SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  62
Télécharger pour lire hors ligne
Kementerian Kesehatan RI
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
            Penyehatan Lingkungan
                  tahun 2010
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI
     DI SARANA KESEHATAN / PITC



            PEDOMAN PENERAPAN




                 Kementerian Kesehatan RI
      Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
                  Penyehatan Lingkungan
                        Tahun 2010
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC




KATA PENGANTAR

	    Peningkatan epidemi HIV telah terjadi di Indonesia sejak 10 tahun terakhir ini. Penularan
terutama terjadi akibat penggunaan jarum suntik bersama pada pengguna narkotika suntik
dan hubungan seks. Hasil Pemodelan epidemi di Indonesia memproyeksikan jumlah ODHA
usia 15-49 tahun dari 277,700 pada tahun 2008 akan meningkat menjadi 501,400 pada
tahun 2014. Hasil tersebut dengan asumsi bahwa tidak ada perubahan yang signifikan
dari upaya pengendalian HIV dan AIDS pada kurun waktu tersebut.
	    Pengobatan dengan ARV di Indonesia yang didukung oleh dana pemerintah sejak
tahun 2005 telah berhasil menurunkan kematian ODHA dari 46% pada tahun 2006
menjadi 17% pada tahun 2008. Jelas bahwa upaya percepatan perluasan cakupan
pengobatan ARV dengan pendekatan kesehatan masyarakat telah memberikan dampak
pada peningkatan kualitas hidup ODHA. Tetapi sebagian ODHA masih belum terjangkau
oleh pengobatan tersebut. Tantangan yang dihadapi antara lain adalah masih rendahnya
cakupan orang yang mengetahui status HIV-nya, sehingga menghambat upaya untuk
meningkatkan akses terhadap layanan pencegahan maupun pengobatan. Oleh karenanya
layanan yang memfasilitasi ODHA untuk mengetahui status infeksinya harus terus
ditingkatkan, diantaranya adalah dengan konseling dan testing HIV atas prakarsa petugas
kesehatan /PITC pada pasien yang datang ke rumah sakit dengan gejala dan tanda klinis
terkait dengan HIV.
	   Pedoman ini disusun melalui adaptasi dari pedoman PITC WHO, dan kontribusi IDI
untuk memberikan panduan bagi petugas kesehatan dalam memberikan layanan konseling
dan testing HIV. Prinsip pelaksanaan harus tetap menjunjung tinggi azas “3 C” yaitu
dengan mendapatkan pesetujuan pasien (informed consent), menjaga konfidensialitas
(confidentiality), dan disertai dengan konseling pasca tes yang memadai (counseling),
dan tidak terjebak ke dalam tes HIV mandatory.
	   Penghargaan kepada tim penyusun dan para kontributor yang telah memberikan
sumbang saran sehingga pedoman ini dapat diterbitkan. Semoga pedoman ini dapat
bermanfaat.


                           Direktur Jendral PP & PL, Kemenkes RI



               Prof. dr. Tjandra Y. Aditama, SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE
                                NIP 195509031980121001

                                                                        PEDOMAN PENERAPAN          i
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC




KATA PENGANTAR KETUA UMUM PB IDI

	Masalah HIV/AIDS di Indonesia adalah salah satu masalah kesehatan nasional yang
memerlukan penanganan bersama secara komprehensif. Sejak 10 tahun terakhir, jumlah
kasus AIDS di Indonesia mengalami lonjakan yang bermakna. Hal ini menuntut perhatian
semua pihak, terutama para tenaga kesehatan yang memberikan layanan kesehatan bagi
pasien HIV/AIDS. Salah satu bentuk layanan tersebut adalah konseling dan tes HIV yang
bertujuan tidak hanya untuk menegakkan diagnosis namun juga memberikan konseling
untuk mendapatkan terapi dan menangani berbagai masalah yang dihadapi oleh pasien.
	Layanan testing dan konseling HIV saat ini masih dilakukan dalam bentuk Konseling
dan Testing HIV Sukarela (Voluntary HIV Counselling and Testing/VCT), yang dilakukan di
sarana kesehatan (RS, Puskesmas dan Klinik) maupun di LSM peduli AIDS. Hingga tahun
2009 terdapat 262 layanan klinik VCT aktif yang ada di 133 kabupaten/kota di seluruh
Indonesia.
	    Jumlah cakupan layanan tersebut masih tergolong rendah untuk menjangkau populasi
berisiko dan mengetahui status HIV mereka. peran tenaga kesehatan (dokter, perawat
dan bidan) dalam melakukan deteksi HIV menjadi semakin penting karena banyak ODHA
yang membutuhkan layanan medis dan belum diketahui status HIV-nya. Layanan PITC
(Provider Initiated Testing and Counselling) memudahkan dan mempercepat diagnosis,
penatalaksanaan, dan sudah berkembang luas di sejumlah negara dengan tingkat epidemi
HIV yang tinggi.
	Oleh karena itu Organisasi Profesi Kesehatan (IDI, IBI, PPNI, ISFI, IAKMI) membantu
Kementerian Kesehatan menyusun panduan yang terintegrasi dalam satu pedoman
ringkas untuk membantu tenaga kesehatan dalam melakukan konseling dan testing HIV
bagi klien atau pasien. Kami berharap melalui pedoman ini, tenaga kesehatan tidak akan
ragu dalam mendorong pasien untuk tes HIV sehingga stigma/diskriminasi tidak lagi ada
dalam pelayanan kesehatan.
	   Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
penyusunan pedoman ini dan juga kepada pihak GF-AIDS yang telah mendukung
kegiatan ini.
                                        Ketua Umum PB IDI




                                Dr. Prijo Sidipratomo, Sp.Rad(K)

ii   PEDOMAN PENERAPAN
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC




TIM EDITOR	                           DAFTAR KONTRIBUTOR IDI

Dr. Sri Pandam Pulungsih, MSc	Achmad Firdaus, SIP (Yayasan STIGMA)
Dr. Ratna Mardiati, SpKJ	Nelly Yardes, SKp, M.Kes (PPNI Pusat)
Nurjannah, SKM, M.Kes	         Dr. Astia Murti (LAPAS Salemba)
	                              Dr. Linna Juniar (Puskesmas Jatinegara)
	                              Dr. Ratna Mardiati, Sp.KJ
	                              (Direktur RS Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan)
DAFTAR KONTRIBUTOR
	L.H. Kekek Apriana Dwi H (FHI-ASA)
	                              Dr. Srimpi Indah Z, Sp.KJ
Dr. Ayie Sri Kartika	          (Lakespra dr. Saryanto)
Arta Saragi
	 Artini
Dr.                            Dr. Mulia Pinem (RSAL Dr.Mintohardjo)
	 Asik Surya, MPPM
Dr.                            Dr. Diah Setia Utami, Sp.KJ, MARS
	 Ayie Sri Kartika
Dr.                            (RSKO Cibubur)
	 Bambang Subagyo, SpPD, MM
Dr.                            Kwe Lie (IPPI)
	 Dasril Nizam
Dr.                            Dr. Finnahari (Lapas Narkotika Jakarta)
	 Diah Setia Utami, SpKJ
Dr.                            DR. Drg. Harum Sasanti, Sp.PM (FKG-UI)
	Rizsa Oktiana, SST (PP IBI)
Dr. Ekarini
	Grietje U. Masyitha, SST, SKM, M.Kes (PP IBI)
Dr. Endang Budi Hastuti
	Hendi Muslim (Pokdisus AIDS/UPT HIV RSCM)
Dr. Endang Lukitosari
	M. Sugiharto Isnadi (Yayasan STIGMA)
Dr. Endang P., M.Epid
	 Ervina Luki Damayanti
Dr.                            Dedi Supratman, SKM (IAKMI)
	
Komaria Siregar, SKM, M.Epid   Dr. Toha Muhaimin, M.Sc (FKM-UI)
	
Kurniawan Rachmadi, SKM, MSi   Prof. DR. Dr. Sudarto Ronoatmodjo, MPH
	 Maryono
Dr.                            (FKM-UI)
	 Nirmala Kesumah, MHA
Dr.                            Dr. Rudy Rusli (PB IDI)
	
Nurjannah, SKM, M.Kes          Dr. Dyah Agustina Waluyo
	 Ronald Jonathan
Dr.                            (PB IDI/RS KRAMAT 128)
	 Sri Pandam Pulungsih, MSc
Dr.                            Dr. Pandu Riono, Ph.D, MPH (PB IDI/FKM-UI)
	




                                                               PEDOMAN PENERAPAN         iii
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC




DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH

Low‐level HIV epidemis 	Tingkatan epidemi HIV yang rendah, dengan prevalensi
                         secara tetap tidak pernah lebih dari 5% yang terbatas pada
                         kelompok tertentu yang berperilaku berisiko seperti penjaja
                         seks komersial, penasun, LSL.
Concentrated HIV epidemis 	Tingkatan epidemi HIV terkonsentrasi dengan prevalensi
                           lebih dari 5% secara tetap, namun terbatas pada kelompok
                           tertentu yang berperilaku berisiko seperti penjaja seks
                           komersial, penasun, LSL, namun prevalensi masih kurang
                           dari 1% pada ibu hamil di daerah perkotaan.
Generalized HIV epidemis 	Tingkatan epidemi HIV meluas di masyarakat umum, sebagai
                          proksi dinaytakan apabila ditemukan prevalensi lebih dari
                          1% secara menetap pada kelompok ibu hamil.
AIDS 	                            Acquired Immunodeficiency Syndrome
ANC 	                             Ante natal Care (lihat KIA)
ART 	                             Antiretroviral     Therapy    –   terapi   HIV   dengan   obat
                                  Antiretroviral
KEMENKES 	                        Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
HIV 	                             Human Immunodeficiency virus
IMS 	Infeksi menular secara Seksual
KIA 	                             Kesehatan Ibu dan Anak (lihat ANC)
KTS – VCT 	                       Konseling dan Testing HIV secara Sukarela (lihat juga VCT).
ODHA 	Orang dengan HIV/ AIDS
PDP 	                             Perawatan Dukungan dan pengobatan HIV
PITC 	                            Provider Initiated HIV Testing and Counseling – Layanan Tes
                                  dan konseling HIV terintegrasi di saranan kesehatan, yaitu
                                  tes dan konseling HIV diprakarsai oleh ptugas kesehatan
                                  ketika pasien mencari layanan kesehatan.


iv      PEDOMAN PENERAPAN
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC



PMTCT 	                Prevention on Mother to Child Transmission SDM Sumber
                       Daya Manusia
TB 	Tuberkulosis
three C 	Azas dalam penyelenggaraan konseling dan testing HIV yang
          harus selalu diterapkan. Tes HIV hanya akan dilaksanakan
          setelah mendapatkan informed consent dari klien, disertai
          dengan counselling terutama pada saat pemberian hasil tes
          HIV dan dengan menjaga confidentiality (hasil tes tidak akan
          diungkapkan kepada orang lain yang tidak terkait dengan
          perawatan klien tanpa seizing klien).
UNAIDS 	               Joint United Nations Programme on HIV DAN AIDS
UNGASS 	               United Nation General Assembly Special Session
VCT – KTS HIV 	        Voluntary Counseling and Testing (lihat juga KTS)
WHO 	                  Worlld Health organization ‐ Organisasi Kesehatan Sedunia




                                                               PEDOMAN PENERAPAN         v
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC




DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 	 ................................................................................................. 	          i
KATA PENGANTAR KETUA UMUM PB IDI	 .................................................................	                         ii
TIM EDITOR	 ........................................................................................................... 	   iii
DAFTAR KONTRIBUTOR 	..........................................................................................	             iii
DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH 	..........................................................................	                   iv
DAFTAR ISI 	............................................................................................................	   vi
I. 	 PENDAHULUAN 	.............................................................................................	             1
II. 	 TUJUAN DAN SASARAN 	 ................................................................................	                3
	A. 	TUJUAN UMUM 	........................................................................................	                 3
	     B. 	TUJUAN KHUSUS	 ......................................................................................	            3
	     C. 	SASARAN 	.................................................................................................	       3
	     D. 	RUANG LINGKUP 	......................................................................................	            3
III. 	 TERMINOLOGI 	 ..............................................................................................	         4
IV. 	 PENERAPAN PITC DI BERBAGAI TINGKAT EPIDEMI 	 .......................................	                                 6
	A. 	 PENERAPAN PITC PADA SEMUA JENIS EPIDEMI 	 ..........................................	                                 6
	     B. 	 PENERAPAN PITC DI DAERAH EPIDEMI MELUAS 	 .........................................	                             6
	     C. 	 PENERAPAN PITC DI EPIDEMI TERKONSENTRASI ATAU TINGKAT RENDAH 	 ....	                                             7
V. 	 LINGKUNGAN YANG KONDUSIF 	 ...................................................................	                         8
VI. PROSES PITC DAN UNSUR PENDUKUNGNYA 	 .................................................	                                  9
	    A. 	 INFORMASI PRA‐TES HIV DAN PERSETUJUAN PASIEN 	 .................................	                                  9
		 1. 	Informasi minimal sebelum tes HIV	 ..... ...............................................	                             9
		 2. 	Perhatian khusus bagi perempuan hamil 	 .............................................	                               10
		 3. 	Perhatian khusus bagi bayi, anak dan remaja 	.......................................	                                10
		 4. 	Pasien dengan penyakit berat 	 .............................................................	                        10
		 5. 	Penolakan untuk menjalani tes HIV 	......................................................	                           10
	    B. 	 KONSELING PASCA‐TES HIV 	 ......................................................................	                 11
		 1. 	Konseling hasil tes HIV negatif	 ............................................................	                       11
		 2. 	Konseling hasil tes HIV positif 	 .............................................................	                     11
		 3. 	Konseling pasca‐tes bagi ibu hamil 	......................................................	                          12
	    C. 	RUJUKAN KE LAYANAN LAIN YANG DIBUTUHKAN 	......................................	                                   13
	    D. 	 FREKUENSI TES HIV 	..................................................................................	            13
VII. 	TEKNIK TES‐HIV 	 ............................................................................................	        14
VIII. PERTIMBANGAN PROGRAM 	 .........................................................................	                     16

vi    PEDOMAN PENERAPAN
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC



IX. 	 MONITORING DAN EVALUASI 	.......................................................................	               17
	A. 	 JAMINAN MUTU LAYANAN 	 .......................................................................	                 18	
	     B. 	SUMBER DAYA MANUSIA 	 ..........................................................................	           18
	     C. 	MUTU KONSELING 	 ...................................................................................	       18
	     D. 	MUTU TES HIV 	 .........................................................................................	   19
X. 	 PEDOMAN PRAKTIS PENYELENGGARAAN TES HIV DAN KONSELING
	    ATAS PRAKARSA PETUGAS 	 ........................................................................... 	 20
	A. 	 PANDUAN KOMUNIKASI PADA TES HIV DAN KONSELING ATAS
		 PRAKARSA PETUGAS KESEHATAN 	.............................................................. 	 21
	    B. 	 PEMERIKSAAN LABORATORIUM 	 ................................................................	 36




                                                                                          PEDOMAN PENERAPAN           vii
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC




PEDOMAN PENERAPAN KONSELING DAN TES-HIV YANG
TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN


PENDAHULUAN
Data Kementerian Kesehatan yang berasal dari 32 Propinsi dan 214 Kabupaten/kota hingga
akhir Desember 2009, menunjukkan jumlah kumulatif kasus AIDS yang dilaporkan adalah
19.973 kasus. Sementara itu hasil pemodelan epidemi HIV/AIDS berdasarkan estimasi
tahun 2006 di Indonesia memproyeksikan jumlah ODHA usia 15‐49 tahun terus meningkat
dari 277,100 pada tahun 2008 menjadi 501,400 pada tahun 2014. Guna memperluas
jangkauan layanan HIV yang meliputi perawatan, dukungan dan pengobatan pada waktu
yang tepat dan juga meningkatkan kesempatan ODHA untuk menjangkau informasi serta
sarana mencegah penularan HIV lebih lanjut, maka perlu meningkatkan lebih banyak
orang yang mengetahui status HIVnya. Jangkauan yang luas terhadap layanan konseling
dan tes‐HIV sangat diperlukan dalam mencapai target universal acces terhadap layanan
pencegahan, pengobatan, perawatan dan dukungan seperti yang dicanangkan oleh UN
General Assembly pada tahun 2006.
Konseling dan tes‐HIV sukarela (KTS) atas prakarsa klien masih terus didorong dan
ditingkatkan penerapannya, di samping pendekatan lain yang lebih inovatif seperti
konseling dan tes‐HIV yang diprakarsai petugas kesehatan ketika seorang pasien datang
ke saranan kesehatan untuk mendapatakan layanan kesehatan karena berbagai macam
keluhan kesehatannya, yang selanjutnya akan disebut PITC atau Provider Initiated Testing
dan Counseling – PITC. Seperti disadari bahwa sarana kesehatan merupakan sarana utama
untuk menjangkau atau berhubungan dengan ODHA yang jelas membutuhkan layanan
pencegahan, pengobatan, perawatan dan dukungan. PITC tersebut merupakan layanan
tes dan konseling HIV yang terintegrasi di sarana kesehatan dan untuk penerapannya
dibutuhkan pedoman atau petunjuk operasional.
Bukti yang tersedia baik dari daerah maju maupun daerah dengan sumber daya
yang terbatas menunjukkan bahwa kesempatan untuk diagnosis ataupun pemberian
konseling tentang HIV di sarana kesehatan seringkali terlewatkan, oleh karenanya perlu
mengitegrasikan layanan tes dan konseling HIV di saranan kesehatan dengan menerapkan
PITC, di mana tes HIV dan konseling merupakan sarana untuk menjangkau diagnosis dan
layanan terkait HIV. Mengingat besarnya kecenderungan akan terjadinya pemaksaan
dalam tes‐HIV sehubungan PITC yang akan memberikan dampak negatif pada pasien maka
perlu pelatihan dan bimbingan, pemantauan dan evaluasi yang memadai dari penerapan
PITC dan program konseling di sarana kesehatan.

                                                                     PEDOMAN PENERAPAN         1
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC



Pedoman layanan tes dan konseling HIV di sarana kesehatan ini menawarkan konseling
dan tes‐HIV dengan pendekatan option‐out di sarana kesehatan, yang meliputi informasi
pra‐tes secara singkat dan sederhana dengan menyesuaikan dengan kaidah‐kaidah
konseling yang berlaku. Dengan demikian tes HIV direkomendasikan sebagai berikut:
    1. 	 Ditawarkan kepada semua pasien yang menunjukkan gejala dan tanda klinis
         yang mungkin mengindikasikan infeksi HIV, tanpa memandang tingkat epidemi
         daerahnya.
    2. 	Sebagai bagian dari prosedur baku perawatan medis pada semua pasien yang
         datang di sarana kesehatan di daerah dengan tingkat epidemi yang meluas.
    3. 	 Ditawarkan dengan lebih selektif kepada pasien di daerah dengan tingkat epidemi
         terkonsentrasi atau rendah.
Jelas bahwa seseorang dapat menolak tes HIV bila mereka tidak bersedia. Penjelasan
tambahan tentang risiko, keuntungan menjalani tes HIV dan pengungkapan hasil tes
serta tentang dukungan sosial yang tersedia dapat diberikan di dalam kelompok terutama
kepada kelompok yang rentan atau berisiko terhadap dampak buruk dari pengungkapan
status HIV‐positf‐nya. Pendekatan option‐in akan lebih menguntungkan bagi kelompok
yang memiliki kerentanan tinggi untuk mendapatkan dampak buruk tersebut.
PITC harus disertai dengan jangkauan pada paket layanan pencegahan, pengobatan,
perawatan dan dukungan yang diterapkan dalam kerangka kerja rencana strategi
nasional untuk mencapai universal access terhadap terapi antiretroviral bagi semua yang
membutuhkannya. Untuk menerapkan PITC maka harus diupayakan bahwa kerangka kerja
dukungan sosial, kebijakan dan dukungan peraturan perundangan yang sudah mapan,
guna mendapatkan hasil yang positif dan meminimalkan dampak buruk pada pasien.
Prakarsa tes‐HIV oleh petugas kesehatan harus selalu didasarkan atas kepentingan
kesehatan pasien. Untuk itu perlu memberikan informasi yang cukup sehingga pasien
mengerti dan mampu mengambil keputusan untuk menjalani tes HIV secara sukarela,
menjaga konfidensialitas, terhubung dengan rujukan konseling pasca‐tes oleh konselor,
dan menyediakan rujukan ke layanan PDP yang memadai. Penerapan PITC bukan berarti
menerapkan tes‐HIV secara mandatori atau wajib sebagai pendekatan dasar kesehatan
masyarakat.
Masalah konfidensialitas tersebut diatur pula dalam Undang‐undang Praktik Kedokteran
No. 29 Tahun 2004 Pasal 48 mengenai rahasia kedokteran (wajib simpan, pembukaan
rahasia kedokteran pada keadaan tertentu).




2    PEDOMAN PENERAPAN
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC




TUJUAN dan SASARAN

A. 	 TUJUAN UMUM
Pedoman ini bertujuan untuk memberikan tuntunan kepada para petugas kesehatan
dalam menerapkan layanan tes dan konseling HIV di sarana kesehatan dengan pendekatan
PITC.

B. 	 TUJUAN KHUSUS
Pedoman ini bertujuan untuk menyelaraskan antara etika medis, klinis, kesehatan
masyarakat dan hak‐hak azasi manusia. Hal tersebut meliputi:
1. 	Memberdayakan ODHA agar mengetahui status HIV mereka dengan penuh kesadaran
     dan kesukarelaan untuk mencari dan mendapatkan layanan pencegahan, pengobatan,
     perawatan dan dukungan terkait HIV dan terlindung dari stigma, diskriminasi dan dan
     kekerasan.
2. 	Mengoptimalkan hasil pengobatan dan pencegahan.
3. 	 Mendorong hak otonomi, privasi dan konfidensialitas.
4. 	 Mendorong kebijakan dan praktik berbasis‐bukti ilmiah dan memungkinkan lingkungan
     untuk penerapannya
5. 	Meningkatkan peran dan tanggung jawab petugas kesehatan dalam hal menyediakan
     akses terhadap tes HIV, konseling dan intervensi lain yang dibutuhkan

C. 	 SASARAN
   1. 	 Para pengambil kebijakan,
   2. 	 Perencana dan pengelola program pengendalian HIV/AIDS,
   3. 	 Petugas layanan kesehatan.

D. 	 RUANG LINGKUP
Lingkup dari pedoman adalah penerapan konseling dan testing HIV atas prakarsa petugas
kesehatan dengan menekankan pemeriksaan kesehatan terkait dengan infeksi oportunistik
dan merujuk pada pelayanan berkelanjutan.
Pedoman tidak membahas konseling secara rinci dan petugas kesehatan diarahkan untuk
merujuk pedoman nasional KTS yang berlaku.
Petugas kesehatan yang dimaksud dalam buku ini adalah dokter yang merawat, perawat
yang diberi wewenang oleh dokter yang bersangkutan serta bidan.


                                                                     PEDOMAN PENERAPAN         3
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC




TERMINOLOGI

Terminologi yang digunakan di dalam pedoman ini adalah sebagai berikut.
Voluntary Counseling and Testing, atau VCT atau Konseling dan tes‐HIV secara sukarela
‐ KTS (atau disebut juga sebagai Client‐initiated HIV testing and counseling) adalah
layanan konseling dan tes HIV yang dibutuhkan oleh klien secara aktif dan individual.
Pada KTS ini biasanya menekankan pengkajian dan penanganan faktor risiko dari klien
oleh konselor, membahas masalah keinginan untuk menjalani tes HIV dan implikasinya
serta pengembangan strategi untuk mengurangi faktor risiko. KTS dilaksanakan dalam
berbagai macam tatanan layanan, yang salah satunya adalah di sarana layanan kesehatan,
klinik KTS mandiri di luar sarana layanan kesehatan, layanan KTS yang diberikan secara
bergerak atau mobile KTS, di masyarakat atau bahkan di rumah.
Provider‐initiated HIV testing and counselling (PITC) adalah suatu tes HIV dan konseling
yang diprakarsai oleh petugas kesehatan kepada pengunjung sarana layanan kesehatan
sebagai bagian dari standar pelayanan medis. Tujuan utamanya adalah untuk membuat
keputusan klinis dan/atau menentukan pelayanan medis khusus yang tidak mungkin
dilaksanakan tanpa mengetahui status HIV seseorang seperti misalnya ART.
Apabila seseorang yang datang ke sarana layanan kesehatan menunjukkan adanya
gejala yang mengarah ke HIV maka tanggung jawab dasar dari petugas kesehatan
adalah menawarkan tes dan konseling HIV kepada pasien tersebut sebagai bagian dari
tatalakasana klinis. Sebagai contoh petugas kesehatan memprakarsai tes dan konseling
HIV kepada pasien TB dan pasien suspek TB, pasien IMS, pasien gizi buruk, pasien dengan
gejala atau tanda IO lainnya.
PITC juga bertujuan untuk mengidentifikasi infeksi HIV yang tidak nampak pada pasien
dan pengunjung sarana layanan kesehatan. Oleh karenannya kadang‐kadang tes dan
konseling HIV juga ditawarkan kepada pasien dengan gejala yang mungkin tidak terkait
dengan HIV sekalipun. Pasien tersebut dapat mendapatkan manfaat dari pengetahuan
tentang status HIV positifnya guna mendapatkan layanan pencegahan dan terapi yang
diperlukan secara lebih dini. Dalam hal ini tes dan konseling HIV ditawarkan kepada semua
pasien yang berkunjung ke sarana layanan kesehatan selama brinteraksi dengan petugas
kesehatan.
Seperti halnya KTS, PITC pun harus mengedepankan “three C’ – informed consent,
counselling and confidentiality atau suka rela, konseling dan konfidensial.
Option‐in adalah pilihan pasien untuk menyatakan persetujuannya secara jelas atas


4    PEDOMAN PENERAPAN
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC



pelaksanaan tes HIV setelah menerima informasi pra‐tes. Informed consent yang diberikan
dalam hal tersebut analog dengan yang dipersyaratkan pada tindakan khusus seperti
pemeriksaan atau tindakan klinis invasif.
Dengan pendekatan option‐out berarti pasien harus secara jelas menyatakan penolakan
dilaksanakannya tes HIV setelah menerima informasi pra‐tes apabila dia tidak meinginkan
tes HIV tersebut. Informed consent yang diberikan dalam hal tersebut analog dengan yang
dipersyaratkan pada tindakan umum lain seperti pemeriksaan foto ronsen dada, tes darah
dan pemeriksaan non‐invasif lain. Dalam hal ini petugas kesehatan akan melaksanakan
tindakan tersebut kecuali pasien menolaknya.




                                                                     PEDOMAN PENERAPAN         5
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC




PENERAPAN PITC DI BERBAGAI TINGKAT EPIDEMI

A.	 Penerapan PITC pada semua Jenis Epidemi
Petugas kesehatan dianjurkan untuk menawarkan tes‐HIV dan konseling sebagai bagian
dari prosedur baku perawatan kepada semua pasien seperti berikut tanpa memandang
tingkat epidemi daerahnya:
    • 	 Semua pasien dewasa atau anak yang berkunjung ke sarana kesehatan dengan
        gejala dan tanda atau kondisi medis yang mengindikasikan pada AIDS. Seperti
        misalnya ‐ meskipun tidak selalu atau terbatas pada tuberkulosis dan kondisi khusus
        lainnya terutama kelompok kondisi medis yang ada dalam sistem pentahapan
        klinis infeksi HIV (stadium klinis).
    • 	 Bayi yang baru lahir dari ibu HIV‐positif sebagai perawatan lanjutan yang rutin
        pada bayi tersebut
    • 	 Anak yang dibawa ke sarana kesehatan dengan menunjukkan tanda tumbuh
        kembang yang kurang optimal atau gizi kurang dan tidak memberikan respon
        pada terapi gizi yang memadai.

B.	 Penerapan PITC di Daerah Epidemi Meluas
Di daerah dengan tingkat epidemi yang meluas dengan lingkungan yang memungkinkan
atau kondusif serta tersedia sumber daya yang memadai termasuk ketersediaan paket
layanan pencegahan, pengobatan dan perawatan HIV, maka petugas kesehatan
memprakarsai tes‐HIV dan konseling kepada semua pasien yang berkunjung/berobat di
semua sarana kesehatan. Hal tersebut diterapkan di layanan medis atau bedah, sarana
pemerintah ataupun swasta, pasien rawat inap atau rawat jalan, dan layanan medis
tetap ataupun bergerak. Tawaran tes‐HIV dan konseling merupakan bagian dari prosedur
layanan baku dari petugas kesehatan kepada pasiennya, tanpa memandang adanya gejala
atau tanda yang terkait dengan AIDS pada pasien yang berobat di sarana kesehatan.
Untuk mengatasi kendala dalam hal sumber daya maka perlu pentahapan dalam
penerapan PITC. Hal berikut perlu dipertimbangkan untuk menentukan urutan prioritas
penerapan PITC:
    •	   Sarana layanan rawat jalan dan rawat inap pasien TB
    •	   Sarana layanan KIA
    •	   Sarana layanan Kesehatan Anak (<10 th)
    •	   Sarana layanan kesehatan reproduksi dan keluarga berencana (KB)
    •	   Sarana layanan dengan tindakan invasif
    •	   Sarana layanan kesehatan remaja
6    PEDOMAN PENERAPAN
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC



   • 	 Sarana layanan kesehatan bagi kelompok dengan perilaku berisiko tertular HIV
   • 	 Saranan layanan hemodialisis
   • 	 Sarana kesehatan di lembaga pemasyarakatan atau rumah tahanan

C.	 Penerapan PITC di Epidemi Terkonsentrasi atau Tingkat Rendah
Di daerah dengan tingkat epidemi rendah atau terkonsentrasi tidak semua pasien ditawari
tes dan konseling HIV, karena pada umumnya orang berisiko rendah untuk tertular HIV.
Di daerah tersebut prioritas ditujukan hanya pada semua pasien dewasa atau anak
yang berobat di sarana kesehatan dengan menunjukkan gejala atau tanda klinis yang
mengindikasikan AIDS, termasuk tuberkulosis dan pada pasien anak yang diketahui
terlahir dari ibu HIV‐positif.
Bila tersedia data yang menunjukkan bahwa prevalensi HIV pada pasien TB sangat rendah,
maka tawaran tes‐HIV dan konseling pada pasien TB pun bukan merupakan prioritas.
Keputusan atau pemilihan sarana kesehatan untuk menerapkan PITC di aerah dengan
tingkat epidemi HIV yang terkonsentrasi atau rendah harus didasarkan atas penilaian
epidemiologi dan konteks sosial. Dapat dipertimbangkan untuk menerapkan PITC di
sarana kesehatan sebagai berikut:
   •	   Klinik IMS
   •	   Layanan kesehatan bagi masyarakat dengan perilaku berisiko
   •	   Layanan KIA
   •	   Layanan TB




                                                                     PEDOMAN PENERAPAN         7
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC




LINGKUNGAN YANG KONDUSIF

PITC harus disertai dengan penyediaan paket layanan yang terkait dengan HIV seperti
layanan pencegahan, pengobatan, perawatan dan dukungan. Meskipun tidak semua
layanan harus tersedia di satu tempat yang sama dengan tempat dilaksanakannya tes‐HIV,
namun setidaknya ada sarana kesehatan untuk HIV yang terjangkau dan siap menerima
rujukan dengan penyediaan terapi antiretroviral (ART) bagi yang sudah memerlukannya.
Terapi profilaksis dengan antiretroviral dan infant feeding merupakan komponen penting
pada program pencegahan penularan dari ibu ke anak. Sarana intervensi tersebut harus
tersedia sebagai bagian dari pelayanan standar bagi ibu hamil yang terdiagnosis terinfeksi
HIV melalui PITC.
Upaya yang sama harus juga dilakukan untuk menyakinkan ketersediaan dukungan
psikososial serta kemapanan kebijakan dan peraturan perundangan untuk meoptimalkan
dampak positif dan meminimalkan dampak buruk HIV. Hal tersebut meliputi:
    •	   Kesiapan masyarakat dan mobilisasi sosial.
    •	   Ketersediaan sumber daya dan infrastruktur yang memadai.
    •	   Pelatihan bagi petugas kesehatan.
    •	   Kode etik bagi petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan.
    •	   kesehatan bagi ODHA.
    •	   Sistem monitoring dan evaluasi yang kuat.
Pelaksanaan PITC optimal dalam jangka panjang memerlukan penerapan peraturan
perundangan guna membatasi stigma dan diskriminasi yang muncul akibat status
HIV, perilaku berisiko, dan gender seseorang yang terpantau dan terus didorong untuk
dilaksanakan. Kebijakan nasional harus terus mendorong pengungkapan status HIV
kepada pasangan secara sukarela dan penuh tanggung jawab.
Perlu dikembangkan kebijakan dasar hukum yang jelas tentang;
    1. 	Umur atau alasan tertentu yang menyangkut pemberian persetujuan untuk
         tes‐HIV bagi dirinya atau orang lain (perwalian).
    2. 	 Cara terbaik untuk mendapatkan persetujuan tes‐HIV dari remaja.




8    PEDOMAN PENERAPAN
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC




PROSES PITC DAN UNSUR PENDUKUNGNYA

A.	 Informasi Pra-Tes HIV dan Persetujuan Pasien
Sesuai dengan kondisi setempat, informasi prates dapat diberikan secara individual,
pasangan atau kelompok. Persetujuan untuk menjalani tes HIV (informed consent) harus
selalu diberikan secara individual, pribadi dengan kesaksian petugas kesehatan.
Undang‐undang Praktik Kedokteran No. 29 Tahun 2004, secara jelas memuatnya dalam
Pasal 45 mengenai Persetujuan Tindakan Kedokteran atau Kedokteran Gigi. Dalam
pasal 45 Undang‐undang Praktik Kedokteran No. 29 Tahun 2004 tersebut dijelaskan
bahwa Persetujuan Tindakan Kedokteran atau Kedokteran Gigi diberikan setelah pasien
mendapatkan penjelasan secara lengkap.
1. 	 Informasi minimal sebelum tes HIV
	Informasi minimal yang perlu disampaikan oleh petugas kesehatan ketika menawarkan
  tes‐HIV kepada pasien adalah sebagai berikut:
    • 	 Alasan menawarkan tes‐HIV dan konseling
    • 	 Keuntungan dari aspek klinis dan pencegahan dari tes‐HIV dan potensi risiko yang
        akan dihadapi, seperti misalnya diskriminasi, pengucilan, atau tindak kekerasan.
    • 	 Layanan yang tersedia bagi pasien baik yang hasil tes HIV negatif ataupun positif,
        termasuk ketersediaan terapi antiretroviral
    • 	 Informasi bahwa hasil tes akan diperlakukan secara konfidensial dan tidak akan
        diungkapkan kepada orang lain selain petugas kesehatan yang terkait langsung
        pada perawatan pasien tanpa seizin pasien
    • 	 Informasikan bahwa pasien mempunyai hak untuk menolak menjalani tes‐HIV.
        Tes akan dilakukan kecuali pasien menggunakan hak tolaknya tersebut.
    • 	 Informasikan bahwa penolakan untuk menjalani tes‐HIV tidak akan mempengaruhi
        akses pasien terhadap layanan yang tidak tergantung pada hasil tes HIV.
    • 	 Dalam hal hasil tes HIV–positif, maka sangat dianjurkan untuk mengungkapkannya
        kepada orang lain yang berrisiko untuk tertular HIV dari pasien tersebut.
    • 	 Kesempatan untuk mengajukan pertanyaan kepada petugas kesehatan
	   Pada umumnya dengan komunikasi verbal sudah cukup memadai untuk memberikan
    informasi dan mendapatkan informed‐consent untuk melaksanakan tes‐HIV.




                                                                      PEDOMAN PENERAPAN         9
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC



	Ada beberapa kelompok masyarakat yang lebih rentan terhadap dampak buruk
 seperti diskriminasi, pengucilan, tindak kekerasan, atau penahanan. Dalam hal
 tersebut maka perlu diberi informasi lebih dari yang minimal di atas, untuk meyakinkan
 informed‐consent nya.
2. 	 Perhatian khusus bagi perempuan hamil
	   Informasi pra‐tes bagi perempuan yang kemungkinan akan hamil atau dalam kondisi
    hamil harus meliputi:
    • 	 Risiko penularan HIV kepada bayi yang dikandungnya kelak
    • 	 Cara yang dapat dilakukan guna mengurangi risiko penularan HIV dari ibu ke
        anaknya, termasuk terapi antiretroviral profilaksis dan konseling tentang makanan
        bayi.
    • 	 Keuntungan melakukan diagnosis HIV secara dini bagi bayi yang dilahirkan.
3. 	 Perhatian khusus bagi bayi, anak dan remaja
	   Perlu ada pertimbangan khusus bagi anak dan remaja di bawah umur secara hukum
    (pada umumnya <18 tahun). Sebagai individu di bawah umur yang belum punya hak
    untuk membuat/memberikan informed‐consent, mereka punya hak untuk terlibat
    dalam semua keputusan yang menyangku kehidupannya dan mengemukakan
    pandangannya sesuai tingkat perkembangan umurnya. Dalam hal ini diperlukan
    informed‐consent dari orang tua atau wali/pengampu.
4. 	 Pasien dengan penyakit berat
	   Pasien yang mengalami kondisi kritis atau tidak sadarkan diri, tentu tidak mampu
    untuk memberikan persetujuan secara pribadi. Dalam keadaan yang demikian, maka
    dipertimbangkan betul manfaat tes HIV dan kepentingan pasien. Apabila tes HIV
    betul‐betul dibutuhkan atas kepentingan pasien maka persetujuan dapat dimintakan
    kepada keluarga semenda (ibu, ayah, anak kandung).
5. 	 Penolakan untuk menjalani tes HIV
	   Penolakan untuk menjalani tes‐HIV tidak boleh mengurangi kualitas layanan lain
    yang tidak terkait dengan status HIVnya. Pasien yang menolak menjalani tes perlu
    ditawari untuk menjalani sesi konseling di Klinik KTS di masa yang akan datang jika
    memungkinkan. Penolakan tersebut harus dicatat di lembar catatan medisnya agar
    diskusi dan tes HIV diprakarsai kembali pada kunjungan yang akan datang.




10 PEDOMAN PENERAPAN
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC



B. 	 Konseling Pasca-Tes HIV
Konseling pasca‐tes merupakan bagian integral dari proses tes‐HIV. Semua pasien yang
menjalani tes‐HIV harus mendapatkan konseling pasca‐tes pada saat hasil tes disampaikan,
tanpa memandang hasil tes HIV‐nya. Konseling pasca‐tes harus diberikan secara individual
dan oleh petugas yang sama yang memprakarsai tes HIV semula. Konseling tidak layak
untuk diberikan secara kelompok.
Perlu diingat bahwa tidaklah dapat diterima apabila seorang petugas memprakarsai untuk
tes HIV dan kemudian harus menunda memberikan hasilnya kepada pasien karena tidak
sempat. Meskipun pasien mungkin belum siap untuk menerima hasil, atau menolak untuk
menerima hasil tes, petugas kesehatan harus selalu berusaha dengan berbagai alasan
yang tepat dengan cara simpatik untuk meyakinkan pasien menerima dan memahami arti
hasil tes HIV dan menjaga konfidensialitas.
Setelah dapat ditegakkan diagnosis dan terapi, tujuan lain dari konseling ini adalah
perubahan perilaku klien khususnya terkait perilaku berisiko yang dapat memperburuk
kondisi penyakitnya atau penularan HIV/AIDS dan penyakit infeksi lainnya kepada orang
lain. Sementara perubahan perilaku sehubungan dengan risiko penularan kepada orang
lain dapat dilaksanakan melalui rujukan kepada konselor terlatih.
1. 	 Konseling hasil tes HIV negatif
	   Konseling bagi yang hasilnya negatif, minimal harus meliputi hal sebagai berikut:
    • 	 Penjelasan tentang hasil tesnya, termasuk penjelasan tentang periode jendela,
        yaitu belum terdeteksinya antibodi‐HIV dan anjuran untuk menjalani tes kembali
        ketika terjadi pajanan HIV.
    • 	 Informasi dasar tentang cara mencegah terjadinya penularan HIV
    • 	 Pemberian kondom laki‐laki atau perempuan Baik petugas kesehatan maupun
        pasien selanjutnya membahas dan menilai perlunya rujukan untuk mendapatkan
        konseling pasca‐tes lebih mendalam atau dukungan pencegahan lainnya.
2. 	 Konseling hasil tes HIV positif
	   Bagi pasien dengan hasil tes‐HIV positif, maka petugas kesehatan menyampaikan hal
    sebagai berikut:
    • 	 Memberikan informasi hasil tes HIV kepada pasien secara sederhana dan jelas,
        dan beri kesempatan kepada pasien sejenak untuk mencerna informasi tersebut.
    • 	 Meyakinkan bahwa pasien mengerti akan arti hasil tes HIV
    • 	 Memberi kesempatan pasien untuk bertanya
    • 	 Membantu pasien untuk mengatasi emosi yang timbul karena hasil tes positif


                                                                        PEDOMAN PENERAPAN 11
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC



    • 	 Membahas masalah yang perlu perhatian segera dan bantu pasien menemukan
        jejaring sosial yang mungkin dapat memberikan dukungan dengan segera dan
        dapat diterima.
    • 	 Menjelaskan layanan perawatan lanjutan yang tersedia di sarana kesehatan dan
        masyarakat, khususnya ketersediaan layanan pengobatan, PMTCT dan layanan
        perawatan serta dukungan.
    • 	 Memberikan informasi tentang cara mencegah penularan HIV, termasuk pemberian
        kondom laki‐laki ataupun perempuan dan cara menggunakannya.
    • 	 Memberikan informasi cara pencegahan lain yang terkait dengan cara menjaga
        kesehatan seperti informasi tentang gizi, terapi profilaksis, dan mencegah malaria
        dengan kelambu di daerah endemis malaria.
    • 	 Membahas kemungkinan untuk mengungkapkan hasil tes‐HIV, waktu dan cara
        mengungkapkannya serta mereka yang perlu mengetahui.
    • 	 Mendorong dan menawarkan rujukan untuk tes‐HIV dan konseling bagi pasangan
        dan anaknya.
    • 	 Melakukan penilaian kemungkinan mendapatkan tindak kekerasan atau
        kemungkinan bunuh diri dan membahas langkah‐langkah untuk mencegahnya,
        terutama pasien perempuan yang didiagnosis HIVpositif
    • 	 Merencanakan waktu khusus untuk kunjungan tindak lanjut mendatang atau
        rujukan untuk pengobatan, perawatan, konseling, dukungan dan layanan lain
        yang diperluklan oleh pasien (misalnya, skrining dan pengobatan TB, terapi
        profilaksis untuk IO, pengobatan IMS, KB, perawatan hamil, terapi rumatan
        pengguna opioid, akses pada layanan jarum suntik steril – LJSS).
3. 	 Konseling pasca-tes bagi ibu hamil
	   Konseling bagi perempuan hamil dengan HIV‐positif juga harus meliputi masalah
    berikut:
    • 	 Rencana persalinan
    • 	 Penggunaan antiretroviral bagi kesehatannya sendiri ketika ada indikasi, dan
        untuk pencegahan penularan dari ibu ke anak.
    • 	 Dukungan gizi yang memadai, termasuk pemenuhan kebutuhan zat besi dan
        asam folat.
    • 	 Pilihan tentang makanan bayi dan dukungan untuk melaksanakan pilihannya.
    • 	 Tes‐HIV bagi bayinya kelak dan tindak lanjut yang mungkin diperlukan.
    • 	 Tes‐HIV bagi pasangan.




12 PEDOMAN PENERAPAN
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC



C. 	 Rujukan ke Layanan Lain yang Dibutuhkan
Hasil tes‐HIV harus dikomunikasikan dengan penjelasan tentang layanan pencegahan,
pengobatan, perawatan dan dukungan kepada pasien. Program bagi penyakit kronis dan
PDP HIV berbasis masyarakat merupakan sumber penting dan perlu untuk membangun
dan menjaga mekanisme kerja‐sama dengan sumber daya tersebut. Sebagai upaya
minimal maka rujukan haruslah meliputi pemberian informasi tentang pihak yang
dapat dihubungi dan alamatnya, waktu dan cara menghubunginya. Rujukan akan
berjalan efektif bila petugas kesehatan membuat janji terlebih dahulu dengan tujuan
dan membuat jadwal yang dikomunikasikan dengan pasien serta dicatat pada catatan
medis pasien. Petugas dalam jejaring rujukan sebaiknya saling berkomunikasi secara rutin
termasuk bila ada perubahan petugas sehingga rujukan dapat berjalan secara lancar dan
berkesinambungan.

D. 	 Frekuensi Tes HIV
Anjuran untuk melakukan tes‐HIV ulang sangat tergantung pada perilaku berisiko yang
masih terus berlangsung pada pasien. Tes‐HIV ulang setiap 6‐12 bulan mungkin akan
bermanfaat bagi individu berisiko tinggi untuk mendapat pajanan HIV. Perempuan dengan
HIV negatif sebaiknya di tes ulang sedini mungkin pada setiap kehamilan baru. Tes‐HIV
ulangan pada usia kehamilan lanjut sangat dianjurkan pada semua perempuan hamil
dengan HIV negatif di daerah dengan tingkat epidemi meluas.




                                                                     PEDOMAN PENERAPAN 13
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC




TEKNIK TES-HIV

Pada sarana kesehatan dengan sarana laboratorium terbatas sebaiknya menggunakan
tes cepat HIV pada PITC. Tes‐HIV dengan metode tes cepat sangat layak dilakukan dan
memungkinkan untuk mendapatkan hasil secara cepat serta meningkatkan jumlah orang
yang mengambil hasil, meningkatkan kepercayaan akan hasilnya serta terhindar dari
kesalahan pencatatan atau tertukarnya hasil antar pasien. Tes cepat HIV dapat dilakukan
di luar sarana laboratorium, tidak memerlukan peralatan khusus dan dapat dilaksanakan
di sarana kesehatan primer.
Tes ELISA mungkin lebih layak dilakukan di sarana kesehatan dengan sarana laboratorium
yang lengkap dan tenaga yang terlatih dengan jumlah pasien yang lebih banyak dan tidak
perlu hasil tes segera (misalnya untuk pasien rawat inap di rumah sakit) dan laboratorium
rujukan.
Pemilihan antara menggunakan tes cepat HIV atau tes ELISA bagi PITC harus
dipertimbangkan faktor tatanan tempat pelaksanaan tes HIV; biaya dan ketersediaan
perangkat tes, reagen dan peralatan; pengambilan sampel, transportasi serta kesediaan
pasien untuk kembali mengambil hasil.
Dalam melaksakan tes HIV, perlu merujuk pada alur pemeriksaan sesuai dengan pedoman
nasional yang berlaku. Pada tes HIV dengan metode Elisa hampir selalu menggunakan
alur serial sedang pada tes cepat dapat dengan cara serial maupun parallel.
Tes HIV secara serial adalah apabila tes yang pertama memberi hasil non‐reaktif
atau negatif, maka tes antibodi akan dilaporkan negatif. Apabila hasil tes pertama
menunjukkan reaktif, maka perlu dilakukan tes HIV kedua dengan menggunakan antigen
dan/atau dasar pemeriksaan yang berbeda dari yang pertama. Perangkat tes yang persis
sama namun dijual dengan nama yang berbeda tidak boleh digunakan untuk kombinasi
tersebut. Hasil tes kedua yang menunjukkan reaktif kembali maka di daerah atau di
kelompok populasi dengan prevalensi HIV 5% atau lebih dapat dianggap sebagai hasil
yang positif. Di daerah atau kelompok prevalensi rendah yang cenderung memberikan
hasi positif palsu, maka perlu dilanjutkan dengan tes HIV ketiga. WHO, UNAIDS dan dalam
Pedoman Nasional dianjurkan untuk selalu menggunakan alur serial tersebut karena lebih
murah dan tes kedua hanya diperlukan bila tes pertama memberi hasil reaktif saja.
Tes HIV secara parallel lebih dianjurkan ketika menggunakan sampel darah perifer atau
dengan tusukan ujung jari daripada dengan darah vena. Dua tes HIV dilaksanakan secara
bersamaan dengan menggunakan antigen dan/atau dasar pemeriksaan yang berbeda.
Bila keduanya memberikan hasil non‐reaktif atau reaktif maka dapat dilaporkan sebagai

14 PEDOMAN PENERAPAN
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC



negatif atau positif. Pada hasil yang berbeda (serial ataupun parallel), yaitu salah satu
reaktif dan yang lain nonreaktif maka disebut diskordan dan perlu dirujuk kepada ahli di
laboratorium rujukan.
Dalam melakukan tes HIV dari kedua alur tersebut direkomendasikan untuk menggunakan
reagen tes HIV sbb:
   • 	 Reagen pertama memiliki sensitifitas minimal 99%
   •	 Reagen kedua memiliki spesifisitas minimal 98%.
   •	 Reagen ketiga memiliki spesifisitas minimal 99%.
Kombinasi tes HIV tersebut perlu dievaluasi secara nasional sebelum digunakan
secara luas.
Tes virologi yang lebih canggih dan mahal hanya dianjurkan untuk diagnosis anak umur
kurang dari 18 bulan dan perempuan HIV‐positif yang merencanakan kehamilan. Tes‐HIV
untuk anak umur kurang dari 18 bulan dari ibu HIV‐positif tidak dibenarkan dengan tes
antibodi, karena akan memberikan hasil positif palsu.




                                                                     PEDOMAN PENERAPAN 15
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC




PERTIMBANGAN PROGRAM

Pertimbangan untuk menerapkan PITC sangat tergantung dari penilaian keadaan
epidemiologi HIV dan infeksi oportunistik. Perlu dipastikan ketersediaan infrastruktur
yang terdiri dari sumber dana, sumber daya manusia, ketersediaan layanan standar
bagi pencegahan, pengobatan, perawatan dan dukungan. Ketersediaan kerangka kerja
sosial, kebijakan dan peraturan untuk mencegah dampak buruk HIV, seperti diskriminasi,
stigma, dan tindak kekerasan termasuk bagian yang perlu dipertimbangkan. Sebelum
menerapkan PITC perlu mempersiapkan kondisi tersebut di atas. Penerapan di daerah
memerlukan perencanaan strategis yang melibatkan semua pemangku kepentingan yang
ada, termasuk kelompok sosial dan ODHA setempat.




16 PEDOMAN PENERAPAN
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC




MONITORING DAN EVALUASI

Monitoring dan evaluasi sangat esensial pada pelaksanaan PITC. Monev nasional bagi PITC
harus memungkinkan para pengelola program untuk:
   • 	 Memantau kemajuan penerapan, termasuk prosedur untuk mendapatkan
       informed consent dari pasien dan memastikan terjaganya konfidensialitas serta
       pemberian konseling oleh tenaga konselor KTS.
   • 	 Mampu mengidentifikasi masalah dan cara mengatasinya demi perbaikan
       selanjutnya
   • 	 Menilai efektivitas dan dampak dari PITC dalam hal:
       - 	 Peningkatan akses pada konseling dan tes HIV serta hasil tesnya
       - 	 Peningkatan akses pada pemanfaatan layanan pencegahan, pengobatan,
           perawatan dan dukungan HIV.
       - 	 Peningkatan kesadaran terhadap HIV dan pengobatannya
       - 	 Pengurangan mortalitas dan morbiditas
       - 	 Dampak sosial (misalnya: jumlah yang mengungkapkan status HIV semakin
           meningkat; stigma dan diskriminasi serta dampak buruk berkurang)
   • 	 Menilai efisiensi dan kesinambungan
   • 	 Menilai kualitas layanan laboratorium
Rencana monitoring dan evaluasi seharusnya bertujuan untuk memanfaatkan
struktur atau mekanisme yang sudah ada dalam mengumpulkan indikator, dan tidak
mengembangkan sistem baru yang terlepas. Alat pengumpul data yang sederhana dan
baku akan memungkinkan untuk membuat perbandingan antar lokasi dan mengurangi
beban kerja petugas kesehatan. Pelatihan yang memadai dalam hal pengumpulan data
sangat diperlukan dan perlu dirancang bagi petugas kesehatan dan petugas administrasi.
Pada umumnya jumlah data dari monitoring rutin akan sangat terbatas, maka dianjurkan
untuk melakukan monitoring rutin dengan evaluasi yang terfokus pada aspek penerapan
yang spesifik. Sebagai contoh, kendali mutu dilaksanakan ditingkat sarana kesehatan.
Tujuan dari kendali mutu adalah menilai kinerja petugas, kepuasan pelanggan atau
klien, dan menilai ketepatan protokol konseling dan tes HIV yang kesemuanya bertujuan
menjamin ketersediaan layanan bermutu.




                                                                     PEDOMAN PENERAPAN 17
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC



A. 	 Jaminan mutu layanan
Testing HIV dijalankan sesuai dengan standar pelayanan laboratorium kesehatan pemeriksa
HIV dan infeksi oportunistik, terbitan Kementerian Kesehatan tahun 2006 dan Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 370/Menkes/Sk/III/2007 tentang Standar
Profesi Ahli Teknologi Laboratorium Kesehatan. Untuk daerah‐daerah terpencil dapat
dilakukan oleh perawat yang terlatih (mengacu pada pedoman VCT terbitan Kementerian
Kesehatan 2005.).
Mutu layanan testing dan konseling diatur melalui beberapa peraturan antara lain:
    a. 	 Kepmenkes No. 1507/MENKES/SK/X/2005 mengenai Pedoman Pelayanan Konseling
         dan Testing HIV/AIDS Secara Sukarela (Voluntary Counselling and Testing).
    b. 	 Kepmenkes No. 241/Menkes/SK/IV/2006 mengenai Standar Pelayanan
         Laboratorium Kesehatan Pemeriksa HIV dan Infeksi Oportunistik.
    c. 	 Kepmenkes No. 832/Menkes/SK/X/2006 mengenai Penetapan Rumah Sakit Rujukan
         Bagi Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) dan Standar Pelayanan Rumah Sakit Rujukan
         Odha dan Satelitnya.

B.	 Sumber Daya Manusia
a. 	 Pelatihan dan Peningkatan Kapasitas :
	 Profesi menganjurkan pelatihan bagi tenaga medis dan penyegaran ilmu dan
     keterampilan dalam Konseling dan Testing HIV melalui Pendidikan Kedokteran
     Berkelanjutan/CPD/CME.
b. 	 Perlindungan SDM:
	Tenaga kesehatan yang melakukan konseling dan testing HIV di sarana layanan
     kesehatan dilindungi melalui UU Praktek Kedokteran dan prosedur standar layanan
     kesehatan setempat Serta Manual Rekam Medis Tahun 2006 dari Konsil Kedokteran
     Indonesia (KKI) serta Undang‐Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009
     Tentang Kesehatan.

C. 	 Mutu Konseling
Perangkat untuk menilai mutu layanan termasuk mengevaluasi kinerja seluruh staf,
penilaian mutu konseling melalui kegiatan supervisi, melakukan pertemuan berkala
dengan para konselor, kotak saran, penilaian oleh pengguna jasa, mengukur seberapa
jauh konselor mengikuti aturan protokol.




18 PEDOMAN PENERAPAN
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC



Perangkat jaminan mutu konseling:
   − 	 Formulir kepuasan pelanggan
   − 	 Syarat Minimal layanan sesuai yang ditentukan oleh Kementerian Kesehatan dan
       WHO.
   − 	 Pengamatan langsung ketika proses konseling berjalan seizin pasien/klien.

D.	 Mutu Tes HIV
Mutu tes HIV dilakukan melalui
   − 	 Pemantapan mutu internal bertujuan untuk mencegah kesalahan pemeriksaan
       dan mengawasi proses agar mendapatkan hasil pemeriksaan yang tepat dan
       benar. Kegiatan ini meliputi tersedianya protap untuk seluruh kegiatan, format
       pencatatan, sediaan kontrol sampel.
   − 	 Pemantapan mutu eksternal dilakukan secara berjenjang dan berkala, meliputi :
       o 	 uji silang (cross check) sampel,
       o 	 supervisi dan
       o 	 uji profisiensi (panel tes)




                                                                     PEDOMAN PENERAPAN 19
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC




PEDOMAN PRAKTIS PENYELENGGARAAN TES HIV DAN
KONSELING ATAS PRAKARSA PETUGAS
                                               Bagan 1.
                                        Bagan Alur Layanan PITC
                                                       Kontak awal antara petugas dan pasien
            KIE untuk pasien
                                                  Petugas menginformasikan pentinya tes HIV
                 (optional)
                                                  •	 Banyak pasien tertentu juga mengidap HIV
  Edukasi diberikan selama pasien menunggu        • 	 Diagnosis HIV untuk kepentingan perawatan medis
  giliran, pilih salah satu cara:                 • 	Sekarang tersedia obat untuk HIV
  •	Edukasi kelompok oleh petugas atau
                                                  Informasi tentang kebijakan UPK
       dengan AVA
                                                  • 	Semua pasien tertentu akan dites HIV nya kecuali
  •	 Poster
                                                     pasien menolak
  •	 Brosur
                                                  Petugas menjawab pertanyaan pasien



          Pasien setuju Tes HIV                                 Pasien menolak Tes HIV
         (dengan informed consent)                Petugas mengulang informasi ttg pentinya tes HIV
                                                  Bila masih menolak juga
              Tes Cepat HIV                       •	Sarankan sebagai alternatif untuk ke klinik KTS dan
  Tes Cepat HIV dilaksanakan oleh Petugas             pulangkan
  atau di Laboratorium                            •	 Pada kunjungan berikutnya diulangi informasi ttg
                                                      pentinya tes HIVpasien menolak

    Petugas menyampaikan hasil tes
            kepada pasien



  Pasien dengan hasil tes HIV negatif                     Pasien dengan hasil Tes HIV Positif
  •	 Petugas memberikan hasil tes negatif         •	 Petugas informasikan hasil tes HIV positf
  •	 Berikan pesan tentang pencgahan              •	 Berikan dukungan lepada pasien dalam menanggapi
     secara singkat                                  hasil tes
  • 	Sarankan untuk ke klinik KTS untuk           •	Informasikan perlunya perawatan dan pengobatan HIV
     konselin pencegahan lebih lanjut             • 	Informasikan cara pencegahan penularan kepada
  •	Anjurkan        agar      pasangannya            pasangan
     mau menjalani tes HIV karen ada              • 	Sarankan agar pasangan di tes HIV
     kemungkinan dia positif                      •	Hasil tes dicatat di klinik VCT


                  Rujukan                                               Rujukan
  Beri informasi tentang klinik KTS terdekat      •	 Berikan surat rujukan ke PDP
                                                  • 	Informasikan sumber dukungan        yang   ada     di
                                                     masyarakat


20 PEDOMAN PENERAPAN
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC



A. 	 Panduan komunikasi pada Tes HIV dan Konseling atas prakarsa Petugas
Kesehatan
Pemberian informasi kunci tentang HIV

	   Jelaskan cara penularan HIV
	HIV adalah virus yang merusak sistem kekebalan tubuh. Orang yang terinfeksi HIV
  mungkin tidak merasa sakit pada awalnya, tetapi perlahanlahan sistem kekebalan
  tubuh akan rusak. Dia akan menjadi sakit dan tidak mampu melawan infeksi. Sekali
  seseorang terinfeksi HIV, dia dapat menularkan virus tersebut ke orang lain.
    • 	 HIV dapat ditularkan melalui :
    • 	 Cairan tubuh yang terinfeksi HIV seperti : semen, cairan vagina atau darah
        selama hubungan seksual yang tidak aman.
    • 	 Tranfusi darah yang terinfeksi HIV.
    •	 Pengguna napza suntik yang bertukar jarum suntik tidak steril.
    •	 Alat tato / skin piercing.
    •	 Dari ibu yang terinfeksi HIV ke bayinya selama:
        i. 	 kehamilan;
        ii. 	 melahirkan dan persalinan; dan
        iii. 	 menyusui
	HIV tidak dapat ditularkan lewat berpelukan atau berciuman, atau gigitan
  nyamuk.
	   Pemeriksaan darah khusus (tes HIV) dapat dilakukan untuk mencari tahu
    apakah seseorang terinfeksi HIV.




                                                                    PEDOMAN PENERAPAN 21
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC



Tes HIV dan Konseling

	Tes HIV dan konseling atas prakarsa petugas kesehatan
  terdiri dari 3 tahap :
  • 	 Informasi pra‐tes dan edukasi (hal. 23)
  • 	 Tes HIV (hal. 36)
  • 	 Konseling pasca‐tes. (hal.26)


Saat dan cara menyarankan tes

	   Perlu ditawarkan tes HIV dan konseling:
    •	 Setiap kali pasien datang dengan gejala atau tanda
        yang mengarah pada infeksi HIV, atau
    •	 Setiap pasien yang aktif secara seksual yang belum
        diketahui status HIVnya dan akan medapatkan manfaat
        dari hasil tes dan konseling HIV.
	   Dalam situasi klinik ada dua keadaan di mana tes HIV perlu
    ditawarkan:
    •	 Pemeriksaan diagnostik sebagai kelengkapan dalam
        mendiagnosis pasien
    •	 Penawaran rutin bagi pengunjung klinik untuk layanan
        kesehatan selain HIV (ANC, penyakit lain, keluarga
        berencana, IMS dsb.)
	   Pada kedua situasi di atas, setiap pasien berhak untuk
    menolak untuk menjalani pemeriksaan lab – disebut
    “opt-out”.




22 PEDOMAN PENERAPAN
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC



Tes Diagnostik

	Tes diagnostik sebagai bagian dari proses klinis dalam menentukan diagnosis
  pasien. Bila ada gejala yang sesuai dengan infeksi HIV, jelaskan bahwa akan
  dilakukan pemeriksaan HIV dalam rangka menegakkan diagnosis.
	Tes diagnostik HIV sebaiknya ditawarkan seperti tersebut diatas kepada semua
  pasien dengan kondisi seperti pada “Pertimbangkan Penyakit Terkait – HIV”
	 (LAMPIRAN 1, halaman 41)
	   Contoh : “Kami akan mencari penyebab penyakit Anda. Untuk mendiagnosis dan
    mengobati penyakit Anda, kami perlu melakukan pemeriksaan infeksi tifoid, TB
    dan HIV, kecuali bila Anda keberatan.
	   Contoh lain: ”penyakit anda mungkin terkait dengan HIV, kalau kita tahu, maka
    anda akan mendapat pengobatan yang tepat dan obat HIV tersedia gratis di
    Indonesia dan di sarana ini
	   Atau dengan kalimat yang sesuai dengan budaya dan penerimaan masyarakat setempat yang
    intinya serupa dengan yang terkandung dalam kalimat di atas.


Penawaran tes HIV secara rutin

	   Penawaran tes HIV secara rutin dan konseling berarti menawarkan tes HIV kepada
    semua pasien pengunjung layanan medis yang masih aktif secara seksual tanpa
    memandang keluhan utamanya.
	   Contoh : “Salah satu kebijakan di layanan kami adalah menawarkan ke setiap
    pasien untuk mendapatkan kesempatan menjalani pemeriksaan HIV agar kami
    dapat segera memberikan perawatan dan pengobatan selagi Anda di sini dan
    merujuk untuk tindak lanjut setelah Anda pulang, kecuali bila Anda keberatan.
	   Kami akan memberikan konseling dan menyampaikan hasilnya.


	   Baik pemeriksaan untuk diagnostik maupun sebagai penawaran
    rutin, maka seharusnya pasien selalu diberi informasi pra‐tes di
    bawah.
	Informasi dapat disampaikan secara individu atau secara kelompok
  oleh tenaga kesehatan dan pekerja sosial.




                                                                       PEDOMAN PENERAPAN 23
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC



Informasi pra-tes dan edukasi untuk pasien dewasa*

    v 	 Informasi pra‐tes dapat diberikan oleh seorang dokter, perawat, atau konselor.
        Informasi dapat disampaikan secara individu atau secara kelompok oleh
        tenaga kesehatan.
    v 	 Informasi pra‐test sebaiknya terpusat pada tiga komponen di bawah ini:
        - 	 Berikan informasi penting HIV/AIDS
        - 	 Jelaskan prosedur untuk menjamin konfidensialitas
        - 	Yakinkan kesediaan pasien untuk menjalani tes dan mintalah
            persetujuan.
        	 Perlu diinformasikan bahwa apabila diperlukan konseling lebih lanjut
            maka akan dirujuk.


    1. 	 Memberikan informasi penting HIV
    	    Katakan: “HIV adalah virus atau kuman yang dapat merusak bagian tubuh
         manusia yang diperlukan untuk melindungi dari serangan penyakit. Test
         HIV dapat menentukan apakah Anda telah terinfeksi oleh virus tersebut.
         Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan darah sederhana yang dapat
         memperjelas diagnosis. Setelah menjalani tes, kami akan memberikan layanan
         konseling untuk membahas lebih dalam tentang HIV/AIDS. Bila hasil tes Anda
         positif, kami akan memberikan informasi dan layanan untuk mengendalikan
         penyakit Anda. Termasuk obat antiretroviral dan atau obat lain untuk mengatasi
         penyakit. Di samping itu, kami akan membantu dengan dukungan dalam hal
         pencegahan penyakit dan membuka diri.
    	    Bila hasilnya negatif, kami akan lebih memusatkan upaya agar Anda bertahan
         tetap negatif.”
    2. 	 Penjelasan prosedur untuk menjamin konfidensialitas
    	    Katakan: “Hasil tes HIV ini bersifat rahasia dan hanya Anda dan tim medis
         yang akan memberikan perawatan kepada anda yang tahu. Artinya, petugas
         kami tidak diizinkan untuk memberi tahukan hasil tes anda kepada orang lain
         tanpa seizin anda. Untuk memberitahukannya kepada orang lain sepenuhnya
         menjadi hak Anda.




24 PEDOMAN PENERAPAN
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC




3. 	 Meyakinkan kesediaan pasien untuk menjalani tes dan meminta
     persetujuan pasien (informed consent).
	   Informed consent artinya pasien telah diberi informasi secukupnya tentang
    HIV/AIDS dan Tes HIV, sepenuhnya memahaminya dan karenannya menyetujui
    untuk menjalani tes HIV.
    • 	 Kami perlu menginformasikan bahwa kami akan mengambil sampel darah
        anda untuk tes HIV, bagaimana pendapat anda?
                                       ATAU
    • 	 Kami akan melakukan tes HIV hari ini, bila anda keberatan tolong beritahu
        kami.
                                       ATAU
    • 	 Menurut kami Tes HIV ini akan banyak bermanfaat bagi kami dalam
        memberikan perawatan karena itu kami akan mengambil darah anda
        kecuali anda keberatan. Apakah anda setuju?
	   Bila pasien masih mempunyai pertanyaan, berilah informasi yang ia
    perlukan.
	   Bila pasien masih ragu untuk menjalani tes HIV, rujuklah ke sarana KTS
    untuk mendapatkan konseling pra‐tes secara lengkap. Sesi konseling
    tersebut harus membahas kendala yang dihadapi untuk menjalani tes
    dan menawarkannya kembali.
	   Bila pasien telah siap, maka mintalah persetujuan yang sebaiknya tertulis:
    “untuk melakukan tes HIV kami perlukan persetujuan tertulis anda sebagai
    dasar kami mengambil tindakan ”
	   Ingat: pasien berhak untuk menolak menjalani tes HIV karena tes HIV tidak
    boleh dipaksakan.




                                                                  PEDOMAN PENERAPAN 25
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC




    v	 Bila pasien perlu informasi tambahan, bahas keuntungan dan pentingnya
       mengetahui status HIVnya.
    	    Hal yang perlu disampaikan:
         • 	 Hasil tes akan membantu tenaga kesehatan untuk membuat diagnosis
             yang lebih tepat dan memastikan terapi tindak lanjut secara efektif.
         •	 Bila hasil tes anda negatif, diagnosis HIV dapat disingkirkan dan
             memberikan konseling untuk membantu anda agar tetap negatif.
         •	 Bila hasil anda positif, anda akan dibantu untuk melindungi diri dari
             reinfeksi dan mencegah pasangan anda terinfeksi
         •	 Anda akan diberi perawatan dan terapi untuk mengendalikan penyakit, di
             antaranya:
             - 	 profilaksis kotrimoksasol;
             - 	 pemeriksaan berkala dan dukungan;
             - 	 pengobatan infeksi; dan
             - 	 terapi antiretroviral (ART)‐ jelaskan tempat untuk mendapatkan dan
                 cara penggunaannya. (Lihat Buku Bagan Perawatan HIV Kronik)
         • 	 Anda akan mendapatkan tindakan untuk mencegah penularan dari ibu ke
             bayi, dan mendapat penjelasan agar mampu membuat perencanaan yang
             tepat tentang kehamilan yang datang.
         • 	 Kita juga akan bahas dampak psikologis dan emosional dari infeksi HIV
             dan memberikan dukungan untuk membuka status infeksi anda kepada
             orang yang menurut anda perlu mengetahuinya.
         • 	 Diagnosis dini akan membantu anda menghadapi penyakit ini dan
             merencanakan masa depan anda dengan lebih baik.




26 PEDOMAN PENERAPAN
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC



Konseling pasca-tes

   v	 Bila hasil tes positif dan telah dikonfirmasi:
      • 	 Jelaskan bahwa berarti pasien tersebut telah terinfeksi
      • 	 Berikan konseling pasca‐tes dan dukungan
      • 	 Tawarkan perawatan berkelanjutan dan rencanakan kunjungan tindak
          lanjut
      • 	 Berikan nasehat pentinganya melakukan perilaku seks dengan kondom
          agar tidak menularkan kepada orang lain dan terhindar dari IMS lain,
          dan terhindar dari infeksi virus HIV jenis lain. Buat rencana pengurangan
          perilaku berisiko bersama pasien
      • 	 Berikan saran kepada pria dewasa untuk tidak melakukan hubungan
          seksual di luar nikah, untuk menghindari penularan kepada orang lain.
      • 	 Bila perlu, rujuklah pasien untuk mendapatkan layanan pencegahan da
          perawatan lebih lanjut, seperti kepada dukungan sebaya dan layanan
          khusus untuk kelompok rentan.
   v	 Bila hasil tes negatif
      • 	 Berikan kesempatan pada pasien untuk merasa lega atau bereaksi positif
          yang lain.
      •	 Berikan konseling tentang pentingnya tetap negatif dengan cara
          menggunakan kondom secara benar dan konsisten, atau perilaku seksual
          yang lebih aman lainnya.
      • 	 Buat rencana pengurangan perilaku berisiko bersama pasien
      • 	 Apabila pajanan baru saja terjadi atau pasien termasuk dalam kelompok
          risiko tinggi, jelaskan bahwa hasil negative tersebut dapat berarti tidak
          terinfeksi HIV atau sudah terinfeksi namun belum sempat terbentuk
          antibodi untuk melawan virus (disebut Periode Jendela = “Window Period”,
          3‐6 bulan). Tawarkan tes HIV ulang pada 8 minggu kemudian.
      • 	 Bila perlu, rujuklah pasien untuk mendapatkan layanan pencegahan dan
          perawatan lebih lanjut, seperti kepada dukungan sebaya dan layanan
          khusus untuk kelompok rentan.
   v	 Bila pasien belum dites atau telah dites tidak ingin mengetahui hasilnya
      atau belum membuka hasilnya
      • 	 Jelaskan prosedur yang menjamin kerahasiaan.
      • 	 Tekankan kembali pentingnya menjalani tes dan keuntungan untuk
          mengetahui hasilnya.
      • 	 Gali kembali kendala untuk menjalani tes, mengetahui, dan membuka
          status (rasa takut, persepsi yang salah, dan sebagainya).



                                                                    PEDOMAN PENERAPAN 27
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC



Dukungan untuk membuka diri

         • 	 Bahas keuntungan mebuka diri.
         • 	 Tanya pasien apakah telah mengungkapkan hasilnya atau mau
             mengungkapkan hasil tersebut kepada orang lain.
         • 	 Bahas kekhawatiran untuk mengungkap status HIV kepada pasangan,
             anak dan keluarga lain, atau teman.
         • 	 Nilai kesiapan untuk mengungkap status HIV dan kepada siapa (mulai
             dengan yang paling rendah risiko). Jajagi jejaring sosial.
         • 	 Jajagi ketersediaan dukungan dan kebutuhan sosial (kelompok
             dukungan).
         • 	 Ajarkan cara mengungkapkan status (dengan peragaan dan latihan).
         • 	 Bantu pasien untuk merencanakan pengungkapannya.
         • 	 Memotivasi kehadiran pasangan untuk mempertimbangkan tes HIV; gali
             hambatan untuk menjalani tes.
         • 	 Yakinkan kembali bahwa anda akan menjamin kerahasiaan hasil tes
             pasien.
         • 	 Bila salah satu risiko pengungkapan hasil adalah kekerasan rumah tangga,
             maka bantulah menciptakan lingkungan yang aman.
    v 	 Bila pasien tidak ingin mengungkapkan hasil tersebut:
        • 	 Yakinkan kembali akan jaminan atas kerahasiaan hasil tes pasien.
        • 	 Telusuri kesulitan dan kendal pengungkapan. Atasi kekhawatiran dan
            kendala komunikasi ‐ latih pasien berkomunikasi.
        • 	 Terus memotivasi. Bahas kemungkinan membahayakan orang lain.
        • 	 Hubungkan bantuan tambahan sesuai keperluan (misalnya konselor
            sebaya).
    v	 Khusus untuk perempuan, bahas manfaat dan kerugian mengungkap
       hasil positif, melibatkan serta menguji HIV pasangan.
    	 Pria dalam keluarga dan masyarakat biasanya sebagai pembuat keputusan,
       sehingga keterlibatan mereka akan:
       • 	 Memberikan dampak lebih besar dalam hal penerimaan penggunaan
           kondom dan praktek seksual yang lebih aman untuk mecegah infeksi.
       • 	 Membantu mencegah kehamilan yang tidak diinginkan.
       • 	 Membantu menurunkan risiko kecurigaan dan tindak kekerasan.
       • 	 Membantu meningkatkan dukungan pada pasangannya.
       • 	 Memotivasi mereka untuk mau menjalani tes HIV.
    	 Kerugian melibatkan dan melakukan tes atas pasangan: bahaya pelimpahan
       kesalahan, tindak kekerasan dan pengucilan.



28 PEDOMAN PENERAPAN
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC




   	   Bila memungkinkan tenaga kesehatan hendaknya berupaya memberikan
       konseling pasangan secara bersama.
   v	 Konseling ini dapat dilakukan oleh konselor di klinik VCT.


Konseling tentang perilaku seksual yang lebih aman dan penggunaan kondom

   v	 Perilaku seksual yang lebih aman adalah semua praktek seksual yang
      mengurangi risiko penularan HIV dan IMS lain.
      • 	 Perlindungan dapat diperoleh dengan:
          - 	 Hindari aktifitas seksual di luar nikah.
          - 	Gunaan kondom dengan benar dan konsisten; kondom harus dipakai
              sebelum aktifitas seksual penetratif, bukan hanya sebelum ejakulasi.
          - 	 Memilih aktifitas seksual yang tidak memungkinkan semen, cairan
              dari vagina atau darah untuk masuk ke mulut, anus atau vagina
              pasangan, dan tidak menyentuh kulit pasangan bila ada sayatan atau
              luka terbuka.
   v	 Bila HIV positif:
      • 	 Jelaskan pada pasien bahwa dia terinfeksi dan dapat menularkan infeksi
          tersebut ke pasangannya. Kondom harus digunakan seperti di atas.
      • 	 Bila status pasangan tidak diketahui, konsultasikan tentang manfaat
          melibatkan dan menguji pasangan (hal. 20‐21).
      • 	 Untuk perempuan: jelaskan pentingnya menghindari infeksi selama
          kehamilan dan menyusui. Risiko terinfeksi pada bayi adalah lebih tinggi
          bila ibunya baru saja terinfeksi.
   v	 Bila HIV negatif ATAU hasilnya tidak diketahui:
      • 	 Bahas risiko infeksi HIV dan cara menghindarinya.
      • 	 Bila status pasangan tidak diketahui, berikan konseling tentang manfaat
          pemeriksaan pasangan.
      • 	 Untuk perempuan: jelaskan pentingnya tetap negatif selama kehamilan
          dan menyusui. Risiko bayi untuk terinfeksi lebih besar bila ibunya baru
          terinfeksi.
   	   Pastikan pasien mengetahui cara menggunakan kondom dan tempat untuk
       mendapatkannya. Berikan kemudahan untuk mendapatkan kondom di klinik
       dengan cara yang jelas.
   	   Tanyakan: apakah anda dapat menggunakan kondom? Gali hambatannya.



                                                                    PEDOMAN PENERAPAN 29
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC



Pemberian edukasi dan konseling IMS

    v 	 Berbicara secara pribadi, dengan cukup waktu, dan pastikan
        kerahasiaannya.
    v 	 Jelaskan:
        • 	 Penyakit tersebut
        • 	 Cara penularan penyakit tersebut.
        • 	 Cara pencegahannya
        • 	 Terapi.
        • 	 Bahwa kebanyakan IMS dapat disembuhkan, kecuali HIV, herpes dan kutil
            kelamin.
        • 	 Perlunya mengobati pasangan (kecuali untuk vaginitis):
            - 	 Kemungkinan pasangan seksual terakhir juga terinfeksi tetapi tidak
                menyadari.
            - 	 Bila pasangan tidak diobati, dapat mengalami komplikasi.
            - 	Hubungan seksual dengan pasangan yang tidak diberi terapi, infeksi
                terulang.
            - 	Meskipun tanpa gejala pasangan perlu diterapi, demi kesehatan
                pasangan dan pasien.
    v 	 Dengarkan pasien: apakah ada stress atau kecemasan terkait dengan
        IMS?
    v	 Dorong perilaku seksual yang aman untuk mencegah HIV dan IMS.
       • 	 Konseling untuk memiliki pasangan tetap (atau pantangan) dan memilih
           pasangan secara cermat.
       • 	 Jelaskan cara menggunakan kondom (hal. 28 ).
    v	 Beri pendidikan tentang HIV.                        Rujuk untuk konseling tentang:
    v	 Sarankan pemeriksaan dan konseling                  •	 Perhatian pada herpes (tidak
       HIV (hal. 21).                                         ada obatnya)
                                                           •	 Kemungkinan mandul karena
    v	 Pemberitahuan pasangan atau                            infeksi panggul
       suami/istri.                                        •	 Penilaian perilaku berisiko
       • 	 Tanyakan kepada pasien: “dapatkah               •	 Pasien yang bermitra seksual
           anda melakukannya?” Tanyakan:                      multipel
           apakah mungkin anda:
           - 	Membicarakan infeksi tersebut kepada pasangan?
           - 	Meyakinkan pasangan anda untuk mendapatkan terapi?
           - 	Membawa/mengirimkan pasangan anda ke sarana kesehatan?


30 PEDOMAN PENERAPAN
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC




       • 	 Jelaskan peran anda sebagai tenaga kesehatan.
       • 	 Strategi untuk membahas dan memperkenalkan penggunaan kondom?
       • 	 Risiko kekerasan atau reaksi stigmatisasi dari pasangan dan keluarga.


Pengurangan Dampak Buruk bagi PENASUN

   v	 Ketika berbicara dengan para PENASUSN, pastikan bahwa:
      • 	 Berbicara secara pribadi dan jaga konfidensialitas, bila tidak, pasien tidak
          akan pernah kembali untuk perawatan selanjutnya. Penggunaan napza
          suntikan adalah ilegal dan para penasun biasanya takut bila berhubungan
          dengan yang berwajib
      • 	 Bersikap tidak menghakimi
      • 	 Bangun kepercayaan
      • 	 Empati
   v 	 Beri edukasi tentang pencegahan
       • 	 Konseling dan promosi pemakaian kondom secara konsisten untuk
           mencegah penularan HIV, hepatitis viral dan IMS
       • 	 Pertimbangkan risiko terhadap infeksi HIV, tawarkan tes dan konseling
           HIV
   v 	 Jelaskan tentang risiko penggunaan suntikan:
       • 	 HIV, hepatitis B dan C dapat ditularkan melalui pemakaian semua jenis
           alat suntik – jarum, semprit dan kapas atau pengusap secara bergantian
           dengan teman
       • 	 Ada banyak penyakit penyerta yang terkait dengan Penasun dan/atau
           penggunaan obat lain: termasuk di antaranya adalah infeksi, gangguan
           mental, hati, dan ginjal
       • 	 Penggunaan napza dapat mempengaruhi kemampuan atau fungsi
           anggota tubuh dalam kehidupan sehari‐hari
   v 	 Jelaskan tentang risiko penggunaan suntikan:
       • 	 Sediakan peralatan suntik steril (jarum, semprit, cairan pelarut) dan
           informasi tentang cara peyuntikan yang aman bila tersedia dan mampu,
           bila tidak Rujuk ke program yang menawarkan alat suntik steril (jarum,
           semprit dan cairan pelarut) dan informasi tentang cara penyuntikan yang
           aman
       • 	 Cara mensterilkan alat dengan bahan pemutih. Ingat cara ini hanya
           ditawarkan bila tidak tersedia alat suntik steril



                                                                     PEDOMAN PENERAPAN 31
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC




         • 	 Hindari pemakaian alat suntik, pisau cukur, alat tato, dsb secara
             bergantian
         • 	 Dorong untuk menghentikan pemakaian napza suntik
    v 	 Jelaskan cara penyuntikan yang aman dan cara melindungi pembuluh
        vena:
        • 	 Lakukan disinfeksi kulit tempat suntikan; hal tersebut akan mengurangi
            risiko terjadinya infeksi kulit yang dalam yang dapat mengenai pembuluh
            vena
        • 	 Pindah tempat suntikan secara reguler
        • 	 Gunakan jarum/semprit baru (jarum bekas akan merusak pembuluh
            vena)
        • 	 Kurangi frekuensi penyuntikan setiap hari/minggu
    v	 Jelaskan cara menghindari terjadinya infeks
	   Tawarkan dan dorong untuk mengikuti program detoksifikasi/ program terapi
    rumatan opioid oral atau Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM)
    v 	 Sebelum menawarkan program tersebut di atas harus sudah terjalin hubungan
        yang saling percaya antara tenaga kesehatan dengan kliennya yang penasun
        – yang mungkin akan memakan beberapa waktu atau kunjungan
    v 	 Berikan informasi kepada pasien tentang adanya program yang akan
        membantunya berhenti menggunakan napza


                    Detoksifikasi opioid/ terapi rumatan opioid (PTRM)
     v 	 Bila klien penasun tertarik untuk mengikutinya: rujuk ke layanan terkait




32 PEDOMAN PENERAPAN
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC



Konseling dasar

	   Semua petugas dapat melakukan konseling di seputar masalah klinis yang
    meliputi:
    v 	Edukasi kepada pasien
    v	Memberikan dukungan emosional
    v 	Memberikan dukungan kepada pasien yang mengalami gangguan mental
       seperti depresi atau ensietas.
    v	Mencakup berbagai aspek perawatan HIV (tes HIV, pengungkapan status
       HIV, perilaku seksual yang lebih aman dan penggunaan kondom, kepatuhan
       terhadap perawatan dan terapi)
    v	Mengatasi situasi krisis
    Unsur konseling dasar
    v	Menjalin hubungan yang baik dengan klien.
    v	Mencari tahu suasana hati klien saat ini.
    v	Memberi tanggapan dengan empati.
    v	Memberikan tanggapan yang membuat pasien memahami kondisinya.
    v	Memberi informasi.
    v	 Membantu pasien mencari dan mendapatkan bantuan dari teman‐temannya.
    v	Mengajarkan ketrampilan khusus untuk menghadapi situasinya:
       • 	 Teknik relaksasi seperti bernafas dengan dalam atau relaksasi otot secara
           progresif atau bayangan positif.
       • 	 Pemecahan masalah.
    v 	Memberikan dorongan.
    v 	Memperbesar harapan
    v	 Kiat‐kiat yang bermanfaat dalam konseling:
       • 	 Gunakan pertanyaan terbuka.
           - 	 Pertanyaan terbuka: Masalah apakah yang mengganggu jadual minum
               obat and saat ini?
           - 	 Pertanyaan tertutup: Apakah anda sudah minum obat hari ini
       • 	 Mendengarkan dengan seksam, memperhatikan komunikasi baik verbal
           maupun non‐verbal
       • 	 Klarifikasikan sesuatu yang belum anda fahami.
       • 	 Gunakan latihan dengan main peran untuk mengasah ketrampilan dan
           percaya diri klien menjalankan rencananya.
       • 	 Beri kesempatan klien untuk bertanya
       • 	 Tanyakan hasrat untuk bunuh‐diri (terutama menghadapi klien yang
           mengalami keadaan kritis dan penyakit mental).




                                                                     PEDOMAN PENERAPAN 33
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC




    v	 Peran konselor:
       • 	 Menjaga kerahasiaan.
       • 	 Memberikan dukungan.
       • 	 Membantu pasien menyusun prioritas masalah dan menemukan jalan
           keluarnya.
       • 	 Waspada terhadap terapi untuk pasien.
       • 	 Mengetahui sumber daya lain untuk rujukan.
       • 	 Mengetahui sumber daya dukungan sosial bagi klien.
       • 	 Advokasi kepada pasien
       • 	 Rujuk ke layanan pengobatan, pencegahan yang sesuai.
    v	 Ketika menghadapi pasien:
       • 	 Jaga privasi.
       • 	 Jangan terlalu banyak interupsi.
       • 	 Upayakan pasien senyaman mungkin.
       • 	 Membuat kesepakatan waktu – lama konseling.
       • 	 Buat rencana untuk tindak lanjut bila diperlukan


Konseling bagi klien depresi dan keluarganya

    v 	 Periksa gejala depresi yang mungkin dialami oleh pasien
    v 	 Berikan informasi yang penting.
        • 	 Jelaskan bahwa gejala yang dialami merupakan bagian dari penyakit yang
            disebut depresi.
        • 	 Depresi adalah umum dan dapat diterapi dengan efektif.
        • 	 Depresi bukanlah tanda kelemahan atau malas.
        • 	 klien mencoba keras untuk mengatasinya.
        • 	 Sampaikan bahwa anda dapat memahami sress yang dirasakan klien dan
            ingin membantu meringankan bebannya
    v	 Jajagi seberapa berat depresi klien anda saat ini dibanding dengan
       perasaan yang pernah dialami sebelumnya dalam rangka menjelaskan
       rencana terapi untuknya.
    v 	 Tanyakan tentang adanya niat untuk melukai diri sendiri atau
        membayangkan kematian.
    v	 Bila ada risiko bunuh diri, atau membahayakan orang lain lihat Bagan
       Pemeriksaan Darurat.



34 PEDOMAN PENERAPAN
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC




    v	 Rencanakan kegiatan jangka pendek yang meningkatkan kegembiraan
       klien anda atau membangun kepercayaan dirinya.
    v	 Identifikasi masalah atau tekanan sosial saat ini. Fokus pada upaya kecil
       yang spesifik yang mungkin dapat dilakukan klien dalam mengatasi
       masalahnya.
       • 	 Bila ada perasaan duka karena kematian seseorang, lihat Buku Bagan
           Perawatan Paliatif.
       • 	 Bila HIV+, berikan dukungan.
       • 	 Bila baru diagnosis TB dan khawatir tentang HIV, berikan dukungan.
       • 	 Ajarkan teknik penyelesaian masalah yang baru.
    Dorong pasien untuk tidak pesimis atau menyalahkan diri:
    o 	 Jangan melakukan tindakan pesimistik (mengakhiri perkawinan, meninggalkan
        pekerjaan).
    o 	 Jangan terpusat pada pemikiran negatif atau perasaan bersalah.
	   Bila konseling tidak cukup membantu pertimbangkan intervensi tambahan di
    bawah ini:
    o 	 Berikan amitriptilin, terutama bila ada gangguan tidur dan nafsu makan yang
        cukup berat.
        •	 bila menggunakan anti depresant, periksa kepatuhan dan dosis.
        	 Dosisnya mungkin perlu ditambah.
        • 	 Ingatkan pasien bahwa untuk mendapatkan efek obat secara penuh butuh
            waktu 2‐3 minggu.
        •	 Setelah membaik, bahas tindakan yang akan datang bila tanda depresi
            kembali muncul.
	Rujuk ke kelompok dukungan.
	Rujuk ke konselor ahli.
	 Bila masih ada risiko bunuh diri atau depresi berat yang tidak ada respon terhadap
  terapi, lakukan konsultasi atau segera rujuk.




                                                                     PEDOMAN PENERAPAN 35
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC



B. 	 Pemeriksaan Laboratorium
Melaksanakan Tes Cepat HIV, interprestasi hasil dan konseling

	   Ambil darah dari ujung jari
    o 	Selalu gunakan sarung tangan untuk mengambil atau mengelola
        darah.
    o 	Gosok ujung jari agar pembuluh darah melebar (jari tengah atau
        jari manis).
    o 	 Bersihkan jari dengan alkohol dan biarkan mengering.
    o 	 Pegang jari di lebih rendah daripada siku.
    o 	Tusuk jari dengan lancet steril yang belum terpakai.
    o 	Teteskan satu tetes seperti tertulis pada petunjuk teknis kemasan
        tes (misalnya gunakan pipet untuk Uni-Gold HIV™ atau sample
        loop untuk Stat Pack™). Ulangi prosedur ini sesuai dengan
    	 pemeriksaan yang digunakan, misalnya, Determine HIV 1/2 1-2 kali dan
        dua kali.
    o 	 Buang lancet yang telah dipakai di dalam wadah yang aman.
    o 	 Selesaikan prosedur pemeriksaan yang spesifik.
    o 	 Desinfeksi jari dan tutupi dengan plester.
    o 	Terapkan kewaspadaan universal untuk pembuangan sampah. Cara yang
        umum adalah autoclaving pada suhu 120°C selama 60 menit atau dengan
        pembakaran.
	   Test-Kit (Kit tes-HIV)
    o 	Setidaknya gunakan dua macam tes yang berbeda.
    o 	Ikuti pedoman nasional pemeriksaan tes HIV – sesuai strategi II atau III untuk
        diagnosis.
    o 	 Patuhi tanggal kedaluwarsa – jangan digunakan kit yang telah kedaluwarsa.
    o 	Ikuti dengan ketat prosedur penyimpanan.
    o 	 Bila sebelumnya kit disimpan pada suhu 2-8°C, biarkan kit tersebut mencapai
        suhu ruangan dengan mengeluarkannya dari lemari pendingin kira-kira 20
        menit sebelum digunakan.
    o 	 Validasi kit tes HIV sesuai petunjuk dari produsen dan kontrol positif dan negatif
        yang disediakan. Bila mungkin gunakan kontrol untuk setiap pemeriksaan
        baru, batch baru atau bila anda meragukan kondisi penyimpanannya.
    o 	 Patuhi prosedur pemeriksaan dengan ketat.
    o 	 Patuhi sangat ketat waktu membaca yang direkomendasikan.
    o 	Selalu beri label spesimen dan/atau alat pemeriksaan dengan jelas.
    o 	Siapkan lembar kerja dimana nomor spesimen jelas tertulis dan segera catat
        hasilnya, jangan ditunda.

36 PEDOMAN PENERAPAN
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC




	   Mempersiapan Kit tes HIV
    o 	 Bila disimpan di lemari pendingi, keluarkan kit dan diamkan selama setidaknya
        20 menit untuk mencapai suhu kamar (20 – 25OC)
    o 	Siapkan lembar kerja, tuliskan nomor batch kit; tanggal keadluwarsa; nama
        pemeriksa dan tanggal pemeriksaan.
    o 	 Periksa kembali bahwa tanggal kedaluwarsanya belum terlampaui
    o 	Lakukan validasi bahwa kit masih bagus dengan menggunakan kontrol positif
        dan negatif; setelah itu anda siap melaksanakan tes pada sediaan klinik yang
        ada.
    o 	Tuliskan nomor spesimen pada lembar kerja.
    o 	 Keluarkan peralatan tes dari pembungkusnya
    o 	Tuliskan nomor spesimen pada peralatan tes tsb.
    o 	Laksanakan tes dengan mengikuti petunjuk teknis yang ada pada kit.
	   Berikut adalah contoh pemeriksaan dengan menggunakan kit UNI-Gold HIV TM
    DAN Determine HIV TM1/2.
	   Uni-Gold HIV TM
    o 	Tulis nomor spesimen pada lember kerja.
    o 	Ambil alat pemeriksaan Uni-Gold HIV dari bungkus pelindung.
    o 	Tulis nomor spesimen pada alat pemeriksaan.
    o 	 Kumpulkan seluruh darah dari tusukan jari (lihat dokumen).
    o 	Tambahkan dua tetesan darah pada port sampel.
    o 	Tambahkan dua tetesan dari reagent pencuci ke port sampel.
    o 	 Biarkan selama sepuluh menit agar terjadi reaksi.
    o 	 Baca hasilnya pada akhir menit kesepuluh. Jangan baca setelah 20 menit
        karena hasilnya tidak lagi stabil.
    o 	Interprestasikan hasilnya.




                                                                     PEDOMAN PENERAPAN 37
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC




    Satu garis pada daerah kontrol: 	Hasil negatif
    Dua garis pada daerah kontrol dan
    Satu pada daerah pemeriksaan: 	Hasil positif
    Tidak ada garis: 	Hasil invalid
        o 	 catat hasil pemeriksaan pada lembar kerja
                                                      Interpretasi
        o 	 konseling pasca pemeriksaan.


    Determine HIVTM1/2
       o 	Siapkan Kit Tes-HIV (lihat halaman sebelumnya).
       o 	Ambil darah dari tusukan ujung jari dengan menggunakan tabung kapiler
           ber EDTA
       o 	Teteskan darah dari abung kapiler 50μl pada sampel pad (tanda panah).
       o 	Tunggu sampai darah terserap dan tambahkan satu tetes chase buffer
           pada sampel pad.
       o 	 Biarkan selama 15 menit agar terjadi reaksi.
       o 	 Baca hasilnya antara 15-16 menit setelah penambahan sampel.
       o 	Interprestasikan hasil
    Satu garis pada daerah kontrol: 	Hasil negatif
    Dua garis pada daerah kontrol dan
    Satu pada daerah pemeriksaan: 	Hasil positif
    Tidak ada garis: 	Hasil invalid
        o 	 Catat hasil pemeriksaan pada lembar kerja . Interpretasi Hasil Tes
        o 	 Konseling pasca-tes (lihat dokumen)
	   Pada akhir hari kerja, simpan bahan dengan benar. Bersihkan daerah pemeriksaan
    dengan desinfektan.




38 PEDOMAN PENERAPAN
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC




                       NEGATIVE
              C        A line in the control
              T        region only indicates
                                                               POSITIVE
                       a negative test
                       result.                         C       A line of any intensity
                                                       T       in the test region,
                                                               plus a line forming
                                                               in the control region,
                                                               indicates a positive
Hasil Tes                                                      result.


                                       INCONCLUSIVE
                               C       No line appears in
                               T       the control region.
                                       The test, should be
                                       repeated with a fresh
                                       device, inrespective
                                       of line developing in
                                       the test region.




            Positive          Negative            Invalid         Invalid




Hasil Tes




                                                               PEDOMAN PENERAPAN 39
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC



                                       Bagan 3.
               Bagan Alur Tes Cepat HIV di Layanan Tes dan Konseling HIV


          Informasi dan Edukasi/
             Konseling Prates
           mintalah persetujuan
                  tertulis


            Tes Cepat Pertama
                   [A1]


              Hasil Tes [A1]        Ya         Tes Cepat Kedua                   Hasil Tes [A2]
                POSITIF ?                            [A2]                          POSITIF ?
                                                               Tidak

                                                                                                        Ya
                               Ulangi Tes [A1] dan                                              Ya
                                                                        [A1] & [A2] (+)
                                       [A2]
                                                                Tidak

                                            Salah satu [A1] atau                 Ya         Tes Cepat Ketiga
                                               [A2] HIV (+) ?                                     [A3]
              Tidak


                                                                   [A1] (+), [A2] (+),
                                                                       [A3] (+) ?

                                                                              Tidak
                                   Tidak
                                                                  [A1] (+); dan salah
                                                                    satu [A2] atau
                                                                      [A3] (+) ?
                                                                                                        Ya
                                                                              Tidak

                               Apakah risiko           Tidak       [A1] (+), [A2] (-),
                                 tinggi ?                              [A3] (-) ?

                          Tidak                   Ya                            Ya

                                                                                          Konseling hasil HIV
                                                           Anggap
           Konseling Hasil HIV                                                                  positif
                                                        indeterminate
                Negatif                                                                    Mulai Perawatan
                                                          Ulangi Tes
                                                                                          Lihat Perawatan Kronik HIV




40 PEDOMAN PENERAPAN
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC



LAMPIRAN 1: Tanda Klinis Kemungkinan Infeksi HIV


   v 	Infeksi berulang dari semua organ
   v 	Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir
   v 	 Kelainan kulit seperti prurigo, seboroik berulang
   v	Limfadenopati (PGL) – pembengkakan KGB di leher dan ketiak yang tidak terasa
       sakit
   v	 Lesi kaposi (benjolan pada kulit atau langit‐langit mulut berwarna gelap atau
       keunguan yang tidak terasa sakit)
   v 	Infeksi bakteri yang berat– pneumonia
   v	Tuberkulosis – paru atau ekstra paru berulang
   v 	 Kandidosis oral hairy leukoplakia pada mulut
   v	Ulkus di mulut atau gusi berulang
   v	 Kandidosid esofageal
   v	 Kehilangan berat badan lebih dari 10% tanpa penyebab yang jelas lainnya
   v	Mengalami keadaan di bawah ini selam lebih dari 1 bulan:
       o 	 diare tanpa penyebab yang jelas
       o 	 Demam tanpa penyebab yang jelas
       o 	Herpes simpleks (alat kelamin atau pada mulut)
   v	Indikasi lain yang mengesankan kemungkinan infeksi:
       o 	Infeksi menular secara seksual (IMS)
       o 	 Pasangan atau anak:
   v	 diketahui positif HIV
   v	 mengidap HIV atau penyakit yang terkait dengan HIV
       o 	 Kematian pasangan muda yang tidak jelas penyebabnya
       o 	 Pengguna NAPZA suntikan
       o 	 Pekerjaan yang berrisiko tinggi
       o 	Aktif secara seksual dan mempunyai banyak mitra seksual dan tinggal di
           daerah prevalensi tinggi




                                                                   PEDOMAN PENERAPAN 41
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC



LAMPIRAN 2: Gambar Gejala-gejala yang berhubungan dengan HIV/AIDS
         	   (sumber: Modul Pelatihan CST; www.aids‐images.ch)


                                            Gambar 1.
                                    Pruritic Papular Eruption




                                           Gambar 2.
                        Gambaran foto toraks TB paru pada ODHA
                 (perhatikan infiltrat tidak khas seperti pada pasien non HIV)




42 PEDOMAN PENERAPAN
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC



                   Gambar 3.
              Herpez zoster labialis




                    Gambar 4.
Ulkus intraoral akibat infeksi sitomegalovirus/CMV




                   Gambar 5.
                 Kandidiasis oral




                                                  PEDOMAN PENERAPAN 43
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC



                     Gambar 6. Kandidiasis dengan kheilitis angularis




                                    Gambar 7. Herpes Zoster




                               Gambar 8. Oral Hairy Leucoplakia




                           Gambar 9. Genital warts / kutil kelamin




44 PEDOMAN PENERAPAN
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC



LAMPIRAN 3: Contoh Komunikasi Penawaran tes HIV


Tes HIV dan Konseling atas Prakarsa Petugas Kesehatan untuk tujuan Diagnostik
tanpa memandang tingkat epidemi

	   “Anda mengalami limfadenopati; kita ingin mencari tahu penyebabnya. Agar kami
    dapat mendiagnosis dan mengobati penyakit anda, maka anda perlu menjalani
    tes TB dan HIV, oleh karena itu kami akan melaksanakan tes tersebut kecuali jika
    anda tidak bersedia


Tes HIV dan Konseling atas Prakarsa Petugas Kesehatan sebagai prosedur rutin di
daerah dengan epidemic yang meluas

	Salah satu kebijakan di rumah sakit kami adalah memberikan kesempata kepada
  semua pasien untuk menjalani tes HIV sehingga anda akan mendapatkan
  perawatan selagi anda dirawat di sarana kami dan menindak lanjuti dengan
  merujuk ke sarana yang lebih kompeten setelah anda pulang nanti. Oleh karena
  itu kami sarankan anda untuk tes HIV. Apabial anda setuju maka kami akan lakukan
  tes dan memberikan konseling tentang hasilnya nanti.


Informasi Pra Tes

	HIV adalah vitus atau kuman yang merusak bagian yang diperlukan tubuh anda
  untuk melawan penyakit. Dengan tes HIV kita dapat mengetahui apakah anda telah
  terinfeksi virus HIV. Tes HIV adalah tes sederhana yang akan memperjelas diagnosis
  penyakit anda. Setelah ada hasil tes kami akan berikan layanan konseling untuk
  membahas lebih dalam tentang HIV dan penyakitpenyakit yang terkait. Apabila
  hasil tes nya positif, kami akan beri informasi dan layanan untuk menangani
  penyakit tersebut. Yaitu meliputi terapi dengan obat ARV dan obat lain untuk
  mengatasi penyakit yang ada. Juga kami akan bantu anda untuk mengungkapkan
  status anda guna mencegah penularan ke orang lain. Bila hasilnya negative, maka
  akan kami arahkan anda untuk mendapat layanan yang dapat membantu upaya
  anda agar dapat tetap negative




                                                                     PEDOMAN PENERAPAN 45
Pedoman penerapan pitc
Pedoman penerapan pitc
Pedoman penerapan pitc
Pedoman penerapan pitc
Pedoman penerapan pitc
Pedoman penerapan pitc

Contenu connexe

Tendances

Pedoman pengajuan kewenangan klinis dokter gigi di rumah sakit
Pedoman pengajuan kewenangan klinis dokter gigi di rumah sakitPedoman pengajuan kewenangan klinis dokter gigi di rumah sakit
Pedoman pengajuan kewenangan klinis dokter gigi di rumah sakitdentalid
 
KESEHATAN ANAK REMAJA
KESEHATAN ANAK REMAJAKESEHATAN ANAK REMAJA
KESEHATAN ANAK REMAJAZakiah dr
 
Pedoman Nasional Pengobatan Antiretroviral (ART)
Pedoman Nasional Pengobatan Antiretroviral (ART)Pedoman Nasional Pengobatan Antiretroviral (ART)
Pedoman Nasional Pengobatan Antiretroviral (ART)Ditya Permana Adi
 
Tugas k.k. 2 askeb pranikah
Tugas k.k. 2 askeb pranikahTugas k.k. 2 askeb pranikah
Tugas k.k. 2 askeb pranikahMaya Nurhayati
 
Buku Juknis Kredensial.pdf
Buku Juknis Kredensial.pdfBuku Juknis Kredensial.pdf
Buku Juknis Kredensial.pdfazkar4
 
Hepatitis powerpoint
Hepatitis powerpointHepatitis powerpoint
Hepatitis powerpointyoel pramana
 
Buku Saku untuk Calon Pengantin
Buku Saku untuk Calon PengantinBuku Saku untuk Calon Pengantin
Buku Saku untuk Calon PengantinIbnu Azis
 
Permenkes No. 43 tentang Standar Pelayanan Minimal Biidang Kesehatan
Permenkes No. 43 tentang Standar Pelayanan Minimal Biidang KesehatanPermenkes No. 43 tentang Standar Pelayanan Minimal Biidang Kesehatan
Permenkes No. 43 tentang Standar Pelayanan Minimal Biidang KesehatanMuh Saleh
 
HIV/AIDS
HIV/AIDSHIV/AIDS
HIV/AIDSsmansa
 

Tendances (20)

4. program kespro (1)
4. program kespro (1)4. program kespro (1)
4. program kespro (1)
 
Informed consent
Informed consentInformed consent
Informed consent
 
Penyuluhan HIV/AIDS
Penyuluhan HIV/AIDSPenyuluhan HIV/AIDS
Penyuluhan HIV/AIDS
 
Pedoman pengajuan kewenangan klinis dokter gigi di rumah sakit
Pedoman pengajuan kewenangan klinis dokter gigi di rumah sakitPedoman pengajuan kewenangan klinis dokter gigi di rumah sakit
Pedoman pengajuan kewenangan klinis dokter gigi di rumah sakit
 
KESEHATAN ANAK REMAJA
KESEHATAN ANAK REMAJAKESEHATAN ANAK REMAJA
KESEHATAN ANAK REMAJA
 
Pedoman Nasional Pengobatan Antiretroviral (ART)
Pedoman Nasional Pengobatan Antiretroviral (ART)Pedoman Nasional Pengobatan Antiretroviral (ART)
Pedoman Nasional Pengobatan Antiretroviral (ART)
 
Pernikahan dini
Pernikahan diniPernikahan dini
Pernikahan dini
 
Tugas k.k. 2 askeb pranikah
Tugas k.k. 2 askeb pranikahTugas k.k. 2 askeb pranikah
Tugas k.k. 2 askeb pranikah
 
Sop vct
Sop vctSop vct
Sop vct
 
Kespro bagi catin
Kespro bagi catinKespro bagi catin
Kespro bagi catin
 
Materi pkpr
Materi pkprMateri pkpr
Materi pkpr
 
Power Point PHBS
Power Point PHBSPower Point PHBS
Power Point PHBS
 
Buku Juknis Kredensial.pdf
Buku Juknis Kredensial.pdfBuku Juknis Kredensial.pdf
Buku Juknis Kredensial.pdf
 
Materi HIV & AIDS
Materi HIV & AIDSMateri HIV & AIDS
Materi HIV & AIDS
 
Hepatitis powerpoint
Hepatitis powerpointHepatitis powerpoint
Hepatitis powerpoint
 
Buku Saku untuk Calon Pengantin
Buku Saku untuk Calon PengantinBuku Saku untuk Calon Pengantin
Buku Saku untuk Calon Pengantin
 
Makalah hiv aids
Makalah hiv aidsMakalah hiv aids
Makalah hiv aids
 
Penyuluhan HIV/AIDS
Penyuluhan HIV/AIDSPenyuluhan HIV/AIDS
Penyuluhan HIV/AIDS
 
Permenkes No. 43 tentang Standar Pelayanan Minimal Biidang Kesehatan
Permenkes No. 43 tentang Standar Pelayanan Minimal Biidang KesehatanPermenkes No. 43 tentang Standar Pelayanan Minimal Biidang Kesehatan
Permenkes No. 43 tentang Standar Pelayanan Minimal Biidang Kesehatan
 
HIV/AIDS
HIV/AIDSHIV/AIDS
HIV/AIDS
 

Similaire à Pedoman penerapan pitc

SEMINAR PROPOSAL (PENERAPAN LAYANAN KONSELING HIV/AIDS.pptx
SEMINAR PROPOSAL (PENERAPAN LAYANAN KONSELING HIV/AIDS.pptxSEMINAR PROPOSAL (PENERAPAN LAYANAN KONSELING HIV/AIDS.pptx
SEMINAR PROPOSAL (PENERAPAN LAYANAN KONSELING HIV/AIDS.pptxdennisetiawan022
 
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KESIAPAN PASIEN HIV POSITIF DALAM MENJA...
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KESIAPAN PASIEN HIV POSITIF DALAM MENJA...FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KESIAPAN PASIEN HIV POSITIF DALAM MENJA...
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KESIAPAN PASIEN HIV POSITIF DALAM MENJA...Nanang Soleh
 
Peran PERAWAT SEBAGAI KONSELOR hiv dan aids.pptx
Peran PERAWAT SEBAGAI KONSELOR hiv dan aids.pptxPeran PERAWAT SEBAGAI KONSELOR hiv dan aids.pptx
Peran PERAWAT SEBAGAI KONSELOR hiv dan aids.pptxIRFANPERMANA7
 
Pedoman_Manajemen_PPIApdf.pdf
Pedoman_Manajemen_PPIApdf.pdfPedoman_Manajemen_PPIApdf.pdf
Pedoman_Manajemen_PPIApdf.pdfElytaSuartika
 
Jurnal Ditjen PP dan PL Kemenkes RI Tahun 2012
Jurnal Ditjen PP dan PL Kemenkes RI Tahun 2012Jurnal Ditjen PP dan PL Kemenkes RI Tahun 2012
Jurnal Ditjen PP dan PL Kemenkes RI Tahun 2012humasditjenppdanpl
 
KIE & KONSELING HIV.pptx
KIE & KONSELING HIV.pptxKIE & KONSELING HIV.pptx
KIE & KONSELING HIV.pptxKiaTauhid
 
Pelayanan antenatal terpadu edisi ke 3 261120 final
Pelayanan antenatal terpadu edisi ke 3 261120 finalPelayanan antenatal terpadu edisi ke 3 261120 final
Pelayanan antenatal terpadu edisi ke 3 261120 finalSelfiNice
 
BUKU KEMENKES UPDATE 2 KB.pdf
BUKU KEMENKES UPDATE 2 KB.pdfBUKU KEMENKES UPDATE 2 KB.pdf
BUKU KEMENKES UPDATE 2 KB.pdfsafridafida
 
Pedoman ppia email
Pedoman ppia emailPedoman ppia email
Pedoman ppia emailDokter Tekno
 
V2_Dir. PKP_Peran FKTP dalam Penanggulangan PTM (1).pdf
V2_Dir. PKP_Peran FKTP dalam Penanggulangan PTM (1).pdfV2_Dir. PKP_Peran FKTP dalam Penanggulangan PTM (1).pdf
V2_Dir. PKP_Peran FKTP dalam Penanggulangan PTM (1).pdfAdityaRakhmandanu2
 
Integrasi ims anc terpadu 1
Integrasi ims anc terpadu 1Integrasi ims anc terpadu 1
Integrasi ims anc terpadu 1Dokter Tekno
 
Pedoman surveilans infeksi rumah sakit
Pedoman surveilans infeksi rumah sakitPedoman surveilans infeksi rumah sakit
Pedoman surveilans infeksi rumah sakitAndinaPutri3
 
Petunjuk Teknis Penanganan ILTB 2020.pdf
Petunjuk Teknis Penanganan ILTB 2020.pdfPetunjuk Teknis Penanganan ILTB 2020.pdf
Petunjuk Teknis Penanganan ILTB 2020.pdfssuser2b814f1
 
Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Diseases (COVID-19)
Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Diseases (COVID-19)Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Diseases (COVID-19)
Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Diseases (COVID-19)Muh Saleh
 

Similaire à Pedoman penerapan pitc (20)

Pedoman PMTCT Indonesia 2011
Pedoman PMTCT Indonesia 2011Pedoman PMTCT Indonesia 2011
Pedoman PMTCT Indonesia 2011
 
SEMINAR PROPOSAL (PENERAPAN LAYANAN KONSELING HIV/AIDS.pptx
SEMINAR PROPOSAL (PENERAPAN LAYANAN KONSELING HIV/AIDS.pptxSEMINAR PROPOSAL (PENERAPAN LAYANAN KONSELING HIV/AIDS.pptx
SEMINAR PROPOSAL (PENERAPAN LAYANAN KONSELING HIV/AIDS.pptx
 
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KESIAPAN PASIEN HIV POSITIF DALAM MENJA...
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KESIAPAN PASIEN HIV POSITIF DALAM MENJA...FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KESIAPAN PASIEN HIV POSITIF DALAM MENJA...
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KESIAPAN PASIEN HIV POSITIF DALAM MENJA...
 
HIV AIDS.pptx
HIV AIDS.pptxHIV AIDS.pptx
HIV AIDS.pptx
 
Peran PERAWAT SEBAGAI KONSELOR hiv dan aids.pptx
Peran PERAWAT SEBAGAI KONSELOR hiv dan aids.pptxPeran PERAWAT SEBAGAI KONSELOR hiv dan aids.pptx
Peran PERAWAT SEBAGAI KONSELOR hiv dan aids.pptx
 
Pedoman Manajemen PPIA
Pedoman Manajemen PPIAPedoman Manajemen PPIA
Pedoman Manajemen PPIA
 
Pedoman Manajemen PPIA
Pedoman Manajemen PPIAPedoman Manajemen PPIA
Pedoman Manajemen PPIA
 
Pedoman_Manajemen_PPIApdf.pdf
Pedoman_Manajemen_PPIApdf.pdfPedoman_Manajemen_PPIApdf.pdf
Pedoman_Manajemen_PPIApdf.pdf
 
Jurnal Ditjen PP dan PL Kemenkes RI Tahun 2012
Jurnal Ditjen PP dan PL Kemenkes RI Tahun 2012Jurnal Ditjen PP dan PL Kemenkes RI Tahun 2012
Jurnal Ditjen PP dan PL Kemenkes RI Tahun 2012
 
KIE & KONSELING HIV.pptx
KIE & KONSELING HIV.pptxKIE & KONSELING HIV.pptx
KIE & KONSELING HIV.pptx
 
Pelayanan antenatal terpadu edisi ke 3 261120 final
Pelayanan antenatal terpadu edisi ke 3 261120 finalPelayanan antenatal terpadu edisi ke 3 261120 final
Pelayanan antenatal terpadu edisi ke 3 261120 final
 
EPID PMS AIDS.pptx
EPID PMS AIDS.pptxEPID PMS AIDS.pptx
EPID PMS AIDS.pptx
 
BUKU KEMENKES UPDATE 2 KB.pdf
BUKU KEMENKES UPDATE 2 KB.pdfBUKU KEMENKES UPDATE 2 KB.pdf
BUKU KEMENKES UPDATE 2 KB.pdf
 
Pedoman ppia email
Pedoman ppia emailPedoman ppia email
Pedoman ppia email
 
V2_Dir. PKP_Peran FKTP dalam Penanggulangan PTM (1).pdf
V2_Dir. PKP_Peran FKTP dalam Penanggulangan PTM (1).pdfV2_Dir. PKP_Peran FKTP dalam Penanggulangan PTM (1).pdf
V2_Dir. PKP_Peran FKTP dalam Penanggulangan PTM (1).pdf
 
Integrasi ims anc terpadu 1
Integrasi ims anc terpadu 1Integrasi ims anc terpadu 1
Integrasi ims anc terpadu 1
 
Pedoman surveilans infeksi rumah sakit
Pedoman surveilans infeksi rumah sakitPedoman surveilans infeksi rumah sakit
Pedoman surveilans infeksi rumah sakit
 
Petunjuk Teknis Penanganan ILTB 2020.pdf
Petunjuk Teknis Penanganan ILTB 2020.pdfPetunjuk Teknis Penanganan ILTB 2020.pdf
Petunjuk Teknis Penanganan ILTB 2020.pdf
 
Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Diseases (COVID-19)
Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Diseases (COVID-19)Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Diseases (COVID-19)
Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Diseases (COVID-19)
 
Aids
Aids Aids
Aids
 

Plus de Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon (12)

Analisis masalah dalam PDCA
Analisis masalah dalam PDCAAnalisis masalah dalam PDCA
Analisis masalah dalam PDCA
 
TUJUH LANGKAH PRAKTIS DALAMA POKJA UKM
TUJUH LANGKAH PRAKTIS DALAMA POKJA UKMTUJUH LANGKAH PRAKTIS DALAMA POKJA UKM
TUJUH LANGKAH PRAKTIS DALAMA POKJA UKM
 
Instrumen Akreditasi FKTP-Puskesmas
Instrumen Akreditasi FKTP-PuskesmasInstrumen Akreditasi FKTP-Puskesmas
Instrumen Akreditasi FKTP-Puskesmas
 
Pedoman Pendampingan Akreditasi FKTP
Pedoman Pendampingan Akreditasi FKTPPedoman Pendampingan Akreditasi FKTP
Pedoman Pendampingan Akreditasi FKTP
 
Rabies
RabiesRabies
Rabies
 
Surat edaran No129 th 2103 ttg pelaksanaan pengendalian hiv aids
 Surat edaran No129 th 2103 ttg pelaksanaan pengendalian hiv aids Surat edaran No129 th 2103 ttg pelaksanaan pengendalian hiv aids
Surat edaran No129 th 2103 ttg pelaksanaan pengendalian hiv aids
 
Pedoman ppia 2012 final
Pedoman ppia 2012 finalPedoman ppia 2012 final
Pedoman ppia 2012 final
 
Pmk no. 21 thn 2013 ttg penanggulangan hiv dan aids
Pmk no. 21  thn 2013 ttg penanggulangan hiv dan aidsPmk no. 21  thn 2013 ttg penanggulangan hiv dan aids
Pmk no. 21 thn 2013 ttg penanggulangan hiv dan aids
 
Pedoman pmtct 2012
Pedoman pmtct 2012Pedoman pmtct 2012
Pedoman pmtct 2012
 
Pedoman Pengobatan ARV 2011
Pedoman Pengobatan ARV 2011Pedoman Pengobatan ARV 2011
Pedoman Pengobatan ARV 2011
 
ISTC (International Standards for Tuberculosis Care)
ISTC (International Standards for Tuberculosis Care)ISTC (International Standards for Tuberculosis Care)
ISTC (International Standards for Tuberculosis Care)
 
Pmtct
PmtctPmtct
Pmtct
 

Dernier

ALUR Vaksinasi calon jemaah Haji tahun 2024 .pptx
ALUR Vaksinasi calon jemaah Haji tahun 2024 .pptxALUR Vaksinasi calon jemaah Haji tahun 2024 .pptx
ALUR Vaksinasi calon jemaah Haji tahun 2024 .pptxMelianaFatmawati
 
B-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptx
B-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptxB-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptx
B-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptxUswaTulFajri
 
BIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologi
BIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologiBIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologi
BIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologiAviyudaPrabowo1
 
Gizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.ppt
Gizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.pptGizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.ppt
Gizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.pptAyuMustika17
 
Referat kanker kolorektal farmakologi kesehatan
Referat kanker kolorektal farmakologi kesehatanReferat kanker kolorektal farmakologi kesehatan
Referat kanker kolorektal farmakologi kesehatanFATIM77
 
Konsep tata laksana Kanker Leher Rahim Papsmear & IVA.ppt
Konsep tata laksana Kanker Leher Rahim Papsmear & IVA.pptKonsep tata laksana Kanker Leher Rahim Papsmear & IVA.ppt
Konsep tata laksana Kanker Leher Rahim Papsmear & IVA.pptindahlestari554589
 
laporan kasuss demam berdarah dengue.pptx
laporan kasuss demam berdarah dengue.pptxlaporan kasuss demam berdarah dengue.pptx
laporan kasuss demam berdarah dengue.pptxirfanahmadh
 
PENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIF
PENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIFPENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIF
PENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIFRisaFatmasari
 
Agen Resmi Tembak Ikan JDB Deposit i-Saku Gampang Menang
Agen Resmi Tembak Ikan JDB Deposit i-Saku Gampang MenangAgen Resmi Tembak Ikan JDB Deposit i-Saku Gampang Menang
Agen Resmi Tembak Ikan JDB Deposit i-Saku Gampang Menangonline resmi
 

Dernier (9)

ALUR Vaksinasi calon jemaah Haji tahun 2024 .pptx
ALUR Vaksinasi calon jemaah Haji tahun 2024 .pptxALUR Vaksinasi calon jemaah Haji tahun 2024 .pptx
ALUR Vaksinasi calon jemaah Haji tahun 2024 .pptx
 
B-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptx
B-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptxB-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptx
B-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptx
 
BIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologi
BIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologiBIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologi
BIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologi
 
Gizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.ppt
Gizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.pptGizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.ppt
Gizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.ppt
 
Referat kanker kolorektal farmakologi kesehatan
Referat kanker kolorektal farmakologi kesehatanReferat kanker kolorektal farmakologi kesehatan
Referat kanker kolorektal farmakologi kesehatan
 
Konsep tata laksana Kanker Leher Rahim Papsmear & IVA.ppt
Konsep tata laksana Kanker Leher Rahim Papsmear & IVA.pptKonsep tata laksana Kanker Leher Rahim Papsmear & IVA.ppt
Konsep tata laksana Kanker Leher Rahim Papsmear & IVA.ppt
 
laporan kasuss demam berdarah dengue.pptx
laporan kasuss demam berdarah dengue.pptxlaporan kasuss demam berdarah dengue.pptx
laporan kasuss demam berdarah dengue.pptx
 
PENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIF
PENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIFPENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIF
PENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIF
 
Agen Resmi Tembak Ikan JDB Deposit i-Saku Gampang Menang
Agen Resmi Tembak Ikan JDB Deposit i-Saku Gampang MenangAgen Resmi Tembak Ikan JDB Deposit i-Saku Gampang Menang
Agen Resmi Tembak Ikan JDB Deposit i-Saku Gampang Menang
 

Pedoman penerapan pitc

  • 1. Kementerian Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan tahun 2010
  • 2. TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC PEDOMAN PENERAPAN Kementerian Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Tahun 2010
  • 3.
  • 4. TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC KATA PENGANTAR Peningkatan epidemi HIV telah terjadi di Indonesia sejak 10 tahun terakhir ini. Penularan terutama terjadi akibat penggunaan jarum suntik bersama pada pengguna narkotika suntik dan hubungan seks. Hasil Pemodelan epidemi di Indonesia memproyeksikan jumlah ODHA usia 15-49 tahun dari 277,700 pada tahun 2008 akan meningkat menjadi 501,400 pada tahun 2014. Hasil tersebut dengan asumsi bahwa tidak ada perubahan yang signifikan dari upaya pengendalian HIV dan AIDS pada kurun waktu tersebut. Pengobatan dengan ARV di Indonesia yang didukung oleh dana pemerintah sejak tahun 2005 telah berhasil menurunkan kematian ODHA dari 46% pada tahun 2006 menjadi 17% pada tahun 2008. Jelas bahwa upaya percepatan perluasan cakupan pengobatan ARV dengan pendekatan kesehatan masyarakat telah memberikan dampak pada peningkatan kualitas hidup ODHA. Tetapi sebagian ODHA masih belum terjangkau oleh pengobatan tersebut. Tantangan yang dihadapi antara lain adalah masih rendahnya cakupan orang yang mengetahui status HIV-nya, sehingga menghambat upaya untuk meningkatkan akses terhadap layanan pencegahan maupun pengobatan. Oleh karenanya layanan yang memfasilitasi ODHA untuk mengetahui status infeksinya harus terus ditingkatkan, diantaranya adalah dengan konseling dan testing HIV atas prakarsa petugas kesehatan /PITC pada pasien yang datang ke rumah sakit dengan gejala dan tanda klinis terkait dengan HIV. Pedoman ini disusun melalui adaptasi dari pedoman PITC WHO, dan kontribusi IDI untuk memberikan panduan bagi petugas kesehatan dalam memberikan layanan konseling dan testing HIV. Prinsip pelaksanaan harus tetap menjunjung tinggi azas “3 C” yaitu dengan mendapatkan pesetujuan pasien (informed consent), menjaga konfidensialitas (confidentiality), dan disertai dengan konseling pasca tes yang memadai (counseling), dan tidak terjebak ke dalam tes HIV mandatory. Penghargaan kepada tim penyusun dan para kontributor yang telah memberikan sumbang saran sehingga pedoman ini dapat diterbitkan. Semoga pedoman ini dapat bermanfaat. Direktur Jendral PP & PL, Kemenkes RI Prof. dr. Tjandra Y. Aditama, SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE NIP 195509031980121001 PEDOMAN PENERAPAN i
  • 5. TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC KATA PENGANTAR KETUA UMUM PB IDI Masalah HIV/AIDS di Indonesia adalah salah satu masalah kesehatan nasional yang memerlukan penanganan bersama secara komprehensif. Sejak 10 tahun terakhir, jumlah kasus AIDS di Indonesia mengalami lonjakan yang bermakna. Hal ini menuntut perhatian semua pihak, terutama para tenaga kesehatan yang memberikan layanan kesehatan bagi pasien HIV/AIDS. Salah satu bentuk layanan tersebut adalah konseling dan tes HIV yang bertujuan tidak hanya untuk menegakkan diagnosis namun juga memberikan konseling untuk mendapatkan terapi dan menangani berbagai masalah yang dihadapi oleh pasien. Layanan testing dan konseling HIV saat ini masih dilakukan dalam bentuk Konseling dan Testing HIV Sukarela (Voluntary HIV Counselling and Testing/VCT), yang dilakukan di sarana kesehatan (RS, Puskesmas dan Klinik) maupun di LSM peduli AIDS. Hingga tahun 2009 terdapat 262 layanan klinik VCT aktif yang ada di 133 kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Jumlah cakupan layanan tersebut masih tergolong rendah untuk menjangkau populasi berisiko dan mengetahui status HIV mereka. peran tenaga kesehatan (dokter, perawat dan bidan) dalam melakukan deteksi HIV menjadi semakin penting karena banyak ODHA yang membutuhkan layanan medis dan belum diketahui status HIV-nya. Layanan PITC (Provider Initiated Testing and Counselling) memudahkan dan mempercepat diagnosis, penatalaksanaan, dan sudah berkembang luas di sejumlah negara dengan tingkat epidemi HIV yang tinggi. Oleh karena itu Organisasi Profesi Kesehatan (IDI, IBI, PPNI, ISFI, IAKMI) membantu Kementerian Kesehatan menyusun panduan yang terintegrasi dalam satu pedoman ringkas untuk membantu tenaga kesehatan dalam melakukan konseling dan testing HIV bagi klien atau pasien. Kami berharap melalui pedoman ini, tenaga kesehatan tidak akan ragu dalam mendorong pasien untuk tes HIV sehingga stigma/diskriminasi tidak lagi ada dalam pelayanan kesehatan. Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan pedoman ini dan juga kepada pihak GF-AIDS yang telah mendukung kegiatan ini. Ketua Umum PB IDI Dr. Prijo Sidipratomo, Sp.Rad(K) ii PEDOMAN PENERAPAN
  • 6. TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC TIM EDITOR DAFTAR KONTRIBUTOR IDI Dr. Sri Pandam Pulungsih, MSc Achmad Firdaus, SIP (Yayasan STIGMA) Dr. Ratna Mardiati, SpKJ Nelly Yardes, SKp, M.Kes (PPNI Pusat) Nurjannah, SKM, M.Kes Dr. Astia Murti (LAPAS Salemba) Dr. Linna Juniar (Puskesmas Jatinegara) Dr. Ratna Mardiati, Sp.KJ (Direktur RS Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan) DAFTAR KONTRIBUTOR L.H. Kekek Apriana Dwi H (FHI-ASA) Dr. Srimpi Indah Z, Sp.KJ Dr. Ayie Sri Kartika (Lakespra dr. Saryanto) Arta Saragi Artini Dr. Dr. Mulia Pinem (RSAL Dr.Mintohardjo) Asik Surya, MPPM Dr. Dr. Diah Setia Utami, Sp.KJ, MARS Ayie Sri Kartika Dr. (RSKO Cibubur) Bambang Subagyo, SpPD, MM Dr. Kwe Lie (IPPI) Dasril Nizam Dr. Dr. Finnahari (Lapas Narkotika Jakarta) Diah Setia Utami, SpKJ Dr. DR. Drg. Harum Sasanti, Sp.PM (FKG-UI) Rizsa Oktiana, SST (PP IBI) Dr. Ekarini Grietje U. Masyitha, SST, SKM, M.Kes (PP IBI) Dr. Endang Budi Hastuti Hendi Muslim (Pokdisus AIDS/UPT HIV RSCM) Dr. Endang Lukitosari M. Sugiharto Isnadi (Yayasan STIGMA) Dr. Endang P., M.Epid Ervina Luki Damayanti Dr. Dedi Supratman, SKM (IAKMI) Komaria Siregar, SKM, M.Epid Dr. Toha Muhaimin, M.Sc (FKM-UI) Kurniawan Rachmadi, SKM, MSi Prof. DR. Dr. Sudarto Ronoatmodjo, MPH Maryono Dr. (FKM-UI) Nirmala Kesumah, MHA Dr. Dr. Rudy Rusli (PB IDI) Nurjannah, SKM, M.Kes Dr. Dyah Agustina Waluyo Ronald Jonathan Dr. (PB IDI/RS KRAMAT 128) Sri Pandam Pulungsih, MSc Dr. Dr. Pandu Riono, Ph.D, MPH (PB IDI/FKM-UI) PEDOMAN PENERAPAN iii
  • 7. TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH Low‐level HIV epidemis Tingkatan epidemi HIV yang rendah, dengan prevalensi secara tetap tidak pernah lebih dari 5% yang terbatas pada kelompok tertentu yang berperilaku berisiko seperti penjaja seks komersial, penasun, LSL. Concentrated HIV epidemis Tingkatan epidemi HIV terkonsentrasi dengan prevalensi lebih dari 5% secara tetap, namun terbatas pada kelompok tertentu yang berperilaku berisiko seperti penjaja seks komersial, penasun, LSL, namun prevalensi masih kurang dari 1% pada ibu hamil di daerah perkotaan. Generalized HIV epidemis Tingkatan epidemi HIV meluas di masyarakat umum, sebagai proksi dinaytakan apabila ditemukan prevalensi lebih dari 1% secara menetap pada kelompok ibu hamil. AIDS Acquired Immunodeficiency Syndrome ANC Ante natal Care (lihat KIA) ART Antiretroviral Therapy – terapi HIV dengan obat Antiretroviral KEMENKES Kementerian Kesehatan Republik Indonesia HIV Human Immunodeficiency virus IMS Infeksi menular secara Seksual KIA Kesehatan Ibu dan Anak (lihat ANC) KTS – VCT Konseling dan Testing HIV secara Sukarela (lihat juga VCT). ODHA Orang dengan HIV/ AIDS PDP Perawatan Dukungan dan pengobatan HIV PITC Provider Initiated HIV Testing and Counseling – Layanan Tes dan konseling HIV terintegrasi di saranan kesehatan, yaitu tes dan konseling HIV diprakarsai oleh ptugas kesehatan ketika pasien mencari layanan kesehatan. iv PEDOMAN PENERAPAN
  • 8. TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC PMTCT Prevention on Mother to Child Transmission SDM Sumber Daya Manusia TB Tuberkulosis three C Azas dalam penyelenggaraan konseling dan testing HIV yang harus selalu diterapkan. Tes HIV hanya akan dilaksanakan setelah mendapatkan informed consent dari klien, disertai dengan counselling terutama pada saat pemberian hasil tes HIV dan dengan menjaga confidentiality (hasil tes tidak akan diungkapkan kepada orang lain yang tidak terkait dengan perawatan klien tanpa seizing klien). UNAIDS Joint United Nations Programme on HIV DAN AIDS UNGASS United Nation General Assembly Special Session VCT – KTS HIV Voluntary Counseling and Testing (lihat juga KTS) WHO Worlld Health organization ‐ Organisasi Kesehatan Sedunia PEDOMAN PENERAPAN v
  • 9. TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ................................................................................................. i KATA PENGANTAR KETUA UMUM PB IDI ................................................................. ii TIM EDITOR ........................................................................................................... iii DAFTAR KONTRIBUTOR .......................................................................................... iii DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH .......................................................................... iv DAFTAR ISI ............................................................................................................ vi I. PENDAHULUAN ............................................................................................. 1 II. TUJUAN DAN SASARAN ................................................................................ 3 A. TUJUAN UMUM ........................................................................................ 3 B. TUJUAN KHUSUS ...................................................................................... 3 C. SASARAN ................................................................................................. 3 D. RUANG LINGKUP ...................................................................................... 3 III. TERMINOLOGI .............................................................................................. 4 IV. PENERAPAN PITC DI BERBAGAI TINGKAT EPIDEMI ....................................... 6 A. PENERAPAN PITC PADA SEMUA JENIS EPIDEMI .......................................... 6 B. PENERAPAN PITC DI DAERAH EPIDEMI MELUAS ......................................... 6 C. PENERAPAN PITC DI EPIDEMI TERKONSENTRASI ATAU TINGKAT RENDAH .... 7 V. LINGKUNGAN YANG KONDUSIF ................................................................... 8 VI. PROSES PITC DAN UNSUR PENDUKUNGNYA ................................................. 9 A. INFORMASI PRA‐TES HIV DAN PERSETUJUAN PASIEN ................................. 9 1. Informasi minimal sebelum tes HIV ..... ............................................... 9 2. Perhatian khusus bagi perempuan hamil ............................................. 10 3. Perhatian khusus bagi bayi, anak dan remaja ....................................... 10 4. Pasien dengan penyakit berat ............................................................. 10 5. Penolakan untuk menjalani tes HIV ...................................................... 10 B. KONSELING PASCA‐TES HIV ...................................................................... 11 1. Konseling hasil tes HIV negatif ............................................................ 11 2. Konseling hasil tes HIV positif ............................................................. 11 3. Konseling pasca‐tes bagi ibu hamil ...................................................... 12 C. RUJUKAN KE LAYANAN LAIN YANG DIBUTUHKAN ...................................... 13 D. FREKUENSI TES HIV .................................................................................. 13 VII. TEKNIK TES‐HIV ............................................................................................ 14 VIII. PERTIMBANGAN PROGRAM ......................................................................... 16 vi PEDOMAN PENERAPAN
  • 10. TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC IX. MONITORING DAN EVALUASI ....................................................................... 17 A. JAMINAN MUTU LAYANAN ....................................................................... 18 B. SUMBER DAYA MANUSIA .......................................................................... 18 C. MUTU KONSELING ................................................................................... 18 D. MUTU TES HIV ......................................................................................... 19 X. PEDOMAN PRAKTIS PENYELENGGARAAN TES HIV DAN KONSELING ATAS PRAKARSA PETUGAS ........................................................................... 20 A. PANDUAN KOMUNIKASI PADA TES HIV DAN KONSELING ATAS PRAKARSA PETUGAS KESEHATAN .............................................................. 21 B. PEMERIKSAAN LABORATORIUM ................................................................ 36 PEDOMAN PENERAPAN vii
  • 11.
  • 12. TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC PEDOMAN PENERAPAN KONSELING DAN TES-HIV YANG TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN PENDAHULUAN Data Kementerian Kesehatan yang berasal dari 32 Propinsi dan 214 Kabupaten/kota hingga akhir Desember 2009, menunjukkan jumlah kumulatif kasus AIDS yang dilaporkan adalah 19.973 kasus. Sementara itu hasil pemodelan epidemi HIV/AIDS berdasarkan estimasi tahun 2006 di Indonesia memproyeksikan jumlah ODHA usia 15‐49 tahun terus meningkat dari 277,100 pada tahun 2008 menjadi 501,400 pada tahun 2014. Guna memperluas jangkauan layanan HIV yang meliputi perawatan, dukungan dan pengobatan pada waktu yang tepat dan juga meningkatkan kesempatan ODHA untuk menjangkau informasi serta sarana mencegah penularan HIV lebih lanjut, maka perlu meningkatkan lebih banyak orang yang mengetahui status HIVnya. Jangkauan yang luas terhadap layanan konseling dan tes‐HIV sangat diperlukan dalam mencapai target universal acces terhadap layanan pencegahan, pengobatan, perawatan dan dukungan seperti yang dicanangkan oleh UN General Assembly pada tahun 2006. Konseling dan tes‐HIV sukarela (KTS) atas prakarsa klien masih terus didorong dan ditingkatkan penerapannya, di samping pendekatan lain yang lebih inovatif seperti konseling dan tes‐HIV yang diprakarsai petugas kesehatan ketika seorang pasien datang ke saranan kesehatan untuk mendapatakan layanan kesehatan karena berbagai macam keluhan kesehatannya, yang selanjutnya akan disebut PITC atau Provider Initiated Testing dan Counseling – PITC. Seperti disadari bahwa sarana kesehatan merupakan sarana utama untuk menjangkau atau berhubungan dengan ODHA yang jelas membutuhkan layanan pencegahan, pengobatan, perawatan dan dukungan. PITC tersebut merupakan layanan tes dan konseling HIV yang terintegrasi di sarana kesehatan dan untuk penerapannya dibutuhkan pedoman atau petunjuk operasional. Bukti yang tersedia baik dari daerah maju maupun daerah dengan sumber daya yang terbatas menunjukkan bahwa kesempatan untuk diagnosis ataupun pemberian konseling tentang HIV di sarana kesehatan seringkali terlewatkan, oleh karenanya perlu mengitegrasikan layanan tes dan konseling HIV di saranan kesehatan dengan menerapkan PITC, di mana tes HIV dan konseling merupakan sarana untuk menjangkau diagnosis dan layanan terkait HIV. Mengingat besarnya kecenderungan akan terjadinya pemaksaan dalam tes‐HIV sehubungan PITC yang akan memberikan dampak negatif pada pasien maka perlu pelatihan dan bimbingan, pemantauan dan evaluasi yang memadai dari penerapan PITC dan program konseling di sarana kesehatan. PEDOMAN PENERAPAN 1
  • 13. TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC Pedoman layanan tes dan konseling HIV di sarana kesehatan ini menawarkan konseling dan tes‐HIV dengan pendekatan option‐out di sarana kesehatan, yang meliputi informasi pra‐tes secara singkat dan sederhana dengan menyesuaikan dengan kaidah‐kaidah konseling yang berlaku. Dengan demikian tes HIV direkomendasikan sebagai berikut: 1. Ditawarkan kepada semua pasien yang menunjukkan gejala dan tanda klinis yang mungkin mengindikasikan infeksi HIV, tanpa memandang tingkat epidemi daerahnya. 2. Sebagai bagian dari prosedur baku perawatan medis pada semua pasien yang datang di sarana kesehatan di daerah dengan tingkat epidemi yang meluas. 3. Ditawarkan dengan lebih selektif kepada pasien di daerah dengan tingkat epidemi terkonsentrasi atau rendah. Jelas bahwa seseorang dapat menolak tes HIV bila mereka tidak bersedia. Penjelasan tambahan tentang risiko, keuntungan menjalani tes HIV dan pengungkapan hasil tes serta tentang dukungan sosial yang tersedia dapat diberikan di dalam kelompok terutama kepada kelompok yang rentan atau berisiko terhadap dampak buruk dari pengungkapan status HIV‐positf‐nya. Pendekatan option‐in akan lebih menguntungkan bagi kelompok yang memiliki kerentanan tinggi untuk mendapatkan dampak buruk tersebut. PITC harus disertai dengan jangkauan pada paket layanan pencegahan, pengobatan, perawatan dan dukungan yang diterapkan dalam kerangka kerja rencana strategi nasional untuk mencapai universal access terhadap terapi antiretroviral bagi semua yang membutuhkannya. Untuk menerapkan PITC maka harus diupayakan bahwa kerangka kerja dukungan sosial, kebijakan dan dukungan peraturan perundangan yang sudah mapan, guna mendapatkan hasil yang positif dan meminimalkan dampak buruk pada pasien. Prakarsa tes‐HIV oleh petugas kesehatan harus selalu didasarkan atas kepentingan kesehatan pasien. Untuk itu perlu memberikan informasi yang cukup sehingga pasien mengerti dan mampu mengambil keputusan untuk menjalani tes HIV secara sukarela, menjaga konfidensialitas, terhubung dengan rujukan konseling pasca‐tes oleh konselor, dan menyediakan rujukan ke layanan PDP yang memadai. Penerapan PITC bukan berarti menerapkan tes‐HIV secara mandatori atau wajib sebagai pendekatan dasar kesehatan masyarakat. Masalah konfidensialitas tersebut diatur pula dalam Undang‐undang Praktik Kedokteran No. 29 Tahun 2004 Pasal 48 mengenai rahasia kedokteran (wajib simpan, pembukaan rahasia kedokteran pada keadaan tertentu). 2 PEDOMAN PENERAPAN
  • 14. TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC TUJUAN dan SASARAN A. TUJUAN UMUM Pedoman ini bertujuan untuk memberikan tuntunan kepada para petugas kesehatan dalam menerapkan layanan tes dan konseling HIV di sarana kesehatan dengan pendekatan PITC. B. TUJUAN KHUSUS Pedoman ini bertujuan untuk menyelaraskan antara etika medis, klinis, kesehatan masyarakat dan hak‐hak azasi manusia. Hal tersebut meliputi: 1. Memberdayakan ODHA agar mengetahui status HIV mereka dengan penuh kesadaran dan kesukarelaan untuk mencari dan mendapatkan layanan pencegahan, pengobatan, perawatan dan dukungan terkait HIV dan terlindung dari stigma, diskriminasi dan dan kekerasan. 2. Mengoptimalkan hasil pengobatan dan pencegahan. 3. Mendorong hak otonomi, privasi dan konfidensialitas. 4. Mendorong kebijakan dan praktik berbasis‐bukti ilmiah dan memungkinkan lingkungan untuk penerapannya 5. Meningkatkan peran dan tanggung jawab petugas kesehatan dalam hal menyediakan akses terhadap tes HIV, konseling dan intervensi lain yang dibutuhkan C. SASARAN 1. Para pengambil kebijakan, 2. Perencana dan pengelola program pengendalian HIV/AIDS, 3. Petugas layanan kesehatan. D. RUANG LINGKUP Lingkup dari pedoman adalah penerapan konseling dan testing HIV atas prakarsa petugas kesehatan dengan menekankan pemeriksaan kesehatan terkait dengan infeksi oportunistik dan merujuk pada pelayanan berkelanjutan. Pedoman tidak membahas konseling secara rinci dan petugas kesehatan diarahkan untuk merujuk pedoman nasional KTS yang berlaku. Petugas kesehatan yang dimaksud dalam buku ini adalah dokter yang merawat, perawat yang diberi wewenang oleh dokter yang bersangkutan serta bidan. PEDOMAN PENERAPAN 3
  • 15. TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC TERMINOLOGI Terminologi yang digunakan di dalam pedoman ini adalah sebagai berikut. Voluntary Counseling and Testing, atau VCT atau Konseling dan tes‐HIV secara sukarela ‐ KTS (atau disebut juga sebagai Client‐initiated HIV testing and counseling) adalah layanan konseling dan tes HIV yang dibutuhkan oleh klien secara aktif dan individual. Pada KTS ini biasanya menekankan pengkajian dan penanganan faktor risiko dari klien oleh konselor, membahas masalah keinginan untuk menjalani tes HIV dan implikasinya serta pengembangan strategi untuk mengurangi faktor risiko. KTS dilaksanakan dalam berbagai macam tatanan layanan, yang salah satunya adalah di sarana layanan kesehatan, klinik KTS mandiri di luar sarana layanan kesehatan, layanan KTS yang diberikan secara bergerak atau mobile KTS, di masyarakat atau bahkan di rumah. Provider‐initiated HIV testing and counselling (PITC) adalah suatu tes HIV dan konseling yang diprakarsai oleh petugas kesehatan kepada pengunjung sarana layanan kesehatan sebagai bagian dari standar pelayanan medis. Tujuan utamanya adalah untuk membuat keputusan klinis dan/atau menentukan pelayanan medis khusus yang tidak mungkin dilaksanakan tanpa mengetahui status HIV seseorang seperti misalnya ART. Apabila seseorang yang datang ke sarana layanan kesehatan menunjukkan adanya gejala yang mengarah ke HIV maka tanggung jawab dasar dari petugas kesehatan adalah menawarkan tes dan konseling HIV kepada pasien tersebut sebagai bagian dari tatalakasana klinis. Sebagai contoh petugas kesehatan memprakarsai tes dan konseling HIV kepada pasien TB dan pasien suspek TB, pasien IMS, pasien gizi buruk, pasien dengan gejala atau tanda IO lainnya. PITC juga bertujuan untuk mengidentifikasi infeksi HIV yang tidak nampak pada pasien dan pengunjung sarana layanan kesehatan. Oleh karenannya kadang‐kadang tes dan konseling HIV juga ditawarkan kepada pasien dengan gejala yang mungkin tidak terkait dengan HIV sekalipun. Pasien tersebut dapat mendapatkan manfaat dari pengetahuan tentang status HIV positifnya guna mendapatkan layanan pencegahan dan terapi yang diperlukan secara lebih dini. Dalam hal ini tes dan konseling HIV ditawarkan kepada semua pasien yang berkunjung ke sarana layanan kesehatan selama brinteraksi dengan petugas kesehatan. Seperti halnya KTS, PITC pun harus mengedepankan “three C’ – informed consent, counselling and confidentiality atau suka rela, konseling dan konfidensial. Option‐in adalah pilihan pasien untuk menyatakan persetujuannya secara jelas atas 4 PEDOMAN PENERAPAN
  • 16. TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC pelaksanaan tes HIV setelah menerima informasi pra‐tes. Informed consent yang diberikan dalam hal tersebut analog dengan yang dipersyaratkan pada tindakan khusus seperti pemeriksaan atau tindakan klinis invasif. Dengan pendekatan option‐out berarti pasien harus secara jelas menyatakan penolakan dilaksanakannya tes HIV setelah menerima informasi pra‐tes apabila dia tidak meinginkan tes HIV tersebut. Informed consent yang diberikan dalam hal tersebut analog dengan yang dipersyaratkan pada tindakan umum lain seperti pemeriksaan foto ronsen dada, tes darah dan pemeriksaan non‐invasif lain. Dalam hal ini petugas kesehatan akan melaksanakan tindakan tersebut kecuali pasien menolaknya. PEDOMAN PENERAPAN 5
  • 17. TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC PENERAPAN PITC DI BERBAGAI TINGKAT EPIDEMI A. Penerapan PITC pada semua Jenis Epidemi Petugas kesehatan dianjurkan untuk menawarkan tes‐HIV dan konseling sebagai bagian dari prosedur baku perawatan kepada semua pasien seperti berikut tanpa memandang tingkat epidemi daerahnya: • Semua pasien dewasa atau anak yang berkunjung ke sarana kesehatan dengan gejala dan tanda atau kondisi medis yang mengindikasikan pada AIDS. Seperti misalnya ‐ meskipun tidak selalu atau terbatas pada tuberkulosis dan kondisi khusus lainnya terutama kelompok kondisi medis yang ada dalam sistem pentahapan klinis infeksi HIV (stadium klinis). • Bayi yang baru lahir dari ibu HIV‐positif sebagai perawatan lanjutan yang rutin pada bayi tersebut • Anak yang dibawa ke sarana kesehatan dengan menunjukkan tanda tumbuh kembang yang kurang optimal atau gizi kurang dan tidak memberikan respon pada terapi gizi yang memadai. B. Penerapan PITC di Daerah Epidemi Meluas Di daerah dengan tingkat epidemi yang meluas dengan lingkungan yang memungkinkan atau kondusif serta tersedia sumber daya yang memadai termasuk ketersediaan paket layanan pencegahan, pengobatan dan perawatan HIV, maka petugas kesehatan memprakarsai tes‐HIV dan konseling kepada semua pasien yang berkunjung/berobat di semua sarana kesehatan. Hal tersebut diterapkan di layanan medis atau bedah, sarana pemerintah ataupun swasta, pasien rawat inap atau rawat jalan, dan layanan medis tetap ataupun bergerak. Tawaran tes‐HIV dan konseling merupakan bagian dari prosedur layanan baku dari petugas kesehatan kepada pasiennya, tanpa memandang adanya gejala atau tanda yang terkait dengan AIDS pada pasien yang berobat di sarana kesehatan. Untuk mengatasi kendala dalam hal sumber daya maka perlu pentahapan dalam penerapan PITC. Hal berikut perlu dipertimbangkan untuk menentukan urutan prioritas penerapan PITC: • Sarana layanan rawat jalan dan rawat inap pasien TB • Sarana layanan KIA • Sarana layanan Kesehatan Anak (<10 th) • Sarana layanan kesehatan reproduksi dan keluarga berencana (KB) • Sarana layanan dengan tindakan invasif • Sarana layanan kesehatan remaja 6 PEDOMAN PENERAPAN
  • 18. TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC • Sarana layanan kesehatan bagi kelompok dengan perilaku berisiko tertular HIV • Saranan layanan hemodialisis • Sarana kesehatan di lembaga pemasyarakatan atau rumah tahanan C. Penerapan PITC di Epidemi Terkonsentrasi atau Tingkat Rendah Di daerah dengan tingkat epidemi rendah atau terkonsentrasi tidak semua pasien ditawari tes dan konseling HIV, karena pada umumnya orang berisiko rendah untuk tertular HIV. Di daerah tersebut prioritas ditujukan hanya pada semua pasien dewasa atau anak yang berobat di sarana kesehatan dengan menunjukkan gejala atau tanda klinis yang mengindikasikan AIDS, termasuk tuberkulosis dan pada pasien anak yang diketahui terlahir dari ibu HIV‐positif. Bila tersedia data yang menunjukkan bahwa prevalensi HIV pada pasien TB sangat rendah, maka tawaran tes‐HIV dan konseling pada pasien TB pun bukan merupakan prioritas. Keputusan atau pemilihan sarana kesehatan untuk menerapkan PITC di aerah dengan tingkat epidemi HIV yang terkonsentrasi atau rendah harus didasarkan atas penilaian epidemiologi dan konteks sosial. Dapat dipertimbangkan untuk menerapkan PITC di sarana kesehatan sebagai berikut: • Klinik IMS • Layanan kesehatan bagi masyarakat dengan perilaku berisiko • Layanan KIA • Layanan TB PEDOMAN PENERAPAN 7
  • 19. TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC LINGKUNGAN YANG KONDUSIF PITC harus disertai dengan penyediaan paket layanan yang terkait dengan HIV seperti layanan pencegahan, pengobatan, perawatan dan dukungan. Meskipun tidak semua layanan harus tersedia di satu tempat yang sama dengan tempat dilaksanakannya tes‐HIV, namun setidaknya ada sarana kesehatan untuk HIV yang terjangkau dan siap menerima rujukan dengan penyediaan terapi antiretroviral (ART) bagi yang sudah memerlukannya. Terapi profilaksis dengan antiretroviral dan infant feeding merupakan komponen penting pada program pencegahan penularan dari ibu ke anak. Sarana intervensi tersebut harus tersedia sebagai bagian dari pelayanan standar bagi ibu hamil yang terdiagnosis terinfeksi HIV melalui PITC. Upaya yang sama harus juga dilakukan untuk menyakinkan ketersediaan dukungan psikososial serta kemapanan kebijakan dan peraturan perundangan untuk meoptimalkan dampak positif dan meminimalkan dampak buruk HIV. Hal tersebut meliputi: • Kesiapan masyarakat dan mobilisasi sosial. • Ketersediaan sumber daya dan infrastruktur yang memadai. • Pelatihan bagi petugas kesehatan. • Kode etik bagi petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan. • kesehatan bagi ODHA. • Sistem monitoring dan evaluasi yang kuat. Pelaksanaan PITC optimal dalam jangka panjang memerlukan penerapan peraturan perundangan guna membatasi stigma dan diskriminasi yang muncul akibat status HIV, perilaku berisiko, dan gender seseorang yang terpantau dan terus didorong untuk dilaksanakan. Kebijakan nasional harus terus mendorong pengungkapan status HIV kepada pasangan secara sukarela dan penuh tanggung jawab. Perlu dikembangkan kebijakan dasar hukum yang jelas tentang; 1. Umur atau alasan tertentu yang menyangkut pemberian persetujuan untuk tes‐HIV bagi dirinya atau orang lain (perwalian). 2. Cara terbaik untuk mendapatkan persetujuan tes‐HIV dari remaja. 8 PEDOMAN PENERAPAN
  • 20. TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC PROSES PITC DAN UNSUR PENDUKUNGNYA A. Informasi Pra-Tes HIV dan Persetujuan Pasien Sesuai dengan kondisi setempat, informasi prates dapat diberikan secara individual, pasangan atau kelompok. Persetujuan untuk menjalani tes HIV (informed consent) harus selalu diberikan secara individual, pribadi dengan kesaksian petugas kesehatan. Undang‐undang Praktik Kedokteran No. 29 Tahun 2004, secara jelas memuatnya dalam Pasal 45 mengenai Persetujuan Tindakan Kedokteran atau Kedokteran Gigi. Dalam pasal 45 Undang‐undang Praktik Kedokteran No. 29 Tahun 2004 tersebut dijelaskan bahwa Persetujuan Tindakan Kedokteran atau Kedokteran Gigi diberikan setelah pasien mendapatkan penjelasan secara lengkap. 1. Informasi minimal sebelum tes HIV Informasi minimal yang perlu disampaikan oleh petugas kesehatan ketika menawarkan tes‐HIV kepada pasien adalah sebagai berikut: • Alasan menawarkan tes‐HIV dan konseling • Keuntungan dari aspek klinis dan pencegahan dari tes‐HIV dan potensi risiko yang akan dihadapi, seperti misalnya diskriminasi, pengucilan, atau tindak kekerasan. • Layanan yang tersedia bagi pasien baik yang hasil tes HIV negatif ataupun positif, termasuk ketersediaan terapi antiretroviral • Informasi bahwa hasil tes akan diperlakukan secara konfidensial dan tidak akan diungkapkan kepada orang lain selain petugas kesehatan yang terkait langsung pada perawatan pasien tanpa seizin pasien • Informasikan bahwa pasien mempunyai hak untuk menolak menjalani tes‐HIV. Tes akan dilakukan kecuali pasien menggunakan hak tolaknya tersebut. • Informasikan bahwa penolakan untuk menjalani tes‐HIV tidak akan mempengaruhi akses pasien terhadap layanan yang tidak tergantung pada hasil tes HIV. • Dalam hal hasil tes HIV–positif, maka sangat dianjurkan untuk mengungkapkannya kepada orang lain yang berrisiko untuk tertular HIV dari pasien tersebut. • Kesempatan untuk mengajukan pertanyaan kepada petugas kesehatan Pada umumnya dengan komunikasi verbal sudah cukup memadai untuk memberikan informasi dan mendapatkan informed‐consent untuk melaksanakan tes‐HIV. PEDOMAN PENERAPAN 9
  • 21. TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC Ada beberapa kelompok masyarakat yang lebih rentan terhadap dampak buruk seperti diskriminasi, pengucilan, tindak kekerasan, atau penahanan. Dalam hal tersebut maka perlu diberi informasi lebih dari yang minimal di atas, untuk meyakinkan informed‐consent nya. 2. Perhatian khusus bagi perempuan hamil Informasi pra‐tes bagi perempuan yang kemungkinan akan hamil atau dalam kondisi hamil harus meliputi: • Risiko penularan HIV kepada bayi yang dikandungnya kelak • Cara yang dapat dilakukan guna mengurangi risiko penularan HIV dari ibu ke anaknya, termasuk terapi antiretroviral profilaksis dan konseling tentang makanan bayi. • Keuntungan melakukan diagnosis HIV secara dini bagi bayi yang dilahirkan. 3. Perhatian khusus bagi bayi, anak dan remaja Perlu ada pertimbangan khusus bagi anak dan remaja di bawah umur secara hukum (pada umumnya <18 tahun). Sebagai individu di bawah umur yang belum punya hak untuk membuat/memberikan informed‐consent, mereka punya hak untuk terlibat dalam semua keputusan yang menyangku kehidupannya dan mengemukakan pandangannya sesuai tingkat perkembangan umurnya. Dalam hal ini diperlukan informed‐consent dari orang tua atau wali/pengampu. 4. Pasien dengan penyakit berat Pasien yang mengalami kondisi kritis atau tidak sadarkan diri, tentu tidak mampu untuk memberikan persetujuan secara pribadi. Dalam keadaan yang demikian, maka dipertimbangkan betul manfaat tes HIV dan kepentingan pasien. Apabila tes HIV betul‐betul dibutuhkan atas kepentingan pasien maka persetujuan dapat dimintakan kepada keluarga semenda (ibu, ayah, anak kandung). 5. Penolakan untuk menjalani tes HIV Penolakan untuk menjalani tes‐HIV tidak boleh mengurangi kualitas layanan lain yang tidak terkait dengan status HIVnya. Pasien yang menolak menjalani tes perlu ditawari untuk menjalani sesi konseling di Klinik KTS di masa yang akan datang jika memungkinkan. Penolakan tersebut harus dicatat di lembar catatan medisnya agar diskusi dan tes HIV diprakarsai kembali pada kunjungan yang akan datang. 10 PEDOMAN PENERAPAN
  • 22. TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC B. Konseling Pasca-Tes HIV Konseling pasca‐tes merupakan bagian integral dari proses tes‐HIV. Semua pasien yang menjalani tes‐HIV harus mendapatkan konseling pasca‐tes pada saat hasil tes disampaikan, tanpa memandang hasil tes HIV‐nya. Konseling pasca‐tes harus diberikan secara individual dan oleh petugas yang sama yang memprakarsai tes HIV semula. Konseling tidak layak untuk diberikan secara kelompok. Perlu diingat bahwa tidaklah dapat diterima apabila seorang petugas memprakarsai untuk tes HIV dan kemudian harus menunda memberikan hasilnya kepada pasien karena tidak sempat. Meskipun pasien mungkin belum siap untuk menerima hasil, atau menolak untuk menerima hasil tes, petugas kesehatan harus selalu berusaha dengan berbagai alasan yang tepat dengan cara simpatik untuk meyakinkan pasien menerima dan memahami arti hasil tes HIV dan menjaga konfidensialitas. Setelah dapat ditegakkan diagnosis dan terapi, tujuan lain dari konseling ini adalah perubahan perilaku klien khususnya terkait perilaku berisiko yang dapat memperburuk kondisi penyakitnya atau penularan HIV/AIDS dan penyakit infeksi lainnya kepada orang lain. Sementara perubahan perilaku sehubungan dengan risiko penularan kepada orang lain dapat dilaksanakan melalui rujukan kepada konselor terlatih. 1. Konseling hasil tes HIV negatif Konseling bagi yang hasilnya negatif, minimal harus meliputi hal sebagai berikut: • Penjelasan tentang hasil tesnya, termasuk penjelasan tentang periode jendela, yaitu belum terdeteksinya antibodi‐HIV dan anjuran untuk menjalani tes kembali ketika terjadi pajanan HIV. • Informasi dasar tentang cara mencegah terjadinya penularan HIV • Pemberian kondom laki‐laki atau perempuan Baik petugas kesehatan maupun pasien selanjutnya membahas dan menilai perlunya rujukan untuk mendapatkan konseling pasca‐tes lebih mendalam atau dukungan pencegahan lainnya. 2. Konseling hasil tes HIV positif Bagi pasien dengan hasil tes‐HIV positif, maka petugas kesehatan menyampaikan hal sebagai berikut: • Memberikan informasi hasil tes HIV kepada pasien secara sederhana dan jelas, dan beri kesempatan kepada pasien sejenak untuk mencerna informasi tersebut. • Meyakinkan bahwa pasien mengerti akan arti hasil tes HIV • Memberi kesempatan pasien untuk bertanya • Membantu pasien untuk mengatasi emosi yang timbul karena hasil tes positif PEDOMAN PENERAPAN 11
  • 23. TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC • Membahas masalah yang perlu perhatian segera dan bantu pasien menemukan jejaring sosial yang mungkin dapat memberikan dukungan dengan segera dan dapat diterima. • Menjelaskan layanan perawatan lanjutan yang tersedia di sarana kesehatan dan masyarakat, khususnya ketersediaan layanan pengobatan, PMTCT dan layanan perawatan serta dukungan. • Memberikan informasi tentang cara mencegah penularan HIV, termasuk pemberian kondom laki‐laki ataupun perempuan dan cara menggunakannya. • Memberikan informasi cara pencegahan lain yang terkait dengan cara menjaga kesehatan seperti informasi tentang gizi, terapi profilaksis, dan mencegah malaria dengan kelambu di daerah endemis malaria. • Membahas kemungkinan untuk mengungkapkan hasil tes‐HIV, waktu dan cara mengungkapkannya serta mereka yang perlu mengetahui. • Mendorong dan menawarkan rujukan untuk tes‐HIV dan konseling bagi pasangan dan anaknya. • Melakukan penilaian kemungkinan mendapatkan tindak kekerasan atau kemungkinan bunuh diri dan membahas langkah‐langkah untuk mencegahnya, terutama pasien perempuan yang didiagnosis HIVpositif • Merencanakan waktu khusus untuk kunjungan tindak lanjut mendatang atau rujukan untuk pengobatan, perawatan, konseling, dukungan dan layanan lain yang diperluklan oleh pasien (misalnya, skrining dan pengobatan TB, terapi profilaksis untuk IO, pengobatan IMS, KB, perawatan hamil, terapi rumatan pengguna opioid, akses pada layanan jarum suntik steril – LJSS). 3. Konseling pasca-tes bagi ibu hamil Konseling bagi perempuan hamil dengan HIV‐positif juga harus meliputi masalah berikut: • Rencana persalinan • Penggunaan antiretroviral bagi kesehatannya sendiri ketika ada indikasi, dan untuk pencegahan penularan dari ibu ke anak. • Dukungan gizi yang memadai, termasuk pemenuhan kebutuhan zat besi dan asam folat. • Pilihan tentang makanan bayi dan dukungan untuk melaksanakan pilihannya. • Tes‐HIV bagi bayinya kelak dan tindak lanjut yang mungkin diperlukan. • Tes‐HIV bagi pasangan. 12 PEDOMAN PENERAPAN
  • 24. TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC C. Rujukan ke Layanan Lain yang Dibutuhkan Hasil tes‐HIV harus dikomunikasikan dengan penjelasan tentang layanan pencegahan, pengobatan, perawatan dan dukungan kepada pasien. Program bagi penyakit kronis dan PDP HIV berbasis masyarakat merupakan sumber penting dan perlu untuk membangun dan menjaga mekanisme kerja‐sama dengan sumber daya tersebut. Sebagai upaya minimal maka rujukan haruslah meliputi pemberian informasi tentang pihak yang dapat dihubungi dan alamatnya, waktu dan cara menghubunginya. Rujukan akan berjalan efektif bila petugas kesehatan membuat janji terlebih dahulu dengan tujuan dan membuat jadwal yang dikomunikasikan dengan pasien serta dicatat pada catatan medis pasien. Petugas dalam jejaring rujukan sebaiknya saling berkomunikasi secara rutin termasuk bila ada perubahan petugas sehingga rujukan dapat berjalan secara lancar dan berkesinambungan. D. Frekuensi Tes HIV Anjuran untuk melakukan tes‐HIV ulang sangat tergantung pada perilaku berisiko yang masih terus berlangsung pada pasien. Tes‐HIV ulang setiap 6‐12 bulan mungkin akan bermanfaat bagi individu berisiko tinggi untuk mendapat pajanan HIV. Perempuan dengan HIV negatif sebaiknya di tes ulang sedini mungkin pada setiap kehamilan baru. Tes‐HIV ulangan pada usia kehamilan lanjut sangat dianjurkan pada semua perempuan hamil dengan HIV negatif di daerah dengan tingkat epidemi meluas. PEDOMAN PENERAPAN 13
  • 25. TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC TEKNIK TES-HIV Pada sarana kesehatan dengan sarana laboratorium terbatas sebaiknya menggunakan tes cepat HIV pada PITC. Tes‐HIV dengan metode tes cepat sangat layak dilakukan dan memungkinkan untuk mendapatkan hasil secara cepat serta meningkatkan jumlah orang yang mengambil hasil, meningkatkan kepercayaan akan hasilnya serta terhindar dari kesalahan pencatatan atau tertukarnya hasil antar pasien. Tes cepat HIV dapat dilakukan di luar sarana laboratorium, tidak memerlukan peralatan khusus dan dapat dilaksanakan di sarana kesehatan primer. Tes ELISA mungkin lebih layak dilakukan di sarana kesehatan dengan sarana laboratorium yang lengkap dan tenaga yang terlatih dengan jumlah pasien yang lebih banyak dan tidak perlu hasil tes segera (misalnya untuk pasien rawat inap di rumah sakit) dan laboratorium rujukan. Pemilihan antara menggunakan tes cepat HIV atau tes ELISA bagi PITC harus dipertimbangkan faktor tatanan tempat pelaksanaan tes HIV; biaya dan ketersediaan perangkat tes, reagen dan peralatan; pengambilan sampel, transportasi serta kesediaan pasien untuk kembali mengambil hasil. Dalam melaksakan tes HIV, perlu merujuk pada alur pemeriksaan sesuai dengan pedoman nasional yang berlaku. Pada tes HIV dengan metode Elisa hampir selalu menggunakan alur serial sedang pada tes cepat dapat dengan cara serial maupun parallel. Tes HIV secara serial adalah apabila tes yang pertama memberi hasil non‐reaktif atau negatif, maka tes antibodi akan dilaporkan negatif. Apabila hasil tes pertama menunjukkan reaktif, maka perlu dilakukan tes HIV kedua dengan menggunakan antigen dan/atau dasar pemeriksaan yang berbeda dari yang pertama. Perangkat tes yang persis sama namun dijual dengan nama yang berbeda tidak boleh digunakan untuk kombinasi tersebut. Hasil tes kedua yang menunjukkan reaktif kembali maka di daerah atau di kelompok populasi dengan prevalensi HIV 5% atau lebih dapat dianggap sebagai hasil yang positif. Di daerah atau kelompok prevalensi rendah yang cenderung memberikan hasi positif palsu, maka perlu dilanjutkan dengan tes HIV ketiga. WHO, UNAIDS dan dalam Pedoman Nasional dianjurkan untuk selalu menggunakan alur serial tersebut karena lebih murah dan tes kedua hanya diperlukan bila tes pertama memberi hasil reaktif saja. Tes HIV secara parallel lebih dianjurkan ketika menggunakan sampel darah perifer atau dengan tusukan ujung jari daripada dengan darah vena. Dua tes HIV dilaksanakan secara bersamaan dengan menggunakan antigen dan/atau dasar pemeriksaan yang berbeda. Bila keduanya memberikan hasil non‐reaktif atau reaktif maka dapat dilaporkan sebagai 14 PEDOMAN PENERAPAN
  • 26. TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC negatif atau positif. Pada hasil yang berbeda (serial ataupun parallel), yaitu salah satu reaktif dan yang lain nonreaktif maka disebut diskordan dan perlu dirujuk kepada ahli di laboratorium rujukan. Dalam melakukan tes HIV dari kedua alur tersebut direkomendasikan untuk menggunakan reagen tes HIV sbb: • Reagen pertama memiliki sensitifitas minimal 99% • Reagen kedua memiliki spesifisitas minimal 98%. • Reagen ketiga memiliki spesifisitas minimal 99%. Kombinasi tes HIV tersebut perlu dievaluasi secara nasional sebelum digunakan secara luas. Tes virologi yang lebih canggih dan mahal hanya dianjurkan untuk diagnosis anak umur kurang dari 18 bulan dan perempuan HIV‐positif yang merencanakan kehamilan. Tes‐HIV untuk anak umur kurang dari 18 bulan dari ibu HIV‐positif tidak dibenarkan dengan tes antibodi, karena akan memberikan hasil positif palsu. PEDOMAN PENERAPAN 15
  • 27. TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC PERTIMBANGAN PROGRAM Pertimbangan untuk menerapkan PITC sangat tergantung dari penilaian keadaan epidemiologi HIV dan infeksi oportunistik. Perlu dipastikan ketersediaan infrastruktur yang terdiri dari sumber dana, sumber daya manusia, ketersediaan layanan standar bagi pencegahan, pengobatan, perawatan dan dukungan. Ketersediaan kerangka kerja sosial, kebijakan dan peraturan untuk mencegah dampak buruk HIV, seperti diskriminasi, stigma, dan tindak kekerasan termasuk bagian yang perlu dipertimbangkan. Sebelum menerapkan PITC perlu mempersiapkan kondisi tersebut di atas. Penerapan di daerah memerlukan perencanaan strategis yang melibatkan semua pemangku kepentingan yang ada, termasuk kelompok sosial dan ODHA setempat. 16 PEDOMAN PENERAPAN
  • 28. TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC MONITORING DAN EVALUASI Monitoring dan evaluasi sangat esensial pada pelaksanaan PITC. Monev nasional bagi PITC harus memungkinkan para pengelola program untuk: • Memantau kemajuan penerapan, termasuk prosedur untuk mendapatkan informed consent dari pasien dan memastikan terjaganya konfidensialitas serta pemberian konseling oleh tenaga konselor KTS. • Mampu mengidentifikasi masalah dan cara mengatasinya demi perbaikan selanjutnya • Menilai efektivitas dan dampak dari PITC dalam hal: - Peningkatan akses pada konseling dan tes HIV serta hasil tesnya - Peningkatan akses pada pemanfaatan layanan pencegahan, pengobatan, perawatan dan dukungan HIV. - Peningkatan kesadaran terhadap HIV dan pengobatannya - Pengurangan mortalitas dan morbiditas - Dampak sosial (misalnya: jumlah yang mengungkapkan status HIV semakin meningkat; stigma dan diskriminasi serta dampak buruk berkurang) • Menilai efisiensi dan kesinambungan • Menilai kualitas layanan laboratorium Rencana monitoring dan evaluasi seharusnya bertujuan untuk memanfaatkan struktur atau mekanisme yang sudah ada dalam mengumpulkan indikator, dan tidak mengembangkan sistem baru yang terlepas. Alat pengumpul data yang sederhana dan baku akan memungkinkan untuk membuat perbandingan antar lokasi dan mengurangi beban kerja petugas kesehatan. Pelatihan yang memadai dalam hal pengumpulan data sangat diperlukan dan perlu dirancang bagi petugas kesehatan dan petugas administrasi. Pada umumnya jumlah data dari monitoring rutin akan sangat terbatas, maka dianjurkan untuk melakukan monitoring rutin dengan evaluasi yang terfokus pada aspek penerapan yang spesifik. Sebagai contoh, kendali mutu dilaksanakan ditingkat sarana kesehatan. Tujuan dari kendali mutu adalah menilai kinerja petugas, kepuasan pelanggan atau klien, dan menilai ketepatan protokol konseling dan tes HIV yang kesemuanya bertujuan menjamin ketersediaan layanan bermutu. PEDOMAN PENERAPAN 17
  • 29. TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC A. Jaminan mutu layanan Testing HIV dijalankan sesuai dengan standar pelayanan laboratorium kesehatan pemeriksa HIV dan infeksi oportunistik, terbitan Kementerian Kesehatan tahun 2006 dan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 370/Menkes/Sk/III/2007 tentang Standar Profesi Ahli Teknologi Laboratorium Kesehatan. Untuk daerah‐daerah terpencil dapat dilakukan oleh perawat yang terlatih (mengacu pada pedoman VCT terbitan Kementerian Kesehatan 2005.). Mutu layanan testing dan konseling diatur melalui beberapa peraturan antara lain: a. Kepmenkes No. 1507/MENKES/SK/X/2005 mengenai Pedoman Pelayanan Konseling dan Testing HIV/AIDS Secara Sukarela (Voluntary Counselling and Testing). b. Kepmenkes No. 241/Menkes/SK/IV/2006 mengenai Standar Pelayanan Laboratorium Kesehatan Pemeriksa HIV dan Infeksi Oportunistik. c. Kepmenkes No. 832/Menkes/SK/X/2006 mengenai Penetapan Rumah Sakit Rujukan Bagi Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) dan Standar Pelayanan Rumah Sakit Rujukan Odha dan Satelitnya. B. Sumber Daya Manusia a. Pelatihan dan Peningkatan Kapasitas : Profesi menganjurkan pelatihan bagi tenaga medis dan penyegaran ilmu dan keterampilan dalam Konseling dan Testing HIV melalui Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan/CPD/CME. b. Perlindungan SDM: Tenaga kesehatan yang melakukan konseling dan testing HIV di sarana layanan kesehatan dilindungi melalui UU Praktek Kedokteran dan prosedur standar layanan kesehatan setempat Serta Manual Rekam Medis Tahun 2006 dari Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) serta Undang‐Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. C. Mutu Konseling Perangkat untuk menilai mutu layanan termasuk mengevaluasi kinerja seluruh staf, penilaian mutu konseling melalui kegiatan supervisi, melakukan pertemuan berkala dengan para konselor, kotak saran, penilaian oleh pengguna jasa, mengukur seberapa jauh konselor mengikuti aturan protokol. 18 PEDOMAN PENERAPAN
  • 30. TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC Perangkat jaminan mutu konseling: − Formulir kepuasan pelanggan − Syarat Minimal layanan sesuai yang ditentukan oleh Kementerian Kesehatan dan WHO. − Pengamatan langsung ketika proses konseling berjalan seizin pasien/klien. D. Mutu Tes HIV Mutu tes HIV dilakukan melalui − Pemantapan mutu internal bertujuan untuk mencegah kesalahan pemeriksaan dan mengawasi proses agar mendapatkan hasil pemeriksaan yang tepat dan benar. Kegiatan ini meliputi tersedianya protap untuk seluruh kegiatan, format pencatatan, sediaan kontrol sampel. − Pemantapan mutu eksternal dilakukan secara berjenjang dan berkala, meliputi : o uji silang (cross check) sampel, o supervisi dan o uji profisiensi (panel tes) PEDOMAN PENERAPAN 19
  • 31. TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC PEDOMAN PRAKTIS PENYELENGGARAAN TES HIV DAN KONSELING ATAS PRAKARSA PETUGAS Bagan 1. Bagan Alur Layanan PITC Kontak awal antara petugas dan pasien KIE untuk pasien Petugas menginformasikan pentinya tes HIV (optional) • Banyak pasien tertentu juga mengidap HIV Edukasi diberikan selama pasien menunggu • Diagnosis HIV untuk kepentingan perawatan medis giliran, pilih salah satu cara: • Sekarang tersedia obat untuk HIV • Edukasi kelompok oleh petugas atau Informasi tentang kebijakan UPK dengan AVA • Semua pasien tertentu akan dites HIV nya kecuali • Poster pasien menolak • Brosur Petugas menjawab pertanyaan pasien Pasien setuju Tes HIV Pasien menolak Tes HIV (dengan informed consent) Petugas mengulang informasi ttg pentinya tes HIV Bila masih menolak juga Tes Cepat HIV • Sarankan sebagai alternatif untuk ke klinik KTS dan Tes Cepat HIV dilaksanakan oleh Petugas pulangkan atau di Laboratorium • Pada kunjungan berikutnya diulangi informasi ttg pentinya tes HIVpasien menolak Petugas menyampaikan hasil tes kepada pasien Pasien dengan hasil tes HIV negatif Pasien dengan hasil Tes HIV Positif • Petugas memberikan hasil tes negatif • Petugas informasikan hasil tes HIV positf • Berikan pesan tentang pencgahan • Berikan dukungan lepada pasien dalam menanggapi secara singkat hasil tes • Sarankan untuk ke klinik KTS untuk • Informasikan perlunya perawatan dan pengobatan HIV konselin pencegahan lebih lanjut • Informasikan cara pencegahan penularan kepada • Anjurkan agar pasangannya pasangan mau menjalani tes HIV karen ada • Sarankan agar pasangan di tes HIV kemungkinan dia positif • Hasil tes dicatat di klinik VCT Rujukan Rujukan Beri informasi tentang klinik KTS terdekat • Berikan surat rujukan ke PDP • Informasikan sumber dukungan yang ada di masyarakat 20 PEDOMAN PENERAPAN
  • 32. TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC A. Panduan komunikasi pada Tes HIV dan Konseling atas prakarsa Petugas Kesehatan Pemberian informasi kunci tentang HIV Jelaskan cara penularan HIV HIV adalah virus yang merusak sistem kekebalan tubuh. Orang yang terinfeksi HIV mungkin tidak merasa sakit pada awalnya, tetapi perlahanlahan sistem kekebalan tubuh akan rusak. Dia akan menjadi sakit dan tidak mampu melawan infeksi. Sekali seseorang terinfeksi HIV, dia dapat menularkan virus tersebut ke orang lain. • HIV dapat ditularkan melalui : • Cairan tubuh yang terinfeksi HIV seperti : semen, cairan vagina atau darah selama hubungan seksual yang tidak aman. • Tranfusi darah yang terinfeksi HIV. • Pengguna napza suntik yang bertukar jarum suntik tidak steril. • Alat tato / skin piercing. • Dari ibu yang terinfeksi HIV ke bayinya selama: i. kehamilan; ii. melahirkan dan persalinan; dan iii. menyusui HIV tidak dapat ditularkan lewat berpelukan atau berciuman, atau gigitan nyamuk. Pemeriksaan darah khusus (tes HIV) dapat dilakukan untuk mencari tahu apakah seseorang terinfeksi HIV. PEDOMAN PENERAPAN 21
  • 33. TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC Tes HIV dan Konseling Tes HIV dan konseling atas prakarsa petugas kesehatan terdiri dari 3 tahap : • Informasi pra‐tes dan edukasi (hal. 23) • Tes HIV (hal. 36) • Konseling pasca‐tes. (hal.26) Saat dan cara menyarankan tes Perlu ditawarkan tes HIV dan konseling: • Setiap kali pasien datang dengan gejala atau tanda yang mengarah pada infeksi HIV, atau • Setiap pasien yang aktif secara seksual yang belum diketahui status HIVnya dan akan medapatkan manfaat dari hasil tes dan konseling HIV. Dalam situasi klinik ada dua keadaan di mana tes HIV perlu ditawarkan: • Pemeriksaan diagnostik sebagai kelengkapan dalam mendiagnosis pasien • Penawaran rutin bagi pengunjung klinik untuk layanan kesehatan selain HIV (ANC, penyakit lain, keluarga berencana, IMS dsb.) Pada kedua situasi di atas, setiap pasien berhak untuk menolak untuk menjalani pemeriksaan lab – disebut “opt-out”. 22 PEDOMAN PENERAPAN
  • 34. TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC Tes Diagnostik Tes diagnostik sebagai bagian dari proses klinis dalam menentukan diagnosis pasien. Bila ada gejala yang sesuai dengan infeksi HIV, jelaskan bahwa akan dilakukan pemeriksaan HIV dalam rangka menegakkan diagnosis. Tes diagnostik HIV sebaiknya ditawarkan seperti tersebut diatas kepada semua pasien dengan kondisi seperti pada “Pertimbangkan Penyakit Terkait – HIV” (LAMPIRAN 1, halaman 41) Contoh : “Kami akan mencari penyebab penyakit Anda. Untuk mendiagnosis dan mengobati penyakit Anda, kami perlu melakukan pemeriksaan infeksi tifoid, TB dan HIV, kecuali bila Anda keberatan. Contoh lain: ”penyakit anda mungkin terkait dengan HIV, kalau kita tahu, maka anda akan mendapat pengobatan yang tepat dan obat HIV tersedia gratis di Indonesia dan di sarana ini Atau dengan kalimat yang sesuai dengan budaya dan penerimaan masyarakat setempat yang intinya serupa dengan yang terkandung dalam kalimat di atas. Penawaran tes HIV secara rutin Penawaran tes HIV secara rutin dan konseling berarti menawarkan tes HIV kepada semua pasien pengunjung layanan medis yang masih aktif secara seksual tanpa memandang keluhan utamanya. Contoh : “Salah satu kebijakan di layanan kami adalah menawarkan ke setiap pasien untuk mendapatkan kesempatan menjalani pemeriksaan HIV agar kami dapat segera memberikan perawatan dan pengobatan selagi Anda di sini dan merujuk untuk tindak lanjut setelah Anda pulang, kecuali bila Anda keberatan. Kami akan memberikan konseling dan menyampaikan hasilnya. Baik pemeriksaan untuk diagnostik maupun sebagai penawaran rutin, maka seharusnya pasien selalu diberi informasi pra‐tes di bawah. Informasi dapat disampaikan secara individu atau secara kelompok oleh tenaga kesehatan dan pekerja sosial. PEDOMAN PENERAPAN 23
  • 35. TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC Informasi pra-tes dan edukasi untuk pasien dewasa* v Informasi pra‐tes dapat diberikan oleh seorang dokter, perawat, atau konselor. Informasi dapat disampaikan secara individu atau secara kelompok oleh tenaga kesehatan. v Informasi pra‐test sebaiknya terpusat pada tiga komponen di bawah ini: - Berikan informasi penting HIV/AIDS - Jelaskan prosedur untuk menjamin konfidensialitas - Yakinkan kesediaan pasien untuk menjalani tes dan mintalah persetujuan. Perlu diinformasikan bahwa apabila diperlukan konseling lebih lanjut maka akan dirujuk. 1. Memberikan informasi penting HIV Katakan: “HIV adalah virus atau kuman yang dapat merusak bagian tubuh manusia yang diperlukan untuk melindungi dari serangan penyakit. Test HIV dapat menentukan apakah Anda telah terinfeksi oleh virus tersebut. Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan darah sederhana yang dapat memperjelas diagnosis. Setelah menjalani tes, kami akan memberikan layanan konseling untuk membahas lebih dalam tentang HIV/AIDS. Bila hasil tes Anda positif, kami akan memberikan informasi dan layanan untuk mengendalikan penyakit Anda. Termasuk obat antiretroviral dan atau obat lain untuk mengatasi penyakit. Di samping itu, kami akan membantu dengan dukungan dalam hal pencegahan penyakit dan membuka diri. Bila hasilnya negatif, kami akan lebih memusatkan upaya agar Anda bertahan tetap negatif.” 2. Penjelasan prosedur untuk menjamin konfidensialitas Katakan: “Hasil tes HIV ini bersifat rahasia dan hanya Anda dan tim medis yang akan memberikan perawatan kepada anda yang tahu. Artinya, petugas kami tidak diizinkan untuk memberi tahukan hasil tes anda kepada orang lain tanpa seizin anda. Untuk memberitahukannya kepada orang lain sepenuhnya menjadi hak Anda. 24 PEDOMAN PENERAPAN
  • 36. TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC 3. Meyakinkan kesediaan pasien untuk menjalani tes dan meminta persetujuan pasien (informed consent). Informed consent artinya pasien telah diberi informasi secukupnya tentang HIV/AIDS dan Tes HIV, sepenuhnya memahaminya dan karenannya menyetujui untuk menjalani tes HIV. • Kami perlu menginformasikan bahwa kami akan mengambil sampel darah anda untuk tes HIV, bagaimana pendapat anda? ATAU • Kami akan melakukan tes HIV hari ini, bila anda keberatan tolong beritahu kami. ATAU • Menurut kami Tes HIV ini akan banyak bermanfaat bagi kami dalam memberikan perawatan karena itu kami akan mengambil darah anda kecuali anda keberatan. Apakah anda setuju? Bila pasien masih mempunyai pertanyaan, berilah informasi yang ia perlukan. Bila pasien masih ragu untuk menjalani tes HIV, rujuklah ke sarana KTS untuk mendapatkan konseling pra‐tes secara lengkap. Sesi konseling tersebut harus membahas kendala yang dihadapi untuk menjalani tes dan menawarkannya kembali. Bila pasien telah siap, maka mintalah persetujuan yang sebaiknya tertulis: “untuk melakukan tes HIV kami perlukan persetujuan tertulis anda sebagai dasar kami mengambil tindakan ” Ingat: pasien berhak untuk menolak menjalani tes HIV karena tes HIV tidak boleh dipaksakan. PEDOMAN PENERAPAN 25
  • 37. TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC v Bila pasien perlu informasi tambahan, bahas keuntungan dan pentingnya mengetahui status HIVnya. Hal yang perlu disampaikan: • Hasil tes akan membantu tenaga kesehatan untuk membuat diagnosis yang lebih tepat dan memastikan terapi tindak lanjut secara efektif. • Bila hasil tes anda negatif, diagnosis HIV dapat disingkirkan dan memberikan konseling untuk membantu anda agar tetap negatif. • Bila hasil anda positif, anda akan dibantu untuk melindungi diri dari reinfeksi dan mencegah pasangan anda terinfeksi • Anda akan diberi perawatan dan terapi untuk mengendalikan penyakit, di antaranya: - profilaksis kotrimoksasol; - pemeriksaan berkala dan dukungan; - pengobatan infeksi; dan - terapi antiretroviral (ART)‐ jelaskan tempat untuk mendapatkan dan cara penggunaannya. (Lihat Buku Bagan Perawatan HIV Kronik) • Anda akan mendapatkan tindakan untuk mencegah penularan dari ibu ke bayi, dan mendapat penjelasan agar mampu membuat perencanaan yang tepat tentang kehamilan yang datang. • Kita juga akan bahas dampak psikologis dan emosional dari infeksi HIV dan memberikan dukungan untuk membuka status infeksi anda kepada orang yang menurut anda perlu mengetahuinya. • Diagnosis dini akan membantu anda menghadapi penyakit ini dan merencanakan masa depan anda dengan lebih baik. 26 PEDOMAN PENERAPAN
  • 38. TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC Konseling pasca-tes v Bila hasil tes positif dan telah dikonfirmasi: • Jelaskan bahwa berarti pasien tersebut telah terinfeksi • Berikan konseling pasca‐tes dan dukungan • Tawarkan perawatan berkelanjutan dan rencanakan kunjungan tindak lanjut • Berikan nasehat pentinganya melakukan perilaku seks dengan kondom agar tidak menularkan kepada orang lain dan terhindar dari IMS lain, dan terhindar dari infeksi virus HIV jenis lain. Buat rencana pengurangan perilaku berisiko bersama pasien • Berikan saran kepada pria dewasa untuk tidak melakukan hubungan seksual di luar nikah, untuk menghindari penularan kepada orang lain. • Bila perlu, rujuklah pasien untuk mendapatkan layanan pencegahan da perawatan lebih lanjut, seperti kepada dukungan sebaya dan layanan khusus untuk kelompok rentan. v Bila hasil tes negatif • Berikan kesempatan pada pasien untuk merasa lega atau bereaksi positif yang lain. • Berikan konseling tentang pentingnya tetap negatif dengan cara menggunakan kondom secara benar dan konsisten, atau perilaku seksual yang lebih aman lainnya. • Buat rencana pengurangan perilaku berisiko bersama pasien • Apabila pajanan baru saja terjadi atau pasien termasuk dalam kelompok risiko tinggi, jelaskan bahwa hasil negative tersebut dapat berarti tidak terinfeksi HIV atau sudah terinfeksi namun belum sempat terbentuk antibodi untuk melawan virus (disebut Periode Jendela = “Window Period”, 3‐6 bulan). Tawarkan tes HIV ulang pada 8 minggu kemudian. • Bila perlu, rujuklah pasien untuk mendapatkan layanan pencegahan dan perawatan lebih lanjut, seperti kepada dukungan sebaya dan layanan khusus untuk kelompok rentan. v Bila pasien belum dites atau telah dites tidak ingin mengetahui hasilnya atau belum membuka hasilnya • Jelaskan prosedur yang menjamin kerahasiaan. • Tekankan kembali pentingnya menjalani tes dan keuntungan untuk mengetahui hasilnya. • Gali kembali kendala untuk menjalani tes, mengetahui, dan membuka status (rasa takut, persepsi yang salah, dan sebagainya). PEDOMAN PENERAPAN 27
  • 39. TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC Dukungan untuk membuka diri • Bahas keuntungan mebuka diri. • Tanya pasien apakah telah mengungkapkan hasilnya atau mau mengungkapkan hasil tersebut kepada orang lain. • Bahas kekhawatiran untuk mengungkap status HIV kepada pasangan, anak dan keluarga lain, atau teman. • Nilai kesiapan untuk mengungkap status HIV dan kepada siapa (mulai dengan yang paling rendah risiko). Jajagi jejaring sosial. • Jajagi ketersediaan dukungan dan kebutuhan sosial (kelompok dukungan). • Ajarkan cara mengungkapkan status (dengan peragaan dan latihan). • Bantu pasien untuk merencanakan pengungkapannya. • Memotivasi kehadiran pasangan untuk mempertimbangkan tes HIV; gali hambatan untuk menjalani tes. • Yakinkan kembali bahwa anda akan menjamin kerahasiaan hasil tes pasien. • Bila salah satu risiko pengungkapan hasil adalah kekerasan rumah tangga, maka bantulah menciptakan lingkungan yang aman. v Bila pasien tidak ingin mengungkapkan hasil tersebut: • Yakinkan kembali akan jaminan atas kerahasiaan hasil tes pasien. • Telusuri kesulitan dan kendal pengungkapan. Atasi kekhawatiran dan kendala komunikasi ‐ latih pasien berkomunikasi. • Terus memotivasi. Bahas kemungkinan membahayakan orang lain. • Hubungkan bantuan tambahan sesuai keperluan (misalnya konselor sebaya). v Khusus untuk perempuan, bahas manfaat dan kerugian mengungkap hasil positif, melibatkan serta menguji HIV pasangan. Pria dalam keluarga dan masyarakat biasanya sebagai pembuat keputusan, sehingga keterlibatan mereka akan: • Memberikan dampak lebih besar dalam hal penerimaan penggunaan kondom dan praktek seksual yang lebih aman untuk mecegah infeksi. • Membantu mencegah kehamilan yang tidak diinginkan. • Membantu menurunkan risiko kecurigaan dan tindak kekerasan. • Membantu meningkatkan dukungan pada pasangannya. • Memotivasi mereka untuk mau menjalani tes HIV. Kerugian melibatkan dan melakukan tes atas pasangan: bahaya pelimpahan kesalahan, tindak kekerasan dan pengucilan. 28 PEDOMAN PENERAPAN
  • 40. TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC Bila memungkinkan tenaga kesehatan hendaknya berupaya memberikan konseling pasangan secara bersama. v Konseling ini dapat dilakukan oleh konselor di klinik VCT. Konseling tentang perilaku seksual yang lebih aman dan penggunaan kondom v Perilaku seksual yang lebih aman adalah semua praktek seksual yang mengurangi risiko penularan HIV dan IMS lain. • Perlindungan dapat diperoleh dengan: - Hindari aktifitas seksual di luar nikah. - Gunaan kondom dengan benar dan konsisten; kondom harus dipakai sebelum aktifitas seksual penetratif, bukan hanya sebelum ejakulasi. - Memilih aktifitas seksual yang tidak memungkinkan semen, cairan dari vagina atau darah untuk masuk ke mulut, anus atau vagina pasangan, dan tidak menyentuh kulit pasangan bila ada sayatan atau luka terbuka. v Bila HIV positif: • Jelaskan pada pasien bahwa dia terinfeksi dan dapat menularkan infeksi tersebut ke pasangannya. Kondom harus digunakan seperti di atas. • Bila status pasangan tidak diketahui, konsultasikan tentang manfaat melibatkan dan menguji pasangan (hal. 20‐21). • Untuk perempuan: jelaskan pentingnya menghindari infeksi selama kehamilan dan menyusui. Risiko terinfeksi pada bayi adalah lebih tinggi bila ibunya baru saja terinfeksi. v Bila HIV negatif ATAU hasilnya tidak diketahui: • Bahas risiko infeksi HIV dan cara menghindarinya. • Bila status pasangan tidak diketahui, berikan konseling tentang manfaat pemeriksaan pasangan. • Untuk perempuan: jelaskan pentingnya tetap negatif selama kehamilan dan menyusui. Risiko bayi untuk terinfeksi lebih besar bila ibunya baru terinfeksi. Pastikan pasien mengetahui cara menggunakan kondom dan tempat untuk mendapatkannya. Berikan kemudahan untuk mendapatkan kondom di klinik dengan cara yang jelas. Tanyakan: apakah anda dapat menggunakan kondom? Gali hambatannya. PEDOMAN PENERAPAN 29
  • 41. TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC Pemberian edukasi dan konseling IMS v Berbicara secara pribadi, dengan cukup waktu, dan pastikan kerahasiaannya. v Jelaskan: • Penyakit tersebut • Cara penularan penyakit tersebut. • Cara pencegahannya • Terapi. • Bahwa kebanyakan IMS dapat disembuhkan, kecuali HIV, herpes dan kutil kelamin. • Perlunya mengobati pasangan (kecuali untuk vaginitis): - Kemungkinan pasangan seksual terakhir juga terinfeksi tetapi tidak menyadari. - Bila pasangan tidak diobati, dapat mengalami komplikasi. - Hubungan seksual dengan pasangan yang tidak diberi terapi, infeksi terulang. - Meskipun tanpa gejala pasangan perlu diterapi, demi kesehatan pasangan dan pasien. v Dengarkan pasien: apakah ada stress atau kecemasan terkait dengan IMS? v Dorong perilaku seksual yang aman untuk mencegah HIV dan IMS. • Konseling untuk memiliki pasangan tetap (atau pantangan) dan memilih pasangan secara cermat. • Jelaskan cara menggunakan kondom (hal. 28 ). v Beri pendidikan tentang HIV. Rujuk untuk konseling tentang: v Sarankan pemeriksaan dan konseling • Perhatian pada herpes (tidak HIV (hal. 21). ada obatnya) • Kemungkinan mandul karena v Pemberitahuan pasangan atau infeksi panggul suami/istri. • Penilaian perilaku berisiko • Tanyakan kepada pasien: “dapatkah • Pasien yang bermitra seksual anda melakukannya?” Tanyakan: multipel apakah mungkin anda: - Membicarakan infeksi tersebut kepada pasangan? - Meyakinkan pasangan anda untuk mendapatkan terapi? - Membawa/mengirimkan pasangan anda ke sarana kesehatan? 30 PEDOMAN PENERAPAN
  • 42. TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC • Jelaskan peran anda sebagai tenaga kesehatan. • Strategi untuk membahas dan memperkenalkan penggunaan kondom? • Risiko kekerasan atau reaksi stigmatisasi dari pasangan dan keluarga. Pengurangan Dampak Buruk bagi PENASUN v Ketika berbicara dengan para PENASUSN, pastikan bahwa: • Berbicara secara pribadi dan jaga konfidensialitas, bila tidak, pasien tidak akan pernah kembali untuk perawatan selanjutnya. Penggunaan napza suntikan adalah ilegal dan para penasun biasanya takut bila berhubungan dengan yang berwajib • Bersikap tidak menghakimi • Bangun kepercayaan • Empati v Beri edukasi tentang pencegahan • Konseling dan promosi pemakaian kondom secara konsisten untuk mencegah penularan HIV, hepatitis viral dan IMS • Pertimbangkan risiko terhadap infeksi HIV, tawarkan tes dan konseling HIV v Jelaskan tentang risiko penggunaan suntikan: • HIV, hepatitis B dan C dapat ditularkan melalui pemakaian semua jenis alat suntik – jarum, semprit dan kapas atau pengusap secara bergantian dengan teman • Ada banyak penyakit penyerta yang terkait dengan Penasun dan/atau penggunaan obat lain: termasuk di antaranya adalah infeksi, gangguan mental, hati, dan ginjal • Penggunaan napza dapat mempengaruhi kemampuan atau fungsi anggota tubuh dalam kehidupan sehari‐hari v Jelaskan tentang risiko penggunaan suntikan: • Sediakan peralatan suntik steril (jarum, semprit, cairan pelarut) dan informasi tentang cara peyuntikan yang aman bila tersedia dan mampu, bila tidak Rujuk ke program yang menawarkan alat suntik steril (jarum, semprit dan cairan pelarut) dan informasi tentang cara penyuntikan yang aman • Cara mensterilkan alat dengan bahan pemutih. Ingat cara ini hanya ditawarkan bila tidak tersedia alat suntik steril PEDOMAN PENERAPAN 31
  • 43. TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC • Hindari pemakaian alat suntik, pisau cukur, alat tato, dsb secara bergantian • Dorong untuk menghentikan pemakaian napza suntik v Jelaskan cara penyuntikan yang aman dan cara melindungi pembuluh vena: • Lakukan disinfeksi kulit tempat suntikan; hal tersebut akan mengurangi risiko terjadinya infeksi kulit yang dalam yang dapat mengenai pembuluh vena • Pindah tempat suntikan secara reguler • Gunakan jarum/semprit baru (jarum bekas akan merusak pembuluh vena) • Kurangi frekuensi penyuntikan setiap hari/minggu v Jelaskan cara menghindari terjadinya infeks Tawarkan dan dorong untuk mengikuti program detoksifikasi/ program terapi rumatan opioid oral atau Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) v Sebelum menawarkan program tersebut di atas harus sudah terjalin hubungan yang saling percaya antara tenaga kesehatan dengan kliennya yang penasun – yang mungkin akan memakan beberapa waktu atau kunjungan v Berikan informasi kepada pasien tentang adanya program yang akan membantunya berhenti menggunakan napza Detoksifikasi opioid/ terapi rumatan opioid (PTRM) v Bila klien penasun tertarik untuk mengikutinya: rujuk ke layanan terkait 32 PEDOMAN PENERAPAN
  • 44. TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC Konseling dasar Semua petugas dapat melakukan konseling di seputar masalah klinis yang meliputi: v Edukasi kepada pasien v Memberikan dukungan emosional v Memberikan dukungan kepada pasien yang mengalami gangguan mental seperti depresi atau ensietas. v Mencakup berbagai aspek perawatan HIV (tes HIV, pengungkapan status HIV, perilaku seksual yang lebih aman dan penggunaan kondom, kepatuhan terhadap perawatan dan terapi) v Mengatasi situasi krisis Unsur konseling dasar v Menjalin hubungan yang baik dengan klien. v Mencari tahu suasana hati klien saat ini. v Memberi tanggapan dengan empati. v Memberikan tanggapan yang membuat pasien memahami kondisinya. v Memberi informasi. v Membantu pasien mencari dan mendapatkan bantuan dari teman‐temannya. v Mengajarkan ketrampilan khusus untuk menghadapi situasinya: • Teknik relaksasi seperti bernafas dengan dalam atau relaksasi otot secara progresif atau bayangan positif. • Pemecahan masalah. v Memberikan dorongan. v Memperbesar harapan v Kiat‐kiat yang bermanfaat dalam konseling: • Gunakan pertanyaan terbuka. - Pertanyaan terbuka: Masalah apakah yang mengganggu jadual minum obat and saat ini? - Pertanyaan tertutup: Apakah anda sudah minum obat hari ini • Mendengarkan dengan seksam, memperhatikan komunikasi baik verbal maupun non‐verbal • Klarifikasikan sesuatu yang belum anda fahami. • Gunakan latihan dengan main peran untuk mengasah ketrampilan dan percaya diri klien menjalankan rencananya. • Beri kesempatan klien untuk bertanya • Tanyakan hasrat untuk bunuh‐diri (terutama menghadapi klien yang mengalami keadaan kritis dan penyakit mental). PEDOMAN PENERAPAN 33
  • 45. TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC v Peran konselor: • Menjaga kerahasiaan. • Memberikan dukungan. • Membantu pasien menyusun prioritas masalah dan menemukan jalan keluarnya. • Waspada terhadap terapi untuk pasien. • Mengetahui sumber daya lain untuk rujukan. • Mengetahui sumber daya dukungan sosial bagi klien. • Advokasi kepada pasien • Rujuk ke layanan pengobatan, pencegahan yang sesuai. v Ketika menghadapi pasien: • Jaga privasi. • Jangan terlalu banyak interupsi. • Upayakan pasien senyaman mungkin. • Membuat kesepakatan waktu – lama konseling. • Buat rencana untuk tindak lanjut bila diperlukan Konseling bagi klien depresi dan keluarganya v Periksa gejala depresi yang mungkin dialami oleh pasien v Berikan informasi yang penting. • Jelaskan bahwa gejala yang dialami merupakan bagian dari penyakit yang disebut depresi. • Depresi adalah umum dan dapat diterapi dengan efektif. • Depresi bukanlah tanda kelemahan atau malas. • klien mencoba keras untuk mengatasinya. • Sampaikan bahwa anda dapat memahami sress yang dirasakan klien dan ingin membantu meringankan bebannya v Jajagi seberapa berat depresi klien anda saat ini dibanding dengan perasaan yang pernah dialami sebelumnya dalam rangka menjelaskan rencana terapi untuknya. v Tanyakan tentang adanya niat untuk melukai diri sendiri atau membayangkan kematian. v Bila ada risiko bunuh diri, atau membahayakan orang lain lihat Bagan Pemeriksaan Darurat. 34 PEDOMAN PENERAPAN
  • 46. TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC v Rencanakan kegiatan jangka pendek yang meningkatkan kegembiraan klien anda atau membangun kepercayaan dirinya. v Identifikasi masalah atau tekanan sosial saat ini. Fokus pada upaya kecil yang spesifik yang mungkin dapat dilakukan klien dalam mengatasi masalahnya. • Bila ada perasaan duka karena kematian seseorang, lihat Buku Bagan Perawatan Paliatif. • Bila HIV+, berikan dukungan. • Bila baru diagnosis TB dan khawatir tentang HIV, berikan dukungan. • Ajarkan teknik penyelesaian masalah yang baru. Dorong pasien untuk tidak pesimis atau menyalahkan diri: o Jangan melakukan tindakan pesimistik (mengakhiri perkawinan, meninggalkan pekerjaan). o Jangan terpusat pada pemikiran negatif atau perasaan bersalah. Bila konseling tidak cukup membantu pertimbangkan intervensi tambahan di bawah ini: o Berikan amitriptilin, terutama bila ada gangguan tidur dan nafsu makan yang cukup berat. • bila menggunakan anti depresant, periksa kepatuhan dan dosis. Dosisnya mungkin perlu ditambah. • Ingatkan pasien bahwa untuk mendapatkan efek obat secara penuh butuh waktu 2‐3 minggu. • Setelah membaik, bahas tindakan yang akan datang bila tanda depresi kembali muncul. Rujuk ke kelompok dukungan. Rujuk ke konselor ahli. Bila masih ada risiko bunuh diri atau depresi berat yang tidak ada respon terhadap terapi, lakukan konsultasi atau segera rujuk. PEDOMAN PENERAPAN 35
  • 47. TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC B. Pemeriksaan Laboratorium Melaksanakan Tes Cepat HIV, interprestasi hasil dan konseling Ambil darah dari ujung jari o Selalu gunakan sarung tangan untuk mengambil atau mengelola darah. o Gosok ujung jari agar pembuluh darah melebar (jari tengah atau jari manis). o Bersihkan jari dengan alkohol dan biarkan mengering. o Pegang jari di lebih rendah daripada siku. o Tusuk jari dengan lancet steril yang belum terpakai. o Teteskan satu tetes seperti tertulis pada petunjuk teknis kemasan tes (misalnya gunakan pipet untuk Uni-Gold HIV™ atau sample loop untuk Stat Pack™). Ulangi prosedur ini sesuai dengan pemeriksaan yang digunakan, misalnya, Determine HIV 1/2 1-2 kali dan dua kali. o Buang lancet yang telah dipakai di dalam wadah yang aman. o Selesaikan prosedur pemeriksaan yang spesifik. o Desinfeksi jari dan tutupi dengan plester. o Terapkan kewaspadaan universal untuk pembuangan sampah. Cara yang umum adalah autoclaving pada suhu 120°C selama 60 menit atau dengan pembakaran. Test-Kit (Kit tes-HIV) o Setidaknya gunakan dua macam tes yang berbeda. o Ikuti pedoman nasional pemeriksaan tes HIV – sesuai strategi II atau III untuk diagnosis. o Patuhi tanggal kedaluwarsa – jangan digunakan kit yang telah kedaluwarsa. o Ikuti dengan ketat prosedur penyimpanan. o Bila sebelumnya kit disimpan pada suhu 2-8°C, biarkan kit tersebut mencapai suhu ruangan dengan mengeluarkannya dari lemari pendingin kira-kira 20 menit sebelum digunakan. o Validasi kit tes HIV sesuai petunjuk dari produsen dan kontrol positif dan negatif yang disediakan. Bila mungkin gunakan kontrol untuk setiap pemeriksaan baru, batch baru atau bila anda meragukan kondisi penyimpanannya. o Patuhi prosedur pemeriksaan dengan ketat. o Patuhi sangat ketat waktu membaca yang direkomendasikan. o Selalu beri label spesimen dan/atau alat pemeriksaan dengan jelas. o Siapkan lembar kerja dimana nomor spesimen jelas tertulis dan segera catat hasilnya, jangan ditunda. 36 PEDOMAN PENERAPAN
  • 48. TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC Mempersiapan Kit tes HIV o Bila disimpan di lemari pendingi, keluarkan kit dan diamkan selama setidaknya 20 menit untuk mencapai suhu kamar (20 – 25OC) o Siapkan lembar kerja, tuliskan nomor batch kit; tanggal keadluwarsa; nama pemeriksa dan tanggal pemeriksaan. o Periksa kembali bahwa tanggal kedaluwarsanya belum terlampaui o Lakukan validasi bahwa kit masih bagus dengan menggunakan kontrol positif dan negatif; setelah itu anda siap melaksanakan tes pada sediaan klinik yang ada. o Tuliskan nomor spesimen pada lembar kerja. o Keluarkan peralatan tes dari pembungkusnya o Tuliskan nomor spesimen pada peralatan tes tsb. o Laksanakan tes dengan mengikuti petunjuk teknis yang ada pada kit. Berikut adalah contoh pemeriksaan dengan menggunakan kit UNI-Gold HIV TM DAN Determine HIV TM1/2. Uni-Gold HIV TM o Tulis nomor spesimen pada lember kerja. o Ambil alat pemeriksaan Uni-Gold HIV dari bungkus pelindung. o Tulis nomor spesimen pada alat pemeriksaan. o Kumpulkan seluruh darah dari tusukan jari (lihat dokumen). o Tambahkan dua tetesan darah pada port sampel. o Tambahkan dua tetesan dari reagent pencuci ke port sampel. o Biarkan selama sepuluh menit agar terjadi reaksi. o Baca hasilnya pada akhir menit kesepuluh. Jangan baca setelah 20 menit karena hasilnya tidak lagi stabil. o Interprestasikan hasilnya. PEDOMAN PENERAPAN 37
  • 49. TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC Satu garis pada daerah kontrol: Hasil negatif Dua garis pada daerah kontrol dan Satu pada daerah pemeriksaan: Hasil positif Tidak ada garis: Hasil invalid o catat hasil pemeriksaan pada lembar kerja Interpretasi o konseling pasca pemeriksaan. Determine HIVTM1/2 o Siapkan Kit Tes-HIV (lihat halaman sebelumnya). o Ambil darah dari tusukan ujung jari dengan menggunakan tabung kapiler ber EDTA o Teteskan darah dari abung kapiler 50μl pada sampel pad (tanda panah). o Tunggu sampai darah terserap dan tambahkan satu tetes chase buffer pada sampel pad. o Biarkan selama 15 menit agar terjadi reaksi. o Baca hasilnya antara 15-16 menit setelah penambahan sampel. o Interprestasikan hasil Satu garis pada daerah kontrol: Hasil negatif Dua garis pada daerah kontrol dan Satu pada daerah pemeriksaan: Hasil positif Tidak ada garis: Hasil invalid o Catat hasil pemeriksaan pada lembar kerja . Interpretasi Hasil Tes o Konseling pasca-tes (lihat dokumen) Pada akhir hari kerja, simpan bahan dengan benar. Bersihkan daerah pemeriksaan dengan desinfektan. 38 PEDOMAN PENERAPAN
  • 50. TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC NEGATIVE C A line in the control T region only indicates POSITIVE a negative test result. C A line of any intensity T in the test region, plus a line forming in the control region, indicates a positive Hasil Tes result. INCONCLUSIVE C No line appears in T the control region. The test, should be repeated with a fresh device, inrespective of line developing in the test region. Positive Negative Invalid Invalid Hasil Tes PEDOMAN PENERAPAN 39
  • 51. TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC Bagan 3. Bagan Alur Tes Cepat HIV di Layanan Tes dan Konseling HIV Informasi dan Edukasi/ Konseling Prates mintalah persetujuan tertulis Tes Cepat Pertama [A1] Hasil Tes [A1] Ya Tes Cepat Kedua Hasil Tes [A2] POSITIF ? [A2] POSITIF ? Tidak Ya Ulangi Tes [A1] dan Ya [A1] & [A2] (+) [A2] Tidak Salah satu [A1] atau Ya Tes Cepat Ketiga [A2] HIV (+) ? [A3] Tidak [A1] (+), [A2] (+), [A3] (+) ? Tidak Tidak [A1] (+); dan salah satu [A2] atau [A3] (+) ? Ya Tidak Apakah risiko Tidak [A1] (+), [A2] (-), tinggi ? [A3] (-) ? Tidak Ya Ya Konseling hasil HIV Anggap Konseling Hasil HIV positif indeterminate Negatif Mulai Perawatan Ulangi Tes Lihat Perawatan Kronik HIV 40 PEDOMAN PENERAPAN
  • 52. TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC LAMPIRAN 1: Tanda Klinis Kemungkinan Infeksi HIV v Infeksi berulang dari semua organ v Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir v Kelainan kulit seperti prurigo, seboroik berulang v Limfadenopati (PGL) – pembengkakan KGB di leher dan ketiak yang tidak terasa sakit v Lesi kaposi (benjolan pada kulit atau langit‐langit mulut berwarna gelap atau keunguan yang tidak terasa sakit) v Infeksi bakteri yang berat– pneumonia v Tuberkulosis – paru atau ekstra paru berulang v Kandidosis oral hairy leukoplakia pada mulut v Ulkus di mulut atau gusi berulang v Kandidosid esofageal v Kehilangan berat badan lebih dari 10% tanpa penyebab yang jelas lainnya v Mengalami keadaan di bawah ini selam lebih dari 1 bulan: o diare tanpa penyebab yang jelas o Demam tanpa penyebab yang jelas o Herpes simpleks (alat kelamin atau pada mulut) v Indikasi lain yang mengesankan kemungkinan infeksi: o Infeksi menular secara seksual (IMS) o Pasangan atau anak: v diketahui positif HIV v mengidap HIV atau penyakit yang terkait dengan HIV o Kematian pasangan muda yang tidak jelas penyebabnya o Pengguna NAPZA suntikan o Pekerjaan yang berrisiko tinggi o Aktif secara seksual dan mempunyai banyak mitra seksual dan tinggal di daerah prevalensi tinggi PEDOMAN PENERAPAN 41
  • 53. TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC LAMPIRAN 2: Gambar Gejala-gejala yang berhubungan dengan HIV/AIDS (sumber: Modul Pelatihan CST; www.aids‐images.ch) Gambar 1. Pruritic Papular Eruption Gambar 2. Gambaran foto toraks TB paru pada ODHA (perhatikan infiltrat tidak khas seperti pada pasien non HIV) 42 PEDOMAN PENERAPAN
  • 54. TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC Gambar 3. Herpez zoster labialis Gambar 4. Ulkus intraoral akibat infeksi sitomegalovirus/CMV Gambar 5. Kandidiasis oral PEDOMAN PENERAPAN 43
  • 55. TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC Gambar 6. Kandidiasis dengan kheilitis angularis Gambar 7. Herpes Zoster Gambar 8. Oral Hairy Leucoplakia Gambar 9. Genital warts / kutil kelamin 44 PEDOMAN PENERAPAN
  • 56. TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC LAMPIRAN 3: Contoh Komunikasi Penawaran tes HIV Tes HIV dan Konseling atas Prakarsa Petugas Kesehatan untuk tujuan Diagnostik tanpa memandang tingkat epidemi “Anda mengalami limfadenopati; kita ingin mencari tahu penyebabnya. Agar kami dapat mendiagnosis dan mengobati penyakit anda, maka anda perlu menjalani tes TB dan HIV, oleh karena itu kami akan melaksanakan tes tersebut kecuali jika anda tidak bersedia Tes HIV dan Konseling atas Prakarsa Petugas Kesehatan sebagai prosedur rutin di daerah dengan epidemic yang meluas Salah satu kebijakan di rumah sakit kami adalah memberikan kesempata kepada semua pasien untuk menjalani tes HIV sehingga anda akan mendapatkan perawatan selagi anda dirawat di sarana kami dan menindak lanjuti dengan merujuk ke sarana yang lebih kompeten setelah anda pulang nanti. Oleh karena itu kami sarankan anda untuk tes HIV. Apabial anda setuju maka kami akan lakukan tes dan memberikan konseling tentang hasilnya nanti. Informasi Pra Tes HIV adalah vitus atau kuman yang merusak bagian yang diperlukan tubuh anda untuk melawan penyakit. Dengan tes HIV kita dapat mengetahui apakah anda telah terinfeksi virus HIV. Tes HIV adalah tes sederhana yang akan memperjelas diagnosis penyakit anda. Setelah ada hasil tes kami akan berikan layanan konseling untuk membahas lebih dalam tentang HIV dan penyakitpenyakit yang terkait. Apabila hasil tes nya positif, kami akan beri informasi dan layanan untuk menangani penyakit tersebut. Yaitu meliputi terapi dengan obat ARV dan obat lain untuk mengatasi penyakit yang ada. Juga kami akan bantu anda untuk mengungkapkan status anda guna mencegah penularan ke orang lain. Bila hasilnya negative, maka akan kami arahkan anda untuk mendapat layanan yang dapat membantu upaya anda agar dapat tetap negative PEDOMAN PENERAPAN 45