Ringkasan: Artikel ini membahas pelaksanaan transaksi perdagangan valuta asing melalui internet banking.
Bank Indonesia mensyaratkan bank untuk menyediakan dokumen pendukung (underlying) untuk transaksi
valas senilai USD100.000 atau lebih per bulan. Namun, pelanggan yang melakukan transaksi valas melalui
internet banking tidak dapat segera menyediakan underlying tersebut. Artikel ini mengangkat dua isu, yaitu:
(1) Bagaimana pelaks
1. V o llu m e 0 6
Vo ume 06
H a lla m a n 1 – 5 2
Ha aman 1 –52
D e n p a s a rr
Denpasa
O k tto b e rr 2 0 1 3
Ok obe 2013
IIS S N
SSN
2 2 5 2 --3 8 0 X
2252 380 X
KERTHA PERTIWI
J U R N A L IIL M IIA H M A G IIS T E R K E N O T A R IIA T A N U N IIV E R S IIT A S U D A Y A N A
JURNAL LM AH MAG STER KENOTAR ATAN UN VERS TAS UDAYANA
PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN
PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN
UNIVERSITAS UDAYANA
UNIVERSITAS UDAYANA
2013
2013
2.
3. DAFTAR ISI
Susunan Organisasi Pengelola …………………………………………………………………..
Hlm
i
Pengantar Redaksi ……………………………………………………………………………….
ii
Daftar isi ……………………………………………………………….....................................
iii
Pelaksanaan Transaksi Perdagangan Valuta Asing Melalui Internet Banking
Ni Putu Ayu Suri Intaning Dewi………………………………………………………………..
1
Perjanjian Jual Beli Hak Milik Atas Tanah Dibawah Tangan Dan Kekuatan
Pembuktiannya Setelah Dilegalisasi Oleh Notaris/PPAT
I Wayan Sujana……………………………………………………………… ……………..
9
Hapus Dan Jatuhnya Hak Milik Atas Tanah Kepada Negara Akibat Pemindahan Hak
Milik Secara Tidak Langsung Kepada Warga Negara Asing Dengan Akta Notaris
Luh Putu Ayu Devy Susanti ……………………………………………………………………….
18
Eksistensi Dan Pengaturan Hukum Tanda Tangan Elektronik Dalam Akta
Pernyataan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Perseroan Terbatas
I Putu Suwantara ...……………………………………………………………………………….
32
Kew enangan Notaris Dalam Membuat Akt a Risalah Lelang
I Wayan Ananda Yadnya Putra Wij aya …………………………………………………..
45
Petunjuk Penulisan Artikel
iii
4. PENGANTAR REDAKSI
Om, Swastyastu,
Puji syukur kami panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang
Maha Esa oleh karena atas perkenan dan rahkmat-Nyalah Jurnal Ilmiah Program Studi
Magister Kenotariatan Program Pascasarjana Universitas Udayana periode Oktober Tahun
2013 dapat diselesaikan. Disusunnya Jurnal Ilmiah Prodi M.Kn. Unud. ini dimaksudkan
untuk dapat sebagai referensi dan informasi terkait dengan berbagai persoalan dalam bidang
Hukum Kenotariatan bagi mahasiswa, dosen serta masyarakat pembaca.
Jurnal Ilmiah ini memuat beberapa artikel pilihan dari mahasiswa maupun dosen
Program Magister Kenotariatan Universitas Udayana seperti terkait dengan persoalan
Pelaksanaan Transaksi Perdagangan Valuta Asing Melalui Internet Banking, Perjanjian Jual
Beli Hak Milik Atas Tanah Dibawah Tangan Dan Kekuatan Pembuktiannya Setelah
Dilegalisasi Oleh Notaris/PPAT, Hapus Dan Jatuhnya Hak Milik Atas Tanah Kepada Negara
Akibat Pemindahan Hak Milik Secara Tidak Langsung Kepada Warga Negara Asing Dengan
Akta Notaris dan artikel lainnya. Artikel tersebut merupakan ringkasan hasil penelitian tesis
mahasiswa yang sudah diuji dan dapat dipertahankan oleh mahasiswa dalam sidang ujian
dihadapan dewan penguji dan Guru Besar.
Dengan diterbitkannya Jurnal Ilmiah periode Oktober Tahun 2013 ini diharapkan
dapat sebagai bahan evaluasi penyelenggaraan pendidikan didalam mewujudkan visi dan misi
serta tujuan pendidikan pada Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Udayana.
Kami juga memberikan kesempatan kepada semua pihak yang kompeten dan pemerhati
bidang Hukum Kenotariatan baik di dalam maupun di luar lingkungan Universitas Udayana
untuk berpartisipasi dalam menulis artikel ilmiah dengan tetap mentaati semua aturan atau
ketentuan yang tercantum dalam Jurnal Ilmiah ini. Akhirnya, semoga Jurnal Ilmiah ini
bermanfaat untuk semua pihak.
Om, Santih, Santih, Santih, Om.
Denpasar, Oktober 2013
Redaksi
ii
5. PETUNJUK PENULISAN JURNAL
Jurnal Kertha Pertiwi adalah publikasi ilmiah dibidang Kenotariatan. Naskah yang diterima yaitu karya tulis
yang merupakan hasil penelitian atau hasil pemikiran (konseptual) yang ada hubungannya dengan Kenotariatan
dan belum pernah dipublikasikan di media lain.
Petunjuk Penulisan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Penulis bertanggung jawab terhadap isi naskah. Korespondensi mengenai naskah dialamatkan kepada
penulis dengan mencantumkan institusi, alamat institusi, dan e-mail salah satu penulis;
Naskah akan dinilai dari 3 unsur, yang meliputi kebenaran isi, derajat orisinalitas, relevansi isi serta
kesesuaian dengan misi jurnal;
Naskah dapat ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris;
Judul Naskah harus ditulis secara ringkas, tetapi cukup informatif untuk menggambarkan isi tulisan;
Naskah ditulis rapi dengan program Microsoft Word pada kertas berukuran A4 (satu sisi), dan setiap
lembar tulisan diberi nomor halaman dengan jumlah halaman maksimal 20. Jarak spasi 1.5 kecuali abstrak
dan daftar pustaka yang mempunyai jarak spasi 1. Model huruf yang digunakan adalah Times New Roman
dengan font 12 kecuali judul berupa huruf kapital dengan dengan font 14. Margin masing-masing adalah
2.5 cm. naskah diserahkan dalam bentuk soft copy dan hard copy;
Naskah yang ditulis dalam Bahasa Indonesia mencantumkan abstrak dalam Bahasa Inggris, dan sebaliknya
dengan jumlah kata antara 150 sampai 200. Kata kunci harus dipilih untuk menggambarkan isi makalah
dan paling sedikit 4 (empat) kata kunci;
Sistematika artikel hasil penelitian :
Judul,
Nama penulis (tanpa gelar akademik), nama lembaga/institusi, dan email,
Abstrak,
Kata kunci,
Pendahuluan (latar belakang dan dukungan kepustakaan yang diakhiri dengan tujuan penelitian),
Metode,
Hasil,
Pembahasan,
Simpulan dan saran,
Ucapan terima kasih (bila ada),
Daftar rujukan/daftar pustaka (hanya memuat sumber yang dirujuk), dan
Lampiran (bila ada)
Sistematika artikel hasil pemikiran (artikel konseptual yang argumentatif-ilmiah, sistematis dan logis)
meliputi :
Judul,
Nama penulis (tanpa gelar akademik), nama lembaga/institusi, dan email,
Abstrak,
Kata kunci,
Pendahuluan (latar belakang dan dukungan kepustakaan yang diakhiri dengan tujuan atau ruang
lingkup tulisan),
Bahasan utama,
Simpulan dan saran,
Ucapan terima kasih (bila ada),
Daftar rujukan/daftar pustaka (hanya memuat sumber yang dirujuk), dan
Lampiran (bila ada)
Sumber rujukan sedapat mungkin merupakan pustaka mutakhir (terbitan 10 tahun terakhir) dan diutamakan
dari sumber data primer berupa artikel-artikel penelitian dalam jurnal atau majalah ilmiah dan/atau laporan
penelitian;
6. 10. Daftar rujukan (pustaka) disusun dengan tata cara seperti contoh berikut, dan diurutkan berdasarkan nama
penulis secara alfabetis.
a) Buku
Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press, Bogor.
b) Buku kumpulan artikel
Dahuri, R. dan Sulistiono. (eds.). 2004. Metode dan Teknik Analisa Biota Perairan. (edisi ke-2,
cetakan ke-1). Lembaga Penelitian IPB, Bogor.
c) Artikel dalam buku kumpulan artikel
Huffman, G.J., R.F. Adler, D.T. Bolvin, and E.J. Nelkin. 2010. “The TRMM Multi-satellite
Precipitation Analysis (TMPA)”. In M. Gebremichael and F. Hossain (Ed.). Satellite Rainfall
Applications for Surface Hydrology (pp. 3-22). Springer Verlag, Netherlands.
d) Artikel dalam jurnal atau majalah
Haylock, M. and J.L. McBridge. 2003. “Spatial coherence and predictability of Indonesian wet
season rainfall”. Journal of Climate, 14. 3882-3887.
e) Artikel dalam dokumen resmi
KLH. 1997. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Kementrian Lingkungan Hidup Republik Indonesia, Jakarta.
f) Buku terjemahan
Hempel, L.C. 1996. Pengelolaan Lingkungan: Tantangan Global. Terjemahan oleh Hardoyo dan
Jacobs. 2005. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
g) Skripsi, tesis, disertasi, laporan penelitian
Rastina, I.K. 2004. Studi Kualitas Air Sungai Ho Kabupaten Tabanan, Bali. Tesis. Program
Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar.
h) Makalah seminar, lokakarya, penataran
Waseso, M.G. 2001. “Isi dan Format Jurnal Ilmiah”. Makalah disajikan dalam Seminar
Lokakarya Penulisan Artikel dan Pengelolaan Jurnal Ilmiah. Universitas Lambungmangkurat,
Banjarmasin tanggal 9-11 Agustus 2001.
i) Prosiding
Franke, J. and D.D. Lichti. 2008. MillMapper – A Tool for Mill Liner Condition Monitoring and
Mill Performance Optimization. Proceedings of the 40th Annual Meeting of the Canadian Mineral
Processors. Ottawa-Canada, 22-24 January 2008. 391-400.
j) Artikel dalam internet (bahan diskusi)
USGS. 2010. Water Quality. http://ga.water.usgs.gov/edu/waterquality.html. diakses tanggal 15
Desember 2010.
k) Artikel atau berita dalam koran
Bagun, R. 31 Juli 2006. Identitas Budaya Terancam. KOMPAS, hlm 40.
Nusa Bali, 31 Juli 2006. Mengukur Kedasyatan Tsunami di Laut Selatan Bali. Hlm. 1 & 11.
7. KERTHA PERTIWI
Jurnal Ilmiah Magister Kenotariatan
(Scientific Journals of The Master of Notary)
ISSN 2252 – 380 X
Volume 06
Periode Oktober 2013
Susunan Organisasi Pengelola
Penanggung Jawab
Prof. Dr. I Made Arya Utama, SH.,M.Hum.
Pimpinan Redaksi
I Made Tjatrayasa, SH.,MH.
Mitra Bestari
Prof. Dr. Muhammad Yamin Lubis, SH.,MS.,CN.
Dewan Redaksi
Prof. R.A. Retno Murni, SH.,MH.,Ph.D.
Dr. Putu Tuni Cakabawa Landra, SH.,M.Hum.
Dr. I Gede Yusa, SH.,MH.
Dr. Ketut Westra, SH.,MH.
Penyunting Pelaksana
Drs. Yuwono, SH.,M.Si.
Ngakan Ketut Dunia, SH.,MH.
Kadek Sarna.,SH.,M.Kn.
I Made Walesa Putra, SH.,M.Kn.
Nyoman Satyayudha Dananjaya, SH.,M.Kn.
Petugas Administrasi dan Keuangan
Ni Putu Purwanti, SH.,M.Hum.
Wiwik Priswiyanti, A.Md.
I Putu Artha Kesumajaya
I Gde Chandra Astawa Widhiasa
Luh Komang Srihappy Widyarthini, SH.
I Made Suparsa
I Ketut Wirasa
I Gusti Bagus Mardi Sukmawan, Amd. Kom.
Alamat Redaksi
Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Udayana
Jl. Pulau Bali No. 1 Sanglah Denpasar
Telp. : (0361)264812. Fax (0361)264812
E-mail : notariat@fl.unud.ac.id
Website : http://www.fl.unud.ac.id/notariat/
G a m b a r C o ve r : K e i n d a h a n A l a m I n d o n e s i a
K e r t h a P e r t i w i m e r u p a k a n j u r n a l i l m i a h ya n g d i t e r b i t k a n d u a k a l i s e t a h u n ( A p r i l
d a n O kt o b e r ) ya n g m e mu a t i n fo r m a s i t e n t a n g b e r b a g a i a s p e k h u ku m K e n o t a r i a t a n
d a r i : ( 1 ) h a s i l p e n e l i t i a n , ( 2 ) n a s k a h ko n s e p t u a l / o p i n i , ( 3 ) r e s e n s i b u ku , d a n i n fo
K e n o t a r i a t a n a c t u a l l a i n n ya
i
8. PELAKSANAAN TRANSAKSI PERDAGANGAN VALUTA ASING
MELALUI INTERNET BANKING
Oleh:
Ni Putu Ayu Suri Intaning Dewi*
NIM 1092461038
Mahasiswa Program Magister Kenotariatan Universitas Udayana
email: intaning@intaning.com
Pembimbing I: Prof. R.A. Retno Murni, SH., MH., Ph.D.**
Pembimbing II: I Gusti Ayu Puspawati, SH., MH.***
Abstract
Based on Bank Indonesia Regulation Number 10/28/PBI/2008 on Purchase of Foreign Currency vs IDR
through Banks, stated that the purchase of foreign currency against the rupiah by foreign customers or to the bank
over $ 100,000 (one hundred thousand U.S. dollars) or the equivalent per month per customer or a foreign party
can only be done with the underlying(the supporting documents showing the purposes of the transaction). However,
customers who trade foreign exchange transactions made via internet banking would not be able to immediately
provide the underlying, while Bank Indonesia requires banks to provide the underlying transactions conducted by
customers.
In this research raised two (2) issues, namely: (1) How is the implementation of foreign exchange trading
transactions made via internet banking, (2) How is the responsibility of the bank in foreign exchange trading
transactions through internet banking. The research method used is the juridical empirical legal research aims to
look at the gap between the provisions applicable to the reality that exists in society. This study is located in Bank
Central Asia, Bank Negara Indonesia and Standard Chartered Bank, all located in Denpasar.
The results showed that (1) The foreign exchange trading transactions made via internet banking there is a
gap between the existing regulations (das sollen) with reality or practice (das sein). Based on Bank Indonesia
Regulation on foreign exchange transactions, banks should have had any transactions underlying the foreign
currency against the rupiah is done either through teller (manual) or through internet banking. But in practice,
banks tend to only ask for the underlying transactions conducted through the teller, while transactions conducted
through internet banking customers often get away without having to provide the underlying documents. (2)
Responsibility for the implementation of the bank's foreign exchange trading transactions are made via internet
banking responsibilities will be seen from the side of the bank, as the foreign exchange trading transactions made
via internet banking, transactions carried out by the bank's customers (self assessment) and in general customers
will find it difficult to prove the existence of an element errors / omissions of the bank. Therefore, the doctrine
espoused product liability, which the bank considered guilty (presumption of guilty) unless the bank can prove that
the bank was not negligent or wrongful conduct as evidenced by a record or records that are owned by banks. In
addition the bank is also responsible to Bank Indonesia in terms of completeness foreign exchange transactions
undertaken customers.
Keywords
: Transactions, Foreign Exchange, Internet Banking
* Mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan T.A. 2010/2011
** Pembimbing I
***PembimbingII
I. Pendahuluan
Valuta atau nilai uang adalah nilai mata
uang yang digunakan sebagai alat pembayaran yang
dijamin dengan cadangan emas atau perak yang ada
di bank pemerintah, sedangkan valuta asing
merupakan alat pembayaran luar negeri.“Foreign
exchange is the system by which the type of money
used in one country is exchange from another
country’s money”. Valuta Asing atau biasa disingkat
dengan sebutan valas merupakan mata uang yang
dikeluarkan dan dipergunakan sebagai alat
pembayaran yang sah di negara lain atau seluruh
kewajiban terhadap mata uang asing yang dapat
dibayar di luar negeri, baik itu berupa pembayaran,
pelunasan hutang piutang, maupun simpanan yang
ada pada bank di luar negeri.
Pengaturan perdagangan valuta asing di
Indonesia diatur oleh Bank Indonesia dalam UndangUndang Nomor 32 Tahun 1964 tentang Peraturan
Lalu Lintas Devisa. Selain itu industri perbankan
yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1992 tentang Perbankan sebagaimana yang telah
dirubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998 (selanjutnya disingkat dengan UU Perbankan),
memiliki peran yang begitu besar dan dominan dalam
sistem keuangan di Indonesia yang mana pengawasan
terhadap operasi perbankan nasional dilakukan Bank
Indonesia. Sering dikatakan bahwa perbankan
merupakan jantung sistem keuangan suatu negara
karena perannya dalam kegiatan perekonomian. Hal
ini tentu tidak terlepas dari fungsi perbankan sebagai
lembaga perantara keuangan atau financial
intermediary antara masyarakat yang memiliki
Jurnal Ilmiah Prodi Magister Kenotariatan, 2013-2014
Page 1
9. kelebihan uang dan masyarakat yang kekurangan atau
membutuhkan uang.
Perilaku masyarakat dalam melakukan
transaksi dewasa ini mulai banyak berubah. Saat ini
aspek kemudahan, fleksibelitas, efisiensi, dan
kesederhanaan sangat diperlukan dalam menunjang
kegiatan masyarakat yang semakin kompleks.
Kenyataan ini tentu merupakan tantangan besar bagi
industri perbankan. Oleh karena itu, adanya layanan
internet banking sebagai media alternatif dalam
memberikan kemudahan bagi nasabah suatu bank
merupakan salah satu solusi yang cukup efektif. Hal
ini tentu saja tidak terlepas dari kelebihan yang
dimiliki internet banking itu sendiri, dimana transaksi
yang dilakukan melalui layanan internet banking,
dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja.
Seperti halnya pada transaksi perdagangan
valuta asing yang dilakukan melalui internet banking,
dalam hal penukaran nilai mata uang atau kurs yang
diperoleh oleh nasabah. Seringkali pada tampilan
layar atau browser internet banking bank
menampilkan nilai tukar atau kurs yang bagus, akan
tetapi ketika nasabah melakukan penukaran, nilai
tukar yang diperoleh tidak setara dengan nilai yang
ditampilkan. Hal ini bisa dikarenakan nilai tukar
setiap valuta asing tersebut mengalami perubahan
setiap detiknya atau dari sisi bank yang kurang aktif
melakukan pengkinian terhadap nilai tukar dari valuta
asing tersebut. Oleh karena itu sering terjadi ketika
nasabah menukar valuta asingnya melalui internet,
nilai tukar atau kurs yang diperoleh mengalami
perubahan.
Kerugian karena selisih dari transaksi valuta
asing ini banyak dialami oleh nasabah, dan bank
lebih sering mengelak dari tanggung jawab karena
berdasarkan pada asas non-repudiation atau asas nir
sangkal, itu suatu asas dalam perbankan, bahwa
nasabah tidak dapat menyangkal tidak melakukan
transaksi apabila sistem telah mencatatnya. Ketika
terjadi kerugian karena adanya selisih nilai tukar,
nasabah akan kalah jika bank tidak membantu,
misalnya memberikan catatan bukti. Seringkali pihak
bank akan menyebut jika transaksi terbukti dan sah
karena rekening tersebut dibuka yang berhak.
Definisi yang berhak disini adalah yang mempunyai
login id dan mengetahui password.
Transaksi perdagangan valuta asing yang
dilakukan melalui internet banking ini juga sering
terjadi dimana transaksi tidak dijalankan
sebagaimana mestinya. Hal ini dikarenakan adanya
sistem error yang mengakibatkan transaksi belum
tercatat pada sistem bank sehingga transaksi yang
sudah di input oleh nasabah tidak terlaksana. Dalam
hal ini tidak jarang nasabah mengalami kerugian pada
selisih nilai tukar yang diperoleh. Kerugian yang
diderita nasabah karena adanya sistem error dimana
transaksi yang seharusnya sudah terlaksana namun
pada kenyataannya belum dilaksanakan oleh bank
tersebut diperparah lagi tatkala dari ketidakberhasilan
transaksi tersebut nasabah dikenakan denda oleh
pihak terkait yang menjadi rekan bisnisnya. Dalam
hal ini tentu nasabah merasa sangat dirugikan dan
biasanya bank akan mengelak disebabkan bukti
bahwa belum ada transaksi yang terposting pada
sistem bank.
Di sisi lain, Bank Indonesia sebagai otoritas
perbankan di Indonesia juga menetapkan beberapa
peraturan terkait transaksi valuta asing yang
dilakukan melalui jasa perbankan. Hal ini terkait
dengan ketentuan jual beli mata uang asing yang
berhubungan dengan mata uang rupiah, serta
transaksi valuta asing yang dilakukan oleh warga
negara asing. Sebagai lembaga yang memiliki tugas
utama mencapai dan memelihara kestabilan nilai
rupiah, Bank Indonesia berupaya meminimalkan
transaksi valuta asing terhadap rupiah yang bersifat
spekulatif. Langkah kebijakan tersebut diharapkan
dapat membantu menjaga stabilitas nilai rupiah
sehingga memberikan kontribusi positif bagi
perekonomian Indonesia secara keseluruhan.
Dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/28/PBI/2008 tentang Pembelian Valuta Asing
Terhadap Rupiah Kepada Bank, disebutkan bahwa
pembelian valuta asing terhadap rupiah oleh nasabah
atau pihak asing kepada bank diatas USD100.000
(seratus ribu US Dollar) atau ekuivalen per bulan per
nasabah atau per pihak asing hanya dapat dilakukan
dengan underlying (kegiatan yang mendasari
pembelian valuta asing terhadap rupiah, biasanya
dibuktikan dengan menunjukkan dokumen penunjang
sebagai dasar transaksi dilakukan). Nasabah yang
melakukan transaksi pembelian valuta asing melalui
internet banking tentu tidak dapat dengan serta merta
memberikan underlying tersebut, sedangkan Bank
Indonesia mewajibkan bank untuk menyediakan
underlying dari transaksi yang dilakukan oleh
nasabah.
Banyaknya kasus kerugian materil yang
diderita oleh nasabah bank pengguna internet
banking dalam mekanisme transaksi perdagangan
valuta asing melalui internet banking, menunjukkan
masih kurangnya suatu tanggung jawab bank
terhadap nasabah bank yang melakukan transaksi
perdagangan valuta asing melalui internet banking.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas,
maka menarik untuk dilakukan penelitian terhadap
“Pelaksanaan Transaksi Perdagangan Valuta Asing
Melalui Internet Banking”.
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari
penelitian tesis ini meliputi tujuan umum dan tujuan
khusus.Tujuan secara umumMelaksanakan Tri
Dharma Perguruan Tinggi, khususnya pada bidang
penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa.Sedangkan
tujuan khusus, yaitu:
1. Mendeskripsikan serta melakukan
analisis mendalam tentang pelaksanaan
transaksi perdagangan valuta asing yang
dilakukan melalui internet banking.
2.
Mendeskripsikan serta melakukan
kegiatan mendalam tentang tanggung
jawab bank dalam pelaksanaan
transaksi perdagangan valuta asing yang
dilakukan melalui internet banking.
II. Metode Penelitian
2.1. Jenis penelitian
Jurnal Ilmiah Prodi Magister Kenotariatan, 2013-2014
Page 2
10. Jenis penelitian yang akan digunakan dalam
penelitian tesis ini yaitu penelitian yuridis empiris,
karena mendekati masalah dari peraturan-peraturan
yang berlaku dan kenyataan yang terjadi dalam
masyarakat
2.2. Sifat Penelitian
Sifat dalam penelitian tesis ini bersifat
deskriptif, karena ingin menggambarkan kenyataan
yang terjadi, dalam hal ini pada Bank Umum yang
memiliki fasilitas internet banking di Denpasar.
2.3. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ditentukan secara purposive yaitu di
Bank Umum yang memiliki fasilitas internet banking
di Denpasar. Adapun lokasi penelitiannya ditentukan
hanya 3 (tiga) bank yaitu, Bank Central Asia (BCA)
yang mewakili Bank Swasta, Bank Negara Indonesia
(BNI) yang mewakili Bank Badan Umum Milik
Negara (BUMN) dan Standard Chartered Bank
(SCB) yang mewakili Bank Asing yang beroperasi di
Indonesia khususnya cabang Denpasar Bali.
2.4. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam
penelitian ini bersumber dari 2 (dua) sumber yaitu
Data Primer (Lapangan) dan Data Sekunder
(Kepustakaan). Adapun bahan hokum yang
digunakan adalah Bahan Hukum Primer, Bahan
Hukum Sekunder dan Bahan Hukum Tersier. Bahan
Hukum Primer, terdiri dari:
1. Kitab Undang-Undang Hukum
2. Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 7 Tahun 1992 Tentang
Perbankan Sebagaimana Telah Diubah
Dengan Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998;
3. Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 3 Tahun 2004 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 23 Tahun
1999 tentang Bank Indonesia;
4. Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen;
5. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1999
tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem
Nilai Tukar;
6. Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/28/PBI/2008 tentang Pembelian
Valuta Asing Terhadap Rupiah Kepada
Bank;
7. Peraturan Bank Indonesia Nomor
14/10/PBI/2012 tentang Perubahan atas
Peraturan Bank Indonesia Nomor
7/14/PBI/2005 tentang Pembatasan
Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit
Valuta Asing Oleh Bank;
2.5. Populasi dan Teknik Penentuan Sampel
a. Populasi
Populasi dalam penelitian ini Bank Central Asia
(BCA), Bank Negara Indonesia (BNI) dan Standard
Chartered Bank (SCB).
b. Teknik Penentuan Sampel
Sampel dari penelitian ini ditentukan dengan
menggunakan teknik Nonprobability/Nonrandom
Sampling atau Sampel Tidak Acak dengan
menggunakan metode purposive sampling.
b. Metode dan Teknik Pengumpulan Data
1. Untuk mengumpulkan data lapangan digunakan
teknik wawancara.
2. Untuk mengumpulkan data kepustakaan
digunakan teknik membaca dari literatur.
c. Metode dan Teknik Analisa Data
Penelitian ini disajikan secara deskriptif analitis.
III. Transaksi Perdagangan Valuta Asing Yang
Dilakukan Melalui Internet Banking
3.1. Pelaksanaan Transaksi Perdagangan Valuta
Asing yang Dilakukan Melalui Internet
Banking
Transaksi valuta asing yang dilakukan melalui
internet banking dapat digambarkan sebagai berikut:
Tahapan transaksi valuta asing yang dilakukan
melalui internet banking umumnya terdiri dari 9
tahap. Menurut Lerry Siregar, tahapan transaksi yang
dilakukannya yaitu:
1. Browsing ke halaman bank yang bersangkutan.
2. Pilih menu Internet Banking (login).
3. Masukkan user ID dan password.
4. Memilih transaksi transfer.
5. Memilih mata uang dan nominal yang ingin
ditransaksikan.
6. Submit perintah transaksi tersebut.
7. Mendapatkan etaccode atau SMS kode.
8. Masukkan SMS kode tersebut.
9. Mendapatkan konfirmasi bahwa transaksi telah
dilaksanakan.
Sebagai nasabah penting, responden
bernama Lerry Siregar melakukan transaksi valuta
asing lima belas kali dalam sebulan. Mata uang yang
ditransaksikanadalah USD (Dolar Amerika) dan SGD
(Dolar Singapura).Sebagai salah satu hard currency,
dolar US adalah pilihan utama bagi mereka yang
melakukan perdagangan valuta asing. Transaksi
valuta asing yang dilakukan Lerry Siregar melalui
Bank BCA, Bank BNI atau Standard Chartered
(SCB) semata-mata untuk pembayaran bukan
spekulasi. (Hasil wawancara dengan Lerry Siregar,
Insurance Specialis PT. Asuransi Jiwa Manulife
Indonesia pada tanggal 29 Mei 2012).
Dalam transaksi valuta asing yang dilakukan
melalui internet banking, teori yang digunakan untuk
membedah hal ini adalah teori penawaran dan
penerimaan. Menurut teori ini terjadinya suatu
kesepakatan kehendak adalah setelah adanya
penawaran atau offer dari satu pihak yang kemudian
diikuti oleh penerimaan atau acceptance oleh pihak
lainnya. Adapun teori yang dianut di negara dengan
Jurnal Ilmiah Prodi Magister Kenotariatan, 2013-2014
Page 3
11. sistem hukum common law agreement ini
mensyaratkan adanya offer dan acceptance dari para
pihak yang kemudian menentukan kapan suatu
transaksi valuta asing yang dilakukan melalui internet
banking terjadi. Penawaran terjadi ketika suatu bank
menampilkan kurs atau nilai tukar valuta asing yang
tercantum pada layar internet banking bank tersebut.
Di sisi lain, penerimaan terjadi ketika nasabah
menyetujui nilai tukar tersebut dan kemudian
melakukan transaksi valuta asing melalui layanan
internet banking. Dengan adanya transaksi jual beli
valuta asing melalui internet banking ini, menurut
teori penawaran dan penerimaan dianggap terjadi
suatu kesepakatan yang mana dibuktikan dengan
terpenuhinya unsur penawaran (offer) dan
penerimaan (acceptance).
Akan tetapi pada pelaksanaannya terdapat
kesenjangan, dimana kurs atau nilai tukar yang
ditawarkan suatu bank dalam proses penawaran, tidak
selalu sesuai dengan yang ditampilkan pada layar
internet banking. Nilai tukar yang tertera pada layar
internet banking bisa saja berubah sewaktu-waktu
sesuai dengan pergerakan nilai tukar saat itu.
3.2. Pelaksanaan Transaksi Perdagangan Valuta
Asing yang Dilakukan Melalui Internet
Banking pada Bank Central Asia (BCA)
Bank BCA pada tahun 2011 menerapkan
strategi harga yang kompetitif dalam
mengembangkan bisnis transaksi valuta asing.
Volume transaksi valuta asing BCA meningkat
menjadi USD 49,1 miliar, tumbuh38,4% dari USD
35,5 miliar pada tahun 2010.Bisnis transaksi valuta
asing menjadi lebih kondusif seiring dengan
peningkatan peringkat hutang negara Indonesia,
derasnya arus masuk modal asing dan peningkatan
investasi langsung (direct investment) di Indonesia.
Peningkatan likuiditas di pasardan pada gilirannya
akan meningkatkan aktivitas perdagangan valuta
asing dan obligasi pemerintah yang difasilitasi oleh
BCA. Dalam rangka meningkatkan layanan
danberbagi informasi kepada nasabah, Tresuri BCA
secara rutin menerbitkan newsletter harian dan
buletin berkala untuk menyampaikan perkembangan
pasar keuangan terkini yang meliputi pasar valuta
asing, pasar uang (money rket) dan obligasi. Publikasi
ini menyajikan informasi yang praktis dan
komprehensif mengenai hal-hal seputar tresuri yang
bermanfaat bagi para nasabahutama BCA. Pada tahun
2011, Tresury BCA berupaya meningkatkan
hubungan dengan nasabah individual utama.
3.3. Pelaksanaan Transaksi Perdagangan Valuta
Asing yang Dilakukan Melalui Internet
Banking pada Bank Negara Indonesia (BNI)
Untuk dapat menjadi nasabah pengguna BNI
Internet Banking ada beberapa persyaratan yang
perlu untuk dipenuhi, diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Nasabah harus memiliki BNI Card atau bagi
nasabah yang memiliki BNI Taplus atau BNI
Taplus Anggota Pegawai harus memiliki Kartu
ATM.
2. Nasabah menggunakan BNI Card atau Kartu
ATM untuk melakukan registrasi BNI internet
banking melalui BNI ATM.
3. Nasabah harus memiliki alamat e-mail yang aktif
dan telah tercantum pada sistem BNI.
4. Nasabah telah terlebih dahulu membaca dan
memahami syarat untuk menjadi nasabah
pengguna BNI internet banking.
Adapun ketentuan penggunaan BNI internet
banking itu sendiri bagi nasabah pengguna dapat
menggunakan layanan BNI internet banking untuk
mendapatkan informasi (transaksi non finansial) dan
atau melakukan transaksi perbankan (transaksi
finansial) yang telah ditentukan oleh Bank. Pada saat
pertama kali menggunakan layanan BNI internet
banking, nasabah pengguna diharuskan melakukan
registrasi melalui BNI ATM dan aktivasi melalui
www.bni.co.id.
Setiap transaksi valuta asing yang dilakukan
pada internet banking BNI dapat dilakukan dengan
mudah, dimana menurut keterangan dari beberapa
nasabah BNI, baik itu nasabah domestik maupun
nasabah asing tidak mengalami kesulitan dan tidak
pernah dimintakan underlying seperti yang terdapat
pada ketentuan Peraturan Bank Indonesia.
3.4. Pelaksanaan Transaksi Perdagangan Valuta
Asing yang Dilakukan Melalui Internet
Banking pada Bank Standard Chartered
Sementara itu layanan penukaran mata uang
asing di Standard Chartered Bank (SCB) dirancang
untuk membantu nasabah mendapatkan keuntungan
yang sebesar-besarnya dari pergerakan harga pasar
dengan risiko yang serendah mungkin. Dengan
jaringan internasional di lebih dari 1.500 kantor
cabang di 50 negara Asia, Afrika dan Timur Tengah,
SCB memberikan akses langsung untuk mendapatkan
saran dan informasi perkembangan pasar secara
reguler dari tenaga ahli.
Layanan keuangan dan tim solutions
delivery SCB dirancang untuk membantu nasabah
mengelola risiko dalam transaksi, meningkatkan
keuntungan serta menawarkan kurs yang kompetitif
untuk transaksi valuta asing nasabah. Tingkat
perubahan dalam valuta asing sangat tinggi, untuk itu
SCB menyediakan tim khusus yang terdiri dari staf
ahli keuangan dan valuta asing yang bisa
memberikan saran yang tepat di dalam setiap
transaksi. Ini dapat membantu nasabah mengatasi
dampak risiko pasar terhadap bisnis. Apabila
Nasabah melakukan pembelian valuta asing terhadap
rupiah kepada Standard Chartered Bank diatas
USD100.000 (seratus ribu US Dollar) atau ekuivalen
per bulan per nasabah, nasabah diwajibka
melampirkan dokumen sebagai berikut:
a. dokumen underlying transaksi yang bisa
dipertanggungjawabkan;
Jurnal Ilmiah Prodi Magister Kenotariatan, 2013-2014
Page 4
12. b. fotokopi dokumen identitas Nasabah
dan fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP); dan
c. pernyataan tertulis bermaterai cukup
yang ditandatangani oleh pihak yang
berwenang dari Nasabah mengenai
kebenaran dokumen underlying
sebagaimana dimaksud pada huruf a
dan bahwa dokumen underlying hanya
digunakan untuk pembelian valuta asing
terhadap rupiah paling banyak sebesar
nominal underlying dalam sistem
perbankan di Indonesia.
Berbeda dengan keterangan yang diperoleh
dari Pattrick Philippe Zaffini, warga negara Paris
yang memiliki usaha sebagai Pemilik Cafe Seminyak
menerangkan bahwa transaksi valuta asing yang
dilakukan melalui internet banking sepanjang total
keseluruhan di dalam satu bulannya mencapai diatas
USD100.000 (seratus ribu US Dollar) atau ekuivalen
per bulan per pihak asing, maka bank akan
memintanya untuk melampirkan dokumen sebagai
berikut:
a. Dokumen underlying transaksi yang
bisa dipertanggungjawabkan; dan
b. Pernyataan tertulis bermaterai cukup
yang ditandatangani oleh pihak yang
berwenang dari pihak asing atau
pernyataan yang authenticated dari
pihak asing mengenai kebenaran
dokumen underlying sebagaimana
dimaksud pada huruf a dan bahwa
dokumen underlying hanya digunakan
untuk pembelian valuta asing terhadap
rupiah paling banyak sebesar nominal
underlying dalam sistem perbankan di
Indonesia pertanyaan yang timbul
kemudian adalah, bagaimana caranya
bank meminta dokumen tersebut
sedangkan nasabah melakukan transaksi
melalui internet banking, yang notabene
tidak langsung datang ke bank.
Menurut Patrick, pihak bank akan
menghubungi nasabah untuk menyediakan
underlying dokumen apabila transaksi USD yang
dilakukan melebihi USD.100.000, dengan catatan
transaksi terakhir yang dilakukan yang
mengakibatkan kelebihan dari USD.100.000 tersebut
akan di postpone atau ditunda terlebih dahulu
penyelesaiannya sampai pihak bank memperoleh
underlying dokumen dari nasabah. Jika hal ini terjadi,
tentu nasabah merasa dirugikan, karena bisa saja
terjadi perbedaan atau selisih nilai tukar saat
seharusnya transaksi dilakukan dengan saat yang
ditentukan oleh bank yaitu saat bank telah
mendapatkan kelengkapan do kumennya. (Hasil
wawancara dengan Pattrick Philippe Zaffini, Pemilik
Cafe Seminyak pada tanggal 03 Juni 2012).
Sementara itu, penuturan dari warga negara
asing lainnya yaitu Mr. Boccaletti Paolo, nasabah
berkebangsaan Itali, 27 Pebruari 1967 yang sehari-
hari bekerja sebagai Controller PT. Ganesha
Garment menyatakan bahwa mengalami kesulitan
jika akan menukarkan mata uang euro ke rupiah jika
nominalnya melebihi Rp. 500 juta. Hal ini
dikarenakan harus melengkapi persyaratan berupa
underlying dokumen, untuk tujuan apa penggunaan
dana dalam bentuk rupiah tersebut. Hal ini
menurutnya merupakan ketentuan yang mengadaada, karena sebagai warga negara asing yang tinggal
dan berbisnis di Indonesia, tentu memerlukan
sejumlah dana dalam bentuk rupiah untuk kehidupan
sehari-hari dan untuk menjalankan usahanya. Oleh
karena adanya ketentuan tersebut, maka setiap
melakukan transaksi valuta asing, maka diusahakan
tidak melebihi Rp. 500 juta setiap harinya. Keadaan
seperti yang terjadi pada Mr. Boccaletti Paolo
tersebut pada dasarnya mengacu pada Peraturan
Bank Indonesia Nomor 14/10/PBI/2012 tentang
Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor
7/14/PBI/2005 tentang Pembatasan Transaksi Rupiah
dan Pemberian Kredit Valuta Asing Oleh Bank.
Dalam Pasal 2 dijelaskan bahwa Bank dilarang dan
atau dibatasi dan atau dikecualikan melakukan
transaksi-transaksi tertentu dengan Pihak Asing.
Dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor
14/10/PBI/2012 tentang Perubahan atas Peraturan
Bank Indonesia Nomor 7/14/PBI/2005 tentang
Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit
Valuta Asing Oleh Bank, Bab 3 tentang Pelarangan
Transaksi, pada Pasal 3, dinyatakan bahwa Transaksitransaksi tertentu yang dilarang dilakukan Bank
dengan Pihak Asing meliputi:
a. Pemberian Kredit dalam rupiah dan atau
valuta asing;
b. Penempatan dalam rupiah;
c. Tagihan Antar Kantor dalam rupiah;
d. Transfer Rupiah ke rekening yang
dimiliki Pihak Asing dan atau yang
dimiliki secara gabungan (joint
account) antara Pihak Asing dengan
bukan Pihak Asing pada Bank di dalam
negeri;
e. Transfer Rupiah ke rekening yang
dimiliki Pihak Asing dan atau yang
dimiliki secara gabungan (joint
account) antara Pihak Asing dengan
bukan Pihak Asing pada Bank di luar
negeri.
Peraturan ini di satu sisi sejalan dengan
tujuan Bank Indonesia sebagai lembaga yang
memiliki tugas utama mencapai dan memelihara
kestabilan nilai rupiah, dimana Bank Indonesia
berupaya meminimalkan transaksi valuta asing
terhadap rupiah yang bersifat spekulatif. Langkah
kebijakan tersebut diharapkan dapat membantu
menjaga stabilitas nilai rupiah sehingga memberikan
kontribusi positif bagi perekonomian Indonesia
secara keseluruhan. Namun di sisi nasabah terutama
Jurnal Ilmiah Prodi Magister Kenotariatan, 2013-2014
Page 5
13. orang asing yang tinggal dan bekerja di Indonesia
menganggap ketentuan tersebut mempersulit dan
hanya ada di Indonesia. Ketentuan ini dianggap
menghambat kegiatan bisnis mereka.
IV. Tanggung Jawab Bank Dalam Transaksi
Va- Luta Asing Yang Dilakukan Melalui
Internet Banking
4.1. Tanggung Jawab Bank DalamTransaksi
Valuta Asing Melalui Internet Banking
Penggunaan fasilitas internet banking untuk
transaksi perdagangan valuta asing oleh nasabah bisa
dilakukan dengan sangat cepat dan mudah. Transaksi
perdagangan valuta asing melalui internet banking ini
dapat dilakukan dalam setiap hari selama 24 (dua
puluh empat) jam dan dari mana saja sepanjang akses
internet bisa dilakukan (Hasil wawancara dengan
Yosy Valentino Vendijanto, Treasury Specialist
Standard Chartered Bank, pada tanggal 01 Juni
2012).
Hanya saja berdasarkan hasil wawancara
dengan Dyah Ayu Sukmarini selaku Branch
Operation Officerpada Bank Standard Chartered
pada tanggal 01 Juni 2012 transaksi yang dilakukan
bisa saja terganggu akibat system error pada server
bank yang bersangkutan atau ganggungan jaringan
internet. Hal yang dilakukan oleh pihak bank dalam
mempertanggung jawabkan transaksi perdagangan
valuta asing yang dilakukan nasabah melalui internet
banking dapat berjalan dengan baik adalah:
a. Memastikan server beroperasi real
time atau sedang tidak dalam
perbaikan.
b. Rutin melakukan pengkinian data
nasabah
c. Selalu menampilkan informasi
terbaru mengenai kurs valuta asing
d. Mengecek ulang transaksi yang
dilakukan kendati sifatnya otomatis
tidak menutup kemungkinan terjadi
system error sehingga diperlukan
pengecekan ulang (Hasil
wawancara dengan Dyah Ayu
Sukmarini, Branch Operation
Officer Standard Chartered Bank,
pada tanggal 01 Juni 2012).
Dalam transaksi perdagangan valuta asing
yang dilakukan melalui internet banking, transaksi
dilakukan sendiri oleh nasabah bank (self assessment)
dan pada umumnya nasabah akan mengalami
kesulitan untuk membuktikan unsur ada tidaknya
kesalahan atau kelalaian dari bank. Oleh karena itu
dianut doktrin product liability, dimana bank
dianggap telah bersalah (presumption of guilty)
kecuali jika bank mampu membuktikan bahwa bank
tidak melakukan kelalaian atau kesalahan yang
dibuktikan berdasarkan record atau catatan yang
dimiliki oleh bank. Dalam transaksi valuta asing yang
dilakukan melalui internet banking digunakan teori
tanggung jawab yang berkenaan dengan tanggung
jawab bank dalam rangka mengeksekusi atau
melaksanakan transaksi valuta asing yang telah
dilakukan nasabah melalui internet banking serta di
siis lain menyediakan dokumen yang diperlukan
demi kelancaran dan kelengkapan transaksi nasabah
sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan oleh
Bank Indonesia dalam hal transaksi valuta asing.
Salah satu tugas pokok Bank Indonesia
sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang
No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2004 adalah mengatur dan
mengawasi bank. Dalam rangka pelaksanaan tugas
tersebut Bank Indonesia diberikan kewenangan
sebagai berikut:
1. Menetapkan peraturan perbankan
termasuk ketentuan-ketentuan
perbankan yang memuat prinsipprinsip kehati-hatian.
2. Memberikan dan mencabut izin atas
kelembagaan dan kegiatan usaha
tertentu dari bank, memberikan izin
pembukaan, penutupan dan
pemindahan kantor bank,
memberikan persetujuan atas
kepemilikan dan kepengurusan
bank.
3. Melaksanakan pengawasan bank
secara langsung dan tidak langsung.
4. Mengenakan sanksi terhadap bank
sesuai dengan ketentuan perundangundangan.
Terkait dengan tugas Bank Indonesia
mengatur dan mengawasi bank, salah satu upaya
untuk menjamin transaksi internet banking yang
dilakukan oleh Bank Indonesia adalah melalui
pendekatan aspek regulasi. Sehubungan dengan hal
tersebut, Bank Indonesia telah mengeluarkan
serangkaian Peraturan Bank Indonesia dan Surat
Edaran Bank Indonesia yang harus dipatuhi oleh
dunia perbankan antara lain mengenai penerapan
manajemen risiko dalam pe- nyelenggaraan kegiatan
internet banking dan penerapan prinsip Know Your
Customer (KYC).
Manajemen risiko dalam penyelenggaraan
kegiatan internet banking antara lain seperti
peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia
terkait dengan pengelolaan atau manajemen risiko
penyelenggaraan kegiatan internet banking adalah
Peraturan Bank Indonesia No. 5/8/PBI/2003 tentang
Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum dan
Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/18/DPNP,
tanggal 20 April 2004 tentang Penerapan Manajemen
Risiko Pada Aktivitas Pelayanan Jasa Bank Melalui
Internet (Internet Banking). Pokok-pokok
pengaturannya antara lain sebagai berikut:
1. Bank yang menyelenggarakan kegiatan
internet banking wajib menerapkan
Jurnal Ilmiah Prodi Magister Kenotariatan, 2013-2014
Page 6
14. manajemen risiko pada aktivitas
internet banking secara efektif.
5.
2. Penerapan manajemen risiko tersebut
wajib dituangkan dalam suatu
kebijakan, prosedur dan pedoman
tertulis dengan mengacu pada Pedoman
Penerapan Manajemen Risiko pada
Aktivitas Pelayanan Jasa Bank Melalui
Internet Banking, yang ditetapkan
dalam lampiran dalam Surat Edaran
Bank Indonesia tersebut.
6. Bank harus memastikan tersedianya
mekanisme penelusuran (audit trail)
yang jelas untuk seluruh transaksi
internet banking.
7.
3. Pokok-pokok penerapan manajemen
risiko bagi bank yang
menyelenggarakan kegiatan internet
banking adalah:
a) Adanya pengawasan aktif komisaris dan
direksi bank, yang meliputi:
1.
Komisaris dan direksi harus
melakukan pengawasan yang efektif
terhadap risiko yang terkait dengan
aktivitas internet banking, termasuk
penetapan akuntabilitas, kebijakan
dan proses pengendalian untuk
mengelola risiko tersebut.
2.
Bank harus memastikan
tersedianya prosedur yang memadai
untuk melindungi integritas data,
catatan/arsip dan informasi pada
transaksi internet banking.
Bank harus mengambil langkahlangkah untuk melindungi
kerahasiaan informasi penting pada
internet banking. Langkah tersebut
harus sesuai dengan sensitivitas
informasi yang dikeluarkan dan/atau
disimpan dalam database.
c) Manajemen Risiko Hukum dan Risiko
Reputasi
1. Bank harus memastikan bahwa
website bank menyediakan informasi
yang memungkinkan calon nasabah
untuk memperoleh informasi yang
tepat mengenai identitas dan status
hukum bank sebelum melakukan
transaksi melalui internet banking.
Direksi harus menyetujui dan
melakukan kaji ulang terhadap aspek
utama dari prosedur pengendalian
pengamanan bank.
b) Pengendalian pengamanan (security control)
2. Bank harus mengambil langkahlangkah untuk memastikan bahwa
ketentuan kerahasiaan nasabah
diterapkan sesuai dengan yang
berlaku di negara tempat kedudukan
bank menyediakan produk dan jasa
internet banking.
1.
Bank harus melakukan langkahlangkah yang memadai untuk
menguji keaslian (otentikasi) identitas
dan otorisasi terhadap nasabah yang
melakukan transaksi melalui internet
banking.
3. Bank harus memiliki prosedur
perencanaan darurat dan
berkesinambungan usaha yang efektif
untuk memastikan tersedianya sistem
dan jasa internet banking.
2.
Bank harus menggunakan
metode pengujian keaslian transaksi
untuk menjamin bahwa transaksi
tidak dapat diingkari oleh nasabah
(non repudiation) dan menetapkan
tanggung jawab dalam transaksi
internet banking.
4. Bank harus mengembangkan rencana
penanganan yang memadai untuk
mengelola, mengatasi dan
meminimalkan permasalahan yang
timbul dari kejadian yang tidak
diperkirakan (internal dan eksternal)
yang dapat menghambat penyediaan
sistem dan jasa internet banking.
3.
Bank harus memastikan adanya
pemisahan tugas dalam sistem
internet.
4.
Bank harus memastikan adanya
pengendalian terhadap otorisasi dan
hak akses (privileges) yang tepat
terhadap sistem internet banking,
database dan aplikasi lainnya.
Jurnal Ilmiah Prodi Magister Kenotariatan, 2013-2014
5. Dalam hal sistem penyelenggaraan
internet banking dilakukan oleh
pihak ketiga (outsourcing), bank
harus menetapkan dan menerapkan
prosedur pengawasan dan due
dilligence yang menyeluruh dan
berkelanjutan untuk mengelola
hubungan bank dengan pihak ketiga
tersebut.
Page 7
15. Upaya lainnya yang dilakukan oleh Bank
Indonesia dalam rangka menjamin transaksi yang
dilakukan melalui internet banking adalah
pengaturan kewajiban bagi bank untuk menerapkan
prinsip mengenal nasabah atau yang lebih dikenal
dengan prinsip Know Your Customer (KYC).
Pengaturan tentang penerapan prinsip KYC terdapat
dalam Peraturan Bank Indonesia No. 3/10/PBI/2001
tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know
Your Customer Principles) sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Bank Indonesia No. 3/23/PBI/2001
dan Surat Edaran Bank Indonesia 6/37/DPNP nggal
10 September 2004 tentang Penilaian dan Pengenaan
Sanksi atas Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah
dan Kewajiban Lain Terkait dengan Undang-Undang
tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Dalam
menerapkan Prinsip Mengenal Nasabah, bank wajib:
1. Menetapkan kebijakan penerimaan
nasabah.
2. Menetapkan kebijakan dan prosedur
dalam mengidentifikasi nasabah.
3. Menetapkan kebijakan dan prosedur
pemantauan terhadap rekening dan
transaksi nasabah.
4. Menetapkan kebijakan dan prosedur
manajemen risiko yang berkaitan
dengan penerapan Prinsip Mengenal
Nasabah.
Terkait dengan kebijakan penerimaan dan
identifikasi nasabah, maka sebelum melakukan
hubungan usaha dengan nasabah, bank wajib
meminta informasi mengenai identitas calon nasabah,
maksud dan tujuan hubungan usaha yang akan
dilakukan calon nasabah dengan bank, informasi lain
yang memungkinkan bank untuk dapat mengetahui
profil calon nasabah dan identitas pihak lain dalam
hal calon nasabah bertindak untuk dan atas nama
pihak lain. Identitas calon nasabah tersebut harus
dibuktikan dengan dokumen-dokumen pendukung
dan bank wajib meneliti kebenaran dokumendokumen pendukung tersebut. Bagi bank yang telah
menggunakan media elektronis dalam pelayanan jasa
perbankan wajib melakukan pertemuan dengan calon
nasabah sekurang-kurangnya pada saat pembukaan
rekening.
Dalam hal calon nasabah bertindak sebagai
perantara dan atau kuasa pihak lain (beneficial
owner) untuk membuka rekening, bank wajib
memperoleh dokumen-dokumen pendukung identitas
dan hubungan hukum, penugasan serta kewenangan
bertindak sebagai perantara dan atau kuasa pihak
lain. Dalam hal bank meragukan atau tidak dapat
meyakini identitas beneficial owner, bank wajib
menolak untuk melakukan hubungan usaha dengan
calon nasabah. Bank wajib menyimpan dokumen
pendukung nasabah dalam jangka waktu sekurangkurangnya 5 (lima) tahun sejak nasabah menutup
rekening pada bank. Bank juga wajib melakukan
pengkinian data dalam hal terdapat perubahan
terhadap dokumen-dokumen pendukung tersebut.
Bank wajib memiliki sistem informasi yang dapat
mengidentifikasi, menganalisa, memantau dan
menyediakan laporan secara efektif mengenai
karakteristik transaksi yang dilakukan oleh nasabah
bank. Bank wajib memelihara profil nasabah yang
sekurang-kurangnya meliputi informasi mengenai
pekerjaan atau bidang usaha, jumlah penghasilan,
rekening lain yang dimiliki, aktivasi transaksi normal
dan tujuan pembukaan rekening.
V. PENUTUP
5.1 Simpulan
Dari uraian-uraian yang telah disampaikan
dalam bab-bab sebelumnya, penulis mengambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Pelaksanaan transaksi perdagangan valuta asing
yang dilakukan melalui internet banking
terdapat kesenjangan antara peraturan yang ada
(das sollen) dengan kenyataan atau
pelaksanaannya (das sein). Berdasarkan
Peraturan Bank Indonesia tentang transaksi
valuta asing, bank seharusnya telah memiliki
underlying bagi setiap transaksi valuta asing
terhadap rupiah yang dilakukan baik yang
dilakukan melalui teller (manual) maupun yang
dilakukan melalui internet banking. Akan tetapi
pada pelaksanaannya, bank cenderung hanya
meminta underlying bagi transaksi yang
dilakukan melalui teller, sedangkan transaksi
yang dilakukan nasabah melalui internet
banking seringkali bisa lolos tanpa keharusan
menyediakan underlying dokumen.
2.
Tanggung jawab bank dalam
pelaksanaan transaksi perdagangan valuta asing
yang dilakukan melalui internet banking
tanggung jawab akan dilihat dari sisi bank,
karena dalam transaksi perdagangan valuta
asing yang dilakukan melalui internet banking,
transaksi dilakukan sendiri oleh nasabah bank
(self assessment) dan pada umumnya nasabah
akan mengalami kesulitan untuk membuktikan
unsur ada tidaknya kesalahan/kelalaian dari
bank. Oleh karena itu dianut doktrin product
liability, dimana bank dianggap telah bersalah
(presumption of guilty) kecuali jika bank
mampu membuktikan bahwa bank tidak
melakukan kelalaian atau kesalahan yang
dibuktikan berdasarkan record atau catatan
yang dimiliki oleh bank. Selain itu bank juga
bertanggung jawab kepada Bank Indonesia
dalam hal kelengkapan transaksi valuta asing
yang dilakukan nasabah.
5.2. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan dalam
penelitian tesis ini yaitu:
1. Bank yang menyediakan layanan transaksi
perdagangan valuta asing yang dilakukan
melalui internet banking hendaknya
dilengkapi dengan layanan pengiriman
dokumen melalui scan atau email. Sehingga
transaksi yang memerlukan underlying
Jurnal Ilmiah Prodi Magister Kenotariatan, 2013-2014
Page 8
16. menjadi mudah untuk dilakukan dan tidak
menghambat kegiatan bisnis nasabah.
2. Layanan internet banking pada Bank
Negara Indonesia, Bank Central Asia dan
Standard Chartered Bank terbukti aman
dipakai. Namun demikian harus selalu
dievaluasi sistem keamanan secara berkala
sehingga dirasa perlu dilakukan peningkatan
sistem keamanan. Selain itu adanya audit
dari Bank Indonesia juga mutlak diperlukan
secara regular, sehingga bank dapat
beroperasi sesuai dengan ketentuan yang
ada.
VI. DAFTAR BACAAN
Buku
Cambridge International English Dictionary of English, 1995,CambridgeUniversity Press, London
DepartemenPendidikan danKebudayaan, 1998, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta
.
Gazali, Djoni S., dan Rachmadi Usman, 2010, Hukum Perbankan, Sinar Grafika, Jakarta.
Hermansyah, 2005, Hukum Perbankan Nasional Indonesia Kencana, Jakarta.
M. Bahsan, 2000, Giro dan Bilyet Giro Perbankan Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Muhammad Djumhana, 2008, Asas-asas Hukum perbankan Indonesia, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti.
Petrus Reinhard Golose, 2011, Problematika Transaksi Internet Banking dan Upaya Penanggulangannya di
Indonesia, oleh POLRI, (Jakarta, Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, Volume 12Nomor 8,
Agustus, 2011).
Sukamdani S. Gtosardjono, 2000, Perkembangan Dunia Usaha, Organisasi Bisnis dan Ekonomi di Indonesia 1950
– 2000, Tema Baru, Jakarta.
Widjanarto. 2006. Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta.
Zainal Asikin, 1995, Pokok-Pokok Hukum Perbankan di Indonesia, RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Internet
Ananta W, 2011, Penyalahgunaan Password, Information Technology, Communication, eBusiness. Diambil dari
URL: http://www.ebizzasia.com/0109-2003/cyber.0109.html
Peraturan Perundang-undangan
1.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
2.
Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana yang telah dirubah dengan UndangUndang No.10 tahun 1998.
3.
Undang-Undang No 23 Tahun 1999 sebagaimana dirubah dengan Undang-Undang No 3 Tahun 2004
tentang Bank Indonesia.
4.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar.
5.
6.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/28/PBI/2008 tentang Pembelian Valuta Asing Terhadap Rupiah
Kepada Bank.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/10/PBI/2012 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia
Nomor 7/14/PBI/2005 tentang Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing Oleh
Bank.
Jurnal Ilmiah Prodi Magister Kenotariatan, 2013-2014
Page 9
17. PERJANJIAN JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH DIBAWAH TANGAN DAN
KEKUATAN PEMBUKTIANNYA SETELAH DILEGALISASI
OLEH NOTARIS/PPAT
Oleh
I WAYAN SUJANA*
NIM. 1092461003
Mahasiswa Program Magister Kenotariatan Universitas Udayana
e-mail :Pembimbing I : Prof. Dr. I Dewa Gede Atmadja, SH,MS**
Pembimbing II : Dr. Gede. Marhaendra Wija Atmaja, SH,MHum***
ABSTRACT
I Wayan Sujana, S.H., Student of the Magister Kenotariatan (Master of Notarial Studies) Udayana
University Program, 2010, Underhand Sale Purchase Agreement of Land with Freehold Title and its Evidencing
Power after Legalization by a Notary-PPAT (Land Conveyancer).
Tutorial Commission, Tutor I: Prof. Dr. I Dewa Gede Atmadja, SH, MS.,
Tutor II: Dr. Gede Marhaendra Wija Atmaja, SH,M.Hum.
Keyword: Land Registration, Sale Purchase Agreement, Evidencing
Every sale purchase of land must be registered as regulated in Article 19 of Act Number 5 of 1960
regarding the Agrarian Principle Regulations. The land registration process as a consequence of the legal act of
transferring freehold title by means of sale purchase must be under a PPAT deed, but in reality there are people
making a sale purchase with an underhand sale purchase. The same article also allows the registration of land with
an agreement not made by a PPAT, this shows a conflict between such articles. The issue brought up here is
regarding the legality of a land sale purchase made underhand and how the strength of evidencing is of a sale
purchase of land with freehold title to land legalized by a Notary.
This research is a normative research, a person to find the legal rules, legal principles as well as legal
doctrines in order to answer the legal issue that has become problematic. This research has been made initially by
researching the primary law by studying all rules of legislation involved with the issue as well as documents that
can explain primary and secondary legal material.
The result of the research shows that the legality of an underhand sale purchase of land with freehold title
remains valid insofar it can be proven and not denied by the parties in particular the seller. The evidencing power
of an underhand sale purchase of land with freehold title after having been legalized remains in the form of
evidencing power of deeds made underhand having a legal evidencing power so long as the parties do not deny it,
even after its legalization its evidencing is the same as before its legalization only after its legalization and affixed
with an adequate stamp duty it is already acceptable as evidencing means in court.
* Mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan T.A. 2010/2011
** Pembimbing I
***PembimbingII
I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Negara Indonesia adalah Negara hukum,
pernyataan tersebut diatur didalam Pasal 1 ayat (3)
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia
1945 amandemen ketiga. Sebagai konsekuensi dari
paham Negara hukum, maka seluruh sendi kehidupan
masyarakat, berbangsa dan bernegara harus
berdasarkan pada dan tidak boleh menyimpang pada
norma-norma hukum yang berlakudi Indonesia,
artinya hukum harus dijadikan panglima dalam setiap
penyelesaian permasalahan yang berkenaan dengan
individu masyarakat dan Negara. Wajib disadari
bahwa Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945 sebagai bagian dari hukum dasar atau
konstitusi, Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945 mempunyai makna yang sangat
penting dan bersifat fundamental bagi kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Hal ini berarti bahwa setiap tindakan
maupun perbuatan harus didasarkan pada aturanaturan dan norma-norma yang telah ini, begitu pula
pada perbuatan-perbuatan hukum dalam bidang
pertanahan. Tanah merupakan salah satu faktor dalam
bidang ekonomi yang sangat penting dan juga
memiliki nilai ekonomi yang tinggi, apabila hal
tersebut ditinjau dari berbagai aspek, baik aspek
sosial, ekonomi dan budaya.
Negara Republik Indonesia telah meletakkan
dasar politik agraria nasional, sebagaimana yang
Jurnal Ilmiah Prodi Magister Kenotariatan, 2013-2014
Page 10
18. dimuat dalam Pasal 33 ayat 3 Undang-undang Dasar
Negara Republik Indonesia 1945 yang menyatakan
bahwa “Bumi, air, kekayaan alam yang terkandung
didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Ketentuan ini bersifat imperatif, karena mengandung
perintah kepada Negara agar bumi, air dan kekayaan
alam yang terkandung dalamnya, yang diletakkan
dalam penguasaan Negara itu dipergunakan untuk
mewujudkan kemakmuran bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Untuk melaksanakan Pasal 33 ayat 3
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia
1945 tersebut, maka disusun dan disahkanlah
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria yang
selanjutnya disebut Undang-undang Pokok Agraria.
Tujuan diundangkan Undang-undang Pokok Agraria
nasional dimuat dalam penjelasan Umum Undangundang Pokok Agraria, yaitu:
a. Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan
Hukum Agraria nasional, yang akan
merupakan alat untuk membawakan
kemakmuran, kebahagiaan, dan keadilan
bagi Negara dan rakyat, terutama rakyat tani
dalam rangka mesyarakat yang adil dan
makmur.
b. Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan
kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum
pertanahan.
c. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan
kepastian hukum mengenai hak-hak atas
tanah bagi rakyat Indonesia.
Mengenai wewenang hak menguasai dari
Negara atas tanah sebagaimana dimuat dalam Pasal 2
ayat (2) Undang-undang Pokok Agraria adalah:
a. Mengatur dan menyelenggarakan
peruntukan, pengguaan, persediaan, dan
pemeliharaan tanah;
b. Menentukan dan mengatur hubunganhubungan hukum antara orang-orang dengan
tanah;
c. Menentukan dan mengatur hubunganhubungan hukum antara orang-orang dan
perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai
tanah.
Untuk menjamin kepastian hukum dan
memberikan perlindungan maka segala perbuatan
hukum yang dalam penelitian ini difokuskan pada
perbuatan hukum peralihan hak atas tanah dengan
jual beli dilaksanakan pendaftaran tanah. Hal ini telah
diatur dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-undang
Nomor 5 tahun 1960 tentang Undang-undang Pokok
Agraria menyatakan untuk menjamin kepastian
hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah
di seluruh wilayah republik Indonesia menurut
ketentuan-ketentuan yang diatur dengan peraturan
pemerintah, dan selanjutnya dalam melaksanakan
pendaftaran tanah tersebut pemerintah mengeluarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah.
Selain pejabat PPAT berwenang membuat
akta otentik, ada pejabat lain yang berwenang
membuat akta otentik yakni Notaris. Undang-undang
Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dalam
Pasal 1 ayat (1) menentukan bahwa Notaris adalah
pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta
otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana
dimaksud diakan undang-undang ini. Apabila
ditelaah dari pengertian PPAT dengan Notaris
mempunyai kesamaan yakni sama-sama mempunyai
kewenangan didalam membuat akta otentik.
Bagi petugas-petugas yang ditugaskan untuk
membuat akta tersebut haruslah memperhatikan
syarat-syarat akta tersebut. Dalam garis besarnya
syarat-syarat tersebut dapat digolongkan atas 2 (dua)
yaitu pertama, menyangkut syarat formal, dan kedua
menyangkut material akta tersebut. Akta sendiri
dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu akta
otentik dan akta dibawah tangan. Akta dibawah
tangan bisa dibuat sedemikian rupa atas dasar
kesepakatan para pihak dan yang penting tanggalnya
bisa dibuat kapan saja, sedangkan akta otentik harus
dibuat oleh pejabat yang berwenang untuk itu.
Pejabat yang berhak untuk membuat akta otentik
tidak hanya notaris, karena yang dimaksud dengan
pejabat umum yang berwenang adalah pejabat yang
memang diberikan wewenang dan tugas untuk
melakukan pencatatan tersebut, misalnya : pejabat
Kantor Urusan Agama atau pejabat catatan sipil yang
bertugas untuk mencatat perkawinan, kelahiran dan,
kematian, PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) dan
lain sebagainya.
Berbeda dengan akta otentik, akta dibawah
tangan memiliki ciri dan kekhasan tersendiri, berupa :
1. Bentuknya bebas
2. Pembuatannya harus dibawah tangan
3. Tetap mempunyai kekuatanan pembuktian
selama tidak disangkal oleh pembuatnya,
artinya bahwa isi dari akta tersebut tidak
perlu dibuktiksn lagi kecuali ada yang bisa
membuktikan sebaliknya (menyangkal
isinya)
4. Dalam hal harus dibuktikan, maka
pembuktian tersebut harus dilengkapi juga
dengan saksi-saksi dan bukti lainnya. Oleh
karena itu, bisaanya dalam akta di bawah
tangan, sebaliknya dimasukan 2 (dua) orang
saksi yang sudah dewasa untuk memperkuat
pembuktian.
Dalam praktek akta dibawah tangan kadang
dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi tertentu,
yang kadang tidak sama dengan waktu pembuatan.
Misalnya perjanjian dibawah tangan yang dibuat saat
ini diberi tanggal pada bulan dan tahun lalu, karena
tidak adanya kewajiban untuk melaporkan perjanjian
dibawah tangan, siapa yang menjamin bahwa
perjanjian dibawah tangan tersebut adalah benar
dibuat sesuai dengan waktunya.
Otentik artinya karena dibuat dihadapan
seorang pejabat umum yang ditunjuk untuk itu yang
dalam hal ini bisaanya adalah seorang notaris.
Sehingga akta yang dibuat dihadapan notaris tersebut
dapat dipergunakan sebagai alat bukti di depan
pengadilan. Sedangkan istilah surat di bawah tangan
adalah istilah yang dipergunakan untuk pembuatan
Jurnal Ilmiah Prodi Magister Kenotariatan, 2013-2014
Page 11
19. suatu perjanjian antara para pihak tanpa dihadiri atau
bukan dihadapan seorang notaris sebagaimana yang
disebutkan pada akta otentik di atas.
Dalam proses berperkara di pengadilan
diperlukan adanya alat bukti yang akan menguatkan
dalil-dalil para pihak yang berperkara terutama dalam
perkara perdata. menurut pasal 1866 KUHPerdata
atau pasal 164 R.I.B alat-alat bukti dalam perkara
perdata terdiri atas :
1. pengakuan
2. bukti tulisan
3. sumpah
4. saksi – saksi
5. persangkaan
Perjanjian yang dibuat di bawah tangan
adalah perjanjian yang dibuat sendiri oleh para pihak
yang berjanji, tanpa suatu standar baku tertentu dan
hanya disesuaikan dengan kebutuhan para pihak
tersebut. Sedangkan kekuatan pembuktiannya hanya
antara para pihak tersebut apabila para pihak tersebut
tidak menyangkal dan mengakui adanya perjanjian
tersebut (mengakui tanda tangannya di dalam
perjanjian yang dibuat. Artinya salah satu pihak dapat
menyangkal akan kebenaran tanda tangannya yang
ada dalam perjanjian tersebut. Lain halnya dengan
akta otentik memiliki kekuatan pembuktian yang
sempurna, artinya dapat dijadikan bukti di
pengadilan.
Diantara pasal 37 ayat (1) dan (2) tersebut
apabila dilihat ada konflik vertical diantara pasal
tersebut, yang mana ayat 1 menentukan pendaftaran
peralihan hak atas tanah hanya dapat didaftar kalau
menggunakan akta PPAT namun dalam ayat 2
menentukan dapat menggunakan selain akta PPAT.
Hal ini nantinya dapat menimbulkan beberapa
penafsiran antara lain bahwa perjanjian dibawah
tangan pun dapat dijadikan sebagai dasar pendaftaran
peralihan/pemindahan hak atas tanah kalau dilihat
dari ayat 2 tersebut.
Bertitik tolak dari uraian tersebut diatas,
maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai keabsyahan akta perjanjian jual beli hak
milik atas tanah di bawah tangan yang dilegalisasi
oleh notaris-PPAT yang digunakan sebagai alat bukti
dalam hal terjadi sengketa di pengadilan, maka
dapatlah dirumuskan judul tesis ini yaitu
“PERJANJIAN JUAL BELI HAK MILIK ATAS
TANAH DIBAWAH TANGAN DAN
KEKUATAN PEMBUKTIANNYA SETELAH
DILEGALISASI OLEH NOTARIS”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah
sebagaimana yang disampaikan diatas, maka dalam
penulisan ini akan dibatasi pada permasalahan,
sebagai berikut:
1. Bagaimanakah keabsyahan perjanjian jual
beli hak milik atas tanah dibawah tangan ?
2. Bagaimanakah kekuatan pembuktian
perjanjian jual beli hak milik atas tanah yang
dilegalisasi oleh Notaris?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini dapat dikualifikasikan atas tujuan yang bersifat umum dan
tujuan yang bersifat khusus, lebih lanjut dijelaskan
sebagai berikut:
1.3.1 Tujuan Umum
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk :
a. Melaksanakan Tri Dharma
Pergutruan Tinggi, khususnya pada
bidang penelitian yang dilakukan
oleh mahasiswa.
b. Melatih mahasiswa dalam usaha
menyatakan pikiran ilmiah secara
tertulis.
c. Mengembangkan ilmu pengetahuan
hukum khususnya bidang hukum
kenotariatannya.
d. Mengembangkan diri pribadi
mahasiswa ke dalam kehidupan
masyarakat.
e. Untuk memenuhi persyaratan SKS
dari jumlah beban studi untuk
memeperoleh gelas Magsiter
Kenotariatan.
1.3.2 Tujuan Khusus
Disamping tujuan umum tersebut diatas,
penelitian ini secara spesifik bertujuan untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang hukum
terkait dengan paradigma ilmu sebagai proses
(science as a procces). Dengan paradigma ini ilmu
tidak akan pernah madeg (final) dalam penggaliannya
atas kebenarannya. Dari paradigma tersebut tujuan
khusus penelitian ini adalah
1. Untuk mengetahui keabsyahan akta jual
beli hak mlik atas tanah dibawah tangan
yang dilgalisasi oleh Notaris - PPAT
sebagai bukti dalam hal terjadinya
sengketa di pengadilan.
2. Untuk mengetahui akibat hukum yang
ditimbulkan terhadap akta perjanjan jual
beli hak milik atas tanah di bawah
tangan yang dilegalisasi oleh notarisPPAT.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi
pengembangan substansi disiplin ilmu hukum,
terutama dalam bidang hukum pembuktian dengan
akta perjanjian jual beli hak milik atas tanah dibawah
tangan yang dilegalisasi oleh Notaris-PPAT dalam
proses persidangan perkara perdata di pengadilan.
1.4.2 Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat
untuk memberikan pemikiran yang selanjutnya dapat
dijadikan pertimbangan bagi para pembuat kebijakan
khusunya tentang kekuatan pembuktian perjanjian
dibawah tangan dihubungkan dengan wewenang
notaris - PPAT dalam legalisasi, sekaligus sebagai
bahan kepustakaan bagi peneliti yang berkaitan
dengan judul dan permasalahan yang akan dibahas
dalam tesis ini. Disamping itu diharapkan bermanfaat
pula bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada
Jurnal Ilmiah Prodi Magister Kenotariatan, 2013-2014
Page 12
20. umumnya, khusus dalam bidang hukum dan
kenotariatan.
1.5 Landasan Teoritis
Sebagai suatu akta maka harus dalam bentuk
tertulis, dan dengan tertulisanya itu maka akan dapat
digunakan sebagai alat bukti, yaitu merupakan alat
bukti tertulis. Dengan tulisan yang disyaratkan hanya
mempunyai sifat sebagai alat bukti yang hanya
memperoleh arti apabila perjanjian yang diadakan
dibantah. Bukti tulisan dalam suatu perkara perdata
merupakan alat bukti yang utama, karena didalam
lalu lintas keperdataan sering kali orang dengan
sengaja menyediakan suatu bukti yang dapat dipakai
jika terjadi suatu perselisihan. Jika bentuk, cara
penulisan dan dibuat oleh pejabat-pejabat yang telah
ditetapkan, maka akta tersebut dapat diberlakukan
sebagai akta yang otentik, karena suatu tulisan dapat
disebut sebagai akta otentik, jika :
1. Dibuat dalam bentuk yang telah
ditentukan oleh Undang-undang.
2. Dibuat oleh atau dihadapan seorang
pejabat umum
3. Dibuat oleh atau dihadapan pejabat
umum yang berwenang untuk membuat
akta di tempat akta itu dibuat.
Fungsi Hukum sebagai instrumen pengatur
dari instrument perlindungan ini diarahkan pada suatu
tujuan, yaitu untuk menciptakan suasana hubungan
hukum antar subyek hukum secara harmonis,
seimbang, damai, dan adil.
1.6 Metode Penelitian
1.6.1 Jenis Penelitian dan Jenis Pendekatan
Metode penelitian hukum merupakan suatu
tata cara kerja suatu keilmuan yang ditandai dengan
penggunaan metoda, jika diartikan meta yang
diartikan diatas sedangkan thodos merupakan suatu
jalan atau suatu cara. Jika diterjemahkan pengertian
metoda adalah merupakan suatu jalan atau suatu cara.
Van Peursen menterjemahkan pengertian metoda
secara harfiah, mula-mula metoda diartikan sebagai
suatu jalan yang harus ditempuh sebagai penyelidikan
atau penelitian berlangsung menurut suatu rencana
tertentu.
1.6.2 Sumber Bahan Hukum
Untuk memecahkan permasalahan yang
dikemukakan dalam penelitian ini, maka diperlukan
sumber-sumber penelitian. Menurut Peter Mahmud
Marzuki sumber-sumber penelitian hukum dapat
dibedakan atas dua sumber, yaitu sumber-sumber
hukum primer, dan bahan-bahan hukum skunder
sebagai penelitian hukum normatif, maka bahan
hukum primer diperoleh dari asas-asas atau prinsip
dan kaedah-kaedah atau norma hukum, sedangkan
bahan hukum skunder adalah sebagai bahan
penunjang untuk memberikan penjelasan terhadap
bahan-bahan hukum primer, seperti pendapatpendapat ahli hukum yang termuat dalam media
massa, jurnal-jurnal hukum, literatur-literatur hukum
(text-book), berbagai hasil pertemuan ilmiah baik
ditingkat nasional maupun internasional, internet
dengan menyebut situsnya.
1.6.3 Teknik Analisa Bahan Hukum
Dalam menganalisis informasi yang
diperoleh dari bahan hukum baik bahan hukum
primer maupun skunder, ada beberapa langkah yang
ditempuh, yaitu deskripsi, inteprestasi, konstruksi,
evaluasi, argumentasi dan sistematis. Teknik
deskripsi adalah mencakup isi maupun struktur
hukum positif, analisis terhadap bahan-bahan hukum
yang berhasil dikumpulkan dalam penelitian ini baik
yang berupa peraturan perundang-undangan, bahanbahan pustaka, pendapat para ahli hukum, jurnal
hukum, maupunhasil penelitian lainnya dilakukan
secara deskriptif, analisis, evaluatif interpretatif, yaitu
menganalisis, menafsirkan, menilaidan menjelaskan
prinsip-prinsip, asas-asas, dan kaedah-kaedah atau
norma-norma.
II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Pengertian, Syarat dan Macam Akta
2.1.1. Pengertian Akta
Kata akta dalam kehidupan sehari-hari
sering didengar, misalnya akta kelahiran, akta
perkawinan, akta jual beli, akta hibah, akta
perceraian, dan sebagainya. Tetapi apa sesungguhnya
yang dimaksud dengan akta, perlu ada pemahaman
lebih dulu sebelum menguraikan mengenai macammacam akta, isi akta, kegunaan akta, dan akta
perjanjian jual beli tanah.
Poerwadarminta menyebutkan akta adalah
sebagai surat keterangan (pengakuan dan sebagainya)
yang disaksikan atau disahkan oleh suatu badan
pemerintah (notaris dan sebagainya). Menurut
pendapat Subekti akta adalah tulisan yang memang
sengaja dibuat untuk dijadikan suatu tanda bukti
mengenai suatu peristiwa dan kemudian ditanda
tangani. Kunthoro Basuki dan Retno Supartinah
menyebutkan akta adalah setiap surat yang diberi
tanda tangan dan sejak semula dengan sengaja dibuat
untuk pembuktian.
Tanda tangan adalah nama si penanda
tangan dan bukan monogram atau initial, sehingga
suatu paraaf bukanlah merupakan nama yang dapat
mengindividualisir, melainkan hanyalah singkatan
dari nama atau kebanyakan bahkan hanya merupakan
huruf pertama saja dari nama yang bertanda tangan,
maka oleh karena itu tidak berlaku sebagai tanda
tangan (HR 17 Des. 1885 W. 5251). Prof. MR.A.
Pitlo menyebutkan suatu akta adalah suatu surat yang
ditandatangani, diperbuat untuk dipakai sebagai
bukti, dan untuk dipergunakan oleh orang, untuk
keperluan siapa surat itu dibuat.. Untuk dapat disebut
sebagai suatu akta, maka suatu surat mesti
mempunyai tanda tangan, ternyata dari pasal-pasal
seperti pasal 1911, 1912, 1915, 1917 BW, dan tidak
perlu ditulis tangan sendiri, kecuali dalam hal-hal di
mana undang-undang menentukan syarat ini (pasal
979,982, 988, dan 1915 BW).
Akta juga diartikan sebagai surat yang
sengaja dibuat sebagai alat bukti, berkenaan dengan
perbuatan-perbuatan hukum di bidang keperdataan
yang dilakukan oleh pihak-pihak.
Dari pengertian akta di atas dapat disebutkan
bahwa yang terpenting dari suatu akta adalah
Jurnal Ilmiah Prodi Magister Kenotariatan, 2013-2014
Page 13
21. bentuknya yang tertulis dan disaksikan serta ditanda
tangani atau disahkan oleh pmerintah (notaris).
Dengan demikian maka unsur-unsur yang penting
untuk suatu akta adalah kesengajaan untuk
menciptakan suatu bukti tertulis dan
penandatanganan tulisan itu.
2.1.2. Syarat-syarat Akta
Dalam garis besarnya syarat-syarat suatu
akta dapat digolongkan kedalam dua golongan yaitu,
di satu sisi menyangkut syarat bentuk, dan di sisi
yang lain menyangkut syarat-syarat bagi isi akta itu
sendiri. Dengan kata lain dapat disebutkan bahwa
syarat-syarat bagi suatu akta dapat digolongkan ke
dalam dua golongan, yaitu:
1 . Syarat formal
Dalam hal ini haruslah diperhatikan apa
sebenarnya yang dapat merupakan syarat
formal suatu akta, sehingga dengan
demikian dapat digunakan sesuai dengan
fungsinya, yaitu sebagai alat bukti.
Sebagai suatu akta maka bentuknya harus
tertulis. Dengan tertulisnya itu maka akan
dapat digunakan sebagai alat bukti, yang
dengan sendirinya dalam hal ini adalah alat
bukti tertulis, dan tulisan yang disyaratkan
hanya mempunyai sifat sebagai alat bukti,
yang hanya memperoleh arti apabila
perjanjian yang diadakannya dibantah.
Menurut Prof. R. Subekti, S.H., bahwa bukti
tulisan ini dalam suatu perkara perdata
merupakan alat bukti yang utama, karena di
dalam lalu lintas keperdataan sering kali
orang dengan sengaja menyediakan suatu
bukti yang dapat dipakai kalau terjadi suatu
perselisihan.
2. Syarat Material
Syarat material adalah syarat yang
menyangkut isi akta, dalam arti apa saja
yang diperbolehkan sebagai isi akta itu dan
apa saja yang tidak diperbolehkan, sehingga
apabila dilihat dari segi materialnya akta
tersebut tidak akan kehilangan fungsinya
sebagai alat pembuktian. Secara umum aktaakta yang tergolong ke dalam akta yang
otentik, jika diperhatikan tentang isi yang
terkandung di dalamnya dapat diadakan
peng- klasifikasian, yaitu akta tersebut
terdiri dari:
1. Bagian permulaan, yang biasa disebut
dengan kepala akta.
2. Bagian tubuh akta, yaitu merupakan
bagian yang terpenting dari setiap akta.
3. Bagian terakhir, yaitu yang merupakan
penutup akta.
Apabila diperhatikan bagian-bagian dari
akta tersebut, maka dapat disebutkan bahwa isi akta
merupakan bagian yang terpenting yang tergolong ke
dalam tubuh akta. Isi akta itu pada pokoknya ada isi
yang wajib dan ada isi yang sifatnya fakultatif.
2.2. Notaris
2.2.1. Pengertian Notaris
Notaris merupakan Jabatan tertentu yang
menjalankan profesi dalam pelayanan hukum kepada
masyarakat. Dalam pasal 1 angka 1 Undang Undang
Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
disebutkan notaris adalah pejabat umum yang
berwenang untuk membuat akta otentik dan
kewenangan lainnya sejauh pembuatan akta otentik
tidak dikhususkan bagi pejabat umum lainnya.
Di samping Notaris Undang- Undang juga
menetapkan adanya:
a. Pejabat Sementara Notaris, yaitu
seseorang yang untuk sementara
menjabat sebagai Notaris untuk
menjalankan jabatan Notaris yang
meninggal dunia, diberhentikan, atau
diberhentikan sementara (Pasal 1 angka
2).
b. Notaris Pengganti, yaitu seorang yang
untuk sementara diangkat sebagai
Notaris untuk menggantikan Notaris
yang sedang cuti, sakit atau untuk
sementara berhalangan menjalankan
jabatannya sebagai Notaris. (Pasal 1
angka 3).
c. Notaris Pengganti Khusus, yaitu
seorang yang diangkat sebagai Notaris
Khusus untuk membuat akta tertentu
sebagaimana disebutkan dalam surat
penetapannya sebagai Notaris, karena di
dalam satu daerah kabupaten atau kota
terdapat hanya seorang Notaris,
sedangkan Notaris yang bersangkutan
menurut ketentuan Undang-Undang ini
tidak boleh membuat akta dimaksud.
2.2.2. Tempat Kedudukan dan Wilayah
Jabatan Notaris.
Dalam Undang-Undang No. 30 tahun 2004
tentang Jabatan Notaris ditentukan, bahwa Notaris
mempunyai tempat kedudukan di daerah kabupaten
atau kota. Notaris mempunyai wilayah jabatan
meliputi seluruh wilayah propinsi dari tempat
kedudukannya (Pasal 18 ayat 1 dan 2).
2.2.3. Kewenangan dan Kewajiban Notaris
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 UndangUndang No. 30 tahun 2004 Notaris adalah pejabat
umum, dan bahkan kalau dilihat ketentuan Pasal 1868
KUHPerdata secara tegas ditentukan bahwa notaris
sebelumnya adalah satu-satunya pejabat umum yang
dimaksud.
2.3. PPAT. (Pejabat Pembuat Akta Tanah)
2.3.1. Pengertian PPAT. (Pejabat Pembuat
Akta Tanah)
Mengenai apa yang dimaksud dengan
PPAT. (Pejabat Pembuat Akta Tanah) dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 jo
Peraturan Menteri Agraria Nomor 10 tahun 1961,
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor SK.
19/DDA/ 1971 tidak ada diatur mengenai pengertian
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Namun
demikian ada pendapat dari Madjloes,S.H. yang
Jurnal Ilmiah Prodi Magister Kenotariatan, 2013-2014
Page 14
22. menyatakan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
adalah pejabat umum yang khusus berwewenang
untuk membuat dan menandatangani akta dalam hal
memindahkan hak atas tanah, menggadaikan tanah,
meminjam uang dengan hak atas tanah sebagai
tanggungan, terhadap mereka yang menghendaki
adanya akta itu sebagai bukti, serta
menyelenggarakan administrasinya, sebagaimana
ditentukan dan dibenarkan oleh peraturan perundangundangan.
2.4. Perjanjian Jual Beli Hak Milik Atas Tanah
2.4.1. Pengertian Perjanjian Jual Beli Hak
Milik Atas Tanah
Sebelum memberikan pengertian tentang
perjanjian jual beli hak atas tanah icrlebih dahulu
akan diuraikan peagertian perjanjian secara umum.
Dalam pasal 1313 KLJH Perdata ditentukan
perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu
orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu
orang lain atau lebih.
2.4.2. Syarat Sahnya Perjanjian Jual Beli
HakMilik Atas Tanah
Setiap perjanjian yang dibuat apapun yang
diperjanjikan haruslah dipenuhi syarat-syarat sahnya
suatu perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal
1320 KUH Perdata. Menurut ketentuan Pasal 1320
KUH Perdata untuk sahnya suatu perjanjian harus
dipenuhi syarat sebagai berikut:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan
diri.
2. Kecakapan untuk membuat suatu
perjanjian.
3. Suatu hal tertentu.
4. Suatu sebab yang halal.
2.4.3. Prosedur Perjanjian Jual Beli Hak
Milik Atas Tanah
Dalam perjanjian jual beli hak atas tanah ada
2 (dua) hal yang penting diperhatikan, yaitu subyek
dan obyek.
Setelah jual beli itu didaftar, maka dilakukan
penyerahan sertifikat kepada pembeli. Dalam proses
jual beli hak atas tanah biaya-biaya yang harus
dibayarkan adalah meliputi :
1. honoraium notaris/PPAT
2. honorarium saksi-saksi
3. biaya pendaftaran
4. biaya meterai.
III PEMBAHASAN
3.1
Keabsyahan Akta Jual Beli Hak Milik Atas
Tanah Dibawah Tangan
Aktifitas bisnis pada dasarnya senantiasa
dilandasi aspek hukum yang terkait, ibaratnya
sebeuah kereta api hanya akan dapat menuju
tujuannya apabila ditopang dengan rel yang berfungsi
sebagai landasan geraknya. Keberhasilan suatu bisnis
tergantung dari landasan serta struktur perjanjian
yang kuat, sehingga dapat meminimalisir kerugiankerugian dari perjanjian yang dilakukan. Didalam
melakukan perjanjian-perjanjian yang berkaitan
dengan pelaksanaan suatu bisnis selayaknya
dibingkai dengan aturan-aturan yang berlaku
mengenai perjanjian tersebut, agar suatu bisnis yang
didasari dengan perjanjian dapat berjalan sesua
dengan harapan.
Kecakapan untuk melakukan tindakan
ataupun perbuatan hukum pada umumnya dapat
diukur dari:
1. Person (pribadi), diukur dari standar usia
kedewasaan dan
2. Rechtpersoon (badan hukum) diatur dari
aspek kewenangan.
3.2
Kekuatan Pembuktian Akta Jual Beli Hak
Milik atas Tanah Yang Dilegalisasi oleh
Notaris
Sebelum masuk ke pokok pembahasan akan
digambarrkan terlebih dahulu mengenai akta notaris
untuk dapat membandingkan dengan akta yang dibuat
dibawah tangan. Akta merupakan surat yang
ditandatangani, memuat peristiwa-peristiwa atau
perbuatan hukum dan digunakan sebagai alat bukti.
Berdasarkan pengertian akta tersebut, mak
selanjutnya mengenai fungsi akta bagi pihak-pihak
yang berkepentingan dapat dijelaskan sebagai
berikut:
a. Sebagai syarat untuk menyatakan adanya
suatu perbuatan hukum;
b. Sebagai alat pembuktian;
c. Sebagai alat pembuktian satu-satunya.
BAB IV PENUTUP
4.1 Simpulan
Berdasarkan dari apa yang telah diuraikan
diatas, maka dapat ditarik suatu simpulan, yaitu:
1. Perjanjian jual beli hak milik atas tanah
yang dibuat dibawah tangan adalah sah
asalkan dipenuhinya syarat-syarat sahnya
suatu perjanjian sebagai mana tercantum
dalam Pasal 1320 Kitab Undang-undang
Hukum Perdata, namun perjanjian jual beli
hak milik atas tanah yang dibuat dibawah
tangan mempunyai akibat hukum tidak
dapat dapat didaftarkan untub melakukan
balik nama dari penjual ke atas nam pembeli
karena tidak memenuhi syarat akta untuk
dapat didaftarkan peralihan haknya pada
Badan Pertanahan Nasional sesuai dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997
tentang pendaftaran Tanah serta Peraturan
Menteri Negara Agraria/Peraturan Kepala
Badan Pertanahan Nasional sebagai
peraturan pelaksana Peraturan Pemerintah
Nomor 24 tahun 1997 tentang pendaftaran
tanah.
2. Kekuatan pembuktian akta jual beli hak
milik atas tanah setelah dilegalisasi tetap
berupa kekuatan pembutian akta dibawah
tangan yang mempunyai kekuatan
pembuktian yang sah selama para pihak
tidak menyangkalnya, setelah dilegalisasi
pun pembutiannya sama dengan sebelum
dilegalisasi hanya saja setelah dilegalisasi
Jurnal Ilmiah Prodi Magister Kenotariatan, 2013-2014
Page 15
23. dan diberi materai yang cukup sudah dapat
diterima sebagai alat bukti di pengadilan.
4.2 Saran
Saran-saran yang dapat diberikan terkait
dengan akta jual hak milik atas tanah setelah
dilegalisasi oleh Notaris-PPAT adalah
1. Untuk memberikan rasa aman dan nyaman
didalam melakukan perbuatan hukum jual
beli hak milik atas tanah sebaiknya
dilakukan dengan membuat akta otentik
dihadapan pejabat pembuat akta tanah guna
memberikan perlindungan para pihak.
2. Untuk dapat diterima sebagai alat bukti yang
sah dan kuat sehingga dapat digunakan
sebagai alat bukti dipengadilan sebaiknya
setiap surat dibawah tangan yang dibuat
meski dilegalisasi ataupun di waarmeking
sesuai dengan kewenangan pejabat untuk hal
tersebut.
DAFTAR BACAAN
Buku-buku:
Abdulkadir Muhammad, 1982, Hukum Perikatan, Alumni, Bandung.
Agus Yudha Hernoko, 2010, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, Kencana Prenada
Media Group, Jakarta.
Asrul Azwar, 1989, Pengantar Administrasi Kesehatan, PT. Bina Pura Angkasa.
Boedi Harsono. 1971, Undang-Undang Pokok Agraria, Sejarah Penyusunan Isi Dan Pelaksanaan Hukum Agraria,
Jambatan. Jakarta.
Burham Asshota, 2004, Metode penelitian hukum, Rineka cipta, Jakarta.
Berhard Bergmans,1991, Inside Information and Securities Trading, Graham & Trootman, London.
Bernadette M. Waluyo, 1997, Hukum Perlindunagn Konsumen, Bahan Kuliah Universitas Parahyangan.
Dirktorat Jenderal Agraria Departemen Dalam Negeri, 1981, Buku Tuntunan Bagi Pejabat Pembuat Akta Tanah,
Yayasan Hudaya Bina Sejahtera, Jakarta.
DR. Sjaifurrachman, SH.,MH, 2011, Aspek Tanggung Jawab Notaris dalam Pembuatan Akta, Mandar Maju,
Bandung.
Friedmen, 1990, Teori dan Filsafat Hukum, Rajawali Press, Jakarta.
Habib Adjie, 2009, Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik terhadap UU No. 30 Tahun 2004 tantang Jabatan
Notaris), PT. Refika Aditama, Bandung.
Hellen J. Bond & Peter Kay, 1995, Bussines Law, Blackstone Press Limited, London.
Herlien Budiono, 2009, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung.
Hugo Grotius, 1959 “On the rights of war and peace” dalam Clarence Morris, The Great Legal Philosophers,
seected reasing in jurisprudence, University of Pennsylvania press, Philadelphia.
H. Mashudi dan Moch. Chidir Ali, 2001, Pengertian Pengertian Elementer Hukum Perjanjian Perdata, Mandar
Maju, Bandung.
H. Muchsin, Imam Koeswahyono, dan Soimin, 2007, Hukum Agraria Indonesia Dalam Perspektif Sejarah, PT.
Refika Aditama, Bandung.
H.R. Ridwan, 2008, Hukum Administrasi Negara, Cet.IV, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
H.E. Saefullah, Beberapa masalah pokok tentang tanggung jawab pengangkutan udara, Pusat penerbitan UNISBA,
Bandung.
J. De Bruyn Mgz dalam Tan Thong Kie, 2007, Studi Notariat dan Serba-serbi dalam praktek Notaris, Ichtiar Van
Hoeve, Jakarta.
Jurnal Ilmiah Prodi Magister Kenotariatan, 2013-2014
Page 16
24. Jhoni Ibrahim, 2006, Teori dan Metodelogi Penelitin Hukum Normatif, Bayu Publishing, Malang.
Kunthoro Basuki dan Retno Supartinah, 1984, Bunga Rampai Ilmu Hukum, Liberty, Yogyakarta.
Mareim Darus Badrulzaman, 1980, Bab Bab Tentang Hypotheek, Alumni, Bandung.
M. Yahya Harahap, 2005, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, Jakarta.
Munir Fuady, 2006, Teori Hukum Pembuktian, PT. Citra Aditya Bakti, Jakarta.
_________, 1999, Hukum Kontrak (Dari Sudut pandang Hukum Bisnis), PT. Citra Aditya, Bandung.
Prof. Dr. M. Dimyanti Hartono., SH, 2009, Problematika dan Solusi Amandemen Undang-undang Dasar 1945, PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
P.S. Atiyah, 1986. “ Essays on Contract” dalam munir fuady, hukum kontrak dari sudut pandang hukum bisnis,
Citra Aditya Bakti, Bandung.
Peter Mahmud Marzuki,2007, Penelitian Hukum, cet.3, kencana persada media group, Jakarta.
Philipus M.Hadjon. 1994, Pengkajian Ilmu Hukum Dogmatik (Normatif). Dalam majalah yuridika, No. 6 Tahun IX.
_________, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya.
_________, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Sebuah Studi Tenang Prinsip-prinsipnya,
Penangannanya Oleh Pengadilan Dalam Lingkungan Peradian Umum dan Pembentukan Peradilan
Administrasi Negara, Bina Ilmu, Surabaya.
Pitlo, 1978, Pembuktian dan Daluarsa, Alih Bahasa Oleh M. Isa Arief, PT. Intermasa, Jakarta.
Poerwadarminta, 1976, Kamus Umum Bahasa Indonesia, PN. Balai Pustaka, Jakarta.
Ridwan Halim, 1982, Hukum Perdata Dalam Tanya Jawab, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Roscue Pound, 1954, An Introduction to The Philosophy of Law, New Haven, UP.
Setiawan, 1979, Pokok Pokok Hukum Perjanjian, Etna Cipta, Bandung.
Sri Soedewi M. Sofyan, 1980, Hukum Perdata Tentang Hukum Perhutangan, Bagian B, Seksi Hukum Perdata
Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta.
Subekti, 1980, Hukum Pembuktian, Pradnya Paramita, Jakarta.
_______, 1979, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta.
_______, 1969, Hukum Pembuktian, Pradnya Paramita, Jakarta.
Sudikno Mertokusumo, 1980, Beberapa Asas Pebuktian Perdata dan Penerapannya Dalam Praktik, Liberty,
Jogyakarta.
_______, 1986, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta.
Soerjono Soekamnto, 2001, Sosiologi Suatu Pengantar, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Ter Haer, 1974, Asas-asas dan Susunan Hukum Adat, terjemahan Soebekti Poesponoto, Pradnya Paramitha, Jakarta.
Theo Huijbers, 2006, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, kanisius, Yogyakarta.
Urip Santoso, 2005, Hukum Agraria & Hak-hak Atas Tanah, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.
Vollmer, 1970, Inkiding tot de studie van het Nederlands Burgelijk Recht, terjemahan Adiwinarta, yayasan badan
penerbit Gajah Mada, Yogyakarta.
Jurnal Ilmiah Prodi Magister Kenotariatan, 2013-2014
Page 17
25. Peraturan Perundang-undangan:
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk WetBoek), 2004, terjemahan R. Subekti, R. Tjitrosudibio,
Pradnya Paramitha, Jakarta.
Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 117.
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Tesis:
Mahapradnyana, I G.A.B., 2011, “Tanggung Jawab Notaris Terhadap Akta Yang Dibuat Oleh Atau Dihadapannya
Setelah Penyerahan Protokol Berdasarkan Pasal 65 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang
Jabatan Notaris” (Tesis), Denpasar, Universitas Udayana.
Artikel – artikel:
Agus. M Tohar, 1990, Tanggung Jawab Produk, Sejarah dan Perkembangannya, Kerjasama Ilmu Hukum Belanda
dengan Indonesia Proyek hukum Perdata, Denpasar Bali, 3-14 Januari.
Bachtiar Effendi, 1980, Fungsi Akta PPAT. Sebagai Alat Pembuktian Beralihnya Hak Atas Tanah, Berita Pusat
Studi Hukum Tanah No. 3/Tahun III Maret 1980, Diterbitkan oleh Pusat Studi Hukum Tanah Fakultas
Hukum Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin.
Felix O Soebagio, 1993, Perkembangan asas-asas hukum kontrak dalam praktek bisnis selama 25 tahun terakhir,
Disampaikan dalam pertemuan ilmiah “perkembangan hukum kontrak dalam praktek bisnis di Indonesia”
diselenggarakan oleh badan pengkajian hukum nasional, Jakarta, 18 dan 19 Februari 1993.
I Gusti Nyoman Agung, 1996, Peranan Akta PPAT Sehubungan Dengan Jual Beli Tanah Dalam Teori Dan Praktek
(Peradilan), Kertha Patrika, Majalah Huku Dan Masyarakat, No. 35 Tahun XII, Maret 1986.
N.G. Yudara, 2005, Pokok-Pokok Pikiran Dan Fungsi Notaris Serta Akta Notaris Menurut Sistem Hukum di
Indonesia, Majelis Kehormatan Ikatan Notaris Indonesia, Jawa Timur.
HAPUS DAN JATUHNYA HAK MILIK ATAS TANAH KEPADA NEGARA AKIBAT
PEMINDAHAN HAK MILIK SECARA TIDAK LANGSUNG KEPADA
WARGA NEGARA ASING DENGAN AKTA NOTARIS
Oleh
Luh Putu Ayu Devy Susanti*
NIM 1092461007
Mahasiswa Program Magister Kenotariatan Universitas Udayana
e-mail : devy@balihand.com
Pembimbing I : Dr. I Dewa Gede Palguna, SH., MHum.**
Pembimbing II : Ida Bagus Rai Djaja, SH., MH.***
Abstract
One of the reasons of the continued acquisition of land and / or buildings by foreigners with ownership
right status through a nominee agreement made in notarial deed, is due to the vacant norms that regulate the
supervision mechanism and the mechanism of elimination and the fall of land ownership title to the State as a result
of indirect ownership transfer to foreigners through a nominee agreement made in notarial deed. The issues of this
thesis are whether the thought to regulate the prohibition of ownership transfer to foreigners as stipulated in Article
26 paragraph (2) Basic Agrarian Law is still relevant with today’s society and the mechanism of elimination and
the fall of land ownership title to the State as a result of indirect ownership transfer to foreigners in notarial deed.
Type of this research is normative legal research that explains the vacant norms that regulate the
supervision mechanism and the mechanism of elimination and the fall of land ownership title to the State as a result
of indirect ownership transfer to foreigners through a nominee agreement made in notarial deed. The sources of
Jurnal Ilmiah Prodi Magister Kenotariatan, 2013-2014
Page 18
26. legal materials used are primary legal materials, secondary, and tertiary, which is also supported by empirical data
obtained in the field.
The result of this research indicates that the thought to regulate the prohibition of ownership transfer to
foreigners is still relevant with today’s society, in order to keep and protect the existance of Indonesia. And in this
case, the right of State control over land should be implemented properly for people welfare. Further, since the
indirect ownership transfer to foreigners through a nominee agreement is made by Notary, the role of Notary
Supervisory Council, especially the Local Supervisory Council (MPD) in terms of minutes supervision made by
Notaries, becomes very important. And as the authority to declare the elimination and the fall of land ownership
title to the State is under the authority of National Land Agency (BPN), then it is necessary to coordinate between
MPD and BPN to discover the indirect ownership transfer to foreigners, so it can be regulated a technical guidance
of the supervision mechanism and the mechanism of elimination and the fall of land ownership title to the State as a
result of indirect ownership transfer to foreigners in notarial deed.
Keywords : Indirect ownership transfer, Foreign Citizens (foreigners), Notarial Deed, The Elimination of Land
Ownership Title
* Mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan T.A. 2010/2011
** Pembimbing I
*** Pembimbing II
I. Pendahuluan
Setiap tahunnya, Pulau Bali kehilangan
sekitar 750 hektar lahan pertanian untuk alih fungsi
sebagai pendukung infrastruktur pariwisata Bali. Hal
tersebut diungkapkan oleh I Ketut Teneng, Kepala
Bagian Publikasi dan Dokumentasi pada Biro Humas
dan Protokol Pemprov Bali. Semakin sulitnya untuk
bertahan hidup hanya dengan mengandalkan aspek
pertanian, mengakibatkan Bali harus merelakan
lahan-lahan pertaniannya dialih fungsikan sebagai
infrastruktur pariwisata.
Bali yang mengandalkan sektor pariwisata menjadi
incaran para pemilik modal besar. Namun sayang, 80
persen investasi dikuasai asing dan hanya 20 persen
investasi yang dilakukan oleh pemilik modal lokal.
Adapun kawasan yang banyak diincar investor adalah
Kabupaten Badung, Gianyar, Karangasem, dan Kota
Denpasar. Investor yang akan menanamkan
modalnya di Bali berasal dari Amerika Serikat,
Australia, Belanda, Jerman, Kanada, Korea Selatan,
dan Prancis.
Pada saat ini, setidaknya ada dua daerah
yang cukup banyak diminati warga asing untuk
dijadikan tempat menikmati usia senja, yakni Bali
dan Lombok. Menurut Djodi Trisusanto, Vice
President Investment Sales Jones Lang LaSalle
Indonesia, kedua daerah ini memiliki cuaca yang baik
dan relatif jauh dari kebisingan kota. Selain itu,
pantai dan gunung di kedua daerah tersebut juga
memiliki panorama yang indah. Tidak heran kalau
pada saat ini sejumlah wisatawan asing sangat
berminat memiliki properti di kedua daerah tersebut.
Banyak daerah pertanian yang alih fungsi
menjadi villa atau hotel akibat tanah-tanah tersebut
dijual oleh masyarakat Bali karena tergiur dengan
harga jual tanah yang melambung tinggi hingga
milyaran rupiah per are nya. Sebagai contoh, nilai
jual se-are tanah di daerah Legian-Kuta rata-rata di
atas 1 Milyard. Didorong oleh kepentingan sesaat,
banyak masyarakat Bali yang mengalihfungsikan
tanahnya untuk dijual kepada investor yang kemudian
dibangun menjadi hotel-hotel yang kepemilikannya
dikuasai oleh asing.
Menurut Direktur Homeland Realty
Stephanus Setyabudhi, biasanya, warga negara asing
yang membeli tanah dan/atau bangunan dengan status
hak milik mempergunakan cara nominee atau pinjam
nama. Kendati status hukumnya kurang kuat, cara
nominee paling banyak dipergunakan.
Dalam tatanan Hukum Pertanahan Nasional,
hubungan hukum antara orang, baik Warga Negara
Indonesia (WNI) maupun Warga Negara Asing
(WNA), serta perbuatan hukumnya terkait dengan
tanah, telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria (untuk selanjutnya disebut UUPA). Salah
satu prinsip yang dianut oleh UUPA adalah prinsip
nasionalitas. Hanya WNI yang dapat mempunyai
hubungan sepenuhnya dengan tanah. Hubungan yang
dimaksud adalah dalam wujud Hak Milik (HM).
Sedangkan bagi WNA dan Badan Hukum Asing yang
mempunyai perwakilan di Indonesia dapat diberikan
Hak Pakai (HP).
Pasal 20 ayat (1) UUPA menyebutkan
bahwa hak milik adalah hak turun temurun, terkuat
dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah,
dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6. Bahwa
hak milik merupakan hak yang terkuat, berarti hak itu
tidak mudah hapus dan dapat dipertahankan terhadap
gangguan pihak lain.
Pasal 9 UUPA menyatakan bahwa hanya
warga negara Indonesia sajalah yang dapat
mempunyai hubungan sepenuhnya dengan bumi, air
dan ruang udara Indonesia. Hal ini dipertegas lagi
dalam Pasal 21 ayat (1) UUPA yang meyebutkan
bahwa hanya Warga Negara Indonesia dapat
mempunyai hak milik. Ketentuan tersebut jelas
mengandung pengertian bahwa seseorang yang bukan
warga negara Indonesia (orang asing), tidak dapat
mempunyai hak milik atas tanah di Indonesia. Akibat
hukum jika ketentuan ini dilanggar, seperti diatur
dalam Pasal 26 ayat (2) UUPA, yang menyatakan :
Setiap jual-beli, penukaran, penghibahan,
pemberian dengan wasiat dan perbuatan-perbuatan
lain yang dimaksudkan untuk langsung atau tidak
langsung memindahkan hak milik kepada orang
asing, kepada seorang warga negara yang disamping
Jurnal Ilmiah Prodi Magister Kenotariatan, 2013-2014
Page 19
27. kewarganegaraan Indonesianya mempunyai
kewarganegaraan asing atau kepada suatu badan
hukum, kecuali yang ditetapkan oleh Pemerintah
termaksud dalam Pasal 21 ayat 2, adalah batal
karena hukum dan tanahnya jatuh kepada Negara,
dengan ketentuan, bahwa hak-hak pihak lain yang
membebaninya tetap berlangsung serta semua
pembayaran yang telah diterima oleh pemilik tidak
dapat dituntut kembali.
Dalam praktik, tidak sedikit WNA
menguasai tanah yang sebelumnya berstatus hak
milik dengan cara melakukan penyelundupan hukum,
dimana WNA melakukan kesepakatan atau perjanjian
dengan WNI pemegang hak milik atas tanah yang
diperjanjikan. WNI tersebut memberikan
kewenangan melalui ’surat kuasa’ kepada WNA
untuk menguasai dan melakukan perbuatan hukum di
atas tanah hak milik tersebut. Jadi, secara
administratif, tanah hak milik dimaksud terdaftar atas
nama WNI, tetapi fakta di lapangan, WNA-lah yang
menguasai dan melakukan aktivitas di atas tanah hak
milik tersebut. Perjanjian yang sering dilakukan
tersebut biasa disebut dengan perjanjian Nominee.
Dengan menggunakan perjanjian Nominee, WNA
dapat menguasai tanah hak milik dengan cara
mendaftarkan tanah tersebut kepada Badan
Pertanahan Nasional (yang selanjutnya disebut BPN)
atas nama WNI yang ditunjuknya sebagai Nominee.
Praktek penyelundupan hukum tersebut
masih terus terjadi karena belum adanya peraturan
pelaksana dari Pasal 26 ayat (2) UUPA yang akan
menindaklanjuti, baik secara preventif maupun
represif, praktik penyelundupan hukum tersebut di
atas. Dengan kata lain, telah terjadi kekosongan
hukum, khususnya dalam hal mekanisme pengawasan
pemindahan hak milik atas tanah kepada WNA dan
mekanisme hapus dan jatuhnya hak milik atas tanahtanah yang dikuasai WNA tersebut kepada negara.
Sebagaimana disampaikan oleh I Gede
Sukardan Ratmasa, Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten Gianyar, dalam wawancara dengan
penulis pada tanggal 10 Oktober 2011, BPN sebagai
institusi Negara yang mempunyai kewenangan
mengatur pertanahan di Indonesia pun, belum
melakukan suatu tindakan guna menangani masalah
tersebut. Hal ini disebabkan karena belum adanya
Petunjuk Pelaksanaan maupun Petunjuk Teknis, baik
yang diatur dalam Undang-Undang, Peraturan
Pemerintah, maupun Surat Keputusan Kepala BPN.
Sebagaimana telah disebutkan dalam Pasal
26 ayat (2) UUPA, bahwa setiap bentuk pemindahan
hak milik kepada orang asing baik langsung maupun
tidak langsung adalah batal karena hukum dan
tanahnya jatuh kepada Negara. Ketentuan tersebut
ditindaklanjuti dengan ketentuan Pasal 27 huruf a
angka 4 UUPA yang menyebutkan bahwa “Hak milik
hapus bila tanahnya jatuh kepada Negara karena
ketentuan Pasal 21 ayat 3 dan 26 ayat 2.”
Pada kenyataannya, keberadaan Pasal 26
ayat (2) dan Pasal 27 huruf a angka 4 UUPA tersebut
di atas belum mampu menghentikan pemindahan hak
milik secara terselubung kepada WNA. Penulis
melihat bahwa baik UUPA maupun peraturan-
peraturan yang berkaitan dengan pertanahan masih
belum mengatur secara lengkap mengenai
pengawasan terhadap pemindahan hak milik atas
tanah serta mekanisme hapus dan jatuhnya suatu hak
milik atas tanah kepada negara akibat pemindahan
hak milik secara tidak langsung kepada WNA.
Dari latar belakang permasalahan tersebut di
atas, rumusan masalah yang akan dibahas dalam
penelitian ini antara lain : apakah dasar pemikiran
dirumuskannya larangan pemindahan hak milik atas
tanah kepada WNA sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan Pasal 26 ayat (2) UUPA masih relevan
dengan perkembangan masyarakat dewasa ini dan
bagaimanakah mekanisme hapus dan jatuhnya hak
milik atas tanah kepada Negara akibat pemindahan
hak milik secara tidak langsung kepada WNA dengan
akta notaris.
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari
penelitian ini adalah meliputi tujuan umum dan
tujuan khusus. Secara umum penelitian ini dilakukan
sebagai upaya untuk memberikan pemahaman yang
lebih mendalam mengenai pemindahan hak milik
secara tidak langsung kepada WNA yang dilakukan
dengan akta notaris. Dengan pemahaman itu, dapat
diketahui peran Notaris dalam peristiwa hukum
tersebut.. Sedangkan tujuan khusus untuk memberi
deskripsi sekaligus analisis mendalam tentang
relevansi dasar pemikiran dirumuskannya larangan
pemindahan hak milik atas tanah kepada WNA
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 26
ayat (2) UUPA dengan perkembangan masyarakat
dewasa ini dan mekanisme hapus dan jatuhnya hak
milik atas tanah kepada Negara akibat pemindahan
hak milik secara tidak langsung kepada WNA dengan
akta notaris.
II. Metode Penelitian
2.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian hukum
normatif. Menurut Soerjono Soekamto, penelitian
hukum normatif mencakup penelitian terhadap asasasas hukum, penelitian terhadap sistematik hukum,
penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal and
horizontal, perbandingan hukum, dan sejarah hukum.
Penelitian ini berusaha mencari jawaban atas
terjadinya kekosongan norma dalam hal pengawasan
pemindahan hak milik secara tidak langsung kepada
WNA serta mekanisme hapus dan jatuhnya hak milik
atas tanah kepada negara akibat pemindahan hak
milik secara tidak langsung kepada WNA tersebut.
Selain itu, penelitian ini juga merupaakan penelitian
hukum normatif karena berusaha menganalisis
keberadaan norma-norma dalam ketentuan UUPA,
khususnya ketentuan Pasal 26 ayat (2) UUPA yang
berkaitan dengan pemindahan hak milik kepada
WNA, dalam konteks historisnya.
2.2 Jenis Pendekatan
Dalam penelitian ini akan digunakan
jenis pendekatan perundang-undangan (statute
approach), pendekatan konsep hukum (conceptual
approach), dan pendekatan sejarah (historical
approach).
2.3 Sumber Bahan Hukum
Jurnal Ilmiah Prodi Magister Kenotariatan, 2013-2014
Page 20