Makalah ini membahas tentang pentingnya pendidikan dalam perspektif Islam. Pendidikan dipandang sangat penting dalam Islam karena bertujuan membentuk kepribadian manusia menjadi makhluk yang berakhlak mulia dan bertanggung jawab sebagai khalifah di bumi. Alquran dan hadis menekankan pentingnya menuntut ilmu pengetahuan. Pendidikan Islam bertujuan membentuk manusia menjadi hamba Allah yang taat dan bermanfaat bagi umat.
Makalah (pentingnya pendidikan dalam perspektif islam)
1. MAKALAH
PENTINGNYA PENDINDIKAN
DALAM PERSPEKTIF ISLAM
disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam (PAI)
Oleh
NOVIA SENJA KURNIA (120210301037)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2012
2. KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berkat limpahan karunianya
kami dapat menyelesaikan makalah ini.Guna memenuhi tugas matakuliah pendidikan agama
islam.
Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
penyelesaian makalah ini. Terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah membimbing
kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Tak lupa kami ucapkan terimaksih kepada
teman-teman yang telah membantu membuat makalah ini, sehingga dapat terselesaikan dengan
baik.
Kami selaku penulis sudah berusaha sebaik-baiknya untuk menyelesaikan makalah
ini, tak ada gading yang tak retak, kesempurnaan hanya milik-Nya. Tiada suatu usaha yang
besar akan berhasil tanpa dimulai dari usaha yang kecil. Sebagai penanggung jawab atas
karya tulis ini, kami mengharapkan kritik dan saran, serta masukan untuk perbaikan serta
penyempurnaan karya tulis ini.
Akhirnya penulis berharap, semoga hasil karya tulis ini memberikan manfaat dan
dapat dijadikan sebagai wacana untuk memperluas pengetahuan.
Jember 4 Desember 2012
Penulis
3. BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam ajaran Islam, pendidikan memiliki kedudukan yang sangat penting karena manusia
sebagai wakil Allah SWT di muka bumi memikul tugas dan tanggung jawab yang cukup
berat. Oleh karena itu, agar manusia mampu menjalankan tanggung jawabnya dengan baik
diperlukan sikap personalitas yang berkualitas dan ilmu pengetahuan yang sesuai dengan
kehendak Allah. Hal itu hanya dapat dipenuhi melalui proses pendidikan.
Pendidikan berkaitan dengan nilai diri manusia, terutama dalam mencari nilai itu sendiri.
Dengan pendidikan manusia akan mempunyai banyak ketrampilan dan kepribadian.
Ketrampilan dan kepribadian merupakan sekian banyak dari proses yang dialami manusia
untuk menjadi makhluk yang bekualitas baik fisik maupun mental. Pribadi berkualitas dan
berakhlak mulia tidak datang dengan sendirinya, tetapi ada semacam latihan-latihan/
riyadhah. Kebiasaan yang baik akan berakibat baik dan menjadi bagian dari kepribadian
keseharian, sebaliknya kepribadian dan kebisaan sehari-hari yang buruk juga akan berakibat
buruk terhadap kepribadaian dan perbuatan dirinya sendiri.Maka pendidikan dalam
keseharian manusia menjadi penting artinya dalam rangka mengwala manusia menjadi
manusia yang berbudi dan berperadaban yang luhur.
Pendidikan bukan hanya sekedar transfer ilmu, tetapi juga transfer nilai, dengan adanya
transfer ilmu dan nilai-nilai yang baik dimungkinkan manusia menjadi pribad yang tidak
hanya cerdas otaknya, tetapi juga cerdas akhlaknya.Tidak heran jika Allah menyatakan
bahwa kepribadain saja belum cukup, ilmu saja juga belum ada artinya, tetapi jika keduanya,
antara ilmu dan iman sudah menyatu ,maka kepribadian dan ketinggian derajat akan
diperoleh manusia. Hal ini dapat dipahami dari ayat 11 surat Mujadalah,yang artinya :
“Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam
majlis”, Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila
dikatakan: “Berdirilah kamu”, Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang
yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.
dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.(QS. Al Mujadalah: 11).
Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa antara kecerdasan intelektual/ ilmu pengetahuan
dan spiritual/keimanan menjadi kesatuan yang tuh dalam rangka mencapai tujuan mulia,
pencapaian derajat yang tinggi di hadapan Allah. Artinya adalah ilmu saja tidak cukup untuk
mengantarkan manusia menjadi makhluk yang berperadaban dan mempunyai derajat
tertinggi di hadapan Allah. Maka dalam ayat tersebut secara eksplisit dapat dipahami bahwa
untuk mencapai derajat yang tinggi dibutuhkan paling tidak dua variable yaitu ilmu
pengetahuan dan kedalaman keimanan seseorang. Jika kedua variable tersebut telah ada
dalam diri seseorang, maka sangat dimungkinkan derajatnya akan dimuliakan oleh Allah
Swt.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian diatas, maka didapat rumusan masalah sebagai berikut:
Bagaimana pandangan/perspektif Islam tentang pendidikan?
Bagaimana pemerolehan pengetahuan (pendidikan) ?
Bagaimana arah tujuan pemanfaatan pendidikan?
C. TUJUAN
Untuk mengetahui pandanganperspektif Islam tentang pendidikan.
Untuk mengetahui pemerolehan pengetahuan (pendidikan).
Untuk mengetahui arah tujuan pemanfaatan pendidikan.
4. BAB II
PEMBAHASAN
A. PANDANGAN DAN PERSPEKTIF ISLAM TENTANG PENDIDIKAN
Pendidikan menurut Al-Qur’an.
Al-Qur’an telah berkali-kali menjelaskan akan pentingnya pengetahuan. Tanpa
pengetahuan niscaya kehidupan manusia akan menjadi sengsara. Tidak hanya itu, al-
Qur’an bahkan memposisikan manusia yang memiliki pengetahuan pada derajat yang
tinggi. al-Qur’an surat al-Mujadalah ayat 11 menyebutkan: “…Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa derajat…”.
Al-Qur’an juga telah memperingatkan manusia agar mencari ilmu pengetahuan,
sebagaimana dalam al-Qur’an surat at-Taubah ayat 122 disebutkan:“Mengapa tidak
pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam
pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya
apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”.
Dari sini dapat dipahami bahwa betapa pentingnya pengetahuan bagi
kelangsungan hidup manusia. Karena dengan pengetahuan manusia akan mengetahui
apa yang baik dan yang buruk, yang benar dan yang salah, yang membawa manfaat
dan yang membawa madharat.
Dalam sebuah sabda Nabi saw. Dijelaskan :“Mencari ilmu adalah kewajiban
setiap muslim”. (HR. Ibnu Majah). Hadits tersebut menunjukkan bahwa Islam
mewajibkan kepada seluruh pemeluknya untuk mendapatkan pengetahuan. Yaitu,
kewajiban bagi mereka untuk menuntut ilmu pengetahuan.Islam menekankan akan
pentingnya pengetahuan dalam kehidupan manusia. Karena tanpa pengetahuan
niscaya manusia akan berjalan mengarungi kehidupan ini bagaikan orang tersesat,
yang implikasinya akan membuat manusia semakin terlunta-lunta kelak di hari
akhirat.
Imam Syafi’i pernah menyatakan:“Barangsiapa menginginkan dunia, maka harus
dengan ilmu. Barangsiapa menginginkan akhirat, maka harus dengan ilmu. Dan
barangsiapa menginginkan keduanya, maka harus dengan ilmu”. Dari sini, sudah
seyogyanya manusia selalu berusaha untuk menambah kualitas ilmu pengetahuan
dengan terus berusaha mencarinya hingga akhir hayat.Dalam al-Qur’an surat Thahaa
ayat 114 disebutkan:“Katakanlah: ‘Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu
pengetahuan’.”
Paradigma pendidikan dalam Alquran juga tidak lepas dari tujuan Allah SWT
menciptakan manusia itu seindiri, yaitu pendidikan penyerahan diri secara ikhlas
kepada sang Kholik yang mengarah pada tercapainya kebahagiaan hidup dunia
maupun akhirat, sebagaimna Firman-Nya dalam QS. Adz-Dzariyat: 56 : "Tidak
semata-mata kami ciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah". Menurut
Armai Arief (2007:175) " bahwa tujuan pendidikan dalam Alquran adalah membina
manusia secara pribadi dan kelompok, sehingga mampu menjalankan fungsinya
sebagai hamba Allah SWT. dan kholifah-Nya, guna membangun dunia ini sesuai
dengan konsep yang diciptakan Allah".
Pendidikan dalam perspektif Alquran dapat dilihat bagaimana Luqman Al-Hakim
memberikan pendidikan yang mendasar kepada putranya, sekaligus memberikan
contohnya, juga menunjukkan perbuatannya lewat pengamalan dan sikap mental yang
dilakukannya sehari-hari dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Diantara wasiat pendidikan 'monumental' yang dicontohkan Luqman lewat materi
billisan dan dilakukannya lewat bilamal terlebih dahulu adalah: Jangan sekali-kali
menyekutukan Allah, berbuat baiklah kepada kedua orang tua, jangan mengikuti
seruan syirik, ingatlah bahwa manusia itu pasti mati, hendaklah kita tetap merasa
diawasi oleh Allah, hendaklah selalu mendirikan sholat, kerjakan selalu yang baik dan
tinggalkan perbuatan keji, jangan suka menyombongkan diri, sederhanalah dalam
bepergian, dan rendahkanlah suaramu.
Walaupun sederhana materi dan metode yang diajarkan Luqman Al-Hakim
kepada putranya termasuk kepada kita semua yang hidup di jaman modern ini, namun
betapa cermat dan mendalam filosofi pendidikan serta hikmah yang dimiliki Luqman
untuk dapat dipelajari oleh generasi berikutnya sampai akhir jaman.
5. Konsep pendidikan dalam perspektif Alquran yang direfleksikan Allah SWT dalam
QS.Luqman(31):12-19 selengkapnya berbunyi :
12. Dan sesungguhnya telah kami berikan hikmah kepada Luqmman, yaitu : "
bersyukurlah kepada Allah. Dan barang siapa bersyukur (kepada Allah) maka
sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri, dan barang siapa tidak bersyukur,
maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”.
13. Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya di waktu ia memberi
pelajaran kepada anaknya: "Hai anakku, janganlah engkau mempersekutukan Allah,
sesungguhnya mempersekutukan (Allah) itu adalah benar-benar kedzaliman yang
besar".
14. Dan Kami perintahkan kepada manusia terhadap dua orang ibu-bapak; ibunya
telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah lemah, dan
menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu-
bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.
15. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu
yang tidak ada pengetahuannya tentang itu, maka janganlah engkau mengikuti
keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang
yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka
kuberikan kepadamu apa yang telah engkau kerjakan.
16. (Luqman berkata): "Hai anakkua, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan)
seberat biji sawi dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya
Allah akan mendatangkannya (membalasnya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi
Maha Mengetahui”.
17. Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan
cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang
menimpamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan
(oleh Allah).
18. Dan janganlah engkau memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan
janganlah engkau berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.
19. Dan sederhanalah engkau dalam berjalan dan lunakkan suaramu. Sesungguhnya
seburuk-buruk suara adalah suara keledai.
Ketokohan Luqman Al-Hakim seperti dijelaskan di atas merupakan suatu
keniscayaan dalam dunia pendidikan, hingga dapat melahirkan para ahli pendidikan
dibidangnya masing-masing sejak Alquran dilauncingkan oleh pembawa risalah
terakhir Rosululloh Muhammad SAW empat belas abad yang lalu hingga sekarang
bahkan sampai akhir jaman. Islam memandang dan memposisikan sendi-sendi
keilmuan atau ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai sesuatu yang sangat utama
dan urgen. Ia merangkul iptek sedemikian rupa sehingga menganggap suci dan
disamakan derajatnya dengan jihad bagi perjuangan orang-orang yang berilmu dan
yang mencari ilmu, juga karya-karya yang mereka temukan tentang fenomena dan
rahasia alam semesta ini. Hal ini dijelaskan dengan firman Allah dalam QS. Al-
Mujadiah ayat 11 :
"Allah meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang
Diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”.
Ilmu pengetahuan yang dituju oleh Alquran menurut Widodo (2007: 161) adalah ilmu
pengetahuan dengan pengertiannya yang menyeluruh, yang mengatur segala yang
berhubungan dengan kehidupan dan tidak terbatas pada ilmu syariah dan akidah saja.
Ia mencakup berbagai disiplin ilmu seperti ilmu sosial, ekonomi, sejarah, fisika,
biologi, matematika, astronomi, dan geografi dalam bentuk gejala-gejala umum,
general ideas, atau grand theory yang perlu dikem,bangkan lagi oleh akal manusia.
Dalam pandangan yang bersifat internal-global, ilmu-ilmu dalam Alquran dapat
dijabarkan ke dalam masalah-masalah akidah, syariah, ibadah, muamalah, akhlak,
kisah-kisah lampau,berita-berita akan dating, dan ilmu pengetahuan ilahiah lainnya.
Demikian lengkapnya berbagai ilmu yang terdapat dalam Alquran, tidak terkecuali
masalah sains dan matematika. Tentang term ini Fahmi Basya (1427H: 95)
menjelaskan bahwa Matematika Islam ialah matematika yang menjadikan Alquran
6. dan Sunnah Nabi sebagi postulat. Hal itu sejalan dengan apa yang dikatakan Nabi
Muhammad SAW bahwa :
" Aku tinggalkan untuk kalian dua urusan, kamu tidakakan tersesat selama berpegang
kepada keduanya, yaitu Kitab Allah (Alquran) dan Sunnah Rasul Allah (Hadits)."
Sebab itu masih menurut dia, dalam Matematika Islam, kita tidak lagi perlu
membuktikan suatu data yang datang dari Allah dan Rasul-Nya, sekalipun nanti
dalam perjalananya, Matematika Islam seolah membuktikan kebenaran sunnah-
sunnah Nabi. Data bilangan dari Alquran dan Nabi, diolah dan dibuat model
matematikanya. Untuk memperjelas penemuannya dia mengutip QS. Al-Hasyr ayat
21 sebagai berikut :
'Kalau Kami turunkan Al-quran ini kepada gunung, sungguh kamu lihat dia tunduk
terpecah belah dari takut kepada Allah. Dan Dan itu perumpamaan yang Kami adakan
untuk manusia supaya mereka berfikir”.
Cuplikan ayat di atas menjelaskan bahwa Alquran adalah suatu Formula. Oleh karena
itu diakhir ayat tadi dikatakan 'itu perumpamaan yang kami adakan untuk manusia
supaya mereka berfikir’.
Fenomena ini menandakan bahwa Alquran berisi Sains yang perlu difikirkan.
Pendidikan Menurut Perspektif Islam.
Dalam ajaran Islam, pendidikan memiliki kedudukan yang sangat penting karena
manusia sebagai wakil Allah SWT di muka bumi memikul tugas dan tanggung jawab
yang cukup berat. Oleh karena itu, agar manusia mampu menjalankan tanggungjawabnya
dengan baik diperlukan sikap personalitas yang berkualitas dan ilmu pengetahuan yang
sesuai dengan kehendak Allah.Hal itu hanya dapat dipenuhi melalui proses pendidikan.
Tugas manusia yang pertama adalah menjadi hamba Allah yang taat,sebagaimana
firman Allah dalam Al Quran Surat Adz-Dzariyat 56, yang artinya:
”Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mengabdi(ibadah)
kepada-Ku.”. Manusia diperintah untuk beribadah hanya kepada Allah,karena tidak ada
tuhan selain Dia. “Sembahlah Allah, sekali-kali tak ada tuhanbagimu selain-Nya”(Q.S.
Al-A’raaf: 59).
Tugas manusia yang kedua adalah sebagai khalifah di muka bumi,yang menuntut
tanggung jawab yang berat. Tanggung jawab tersebut berkaitan erat dengan pernyataan
Allah dalam Al Quran surat Al Baqarah ayat 30, yang artinya:”Ingatlah ketika Allah
berfirman kepada malaikat: Aku akan menciptakanseorang khalifah di muka bumi”.Bumi
yang merupakan tempat tinggal bagi manusia untuk sementara, pengelolaanya diserahkan
kepada manusia. Hal ini ditegaskan oleh Allah dalam Al Quran surat Al-An’am ayat 165
yang artinya :“Dan Dialah yang menjadikan kamu pengelola bumi”.Mengelola berarti
menjaga,memelihara,melestarikan,memberdayakan dan memanfaatkannya untuk
dijadikan sarana penunjang dalam beribadah kepada Allah. Bukan sebaliknya, yakni
menciptakan kerusakan di muka bumi atau merasa bangga menjadi perusak alam.Allah
sangat membenci orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi dan malapetaka
akan menimpa manusia itu sendiri apabila memperlakukan alam sekehendak
hatinya,sebagaimana firman-Nya dalam surat Ar-Rum ayat 41 yang artinya :
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan tangan manusia, supaya Allah
merasakan kepada merekasebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka
kembali (ke jalan yangbenar)”.
Diangkatnya manusia sebagai khalifah tidak semata-mata perintah Allah,melainkan ada
kesanggupan dari manusia itu sendiri, setelah makhluk lain menolaknya karena khawatir
akan menghianatinya. Dengan kata lain, hanya manusia yang sanggup mengemban
amanah Allah yang maha berat itu. (QS.AlAhzab: 72) .Penghambaan manusia kepada
Allah yang dibuktikan dalam bentuk beribadah kepada-Nya, pada hakekatnya merupakan
perwujudan rasa syukur atas segala karunia dan ni’mat Allah. Orang yang beriman
menyadari bahwa dirinya telah menerima limpahan kasih sayang yang tak terhingga dari
Allah, dengan diangkatnya derajat manusia yang lebih tinggi dari mahkluk lainnya.
Diberinya akal dan kemampuan berpikir merupakan sarana yang ampuh dalam rangka
mengemban tugas sebagai khalifah.
Proses pendidikan tidak dapat dipisahkan dengan peranan akal, sehingga pentingnya
pendidikan dalam pandangan Islam berkaitan erat dengan penggunaan akal, hati, dan
pancaindera untuk berpikir dan mendekatkan diri kepada Allah.Alangkah ruginya
manusia yang telah banyak menerima karunia dariAllah,tetapi tidak mau
7. menggunakannya untuk memikirkan ciptaan,kekuaaan,keesaan, dan keagungan sang
Maha Pencipta (Allah SWT).
Derajat manusia yang tinggi itu dapat jatuh ke tempat yang lebih rendah dari bintang
(QS.Al-A’raf:179).Betapa pentingnya pendidikan, karena hanya dengan proses
pendidikanlah manusia dapat mempertahankan eksistensinya sebagai manusia yang
mulia,melalui pemberdayaan potensi dasar dan karunia yang telah diberikan Allah.Apabil
a semua itu dilupakan dengan mengabaikan pendidikan,manusia akan kehilangan jati
dirinya.Namun perlu digaris bawahi, bahwa pendidikan yang dimaksud adalah
pendidikan berdasarkan konsep Islam sesuai dengan petunjuk Allah. Secara garis besar,
konsepsi pendidikan dalam Islam adalah mempertemukan pengaruh dasar dengan
pengaruh ajar. Pengaruh pembawaan dan pengaruh pendidikan diharapkan akan menjadi
satu kekuatan yang terpadu yang berproses ke arah pembentukn kepribadian yang
sempurna.Oleh karena itu, pendidikan dalam Islam tidak hanya menekankan kepada
pengajaran yang berorientasi kepada intelektualitas penalaran, melainkan lebih
menekankan kepada pendidikan yang mengarah kepada pembentukan keribadian yang
utuh dan bulat.Pendidikan Islam menghendaki kesempurnaan kehidupan yang tuntas
sesuai dengan firman Allah pada surat Al Baqarah ayat 208, yangartinya :
“Wahai orang-orang yang beriman,masuklah kamu ke dalam Islam secara
keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan.Sesungguhnya
syaitan itu musuh yang nyata bagimu”.
Bagi manusia pendidikan penting sebagai upaya menanamkan dan
mengaktualisasikan nilai-nilai Islam pada kehidupan nyata melalui pribadi-pribadi
muslim yang beriman dan bertakwa, sesuai dengan harkat dan derajatkemanusiaan
sebagai khalifah di atas bumi.Penghargaan Allah terhadap orang-orang yang berilmu dan
berpendidikan dilukiskan pada ayat berikut. “Allah akan meninggikan orang-orang yang
beriman di antara kamu dan orang-orang yangdiberi pengetahuan derajat (yang
banyak) (QS. Al Mujadalah 11“. “Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai ilmu
pengetahuan jika kamu tidak mengetahui” (QS, An-Nahl 43). “
Katakanlah :”Adakah sama orang-orang yangmengetahui dengan orang-orang yang
tidakmengetahui”(QS.Az.Zumar:9).Pentingnya pendidikan telah dicontohkan oleh Allah
pada wahyu pertama, yaitu surat Al-Alaq ayat 1-5 yang banyak mengandung isyarat-
isyarat pendidikan dan pengajaran dengan makna luas dan mendalam. Prilaku
NabiMuhammad saw sendiri, selama hayatnya sarat dengan nilai-nilai pendidikan yang
tinggi.Dari kutipan-kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam ajaran Islam
pendidikan menduduki posisi yang sangat penting. Mengingat bahwa keberadaan
manusia di dunia ini mengemban tugas dan tanggung jawab yang berat,sebagai hamba
Allah maupun sebagai khalifah di muka bumi.Kedua tugas tersebut dalam pelaksanaanya
merupakan satu kesatuan yang terintegrasi di dalam perilaku seseorang.Dengan
demikian,pendidikan memegang peranan peting dalam membentuk manusia yang
bersedia mengabdi kepada Allah,dengan menyelaraskan aktivitas peribadatan dalam
konteks hablum minallah,hablum minannas, dan hablum minal’alam.
Pemerolehan Pengetahuan (Pendidikan).
Pendidikan Islam memiliki karakteristik yang berkenaan dengan cara memperoleh dan
mengembangkan pengetahuan serta pengalaman. Anggapan dasarnya ialah setiap manusia
dilahirkan dengan membawa fitrah serta dibekali dengan berbagai potensi dan kemampuan
yang berbeda dari manusia lainnya. Dengan bekal itu kemudian dia belajar: mula-mula
melalui hal yang dapat diindra dengan menggunakan panca indranya sebagai jendela
pengetahuan; selanjutnya bertahap dari hal-hal yang dapat diindra kepada yang abstrak, dan
dari yang dapat dilihat kepada yang dapat difahami. Sebagaimana hal ini disebutkan dalam
teori empirisme dan positivisme dalam filsafat. Dalam firman Allah Q.s. an-Nahl ayat 78
disebutkan:
رَ صاَ بْ والَةَ دَ ئِ فْ والَمْ كُ لّ عَ لَهُ لّ والَ نَ روُ كُ شْ تَمْ كُ جَ رَ خْ أَنْ مِنِ طوُ بُمْ كُ تِ هاَ مّ أُل
نَ موُ لَ عْ تَئاً يْ شَلَ عَ جَ وَمُ كُ لَعَ مْ سّ ال
8. “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu
bersyukur”.[1]
Dengan pendengaran, penglihatan dan hati, manusia dapat memahami dan
mengerti pengetahuan yang disampaikan kepadanya, bahkan manusia mampu
menaklukkan semua makhluk sesuai dengan kehendak dan kekuasaannya. Dalam al-
Qur’an surat al-Jatsiyah ayat 13 disebutkan:
وَرَ خّ سَمْ كُ لَمافيِتِ سماواّ الوماَفيِضِ رْ لَْ اجميعاَهُ نْ مِنّ إِفيكَ لِ ذتٍ لياَمٍ وْ قَ لِ
نَ روُ كّ فَ تَ يَوَرَ خّ سَمْ كُ لَمافيِتِ سماواّ الوماَفيِضِ رْ لَْ اجميعاَهُ نْ مِنّ إِفيكَ لِ ذ
تٍ لياَمٍ وْ قَ لِنَ روُ كّ فَ تَ يَ
“Dan dia menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya,
(sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir”.
Namun, pada dasarnya proses pemerolehan pengetahuan adalah dimulai dengan
membaca, sebagaimana dalam al-Qur’an surat al-‘Alaq ayat 1-5:
) قَ ) لَ )خَ ) ذ يِخ يَلِّذا كَ ) ِبّر َكَ ) مِخ ي سْم ِبساِخ ي أْمرَ ) قْما1) قٍ ) لَ )عَ ) نْم مِخ ي نَ ) سساَ ) نْملْمِخ ي ا قَ ) لَ )خَ ) (2) مُ ) رَ ) كْم لْمَ ) ا كَ ) ِبّر َكَ ) وَ ) أْمرَ ) قْما (3مَ ) لِّذعَ ) ذ يِخ يَلِّذا (
) مِخ ي لَ )قَ )َلِْبسامِخ ي4) مْم لَ )عْم يَ ) مْم َلَ ) مساَ ) نَ ) سساَ ) نْملْمِخ ي ا مَ ) لِّذعَ ) (5
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan (1), Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah (2). Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha
Pemurah (3), Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam (4), Dia mengajar
kepada manusia apa yang tidak diketahuinya (5)”.
Dalam pandangan Quraish Shihab kata Iqra’ terambil dari akar kata yang berarti
menghimpun. Dari menghimpun lahir aneka makna seperti menyampaikan, menelaah,
mendalami, meneliti, mengetahui ciri sesuatu, dan membaca teks tertulis maupun
tidak.Wahyu pertama itu tidak menjelaskan apa yang harus dibaca, karena al-Qur’an
menghendaki umatnya membaca apa saja selama bacaan tersebut bismi Rabbik, dalam
arti bermanfaat untuk kemanusiaan. Iqra’ berarti bacalah, telitilah, dalamilah, ketahuilah
ciri-ciri sesuatu; bacalah alam, tanda-tanda zaman, sejarah, maupun diri sendiri, yang
tertulis maupun yang tidak. Alhasil, objek perintah iqra’ mencakup segala sesuatu yang
dapat dijangkaunya.[2]. Sebagaimana dalam al-Qur’an surat Yunus ayat 101 disebutkan:
لِ ا قُراواُ ظُ نْظاذاَامذاَاف يِ اتِ ا اواَا مذاَا سَّ الضِ ا رْظ لْظَا اواَامذاَا اوَان يِ اغْظ تُتُ يذاَالْظ ارُ ذُنُّاوالَانْظ عَامٍ لوْظ قَالَانَا نوُمِ ا ؤْظ يُ
“Katakanlah: ‘Perhatikanlah apa yaag ada di langit dan di bumi”.
Al-Qur’an membimbing manusia agar selalu memperhatikan dan menelaah alam
sekitarnya. Karena dari lingkungan ini manusia juga bisa belajar dan memperoleh
pengetahuan.Dalam al-Qur’an surat asy-Syu’ara ayat 7 juga disebutkan:
مْظ لَااوَا أَااواْظ رَا يَال ىَاإِ اضِ ا رْظ لْظَا امْظ كَانذاَاتْظبَاأنَاهذاَا فهيِ امنِ الِّ كُجٍ ل اوْظ زَامٍ لريِ ا كَا
“Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya kami tumbuhkan
di bumi itu pelbagai macam tumbuh-tumbuhan yang baik?”.
Demikianlah, al-Qur’an secara dini menggarisbawahi pentingnya “membaca” dan
keharusan adanya keikhlasan serta kepandaian memilih bahan bacaan yang tepat.
[3].Namun, pengetahuan tidak hanya terbatas pada apa yang dapat diindra saja.
Pengetahuan juga meliputi berbagai hal yang tidak dapat diindra. Sebagaimana tertuang
dalam al-Qur’an surat Al-Haqqah ayat 38-39:
9. “Maka Aku bersumpah dengan apa yang kamu lihat (38). Dan dengan apa yang tidak
kamu lihat (39)”.
Dengan demikian, objek ilmu meliputi materi dan nonmateri, fenomena dan
nonfenomena, bahkan ada wujud yang jangankan dilihat, diketahui oleh manusia pun
tidak. Dalam al-Qur’an surat Al-Nahl ayat 8 disebutkan:
“Allah menciptakan apa yang kamu tidak mengetahuinya”.[4]
Sebagaimana telah dipaparkan di atas, dalam pengetahuan manusia tidak hanya
sebatas apa yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup manusia, namun juga semua
pengetahuan yang dapat menyelamatkannya di akhirat kelak.Islam mengehendaki
pengetahuan yang benar-benar dapat membantu mencapai kemakmuran dan
kesejahteraan hidup manusia. Yaitu pengetahuan terkait urusan duniawi dan ukhrowi,
yang dapat menjamin kemakmuran dan kesejahteraan hidup manusia di dunia dan di
akhirat.Pengetahuan duniawi adalah berbagai pengetahuan yang berhubungan dengan
urusan kehidupan manusia di dunia ini. Baik pengetahuan moderen maupun pengetahuan
klasik. Atau lumrahnya disebut dengan pengetahuan umum. Sedangkan pengetahuan
ukhrowi adalah berbagai pengetahuan yang mendukung terciptanya kemakmuran dan
kesejahteraan hidup manusia kelak di akhirat. Pengetahuan ini meliputi berbagai
pengetahuan tentang perbaikan pola perilaku manusia, yang meliputi pola interaksi
manusia dengan manusia, manusia dengan alam, dan manusia dengan Tuhan. Atau biasa
disebut dengan pengetahuan agama.Pengetahuan umum (duniawi) tidak dapat diabaikan
begitu saja, karena sulit bagi manusia untuk mencapai kebahagiaan hari kelak tanpa
melalui kehidupan dunia ini yang mana dalam menjalani kehidupan dunia ini pun harus
mengetahui ilmunya. Demikian halnya dengan pengetahuan agama (ukhrowi), manusia
tanpa pengetahuan agama niscaya kehidupannya akan menjadi hampa tanpa tujuan.
Karena kebahagiaan di dunia akan menjadi sia-sia ketika kelak di akhirat menjadi nista.
Islam selalu mengajarkan agar manusia menjaga keseimbangan, baik
keseimbangan dhohir maupun batin, keseimbangan dunia dan akhirat. Dalam Qs. Al-
Mulk ayat 3 disebutkan:
“Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada
ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah
berulang-ulang! Adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?”.
Dalam al-Qur’an surat ar-Ra’d ayat 8 juga disebutkan:
“Segala sesuatu di sisi-Nya memiliki ukuran”.
Dari sini dapat dipahami bahwa Allah selalu menciptakan segala sesuatu dalam
keadaan seimbang, tidak berat sebelah. Demikian halnya dalam penciptaan manusia.
Manusia juga tercipta dalam keadaan seimbang. Dari keseimbangan penciptaannya,
manusia diharapkan mampu menciptakan keseimbangan diri, lingkungan dan alam
semesta. Karena hanya manusia yang mampu melakukannya sebagai bentuk dari
kekhalifahan manusia di muka bumi.
Dalam al-Qur’an surat al-Qashash ayat 77 disebutkan:
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri
akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan
berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu,
dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”.
10. Manusia tidak dianjurkan oleh Islam hanya mencari pengetahuan yang hanya
berorientasi pada urusan akhirat saja. Akan tetapi, manusia diharapkan tidak melupakan
pengetahuan tentang urusan dunia. Meskipun kehidupan dunia ini hanyalah sebuah
permainan dan senda gurau belaka, atau hanyalah sebuah sandiwara raksasa yang
diciptakan oleh Tuhan semesta alam. Namun, pada dasarnya manusia diharapkan mampu
menjaga keseimbangan dirinya dalam menjalani realita kehidupan ini, termasuk dalam
mencari pengetahuan.Al-Qur’an surat al-An’aam ayat 32 menyebutkan:
“Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan
sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka
tidakkah kamu memahaminya?”.
Islam menghendaki agar pemeluknya mempelajari pengetahuan yang dipandang
perlu bagi kelangsungan hidupnya di dunia dan di akhirat kelak. Dalam al-Qur’an surat
al-Baqoroh ayat 201 disebutkan:
“Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan
di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka”.Kebaikan
(hasanah) dalam bentuk apapun tanpa didasari ilmu, niscaya tidak akan terwujud. Baik
berupa kebaikan duniawi yang berupa kesejahteraan, ketenteraman, kemakmuran dan lain
sebagainya. Apalagi kebaikan di akhirat tidak akan tercapai tanpa adanya pengetahuan
yang memadai. Karena segala bentuk keinginan dan cita-cita tidak akan terwujud tanpa
adanya usaha dan pengetahuan untuk mencapai keinginan dan cita-cita itu sendiri.
Pemanfaatan Pengetahuan (Orientasi Pendidikan).
Manusia memiliki potensi untuk mengetahui, memahami apa yang ada di alam
semesta ini. Serta mampu mengkorelasikan antara fenomena yang satu dan fenomena
yang lainnya. Karena hanya manusia yang disamping diberi kelebihan indera, manusia
juga diberi kelebihan akal. Yang dengan inderanya dia mampu memahami apa yang
tampak dan dengan hatinya dia mampu memahami apa yang tidak nampak. Dalam al-
Qur’an surat al-Baqarah ayat 31 disebutkan:
“Allah mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya”.
Yang dimaksud nama-nama pada ayat tersebut adalah sifat, ciri, dan hukum sesuatu. Ini
berarti manusia berpotensi mengetahui rahasia alam raya.
Adanya potensi itu, dan tersedianya lahan yang diciptakan Allah, serta
ketidakmampuan alam raya membangkang terhadap perintah dan hukum-hukum Tuhan,
menjadikan ilmuwan dapat memperoleh kepastian mengenai hukum-hukum alam.
Karenanya, semua itu mengantarkan manusia berpotensi untuk memanfaatkan alam yang
telah ditundukkan Tuhan.[5]
Namun, di sisi lain manusia juga memiliki nafsu yang cenderung mendorong manusia
untuk menuruti keinginannya. Nafsu jika tidak terkontrol maka yang terjadi adalah
keinginan yang tiada akhirnya. Nafsu juga tidak jarang menjerumuskan manusia dalam
lembah kenistaan. Dalam al-Qur’an surat Yusuf ayat 53 disebutkan:
“Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi
rahmat oleh Tuhanku”.
Al-Qur’an menandaskan bahwa umat Islam adalah umat terbaik, yang mampu
menciptakan lingkungan yang baik, kondusif, yang bermanfaat bagi seluruh alam. Karena
11. sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.Dalam al-
Qur’an surat Ali Imron ayat 110 disebutkan:
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada
yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah”.
Sabda Nabi saw.:
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat”.
Pisau akan sangat berguna ketika digunakan oleh orang yang berpikiran positif
dan ahli dalam menggunakan pisau. Sebaliknya, ketika pisau digunakan oleh orang yang
berpikiran negatif, niscaya bukan kemanfaatan dan kemaslahatan yang akan dihasilkan
dari pisau itu, melainkan kemadharatan.
Demikian halnya dengan pengetahuan, ketika penggunaannya bertujuan untuk
mencapai kemanfaatan niscaya pengetahuan itu pun akan bermanfaat. Namun sebaliknya,
ketika pengunaan pengetahuan digunakan untuk kemadharatan, maka kemadharatan
itulah yang akan didapat.Ilmu pengetahuan adalah sebuah hubungan antara pancaindera,
akal dan wahyu. Dengan pancaindera dan akal (hati), manusia bisa menilai sebuah
kebenaran (etika) dan keindahan (estetika). Karena dua hal ini adalah piranti utama bagi
manusia untuk mendapatkan pengetahuan. Namun, disamping memiliki kelebihan, kedua
piranti ini memiliki kekurangan. Sehingga keduanya masih membutuhkan penolong
untuk menunjukkan tentang hakikat suatu kebenaran, yaitu wahyu. Dan dengan wahyu
manusia dapat memahami posisinya sebagai khalifah fil ardh.[6]
Wahyu yang diturunkan kepada manusia tidak hanya berisikan perintah dan
larangan saja, akan tetapi lebih dari itu al-Qur’an juga membahas tentang bagaimana
seharusnya hidup dan menghargai kehidupan. Dan tidak terlepas juga di dalam al-Qur’an
dikaji tentang sains dan teknologi sehingga tidaklah berlebihan jika kita menyebutnya
sebagai kitab sains dan medis[7].Namun, berbagai bentuk kemajuan sains dan teknologi
serta ilmu pengetahuan tanpa didasari tujuan yang benar, niscaya hanya akan menjadi
sebuah bumerang yang menghancurkan kehidupan manusia. Karena tidak jarang saat ini
manusia malah mengalami kejenuhan, kehampaan jiwa, hedonisme, materialisme bahkan
dekadensi moral yang tidak jarang pula implikasinya merugikan diri mereka sendiri
bahkan lingkungan sekitar. Padahal dengan adanya kemajuan sains dan teknologi
kehidupan manusia diharapkan menjadi lebih mudah, efisien, instan, yang bukan malah
menimbulkan tekanan jiwa dan kerusakan lingkungan.
Dalam Islam telah digariskan aturan-aturan moral penggunaan pengetahuan.
Apapun pengetahuan itu, baik kesyaritan maupun lainnya, teoritis maupun praktis, ibarat
pisau bermata dua yang dapat digunakan pemiliknya untuk berlaku munafik dan berkuasa
atau berbuat kebaikan dan mengabdi kepada kepentingan umat manusia. Pengetahuan
tentang atom umpamanya, dapat digunakan untuk tujuan-tujuan perdamaian dan
kemanusiaan, tapi dapat pula digunakan untuk menghancurkan kebudayaan manusia
melalui senjata-senjata nuklir.[8]
Al-Qur’an juga telah menegaskan bahwa kerusakan di muka bumi adalah akibat dari ulah
manusia sendiri. Dalam al-Qur’an surat ar-Rum ayat 41 disebutkan:
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena perbuatan tangan
manusia”.
Manusia adalah makhluk yang memiliki tanggung jawab, yaitu tanggung jawab menjadi
khalifah fil ardh. Kekhalifahan manusia adalah salah satu bentuk dari ta’abbud-nya
kepada sang Khalik. Sedangkan ta’abbud adalah tugas pokok dari penciptaan manusia,
sekaligus menggali, mengatur, menjaga dan memelihara alam semesta ini. Sebagaimana
telah dijelaskan dalam al-Qur’an surat adz-Dzariyat ayat 56:
12. “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku”.
Dalam al-Qur’an surat al-A’raf ayat 85 disebutkan:
“Sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu kurangkan bagi
manusia barang-barang takaran dan timbangannya, dan janganlah kamu membuat
kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. Yang demikian itu lebih baik
bagimu jika betul-betul kamu orang-orang yang beriman“.
Pemanfaatan pengetahuan harus ditujukan untuk mendapatkan kemanfaatan dari
pengetahuan itu sendiri, menjaga keseimbangan alam semesta ini dengan melestari-kan
kehidupan manusia dan alam sekitarnya, yang sekaligus sebuah aplikasi dari tugas
kekhalifahan manusia di muka bumi. Dan pemanfaatan pengetahuan adalah bertujuan
untuk ta’abbud kepada Allah swt., Tuhan semesta alam. Wallahu a’lam.
13. BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari deskripsi singkat di atas, dapat dipahami bahwa al-Qur’an telah
memberikan rambu-rambu yang jelas kepada kita tentang konsep pendidikan yang
komperehensif. Yaitu pendidikan yang tidak hanya berorientasi untuk kepentingan
hidup di dunia saja, akan tetapi juga berorientasi untuk keberhasilan hidup di akhirat
kelak. Karena kehidupan dunia ini adalah jembatan untuk menuju kehidupan
sebenarnya, yaitu kehidupan di akhirat.
Manusia sebagai insan kamil dilengkapi dua piranti penting untuk
memperoleh pengetahuan, yaitu akal dan hati. Yang dengan dua piranti ini manusia
mampu memahami “bacaan” yang ada di sekitarnya. Fenomena maupun nomena
yang mampu untuk ditelaahnya. Karena hanya manusia makhluk yang diberi
kelebihan ini.
Pengetahuan yang telah didapat manusia sudah seyogyanya diorientasikan
untuk kepentingan seluruh umat manusia. Karena sebaik-baik manusia adalah yang
paling bermanfaat bagi manusia seluruhnya. Namun, tidak boleh dilupakan bahwa
manusia juga hidup berdampingan dengan lingkungan, sehingga tidak bisa serta merta
kemajuan pengetahuan pengetahuan dan teknologi malah menghancurkan dan
merusak keseimbangan alam. Karena sudah menjadi tugas manusia untuk
melestarikan alam ini sebagai pengejawantahan kekhalifahan manusia sekaligus
bentuk ta’abbudnya kepada Allah swt.