SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  15
Télécharger pour lire hors ligne
TEOREMA DASAR KALKULUS
Disusun untuk memenuhi
tugas mata kuliah Analisis Riil 2
oleh
Nida Shafiyanti (3125111218)
Jurusan Matematika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Jakarta
2013
Daftar Isi
1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
1.2 Teorema Dasar Kalkulus . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
2 PEMBAHASAN 2
2.1 Definisi Integral dan Turunan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
2.1.1 Turunan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
2.1.2 Integral . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
2.2 Teorema Dasar Kalkulus I (Bentuk Pertama) . . . . . . . . . . . . 2
2.3 Teorema Dasar Kalkulus II (Bentuk Kedua) . . . . . . . . . . . . 6
3 KESIMPULAN 11
i
ABSTRACT
Teorema dasar kalkulus menjelaskan relasi antara dua operasi pusat kalkulus,
yaitu pendiferensialan (differentiation) dan pengintegralan (integration). Bagian
pertama dari teorema ini, kadang-kadang disebut sebagai teorema dasar kalkulus
pertama, menunjukkan bahwa sebuah integral taktentu dapat dibalikkan meng-
gunakan pendiferensialan. Bagian kedua, kadang-kadang disebut sebagai teorema
dasar kalkulus kedua, mengijinkan seseorang menghitung integral tertentu se-
buah fungsi menggunakan salah satu dari banyak antiturunan. Bagian teorema
ini memiliki aplikasi yang sangat penting, karena ia dengan signifikan memper-
mudah perhitungan integral tertentu.
Kata kunci: diferensial, integral.
ii
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Teorema dasar kalkulus menjelaskan relasi antara dua operasi pusat kalkulus,
yaitu pendiferensialan (differentiation) dan pengintegralan (integration). Bagian
pertama dari teorema ini, kadang-kadang disebut sebagai teorema dasar kalkulus
pertama, menunjukkan bahwa sebuah integral taktentu dapat dibalikkan meng-
gunakan pendiferensialan. Bagian kedua, kadang-kadang disebut sebagai teorema
dasar kalkulus kedua, mengijinkan seseorang menghitung integral tertentu se-
buah fungsi menggunakan salah satu dari banyak antiturunan. Bagian teorema
ini memiliki aplikasi yang sangat penting, karena ia dengan signifikan memper-
mudah perhitungan integral tertentu.
Penyataan yang pertama kali dipublikasikan dan bukti matematika dari ver-
si terbatas teorema dasar ini diberikan oleh James Gregory (1638-1675). Isaac
Barrow membuktikan versi umum bagian pertama teorema ini, sedangkan anak
didik Barrow, Isaac Newton (1643-1727) menyelesaikan perkembangan dari teori
matematika di sekitarnya. Gottfried Leibniz (1646-1716) mensistematisasi ilmu
ini menjadi kalkulus untuk kuantitas infinitesimal.
Teorema dasar kalkulus kadang-kadang juga disebut sebagai Teorema dasar
kalkulus Leibniz atau Teorema dasar kalkulus Torricelli-Barrow.
1.2 Teorema Dasar Kalkulus
Pada bahasan ini selanjutnya akan menyelidiki hubungan antara turunan dan in-
tegral. Ada dua teorema yang berkaitan dengan masalah ini: yang pertama yaitu
dengan mengintegralkan sebuah turunan, dan yang lainnya dengan menurunkan
suatu integral. Teorema ini, biasa disebut Teorema Fundamental Kalkulus. Pada
makalah ini akan dibahas Teorema Dasar Kalkulus Bentuk Pertama, dan Bentuk
Kedua.
1
2 PEMBAHASAN
2.1 Definisi Integral dan Turunan
2.1.1 Turunan
Garis singgung pada (x, f(x)). Turunan f (x) dari sebuah kurva pada sebuah
titik adalah kemiringan dari garis singgung yang menyinggung kurva pada titik
tersebut. Turunan fungsi f di x adalah gradien garis singgung tersebut. Secara
formal Turunan fungsi f di x didefinisikan sebagai berikut:
f (x) = lim
h→0
f(x + h) − f(h)
h
2.1.2 Integral
Integral taktentu adalah antiturunan, yakni kebalikan dari turunan. F adalah
integral taktentu dari f ketika f adalah turunan dari F. Integral tertentu mema-
sukkan sebuah fungsi dengan outputnya adalah sebuah angka, yang mana mem-
berikan luas antar grafik yang dimasukkan dengan sumbu x. Pada gambar,
b
a
f(x)dx adalah luas daerah S, daerah yang diasir.
2.2 Teorema Dasar Kalkulus I (Bentuk Pertama)
Bentuk pertama dari Teorema Fundamental memberikan sebuah dasar teoritis
untuk metode penghitungan suatu integral, dimana pembaca telah mempelajari
2
dalam kalkulus. Sekarang dengan Teorema Dasar Kalkulus I (Bentuk pertama)
akan membedakan integral yang melibatkan batas atas variabelnya.
Definisi 2.2.1. Jika f ∈ R[a, b] maka fungsi yang didefenisikan sebagai
F(z) :=
z
a
f untuk z ∈ [a, b] (2.2.1)
ini disebut integral tak tentu dari f dengan nilai awal a. (Kadang nilai selain a
dapat pula digunakan sebagai nilai awal)
Teorema Adivitas Jika f ∈ R[a, b] dan jika c ∈ [a, b], fungsi yang didefinisikan
oleh Fc(z) =
z
c
f untuk z ∈ [a, b] dikatakan Intergal tak tentu dari f dengan
nilai awal c. Maka terdapat hubungan antara Fa dan Fc sebagai berikut;
Fa(z) =
z
a
f untuk z ∈ [a, b]
dan
Fc(z) =
z
c
f untuk c, z ∈ [a, b]
maka
Fa(z) =
c
a
f +
z
c
f =
c
a
f + Fc(z)
sehingga
Fc(z) = Fa(z) −
c
a
f
Akan ditunjukkan bahwa jika f ∈ R[a, b] maka integral tak tentu F memenuhi
kondisi Lipshictz maka F kontinu pada [a, b].
Definisi 2.2.2. Fungsi Lipschitz Misalkan A ⊆ R dan f : A → R. Jika terdapat
konstanta K > 0 sedemikian sehingga
|f(x) − f(u)| ≤ K|x − u|
untuk setiap x, u ∈ A, maka f dikatakan fungsi Lipschitz.
Teorema 2.2.1. Integral tak tentu F yang disefiniikan (2.1.1) adalah kontinu pa-
da [a, b]. Faktanya jika |f(x)| ≤ M untuk semua x ∈ [a.b], maka |F(z) − F(w)| ≤
M|z − w| untuk semua z, w ∈ [a, b].
Jika z, w ∈ [a, b] dan misalkan w ≤ z, maka
F(z) =
z
a
f =
w
a
f +
z
w
f = F(w) +
z
w
f
3
Sehingga diperoleh,
F(z) − F(w) =
z
w
f
sekarang jika −M ≤ f(x) ≤ M utuk semua x ∈ [a, b], maka
Teorema 2.2.2. Misalkan f dan g didalam R[a, b]
jika f(x) ≤ g(x) untuk semua x ∈ [a, b], maka
b
a
f ≤
b
a
g
dari teorema 2.1.2 diatas diperoleh:
z
w
−Mdx ≤
z
w
f(x)dx ≤
z
w
Mdx
−Mx|z
w ≤
z
w
f(x) ≤ Mx|z
w
−M(z − w) ≤
z
w
f(x) ≤ M(z − w)
menyatakan bahwa
−M(z − w) ≤
z
w
f(x) ≤ M(z − w)
sehingga diperoleh
|F(z) − F(w)| ≤
z
w
f ≤ M|z − w|
Terbukti,
Selanjutnya akan ditunjukkan integral tak tentu F adalah terdiferensial pada
sembarang titik dimana f kontinu.
Misalkan f ∈ R[a, b] dan f kontinu pada titik c ∈ R[a, b]. Maka integral tak tentu
yang didefenisikan dari (2.1.1), adalah terdiferensial di c dan F (c) = f(c),
Bukti. Andaikan c ∈ [a, b) dan mengingat turunan dari kanan F pada c. Ker-
ena f kontinu pada c, diberikan > 0 terdapat n > 0 sedemikian sehingga jika
c ≤ x ≤ c + n , maka
f(c) − < f(x) < f(c) + (2.2.2)
4
Ambil h yang memenuhi 0 < h < n . Teorema Adivitas menunjukkan bahwa f
adalah terintergalkan pada interval [a, c], [a, c + h] dan [c, c + h] dan
F(c + h) − F(c) =
c+h
c
f
F(c + h) =
h
c
f +
c+h
c
f
c+h
c
(f(c) − )dx ≤
c+h
c
f ≤ (f(c) + )dx
x(f(c) − )|c+h
c ≤
c+h
c
f ≤ x(f(c) + )|c+h
c
(c + h)(f(c) − ) − c(f(c) − ) ≤
c+h
c
f ≤ (c + h)(f(c) + ) − c(f(c) + )
h(f(c) − ) ≤
c+h
c
f ≤ h(f(c) + )
Sekarang pada interval [c, c + h] fungsi f memenuhi pertidaksamaan (2.1.2), se-
hingga (dari teorema 2.1.2) diperoleh
(f(c) − ).h ≤ F(c + h) − F(c) =
c+h
c
f ≤ (f(c) + ).h
Jika dibagi dengan h > 0 dan menguranginya dengan f(c) maka diperoleh
F(c + h) − F(c)
h
− f(c) ≤
tetapi > 0 berubah-ubah, dapat disimpulkan limit kanan diberikan oleh
lim
h→0+
F(c + h) − F(c)
h
= f(c)
dengan cara sama dibuktikan untuk limit kirinya juga sama dengan f(c) dimana
c ∈ (a, b], sehingga pernyataan terpenuhi.
Teorema 2.2.3. Jika f kontinu pada [a, b] maka integral tak tentu F, yang
didefiniskan oleh persamaan (2.1.1) adalah terdiferensial di [a, b] dan F (x) = f(x)
untuk semua x ∈ [a, b].
5
Teorema 2.2.4. dapat diringkas: Jika f kontinu pada [a, b], maka integral tak
tentu dari f adalah anti turunannya. Akan ditinjau bahwa secara umum, integral
tak tentu tidak harus menjadi antiturunan (baik karena turunan dari integral tak
tentu tidak ada atau tidak sama f(x).
contoh 1. Jika f(x) = sgn(x) pada [−1, 1] maka maka f ∈ R[−1, 1] dan integral
tak tentu F(x) := |x| − 1 dengan nilai awal -1. Tetapi, F (0) tidak ada, F bukan
anti turunan dari f pada [−1, 1]
2.3 Teorema Dasar Kalkulus II (Bentuk Kedua)
Hal ini menyatakan bahwa jika suatu fungsi f adalah turunan dari suatu fungsi
F, dan jika f anggota dari R[a, b] , maka integral
b
a
f dapat dihitung dengan
cara menunjukkan nilai F|b
a := F(b)−F(a) . Suatu fungsi F sedemikian sehingga
F (x) = f(x) untuk semua x ∈ [a, b] disebut antiturunan atau primitive dari f
pada [a, b]. Jadi, jika f memiliki suatu antiturunan, itu adalah suatu persoalan
yang sederhana untuk menghitung integral.
Teorema 2.3.1. Misalkan terdapat sebuah himpunan berhingga E di [a, b] dan
fungsi f, F : [a, b] → R memenuhi:
1. F adalah kontinu di [a, b],
2. F (x) = f(x) untuk semua x ∈ [a, b]  E,
3. f anggota dari R[a, b].
Maka diperoleh;
a
b
f = F(a) − F(b) (2.3.1)
Bukti. E := {a, b}. Secara umum dapat diperoleh dengan mengubah interval ke
dalam gabungan dari suatu interval bilangan terbatas.
Diberikan > 0 , karena f ∈ R[a, b] diasumsikan ada δ > 0 sedemikian sehingga
jika P adalah suatu tag partisi dengan P < δ , maka
|S(f; P) −
b
a
f| < (2.3.2)
Dimana titik di atas P menunjukkan bahwa tag telah dipilih untuk setiap sub
interval.
P := {([xi−1, xi], ti)}n
i=1 dan
S(f, P) := n
i=1 f(ti)(xi − x1−i), merupakan jumlah Rieman dari fungsi f :
[a, b] → R
Jika subinterval dalam P adalah [xi−1, xi], maka dengan menggunakan Teore-
ma Nilai Rata-Rata 2.2.2 untuk F pada [xi−1, xi] menyatakan bahwa ada ui ∈
6
(xi−1, xi) sedemikian sehingga
F(xi) − F(xi−1) = F (ui).(xi − xi−1) untuk i = 1, . . . , n
Teorema Nilai Rata-Rata
Teorema 2.3.2. f(b)-f(a)=f’(c)(b-a)
Jika menambahkan bentuk ini, dilihat dari jumlah dan bukti yang ada bahwa
F (ui) = f(ui), maka diperoleh
F(b) − F(a) =
n
i=1
(Fxi − F(xi−1)) =
n
i=1
f(ui)(xi − xi−1)
Sekarang, misalkan Pu := {([xi−1, xi], ui)}n
i=1, jadi jumlah pada persamaan kanan
S(f; Pu).
Jika kita substitusi F(b) − F(a) = S(f; Pu) pada persamaan (2.2.2), dapat disim-
pulkan bahwa
F(b) − F(a) −
b
a
f <
Namun, karena > 0 berubah-ubah, maka dapat diambil kesimpulan bahwa per-
samaan (2.2.1) berlaku.
Teorema 2.3.3. Jika f : I → R mempunyai sebuah turunan di c ∈ I, maka f
kontinu di c.
Keterangan Jika suatu F terdiferensial pada setiap interval dari [a, b] maka
(dengan Teorema 2.2.3) hipotesis (1) secara otomatis memenuhi. Jika f tidak
terdefinisi untuk beberapa titik c ∈ E, kita mengambil f(c) := 0. Namun jika
F terdiferensial pada setiap interval dari [a, b], kondisi (3) tidak secara otomatis
memenuhi, karena ada fungsi F sedemikian sehingga F bukan terintegral secara
Riemann.
contoh 2. Jika F(x) := 1
2
x2
untuk semua x ∈ [a, b], maka F (x) = x untuk
semua x ∈ [a, b]. Selanjutnya, f = F adalah kontinu di R[a, b]. Oleh karena itu,
Teorema Fundamental (dengan E = ∅) menyatakan bahwa
b
a
xdx = F(b) − F(a) =
1
2
(b2
− a2
)
contoh 3. Misalkan K(x) := x2
cos( 1
x2 ) untuk x ∈ (0, 1] dan misalkan K(0) := 0.
Dengan mengikuti Aturan Produk dan Aturan Rantai, didapat bahwa
K (x) = 2x cos
1
x2
+
2
x
sin
1
x2
untuk x ∈ (0, 1]
7
Aturan Produk fungsi fg terdiferensialkan di c dan
(fg) (c) = f (c)g(c) + f(c)g (c)
Aturan Rantai Diberikan I, J interval di R , g : I → R dan f : J → R adalah
fungsi sedemikian sehingga f(J) ⊆ I dan c ∈ J . Jika f terdiferensialkan di c
dan jika g terdiferensialkan di f(c) , maka fungsi komposit g ◦ f terdiferensialkan
di c dan
(g ◦ f) (c) = g (f(c)).f (c)
Turunan K pada x = 0, diperoleh dengan menggunakan defenisi dari turunan.
Diperoleh
K (0) = lim
x→0
K(x) − K(0)
x − 0
= lim
x→0
x2
cos( 1
x2 )
x
= lim
x→0
x cos(
1
x2
) = 0
Sehingga turunan K dari K ada untuk x ∈ [0, 1]. Jadi K kontinu dan terdifer-
ensial pada [0, 1]. Karena itu dapat dilihat bahwa fungsi K tidak terbatas pada
[0, 1] sehingga bukan bagian/anggota R[0, 1] dan Teorema Fundamental 2.2.1 tidak
berlaku untuk K .
Teorema 2.3.4. Teorema Subtitusi Misalkan J := [α, β] dan misalkan ϕ :
J → R memiliki turunan di J. Jika f : I → R adalah kontinu pada interval I
yang terdapat pada ϕ(J), maka
β
α
f(ϕ(t)).ϕ (t)dt =
ϕ(β)
ϕ(α)
f(x)dx (2.3.3)
Hipotesis bahwa f dan ϕ adalah kontinu yang membatasi, tetapi digunakan untuk
memastikan adanya integral Riemann pada sisi kiri (2.2.3)
Bukti: Misalkan F(x) adalah primitive (anti turunan) dari f(x) dan x =
ϕ(t) maka F(ϕ(t)) merupakan primitive dari f(ϕ(t)).ϕ (t). dengan menggunakan
aturan rantai dapat diperoleh
(F(ϕ(t))) = F (ϕ(t)).ϕ (t) = f(ϕ(t)).ϕ (t)
sehingga
ϕ(β)
ϕ(α)
f(x)dx = F(x) + c = F(ϕ(t)) + c =
β
α
f(ϕ(t)).ϕ (t)dt
contoh 4. Anggap
4
1
sin
√
t√
t
dt. Subtitusikan ϕ(t) =
√
t untuk t ∈ [1, 4] sehingga
ϕ (t) = 1
2
√
t
adalah kontinu pada [1, 4]. Misalkan f(x) = 2 sin x, maka intergradnya
memiliki bentuk (f ◦ ϕ).ϕ dan teorema subtitusi menyatakan bahwa persamaan
integral
2
1
2 sin xdx = −2 cos x|2
1 = 2(cos 1 − cos 2)
8
contoh 5. Anggap
4
0
sin
√
t√
t
dt. Karena ϕ(t) =
√
t tidak meiliki turunan kontinu
pada [0, 4], teorema subtitusi tidak dapat digunakan, paling tidak pada subtitusi
ini.
9
Latihan 1. Gunakan teorema Subtitusi untuk menyelesaikan integral
3
1
1
t
√
t + 1
dt = ln(3 + 2
√
2) − ln3
subtitusikan ϕ(t) =
√
t + 1 untuk t ∈ [1, 3] sehingga ϕ (t) = 1
2
√
t+1
adalah kontinu
pada [1, 3]. Dengan memisalkan f(x) = 2
x2−1
dx dan ϕ(1) =
√
2, ϕ(3) =
√
4
sebagai batas bawah dan atas
√
4
√
2
2
x2−1
dx, diperoleh
√
4
√
2
2
x2 − 1
dx = 2
√
4
√
2
1
x2 − 1
dx = 2
√
4
√
2
1
(x + 1)(x − 1)
dx
dengan menggunakan Integral Fungsi Rasional
2
√
4
√
2
1
(x + 1)(x − 1)
dx = 2
√
4
√
2
A
(x + 1)
+
√
4
√
2
B
(x − 1)
dengan A = −1
2
dan B = 1
2
, sehingga
2
√
4
√
2
1
(x + 1)(x − 1)
dx = 2
√
4
√
2
−1
2(x + 1)
+
√
4
√
2
1
2(x − 1)
dx
2
√
4
√
2
1
2(x − 1)
−
1
2(x + 1)
dx =
√
4
√
2
1
(x − 1)
−
1
(x + 1)
dx
= [ln(x − 1) − ln(x + 1)]|
√
4√
2
= ln(
√
4 − 1) − ln(
√
4 + 1) − ln(
√
2 − 1) + ln(
√
2 + 1)
= ln
√
4 − 1
√
4 + 1
+ ln
√
2 + 1
√
2 − 1
= ln
1
3
+ ln(3 + 2
√
2)
= ln(3 + 2
√
2) − ln3
10
3 KESIMPULAN
Teorema dasar kalkulus menjelaskan relasi antara dua operasi pusat kalkulus,
yaitu pendiferensialan (differentiation) dan pengintegralan (integration). Bagian
pertama dari teorema ini, kadang-kadang disebut sebagai teorema dasar kalkulus
pertama, menunjukkan bahwa sebuah integral taktentu dapat dibalikkan meng-
gunakan pendiferensialan.
a) Teorema dasar Kalkulus I
Jika f kontinu pada selang [a, b], maka
F(x) =
x
a
f(t)dt, x ∈ [a, b]
mempunyai turunan pada selang [a, b] dengan
F (x) = f(x)∀x ∈ [a, b]
Bagian kedua, kadang-kadang disebut sebagai teorema dasar kalkulus kedua,
mengijinkan seseorang menghitung integral tertentu sebuah fungsi menggunakan
salah satu dari banyak antiturunan.
b) Teorema dasar Kalkulus II
Jika fungsi f kontinu pada selang [a, b] dan F adalah anti turunan dari f pada
selang [a, b], maka
b
a
f(x)dx = F(b) − F(a)
11
Pustaka
[1] Wono Setya Budhi. Kuliah Kalkulus (http://wonosb.wordpress.com/kuliah-kalkulus/)
[2] Bartle, Robert G. (1927). Introduction to Real Analysis. Wiley)
[3] Helmer Aslaksen. Why Calculus? National University of Singapore..
[4] http://calculusmind.blogspot.com/2012/03/7-teorema-dasar-kalkulus.html.
[5] http://kalkulusdasar.blogspot.com/2011/10/pengaruh-penting.html
12

Contenu connexe

Tendances

Analisis bab1 bab2
Analisis bab1 bab2Analisis bab1 bab2
Analisis bab1 bab2
Charro NieZz
 
Contoh soal dan pembahasan subgrup
Contoh soal dan pembahasan subgrupContoh soal dan pembahasan subgrup
Contoh soal dan pembahasan subgrup
Kabhi Na Kehna
 
Sistem persamaan linier_a
Sistem persamaan linier_aSistem persamaan linier_a
Sistem persamaan linier_a
Triana Yusman
 

Tendances (20)

Ring
RingRing
Ring
 
PEMETAAN STRUKTUR ALJABAR
PEMETAAN STRUKTUR ALJABARPEMETAAN STRUKTUR ALJABAR
PEMETAAN STRUKTUR ALJABAR
 
GRUP STRUKTUR ALJABAR
GRUP STRUKTUR ALJABARGRUP STRUKTUR ALJABAR
GRUP STRUKTUR ALJABAR
 
Pembuktian dalam matematika
Pembuktian dalam matematikaPembuktian dalam matematika
Pembuktian dalam matematika
 
Turunan
TurunanTurunan
Turunan
 
Relasi rekursi (2) : Menentukan solusi relasi Rekursi Linier Homogen Berkoefi...
Relasi rekursi (2) : Menentukan solusi relasi Rekursi Linier Homogen Berkoefi...Relasi rekursi (2) : Menentukan solusi relasi Rekursi Linier Homogen Berkoefi...
Relasi rekursi (2) : Menentukan solusi relasi Rekursi Linier Homogen Berkoefi...
 
Analisis real-lengkap-a1c
Analisis real-lengkap-a1cAnalisis real-lengkap-a1c
Analisis real-lengkap-a1c
 
Merentang (Spanning) Tugas Matrikulasi Aljabar Linear
Merentang (Spanning) Tugas Matrikulasi Aljabar LinearMerentang (Spanning) Tugas Matrikulasi Aljabar Linear
Merentang (Spanning) Tugas Matrikulasi Aljabar Linear
 
Analisis bab1 bab2
Analisis bab1 bab2Analisis bab1 bab2
Analisis bab1 bab2
 
Grup permutasi
Grup permutasiGrup permutasi
Grup permutasi
 
Pembuktian dalil 9-18
Pembuktian dalil 9-18Pembuktian dalil 9-18
Pembuktian dalil 9-18
 
Bab 6
Bab 6Bab 6
Bab 6
 
Matematika Diskrit - 06 relasi dan fungsi - 07
Matematika Diskrit - 06 relasi dan fungsi - 07Matematika Diskrit - 06 relasi dan fungsi - 07
Matematika Diskrit - 06 relasi dan fungsi - 07
 
Contoh soal dan pembahasan subgrup
Contoh soal dan pembahasan subgrupContoh soal dan pembahasan subgrup
Contoh soal dan pembahasan subgrup
 
Persamaan Diferensial Biasa (PDB) Orde 2
Persamaan Diferensial Biasa (PDB) Orde 2Persamaan Diferensial Biasa (PDB) Orde 2
Persamaan Diferensial Biasa (PDB) Orde 2
 
Sistem persamaan linier_a
Sistem persamaan linier_aSistem persamaan linier_a
Sistem persamaan linier_a
 
Kalkulus modul iv fungsi dan grafiknya
Kalkulus modul iv fungsi dan grafiknyaKalkulus modul iv fungsi dan grafiknya
Kalkulus modul iv fungsi dan grafiknya
 
Matematika Diskrit - 06 relasi dan fungsi - 03
Matematika Diskrit - 06 relasi dan fungsi - 03Matematika Diskrit - 06 relasi dan fungsi - 03
Matematika Diskrit - 06 relasi dan fungsi - 03
 
Teorema limit
Teorema limitTeorema limit
Teorema limit
 
Homomorfisma grup
Homomorfisma grupHomomorfisma grup
Homomorfisma grup
 

En vedette

Soal dan Pembahasan INTEGRAL
Soal dan Pembahasan INTEGRALSoal dan Pembahasan INTEGRAL
Soal dan Pembahasan INTEGRAL
Nurul Shufa
 
4. Integral Tertentu
4. Integral Tertentu4. Integral Tertentu
4. Integral Tertentu
widi1966
 
Integral lipat dua dalam koordinat cartecius
Integral lipat dua dalam koordinat carteciusIntegral lipat dua dalam koordinat cartecius
Integral lipat dua dalam koordinat cartecius
Mha AMha Aathifah
 

En vedette (20)

TEOREMA DASAR KALKULUS
TEOREMA DASAR KALKULUSTEOREMA DASAR KALKULUS
TEOREMA DASAR KALKULUS
 
1001 soal pembahasan kalkulus
1001 soal pembahasan kalkulus1001 soal pembahasan kalkulus
1001 soal pembahasan kalkulus
 
Kalkulus 2 integral
Kalkulus 2 integralKalkulus 2 integral
Kalkulus 2 integral
 
Kalkulus 1
Kalkulus 1Kalkulus 1
Kalkulus 1
 
INTEGRAL TENTU DAN PENERAPANNYA
INTEGRAL TENTU DAN PENERAPANNYAINTEGRAL TENTU DAN PENERAPANNYA
INTEGRAL TENTU DAN PENERAPANNYA
 
Remidi matematika Bab Integral
Remidi matematika Bab IntegralRemidi matematika Bab Integral
Remidi matematika Bab Integral
 
Contoh contoh soal-dan_pembahasan_integral_untuk_sma
Contoh contoh soal-dan_pembahasan_integral_untuk_smaContoh contoh soal-dan_pembahasan_integral_untuk_sma
Contoh contoh soal-dan_pembahasan_integral_untuk_sma
 
Soal dan Pembahasan INTEGRAL
Soal dan Pembahasan INTEGRALSoal dan Pembahasan INTEGRAL
Soal dan Pembahasan INTEGRAL
 
Integral tak tentu
Integral tak tentuIntegral tak tentu
Integral tak tentu
 
Tugas pembuktian
Tugas pembuktianTugas pembuktian
Tugas pembuktian
 
Continuity and Gauges
Continuity and GaugesContinuity and Gauges
Continuity and Gauges
 
Bab i iv (autosaved)
Bab i iv (autosaved)Bab i iv (autosaved)
Bab i iv (autosaved)
 
Osmosis dan difusi
Osmosis dan difusiOsmosis dan difusi
Osmosis dan difusi
 
Deret furir fungsi genap dan ganjil
Deret furir fungsi genap dan ganjilDeret furir fungsi genap dan ganjil
Deret furir fungsi genap dan ganjil
 
Integral Tertentu
Integral TertentuIntegral Tertentu
Integral Tertentu
 
Kalkulus ppt
Kalkulus pptKalkulus ppt
Kalkulus ppt
 
4. Integral Tertentu
4. Integral Tertentu4. Integral Tertentu
4. Integral Tertentu
 
Sifat sifat determinan
Sifat sifat determinanSifat sifat determinan
Sifat sifat determinan
 
Integral tentu
Integral tentuIntegral tentu
Integral tentu
 
Integral lipat dua dalam koordinat cartecius
Integral lipat dua dalam koordinat carteciusIntegral lipat dua dalam koordinat cartecius
Integral lipat dua dalam koordinat cartecius
 

Similaire à Teorema Dasar Kalkulus

Fancy Page with LaTeX
Fancy Page with LaTeX Fancy Page with LaTeX
Fancy Page with LaTeX
Hirwanto Iwan
 
Keterkaitan antara fungsi, limit, kekontinuan, turunan, dan integral
Keterkaitan antara fungsi, limit, kekontinuan, turunan, dan integralKeterkaitan antara fungsi, limit, kekontinuan, turunan, dan integral
Keterkaitan antara fungsi, limit, kekontinuan, turunan, dan integral
Kurcaci Kecil
 
Kalkulus2 part2 d
Kalkulus2 part2 dKalkulus2 part2 d
Kalkulus2 part2 d
Agus S
 

Similaire à Teorema Dasar Kalkulus (20)

Printtdknurul 140811030340-phpapp01
Printtdknurul 140811030340-phpapp01Printtdknurul 140811030340-phpapp01
Printtdknurul 140811030340-phpapp01
 
Fancy Page with LaTeX
Fancy Page with LaTeX Fancy Page with LaTeX
Fancy Page with LaTeX
 
Kalkulus Integral : Teorema Fundamental Kalkulus
Kalkulus Integral : Teorema Fundamental KalkulusKalkulus Integral : Teorema Fundamental Kalkulus
Kalkulus Integral : Teorema Fundamental Kalkulus
 
Integral-tak-tentu-integral-tentu
Integral-tak-tentu-integral-tentuIntegral-tak-tentu-integral-tentu
Integral-tak-tentu-integral-tentu
 
kekontinuan fungsi
kekontinuan fungsikekontinuan fungsi
kekontinuan fungsi
 
Materi integral
Materi integralMateri integral
Materi integral
 
log&himp_Fungsi_Kelompok-1.pptx
log&himp_Fungsi_Kelompok-1.pptxlog&himp_Fungsi_Kelompok-1.pptx
log&himp_Fungsi_Kelompok-1.pptx
 
-integral
-integral-integral
-integral
 
Makalah teori ukuran dan peluang
Makalah teori ukuran dan peluangMakalah teori ukuran dan peluang
Makalah teori ukuran dan peluang
 
Deret fourier
Deret fourierDeret fourier
Deret fourier
 
PENERAPAN DIFFERENSIASI
PENERAPAN DIFFERENSIASIPENERAPAN DIFFERENSIASI
PENERAPAN DIFFERENSIASI
 
Meri arianti (17118002)
Meri arianti (17118002)Meri arianti (17118002)
Meri arianti (17118002)
 
Integral SMA Kelas XII IPA
Integral SMA Kelas XII IPAIntegral SMA Kelas XII IPA
Integral SMA Kelas XII IPA
 
2 deret fourier
2 deret fourier2 deret fourier
2 deret fourier
 
Keterkaitan antara fungsi, limit, kekontinuan, turunan, dan integral
Keterkaitan antara fungsi, limit, kekontinuan, turunan, dan integralKeterkaitan antara fungsi, limit, kekontinuan, turunan, dan integral
Keterkaitan antara fungsi, limit, kekontinuan, turunan, dan integral
 
integral print mhs
integral print mhsintegral print mhs
integral print mhs
 
Integral Tak Tentu
Integral Tak TentuIntegral Tak Tentu
Integral Tak Tentu
 
Kalkulus2 part2 d
Kalkulus2 part2 dKalkulus2 part2 d
Kalkulus2 part2 d
 
Kalkulus1
Kalkulus1 Kalkulus1
Kalkulus1
 
Fungsi
FungsiFungsi
Fungsi
 

Plus de Nida Shafiyanti

Limit Fungsi di Ruang Metrik
Limit Fungsi di Ruang MetrikLimit Fungsi di Ruang Metrik
Limit Fungsi di Ruang Metrik
Nida Shafiyanti
 

Plus de Nida Shafiyanti (19)

Sifat sifat determinan
Sifat sifat determinanSifat sifat determinan
Sifat sifat determinan
 
Contoh bukan subgrup normal
Contoh bukan subgrup normalContoh bukan subgrup normal
Contoh bukan subgrup normal
 
Soal dan pembahasan silinder
Soal dan pembahasan silinderSoal dan pembahasan silinder
Soal dan pembahasan silinder
 
Soal dan pembahasan hiperbola
Soal dan pembahasan hiperbolaSoal dan pembahasan hiperbola
Soal dan pembahasan hiperbola
 
Soal dan pembahasan garis di bidang r3
Soal dan pembahasan garis di bidang r3Soal dan pembahasan garis di bidang r3
Soal dan pembahasan garis di bidang r3
 
Soal dan pembahasan ellips
Soal dan pembahasan ellipsSoal dan pembahasan ellips
Soal dan pembahasan ellips
 
GESTRATEGI INDONESIA
GESTRATEGI INDONESIAGESTRATEGI INDONESIA
GESTRATEGI INDONESIA
 
I iii
I iiiI iii
I iii
 
Cover
CoverCover
Cover
 
How to make a simple calculator
How to make a simple calculatorHow to make a simple calculator
How to make a simple calculator
 
Uji makanan
Uji makananUji makanan
Uji makanan
 
Let, Make, Have and Get
Let, Make, Have and GetLet, Make, Have and Get
Let, Make, Have and Get
 
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju ReaksiFaktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi
 
Laporan praktikum kimia hidrolisis
Laporan praktikum kimia hidrolisisLaporan praktikum kimia hidrolisis
Laporan praktikum kimia hidrolisis
 
TEORI PERMAINAN (GAME THEORY)
TEORI PERMAINAN (GAME THEORY)TEORI PERMAINAN (GAME THEORY)
TEORI PERMAINAN (GAME THEORY)
 
Fungsi Rekursif
Fungsi RekursifFungsi Rekursif
Fungsi Rekursif
 
Manusia dan Lingkungan (Tugas ilmu sosial dan budaya dasar)
Manusia dan Lingkungan (Tugas ilmu sosial dan budaya dasar)Manusia dan Lingkungan (Tugas ilmu sosial dan budaya dasar)
Manusia dan Lingkungan (Tugas ilmu sosial dan budaya dasar)
 
Penggunaan Teori Graf pada Pengaturan Lampu Lalu Lintas
Penggunaan Teori Graf pada Pengaturan Lampu Lalu LintasPenggunaan Teori Graf pada Pengaturan Lampu Lalu Lintas
Penggunaan Teori Graf pada Pengaturan Lampu Lalu Lintas
 
Limit Fungsi di Ruang Metrik
Limit Fungsi di Ruang MetrikLimit Fungsi di Ruang Metrik
Limit Fungsi di Ruang Metrik
 

Dernier

mengapa penguatan transisi PAUD SD penting.pdf
mengapa penguatan transisi PAUD SD penting.pdfmengapa penguatan transisi PAUD SD penting.pdf
mengapa penguatan transisi PAUD SD penting.pdf
saptari3
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
dpp11tya
 
SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.ppt
SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.pptSEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.ppt
SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.ppt
AlfandoWibowo2
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
ssuser35630b
 
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docxMembuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
NurindahSetyawati1
 
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptHAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
nabilafarahdiba95
 

Dernier (20)

mengapa penguatan transisi PAUD SD penting.pdf
mengapa penguatan transisi PAUD SD penting.pdfmengapa penguatan transisi PAUD SD penting.pdf
mengapa penguatan transisi PAUD SD penting.pdf
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
 
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptxBab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
 
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
 
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMMAKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
 
SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.ppt
SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.pptSEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.ppt
SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.ppt
 
MODUL AJAR IPAS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR IPAS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR IPAS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR IPAS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
 
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
 
Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...
Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...
Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...
 
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdfKanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
 
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdfMAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
 
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxPendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
 
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ikaIntegrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
 
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptLATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
 
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docxMembuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
 
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptHAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
 
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi SelatanSosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
 

Teorema Dasar Kalkulus

  • 1. TEOREMA DASAR KALKULUS Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Analisis Riil 2 oleh Nida Shafiyanti (3125111218) Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Jakarta 2013
  • 2. Daftar Isi 1 PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 1.2 Teorema Dasar Kalkulus . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 2 PEMBAHASAN 2 2.1 Definisi Integral dan Turunan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 2.1.1 Turunan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 2.1.2 Integral . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 2.2 Teorema Dasar Kalkulus I (Bentuk Pertama) . . . . . . . . . . . . 2 2.3 Teorema Dasar Kalkulus II (Bentuk Kedua) . . . . . . . . . . . . 6 3 KESIMPULAN 11 i
  • 3. ABSTRACT Teorema dasar kalkulus menjelaskan relasi antara dua operasi pusat kalkulus, yaitu pendiferensialan (differentiation) dan pengintegralan (integration). Bagian pertama dari teorema ini, kadang-kadang disebut sebagai teorema dasar kalkulus pertama, menunjukkan bahwa sebuah integral taktentu dapat dibalikkan meng- gunakan pendiferensialan. Bagian kedua, kadang-kadang disebut sebagai teorema dasar kalkulus kedua, mengijinkan seseorang menghitung integral tertentu se- buah fungsi menggunakan salah satu dari banyak antiturunan. Bagian teorema ini memiliki aplikasi yang sangat penting, karena ia dengan signifikan memper- mudah perhitungan integral tertentu. Kata kunci: diferensial, integral. ii
  • 4. 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teorema dasar kalkulus menjelaskan relasi antara dua operasi pusat kalkulus, yaitu pendiferensialan (differentiation) dan pengintegralan (integration). Bagian pertama dari teorema ini, kadang-kadang disebut sebagai teorema dasar kalkulus pertama, menunjukkan bahwa sebuah integral taktentu dapat dibalikkan meng- gunakan pendiferensialan. Bagian kedua, kadang-kadang disebut sebagai teorema dasar kalkulus kedua, mengijinkan seseorang menghitung integral tertentu se- buah fungsi menggunakan salah satu dari banyak antiturunan. Bagian teorema ini memiliki aplikasi yang sangat penting, karena ia dengan signifikan memper- mudah perhitungan integral tertentu. Penyataan yang pertama kali dipublikasikan dan bukti matematika dari ver- si terbatas teorema dasar ini diberikan oleh James Gregory (1638-1675). Isaac Barrow membuktikan versi umum bagian pertama teorema ini, sedangkan anak didik Barrow, Isaac Newton (1643-1727) menyelesaikan perkembangan dari teori matematika di sekitarnya. Gottfried Leibniz (1646-1716) mensistematisasi ilmu ini menjadi kalkulus untuk kuantitas infinitesimal. Teorema dasar kalkulus kadang-kadang juga disebut sebagai Teorema dasar kalkulus Leibniz atau Teorema dasar kalkulus Torricelli-Barrow. 1.2 Teorema Dasar Kalkulus Pada bahasan ini selanjutnya akan menyelidiki hubungan antara turunan dan in- tegral. Ada dua teorema yang berkaitan dengan masalah ini: yang pertama yaitu dengan mengintegralkan sebuah turunan, dan yang lainnya dengan menurunkan suatu integral. Teorema ini, biasa disebut Teorema Fundamental Kalkulus. Pada makalah ini akan dibahas Teorema Dasar Kalkulus Bentuk Pertama, dan Bentuk Kedua. 1
  • 5. 2 PEMBAHASAN 2.1 Definisi Integral dan Turunan 2.1.1 Turunan Garis singgung pada (x, f(x)). Turunan f (x) dari sebuah kurva pada sebuah titik adalah kemiringan dari garis singgung yang menyinggung kurva pada titik tersebut. Turunan fungsi f di x adalah gradien garis singgung tersebut. Secara formal Turunan fungsi f di x didefinisikan sebagai berikut: f (x) = lim h→0 f(x + h) − f(h) h 2.1.2 Integral Integral taktentu adalah antiturunan, yakni kebalikan dari turunan. F adalah integral taktentu dari f ketika f adalah turunan dari F. Integral tertentu mema- sukkan sebuah fungsi dengan outputnya adalah sebuah angka, yang mana mem- berikan luas antar grafik yang dimasukkan dengan sumbu x. Pada gambar, b a f(x)dx adalah luas daerah S, daerah yang diasir. 2.2 Teorema Dasar Kalkulus I (Bentuk Pertama) Bentuk pertama dari Teorema Fundamental memberikan sebuah dasar teoritis untuk metode penghitungan suatu integral, dimana pembaca telah mempelajari 2
  • 6. dalam kalkulus. Sekarang dengan Teorema Dasar Kalkulus I (Bentuk pertama) akan membedakan integral yang melibatkan batas atas variabelnya. Definisi 2.2.1. Jika f ∈ R[a, b] maka fungsi yang didefenisikan sebagai F(z) := z a f untuk z ∈ [a, b] (2.2.1) ini disebut integral tak tentu dari f dengan nilai awal a. (Kadang nilai selain a dapat pula digunakan sebagai nilai awal) Teorema Adivitas Jika f ∈ R[a, b] dan jika c ∈ [a, b], fungsi yang didefinisikan oleh Fc(z) = z c f untuk z ∈ [a, b] dikatakan Intergal tak tentu dari f dengan nilai awal c. Maka terdapat hubungan antara Fa dan Fc sebagai berikut; Fa(z) = z a f untuk z ∈ [a, b] dan Fc(z) = z c f untuk c, z ∈ [a, b] maka Fa(z) = c a f + z c f = c a f + Fc(z) sehingga Fc(z) = Fa(z) − c a f Akan ditunjukkan bahwa jika f ∈ R[a, b] maka integral tak tentu F memenuhi kondisi Lipshictz maka F kontinu pada [a, b]. Definisi 2.2.2. Fungsi Lipschitz Misalkan A ⊆ R dan f : A → R. Jika terdapat konstanta K > 0 sedemikian sehingga |f(x) − f(u)| ≤ K|x − u| untuk setiap x, u ∈ A, maka f dikatakan fungsi Lipschitz. Teorema 2.2.1. Integral tak tentu F yang disefiniikan (2.1.1) adalah kontinu pa- da [a, b]. Faktanya jika |f(x)| ≤ M untuk semua x ∈ [a.b], maka |F(z) − F(w)| ≤ M|z − w| untuk semua z, w ∈ [a, b]. Jika z, w ∈ [a, b] dan misalkan w ≤ z, maka F(z) = z a f = w a f + z w f = F(w) + z w f 3
  • 7. Sehingga diperoleh, F(z) − F(w) = z w f sekarang jika −M ≤ f(x) ≤ M utuk semua x ∈ [a, b], maka Teorema 2.2.2. Misalkan f dan g didalam R[a, b] jika f(x) ≤ g(x) untuk semua x ∈ [a, b], maka b a f ≤ b a g dari teorema 2.1.2 diatas diperoleh: z w −Mdx ≤ z w f(x)dx ≤ z w Mdx −Mx|z w ≤ z w f(x) ≤ Mx|z w −M(z − w) ≤ z w f(x) ≤ M(z − w) menyatakan bahwa −M(z − w) ≤ z w f(x) ≤ M(z − w) sehingga diperoleh |F(z) − F(w)| ≤ z w f ≤ M|z − w| Terbukti, Selanjutnya akan ditunjukkan integral tak tentu F adalah terdiferensial pada sembarang titik dimana f kontinu. Misalkan f ∈ R[a, b] dan f kontinu pada titik c ∈ R[a, b]. Maka integral tak tentu yang didefenisikan dari (2.1.1), adalah terdiferensial di c dan F (c) = f(c), Bukti. Andaikan c ∈ [a, b) dan mengingat turunan dari kanan F pada c. Ker- ena f kontinu pada c, diberikan > 0 terdapat n > 0 sedemikian sehingga jika c ≤ x ≤ c + n , maka f(c) − < f(x) < f(c) + (2.2.2) 4
  • 8. Ambil h yang memenuhi 0 < h < n . Teorema Adivitas menunjukkan bahwa f adalah terintergalkan pada interval [a, c], [a, c + h] dan [c, c + h] dan F(c + h) − F(c) = c+h c f F(c + h) = h c f + c+h c f c+h c (f(c) − )dx ≤ c+h c f ≤ (f(c) + )dx x(f(c) − )|c+h c ≤ c+h c f ≤ x(f(c) + )|c+h c (c + h)(f(c) − ) − c(f(c) − ) ≤ c+h c f ≤ (c + h)(f(c) + ) − c(f(c) + ) h(f(c) − ) ≤ c+h c f ≤ h(f(c) + ) Sekarang pada interval [c, c + h] fungsi f memenuhi pertidaksamaan (2.1.2), se- hingga (dari teorema 2.1.2) diperoleh (f(c) − ).h ≤ F(c + h) − F(c) = c+h c f ≤ (f(c) + ).h Jika dibagi dengan h > 0 dan menguranginya dengan f(c) maka diperoleh F(c + h) − F(c) h − f(c) ≤ tetapi > 0 berubah-ubah, dapat disimpulkan limit kanan diberikan oleh lim h→0+ F(c + h) − F(c) h = f(c) dengan cara sama dibuktikan untuk limit kirinya juga sama dengan f(c) dimana c ∈ (a, b], sehingga pernyataan terpenuhi. Teorema 2.2.3. Jika f kontinu pada [a, b] maka integral tak tentu F, yang didefiniskan oleh persamaan (2.1.1) adalah terdiferensial di [a, b] dan F (x) = f(x) untuk semua x ∈ [a, b]. 5
  • 9. Teorema 2.2.4. dapat diringkas: Jika f kontinu pada [a, b], maka integral tak tentu dari f adalah anti turunannya. Akan ditinjau bahwa secara umum, integral tak tentu tidak harus menjadi antiturunan (baik karena turunan dari integral tak tentu tidak ada atau tidak sama f(x). contoh 1. Jika f(x) = sgn(x) pada [−1, 1] maka maka f ∈ R[−1, 1] dan integral tak tentu F(x) := |x| − 1 dengan nilai awal -1. Tetapi, F (0) tidak ada, F bukan anti turunan dari f pada [−1, 1] 2.3 Teorema Dasar Kalkulus II (Bentuk Kedua) Hal ini menyatakan bahwa jika suatu fungsi f adalah turunan dari suatu fungsi F, dan jika f anggota dari R[a, b] , maka integral b a f dapat dihitung dengan cara menunjukkan nilai F|b a := F(b)−F(a) . Suatu fungsi F sedemikian sehingga F (x) = f(x) untuk semua x ∈ [a, b] disebut antiturunan atau primitive dari f pada [a, b]. Jadi, jika f memiliki suatu antiturunan, itu adalah suatu persoalan yang sederhana untuk menghitung integral. Teorema 2.3.1. Misalkan terdapat sebuah himpunan berhingga E di [a, b] dan fungsi f, F : [a, b] → R memenuhi: 1. F adalah kontinu di [a, b], 2. F (x) = f(x) untuk semua x ∈ [a, b] E, 3. f anggota dari R[a, b]. Maka diperoleh; a b f = F(a) − F(b) (2.3.1) Bukti. E := {a, b}. Secara umum dapat diperoleh dengan mengubah interval ke dalam gabungan dari suatu interval bilangan terbatas. Diberikan > 0 , karena f ∈ R[a, b] diasumsikan ada δ > 0 sedemikian sehingga jika P adalah suatu tag partisi dengan P < δ , maka |S(f; P) − b a f| < (2.3.2) Dimana titik di atas P menunjukkan bahwa tag telah dipilih untuk setiap sub interval. P := {([xi−1, xi], ti)}n i=1 dan S(f, P) := n i=1 f(ti)(xi − x1−i), merupakan jumlah Rieman dari fungsi f : [a, b] → R Jika subinterval dalam P adalah [xi−1, xi], maka dengan menggunakan Teore- ma Nilai Rata-Rata 2.2.2 untuk F pada [xi−1, xi] menyatakan bahwa ada ui ∈ 6
  • 10. (xi−1, xi) sedemikian sehingga F(xi) − F(xi−1) = F (ui).(xi − xi−1) untuk i = 1, . . . , n Teorema Nilai Rata-Rata Teorema 2.3.2. f(b)-f(a)=f’(c)(b-a) Jika menambahkan bentuk ini, dilihat dari jumlah dan bukti yang ada bahwa F (ui) = f(ui), maka diperoleh F(b) − F(a) = n i=1 (Fxi − F(xi−1)) = n i=1 f(ui)(xi − xi−1) Sekarang, misalkan Pu := {([xi−1, xi], ui)}n i=1, jadi jumlah pada persamaan kanan S(f; Pu). Jika kita substitusi F(b) − F(a) = S(f; Pu) pada persamaan (2.2.2), dapat disim- pulkan bahwa F(b) − F(a) − b a f < Namun, karena > 0 berubah-ubah, maka dapat diambil kesimpulan bahwa per- samaan (2.2.1) berlaku. Teorema 2.3.3. Jika f : I → R mempunyai sebuah turunan di c ∈ I, maka f kontinu di c. Keterangan Jika suatu F terdiferensial pada setiap interval dari [a, b] maka (dengan Teorema 2.2.3) hipotesis (1) secara otomatis memenuhi. Jika f tidak terdefinisi untuk beberapa titik c ∈ E, kita mengambil f(c) := 0. Namun jika F terdiferensial pada setiap interval dari [a, b], kondisi (3) tidak secara otomatis memenuhi, karena ada fungsi F sedemikian sehingga F bukan terintegral secara Riemann. contoh 2. Jika F(x) := 1 2 x2 untuk semua x ∈ [a, b], maka F (x) = x untuk semua x ∈ [a, b]. Selanjutnya, f = F adalah kontinu di R[a, b]. Oleh karena itu, Teorema Fundamental (dengan E = ∅) menyatakan bahwa b a xdx = F(b) − F(a) = 1 2 (b2 − a2 ) contoh 3. Misalkan K(x) := x2 cos( 1 x2 ) untuk x ∈ (0, 1] dan misalkan K(0) := 0. Dengan mengikuti Aturan Produk dan Aturan Rantai, didapat bahwa K (x) = 2x cos 1 x2 + 2 x sin 1 x2 untuk x ∈ (0, 1] 7
  • 11. Aturan Produk fungsi fg terdiferensialkan di c dan (fg) (c) = f (c)g(c) + f(c)g (c) Aturan Rantai Diberikan I, J interval di R , g : I → R dan f : J → R adalah fungsi sedemikian sehingga f(J) ⊆ I dan c ∈ J . Jika f terdiferensialkan di c dan jika g terdiferensialkan di f(c) , maka fungsi komposit g ◦ f terdiferensialkan di c dan (g ◦ f) (c) = g (f(c)).f (c) Turunan K pada x = 0, diperoleh dengan menggunakan defenisi dari turunan. Diperoleh K (0) = lim x→0 K(x) − K(0) x − 0 = lim x→0 x2 cos( 1 x2 ) x = lim x→0 x cos( 1 x2 ) = 0 Sehingga turunan K dari K ada untuk x ∈ [0, 1]. Jadi K kontinu dan terdifer- ensial pada [0, 1]. Karena itu dapat dilihat bahwa fungsi K tidak terbatas pada [0, 1] sehingga bukan bagian/anggota R[0, 1] dan Teorema Fundamental 2.2.1 tidak berlaku untuk K . Teorema 2.3.4. Teorema Subtitusi Misalkan J := [α, β] dan misalkan ϕ : J → R memiliki turunan di J. Jika f : I → R adalah kontinu pada interval I yang terdapat pada ϕ(J), maka β α f(ϕ(t)).ϕ (t)dt = ϕ(β) ϕ(α) f(x)dx (2.3.3) Hipotesis bahwa f dan ϕ adalah kontinu yang membatasi, tetapi digunakan untuk memastikan adanya integral Riemann pada sisi kiri (2.2.3) Bukti: Misalkan F(x) adalah primitive (anti turunan) dari f(x) dan x = ϕ(t) maka F(ϕ(t)) merupakan primitive dari f(ϕ(t)).ϕ (t). dengan menggunakan aturan rantai dapat diperoleh (F(ϕ(t))) = F (ϕ(t)).ϕ (t) = f(ϕ(t)).ϕ (t) sehingga ϕ(β) ϕ(α) f(x)dx = F(x) + c = F(ϕ(t)) + c = β α f(ϕ(t)).ϕ (t)dt contoh 4. Anggap 4 1 sin √ t√ t dt. Subtitusikan ϕ(t) = √ t untuk t ∈ [1, 4] sehingga ϕ (t) = 1 2 √ t adalah kontinu pada [1, 4]. Misalkan f(x) = 2 sin x, maka intergradnya memiliki bentuk (f ◦ ϕ).ϕ dan teorema subtitusi menyatakan bahwa persamaan integral 2 1 2 sin xdx = −2 cos x|2 1 = 2(cos 1 − cos 2) 8
  • 12. contoh 5. Anggap 4 0 sin √ t√ t dt. Karena ϕ(t) = √ t tidak meiliki turunan kontinu pada [0, 4], teorema subtitusi tidak dapat digunakan, paling tidak pada subtitusi ini. 9
  • 13. Latihan 1. Gunakan teorema Subtitusi untuk menyelesaikan integral 3 1 1 t √ t + 1 dt = ln(3 + 2 √ 2) − ln3 subtitusikan ϕ(t) = √ t + 1 untuk t ∈ [1, 3] sehingga ϕ (t) = 1 2 √ t+1 adalah kontinu pada [1, 3]. Dengan memisalkan f(x) = 2 x2−1 dx dan ϕ(1) = √ 2, ϕ(3) = √ 4 sebagai batas bawah dan atas √ 4 √ 2 2 x2−1 dx, diperoleh √ 4 √ 2 2 x2 − 1 dx = 2 √ 4 √ 2 1 x2 − 1 dx = 2 √ 4 √ 2 1 (x + 1)(x − 1) dx dengan menggunakan Integral Fungsi Rasional 2 √ 4 √ 2 1 (x + 1)(x − 1) dx = 2 √ 4 √ 2 A (x + 1) + √ 4 √ 2 B (x − 1) dengan A = −1 2 dan B = 1 2 , sehingga 2 √ 4 √ 2 1 (x + 1)(x − 1) dx = 2 √ 4 √ 2 −1 2(x + 1) + √ 4 √ 2 1 2(x − 1) dx 2 √ 4 √ 2 1 2(x − 1) − 1 2(x + 1) dx = √ 4 √ 2 1 (x − 1) − 1 (x + 1) dx = [ln(x − 1) − ln(x + 1)]| √ 4√ 2 = ln( √ 4 − 1) − ln( √ 4 + 1) − ln( √ 2 − 1) + ln( √ 2 + 1) = ln √ 4 − 1 √ 4 + 1 + ln √ 2 + 1 √ 2 − 1 = ln 1 3 + ln(3 + 2 √ 2) = ln(3 + 2 √ 2) − ln3 10
  • 14. 3 KESIMPULAN Teorema dasar kalkulus menjelaskan relasi antara dua operasi pusat kalkulus, yaitu pendiferensialan (differentiation) dan pengintegralan (integration). Bagian pertama dari teorema ini, kadang-kadang disebut sebagai teorema dasar kalkulus pertama, menunjukkan bahwa sebuah integral taktentu dapat dibalikkan meng- gunakan pendiferensialan. a) Teorema dasar Kalkulus I Jika f kontinu pada selang [a, b], maka F(x) = x a f(t)dt, x ∈ [a, b] mempunyai turunan pada selang [a, b] dengan F (x) = f(x)∀x ∈ [a, b] Bagian kedua, kadang-kadang disebut sebagai teorema dasar kalkulus kedua, mengijinkan seseorang menghitung integral tertentu sebuah fungsi menggunakan salah satu dari banyak antiturunan. b) Teorema dasar Kalkulus II Jika fungsi f kontinu pada selang [a, b] dan F adalah anti turunan dari f pada selang [a, b], maka b a f(x)dx = F(b) − F(a) 11
  • 15. Pustaka [1] Wono Setya Budhi. Kuliah Kalkulus (http://wonosb.wordpress.com/kuliah-kalkulus/) [2] Bartle, Robert G. (1927). Introduction to Real Analysis. Wiley) [3] Helmer Aslaksen. Why Calculus? National University of Singapore.. [4] http://calculusmind.blogspot.com/2012/03/7-teorema-dasar-kalkulus.html. [5] http://kalkulusdasar.blogspot.com/2011/10/pengaruh-penting.html 12