yakni          lainnya untuk turut berperan secara lebih aktif dalam mengendalikan
minimal 30 % dari total luas kota.                                              pencapaian standar minimal tersebut.

Sementara, berbagai kota besar di dunia, seperti New York, Manchester,          Akhirnya, saya berharap bahwa keberadaan buku ini tidak sebatas
Singapura, Beijing, Shanghai, dan Melbourne, telah menerapkan konsep            memperkaya khasanah pengetahuan kita, namun juga dapat menjadi
’green cities’ dengan meningkatkan proporsi luasan RTH hingga mencapai          sumber inspirasi dan pedoman bagi pemerintah dan pemangku kepentingan
lebih 20% dari total luas kota, demi kesehatan, kenyamanan dan kesegaran        lainnya dalam mewujudkan ruang yang aman, nyaman, produktif dan
warga kotanya. Penerapan konsep tersebut secara konsisten dan didukung          berkelanjutan. Untuk itu, saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan
persepsi serta kerjasama semua pemangku kepentingan di kota-kota                setinggi-tingginya kepada tim penyusun dan penyunting, terutama kepada
tersebut, ternyata telah mampu memberi manfaat ekonomi sebagai akibat           saudara Ning Purnomohadi yang telah mencurahkan tenaga dan pikirannya,
meningkatnya citra kota yang ramah lingkungan, dan ruang visual yang            serta kepada seluruh pihak yang telah mendukung penerbitan buku ini.
indah sehingga memiliki ’nilai jual’ tersendiri bagi pengembangan pariwisata.
RTH sebagai unsur utama pembentuk kota yang dirancang dengan baik dan           Menteri Pekerjaan Umum
benar sesuai dengan rencana tata ruang kotanya diharapkan dapat                 Republik Indonesia
memenuhi kebutuhan masyarakat akan ruang terbuka, meningkatkan
kualitas kehidupan, membentuk identitas komunitas, melindungi kualitas          DJOKO KIRMANTO
lingkungan dan meningkatkan nilai ekonomi bangunan-bangunan atau
                                                                                                                                                          v
6
DAFTAR ISI
Cover
Daftar Isi                                                                           i
Daftar Tabel                                                                         iv
Daftar Gambar                                                                        iv
Sambutan Menteri                                                                     v
Pengantar/Acknowledgement Dirjen PR                                                  vi


BAB I PENDAHULUAN                                                                    I-1
1.1.  Latar Belakang Pembangunan RTH Kota                                            I-1
1.2.  Penghijauan kembali Lingkungan Perkotaan                                       I-3
1.3.  Alur Pemikiran dalam Mewujudkan RTH sebagai Unsur Utama Pembentuk Kota Taman   I-4

BAB II RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) KOTA                                                II-1
2.1.   Pengertian Umum RTH                                                           II-1
2.2.   Masalah Urbanisasi dan Keperi-adaan RTH dalam Penataan Ruang (Dardak, 2005)   II-3
       2.2.1 Konsep Ruang Terbuka Hijau (RTH) Perkotaan                              II-4
       2.2.2 Peran Penataan Ruang Perkotaan                                          II-5
       2.2.3 Peran dan Fungsi RTH                                                    II-6
       2.2.4 Issue dan Tantangan                                                     II-7
2.3.   Manfaat RTH                                                                   II-8
       2.3.1 Manfaat Bagi Kesehatan                                                  II-9
       2.3.2 Ameliorasi Iklim                                                        II-9
2.4.   RTH dan Pertamanan (Land-Scape Architecture) Perkotaan                        II-10
2.5.   Pengelompokan Jenis dan Luas RTH Pembentuk Kota                               II-11
       2.5.1 Kelompok RTH Berkenaan dengan Peran dan Fungsinya                       II-11
       2.5.2 Jenis RTH Kota                                                          II-12
       2.5.3 Pengelompokkan RTH Kota                                                 II-12
2.6.   Pentahapan Pengembangan RTH                                                   II-13
       2.6.1 Pengembangan RTH Kota Jangka Pendek                                     II-13
       2.6.2 Pengembangan RTH Kota Jangka Panjang                                    II-13
       2.6.3 Perencanaan dan Pengendalian RTH Kota                                   II-13
       2.6.4 Pola Penyelenggaraan RTH                                                II-14




                                                                                             i
BAB III PERMASALAHAN DEGRADASI LINGKUNGAN HIDUP PERKOTAAN                                                                              III-1
3.1.   Masalah-masalah Utama dan Konservasi di Bidang Lingkungan Hidup                                                                 III-1
3.2.   Keselarasan Hubungan Manusia dengan Lingkungan                                                                                  III-3
3.3.   Pencemaran Udara                                                                                                                III-3
3.4.   Pencemaran Air dan Tanah                                                                                                        III-6
       3.4.1 RTH Kota dan Upaya Pengendalian Pencemaran Air, banjir dan Kekeringan                                                     III-6
       3.4.2 Tiga Tingkatan Perubahan Lingkungan Akibat Bencana Banjir                                                                 III-8
       3.4.3 Pencemaran dan Kerusakan Tanah (Abrasi Pantai, Intrusi Air Laut, Amblasan Tanah, Pencemaran Air Tanah                     III-9
3.5.   Rawan Kejadian (Bencana) Kebakaran                                                                                              III-10
3.6.   Karakteristik Air Limbah dan Dampak terhadap Kesehatan                                                                          III-11
                                                                                                                                       III-11
BAB IV RTH SEBAGAI UNSUR UTAMA PEMBENTUK KOTA YANG NYAMAN, PRODUKTIF, DAN BERKELANJUTAN                                                IV-1
4.1.  Konservasi Lingkungan Hidup Kota                                                                                                 IV-1
4.2.  Lingkungan Perkotaan Permasalahan dan Pembangunan Kota Berkelanjutan                                                             IV-1
      4.2.1 Pengertian Hubungan Strategis Pembangunan Kota dan Perencanaan Kota                                                        IV-2
      4.2.2 Membangun Kota yang Bersih, Aman, Nyaman, dan Sehat                                                                        IV-2
      4.2.3 Model Kabupaten dan Kota Sehat                                                                                             IV-3
4.3.  Pengelolaan Kota Taman Tropis                                                                                                    IV-4
      4.3.1 Peran RTH Kota (Khusus Hutan Kota) terhadap Kenyamanan Lingkungan                                                          IV-5
      4.3.2 RTH Kota sebagai Penunjang Pembangunan Berkelanjutan                                                                       IV-5
4.4.  RTH Kota dan Perencanaan Kota                                                                                                    IV-6
4.5.  RTH dan RTRW Kota                                                                                                                IV-6
      4.5.1 Strategi Pembangunan dan Perencanaan Kota                                                                                  IV-7
      4.5.2 Perkembangan Pola Permukiman Terhadap Konsepsi Hijau                                                                       IV-7
      4.5.3 Pemilihan Beberapa Jenis Tanaman Sesuai Fungsinya                                                                          IV-10

BAB V BAGIAN-BAGIAN (ANATOMI) RTH KOTA                                                                                                 V-1
5.1.  Perkembangan dan Pembangunan RTH Kota                                                                                            V-1
5.2.  Taman lingkungan Perumahan                                                                                                       V-3
5.3.  Taman Kota (Umum, Alun-alun, Kebon Raja,Taman Pemakaman Umum/Khusus)                                                             V-4
5.4.  Taman Rekreasi (Aktif & Pasif: Stadion OR, Kebun Raya/Aboretum/Binatang: Umum atau Satwa, Khusus: Buaya, Unggas, dll)            V-5
5.5.  RTH Konservasi dan Pengamanan Sarana/Prasarana Kota                                                                              V-5
      5.5.1 Jalur Hijau (Pedestrian, Lalu-Lintas/Jalan, Kolong Jembatan/Jalan Layang, Jalur Tegangan Tinggi Bantaran Rel Kereta Api)   V-6
      5.5.2 Jalur Biru (Bantaran Sungai, Rawa-rawa, Pantai, Situ, Waduk, Telaga, Danau, ’Retention Basin’)                             V-7
      5.5.3 Daerah Penyangga/Pengaman (buffer Zone/Corridor Hijau) Kawasan Industri Pabrik, Pengolahan Limbah, dan Tempat Pembuangan
             Sampah (TPS/TPA)                                                                                                          V-8
5.6.  Best Practices di Dalam Negeri                                                                                                   V-10
      5.6.1 Provinsi DKI Jakarta                                                                                                       V-11
      5.6.2 Kota Surabaya                                                                                                              V-12
5.7.  Best Practices di Luar Negeri                                                                                                    V-14

                                                                                                                                             ii
5.7.1   Rehabilitasi dengan Sistem Insentif Bagi Pemilik Lahan, Belajar dari Kasus Kota Osaka: ’Osaka Bussiness Park’ (OBP)   V-14
      5.7.2   Rehabilitasi Sungai Singapura dalam Waktu 10 Tahun, Bagian dari Semboyan ’Clean and Green Planned City’               V-16
      5.7.3   Curitiba                                                                                                              V-17

BAB VI MEMBANGUN DAN MENGELOLA KOTA TAMAN                                                                                           VI-1
6.1.  Program Tata Praja Lingkungan                                                                                                 VI-1
      6.1.1 Otonomi Daerah                                                                                                          VI-1
      6.1.2 Pengembangan Sistem Penataan Hukum                                                                                      VI-1
      6.1.3 Program Pendukung                                                                                                       VI-1
6.2.  Kegiatan Pokok dan Pola Penyenggaraan RTH Kota                                                                                VI-3
      6.2.1 Permasalahan Pengelolaan RTH Kota                                                                                       VI-3
      6.2.2 Dilema Nilai Ekonomi, Sosial dan Budaya RTH-Kota                                                                        VI-4
6.3.  Kebijakan dan Strategi Pembangunan RTH Kota                                                                                   VI-4
      6.3.1 Kebijakan Pembangunan RTH Kota                                                                                          VI-5
      6.3.2 Strategi Pembangunan RTH Kota                                                                                           VI-6
6.4.  Permasalahan Pengelolaan RTH Kota                                                                                             VI-8
      6.4.1 Menentukan Luas RTH Kota                                                                                                VI-8
      6.4.2 Standar Luasan dan Kebutuhan RTH Kota                                                                                   VI-9
6.5.  Pengelolaan RTH Kota Taman Tropis                                                                                             VI-10
      6.5.1 Mekanisme Perencanaan Kota                                                                                              VI-12
      6.5.2 Area Perencanaan Kota dan Kebijaksanaan                                                                                 VI-13
      6.5.3 Pembatasan Tata Guna Tanah dan Sarana Pembangunan Utama                                                                 VI-13
      6.5.4 Proyek Pembangunan Kota dan Batasan-batasannya                                                                          VI-13
      6.5.5 Peran Pengawasan pada Tiap Bagian Kota                                                                                  VI-13
6.6.  Perencanaan dan Realisasi RTH Kota dalam Perencanaan Kota                                                                     VI-14

BAB VII PANDANGAN PRAKTISI TENTANG RTH KOTA                                                                                         VII-1
7.1.  (P. Iman)
7.2.  (P. Maman)

BAB VIII PENUTUP                                                                                                                    VIII-1


LAMPIRAN
Lampiran 1 : Perhitungan Luas RTH Kota                                                                                              L-1
Lampiran 2 : Kompilasi Dasar Hukum (Peraturan Perundang-undangan) RTH dan Perda Terkait RTH                                         L-3
Lampiran 3 : Pustaka Lanjutan                                                                                                       L-6




                                                                                                                                          iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1     Konsep Dasar Pengelolaan Lahan                              II-13
Tabel 2     Kriteria Jenis Tanaman untuk RTH                            III-5
Tabel 3     Luas Keteduhan Beberapa Jenis Tumbuhan                      III-6
Tabel 4     Parameter Air Limbah                                        III-12
Tabel 5     Logan dan Sifat Racunnya                                    III-12
Tabel 6     Jenis, Fungsi, dan Tujuan Pembangunan RTH                   V-2
Tabel 7     Pengelolaan RTH Rumah Tinggal                               V-13
Tabel 8     Standar RTH Kota: Kriteria Unit-unit Lingkungan             VI-9
Tabel 9     Kebutuhan akan RTH                                          VI-9




                                                      DAFTAR GAMBAR
Gambar 1    Perkembangan Penduduk Kota                                  II-3
Gambar 2    Luas RTH di Beberapa Kota Dunia                             II-3
Gambar 3    Ruang Terbuka Publik (Open Space)                           II-4
Gambar 4    Tipologi Ruang Terbuka Hijau                                II-5
Gambar 5    Tanaman Endemik sebagai Tetenger                            II-5
Gambar 6    Struktur RTH Perkotaan                                      II-5
Gambar 7    Sistem Perencanaan Tata Ruang                               II-6
Gambar 8    Interaksi Tata Ruang dan Transportasi                       II-6
Gambar 9    RTH Publik dalam Tata Ruang Kota                            II-7
Gambar 10   Roman House at Pompeii, Italia                              V-4
Gambar 11   Cluster Development                                         V-4
Gambar 12   Vaux-le-Vicomte                                             V-4
Gambar 13   Plan of Versailles (1662-1665)                              V-5
Gambar 14   Konsep Penatan Ruang Kota Curitiba                          V-17
Gambar 15   Pengembangan RTH pada Areal Kepadatan Rendah                V-17
Gambar 16   Zona Pedestrian di Pusat Kota                               V-18
Gambar 17   Kolan-kotan Retensi Banjir                                  V-18
Gambar 18   Penataan TPA Sanitary Land-fill                             V-19


                                                                            iv
RUANG TERBUKA HIJAU (RTH)
     SEBAGAI UNSUR UTAMA PEMBENTUK KOTA TAMAN


versi 8 Februari 2006




                                                v
BAB I
PENDAHULUAN




      Pendahuluan   15
I PENDAHULUAN



1.1 LATAR BELAKANG                                          sebagai pribadi. Konsep tata hijau berkembang menjadi
    Pada jaman pra-sejarah, konsepsi hijau belum nam-       ilmu arsitektur baru, ingin menguasai alam (antropo-
pak nyata, mungkin disebabkan karena cara hidup dan         sentris), meneruskan garis-garis arsitektur alam sekitar,
berpikir yang masih sangat sederhana. Kehidupan ma-         sedemikian rupa hingga hubungan antara hijau dengan
sih sangat tergantung pada alam sehingga muncul ke-         manusia menjadi lebih harmonis.
biasaan bertahan untuk sekedar hidup. Alam merupakan            Kini fungsi hijau menjadi lebih kompleks akibat
suatu misteri yang ditakuti, maka mereka tinggal di dalam   pencemaran dan perusakan lingkungan, hasil penerap­
gua-gua atau di pohon agar aman.                            an teknologi dan industri secara serampangan, telah
    Kemudian manusia mulai menyadari kemampuan              merusak hubungan timbal-balik antara manusia dengan
berpikirnya untuk dapat menguasai alam, kebudayaan          lingkungan. Perusakan dan pencemaran semakin parah,
pertanian dan peternakan mulai berkembang, pemujaan         sehingga tak ada lagi kemampuan regeneratif alam un-
berganti kepada dewa-dewi di langit yang dianggap telah     tuk merehabilitasi diri sendiri, karena daya dukung lingku­
memberi kehidupan. ’Rumah’ mulai dikenal, turun dari        ngan telah terlampaui atau telah melebihi ambang batas.
atas pohon dan keluar dari gua-gua. Dalam kehidupan         Sementara itu penduduk dunia terus bertambah, sedang­
berkelompok mulai timbul persaingan dan permusuhan          kan sumber daya alam (SDA) terbatas terutama yang tak
antar kelompok, sehingga bahaya timbul dari manusia         bisa diperbaharui. Di negara-negara maju pencemaran
lain. Pada situasi seperti ini, diperlukan perlindungan     disebabkan oleh teknologi tinggi, sedangkan di negara
bagi kelompok. Konsepsi hijau, lebih dari sekadar hanya     sedang berkembang, sebagian besar adalah akibat ke­
tanaman pagar berduri di sekeliling permukiman, tetapi      terbelakangan, kemiskinan dan kebodohan.
permukiman sudah merupakan benteng berparit, yang               Konsepsi hijau lebih berkembang, selaras keinginan
tertutup dari alam bebas.                                   penguasaan akan alam dan menjadikan tata hijau sebagai
    Dengan ditemukannya bubuk mesiu, senjata kimiawi,       penerus gaya arsitektur, dengan meningkatkan hubungan
nuklir dan toksin biologis, maka cara perlindungan men-     antar bangsa. Kemudian pemikiran Dunia Timur masuk,
jadi lebih terbuka, demikian terus menerus merobah kon-     yaitu timbul adanya penghargaan terhadap fungsi hijau
sep kehidupan manusia di dunia ini.                         sebagai sesuatu yang diperlukan (integrated landscape).
    Manusia mulai membuka diri dari ‘dunia’ mistik de­          Bidang arsitektur lansekap sendiri mulai berkembang
ngan pemikiran rohaniah dan pengaruh kuat agama,            di benua Eropa, sesuai dengan kebutuhan sekitar 200
menjadi lebih memikirkan keduniawian dan status hidup       tahun lalu, dimulai dari keperluan manusia akan suatu


16   Pendahuluan
ruang ‘rekreatif’ di sekitar tempat tinggal, seperti Taman
Inggris (English Garden). Pengaruh ini menyebar ke be­
nua Amerika dan mencapai puncak dengan dibangunnya
Central Park (1858) di New York, karya Frederick Law Ol-
msted dan Calvert Vaux.
    Fungsi hijau dalam ruang terbuka hijau (RTH) kota
sebagai ‘paru-paru’ kota, sebenarnya hanya merupa­
kan salah satu aspek berlangsungnya fungsi daur ulang,
antara gas karbondioksida (CO2) dan oksigen (O2), hasil
fotosintesis khususnya pada dedaunan. Sistem tata hi-
jau ini berfungsi sebagai semacam ventilasi udara dalam
rumah (ba­ngunan). Lebih dari itu, masih banyak fungsi
RTH termasuk fungsi estetika yang bermanfaat sebagai
sumber rekreasi publik, secara aktif maupun pasif, yang
diwujudkan dalam sistem koridor hijau sebagai alat pe­
ngendali tata ruang/lahan dalam suatu sistem RTH kota
(urban green open space system). RTH juga berfungsi se-
bagai sumber penampungan air dan pengatur iklim tropis
yang terik dan lembab.
    Perkembangan teknologi yang amat pesat tanpa
mengindahkan kelestarian fungsi lingkungan, memper-
buruk kualitas hidup kota-kota metropolitan, bahkan se-
bagian besar kota-kota pun telah mengalami krisis ling-
kungan. Para arsitek lansekap diharapkan dapat berlaku
dan bertindak secara (lebih) bijaksana dalam ikut serta
mengembangkan dan menjaga fungsí lingkungan secara
                                                                 Gambar 1.1: Sempadan Sungai Pesanggrahan, Jakarta
lestari untuk mencapai keseimbangan lingkungan, yang         Sungai menjadi keranjang sampah, sebuah potret tentang bagaimana
tidak hanya sekedar indah.                                                 sikap kita memperlakukan lingkungan.
   Pemahaman tentang profesi arsitektur lansekap itu                           (Dokumen Yayasan Kirai, 2006)

mungkin lebih tepat bila disebut “arsitektur lingkungan”.
Arsitek lansekap dapat berperan menjadi ‘polisi’ terha-
dap pembangunan fisik, yang harus menguasai masalah


                                                                                                          Pendahuluan      17
Gambar 1.2 (paling kiri):
                                                                                Karet kebo (Ficus elastica), dengan tajuk
                                                                                lebar dipandang efektif menjadi pengisi RTH
                                                                                luas (lokasi: Istana Bogor).
                                                                                (Dok. Yayasan Kirai, 2006)

                                                                                Gambar 1.3 (kiri): Alam mempunyai
                                                                                keterbatasan. Dibutuhkan pengetahuan dan
                                                                                kepekaan dalam melakukan perancangan,
                                                                                sehingga tidak perlu terjadi bencana seperti
                                                                                foto di samping ini terjadi di lereng bukit
                                                                                Pacific Palisades, CA, Amerika Serikat.
                                                                                (Cunningham & Saigo, 1997, halaman 358
                                                                                dalam M. Amin, 2005)


ekosistem secara cermat dan bertanggungjawab dalam         dalam proses perobahan yang mendukung kehidupan
upaya mengembalikan dan melestarikan kembali fungsi        manusia, flora dan fauna secara selaras, seimbang, dan
lingkungan, seperti kawasan budidaya, termasuk ling-       dalam hubungan yang lestari antar sesama, alam dan
kungan perkotaan pada ekosistem pesisir pantai yang        Tuhan. Pemahaman proses pembentukan muka bumi
penting diperhatikan, sebagaimana layaknya suatu nega-     secara alami, harus berdasar pada kesadaran, bahwa
ra kepulauan terbesar di dunia.                            karya perencanaan maupun perancangan harus berpi-
    Arsitek lansekap mampu bekerjasama dalam suatu         jak pada ekotipe dasar karakteristik fisik bentang alam,
perencanaan dan perancangan kota yang akan mero-           apakah pada ekosistem tropis kepulauan yang terik dan
bah wajah lingkungan lansekap kota secara terintegrasi     basah (lembab), ekosistem pegunungan, atau pada eko-
dengan profesi lain terkait. Pembangunan kota yang         tipe lain, serta sadar akan pengaruh perubahan iklim.
berkelanjutan tidak sekedar berorientasi pada keuntungan   Hasilnya adalah karya arsitektur lansekap berkelanjutan
ekonomis jangka pendek dan mengorbankan kebutuhan          (sustainable landscape), yang tetap mempertimbangkan
warga akan RTH, sehingga fenomena krisis lingkungan        etika atau norma-norma lingkungan yang bersifat dinamis
udara-air-tanah, bencana banjir, tanah longsor, amblas­    tersebut.
an tanah, intrusi air laut, penebangan pohon secara se­        Para perencana dan perancang, lambat atau cepat
rampangan, dan penggusuran RTH dapat diminimalkan.         menyadari bahwa alat perencanaan dan perancangan itu
Banyak orang lupa, bahwa manusia adalah bagian dari        tidak hanya terbatas pada adanya tanah, ruang, bahan-
alam itu sendiri, kalau alam rusak maka dapat dipastikan   b
                                                           ­ ahan, naluri dan perasaan saja, tetapi yang lebih penting
manusia akan rusak pula.                                   adalah adanya pengertian dan imajinasi dari perencana
    Konsep lingkungan yang dinamis, selalu berada          itu sendiri, karena para perencana itu bukan saja turut


18   Pendahuluan
serta meng­atur sebagian kecil bentuk rupa dari alam,      tidak bisa dipisahkan. Pembentukan dan penjelmaan
tetapi juga ke­giatan manusia di dalamnya. Jadi alamlah    yang terus-menerus dalam pikiran manusia, jelas sekali
yang menjadi landasan, dan manusia adalah tujuannya        digambarkan dalam alam yang terus tumbuh, yang bisa
(Wirasondjaya, 1975).                                      dipandang sebagai catatan sejarah yang terus merekam
   Tetapi untuk menarik garis batas antara alam berikut    perobahan-perobahan dalam menaikkan derajat kebu-
kegaiban dan kekuasaannya dengan manusia sangatlah         dayaan. Karenanya bukan hanya seni sastra, seni musik,
sukar. Alam, adalah ibarat suatu alat yang sangat peka,    seni pahat, seni lukis, dan seni bangunan saja yang dapat
di mana kita bisa dengan mudah menarik kegunaan-           mengabadikan perobahan-perobahan aliran dan kekuat­
nya. Jika demikian, maka manusia itu sendiri harus tahu    an dari hasil kerja manusia dengan kecerdikan, dan ke-
akan kedudukannya serta tata cara yang benar dalam         pandaiannya, tetapi juga dari sikap pandangan manusia
mengambil bagiannya serta kedudukannya dalam alam.         terhadap alam.	
Seandainya si perencana dengan cerdas mampu menye-             Alam merupakan sesuatu yang abadi, tetapi hidup,
suaikan dirinya dengan alam, maka masyarakat umumlah       yang mempunyai dasar-dasar kefaedahan dan sumber
yang akan merasakan manfaatnya, tetapi sebaliknya jika     ilham, merupakan landasan bagi setiap perencana. Alam
melawan alam, maka kesukaran-kesukaran dan masalah         merupakan suatu obyek yang belum ditentukan, tempat
yang akan terjadi harus dirasakan oleh masyarakat umum     di mana kebebasan terbuka seluas-luasnya dalam pemilih­
pula.                                                      an, penegasan, dan penyatuan unsur-unsur, karena­nya
   Perobahan bentuk alam adalah cermin dari perobahan      merangsang perasaan untuk mengatur agar setiap orang
pandangan manusia terhadap keadaan sekelilingnya dan       dapat melihat apa yang ia lihat, turut merasakan apa yang
dari pertumbuhan penguasaan alam yang memudahkan           ia rasa.
manusia untuk memanfaatkannya dalam keadaan ekono-             Di alam, kita menggubah bidang datar, menempatkan
mi dan sosial baru. Caranya pun berbeda-beda dan ter-      massa, mengadakan penutupan maupun pembukaan,
gantung dari pandangan manusia masing-masing terha-        manusia ada dalam pusat perencanaan. Dalam seni lu-
dap alam, tergantung pula dari besarnya persoalan dan      kis, manusia ada di luar bidang lukisannya dan memper-
watak, serta kecenderungan sosial dan ekonomi yang         hatikan lukisan tersebut di mana ruang-ruang digubah
bersangkutan. Karenanya tiap-tiap tahap perkembangan       dalam bidang datar yang terjadi dari sesuatu yang asal-
kemajuan manusia terhadap keadaan sekelilingnya akan       nya kosong. Dalam seni patung, manusia melihat obyek
disertai oleh rangsangan jiwa dan semangat. Perasaan       tiga dimensional, berhadapan dengan patung tersebut
pertama pada manusia adalah kehadiran skala-skala          dan mengelilinginya. Tetapi dalam taman, manusia ada di
baru, sesudah itu mulai mengerti, dan kemudian imajinasi   dalamnya, bergerak dan menikmati ruang, yang terbentuk
diterapkan dan disempurnakan.                              karena obyek di dalamnya. Ruang dan waktu membentuk
    Dalam proses pembentukan ini, manusia dan alam         suatu kesatuan yang tak dapat dipisahkan lagi. Pemikir­


                                                                                                   Pendahuluan   19
an ini berjalan terus melalui seluruh perkembangan ilmu-   tidak akan menyesatkannya. Bentuk benar itu adalah or-
ilmu modern. Ini berarti, bahwa tak ada bentuk alam yang   ganik dalam wataknya dan merupakan pola dari alam
tetap atau tahan terhadap pengaruh sekitarnya. Penak­      atau ekologi lansekap.
lukan sukses terhadap ruang dan waktu dengan jalan             Kadangkala alam tak selalu cocok untuk dinikmati se-
penyatuan terhadap keperluan manusia adalah karya dari     bagai panorama, tetapi para perencana perlu menyadari
tiap zaman, dasar kekuatan utama yang diperlukan un-       bahwa belajar dari alam dengan sendirinya akan diilhami
tuk membentuk lingkungan dengan peradabannya (Wira-        oleh imajinasi yang tak pernah padam. Tujuan peren-
sondjaya, 1975).                                           canaan adalah meringankan cara-cara berencana, dan
    Ilmu pengetahuan tentang ruang sama juga persoal­      bukan mencari atau ‘meminjam’ bentuk-bentuk baru.
annya dengan ilmu-ilmu pengetahuan lain, yakni secara      Membuat falsafah baru bukanlah pekerjaan yang mudah,
sadar menyelidiki baik-tidaknya sesuatu yang bersang-      sebab nilai keberhasilan suatu perencanaan ditentukan
kutan dengan kebutuhan manusia, mendapatkan ciri-ciri      oleh daya tahannya.
yang kurang baik, dan kemudian dengan sadar pula men-          Orang Yunani dan Romawi tak mempedulikan masa
cari jalan untuk mengatasi dan memperbaiki, bahwa yang     yang akan datang, dengan mencoba membuat surga di
dijalankan tidak sekedar kebetulan saja.                   atas dunia. Kemudian pada abad pertengahan, manusia
    Pengertian ruang tidak begitu saja bisa dilukiskan     membuat dirinya surga di atas awan, dan membalikkan
dengan kata-kata, karena ruang bukan perkara akal          dunia ini menjadi dunia yang fana baik bagi si kaya mau-
tetapi perkara perasaan. Sulit sekali untuk menetapkan     pun si miskin. Di zaman Renaisans, suatu jaman yang
s
­ ebab-sebab dari perasaan itu, tapi kita harus mempu­     lahir bukan karena suatu gerakan politik atau agama,
nyai ­ angan-angan mengenai hal itu dan jeli mengenali,    tetapi dari pernyataan pikiran, orang tidak lagi memu-
supaya kita sendiri bisa menciptakan ruang dalam suasa-    satkan pikiran dan kegiatannya namun menunggu keha-
na yang diinginkan. Terwujudnya ruang yang diraih oleh     diran surga. Mereka mencoba membangun surga di sini,
tangan manusia, di mana dia bisa bergerak bebas dengan     di atas tanah, dan ternyata dalam pencarian kebenaran
leluasa adalah salah satu karya manusia guna mencapai      pada derajat tertentu, mereka berhasil.
keseimbangan antara kehidupan jasmani dan rohani.              Nilai Kebudayaan Timur yang sudah tinggi dan tua
    Salah satu cara untuk dapat mengerti lebih baik ten-   adalah hasil suatu falsafah yang dinamis dan tradisi yang
tang ruang adalah dengan mempelajari ruang-ruang           tidak hilang selama berabad-abad. Seni dan ilmu peng-
yang sudah terwujud, hasil warisan nenek moyang. Ke-       gunaan tanah, dengan tata letak dan tata ruang telah
sabaran mempelajari segala keindahan alam agar bisa        berkembang mencapai derajat yang sangat tinggi, yang
diterjemahkan dalam pengertian ruang buatan manusia,       jarang didapatkan dan sukar dipahami oleh orang-orang
akan menjadi pegangan bagi setiap perencana, di mana       Barat. Falsafah ditekankan pada caranya, melalui apa ke-
angan-angan yang diilhami dari batasan-batasan organik     sempurnaan yang dicari. Seni hidupnya, terletak dalam


20   Pendahuluan
Keluarga Berencana (KB) dianggap telah cukup berhasil.
                                                                  Bila angka ini bisa ‘agak’ ditekan, maka penduduk Indo-
                                                                  nesia “hanya” mencapai kurang dari 200 juta jiwa (2002).
                                                                  Perencanaan ruang yang efektif sangat penting dilakukan
                                                                  melalui Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) yang menga-
                                                                  tur keseimbangan lingkungan antara berbagai ruang dise-
                                                                  diakan untuk menampung aneka kegiatan penduduknya.
                                                                      Perkembangan pembangunan perkotaan di Indone-
                                                                  sia sebagaimana terjadi di kota-kota lain dunia, sangat
                                                                  dipengaruhi oleh pertumbuhan populasi (manusia) aki-
                                                                  bat urbanisasi. Sejak tahun 1970-an, khususnya pada
                                                                  dekade pertama, sampai tahun 1980-an, 35% dari per-
                   Gambar 1.4: Rumah Suku Ume                     tumbuhan total di semua sektor pembangunan lingkun-
 Tempat berlindung pada iklim setempat, memanfaatkan bahan dari
                                                                  gan perkotaan, adalah akibat gelombang urbanisasi yang
              lingkungan setempat (lokasi: Timor/NTT).
           Foto: Kanwil Sosial Provinsi NTT, 22 Juli 1989         dipacu oleh pembangunan fisik sarana dan prasarana
                                                                  kota yang merupakan daya tarik sekaligus daya dorong
kelanggengan dan selalu belajar beradaptasi dengan                bagi para warga yang ingin memperoleh peluang kehidup­
alam sekitar, suatu seni menyadarkan diri, seni bagaima-          an lebih baik, termasuk sarana pendidikan dari daerah
na hidup di dunia ini. Hal ini dapat ditemui pada kebudaya­       asalnya. Laju pembangunan itu pula yang menyebabkan
an Cina, Jepang, dan Indonesia seperti Suku Bali, Suku            perkembangan kota seolah tanpa arah (urban sprawl).
Badui, dan Suku Dani. Mereka tahu dan mengerti alam.              Akibat lanjut pembangunan yang tak terkontrol ini, telah
Kini dunia Barat mulai sadar, bahkan akhir-akhir ini sudah        membentuk ’kantong-kantong’ permukiman yang selalu
berhasil merintisnya dalam perkembangan kemajuan ling-            nampak kumuh-padat, dan kumuh-miskin (kupat, kumis)
kungan global setelah menyadari kesalahan ­terdahulu.             di seluruh bagian kota.
    Prof. Sumitro (1971) mensinyalir akan adanya bahaya               Hasil analisis dari berbagai sumber, menunjukkan ka-
lingkungan perkotaan di Indonesia. Sinyalemen sektor              wasan perkotaan (terutama Jakarta) yang mau tak mau
kependudukan Indonesia dari 120 juta jiwa diperkirakan            harus menampung sekitar 2,2 juta pemukim pendatang
berkembang menjadi 250 juta jiwa (2000-an), dimana 146            ’baru’ setiap tahun. Sepanjang 20 tahun (1980-2000),
juta jiwa di antaranya menetap di Pulau Jawa dan Madura           terjadi dua kali lipat pertumbuhan absolut dibanding ke-
de­ngan tingkat kepadatan penduduk 1105 jiwa/km2. Na-             mampuan adaptif kota dalam menyerap pertambahan
mun untuk mencegah ledakan jumlah penduduk terse-                 penduduk dibanding antara tahun 1960-1980. Perhitung­
but, antara lain diupayakan melalui pendekatan Program            an berdasar kenyataan tentang pertumbuhan populasi


                                                                                                         Pendahuluan   21
penduduk perkotaan di Indonesia tersebut angka pe­           dan okupansi pada lahan-lahan ’kosong’ yang ada se­perti
ningkatan dari 33 juta (22% dari jumlah penduduk) tahun      pada jalur jalan kereta api, bantaran sungai, atau di seki-
1980 meningkat menjadi sekitar 76 juta (36%) atau lebih      tar dan di antara struktur bangunan yang ada tentu saja
pada tahun 2000 lalu.                                        ’melawan hukum’. Mungkin dalam pikiran mereka, yang
    Jumlah penduduk di Indonesia tahun 2005 lalu, sudah      penting adalah sudah ’mendapatkan’ ruang untuk hidup
mencapai lebih dari 200 juta jiwa, di mana sekitar 60%-      walau pasti tidak memenuhi syarat hunian yang layak,
nya, adalah penduduk perkotaan. Penduduk ibukota             apalagi bila sebagian mereka menyatakan ­­bahwa ’squat-
Jakarta yang beraktivitas pada siang hari di dalam kota      ter’ itu (selalu) hanya sebagai tempat tinggal ­sementara.
telah mencapai sekitar 12 juta, belum lagi di kota-kota          Pola pembangunan perkotaan menetapkan tugas
besar lain di seluruh Indonesia, yang tentu jumlah pen-      pengelola kota untuk melayani kebutuhan warganya akan
duduk di masing-masing kotanya telah mencapai lebih          ruang tinggal, energi, air bersih, transportasi umum, fasili-
dari satu-dua juta orang.                                    tas ruang terbuka dan rekreasi, dan seterusnya. Namun
    Kondisi pertumbuhan penduduk dengan segala               keterbatasan ruang dan waktu pulalah yang tak mampu
macam kebutuhan hidupnya, memaksa para pengelola             menampung dan mendukung penduduk yang terus
kota untuk beberapa kali merevisi pengaturan dan pe-         meng­alir masuk kota. Tentu diperlukan pendekatan khu-
nataan ruang kota, namun selalu tak pernah bisa tuntas,      sus seperti prinsip pembangunan struktural bagi sarana
seolah-olah berkejaran dengan ketersediaan waktu yang        hunian ke arah vertikal, didukung oleh penerapan pelak-
cukup untuk mengejar ’ketertinggalan pelayanan publik’.      sanaan hukum yang rasional dan perlu pengertian warga
Walau standar pelayanan minimal (SPM) sudah ditetap-         kota yang bermodal seadanya, dibantu pula oleh kerja
kan, namun warga terus bertambah dengan cepat, baik          sama dari mereka-mereka yang istilahnya sudah ’mapan’
secara alami (melalui kelahiran) maupun dari pendatang.      untuk mau membantu dengan segala kemampuan yang
    Peraturan perundang-undangan (PUU) pun terus             ada, demi mencapai lingkungan kota yang aman, sehat,
disesuaikan agar lingkungan perkotaan tetap layak huni       nyaman dan produktif.
(manusiawi), namun tentu saja antara lain akibat urbanisa-       Dalam kondisi urbanisasi yang terus berlangsung
si tak terkendali tersebut tak akan mampu mengejar tun-      cepat ini, maka pemerintahan kota mana pun tak akan
tutan kebutuhan, bukan saja karena jumlah yang dilayani      mampu menyediakan prasarana dan sarana meski yang
terus meningkat, juga karena perilaku hidup yang seolah      paling minimal pun, tanpa kerja sama dan pengertian dari
apa adanya, bahkan cenderung sekenanya (semau gue?)          seluruh warga kotanya. Pemerintah kota pun wajib terus
saja, seolah tanpa menghiraukan peraturan yang ada.          mengawasi dan membenahi pertumbuhan kotanya di se-
    Latar belakang pendatang yang beraneka ragam pun         gala sudut (lokasi) maupun di segala sektor pelayanan
cukup menyulitkan pemahaman akan perlunya menerap-           publik yang memadai dengan menjalankan PUU secara
kan tata cara hidup sehat, karena keterpaksaan menghuni      tegas dan konsisten.


22   Pendahuluan
dah menekan ruang-ruang ’terbuka’ yang ada, karena
                            Gambar 1.5:                       penilaian keuntungan sesaat, sedang keuntungan dari
                            Karikatur tentang kecenderungan   segi lain tidak mendapat penghargaan yang layak. Se-
                            umum yang menomor duakan
                                                              bagian besar akibat ketidak-sadaran, bahwa ruang-ruang
                            ruang terbuka – termasuk sarana
                            RTH – dan mengutamakan            terbuka (termasuk RTH) ini justru bernilai ekonomis dan
                            pembangunan fasilitas usaha.      sekaligus ekologis tinggi yang sangat vital bagi keberlan-
                            Sumber: Harian Kompas, 3          jutan kehidupan warga penghuni lingkungan perkotaan.
                            Desember 2005, dari karikatur
                                                              Perhitungan ekonomi dari transfer biaya atas hilangnya
                            Hosblock di Washington Port,
                            1999                              produktivitas manusia yang sakit akibat tekanan kondisi
                                                              negatif pencemaran dan atau kerusakan lingkungan ini
    Dalam jangka panjang, karena SDA dan SD-buatan            terutama meningkatnya vektor pembawa penyakit, cukup
(manusia) di lingkungan perkotaan pasti amat terbatas,        tinggi. Belum lagi akibat pencemaran dan kerusakan ling-
maka ’kesemrawutan’ (catastrophy) mudah timbul seperti        kungan itu terhadap benda-benda lain yang ada di ling-
yang kita rasakan saat ini. Rentannya kondisi kota ter-       kungan kota.
hadap bahaya berbagai penyakit akibat degradasi fungsi            Pembangunan di berbagai tingkat dan sektor hen-
lingkungan dan akibat ketidak-seimbangan/’imbalanced          daknya selalu menyadari kemungkinan akan timbulnya
spatial implementation’ ini, akan langsung diikuti oleh       dampak negatif. Pertimbangan pada konsep dasar un-
terus menurunnya mutu kehidupan secara fisik, ekonomi         tuk menghindar dari fenomena perusakan atau turun-
dan sosial budayanya yang biasa disebut dengan ’urban         nya fungsi pelestarian lingkungan perkotaan yang selalu
disaster’.                                                    terjadi, hanya bisa ditempuh melalui penjagaan atau
    Kondisi perekonomian dunia saat ini, berpengaruh          pemeliharaan keseimbangan fungsi antara wilayah (zona)
besar pada perkembangan negatif perkotaan akibat              terbangun dan alami (tidak terbangun) yang rasional
konsentrasi pembangunan penataan di sektor usaha (ke­         sedemikian rupa, sehingga proses asimilasi alami masih
giatan industri), juga terkait dengan upaya menampung         bisa berlangsung.
arus urbanisasi melalui sebanyak mungkin penyediaan               Konflik antar kegiatan penduduk kota dalam meman-
barang dan jasa perkotaan. Mekanisme pemenuhan ke-            faatkan ruang yang terbatas dapat diatasi dengan pemba-
butuhan warga kota ini selalu dimaksudkan agar dapat          gian alokasi ruang yang dituangkan dalam Rencana Tata
memenuhi target pelayanan masyarakat akan sarana              Ruang Kota (RTRK) yang disahkan dalam UU. Di dalam
dasar, yaitu: pangan, sandang dan papan, termasuk la­         RTRK tersebut juga tertuang dengan jelas alokasi ruang
yanan kesehatan, pendidikan, kebersihan dan kenya-            yang diperuntukkan bagi perlindungan dan konservasi.
manan lingkungan perkotaan.                                       Peruntukan ruang untuk perlindungan dan konservasi
    Pembangunan berbagai sektor tersebut relatif mu-          merupakan upaya pengamanan bagi nilai alami suatu


                                                                                                       Pendahuluan   23
bentang alam di wilayah kota. Penting dan tingginya nilai    alami kota. Pada bagian tertentu wilayah kota, mestinya
lansekap alami semacam ini dalam jangka panjang telah        dapat disisihkan suatu ruang untuk tetap pada kondisi
diakui sebagai suatu harta yang harganya justru tak terni-   sebagaimana awalnya (present state), dimana secara pe-
lai bagi suatu kota. Banyak manfaat dihasilkan dari ruang    riodik dan menyeluruh, maka pada zona-zona alami ini
lansekap alami kota semacam ini (seperti diuraikan pada      perlu dilakukan pula pengukuran, pelaksanaan dan pen-
bab-bab selanjutnya) bagi warga kota, maupun bagi            gawasan pembangunan. Harapannya adalah agar setiap
pemerintahan kotanya sendiri, karena sebagian besar          tahapan pembangunan sesuai dengan perkembangan
urusan pelayanan publik dapat berlangsung sebagaima-         kebutuhan warga (berdasar kebutuhan fisik, ekonomi,
na mestinya.                                                 sosial dan budaya), dengan memanfaatkan perkemban-
    Pemahaman akan pentingnya pengamanan bentang             gan ilmu pe­ngetahuan dan teknologi, akan tetap berpijak
alam (lansekap) perlu dituangkan dalam perencanaan           pada latar belakang sejarah serta kekhasan lokasi (local
pembangunan jangka panjang dan dijabarkan lebih lan-         genius). Di sisi lain, kondisi bio-geografi lingkungan dan
jut dalam pembangunan jangka menengah dan pendek.            kondisi lingku­ngan wilayah kota diusahakan agar tetap
Selanjutnya, dalam berbagai proyek-proyek pembangun,         berada dalam keseimbangan rasional tersebut.
selalu didahului oleh semacam Kerangka Acuan Kerja
(Term of Reference) yang didalamnya perlu mengandung         1.2 PENTINGNYA PENGHIJAUAN KEMBALI
prinsip-prinsip keseimbangan fungsi lingkungan.                  LINGKUNGAN PERKOTAAN
    Semua pihak terkait hendaknya menyadari, bahwa               Kecenderungan yang terjadi pada kota-kota dunia
’sejak saat ini’ aspek-aspek ekologis dalam suatu ke­        sampai saat ini adalah menata kembali kotanya agar lebih
giatan pembangunan, adalah sama pentingnya dengan            menuju ke arah keseimbangan antara daerah ’hijau’ de­
pertimbangan-pertimbangan lain baik teknis, ekonomis         ngan ’non hijau’, sehingga tercapai lingkungan perkotaan
maupun sosial-budaya.                                        yang ’layak huni’, yaitu kondisi kehidupan yang sehat,
    Di dalam siklus pembangunan dikenal tahapan eva­luasi    nyaman dan terus berkelanjutan. Kota Beijing misalnya,
manfaat hasil pembangunan (Project Benefit Monitoring        dengan ambisi pemerintahan yang telah ditunjuk oleh In-
and Evaluation – PBME) yang di dalamnya menetapkan           ternational Olympic Committee (IOC) sebagai penyeleng-
indikator-indikator pencapaian hasil pembangunan seka-       gara Olympiade 2008, ingin meningkatkan jatidirinya se-
ligus mencegah dampak negatif yang mungkin timbul.           bagai sebuah kota yang tidak kotor atau semrawut lagi,
Dengan indikator tersebut setiap tahap­an pembangunan        tetapi menjadi kota hijau yang ’bergengsi’.
perlu dievaluasi.                                                Sebagai kota tuan rumah pertemuan olahraga (OR)
    Pendekatan apapun dalam rangka mempertanggung-           akbar dunia tertinggi, maka pemerintah tak hanya mem-
jawabkan pembangunan umumnya berdasar pada in-               bangun kompleks OR yang megah, mewah dan asri,
strumen PUU sebagai upaya pengamanan bagi wilayah            tetapi seluruh sarana dan prasarana kota ditata kembali


24   Pendahuluan
Gambar 1.6: Penataan RTH Perkotaan
di Suzhou, Cina
Keberadaan zona hijau dipakai sebagai
pertimbangan dalam pengembangan
kawasan perkotaan.
(lokasi Suzhuo, Cina 2004)




Gambar 1.7: Taman air di
sekeliling Istana Kaisar
 Tokyo dengan dominasi ‘sakura’
di musim semi di antara gedung
pencakar langit. Upaya untuk tetap
mempertahankan penciri negeri
”bunga sakura” di tengah-tengah
lajunya perkembangan kota.
(Dok. Taka-san, Fukiage, 2006)


                    Pendahuluan      25
berdasar pada Urban Park Metropolitan System. Selain         landangan hidup, dan seterusnya. Hukum pun menjadi
membenahi taman-taman tradisional yang mengandung            sulit diterapkan, pada ruang-ruang terbuka yang cukup
nilai sejarah tinggi, ruang kota secara keseluruhan ditata   bisa membahayakan, seperti bantaran sungai dan pan-
kembali berdasar teknologi sistem perkotaan yang cang-       tai, jalur kereta api bahkan di bawah saluran listrik atau
gih. Di segala sudut kota, taman-taman yang ada ditata       saluran utama tegangan ekstra tinggi (SUTET) pun penuh
kembali dan ditambah dengan taman ’modern’. Penghi-          bangunan permukiman dari yang mewah hingga kumuh.
jauan di sepanjang jalur jalan utama dengan sistem bou-      Rencana Tata Ruang Kota (RTRK) sudah berkali-kali di-
levard yang amat lebar menciptakan ruang dengan arsi-        revisi, sebab selalu tidak bisa ’mengejar’ ketertinggalan
tektur lanskap yang hijau, teduh, dan asri.                  penyediaan sarana dan prasarana (sarpras) kota.
     Sebagian kota-kota besar dunia berusaha terus mem-          Akibat langsung dari ketidakseimbangan antara ling-
benahi lingkungan kotanya, termasuk ibukota Negara Re-       kungan terbangun (binaan) dengan lingkungan perlin­
publik Indonesia, ’Jakarta Metropolitan City’. Sebelumnya,   dungan (alam) menyebabkan penurunan mutu lingkungan
lebih dari tiga dekade lalu, Jakarta dibangun condong        kota (environmental degradation). Tentu saja kesehatan
ke arah industrialisasi, antara lain untuk menyediakan       lingkungan juga tidak bisa dijaga seoptimal mungkin,
lapangan kerja bagi para buruh atau tenaga kerja yang        berbagai penyakit akibat bakteri e-coli (utamanya berasal
seiring dengan perkembangan pembangunan, berbon-             dari buangan manusia), seperti tipus, disentri dan diare
dong-bondong ber-urbanisasi datang dari segala arah,         sudah biasa terjadi sehari-hari, demikian pula penyakit
tak hanya dari pulau Jawa tetapi juga dari seluruh pulau     yang penularannya berasal dari media air (sungai) tanah
nusantara. Peningkatan urbanisasi yang semakin cepat         maupun udara, telah banyak diuraikan di berbagai media
ini, tidak mampu diimbangi oleh penyediaan sarana dan        (cetak maupun elektronik). Penyakit Demam Berdarah
prasarana dasar, agar penduduk kota bisa hidup layak.        Dengue (DBD) akibat gigitan nyamuk aedes agepti serta
Kebutuhan akan ruang menjadi tidak seimbang dengan           malaria dan polio sudah merebak ke mana-mana. Masih
jumlah penduduk yang terus bertambah tersebut.               banyak lagi jenis penyakit yang kemudian timbul beran-
     Disayangkan, bahwa secara langsung maupun tidak,        tai akibat degradasi lingkungan semacam ini, termasuk
ruang yang semula berupa ’zona hijau’ paling banyak          akibat kongesti (menumpuknya) kendaraan bermotor di
dikorbankan untuk memenuhi kebutuhan ruang hidup             jalanan umum.
dengan segala isinya di kota metropolitan ini. Hal itu           Untuk mencapai lingkungan perkotaan yang aman,
adalah sebagai akibat penilaian sebagian besar masyara-      nyaman, produktif, dan berkelanjutan, diperlukan Pena-
kat termasuk para pengelola kota bahwa ruang terbuka         taan Ruang Wilayah (Kota dan Kabupaten) di seluruh In-
(hijau maupun tidak) semacam ini ’tidaklah ada atau          donesia yang sejauh mungkin harus disesuaikan dengan
kurang bermanfaat’ atau hanya sebagai tempat hidup           kondisi bio-geografi lingkungan alaminya.
vektor penyakit, tempat dimana para pengemis dan ge-            Keadaan alam tersebut menuntut Penataan Ruang


26   Pendahuluan
jud pelayanan bagi penduduknya. Dalam suasana kota
                                                                       yang bersih dan teduh dengan banyak memakai pohon
                                                                       pelin­dung bertajuk lebar, khususnya trembesi atau ki hu-
                                                                       jan (Samanea saman), ketapang (Terminalia catappa), dan
                                                                       bolingan (Jawa) atau Cannon Ball: (Courupita gaevensi).
                                                                           Profil demografi sebagian besar kota-kota di Indonesia
                                                                       mengikuti pula pola bio-geografi alami lingkungan kepu-
                                                                       lauan tropis, berkembang dari muara-muara sungai dan
                                                                       rawan banjir di musim penghujan, sebab letaknya relatif
           Gambar 1.8: Wringin Kurung (Ficus benyamina)
  Menjadi penciri ‘alun-alun’ di setiap halaman kantor kabupaten di
                                                                       rendah, bahkan beberapa berada di bawah permukaan air
 Jawa. Tajuknya yang lebar mampu membentuk ‘ruang’ di bawahnya,        laut pasang (seperti: Semarang, Jakarta, ­Surabaya), dan
sehingga jenis ini banyak ditanam di tempat-tempat umum lain seperti   panas akibat teriknya sinar matahari sepanjang ­tahun.
                    pasar tradisional dan tempat lain.
                                                                           Pengaturan yang lebih operasional diperlukan untuk
     (----- 2003. Weerzien met Indie, No. 21. Bouwen en Wonen)
                                                                       kota-kota di Indonesia, khususnya yang terletak di tepian
Kota untuk ’disesuaikan’ dengan alam sekitar, apabila                  badan air untuk dapat menata secara komprehensif per-
tidak ingin menuai bencana. Penataan Ruang Wilayah                     mukiman dan peruntukan di sepanjang badan air terse-
perlu tetap memperhatikan peningkatan bidang ekonomi                   but, antara lain melalui restorasi tepian badan air dan re-
(economical advantage), menyediakan ruang-ruang ter-                   lokasi pemukim.
buka hijau di segala penjuru kota secara merata, yang                      Kreativitas dalam menata kawasan permukiman dapat
dijalin dalam suatu sistem perkotaan sehingga Tropical                 diarahkan dalam pengaturan pemintakatan (Zoning Re­
Park System dan dapat ’mencapai’ seluruh sudut kota.                   gulation) melalui pembangunan ’ke atas’, memanfaatkan
Dalam kebijakan penataan ruang perlu ditegaskan pula                   sungai dalam kota sebagai salah satu moda transportasi
tentang pentingnya RTH pada skala nasional, provinsi,                  untuk mengurangi kepadatan lalu-lintas di darat (teres-
dan kabupaten/kota, serta pada kawasan permukiman.                     trial), memanfaatkan sempadan sungai untuk green belt
    Singapura dan Kuala Lumpur adalah dua kota tropis                  yang secara langsung merupakan upaya pembersihan
yang terus membenahi tata ruang lingkungan kotanya,                    badan air dari berbagai sedimen dan zat pencemar, serta
antara lain dengan penataan kembali permukiman dan                     penyediaan RTH di kawasan permukiman.
dengan cara membangun struktur sedapat mungkin ke                          Banyaknya kejadian kebakaran, akibat amat padat-
arah vertikal dilengkapi ’sarpras’ kota yang mendasar,                 nya permukiman mengharuskan pengaturan yang lebih
seperti: berbagai moda transportasi umum yang ’aksesi-                 operasional bidang penataan ruang seperti peraturan pe-
bel’ dan relatif murah, taman-taman rekreasi tersebar di               mintakatan dimaksud di atas. Penataan kembali kawasan
seluruh bagian kota sebagian besar gratis sebagai wu-                  pemukiman padat dapat dilakukan antara lain dengan


                                                                                                                Pendahuluan    27
Gambar kiri 1.9: Sungai Code, Yogyakarta
                                                                                  Rona pemukiman di penggal sempadan kali.
                                                                                  (Dok. KLH, 2004)

                                                                                  Gambar atas 1.10: Sempadan Sungai
                                                                                  Negara di Amuntai. Sungai sebagai media
                                                                                  transportasi dan niaga yang penting.
                                                                                  (Dok. Adipura, KLH, 2003)


membuat kawasan penyangga, berupa jajaran tanaman              juga bagi unit-unit lain terkait, seperti Pertanian dan
tahan kebakaran (’ilalar api’), atau ruang kosong (dikenal     Perhutanan Kota, Kebersihan Kota, Taman Permakam­
dengan ’brand gang’) di antara struktur bangunan ter-          an Umum dan Khusus (Taman Makam Pahlawan), Unit
tentu.                                                         Pekerjaan Umum (untuk Sarana dan Prasarana Kota),
                                                               Lapangan Olahraga dan Rekreasi (aktif dan pasif), dan
1.2.1 Keadaan sekarang: Penghijauan kota                       seterusnya. Pe­ngelolaannya didasarkan pada tiga (3)
      dan ruang terbuka hijau (RTH)                            kawasan, yaitu: (1) Kawasan Konservasi, (2) Kawasan
    Secara umum, penghijauan kota (urban greeneries)           Budidaya, dan (3) Kawasan Khusus. Misalnya: agar
bisa didekati melalui dua pendekatan, dan dipilah-pilah        dapat memenuhi persyaratan keseimbangan propor-
yang disesuaikan dengan penetapan pada UU No. 24 ta-           sional antara ruang terbangun dan ruang terbuka pada
hun 1992, tentang Penataan Ruang, sebagai berikut;             suatu kawasan lingkungan kota, maka untuk menghi-
• Pendekatan pertama: RTH-kota yang dibangun pada              tung luas RTH-kota dapat dihitung berdasar tujuan pe-
  lokasi-lokasi tertentu saja. Pada pendekatan ini RTH-        menuhan kebutuhan akan udara bersih (oksigen), air,
  kota merupakan bagian pemanfaatan lahan suatu kota           dan kebutuhan lain, seperti nilai produktivitas dari ke-
  (urban land use). Penentuan fungsi dan luasannya dulu        peri-adaan (eksistensi) RTH-Kota tersebut.
  didasarkan RTRK yang berlaku tak hanya untuk sek-          • Pendekatan kedua: Semua areal penghijauan yang
  tor/dinas Pertamanan dan atau Keindahan Kota, tetapi         ada dan yang akan ada (direncanakan) di dalam suatu


28   Pendahuluan
kota pada dasarnya adalah areal untuk RTH-kota.
  Pada pendekatan ini komponen (zonation) yang ada
  dalam kota seperti zona-zona: permukiman baik indi-
  vidu maupun kompleks, kantor dan perkantoran, in-
  dustri serta kawasan industri, dipandang sebagai suatu
  bagian (enclave) yang ada dalam kawasan penghijauan
  suatu kota yang amat luas.


    RTH, dinyatakan sebagai ruang-ruang dalam kota
atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk mem-
bulat maupun dalam bentuk memanjang/jalur di mana
dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka, yang pada
dasarnya tanpa bangunan (Instruksi Menteri Dalam Nege­
                                                                   Gambar 1.11: Proyek Rehabilitasi Hutan Mangrove,
ri No. 14 tahun 1988). Pelaksanaan pengembangan RTH                          di Daerah Suwung, Denpasar, Bali.
dilakukan dengan pengisian hijau tumbuhan secara alami         Jalur hijau tepian air sangat diperlukan sebagai penahan angin,
ataupun dengan tanaman budidaya, seperti tanaman              gelombang, dan kikisan air, di samping sebagai habitat satwa dan
                                                                    pengatur iklim mikro bagi pemukiman di belakangnya.
komoditi usaha pertanian dalam arti luas (dalam hal ini
penekanan pada nilai produktivitasnya, termasuk perke-
bunan, perhutanan/Hutan Kota, maupun peternakan dan         multi-fungsi antara lain, sebagai: penghasil oksigen, ba-
usaha perikanan), hijau pertamanan dan olahraga (bia­       han baku pangan, sandang, papan, bahan baku industri,
sanya lebih ditekankan pada nilai rekreatifnya baik pasif   atau disebut sebagai: fungsi ekologis, melalui pemilihan
maupun aktif, serta keindahannya), dan seterusnya.          jenis dan sistem pengelolaannya (rencana, pelaksanaan,
    Namun demikian ditinjau dari kondisi ekosistem pada     pemeliharaan dan pengawasan/pengaturan) yang tepat
umumnya, maka apa pun sebutan bagian-bagian RTH-            dan baik, maka tanaman atau kumpulannya secara rinci
kota tersebut, hendaknya semua selalu mengandung tiga       maka dapat berfungsi pula sebagai: Pengatur iklim mi-
(3) fungsi pokok RTH, yaitu: (1) Fisik-ekologis (termasuk   kro, penyerap dan penjerap polusi media udara, air dan
perkayaan jenis dan plasma nutfahnya); (2) Ekonomis (ni-    tanah, jalur pergerakan satwa, penciri (maskot) daerah,
lai produktif/finansial dan penyeimbang untuk kesehatan     pengontrol suara, pandangan dan lain-lain (uraian rinci
lingkungan); dan (3) Sosial-Budaya (termasuk pendidik­      pada sub-bab 1.3.3)
an, dan nilai budaya dan psikologisnya). Di samping
fungsi-fungsi umum tersebut, maka RTH, khususnya dari
berbagai jenis tanaman pengisi, secara rinci mempunyai


                                                                                                            Pendahuluan      29
1.2.2 Pentingnya Pembangunan RTH-Kota di
                                                                           Negara Kepulauan R.I.
                                                                         Negara Kesatuan Republik Indonesia, adalah negara
                                                                     kepulauan terbesar di dunia dengan panjang pantai seki-
                                                                     tar 81.000 km, dan jumlah pulau lebih dari 17.500, yang
                                                                     sudah bernama maupun yang belum (1992, Gazetteer
                                                                     Nama-nama Kepulauan di Indonesia).
                                                                         Habitat mangrove, terumbu karang, padang lamun
                                                                     yang sangat penting bagi pelestarian kota pesisir dengan
                                                                     ekosistem unik karena mencakup tiga kawasan sekaligus
                                                                     daratan, pantai, dan laut, yang masing-masing memiliki
                                                                     fungsi dan ekosistem berbeda, serta keanekaragaman
                            Gambar 1.12
                                                                     hayati beragam.
 Ekosistem pantai dengan formasi pescaprae di Provinsi Bengkulu.
                (Arifin dalam Dahuri, 2003, hal 85)
                                                                         Sehubungan dengan relatif seringnya kejadian ben-
                                                                     cana (tanah longsor, gempa bumi yang kebetulan ter-
                                                                     jadi di perairan laut sehingga menimbulkan gelombang
                                                                     pasang/tsunami ke arah pantai di mana sebagian besar
                                                                     menjadi pusat-pusat pertumbuhan penduduk, terutama
                                                                     pada negara kepulauan Republik Indonesia ini, maka
                                                                     pemerintahan (pusat dan daerah) perlu segera menyiap-
                                                                     kan berbagai sarana dan prasarana baik untuk menganti-
                                                                     sipasi terjadinya musibah (alam maupun buatan manusia)
                                                                     maupun menyiapkan seperangkat pedoman pasca ben-
                                                                     cana tentang tata-cara penanggulangan masing-­masing
                                                                     jenis bencana tersebut. Indonesia disebut sebagai nega­
                                                                     ra yang termasuk banyak memiliki gunung berapi atau
                                                                     terletak pada lingkaran api dunia ’ring of fire’ dan berada
              Gambar 1.13 Hutan Bakau (mangrove)                     pada ’tubir’ palung lautan Hindia dan Pacific, sehingga
      Kaya akan ba­han organik berperan memasok detritus untuk       bencana meletusnya gunung api ataupun gempa bumi
     mendukung ”detrital food web” dan kesuburan di daerah pantai.
                                                                     tercatat dengan kekuatan (skala richter) yang tinggi sering
         (Dahuri, 2003, halaman 59. Foto koleksi PKSPL/IPB)
                                                                     sekali terjadi.
                                                                         Dengan kondisi geografis semacam itu maka, Joga


30      Pendahuluan
(2006) dalam artikel di harian Kompas (31 Mei 2006) me­               Fisik
                                                                      Nutrisi Terlarut
nulis tentang pentingnya menyiapkan kota-kota yang le­                Partikel Organik
                                                                      Migrasi Satwa
bih waspada terhadap gempa, mengingat panjangnya                      Dampak Kegiatan
daftar kota-kota yang rawan gempa. Kejadian alam terse-               Manusia

but nampaknya juga telah sering dialami dan difahami
oleh nenek moyang kita khususnya yang rawan gempa
dan derasnya air bah. Karena itu secara tradisional mere­
ka membangun permukimannya di atas tiang dan terdiri
dari bahan yang lentur (fleksibel). Rentetan bencana yang
terjadi kembali memberikan pelajaran berharga bagi kita
untuk merefleksi diri, seberapa serius kota kita dibangun
dalam mengantisipasi dan memitigasi terutama korban
                                                                                           Gambar 1.14
akibat bencana alam. Selanjutnya disampaikan perlunya        Interaksi antara tiga habitat utama di kawasan pesisir dan laut tropis.
’membudayakan’ warga kota agar selalu waspada sebab                       (UNESCO, 1983 dalam Dahuri 2003, hal 316)
bencana bisa terjadi kapan pun dan menimpa siapa pun.
Bahwa kota yang terkonsep seharusnya berdasarkan             di bidang fisik kota (pembangunan peralatan mutakhir
pada pengalaman/kejadian bencana yang terus terjadi.         pendeteksi dini, bangunan antigempa), dan psikis kota
Kejadian di titik-titik rawan bencana dianalisis dan dija-   (pendidikan dan pelatihan tanggap serta evakuasi ben-
dikan bahan penyusunan rencana strategis dan program         cana). Kepada warga kota ditumbuhkan budaya ramah
kegiatan pembangunan yang terarah tepat sasaran un-          dan peduli lingkungan, serta tanggap bencana sebagai
tuk rencana mitigasi bencana. Kota dibangun kembali de­      bagian fenomena alam kehidupan sehari-hari melalui ke-
ngan mengalokasikan lebih banyak ruang terbuka hijau         sadaran dan pemahaman dalam kondisi bio-geografinya.
(RTH), mengakomodasi kepentingan perlindungan, seba­         Membangun Kota ”waspada bencana” berarti memba­
gai ruang untuk evakuasi, atau pertahanan hidup atas         ngun jejaring RTH-kota taman menyatu tak terputus,
bencana. Ini sama halnya dengan membangun sistem             mulai dari alun-alun, taman kota dan lapangan olahraga
peringatan dini secara alami untuk mengantisipasi ben-       (ruang evakuasi), taman makam (pemakaman massal),
cana alam yang penting bagi kota dan paling murah un-        jalur hijau jalan raya dan bantaran sungai (jalur evakuasi),
tuk dibangun.                                                hingga tepi pantai (hutan mangrove) dihubungkan oleh ta-
    Perencanaan kota waspada bencana mensyaratkan            man-taman penghubung (connector parks) dengan domi-
perencanaan rasional, aplikatif, dan berorientasi pada       nasi pepohonan besar dan hamparan padang dan/atau
hasil (feasible, implementable, and achievable). Sistem      bukit rumput (Joga, 2006 dimodifikasi).
peringatan dini bencana dibangun secara menyeluruh                Kini setelah 10 tahun pascagempa, Kota Kobe (1995,


                                                                                                                Pendahuluan       31
Gambar 1.15 (peta): Gambar menunjukkan
                                       Negara Kesatuan Republik Indonesia yang luas
                                       terbentang di antara dua samudera Pasifik dan
                                        Hindia, serta berada pada ‘ujung’ benua yang
                                       pada jaman es mungkin berupa bagian daratan
                                         benua tersebut. (Gray, 1993, halaman 154)




                   Gambar 1.16 (kiri): Selama terjadi angin topan yang merusak, terumbu
                   karang kemungkinan besar akan rusak, seperti nampak dalam gambar
                   ini gelombang kuat yang disebabkan oleh angin topan yang amat kuat.
                     Meskipun demikian bila dibiarkan saja akibat bencana alam tersebut
                         suatu saat terumbu karang muda akan bisa tumbuh kembali.
                                          (Gray, 1993, halaman 39)



32   Pendahuluan
7,2 skala Richter) dan kota-kota lain di Jepang telah ber-   RTH dengan pemeliharaan penuh (alun-alun, taman kota,
hasil membangun kota taman waspada bencana. Instruk-         lapangan olahraga, jalur hijau jalan), pemeliharaan se-
sinya jelas, jika terjadi bencana warga diperintahkan lari   dang (taman makam, jalur hijau bantaran sungai), tidak
ke taman-taman kota. Taman kota diefektifkan sebagai         dipelihara atau dibiarkan tumbuh alami (hutan kota, hutan
ruang evakuasi, suplai logistik dari udara, dilengkapi       lindung, hutan mangrove).
tangki air minum, toilet portabel, papan petunjuk, alat
komunikasi, dan bungker gudang makanan serta obat-           1.2.3 Pembangunan Kota Versus Penghijauan Kota
obatan (untuk pertahanan minimal selama 10 hari). Taman          Peningkatan upaya ‘penghijauan kota-kota’ Indonesia
dilengkapi pompa hidran untuk pemenuhan kebutuhan            umumnya sering dikalahkan karena beratnya pertimbang­
air bersih atau cadangan untuk pemadaman kebakaran           an ke arah pada lebih pentingnya peningkatan pemba­
di musim kemarau. Pohon-pohon terpilih (jenis tertentu)      ngunan fisik berbagai sarana dan prasarana perkotaan
ditanam di sepanjang jalur evakuasi bencana (rute pe-        lain, seperti pembangunan jalan dalam sistem transpor-
nyelamatan yang harus bebas hambatan) menuju taman           tasi, perindustrian, bangunan permukiman (tunggal mau-
atau bangunan penyelamatan lain.                             pun perumahan seperti ’real estates’) dan kegiatan pem-
    Kota pantai dilengkapi RTH pesisir pantai berupa ’sa-    bangunan fisik lain, seringkali mengakibatkan luasan RTH
buk hijau’ atau hutan lindung (mangrove bila memung-         semakin menurun, yang disadari atau pun tidak sering di­
kinkan atau vegetasi alam jenis lain biasa tumbuh endemik    sertai oleh semakin menurunnya mutu lingkungan hi­dup.
di daerah tertentu), bahkan gumuk pasir (sand dunes).        Hal ini akan mengakibatkan kota menjadi “sakit”, kotor,
Tegakan pepohonan yang memagari tepian pantai hing-          tercemar dan “rusak” yang sering dikemukakan oleh
ga menyusup ke jantung kota juga berfungsi mencegah          Budihardjo (1993) dalam berbagai kesempatan sebagai:
intrusi air laut, menahan abrasi pantai, menahan angin       ”kota yang sakit” atau ”bunuh diri ekologis”. Dalam ke-
dan gelombang besar dari lautan lepas (tsunami), me-         adaan yang menyedihkan seperti ini, para pejabat peme­
nyerap limpahan air dari daratan, termasuk di saat banjir,   rintah mungkin tidak lagi dapat berpikir tenang, tajam dan
dan menetralisasi pencemaran air laut. RTH-kota berupa       terarah, sehingga kemampuannya dalam memecahkan
alun-alun dan lapangan bola, misalnya sangat ideal bagi      masalah yang kompleks dan perlu lebih memandang ke
ruang evaluasi korban bencana. Membangun kota taman          depan (bersifat futuristik), akan menurun.
waspada bencana tentu butuh waktu puluhan tahun, RTH             Penduduk kota berkemungkinan besar terpapar dan
dan pemilihan tanaman yang lentur bencana, untuk ba­         keracunan gas CO, CO2, NOX, SOX, O3, CH, partikel Pb
ngunan hidup (tumbuh, kembang) membutuhkan peme-             dan TSP (total suspended particulate dan/atau debu),
liharaan rutin yang harus direncanakan dengan matang         berasal dari emisi kendaraan bermotor dan industri. Aki-
dan berjangka panjang. Untuk efisiensi dan optimalisasi      batnya, tingkat kesehatan menurun, bahkan pada tingkat
biaya, prioritas pemeliharaan RTH dapat dibagi menjadi       yang lebih parah lagi, dapat memamatikan. Kemungkinan


                                                                                                      Pendahuluan   33
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota
Rth kota

Contenu connexe

Tendances

Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pekanbaru, Riau
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pekanbaru, RiauRencana Tata Ruang Wilayah Kota Pekanbaru, Riau
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pekanbaru, RiauPenataan Ruang
 
Implementasi kriteria perancangan kota
Implementasi kriteria perancangan kotaImplementasi kriteria perancangan kota
Implementasi kriteria perancangan kotaMerisa Kadrina
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palu
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota PaluRencana Tata Ruang Wilayah Kota Palu
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota PaluPenataan Ruang
 
Rencana Atap dan Detail Kuda Kuda
Rencana Atap dan Detail Kuda Kuda Rencana Atap dan Detail Kuda Kuda
Rencana Atap dan Detail Kuda Kuda Rian Irvandi
 
Penyusunan rdtr berbasis bidang tanah 1
Penyusunan rdtr berbasis bidang tanah 1Penyusunan rdtr berbasis bidang tanah 1
Penyusunan rdtr berbasis bidang tanah 1Yulianto Dwi Prasetyo
 
Jenis jasa ekosistem
Jenis jasa ekosistemJenis jasa ekosistem
Jenis jasa ekosistemNur Baqin
 
Peta digital, peta analog, theodolit, total station
Peta digital, peta analog, theodolit, total stationPeta digital, peta analog, theodolit, total station
Peta digital, peta analog, theodolit, total stationRetno Pratiwi
 
Permen PU No 12 Tahun 2014 tentang Drainase Perkotaan - Lampiran 3
Permen PU No 12 Tahun 2014 tentang Drainase Perkotaan - Lampiran 3Permen PU No 12 Tahun 2014 tentang Drainase Perkotaan - Lampiran 3
Permen PU No 12 Tahun 2014 tentang Drainase Perkotaan - Lampiran 3infosanitasi
 
Pesisir 03 PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR
Pesisir 03 PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIRPesisir 03 PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR
Pesisir 03 PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIRsuningterusberkarya
 
9 pendekatan-pendekatan dalam urban design
9 pendekatan-pendekatan dalam urban design9 pendekatan-pendekatan dalam urban design
9 pendekatan-pendekatan dalam urban designRahmat Prihadi
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa BaratRencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa BaratPenataan Ruang
 
Bab 1 pendahuluan
Bab 1 pendahuluanBab 1 pendahuluan
Bab 1 pendahuluanmuhfidzilla
 
Studio Perencanaan Laporan Akhir Fokus Area Kota Kendal
Studio Perencanaan Laporan Akhir Fokus Area Kota KendalStudio Perencanaan Laporan Akhir Fokus Area Kota Kendal
Studio Perencanaan Laporan Akhir Fokus Area Kota KendalLaras Kun Rahmanti Putri
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Serang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota SerangRencana Tata Ruang Wilayah Kota Serang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota SerangPenataan Ruang
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/KotaPedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/KotaPenataan Ruang
 
3. lks 1 bagian konstruksi kuda kuda kayu mpl
3. lks 1 bagian konstruksi kuda kuda kayu mpl3. lks 1 bagian konstruksi kuda kuda kayu mpl
3. lks 1 bagian konstruksi kuda kuda kayu mplMOHAMMAD YASIN, M.Pd
 
Peraturan Penataan Ruang RDTR
Peraturan Penataan Ruang  RDTRPeraturan Penataan Ruang  RDTR
Peraturan Penataan Ruang RDTRhenny ferniza
 
Konsep, Sistem, dan Metode Perencanaan dan Evaluasi Pembangunan Daerah sesua...
Konsep, Sistem, dan Metode Perencanaan dan Evaluasi Pembangunan Daerah  sesua...Konsep, Sistem, dan Metode Perencanaan dan Evaluasi Pembangunan Daerah  sesua...
Konsep, Sistem, dan Metode Perencanaan dan Evaluasi Pembangunan Daerah sesua...Dadang Solihin
 

Tendances (20)

Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pekanbaru, Riau
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pekanbaru, RiauRencana Tata Ruang Wilayah Kota Pekanbaru, Riau
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pekanbaru, Riau
 
Implementasi kriteria perancangan kota
Implementasi kriteria perancangan kotaImplementasi kriteria perancangan kota
Implementasi kriteria perancangan kota
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palu
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota PaluRencana Tata Ruang Wilayah Kota Palu
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palu
 
Rencana Atap dan Detail Kuda Kuda
Rencana Atap dan Detail Kuda Kuda Rencana Atap dan Detail Kuda Kuda
Rencana Atap dan Detail Kuda Kuda
 
Penyusunan rdtr berbasis bidang tanah 1
Penyusunan rdtr berbasis bidang tanah 1Penyusunan rdtr berbasis bidang tanah 1
Penyusunan rdtr berbasis bidang tanah 1
 
Jenis jasa ekosistem
Jenis jasa ekosistemJenis jasa ekosistem
Jenis jasa ekosistem
 
Struktur ruang
Struktur ruangStruktur ruang
Struktur ruang
 
Review RTRW kota semarang
Review RTRW kota semarangReview RTRW kota semarang
Review RTRW kota semarang
 
Peta digital, peta analog, theodolit, total station
Peta digital, peta analog, theodolit, total stationPeta digital, peta analog, theodolit, total station
Peta digital, peta analog, theodolit, total station
 
Permen PU No 12 Tahun 2014 tentang Drainase Perkotaan - Lampiran 3
Permen PU No 12 Tahun 2014 tentang Drainase Perkotaan - Lampiran 3Permen PU No 12 Tahun 2014 tentang Drainase Perkotaan - Lampiran 3
Permen PU No 12 Tahun 2014 tentang Drainase Perkotaan - Lampiran 3
 
Pesisir 03 PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR
Pesisir 03 PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIRPesisir 03 PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR
Pesisir 03 PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR
 
9 pendekatan-pendekatan dalam urban design
9 pendekatan-pendekatan dalam urban design9 pendekatan-pendekatan dalam urban design
9 pendekatan-pendekatan dalam urban design
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa BaratRencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat
 
Bab 1 pendahuluan
Bab 1 pendahuluanBab 1 pendahuluan
Bab 1 pendahuluan
 
Studio Perencanaan Laporan Akhir Fokus Area Kota Kendal
Studio Perencanaan Laporan Akhir Fokus Area Kota KendalStudio Perencanaan Laporan Akhir Fokus Area Kota Kendal
Studio Perencanaan Laporan Akhir Fokus Area Kota Kendal
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Serang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota SerangRencana Tata Ruang Wilayah Kota Serang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Serang
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/KotaPedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
 
3. lks 1 bagian konstruksi kuda kuda kayu mpl
3. lks 1 bagian konstruksi kuda kuda kayu mpl3. lks 1 bagian konstruksi kuda kuda kayu mpl
3. lks 1 bagian konstruksi kuda kuda kayu mpl
 
Peraturan Penataan Ruang RDTR
Peraturan Penataan Ruang  RDTRPeraturan Penataan Ruang  RDTR
Peraturan Penataan Ruang RDTR
 
Konsep, Sistem, dan Metode Perencanaan dan Evaluasi Pembangunan Daerah sesua...
Konsep, Sistem, dan Metode Perencanaan dan Evaluasi Pembangunan Daerah  sesua...Konsep, Sistem, dan Metode Perencanaan dan Evaluasi Pembangunan Daerah  sesua...
Konsep, Sistem, dan Metode Perencanaan dan Evaluasi Pembangunan Daerah sesua...
 

En vedette

Pedoman penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan
Pedoman penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaanPedoman penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan
Pedoman penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaanPenataan Ruang
 
Permen PU Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruan...
Permen PU Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruan...Permen PU Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruan...
Permen PU Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruan...Penataan Ruang
 
Ruang Terbuka Hijau Oleh Aswar Hamzah PPS-PPLH UNHAS 2014
Ruang Terbuka Hijau Oleh Aswar Hamzah PPS-PPLH UNHAS 2014Ruang Terbuka Hijau Oleh Aswar Hamzah PPS-PPLH UNHAS 2014
Ruang Terbuka Hijau Oleh Aswar Hamzah PPS-PPLH UNHAS 2014aswar hamzah
 
ALUN-ALUN SEBAGAI PUSAT KOTA
ALUN-ALUN SEBAGAI PUSAT KOTAALUN-ALUN SEBAGAI PUSAT KOTA
ALUN-ALUN SEBAGAI PUSAT KOTARahmawati Muslan
 
Kajian perencanaan rth
Kajian perencanaan rthKajian perencanaan rth
Kajian perencanaan rthArya Pinandita
 
Longsor akibat pemotongan lereng
Longsor akibat pemotongan  lerengLongsor akibat pemotongan  lereng
Longsor akibat pemotongan lerengKang Amien Widodo
 
Metodologi Penyusunan Rencana Pengembangan Kawasan Dalam Mendukung Pengembang...
Metodologi Penyusunan Rencana Pengembangan Kawasan Dalam Mendukung Pengembang...Metodologi Penyusunan Rencana Pengembangan Kawasan Dalam Mendukung Pengembang...
Metodologi Penyusunan Rencana Pengembangan Kawasan Dalam Mendukung Pengembang...Fitri Indra Wardhono
 
Dampak alih fungsi lahan di pegunungan Dieng
Dampak alih fungsi lahan di pegunungan DiengDampak alih fungsi lahan di pegunungan Dieng
Dampak alih fungsi lahan di pegunungan DiengNurma Fauzaniar
 
Penghawaan Alami Terkait Sistem Ventilasi Terhadap Kenyamana Termal Bangunan ...
Penghawaan Alami Terkait Sistem Ventilasi Terhadap Kenyamana Termal Bangunan ...Penghawaan Alami Terkait Sistem Ventilasi Terhadap Kenyamana Termal Bangunan ...
Penghawaan Alami Terkait Sistem Ventilasi Terhadap Kenyamana Termal Bangunan ...Rahmawati Muslan
 
Permen PU No. 05/2013 tentang Pemetaan Bidang Sosial Ekonomi dan Lingkungan
Permen PU No. 05/2013 tentang Pemetaan Bidang Sosial Ekonomi dan LingkunganPermen PU No. 05/2013 tentang Pemetaan Bidang Sosial Ekonomi dan Lingkungan
Permen PU No. 05/2013 tentang Pemetaan Bidang Sosial Ekonomi dan Lingkunganinfosanitasi
 
Perencanaan perkerasan jalamn
Perencanaan perkerasan jalamnPerencanaan perkerasan jalamn
Perencanaan perkerasan jalamnTita Wirya
 
Pedoman penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan
Pedoman penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaanPedoman penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan
Pedoman penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaaninfosanitasi
 
Skripsi optimalisasi peran dinas kelautan dan perikanan
Skripsi optimalisasi peran dinas kelautan dan perikananSkripsi optimalisasi peran dinas kelautan dan perikanan
Skripsi optimalisasi peran dinas kelautan dan perikananSutny_Wulan_Sary_Puasa
 
Presentasi Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) Kota Surakarta 2012
Presentasi Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) Kota Surakarta 2012Presentasi Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) Kota Surakarta 2012
Presentasi Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) Kota Surakarta 2012Sessario Mangkara
 
jurnal Konstruksi jalan
jurnal Konstruksi jalanjurnal Konstruksi jalan
jurnal Konstruksi jalanE Sanjani
 

En vedette (20)

Pedoman penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan
Pedoman penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaanPedoman penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan
Pedoman penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan
 
Kota hijau-iv-manual-ded-rev-120227
Kota hijau-iv-manual-ded-rev-120227Kota hijau-iv-manual-ded-rev-120227
Kota hijau-iv-manual-ded-rev-120227
 
Permen PU Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruan...
Permen PU Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruan...Permen PU Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruan...
Permen PU Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruan...
 
Kebutuhan RTH
Kebutuhan RTH Kebutuhan RTH
Kebutuhan RTH
 
Tata kota hijau
Tata kota hijauTata kota hijau
Tata kota hijau
 
Ruang Terbuka Hijau Oleh Aswar Hamzah PPS-PPLH UNHAS 2014
Ruang Terbuka Hijau Oleh Aswar Hamzah PPS-PPLH UNHAS 2014Ruang Terbuka Hijau Oleh Aswar Hamzah PPS-PPLH UNHAS 2014
Ruang Terbuka Hijau Oleh Aswar Hamzah PPS-PPLH UNHAS 2014
 
ALUN-ALUN SEBAGAI PUSAT KOTA
ALUN-ALUN SEBAGAI PUSAT KOTAALUN-ALUN SEBAGAI PUSAT KOTA
ALUN-ALUN SEBAGAI PUSAT KOTA
 
Kajian perencanaan rth
Kajian perencanaan rthKajian perencanaan rth
Kajian perencanaan rth
 
Longsor akibat pemotongan lereng
Longsor akibat pemotongan  lerengLongsor akibat pemotongan  lereng
Longsor akibat pemotongan lereng
 
Metodologi Penyusunan Rencana Pengembangan Kawasan Dalam Mendukung Pengembang...
Metodologi Penyusunan Rencana Pengembangan Kawasan Dalam Mendukung Pengembang...Metodologi Penyusunan Rencana Pengembangan Kawasan Dalam Mendukung Pengembang...
Metodologi Penyusunan Rencana Pengembangan Kawasan Dalam Mendukung Pengembang...
 
Dampak alih fungsi lahan di pegunungan Dieng
Dampak alih fungsi lahan di pegunungan DiengDampak alih fungsi lahan di pegunungan Dieng
Dampak alih fungsi lahan di pegunungan Dieng
 
Penghawaan Alami Terkait Sistem Ventilasi Terhadap Kenyamana Termal Bangunan ...
Penghawaan Alami Terkait Sistem Ventilasi Terhadap Kenyamana Termal Bangunan ...Penghawaan Alami Terkait Sistem Ventilasi Terhadap Kenyamana Termal Bangunan ...
Penghawaan Alami Terkait Sistem Ventilasi Terhadap Kenyamana Termal Bangunan ...
 
Permen PU No. 05/2013 tentang Pemetaan Bidang Sosial Ekonomi dan Lingkungan
Permen PU No. 05/2013 tentang Pemetaan Bidang Sosial Ekonomi dan LingkunganPermen PU No. 05/2013 tentang Pemetaan Bidang Sosial Ekonomi dan Lingkungan
Permen PU No. 05/2013 tentang Pemetaan Bidang Sosial Ekonomi dan Lingkungan
 
Peta draft RTRW Jakarta
Peta draft RTRW JakartaPeta draft RTRW Jakarta
Peta draft RTRW Jakarta
 
Perencanaan perkerasan jalamn
Perencanaan perkerasan jalamnPerencanaan perkerasan jalamn
Perencanaan perkerasan jalamn
 
Pedoman penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan
Pedoman penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaanPedoman penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan
Pedoman penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan
 
Teknik Perkerasan Jalan
Teknik Perkerasan JalanTeknik Perkerasan Jalan
Teknik Perkerasan Jalan
 
Skripsi optimalisasi peran dinas kelautan dan perikanan
Skripsi optimalisasi peran dinas kelautan dan perikananSkripsi optimalisasi peran dinas kelautan dan perikanan
Skripsi optimalisasi peran dinas kelautan dan perikanan
 
Presentasi Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) Kota Surakarta 2012
Presentasi Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) Kota Surakarta 2012Presentasi Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) Kota Surakarta 2012
Presentasi Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) Kota Surakarta 2012
 
jurnal Konstruksi jalan
jurnal Konstruksi jalanjurnal Konstruksi jalan
jurnal Konstruksi jalan
 

Plus de Agung Setiawan Pribadi

Plus de Agung Setiawan Pribadi (12)

Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku
Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi MalukuProfil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku
Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku
 
Lampiran juknis spm 210613
Lampiran juknis spm 210613Lampiran juknis spm 210613
Lampiran juknis spm 210613
 
Penyusunan masterplan pasar indra sari kota pangkalan bun
Penyusunan masterplan pasar indra sari kota pangkalan bunPenyusunan masterplan pasar indra sari kota pangkalan bun
Penyusunan masterplan pasar indra sari kota pangkalan bun
 
Zonasi
ZonasiZonasi
Zonasi
 
Pemantauan creel indonesiabarat10
Pemantauan creel indonesiabarat10Pemantauan creel indonesiabarat10
Pemantauan creel indonesiabarat10
 
Lapdal - Green City Trenggalek
Lapdal - Green City TrenggalekLapdal - Green City Trenggalek
Lapdal - Green City Trenggalek
 
Pernyataan rakh bupati Trenggalek
Pernyataan rakh bupati TrenggalekPernyataan rakh bupati Trenggalek
Pernyataan rakh bupati Trenggalek
 
Permen 18 2007
Permen 18 2007Permen 18 2007
Permen 18 2007
 
Jasa konsultansi pengumuman pemenang breakwater
Jasa konsultansi pengumuman pemenang breakwaterJasa konsultansi pengumuman pemenang breakwater
Jasa konsultansi pengumuman pemenang breakwater
 
Pengkajian dampak sosial lingkungan akibat pembangunan jembatan suramadu
Pengkajian dampak sosial lingkungan akibat pembangunan jembatan suramaduPengkajian dampak sosial lingkungan akibat pembangunan jembatan suramadu
Pengkajian dampak sosial lingkungan akibat pembangunan jembatan suramadu
 
Langmiami
LangmiamiLangmiami
Langmiami
 
Matriks itbx 2
Matriks itbx 2Matriks itbx 2
Matriks itbx 2
 

Rth kota

  • 1. PENGANTAR DIREKTUR JENDERAL PENATAAN RUANG DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM There is little in the architecture of a city that is more beautifully designed than a tree 4. Data tentang kependudukan yang ada menunjukkan bahwa jumlah (Jaime Lerner – Mayor of Curitiba 1971). penduduk perkotaan di Indonesia menunjukkan perkembangan yang cukup pesat. Pada 1980 jumlah penduduk perkotaan baru mencapai A. Latar Belakang 32,8 juta jiwa atau 22,3 persen dari total penduduk nasional. Pada tahun 1990 angka tersebut meningkat menjadi 55,4 juta jiwa atau 30,9 persen, 1. Dewasa ini pengelolaan ruang di kawasan perkotaan cenderung dan menjadi 90 juta jiwa atau 44 persen pada tahun 2002. Terakhir mengalami tantangan yang cukup berat akibat tingginya arus urbanisasi. berdasarkan perhitungan BPS dan Bappenas persentasi penduduk Sementara di sisi lain, daya dukung lingkungan dan sosial yang ada juga perkotaan pada 2005 telah mencapai 48,3 persen. Angka tersebut menurun, sehingga tidak dapat mengimbangi kebutuhan akibat tekanan diperkirakan akan mencapai 150 juta atau 60 persen dari penduduk kependudukan. Indonesia pada tahun 2015 (lihat Gambar 1). 2. Tantangan lainnya berkaitan dengan tingginya tingkat konversi atau alih guna lahan dari lahan (terutama lahan-lahan pertanian menjadi daerah terbangun) yang menimbulkan dampak terhadap rendahnya kualitas Stockholm lingkungan perkotaan. Data yang ada menunjukkan tingkat konversi V ienna lahan pertanian di Indonesia rata-rata mencapai 150 ribu hektar setiap Curitiba tahunnya (BPS, 2003). New York Berlin 3. Hal-hal tersebut diperburuk oleh lemahnya penegakan hukum dan Vancouver penyadaran masyarakat terhadap aspek penataan ruang kota sehingga London menyebabkan munculnya permukiman kumuh di beberapa ruang kota Paris dan menimbulkan masalah kemacetan akibat tingginya hambatan Jakarta samping di ruas-ruas jalan tertentu. Tokyo Urbanisasi di Indonesia 0 20 40 60 80 100 80.0% 3.5% RTH per kapita, m2/pddk 70.0% 3.0% Persen Pddk Kota, % 60.0% Gambar 2. Luas RTH di Beberapa Kota Dunia Pertumbuhan, % 2.5% 50.0% 2.0% 40.0% 1.5% 30.0% 5. Jumlah penduduk perkotaan yang terus meningkat dari waktu ke waktu 1.0% 20.0% 10.0% 0.5% tersebut akan memberikan implikasi pada tingginya tekanan terhadap 0.0% 0.0% pemanfaatan ruang kota, sehingga penataan ruang kawasan perkotaan 1960 1970 1980 1990 2000 2005 2015 2025 perlu mendapat perhatian yang khusus, terutama yang terkait dengan Tah un Pertumbuhan Penduduk Kota penyediaan kawasan hunian, fasilitas umum dan sosial serta ruang- ruang terbuka publik (open spaces) di perkotaan. Gambar 1. Perkembangan Penduduk Kota 1
  • 2. 6. Menurunnya kuantitas dan kualitas ruang terbuka publik yang ada di perkotaan, baik berupa ruang terbuka hijau (RTH) dan ruang terbuka non-hijau telah mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan perkotaan seperti seringnya terjadi banjir di perkotaan, tingginya polusi udara, dan meningkatnya kerawanan sosial (kriminalitas dan krisis social), menurunnya produktivitas masyarakat akibat stress karena terbatasnya ruang public yang tersedia untuk interaksi sosial. 7. Kecenderungan terjadinya penurunan kualitas ruang terbuka public, terutama ruang terbuka hijau (RTH) pada 30 tahun terakhir sangat signifikan. Di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Medan dan Bandung, luasan RTH telah berkurang dari 35% pada awal tahun 1970an menjadi kurang dari 10% pada saat ini. RTH yang ada sebagian bersar telah dikonversi menjadi infrastruktur perkotaan seperti jaringan jalan, gedung-gedung perkantoran, pusat perbelanjaan, dan kawasan permukiman baru. Jakarta dengan luas RTH sekitar 9 persen, saat Gambar 3. Ruang Terbuka Publik (Open Space) memiliki rasio RTH per kapita sekitar 7,08 m2, relatif masih lebih rendah dari kota-kota lain di dunia (lihat Gambar 2). 10. Sementara itu ruang terbuka non-hijau dapat berupa ruang terbuka yang 8. Dalam upaya mewujudkan ruang yang nyaman, produktif dan diperkeras (paved) maupun ruang terbuka biru (RTB) yang berupa berkelanjutan, maka sudah saatnya kita memberikan perhatian yang permukaan sungai, danau, maupun areal-areal yang diperuntukkan cukup terhadap keberadaan ruang terbuka public, khususnya RTH. sebagai genangan retensi. Untuk itu, Pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jenderal Penataan 11. Secara fisik RTH dapat dibedakan menjadi RTH alami yang berupa Ruang, Departemen PU, telah merencanakan untuk memasukkan habitat liar alami, kawasan lindung dan taman-taman nasional, maupun klausul pengaturan tentang RTH ini di dalam revisi UU 24/ 1992 tentang RTH non-alami atau binaan yang seperti taman, lapangan olah raga, dan Penataan Ruang yang saat ini sedang dalam proses pembahasan. kebun bunga. B. Konsep Ruang Terbuka Hijau Perkotaan 9. Secara umum ruang terbuka publik (open spaces) di perkotaan terdiri dari ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non-hijau. Ruang Terbuka Hijau (RTH) perkotaan adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman dan vegetasi (endemik maupun introduksi) guna mendukung manfaat ekologis, sosial-budaya dan arsitektural yang dapat memberikan manfaat ekonomi (kesejahteraan) bagi masyarakatnya (Lokakarya RTH, 30 November 2005). Gambar 4. Tipologi Ruang Terbuka Hijau 2
  • 3. 12. Sedangkan dari segi fungsi RTH dapat berfungsi secara ekologis, sosial/budaya, arsitektural, dan ekonomi. Secara ekologis RTH dapat meningkatkan kualitas air tanah, mencegah banjir, mengurangi polusi udara, dan menurunkan temperatur kota. Bentuk-bentuk RTH perkotaan yang berfungsi ekologis antara lain seperti sabuk hijau kota, hutan kota, taman botani, sempadan sungai dll. Secara sosial-budaya keberadaan RTH dapat memberikan fungsi sebagai ruang interaksi sosial, sarana rekreasi, dan sebagai tetenger kota yang berbudaya. Bentuk RTH yang berfungsi sosial-budaya antara lain taman-taman kota, lapangan olah raga, kebun raya, TPU dsb. Gambar 6. Struktur RTH Perkotaan 15. Sedangkan dari segi kepemilikan RTH dapat berupa RTH public yang dimiliki oleh umum dan terbuka bagi masyarakat luas, atau RTH privat (pribadi) yang berupa taman-taman yang berada pada lahan-lahan pribadi. C. Peran Penataan Ruang Perkotaan 16. Perencanaan tata ruang wilayah perkotaan berperan sangat penting Gambar 5. Tanaman Endemik sebagai Tetenger dalam pembentukan ruang-ruang publik terutama RTH di perkotaan. 13. Sedangkan secara arsitektural RTH dapat meningkatkan nilai keindahan dan kenyamanan kota melalui keberadaan taman-taman kota, kebun- kebun bunga, dan jalur-jalur hijau di jalan-jalan kota. Sementara itu RTH juga dapat memiliki fungsi ekonomi, baik secara langsung seperti pengusahaan lahan-lahan kosong menjadi lahan pertanian/ perkebunan (urban agriculture) dan pengembangan sarana wisata hijau perkotaan yang dapat mendatangkan wisatawan. 14. Sementara itu secara struktur, bentuk dan susunan RTH dapat merupakan konfigurasi ekologis dan konfigurasi planologis. RTH dengan konfigurasi ekologis merupakan RTH yang berbasis bentang alam seperti, kawasan lindung, perbukitan, sempadan sungai, sempadan danau, pesisir dsb. Sedangkan RTH dengan konfigurasi planologis dapat berupa ruang-ruang yang dibentuk mengikuti pola struktur kota seperti RTH perumahan, RTH kelurahan, RTH kecamatan, RTH kota maupun taman-taman regional/ nasional. Gambar 7. Sistem Perencanaan Tata Ruang 3
  • 4. Perencanaan tata ruang perkotaan perkotaan seyogyanya dimulai dengan mengidentifikasi kawasan-kawasan yang secara alami harus diselamatkan (kawasan lindung) untuk menjamin kelestarian lingkungan, dan kawasan-kawasan yang secara alami rentan terhadap bencana (prone to natural hazards) seperti gempa, longsor, banjir maupun bencana alam lainnya. Kawasan-kawasan inilah yang harus kita kembangkan sebagai ruang terbuka, baik hijau maupun non-hijau. 17. Dengan demikian perencanaan tata ruang harus dimulai dengan pertanyaan dimana kita tidak boleh membangun? Gambar 9. RTH Publik dalam Tata Ruang Kota D. Issue dan Tantangan Gambar 8. Interaksi Tata Ruang & Transportasi 18. Issue yang berkaitan dengan ruang terbuka publik atau ruang terbuka hijau secara umum terkait dengan beberapa tantangan tipikal perkotaan, seperti menurunnya kualitas lingkungan hidup perkotaan, bencana Sehingga rencana tata ruang perkotaan secara ekologis dan planologis banjir/ longsor dan perubahan perilaku sosial masyarakat yang terlebih dahulu mempertimbangkan komponen-komponen RTH maupun cenderung kontra-produktif dan destruktif seperti kriminalitas dan ruang terbuka publik lainnya dalam pola pemanfaatan ruang kota. vandalisme. Secara hirarkis, struktur pelayanan tipikal kota sebagaimana tercantum 19. Dari aspek kondisi lingkungan hidup, rendahnya kualitas air tanah, dalam Gambar 8 dapat menggambarkan bentuk akomodasi ruang tingginya polusi udara dan kebisingan di perkotaan, merupakan hal-hal terbuka publik dalam perencanaan tata ruang di perkotaan. yang secara langsung maupun tidak langsung terkait dengan keberadaan RTH secara ekologis. Di samping itu tingginya frekuensi bencana banjir dan tanah longsor di perkotaan dewasa ini juga diakibatkan karena terganggunya sistem tata air karena terbatasnya daerah resapan air dan tingginya volume air permukaan (run-off). Kondisi tersebut secara ekonomis juga dapat menurunkan tingkat 4
  • 5. produktivitas, dan menurunkan tingkat kesehatan dan tingkat harapan diperuntukkan sebagai RTH, kondisinya kurang terawatt dan tidak hidup masyarakat. Di sisi lain, exposure terhadap polusi udara yang dikelola secara optimal. berlebihan dan terus-menerus dapat menyebabkan kelainan genetik dan 25.Untuk meningkatkan keberadaan ruang publik, khususnya RTH di menurunkan tingkat kecerdasan anak-anak di masa mendatang. perkotaan, perlu dilakukan beberapa hal terutama yang terkait dengan 20. Secara sosial, tingginya tingkat kriminalitas dan konflik horizontal di penyediaan perangkat hukum, NSPM, pembinaan masyarakat dan antara kelompok masyarakat perkotaan secara tidak langsung juga keterlibatan para pemangku kepentingan dalam pengembangan ruang dapat disebabkan oleh kurangnya ruang-ruang kota yang dapat kota. menyalurkan kebutuhan interaksi sosial untuk pelepas ketegangan yang 26. Beberapa upaya yang akan dilakukan oleh Pemerintah ke depan antara dialami oleh masyarakat perkotaan. Rendahnya kualitas lingkungan lain adalah: perumahan dan penyediaan ruang terbuka publik, secara psikologis telah Melakukan revisi UU 24/1992 tentang penataan ruang untuk dapat menyebabkan kondisi mental dan kualitas sosial masyarakat yang makin lebih mengakomodasikan kebutuhan pengembangan RTH; buruk dan tertekan. Menyusun pedoman-pedoman pelaksanaan (NSPM) untuk 21.Sementara itu secara teknis, issue yang berkaitan dengan peyelenggaraan dan pengelolaan RTH; penyelenggaraan RTH di perkotaan antara lain menyangkut terjadinya Menetapkan kebutuhan luas minimum RTH sesuai dengan sub-optimalisasi penyediaan RTH baik secara kuantitatif maupun karakteristik kota, dan indikator keberhasilan pengembangan RTH kualitatif, lemahnya kelembagaan dan SDM, kurangnya keterlibatan suatu kota; stakeholder dalam penyelenggaraan RTH, serta terbatasnya ruang/ Meningkatkan kampanye dan sosialisasi tentangnya pentingnya RTH lahan di perkotaan yang dapat digunakan sebagai RTH. melalui gerakan kota hijau (green cities); 22.Sub-optimalisasi ketersediaan RTH terkait dengan kenyataan masih Mengembangkan mekanisme insentif dan disinsentif yang dapat lebih dari kurang memadainya proporsi wilayah yang dialokasikan untuk ruang meningkatkan peran swasta dan masyarakat melalui bentuk-bentuk terbuka, maupun rendahnya rasio jumlah ruang terbuka per kapita yang kerjasama yang saling menguntungkan; tersedia. Hal ini menyebabkan rendahnya tingkat kenyamanan kota, Mengembangkan proyek-proyek percontohan RTH untuk berbagai menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat dan secara tidak jenis dan bentuk yang ada di beberapa wilayah kota. langsung menyebabkan hilangnya nilai-nilai budaya lokal (artefak alami dan nilai sejarah) akibat tergusur oleh kepentingan ekonomi yang pragmatis. 23. Sedangkan secara kelembagaan, masalah RTH juga terkait dengan Dirjen Penataan Ruang Departemen PU belum adanya aturan perundangan yang memadai tentang RTH, serta pedoman teknis dalam penyelenggaraan RTH sehingga keberadaan RTH masih bersifat marjinal. Di samping itu, kualitas SDM yang tersedia juga harus ditingkatkan untuk dapat memelihara dan mengelola RTh A. Hermanto Dardak secara lebih professional. Di sisi lain, keterlibatan swasta dan masyarakat masih sangat rendah dalam penyelenggaraan RTH. Potensi pihak swasta dalam penyelenggaraan RTH masih belum banyak dimanfaatkan, sehingga pemerintah selalu terbentur pada masalah keterbatasan biaya dan anggaran. 24. Di sisi lain, walaupun secara teoritis ruang perkotaan yang tersedia makin terbatas, dalam kenyataannya banyak lahan-lahan tidur di perkotaan yang cenderung ditelantarkan dan kurang dimanfaatkan. Sementara ruang-ruang terbuka yang memang secara legal 5
  • 6. 6
  • 7. MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA KATA SAMBUTAN Seraya memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, saya properti-properti pada lokasi yang berdekatan dengan RTH tersebut. Di menyambut baik penerbitan buku yang berjudul “Ruang Terbuka Hijau samping itu, RTH juga berfungsi memberikan nilai tambah bagi fungsi sebagai Unsur Utama Pembentuk Kota Taman” oleh Direktorat Jenderal lingkungan, misalnya segi estetika kota, pengendalian pencemaran udara, Penataan Ruang. Menurut hemat saya, buku bertema ruang terbuka hijau pengendalian iklim mikro, serta membentuk “image” suatu kota. (RTH) ini hadir pada saat yang tepat, yakni di tengah kecenderungan berkurangnya luasan RTH di kota-kota besar di Indonesia akibat telah Dalam konteks itu, saya mendorong agar dalam Rancangan Undang- dikonversi menjadi infrastruktur perkotaan lainnya, seperti pusat Undang pengganti Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 Tentang perbelanjaan dan sarana komersial, kawasan permukiman termasuk Penataan Ruang memuat pengaturan tentang standar minimal bentuk dan apartemen, maupun infrastruktur jalan. Dalam kurun waktu 30 tahun terakhir ukuran RTH yang wajib disediakan oleh suatu kota. Melalui pengaturan ini, ini, proporsi luasan RTH di kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, pemerintah daerah memiliki kewajiban untuk mengalokasikan ruang terbuka dan Medan, telah berkurang dari 35% awal tahun 1970-an menjadi kurang hijau secara tegas dalam RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Kota yang dari 10% terhadap luas kota secara keseluruhan. Kondisi ini tentunya masih dijabarkan secara lebih rinci dalam ketentuan tentang aturan intensitas di luar standar ideal luasan minimal ruang terbuka hijau pada suatu kota kegiatan-kegiatan di sekitar RTH tersebut. Selain itu, pengaturan yang tegas sebagaimana disepakati dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi di Rio ini juga memberikan peluang bagi masyarakat dan pemangku kepentingan De Janeiro (1992) dan ditegaskan kembali di Johannesburg (2002), yakni lainnya untuk turut berperan secara lebih aktif dalam mengendalikan minimal 30 % dari total luas kota. pencapaian standar minimal tersebut. Sementara, berbagai kota besar di dunia, seperti New York, Manchester, Akhirnya, saya berharap bahwa keberadaan buku ini tidak sebatas Singapura, Beijing, Shanghai, dan Melbourne, telah menerapkan konsep memperkaya khasanah pengetahuan kita, namun juga dapat menjadi ’green cities’ dengan meningkatkan proporsi luasan RTH hingga mencapai sumber inspirasi dan pedoman bagi pemerintah dan pemangku kepentingan lebih 20% dari total luas kota, demi kesehatan, kenyamanan dan kesegaran lainnya dalam mewujudkan ruang yang aman, nyaman, produktif dan warga kotanya. Penerapan konsep tersebut secara konsisten dan didukung berkelanjutan. Untuk itu, saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan persepsi serta kerjasama semua pemangku kepentingan di kota-kota setinggi-tingginya kepada tim penyusun dan penyunting, terutama kepada tersebut, ternyata telah mampu memberi manfaat ekonomi sebagai akibat saudara Ning Purnomohadi yang telah mencurahkan tenaga dan pikirannya, meningkatnya citra kota yang ramah lingkungan, dan ruang visual yang serta kepada seluruh pihak yang telah mendukung penerbitan buku ini. indah sehingga memiliki ’nilai jual’ tersendiri bagi pengembangan pariwisata. RTH sebagai unsur utama pembentuk kota yang dirancang dengan baik dan Menteri Pekerjaan Umum benar sesuai dengan rencana tata ruang kotanya diharapkan dapat Republik Indonesia memenuhi kebutuhan masyarakat akan ruang terbuka, meningkatkan kualitas kehidupan, membentuk identitas komunitas, melindungi kualitas DJOKO KIRMANTO lingkungan dan meningkatkan nilai ekonomi bangunan-bangunan atau v
  • 8. 6
  • 9. DAFTAR ISI Cover Daftar Isi i Daftar Tabel iv Daftar Gambar iv Sambutan Menteri v Pengantar/Acknowledgement Dirjen PR vi BAB I PENDAHULUAN I-1 1.1. Latar Belakang Pembangunan RTH Kota I-1 1.2. Penghijauan kembali Lingkungan Perkotaan I-3 1.3. Alur Pemikiran dalam Mewujudkan RTH sebagai Unsur Utama Pembentuk Kota Taman I-4 BAB II RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) KOTA II-1 2.1. Pengertian Umum RTH II-1 2.2. Masalah Urbanisasi dan Keperi-adaan RTH dalam Penataan Ruang (Dardak, 2005) II-3 2.2.1 Konsep Ruang Terbuka Hijau (RTH) Perkotaan II-4 2.2.2 Peran Penataan Ruang Perkotaan II-5 2.2.3 Peran dan Fungsi RTH II-6 2.2.4 Issue dan Tantangan II-7 2.3. Manfaat RTH II-8 2.3.1 Manfaat Bagi Kesehatan II-9 2.3.2 Ameliorasi Iklim II-9 2.4. RTH dan Pertamanan (Land-Scape Architecture) Perkotaan II-10 2.5. Pengelompokan Jenis dan Luas RTH Pembentuk Kota II-11 2.5.1 Kelompok RTH Berkenaan dengan Peran dan Fungsinya II-11 2.5.2 Jenis RTH Kota II-12 2.5.3 Pengelompokkan RTH Kota II-12 2.6. Pentahapan Pengembangan RTH II-13 2.6.1 Pengembangan RTH Kota Jangka Pendek II-13 2.6.2 Pengembangan RTH Kota Jangka Panjang II-13 2.6.3 Perencanaan dan Pengendalian RTH Kota II-13 2.6.4 Pola Penyelenggaraan RTH II-14 i
  • 10. BAB III PERMASALAHAN DEGRADASI LINGKUNGAN HIDUP PERKOTAAN III-1 3.1. Masalah-masalah Utama dan Konservasi di Bidang Lingkungan Hidup III-1 3.2. Keselarasan Hubungan Manusia dengan Lingkungan III-3 3.3. Pencemaran Udara III-3 3.4. Pencemaran Air dan Tanah III-6 3.4.1 RTH Kota dan Upaya Pengendalian Pencemaran Air, banjir dan Kekeringan III-6 3.4.2 Tiga Tingkatan Perubahan Lingkungan Akibat Bencana Banjir III-8 3.4.3 Pencemaran dan Kerusakan Tanah (Abrasi Pantai, Intrusi Air Laut, Amblasan Tanah, Pencemaran Air Tanah III-9 3.5. Rawan Kejadian (Bencana) Kebakaran III-10 3.6. Karakteristik Air Limbah dan Dampak terhadap Kesehatan III-11 III-11 BAB IV RTH SEBAGAI UNSUR UTAMA PEMBENTUK KOTA YANG NYAMAN, PRODUKTIF, DAN BERKELANJUTAN IV-1 4.1. Konservasi Lingkungan Hidup Kota IV-1 4.2. Lingkungan Perkotaan Permasalahan dan Pembangunan Kota Berkelanjutan IV-1 4.2.1 Pengertian Hubungan Strategis Pembangunan Kota dan Perencanaan Kota IV-2 4.2.2 Membangun Kota yang Bersih, Aman, Nyaman, dan Sehat IV-2 4.2.3 Model Kabupaten dan Kota Sehat IV-3 4.3. Pengelolaan Kota Taman Tropis IV-4 4.3.1 Peran RTH Kota (Khusus Hutan Kota) terhadap Kenyamanan Lingkungan IV-5 4.3.2 RTH Kota sebagai Penunjang Pembangunan Berkelanjutan IV-5 4.4. RTH Kota dan Perencanaan Kota IV-6 4.5. RTH dan RTRW Kota IV-6 4.5.1 Strategi Pembangunan dan Perencanaan Kota IV-7 4.5.2 Perkembangan Pola Permukiman Terhadap Konsepsi Hijau IV-7 4.5.3 Pemilihan Beberapa Jenis Tanaman Sesuai Fungsinya IV-10 BAB V BAGIAN-BAGIAN (ANATOMI) RTH KOTA V-1 5.1. Perkembangan dan Pembangunan RTH Kota V-1 5.2. Taman lingkungan Perumahan V-3 5.3. Taman Kota (Umum, Alun-alun, Kebon Raja,Taman Pemakaman Umum/Khusus) V-4 5.4. Taman Rekreasi (Aktif & Pasif: Stadion OR, Kebun Raya/Aboretum/Binatang: Umum atau Satwa, Khusus: Buaya, Unggas, dll) V-5 5.5. RTH Konservasi dan Pengamanan Sarana/Prasarana Kota V-5 5.5.1 Jalur Hijau (Pedestrian, Lalu-Lintas/Jalan, Kolong Jembatan/Jalan Layang, Jalur Tegangan Tinggi Bantaran Rel Kereta Api) V-6 5.5.2 Jalur Biru (Bantaran Sungai, Rawa-rawa, Pantai, Situ, Waduk, Telaga, Danau, ’Retention Basin’) V-7 5.5.3 Daerah Penyangga/Pengaman (buffer Zone/Corridor Hijau) Kawasan Industri Pabrik, Pengolahan Limbah, dan Tempat Pembuangan Sampah (TPS/TPA) V-8 5.6. Best Practices di Dalam Negeri V-10 5.6.1 Provinsi DKI Jakarta V-11 5.6.2 Kota Surabaya V-12 5.7. Best Practices di Luar Negeri V-14 ii
  • 11. 5.7.1 Rehabilitasi dengan Sistem Insentif Bagi Pemilik Lahan, Belajar dari Kasus Kota Osaka: ’Osaka Bussiness Park’ (OBP) V-14 5.7.2 Rehabilitasi Sungai Singapura dalam Waktu 10 Tahun, Bagian dari Semboyan ’Clean and Green Planned City’ V-16 5.7.3 Curitiba V-17 BAB VI MEMBANGUN DAN MENGELOLA KOTA TAMAN VI-1 6.1. Program Tata Praja Lingkungan VI-1 6.1.1 Otonomi Daerah VI-1 6.1.2 Pengembangan Sistem Penataan Hukum VI-1 6.1.3 Program Pendukung VI-1 6.2. Kegiatan Pokok dan Pola Penyenggaraan RTH Kota VI-3 6.2.1 Permasalahan Pengelolaan RTH Kota VI-3 6.2.2 Dilema Nilai Ekonomi, Sosial dan Budaya RTH-Kota VI-4 6.3. Kebijakan dan Strategi Pembangunan RTH Kota VI-4 6.3.1 Kebijakan Pembangunan RTH Kota VI-5 6.3.2 Strategi Pembangunan RTH Kota VI-6 6.4. Permasalahan Pengelolaan RTH Kota VI-8 6.4.1 Menentukan Luas RTH Kota VI-8 6.4.2 Standar Luasan dan Kebutuhan RTH Kota VI-9 6.5. Pengelolaan RTH Kota Taman Tropis VI-10 6.5.1 Mekanisme Perencanaan Kota VI-12 6.5.2 Area Perencanaan Kota dan Kebijaksanaan VI-13 6.5.3 Pembatasan Tata Guna Tanah dan Sarana Pembangunan Utama VI-13 6.5.4 Proyek Pembangunan Kota dan Batasan-batasannya VI-13 6.5.5 Peran Pengawasan pada Tiap Bagian Kota VI-13 6.6. Perencanaan dan Realisasi RTH Kota dalam Perencanaan Kota VI-14 BAB VII PANDANGAN PRAKTISI TENTANG RTH KOTA VII-1 7.1. (P. Iman) 7.2. (P. Maman) BAB VIII PENUTUP VIII-1 LAMPIRAN Lampiran 1 : Perhitungan Luas RTH Kota L-1 Lampiran 2 : Kompilasi Dasar Hukum (Peraturan Perundang-undangan) RTH dan Perda Terkait RTH L-3 Lampiran 3 : Pustaka Lanjutan L-6 iii
  • 12. DAFTAR TABEL Tabel 1 Konsep Dasar Pengelolaan Lahan II-13 Tabel 2 Kriteria Jenis Tanaman untuk RTH III-5 Tabel 3 Luas Keteduhan Beberapa Jenis Tumbuhan III-6 Tabel 4 Parameter Air Limbah III-12 Tabel 5 Logan dan Sifat Racunnya III-12 Tabel 6 Jenis, Fungsi, dan Tujuan Pembangunan RTH V-2 Tabel 7 Pengelolaan RTH Rumah Tinggal V-13 Tabel 8 Standar RTH Kota: Kriteria Unit-unit Lingkungan VI-9 Tabel 9 Kebutuhan akan RTH VI-9 DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Perkembangan Penduduk Kota II-3 Gambar 2 Luas RTH di Beberapa Kota Dunia II-3 Gambar 3 Ruang Terbuka Publik (Open Space) II-4 Gambar 4 Tipologi Ruang Terbuka Hijau II-5 Gambar 5 Tanaman Endemik sebagai Tetenger II-5 Gambar 6 Struktur RTH Perkotaan II-5 Gambar 7 Sistem Perencanaan Tata Ruang II-6 Gambar 8 Interaksi Tata Ruang dan Transportasi II-6 Gambar 9 RTH Publik dalam Tata Ruang Kota II-7 Gambar 10 Roman House at Pompeii, Italia V-4 Gambar 11 Cluster Development V-4 Gambar 12 Vaux-le-Vicomte V-4 Gambar 13 Plan of Versailles (1662-1665) V-5 Gambar 14 Konsep Penatan Ruang Kota Curitiba V-17 Gambar 15 Pengembangan RTH pada Areal Kepadatan Rendah V-17 Gambar 16 Zona Pedestrian di Pusat Kota V-18 Gambar 17 Kolan-kotan Retensi Banjir V-18 Gambar 18 Penataan TPA Sanitary Land-fill V-19 iv
  • 13. RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) SEBAGAI UNSUR UTAMA PEMBENTUK KOTA TAMAN versi 8 Februari 2006 v
  • 14. BAB I PENDAHULUAN Pendahuluan 15
  • 15. I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG sebagai pribadi. Konsep tata hijau berkembang menjadi Pada jaman pra-sejarah, konsepsi hijau belum nam- ilmu arsitektur baru, ingin menguasai alam (antropo- pak nyata, mungkin disebabkan karena cara hidup dan sentris), meneruskan garis-garis arsitektur alam sekitar, berpikir yang masih sangat sederhana. Kehidupan ma- sedemikian rupa hingga hubungan antara hijau dengan sih sangat tergantung pada alam sehingga muncul ke- manusia menjadi lebih harmonis. biasaan bertahan untuk sekedar hidup. Alam merupakan Kini fungsi hijau menjadi lebih kompleks akibat suatu misteri yang ditakuti, maka mereka tinggal di dalam pencemaran dan perusakan lingkungan, hasil penerap­ gua-gua atau di pohon agar aman. an teknologi dan industri secara serampangan, telah Kemudian manusia mulai menyadari kemampuan merusak hubungan timbal-balik antara manusia dengan berpikirnya untuk dapat menguasai alam, kebudayaan lingkungan. Perusakan dan pencemaran semakin parah, pertanian dan peternakan mulai berkembang, pemujaan sehingga tak ada lagi kemampuan regeneratif alam un- berganti kepada dewa-dewi di langit yang dianggap telah tuk merehabilitasi diri sendiri, karena daya dukung lingku­ memberi kehidupan. ’Rumah’ mulai dikenal, turun dari ngan telah terlampaui atau telah melebihi ambang batas. atas pohon dan keluar dari gua-gua. Dalam kehidupan Sementara itu penduduk dunia terus bertambah, sedang­ berkelompok mulai timbul persaingan dan permusuhan kan sumber daya alam (SDA) terbatas terutama yang tak antar kelompok, sehingga bahaya timbul dari manusia bisa diperbaharui. Di negara-negara maju pencemaran lain. Pada situasi seperti ini, diperlukan perlindungan disebabkan oleh teknologi tinggi, sedangkan di negara bagi kelompok. Konsepsi hijau, lebih dari sekadar hanya sedang berkembang, sebagian besar adalah akibat ke­ tanaman pagar berduri di sekeliling permukiman, tetapi terbelakangan, kemiskinan dan kebodohan. permukiman sudah merupakan benteng berparit, yang Konsepsi hijau lebih berkembang, selaras keinginan tertutup dari alam bebas. penguasaan akan alam dan menjadikan tata hijau sebagai Dengan ditemukannya bubuk mesiu, senjata kimiawi, penerus gaya arsitektur, dengan meningkatkan hubungan nuklir dan toksin biologis, maka cara perlindungan men- antar bangsa. Kemudian pemikiran Dunia Timur masuk, jadi lebih terbuka, demikian terus menerus merobah kon- yaitu timbul adanya penghargaan terhadap fungsi hijau sep kehidupan manusia di dunia ini. sebagai sesuatu yang diperlukan (integrated landscape). Manusia mulai membuka diri dari ‘dunia’ mistik de­ Bidang arsitektur lansekap sendiri mulai berkembang ngan pemikiran rohaniah dan pengaruh kuat agama, di benua Eropa, sesuai dengan kebutuhan sekitar 200 menjadi lebih memikirkan keduniawian dan status hidup tahun lalu, dimulai dari keperluan manusia akan suatu 16 Pendahuluan
  • 16. ruang ‘rekreatif’ di sekitar tempat tinggal, seperti Taman Inggris (English Garden). Pengaruh ini menyebar ke be­ nua Amerika dan mencapai puncak dengan dibangunnya Central Park (1858) di New York, karya Frederick Law Ol- msted dan Calvert Vaux. Fungsi hijau dalam ruang terbuka hijau (RTH) kota sebagai ‘paru-paru’ kota, sebenarnya hanya merupa­ kan salah satu aspek berlangsungnya fungsi daur ulang, antara gas karbondioksida (CO2) dan oksigen (O2), hasil fotosintesis khususnya pada dedaunan. Sistem tata hi- jau ini berfungsi sebagai semacam ventilasi udara dalam rumah (ba­ngunan). Lebih dari itu, masih banyak fungsi RTH termasuk fungsi estetika yang bermanfaat sebagai sumber rekreasi publik, secara aktif maupun pasif, yang diwujudkan dalam sistem koridor hijau sebagai alat pe­ ngendali tata ruang/lahan dalam suatu sistem RTH kota (urban green open space system). RTH juga berfungsi se- bagai sumber penampungan air dan pengatur iklim tropis yang terik dan lembab. Perkembangan teknologi yang amat pesat tanpa mengindahkan kelestarian fungsi lingkungan, memper- buruk kualitas hidup kota-kota metropolitan, bahkan se- bagian besar kota-kota pun telah mengalami krisis ling- kungan. Para arsitek lansekap diharapkan dapat berlaku dan bertindak secara (lebih) bijaksana dalam ikut serta mengembangkan dan menjaga fungsí lingkungan secara Gambar 1.1: Sempadan Sungai Pesanggrahan, Jakarta lestari untuk mencapai keseimbangan lingkungan, yang Sungai menjadi keranjang sampah, sebuah potret tentang bagaimana tidak hanya sekedar indah. sikap kita memperlakukan lingkungan. Pemahaman tentang profesi arsitektur lansekap itu (Dokumen Yayasan Kirai, 2006) mungkin lebih tepat bila disebut “arsitektur lingkungan”. Arsitek lansekap dapat berperan menjadi ‘polisi’ terha- dap pembangunan fisik, yang harus menguasai masalah Pendahuluan 17
  • 17. Gambar 1.2 (paling kiri): Karet kebo (Ficus elastica), dengan tajuk lebar dipandang efektif menjadi pengisi RTH luas (lokasi: Istana Bogor). (Dok. Yayasan Kirai, 2006) Gambar 1.3 (kiri): Alam mempunyai keterbatasan. Dibutuhkan pengetahuan dan kepekaan dalam melakukan perancangan, sehingga tidak perlu terjadi bencana seperti foto di samping ini terjadi di lereng bukit Pacific Palisades, CA, Amerika Serikat. (Cunningham & Saigo, 1997, halaman 358 dalam M. Amin, 2005) ekosistem secara cermat dan bertanggungjawab dalam dalam proses perobahan yang mendukung kehidupan upaya mengembalikan dan melestarikan kembali fungsi manusia, flora dan fauna secara selaras, seimbang, dan lingkungan, seperti kawasan budidaya, termasuk ling- dalam hubungan yang lestari antar sesama, alam dan kungan perkotaan pada ekosistem pesisir pantai yang Tuhan. Pemahaman proses pembentukan muka bumi penting diperhatikan, sebagaimana layaknya suatu nega- secara alami, harus berdasar pada kesadaran, bahwa ra kepulauan terbesar di dunia. karya perencanaan maupun perancangan harus berpi- Arsitek lansekap mampu bekerjasama dalam suatu jak pada ekotipe dasar karakteristik fisik bentang alam, perencanaan dan perancangan kota yang akan mero- apakah pada ekosistem tropis kepulauan yang terik dan bah wajah lingkungan lansekap kota secara terintegrasi basah (lembab), ekosistem pegunungan, atau pada eko- dengan profesi lain terkait. Pembangunan kota yang tipe lain, serta sadar akan pengaruh perubahan iklim. berkelanjutan tidak sekedar berorientasi pada keuntungan Hasilnya adalah karya arsitektur lansekap berkelanjutan ekonomis jangka pendek dan mengorbankan kebutuhan (sustainable landscape), yang tetap mempertimbangkan warga akan RTH, sehingga fenomena krisis lingkungan etika atau norma-norma lingkungan yang bersifat dinamis udara-air-tanah, bencana banjir, tanah longsor, amblas­ tersebut. an tanah, intrusi air laut, penebangan pohon secara se­ Para perencana dan perancang, lambat atau cepat rampangan, dan penggusuran RTH dapat diminimalkan. menyadari bahwa alat perencanaan dan perancangan itu Banyak orang lupa, bahwa manusia adalah bagian dari tidak hanya terbatas pada adanya tanah, ruang, bahan- alam itu sendiri, kalau alam rusak maka dapat dipastikan b ­ ahan, naluri dan perasaan saja, tetapi yang lebih penting manusia akan rusak pula. adalah adanya pengertian dan imajinasi dari perencana Konsep lingkungan yang dinamis, selalu berada itu sendiri, karena para perencana itu bukan saja turut 18 Pendahuluan
  • 18. serta meng­atur sebagian kecil bentuk rupa dari alam, tidak bisa dipisahkan. Pembentukan dan penjelmaan tetapi juga ke­giatan manusia di dalamnya. Jadi alamlah yang terus-menerus dalam pikiran manusia, jelas sekali yang menjadi landasan, dan manusia adalah tujuannya digambarkan dalam alam yang terus tumbuh, yang bisa (Wirasondjaya, 1975). dipandang sebagai catatan sejarah yang terus merekam Tetapi untuk menarik garis batas antara alam berikut perobahan-perobahan dalam menaikkan derajat kebu- kegaiban dan kekuasaannya dengan manusia sangatlah dayaan. Karenanya bukan hanya seni sastra, seni musik, sukar. Alam, adalah ibarat suatu alat yang sangat peka, seni pahat, seni lukis, dan seni bangunan saja yang dapat di mana kita bisa dengan mudah menarik kegunaan- mengabadikan perobahan-perobahan aliran dan kekuat­ nya. Jika demikian, maka manusia itu sendiri harus tahu an dari hasil kerja manusia dengan kecerdikan, dan ke- akan kedudukannya serta tata cara yang benar dalam pandaiannya, tetapi juga dari sikap pandangan manusia mengambil bagiannya serta kedudukannya dalam alam. terhadap alam. Seandainya si perencana dengan cerdas mampu menye- Alam merupakan sesuatu yang abadi, tetapi hidup, suaikan dirinya dengan alam, maka masyarakat umumlah yang mempunyai dasar-dasar kefaedahan dan sumber yang akan merasakan manfaatnya, tetapi sebaliknya jika ilham, merupakan landasan bagi setiap perencana. Alam melawan alam, maka kesukaran-kesukaran dan masalah merupakan suatu obyek yang belum ditentukan, tempat yang akan terjadi harus dirasakan oleh masyarakat umum di mana kebebasan terbuka seluas-luasnya dalam pemilih­ pula. an, penegasan, dan penyatuan unsur-unsur, karena­nya Perobahan bentuk alam adalah cermin dari perobahan merangsang perasaan untuk mengatur agar setiap orang pandangan manusia terhadap keadaan sekelilingnya dan dapat melihat apa yang ia lihat, turut merasakan apa yang dari pertumbuhan penguasaan alam yang memudahkan ia rasa. manusia untuk memanfaatkannya dalam keadaan ekono- Di alam, kita menggubah bidang datar, menempatkan mi dan sosial baru. Caranya pun berbeda-beda dan ter- massa, mengadakan penutupan maupun pembukaan, gantung dari pandangan manusia masing-masing terha- manusia ada dalam pusat perencanaan. Dalam seni lu- dap alam, tergantung pula dari besarnya persoalan dan kis, manusia ada di luar bidang lukisannya dan memper- watak, serta kecenderungan sosial dan ekonomi yang hatikan lukisan tersebut di mana ruang-ruang digubah bersangkutan. Karenanya tiap-tiap tahap perkembangan dalam bidang datar yang terjadi dari sesuatu yang asal- kemajuan manusia terhadap keadaan sekelilingnya akan nya kosong. Dalam seni patung, manusia melihat obyek disertai oleh rangsangan jiwa dan semangat. Perasaan tiga dimensional, berhadapan dengan patung tersebut pertama pada manusia adalah kehadiran skala-skala dan mengelilinginya. Tetapi dalam taman, manusia ada di baru, sesudah itu mulai mengerti, dan kemudian imajinasi dalamnya, bergerak dan menikmati ruang, yang terbentuk diterapkan dan disempurnakan. karena obyek di dalamnya. Ruang dan waktu membentuk Dalam proses pembentukan ini, manusia dan alam suatu kesatuan yang tak dapat dipisahkan lagi. Pemikir­ Pendahuluan 19
  • 19. an ini berjalan terus melalui seluruh perkembangan ilmu- tidak akan menyesatkannya. Bentuk benar itu adalah or- ilmu modern. Ini berarti, bahwa tak ada bentuk alam yang ganik dalam wataknya dan merupakan pola dari alam tetap atau tahan terhadap pengaruh sekitarnya. Penak­ atau ekologi lansekap. lukan sukses terhadap ruang dan waktu dengan jalan Kadangkala alam tak selalu cocok untuk dinikmati se- penyatuan terhadap keperluan manusia adalah karya dari bagai panorama, tetapi para perencana perlu menyadari tiap zaman, dasar kekuatan utama yang diperlukan un- bahwa belajar dari alam dengan sendirinya akan diilhami tuk membentuk lingkungan dengan peradabannya (Wira- oleh imajinasi yang tak pernah padam. Tujuan peren- sondjaya, 1975). canaan adalah meringankan cara-cara berencana, dan Ilmu pengetahuan tentang ruang sama juga persoal­ bukan mencari atau ‘meminjam’ bentuk-bentuk baru. annya dengan ilmu-ilmu pengetahuan lain, yakni secara Membuat falsafah baru bukanlah pekerjaan yang mudah, sadar menyelidiki baik-tidaknya sesuatu yang bersang- sebab nilai keberhasilan suatu perencanaan ditentukan kutan dengan kebutuhan manusia, mendapatkan ciri-ciri oleh daya tahannya. yang kurang baik, dan kemudian dengan sadar pula men- Orang Yunani dan Romawi tak mempedulikan masa cari jalan untuk mengatasi dan memperbaiki, bahwa yang yang akan datang, dengan mencoba membuat surga di dijalankan tidak sekedar kebetulan saja. atas dunia. Kemudian pada abad pertengahan, manusia Pengertian ruang tidak begitu saja bisa dilukiskan membuat dirinya surga di atas awan, dan membalikkan dengan kata-kata, karena ruang bukan perkara akal dunia ini menjadi dunia yang fana baik bagi si kaya mau- tetapi perkara perasaan. Sulit sekali untuk menetapkan pun si miskin. Di zaman Renaisans, suatu jaman yang s ­ ebab-sebab dari perasaan itu, tapi kita harus mempu­ lahir bukan karena suatu gerakan politik atau agama, nyai ­ angan-angan mengenai hal itu dan jeli mengenali, tetapi dari pernyataan pikiran, orang tidak lagi memu- supaya kita sendiri bisa menciptakan ruang dalam suasa- satkan pikiran dan kegiatannya namun menunggu keha- na yang diinginkan. Terwujudnya ruang yang diraih oleh diran surga. Mereka mencoba membangun surga di sini, tangan manusia, di mana dia bisa bergerak bebas dengan di atas tanah, dan ternyata dalam pencarian kebenaran leluasa adalah salah satu karya manusia guna mencapai pada derajat tertentu, mereka berhasil. keseimbangan antara kehidupan jasmani dan rohani. Nilai Kebudayaan Timur yang sudah tinggi dan tua Salah satu cara untuk dapat mengerti lebih baik ten- adalah hasil suatu falsafah yang dinamis dan tradisi yang tang ruang adalah dengan mempelajari ruang-ruang tidak hilang selama berabad-abad. Seni dan ilmu peng- yang sudah terwujud, hasil warisan nenek moyang. Ke- gunaan tanah, dengan tata letak dan tata ruang telah sabaran mempelajari segala keindahan alam agar bisa berkembang mencapai derajat yang sangat tinggi, yang diterjemahkan dalam pengertian ruang buatan manusia, jarang didapatkan dan sukar dipahami oleh orang-orang akan menjadi pegangan bagi setiap perencana, di mana Barat. Falsafah ditekankan pada caranya, melalui apa ke- angan-angan yang diilhami dari batasan-batasan organik sempurnaan yang dicari. Seni hidupnya, terletak dalam 20 Pendahuluan
  • 20. Keluarga Berencana (KB) dianggap telah cukup berhasil. Bila angka ini bisa ‘agak’ ditekan, maka penduduk Indo- nesia “hanya” mencapai kurang dari 200 juta jiwa (2002). Perencanaan ruang yang efektif sangat penting dilakukan melalui Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) yang menga- tur keseimbangan lingkungan antara berbagai ruang dise- diakan untuk menampung aneka kegiatan penduduknya. Perkembangan pembangunan perkotaan di Indone- sia sebagaimana terjadi di kota-kota lain dunia, sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan populasi (manusia) aki- bat urbanisasi. Sejak tahun 1970-an, khususnya pada dekade pertama, sampai tahun 1980-an, 35% dari per- Gambar 1.4: Rumah Suku Ume tumbuhan total di semua sektor pembangunan lingkun- Tempat berlindung pada iklim setempat, memanfaatkan bahan dari gan perkotaan, adalah akibat gelombang urbanisasi yang lingkungan setempat (lokasi: Timor/NTT). Foto: Kanwil Sosial Provinsi NTT, 22 Juli 1989 dipacu oleh pembangunan fisik sarana dan prasarana kota yang merupakan daya tarik sekaligus daya dorong kelanggengan dan selalu belajar beradaptasi dengan bagi para warga yang ingin memperoleh peluang kehidup­ alam sekitar, suatu seni menyadarkan diri, seni bagaima- an lebih baik, termasuk sarana pendidikan dari daerah na hidup di dunia ini. Hal ini dapat ditemui pada kebudaya­ asalnya. Laju pembangunan itu pula yang menyebabkan an Cina, Jepang, dan Indonesia seperti Suku Bali, Suku perkembangan kota seolah tanpa arah (urban sprawl). Badui, dan Suku Dani. Mereka tahu dan mengerti alam. Akibat lanjut pembangunan yang tak terkontrol ini, telah Kini dunia Barat mulai sadar, bahkan akhir-akhir ini sudah membentuk ’kantong-kantong’ permukiman yang selalu berhasil merintisnya dalam perkembangan kemajuan ling- nampak kumuh-padat, dan kumuh-miskin (kupat, kumis) kungan global setelah menyadari kesalahan ­terdahulu. di seluruh bagian kota. Prof. Sumitro (1971) mensinyalir akan adanya bahaya Hasil analisis dari berbagai sumber, menunjukkan ka- lingkungan perkotaan di Indonesia. Sinyalemen sektor wasan perkotaan (terutama Jakarta) yang mau tak mau kependudukan Indonesia dari 120 juta jiwa diperkirakan harus menampung sekitar 2,2 juta pemukim pendatang berkembang menjadi 250 juta jiwa (2000-an), dimana 146 ’baru’ setiap tahun. Sepanjang 20 tahun (1980-2000), juta jiwa di antaranya menetap di Pulau Jawa dan Madura terjadi dua kali lipat pertumbuhan absolut dibanding ke- de­ngan tingkat kepadatan penduduk 1105 jiwa/km2. Na- mampuan adaptif kota dalam menyerap pertambahan mun untuk mencegah ledakan jumlah penduduk terse- penduduk dibanding antara tahun 1960-1980. Perhitung­ but, antara lain diupayakan melalui pendekatan Program an berdasar kenyataan tentang pertumbuhan populasi Pendahuluan 21
  • 21. penduduk perkotaan di Indonesia tersebut angka pe­ dan okupansi pada lahan-lahan ’kosong’ yang ada se­perti ningkatan dari 33 juta (22% dari jumlah penduduk) tahun pada jalur jalan kereta api, bantaran sungai, atau di seki- 1980 meningkat menjadi sekitar 76 juta (36%) atau lebih tar dan di antara struktur bangunan yang ada tentu saja pada tahun 2000 lalu. ’melawan hukum’. Mungkin dalam pikiran mereka, yang Jumlah penduduk di Indonesia tahun 2005 lalu, sudah penting adalah sudah ’mendapatkan’ ruang untuk hidup mencapai lebih dari 200 juta jiwa, di mana sekitar 60%- walau pasti tidak memenuhi syarat hunian yang layak, nya, adalah penduduk perkotaan. Penduduk ibukota apalagi bila sebagian mereka menyatakan ­­bahwa ’squat- Jakarta yang beraktivitas pada siang hari di dalam kota ter’ itu (selalu) hanya sebagai tempat tinggal ­sementara. telah mencapai sekitar 12 juta, belum lagi di kota-kota Pola pembangunan perkotaan menetapkan tugas besar lain di seluruh Indonesia, yang tentu jumlah pen- pengelola kota untuk melayani kebutuhan warganya akan duduk di masing-masing kotanya telah mencapai lebih ruang tinggal, energi, air bersih, transportasi umum, fasili- dari satu-dua juta orang. tas ruang terbuka dan rekreasi, dan seterusnya. Namun Kondisi pertumbuhan penduduk dengan segala keterbatasan ruang dan waktu pulalah yang tak mampu macam kebutuhan hidupnya, memaksa para pengelola menampung dan mendukung penduduk yang terus kota untuk beberapa kali merevisi pengaturan dan pe- meng­alir masuk kota. Tentu diperlukan pendekatan khu- nataan ruang kota, namun selalu tak pernah bisa tuntas, sus seperti prinsip pembangunan struktural bagi sarana seolah-olah berkejaran dengan ketersediaan waktu yang hunian ke arah vertikal, didukung oleh penerapan pelak- cukup untuk mengejar ’ketertinggalan pelayanan publik’. sanaan hukum yang rasional dan perlu pengertian warga Walau standar pelayanan minimal (SPM) sudah ditetap- kota yang bermodal seadanya, dibantu pula oleh kerja kan, namun warga terus bertambah dengan cepat, baik sama dari mereka-mereka yang istilahnya sudah ’mapan’ secara alami (melalui kelahiran) maupun dari pendatang. untuk mau membantu dengan segala kemampuan yang Peraturan perundang-undangan (PUU) pun terus ada, demi mencapai lingkungan kota yang aman, sehat, disesuaikan agar lingkungan perkotaan tetap layak huni nyaman dan produktif. (manusiawi), namun tentu saja antara lain akibat urbanisa- Dalam kondisi urbanisasi yang terus berlangsung si tak terkendali tersebut tak akan mampu mengejar tun- cepat ini, maka pemerintahan kota mana pun tak akan tutan kebutuhan, bukan saja karena jumlah yang dilayani mampu menyediakan prasarana dan sarana meski yang terus meningkat, juga karena perilaku hidup yang seolah paling minimal pun, tanpa kerja sama dan pengertian dari apa adanya, bahkan cenderung sekenanya (semau gue?) seluruh warga kotanya. Pemerintah kota pun wajib terus saja, seolah tanpa menghiraukan peraturan yang ada. mengawasi dan membenahi pertumbuhan kotanya di se- Latar belakang pendatang yang beraneka ragam pun gala sudut (lokasi) maupun di segala sektor pelayanan cukup menyulitkan pemahaman akan perlunya menerap- publik yang memadai dengan menjalankan PUU secara kan tata cara hidup sehat, karena keterpaksaan menghuni tegas dan konsisten. 22 Pendahuluan
  • 22. dah menekan ruang-ruang ’terbuka’ yang ada, karena Gambar 1.5: penilaian keuntungan sesaat, sedang keuntungan dari Karikatur tentang kecenderungan segi lain tidak mendapat penghargaan yang layak. Se- umum yang menomor duakan bagian besar akibat ketidak-sadaran, bahwa ruang-ruang ruang terbuka – termasuk sarana RTH – dan mengutamakan terbuka (termasuk RTH) ini justru bernilai ekonomis dan pembangunan fasilitas usaha. sekaligus ekologis tinggi yang sangat vital bagi keberlan- Sumber: Harian Kompas, 3 jutan kehidupan warga penghuni lingkungan perkotaan. Desember 2005, dari karikatur Perhitungan ekonomi dari transfer biaya atas hilangnya Hosblock di Washington Port, 1999 produktivitas manusia yang sakit akibat tekanan kondisi negatif pencemaran dan atau kerusakan lingkungan ini Dalam jangka panjang, karena SDA dan SD-buatan terutama meningkatnya vektor pembawa penyakit, cukup (manusia) di lingkungan perkotaan pasti amat terbatas, tinggi. Belum lagi akibat pencemaran dan kerusakan ling- maka ’kesemrawutan’ (catastrophy) mudah timbul seperti kungan itu terhadap benda-benda lain yang ada di ling- yang kita rasakan saat ini. Rentannya kondisi kota ter- kungan kota. hadap bahaya berbagai penyakit akibat degradasi fungsi Pembangunan di berbagai tingkat dan sektor hen- lingkungan dan akibat ketidak-seimbangan/’imbalanced daknya selalu menyadari kemungkinan akan timbulnya spatial implementation’ ini, akan langsung diikuti oleh dampak negatif. Pertimbangan pada konsep dasar un- terus menurunnya mutu kehidupan secara fisik, ekonomi tuk menghindar dari fenomena perusakan atau turun- dan sosial budayanya yang biasa disebut dengan ’urban nya fungsi pelestarian lingkungan perkotaan yang selalu disaster’. terjadi, hanya bisa ditempuh melalui penjagaan atau Kondisi perekonomian dunia saat ini, berpengaruh pemeliharaan keseimbangan fungsi antara wilayah (zona) besar pada perkembangan negatif perkotaan akibat terbangun dan alami (tidak terbangun) yang rasional konsentrasi pembangunan penataan di sektor usaha (ke­ sedemikian rupa, sehingga proses asimilasi alami masih giatan industri), juga terkait dengan upaya menampung bisa berlangsung. arus urbanisasi melalui sebanyak mungkin penyediaan Konflik antar kegiatan penduduk kota dalam meman- barang dan jasa perkotaan. Mekanisme pemenuhan ke- faatkan ruang yang terbatas dapat diatasi dengan pemba- butuhan warga kota ini selalu dimaksudkan agar dapat gian alokasi ruang yang dituangkan dalam Rencana Tata memenuhi target pelayanan masyarakat akan sarana Ruang Kota (RTRK) yang disahkan dalam UU. Di dalam dasar, yaitu: pangan, sandang dan papan, termasuk la­ RTRK tersebut juga tertuang dengan jelas alokasi ruang yanan kesehatan, pendidikan, kebersihan dan kenya- yang diperuntukkan bagi perlindungan dan konservasi. manan lingkungan perkotaan. Peruntukan ruang untuk perlindungan dan konservasi Pembangunan berbagai sektor tersebut relatif mu- merupakan upaya pengamanan bagi nilai alami suatu Pendahuluan 23
  • 23. bentang alam di wilayah kota. Penting dan tingginya nilai alami kota. Pada bagian tertentu wilayah kota, mestinya lansekap alami semacam ini dalam jangka panjang telah dapat disisihkan suatu ruang untuk tetap pada kondisi diakui sebagai suatu harta yang harganya justru tak terni- sebagaimana awalnya (present state), dimana secara pe- lai bagi suatu kota. Banyak manfaat dihasilkan dari ruang riodik dan menyeluruh, maka pada zona-zona alami ini lansekap alami kota semacam ini (seperti diuraikan pada perlu dilakukan pula pengukuran, pelaksanaan dan pen- bab-bab selanjutnya) bagi warga kota, maupun bagi gawasan pembangunan. Harapannya adalah agar setiap pemerintahan kotanya sendiri, karena sebagian besar tahapan pembangunan sesuai dengan perkembangan urusan pelayanan publik dapat berlangsung sebagaima- kebutuhan warga (berdasar kebutuhan fisik, ekonomi, na mestinya. sosial dan budaya), dengan memanfaatkan perkemban- Pemahaman akan pentingnya pengamanan bentang gan ilmu pe­ngetahuan dan teknologi, akan tetap berpijak alam (lansekap) perlu dituangkan dalam perencanaan pada latar belakang sejarah serta kekhasan lokasi (local pembangunan jangka panjang dan dijabarkan lebih lan- genius). Di sisi lain, kondisi bio-geografi lingkungan dan jut dalam pembangunan jangka menengah dan pendek. kondisi lingku­ngan wilayah kota diusahakan agar tetap Selanjutnya, dalam berbagai proyek-proyek pembangun, berada dalam keseimbangan rasional tersebut. selalu didahului oleh semacam Kerangka Acuan Kerja (Term of Reference) yang didalamnya perlu mengandung 1.2 PENTINGNYA PENGHIJAUAN KEMBALI prinsip-prinsip keseimbangan fungsi lingkungan. LINGKUNGAN PERKOTAAN Semua pihak terkait hendaknya menyadari, bahwa Kecenderungan yang terjadi pada kota-kota dunia ’sejak saat ini’ aspek-aspek ekologis dalam suatu ke­ sampai saat ini adalah menata kembali kotanya agar lebih giatan pembangunan, adalah sama pentingnya dengan menuju ke arah keseimbangan antara daerah ’hijau’ de­ pertimbangan-pertimbangan lain baik teknis, ekonomis ngan ’non hijau’, sehingga tercapai lingkungan perkotaan maupun sosial-budaya. yang ’layak huni’, yaitu kondisi kehidupan yang sehat, Di dalam siklus pembangunan dikenal tahapan eva­luasi nyaman dan terus berkelanjutan. Kota Beijing misalnya, manfaat hasil pembangunan (Project Benefit Monitoring dengan ambisi pemerintahan yang telah ditunjuk oleh In- and Evaluation – PBME) yang di dalamnya menetapkan ternational Olympic Committee (IOC) sebagai penyeleng- indikator-indikator pencapaian hasil pembangunan seka- gara Olympiade 2008, ingin meningkatkan jatidirinya se- ligus mencegah dampak negatif yang mungkin timbul. bagai sebuah kota yang tidak kotor atau semrawut lagi, Dengan indikator tersebut setiap tahap­an pembangunan tetapi menjadi kota hijau yang ’bergengsi’. perlu dievaluasi. Sebagai kota tuan rumah pertemuan olahraga (OR) Pendekatan apapun dalam rangka mempertanggung- akbar dunia tertinggi, maka pemerintah tak hanya mem- jawabkan pembangunan umumnya berdasar pada in- bangun kompleks OR yang megah, mewah dan asri, strumen PUU sebagai upaya pengamanan bagi wilayah tetapi seluruh sarana dan prasarana kota ditata kembali 24 Pendahuluan
  • 24. Gambar 1.6: Penataan RTH Perkotaan di Suzhou, Cina Keberadaan zona hijau dipakai sebagai pertimbangan dalam pengembangan kawasan perkotaan. (lokasi Suzhuo, Cina 2004) Gambar 1.7: Taman air di sekeliling Istana Kaisar Tokyo dengan dominasi ‘sakura’ di musim semi di antara gedung pencakar langit. Upaya untuk tetap mempertahankan penciri negeri ”bunga sakura” di tengah-tengah lajunya perkembangan kota. (Dok. Taka-san, Fukiage, 2006) Pendahuluan 25
  • 25. berdasar pada Urban Park Metropolitan System. Selain landangan hidup, dan seterusnya. Hukum pun menjadi membenahi taman-taman tradisional yang mengandung sulit diterapkan, pada ruang-ruang terbuka yang cukup nilai sejarah tinggi, ruang kota secara keseluruhan ditata bisa membahayakan, seperti bantaran sungai dan pan- kembali berdasar teknologi sistem perkotaan yang cang- tai, jalur kereta api bahkan di bawah saluran listrik atau gih. Di segala sudut kota, taman-taman yang ada ditata saluran utama tegangan ekstra tinggi (SUTET) pun penuh kembali dan ditambah dengan taman ’modern’. Penghi- bangunan permukiman dari yang mewah hingga kumuh. jauan di sepanjang jalur jalan utama dengan sistem bou- Rencana Tata Ruang Kota (RTRK) sudah berkali-kali di- levard yang amat lebar menciptakan ruang dengan arsi- revisi, sebab selalu tidak bisa ’mengejar’ ketertinggalan tektur lanskap yang hijau, teduh, dan asri. penyediaan sarana dan prasarana (sarpras) kota. Sebagian kota-kota besar dunia berusaha terus mem- Akibat langsung dari ketidakseimbangan antara ling- benahi lingkungan kotanya, termasuk ibukota Negara Re- kungan terbangun (binaan) dengan lingkungan perlin­ publik Indonesia, ’Jakarta Metropolitan City’. Sebelumnya, dungan (alam) menyebabkan penurunan mutu lingkungan lebih dari tiga dekade lalu, Jakarta dibangun condong kota (environmental degradation). Tentu saja kesehatan ke arah industrialisasi, antara lain untuk menyediakan lingkungan juga tidak bisa dijaga seoptimal mungkin, lapangan kerja bagi para buruh atau tenaga kerja yang berbagai penyakit akibat bakteri e-coli (utamanya berasal seiring dengan perkembangan pembangunan, berbon- dari buangan manusia), seperti tipus, disentri dan diare dong-bondong ber-urbanisasi datang dari segala arah, sudah biasa terjadi sehari-hari, demikian pula penyakit tak hanya dari pulau Jawa tetapi juga dari seluruh pulau yang penularannya berasal dari media air (sungai) tanah nusantara. Peningkatan urbanisasi yang semakin cepat maupun udara, telah banyak diuraikan di berbagai media ini, tidak mampu diimbangi oleh penyediaan sarana dan (cetak maupun elektronik). Penyakit Demam Berdarah prasarana dasar, agar penduduk kota bisa hidup layak. Dengue (DBD) akibat gigitan nyamuk aedes agepti serta Kebutuhan akan ruang menjadi tidak seimbang dengan malaria dan polio sudah merebak ke mana-mana. Masih jumlah penduduk yang terus bertambah tersebut. banyak lagi jenis penyakit yang kemudian timbul beran- Disayangkan, bahwa secara langsung maupun tidak, tai akibat degradasi lingkungan semacam ini, termasuk ruang yang semula berupa ’zona hijau’ paling banyak akibat kongesti (menumpuknya) kendaraan bermotor di dikorbankan untuk memenuhi kebutuhan ruang hidup jalanan umum. dengan segala isinya di kota metropolitan ini. Hal itu Untuk mencapai lingkungan perkotaan yang aman, adalah sebagai akibat penilaian sebagian besar masyara- nyaman, produktif, dan berkelanjutan, diperlukan Pena- kat termasuk para pengelola kota bahwa ruang terbuka taan Ruang Wilayah (Kota dan Kabupaten) di seluruh In- (hijau maupun tidak) semacam ini ’tidaklah ada atau donesia yang sejauh mungkin harus disesuaikan dengan kurang bermanfaat’ atau hanya sebagai tempat hidup kondisi bio-geografi lingkungan alaminya. vektor penyakit, tempat dimana para pengemis dan ge- Keadaan alam tersebut menuntut Penataan Ruang 26 Pendahuluan
  • 26. jud pelayanan bagi penduduknya. Dalam suasana kota yang bersih dan teduh dengan banyak memakai pohon pelin­dung bertajuk lebar, khususnya trembesi atau ki hu- jan (Samanea saman), ketapang (Terminalia catappa), dan bolingan (Jawa) atau Cannon Ball: (Courupita gaevensi). Profil demografi sebagian besar kota-kota di Indonesia mengikuti pula pola bio-geografi alami lingkungan kepu- lauan tropis, berkembang dari muara-muara sungai dan rawan banjir di musim penghujan, sebab letaknya relatif Gambar 1.8: Wringin Kurung (Ficus benyamina) Menjadi penciri ‘alun-alun’ di setiap halaman kantor kabupaten di rendah, bahkan beberapa berada di bawah permukaan air Jawa. Tajuknya yang lebar mampu membentuk ‘ruang’ di bawahnya, laut pasang (seperti: Semarang, Jakarta, ­Surabaya), dan sehingga jenis ini banyak ditanam di tempat-tempat umum lain seperti panas akibat teriknya sinar matahari sepanjang ­tahun. pasar tradisional dan tempat lain. Pengaturan yang lebih operasional diperlukan untuk (----- 2003. Weerzien met Indie, No. 21. Bouwen en Wonen) kota-kota di Indonesia, khususnya yang terletak di tepian Kota untuk ’disesuaikan’ dengan alam sekitar, apabila badan air untuk dapat menata secara komprehensif per- tidak ingin menuai bencana. Penataan Ruang Wilayah mukiman dan peruntukan di sepanjang badan air terse- perlu tetap memperhatikan peningkatan bidang ekonomi but, antara lain melalui restorasi tepian badan air dan re- (economical advantage), menyediakan ruang-ruang ter- lokasi pemukim. buka hijau di segala penjuru kota secara merata, yang Kreativitas dalam menata kawasan permukiman dapat dijalin dalam suatu sistem perkotaan sehingga Tropical diarahkan dalam pengaturan pemintakatan (Zoning Re­ Park System dan dapat ’mencapai’ seluruh sudut kota. gulation) melalui pembangunan ’ke atas’, memanfaatkan Dalam kebijakan penataan ruang perlu ditegaskan pula sungai dalam kota sebagai salah satu moda transportasi tentang pentingnya RTH pada skala nasional, provinsi, untuk mengurangi kepadatan lalu-lintas di darat (teres- dan kabupaten/kota, serta pada kawasan permukiman. trial), memanfaatkan sempadan sungai untuk green belt Singapura dan Kuala Lumpur adalah dua kota tropis yang secara langsung merupakan upaya pembersihan yang terus membenahi tata ruang lingkungan kotanya, badan air dari berbagai sedimen dan zat pencemar, serta antara lain dengan penataan kembali permukiman dan penyediaan RTH di kawasan permukiman. dengan cara membangun struktur sedapat mungkin ke Banyaknya kejadian kebakaran, akibat amat padat- arah vertikal dilengkapi ’sarpras’ kota yang mendasar, nya permukiman mengharuskan pengaturan yang lebih seperti: berbagai moda transportasi umum yang ’aksesi- operasional bidang penataan ruang seperti peraturan pe- bel’ dan relatif murah, taman-taman rekreasi tersebar di mintakatan dimaksud di atas. Penataan kembali kawasan seluruh bagian kota sebagian besar gratis sebagai wu- pemukiman padat dapat dilakukan antara lain dengan Pendahuluan 27
  • 27. Gambar kiri 1.9: Sungai Code, Yogyakarta Rona pemukiman di penggal sempadan kali. (Dok. KLH, 2004) Gambar atas 1.10: Sempadan Sungai Negara di Amuntai. Sungai sebagai media transportasi dan niaga yang penting. (Dok. Adipura, KLH, 2003) membuat kawasan penyangga, berupa jajaran tanaman juga bagi unit-unit lain terkait, seperti Pertanian dan tahan kebakaran (’ilalar api’), atau ruang kosong (dikenal Perhutanan Kota, Kebersihan Kota, Taman Permakam­ dengan ’brand gang’) di antara struktur bangunan ter- an Umum dan Khusus (Taman Makam Pahlawan), Unit tentu. Pekerjaan Umum (untuk Sarana dan Prasarana Kota), Lapangan Olahraga dan Rekreasi (aktif dan pasif), dan 1.2.1 Keadaan sekarang: Penghijauan kota seterusnya. Pe­ngelolaannya didasarkan pada tiga (3) dan ruang terbuka hijau (RTH) kawasan, yaitu: (1) Kawasan Konservasi, (2) Kawasan Secara umum, penghijauan kota (urban greeneries) Budidaya, dan (3) Kawasan Khusus. Misalnya: agar bisa didekati melalui dua pendekatan, dan dipilah-pilah dapat memenuhi persyaratan keseimbangan propor- yang disesuaikan dengan penetapan pada UU No. 24 ta- sional antara ruang terbangun dan ruang terbuka pada hun 1992, tentang Penataan Ruang, sebagai berikut; suatu kawasan lingkungan kota, maka untuk menghi- • Pendekatan pertama: RTH-kota yang dibangun pada tung luas RTH-kota dapat dihitung berdasar tujuan pe- lokasi-lokasi tertentu saja. Pada pendekatan ini RTH- menuhan kebutuhan akan udara bersih (oksigen), air, kota merupakan bagian pemanfaatan lahan suatu kota dan kebutuhan lain, seperti nilai produktivitas dari ke- (urban land use). Penentuan fungsi dan luasannya dulu peri-adaan (eksistensi) RTH-Kota tersebut. didasarkan RTRK yang berlaku tak hanya untuk sek- • Pendekatan kedua: Semua areal penghijauan yang tor/dinas Pertamanan dan atau Keindahan Kota, tetapi ada dan yang akan ada (direncanakan) di dalam suatu 28 Pendahuluan
  • 28. kota pada dasarnya adalah areal untuk RTH-kota. Pada pendekatan ini komponen (zonation) yang ada dalam kota seperti zona-zona: permukiman baik indi- vidu maupun kompleks, kantor dan perkantoran, in- dustri serta kawasan industri, dipandang sebagai suatu bagian (enclave) yang ada dalam kawasan penghijauan suatu kota yang amat luas. RTH, dinyatakan sebagai ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk mem- bulat maupun dalam bentuk memanjang/jalur di mana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka, yang pada dasarnya tanpa bangunan (Instruksi Menteri Dalam Nege­ Gambar 1.11: Proyek Rehabilitasi Hutan Mangrove, ri No. 14 tahun 1988). Pelaksanaan pengembangan RTH di Daerah Suwung, Denpasar, Bali. dilakukan dengan pengisian hijau tumbuhan secara alami Jalur hijau tepian air sangat diperlukan sebagai penahan angin, ataupun dengan tanaman budidaya, seperti tanaman gelombang, dan kikisan air, di samping sebagai habitat satwa dan pengatur iklim mikro bagi pemukiman di belakangnya. komoditi usaha pertanian dalam arti luas (dalam hal ini penekanan pada nilai produktivitasnya, termasuk perke- bunan, perhutanan/Hutan Kota, maupun peternakan dan multi-fungsi antara lain, sebagai: penghasil oksigen, ba- usaha perikanan), hijau pertamanan dan olahraga (bia­ han baku pangan, sandang, papan, bahan baku industri, sanya lebih ditekankan pada nilai rekreatifnya baik pasif atau disebut sebagai: fungsi ekologis, melalui pemilihan maupun aktif, serta keindahannya), dan seterusnya. jenis dan sistem pengelolaannya (rencana, pelaksanaan, Namun demikian ditinjau dari kondisi ekosistem pada pemeliharaan dan pengawasan/pengaturan) yang tepat umumnya, maka apa pun sebutan bagian-bagian RTH- dan baik, maka tanaman atau kumpulannya secara rinci kota tersebut, hendaknya semua selalu mengandung tiga maka dapat berfungsi pula sebagai: Pengatur iklim mi- (3) fungsi pokok RTH, yaitu: (1) Fisik-ekologis (termasuk kro, penyerap dan penjerap polusi media udara, air dan perkayaan jenis dan plasma nutfahnya); (2) Ekonomis (ni- tanah, jalur pergerakan satwa, penciri (maskot) daerah, lai produktif/finansial dan penyeimbang untuk kesehatan pengontrol suara, pandangan dan lain-lain (uraian rinci lingkungan); dan (3) Sosial-Budaya (termasuk pendidik­ pada sub-bab 1.3.3) an, dan nilai budaya dan psikologisnya). Di samping fungsi-fungsi umum tersebut, maka RTH, khususnya dari berbagai jenis tanaman pengisi, secara rinci mempunyai Pendahuluan 29
  • 29. 1.2.2 Pentingnya Pembangunan RTH-Kota di Negara Kepulauan R.I. Negara Kesatuan Republik Indonesia, adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan panjang pantai seki- tar 81.000 km, dan jumlah pulau lebih dari 17.500, yang sudah bernama maupun yang belum (1992, Gazetteer Nama-nama Kepulauan di Indonesia). Habitat mangrove, terumbu karang, padang lamun yang sangat penting bagi pelestarian kota pesisir dengan ekosistem unik karena mencakup tiga kawasan sekaligus daratan, pantai, dan laut, yang masing-masing memiliki fungsi dan ekosistem berbeda, serta keanekaragaman Gambar 1.12 hayati beragam. Ekosistem pantai dengan formasi pescaprae di Provinsi Bengkulu. (Arifin dalam Dahuri, 2003, hal 85) Sehubungan dengan relatif seringnya kejadian ben- cana (tanah longsor, gempa bumi yang kebetulan ter- jadi di perairan laut sehingga menimbulkan gelombang pasang/tsunami ke arah pantai di mana sebagian besar menjadi pusat-pusat pertumbuhan penduduk, terutama pada negara kepulauan Republik Indonesia ini, maka pemerintahan (pusat dan daerah) perlu segera menyiap- kan berbagai sarana dan prasarana baik untuk menganti- sipasi terjadinya musibah (alam maupun buatan manusia) maupun menyiapkan seperangkat pedoman pasca ben- cana tentang tata-cara penanggulangan masing-­masing jenis bencana tersebut. Indonesia disebut sebagai nega­ ra yang termasuk banyak memiliki gunung berapi atau terletak pada lingkaran api dunia ’ring of fire’ dan berada Gambar 1.13 Hutan Bakau (mangrove) pada ’tubir’ palung lautan Hindia dan Pacific, sehingga Kaya akan ba­han organik berperan memasok detritus untuk bencana meletusnya gunung api ataupun gempa bumi mendukung ”detrital food web” dan kesuburan di daerah pantai. tercatat dengan kekuatan (skala richter) yang tinggi sering (Dahuri, 2003, halaman 59. Foto koleksi PKSPL/IPB) sekali terjadi. Dengan kondisi geografis semacam itu maka, Joga 30 Pendahuluan
  • 30. (2006) dalam artikel di harian Kompas (31 Mei 2006) me­ Fisik Nutrisi Terlarut nulis tentang pentingnya menyiapkan kota-kota yang le­ Partikel Organik Migrasi Satwa bih waspada terhadap gempa, mengingat panjangnya Dampak Kegiatan daftar kota-kota yang rawan gempa. Kejadian alam terse- Manusia but nampaknya juga telah sering dialami dan difahami oleh nenek moyang kita khususnya yang rawan gempa dan derasnya air bah. Karena itu secara tradisional mere­ ka membangun permukimannya di atas tiang dan terdiri dari bahan yang lentur (fleksibel). Rentetan bencana yang terjadi kembali memberikan pelajaran berharga bagi kita untuk merefleksi diri, seberapa serius kota kita dibangun dalam mengantisipasi dan memitigasi terutama korban Gambar 1.14 akibat bencana alam. Selanjutnya disampaikan perlunya Interaksi antara tiga habitat utama di kawasan pesisir dan laut tropis. ’membudayakan’ warga kota agar selalu waspada sebab (UNESCO, 1983 dalam Dahuri 2003, hal 316) bencana bisa terjadi kapan pun dan menimpa siapa pun. Bahwa kota yang terkonsep seharusnya berdasarkan di bidang fisik kota (pembangunan peralatan mutakhir pada pengalaman/kejadian bencana yang terus terjadi. pendeteksi dini, bangunan antigempa), dan psikis kota Kejadian di titik-titik rawan bencana dianalisis dan dija- (pendidikan dan pelatihan tanggap serta evakuasi ben- dikan bahan penyusunan rencana strategis dan program cana). Kepada warga kota ditumbuhkan budaya ramah kegiatan pembangunan yang terarah tepat sasaran un- dan peduli lingkungan, serta tanggap bencana sebagai tuk rencana mitigasi bencana. Kota dibangun kembali de­ bagian fenomena alam kehidupan sehari-hari melalui ke- ngan mengalokasikan lebih banyak ruang terbuka hijau sadaran dan pemahaman dalam kondisi bio-geografinya. (RTH), mengakomodasi kepentingan perlindungan, seba­ Membangun Kota ”waspada bencana” berarti memba­ gai ruang untuk evakuasi, atau pertahanan hidup atas ngun jejaring RTH-kota taman menyatu tak terputus, bencana. Ini sama halnya dengan membangun sistem mulai dari alun-alun, taman kota dan lapangan olahraga peringatan dini secara alami untuk mengantisipasi ben- (ruang evakuasi), taman makam (pemakaman massal), cana alam yang penting bagi kota dan paling murah un- jalur hijau jalan raya dan bantaran sungai (jalur evakuasi), tuk dibangun. hingga tepi pantai (hutan mangrove) dihubungkan oleh ta- Perencanaan kota waspada bencana mensyaratkan man-taman penghubung (connector parks) dengan domi- perencanaan rasional, aplikatif, dan berorientasi pada nasi pepohonan besar dan hamparan padang dan/atau hasil (feasible, implementable, and achievable). Sistem bukit rumput (Joga, 2006 dimodifikasi). peringatan dini bencana dibangun secara menyeluruh Kini setelah 10 tahun pascagempa, Kota Kobe (1995, Pendahuluan 31
  • 31. Gambar 1.15 (peta): Gambar menunjukkan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang luas terbentang di antara dua samudera Pasifik dan Hindia, serta berada pada ‘ujung’ benua yang pada jaman es mungkin berupa bagian daratan benua tersebut. (Gray, 1993, halaman 154) Gambar 1.16 (kiri): Selama terjadi angin topan yang merusak, terumbu karang kemungkinan besar akan rusak, seperti nampak dalam gambar ini gelombang kuat yang disebabkan oleh angin topan yang amat kuat. Meskipun demikian bila dibiarkan saja akibat bencana alam tersebut suatu saat terumbu karang muda akan bisa tumbuh kembali. (Gray, 1993, halaman 39) 32 Pendahuluan
  • 32. 7,2 skala Richter) dan kota-kota lain di Jepang telah ber- RTH dengan pemeliharaan penuh (alun-alun, taman kota, hasil membangun kota taman waspada bencana. Instruk- lapangan olahraga, jalur hijau jalan), pemeliharaan se- sinya jelas, jika terjadi bencana warga diperintahkan lari dang (taman makam, jalur hijau bantaran sungai), tidak ke taman-taman kota. Taman kota diefektifkan sebagai dipelihara atau dibiarkan tumbuh alami (hutan kota, hutan ruang evakuasi, suplai logistik dari udara, dilengkapi lindung, hutan mangrove). tangki air minum, toilet portabel, papan petunjuk, alat komunikasi, dan bungker gudang makanan serta obat- 1.2.3 Pembangunan Kota Versus Penghijauan Kota obatan (untuk pertahanan minimal selama 10 hari). Taman Peningkatan upaya ‘penghijauan kota-kota’ Indonesia dilengkapi pompa hidran untuk pemenuhan kebutuhan umumnya sering dikalahkan karena beratnya pertimbang­ air bersih atau cadangan untuk pemadaman kebakaran an ke arah pada lebih pentingnya peningkatan pemba­ di musim kemarau. Pohon-pohon terpilih (jenis tertentu) ngunan fisik berbagai sarana dan prasarana perkotaan ditanam di sepanjang jalur evakuasi bencana (rute pe- lain, seperti pembangunan jalan dalam sistem transpor- nyelamatan yang harus bebas hambatan) menuju taman tasi, perindustrian, bangunan permukiman (tunggal mau- atau bangunan penyelamatan lain. pun perumahan seperti ’real estates’) dan kegiatan pem- Kota pantai dilengkapi RTH pesisir pantai berupa ’sa- bangunan fisik lain, seringkali mengakibatkan luasan RTH buk hijau’ atau hutan lindung (mangrove bila memung- semakin menurun, yang disadari atau pun tidak sering di­ kinkan atau vegetasi alam jenis lain biasa tumbuh endemik sertai oleh semakin menurunnya mutu lingkungan hi­dup. di daerah tertentu), bahkan gumuk pasir (sand dunes). Hal ini akan mengakibatkan kota menjadi “sakit”, kotor, Tegakan pepohonan yang memagari tepian pantai hing- tercemar dan “rusak” yang sering dikemukakan oleh ga menyusup ke jantung kota juga berfungsi mencegah Budihardjo (1993) dalam berbagai kesempatan sebagai: intrusi air laut, menahan abrasi pantai, menahan angin ”kota yang sakit” atau ”bunuh diri ekologis”. Dalam ke- dan gelombang besar dari lautan lepas (tsunami), me- adaan yang menyedihkan seperti ini, para pejabat peme­ nyerap limpahan air dari daratan, termasuk di saat banjir, rintah mungkin tidak lagi dapat berpikir tenang, tajam dan dan menetralisasi pencemaran air laut. RTH-kota berupa terarah, sehingga kemampuannya dalam memecahkan alun-alun dan lapangan bola, misalnya sangat ideal bagi masalah yang kompleks dan perlu lebih memandang ke ruang evaluasi korban bencana. Membangun kota taman depan (bersifat futuristik), akan menurun. waspada bencana tentu butuh waktu puluhan tahun, RTH Penduduk kota berkemungkinan besar terpapar dan dan pemilihan tanaman yang lentur bencana, untuk ba­ keracunan gas CO, CO2, NOX, SOX, O3, CH, partikel Pb ngunan hidup (tumbuh, kembang) membutuhkan peme- dan TSP (total suspended particulate dan/atau debu), liharaan rutin yang harus direncanakan dengan matang berasal dari emisi kendaraan bermotor dan industri. Aki- dan berjangka panjang. Untuk efisiensi dan optimalisasi batnya, tingkat kesehatan menurun, bahkan pada tingkat biaya, prioritas pemeliharaan RTH dapat dibagi menjadi yang lebih parah lagi, dapat memamatikan. Kemungkinan Pendahuluan 33